TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Jejak Konstruksi Perahu pada Arsitektur Mamasa Wasilah(1), Josef Prijotomo(2), Murni Rachmawati(3) (1) (2) (3) Teknik Arsitektur/Mahasiswa Program Doktor, Fakultas Teknik Sipil&Perancangan/ITS/Dosen Arsitektur, UIN Alauddin Makassar Teknik Arsitektur/Professor/Fakultas Teknik Sipil dan Perancangan/ITS Teknik Arsitektur/Ketua Program Pascasarjana Arsitektur/Fakultas Teknik Sipil dan Perancangan ITS Surabaya Abstrak “Tidak ada arsitektur yang tidak berada di suatu tempat di muka bumi ini, tidak hanya daratan namun juga lautan” demikian penggalan kalimat pada catatan kuliah “Pengantar Arsitektur Nusantara” yang dibawakan oleh Prijotomo (Senin, 04 Maret 2013). Perahu pernah menjadi ‟rumah‟ di masa lampau, tapi mungkinkah kita menjadikan „rumah‟ sebagai perahu di masa kini?. Pernyataan tersebut mengawali dasar pemikiran penulis untuk melakukan penelitian secara mendalam. Khususnya tentang bagaimana konstruksi perahu pada abad ke-7, yang tampak jelas gambaran model konstruksi perahu bercadik terpahat rapih pada relief dinding Candi Borobudur. Demikian juga tentang legenda yang mengisahkan tentang keperkasaan pelaut Bugis, Makassar dan Mandar hingga ke seluruh pelosok negeri. Kisah tentang keindahan dan kekokohan perahunya yang mengarungi samudera, menghadapi keganasan ombak dan lautan hingga menjadi cerita kepahlawanan yang mengagumkan. Dalam De Architectura (Vitruvius, 2008:3) dijelaskan bahwa bangunan yang baik adalah yang memiliki keindahan (Venustas), kekokohan (Firmitas) dan Utilitas. Dalam karya manusia dipertanyakan perihal identitas (data diri seseorang). Dengan menunjukkan identitas tersebut, maka dapat segera diketahui tentang nama, asal-usul (keturunan), kebangsaan dan ciri khas yang dimiliki. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam karya budaya manusia, selalu berkaitan dengan “Bentuk dan Karya Cipta atau Seni”, yang disebut sebagai Arsitektur. Salah satu dari karya cipta arsitektur Nusantara adalah Rumah Mamasa. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan konstruksi rumah Mamasa dengan konstruksi pada perahu. Metode yang digunakan adalah deskrptif kualitatif khususnya dalam mempelajari masalahmasalah dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan, kegiatan sikapsikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung serta pengaruh dari suatu fenomena yang dilakukan secara holistik. Kata-kunci: struktur, sandek, budaya, sambungan ikat, banua Pendahuluan Arsitektur tradisional merupakan hasil dari lingkungannya sehingga tiap daerah memiliki berbagai varian yang dibangun sebagai respon dari kondisi alam, ketersediaan material, iklim dan vegetasinya (Dawson dan Gillow, 1994). Selain itu, pembangunan Rumah Tradisional selalu melibatkan tidak hanya pemilik rumah namun juga seluruh masyarakat setempat atau komunitas. Tahapan pembangunan rumah, dari pemilihan tapak dan bahan, mempertimbangkan adat dan kondisi lingkungan. Teknik pem- bangunan diturunkan dari generasi ke generasi baik melalui legenda, pantun, cerita ataupun melalui proses magang. Pemilihan material bangunan menggunakan material lokal yang ditemui di sekitar pemukiman. Sistem struktur dan konstruksi disusun bukan dari hasil perhitungan mekanika namun berdasarkan uji coba (trial and error) yang berlangsung selama bertahun-tahun. Rumah Tradisional Mamasa, konon memiliki kesamaan dalam hal bentuk atap dan konstruksi perahu. Namun beberapa penelitian terdaProsiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | D - 43 