analisis struktur, perilaku, kinerja dan daya saing industri elektronika

advertisement
ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA
DAN DAYA SAING
INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA
JOHANNA SARI LUMBAN TOBING
H14104016
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam ilmu ekonomi pembangunan, industrialisasi merupakan salah satu
strategi untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena produkproduk industri memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan
produk-produk di sektor yang lain. Untuk itulah pembangunan industri dapat
dijadikan sebagai alat penggerak perekonomian, karena diharapkan dapat
memecahkan masalah-masalah ekonomi yang mendasar. Penyerapan tenaga kerja,
pemerataan pendapatan dan khususnya pengentasan kemiskinan. Hal inilah yang
menyebabkan negara-negara berkembang seperti Indonesia melakukan strategi
industrialisasi sebagai alat untuk pembangunan ekonomi.
Untuk kondisi Indonesia saat ini, perbaikan ekonomi merupakan salah satu
hal yang sangat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Pertumbuhan di sektor makro dan mikro diharapkan dapat membawa pengaruh yang
positif dalam perbaikan ekonomi. Pada beberapa tahun terakhir, pertumbuhan
ekonomi Indonesia di sektor makro ekonomi menunjukkan peningkatan yang positif.
Meningkatnya kinerja ekonomi makro yang ditandai dengan inflasi rendah, stabilitas
nilai tukar, dan melejitnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 52 persen
pada 2006.
3
Tetapi hal ini tidak diikuti oleh sektor mikro ekonomi, dimana pertumbuhan
sektor riil mengalami kemunduran yaitu terlihat dari penurunan kinerja investasi pada
tahun 2006. Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan
realisasi penanaman modal asing (PMA) pada tahun 2006 turun 49.74 persen
dibanding 2005 menjadi US$ 4.48 miliar, sementara PMDN turun 55.8 persen
menjadi Rp 13.5 triliun. Kondisi ini mencerminkan kelesuan investasi dan dunia
usaha yang semakin jauh dari upaya mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Untuk menciptakan lapangan kerja, sektor riil perlu digerakkan dan investasi perlu
ditingkatkan. Jumlah pengangguran diprediksi meningkat 1 sampai 1.5 juta orang,
dengan asumsi angkatan kerja baru bertambah 2 sampai 2.5 juta sedangkan yang
terserap sekitar satu juta sehingga masih tersisa antara 1 sampai 1.5 juta orang. Dapat
dikatakan secara riil pertumbuhan ekonomi belum terasa. Padahal sektor riil dapat
dijadikan sebagai andalan untuk menghasilkan devisa, mengatasi masalah
pengangguran, kemiskinan, mengurangi ketidakmeratan pendapatan, dan mencegah
kerawanan sosial.
Kurang adanya perbaikan kondisi perekonomian di sektor mikro, salah
satunya dapat disebabkan oleh kebijakan di sektor industri yang dinilai tidak fokus
dan tidak mempunyai tahapan yang jelas sehingga sektor industri bergerak di bawah
performa. Indonesia yang dikenal sebagai pemasok gas dunia, justru industri dalam
negerinya kolaps karena tidak mendapatkan pasokan bahan bakar gas.
Di bidang investasi, Indonesia dihadapkan pada persaingan yang sangat ketat.
Berbagai negara di Asia, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Singapura
berlomba memperbaiki iklim investasi, sementara di Indonesia masih menghadapi
4
masalah yang sama yaitu, lambannya birokrasi dan ketidakpastian hukum. Ada tiga
faktor yang berpotensi menjadi motor penggerak bangkitnya sektor riil pada 2007,
yaitu investasi pemerintah berupa pembangunan infrastruktur, investasi dunia usaha,
dan investasi asing.
Perekonomian Indonesia tidak akan dapat bergerak kearah pertumbuhan yang
tinggi jika tidak diikuti dengan perubahan formasi industri di Indonesia. Pendekatan
yang harus dilakukan terkait dengan perubahan formasi industri adalah pertumbuhan
ekonomi dan pertumbuhan ekspor baik secara langsung maupun tidak langsung.
Salah satu bidang industri yang saat ini dapat diandalkan adalah industri
elektronika. Industri elektronika Indonesia merupakan industri yang strategis untuk
dikembangkan karena memiliki potensi yang besar untuk berkembang di masa yang
akan datang. Menurut Thoha (1996), ada tiga alasan yang mendasari potensi tersebut,
yaitu: merupakan sarana bagi terlaksananya pembangunan secara umum, teknologi
elektronika sangat vital dan strategis bagi kelangsungan hidup bangsa di masa depan,
dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Sebagai salah satu negara
anggota ASEAN, Indonesia dapat memanfaatkan pasar di kawasan ini. ASEAN yang
merupakan satu kesatuan pasar, dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang
tertinggi di dunia dan penduduk sekitar 500 juta orang, diperkirakan sangat ekonomis
untuk mengembangkan jenis industri dengan teknologi canggih tertentu. Jenis
industri yang didorong perkembangannya, antara lain industri telekomunikasi,
industri elektronika yang menunjang informasi dan elektronika, konsumen dan
profesional, termasuk semi konduktor.
5
Selain hal diatas, industri elektronika memiliki potensi nilai ekspor yang
cukup besar. Sejak tahun 1996, beberapa negara di Asia telah memfokuskan
pengembangan industri elektronika pada sektor yang pertumbuhannya tinggi. Untuk
perkembangan ekspornya sendiri, industri elektronika, telematika dan mesin listrik
menyumbangkan ekpor senilai US$ 10738.0 juta pada tahun 2004 dan US$ 12211.3
juta pada tahun 2005. Sementara untuk periode Januari sampai Oktober tahun 2006
senilai US$ 9887.9 juta.
Tabel 1.1 Perkembangan Ekspor Komoditi Utama Non-migas Indonesia periode
2004-2007 (US$ Juta)
No Uraian
2004
1
2005
10738 12211.3 10125.0
2006
9887.9
%
-2.34
2006
5615.36
2007
5950.67
%
5.97
7647.4 8604.1
7297.7
7822.2
7.19
4554.98
4826.78
5.97
3271.1 3111.3
2648.1
2704.9
2.15
1508.40
1619.08
7.34
2064.3 2607.3
2169.7
3031.6
39.72
1707.64
2159.29
26.45
2
3
4
Elektronika,
Telematika
dan Mesin
Listrik
Tekstil dan
Produk
Tekstil
Kayu dan
Barang Dari
Kayu
Besi Baja
dan
Otomotif
2005
Jan-Okt
Jan-Juni
Sumber: Depperin (2008).
Industri elektronika Indonesia sangat bertumpu pada industri elektronika
konsumsi rumah tangga yang nilai pasar ekspornya kecil serta pertumbuhannya
rendah. Pangsa terbesar dari ekspor elektronika Indonesia adalah produk sound
system, TV, recorder, kipas angin, seterika, pompa air serta radio, dimana semuanya
adalah elektronika rumah tangga yang pada umumnya dikonsumsi oleh sebanyak 33
juta keluarga dari masyarakat berpenghasilan rendah. Sementara untuk rumah tangga
6
berpenghasilan menengah keatas, yaitu sebanyak 23 juta keluarga mengkonsumsi
lemari es, mesin cuci, AC, LCD TV, kamera digital dan komputer.
Tingginya kandungan impor dalam bahan baku produk elektronika Indonesia,
yaitu sekitar 80-90 persen merupakan salah satu permasalahan yang belum dapat
diatasi sampai saat ini. Hal ini menunjukkan lemahnya keterkaitan industri ini dengan
industri pendukung lainnya. Selain itu permasalahan struktural lainnya adalah,
kualitas sumber daya manusia yang rendah dan juga rendahnya penguasaan teknologi
yang menyebabkan industri elektronika Indonesia hanya bersifat sebagai perakit saja.
Selain permasalahan struktural di atas, saat ini industri elektronika Indonesia
menghadapi beberapa permasalahan yang memungkinkan untuk menjadi penghalang
dalam pertumbuhan industri ini. Permasalahannya antara lain adalah: tren produk
China yang menunjukkan laju pertumbuhan yang terus meningkat. Hal ini sangat
mengkhawatirkan, karena produk elektronika China ini akan menjadi pemain yang
dominan dalam industri elektronika. Jika hal ini terus dibiarkan, maka industri
elektronika Indonesia akan semakin mengalami penurunan. Menurut Rahmat Gobel,
produk elektronika China yang masuk ke Indonesia bukan dari industri yang
berteknologi tinggi melainkan industri sederhana yang dapat dibuat oleh setingkat
Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia. Hal ini akan mengurangi kesempatan
industri sederhana untuk berkembang. Di pasaran juga ditemukan sekitar 40 persen
produk elektronika yang beredar adalah produk ilegal yang berasal dari black market.
Maraknya produk ilegal ini bisa jadi disebabkan karena tingginya PPnBM (Pajak
Pertambahan nilai atas Barang Mewah). Ekonomi biaya tinggi, pungutan di
pelabuhan, masalah distribusi dan sistem perpajakan. Tingginya tarif
terminal
7
handling charge dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) per dokumen sangat
dikeluhkan para pelaku bisnis elektronika. Infrastrutur yang kurang memadai juga
turut menghambat pertumbuhan dari industri ini. Jalan tol dan jalan raya menuju dan
ke kawasan industri selalu macet. Hal ini mendorong para pelaku bisnis di kawasan
Jabotabek mengusulkan agar dibangun jalur khusus bagi kontainer agar arus masuk
dan distribusi barang semakin cepat ke pelabuhan. Masalah terkosentrasinya industri
di pulau Jawa sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang belum dapat
dipecahkan dengan baik.
Hambatan tidak hanya datang dari dalam negeri. Ekspor produk China yang
sangat kompetitif semakin menguasai pasaran dunia. Begitu juga dengan semakin
berjayanya negara-negara seperti Vietnam, Kamboja, Thailand membuat posisi daya
saing Indonesia semakin terpuruk. Ekspor negara-negara itu semakin gencar ke
Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa.
Melihat banyaknya tantangan yang dihadapi, para pelaku industri elektronika
ini harus meningkatkan daya saing dan kinerja yang lebih baik agar mampu
menghadapi ketatnya kompetisi dari perkembangan industri elektronika dunia.
Sehingga produk elektronika Indonesia dapat menjadi tuan rumah di pasar domestik
dan mampu bersaing di pasaran dunia.
1.2 Perumusan Masalah
Industri elektronika Indonesia merupakan industri yang strategis untuk
dikembangkan karena memiliki potensi yang besar untuk berkembang di masa yang
akan datang. Sebagai salah satu industri yang diunggulkan, industri elektronika dapat
8
memanfaatkan pasar domestik yang cukup besar dan industri ini dapat menjadi tuan
rumah di Indonesia.
Ada tiga jenis industri elektronika yang akan kembangkan di dalam negeri
untuk menjadi industri elektronika unggulan Indonesia di masa depan. Industri yang
dimaksud, pertama industri elektronika komponen, kedua industri berbasis pendingin,
seperti lemari es dan pendingin ruangan (AC) dan pabrik televisi, ketiga peralatan
telekomunikasi berbasis radio seperti telepon wireless dan handphone. Karena
industri ini potensi pasarnya cukup besar di dalam negeri. Kulkas dan AC misalnya
potensi pasarnya cukup besar mengingat Indonesia merupakan negera tropis dan
industri pendukungnya juga sudah ada. Sama halnya dengan televisi, pasarnya bisa
mencapai 2.5 juta unit per tahun dan industri pendukung seperti tabung gambar sudah
ada di dalam negeri. Sedangkan industri peralatan telekomunikasi juga pasarnya
cukup menjanjikan, mengingat Indonesia negara kepulauan yang luas dan
membutuhkan peralatan telekomunikasi banyak. Pasar handphone di Indonesia
setidaknya sudah mencapai 200 ribu unit per bulan. Padahal produsen handphone
internasional biasanya sudah mau berinvestasi bila produksi dan penjualannya
mencapai 10 ribu unit per bulan. Potensi yang besar ini dapat dimanfaatkan untuk
mendorong produsen handphone dunia membuat pabriknya di Indonesia, sehingga
bisa menyerap tenaga kerja baru.
Industri elektronika yang akan dibahas dalam penelitian ini diklasifikasikan
menjadi tiga subsektor berdasarkan International Standard Industrial Classification
(ISIC) 5 dijid, yaitu: ISIC 32100 (subsektor industri komponen), ISIC 32200
(subsektor industri alat komunikasi), ISIC 32300 (subsektor industri televisi dan
9
radio). Masing-masing sub sektor industri elektronika ini memiliki pasarnya masingmasing, dimana setiap pasar memiliki ciri khas dan kinerjanya masing-masing untuk
setiap subsektor industri. Adanya perbedaan pangsa pasar berpengaruh terhadap
struktur pasar. Struktur pasar yang berbeda ini akan memperlihatkan adanya
perbedaan perilaku setiap perusahaan dalam mencapai tujuan. Perbedaan perilaku ini
juga akan mempengaruhi kinerja dari masing-masing pasar.
Dengan melihat banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh industri
elektronika di Indonesia, perlu diciptakan perubahan mekanisme pasar. Dimana
struktur sebuah pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dan akan
mempengaruhi kinerja dari industri itu sendiri. Peningkatan daya saing produk juga
dapat meningkatkan kinerja pasar menjadi lebih baik sehingga akan meningkatkan
nilai tambah industri.
Berdasarkan keterangan diatas, dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini yaitu: bagaimana hubungan struktur industri elektronika akan
berimplikasi terhadap perilaku perusahaan dan kinerja industri elektronika.
1.3 Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis struktur pasar dari industri elektronika di Indonesia sebelum
masa krisis ekonomi dengan sesudah masa krisis ekonomi.
2. Menganalisis perilaku perusahaan dari industri elektronika di Indonesia.
3. Menganalisis kinerja dari industri elektronika di Indonesia sebelum masa
krisis ekonomi dengan sesudah masa krisis ekonomi.
10
4. Menganalisis hubungan antara struktur pasar industri elektronika dan kinerja
industri elektronika di Indonesia.
5. Mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan faktor penentu daya saing
industri elektronika di Indonesia.
1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah industri elektronika Indonesia berdasarkan
kode ISIC 5 dijid yang berkaitan dengan kondisi dasar dari industri, struktur, perilaku
dan kinerja industri elektronika di Indonesia. Populasi data yang digunakan adalah
data yang berasal dari Biro Pusat Statistik (BPS), dan instansi terkait lainnya pada
periode tahun 1995-2005. Keterbatasan dari penelitian ini adalah data yang tersedia di
Biro Pusat Statistik (BPS) hanya sampai pada tahun 2005, dimana analisis perilaku
dan daya saing industri elektronika menggunakan data yang bersifat kualitatif. Selain
itu penelitian ini hanya terbatas pada produksi domestik dan tidak menganalisis
kinerja dan daya saing industri elektronika di pasar internasional.
1.5 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat mampu memberikan gambaran
yang lebih baik mengenai struktur, perilaku, kinerja serta daya saing dari industri
elektronika di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan bagi pemerintah maupun lembaga atau instansi terkait dalam usaha untuk
mengembangkan industri elektronika Indonesia. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan
penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian berikutnya. Sementara
11
untuk peneliti sendiri, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana dalam
mengembangkan intelektualitas.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1
Pengertian Industri
Industri diartikan sebagai sekumpulan perusahaan yang serupa atau
sekelompok dengan produk yang berkaitan erat (Lipsey, et al., 1996). Sementara itu
menurut Dumairy (1996), industri mempunyai dua pengertian. Pertama, industri
merupakan himpunan dari beberapa perusahaan sejenis. Menurut pengertian diatas,
industri elektronika adalah sekelompok perusahaan yang menghasilkan produk
elektronika. Kedua, industri dapat diartikan sebagai sebuah sektor ekonomi dengan
kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang
setengah jadi. Dengan pengolahan yang bersifat masinal, elektrikal, atau bahkan
manual. Sedangkan pengertian dari perusahaan atau usaha industri menurut BPS
(2005) adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, yang
bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi
tertentu, dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan
struktur biaya serta ada seorang atau lebih yang bertanggung jawab atas usaha
tersebut.
Dalam teori ekonomi mikro, industri merupakan kumpulan dari perusahaanperusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang
yang mempunyai sifat saling menggantikan yang sangat erat. Tetapi secara ekonomi
13
makro, industri diartikan sebagai kegiatan ekonomi yang dapat menciptakan nilai
tambah.
Menurut penggolongannya, industri elektronika termasuk dalam jenis industri
pengolahan. Dimana menurut BPS (2002), industri pengolahan adalah suatu kegiatan
ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis,
kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau
barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya
lebih dekat kepada pemakaian akhir. Perusahaan industri pengolahan dibagi dalam
empat golongan sebagaimana dijelaskan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Pengolongan industri pengolahan berdasarkan jumlah tenaga kerja
Golongan Industri
Banyaknya Tenaga Kerja
Besar
≥ 100 orang
Sedang
20-99 orang
Kecil
5-19 orang
Rumah Tangga
1-4 orang
Sumber: BPS (2002).
2.1.2
Kondisi Dasar Industri
Kondisi dasar dari sistem mekanisme pasar terbagi dua, yaitu, pihak pertama
kondisi yang ditentukan oleh sisi penawaran, sedangkan dipihak lain melalui sisi
permintaan. Pada sisi permintaan, faktor-faktor yang berpengaruh adalah: elastisitas,
tingkat pertumbuhan, substitusi, tipe pemasaran, cara pembelian, sifat-sifat siklis dan
musiman. Sedangkan pada sisi penawaran, bahan baku, teknologi ketahanan produk,
14
nilai atau berat, sikap bisnis dan organisasi buruh mempengaruhi kondisi dasar dari
sebuah sistem mekanisme pasar.
Dalam bukunya, Hasibuan (1991), menjelaskan bahwa dalam kondisi dasar
regulasi pemerintah dapat dimasukkan, yang dalam hal ini memiliki dua pengaruh.
Pertama, regulasi merupakan pengaturan, sehingga terjadi konsentrasi yang semakin
tinggi, seperti izin monopoli untuk suatu barang dalam pasar dalam negeri. Kedua,
kalau terjadi deregulasi terhadap mekanisme pasar yang semakin bersaing, maka
struktur pasar tidak terkonsentrasi. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia,
peranan pemerintah semakin jelas pengaruhnya terhadap struktur, perilaku dan
kinerja industri.
Menurut Jaya (1993), ekonomi industri merupakan ilmu yang menjelaskan
mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana pengorganisirannya mempengaruhi
cara kerja pasar industri. Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan
yang secara relatif lebih menekankan pada studi empiris dari faktor-faktor yang
mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja pasar. Struktur pasar menunjukkan
atribut pasar yang mempengaruhi sifat proses persaingan. Unsur-unsur struktur pasar
meliputi: konsentrasi, diferensiasi produk, hambatan masuk ke dalam pasar, struktur
biaya, dan tingkat pengaturan pemerintah.
Banyak pandangan yang muncul berkaitan dengan pendekatan Struktur
Perilaku dan Kinerja ini. Diantaranya:
1. Pandangan Klasik
Menurut pandangan klasik, struktur pasar akan mempengaruhi perilaku pasar
yang kemudian akan berpengaruh terhadap kinerja pasar. Semakin tinggi konsentrasi
15
suatu pasar akan membuat pasar mengarah kepada struktur monopoli. Hal ini akan
mempermudah perusahaan untuk menggunakan kekuasaan pasarnya dalam
menghasilkan keuntungan yang tinggi, sehingga konsumen harus membayar harga
yang tinggi. Persaingan yang kompetitif merupakan struktur pasar yang
menguntungkan bagi konsumen.
2. Pandangan Chicago-UCLA School
Menurut pandangan Chicago-UCLA School, pangsa pasar yang tinggi
menunjukan kepuasan konsumen, bukan bentuk dari kinerja yang buruk. Sementara
keberhasilan perusahaan diukur dengan keuntungan. Tingkat efisiensi suatu
perusahaan merupakan faktor yang menentukan posisi perusahaan di dalam pasar.
Tingkat efisiensi ini diakibatkan oleh penerapan teknologi dan tidak adanya hambatan
masuk pasar. Menurut pandangan ini, sebuah perusahaan yang efisien dan inovatif
dapat menarik konsumen dengan memberikan harga yang lebih rendah atau barang
yang lebih berkualitas sehingga akan meningkatkan keuntungan perusahaan.
