PENGARUH STATUS ISTIRAHAT TERHADAP PROFIL DARAH SAPI BALI SEBELUM PEMOTONGAN DI RPH ANTANG MAKASSAR SKRIPSI NURUL INAYAH ANWAR O111 10 281 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 PENGARUH STATUS ISTIRAHAT TERHADAP PROFIL DARAH SAPI BALI SEBELUM PEMOTONGAN DI RPH ANTANG MAKASSAR NURUL INAYAH ANWAR Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 PERNYATAAN KEASLIAN 1. Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Nurul Inayah Anwar NIM : O111 10 281 Menyatakan dengan sebenarnya bahwa : a. Karya skripsi saya adalah asli b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. 2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya. Makassar, 27 Februari 2015 Nurul Inayah Anwar ABSTRAK Nurul Inayah Anwar (O111 10 281). Pengaruh Status Istirahat Terhadap Profil Darah Sapi Bali Sebelum Pemotongan Di RPH Antang Makassar. Dibimbing oleh Prof. Dr. drh. Lucia Muslimin, M.Sc. dan Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh status istirahat sebelum pemotongan terhadap profil darah sapi di Rumah Potong Hewan Antang dan untuk mengetahui dampak transportasi terhadap profil darah sapi sebelum pemotongan. Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan antara profil darah sapi yang diistirahatkan terlebih dahulu sebelum pemotongan dengan sapi tanpa perlakuan istirahat. Darah yang diambil melalui vena jugularis kemudian dilakukan perhitungan pada beberapa parameter meliputi hemoglobin, hematokrit, sel darah merah, sel darah putih, glukosa darah, dan asam laktat darah. Data yang diperoleh dihitung menggunakan Uji T-Independent untuk mengetahui adanya perbedaan dari dua perlakuan dengan sampel yang berbeda. Dari hasil yang diperoleh terlihat adanya perbedaan yang signifikan (P ≤ 0,05) antara sapi perlakuan istirahat dengan sapi tanpa istirahat pada nilai hemoglobin, sel darah merah, sel darah putih, glukosa dan asam laktat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perlakuan istirahat pada sapi sebelum pemotongan berpengaruh pada pemulihan kondisi fisik ternak setelah mengalami proses transportasi. Kata Kunci: Transportasi, Istirahat, Profil Darah, Glukosa, Asam Laktat. ABSTRACT Nurul Anwar O111 Inayah 10 281. Effect of Break Status Against Bali Cattle's Blood Profile Before Slaughter in RPH Antang Makassar. Supervised by Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M.Sc and Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. The objectives of this study were to know the effect of interval status against Bali cattle’s blood profile before slaughter in RPH Antang Makassar and effect of transportation against Bali cattle before slaughter. In this study were compare between Bali cattle’s profile blood were rest before slaughter than without it. Blood was taken by jugularis vein the calculate some parameters include hemoglobin, hematocrit, red blood cell, white blood cell, blood glucose and blood lactic acid. Data obtained were calculated using T-Independent Test to determine the difference of the two treatments with different samples. Based of the results was obtained show the difference with significant (P ≤ 0.05) between rested cattle with a cattle without rested in the value of hemoglobin, hematocrit, red blood cells, white blood cells, glucose and lactic acid. Conclusions of this study show that the break treatment in cattle before slaughter affect the physical condition of cattle recovery after undergoing a process of transportation. Keywords: Transportation, Rested, Blood Profile, Glucose, Lactic Acid. RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 21 September 1992 di Kabupaten Sinjai dari ayahanda Anwar Wahid dan ibunda Rini. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 63 Tombolo pada tahun 2004, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Sinjai Tengah dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Sinjai Timur. Penulis diterima di Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin pada tahun 2010 melalui ujian lokal. Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi internal kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HIMAKAHA) FKUH menjabat sebagai anggota Kajian Advokasi dan Strategi periode 2011-2012 dan aktif dalam organisasi Satwa liar Hasanuddin (OWL Hasanuddin) devisi ornithology. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan komunitas penyayang hewan peliharaan seperti Komunitas Penyayang Kucing (KPK) Makassar dan penyayang anjing Doggilicious Makassar. vi KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Status Istirahat Terhadap Profil Darah Sapi Bali Sebelum Pemotongan di RPH Antang Makassar. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah dan tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman, Amin. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk meraih gelar sarjana di Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Tidak lupa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu dan mendukung penulis hingga selesainya skripsi ini, karena itu penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.Bs, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2. Prof. Dr. drh. Lucia Muslimin, M. Sc, selaku Ketua Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin sekaligus Pembimbing I atas bimbingan dan dukungannya dalam pegerjaan skripsi ini 3. Drh. Fika Yuliza Purba, M. Sc, selaku Pembimbing II sekaligus Penasehat Akademik atas bimbingannya dalam pengerjaan skripsi ini serta nasehat yang begitu berarti kepada penulis dalam perkuliahan. 4. Seluruh Bapak, Ibu Dosen-dosen dan staf administrasi Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin atas bantuan dan kontribusinya dalam urusan akademik. 5. Kedua orang tua tercinta ayahanda Anwar Wahid dan ibunda Rini yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat dan dukungan kepada ananda, skripsi ini merupakan persembahkan sebagai wujud cinta kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya. Kedua adikku yakni Dinar Muharrikha Anwar dan Izza Salsabilah Anwar terima kasih atas semangat dan dukungannya. 6. Dr. Ir. Hikmah M.Pt. atas bantuan, bimbingan dan dorongan yang diberikan kepada penulis. 7. Kepada seluruh staf RPH antang Makassar khususnya bapak Sjahrir S. Pt dan kak Sujuti. Para staff laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran khususnya kak Sitti Ramliah dan kak Nova serta pak Hasan atas bantuan dan bimbinganya dalam penelitian ini. 8. Kepada Akram Tenrisau, yang telah membantu dan senantiasa mendampingi penulis dalam mengerjakan hingga terselesaikannya skripsi ini. vii 9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 “V-Gen” khususnya Nurul Muthmainnah Arfah, St. Mughniati, Noer Khalid Chaidir Zakaria, Irwansyah, Andi Aswan Salam, Yuliani Suparmin, Zaenal, Eka Syafrizal, Ryan Payung, Andhika Yudha Prawira dan Lilis Suryani. 10. Kepada seluruh pihak yang turut membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak sempat sampaikan namanya kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri serta pengembangan ilmu di bidang kedokteran hewan. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu Makassar, Januari 2015 Penulis viii DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR ................................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .......................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... ix 1 PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 2 1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 2 1.5 Hipotesis ............................................................................................................. 2 1.6 Keaslian Penelitian .............................................................................................. 3 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 4 2.1 Karakteristik Sapi Bali ..................................................................................... 4 2.2 Profil Darah Sapi ................................................................................................. 5 2.3 Transportasi Ternak Sebelum Pengangkutan ...................................................... 10 2.4 Status Istirahat Sebelum Pemotongan ................................................................. 11 3 MATERI DAN METODE ........................................................................................... 12 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 12 3.2 Materi Penelitian ................................................................................................. 12 3.2.1 Sampel Penelitian....................................................................................... 12 3.2.2 Alat dan Bahan Penelitian .......................................................................... 12 3.3 Metode Penelitian ............................................................................................... 13 3.3.1 Pengambilan Sampel Darah ....................................................................... 13 3.3.2 Analisis Komponen Darah ......................................................................... 13 3.3.3 Pengumpulan Data ..................................................................................... 14 3.4 Analisa Data ........................................................................................................ 