BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi adalah pelepasan magma, gas, abu vulkanik serta material-material lainnya yang ada di dalam Gunung berapi ke atmosfer atau ke permukaan bumi. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, erupsi didefinisikan sebagai letusan Gunung berapi atau semburan sumber minyak dan uap panas dari dalam bumi. Erupsi Gunung berapi terjadi jika ada pergerakan atau aktivitas magma dari dalam perut bumi menuju permukaan bumi. Secara umum, erupsi dibedakan menjadi 2 macam, yaitu erupsi eksplosif dan erupsi efusif. a. Erupsi eksplosif adalah proses keluarnya magma, gas atau abu vulkanik disertai tekanan yang sangat kuat sehingga melontarkan material padat dan gas yang berasal dari magma maupun tubuh Gunung berapi ke angkasa. Erupsi eksplosif inilah yang terkenal sebagai letusan Gunung berapi. Letusan ini terjadi akibat tekanan gas yang teramat kuat. b. Erupsi efusif yaitu peristiwa keluarnya magma dalam bentuk lelehan lava. Erupsi efusif terjadi karena tekanan gas magmatiknya tidak sebrapa kuat, sehingga magma kental dan pijar dari lubang kepundan hanya tumpah mengalir ke lerenglereng puncak Gunung itu. Erupsi efusif yang terjadi rutin dapat mencegah terjadinya erupsi eksplosif. Hal ini karena lelehan lava yang keluar akan mengakibatkan tekanan dalam perut bumi akan berkurang. Beberapa gejala terjadinya letusan Gunung berapi adalah terhentinya erupsi efusif yang rutin. Sebagai contoh erupsi efusif Gunung Semeru. Para penduduk percaya, bahwa selama lava masih keluar dari kepundan Gunung Semeru secara rutin maka kemungkinan Gunung Semeru akan meletus adalah kecil. Tapi begitu erupsi efusif tidak terjadi maka status Gunung Semeru akan dinaikkan menjadi siaga. 1 Gunung Merapi adalah Gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu Gunung aktif ternama di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman DIY dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi timur dan Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan hutan yang berada di sekitar puncak Merapi menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak 2004. Gunung Merapi ini sangat berbahaya karena menurut cacatan moderen Gunung ini mengalami erupsi setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548, Gunung Merapi sudah meletus sebanyak 68 kali. Kota Magelang dan Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak di bawah 30 km dari puncaknya. Di lerengnya masih terdapat pemukiman sampai ketinggian 1700 m dan hanya berjarak 4 km dari puncak Merapi. Tentunya kondisi pemukiman yang hanya berjarak 4 km dari puncak Gunung berapi yang aktif dengan skala waktu erupsi dua sampai lima tahun sekali adalah sangat berbahaya, baik itu untuk tempat tinggal, melakukan aktivitas sehari-hari, beristirahat dan bahkan saat melakukan evakuasi. Kecamatan Cangkringan di Kabupaten Sleman menjadi lokasi terparah yang terkena dampak erupsi Merapi 2010. Hampir seluruh korban, termasuk korban tewas berasal dari beberapa desa di kecamatan tersebut. Awan panas yang dimuntahkan oleh Merapi hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mencapai kawasan padat penduduk. Tiga orang dilaporkan tewas di dalam rumah yang sudah hancur terkena awan panas di desa Kranggan, Cangkringan. Satu korban dilaporkan mengalami kecelakaan lalu lintas pada saat mengevakuasi diri ke zona aman. Faktanya erupsi Merapi 2010 merupakan salah satu erupsi yang sangat dahsyat, hal ini dirasakan langsung oleh penduduk yang tinggal di sekitar Gunung Merapi, terutama yang bermukim di daerah rawan bencana. Berikut ini adalah fakta-fakta yang dikumpulkan saat erupsi Merapi terjadi tahun 2010 silam (Hasiolan, 2010): 2 a. Pada bulan November 2010, Merapi meletus amat dahsyat selama kurang lebih 120 jam tanpa henti. Erupsi ini terjadi tanggal 3 sampai 6 November 2010. Karena lamanya waktu erupsi yang terjadi, Erupsi Merapi 2010 mencatak rekor sebagai erupsi terlama. b. Pada tanggal 4 