3. Pandangan Behaviourist
Pandangan ini menyatakan bahwa perilaku suatu perusahaan merupakan
penyebab yang lebih kuat dibandingkan dengan struktur pasar. Keuntungan monopoli
akan terjadi apabila dua perusahaan bekerja sama, dan jika dua perusahaan
berkompetisi maka sulit untuk memperoleh keuntungan.
4. Pandangan Potential Competition (Contestable Market)
Pandangan ini menjelaskan mengenai model pasar yang diperebutkan
(Contestable market). Perusahaan tidak menemui hambatan dalam keluar masuk
pasar. Yang berarti bahwa pasar dapat diperebutkan secara sempurna, jika ada
16
perusahaan yang masuk kedalam pasar untuk mencari keuntungan tidak mengalami
kerugian jika perusahaan tersebut gagal. Modal yang besar merupakan syarat utama
agar perusahaan dapat menjadi bagian dari pasar yang diperebutkan secara sempurna.
5. Pandangan New Industrial Organization
Pandangan ini memberi perhatian lebih pada peran perilaku, dimana
perusahaan tidak hanya bereaksi dan beradaptasi terhadap kondisi eksternal. Menjaga
lingkungan ekonomi tempat perusahaan berada juga dapat memberikan keuntungan
bagi perusahaan.
Dalam melakukan analisis Ekonomi Industri, ada empat cara untuk
mengamati
kaitan antara struktur, perilaku dan kinerja. Pertama, hanya
memperhatikan secara mendalam dua aspek, yakni kaitan antara struktur dan kinerja
industri, sedangkan aspek perilaku kurang ditekankan. Kedua, pengamatan kinerja
dan perilaku yang kemudian dikaitkan dengan struktur. Ketiga, menelaah kaitan
struktur terhadap perilaku dan kemudian baru diamati kinerjanya. Keempat, kinerja
tidak perlu diamati lagi karena telah dijawab oleh hubungan struktur dan perilakunya.
Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis yang pertama dimana
hanya melihat kaitan antara struktur dan kinerja industri sedangkan aspek perilaku
kurang ditekankan.
2.1.3
Struktur Pasar
Secara sederhana pasar adalah pertemuan antara penjual dan pembeli. Jika
pengertian ini dikaitkan dengan industri, penjual dapat diartikan sebagai individu
17
perusahaan yang ada dalam industri. Sementara pembeli adalah sejumlah individu
yang tergabung sebagai pembeli.
Menurut Jaya (1993), struktur pasar menunjukkan atribut pasar yang
mempengaruhi sifat proses persaingan. Unsur-unsur struktur pasar meliputi:
konsentrasi, diferensiasi produk, hambatan masuk ke dalam pasar, struktur biaya, dan
tingkat pengaturan pemerintah. Struktur pasar juga menggambarkan pangsa pasar dari
perusahaan-perusahaan. Dan untuk memperluas pangsa pasar, suatu perusahaan
menghadapi sejumlah rintangan. Setiap struktur pasar berada di antara monopoli
(pangsa pasar dan hambatan untuk masuk yang tinggi) dan persaingan murni.
Struktur biasanya mempengaruhi perilaku dari perusahaan.
Struktur industri juga berhubungan dengan karakteristik dan pentingnya pasar
tertentu (individual) di dalam ekonomi. Dalam hal ini struktur menggambarkan
lingkungan dimana suatu pasar beroperasi. Kondisi demikian dapat diidentifikasikan
dengan melihat dari sisi penawaran produk, seperti sifat dari perusahaan yang
memproduksi, karakteristik atau jenis biaya produksi dan kemungkinan masuk pasar
(entry), ukuran relatif dan urutan kekuatan pasar para produsen, jenis barang dari
industri dan pendistribusiannya.
Perusahaan dengan tipe monopoli murni seperti Perusahaan Listrik Negara
(PLN) biasanya hanya ada satu perusahaan dimana permintaannya bersifat sangat
inelastis. Sementara perusahaan dominan menguasai sebagian pasar dan tidak ada
pesaing yang kuat.
18
Tabel 2.2 Karakteristik Pasar
No
1
Struktur
Pasar
Kondisi
Utama
Monopoli
Pangsa
Murni
pasarnya 100
Indeks HH
(HirscmanHerfindhal)
HHI=1
Hambatan Efisiensi
Masuk
Jumlah
Produsen
Sangat
Kurang
Satu
tinggi
baik
perusahaan
Tinggi
Kurang
Banyak
persen
2
Perusahaan
Pangsa
yang
pasarnya 50
dominan
sampai 100
0.25<HHI<1
Baik
persen tanpa
adanya
pesaing kuat
0.01<HHI<0.18 Tinggi
3
Oligopoli
Gabungan 4
¾ Oligopoli
perusahaan
Ketat
yang memiliki
pangsa pasar
60-100 persen.
Kesepakatan
untuk
menentukan
harga relatif
mudah
Kurang
Baik
Sedikit
19
Gabungan 4
¾ Oligopoli
Longgar
Banyak
perusahaan
yang memiliki
pangsa pasar
sekitar 40
persen.
Kesepakatan
dalam
menentukan
harga
sebenarnya
tidak mungkin
dilakukan
Banyak
4
Persaingan
pesaing yang
Monopolistik
efektif, tidak
0.01<HHI<0.1
Rendah
Cukup
Banyak
Baik
satu pun yang
memiliki
pangsa pasar
lebih dari 10
persen
5
Persaingan
Lebih dari 50
Murni
pesaing,
dimana tidak
HHI<0.01
Sangat
Rendah
Baik
Sangat
Banyak
20
satu pun yang
memiliki
pangsa pasar
yang berarti
Sumber : Jaya (1993) dan Hasibuan (1991).
Oligopoli ketat merupakan kondisi dimana empat perusahaan terbesar
memiliki pangsa gabungan lebih dari 60 persen, dimana permintaannya adalah
bersifat inelastis dan adanya kerjasama dalam penentuan harga (berkolusi). Oligopoli
yang longgar merupakan kombinasi empat perusahaan yang memiliki pangsa
dibawah 40 persen dan kecil kemungkinan untuk menentukan harga melalui
penetapan harga. Permintaanya bersifat elastis sehingga setiap perusahaan mendorong
harga turun sampai mendekati tingkat biaya. Persaingan monopolistik merupakan
tingkatan monopoli yang paling rendah, dimana pada tingkatan ini terdapat banyak
pesaing yang memiliki kekuatan pasar yang kecil. Sementara untuk struktur
persaingan murni terdapat banyak pesaing dan tidak satu pun mempunyai pengaruh
terhadap pasar keseluruhan.
a. Pangsa Pasar (market share)
Pasar secara sederhana adalah pertemuan antara penjual dan pembeli. Secara
nyata, pasar adalah lokasi terjadinya transaksi jual-beli. Menurut David Hyman
(1996), pasar adalah pengaturan dimana pembeli dan penjual bertemu atau
berkomunikasi untuk memperdagangkan barang dan jasa. Ini merupakan cara dari
para pembeli dan penjual dalam melakukan bisnis bersama-sama. Sementara pangsa
pasar dalam kegiatan bisnis merupakan tujuan atau motivasi perusahaan. Pangsa
21
pasar yang besar biasanya mencerminkan kekuatan pasar, dan sebaliknya. Peranan
pangsa, seperti halnya elemen struktur yang lain, adalah sebagai sumber keuntungan
bagi perusahaan. Pangsa pasar mengukur rasio hasil penjualan suatu perusahaan
dengan total penjualan dalam industri. Rasio ini menjelaskan posisi setiap perusahaan
dalam kontribusinya terhadap output total industri.
Setiap perusahaan memiliki pangsa pasar tertentu. Pangsa pasar ini
menunjukkan kekuatan pasar yang dimiliki keuntungan dari penjualan produknya.
Makin tinggi kekuatan pasar maka keuntungan yang diperoleh akan semakin besar.
Besarnya pangsa pasar berkisar antar 0-100 persen dari total penjualan seluruh pasar.
Suatu perusahaan dengan pangsa pasar 100 persen memiliki kekuatan
monopoli. Dengan pangsa pasar yang dimilikinya perusahaan memiliki keleluasaan
untuk menetukan harga produk dan keputusan tentang pemasaran barang dan jasa.
Suatu perusahaan dikatakan dominan bila perusahaan tersebut menguasai 40 persen
pangsa pasar. Sementara pangsa pasar terbesar lainnya kurang dari separuh
perusahaan dominan, semakin dekat perusahaan itu untuk menjadi perusahaan
monopoli murni. Jika pangsa pasar terbesar berkisar antara 20-50 persen, maka
kekuatan pasar yang terjadi adalah oligopoli. Kesepakatan diantara perusahaan
terbesar dapat terjadi sehingga dapat bertindak layaknya monopolis sejati.
Akhirnya jika pangsa pasar terbesar dibawah 20 persen dan kombinasi
pemusatan empat perusahaan dibawah 40 persen menunjukkan kekuatan kekuatan
pasar yang relatif kecil. Hal ini berdampak pada munculnya berbagai bentuk
persaingan. Meskipun terdapat hambatan masuk, namun kondisi tersebut cenderung
22
membentuk pasar persaingan murni. Walaupun dalam derajat yang rendah,
persaingan dapat membawa alokasi sumber daya ekonomi yang relative lebih efisien.
b. Konsentrasi
Konsentrasi merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan
oligopoli dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kombinasi
pangsa pasar membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar. Penerimaan rata-rata
industri yang terkonsentrasi akan lebih tinggi daripada penerimaan dari jenis industri
yang kurang terkonsentrasi.
Konsentrasi dapat dihitung dengan menggunakan metode Rasio Konsentrasi
Empat Perusahaan Terbesar (CR4) dan Indeks Hirschman-Herfindhal (HHI). CR4
memerlukan data mengenai ukuran pasar secara keseluruhan dan ukuran perusahaan
yang memimpin pasar, sedangkan HHI merupakan penjumlahan kuadrat pangsa pasar
semua perusahaan dalam suatu industri.
CR 4 dirumuskan sebagai berikut :
CR4 =
Total jumlah 4 perusahaan terbesar
Total penjualan industri
(2.1)
Nilai CR4 yang dihasilkan antar 0-1. Semakin besar nilai CR4 yang dihasilkan maka
struktur pasar semakin monopoli, sebaliknya jika nilainya semakin kecil maka
persaingan mendekati sempurna.
Peningkatan konsentrasi bisa disebabkan karena perluasan yang terjadi pada
establishment dan berkurangnya jumlah perusahaan. Menurut Jaya (1993), semakin
meningkatnya konsentrasi rasio tetapi jumlah perusahaan naik, berarti skala
establishment dalam perusahaan yang masuk lebih banyak berskala sedang dan kecil.
23
c. Hambatan untuk Masuk (Barrier to entry)
Pesaing yang potensial adalah perusahaan-perusahaan diluar pasar yang
mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya.
Hambatan untuk masuk pasar merupakan segala sesuatu yang memungkinkan
terjadinya penurunan kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru. Hal ini
dapat berupa hak paten, hak mineral, dan franchise.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai hambatan untuk masuk
pasar, yaitu:
ƒ
Hambatan-hambatan yang timbul dalam kombinasi pasar yang mendasar,
tidak hanya dalam bentuk perangkat yang legal ataupun dalam bentuk
kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat.
ƒ
Hambatan dalam kegiatan, mulai dari tanpa hambatan sama sekali (free
entry), hambatan rendah sedang sampai tingkat tinggi dimana tidak ada lagi
jalan untuk masuk.
ƒ
Hambatan merupakan sesuatu yang kompleks, yang masih diperdebatkan oleh
para ahli ekonomi.
2.1.4
Perilaku Pasar
Jika pasar berstruktur persaingan sempurna maka penetapan harga akan
berlangsung secara alamiah. Perilaku pasar seperti penetapan harga, strategi produksi,
kolusi dan penawaran vertikal umumnya terjadi pada pasar oligopoli.
24
a. Penetapan Harga
Interdependensi (saling ketergantungan), antara satu pesaing dengan pesaing
lain yang saling mempengaruhi satu sama lain merupakan konsep dasar dari
oligopoli. Kecenderungan utama pada pasar oligopoli adalah adanya persamaan harga
dan ciri-ciri produk yang sama pada semua perusahaan. Pada pasar oligopoli,
perusahaan mengawasi pesaingnya. Harga yang ditetapkan harus berada jauh diatas
biaya yang dikeluarkan agar dapat memperoleh keuntungan. Menurut Burgess dalam
Hasibuan (1989), ada tiga kemungkinan perusahaan dalam menentukan harga, yaitu:
menyepakati harga jual yang sama dengan pesaingnya, menetukan harga yang rendah
agar dapat mematikan pesaingnya, kemudian memperlambat laju pemunculan produk
baru jika terdapat derajat diferensiasi.
b. Strategi Produk, Promosi dan Distribusi
Menurut Jaya (1993), suatu perusahaan tidak dapat bertahan hidup tanpa
menciptakan produk yang baru. Produk yang sebelumnya dihasilkan akan menjadi
semakin dewasa dan pada suatu saat nanti akan mengalami penurunan sehingga layak
untuk digantikan. Produk baru menuntut sebuah perkenalan yang sukses serta
partisipasi aktif seluruh jajaran manajemen perusahaan agar produk baru tersebut
sukses di pasar.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pasar seperti kondisi
perekonomian, sosial politik dan teknologi harus selalu diperhatikan.
Dalam menyiapkan produk baru, diperlukan adanya strategi-strategi khusus.
Selain itu adanya pemeriksaan khusus secara berkala terhadap produk yang
diciptakan akan memberikan dimana posisi produk tersebut berada dalam siklus
produk. Adapun siklus suatu produk dibagi menjadi empat, yaitu: Pertama, fase
25
perkenalan dimana pada fase produk masih mencari jati diri di pasar. Fase ini
memerlukan riset dan pengembangan serta modifikasi produk yang disesuikan
dengan pasar. Kedua, fase pertumbuhan dimana pada fase ini desain produk sudah
dapat dikatakan mulai stabil dan diperlukan penentuan kapasitas produksi dimasa
yang akan datang. Ketiga, fase kedewasaan. Dalam fase ini dilakukan inovasi-inovasi
dalam mempertahankan pangsa pasar. Keempat, fase penurunan dimana pada fase ini
para pengambil keputusan harus mengambil langkah tegas terhadap produk-produk
yang telah mencapai tahap akhir dari siklus.
Tabel 2.3 Karakteristik pada Daur Hidup Suatu Produk
Siklus
Kategori
Penjualan
Laba
Arus Kas
Pelanggan
Pesaing
Biaya
Pemasaran
Harga
Desain Produk
Pengenalan Pertumbuhan
Kedewasaan
Penurunan
Rendah
Kecil
Naik cepat
Tinggi
Naik perlahan
Menurun
Negatif
Coba-coba
Sedikit
Tinggi
Sedang
Masal
Bertumbuh
Tinggi
mulai
menurun
Rendah
Disempurnakan
Tinggi
Masal
Banyak
Merosot
Menurun
Rendah atau
nol
Rendah
Berkurang
Berkurang
Rendah
Paling Rendah
Diferensiasi
Mulai naik
Rasionalisasi
Tinggi
Dasar
Sumber : Jaya (1993).
Sementara untuk penjualannya sendiri ada beberapa strategi yang dilakukan
oleh perusahaan. Mengadakan obral secara besar-besaran di akhir tahun atau
memberikan diskon. Selain itu adanya promosi berupa iklan-iklan juga dilakukan
perusahaan dalam memasarkan produknya. Usahan peningkatan penjualan bersifat
informasi dan persuasif. Karena bersifat informasi iklan mempunyai keuntungan
sosial marginal yang sama dengan biayanya. Informasi juga mampu menambah
26
pengetahuan kepada konsumen terkait dengan produk apa saja yang tersedia dan
kegunaanya. Sementara dalam hal distribusi, perusahaan perlu untuk membangun
jaringan dengan pengecer ataupun dealer-dealer sehingga distribusi yang memadai
dapat tercapai.
2.1.5
Kinerja
Kinerja secara sederhana dapat diartikan sebagai nilai yang dihasilkan dari
perilaku pasar. Kinerja menggambarkan hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur
dan perilaku industri. Kinerja sering dikaitkan dengan
keuntungan, efisiensi,
pertumbuhan, kesempatan kerja. Efisiensi menunjukkan seberapa baik perusahaan
tersebut mengelola sumber daya dan memenuhi kepuasan konsumen. Efisiensi-X
berarti biaya pada tingkat minimum yang memungkinkan untuk dicapai. Hal ini
menunjukkan
bahwa
perusahaan
dikelola
dengan
baik.
Efisiensi
alokasi
menggambarkan alokasi sumberdaya ekonomi dalam berproduksi sehingga dapat
menaikkan output. Sementara efisiensi dinamis disebabkan oleh adanya perubahan
teknologi.
Keuntungan atau laba secara sederhana diartikan sebagai nilai penjualan
dikurangi dengan nilai pengorbanan untuk membuat suatu barang. Secara akuntansi,
keuntungan atau laba adalah kelebihan penghasilan dari ongkos-ongkos yang
dikeluarkan perusahaan. Secara matematis dirumuskan sebagai (R-C); dimana R
adalah Revenue atau penghasilan dan C adalah Cost atau komponen ongkos produksi
pada satuan waktu tertentu. Secara neraca nasional, keuntungan atau laba adalah
bagian nilai tambah atau pendapatan yang diciptakan oleh perusahaan.
27
Tingkat pertumbuhan industri tergantung pada pertumbuhan keuntungan,
tingkat pertumbuhan perusahaan atau pertumbuhan tenaga kerja.
Menurut Jaya (1993), tujuan kinerja ada 4, yaitu:
¾ Efisiensi dalam pengalokasian sumber daya.
¾ Kemajuan teknologi dan penggunaannya.
¾ Keseimbangan dalam distribusi.
¾ Dimensi lain berupa kebebasan individu dalam memilih, keamanan
dari bahaya yang mengancam dan keanekaragaman budaya yang ada.
2.1.6
Daya Saing
Daya saing atau competitiveness secara sederhana dapat diartikan sebagai
produktivitas. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995), daya saing berarti
kemampuan untuk melakukan sesuatu atau melakukan tindakan dalam merebut pasar.
Keunggulan bersaing suatu perusahaan menurut Porter (1995), bergantung
pada tingkat sumber daya relatif yang dimilikinya. Keunggulan bersaing yang
dimaksud antara lain, tersedianya peranan sumber daya. Persaingan dalam hal ini
kompetisi dapat meningkatkan level suatu produk yang berarti akan meningkatkan
daya saing dari produk itu sendiri. Peningkatan produktivitas atau tingkat output yang
dihasilkan untuk setiap unit yang digunakan dapat berupa peningkatan jumlah input
fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan
peningkatan teknologi (total faktor produktivity).
Penentu daya saing nasional (Porter’s diamond) menurut Michael E. Porter
ditunjukkan dalam bagan dibawah ini:
28
Peran
Kesempatan
Strategi perusahaan,
struktur dan persaingan
Kondisi faktor
Kondisi permintaan
Industri terkait dan industri
pendukung
Peran
Pemerintah
Gambar 2.1 Penentu Daya Saing Nasional (Porter’s Diamond)
Adapun komponen dari penentu daya saing nasional ini adalah sebagai berikut:
1. Kondisi faktor
Kondisi faktor merupakan faktor endomen yang dimiliki oleh suatu negara
untuk mengembangkan industrinya. Kondisi faktor ini merupakan salah satu
komponen daya saing yang sangat basis dan penting. Kondisi faktor dapat berupa
sumber daya alam, tenaga kerja yang terampil, atau infrastruktur yang baik.
2. Kondisi permintaan
Kondisi permintaan ini biasanya mengandalkan permintaan dari dalam negeri.
Jumlah penduduk yang besar di suatu negara dapat menyebabkan permintaan akan
barang dalam jumlah yang besar. Tetapi selain memiliki daya beli yang tinggi,
konsumen yang ada juga harus bersifat sophisticated, sehingga produk yang
dihasilkan dapat menjadi lebih baik.