15 4 HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................................... 16 4.1 Kadar Hemoglobin .............................................................................................. 16 4.2 Kadar Hematokrit ................................................................................................ 17 4.3 Jumlah Sel Darah Merah ..................................................................................... 17 4.4 Jumlah Sel Darah Putih ....................................................................................... 18 4.5 Kadar Glukosa Plasma Darah ............................................................................. 18 4.6 Kadar Laktat Plasma Darah ................................................................................ 19 5 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................... 20 5.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 20 5.2 Saran ................................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix DAFTAR TABEL Tabel 1. Hematologi normal sapi Tabel 2. Leukosit normal Tabel 3. Nilai parameter profil darah sapi berdasarkan status istirahat Tabel 4. Nilai Parameter Profil Biokimia Darah (Glukosa dan Asam Laktat) Berdasarkan Status Istirahat 4 6 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Sapi Bali 3 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Langkah Kerja Lampiran 2. Kuesioner Lampiran 3. Jawaban Kuesioner Lampiran 4. Hasil Analisa Kadar Hemoglobin menggunakan Uji T-Independent Lampiran 5. Hasil Analisa Kadar Hematokrit menggunakan Uji T-Independent Lampiran 6. Hasil Analisa Kadar Red Blood Cell menggunakan Uji TIndependent Lampiran 7. Hasil Analisa Kadar White Blood Cell menggunakan Uji TIndependent Lampiran 8. Hasil Analisa Kadar Glukosa menggunakan Uji T-Independent Lampiran 9. Hasil Analisa Kadar Asam Laktat menggunakan Uji T-Independent Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi merupakan salah satu ternak penghasil daging yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Di Indonesia, sentra konsumsi daging sapi masih berada di sekitar wilayah perkotaan. Permintaan di wilayah ini cenderung lebih tinggi karena jumlah penduduk yang lebih padat dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Masalah lain yang muncul adalah bahwa produksi sapi potong khususnya sapi Bali membutuhkan sumberdaya lahan dan pakan yang memadai, sehingga secara umum berada di pedesaan. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat perkotaan diperlukan proses transportasi dalam kegiatan perdagangan sapi antar daerah. Tuntutan selera sebagian besar masyarakat yang lebih menyukai daging segar dibandingkan daging olahan mengharuskan perdagangan dalam bentuk ternak hidup. Namun, kendala utama bahwa lokasi antara daerah sentra konsumsi utama dengan beberapa daerah sentra produksi berjarak relatif jauh (Ilham dan Yusdja, 2004). Untuk mengirim ternak dari sentra produksi ke sentra konsumsi diperlukan sarana transportasi darat dan laut. Pengangkutan atau transportasi yang digunakan oleh ternak sapi antar pulau maupun antar daerah pada umumnya dapat mengakibatkan stres, sehingga dapat mempengaruhi nafsu makan dan pada akhirnya dapat menurunkan berat badan ternak sapi. Untuk itu diperlukan penanganan yang cermat dalam pengangkutan antar pulau dan daerah, tidak hanya faktor jalan yang mempengaruhinya tetapi kondisi kendaraan yang digunakan, kepadatan ternak, iklim/cuaca pada saat pengangkutan serta ketersediaan makanan pada waktu perjalanan. Oleh karena itu, kesejahteraan hewan selama pengangkutan harus mendapat perhatian yang cukup serius karena hal ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan kualitas produk ketika tujuannya adalah rumah potong hewan. Hewan stres lebih rentan terhadap penyakit dan konsumen tidak mau membeli daging yang memar atau secara biokimia berubah karena stres atau penurunan energi (European Commision, 2002). Transportasi dari peternakan ke tempat pemotongan hewan merupakan titik riskan yang berpengaruh terhadap sifat-sifat daging yang disebabkan oleh stres transportasi. Ada hubungan langsung antara waktu transportasi kerusakan karkas atau daging berkualitas rendah. Sementara tidak adanya efek pada kualitas daging tidak menjamin tidak adanya penderitaan, kuantifikasi cedera, memar, goresan, noda, patah tulang, mortalitas, morbiditas, kejadian pH daging tidak normal, dan karkas dan kualitas daging, semuanya memberikan informasi tentang kesejahteraan hewan selama penanganan, transportasi dan lairage (Anonim, 2008). Selain itu, proses selama transportasi, suhu lingkungan yang terlalu panas atau terlalu dingin, perlakuan yang kasar, suara yang asing dan sangat mengganggu dapat menimbulkan beberapa potensi yang dapat mempengaruhi kondisi fisik dan menimbulkan cekaman pada ternak. Respon hewan dalam hal perubahan fisiologis dan perilaku merupakan indikator dari tingkat stres yang disebabkan oleh aktivitas yang disebutkan di atas selama tansportasi dari peternakan ke rumah pemotongan, salah satu indikator penting yang 2 mencerminkan kondisi fisik ternak adalah darah (Gebresebet dan Sällvik, 2006). Pendekatan untuk menilai kesejahteraan selama transportasi dapat terlihat dari banyak faktor, termasuk parameter darah yang berkaitan dengan respon stres, parameter perilaku yang terkait dengan stres psikologis, indikator kerugian akibat kerusakan fisik sebagai akibat dari kesejahteraan yang buruk serta karkas dan kualitas daging. Salah satu cara untuk mengatasi stres akibat cekaman pada sapi yaitu dengan mengistirahatkan sebelum pemotongan agar keadaan fisik dalam tubuhnya kembali pulih (Maria, 2008). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah status istirahat berpengaruh terhadap profil darah sapi sebelum pemotongan di Rumah Potong Hewan Antang? Bagaimana dampak transportasi terhadap profil darah sebelum pemotongan? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh status istirahat sebelum pemotongan terhadap profil darah sapi di Rumah Potong Hewan Antang. Untuk mengetahui dampak transportasi terhadap profil darah sapi sebelum pemotongan. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk mengetahui pengaruh status istirahat sebelum pemotongan terhadap kadar profil darah sapi. 1.4.2 Manfaat Aplikatif Dengan adanya penelitian ini, diharapkan agar masyarakat dapat mengetahui stadarisasi pra-pemotongan yang ideal terhadap ternak. 1.5 Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang dapat ditarik adalah Pengistirahatan ternak sebelum pemotongan berpengaruh baik terhadap profil darah sapi dibandingkan dengan tanpa perlakuan istirahat terhadap ternak. Transportasi menyebabkan perubahan fisiologis darah pada sapi sebelum pemotongan. 3 1.6 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh status istirahat terhadap profil darah sapi Bali sebelum pemotongan di RPH Antang Makassar belum pernah dilakukan. Penelitian terkait darah pernah dilakukan namun berbeda parameter, perlakuan dan lokasi penelitian. 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu sapi potong asli Indonesia hasil domestikasi dari banteng (Bos-bibos banteng) dan memiliki potensi yang besar untuk mensuplai kebutuhan protein masyarakat Indonesia (Arifiantini et al., 2006). Menurut Murtidjo (1990), sapi Bali (Gambar 1) mempunyai bentuk dan karakteristik sama dengan banteng, kecuali ukurannya relatif lebih kecil karena pengaruh penjinakan. Gambar 1. Sapi Bali (Dokumentasi Pribadi) Ukuran yang kecil pada sapi Bali kemungkinan besar merupakan strategi besar dari spesies ini untuk mempertahankan eksistensinya melalui proses adaptasi terhadap lingkungan yang kurang mendukung bagi sapi-sapi dengan tubuh yang besar. Hal ini mudah terlihat dari tubuh banteng liar dewasa yang dapat mencapai bobot hidup sekitar 800 kg, yang jarang ditemukan pada sapi Bali. Hal kedua adalah terlihat dari mulai banyak ditemukan sapi-sapi Bali induk dengan bobot badan yang hanya berkisar antara 120-150 kg dalam kehidupan padang penggembalaan di Sulawesi Selatan (Talib, 2012). Menurut Soeprapto dan Abidin (2006), pada waktu kecil sapi Bali berwarna sawo matang atau merah bata, yang merupakan ciri utama sapi-sapi keturunan bos sondaicus. Pada sapi Bali betina warna ini bertahan sampai dewasa. Sementara itu, pada sapi Bali jantan warnanya akan berubah menjadi kehitaman ketika dewasa. Karakteristik lain yang harus dipenuhi dari ternak sapi Bali murni, yaitu warna putih pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas, dan pada paha kaki bawah mulai tarsus dan carpus sampai batas pinggir atas kuku, bulu pada ujung 5 ekor hitam, bulu pada bagian dalam telinga putih, terdapat garis hitam yang jelas pada bagian atas punggung, bentuk tanduk pada jantan yang paling ideal disebut bentuk tanduk silak congklok yaitu jalannya pertumbuhan tanduk mula-mula dari dasar sedikit keluar lalu membengkok ke atas, kemudian pada ujungnya membengkok sedikit keluar. Pada betina bentuk tanduk yang ideal disebut manggul gangsa yaitu jalannya pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi arah ke belakang sedikit melengkung ke bawah dan pada ujungnya sedikit mengarah ke bawah dan ke dalam, tanduk ini berwarna hitam (Chamdi, 2005). 