Jejak Konstruksi Perahu pada Arsitektur Mamasa hulu oleh para antropolog (Waterson 1980; Dawson&Gillow, 1994) menyebutkan adanya kesamaan dengan bentuk atap suku-suku lain di penjuru nusantara yang menyerupai bentkan perahu. Bentuk geometri Rumah Tradisional Mamasa menggambarkan keindahan arsitektur kayu nusantara, dan telah terbukti mampu bertahan melewati waktu yang panjang, meskipun unsur-unsur lokalnya dianggap telah kuno dan tidak menarik. Menurut Budihardjo, (1996:108) bahwa “Arsitektur adalah pengejawantahan (manifestasi) dari kebudayaan manusia. Atau dengan kata lain, arsitektur selalu dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakatnya.” Pernyataan ini didukung oleh Adhi Moersid (Budihardjo, 1996:31) yang secara rinci menyebutkan bahwa “Arsitektur yang kita huni merupakan manifestasi dari hidup kita sehari-hari, cermin kebudayaan kita, petunjuk dari tingkat perasaan artistik yang kita miliki, menggambarkan tingkat teknologi kita, kemakmuran kita, struktur sosial masyarakat kita.” Dengan demikian dapat dimaknai bahwa, bangunan tradisional merupakan suatu bangunan yang terbentuk karena latar belakang budaya masyarakat. Oleh sebab itu, bangunan tradisional merupakan ungkapan budaya dan jalan hidup masyarakat, serta merupakan cerminan langsung dari masyarakat dalam mencoba mengekspresikan sesuatu. Oleh karena itu, kajian ini sangat penting untuk diteliti khususnya tentang penelusuran sistem konstruksi dari bangunan tradisional Mamasa yang dikaji bukan karena latar belakang budaya, namun dari segi arsitektur serta penelusuran struktur dan konstruksi bangunan tradisional untuk melihat kemiripan sekaligus juga perbedaan cara penyusunan atau sistem konstruksi secara lebih mendetail. Penelitian dan publikasi terdahulu yang sedemikian kaya dan beragam, dapat menjadi sumber literatur yang baik bagi peneliti untuk melakukan analisa terhadap sistem struktur dan konstruksi rumah dapat memberikan landasan pijak yang baik bagi arsitek-arsitek muda bagi D - 44 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 perkembangan arsitektur di Indonesia masa kini. Pustaka Suku Mandar adalah satu-satunya suku bahari di Nusantara yang secara geografis berhadapan langsung dengan laut dalam. Lautan dalam meru-pakan halaman rumah bagi mereka. Begitu mereka bangun tidur, akan disapa oleh gemuruh air laut dan dibelai oleh angin laut. Kondisi alam mengajarkan kepada masyarakat Mandar bagaimana beradaptasi untuk mempertahankan hidup (meminjam bahasa Durkheim, struggle for survival), dan membangun kebudayaannya. Para pelaut Mandar ini menjadikan perahu sebagai tempat untuk melakukan segala aktivitas kehidupan. Perahu tak ubahnya sebagai tempat berlindung bersama keluarga dan sebagai alat transportasi untuk berdagang dan memenuhi kebutuhan keluarga. Melaut bagi suku Mandar merupakan penyatuan diri dengan laut. Falsafah kehidupan mereka, bahwa laut menjadi tempat mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membangun identitasnya. Mencari penghidupan di laut (sebagai nelayan) bukanlah pekerjaan sembarangan bagi orang Mandar. Mereka tahu betul bagaimana beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi dilaut. Oleh karenanya, benar apa yang dikatakan Christian Pelras dalam bukunya yang berjudul “Manusia Bugis” (2006), bahwa masyarakat Mandar merupakan pelaut ulung. Mereka tidak akan bisa hilang ataupun tersesat di lautan. Interaksi masyarakat Mandar dengan lautan menghasilkan pola pengetahuan yang berhubungan dengan laut, yaitu: berlayar (paissang asumombalang), kelautan (paissang aposasiang), keperahuan (paissang paalopiang), dan kegaiban (paissangang). Pengejawantahan dari pengetahuan tersebut diantaranya adalah rumpon atau roppong dan perahu sandeq. Rumpon merupakan teknologi menangkap ikan ramah lingkungan yang diciptakan oleh para pelaut Mandar. Perangkap ini terbuat dari rangkaian daun kelapa dan rumput laut. Sedangkan pera- Wasilah hu sandeq merupakan perahu layar bercadik, khas Mandar, ramah lingkungan, dan tercepat di kawasan Austronesia. Kabupaten Mamasa merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Mandar, Sulawesi Barat ternyata juga menyimpan beragam keunikan. Wilayah ini tak hanya kaya dengan panorama alamnya yang indah dan asri, tapi juga memiliki banua atau rumah adat tradisional khas masyarakat Mamasa yang kaya dengan pesan-pesan dan filosofi hidup orang Mamasa. Sayangnya rumah khas Mamasa yang memiliki bentuk atap bak perahu sandeq, kini semakin langka. Beberapa rumah adat kini hanya dapat dijumpai di pedalaman Kabupaten Mamasa yang tetap mempertahankan ciri dan bentuk rumah Mamasa yang asli. Desa Tawalian, Kecamatan Tawalian, Kabupaten Mamasa, merupakan salah satu daerah yang mayoritas penduduknya masih menjaga kelestarian rumah tradisional khas Mamasa. Beberapa rumah tradsional di wilayah ini tampak masih berdiri kokoh meski telah mengalami pemugaran hingga beberapa ornamennya sudah berubah bentuk. Tidak semua rumah adat Mamasa memiliki ornamen ukiran. Rumah adat yang diberi ukiran pun motif ukirannya berbeda. Dengan melihat jenis dan motif ukiran yang terpasang di setiap sisi rumah adat Mamasa, Anda bisa membedakan tingkat kemampuan ekonomi dan strata sosial dari pemilik rumah bersangkutan. Dalam sejarahnya, rumah tradisional Mamasa terbagi atas lima jenis tingkatan sesuai dengan strata sosial masyarakatnya. 1. Banua layuk atau rumah tinggi yang biasanya dimiliki oleh ketua adat. 2. Banua sura atau rumah ukir untuk para bangsawan. 3. Banua bolong atau rumah hitam untuk para kesatria. 4. Banua rapa yang biasanya dimiliki masyarakat biasa. 5. Banua longkarrin, rumah bagi kalangan Tana Koa-Koa. Pengertian Arsitektur dalam kajian ini merupakan pengertian yang terdapat dalam buku Hy- brid Space adalah: “The art or science of building; specify: the art or practice of designing structures and esp. inhabitable ones” (Zellner, 1999:9). Pengertian ini lebih menyempitkan pengertian arsitektur sebagai suatu seni, yaitu seni yang ditujukan untuk dapat menghasilkan suatu yang memiliki nilai keindahan. Ungkapan yang sama diungkapkan oleh Kimberly Elam mengemukakan bahwa “Architecture has some of the strongest educational ties to geometric organization because of the necessity for order and efficiency in construction, and the desire to create aesthetically pleasing structures” (Elam, 2001:101). Ia menjelaskan bahwa arsitektur memiliki hubungan yang kuat dengan geometri. Salah satu yang menghubungkan antara kedua hal ini adalah nilai estetis. Antoniades (1990), mengatakan bahwa geometri dapat memberikan kepada kita kemampuan untuk mengenali dengan baik bentuk-bentuk yang mengandung unsur-unsur geometris, menyelesaikan masalah yang muncul dalam penelitian dangan bentuk-bentuk geometris, sehingga memberikan serangkaian bentuk-bentuk yang siap pakai dan dapat disesuaikan dalam berbagai macam variasi. Pendapat tentang geometri ini dapat dimaknai bahwa geometri dapat menjadi salah satu elemen yang dapat menjadikan suatu karya arsitektur memiliki nilai estetis. Dapat juga dimaknai, bahwa geometri memiliki fungsi yang relevan dalam