29
3. Industri terkait dan industri pendukung
Untuk mengembangkan industri perlu dibangun keterkaitan antar industri.
Baik industri pemasok ataupun industri terkait lainnya. Hal ini dapat meningkatkan
nilai tambah dari industri tersebut.
4. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan
Dalam hal ini pemerintah berperan dalam mengatur bagaimana perusahaan
diciptakan, diatur dan dikelola, sebagaimana juga sifat dari persaingan domestik.
Pemerintah juga berperan dalam membuat regulasi yang dapat menunjang
pembangunan industri yang memiliki daya saing.
Selain keempat komponen penentu daya saing diatas, ada 2 faktor lain yang
akan mempengaruhi interaksi antara tiap komponen, yaitu: peran kesempatan dan
peran pemerintah. Peran kesempatan merupakan faktor yang berada diluar kendali
perusahaan atau pemerintah. Tetapi kondisi ini dapat mempengaruhi peningkatan
ataupun penurunan daya saing industri baik secara domestik maupun secara global.
Salah satu diantaranya adalah faktor yang berpengaruh pada biaya produksi yang
tidak berlanjut seperti perubahan harga minyak dan energi, perubahan kurs mata
uang, dan lain-lain. Selain itu kondisi sosial politik dalam suatu negara juga dapat
mempengaruhi daya saing industri. Peran pemerintah merupakan faktor yang dapat
memepengaruhi kondisi industri yang sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah.
Dalam melakukan peran ini pemerintah dapat melakukan beberapa regulasi yang
diharapkan mampu untuk meningkatkan daya saing industri.
30
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri telah
banyak dilakukan. Penelitian yang sudah pernah dilakukan antara lain:
1. Penelitian mengenai “Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Rokok
Kretek di Indonesia” pada tahun 2004, yang meneliti hubungan antara struktur
pasar dan kinerja industri rokok kretek di Indonesia. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa struktur pasar dari industri rokok kretek adalah oligopoli
ketat. Sementara hasil analisis hubungan struktur dan kinerja, variabel bebas
yang memiliki pengaruh terhadap tingkat keuntungan (PCM) adalah tingkat
konsentrasi (CR4), efisiensi internal (X-eff), dan skala ekonomis (MES).
Variabel utilitas kapasitas produksi (CU) tidak berpengaruh terhadap PCM.
Variabel yang memiliki hubungan yang positif
adalah CR4 dan X-eff,
sedangkan variabel MES memiliki hubungan negatif dan tingkat keuntungan.
2. Penelitian tentang struktur, perilaku dan kinerja industri elektronik pasca
deregulasi penanaman modal asing tahun 2005. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa industri elektronik pra dan pasca deregulasi penanaman
modal asing cenderung memiliki struktur pasar yang bersifat oligopoli.
3. Penelitian mengenai analisis struktur , kinerja dan kluster industri elektronika
Indonesia tahun 1990-1999. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, struktur pasar yang ada bersifat oligopoli. Kontribusi nilai tambah
indusri elektronika terhadap total industri manufaktur selama tahun 19901999 hanya mengalami kenaikan sebesar 2,41 persen.
31
Penelitian yang saat ini akan dilakukan adalah mendukung penelitian yang
sebelumnya. Dimana data terakhir yang dipakai pada penelitian terdahulu adalah
tahun 2002. Sehingga penelitian ini melanjutkan penelitian yang telah ada. Selain itu
penelitian ini akan membahas tentang daya saing dari industri elektronika di
Indonesia yang belum disinggung dalam penelitian terdahulu.
2.3 Kerangka Pemikiran
Globalisasi ekonomi yang telah terjadi saat ini menuntut suatu negara
termasuk
Indonesia
untuk
mampu
memperkuat
perekonomiannya.
Adanya
industrialisasi di Indonesia diharapkan mampu mengurangi ketergantungan terhadap
impor dan mampu memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara yaitu melalui
ekspor.
Salah satu sektor industri yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah
industri elektronika. Industri ini memiliki potensi ekspor yang besar dan mampu
menyerap tenaga kerja.
Dalam upaya peningkatan untuk meingkatkan potensi yang dimiliki, industri
elektronika menghadapi beberapa permasalahan yang mendasar. Permasalahan yang
dihadapi antara lain: Pertama, adanya ketergantungan bahan baku impor yang
mengakibatkan tingginya biaya produksi karena adanya fluktuasi nilai tukar.
Ketidakstabilan nilai tukar ini secara langsung menjadi hambatan bagi perusahaan
baru untuk masuk industri karena tingginya resiko yang akan dihadapi. Kedua,
masuknya produk dumping dan ilegal di pasar. Hal ini secara langsung akan
menurunkan pangsa pasar dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan lokal karena
32
harga dari produk dumping dan ilegal tersebut lebih rendah dibandingkan harga dari
produk elektronika lokal.
Industri elektronika di Indonesia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
industri elektronika yang dibagi atas tiga sub sektor berdasarkan standar klasifikasi
internasional (ISIC), yaitu: subsektor industri komponen, subsektor industri alat
komunikasi, dan subsektor televisi dan radio. Masing-masing sub sektor industri
elektronika ini memiliki pasarnya masing-masing, dimana setiap pasar memiliki ciri
khas masing-masing untuk setiap sub sektor industri.
Kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan dalam diagram alir (flow
chart) berikut ini:
33
Industrialisasi
Industri
elektronika
ISIC 32100
ISIC 32200
ISIC 32300
Daya Saing
Industri
Perilaku
Perusahaan
Struktur
Pasar
Kinerja
Industri
Analisis
Perilaku
Analisis
Struktur
Pasar
Analisis
Kinerja
• Penetapan
harga
• Strategi produk
• Strategi
promosi
dan
distribusi
CR4
• Kontribusi
terhadap industri
manufaktur
• Pertumbuhan
Analisis
Daya Saing
Porter’s
Diamond
Keunggulan
dan
kelemahan
faktor penentu
daya saing
Hubungan Struktur dan Kinerja
industri
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran dari Analisis Struktur, Perilaku, Kinerja dan Daya
Saing Industri Elektronika di Indonesia
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
data time series dari tahun 1995 sampai tahun 2005. Data tersebut diperoleh dari
Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Perindustrian (Depperin), perpustakaan
Institut Pertanian Bogor (IPB) dan instansi-instansi terkait lainnya. Data ini
menggunakan sistem penggolongan industri yang disebut dengan nama International
Standard Industrial Classification (ISIC). Data yang digunakan adalah rasio
konsentrasi, nilai output, nilai tambah, nilai input atau biaya antara dan jumlah tenaga
kerja.
3.2 Metode Analisis
Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis yang bersifat deskriptif dengan menggunakan kerangka analisis Stucture,
Conduct, Performence (SCP) untuk meneliti struktur, perilaku dan kinerja industri
elektronika di Indonesia. Sedangkan daya saing akan dianalisis menggunakan analisis
Porter’s Diamond. Berdasarkan penggolongan industri dengan sistem ISIC maka
pada penelitian ini akan membagi sektor industri elektronika dalam 3 subsektor, yaitu
ISIC 32100 (subsektor industri komponen), ISIC 32200 (subsektor industri alat
komunikasi), ISIC 32300 (subsektor industri televisi dan radio).
35
3.2.1
Analisis Struktur Pasar
Struktur pasar industri elektronika dapat dilihat dengan menghitung rasio
konsentrasi empat perusahaan besar (CR4). CR4 menunjukkan pangsa pasar 4
perusahaan terbesar dari suatu industri tertentu
CR4 dirumuskan sebagai berikut:
CR4 =
4
∑ Si
i=1
(3.1)
Dimana :
CR4= rasio konsentrasi 4 perusahaan terbesar
Si= pangsa pasar perusahaan ke-i
Si =
Xi
k
∑ Xi
i=1
(3.2)
dimana :
Xi = Pangsa pasar,
k = jumlah pemain dalam pasar
Xi = output atau nilai tambah dari perusahaan ke-i
Secara sederhana pangsa pasar dapat diperoleh dengan membagi jumlah output yang
dihasilkan perusahaan ke-i dengan jumlah output yang dihasilkan dalam suatu
industri.
Nilai CR4 menunjukkan bentuk struktur pasar industri elektronika di
Indonesia. Semakin besar angka persentasenya (mendekati 100 persen) maka struktur
pasarnya adalah monopoli. Jika mendekati lebih besar dari 60 persen struktur
36
pasarnya adalah oligopoli, dan bila mendekati nol persen maka struktur pasarnya
adalah pasar persaingan sempurna.
Hambatan perusahaan baru untuk masuk kedalam pasar atau industri juga
dapat digunakan untuk mengukur struktur pasar. Hambatan untuk pasar dapat
diproksi dari kekuatan perusahaan terbesar dalam menguasai pasar, sehingga
menghalangi pesaing potensial yang mempunyai kemungkinan untuk masuk pasar
dan menjadi pesaing baru.
3.2.2
Analisis Perilaku Industri
Analisis perilaku industri elektronika di Indonesia yang akan diteliti adalah
strategi harga, produk, promosi dan distribusi. Untuk menganalisis perilaku industri
ini tidak menggunakan data yang bersifat kuantitatif, sehingga analisis perilaku ini
hanya bersifat kualitatif.
3.2.3
Analisis Kinerja Industri
Analisis kinerja industri elektronika akan mengamati kontribusi industri
elektronika terhadap penyerapan tenaga kerja, nilai tambah, output dan jumlah
perusahaan. Keuntungan yang diperoleh, produktivitas dan efisiensi.
Nilai tambah yang digunakan adalah hasil keuntungan perusahaan setelah
dikurangi dengan biaya input termasuk biaya yang dikeluarkan untuk gaji pekerja,
biaya bahan bahan baku dan lain-lain. Nilai tambah dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Nilai Tambah = Nilai Output – Nilai Input
(3.3)
37
Efisiensi menunjukkan kemampuan dari perusahaan dalam industri untuk
menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Efisiensi yang dihitung dalam hal
ini adalah efisiensi internal (efisiensi-X) yang menggambarkan suatu indutri dikelola
dengan baik. Pengukuran efisiensi dapat dilakukan dengan menghitung rasio nilai
tambah dengan nilai input, yang dirumuskan sebagai berikut:
Efisiensi =
3.2.4
Nilai Tambah Industri
Nilai Input Industri
X 100%
(3.4)
Analisis Daya Saing Industri Elektronika di Indonesia
Dalam analisis daya saing industri ini akan dilihat bagaimana hubungan dari
faktor-faktor penentu daya saing, yaitu: kondisi faktor, kondisi permintaan, industri
terkait dan industri pendukung serta strategi perusahaan, struktur dan persaingan
dalam mempengaruhi industri elektronika di Indonesia. Dalam menganalisa daya
saing industri ini akan menggunakan analisa secara kualitatif. Penelitian ini akan
melihat bagaimana secara umum kaitan antara faktor-faktor penentu daya saing dari
industri elektronika di Indonesia.
Dalam analisis ini akan dapat dilihat bagaimana keunggulan dan kelemahan
dari masing-masing faktor penentu daya saing dari kerangka porter’s diamond.
Keunggulan akan ditunjukkan dengan lambang (+), sementara untuk kelemahan akan
ditunjukkan dengan lambang (-). Untuk keterkaitan antar faktor akan dilihat dari
interaksi masing-masing faktor penentu daya saing. Keterkaitan yang saling
38
mendukung akan ditunjukkan dengan garis merah dan keterkaitan yang tidak saling
mendulung akan ditunjukkan dengan garis biru.
39
BAB IV
GAMBARAN UMUM INDUSTRI
4.1 Sejarah Perkembangan Industri Elektronika di Indonesia
Industri elektronika di Indonesia dimulai pada tahun 1950-an, dimana pada
masa itu industri elektronika komponen skala usahanya masih berupa operasi
perakitan dengan memproduksi transistor radio. Pada masa ini telah berdiri pabrik
radio Philip di Bandung dan Surabaya, dimana kedua pabrik ini merupakan
peninggalan dari Belanda. Kemudian pabrik radio Philip di Surabaya berubah
menjadi pabrik bola lampu. Tahun 1956 didirikan PT Radio Mfg. Co yang
memproduksi radio merk Tjawang. Kemudian industri ini semakin berkembang
dimana pada awal tahun 1960 skala operasinya mulai pada perakitan unit-unit televisi
hitam-putih (B/W) di bawah merk perusahaan lokal. Pada saat itulah mulai didirikan
service center, yang tujuannya memenuhi permintaan konsumen akan layanan pasca
pembelian. Pada tahun 1960-an, industri elektronika di Indonesia masih berskala
kecil dan sedang dan belum adanya turut campur pihak asing. Industri elektronika
masih bergerak di bidang reparasi dan perakitan. Hal ini yang menyebabkan
pemerintah masih harus terus mengimpor produk-produk elektronika. Kondisi ini
jugalah yang mendorong pemerintah membuat kebijakan substitusi impor.
Melalui kebijakan ini pemerintah mulai mendorong industri elektronika untuk
mampu memproduksi kebutuhan di dalam negeri. Selama periode tahun 1970-1985,
telah terjadi pertumbuhan produksi pada sektor industri, yang disebabkan oleh
pertumbuhan ekenomi dan pembangunan infrastruktur. Pada tahun 1970-an mulai
40
tercipta kerjasama antara perusahaan Jepang dan perusahaan lokal dengan berdirinya
perusahaan-perusahaan seperti National, Sanyo, dan Sharp. Sementara itu perusahaan
seperti Fairchild MNC, Grundig dan Philips merupakan perusahaan asing milik
Eropa. Hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi pemerintah karena mampu
menghasilkan investasi asing dalam bentuk perusahaan modal asing. Perusahaanperusahaan inilah yang pada akhirnya menjadi produsen terbesar dari produk
elektronika di Indonesia. Hal ini juga diikuti dengan terbentuknya perusahaan lokal
yang berskala besar yang masih terbatas pada operasi perakitan dengan desain dan
komponen yang berasal dari perusahaan asing atau pemegang lisensi.
Sampai tahun 1973 telah berdiri 15 perusahaan aktif baik sebagai Agen
Tunggal Pemegang Merek (ATPM) maupun yang memproduksi dengan merek lokal.
Perusahaan ATPM yang saat itu telah berdiri antara lain, seperti PT Yasonta yang
merakit televisi dengan merek Sharp dari Jepang, PT Sanyo Industries Indonesia yang
merakit radio, televisi dan alat-alat rumah tangga dengan merek Sanyo dari Jepang;
PT National Gobel yang merakit radio, televisi dan alat-alat rumah tangga dengan
merek National dari Jepang. PT Asia Electronics Corp. yang merakit radio dan
televisi merek Grundig dari Jerman. Sedangkan yang memproduksi merek lokal
adalah seperti PT Galindra Electric Ltd. yang juga merakit radio, televisi, tape
recorder dengan merek Galindra; PT Telesonic, dan sebagainya. Sampai tahun 1985
jumlah perusahaan elektronika bertambah menjadi sekitar 58 perusahaan dengan
berbagai merek produksi. Sampai tahun 1973 produk yang dihasilkan masih terbatas
pada radio, televisi, dan tape recorder. Setelah tahun 1973 jenis produk yang
dihasilkan mulai merambah kepada alat-alat listrik rumah tangga.
41
Dengan berdirinya perusahaan-perusahaan multinasional ini telah mengurangi
ketergantungan dari produk-produk elektronika impor. Untuk memperkuat posisi
perusahaan-perusahaan tadi, pemerintah mengeluarkan kebijakan "larangan impor".
Pada awal tahun 1970-an impor televisi dan radio dalam keadaan CBU (Completely
Built Up) dilarang. Dari sisi struktur produksi, sebetulnya perusahaan-perusahaan
elektronika tadi sebagian besar melakukan perakitan dengan sebagian besar
komponen diimpor dari luar negeri. Bagi perusahaan ATPM, mereka mengimpor
komponennya dari pemilik merek. Produk bermerek lokalpun mendapatkan sebagian
besar komponennya dari luar negeri. Dengan demikian industri elektronika kita
merupakan industri perakitan yang mempunyai kapabilitas produksi dengan
modifikasi sederhana. Hanya beberapa perusahaan yang memiliki kapasitas
modifikasi mendasar (major change capability) dan kemampuan rekayasa atau
desain. Boleh dikatakan belum ada yang dapat melakukan inovasi.
Babak baru perkembangan industri elektronika dimulai tahun 1985. Diawali
dengan berbagai deregulasi yang dilancarkan pemerintah. Para investor dari Jepang,
Korea dan Taiwan mulai berdatangan. Produk-produk bermerek Korea dan Taiwan
seperti Samsung, Goldstar dan sebagainya mulai muncul dipasaran. Tahun 1990,
pemerintah semakin memberikan perhatian terhadap sektor industri, termasuk juga
kepada sektor industri elektronika. Hal ini memberikan dampak yang positif dimana
telah mampu memicu pertumbuhan elektronika didalam negeri yang terlihat dari
penurunan impor produk akhir sebesar 20-40 persen. Seiring dengan penurunan
impor, ekspor elektronika ini pun mulai meningkat. Pesatnya perkembangan ekspor
elektronika mulai terlihat tahun 1991. Saat itu, realisasi dari perusahaan-perusahaan
42
Jepang, terutama yang bertujuan ekspor, memang sudah mulai nampak sejak tahun
1985. Saat itu terjadi apresiasi mata uang Yen. Menurut data dari Departemen
Perindustrian, pada tahun 1992 ekspor perusahaan PMA mencapai 80% dari total
ekspor sektor elektronika nasional.
4.2 Potensi Industri Elektronika Didalam Negeri
Berdasarkan sejarah perkembangan industri, sektor industri elektronika dapat
disebut sebagai salah satu sektor industri yang memberikan kontribusi yang positif
dalam membangun perekonomian Indonesia. Peranan industri elektronika ini dapat
dilihat berdasarkan pertumbuhan jumlah unit usaha baik berupa perusahaan modal
asing ataupun perusahaan modal dalam negeri. Kontribusi industri ini juga tidak
terlepas dari penyerapan tenaga kerja dan kenaikan ekspor yang semua ini berdampak
pada pertumbuhan ekonomi yang positif.
4.2.1
Perkembangan Ekspor
Tahun 1987, nilai ekspor hanya mencapai US$ 59 juta, sedangkan tahun 1992
melonjak menjadi US$ 865 juta dan tahun 1993 menjadi US$ 1.2 miliar. Tahun
1994, nilai ekspor industri elektronika mencapai sekitar US$ 2.2 miliar.
Dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekspor elektronika menunjukkan angka
yang positif dimana industri ini tumbuh sebesar 83.34% pada tahun 1994. Dengan
melihat perkembangan dari industri elektronika ini pemerintah menetapkan sektor
elektronika sebagai salah satu dari enam industri andalan ekspor nasional.
43
Tabel. 4.1 Perkembangan Ekpor Industri Elektronika
Tahun
Nilai Ekspor (US$ Juta)
1987
1992
1993
1994
1995
1996
59
865
1200
2200
2241
2964
Sumber: BPS (1996) dan Depperindag (1994).
Pertumbuhan (%)
─
1366.1
38.72
83.34
1.86
32.26
Pada tahun 1995 kenaikan nilai ekspor tidak begitu signifikan. Hal ini terlihat
pada pertumbuhan ekspor tahun 1994 sampai tahun 1995 hanya 1.86 persen.
Sementara nilai ekspor elektronika Januari sampai November 1996 meningkat hingga
32.26 persen, dibandingkan dengan nilai ekspor periode yang sama 1995. Dimana
pada tahun 1995 nilai ekspornya hanya mencapai US$ 2.241 miliar, sedangkan tahun
1996 menjadi US$ 2.964 miliar. Kontribusi terbesar dari nilai ekspor tersebut selama
tahun 1996 berasal dari pesawat pengirim atau penerima dan bagian-bagiannya yang
naik 160.59 persen dari US$ 151.9 juta menjadi US$ 395.7 juta. Kemudian mesin
pengolah data dari US$ 387.8 juta menjadi US$ 620.1 juta. Kemudian instrumen dan
komponen dari US$ 203.2 juta menjadi US$ 266.5 juta.