2.2 Profil Darah Sapi Darah merupakan gabungan dari cairan tubuh, sel-sel dan partikel menyerupai sel yang mengalir dalam arteri, kapiler dan vena. Secara umum, darah berperan dalam setiap fungsi utama tubuh, di dalam setiap organ dan jaringan tubuh (Salasia dan Hariono, 2010). Darah mempunyai beberapa fungsi yang penting untuk tubuh. Menurut Rastogi (2007), fungsi darah diantaranya adalah: Respirasi: mengangkut oksigen dan karbon dioksida adalah fungsi utama darah. Transportasi oksigen dari paru-paru ke jaringan yang lainnya dan transportasi karbondioksida dari jaringan ke paru-paru terutama dilakukan oleh darah. Transportasi bahan makanan: darah merupakan media yang mengangkut bahan makanan yang kemudian akan diserap oleh berbagai bagian dalam tubuh. Ekskresi: limbah metabolik seperti ureum, asam urea, kreatinin, air, karbon dioksida dan lain-lain diangkut oleh darah ke ginjal, paru-paru, kulit dan usus untuk dibuang. Pengaturan suhu tubuh: darah memiliki peran penting dalam pengaturan suhu tubuh dengan mendistribusikan panas ke seluruh tubuh. Panas ini dihasilkan otot oleh oksidasi karbohidrat dan lemak. Pengaturan keseimbangan asam basa: darah memiliki kapasitas sebagai buffer dan memelihara asam normal serta keseimbangan basa dalam tubuh. Pengaturan keseimbangan air: darah berfungsi untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuh. Pertahanan: darah memberikan perlindungan bagi tubuh terhadap resiko infeksi dan antibodi. Transportasi hormon: darah adalah satu-satunya media yang berfungsi untuk mendistribusikan hormon ke berbagai bagian tubuh. Pembekuan (clotting): kehilangan darah dari tubuh melalui luka dicegah oleh aksi trombosit darah. Transportasi metabolit: darah bertanggung jawab atas penyediaan bahan kimia dan metabolit penting. Pemeriksaan profil darah sangat penting karena darah mempunyai fungsi yang sangat vital bagi seluruh makhluk hidup, selain itu juga membantu untuk memantau kejadian penyakit atau terjadinya gangguan pada hewan (Mayulu et al., 2012). Terjadinya perubahan pada darah mengindikasikan adanya kelainan pada 6 kondisi fisik. Kondisi tersebut juga terjadi pada ternak yang mengalami pengangkutan. Berikut adalah tabel hematologi normal pada sapi. Tabel 1. Hematologi normal sapi - Conventional units Haemoglobin (g/dL) Haematocrit (Packed Cell Volume) (%) RBC (x106/µL) MCV (fL) MCH (pg) MCHC (g/dL) Thrombocytes (x103/µL) WBC (per/µL) Neutrophils (mature) (per/µL) Neutrophils (band cells) (per/µL) Lymphocytes (per/µL) Monocytes (per/µL) Eosinophils (per/µL) 8.0–15.0 24.0–46.0 5.0–10.0 40.0–60.0 11.0–17.0 30.0–36.0 100–800 4000–12 000 600–4000 0–120 2500–7500 25–840 0–2400 Sumber: (Jackson dan Cockcroft, 2002) Darah beredar dalam sistem vaskular, mengangkut oksigen dari paru-paru dan nutrien dari saluran cerna ke jaringan lain di seluruh tubuh. Darah berperan dalam sistem transportasi dalam tubuh, diantaranya membawa karbondioksida dari jaringan ke paru, membawa limbah bernitrogen menuju ginjal untuk dikeluarkan dari tubuh, darah berperan dalam sistem pengangkutan hormon (Fawcett, 2002), darah juga berpartisipasi dalam pengaturan kondisi asam-basa, keseimbangan elektrolit dan temperatur tubuh serta sebagai pertahanan terhadap penyakit (Malle, 2011). 2.2.1 Hematokrit Hematokrit adalah volume sel-sel darah terhadap volume darah secara keseluruhan. Pengertian dari hematokrit 40 % berarti bahwa darah terdiri atas 40% sel darah merah dan 60% plasma (Suripto, 1998). Pada hewan, nilai hematokrit normal sebanding dengan jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin. Jika jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin berubah, maka persentase jumlah hematokrit juga ikut berubah. Hal ini dapat dipengaruhi oleh stres yang dialami pada saat transportasi (Soeharsono et al., 2010). 2.2.2 Sel Darah Merah (Eritrosit) Sel darah merah (eritrosit) adalah korpuskel-korpuskel kecil yang memberi warna merah pada darah (Fawcett, 2002). Pada kondisi normal, eritron dapat mempertahankan keseimbangan produksi, destruksi eritrosit oleh Sistem Retikulo Endothelial (SRE) dalam hati, lien dan sum sum tulang. Sel darah merah terdiri dari 60-70 % air (H2O), 28-35 % hemoglobin (Hb), matriks organik, membran sel non-elastik tetapi fleksibel (merupakan bentuk khusus atau bikonkaf) (Salasia dan Hariono, 2010). 7 Menurut Sonjaya (2012), pembentukan sel darah merah terjadi di sumsum tulang merah. Pada fetus, eritrosit dibentuk juga di dalam hati dan limfa. Eritropoiesis merupakan suatu proses yang kontinu dan sebanding dengan tingkat perusakan sel darah merah. Eritropoiesis diatur oleh mekanisme umpan balik dimana prosesnya dihambat oleh peningkatan level sel darah merah yang bersirkulasi dan dirangsang oleh anemia. Bila ternak dipindahkan dari dataran rendah ke dataran yang tinggi yang kekurangan oksigen, maka akan terjadi peningkatan “kompensatori” jumlah sel darah merah. 2.2.3 Hemoglobin Hemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah merah atau eritrosit yang memberi warna merah pada darah. Sebagai pigmen respirasi, hemoglobin memiliki berat molekul sekitar 67,000. Hemoglobin terdiri dari protein globin yang berkombinasi dengan heme. Keberadaan hemoglobin dalam darah sangat penting sebagai pembawa dan penghantar oksigen ke jaringan. Konsentrasi hemoglobin dalam darah hewan domestik berkisar 12g/dL (Reece, 2005). Hemoglobin berperan dalam mengikat oksigen, yang selanjutnya melepaskan oksigen tersebut ke sel-sel dan jaringan tubuh untuk proses metabolisme. Oksigen dapat diikat oleh hemoglobin karena tekanan parsial pada oksigen tinggi, sebaliknya saat tekanan oksigen rendah ikatan terlepas sehingga dapat diedarkan ke seluruh sel (Murray et al., 2003). Kadar hemoglobin pada ternak akan meningkat pada suhu lingkungan rendah dan akan menurun pada suhu lingkungan yang tinggi. Pada ternak yang mengalami stres transportasi akan mengalami penurunan kadar eritrosit dan hemoglobin akibat terlalu banyak cairan tubuh yang dikeluarkan, baik melalui urinasi, keringat, atau panting (terengah-engah), sehingga terjadi perubahan bentuk yang tidak normal pada eritrosit dan menyebabkan hemoglobin yang terikat akan terlepas (Nurrasyidah et al., 2012). 2.2.4 Sel Darah Putih (Leukosit) Sel darah putih atau leukosit merupakan komponen darah dengan jumlah relatif lebih sedikit dibanding eritrosit, dengan perbandingan sekitar 1 leukosit untuk setiap 660 eritrosit. Terdapat 5 jenis utama leukosit yang bekerja sama untuk membangun mekanisme utama tubuh dalam melawan infeksi, termasuk menghasilkan antibodi (Salasia dan Hariono, 2010). Respon fisiologis hewan terhadap stres sebagian besar diperantarai melalui jalur neuroendokrin pusat dan perifer, yang berpuncak pada perubahan besar dalam pembentukan dan fungsi leukosit darah. 8 Tabel 2. Leukosit normal Spesies Bovine (sapi) Ovine (domba) Caprine (kambing) Porcine (babi) Equine (kuda) -thoroughbred -draf Canine (anjing) Feline (kucing) Total leukosit x 103 /µL 4-12 4-12 4-13 Rata-rata total leukosit x Total leukosit x 103 /µL 7,6 7,6 12,0 10-12 16,0 5,5-14 6-12 6-15 5,5-18 10,0 8,8 11,0 12,5 Sumber: (Salasia dan Hariono, 2010) Neutrofil Bentuk neutrofil ada 2, yaitu neutrofil berbentuk band/pita (imatur, belum matang, belum dewasa) dan neutrofil bersegmen (matur, matang, dewasa). Neutrofil memiliki kromatin inti terkondensasi dan tersegmentasi (lobulated) serta terlihat seperti noda berwarna biru keunguan. Lobus nukleus terlihat bergabung dengan filamen halus, namun hal tersebut merupakan sebuah penyempitan inti antara lobus tanpa pembentukan filamen besar. Neutrofil dikatakan dewasa jika diameternya memiliki diameter kurang dari dua pertiga diameter area lain dari inti bahkan jika hanya dua lobus yang terlihat. Garis nukleus memiliki lekukan bergerigi. Masa hidup neutrofil relatif pendek, neutrofil yang sudah mati dan cairannya akan menjadi nanah (Reece, 2005). Neutrofil termasuk dalam kelompok granulosit dan berfungsi membantu melindungi tubuh dari infeksi bakteri, jamur dan mencerna benda asing sisa hasil peradangan. Neutrofil termasuk dalam kelompok granulosit dan berfungsi membantu melindungi tubuh dari infeksi bakteri, jamur dan mencerna benda asing sisa hasil peradangan (Salasia dan Hariono, 2010). Jumlah neutrofil akan menigkat pada waktu stres, estrus (fisiologis) dan pada waktu infeksi (patologis). Jumlahnya menurun (neutropenia) pada ternak yang menderita penyakit kronis (Sonjaya, 2012). Eosinofil Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 812 hari dari jangka hidupnya. Eosinofil merupakan 1-3% dari leukosit darah dan diperkirakan bahwa untuk setiap eosinofil dalam darah terdapat 300 di dalam jaringan. Eosinofil berdiameter 9 µm dalam larutan, dan sekitar 12 µm dalam sediaan darah. Eosinofil sangat mudah dibedakan dengan neutrofil dari granul 9 spesifiknya yang besar. Nukleusnya kurang bersegmen dan kromatinnya kurang kasar dibanding neutrofil (Fawcett, 2002). Eosinofil berperan dalam infeksi parasit, merusak sel-sel kanker dan berperan dalam respon alergi. Basofil Basofil merupakan leukosit dengan jumlah paling sedikit, hanya 0,5 % dari hitung jenis leukosit. Basofil sedikit lebih kecil dari neutrofil, berdiameter 10µm pada apusan darah terpulas. Nukleusnya sering berbentuk U atau J, karenanya dapat terlihat bibolus pada sediaan. Granul spesifiknya relatif sedikit dan lebih besar daripada eosinofil. Subunit padat dari