memperlihatkan hubungan visual suatu objek dari segi proporsi, dan juga pola perkembangan objek tersebut. Berdasarkan pengertian geometri menurut Antoniades, dapat dimaknai bahwa jejak konstruksi perahu pada arsitektur Mamasa dapat dikenali melalui bentuk-bentuk yang mengandung unsur-unsur yang bersifat geometris. Sebagai ilustrasi, dapat dilihat pada gambar 1. Dari semua ilustrasi berikut (Gambar 1, 2, 3, dan 4), kita dapat menelusuri jejak konstruksi perahu pada Arsitektur Mamasa dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | D - 45 Jejak Konstruksi Perahu pada Arsitektur Mamasa akan diamati yaitu rumah dan perahu serta segala kegiatan yang berlangsung di dalamnya. Lombon Tambin Ta‟do Sali-sali Ba‟baaa Gambar 1. Denah Perahu (Muhammad Aimuddin, 2001) Sandeq Mandar Gambar 4. Konstruksi Rumah Tradisional Mamasa (Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2013) Gambar 2. Denah Rumah Tradisional Mamasa (Sumber: Hasil Analisis Peneliti, 2013) Penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian eksplorasi. Metode pencarian data dilakukan melalui studi literatur. Metoda studi literatur digunakan untuk mengumpulkan data tipologi dan sistem struktur konstruksi rumah tradisional yang diteliti. Data tersebut akan digunakan untuk merekonstruksi sistem struktur dan konstruksi rumah tradisional yang diteliti. Dari hasil rekonstruksi diharapkan dapat diketahui bagaimana sistem struktur dan konstruksi dan detail konstruksi pembentuk lengkungan atap dan bentuk bangunan rumah tradisional secara keseluruhan. Analisis dan Interpretasi Gambar 3. Konstruksi Perahu Sandeq (Sumber: Muhammad Alimuddin, 2001) Metode Metode dalam kajian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Dalam penelitian kualitatif sampel penelitian mencakup dua aspek (Sanapiah, 1990:56-61) yaitu informan dan situasi sosial. Informan merupakan subyek yang benar-benar mengetahui informasi yang dibutuhkan. Situasi sosial merupakan subyek yang D - 46 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 Analisa penelitian ini membagi pemetaan sistem struktur & konstruksi dalam 3 kelompok bagian berdasarkan pembagian rumah secara vertikal, yaitu bagian bawah, tengah & atas. Bagian bawah rumah meliputi pondasi, susunan tiang penyangga & lantai. Bagian tengah rumah meliputi elemen dinding. Bagian atas rumah meliputi atap. Untuk mempermudah pemetaan sistem struktur & konstruksi maka analisa hanya dibatasi pada aspek bentuk, sistem struktur & material. Wasilah Ukiran/ornamen yang ada pada Banua Layuk memiliki syarat/aturan tertentu baik motif maupun perletakannya. Ukiran-ukiran tersebut memiliki arti & makna tertentu, yang menggunakan 4 macam warna, yaitu; merah. Putih, kuning & hitam. Bentuk struktur & konstruksi rumah tradisional Mamasa memberi makna 1. Bentuk atap yang memuncak mencerminkan makin ke atas semakin besar & semakin agung. Struktur dan konstruksi atap ini merupakan pencerminan Kagungan Yang Maha Kuasa. 2. Sifat kejujuran & kerja sama antar komponen bangunan yang menggabungan 3 bagian bangunan yang terpisah mencerminkan kegotong-royongan & kesatuan, “Mesa kada dipatuo patan kada dipomate,….kada masa umpiak batu tuo” artinya bersatu kita teguh bercerai kita runtuh…persatuan itu dapat merupakan kekuatan yang dapat memecahkan 3. Masuk & keluar ba‟ba (pintu) mengharuskan kita membungkukkan badan adalah cerminan sebuah penghargaan, penghormatan, dan melepaskan kesombongan diri. 4. Antara banua dalam satu perkampungan tercermin pada bentuk banua yang dibedakan atas dasar pemilik banua merupakan pencerminan keberagaman bentuk arsitektur 5. Keagungan Yang Maha Kuasa yaitu atap yang memuncak dan mencerminkan makin ke atas semakin besar & semakin agung. 