4.2.2
Perkembangan Produksi
Secara nasional, perekonomian Indonesia memang membaik pada akhir tahun
1980-an. Situasi itu rupanya berdampak pada perkembangan industri elektronika.
Pertumbuhan produksi elektronika pada tahun 1990 sampai tahun 1992 mencapai
65% per tahun. Tingkat pertumbuhan pada tahun 1987 sampai tahun 1989 baru
mencapai 36.4%. Tetapi yang tidak berubah adalah pangsa produksi yang masih
44
didominasi elektronika konsumsi. Pertumbuhan tinggi yang terjadi sejak tahun 1991
juga disebabkan peningkatan permintaan pasar internasional yang dapat dilihat dari
peningkatan nilai ekspor yang cukup tinggi. Jika dilihat dari segi produksi, dari tahun
1985 sampai tahun 1996 telah terjadi peningkatan produksi yang positif, dimana pada
tahun 1985 produksi domestik telah mencapai US$ 416.89 juta dan pada tahun 1996
produksi domestik mencapai US$ 3546.50 juta.
Tabel 4.2 Perkembangan Produksi Domestik Industri Elektronika (US$ Juta)
Kategori
1985
1990
1992
1996
Elektronika konsumsi
224.89
313.37
864.24
1595.00
Elektronika bisnis dan komunikasi
87.80
207.11
463.37
1111.50
Elektronika komponen
104.20
120.79
425.55
840.00
total
416.89
641.27
1753.16
3546.50
Sumber: Sarana Informatika Industri dalam Indonesian Electronic Industri (1996).
Sementara untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri, elektronika
bisnis dan komunikasi serta elektronika komponen masih harus mengimpor dari luar
negeri. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.2.2.2 , dimana nilai barang yang dikonsumsi
masih lebih besar daripada yang diproduksi oleh produsen domestik. Lain halnya
dengan elektronika konsumsi yang sudah mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri
dan telah ikut berkontribusi sebagai salah satu komoditi ekspor yang dapat
diandalkan.
Tabel 4.3 Perkembangan Konsumsi Domestik Dari Produk Industri Elektronika
(US$ Juta)
Kategori
1985
1990
1992
1996
elektronika konsumsi
269.67
365.93
689.76
891.56
elektronika bisnis dan komunikasi
248.71
996.45
1336.84
2603.37
elektronika komponen
177.45
600.51
1119.99
1399.07
total
695.83
1962.89
3146.59
4894.00
Sumber: Sarana Informatika Industri dalam Indonesian Electronic Industri (1996).
45
4.2.3
Investasi
Perkembangan industri elektronika ini tidak lepas dari keberpihakan
pemerintah pada dunia usaha. Pada tahun 1994, pemerintah melalui Peraturan
Pemerintah No.20 Tahun 1994 membuka kesempatan bagi investor untuk
mengembangkan investasi di dalam negeri. Dengan adanya peraturan ini telah
meningkatkan investasi di sektor industri elektronika, dimana pada tahun 1994 telah
terdapat investasi sebesar US$ 309.55 miliar dan pada tahun 1996 telah meningkat
menjadi US$ 433.30 miliar.
Tahun 1997 saat terjadi kemerosotan ekonomi, pemerintah melakukan
deregulasi di sektor elektronika salah satunya melalui Peraturan Pemerintah No.83
tahun 2001 tentang kepemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam
rangka penanaman modal asing. Kesempatan yang lebih luas menjadi terbuka dengan
adanya deregulasi ini.
Setidaknya ada lima perusahaan besar industri elektronika pada tahun 1998
menancapkan kakinya di negeri ini, dengan total investasi US$ 1.021 juta, dan
menyerap tenaga kerja 37.489 orang. Mereka adalah Sony, Sanyo, LG, Matsushita,
dan Epson. Saat ini subsektor semi konduktor dirajai oleh Singapura, Thailand,
Filipina, dan Malaysia. Tetapi, untuk subsektor consumer electronic Indonesia unggul
dibandingkan negara-negara di ASEAN bahkan di Asia, yaitu mencapai 53 persen
dari seluruh produk elektronikanya, sedangkan negara Asia lainnya berkisar 4 hingga
44 persen. Pendirian perusahaan-perusahaan modal asing di Indonesia yang semakin
besar menandakan adanya keberpihakan pemerintah dalam upaya untuk meningkatan
peranan industri dalam membangun perekonomian Indonesia.
46
4.3 Peranan Industri Elektronika Dalam Perekonomian Indonesia
Industri elektronika merupakan salah satu industri yang diprioritaskan
pengembangannya dan termasuk penyumbang devisa terbesar dalam bidang industri.
Hal ini ditunjukan oleh tingginya nilai ekspor tahun 2005 sebesar US$ 7,65 milyar,
dimana sekitar 11,5 % dari total ekspor Indonesia. Setengah dari nilai ekspor
elektronika berasal dari 6 perusahaan merek global yaitu Panasonic, Sanyo, LG,
Samsung, Toshiba dan Sharp. PT. LG telah mendapat Penghargaan Primaniarta dari
Presiden RI atas prestasi ekspornya yang melebihi US$ 1 milyar. Setelah pemerintah
melalui Departemen Perindustrian memfasilitasi perbaikan jalan yang rusak menuju
pabrik. Untuk memenuhi permintaan pasar ekspor dan dalam negeri industri
elektronika nasional telah mengarahkan pada produk yang berbasis digital seperti TV
LCD/Plasma. Industri elektronika konsumsi berkembang cukup pesat sementara
industri komponen belum berkembang sebagaimana yang diharapkan, untuk itu
sedang dikaji kemampuan industri komponen lokal yang dapat memenuhi kebutuhan
industri elektronika konsumsi dalam negeri. Pada saat ini komponen elektronika
seperti LCD, Cell Phone, driver komputer, semi konduktor sudah diproduksi di
dalam negeri khususnya di Pulau Batam.
Pada tahun 2006 nilai investasi di industri elektronika di tanah air mencapai
Rp 481 miliar, naik dibandingkan dengan nilai investasi pada tahun 2005 yang
mencapai Rp 359 miliar. Jumlah tenaga kerja yang terlibat di industri elektronika
pada tahun 2006 mencapai 235.000 orang dan berhasil meraih devisa ekspor US$ 6,9
miliar.
47
Untuk tahun 2007, terdapat sekitar 235 perusahaan dengan nilai investasi
sebesar US$ 481 juta, menyerap tenaga kerja sebanyak 235 ribu orang. Penyumbang
terbesar dari ekspor elektronika tersebut adalah perusahaan-perusahaan multinasional
dari Jepang dan Korea seperti Panasonic, Sanyo, LG, Samsung, Toshiba dan Sharp.
Panasonic Manufacturing Indonesia telah dijadikan basis produksi untuk kulkas satu
pintu di ASEAN sedangkan LG Indonesia telah dijadikan basis produksi untuk
kulkas, khususnya untuk mengisi pasar Eropa dan Rusia dengan pangsa pasar 38
persen yang bernilai US$ 455 juta. Untuk wilayah Asia, Timur Tengah dan Afrika
masing-masing memiliki peranan ekspor sekitar 36 persen yang bernilai US$ 430
juta. Panasonic Gobel Manufacturing pada tahun 2007 telah melakukan perluasan
pabrik baterai Lithium dengan tambahan nilai investasi sebesar US$ 14 juta.
Perusahaan ini mengekspor 45 persen kebutuhan dunia baterai Lithium. Dalam
rangka mempersiapkan Indonesia menghadapi Electric and Electrical Equipment
Mutual Recognition Agreement (EEEMRA) pada awal tahun 2010, telah difasilitasi
pembentukan lab uji komponen elektronika di Batam serta telah disusun 6 SNI
produk elektronika meliputi audio video, kipas angin, kulkas, TV, mesin cuci dan
pompa dan pada tahun 2008 akan ditingkatkan menjadi SNI wajib.
Tahun 2007 diawali dengan perluasan pabrik baterai itu maka total nilai
investasi yang telah ditanamkan PT PGBI (PT Panasonic Gobel Battery Indonesia) di
industri baterai hingga saat ini telah mencapai US$ 40 juta. Hal itu menunjukkan
kepercayaan pihak prinsipal dari Jepang kepada PT PGBI makin meningkat,
sekaligus menunjukkan adanya peningkatan kualitas dan kuantitas baterai yang
diproduksi PT PGBI.
48
4.4 Permasalahan Yang Dihadapi Industri Elektronika Di Indonesia
Dalam
perkembangannya,
industri
elektronika
menghadapi
banyak
permasalahan. Baik permasalahan internal ataupun permasalahan eksternal.
A. Permasalahan Internal
•
Kandungan bahan baku impor yang tinggi. Hal ini menyebabkan industri
elektronika menjadi sangat sensitif terhadap perubahan nilai tukar mata uang
domestik.
•
Belum mampunya industri komponen dalam memenuhi kebutuhan komponen
di dalam negeri.
•
Lemahnya keterkaitan industri elektronika dengan industri pendukung.
•
Rendahnya penguasaan teknologiyang menyebabkan industri elektronika di
Indonesia hanya bersifat sebagai perakit.
•
Kualitas sumberdaya manusia yang masih relatif rendah.
B. Permasalahan Eksternal
•
Maraknya produk elektronika China yang beredar di pasar. Produk China
yang beredar di pasar antara lain televisi, mesin cuci, kipas angin dan lain-lain
memberikan diskon dan harga yang murah. Para pedagang tak segan-segan
membanting harga jual. Hal ini menyebabkan komoditi sejenis di Indonesia
akan mengalami pertumbuhan yang lamban. Dengan kata lain produk China
yang masuk ke Indonesia dapat menjadi pemain dominan untuk beberapa
produk tertentu.
•
Semakin meningkatnya peredaran produk ilegal yang berasal dari pasar gelap.
49
•
Besarnya PPnBM (Pajak Pertambahan nilai atas Barang Mewah).
•
Ekonomi biaya tinggi, pungutan di pelabuhan termasuk tingginya tarif
terminal handling charge, masalah distribusi dan sistem perpajakan.
•
Infrastruktur yang masih kurang memadai, diantaranya jalan-jalan yang rusak
dan menyebabkan kemacetan sehingga proses distribusi berjalan terhambat.
50
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Struktur Pasar Industri Elektronika di Indonesia.
Dalam penelitian ini, penghitungan rasio konsentrasi untuk melihat struktur
pasar industri elektronika dilakukan dengan menghitung Rasio Konsentrasi empat
perusahaan terbesar (CR4). Hasil penghitungan rasio konsentrasi pasar industri
elektronika di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.1. Selama periode tahun 1995
sampai tahun 2005, rata-rata nilai CR4 dari industri elektronika adalah sebesar 65.75
persen. Dengan melihat nilai dari CR4 tersebut, industri elektronika digolongkan
memiliki struktur pasar oligopoli ketat, dimana empat perusahaan terbesar menguasai
lebih dari 60 persen rasio konsentrasi dari industri elektronika secara keseluruhan.
Tabel 5.1 CR4 Industri Elektronika Berdasarkan Kode ISIC dan Jumlah
Perusahaan dari Tahun 1995-2005 di Indonesia
Sub Sektor
Berdasarkan
ISIC
Tahun
1995 1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Rata2
41.79
110
33.97 41.38 64.46 43.87 41.94 51.87 56.74
123
172
131
110
131
83
106
45.09 23.95 36.46
146
158
131
43.78
94.95
15
94.08 95.81 95.86 85.68 90.63 91.27 81.97
20
16
15
15
15
16
16
94.92 86.17 96.00
17
15
11
91.58
66.14
51
74.03 65.98 40.25 43.75 48.81 70.30 65.89
45
76
108
81
43
46
56
69.96 68.37 67.44
43
46
49
61.90
67.63
Total
Jlh
Perusahaan 176
67.36 67.73 66.86 57.77 60.46 71.15 68.20
69.99 59.50 66.63
65.75
195
206
32100
Jlh
Perusahaan
32200
Jlh
Perusahaan
32300
Jlh
Perusahaan
Rata2
233
227
234
227
141
167
219
191
Sumber : Diolah dari data BPS tahun 1995-2005.
Keterangan: ISIC 32100 = Subsektor industri komponen.
ISIC 32200 = Subsektor industri alat komunikasi.
ISIC 32300 = Subsektor industri televisi, radio dan alat rekam gambar dan
suara.
51
Pada tahun 1995 rata-rata CR4 industri elektronika secara keseluruhan ialah
67.63 persen, dan pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 1 persen menjadi
66.63 persen. Hal ini menunjukkan bahwa selama periode tahun 1995 sampai 2005
terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang masuk. Pada tabel 5.1.1 dapat dilihat
bahwa jumlah perusahaan pada tahun 1995 adalah sebanyak 176 unit perusahaan,
sementara pada tahun 2005 naik menjadi 191 perusahaan.
Dari ketiga subsektor industri elektronika, subsektor industri komponen
merupakan subsektor yang memiliki rasio konsentrasi yang paling kecil jika
dibandingkan dengan subsektor industri elektronika lainnya. Rasio konsentrasi pada
tahun 1995 adalah sebesar 41.79 persen dan pada tahun 2005 mengalami penurunan
menjadi 36.46 persen. Penurunan rasio konsentrasi ini disebabkan oleh adanya
kenaikan jumlah perusahaan yang masuk dalam industri sebesar 21 perusahaan. Jika
dilihat dari rata-rata nilai CR4 selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005 yaitu
sebesar 43.78 persen, subsektor industri ini memiliki struktur pasar oligopoli longgar
karena rata-rata nilai CR4 nya berkisar 40 persen.
Sementara itu subsektor industri alat komunikasi memiliki rasio konsentrasi
yang paling besar. Dimana pada periode tahun 1995 sampai tahun 2005, rata-rata
rasio konsentrasinya adalah 91.58 persen. Melihat angka rasio konsentrasi yang
dimiliki oleh subsektor ini dapat disimpulkan bahwa struktur pasar dari subsektor
industri alat komunikasi adalah oligopoli ketat. Pada tahun 2004, konsentrasi
subsektor ini mengalami penurunan sekitar 8.75 persen dari konsentrasi rasio tahun
2003 menjadi 86.17 persen. Penurunan konsentrasi rasio ini diikuti juga dengan
52
penurunan jumlah perusahaan dari 17 perusahaan menjadi 15 perusahaan. Secara
teori, seharusnya penurunan rasio konsentrasi disebabkan oleh adanya pesaing baru
yang masuk dalam suatu pasar atau industri. Tetapi dalam hal ini penurunan
konsentrasi ini diikuti juga dengan adanya penurunan jumlah perusahaan. Hal ini
berarti bahwa perusahaan yang keluar adalah perusahaan dengan skala usaha kecil
dimana kapasitas produksinya lebih kecil daripada perluasan output. Jadi penurunan
konsentrasi ini lebih disebabkan karena adanya penurunan output oleh perusahaan
besar. Sementara itu, untuk periode waktu sebelum dan sesudah krisis ekonomi yaitu
tahun 1997, tidak terjadi perubahan yang signifikan pada subsektor ini. Penambahan
4 perusahaan yang masuk industri menyebabkan kenaikan konsentrasi rasio sebesar
0.05 persen. Terjadi kenaikan rasio konsentrasi karena perusahaan yang masuk ke
dalam industri adalah perusahaan dengan skala usaha kecil.
Untuk industri subsektor televisi, radio, alat rekam suara dan gambar, rasio
konsentrasinya rata-rata 61.90 persen. Pada tahun 1998 terjadi penurunan konsentrasi
rasio sebesar 25.73 persen. Hal ini dikarenakan adanya kenaikan jumlah perusahaan
dari 45 perusahaan menjadi 131 perusahaan. Tetapi pada tahun 1999 terjadi kenaikan
rasio konsentrasi menjadi 43.75 dengan jumlah perusahaan sebesar 108 perusahaan.
Kenaikan rasio konsentrasi ini disebabkan karena terjadinya penurunan jumlah
perusahaan. Jika dibandingkan antara tahun 1995 dengan tahun 2005, tidak terjadi
perubahan yang signifikan baik pada rasio konsentrasi maupun pada jumlah
perusahaan. Rasio konsentrasi tahun 1995 adalah sebesar 66.14 persen dengan 51
perusahaan. Sementara pada tahun 2005 rasio konsentrasi naik menjadi 67.44 dengan
49 perusahaan. Kenaikan rasio konsentrasi ini disebabkan karena berkurangnya
53
jumlah perusahaan dalam industri. Menurut tipenya, struktur pasar industri subsektor
televisi, radio, alat rekam suara dan merupakan pasar oligopoli dengan rata-rata
konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar sebesar 61.90 persen.
1 2 0. 00
1 00. 00
8 0. 00
I S I C 3 2 1 00
CR4
6 0. 00
I S I C 3 2 2 00
I S I C 3 2 3 00
4 0. 00
2 0. 00
0. 00
1 995
1 996
1 997
1 998
1 999
2 000
2 001
2 002
2 003
2 004
2 005
tahun
Gambar 5.1 Grafik Rasio Konsentrasi Industri Elektronika Di Indonesia Dari
Tahun 1995-2005
Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005.
Jika dilihat dari gambar 5.1.1 diatas, rasio konsentrasi setiap subsektor
industri setiap tahun selalu berubah naik dan turun. Jika dilihat besarnya rasio
konsentrasi per subsektor industri terdapat kondisi dimana pada satu periode waktu
tertentu nilai rasio konsentrasi yang tertinggi ataupun rasio konsentrasi yang terendah.
Pada tahun 1998, subsektor industri komponen dengan kode ISIC 32100 mengalami
kenaikan nilai rasio konsentrasi sebesar 23.08 persen. Pada tahun inilah selama
periode waktu pengamatan yaitu dari tahun 1995 sampai tahun 2005 nilai CR4
terbesar dari subsektor industri ini. Kenaikan nilai CR4 pada tahun 1998 ini jika
54
dihubungkan dengan gambar 5.2 dibawah ini dapat terlihat bahwa pada tahun 1998
telah terjadi penurunan jumlah perusahaan dalam subsektor industri ini yaitu
sebanyak 95 perusahaan. Penurunan jumlah pesaing dalam suatu industri dapat
menjadi penyebab terjadinya kenaikan rasio konsentrasi pada pasar tersebut.
Sementara itu, pada tahun 2004 nilai CR4 untuk subsektor industri komponen
mengalami nilai terendah yaitu sebesar 23.95 persen. Hal ini ditandai dengan naiknya
jumlah perusahaan yang masuk dalam pasar. Ini menandakan bahwa hambatan untuk
masuk pasar semakin berkurang.
Hambatan masuk ke dalam suatu industri bukan hanya disebabkan oleh
adanya peraturan pemerintah atau adanya hak paten, tetapi hambatan dapat berupa
besarnya nilai investasi yang dibutuhkan dalam pembentukan atau pendirian
perusahaan baru. Untuk dapat meningkatkan skala usaha juga dibutuhkan modal yang
cukup besar. Apalagi industri elektronika ini termasuk industri yang membutuhkan
pengembangan teknologi dan kualitas sumber daya manusia yang ahli di bidang
elektronika. Selain itu, yang menjadi permasalahan dalam pengembangan industri
elektronika ini secara keseluruhan adalah besarnya kandungan impor dalam bahan
bakunya. Hal ini menyebabkan industri ini sangat sensitif terhadap perubahan nilai
tukar yang tidak menentu. Ketidaksatbilan nilai tukar ini jugalah yang menyebabkan
besarnya resiko dalam pengembangan industri ini.