November 2010, erupsi Merapi ini dapat dirasakan hingga radius 40 km. Suara letusan dapat terdengar dalam radius tersebut, bahkan getaran gempa vulkanik dapat dirasakan sampai wilayah-wilayah yang jauh. c. Pada dasarnya, awan panas atau wedhus gembel menerjang menuju daerah tertentu termasuk Kali Gendol. Namun erupsi pada tahun 2010 awan panas membubung tinggi atau vertikal dan bergerak menurut arah angin (Gambar 1.1). Gambar 1.1 Awan panas yang mengarah ke lereng barat Merapi Sumber: Tribun news, 2010 d. Hujan abu vulkanik biasanya hanya menerjang daerah sekitar Gunung berapi. Namun, pada erupsi Merapi November 2010 abu vulkanik dapat mencapai Puncak, Bogor Jawa Barat. e. Radius bahaya Merapi biasanya hanya mencapai 10 km. namun, karena bahaya merapi pada erupsi tahun 2010 lebih dahsyat dan daerah yang diluar radius 10 km merasakan dampak dari erupsi ini, seperti: a) Dusun Bronggang, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Sleman yang berjarak sekitar 15 km dari puncak Merapi. Dusun ini terkena terjangan awan 3 panas yang melewati Kali Gendol. Rumah-rumah yang dilewati awan panas tersebut habis terbakar (Gambar 1.2). Gambar 1.2 Seorang relawan menggendong korban awan panas di Desa Argomulyo, Cangkringan, Sleman sumber: Tribunnews.com b) Kota Muntilan, Kabupaten Magelang yang berjarak sekitar 18-20 km dari puncak Merapi. Kota ini mengalami dampak terparah dari hujan abu vulkanik. Jalan utama di kota ini diselimuti lumpur abu vulkanik. Banyak atap rumah yang roboh dan pohon tumbang akibat tak kuat menahan beban abu vulkanik. Kota ini merasakan abu vulkanik tanpa henti dari tanggal 3 sampai 5 November 2010. Akibatnya masyarakat di kota ini mengungsi keluar kota. Gambar 1.3 Jalan Pemuda Kota Muntilan tertutup abu vulkanik Sumber: tribun news, 2010 4 c) Borobudur, berjarak sekitar 25 km dari puncak Merapi. Daerah yang terkenal dengan keindahan dan keunikan candinya ini tak luput terkena dampak dari abu vulkanik. Bahkan, candi Borobudur ini diselimuti abu vulkanik yang cukup tebal. Selain itu, untuk menyelamatkan gajah di Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB), gajah tersebut diungsikan ke Gembira Loka Yogyakarta. Bencana alam erupsi Merapi adalah suatu peristiwa yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia. Sejak masa lalu manusia telah menghadapi bencana alam yang berulang kali melenyapkan populasi manusia. Pada zaman dahulu manusia sangat rentan terhadap bencana alam karena ketidaksiapan dan ketidaksanggupan akan bencana alam tersebut, terutama dalam proses evakuasi saat terjadi bencana. Seiring dengan berkembangnya zaman dan semakin canggihnya teknologi yang dikembangkan, baik itu alat untuk mendeteksi bencana alam ataupun moda transportasi yang digunakan untuk evakuasi penduduk saat terjadinya bencana alam, manusia semakin siap ketika terjadinya bencana alam, terutama saat proses evakuasi darurat dilakukan. Evakuasi darurat adalah perpindahan langsung dan cepat dari orang-orang yang menjauh dari ancaman atau kejadian yang berbahaya seperti bencana alam. Rencana evakuasi darurat dikembangkan untuk memastikan waktu evakuasi teraman dan paling efisien bagi semua penduduk yang terancam bahaya bencana alam. Ditinjau dari sisi perpindahan langsung dan cepat bagi penduduk yang melakukan proses evakuasi, moda trasportasi merupakan elemen yang sangat penting saat dilaksanakan proses evakuasi darurat. Dikarenakan bahaya dari bencana alam yang waktunya sangat cepat dan sulit diperkirakan, maka transportasi memiliki peranan penting dalam memindahkan penduduk dari tempat rawan bencana ke tempat yang lebih aman. Pemilihan moda transportasi untuk melakukan evakuasi merupakan hal pertama yang dipikirkan penduduk di daerah rawan bencana untuk melakukan evakuasi darurat. Faktor-faktor penting ketika memilih moda transportasi untuk 5 evakuasi tersebut, diantaranya: kapasitas penumpang, waktu tempuh, jarak tempuh, dan keamanan dari moda transportasi itu sendiri. 