bab ii landasan teori

advertisement
 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Sistem Kendali
Sistem kendali adalah proses pengaturan ataupun pengendalian terhadap
satu atau beberapa besaran (variabel, parameter) sehingga berada pada suatu harga
atau dalam suatu rangkuman harga (range) tertentu. Di dalam dunia industri,
dituntut suatu proses kerja yang aman dan berefisiensi tinggi untuk menghasilkan
produk dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta dengan waktu yang telah
ditentukan.Otomatisasi sangat membantu dalam hal kelancaran operasional,
keamanan (investasi, lingkungan), ekonomi (biaya produksi), mutu produk, dll [3].
2.2
Sistem Kendali Otomatis
Suatu sistem kendali otomatis dalam suatu proses kerja berfungsi
mengendalikan proses tanpa adanya campur tangan manusia (otomatis). Ada dua
sistem kendali pada sistem kendali otomatis,yaitu :
2.2.1 Sistem Pengendalian Loop Terbuka
Sistem pengendalian loop terbuka merupakan sistem pengendalian yang
keluarannya tidak berpengaruh terhadap aksi selanjutnya ( aksi kontroler ). Atau
dengan kata lain, sistem ini tidak memiliki umpan balik ( feed back ), sehingga
keluarannya tidak bisa dijadikan perbandingan antara umpan balik dan masukan
yang menentukan aksi berikutnya. Oleh karena itu, sistem pengendalian loop
terbuka hanya bisa digunakan jika hubungan antara masukan dan keluaran
diketahui dan tidak ada gangguan eksternal dan internal.
Diagram blok sistem pengendalian loop terbuka mirip dengan diagram
blok sistem,yaitu lurus tanpa adanya umpan balik. Hanya saja, komponen
penyusunnya berbeda. Pada sistem pengendalian loop terbuka komponennya
hanya ada masukan kontroler, aktuator dan keluaran.
5
6
Kelebihan sistem ini diantaranya konstruksinya sederhana, tidak
memerlukan banyak komponen sehingga lebih ekonomis, tidak memiliki
persoalan stabilitas, dll. Sedangkan kelemahanya diantaranya adalah keluaran
kemungkinan besar berbeda dengan yang diinginkan, kalibrasi harus sering
sistem
dilakukan, dll [4].
C(s)-
R(s)Controller
Actuator
Keluaran
PLANT
Set- Point
Gambar 2.1 Diagram Blok Sistem Pengendalian Loop Terbuka
2.2.2
Sistem Pengendalian Loop Tertutup
Sistem pengendalian loop tertutup merupakan sistem pengendalian yang
keluarannya berpengaruh terhadap aksi selanjutnya ( aksi kontroler ). Berbeda
dengan loop terbuka, pada loop tertutup sistem memiliki umpan balik (feed back),
sehingga keluarannya bisa dijadikan perbandingan umpan balik dan masukan
untuk menentukan aksi berikutnya.
Seperti pada pengertiannya, diagram blok sistem pengendalian loop
tertutup memiliki feed back (umpan balik). Perhatikan gambar di bawah ini.
Summator
R(s)
E(s)
Controller
Actuator
PLANT
C(s)
SP +
_
Sensor
Gambar 2.2 Diagram Blok Sistem Pengendalian Loop Tertutup
Dari gambar di atas terlihat bahwa diagram blok sistem pengendalian loop
tertutup memiliki komponen umpan balik. Pada referensi lain sinyal informasi
dari kontroler dikirim dulu ke elemen kontrol akhir ( Final Control Element)
7
sebelum dikirim ke plant, misal controll valve. Sistem ini merupakan dasar sistem
pengendalian yang ada di industri, hanya saja lebih komplek. Di industri bisa saja
sistem pengendaliannya bertingkat dan saling berhubungan antara satu loop
dengan
loop lainnya.
Dibandingkan dengan loop terbuka kelebihan dari sistem ini diantaranya
adalah dapat mengatasi ketidakpastian karakteristik plant dan hubungan antara
masukan dan keluaran dari plant, ketelitian dapat selalu terjaga, dll. Disamping
kelebihan itu, ada beberapa kekurangan dari sistem ini, yaitu perlengkapan lebih
jadi lebih mahal, instalasi sulit, respon cenderung berosilasi hingga
rumit
mencapai keadaan steady state-nya.