Tren naik dan turun juga dialami oleh subsektor industri televisi, radio, alat
rekam suara dan gambar. Pada tahun 1998 tepatnya pasca krisis ekonomi tahun 1997,
subsektor ini mengalami penurunan rasio konsentrasi dan mencapai titik terendah
selama periode waktu tahun 1995 sampai tahun 2005. Hal ini dapat dikarenakan oleh
55
2 faktor, yaitu: Pertama, karena krisis ekonomi pada tahun 1997 menyebabkan nilai
tukar Rupiah sangat terpuruk. Hal ini menyebabkan besarnya ongkos biaya produksi
karena ketergantungan terhadap bahan baku impor. Meningkatnya biaya produksi ini
menyebabkan perusahaan tidak mampu lagi memproduksi output melebihi atau
bahkan menyamai produksi pada saat sebelum krisis ekonomi. Kedua, jika dilihat di
gambar 5.2 dibawah ini, pada tahun 1998 terjadi kenaikan jumlah perusahaan
sebanyak 86 perusahaan dari tahun 1997. Besarnya kenaikan jumlah perusahaan yang
masuk dalam industri ini secara langsung akan menyebabkan penurunan rasio
konsentrasi pasar. Namun perusahaan yang masuk dalam industri ini dapat
digolongkan sebagai perusahaan dengan skala usaha yang kecil.
jumlah perusahaan
2 00
1 80
1 60
1 40
1 20
I S I C 3 2 1 00
I S I C 3 2 2 00
I S I C 3 2 3 00
1 00
80
60
40
20
0
1 995
1 996
1 997
1 998
1 999
2 000
2 001
2 002
2 003
2 004
2 005
tahun
Gambar 5.2 Perkembangan Jumlah Perusahan Industri Elektronika Di
Indonesia Dari Tahun 1995-2005
Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005
Sementara itu untuk subsektor industri alat komunikasi yang nilai rasio
konsentrasinya yang paling besar yaitu rata-rata pada periode 1995-2005 sebesar
56
91.58 persen, tren perkembangannya juga tidak mengalami kenaikan atau penurunan
yang signifikan. Jika dilihat dari gambar 5.1, tren perkembangan rasio konsentrasinya
tidak begitu berfluktuatif. Hal ini juga senada dengan tren perkembangan jumlah
perusahaannya yang dapat dilihat pada gambar 5.2. Pada tahun 2002 terjadi
penurunan rasio konsentrasi sebesar 9.3 persen dari tahun 2001. sementara jumlah
perusahaan yang berada didalam industri tetap selama 3 tahun berturut-turut dari
tahun 2000-2002. Penurunan rasio konsentrasi disebabkan oleh penurunan output
yang diproduksi oleh perusahaan terbesar dan meningkatnya output perusahaan
terbesar kedua, ketiga dan keempat. Penurunan output perusahaan terbesar ini
menunjukkan adanya perubahan pangsa pasar yang dimiliki perusahaan tersebut. Hal
ini berarti perusahaan-perusahaan yang lain telah mampu meningkatkan skala
produksinya.
5.2 Analisis Perilaku Industri Elektronika di Indonesia
Setiap perusahaan memiliki tujuan yang ingin dicapai. Untuk mencapai tujuan
dari perusahaan ini, setiap perusahaan juga memiliki perilaku dengan maksud untuk
mendukung tujuan yang ingin dicapai tadi. Perilaku pada industri elektronika ini akan
dilihat dari sisi penetapan harga, strategi produk dan strategi promosi juga distribusi.
5.2.1
Penetapan Harga
Dengan struktur pasar yang bersifat oligopoli ketat menunjukkan adanya
perbedaan antara perusahaan besar dengan perusahaan kecil. Hal ini akan mendorong
perusahaan-perusahaan terbesar dalam industri ini untuk cenderung menetapkan
57
harga yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga dari perusahaan yang skala
usahanya lebih kecil.
Selain itu, dengan struktur pasar oligopoli ketat dimana ada empat perusahaan
yang memiliki pangsa pasar lebih dari 60 persen mengakibatkan perusahaan tersebut
melakukan kerjasama dalam hal penentuan harga.
Perusahaan dengan skala usaha besar dan telah memiliki merk yang terkenal
tidak bersedia untuk mengurangi harga karena perusahaan tidak dapat mengurangi
kualitas barang yang diproduksi karena harus menurunkan ongkos produksi.
Sementara bagi konsumen adanya jaminan merk dari perusahaan besar
mengakibatkan konsumen tidak keberatan dalam membeli produk dari perusahaan
ternama meskipun harga yang ditawarkan lebih tinggi dibandingkan dengan harga
dari produk perusahaan yang kurang ternama. Merk ini menjadi jaminan kualitas bagi
konsumen dalam membeli produk dari perusahaan besar dan sudah terkenal.
5.2.2
Strategi produk
Perusahaan yang bergerak dalam industri elektronika berusaha untuk tetap
menyediakan produk dari produk yang biasa sampai pada produk canggih. Untuk
mampu bertahan dalam industri ini setiap perusahaan harus mampu untuk selalu
mengembangkan teknologi dan inovasi, karena teknologi dan inovasi merupakan
salah satu faktor yang sangat menentukan bagi kelangsungan usaha dalam industri
elektronika ini. Banyaknya pesaing dalam pasar ini mengakibatkan banyak
perusahaan yang selalu berusaha dalam menciptakan produk baru. Setiap perusahaan
harus mampu menciptakan suatu produk yang unik dan berbeda dari yang lain.
58
Perkembangan produk dari industri ini sangat pesat. Adanya globalisasi menjadikan
setiap orang ingin selalu meng up-date teknologi terbaru. Apalagi dengan
perkembangan dari komunikasi dan informasi yang sangat pesat. Contohnya saja
pada telepon seluler yang saat ini sangat berkembang. Perusahaan sering sekali
mengeluarkan produk terbaru. Setiap perusahaan juga berusaha mencari keunggulan
tersendiri dari para pesaingnya. Awalnya telepon selular hanya berfungsi sebagai alat
untuk menerima dan melakukan panggilan telepon. Namun sekarang ini, telepon
selular diciptakan memiliki multi fungsi. Alat ini sekarang telah dikembangkan
sebagai alat multi media diantaranya dapat menjadi pemutar musik, alat perekam juga
sebagai kamera.
Selain itu, untuk industri televisi, radio, alat-alat rekam gambar dan suara juga
terlihat selalu melakukan pengembangan terhadap produknya. Televisi contohnya
pada saat ini sudah sangat berkembang. Dari awalnya hanya berupa televisi hitam
putih menjadi televisi berwarna, kemudian menjadi layar datar hingga akhirnya
menjadi LCD. Selain itu saat ini telah ada televisi yang dapat dipakai sebagai radio.
Sementara itu, untuk alat putar video. Perkembangannya juga sangat pesat saat ini.
Dari awalnya pemutar gambar yang klasik berkembang menjadi Video CD (VCD),
sampai saat ini menjadi DVD.
Untuk industri komponen, tabung dan katup elektronika juga dituntut untuk
selalu mengembangkan produknya sesuai dengan perkembangan pasar. Terutama saat
ini dengan adanya isu pemanasan global, alat-alat elektronika yang dipakai oleh umat
manusia diharapkan memiliki teknologi yang ramah lingkungan.
59
Berbagai strategi dilakukan perusahaan untuk dapat mempertahankan atau
bahkan meningkatkan pangsa pasarnya. Strategi ini dilakukan perusahaan dalam
rangka meningkatkan pangsa pasar dan untuk mengantisipasi pesaing baru dalam
pasar masuk. Sudah pasti pengembangan produk ini memerlukan biaya yang lebih
besar, karena memerlukan suatu penelitian dan pengembangan yang berlangsung
secara kontinu. Hal ini mengakibatkan perusahaan-perusahaan besarlah yang
biasanya mampu untuk selalu menciptakan suatu produk-produk terbaru.
5.2.3
Strategi Promosi dan Distribusi
Promosi merupakan salah satu cara yang digunakan perusahaan dalam
memperkenalkan produknya kepada konsumen. Banyak perusahaan elektronika
memakai iklan baik di media cetak maupun media elektronika sebagai alat untuk
mempromosikan produk mereka. Para produsen dari produk elektronika beradu
dalam mempromosikan produknya.
Untuk peluncuran produk terbaru, ada beberapa perusahaan yang membuat
acara peluncuran produk di televisi. Hal ini dimaksudkan untuk memperkenalkan
produk terbaru kepada konsumen. Bukan hanya di televisi, peluncuran produk juga
sering dilakukan di tempat-tempat umum, seperti mall.
Selain melalui iklan, perusahaan juga memberikan diskon ataupun potongan
harga dari produk yang dihasilkan untuk menarik minat dari konsumen agar
menggunakan produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut.
Sementara dari sisi pendistribusiannya, para produsen ini menyediakan
banyak agen-agen penjualan yang menyebar sehingga mudah untuk dijangkau oleh
60
konsumen. Bukan hanya agen di toko-toko saja, banyak produsen yang menugaskan
agen-agen langsung kepada konsumen. Cara pembayaran secara kredit yang
dilakukan oleh produsen elektronika yang bekerja sama dengan lembaga keuangan
seperti bank juga mampu menarik konsumen. Hal ini jelas terlihat dengan pesatnya
perkembangan dari Electronic City. Kemudahan pembayaran ini juga merupakan
salah satu strategi yang dilakukan oleh perusahan.
Selain promosi dan distribusi, perusahaan juga menyediakan layanan pasca
beli bagi konsumen. Pengadaan garansi juga menjadi faktor yang sangat penting
dalam pemasaran suatu produk. Untuk itu sangat diperlukaan adanya layanan service
center untuk mampu mengatasi keluhan konsumen.
5.3 Analisis Kinerja Industri Elektronika di Indonesia
Kinerja industri elektronika dapat dilihat dari kontribusi yang diberikan oleh
industri ini terhadap industri manufaktur, pertumbuhan industri elektronika, efisiensi
dan keuntungan yang diperoleh industri elektronika.
5.3.1
Kontribusi Industri Elektronika terhadap Total Industri Manufaktur di
Indonesia.
Salah satu komponen kinerja yang dipakai dalam menganalisa kinerja industri
elektronika di Indonesia adalah kontribusi yang diberikan oleh industri elektronika
terhadap total industri manufaktur. Sumbangan industri elektronika di Indonesia
terhadap total industri manufaktur pada tahun 1995 sampai tahun 2005 dapat dilihat
pada tabel 5.2.
61
Secara umum, kontribusi industri elektronika terhadap industri manufaktur
yaitu kontribusi output, nilai tambah, jumlah perusahaan dan tenaga kerja mengalami
kenaikan dari tahun 1995 hingga tahun 1998. Tetapi jika dibandingkan dari tahun
1998 hingga tahun 2005 mengalami penurunan. Output dan nilai tambah tahun 1998
mengalami kenaikan sebesar 4.04 persen dan 3.3 persen dari tahun 1995 dan tahun
2005 mengalami penurunan sebesar 3.15 persen dan 0.79 persen dari tahun 1998.
Tabel 5.2 Kontribusi Industri Elektronika Terhadap Industri Manufaktur
Indonesia (persen)
No
Kategori
Tahun
1995
1998
2005
1
Output
1.72
5.76
2.61
2
Nilai Tambah
1.40
4.70
3.91
3
Jumlah Perusahaan
0.82
1.06
0.92
4
Tenaga Kerja
1.29
2.89
3.31
Sumber: Diolah dari data BPS, 1995-2005.
Untuk kontribusi
jumlah perusahaan dan tenaga kerja tahun 1998 juga
mengalami kenaikan sebesar 0.24 persen dan 1.6 persen. Tahun 2005 kontribusi
jumlah perusahaan mengalami penurunan sebesar 0.14 persen dari tahun 1998 tetapi
kontribusi tenaga kerja mengalami kenaikan sebesar 0.42 persen dari tahun 1998.
¾ Kontribusi Output Industri Elektronika Terhadap Industri Manufaktur
di Indonesia.
Besarnya kontribusi output industri elektronika terhadap industri manufaktur
pada periode tahun 1995 sampai tahun 2005 dapat dilihat pada lampiran tabel 1, yaitu
sebesar 1.63 persen. Pada tahun 1995 kontribusi output industri elektronika terhadap
62
industri manufaktur adalah sebesar 1.19 persen. Sedangkan tahun 2005 kontribusi
industri elektronika turun menjadi 0.86 persen. Pada saat sebelum krisis ekonomi
yaitu pada tahun 1996 kontribusi output yang diberikan oleh industri elektronika
adalah sebesar 1.31 persen. Pada saat krisis ekonomi yaitu pada tahun 1997
kontribusi outputnya justru naik menjadi 1.89 persen, dan tahun 1998 kontribusinya
menjadi
1.92.
Hal
ini
menandakan
bahwa
industri
elektronika
mampu
mempertahankan kapasitas produksinya bahkan mampu menaikkan kapasitas
produksi sehingga kontribusi output industri ini mampu mengalami peningkatan.
Kontribusi output industri elektronika terbesar selama periode tahun 1995 sampai
tahun 2005 adalah pada tahun 2004 yaitu sebesar 2.61 persen. Sementara kontribusi
output yang paling rendah terjadi pada tahun 2005.
5 . 0000
4 . 5 000
4 . 0000
3 . 5 000
3 . 0000
PERSENTASE
I S I C 3 2 1 00
I S I C 3 2 2 00
I S I C 3 2 3 00
2 . 5 000
2 . 0000
1 . 5 000
1 . 0000
0. 5 000
1 995
1 996
1 997
1 998
1 999
2 000
2 001
2 002
2 003
2 004
2 005
TAHUN
Gambar 5.3 Tren Perkembangan Kontribusi Output Industri Elektronika
terhadap Industri Manufaktur Indonesia, Tahun 1995-2005
Sumber: Diolah dari data BPS, 1995-2005.
63
Rata-rata kontribusi output industri elektronika terhadap industri manufaktur
paling besar disumbangkan oleh subsektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman
suara dan gambar dengan kode ISIC 32300 yaitu sebesar 2.36 persen. Jika dilihat dari
gambar 5.3.1.1, kontribusi output subsektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman
suara dan gambar paling tinggi pada tahun 2004. Tetapi pada tahun 2005 terjadi
penurunan yang sangat drastis dan merupakan kontribusi yang terendah selama
periode tahun 1995 sampai tahun 2005, yaitu sebesar 0.86 persen. Kontribusi output
yang paling rendah diberikan oleh subsektor industri alat komunikasi dengan kode
ISIC 32200 yaitu sebesar 0.36 persen. Kontribusi terbesar diperoleh pada tahun 1997
yaitu sebesar 0.99 persen. Kontribusi terendah diperoleh pada tahun 0.03 persen.
Rendahnya kontribusi subsektor industri ini disebabkan karena jumlah perusahaan
yang masih relatif sedikit dibandingkan dengan subsektor industri elektronika yang
lainnya. Sementara rata-rata kontribusi output subsektor industri komponen selama
periode tahun 1995 sampai tahun 2005 adalah sebesar 2.16 persen. Pada tahun 2000,
kontribusi output terbesar yang diberikan oleh subsektor ini sebesar 4.19 persen.
Tetapi tahun 2001 terjadi penurunan kontribusi yang sangat drastis dan merupakan
kontribusi terendah yang diberikan oleh subsektor ini, yaitu sebesar 1.25 persen.
¾ Kontribusi Nilai Tambah Industri Elektronika Terhadap Industri
Manufaktur di Indonesia.
Jika dilihat dari lampiran tabel 1, sumbangan kontribusi nilai tambah yang
diberikan industri elektronika terhadap industri manufaktur secara rata-rata selama
periode tahun 1995 sampai tahun 2005 adalah sebesar 1.46 persen. Kontribusi nilai
64
tambah pada tahun 1995 sebesar 0.84 persen dan pada tahun 2005 naik menjadi 1.30
persen. Sementara itu tahun 1996 sebelum krisis ekonomi, kontribusi nilai tambah
yang diberikan industri adalah sebesar 1.11 persen.
5 . 0000
4 . 5 000
4 . 0000
3 . 5 000
PERSENTASE
3 . 0000
I S I C 3 2 1 00
2 . 5 000
I S I C 3 2 2 00
I S I C 3 2 3 00
2 . 0000
1 . 5 000
1 . 0000
0. 5 000
1 995
1 996
1 997
1 998
1 999
2 000
2 001
2 002
2 003
2 004
2 005
TAHUN
Gambar 5.4 Tren Perkembangan Kontribusi Nilai Tambah Industri Elektronika
terhadap Industri Manufaktur, Tahun 1995-2005
Sumber: Diolah dari data BPS, 1995-2005.
Saat krisis dan setelah krisis yaitu pada tahun 1997 dan tahun 1998 kontribusi
nilai tambah yang diberikan yaitu sebesar 1.65 persen dan 1.57 persen. Turunnya
kontribusi nilai tambah ini disebabkan karena naiknya biaya produksi, yang
disebabkan besarnya kandungan bahan baku impor. Saat krisis ekonomi mata uang
Rupiah mengalami keterpurukan. Hal ini secara langsung mengakibatkan besarnya
biaya ongkos produksi yang harus ditanggung oleh perusahaan dalam industri ini.
Kontribusi nilai tambah yang tertinggi diperoleh pada tahun 2000 yaitu sebesar 2.12
65
persen. Membaiknya perekonomian membuat perusahaan mampu mengurangi
ongkos produksi sehingga terjadi kenaikan nilai tambah.
Rata-rata kontribusi nilai tambah industri elektronika terhadap industri
manufaktur paling besar disumbangkan oleh subsektor industri komponen yaitu
sebesar 2.27. Pada gambar 5.4 kontribusi nilai tambah yang diberikan oleh subsektor
ini paling tinggi terjadi pada tahun 2000. Jika dilihat dari gambar 5.4, tren
perkembangan kontribusi nilai tambah subsektor ini adalah naik dan turun. Tahun
1996 trennya naik sampai tahun 1997. Sementara itu tahun 1998 setelah krisis
ekonomi, trennya turun. Tetapi sampai tahun 2000 terjadi kenaikan menjadi 4.29
persen. Kontribusi nilai tambah yang paling rendah diberikan oleh subsektor industri
alat komunikasi yaitu sebesar 0.37 persen. Dari gambar 5.4 terlihat jelas bahwa
kontribusi nilai tambah yang diberikan oleh subsektor ini selalu berada di bawah 1
persen. Rendahnya kontribusi nilai tambah dari subsektor industri ini selain
disebabkan karena kapasitas produksi dari perusahaan dalam subsektor ini masih
relatif rendah. Sementara itu kontribusi nilai tambah yang diberikan oleh subsektor
industri
televisi, radio, alat-alat rekaman suara dan gambar terhadap industri
manufaktur selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005 adalah sebesar 1.73
persen. Kontribusi nilai tambah terbesar yang diberikan oleh industri ini adalah pada
tahun 1998 yaitu sebesar 2.81 persen, dan yang terendah adalah pada tahun 1995
sebesar 1.06 persen. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor ini mampu
mempertahankan kapasitas produksinya
dan mampu mempertahankan bahkan
memperkecil ongkos produksi seperti sebelum krisis ekonomi terjadi.
66
¾ Kontribusi Jumlah Perusahaan Industri Elektronika Terhadap Industri
Manufaktur di Indonesia.
Kontribusi jumlah perusahaan yang diberikan oleh industri elektronika
terhadap industri manufaktur di Indonesia selama periode tahun 1995 sampai tahun
2005 ditunjukkan oleh lampiran tabel 1 dan gambar 5.5. Kontribusi jumlah
perusahaan yang diberikan oleh industri ini selama tahun 1995 sampai tahun 2005
adalah sebesar 0.31 persen. Jika dilihat dari lampiran tabel 1, kontribusi jumlah
perusahaan yang diberikan oleh industri elektronika terhadap industri manufaktur
merupakan kontribusi yang paling rendah jika dibandingkan dengan kontribusi
output, nilai tambah dan tenaga kerja.
Rata-rata kontribusi jumlah perusahaan industri elektronika terhadap industri
manufaktur paling besar disumbangkan oleh subsektor industri komponen yaitu
sebesar 0.57 persen. Dari gambar 5.5 terlihat bahwa subsektor industri ini pada tahun
1997 dan tahun 2004 memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 0.76 persen.
Kontribusi terendah yang diberikan oleh subsektor ini yaitu sebesar 0.35 persen pada
tahun 1998. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun
1997. Krisis ekonomi ini membuat banyak perusahaan yang keluar dari industri
karena tidak sanggup untuk menanggung besarnya biaya produksi saat terjadi krisis
ekonomi.