1.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipapaparkan sebelumnya, muncul beberapa pertanyaan yang akan penulis jadikan sebagai pertanyaan penelititian. Pertanyaan tersebut adalah: 1. Bagaimanakah pemanfaatan moda transportasi dalam proses evakuasi bencana erupsi Merapi dan alasan-alasan apa yang menentukan seseorang dalam memilih suatu moda transportasi ketika evakuasi dan saat sedang mengalami kepanikan? Kemudian apakah moda transportasi yang dipakai aman bagi pengguna? 2. Permasalahan transportasi apa yang terjadi selama evakuasi? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka maksud dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pemanfaatan moda transportasi untuk evakuasi bencana alam erupsi Gunung Merapi dan mengidentifikasi alasan-alasan yang mempengaruhi pemilihan moda transportasinya. 2. Untuk mengidentifikasi proses transportasi evakuasi bencana alam dan permasalahan yang dihadapi. 1.4. Manfaat Penelitian Berikut ini merupakan manfaat dilakukannya penelitian ini: 1. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada pihak-pihak terkait seperti pemerintah dan penduduk yang tinggal di daerah rawan bencana alam, sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dalam mempertimbangkan moda transportasi yg digunakan untuk melakukan evakuasi darurat. 6 2. Dapat diketahui permasalahan yang terjadi saat pra evakuasi, saat evakuasi, dan pasca evakuasi. 3. Dapat diketahui pengaruh positif maupun negatif terhadap nilai manfaat suatu moda transportasi saat dilakukan evakuasi darurat. 4. Dapat menjadi inspirasi bagi penelitian-penelitian lebih lanjut terkait dengan transportasi untuk bencana alam. 5. Berguna bagi ilmu pengetahuan dan dapat dikembangkan lebih lanjut terkait dengan transportasi untuk bencana alam. 1.5. Batasan Penelitian Mengingat banyaknya karakteristik informan dan berbagai keterbatasan yang ada, maka dilakukan pembatasan pada penelitian ini yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Informan yang disurvei merupakan penduduk yang tinggal di wilayah rawan bencana alam. 2. Dari segi lokasi, penelititan ini akan berfokus di huntap Batur Kecamatan Cangkringan Sleman, yang merupakan salah satu dari daerah yang mengalami dampak terparah dari erupsi Merapi 2010 itu sendiri. Penelitian ini menganalisis transportasi evakuasi bencana alam dari sisi transportasi yang dilakukan penduduk Hunian tetap (huntap) Batur saat melakukan evakuasi darurat. 1.6. Keaslian Penelitian Penulis belum menemukan penelitian lain yang topiknya sama dengan penelitian yang akan penulis lakukan yaitu penelitian tentang tinjauan transportasi bencana alam (khususnya erupsi Merapi 2010). Akan tetapi, terdapat beberapa penelitian yang sifatnya terkait atau berhubungan dengan penelitian yang sudah penulis lakukan. Penelitian-penelitian tersebut ditampilkan pada Tabel 1.1 berikut, dan tidak ada kesamaan terkait dengan lokasi dan fokus penelitian. 7 Tabel 1.1 Tabel keaslian penelitian Data Peneliti Judul Fokus penelitian Bachnas & Subarkah 2002 UII Yogyakarta Tri Siwi Nugrahani Universitas PGRI Yogyakarta 2012 Penanggulangan Gangguan prasarana Jalan Akibat Bencana Alam Penanganan prasarana transportasi pasca bencana alam. Dampak Erupsi Merapi dan Kemiskinan Di Kecamatan Cangkringan Menganalisis dampak letusan Merapi di wilayah Cangkringan dengan membandingkan tingkat kemiskinan antara sebelum dan sesudah letusan DMerapi 2010. Todd Litman 2006 Lessons from Katrina & Rita Menganalisis kegagalan dari transportasi saat badai Katrina & Rita terjadi. Todd Litman menagatakan bahwa kerugian dan korban bukan dikarenakan faktor bencana alam, melainkan karena kegagalan perencanaan transportasi evakuasinya. Fitra Rifwan Studi Evaluasi Penggunaan Jalur evakuasi Pada Zona Berpotensial Terkena Bencana Tsunami Di Kota Padang. Menganalisis dan evaluasi keefektifan suatu jalur evakuasi terhadap bencana tsunami di kota Padang Universitas Andalas 2012 8