6. Kejujuran dan Kesatuan yaitu pencerminan dari struktur konstruksi yang jujur & benar mewakili sifat kejujuran dan kerja sama antar komponen bangunan menggabungan 3 bagian bangunan yang sebenarnya terpisah mencerminkan kegotong-royongan dan kesatuan, “Mesa kada dipatuo patan kada dipomate,….kada masa umpiak batu tuo” artinya persatuan itu dapat merupakan kekuatan yang dapat memecahkan persoalan apapun. 7. Penghargaan merupakan pencerminan dari masuk & keluar ba‟ba (pintu) mengharuskan kita membungkukkan badan adalah sebuah penghargaan dan penghormatan, melepaskan kesombongan diri. 8. Keberagaman merupakan pencerminan dari antara banua dalam satu perkampungan tercermin pada bentuk banua yang dibedakan atas dasar pemilik banua. Memori yang merupakan pencerminan bahwa masyarakat Mamasa tidak akan melupakan kenangan yang lalu dan senantiasa meyakini bahwa “Leluhurku adalah seseorang yang datang dengan perahu, meskipun kini aku telah menetap didaratan tapi aku tidak melupakan bahwa leluhurku pernah tinggal di atas perahu”. Secara vertikal Banua Mamasa terbagi atas: a. Illi‟ banua (kolong rumah) b. Kale banua (badan rumah) c. Papa‟ banua ( atap/kepala rumah) Sedangkan secara horisontal, di kenal empat ruang utama, yaitu: a. Ta‟do, yaitu ruang terdepan (Utara) sebagai tempat menerima tamu. b. Ba‟ba, yaitu ruang setelah ta‟do yang difungsikan sebagai ruang tidur tamu. Jika ada yang meninggal jenazahnya disemayamkan di sisi Barat ba‟ba dengan kepala di sebelah Selatan sebelum dikuburkan. c. Tambing, yaitu ruang setelah ba‟ba yang berfungsi sebagai ruang tidur, pada banua layuk dibagi dua menjadi Pollo‟ Tambing (sisi Barat) & Tambing (sisi Timur). Tambing diperuntukkan bagi pemilik rumah, sedangkan Pollo‟ Tambing peruntukkan bagi anak gadis & tempat penyimpanan harta pusaka. d. Lombon, yaitu ruang terletak paling belakang (Selatan) difungsikan sebagi dapur & tempat menerima kerabat dekat yang datang serta sebagai tempat musyawarah keluarga Ketinggian lantai Ta‟do dan Ba‟ba sama, sedangkan Tambing dan Lombon lebih tinggi ± 50 cm. Untuk banua yang haya terdiri dari 3 ruang (tanpa Ta‟do), yang ditinggikan adalah Lombon. Sedangkan yang terdiri dari 2 ruang Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | D - 47 Jejak Konstruksi Perahu pada Arsitektur Mamasa (hanya Tambing dan Lombon) tidak terdapat perbedaan ketinggian lantai. 2. Alang Bolong (alang yang di cat hitam) 3. Alang Biasa (alang yang tidak diukir maupun Bahan-bahan yang digunakan untuk membadi cat) ngun Banua Mamasa diperoleh dari alam sekitar, 4. Alang dapat didirikan di samping kiri dan kanan yaitu: banua (menghadap ke Utara) serta melintang 1. Pondasi dasar yang diletakkan bebas dari didepan banua (menghadap ke Barat-Timur). batu andesit hitam Pada acara/upacara adat bagian bawah alang 2. Kolom/tiang dari kayu uru menjadi tempat duduk tamu kehormatan. 3. Ring pengikat kolom dari kayu uru Bagian-bagian Banua Mamasa dapat dilihat pada 4. Balok, lantai & rangka dinding dari kayu uru Gambar 5. 5. Struktur/konstruksi atap dari uru & bambu 6. 7. 8. 