ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam ilmu ekonomi pembangunan, industrialisasi merupakan salah satu strategi untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena produkproduk industri memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk-produk di sektor yang lain. Untuk itulah pembangunan industri dapat dijadikan sebagai alat penggerak perekonomian, karena diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah ekonomi yang mendasar. Penyerapan tenaga kerja, pemerataan pendapatan dan khususnya pengentasan kemiskinan. Hal inilah yang menyebabkan negara-negara berkembang seperti Indonesia melakukan strategi industrialisasi sebagai alat untuk pembangunan ekonomi. Untuk kondisi Indonesia saat ini, perbaikan ekonomi merupakan salah satu hal yang sangat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pertumbuhan di sektor makro dan mikro diharapkan dapat membawa pengaruh yang positif dalam perbaikan ekonomi. Pada beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia di sektor makro ekonomi menunjukkan peningkatan yang positif. Meningkatnya kinerja ekonomi makro yang ditandai dengan inflasi rendah, stabilitas nilai tukar, dan melejitnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 52 persen pada 2006. 3 Tetapi hal ini tidak diikuti oleh sektor mikro ekonomi, dimana pertumbuhan sektor riil mengalami kemunduran yaitu terlihat dari penurunan kinerja investasi pada tahun 2006. Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan realisasi penanaman modal asing (PMA) pada tahun 2006 turun 49.74 persen dibanding 2005 menjadi US$ 4.48 miliar, sementara PMDN turun 55.8 persen menjadi Rp 13.5 triliun. Kondisi ini mencerminkan kelesuan investasi dan dunia usaha yang semakin jauh dari upaya mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Untuk menciptakan lapangan kerja, sektor riil perlu digerakkan dan investasi perlu ditingkatkan. Jumlah pengangguran diprediksi meningkat 1 sampai 1.5 juta orang, dengan asumsi angkatan kerja baru bertambah 2 sampai 2.5 juta sedangkan yang terserap sekitar satu juta sehingga masih tersisa antara 1 sampai 1.5 juta orang. Dapat dikatakan secara riil pertumbuhan ekonomi belum terasa. Padahal sektor riil dapat dijadikan sebagai andalan untuk menghasilkan devisa, mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan, mengurangi ketidakmeratan pendapatan, dan mencegah kerawanan sosial. Kurang adanya perbaikan kondisi perekonomian di sektor mikro, salah satunya dapat disebabkan oleh kebijakan di sektor industri yang dinilai tidak fokus dan tidak mempunyai tahapan yang jelas sehingga sektor industri bergerak di bawah performa. Indonesia yang dikenal sebagai pemasok gas dunia, justru industri dalam negerinya kolaps karena tidak mendapatkan pasokan bahan bakar gas. Di bidang investasi, Indonesia dihadapkan pada persaingan yang sangat ketat. Berbagai negara di Asia, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Singapura berlomba memperbaiki iklim investasi, sementara di Indonesia masih menghadapi 4 masalah yang sama yaitu, lambannya birokrasi dan ketidakpastian hukum. Ada tiga faktor yang berpotensi menjadi motor penggerak bangkitnya sektor riil pada 2007, yaitu investasi pemerintah berupa pembangunan infrastruktur, investasi dunia usaha, dan investasi asing. Perekonomian Indonesia tidak akan dapat bergerak kearah pertumbuhan yang tinggi jika tidak diikuti dengan perubahan formasi industri di Indonesia. Pendekatan yang harus dilakukan terkait dengan perubahan formasi industri adalah pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekspor baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu bidang industri yang saat ini dapat diandalkan adalah industri elektronika. Industri elektronika Indonesia merupakan industri yang strategis untuk dikembangkan karena memiliki potensi yang besar untuk berkembang di masa yang akan datang. Menurut Thoha (1996), ada tiga alasan yang mendasari potensi tersebut, yaitu: merupakan sarana bagi terlaksananya pembangunan secara umum, teknologi elektronika sangat vital dan strategis bagi kelangsungan hidup bangsa di masa depan, dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Sebagai salah satu negara anggota ASEAN, Indonesia dapat memanfaatkan pasar di kawasan ini. ASEAN yang merupakan satu kesatuan pasar, dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang tertinggi di dunia dan penduduk sekitar 500 juta orang, diperkirakan sangat ekonomis untuk mengembangkan jenis industri dengan teknologi canggih tertentu. Jenis industri yang didorong perkembangannya, antara lain industri telekomunikasi, industri elektronika yang menunjang informasi dan elektronika, konsumen dan profesional, termasuk semi konduktor. 