Siaran Pers TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI INDONESIA Depok, Juli 2009 - Kamis, 23 Juli 2009, bertempat di Balai Sidang Djokosoetono Fakultas Hukum,Universitas Indonesia, Depok, dilakukan promosi doktor pada program studi Ilmu Hukum atas nama Mukhti Fajar dengan judul Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indomesia; Studi Tentang Penerapan Ketentuan Corporate Social Responsibilty pada Perusahaan Multinasional, Swasta Nasional, dan Badan Hukum Milik Negara Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility diatur secara tegas di Indonesia, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini dilatarbelakangi oleh amanat UndangUndang Dasar 1945 mengenai perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial harus diatur oleh Negara. Selain itu, pemerintah berkeinginan untuk mencegah dan mengurangi rusaknya lingkungan yang diakibatkan oleh operasional korporasi yang tidak memperhatikan lingkungan hidup dan masyarakat disekitarnya. Penelitian mengenai CSR di Indonesia ini dilakukan, untuk menjawab beberapa pertanyaan. Pertama, bagaimana sebaiknya pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di Indonesia, wajib atau sukarela? . Kedua, bagaimana ruang lingkup tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di Indonesia? dan, ketiga, bagaimana masalah pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia ?. Untuk analisis data menggunakan reflexive law theory. Teori ini digunakan mengatasi kebuntuan atas pendekatan hukum formal sebagai bentuk intervensi Negara dalam mengatur persoalan privat (korporasi). Reflexive law theory mencoba mencari solusi atas keterbatasan hukum (limit of law) dalam mengatur masyarakat yang komplek secara efektif melalui self regulation dengan memberikan kewajiban korporasi untuk memberikan social reporting. Analisis data dari penelitian dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pembahasan penelitian ini menyimpulkan : Pertama, CSR adalah aktivitas koorporasi yang bisa diwajibkan oleh hukum berdasarkan pada nilai moral dan etika dengan social reporting terhadap masyarakat. Kedua, konsep dan ruang lingkup CSR yang sangat luas perlu dibuat pengaturan khusus tentang CSR yang memberikan otoritas bagi korporasi untuk mengatur dirinya sendiri (Self regulation). Ketiga, bahwa masalah pengaturan dalam UUPM dan UUPT harus direvisi dengan konsep dan definisi CSR yang sama dan lebih jelas sebagai acuan pelaksanaan. Sumber pembiayaan sebaiknya tidak perlu ditentukan secara definitif karena CSR tidak selalu berkaitan dengan biaya. Pemerintah perlu memberikan insentif dalam bentuk pengurangan pajak bagi koorporasi yang melaksanakan CSR. Korporasi yang telah melaksanakan CSR dalam berbagai bentuk dan motifnya harus diapresiasi, karena ada keterbatasan hukum untuk mengatur secara rigid hubungan korporasi dan masyarakat yang semakin komplek, sehingga apapun bentuk aktifitas korporasi yang bertujuan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dapat dianggap sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Informasi lebih lanjut: Devie Rahmawati Deputy Director Corporate Communications Universitas Indonesia 0811.11.03951/ 0878.81.82.88.69/ 021. 920.50843