BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang “Jumlah hewan peliharaan terlantar seperti kucing, anjing, kera, dsb. Di Jakarta telah mencapai 340.000 populasi.”dikutip dari Yunanto Wiji Utomo. 15 April (2012). Over populasi pada hewan peliharaan. Kompas, diakses pada 20 Febuari 2013 dari Kompas.com. Binatang peliharaan di Indonesia sudah mencapai angka populasi yang sangat tinggi, atau biasa disebut over populasi. Akar dari semua masalah ini adalah ketidak tahuan masayarakat awan yang memelihara binatang peliharaan yang terus menerus dengan sengaja mengembang biakkan mereka, dikarenakan menurut mereka keberhasilan seorang pemilik hewan adalah ketika mereka mendapati kehadiran para bayi-bayi dari binatang kesayangan mereka. Para pemilik rela menggelontorkan sejumlah uangnya untuk memberikan pasangan kepada para hewan-hewannya. Yang pada akhirnya secara tidak sadar memaksa mereka untuk terus menerus melahirkan anak-anaknya, tanpa memikirkan efek jangka panjangnya bagi mereka (hewan) dan bagi dirinya sendiri. Para pemilik sangat berperan besar dalam menyebabkan over populasi ini, Mereka tidak berfikir bahwa dengan memaksa para hewan untuk kawin-melahirkan, berarti memaksa mereka untuk hidup dalam berpenyakitan dan ketidak stabilan hormon, menyebabkan mereka stres dan menyebabkan adanya kompetisi yang berujung kepada kematian hewan tersebut. Mereka juga lupa bahwa dengan mengembang biakkan hewan maka mereka akan merogoh kocek lebih dalam untuk membiayai kehidupan mereka kelak, biaya kesehatan, menjadikan lingkungan lebih kotor akibat kepadatan hewan dalam satu wilayah sempit, yang mengakibatkan timbulnya bibit bibit penyakit untuk dirinya (hewan) dan para pemiliknya. Akibat yang paling umum karena over populasi ini adalah pembuangan serta penelantaran hewan, karena ketidak cukupan biaya untuk merawatnya. SPCA, WWF (2011). Declare of animal welfare mengatakan bahwa,“ Tidak ada hewan didunia ini yang pantas hidup dijalan dan memakan limbah manusia, mereka 1 2 hanyalah korban dari manusia yang berdosa telah mendomestifikasi mereka, membuat mereka kehilangan sifat predator mereka, tidak dapat mencari makan sendiri dan jadi bergantung pada manusia. Mereka yang dijalan hanyalah mereka yang terbuang dari rumah mereka masing-masing akibat keegoisan owner mereka. “ Isu over populasi yang berkembang dimasyarakat membuat pemerintah dan organisasi pencinta binatang ikut turun tangan dan akhirnya pada kesimpulan demi menekan over populasi harus ada suatu tindakan yakni tindakan sterilisasi - yakni tindakan operasi kecil dalam istilah manusianya KB dengan cara vasektomi dan tubektomi bukan kebiri.Banyak yang mengatakan bahwa tindakan mensterilkan hewan adalah tindakan yang berdosa, tidak manusiawi karena merenggut kebebasan bereproduksi dan berkembang biak, namun ini tidak benar, beberapa literatur agama banyak yang membahas tentang tindakan kebiri ini yang ternyata lebih memberikan manfaat ketimbang hal negatif (dijelaskan bab 2). Namun dikarenakan komunikasi yang setengah-setengah dan informasi yang kurang memadai dan susah didapat, maka kampanye sterilisasi hewan peliharaan sendiri kurang mendapatkan respon, pemerintah dan ikatan dokter hewan Indonesia kurang bersatu dalam menangani hal ini, tanpa ada media kampanye, publikasi serta komunikasi yang jelas dan cepat dimengerti ( anpa visual - bahasa universal) masyarakat kurang berpartisipasi, apalagi masih ada anggapan bahwa sterilisasi merugikan, dosa dan hanya untuk ego manusia sendiri. Harus ada visual serta media komunikasi strategis untuk menyadarkan mereka dan membuat mereka berpartisipasi dalam menekan over populasi tersebut. Maka dibuatlah kampanye dalam segala lini dan visual untuk menyatukan mereka. Mereka (para dokter hewan) berkampanye dengan skill bedah mereka secara sukarela, dinas pemerintah dengan memberikan izin dan membuat undang-undang sedangkan desainer sebagai wadah penyampai komunikasi dan penggerak sasarannya yakni para pemilik hewan dan penyayang binatang. Dengan melihat berbagai kemungkinan, kesempatan serta celah, belum ada kampanye sterilisasi yang merangkul para desainer terlibat didalamnya, menjadikan penulis tertantang serta diberikan kebebasan untuk bereksplorasi dalam pembuatannya. 3 1.2 Lingkup Tugas Berdasarkan kondisi tersebut, maka lingkup tugas dibatasi pada hal-hal yang dapat ditangani atau diselesaikan melalui pendekatan disiplin ilmu Desain Komunkasi Visual, yaitu pada masalah perencanaan komunikasi visual untuk mendukung kampanye “SOS: Smart Owner Sterilize Their Pets”untuk membantu PEJATEN SHELTER, dalam mengurangi permasalahan ledakan populasi di dalam shelternya, dan juga mengedukasi para pemilik serta pencinta binatang lainnya bahwa sterilisasi adalah hak mereka, dan perkawinan bukanlah apa yang mereka mau. Peran Desain Komunikasi Visual dalam terapannya sebagai ilmu komunikasi dalam penyampaian informasi yang bersifat sosial, emosional dan informatif agar pesan yang disampaikan dalam kampanye ini dapat tersampaikan dengan baik. Menyelamatkan mereka, menyelamatkan isi kantong dompetmu juga (karena penghematan biaya pemeliharaan mereka, biaya kesehatan mereka) dan juga menjamin kesejahteraan pemilik dan hewan peliharaannya.