Masukan pada sistem pengendalian, baik loop terbuka maupun tertutup
terdapat komponen set point, yaitu nilai keluaran yang diharapkan dari proses
yang nantinya akan dibandingkan dengan umpan balik pada loop tertutup.
Sehingga loop tertutup ada error yang menyebabkan aksi kontroler berbeda untuk
tiap waktu bergantung pada error yang ada. Error merupakan selisih antara set
point dan umpan balik dari keluaran sebelumnya. Dengan adanya perbandingan
ini ( error ) membuat sistem ini bisa mencapai nilai keluaran yang diinginkan
tidak seperti pada loop terbuka [4].
2.3
Macam – Macam Pengendali
Dalam sistem kendali dikenal beberapa macam pengendali (controller)
yang umum digunakan, antara lain :
1. Pengendali P (Proporsional)
2. Pengendali I (Integral)
3. Pengendali D (Derivatif)
4. Pengendali PI (Proporsional-Integral)
5. Pengendali PD (Proporsional-Derivaif)
6. Pengendali PID (Proporsional-Integral-Derivaif)
Pada proyek akhir ini jenis pegendali yang akan digunakan adalah Pengendali
PID (Proporsinal, Integral, dan Derivatif). Oleh karena itu, pembahasan akan
terfokus dan lebih rinci mengenai Pengendali PID tersebut.
8
2.4
Pengendali Proporsional
Pengendali proposional (P) memiliki keluaran yang sebanding/proposional
dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan
aktualnya) atau output sebanding dengan inputnya. Secara lebih sederhana
harga
dapat dikatakan, bahwa keluaran Pengendali proporsional merupakan perkalian
antara konstanta
proporsional dengan masukannya. Perubahan pada sinyal
masukan akan segera
menyebabkan
sistem
secara
langsung
mengubah
keluarannya sebesar konstanta pengalinya.
Persamaan dasar yang menyatakan hubungan antara masukan dan keluaran
alat kendali proporsional dituliskan sebagai:
c(t) = Kp.e(t).....................................................................................................(2.1)
Dimana :
c(t) = Keluaran alat kendali
Kp = Penguatan/konstanta p
e(t) = Sinyal pengendali
C(s) = Kp.E(s)....................................................................................................(2.2)
Dimana :
c(t) = Keluaran alat kendali
Kp
= Penguatan/konstanta p
E(s) = Sinyal pengendali
C(s) dan E(s) merupakan transformasi laplace dari c(t) dan e(t) error atau
masukan alat.
9
Summator
R(s)
E(s)
Kp
C(s)
Set Point +
Output
_
Gambar 2.3 Diagram Blok Pengendali Proposional
Gambar 2.3 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan
antara
besaran setting, besaran aktual dengan besaran keluaran pengendali
proporsional. Sinyal kesalahan (error) merupakan selisih antara besaran setting
dengan besaran aktualmya. Selisih ini akan mempengaruhi pengendali, untuk
mengeluarkan sinyal positif (mempercepat pencapaian harga setting) atau negatif
(memperlambat tercapainya harga yang diinginkan) [2].
Gambar 2.4 Contoh Grafik Respon Pengendali P Orde 1 dan Orde 2
Ciri-ciri pengendali proporsional harus diperhatikan ketika pengendali tersebut
diterapkan
pada
suatu
sistem.Secara
eksperimen,
pengguna
pengendali
proporsional harus memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini:
1.
Kalau nilai Kp kecil, pengendali proporsional hanya mampu melakukan
koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem
yang lambat.
2.
Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat
mencapai keadaan mantapnya.
10
3.
Jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan
mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan
berosilasi.
Pengaruh pada sistem :
a) Menambah atau mengurangi kestabilan.
b) Dapat memperbaiki respon transien khususnya : rise time (waktu
naik), settling time (waktu tunak/steady state/konstan).
c) Mengurangi (bukan menghilangkan) error steady state.