granul tersusun sangat teratur. Granul basofil mengandung histamin dan mukopolisakarida bersulfat heparin yang memberinya sifat metakromasi (Fawcett, 2002). Limfosit Limfosit adalah golongan leukosit yang kedua terbanyak berkisar 20-35% dari sel darah putih beredar. Pada sediaan darah, limfosit berupa sel bulat kecil berdiameter 7-12 µm, dengan nukleus berlekuk yang terpulas gelap dan sedikit sitoplasma biru terang. Pada limfosit retikulum endopasma dapat dikatakan tidak ada tetapi terdapat banyak ribosom bebas dalam sitoplasma (Reece, 2005). Berdasarkan diameter dan jumlah relatif sitoplasmanya, limfosit digolongkan sebagai limfosit besar, sedang dan kecil. Limfosit kecil dipandang sebagai tahapan akhir yang hanya bertahan beberapa hari untuk kemudian mati atau dikeluarkan melalui migrasi kedalam lumen usus (Fawcett, 2002). Limfosit memiliki dua jenis utama, yaitu limfosit T yang berfungsi memberikan perlindungan terhadap infeksi virus dan bisa menemukan dan merusak beberapa sel kanker dan limfosit B yang berfungsi membentuk sel-sel yang menghasilkan antibodi atau sel plasma (Salasia dan Hariono, 2010) Monosit Monosit berjumlah 3-8 % dari leukosit yang beredar. Selnya bulat berdiameter 9-12 µm dalam larutan, tetapi pada apusan darah kering, berdiameter sampai 17 µm. Monosit dapat disamakan dengan limfosit besar tetapi memiliki sitoplasma yang lebih besar dan lebih banyak. Sitoplasma ini tidak terpulas biru terang, tetapi cenderung berwarna kelabu-biru pucat. Nukleusnya eksentris dan bulat atau lebih sering berbentuk ginjal. Kromatinnya kurang terpulas dibanding limfosit dan terdapat satu atau dua nukleoli, namun ini tidak jelas pada sediaan darah rutin (Fawcett, 2002). Monosit berperan mencerna sel-sel yang mati atau rusak dan memberikan perlawanan imunologis terhadap berbagai organisme penyebab infeksi (Salasia dan Hariono, 2010). 2.2.4 Glukosa Darah dan Asam Laktat Glukosa merupakan produk utama yang dibentuk dari hidrolisis karbohidrat kompleks dalam proses pencernaan dan sekaligus merupakan bentuk gula yang biasanya terdapat dalam peredaran darah (Mas’ud, 1999). Kadar glukosa darah ternak ruminansia dalam keadaan normal jauh lebih rendah daripada manusia, yaitu kurang lebih 40mg/dl untuk domba dan 60 mg/dl untuk sapi. Persentase glukosa darah akan menurun pada hewan yang mengalami cekaman panas. Peningkatan kadar glukosa darah pada kondisi cekaman panas 10 disebabkan oleh penurunan penggunaan glukosa dan penekanan sekresi enzim untuk proses anabolisme dan katabolisme (Wulandari, 2006). Di dalam tubuh, glukosa tidak hanya dapat tersimpan dalam bentuk glikogen di dalam otot & hati namun juga dapat tersimpan pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah (blood glucose). Di dalam tubuh selain akan berperan sebagai bahan bakar bagi proses metabolisme, glukosa juga akan berperan sebagai sumber energi utama bagi kerja otak. Melalui proses oksidasi yang terjadi di dalam sel-sel tubuh, glukosa kemudian akan digunakan untuk mensintesis molekul ATP (Adenosine Triphosphate) yang merupakan molukel-molekul dasar penghasil energi di dalam tubuh. Dalam konsumsi keseharian, glukosa akan menyediakan hampir 50-75% dari total kebutuhan energi tubuh. Untuk dapat menghasilkan energi, proses metabolisme glukosa akan berlangsung melalui dua mekanisme utama yaitu melalui proses anaerobik dan proses aerobik (Irawan, 2007). Dalam kondisi anaerob sel hewan mengubah piruvat menjadi laktat dan menyebarkannya ke dalam darah. Hasil ATP rendah, dengan hanya dua ATP per glukosa yang timbul selama sintesis laktat. Degradasi glukosa menjadi piruvat adalah satu-satunya cara bagi sebagian besar organisme untuk mensintesis ATP dalam ketiadaan oksigen (Koolman dan Roehm, 2005). Tingginya laktat dalam darah adalah penanda respon terhadap stres. Tingkat plasma laktat dapat digunakan sebagai indikator metabolisme anaerob dan kurangnya oksigen. Ketika oksigen telah tersedia kembali, sebagian besar laktat akan cepat diubah kembali menjadi piruvat dan selanjutnya memasuki siklus krebs, sebagian besar perubahan ini terjadi di hati (Gutierrez dan Theodorou, 2012). Perubahan otot menjadi daging ditandai dengan terjadinya penurunan pH akibat terbentuknya asam laktat. Pada ternak yang mengalami kecapaian/kelelahan atau stress dan kurang istirahat menjelang penyembelihan akan terjadi penimbunan asam laktat yang menghasilkan persediaan ATP kurang sehingga menyebabkan proses rigor mortis berlangsung cepat. Pada saat rigor mortis terbentuk dengan waktu yang cepat dari keadaan normal maka kualitas daging yang dihasilkan akan menjadi rendah (warna merah gelap, kering dan strukturnya merapat) dan tidak bertahan lama sekalipun dalam suhu dingin. Selain itu, penimbunan asam laktat berdampak pada penurunan pH otot dengan cepat. PH daging yang rendah akan mengakibatkan penurunan Daya Mengikat Air (DMA) sehingga berpengaruh pada tingkat kekenyalan daging (Abustam,2012). 2.3 Transportasi Ternak Sebelum Pemotongan Transportasi melibatkan beberapa potensi yang dapat menimbulkan ternak menjadi stres diantaranya penanganan kasar selama bongkar muat, pencampuran dengan ternak baru dan asing dengan umur yang berbeda, kekurangan pakan dan air minum, desain pengangkutan dan kondisi jalan yang jelek, kepadatan muatan, ventilasi tidak memadai, suhu dan kelembaban ekstrim serta kecepatan angin (Santosa et al., 2012). Oleh karena itu, sangat sulit untuk menentukan komponen yang paling bertanggung jawab terhadap stress transportasi (Grandin et al., 2010). Stres didefinisikan sebagai suatu kondisi pada hewan yang diakibatkan oleh adanya satu atau beberapa pemicu stres (stressor) yang berasal dari luar 11 maupun dari dalam tubuh hewan. Stressor dapat dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya bagi hewan tergantung bagaimana cara hewan tersebut mengatasi dan mengembalikan keseimbangan kondisi tubuhnya. Stres dapat diukur dengan melihat perilaku dan kondisi fisiologis yang menandakan kondisi kesejahteraan hewan tersebut (Borel, 2001). Stres adalah gangguan fisiologis yang disebabkan oleh pemicu stres, seperti situasi yang mengancam atau berbahaya. Hal ini juga bisa terjadi karena trauma fisik dan tekanan. Ketika stres parah, proses homeostasis menjadi tidak normal, perilaku menjadi tidak teratur dan bisa ada efek patologis. Stres biasanya diklasifikasikan sesuai dengan stressor, yang dapat berupa stimulus yang memprovokasi respon stres atau konteks di mana stres terjadi (Gregory, 2004). Stres transportasi pada ternak, dapat terjadi karena berbagai macam hal antara lain lama waktu perjalanan, kepadatan pengangkutan ternak, jarak tempuh perjalanan, cuaca selama perjalanan, kondisi jalan yang buruk, dan faktor lainnya. Apabila ternak merasa tertekan atau adanya perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim, maka ternak akan menjadi tidak tenang dan akan menimbulkan aktivitas berlebih, begitu pula dengan ternak yang mengalami transportasi, sehingga semakin lama perjalanan atau transportasi ternak maka ternak akan lebih banyak mengalami guncangan dan tingkat kelelahan akan semakin besar. Hal ini dapat diperlihatkan dengan adanya perubahan fisiologis yang ditunjukkan oleh perubahan hematologis ternak menjadi abnormal, antara lain perubahan jumlah eritrosit, leukosit, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, serta kadar RNA (asam ribonukleat) retikulosit (Nurrasyidah et al., 2012). Selain itu, Pada keadaan stres terjadi kekurangan metabolit tertentu seperti glukosa, elektrolit dan air. Pengurasan glikogen yang ekstrim sering terjadi pada kondisi kelelahan, lapar, ketakutan dan cekaman suhu panas atau perilaku agresif karena bercampur dengan ternak baru yang masih asing (Kannan et al., 2000; Santosa et al., 2012). 2.4 Status Istirahat Sebelum Pemotongan Stres transportasi timbul sebagai akibat ternak mengalami penanganan, pemuatan dan gerakan kendaraan serta diperkenalkannya dengan lingkungan baru ketika datang ke lokasi pemeliharaan, sehingga diperlukan waktu pemulihan (Ndlovu et al., 2008; Santosa et al., 2012). Oleh karena itu, beberapa ketentuan baru mengenai kesejahteraan menyarankan istirahat untuk hewan setelah perjalanan panjang. Masalah lain yang muncul kemudian adalah interaksi antara stressor yang berhubungan dengan kelelahan transportasi, makanan dan kekurangan air serta waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan setelah perjalanan (Borell, 2006). Selama pemulihan tersebut sapi-sapi mengembalikan kondisi tubuhnya ke normal serta menghilangkan respon stres. Pemberian makanan dan minum selama masa istirahat dapat membantu proses pemulihan pasca pengangkutan. Masa istirahat setelah pengangkutan minimal 1 jam namun sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa masa istirahat harus bertahan setidaknya 8 jam. Hal ini bertujuan agar kondisi fisiologis ternak setelah pengangkutan dapat menjadi normal kembali (Grandin, 2000). 12 3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian berlangsung selama bulan Oktober-November 2014. Pengambilan sampel dilakukan di Rumah Potong Hewan Tamangapa Antang, Makassar. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. 