Lain halnya dengan subsektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara
dan gambar. Kontribusi jumlah perusahaan yang diberikan pada tahun 1998 justru
naik sebesar 0.41 persen menjadi 0.61 persen. Pada tahun 1998 kontribusi yang
tertinggi diberikan oleh subsektor ini. Jika dilihat trennya dari gambar 5.5, setelah
67
tahun 1998 kontribusi yang diberikan oleh subsektor ini terus menurun sampai tahun
2001. Tahun ini kontribusi yang diberikan paling rendah selama periode tahun 1995
sampai tahun 2005. kemudian tahun 2002 sampai tahun 2005 terjadi kenaikan dan
penurunan yang tidak begitu signifikan. Menurunnya jumlah perusahaan dalam
industri ini dapat diakibatkan karena hambatan yang semakin besar atau besarnya
modal
yang
harus
dikeluarkan
untuk
pembentukan
perusahaan
baru.
0. 9 000
0. 8 000
0. 7 000
0. 6 000
PERSENTASE
0. 5 000
I S I C 3 2 1 00
I S I C 3 2 2 00
I S I C 3 2 3 00
0. 4 000
0. 3 000
0. 2 000
0. 1 000
1 995
1 996
1 997
1 998
1 999
2 000
2 001
2 002
2 003
2 004
2 005
TAHUN
Gambar 5.5 Tren Perkembangan Kontribusi Jumlah Perusahaan Industri
Elektronika Terhadap Industri Manufaktur di Indonesia, Tahun
1995-2005
Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005.
Rata-rata kontribusi jumlah perusahaan yang terendah diberikan oleh
subsektor industri alat komunikasi yaitu sebesar 0.07 persen. Pada gambar 5.5 terlihat
bahwa tren perkembangan subsektor ini tidak begitu berfluktuasi. Nilainya juga
hanya berkisar antara 0 sampai 1 persen saja. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor
ini belum begitu banyak diminati oleh investor untuk membangun perusahaan di
bidang industri alat komunikasi ini.
68
¾ Kontribusi Tenaga Kerja Industri Elektronika Terhadap Industri
Manufaktur di Indonesia.
Kontribusi tenaga kerja yang diberikan oleh industri elektronika terhadap
industri manufaktur di Indonesia selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005
ditunjukkan oleh lampiran tabel 1 dan gambar 5.6.
2 . 5 00
2 . 000
PERSENTASE
1 . 5 00
I S I C 3 2 1 00
I S I C 3 2 2 00
I S I C 3 2 3 00
1 . 000
0. 5 00
1 995
1 996
1 997
1 998
1 999
2 000
2 001
2 002
2 003
2 004
2 005
TAHUN
Gambar 5.6 Tren Perkembangan Kontribusi Tenaga Kerja Industri Elektronika
terhadap Industri Manufaktur di Indonesia, Tahun 1995-2005
Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005.
Kontribusi tenaga kerja yang diberikan oleh industri elektronika terhadap
industri manufaktur selama periode tahun 1995-2005 adalah sebesar 0.83 persen.
Kontribusi terbesar diperoleh pada tahun 2000 dan yang terendah pada tahun 1999.
Subsektor industri komponen merupakan subsektor yang menyumbangkan
kontribusi tenaga kerja yang paling besar. Tahun 2005 subsektor ini memberikan
69
kontribusi yang terbesar. Dari gambar 5.6 dapat disimpulkan bahwa subsektor
industri alat komunikasi yang memberikan kontribusi tenaga kerja yang paling rendah
terhadap industri elektronika. Kecilnya kontribusi tenaga kerja ini sejalan dengan
kecilnya kontribusi jumlah perusahaan yang diberikan oleh subsektor industri ini.
5.3.2
Pertumbuhan Industri Elektronika di Indonesia.
Pertumbuhan nilai tambah dan output industri elektronika di Indonesia dapat
dilihat pada lampiran tabel 3. Pertumbuhan output dan nilai tambah industri
elektronika pada saat sebelum krisis ekonomi yaitu tahun 1996 bernilai 185.80 persen
dan 200.17 persen. Tetapi pada tahun 1997 pertumbuhan output dan nilai tambah
turun sebesar 130.05 persen dan 138.94 persen. Secara keseluruhan pertumbuhan
output dan nilai tambah pada saat krisis ekonomi tidak sampai bertumbuh negatif.
Hanya saja penurunannya sangat drastis sekali. Hal ini dikarenakan adanya kenaikan
biaya produksi yang sangat besar akibat krisis ekonomi yang pada saat itu tidak
hanya dialami oleh Indonesia tetapi juga dialami oleh sebagian besar negara-negara di
Asia. Besarnya kandungan impor dalam bahan baku industri elektronika ini menjadi
penyebab utama menurunnya produksi industri ini karena pada saat krisis mata uang
Rupiah mengalami keterpurukan yang menyebabkan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan untuk bahan baku.
Meningkatnya biaya produksi dalam industri ini menyebabkan banyak
perusahaan dengan skala usaha kecil keluar dari industri ini. Perusahaan besar yang
tetap bertahan dalam industri ini juga mengurangi output produksinya. Pengurangan
output produksi ini juga yang mengakibatkan turunnya nilai tambah yang dihasilkan
70
oleh industri ini. Karena selain pengurangan output, kenaikan biaya input juga
menjadi penyebab turunnya nilai tambah yang dihasilkan oleh industri ini.
Pada lampiran tabel 3, pertumbuhan tenaga kerja dan jumlah perusahaan juga
mengalami penurunan pada tahun 1997, dan tahun 1998 pertumbuhan tenaga kerja
hanya sebesar 1.334 persen dan pertumbuhan tenaga kerja bertumbuh negatif menjadi
2.58 persen. Karena adanya krisis ekonomi ini menyebabkan perusahaan yang tidak
mampu lagi melanjutkan skala produksinya keluar dari industri ini. Pengurangan
jumlah perusahaan akan secara langsung menyebabkan banyaknya tenaga kerja yang
terkena PHK, sehingga terjadi pengurangan jumlah tenaga kerja pada masa itu.
Industri elektronika di Indonesia belum mampu menguasai teknologi sehingga
hanya mampu memproduksi secara masal desain teknologi dari negara lain atau
menggunakan lisensi dari perusahaan negara lain dengan mesin dan bahan baku
impor. Kondisi ini menyebabkan
pada saat terjadi krisis ekonomi industri ini
langsung mengalami goncangan. Hal ini dikarenakan industri manufaktur elektronika
di Indonesia sebagian besar adalah industri perakitan yang perusahaannya berupa
perusahaan penanaman modal asing (PMA) dari produk-produk bermerk global. Bisa
dikatakan bahwa hanya bagian produksinya saja yang ada di Indonesia, sedangkan
proses desain dan penelitian dasarnya masih berada di negara asalnya.
Jika dilihat dari lampiran gambar 1, tahun 1997 sampai tahun 1998
pertumbuhan industri ini masih menunjukkan angka yang positif. Tetapi
pertumbuhannya masih dibawah angka pertumbuhan sebelum terjadi krisis ekonomi
tahun 1996. Tahun 1999, pertumbuhan industri ini kembali mengalami penurunan,
yaitu penurunan pertumbuhan nilai tambah dan output. Sementara itu, pertumbuhan
71
tenaga kerja dan jumlah perusahaan justru sebaliknya. Tahun 1999, pertumbuhan
tenaga kerja dan jumlah perusahaan mengalami pertumbuhan positif.
ou tp u t e m p a t p e ru s a h a a n te rb e s a r
4 0000000000
3 5 000000000
3 0000000000
nilai output
2 5 000000000
2 0000000000
ou tp u t e m p a t p e ru s a h a a n te rb e s a r
1 5 000000000
1 0000000000
5 000000000
0
1 995
1 996
1 997
1 998
1 999
2 000
2 001
2 002
2 003
2 004
2 005
tahun
Gambar 5.7 Tren Perkembangan Output Empat Perusahaan Terbesar dalam
Industri Elektronika tahun 1995-2005
Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005.
Pertumbuhan tenaga kerja dan jumlah perusahaan menjadi 26.091 persen dan
3.08 persen. Jika dilihat dari lampiran gambar 1, pertumbuhan tenaga kerja dan
jumlah perusahaan yang tidak diikuti dengan pertumbuhan output dan nilai tambah,
mengindikasikan bahwa perusahaan yang masuk dalam industri merupakan
perusahaan dengan skala usaha kecil sehingga tidak memberikan kontribusi output
dalam industri. Tahun 2000, terjadi keadaan yang merupakan kebalikan dari keadaan
tahun sebelumnya. Tahun ini output dan nilai tambah yang bertumbuh positif dan
sebaliknya pertumbuhan tenaga kerja dan jumlah perusahaan mengalami penurunan.
Tetapi pertumbuhan output dan nilai tambah ini belum mampu melebihi bahkan
menyamai pertumbuhan industri sebelum krisis ekonomi. Ini disebabkan karena
72
perusahaan besar tidak dapat menaikkan skala produksinya melebihi bahkan
menyamai tahun sebelumnya. Penurunan pertumbuhan tenaga kerja dan jumlah
perusahaan ini dapat disebabkan karena naiknya rasio konsentrasi pasar, yang berarti
bahwa bertambahnya hambatan untuk masuk kedalam industri ini. Sementara itu
pertumbuhan output tahun 2000 mengalami peningkatan disebabkan karena empat
perusahaan terbesar mampu meningkatkan outputnya dari tahun sebelumnya. Hal ini
terlihat dari gambar 5.7 yang menunjukkan bahwa pada tahun 2000 telah terjadi
peningkatan output dari perusahaan terbesar dalam industri ini.
Tahun 2001 kembali industri ini mengalami pertumbuhan yang negatif. Dari
lampiran gambar 1 terlihat bahwa pertumbuhan nilai tambah, output, tenaga kerja dan
jumlah perusahaan mengalami pertumbuhan yang negatif. Penurunan output empat
perusahaan terbesar justru mengakibatkan naiknya rasio konsentrasi. Hal ini
disebabkan karena berkurangnya jumlah perusahaan yang masuk dalam industri ini.
Pertumbuhan output dan yang negatif pada tahun ini, disebabkan karena adanya
penurunan output dari empat perusahaan terbesar sebesar 21.5 persen dari tahun
sebelumnya. Banyaknya perusahaan yang keluar dari industri ini secara langsung
akan mengurangi jumlah tenaga kerja dalam industri ini.
Setelah tahun 2001, pertumbuhan industri elektronika secara keseluruhan
tidak begitu tinggi. Hal ini selain karena tingginya kandungan impor dalam bahan
baku, juga disebabkan banyaknya produk dumping dan produk ilegal yang masuk
melalui black market. Harga dari produk elektronika lokal tidak mampu bersaing
dengan produk ilegal maupun produk dari negara dengan politik dumping.
73
Berkembangnya perekonomian China mengakibatkan besarnya ekspor produk
industri China, termasuk produk industri elektronika. Salah satu negara yang menjadi
tujuan ekspor dari China adalah Indonesia. Khusus untuk produk elektronika, volume
produk yang masuk ke Indonesia mulai mengkhawatirkan industri elektronika lokal.
Hal ini dikarenakan harga dari produk elektronika China ini lebih rendah dari harga
produk elektronika lokal. Tren produk China ini menyebabkan berkurangnya pangsa
pasar dari perusahaan elektronika lokal.
Kenaikan harga bahan bakar minyak, gas dan energi karena pencabutan
subsidi oleh pemerintah juga menyebabkan tingginya biaya produksi yang harus
ditanggung oleh perusahaan. Hal ini secara langsung akan mengurangi nilai tambah
yang akan diperoleh oleh perusahaan. Selain itu, tingginya Pajak Pertambahan nilai
Barang Mewah (PPnBM) terhadap produk elektronika mengakibatkan harga dari
produk elektronika Indonesia kurang mampu bersaing dengan harga produk China
yang masuk ke Indonesia.
Sementara itu pada tahun 2005 terjadi penurunan kinerja industri elektronika
secara drastis diakibatkan karena raksasa elektronika Jepang Sony Corp. memutuskan
untuk menutup pabrik audionya di Indonesia, PT Sony Electronics Indonesia (PT SEI).
Dampaknya, selain adanya penurunan output juga terjadi pemutusan hubungan kerja
(PHK) terhadap lebih kurang 1.100 pekerja.
5.3.4
Hubungan Struktur Pasar dengan Kinerja Industri Elektronika di
Indonesia
74
¾ Hubungan Struktur Pasar dengan Efisiensi
Efisiensi juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator kinerja sebuah
industri.
Efisiensi
menunujukkan
kemampuan
dari
suatu
industri
dalam
meminimumkan biaya produksi. Tabel 5.3.4.1 dibawah ini akan menunjukkan
efisiensi industri elektronika di Indonesia dari tahun 1995 sampai tahun 2005.
Efisiensi industri elektronika selama periode tahun 1995 sampai 2005 adalah
sebesar 58.57 persen. Tahun 1995, efisiensi dari industri elektronika adalah sebesar
45.49. Sementara itu, tahun 2005 efisiensinya meningkat menjadi 122.18 persen. Hal
ini berarti bahwa kemampuan industri elektronika dalam menekan produksi tahun
2005 sangat baik sehingga mampu berproduksi secara efisien. Tingginya tingkat
keefisienan industri elektronika ini akan memberikan dampak pada peningkatan
kinerja dari industri ini. Tahun 2002 secara keseluruhan industri ini mengalami
peningkatan efisiensi. Subsektor industri komponen, tabung, katup elektronika
memiliki efisiensi sebesar 141.19 persen. Subsektor industri alat komunikasi
memiliki efisiensi sebesar 620.37 persen, subsektor industri televisi, radio, alat-alat
rekaman suara dan gambar dan sejenisnya memiliki efisiensi sebesar 49.73 persen.
Naiknya efisiensi dari ketiga subsektor industri ini berarti bahwa industri ini mampu
menekan biaya produksinya sehingga industri ini mampu bekerja secara efisien. Hal
ini menunjukkan bahwa pada tahun 2002 kinerja industri elektronika secara
keseluruhan mengalami peningkatan.
75
Tabel 5.3 Efisiensi Industri Elektronika tahun 1995-2005 (persen)
Tahun
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Rata-rata
ISIC 32100
49.73
5.02
517.01
37.50
57.45
62.77
103.93
141.19
66.14
54.44
105.97
71.00
ISIC 32200
ISIC 32300
42.79
119.77
41.75
57.56
92.64
93.25
14.14
620.37
67.55
244.25
59.85
132.17
27.73
34.07
52.94
40.37
39.02
34.04
35.26
49.73
66.49
16.17
189.30
53.20
ISIC 32
45.49
47.69
50.21
41.47
46.70
53.54
52.46
87.83
66.32
30.37
122.18
58.57
Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005.
Jika dilihat dari tabel 5.1, tingkat konsentrasi rasio dari industri elektronika
tahun 2002 secara keseluruhan mengalami penurunan rasio konsentrasi. Dimana
tahun 2001 nilai CR4 adalah 71.15 persen dan tahun 2002 turun menjadi 68.20
persen. Menurut teori dalam ekonomi industri, rasio konsentrasi dengan efisiensi
adalah berkorelasi negatif, dimana jika terjadi kenaikan rasio konsentrasi maka
industri tersebut akan semakin tidak efisien. Hal ini disebabkan karena perusahaan
dalam industri tidak mampu bersaing dengan sempurna. Sebaliknya perusahaan
dalam pasar persaingan sempurna cenderung mampu untuk mengalokasikan
sumberdaya secara efisien. Melihat situasi diatas, kenaikan efisiensi pada tahun 2002
dapat disebabkan karena turunnya nilai dari konsentrasi rasio. Penurunan konsentrasi
rasio ini akan menyebabkan berkurangnya persaingan dalam industri ini sehingga
pengalokasian sumberdaya dapat dilakukan secara efisien.
Tetapi meskipun demikian rasio konsentrasi yang dimiliki oleh industri
elektronika ini masih cukup besar. Jadi adanya peningkatan efisiensi dalam industri
76
ini lebih dikarenakan oleh kemampuan dari industri ini untuk meminimumkan biaya
produksi.
¾ Hubungan Struktur Pasar dengan Keuntungan
Pangsa pasar yang diperoleh oleh perusahaan dapat mempengaruhi
keuntungan yang dapat diperoleh. Tabel 5.4 menunjukkan kinerja industri elektronika
jika dilihat dari sisi keuntungan yang diperoleh. Berdasarkan tabel 5.4 dilihat
bagaimana hubungan antara keuntungan dengan struktur pasar. Dari tabel 5.4 dapat
dilihat bahwa keuntungan industri elektronika mengalami peningkatan jika
dibandingkan antara tahun 1996 dan tahun 2005. Tahun 1996 keuntungan per output
dan keuntungan per perusahaan adalah sebesar 32.29 persen dan 0.17 persen.
Sementara tahun 2005 keuntungan per output dan keuntungan per perusahaan naik
menjadi 54.99 persen dan 0.29 persen. Pada tahun 1996, keuntungan dari subsektor
industri komponen, tabung dan katup elektronika adalah sebesar 33.40 persen dan
pada tahun 2005 naik menjadi 51.45 persen. Jika dilihat dari nilai CR4, tahun 1996
sebesar 33.97 persen dan tahun 2005 naik menjadi 36.46 persen. Keuntungan per
perusahaan juga mengalami peningkatan dari 0.27 persen menjadi 0.39 persen.
Sementara itu jumlah perusahaan juga naik dari 123 menjadi 131 unit. Secara teori
peningkatan keuntungan akan meningkatkan nilai konsentrasi rasio. Kenaikan
keuntungan per perusahaan juga dibarengi dengan kenaikan jumlah perusahaan. Hal
ini berarti perusahaan yang bertambah dalam industri ini adalah perusahaan dengan
skala usaha kecil.
77
Tabel 5.4 Keuntungan Industri Elektronika Indonesia tahun 1996 dan 2005
ISIC
Keuntungan/
output (persen)
1996
32100 33.40
32200 54.50
32300 25.41
32
32.29
2005
51.45
37.44
65.44
54.99
Keuntungan/
perusahaan (persen)
1996
0.27
3.41
0.45
0.17
2005
0.39
3.40
1.34
0.29
CR4 (persen)
1996
33.97
94.08
74.03
67.36
2005
36.46
96.00
67.44
66.63
Jumlah
perusahaan
(unit)
1996 2005
123 131
16
11
56
49
195 191
Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995 dan 2005.
Keterangan : ISIC 32100=Sub sektor industri komponen.
ISIC 32200=Sub sektor industri alat komunikasi.
ISIC 32300=Sub sektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara dan gambar.
ISIC 32=Industri elektronika
Keuntungan sub sektor industri alat komunikasi pada tahun 1996 sebesar
54.50 persen dan pada tahun 2005 turun menjadi 37.44 persen. Keuntungan per
perusahaan juga mengalami penurunan dari 3.41 persen menjadi 3.40 persen. Nilai
rasio konsentrasi mengalami peningkatan sebesar 1.92 persen, yang diikuti oleh
penurunan jumlah unit perusahaan sebesar 5 unit. Hal ini berarti bahwa penurunan
keuntungan ini disebabkan karena adanya penurunan jumlah perusahaan yang juga
menagkibatkan naiknya rasio konsentrasi.
Keuntungan dari sub sektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara
dan gambar dan sejenisnya pada tahun 1996 adalah sebesar 25.41 persen. Pada tahun
2005 naik menjadi 65.44 persen. Peningkatan keuntungan ini juga diikuti oleh
peningkatan keuntungan per perusahaan 0.89 persen. Sementara itu rasio konsentrasi
turun sebesar 6.59 persen dan penurunan jumlah perusahaan sebanyak 7 unit
perusahaan. Peningkatan keuntungan per perusahaan berkorelasi negatif dengan rasio
konsentrasi dan jumlah perusahaan. Hal ini berarti bahwa output dari perusahaan
78
besar mengalami penurunan dan perusahaan yang keluar dari industri ini merupakan
perusahaan yang berskala usaha kecil.
Dari keterangan diatas dapat kita simpulkan bahwa peningkatan dan
penurunan jumlah perusahaan berpengaruh pada struktur pasar karena mempengaruhi
pangsa pasar dari industri elektronika di Indonesia. Adanya perubahan struktur pasar
yang dapat dilihat dari perubahan rasio konsentrasi juga mempengaruhi keuntungan
per perusahaan yang kemudian juga mempengaruhi keuntungan dari industri
elektronika secara keseluruhan. Hal ini pada akhirnya juga akan mempengaruhi
kinerja dari industri elektronika secara keseluruhan.