2.5
Pengendali Integral
Alat kendali integral (I) merupakan pengembangan alat kendali
proporsional dan juga alat kendali multi posisi. Dibandingkan alat kendali P, alat
kendali ini mampu menghilangkan kesalahan statis. Dibandingkan alat kendali
multi posisi, alat kendali ini mempunyai sifat yang antara keluaran dan
masukannya mempunyai hubungan kontinyu.
Tidak seperti pada alat kendali dua posisi atau multi posisi yang
mempunyai histerisis (daerah netral),yaitu daerah dimana perubahan sinyal
masukan (error) tidak mempengaruhi sinyal keluaran. Pada alat kendali integral,
laju perubahan keluaran alat kendali adalah berbanding lurus terhadap sinyal error
atau keluaran berbanding lurus terhadap integrasi sinyal error.
Apabila sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan
menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Sinyal keluaran
pengendali integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva
kesalahan penggerak. Sinyal keluaran akan berharga sama dengan harga
sebelumnya ketika sinyal kesalahan berharga nol. Gambar 2.5
menunjukkan
contoh sinyal kesalahan yang disulutkan ke dalam pengendali integral dan
keluaran pengendali integral terhadap perubahan sinyal kesalahan tersebut. Dan
gambar 2.6 menunjukkan blok diagram antara besaran kesalahan dengan keluaran
suatu pengendali integral [2].
11
Gambar 2.5 Kurva Sinyal Kesalahan e(t) Terhadap t Dan Kurva u(t) Terhadap t Pada Pembangkit
Kesalahan Nol
Summator
R(s)
E(s)
Set Point +
Ki/s
C(s)
Output
_
Gambar 2.6 Blok Diagram Hubungan Antara Besaran Kesalahan Dengan Pengendali Integral
Pengendali integral, laju perubahan keluaran alat kendali adalah
berbanding lurus terhadap sinyal error atau keluaran berbanding lurus terhadap
integrasi sinyal. Secara matematis alat kendali ini dinyatakan sebagai:
dc(t )
 Ki.e(t )atau
dt
t
c(t )  Ki. e(t )
………………………………………………..…………(2.3)
0
Bila keluaran saat t = 0 adalah nol , maka transformasi Laplacenya adalah :
C (s) 
Ki
E ( s ) …………………………………………………………..……(2.4)
s
Sehingga fungsi alat kendali adalah :
C ( s) Ki
…………………………………………………………………….(2.5)

E ( s)
s
12
Waktu integrasi pada alat kendali adalah :
Ti= 1
(det ik ) …………………………………………………………..……..(2.6)
Ki
Dimana
:
c(t) = Sinyal kendali
e(t) = Sinyal error
Ki = Penguatan integrasi
C(s) = Keluaran pengendali
E(s) = Sinyal pengendali
Ti = Waktu integrasi
(Catatan : keterangan diatas untuk 2.3 - 2.6)
Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran integral
ditunjukkan oleh Gambar 2.7.Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai
laju perubahan keluaran pengendali berubah menjadi dua kali dari semula. Jika
nilai konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang
relatif kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar.
Gambar 2.7 Perubahan Keluaran Sebagai Akibat Penguatan dan Kesalahan
Ketika digunakan, pengendali integral mempunyai beberapa karakteristik berikut
ini:
13
1. Keluaran pengendali integral membutuhkan selang waktu
tertentu,
sehingga pengendali integral cenderung memperlambat respon.
2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran pengendali integral
akan bertahan pada nilai sebelumnya.
3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan
kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan
dan nilai Ki .
4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya
offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki
akan mengakibatkan
peningkatan osilasi dari sinyal keluaran pengendali (keadaan yang tidak
stabil).
Pengaruh pada sistem :
a) Menghilangkan error steady state.
b) Respon lebih lambat (dibandingkan dengan P).
c) Dapat Menambah Ketidakstabilan (karena menambah orde pada
sistem).
2.6
Pengendali Derivatif
Keluaran pengendali derivatif (D) memiliki sifat seperti halnya suatu
operasi derivatif. Perubahan yang mendadak pada masukan pengendali, akan
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat.Gambar 2.8 menunjukkan
blok diagram yang menggambarkan hubungan antara sinyal kesalahan dengan
keluaran pengendali. Dan gambar 2.9 menyatakan hubungan antara sinyal
masukan dengan sinyal keluaran pengendali diferensial.