3.2 Materi Penelitian 3.2.1 Sampel Penelitian Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 20 ekor sapi Bali jantan dengan kondisi yang seragam meliputi rata-rata umur yang sama. Sapi yang digunakan berasal dari wilayah dan jarak angkut sama yang dipotong di Rumah Potong Hewan Antang, Makassar. Sepuluh sampel adalah sapi yang mengalami istirahat (A) sebelum pemotongan (≥ 8 jam), sedangkan sepuluh lainnya adalah sapi yang tidak mengalami istirahat (B) sebelum pemotongan (ditransportasikan dari luar daerah). 3.2.2 Alat dan Bahan Penelitian a. Pengambilan Sampel Alat yang digunakan adalah tabung venoject koagulan EDTA dan tidak berantikoagulan, handle dan jarum venoject G.12, coolbox serta icepack. b. Pengukuran Kadar Hemoglobin Alat yang digunakan terdiri dari Standar Sahli Hemometer, pipet HB 20µl, pipet tetes, batang pengaduk, tabung pengencer haemometer. Bahan yang digunakan adalah sampel darah, Hcl 0,1 N dan aquadest. c. Pengukuran Hematokrit Alat yang digunakan adalah tabung kapiler dan sentrifuge. Bahan yang digunakan adalah sampel darah sapi d. Pengukuran Jumlah Sel Darah Merah dan Sel Darah Putih Alat yang digunakan adalah Hemositometer (Kamar/bilik hitung, kaca penutup, pipet eritrosit, karet penghisap dengan pipa kecil) kertas saring/tissue dan mikroskop. Bahan yang digunakan berupa sampel darah sapi, larutan hayem, larutan turk dan aquadest. e. Pengukuran Glukosa Plasma Darah Alat yang digunakan berupa erlenmeyer, tabung reaksi, pipet ukur, dan spektrofotometer. Bahan yang digunakan berupa sampel plasma darah, larutan glukosa standar, reagensia nelson, dan reagensia arsenomoblidat. 13 f. Pengukuran Kadar Asam Laktat Plasma Darah Alat yang digunakan adalah buret, statif dan klem, erlenmeyer, gelas kimia, labu ukur, pipet volume, kaki tiga, pembakar spirtus, pipet tetes, timbangan digital stopwatch, spatula. Bahan yang digunakan adalah plasma darah, H2SO4, NaOH, fenol ftalein (PP). 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pengambilan Sampel Darah Pengambilan sampel darah dilakukan sesaat sebelum pemotongan, sebanyak 10 ml per ekor menggunakan venoject. Sampel darah yang telah dikoleksi kemudian disimpan dalam coolbox dan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan. 3.3.2 Analisis Komponen Darah Analisis komponen darah meliputi pengukuran kadar Hemoglobin, kadar Hematokrit jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, glukosa plasma darah dan asam laktaaraht plasma . a. Kadar Hemoglobin Metode yang digunakan untuk pengukuran kadar hemoglobin adalah metode sahli. Metode yang digunakan adalah membandingkan warna sampel darah dengan warna merah standar dengan menggunakan mata biasa. Warna sampel didapatkan pada pemisahan globin dari hemoglobin dengan penambahan Hcl (asam klorida) untuk menghasilkan asam hematin yang warnanya diukur dengan colorimetry. b. Kadar Hematokrit Hematokrit merupakan pengujian hematologi untuk mengetahui jumlah eritrosit yang beredar pada jenis anemia. Apabila sejumlah darah di sentrifuge dengan kecepatan tinggi maka elemen-elemen darah akan terpisah dari atas ke bawah yaitu, plasma yang berupa selapis kuning yang memisah, selanjutnya adalah bagian keruh yang terdiri dari trombosit (lapis teratas yang berwarna kuning coklat), leukosit (lapis berwarna abuabu kemerahan), dan eritrosit yaitu lapis terbawa berwarna merah tua. Metode yang digunakan adalah metode mikrohematokrit. c. Jumlah Sel Darah Merah Pengenceran darah dengan larutan hayem menyebabkan lisis sel leukosit dan trombosit sehingga memudahkan perhitungan jumlah sel darah merah. Darah diencerkan 200x dan sel eritrosit dihitung pada 5 bidang sedang di tengah pada kamar hitung Improved Neubauer. d. Jumlah Sel Darah Putih Darah diencerkan menggunakan larutan Turk kemudian dihitung menggunakan bilik hitung Improved Neubaeur dengan bantuan mikroskop dalam 4 kotak besar. Jumlah sel darah putih dihitung dengan menggunakan faktor perhitungan yang telah ditentukan. 14 e. Kadar Glukosa Plasma Darah Metode yang digunakan adalah metode Nelson-Somogyi. Deproteinisasi dilakukan dengan larutan Zn Hidroksida barium sulfat. Filtrasi yang diperoleh tidak boleh mengandung senyawa mereduki lain kecuali glukosa. Filtrat dipanaskan bersama dengan reagen Cu alkali kemudian direaksikan dengan reagen Arseno Molibdat, dan warna yang terjadi dibaca dengan spektrofotometer. f. Kadar Asam Laktat Plasma darah Metode yang digunakan untuk perhitungan kadar asam laktat yaitu metode titrasi. Salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan analisis titrimetri adalah penetralan atau asidimetri dan alkalimetri. Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut. Alkalimetri dapat diartikan penentuan kadar suatu basa dalam suatu larutan. Cara titrasi tidak langsung yang lain yaitu dimana analit direaksikan dengan pereaksi yang jumlahnya berlebih, kemudian kelebihannya dititrasi dahulu, jumlah berlebih yang ditambahkan itu harus diketahui dengan tepat karena kelebihannya ditentukan oleh titrasi itu, maka jumlah yang dihabiskan oleh analit adalah selisihnya dengan demikian cara titrasi tidak langsung ini lebih dikenal sebagai titrasi kembali (back titration) (Mulyanto et al., 2012) 3.3.3 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa hasil pemeriksaan terhadap profil darah sapi Bali meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, kadar glukosa plasma darah dan kadar asam laktat plasma darah. Selain itu, dilakukan wawancara pada saat pengambilan sampel dengan pemilik ternak dan petugas Rumah Potong Hewan (RPH) serta pengisian kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya sebagai data penunjang mengenai asal hewan, jumlah hewan yang dipotong setiap harinya, ada tidaknya pengistirahatan dan pemeriksaan oleh dokter hewan 15 3.4 Analisis Data Pengolahan data dilakukan secara statistik. Perbedaan profil darah sapi Bali tanpa istirahat dengan sapi Bali yang mengalami istirahat diukur dengan menggunakan Uji T-independent (Sudjana, 1996). Adapun rumus yang digunakan adalah: x1 x 2 t = s 1 1 n1 n 2 (n 1) s1 (n2 1) s 2 s = 1 n1 n2 2 2 2 2 ket: t = Parameter yang di ukur x1 = Rata-rata perlakuan A (sapi Bali tanpa istirahat) x2= Rata-rata perlakuan B (sapi Bali istirahat) s2 = Simpangan baku rataan s1 = Simpangan baku A (sapi Bali tanpa istirahat s2= Simpangan baku B (sapi Bali istirahat) n1 = Banyaknya jumlah sapi Bali pada perlakuan A n2= Banyaknya jumlah sapi Bali padaperlakuan B 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Transportasi ternak yang dalam hal ini merupakan proses pengangkutan ternak dari peternakan ke tempat pemotongan hewan merupakan suatu bagian terpenting yang sangat berpotensi menjadi pemicu stres. Hal ini menunjukan minimnya kesejahteraan terhadap ternak dan memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas maupun produksi. Stres yang ditimbulkan akibat transportasi terlihat pada respon fisiologi, respon gerak, adanya cidera bahkan kematian (Broom, 2005). Pada saat pemotongan, hewan seharusnya dalam kondisi yang sehat dan fisiologi tubuh dalam keadaan normal. Sehingga, hewan yang telah mengalami pengangkutan sebaiknya diistirahatkan terlebih dahulu untuk menormalkan kembali kondisi tubuhnya (FAO, 2001). Berikut adalah hasil pengujian yang menunjukan perbandingan dari perlakuan istirahat terhadap profil darah sapi Bali yang meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, kadar glukosa dan kadar laktat plasma darah dengan perlakuan istirahat dan tanpa istirahat sebelum pemotongan disajikan pada tabel 3 dan tabel 4. Tabel 3. Nilai parameter profil darah sapi berdasarkan status istirahat PARAMETER Hemoglobin (g/dL) Hematokrit (%) RBC (x 106 /µl) WBC (103/ µl) PERLAKUAN (STATUS ISTIRAHAT) Istirahat ± SD Non Istirahat ± SD 7,37 ± 1.14 9.21 ± 0,80 27,4 ± 3,06 33 ± 5,81 5,44 ± 0,78 7,48 ± 1,54 8.91 ± 1.48 17.27 ± 5.42 P 0,001 0,018 0,002 0,001 4.1 Kadar Hemoglobin Hemoglobin merupakan komponen utama sel darah merah yang berperan dalam mengikat oksigen, yang selanjutnya melepaskan oksigen tersebut ke sel-sel dan jaringan tubuh untuk proses metabolisme. Oksigen dapat diikat oleh hemoglobin karena tekanan parsial pada oksigen tinggi, sebaliknya saat tekanan oksigen rendah ikatan terlepas sehingga dapat diedarkan ke seluruh sel (Murray et al., 2003). Hasil penelitian (tabel 3), kadar hemoglobin ternak yang mengalami pengistirahatan dengan nilai 7,37±1.14 dan yang tidak diistirahatkan yakni 9.21 ± 0,80 menunjukan adanya perbedaan yang signifikan (P ≤ 0,05) dari kedua perlakuan. Sapi yang tidak mengalami pengistirahatan memiliki kadar hemoglobin yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi yang mengalami pengistirahatan. Hal tersebut, disebabkan karena kurangnya oksigen dalam darah akibat kelelahan dan banyaknya cairan tubuh yang keluar saat transportasi berlangsung sehingga produksi hemoglobin menjadi lebih tinggi. Sesuai dengan Swenson (1988) yang menyatakan bahwa kadar oksigen darah yang menurun menyebabkan terjadinya peningkatan produksi hemoglobin. Sebaliknya, kadar oksigen yang tinggi dalam darah menyebabkan menurunnya produksi hemoglobin. Menurut Santosa et al. 17 (2012), kebutuhan oksigen meningkat apabila ternak mengalami stres yang berdampak terhadap peningkatan kandungan hemoglobin. Peningkatan kebutuhan oksigen pada saat ternak sedang stres diperlukan untuk keberlangsungan proses metabolisme energi yang intensif pada waktu tersebut. 