Selain dari hal diatas, situasi perekonomian secara umum juga mempengaruhi
kinerja dari industri elektronika ini. Besarnya ketergantungan industri ini terhadap
bahan baku impor menyebabkan industri ini sangat peka terhadap fluktuasi nilai
tukar. Hal ini terlihat pada saat krisis ekonomi tahun 1997. Kinerja industri ini secara
keseluruhan mengalami penurunan. Ketidakstabilan nilai tukar, dan ketidakstabilan
politik dan keamanan membawa dampak yang tidak baik terhadap kinerja industri ini.
Karena banyak perusahaan yang mengurangi skala produksinya. Hal ini akan
berdampak secara langsung terhadap penyerapan tenaga kerja, jumlah unit
perusahaan dan penciptaan keuntungan yang dalm hal ini berupa penciptaan nilai
tambah.
Karena tingginya kandungan bahan baku impor dalam industri ini
mengakibatkan tingginya tingkat kepekaan industri ini terhadap perubahan nilai
tukar. Mahalnya bahan baku akan mengakibatkan penurunan keuntungan yang akan
diperoleh industri ini. Jadi harga bahan baku sangat berpengaruh terhadap kinerja dari
79
industri elektronika di Indonesia. Kenaikan harga bahan bakar minyak, gas dan listrik
akibat pencabutan subsidi oleh pemerintah juga akan sangat berpengaruh terhadap
kinerja industri. Naiknya ongkos produksi akan membuat perusahaan mengurangi
produksinya. Naiknya harga bahan-bahan baku juga akan menagkibatkan kenaikan
biaya produksi. Hal ini akan mengakibatkan penurunan nilai tambah yang dapat
diperoleh oleh industri ini. Penurunan nilai tambah ini juga akan secara langsung
menurunkan kinerja dari industri ini.
Selain hal diatas, banyaknya volume produk elektronika China dan produk
elektronika ilegal yang masuk ke Indonesia juga dapat mengurangi kinerja industri
ini. Harga produk elektronik dari China dan produk ilegal ini yang lebih murah di
pasar domestik menyebabkan penjualan elektronika dari produk lokal menurun
karena banyak konsumen yang beralih pada produk-produk yang harganya lebih
murah. Penurunan penjualan ini secara langsung akan mengurangi keuntungan yang
dapat diperoleh industri ini. Penurunan keuntungan ini juga secara langsung akan
dapat mengurangi kinerja industri ini secara keseluruhan. Menghadapi kondisi seperti
di atas industri elektronika Indonesia dapat menjadi tidak berdaya saing. Selain
karena permasalahan peningkatan biaya bahan baku, industri ini juga menghadapi
situasi tingginya Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM). Hal ini
mengakibatkan produk elektronika Indonesia tidak dapat meningkatkan daya saing
dari produknya.
80
5.4 Analisis
Daya
Saing
Industri
Elektonika
di
Indonesia
Dengan
Menggunakan Analisis Porter’s Diamond.
Daya saing atau competitiveness dapat diidentikkan dengan produktivitas.
Daya saing dapat diperoleh jika persaingan diantara perusahaan tetap terjaga. Analisis
daya saing industri elektronika di Indonesia akan menggunakan analisis penentu daya
saing Porter’s Diamond.
5.4.1 Faktor-Faktor Penentu Daya Saing Industri Elektronika di Indonesia
1. Kondisi Faktor
Kondisi faktor merupakan faktor endomen yang dimiliki oleh suatu negara
untuk mengembangkan industrinya. Kondisi faktor ini merupakan salah satu
komponen daya saing yang sangat basis dan penting. Kondisi faktor dalam hal ini
berupa sumber daya alam, tenaga kerja yang terampil, atau infrastruktur yang baik.
Ketiga kondisi faktor ini akan dijelaskan sebagai berikut ini:
a. Sumber daya Alam
Alam Indonesia dikenal mempunyai kekayaan sumber daya alam yang sangat
besar. Baik sumber daya alam yang dapat diperbaharui maupun sumber daya yang
tidak dapat diperbaharui. Untuk industri elektronika pada khususnya, Indonesia
memiliki sumber daya alam yang melimpah dan dapat menjadi komponen industri
seperti karet, keramik, dan plastik. Tetapi kekayaan sumber daya ini tidak mampu
diberdayakan oleh sumber daya manusia di Indonesia. Sumber daya alam yang
mentah diekspor ke luar negeri. Kemudian dari luar negeri diimpor bahan baku yang
tinggal dirakit di Indonesia. Padahal bahan mentah yang diekspor ke luar negeri ini
bernilai tambah rendah. Hal ini juga yang akhirnya menyebabkan ketergantungan
81
impor komponen elektronika di Indonesia masih sangat tinggi mencapai sekitar 80
persen, karena minimnya peningkatan nilai tambah sumber daya alam Indonesia
untuk diolah menjadi komponen industri. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk
menghilangkan ketergantungan pada luar negeri adalah dengan cara membuat sendiri
komponen elektronika yang dibutuhkan industri elektronika di Indonesia.
b. Sumberdaya Manusia
Sumber daya manusia adalah faktor yang paling menentukan dalam proses
pengembangan sebuah teknologi seperti teknologi elektronika. Hal ini disadari oleh
negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada. Saat ini ada beberapa lembaga
yang bergerak untuk menghubungkan dunia perguruan tinggi dengan industri terutama
untuk menyiapkan sumber daya manusia. Sebagai contoh, di Canada; Canadian
Microelectronics Corporation (CMC) di Queens University menghubungkan perguruan
tinggi di Canada dengan Bell Northern Research (BNR) di Ottawa, Canada. Untuk
kondisi di Indonesia sendiri sumberdaya manusianya masih belum mampu untuk
bersaing dengan dengan sumberdaya manusia dari luar negeri. Salah satu daya tarik
sumberdaya manusia di Indonesia bagi para investor adalah jumlah tenaga kerja yang
berlimpah dengan tingkat upah buruh yang murah dengan pasar dalam negeri yang
relatif besar. Dengan adanya Bandung High Tech Valley diharapkan dapat
menghubungkan perguruan tinggi dengan pihak industri. Sehingga tenaga kerja yang
diberikan kepada industri adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dan mampu
bersaing dengan tenaga kerja dari luar negeri.
82
c. Kondisi Infrastruktur
Kondisi infrastruktur yang baik sangat diperlukan dalam rangka peningkatan
sebuah industri dalam suatu negara. Infrastruktur yang dimaksud antara lain adalah
infrastruktur berupa jalan, pelabuhan juga lapangan terbang. Saat ini di Indonesia
kondisi infrastrukturnya cukup mendukung perkembangan industri elektronika ini.
Dimana salah satunya telah beroperasi jalan tol Cipularang yang dapat mempercepat
jarak antara pabrik di Bandung kepada pasar di Jakarta. Jalan tol ini akan sangat
membantu arus keluar barang dari pabrik menuju pasar.
2. Kondisi Permintaan
a.
Kondisi Permintaan Domestik
Kondisi permintaan mengandalkan permintaan dari dalam negeri. Jumlah
penduduk yang besar di Indonesia dapat menyebabkan permintaan akan barang dalam
jumlah yang besar. Besarnya jumlah penduduk ini akan meningkatkan daya beli dari
masyarakat terhadap produk elektronika. Dengan berlatar belakang sebagai negara
kepulauan yang memiliki jumlah penduduk yang sangat besar sangat memungkinkan
bagi industri elektronika di Indonesia untuk berkembang.
Pesatnya kemajuan teknologi saat ini juga meningkatkan daya beli masyarakat
terhadap produk-produk elektronika. Hal ini jelas terlihat dari kemajuan produkproduk elektronika yang saat ini sudah berkembang sangat tinggi. Contohnya saja
dengan produk televisi. Awalnya adalah televisi hitam putih, kemudian televisi
berwarna dan saat ini sudah menjadi televisi layar datar dan LCD. Hal ini
menunjukkan besarnya permintaan dari masyarakat terhadap teknologi terbaru.
83
b. Kondisi Permintaan Internasional
Tabel 5.5 Ekspor Produk Elektronika Indonesia ke Beberapa Negara
Negara
Tujuan
Hongkong
Jepang
Singapura
Inggris
AS
Belanda
Jerman
Lainnya
Total
1998
73.3
364.5
952.8
40.7
616.2
44
99.2
881.2
3071.9
Tahun (Juta US $)
1999 2000 2001 2002
2003
97.9 216.5 155.9 184.2
194.6
341.6 1073.1 1016.4
857
947.6
1200.51801.11 1446.4 1403.1 1663.3
51.5 115.5 158.2
199
126.4
566.3 1116 1163.5 1141.3
945.5
31.3 91.2 108.7 147.8
141.2
106.9 174.6 122.3 140.5
175.7
78.6 1877.6 1743.5 1988.9 1926.4
2474.66465.61 5914.9 6061.8 6120.7
2004 2005 total
282.2 296
1500.6
1061 952.2
6613.4
1604.5 2083 12154.71
143.5 68.1
902.9
1053.41136.2
7738.4
106.8 154.9
825.9
185.8 157.9
1162.9
2135.32180.1
12811.6
6572.57028.4 43710.41
Sumber : Diolah dari data BPS, tahun 1998-2005.
Selain memenuhi permintaan domestik, industri elektronika juga memasarkan
produknya ke beberapa negara. Ekspor industri elektronika dapat dilihat pada tabel
5.5, dimana negara-negara yang menjadi tujuan ekspor Indonesia antara lain adalah,
Hongkong, Jepang, Singapura, Inggris, Amerika Serikat, Belanda, Jerman, dan
Negara lainnya. Jika dilihat dari tabel 5.5, permintaan internasional terhadap produk
elektronika cukup besar. Hal ini terlihat dengan meningkatnya total ekspor setiap
tahunnya. Total ekspor dari tahun 1998 sampai tahun 2005 terbesar adalah negara
tujuan Singapura dan yang terkecil adalah negara tujuan Belanda.
3. Industri Terkait dan Industri Pendukung
Untuk mengembangkan industri perlu dibangun keterkaitan antar industri.
Baik industri pemasok ataupun industri terkait lainnya. Hal ini dapat meningkatkan
nilai tambah dari industri tersebut.
84
a.
Industri Terkait
Pada saat ini, industri elektronika di Indonesia umumnya lebih banyak
melakukan perakitan komponen elektronika. Hal ini dikarenakan industri komponen di
Indonesia belum tumbuh. Komponen elektronika tersebut umumnya bersumber dari
negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Korea, Taiwan dan
negara-negara Eropa. Banyak negara yang saat ini mulai mengembangkan industrinya
dalam pembuatan komponen elektronika. Hal ini dilakukan karena nilai ekonomis yang
diperoleh lebih besar jika kita mampu mengubah pasir Silika menjadi "chip" (IC)
daripada merakit IC-IC ini menjadi sebuah komputer. Saat ini Indonesia memiliki
beberapa kawasan berikat di pulau Batam untuk mengemas "chip" dalam kemasan
keramik untuk kemudian di ekspor. Tetapi pabrik yang ada di Batam hanya sebagai
pabrik pengemas IC, dan belum mampu untun merancang dan membuat sendiri IC yang
diperlukan oleh industri elektronika. Meskipun demikian, Batam memiliki keunggulan
tersendiri. Adanya kedekatan secara geografis dengan Singapura, mengakibatkan
adanya “locational advantage”. Di pulau ini juga telah tersedia infrastruktur yang
lengkap. Pada tahun 2001 Batam menyerap tenaga kerja sebesar 61,839 pekerja atau
30,9 persen dari total pekerja industri elektronika di Indonesia. Output yang
dihasilkan sebesar Rp 20 triliun dengan ekspor senilai hampir Rp 3 triliun atau 30
persen dari total ekspor elektronika Indonesia. Di samping itu, hampir 20 persen
perusahaan industri elektronika terdapat di Batam.
Selain di Batam, ada juga lembaga di Indonesia yang mampu membuat IC yaitu
PAU Mikroelektronika ITB dan LIPI. Potensi yang ada di lembaga ini tentunya akan
sangat membantu dalam membentuk orang-orang yang dibutuhkan untuk membangun
85
industri mikroelektronika di Indonesia. Kerjasama yang cukup erat antara kedua
lembaga ini dengan pihak perguruan tinggi dan industri di Indonesia akan sangat
membantu perkembangan dunia industri mikroelektronika di Indonesia. Kerjasama ini
dapat berupa penyediaan fasilitas pembuatan IC, tukar menukar perangkat lunak yang
telah dikembangkan maupun informasi lainnya. Khususnya pada proses pembuatan IC,
tujuan utamanya adalah untuk menekan biaya pembuatan IC serendah mungkin.
b. Industri Pendukung
¾ Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Peranan lembaga penghubung dalam industri elektronika tidaklah mudah karena
disini bertumpu ilmu pengetahuan bidang mikroelektronika maupun perangkat yang
diperlukan untuk merancang IC. Potensi PAU (Penelitian Antar Universitas)
Mikroelektronika untuk hal ini cukup besar, saat ini tampaknya PAU lebih menitik
beratkan pada fungsinya untuk mendukung penelitian bidang mikroelektronika.
Tentunya bukan tidak mungkin dimasa mendatang fungsi PAU Mikroelektronika ITB
dapat berkembang menjadi jembatan antara dunia perguruan tinggi dan dunia industri
mikroelektronika di Indonesia. Dengan semakin terjangkaunya komputer mikro, bukan
mustahil pengembangan sumber daya manusia maupun industri mikroelektronika dapat
dipercepat dengan adanya jembatan antara perguruan tinggi dan industri bidang
mikroelektronika.
¾ Bandung Hi-Tech Valley (BHTV)
Saat ini telah dibangun zona industri elektronika di Indonesia, yaitu di
sepanjang koridor Jakarta sampai Cikampek. Rencananya pada tahun 2010 akan
dikembangkan lagi koridor Cilegon sampai Padalarang, dan Bandung akan menjadi
86
pusat penelitian dan pengembangan. Koridor dibagi dalam 3 bagian, yaitu:
o Koridor Cilegon-Jakarta
o Koridor Jakarta-Cikampek
o Koridor Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang)
Dua koridor pertama telah terbentuk sementara itu koridor Cipularang sedang
dikembangkan saat ini. Bandung sebagai pusat penelitian dan pengembangan telah
mendirikan Bandung Hi-Tech Valley (BHTV) yang berfungsi sebagai dapur
pengembangan riset dan penelitian. BHTV bersama PPAU (Pusat Penelitian Antar
Universitas) ITB juga bekerja sama dengan Telkom, Industri Telekomunikasi (INTI),
Lembaga Elektronika Nasional (LEN).
BHTV dan PPAU diarahkan menjadi
semacam link yang bisa saling terkait dengan dunia usaha, sehingga produknya bisa
bersaing di pasar global.
Cluster BHTV akan memfokuskan risetnya pada bidang mikroelektronika
yaitu pada desain semi konduktor dan software, komponen modul, dan perangkat
telekomunikasi. Produk tersebut diyakini berprospek cerah dan tanpa mengenal masa
krisis maupun pascakrisis ekonomi. Selain itu untuk mendukung cluster
mikroelektronika, Bandung juga akan dijadikan Kota Multi Media, pusat pendidikan
ahli desain chip, software, dan aplikasi teknologi informasi, serta sebagai
infrastruktur teknologi koridor Jakarta-Padalarang.
Pendirian BHTV ini diharapkan dapat menjadi “Silicon Valley”nya
Indonesia. Dengan adanya BHTV diharapkan industri elektronika dapat mengurangi
ketergantungan impor bahan baku. Dengan adanya simbiosis mutualisme antara
BHTV, PPAU-ITB, dan para investor, diharapkan bisa memacu Indonesia mengejar
87
ketertinggalannya dibanding negara-negara ASEAN.
4. Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan
a.
Srategi Perusahaan
Perusahaan yang bergerak dalam industri elektronika berusahan untuk tetap
menyediakan produk dari produk yang biasa sampai pada produk canggih.
Banyaknya pesaing dalam pasar ini mengakibatkan banyak perusahaan yang selalu
berusaha dalam menciptakan produk baru. Contohnya saja pada telepon seluler yang
saat ini sangat berkembang. Perusahaan sering sekali mengeluarkan produk terbaru.
Setiap perusahaan juga berusaha mencari keunggulan tersendiri dari para pesaingnya.
Strategi ini dilakukan perusahaan dalam rangka meningkatkan pangsa pasar
dan untuk mengantisipasi pesaing baru dalam pasar masuk. Selain pengembangan
produk, perusahaan juga melakukan strategi promosi dan distribusi. Banyak
perusahaan elektronika memakai iklan baik di media cetak maupun media elektronika
sebagai alat untuk memproduksikan produk mereka. Para produsen dari produk
elektronika beradu dalam mempromosikan produknya.
Sementara dari sisi pendistribusiannya, para produsen ini menyediakan
banyak agen-agen penjualan yang menyebar sehingga mudah untuk dijangkau oleh
konsumen. Bukan hanya agen di toko-toko saja, banyak produsen yang menugaskan
agen-agen langsung kepada konsumen.
b. Struktur Industri
Struktur pasar dari industri elektronika telah dibahas sebelumnya dalam
analisis
struktur
pasar
industri
elektronika
dengan
menggunakan
metode
penghitungan konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar dari industri ini. Pada tabel
88
5.6 ditunjukkan nilai CR4 dari Industri elektronika secara keseluruhan dari tahun
1995 sampai tahun 2005.
Tabel 5.6 Konsentrasi Rasio Industri Elektronika dan Jumlah Perusahaan di
Indonesia, Tahun 1995 sampai Tahun 2005
Tahun
Nilai CR4 (Persen)
1995
67.63
1996
67.36
1997
67.73
1998
66.86
1999
57.77
2000
60.46
2001
71.15
2002
68.20
2003
69.99
2004
59.50
2005
66.63
Rata2
65.75
Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005.
Jumlah Perusahaan (Unit)
176
195
233
227
234
227
141
167
206
219
191
201
Jika dilihat dari rata-rata nilai rasio konsentrasi dari industri elektronika di
Indonesia, terlihat bahwa selama tahun 1995 sampai tahun 2005 nilai CR4 nya adalah
65.75 persen. Dari nilai CR4 ini dapat disimpulkan bahwa industri elektronika ini
memiliki struktur pasar oligopoli yang tinggi. Nilai CR4 tertinggi diperoleh pada
tahun 2001, pada tahun ini jugalah jumlah perusahaan dalam industri ini paling
rendah selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005. Tingginya rasio konsentrasi
tahun 2001 ini disebabkan karena banyaknya perusahaan yang keluar dari industri ini.
c.
Persaingan
Dengan melihat besarnya rasio konsentrasi pada industri elektronika ini akan
menyebabkan berkurangnya tingkat persaingan dalam industri ini. Struktur pasar
yang berbentuk oligopoli ketat akan menimbulkan adanya kesenjangan yang cukup
besar antara perusahaan besar dengan perusahaan kecil. Perusahaan besar ini
89
umumnya telah memiliki merk yang terkenal. Otomatis harga dari produk dengan
merk terkenal ini akan lebih tinggi daripada produk dari merk yang kurang terkenal.
Hal ini menunjukkan bahwa produsen dengan merk terkenal berani dalam mengambil
margin keuntungan yang lebih besar.
Perusahaan dengan merk terkenal ini umumnya adalah perusahaan dengan
skala usaha yang besar. Hal ini membuat perusahaan besar ini menjalin hubungan
saling menguntungkan dengan para agen, pusat layanan serta kantor-kantor cabang
diberbagai tempat.
Peran Pemerintah
Selain empat faktor-faktor penentu daya saing dari Porter’s Diamond, peran
pemerintah juga sangat dibutuhkan dalam pengembangan daya saing industri
elektronika di Indonesia. Dalam pengembangan industri elektronika di Indonesia,
pemerintah cukup memberikan perhatian, diantaranya: adanya beberapa regulasi yang
dibuat oleh pemerintah dalam rangka peningkatan kinerja industri. Salah satu
regulasinya adalah PP. No. 20 Tahun 1994 yang kemudian disempurnakan dengan
PP. No. 83 Tahun 2001 tentang pembebasan bea masuk impor, penyederhaan
ketentuan investasi serta pengembangan sumber daya manusia. Kebijakan ini
membuka kesempatan yang lebih luas bagi perusahaan-perusahaan domestik maupun
asing dalam pembiayaan pembangunan nasional.