Summator
R(s)
E(s)
Set Point +
Ki/s + Td.s
C(s)
Output
_
Gambar 2.8 Blok Diagram Pengendali Derivatif
14
Secara matematis pengendali D ini dinyatakan sebagai:
c(t) = KD.TD
de
……………………………………………………………….(2.7)
dt
dimana:
KD = Penguatan
TD = Derivative time
e = error
Gambar 2.9 Kurva Waktu Hubungan Input-Output Pengendali Derivatif
Gambar 2.9 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan
sinyal
keluaran pengendali derivatif. Ketika masukannya tidak mengalami
perubahan, keluaran pengendali juga tidak mengalami perubahan, sedangkan
apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk fungsi
step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan
berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan
fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik
dari fungsi ramp dan faktor konstanta diferensialnya (Td) [3].
Karakteristik pengendali derivatif adalah sebagai berikut:
1. Pengendali ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada
perubahan pada masukannya (berupa sinyal kesalahan).
15
2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang
dihasilkan pengendali tergantung pada nilai Td dan laju perubahan
sinyal kesalahan.
3. Pengendali ini mempunyai suatu
sehingga pengendali
ini
dapat
karakter
untuk
menghasilkan
mendahului,
koreksi
yang
signifikan sebelum pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi
pengendali derivatif dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan,
memberikan aksi yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan
stabilitas sistem.
Berdasarkan karakteristik pengendali tersebut, pengendali derivatif umumnya
dipakai untuk
memperkecil
mempercepat
kesalahan
respon
awal
suatu
sistem,
tetapi
tidak
pada keadaan tunaknya. Kerja pengendali derivatif
hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh
sebab itu, pengendali derivatif tidak pernah digunakan tanpa ada pengendali lain
sebuah sistem.
Pengaruh pada sistem :
a) Memberikan efek redaman pada sistem yang berosilasi sehingga bisa
memperbesar pemberian nilai Kp.
b) Memperbaiki respon transien, karena memberikan aksi saat ada
perubahan error.
c) D hanya berubah saat ada perubahan error, sehingga saat ada error statis
D tidak beraksi sehingga D tidak boleh digunakan sendiri.
2.7
Pengendali Proporsional - Integral
Alat pengendalian proporsional - integral (PI) adalah alat pengendalian
hasil kombinasi dari alat pengendalian proporsional (P) dan alat pengendalian
integral (I).
16
Summator
R(s)
E(s)
C(s)
P+I
Set Point +
Process
Output
_
Gambar 2.10 Diagram Blok Pengendali PI Pada Sistem Kendali Close Loop
Bentuk
matematis
alat
pengendalian
ini
merupakan
kombinasi
penambahan
persamaan pengendalian dari alat pengendalian P dan alat
pengendalian I.
Upi(t)=Kpe(t)
Kp
T1
t
 e(t )dt ………………………………………………...........(2.8)
0
Jika harga awal dianggap nol, maka transformasi Laplace persamaan di atas
adalah
Upi(s)=KpE(s)+
Kp
TI s
E(s) ……………………………………………………....(2.9)
Maka fungsi alih alat pengenalian dapat dituliskan :
C ( s)
1
 Kp(1 
) ………………………………………………………….(2.10)
E ( s)
Tis
Dimana :
Upi = Manipulated variabel
Kp = Penguatan proporsional
Ti = Waktu integrasi
E(s) = Sinyal pengendal
C(s) = Keluaran pengendali
(Catatan : Keterangan diatas untuk 2.8 – 2.10)
Kp adalah penguatan proporsional, dan T1 adalah waktu integral. Kedua
parameter ini dapat diset harganya. Waktu integral mengatur aksi pengendalian
integral namun pengubahan penguatan proporsional mempengaruhi kedua bagian
17
aksi pengendalian, yakni bagian proporsional dan bagian integral. Dalam alat
pengendalian integral, parameter pengendaliannya biasa juga dinyatakan dengan
laju reset (reset rate) atau Ki yang merupakan kebalikan dari waktu integral Ti.