4.2 Kadar Hematokrit Kadar hematorit sapi (tabel 3) yang tidak mengalami istirahat setelah transportasi menunjukan angka 33 ± 5,81 dan secara signifikan (P ≤ 0,05) mengalami penurunan pada sapi yang mengalami istirahat menjadi 27,4 ± 3,06. Konsekuensi metabolik transportasi jarak jauh tidak hanya tercermin dalam indikator fisiologis khas stres. Kriteria lain seperti hematokrit atau variabel respon kekebalan bisa lebih penting daripada kortisol atau glukosa (Maria, 2008). Menurut Lewis (2007), peningkatan kadar hematokrit berhubungan dengan meningkatnya dehidrasi dan kebutuhan minum pasca-transportasi. Hematokrit merupakan proporsi sel-sel darah dibandingkan plasmanya, sehingga peningkatan hematokrit sejalan dengan peningkatan eritrosit. Apabila eritrosit meningkat maka kadar hematokrit juga akan ikut meningkat dan sebaliknya (Nurrasyidah et al., 2012). Tingginya kadar hematokrit (PCV) menurut Al-Haidary (2004) menunjukan adanya mekanisme penyesuaian untuk mengurangi panas tubuh yang diakibatkan oleh banyaknya cairan yang hilang. Selama stres panas, hewan menderita dehidrasi dan sebagai hasilnya volume fluida ekstra selular akan berkurang, menyebabkan hemokonsentrasi darah. Oleh karena pasokan banyak air minum yang bersih dan pemberian elektrolit akan memperbaiki haemokonsentrasi, sehingga mengurangi stres panas hewan (Sreedhar et al., 2013). 4.3 Jumlah Sel Darah Merah Pada hasil penelitian (tabel 3) menunjukan adanya perbedaan yang signifikan (P ≤ 0,05) antara sapi dengan perlakuan istirahat sebesar 5,44 ± 0,78 dan sapi dengan perlakuan tanpa istirahat sebesar 7,48 ± 1,54. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya pengaruh stres pasca-transportasi. Pada saat transportasi, tubuh bekerja lebih keras untuk mengembalikan homeostatis tubuh dan memenuhi kebutuhano ksigen yang semakin meningkat. Hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan pada sel darah merah yang fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut oksigen ke seluruh tubuh. sesuai dengan Rachied (2014) yang menyatakkan bahwa profil darah dapat berubah karena stres, peningkatan jumlah sel darah merah bertujuan untuk memasok lebih banyak oksigen untuk sel-sel tubuh, dimana sel darah merah merupakan cerminan dari faktor gizi atau paparan stres kronis, serta dapat dipengaruhi oleh berbagai mekanisme homeostatis dalam tubuh. Selain hal tersebut diatas, peningkatan jumlah sel darah merah diakibatkan oleh kondisi kekurangan cairan akibat termoregulasi dan buang air kecil yang berlebihan selama transportasi, peningkatan dapat juga disebabkan oleh kontraksi limfa. Stres pada hewan akibat transportasi menyebabkan aktivasi dari medulla adrenalis yang meliputi peningkatan sintesis, tingkat sirkulasi dan pelepasan 18 katekolamin dalam sirkulasi mengakibatkan kontraksi limpa dan pelepasan RBC meningkat ke dalam sirkulasi. Mekanisme ini disebabkan oleh aksi katekolamin pada reseptor α-adrenergik terletak di kapsul limpa (EL khasmi et al., 2013). 4.4 Jumlah Sel Darah Putih Jumlah sel darah putih merupakan salah satu parameter yang di uji pada penelitan ini. Dari hasil (tabel 3) yang diperoleh terdapat perbedaan yang signifikan (P ≤ 0,05) antara perlakuan istirahat sebesar 8.91 ± 1.48 dengan sapi tanpa perlakuan istirahat sebesar 17.27 ± 5.42. Perubahan dalam komposisi sel darah putih (leukosit) memiliki peran yang penting sebagai respon dari sistem kekebalan tubuh saat stres (Earley et al., 2010). Sistem kekebalan tubuh (immune) akan merespon stress akibat transportasi dengan adanya peningkatan jumlah sel darah putih (leukocytes) dalam sirkulasi (Swanson dan Morrow, 2001). Profil leukosit merupakan salah satu parameter yang penting untuk diketahui karena mereka diubah oleh stres dan dapat langsung berhubungan dengan stres kadar hormon. Secara khusus, perubahan yang dibawa oleh stres atau pengobatan glukokortikoid adalah peningkatan jumlah neutrofil (neutrophilia) dan penurunan jumlah limfosit (limfopenia atau lymphocytopenia) (Davis et al., 2008). Tabel 4. Nilai Parameter Profil Biokimia Darah (Glukosa dan Laktat) Berdasarkan Status Istirahat PARAMETER Glukosa Plasma Darah (mg/dL) Laktat Plasma Darah (mg/dL) PERLAKUAN (STATUS ISTIRAHAT) Istirahat ± SD Non Istirahat ± SD P 68,22 ± 11,47 114,8 ± 34,03 0,002 9,25 ± 1,87 17,37 ±4,73 0.000 4.5 Kadar Glukosa Plasma Darah Glukosa plasma adalah salah satu indikator fisiologi stres yang umum digunakan selama pengangkutan. Pada penelitian ini, diperoleh hasil (tabel 4) yang menunjukan kadar glukosa plasma darah mengalami peningkatan yang signifikan (P < 0,05) dari yang mengalami perlakuan istirahat sebesar 68,22 ± 11,47 dan perlakuan tanpa istirahat sebesar 114,8 ± 34,03. Perbedaan konsentrasi glukosa plasma terutama karena proses glikogenolisis yang terkait dengan peningkatan katekolamin dan glukokortikoid yang dilepaskan selama stres transportasi (Tadich et al., 2005; Minka dan Ayo, 2009). Hormon katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) membantu pelepasan glukosa dari glikogen hati. Sedangkan hormon glukortikoid menurut Isnaeni (2006), merupakan hormon yang berperan penting untuk mempercepat proses glikoneogenesis. Glukokortikoid akan menghidrolisis protein jaringan dan mengubahnya menjadi asam amino yang akan di bawa ke hati. Di hati, asam amio tersebut akan diubah menjadi glukosa yang kemudian dialirkan ke dalam darah sehingga kadar gula darah meningkat. 19 4.6 Kadar Laktat Plasma Darah Laktat merupakan salah satu parameter yang mencerminkan reaksi fisiologis tubuh hewan akibat stres transportasi. Hal yang menjadi perhatian khusus adalah adanya hubungan yang jelas antara konsentrasi laktat plasma pasca transportasi dengan stres yang mempengaruhi tingkat kekenyalan pada daging sapi (Gruber et al., 2010). Pada penelitian ini diperoleh perbedaan hasil (tabel 4) yang signifikan (P ≤ 0,05) antara sapi dengan perlakuan istirahat sebesar 9,25 ± 1,87 dan sapi tanpa perlakuan istirahat sebesar 17,37 ±4,73 masing-masing setelah transportasi. Tingginya hasil yang diperoleh dengan perlakuan tanpa istirahat dibandingkan dengan perlakuan istirahat diakibatkan adanya stres selama transportasi. Hal tersebut sesuai dengan Aradom (2013) yang menyatakan bahwa, tingkat laktat mulai meningkat ketika terjadi kebutuhan energi oleh otot tubuh sebagai akibat dari meningkatnya stres. Asam laktat terbentuk pada saat kondisi tubuh ternak kekurangan oksigen. ketiadaan oksigen ini menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob di dalam tubuh dimana terjadi perubahan glukosa menjadi asam laktat dan menghasilkan ATP dalam jumlah yang sedikit. Hal ini sejalan dengan Mas’ud (1999) bahwa dalam kondisi cekaman yang berkepanjangan menyebabkan sapi kekurangan oksigen sehingga suplai energi tidak cukup untuk mendukung resintesis ATP melalui metabolisme aerob. Pada saat transportasi terjadi peingkatan mobolisasi glikogen otot untuk dijadikan energi melalui proses glikolisis, sehingga menyebabkan rendahnya cadangan energi (glikogen) yang terdapat di hati dan otot, dimana pada akhirnya meningkatkan level laktat darah. 20 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Perlakuan istirahat pada sapi Bali yang telah mengalami transportasi berpengaruh baik terhadap profil darah. 2. Transportasi pada ternak menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis pada Sapi Bali sebelum pemotongan. 5.2 Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan disarankan kepada peternak maupun kepada petugas Rumah Potong Hewan agar ternak yang mengalami transportasi sebaiknya diberikan perlakuan istirahat terlebih dahulu untuk menormalkan kembali kondisi fisiologis tubuhnya sebelum dilakukan pemotongan. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan pengukuran pada parameter hormonal diantaranya hormon epinefrin dan hormon kortisol serta pengamatan pada kualitas daging dengan menggunakan peralatan yang lebih memadai agar dapat diperoleh lama istirahat yang baik terhadap ternak sebelum pemotongan. DAFTAR PUSTAKA Al-Haidary AA. 2004. Physiological Responses of Naimey Sheep to Heat Stress Challenge under Semi-Arid Environments. International Journal of Agriculture & Biology. Saudi arabia: Animal Production Department. College of Agriculture King Saud University. Abustam E. 2012. Ilmu Daging Aspek Produksi, Kimia, Biokimia dan Kualitas. Makassar: Masagena Press. Anonim. 2008. Beyond Cruelty Beyond Reason Long Distance Transport and Welfare of Farm Animal [internet]. Diunduh pada tanggal 17 Oktober 2014. Tersedia pada: http://www.handlewithcare.tv/. Aradom S. 2013. Animal Transport And Welfare With Special Emphasis On Transport Time And Vibration [Doctoral Thesis]. Uppsala: Swedish University of Agricultural Sciences. Arifiantini RI, Wresdiyati T, Retnani EF. 2006. Pengujian Morfologi Spermatozoa Sapi Bali (bos sondaicus) Menggunakan Pewarnaan "Williams". Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. Fapet Undip (ID). ISSN 0410-6320 vol.31 No.2. Borel EHV. 2001. The Biology of Stress and its Application to Livestock Housing and Transportation Assessment. Journal of Animal Science. American Society of Animal Science. Borel EHV. 2006. Animal Welfare Aspects - the Technical Challenge During Housing, Transport and Slaughter: pigs. Di dalam: Geers R, Madec F, editor. Livestock Production and Society. Netherlands: Wageningen Academic Publishers. Broom DM. 2005. The Effect Of Land Transport On Animal Welfare. Department of Veterinary Medicine. University of Cambridge. Madingley Road. Cambridge CB3 0ES. United Kingdom. Chamdi AN. 2005. Karakteristik Sumberdaya Genetik Ternak Sapi Bali (bos-bibos) Banteng Dan Alternatif Pola Konservasinya. Biodiversitas. Volume: 6. Nomor 1 Halaman: 70-75. Davis AK, Maney DL, Maerz JC. 2008. The Use of Leukocyte Profiles to Measure Stress in Vertebrates: A Review for Ecologists. Functional Ecology, 22: 760– 772. doi: 10.1111/j.1365-2435.2008.01467. Earley B, Murray M, Prendiville DJ. 2010. Effect Of Road Transport For Up To 24 Hour Followed By Twenty-Four Recovery On Live Weight And Physiological Responses Of Bulls [internet]. http://www.biomedcentral.com/. BMC veterinary research 2010, 6:38. doi:10.1186/1746-6148-6-38. EL khasmi M, Chakir Y, Riad F, Safwate A, Tahri EH, Farh M, El Abbadi N, Abouhafs R, Faye B. 2013. Effect of Transportation Stress During the HotSeason on some Haematological and Physiological Parameters in Moroccan Camels (Camelus Dromedarius). Journal of Life Sciences (Libertyville, USA), 7 (1) : 13-25, ISSN 1934-7391. European Commission. 2002. Farm Animal Welfare Current Research and Future Direction. Quality of Life and Management of Living Resources. FAO. 2001. Guidelines for humane handling, transport and slaughter of livestock. edited: Gunter Heinz, Thinnarat Srisuvan. FAO and HIS. Fawcett DW. 2002. Buku Ajar Histologi.. Jan Tambayong, alih bahasa; Huriawati Hartanto, editor. Jakarta (ID): penerbit buku kedokteran EGC. Terjemahan dari: A Textbook of Histology, E/12. Gebresebet G, Sällvik K. 2006. Animal Welfare Aspects - the Technical Challenge During Housing, Transport and Slaughter: Dairy Cows. Di dalam: Geers R, Madec F, editor. Livestock Production and Society. Netherlands: Wageningen Academic Publishers Grandin, T. 2000. Livestock Handling and Transport. Edisi 2. Departement of animal science, Colorado university. ISBN: 0-85199-409-1. USA: Cabi publishing. Grandin T, Stookey J, Sutherland M, Webster AB, Stull C, Hill J. 2010. Chapter 5: Animal Handling and Transport Guide for the Care and Use of Agricultural Animals in Teaching and Research. Edisi 3. Federation of Animal Science Societies. Gregory NG. 2004. Physiology and Behaviour Of Animal Suffering. ISBN 0-63206468-4. Blackwell Science. Gruber SL, Tatum JD, Engle TE, Chapman PL, Belk KE, Smith GC. 2010. Relationship Of Behavioral And Physiological Symptoms Of Preslaughter Stress To Beef Longissimus Muscle Tenderness. J ANIM SCI. Gutierrez JA, Theodorou AA. 2012. Oxygen Delivery and Oxygen Consumption in Pediatric Critical Care. Di dalam: Lucking SE, Maffei FA, Tamburro RF, Thomas NJ, editor. Pediatric Critical Care Study Guide Text And Review. London: springer. Ilham N, Yusdja Y. 2004. Sistem Transportasi Perdagangan Ternak Sapi dan Implikasi Kebijakan di Indonesia. AKP [Internet]. [Diunduh 2014 feb 2014] volume 2 nomor 1 halaman: 37-53. Irawan, MA. 2007. Glukosa Dan Metabolisme Energi. Isnaeni W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Jackson PGG, Cockcroft PD. 2002. Clinical Examination of Farm Animals. ISBN 0632-05706-8. Blackwell Science. Kannan G, Terrill TH, Kouakou B, Gazal OS, Gelaye S, Amoah EA, Samake S. 2000. Transportation of goats: effects on physiological stress responses and live weight loss. Agricultural Research Station, Fort Valley State University, GA 31030, USA J. Anim. Sci. 1450-1457. Koolman J, Roehm KH. 2005. Color atlas of biochemistry. Edisi 2. New York: Thieme Stuttgart. Lewis NJ. 2007. Transport of Early Weaned Piglets. Canada: Department of Animal Science, University of Manitoba. doi:10.1016/j.applanim.2007.03.027 Malle, MY.2011. Status Hematologis Sapi Bali Jantan Dan Betina [Skripsi]. Makassar (ID): Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Mayulu H, Sunarso, Sutrisno CI, Sumarsono. 2012. Profil Darah Domba Setelah Pemberian CF Amofer (Profile of Sheep Blood After Administration with CF Amofer). JITP Vol. 2 No.1. Maria GA. 2008. Meet Quality. Di dalam: Appleby MC, Cussen VA, Garcés L, Lambert LA, Turner J, editor. Long Distance Transport and Welfare of Farm Animals. UK: Cabi. Mas’ud MS. 1999. Pengaruh Lama Istirahat Terhadap Kadar Asam Lakat, Glukosa, Dan Magnesium Darah Pada Sapi Bali [tesis]. Bogor (ID): Institute Pertanian Bogor. Minka NS, Ayo JO. 2009. Physiological Responses Of Food Animals To Road Transportation Stress. African Journal of Biotechnology Vol. 8 (25), pp. 7415-7427. ISSN 1684–5315. ISSN 1684–5315. Murray RK, DK Granner, PA Mayes dan VW Rodwell. 2003. Biokimia Harper. Edisi 25. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. (Alih Bahasa: Hartono, A., Editor: Bani, A. P dan T. M. N. Sikumbang). Murtidjo BA. 1990. Sapi Potong. Yogyakarta (ID) : Penerbit Kanisius. Ndlovu T, Chimonyo M, Okon AI, Muchenje V. 2008. A comparison of stress hormone concentrations at slaughter in Nguni, Bonsmara, and Angus steers. South Africa. Afr. J. Agr. Res. 3: 96-100. Nurrasyidah D, Yulianti A, Mushawwir A. 2012. Status Hematologis pada Domba Ekor Gemuk Jantan yang Mengalami Transportasi. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran. Rachied HGA, Zaahkouk SA, EL-Zawhry EI, Elfeky Kh. Sh. 2014. Hematological and Biochemical Parameters in Some Bird and Mammals. Journal of Entomology and Zoology 2014 2 (2): 153-158. ISSN 2320-7078 Rastogi SC. 2007. Essential Of Animal Physiology. Edisi 4. New Delhi: New Age International (p) Limited Publishers. ISBN: 978-81-224-2429-4 Reece, WO. 2005. Functional anatomy and Physiology of Domectic Animals.Edisi 3. Baltimore, Maryland USA: Lipincott Williams & wilkins. Salasia SI, Hariono B. 2010. Patologi Klinik Veteriner. Yogyakarta (ID): Samudra Biru. Santosa B. 2010. Differential Counting Berdasarkan Zona Baca Atas dan Bawah Pada Preparat Apus. Prosiding Seminar Nasional 2010 [internet]. [waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Universitas Muhammadiyah Semarang (ID). [diunduh pada tanggal 20 desember 2013]. Santosa U, Tanuwiria UH, Yulianti A, Suryadi U. 2012. Pemanfaatan Kromium Organik Limbah Penyamakan Kulit untuk Mengurangi Stres Transportasi dan MemperpendekPeriode Pemulihan pada Sapi Potong. JITV [internet]. Waktu pembaharuan; [diunduh pada tanggal 20 desember 2013]; vol. 17 (ed. 2): hal 132-141. Soeharsono, A. Mushawwir, E. Hernawan, L. Adriani, K. A. Kamil. 2010. Fisiologi Ternak: Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi, dan Interaksi Organ pada Hewan. Widya Padjadjaran, Bandung. Soeprapto H, Abidin Z. 2006. Cara Cepat Penggemukan Sapi Potong. PT. Agromedia Pustaka. Sonjaya H. 2012. Dasar Fisiologi Ternak. Bogor (ID): PT. Penerbit IPB Press. Sreedhar S, Rao KS, Suresh J, Moorthy PRS, Reddy VP. 2013. Changes in Haematocrit and Some Serum Biochemical Profile of Sahiwal and Jersey × Sahiwal Cows in Tropical Environments. Veterinarski Arhiv 83 (2), 171-187. India. ISSN 0372-5480. Sudjana. Metode statististika. Edisi 6. Bandung (ID): Penerbit Tarsito. Suripto MS. 1998. Fisiologi Hewan. Departemen Biologi: Penerbit ITB. Swanson JC, Morrow-Tesch J. 2001. Cattle transport: historical, research, and future perspectives. J. Anim. Sci. 79, E102–E109. Tadich N, Gallo H, Bustamante H, Schwerter M, van Schaik G (2005). Effects of transport and lairage time on some blood constituents of Friesian-Cross steers in Chile. Livest. Prod. Sci. 93: 223-233. Talib C. 2012. Sapi Bali di Daerah Sumber Bibit Dan Peluang Pengembangannya. Balai Penelitian Ternak, Bogor (ID). Wulandari CA. 2006. Tampilan Konsumsi Serat Kasar Pakan, Total VFA Rumen, Glukosa Darah, Laktosa dan Kandungan Air dalam Susu Akibat Suplementasi Sauropus androgynus (L) Merr (Katu) pada Ransum Sapi Perah [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Lampiran 1 LANGKAH KERJA a. Pengukuran Hemoglobin Hemoglobin diubah menjadi hematin asam yang berwarna coklat. Kemudian warna ini dibandingkan dengan warna standar secara visual. Langkah-langkah pemeriksaan dengan cara Sahli yaitu: Masukkan 5 tetes HCl 0,1 N ke dalam tabung pengencer. Isap darah kapiler atau darah vena dengan antikoagulan EDTA atau oksalat dengan menggunakan pipet Hb sampai tanda 20 μL tanpa terputus. Hapuslah darah diluar ujung pipet. Segera alirkan darah ke dasar tabung, jangan sampai ada gelembung udara. Angkat pipet sedikit lalu hisap HCl 2 atau 3 kali untuk membersihkan darah. Aduklah supaya cepat terjadi reaksi antara darah dan HCl. Selama pengadukan tambahkan setetes demi setetes aquades. Setelah 3-5 menit bandingkan warna tersebut dengan warna standar sampai benar-benar sama. Bacalah kadar Hb setinggi permukaan cairan dalam tabung. b. Kadar Hematokrit Hisap darah ke dalam buluh kapiler sampai jarak 1 cm dari ujungnya. Buluh kapiler ini sudah dilapisi dengan antikoagulan heparin. Selanjutnya sumbat ujung kapiler yang kosong dengan penyumbat khusus yang tersedia. Sentrifuge selama 4- 5 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Keluarkan buluh kapiler dan baca presentase PCV pada skala. c. Kadar Eritrosit Isaplah darah kapiler (atau darah sitrat) dengan pipet eritrosit sampai tanda O,5. Bersihkan darah yang melebar pada ujung pipet kemudian isaplah larutan hayem sampai angka 101, lepaskan karet pengisapnya. Kocok isi pipet dalam arah melintang selama 2-3 menit. Sekali-kali pilinlah pipet diantara kedua telapak tangan. Siapkan kamar hitung dengan kaca penutup yang sudah terpasang. Hitunglah semua sel yang ada dalam 80 kotak kecil ( 5 kotak kecil) atau kotak sedang. Kemudian hasil perhitungan dikalikan dengan 10. 