Peran Kesempatan
Peran kesempatan merupakan kondisi yang mampu mempengaruhi daya saing
industri elektronika di Indonesia diluar kendali perusahaan dan pemerintah. Untuk
industri elektronika di Indonesia,
peran kesempatan yang dihadapi antara lain
90
fluktuasi nilai tukar dan produk China yang masuk ke pasar Indonesia. Fluktuasi nilai
tukar kurang memberikan kontribusi yang positif dalam pengembangan industri ini.
Hal ini akan mengakibatkan tingginya resiko yang dihadapi oleh industri karena
sekitar 80 persen bahan baku untuk industri ini masih diimpor. Sama hal nya dengan
tren produk China dengan harga yang lebih rendah mengakibatkan penurunan daya
saing produk elektronika Indonesia.
5.4.2
Identifikasi Keunggulan dan Kelemahan Faktor Penentu Daya Saing
Industri Elektronika di Indonesia
Berdasarkan analisis tiap komponen daya saing, industri elektronika memiliki
keunggulan dan kelemahan. Untuk kondisi faktor berupa sumber daya alam dan
infrastruktur juga kondisi permintaan, industri pendukung, strategi serta peran
pemerintah memiliki daya saing yang cukup tinggi. Sementara itu untuk kondisi
sumber daya manusia, struktur, persaingan dan industri terkait serta peran
kesempatan memiliki daya saing yang lemah. Tanda positif (+) menunjukkan
keunggulan bersaing, sementara tanda negatif (-) menunujukkan kelemahan bersaing
dari industri elektronika.
Jika dilihat dari keunggulan bersaing, ketersediaan sumber daya alam yang
melimpah sebenarnya dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan tersedianya bahan
baku di dalam negeri. Adanya perbaikan infrastruktur jalan dan dibangunnya jalan tol
Cipularang juga dapat mempercepat jarak tempuh dari zona industri JakartaCikampek. Kondisi permintaan yang dapat diunggulkan baik dari domestik maupun
internasional dapat menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan daya saing
industri. Adanya industri pendukung yang telah berdiri di Indonesia serta peran
91
pemerintah dapat dijadikan sebagai strategi dalam usaha untuk mengoptimalkan
potensi industri elektronika di dalam negeri.
Peran
Peran
Kesempatan
Kesempatan
(-) (-)
Strategi perusahaan,
struktur dan persaingan
o Strategi (+)
o Struktur (-)
o Persaingan (-)
Kondisi faktor
o SDA (+)
o SDM (-)
o Infrastruktur (+)
Kondisi permintaan
o Permintaan
Domestik (+)
o Permintaan
Internasional (+)
Industri terkait dan industri
pendukung
o Industri Terkait (-)
o Industri Pendukung (+)
Peran
pemerintah
(+)
Gambar 5.8 Keunggulan dan Kelemahan serta Keterkaitan Komponen Porter’s
Diamond
Kelemahan dari industri elektronika dapat dilihat dari faktor peran
kesempatan, industri terkait, struktur dan persaingan. Kondisi perekonomian yang
cenderung tidak stabil setelah krisis ekonomi tahun 1997 menyebabkan adanya
fluktuasi nilai tukar. Fluktuasi ini secara langsung akan berpengaruh terhadap
keadaan industri elektronika. Hal ini disebabkan karena tingginya kandungan bahan
baku impor yang mengakibatkan jika terjadi depresiasi maka industri ini akan
92
mengalami peningkatan biaya produksi. Ketergantungan industri elektronika terhadap
bahan baku impor disebabkan karena industri terkait berupa industri komponen
belum dibangun di Indonesia. Yang ada hanya industri perakitan berupa pengemasan
komponen. Sementara dengan struktur pasar berupa pasar oligopoli ketat
mengakibatkan persaingan yang tidak baik karena adanya kesenjangan antara
perusahaan besar dengan perusahaan dengan skala usaha kecil.
Pada gambar 5.8 dapat dilihat keterkaitan antar komponen, dimana garis
merah menunjukkan keterkaitan yang saling menunjang dan garis biru menunjukkan
keterkaitan yang tidak saling mendukung. Jika dilihat, tidak sepenuhnya antar
komponen saling menunjang komponen yang lain. Peran kesempatan yang
merupakan kelemahan dari komponen penentu daya saing tidak mendukung
komponen penentu daya saing yang lain. Sama halnya juga dengan kondisi faktor
berupa limpahan sumberdaya alam dan perbaikan infrastruktur juga tidak mampu
menunjang peningkatan daya saing industri, karena tidak adanya keterkaitan antara
faktor sumber daya dengan pengembangan industri terkait. Lemahnya keterkaitan
dalam industri elektronika juga terlihat diantara komponen industri terkait dengan
struktur pasar. Belum adanya industri komponen di dalam negeri mengakibatkan
tingginya hambatan bagi perusahaan baru untuk masuk kedalam industri.
Untuk keterkaitan yang saling menunjang, peran pemerintah cukup
memberikan kontribusi yang cukup besar. Dimana adanya keterkaitan yang posistif
antara peran pemerintah dengan semua komponen penentu daya saing. Tersedianya
sumberdaya alam yang melimpah, industri pendukung serta strategi perusahaan dapat
menunjang peningkatan permintaan
93
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil Analisis Struktur Kinerja Perilaku Industri Elektronika di
Indonesia, dapat disimpulkan bahwa :
1. Struktur pasar dari industri elektronika selama periode tahun 1995 sampai tahun
2005 adalah oligopoli ketat, dimana selama periode ini rata-rata nilai CR4 adalah
sebesar 65.75 persen. Nilai CR4 sebelum krisis yaitu tahun 1996 adalah sebesar
67.63 persen dengan 176 unit perusahaan dan nilai CR4 tahun 2005 adalah sebesar
66.63 persen dengan 191 unit perusahaan. Penurunan nilai CR4 disebabkan karena
kenaikan jumlah perusahaan.
2. Kinerja dari industri elektronika dapat dilihat dari seberapa besar kontribusi yang
diberikan terhadap industri manufaktur; pertumbuhan nilai tambah, output, tenaga
kerja, dan jumlah perusahaan. Kontribusi nilai tambah dan output yang diberikan
oleh industri elektronika terhadap industri manufaktur selama periode tahun 1995
sampai tahun 2005 adalah sebesar 1.46 persen dan 1.63 persen. Kontribusi nilai
tambah dan output tahun 1996 adalah sebesar 1.11 persen dan 1.31 persen,
sementara itu kontribusi nilai tambah dan output tahun 2005 adalah sebesar 1.30
persen dan 0.86 persen.
3. Dalam mencapai tujuan dari perusahaan, perusahaan berperilaku atau bertindak
untuk mendukung tujuan dari perusahaan tersebut. Perusahaan besar yang
94
memiliki merk terkenal cenderung menetapkan harga yang lebih tinggi.
Perusahaan dengan nama besar tidak menurunkan harga dari produknya karena
takut akan menurunkan kualitas dari produk yang dihasilkan sehingga dapat
menurunkan image atau nama baik perusahaan. Industri elektronika melakukan
strategi
pengembangan
produk
melalui
penciptaan
produk
baru
dalam
mempertahankan pangsa pasarnya. Selain hal diatas, promosi dan distribusi yang
baik dilakukan oleh perusahaan melalui penyebaran agen, toko, maupun dealer
dalam memasarkan produknya.
4. Efisiensi yang dapat dicapai oleh industri elektronika dari tahun 1995 sampai
tahun 2005 adalah sebesar 58.57 persen. Efisiensi yang dicapai pada tahun 1995
sebesar 45.49 persen, sementara efisiensi tahun 2005 adalah sebesar 122.18
persen. Kenaikan efisiensi ini dapat disebabkan karena terjadinya peningkatan
daya saing produk elektronika di Indonesia.
6.2 Saran
1. Jika dilihat potensi yang dimiliki oleh industri elektronika perlu adanya peran serta
pemerintah dalam membangun industri elektronika ini. Pemerintah perlu untuk
menciptakan regulasi yang dapat menjaga iklim usaha dan investasi di Indonesia.
Selain itu agar produk elektronika dalam negeri dapat bersaing, pemerintah dapat
menurunkan PPnBm dan menetapkan SNI (Standar Nasional Indonesia) yang
berdasar pada standar kualitas dunia. Pemerintah juga diharapkan dapat mengatasi
barang-barang impor dumping yang masuk kedalam negeri, agar tidak mematikan
industri elektronika di dalam negeri.
95
2. Bagi para pelaku industri diharapkan agar tetap mengembangkan penelitian dan
pengembangan sehingga produk yang dihasilkan dapat bersaing tidak hanya dari
sisi harga tetapi juga dari sisi kualitas terhadap produk dari luar negeri.
3. Bagi peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian ini dengan lebih melihat
daya saing produk elektronika Indonesia terhadap pasar internasional.
96
DAFTAR PUSTAKA
Amalia. 2008. Analisis Perilaku dan Kinerja Industri Kelapa Sawit Indonesia
[Skripsi]. Fakultas Ekonomi: UI, Jakarta.
Bappenas.2006. Berjuang Membangun Kembali Indonesia: LaporanKinerja Dua
Tahun Pemerintahan SBY-JK Oktober 2004-Oktober 2006. Bappenas:
Jakarta.
BPS. Indikator Industri Besar dan Sedang tahun 1996-2005. Jakarta.
BPS. Direktori Industri Besar dan Sedang tahun 2003-2004. Jakarta.
BPS. Statistik Industri Besar dan Sedang volume I-III tahun 1966-2005. Jakarta.
BPS. Statistik Indonesia tahun 2006. Jakarta.
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Cetakan kelima, Jakarta: Erlangga.
Depperin. Laporan Pengembangan Sektor IndustriTahun 2006-2007. Jakarta.
Hasibuan, N. 1994. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli dan Regulasi. Cetakan
kedua, Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia.
Hyman, D.N. 1996. Microeconomics fourth edition. Von Hoffman Press. Inc
Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. PT. BPFE, Jogjakarta.
Juanda, Bambang. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press,
Bogor.
Kuncoro, Mudrajad. 2005. Mempetanyakan Arah Kebijakan Industri Elektronik
Indonesia.
KOMPAS,25April,
http:/www.kompas.com/kompas%2Dcetak/0504/25/ekonomi/1703544.htm.
97
Kuncoro, M dan A. Salamun. 2005. ”Analisis Struktur Kinerja dan Kluster Industri
Elektronika Indonesia 1990-1999”. Jurnal Kebijakan Ekonomi, vol 1 no 2.
Lipsey. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi.Cetakan Pertama, Jakarta: Binarupa Aksara.
Mega. 2007. Analisis Struktur Kinerja dan Kluster Industri Besi Baja di Indonesia
[Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen:
IPB, Bogor.
Putri, Ismalianti. 2004. Analisis Struktur, Perilaku, Kinerja Industri Rokok Kretek di
Indonesia [Sripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen: IPB, Bogor.
Sentosa, R.N. 2005. Analisis Struktur, Perilaku, Kinerja pada Industri Elektronik
Indonesia Pasca Deregulasi Penanaman Modal Asing [Skripsi]. Departemen
Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen: IPB, Bogor.
Tambunan, Tulus. 2001. Industrialisasi di Negara sedang Berkembang: Kasus
Indonesia. Cetakan Pertama, Jakarta: Ghalia.
Thoha, M. (1996). Daya Saing Industri Elektronika Indonesia. Jakarta: PPW-LIPI.
98
LAMPIRAN
Tabel 1 Kontribusi Industri Elektronika Terhadap Industri Manufaktur tahun 19952005
Tahun
Output
Jumlah Perusahaan
Tenaga Kerja
Nilai Tambah
32100 32200 32300 rata2 32100 32200 32300
rata2 32100 32200 32300 rata2 32100 32200 32300 rata2
1.29
1.46
2.90
1.55
1.89
4.19
1.25
1.89
2.75
3.03
0.43
0.53
0.99
0.71
0.21
0.44
0.06
0.03
0.15
0.15
1.85
1.94
1.75
3.52
3.26
2.25
2.31
1.73
1.86
4.65
1.19
1.31
1.89
1.92
1.79
2.29
1.21
1.22
1.59
2.61
0.51
0.53
0.76
0.35
0.49
0.59
0.38
0.50
0.72
0.76
0.07
0.07
0.07
0.09
0.07
0.06
0.07
0.07
0.08
0.07
0.24
0.24
0.20
0.61
0.49
0.36
0.20
0.22
0.21
0.22
0.27
0.28
0.35
0.35
0.35
0.34
0.22
0.26
0.34
0.35
1.07
1.27
1.92
0.83
1.46
1.76
0.83
1.04
1.78
1.97
0.21
0.19
0.18
0.22
0.38
0.39
0.06
0.17
0.14
0.13
0.82
0.83
0.72
1.83
1.71
1.40
0.85
0.75
0.91
0.86
0.71
0.77
0.94
0.96
1.18
1.19
0.58
0.65
0.94
0.99
1.13
1.27
2.59
1.17
1.76
4.29
1.70
3.16
2.81
2.94
0.34
0.75
0.77
0.72
0.26
0.56
0.02
0.07
0.16
0.30
1.06
1.29
1.59
2.81
2.34
1.52
1.61
1.64
1.90
1.78
0.84
1.11
1.65
1.57
1.46
2.12
1.11
1.62
1.63
1.67
1.54
0.19
0.85
0.86
0.63
0.05
0.24
0.31
2.19
0.14
0.96
1.10
2.18
0.20
1.53
1.30
rata2 2.16
0.36
2.36
1.63
0.57
0.07
0.29
0.31
1.31
0.19
1.00
0.83
2.27
0.37
1.73
1.46
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Sumber: Diolah dari data BPS, 1995-2005.
99
Tabel 2. Output Empat Perusahaan Terbesar Industri Elektronika di Indonesia,
Tahun 1995-2005
Tahun
Output empat perusahaan terbesar (Juta Rp)
3984221562
5472862454
8209765249
12169906468
11276858215
19472668783
15285008733
17342311170
20022198084
36692045882
12196034288
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005.
Tabel 3. Pertumbuhan Nilai Tambah dan Output Industri Elektronika Di
Indonesia Tahun 1995-2005 (persen)
Tahun
1995
1996
1997
1998
Nilai Tambah
Output
32100
32200
32300
32
32100
32200
32300
42.07
119.78
-30.67
180.78
10.47
42.86
54.19
33.09
171.16
200.17
61.23
45.57
41.27
115.41
-13.37
54.39
104.39
15.18
31.74
-2.29
226.34
32
185.80
55.75
66.00
100
1999
86.26
-54.70
2.86
14.85
39.23
2000
200.88
164.99
-19.57
80.64
184.69
2001
-54.82
-95.87
20.98
-40.37
-65.81
2002
113.51
283.83
16.47
67.60
85.88
2003
-6.22
144.86
22.74
5.63
37.89
2004
14.69
109.67
2.63
13.06
29.53
2005
-17.83
-27.20
-5.23
-13.92
-43.70
rata2
46.76
75.97
29.93
41.10
43.45
Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005.
Keterangan : ISIC 32100=Sub sektor industri komponen.
-65.59
164.10
-83.92
-44.79
423.04
19.14
37.95
62.39
5.40
-11.10
17.92
-8.65
2.08
194.51
-79.85
37.61
5.76
64.93
-39.55
23.28
23.87
93.55
-63.54
41.58
ISIC 32200=Sub sektor industri alat komunikasi.
ISIC 32300=Sub sektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara.
ISIC 32=Industri elektronika
Tabel 4. Pertumbuhan Tenaga Kerja dan Jumlah Perusahaan Industri
Elektronika Di Indonesia Tahun 1995-2005
Tahun
Tenaga Kerja
Jumlah Perusahaan
32100
32200
32300
32
32100
32200
32300
32
19.155
49.379
-56.952
79.910
24.698
-5.306
-10.357
21.851
74.701
9.022
1.406
-13.943
150.650
-4.261
-15.310
80.396
21.325
1.334
26.091
3.755
11.82
39.84
-55.81
44.74
19.09
6.67
0.00
25.00
-20.00
-6.25
9.80
-19.64
191.11
-17.56
-25.00
10.80
19.49
-2.58
3.08
-2.99
-52.598 -83.184
-39.082
-50.691
2002
24.193 154.038
-12.781
11.161
2003
67.490 -17.836
19.393
41.738
2004
11.757
-2.082
-4.445
5.856
2005 894.918 324.930
364.145
614.435
rata2
96.245
39.121
37.286
66.569
Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005.
-36.64
27.71
37.74
8.22
-17.09
7.96
0.00
0.00
13.33
-11.76
-26.67
-1.97
-46.91
6.98
-6.52
6.98
6.52
10.58
-37.89
18.44
23.35
6.31
-12.79
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2.52
Tabel 5. Keutungan per output dan keuntungan per perusahaan serta nilai CR4
industri elektronika (persen)
tahun
1995
1996
1997
Keuntungan/Output
32100
33.21
33.40
34.08
32200
29.97
54.50
29.45
32300
21.71
25.41
34.61
Keuntungan/Perusahaan
32100
0.30
0.27
0.20
32200
2.00
3.41
1.84
32300
0.43
0.45
0.77
CR4
32100
41.79
33.97
41.38
32200
94.95
94.08
95.81
32300
66.14
74.03
65.98
101
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
27.27
36.49
38.56
50.96
58.54
39.81
35.25
51.45
36.53
48.09
48.25
12.39
86.12
40.32
70.95
37.44
28.76
28.07
25.39
26.07
33.21
39.94
13.92
65.44
0.36
0.33
0.29
0.61
0.55
0.27
0.22
0.39
1.83
3.01
3.22
0.83
5.74
2.37
4.73
3.40
0.22
0.26
0.31
0.61
0.72
0.93
0.30
1.34
64.46
43.87
41.94
51.87
56.74
45.09
23.95
36.46
95.86
85.68
90.63
91.27
81.97
94.92
86.17
96.00
40.25
43.75
48.81
70.30
65.89
69.96
68.37
67.44
Rata2 39.91
44.91
31.14
0.35
2.94
0.58 43.78
91.58
61.90
Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005.
Keterangan : ISIC 32100=Sub sektor industri komponen.
ISIC 32200=Sub sektor industri alat komunikasi.
ISIC 32300=Sub sektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara dan gambar.
Tabel 6. Nilai tambah, Nilai ouput, Nilai input, Tenaga kerja, Jumlah perusahaan
Industri elektronika Indonesia tahun 1995-2005
Tahun
Nilai
Tambah
(Juta Rp)
Nilai
Output
(Juta Rp)
Nilai Input
(Juta Rp)
Tenaga
Kerja
(Orang)
Jumlah
Perusahaan
(Unit)
1,032,673,874
3,358,707,001
2,270,356,531
53,723
176
3,099,736,306
9,599,113,939
6,499,377,633
96,914
195
4,997,758,000
14,950,517,000
9,952,759,000
117,581
233
7,275,393,090
24,817,733,370
17,542,340,280
119,150
227
8,355,862,681
26,246,923,424
17,891,060,743
150,237
234
15,094,374,640
43,288,168,114
28,193,793,474
155,879
227
9,000,171,560
26,157,190,262
17,157,018,702
76,863
141
15,084,213,482
32,257,808,577
17,173,595,095
85,442
167
15,933,609,212
39,958,553,615
24,024,944,403
121,104
206
18,014,526,823
77,339,532,189
59,325,005,366
128,196
219
15,506,092,972
28,196,849,962
12,690,756,990
139,715
191
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
total
113,394,412,640 326,171,097,453 212,721,008,217
Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005.
1,244,804 2216
102
PERTUMBUHAN INDUSTRI ELEKTRONIKA
2 5 0. 00
2 00. 00
PERSENTASE
1 5 0. 00
1 00. 00
ou tp u t
n ila i ta m b a h
ten a ga k erja
ju m la h p eru sa h a a n
5 0. 00
1 996
1 997
1 998
1 999
2 000
2 001
2 002
2 003
2 004
2 005
( 5 0. 00)
( 1 00. 00)
TAHUN
Gambar Pertumbuhan Industri Elektronika di Indonesia, Tahun 1995-2005
Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005.
Download