Laju reset ini adalah berapa kali per menit aksi bagian pengendalian proporsional
menjadi dua kali lipat. Untuk memperjelas pengertian waktu integral dapat dilihat
dalam penjelasan tanggapan step alat pengendalian [3].
2.8
Pengendali Proporsional - Derivatif
Mode pengontrolan ini adalah gabungan antara mode Proporsional (P)
dengan mode Derivatif (D).Fungsi alih kontrol PD ini merupakan kombinasi
penambahan kontrol P dengan kontrol D,yaitu: Apabila pada masukan alat kendali
diinjeksikan sinyal dengan fungsi step, maka tanggapan yang terjadi pada
keluaran alat pengendalian dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini [6].
Secara matematis pengendali PD ini dapat dirumuskan :
U(s)/E(s) =KP+KDs atau KP(1+TDs).................................................................(2.11)
Dimana :
U(s) = Keluaran pengendali
E(s) = Sinyal pengendali
Kp = Penguatan proporsional
Kd = Penguatan derivatif
Td = Waktu derivatif
2.9
Pengendali Proporsional – Integral - Derivatif
Sistem kendali ini terdiri dari tiga buah cara pengaturan,yaitu kendali P
(Proportional), D (Derivative) dan I (Integral), dengan masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan.Dalam implementasinya masing-masing cara dapat
bekerja sendiri maupun gabungan diantaranya.
Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pengendali P, I dan
D dapat saling menutupi dengan menggabungkan ketiganya baik secara seri
maupun paralel menjadi pengendali proposional plus integral plus diferensial
(pengendali PID).Elemen-elemen kontroller P, I dan D masing-masing secara
18
keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan
offset dan menghasilkan perubahan awal yang besar.
Karakteristik pengendali PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari
ketiga parameter P, I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ti, dan Td akan
mengakibatkan penonjolan sifat dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari
ketiga konstanta tersebut dapat disetel lebih menonjol dibanding yang lain.
Konstanta
yang menonjol itulah akan memberikan kontribusi pengaruh pada
respon sistem secara keseluruhan.Pengendali PID adalah pengendali yang banyak
digunakan dalam industri sistem kendali. Sebuah pengendali PID menghitung
error sebagai perbedaan antara diukur variabel proses dan diinginkan set poin.
pengendali berupaya untuk meminimalkan kesalahan dengan menyesuaikan
proses input kendali. Dengan tidak adanya pengetahuan tentang proses yang
mendasari, pengendali PID adalah pengendali yang terbaik. Namun, untuk kinerja
terbaik, parameter PID yang digunakan dalam perhitungan harus di setel sesuai
dengan sifat sistem.
Cara kerja :
PID adalah gabungan antara pengendali Proportional (P), Integral (I), dan
Derivative (D). Pengendali proportional digunakan untuk mempercepat respon
terhadap error yang sedang terjadi (present time). Pengendali integral digunakan
untuk mengurangi error steady state dengan cara mengakumulasikan error
selama selang waktu tertentu (Past time). Pengendali derivative bekerja dengan
cara mengantisipasi error yang akan terjadi berdasarkan perubahan error yang
telah terjadi (Future time). Dengan menggabungkan ketiga pengendali tersebut
secara paralel atau seri, maka akan diperoleh respon masing – masing pengendali.
Respon yang dihasilkan dari pengendali PID ialah cepat (pengendali
proportional), memperbaiki respon (pengendali integral),dan mempercepat waktu
mantap (pengendali Derivative).Dengan menggunakan pengendali PID akan
mendapatkan suatu respon yang baik dalam pengendalian sistem agar sesuai
dengan yang kita harapkan.
19
Dalam perancangan sistem kendali PID yang perlu dilakukan adalah
mengatur parameter P, I atau D agar tanggapan sinyal keluaran sistem terhadap
masukan tertentu sebagaimana yang diiginkan.