9. Penutup atap dari kayu uru /alang-alang Bahan pengikat rotan Bahan cat dari tanah dan daun-daunanan Sebagian besar bahan adalah dari kayu uru/ kayu semacamnya yang baik dan kuat Ada arah tertentu yang pendirian banua yaitu: menjadi patokan 1. Arah melawan arus sungai, dengan kepercayaan bahwa datangnya berkah searah dengan datangnya arus sungai. Jadi arah rumah yang melawan arus sungai, ibarat menadah rejeki & mengharapkan agar selalu memperoleh rejeki yang baik. 2. Arah menghadap matahari, dengan kepercayaan bahwa manusia hidup di dunia ini dimulai dari bawah yang diibaratkan seperti terbitnya matahari. Arah ruang sangat pantang menghadap ke matahari terbenam, demikian juga pintu masuknya. 3. Ada keharusan bagi rumah adat untuk menghadap ke Utara, ke arah buntu karua (tanete karua). Tanete karua adalah arah datangnya nenek moyang, dengan harapan memperoleh keselamatan & rejeki dari Tuhan. Keberadaan banua tidak dapat dilepaskan dari alang (lumbung) yang menjadi tempat penyimpanan hasil pertanian. Ukuran dan jumlah Alang yang dibuat sesuai dengan kebutuhan. Disesuaikan dengan tipe banua yang memiliki, maka alang yang ada terdiri tiga tipe, yaitu: 1. Alang Sura‟ (alang yang diukir) D - 48 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 Bahan utama untuk membuat perahu sandeq adalah dengan menggunakan pohon Kanduruang Mamea yang telah cukup tua, sehingga selain kuat juga mempunyai diameter yang cukup lebar. Adapun peralatan yang digunakan untuk membuat perahu sandeq terbagi menjadi dua, yaitu peralatan saat pencarian bahan dan saat pembuatan perahu. Pada saat pencarian bahan, peralatan yang dibutuhkan dala pencarian bahan perahu sandeq di antaranya adalah; kampak besar, cangkul kayu, dan parang. Seiring perkembangan zaman, peralatan untuk menyiapkan bahan juga semakin modern, yaitu menggunakan passenso (mesin pemotng kayu). Pada saat pembuatan perahu, dala proses pembuatannya, peralatan yang dibutuhkan diantaranya, adalah; ketam kayu, gergaji, bor. Dengan memperhatikan kedua proporsi di atas, dapat diketahui bahwa pembuatan perahu dikerjakan oleh dua ahli, yaitu ahli kayu yang bekerja di tengah hutan dan ahli perahu (panrita lopi) yang bekerja di pesisir. Bagian-bagian Perahu Sandeq terlihat pada Gambar 6. Wasilah Kesimpulan 1. Terdapat persamaan material yang digunakan pada elemen pembentuk ruang pada rumah tradisional Mamasa dengan Perahu Sandeq, seperti kayu, bambu, dan alang-alang. Tampak Depan 2. Persamaam bentuk struktur dihubungkan dengan personivikasi, yaitu hubungan manusia dengan alam, yang terdiri dari atas kepala, badan dan kaki. 3. Persamaan kosmologi dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah, yang tercermin dari atap, badan rumah dan tiang. 4. Masing-masing memiliki “andiri posi” yaitu tiang utama yang merupakan titik awal pendirian rumah dan tempat seluruh material struktur berpusat. Daftar Pustaka Gambar 5. Bagian-bagian Banua Mamasa Konstruksi Perahu Sandeq (Sumber: Seminar Arsitektur, Unhas, 1994) Budihardjo, Eko, (1997) Arsitektur sebagai Warisan Budaya, Djambatan, Jakarta Dawson, B., & Gillow, J. (1994). The Traditional Architecture of Indonesia. New York: Thames and Hudson. Muhammad Ridwan Alimuddin, 2009, Sandeq, Perahu Tercepat Nusantara, Ombak, Yogkayarta Pelras, Christian (2006), Manusia Bugis. Makassar: Ininnawa Sanapiah, Faisal (1990), Penelitian Kualitatif: DasarDasar dan Aplikasi. Yayasan Asih, Asah, Asuh, malang. Waterson, R. (1990). The Living House: An Anthropology of Architecture in South-East Asia. Singapore/Oxford/New York: Oxford University Press. http://melayuonline.com/ind/culture/........... Di akses tanggal 29 Agustus 2013 http://melayuonline.com/ind/culture/........... Di akses tanggal 29 Agustus 2013 Gambar 6. Bagian-bagian Perahu Sandeq (Sumber: Muhammad Alimuddin, 2001) Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | D - 49