000. d. Kadar Leukosit Untuk menghitung lekosit, darah diencerkan dalam pipa lekosit lalu dimasukkan ke dalam kamar hitung. Pengencer yang digunakan adalah larutan Turk. Langkahlangkah pemeriksaan yang diterapkan adalah hisap darah kapiler, darah EDTA atau darah oksalat sampai tanda 0,5. Hapus kelebihan darah di ujung pipet. Masukkan ujung pipet ke dalam larutan Turk dengan sudut 45o, tahan agar tetap di tanda 0,5. Isap larutan Turk hingga mencapai tanda 11. Jangan sampai ada gelembung udara. Tutup ujung pipet dengan ujung jari lalu lepaskan karet penghisap. Kocok selama 15-30 detik. Letakkan kamar hitung dengan penutup terpasang secara horisontal di atas meja. Kocok pipet selama 3 menit, jaga agar cairan tak terbuang dari pipet. Buang semua cairan di batang kapiler (3-4 tetes) dan cepat sentuhkan ujung pipet ke kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup dengan sudut 30o. Biarkan kamar hitung terisi cairan dengan daya kapilaritas. Biarkan 2-3 menit supaya lekosit mengendap. Gunakan lensa obyektif mikroskop dengan pembesaran 10 kali, fokus diarahkan ke garis-garis bagi. Hitunglah leukosit di empat bidang besar dari kiri atas ke kanan, ke bawah lalu ke kiri, ke bawah lalu ke kiri dan seterusnya. Untuk sel-sel pada garis, yang dihitung adalah pada garis kiri dan atas. Jumlah lekosit per μL darah adalah: jumlah sel x 50. e. Kadar Glukosa Buat glukosa standar (10 mg glukosa anhidrat/100ml), dari larutan tersebut dilakukan 6 pengenceran sehingga diperoleh larutan glukosa dengan konsentrasi: 2,4,6,8 dan 10 mg/ 100 ml. Siapkan 7 tabung reaksi yang bersih, masing-masing diisi dengan 1 ml larutan glukosa standar tersebut di atas. Satu tabung diisi dengan 1 ml air suling sebagai blanko. Tambahkan ke dalam masing-masing tabung di atas 1 ml reagensia nelson dan panaskan semua tabung pada penangas air mendidih selama 20 menit. Ambil semua tabung dan segera didinginkan bersama- sama dalam gelas piala yang brisi air dingin sehingga suhu tabung mecapai 250C. Setelah dingin tamnbahkan 1 ml reagensia arsenomolybdat, gojok sampai semua endapan Cu2SO yang ada larut kembali. setelah semua endapan Cu2O larut sempurna, tambahkan 7 ml air suling, gojoklah sampai homogeny. terahlah “ optical density ”(OD) masing-masing larutan tersebut pada panjang gelombang 540 nm. buatlah kurva standar yang menunjukan hubungan antara konsentrasi glukosa dan OD. Untuk penentuan kadar glukosa pipet 1ml sampel kedalam tabung reaksi tambahkan 1 ml reagensi nelson dan selanjutnya diperlakukan seperti pada penyiapan kurva standar. Jumlah dapat ditentukan berdasarkan OD sampel dan kurva standar larutan glukosa. f. Kadar Asam Laktat Metode yang digunkan adalah metode titrasi Ditimbang 0,5 g sampel dimasukkan dalam Erlenmeyer 250 ml tambahkan aquadest 25 cc , ditambahkan 3 tetes larutan indicator pp 1% biarkan bermalam. Kemudian dilanjutkan titrasi dengan larutan NaOH ± 0,01 N hingga terjadi perubahan warna merah muda. untuk perhitungan yakni: V = volume titran N = Normalitas titran Lampiran 2. KUESIONER I. IDENTITAS RESPONDEN Nama : Pekerjaan : Umur : II. PERTANYAAN 1. Dari mana saja asal sapi yang dipotong di RPH Tamangapa Antang : ……………… 2. Berapa jumlah sapi yang dipotong setiap harinya di RPH Tamangapa Antang :……………………… 3. Ternak apa saja yang dipotong di RPH Tamangapa Antang: a. ……………………… b. ……………………… c. ……………………… d. ……………………… e. ……………………… 4. Alat angkut yang digunakan untuk transportasi ternak RPH Tamangapa Antang a. ……………………… b. ……………………… c. ……………………… d. ……………………… e. ……………………… 5. Berapa lama sapi di istirahatkan sebelum pemotongan : ………………. 6. Selama di istirahatkan, perlakuan apa saja yang di berikan: a. ……………………… b. ……………………… c. ……………………… 7. Apakah ada pemeriksaan sebelum di potong oleh dokter hewan/paramedic :…………………….. 8. Apakah ada pemeriksaan setelah di potong oleh dokter hewan/paramedic :……………………. Lampiran 3. Jawaban Kuesioner IDENTITAS RESPONDEN Nama Pekerjaan Umur No. 1 : Syahrir : Pegawai RPH Tamangapa Kota Makassar : 48 Tahun Pertanyaan Dari mana saja asal sapi yang dipotong di RPH Tamangapa Antang 2 3 4 5 Berapa jumlah sapi yang dipotong setiap harinya di RPH Tamangapa Antang Ternak apa saja yang di potong di RPH Tamangapa: Alat angkut yang digunakan untuk transportasi ternak RPH Tamangapa Antang Berapa lama sapi di istirahatkan sebelum di potong: Jawaban Bone, Sinjai, Bulukumba, Barru, Flores. 60-70 Sapi. Pick up dan Truk Bervariasi Ada yang tidak diistirahatkan (0-1 jam). Ada 4-8 jam. ada yang lebih dari 8 jam 6 Selama di istirahatkan, perlakuan apa saja yang di berikan: Makan dan Minum. 7 Apakah ada pemeriksaan sebelum di potong oleh dokter hewan/paramedis: Ada. 8 Apakah ada pemeriksaan setelah di potong oleh dokter hewan/paramedis: Ada Lampiran 4. Hasil Analisa kadar Hemoglobin menggunakan Uji T-Independent T-TEST GROUPS=Perlakuan(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=Hg /CRITERIA=CI(.95). T-Test Group Statistics Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean A 10 7.3700 1.14314 .36149 B 10 9.2100 .80753 .25536 Hg Independent Samples Test Hg Equal Equal variances variances not assumed assumed Levene's Test for F .091 Equality of Variances Sig. .766 t df Sig. (2-tailed) t-test for Equality of Means Mean Difference Std. Error Difference -4.157 -4.157 18 16.192 .001 .001 -1.84000 -1.84000 .44259 .44259 95% Confidence Interval of the Lower -2.76985 -2.77735 Difference Upper -.91015 -.90265 Lampiran 5 Hasil Analisa Kadar Hematokrit Menggunakan Uji T-Independent . T-TEST GROUPS=Perlakuan(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=HCT /CRITERIA=CI(.95). T-Test Group Statistics Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean A 10 27.40 3.062 .968 B 10 33.00 5.812 1.838 HCT Independent Samples Test HCT Levene's Test for F variances variances not assumed assumed .039 t df Sig. (2-tailed) Means Equal 4.951 Equality of Variances Sig. t-test for Equality of Equal Mean Difference Std. Error Difference -2.696 -2.696 18 13.640 .015 .018 -5.600 -5.600 2.077 2.077 95% Confidence Interval of the Lower -9.964 -10.067 Difference Upper -1.236 -1.133 Lampiran 6. Hasil Analisa kadar Red Blood Cell menggunakan Uji T-Independent T-TEST GROUPS=Perlakuan(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=RBC /CRITERIA=CI(.95). T-Test Group Statistics Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean A 10 5.4400 .78257 .24747 B 10 7.4880 1.54152 .48747 RBC Independent Samples Test RBC Levene's Test for F Equality of Variances Sig. Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Lower Difference variances variances not assumed assumed .029 df Means Equal 5.625 t t-test for Equality of Equal Upper -3.746 -3.746 18 13.350 .001 .002 -2.04800 -2.04800 .54669 .54669 -3.19655 -3.22591 -.89945 -.87009 Lampiran 7. Hasil Analisa Kadar White Blood Cell menggunakan Uji T-Independent T-TEST GROUPS=Perlakuan(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=WBC /CRITERIA=CI(.95). T-Test Group Statistics Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean A 10 8.9100 1.48993 .47116 B 10 17.2750 5.43201 1.71775 WBC Independent Samples Test WBC Levene's Test for F Equality of Variances Sig. variances variances not assumed assumed .002 df Sig. (2-tailed) Means Equal 13.924 t t-test for Equality of Equal Mean Difference Std. Error Difference -4.696 -4.696 18 10.347 .000 .001 -8.36500 -8.36500 1.78120 1.78120 95% Confidence Interval of Lower -12.10715 -12.31581 the Difference Upper -4.62285 -4.41419 Lampiran 8. Hasil Analisa Kadar Glukosa menggunakan Uji T-Independent T-TEST GROUPS=Perlakuan(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=Glukosa /CRITERIA=CI(.95). T-Test Group Statistics Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean A 10 68.2280 11.47832 3.62976 B 10 114.8030 34.03602 10.76313 Glukosa Independent Samples Test Glukosa Levene's Test for F Equality of Variances Sig. variances variances not assumed assumed .008 -4.100 -4.100 18 11.021 .001 .002 -46.57500 -46.57500 11.35871 11.35871 95% Confidence Interval of the Lower -70.43876 -71.56953 Difference -22.71124 -21.58047 df Sig. (2-tailed) Means Equal 8.850 t t-test for Equality of Equal Mean Difference Std. Error Difference Upper 1 Lampiran 9. Hasil Analisa Kadar Asam Laktat menggunakan Uji T-Independent T-TEST GROUPS=Perlakuan(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=laktat /CRITERIA=CI(.95). T-Test Group Statistics perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean A 10 9.2500 1.87691 .59353 B 10 17.3700 4.73827 1.49837 laktat Independent Samples Test laktat Levene's Test for Equality F of Variances Sig. variances variances not assumed assumed .018 df Sig. (2-tailed) Means Equal 6.770 t t-test for Equality of Equal Mean Difference Std. Error Difference -5.038 -5.038 18 11.756 .000 .000 -8.12000 -8.12000 1.61165 1.61165 95% Confidence Interval of the Lower -11.50594 -11.63956 Difference Upper -4.73406 -4.60044 Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian Foto 1. Pengambilan Sampel Darah Sapi Bali Foto 2. Sampel Darah Foto 3. Beberapa Alat dan Bahan Penelitian Foto 4. Analisa darah 2