Tabel 2.1 Tanggapan Sistem Kendali PID Terhadap Perubahan Parameter
Respon Close
Loop
Waktu Naik
Proporsional
(Kp) Menurun
Integral
(Ki)
Menurun
Derivatif (Kd)
Perubahan
Kecil
Overshoot
Waktu
Turun
Kesalahan
Keadaan
Tunak
Meningkat Perubahan Menurun
Kecil
Meningkat Meningka Hilang
tMenurun Perubahan
Menurun
Kecil
Untuk merancang sistem kendali PID, kebanyakan dilakukan dengan
metoda coba- coba atau (trial & error). Hal ini disebabkan karena parameter
Kp, Ki dan Kd tidak independent. Untuk mendapatkan aksi kendali yang baik
diperlukan langkah coba-coba dengan kombinasi antara P, I dan D sampai
ditemukan nilai Kp, Ki dan Kd seperti yang diiginkan [7].
P
Summator
R(s)
E(s)
C(s)
I
Set Point +
Proses
_
PV
D
Sinyal Feedback
Gambar 2.11 Blok Diagram Pengendali PID Paralel
Persamaan matematis dari blog diagram diatas adalah:
………...…………………(2.12)
20
Dimana :
Vo = Tegangan keluaran
Kp = Penguatan integral
Kd = Penguatan derivatif
Gambar 2.12 Rangkaian Pengendali PID Analog Paralel Sederhana
2.10
Tanggapan Step
Ketika masukan step diinjeksikan ke dalam alat pengendalian, yang
pertama bereaksi adalah alat pengendalian proporsional baru kemudian disusul
aksi alat pengendalian integral, sehingga secara keseluruhan membentuk
tanggapan pengendalian.
21
Penting untuk diperhatikan adalah waktu integral Ti. Berdasarkan gambar
2.13 terlihat jelas apa yang dimaksud dengan waktu integral,yaitu waktu yang
diperlukan, sehingga keluaran alat pengendalian menjadi dua kali lipat keluaran
bagian
proporsional. Di dalam gambar 2.13 dinyatakan bahwa Ti adalah waktu
yang diperlukan oleh alat pengendalian integral agar keluaran bagian
pengendalian integral sama dengan keluaran yang dihasilkan oleh bagian
pengendalian proporsional (dari Kp ke 2Kp) [1].
Gambar 2.13 Tanggapan Step Alat Pengendalian PI
Karakteristik Pengendali PI :
1)
Efek P : mempercepat respon dan terjadi offset (proses berorde tinggi Kp
yang terlalu besar akan menimbulkan osilasi).
2)
Efek I : menghilangkan offset, respon lambat.
3)
Efek P I : respons cukup cepat, offset hilang.
4)
Pada proses beorde tinggi dan mengandung waktu tunda (delay time).
Pemilihan PI yang tidak tepat akan membuat sistem tidak stabil.
22
Tabel 2.2 Karakteristik Penguatan Pengendali PI (Proposional & Integral)
Waktu
Tanjakan
Overshoot
Waktu
Penetapan
Eror
Tunak
Kestabilan
Kp
Berkurang
Bertambah
Sedikit
Bertambah
Berkurang
Menurun
Ki
Sedikit
Berkurang
Bertambah
Bertambah
Banyak
Berkurang
Menurun
Penguatan
2.11
Tanggapan Sistem Kendali Secara Umum
Ketelitian adalah menunjukkan deviasi keluaran sebenarnya terhadap nilai
yang diinginkan. Umumnya ketelitian sistem pengaturan diperbaiki dengan
menggunakan mode pengontrol seperti integrasi atau integrasi proporsional.
Kestabilan adalah suatu sistem dikatakan stabil jika keluarannya tetap
pada nilai tertentu dalam jangka waktu yang ditetapkan setelah diberi masukan.
Keluaran suatu sistem tak stabil akan terus naik atau dan turun hingga kondisi
break down.
Kecepatan respon (response) adalah mengukur kecepatan keluaran dalam
menanggapi perubahan nilai masukan. Pada sistem orde dua, tanggapan sistem
kendali terbagi menjadi tiga berdasarkan konstanta peredamannya, yaitu sistem
kurang teredam/under damped (ζ < 1), teredam kritis/critical damped (ζ = 1) dan
teredam lebih/over damped (ζ > 1) [3].
Gambar 2.14 Kurva Peredaman
23
2.11.1 Tanggapan Transien
Tanggapan transien adalah tanggapan sistem yang berlangsung dari awal
dikenai
perubahan masukan atau gangguan sampai keadaan akhir atau kondisi
tunak
(steady state) [7].
Gambar 2.15 Kurva Tanggapan Sistem
Beberapa Parameter yang penting untuk diketahui dalam tanggapan Transien,
yaitu:
a) Waktu tunda (Delay Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk
mencapai separuh dari harga akhirnya untuk pertama kali.
b) Waktu naik (Rise Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk naik dari
10% sampai 90% nilai akhir.
c)
Waktu puncak (Peak Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk
mencapai puncak pertama kali.
d) Persen Overshoot, adalah perbandingan nilai puncak maksimum dengan nilai
akhir yang dinyatakan dalam bentuk:
%OS=
x 100%..............................................................(2.13)
Dimana :
Mp max = Maksimum overshoot
Mp akhir = Maksimum overshoot akhir
%OS = Persen overshoot
e)
Waktu penetapan (Settling Time), adalah waktu yang diperlukan sistem untuk
mencapai nilai ±2% dari nilai keadaan tunak (Steady State).
f)
Kesalahan keadaan tunak (Steady State Error), adalah perbedaan antara
keluaran yang dicapai saat tunak dengan nilai yang diinginkan.
24
2.12
Operasional Amplifier (Op-Amp)
Penguat operasional atau yang biasa disebut op-amp merupakan suatu
jenis penguat elektronika dengan sambatan (coupling) arus searah yang memiliki
bati (faktor penguatan/gain) sangat besar dengan dua masukan dan satu keluaran.
Penguat operasional pada umumnya tersedia dalam bentuk sirkuit terpadu dan
yang paling banyak digunakan adalah seri 741.
Penguat operasional adalah perangkat yang sangat efisien dan serba guna.
Contoh penggunaan penguat operasional adalah untuk operasi matematika
sederhana
seperti penjumlahan dan pengurangan terhadap tegangan listrik hingga
dikembangkan kepada penggunaan aplikatif seperti komparator dan osilator
dengan distorsi rendah.
Penguat
operasional
dalam
bentuk
rangkaian
terpadu
memiliki
karakteristik yang mendekati karakteristik penguat operasional ideal tanpa perlu
memperhatikan apa yang terdapat di dalamnya.Karakteristik penguat operasional
ideal adalah:
1. Bati tegangan tidak terbatas.
2. Impedansi masukan tidak terbatas.
3. Impedansi keluaran nol.
4. Lebar pita tidak terbatas.
5. Tegangan offset nol (keluaran akan nol jika masukan nol).
Operasional Amplifier sebenarnya dikembangkan dari
amplifier
differensial yang digunkan untuk membandingkan dua buah sinyal input. Susunan
sirkit amplifier opeasional/operational amplifiers (op-amp) yang ditransistorisasi
menjadikannya sangat cocok untuk integrasis, sehingga tersedia berbagai jenis opamp dalam paket IC. Perhatikanlah op-amp yang terkompensasi secara internal.
Seperti SN 72741 (biasa dikatakan 741) yang dapat dibandingkan dengan
amplifier sederhana bertransistor tunggal seperti pada gambar 2.16.
25
Gambar 2.16 Perbandingan Antara Amplifier Transistor dan Op-Amp.
Kedua amplifier ini memerlukan hanya lima buah sambungan untuk input,
output, dan suplai daya, tetapi op-amp memiliki kelebihan hampir dalam semua
hal. Misalnya, kemampuan dc-nya melebihi 200.000 V, sedangkan amplifier
transistor hanya 100; impedans input-nya 2MΩ, sedangkan amplifier transistor
mendekat 20KΩ, dan impedansi outputnya-nya 100Ω, sedangkan amplifier
transistor mendekati 10 KΩ. Selain itu harga sebuah op-amp IC dapat lebih
menguntungkan.
Hampir semua amplifier memiliki rangkaian input yang terdiri dari
sepasang transistor bipolar dengan bentuk pasangan berekor panjang. Tentu saja
diperlukan arus basis tertentu untuk menjaganya agar tetap terbias. Walaupun
transistor input itu terpasang sangat baik, tidaklah mungkin mencocokannya
dengan sempurna. Oleh karena itu, akan terdapat offset tegangan input dan offset
arus input yang kecil (VIO dan IIO). Sama dengan itu impedansi input diferensial
diantara
basis
–
basis
input
akan
lebih
rendah
daripada
infinitas
(ketidakterbatasan) dan impedansi output amplifier akan lebih besar daripada nol
[2].
2.12.1 Inverting Amplifier
Pada rangkaian inverting amplifier, input non-inverting di-ground-kan
sedangkan input inverting sebagai masukan. Dengan mengasumsikan, bahwa opamp mempunyai open loop gain yang tidak berhingga, maka perbedaan tegangan
antara input inverting dan input non-inverting sama dengan nol (Ed=0). Pada
26
kondisi ini, input inverting disebut virtual ground. Arus yang mengalir pada Ri
adalah VIN/R1 dan arus pada RF adalah VOUT/RF.
Gambar 2.17 Rangkaian Pembalik (Inverting Amplifier)
Penguatan tegangan pada inverting amplifier sama dengan harga resistor
feedback dibagi dengan harga resistor input. Tanda minus menunjukkan adanya
perbedaan fasa antara input dan output [2].
.........................................................................................(2.14)
..........................................................................................(2.15)
Dimana :
Vout = Tegangan keluaran
Vin
= Tegangan masukan
Rf = Tahanan beban
Ri
= Tahanan input
A = Hasil bagi Vout/Vin
2.12.2 Non-Inverting Amplifier
Penguat non-inverting adalah penguat yang keluarannya sefasa dengan
masukannya serta memenuhi hubungan Rf tertentu dengan Ri. Diagram rangkaian
penguat non-inverting dapat dilihat pada gambar 2.18[2].
27
Gambar 2.18 Non-Inverting Amplifier
Apabila diasumsikan tegangan antara tegangan terminal inverting (-) dan
non-inverting (+) adalah 0 volt, berarti tegangan keluarannya sama dengan Vi.
Arus yang mengalir pada Ri sama dengan arus yang mengalir pada Rf, yaitu:
............................................................................................................. (2.16)
.................................................................................... (2.17)
atau
........................................................................................... (2.18)
Dimana :
Vout = Tegangan keluaran
Vin
= Tegangan masukan
Rf = Tahanan beban
Ri
= Tahanan input
I
= Hasil bagi Vi/Ri
28
2.12.3 Integrator
Rangkaian integrator digunakan untuk mencari nilai hasil integrasi dari
sinyal input (Gambar 2.19) [2].
Gambar 2.19 Rangkaian Integrator
Rangkaian integrator memiliki penguatan tegangan sebesar:
Vout=
......................................................................................(2.21)
Bentuk 1/RAC harus sesuai dengan masukan frekuensi minimum yang
diharapkan:
................................................................................................(2.22)
Dimana :
Vout = Tegangan keluaran
Ra = Tahanan input
C = Kapasitor beban
fmm = Frekuensi
2.12.4 Summing Amplifier
Summing amplifier adalah rangkaian yang digunakan untuk menjumlahkan
dua tegangan input atau lebih[2].
29
Gambar 2.20 Rangkaian Summing Amplifier
Rangkaian summing amplifier menjumlahkan dua penguatan tegangan
atau lebih. Penguatan tegangan 1 adalah :
..........................................................................................................................(2.23)
Penguatan tegangan 2 adalah :
......................................................................................................(2.24)
Penguatan tegangan total dari summing amplifier adalah :
..........................................................................................................................(2.25)
Dimana :
Vo = Tegangan keluaran
V1 = Tegangan masukan 1
V2 = Tegangan masukan 2
RB = Tahanan beban
R1 = Tahanan input 1
R2 = Tahanan input 2
2.12.5 Penguat Differensiator
Rangkaian differensiator adalah rangkaian aplikasi dari rumusan matematika
yang dapat dimainkan (dipengaruhi) dari kerja kapasitor [2].
30
Gambar 2.21 Rangkaian Penguat Differentiator
Tegangan Keluarannya adalah :
Vout = -RC dvIn/dt..............................................................................................(2.26)
Dimana :
Vout = Tegangan keluaran
RC = Tahanan beban
C = Kapasitor
Download