5 Selain hal diatas, industri elektronika memiliki potensi nilai ekspor yang cukup besar. Sejak tahun 1996, beberapa negara di Asia telah memfokuskan pengembangan industri elektronika pada sektor yang pertumbuhannya tinggi. Untuk perkembangan ekspornya sendiri, industri elektronika, telematika dan mesin listrik menyumbangkan ekpor senilai US$ 10738.0 juta pada tahun 2004 dan US$ 12211.3 juta pada tahun 2005. Sementara untuk periode Januari sampai Oktober tahun 2006 senilai US$ 9887.9 juta. Tabel 1.1 Perkembangan Ekspor Komoditi Utama Non-migas Indonesia periode 2004-2007 (US$ Juta) No Uraian 2004 1 2005 10738 12211.3 10125.0 2006 9887.9 % -2.34 2006 5615.36 2007 5950.67 % 5.97 7647.4 8604.1 7297.7 7822.2 7.19 4554.98 4826.78 5.97 3271.1 3111.3 2648.1 2704.9 2.15 1508.40 1619.08 7.34 2064.3 2607.3 2169.7 3031.6 39.72 1707.64 2159.29 26.45 2 3 4 Elektronika, Telematika dan Mesin Listrik Tekstil dan Produk Tekstil Kayu dan Barang Dari Kayu Besi Baja dan Otomotif 2005 Jan-Okt Jan-Juni Sumber: Depperin (2008). Industri elektronika Indonesia sangat bertumpu pada industri elektronika konsumsi rumah tangga yang nilai pasar ekspornya kecil serta pertumbuhannya rendah. Pangsa terbesar dari ekspor elektronika Indonesia adalah produk sound system, TV, recorder, kipas angin, seterika, pompa air serta radio, dimana semuanya adalah elektronika rumah tangga yang pada umumnya dikonsumsi oleh sebanyak 33 juta keluarga dari masyarakat berpenghasilan rendah. Sementara untuk rumah tangga 6 berpenghasilan menengah keatas, yaitu sebanyak 23 juta keluarga mengkonsumsi lemari es, mesin cuci, AC, LCD TV, kamera digital dan komputer. Tingginya kandungan impor dalam bahan baku produk elektronika Indonesia, yaitu sekitar 80-90 persen merupakan salah satu permasalahan yang belum dapat diatasi sampai saat ini. Hal ini menunjukkan lemahnya keterkaitan industri ini dengan industri pendukung lainnya. Selain itu permasalahan struktural lainnya adalah, kualitas sumber daya manusia yang rendah dan juga rendahnya penguasaan teknologi yang menyebabkan industri elektronika Indonesia hanya bersifat sebagai perakit saja. Selain permasalahan struktural di atas, saat ini industri elektronika Indonesia menghadapi beberapa permasalahan yang memungkinkan untuk menjadi penghalang dalam pertumbuhan industri ini. Permasalahannya antara lain adalah: tren produk China yang menunjukkan laju pertumbuhan yang terus meningkat. Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena produk elektronika China ini akan menjadi pemain yang dominan dalam industri elektronika. Jika hal ini terus dibiarkan, maka industri elektronika Indonesia akan semakin mengalami penurunan. Menurut Rahmat Gobel, produk elektronika China yang masuk ke Indonesia bukan dari industri yang berteknologi tinggi melainkan industri sederhana yang dapat dibuat oleh setingkat Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia. Hal ini akan mengurangi kesempatan industri sederhana untuk berkembang. Di pasaran juga ditemukan sekitar 40 persen produk elektronika yang beredar adalah produk ilegal yang berasal dari black market. Maraknya produk ilegal ini bisa jadi disebabkan karena tingginya PPnBM (Pajak Pertambahan nilai atas Barang Mewah). Ekonomi biaya tinggi, pungutan di pelabuhan, masalah distribusi dan sistem perpajakan. Tingginya tarif terminal 7 handling charge dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) per dokumen sangat dikeluhkan para pelaku bisnis elektronika. Infrastrutur yang kurang memadai juga turut menghambat pertumbuhan dari industri ini. Jalan tol dan jalan raya menuju dan ke kawasan industri selalu macet. Hal ini mendorong para pelaku bisnis di kawasan Jabotabek mengusulkan agar dibangun jalur khusus bagi kontainer agar arus masuk dan distribusi barang semakin cepat ke pelabuhan. Masalah terkosentrasinya industri di pulau Jawa sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang belum dapat dipecahkan dengan baik. Hambatan tidak hanya datang dari dalam negeri. Ekspor produk China yang sangat kompetitif semakin menguasai pasaran dunia. Begitu juga dengan semakin berjayanya negara-negara seperti Vietnam, Kamboja, Thailand membuat posisi daya saing Indonesia semakin terpuruk. Ekspor negara-negara itu semakin gencar ke Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa. Melihat banyaknya tantangan yang dihadapi, para pelaku industri elektronika ini harus meningkatkan daya saing dan kinerja yang lebih baik agar mampu menghadapi ketatnya kompetisi dari perkembangan industri elektronika dunia. Sehingga produk elektronika Indonesia dapat menjadi tuan rumah di pasar domestik dan mampu bersaing di pasaran dunia. 1.2 Perumusan Masalah Industri elektronika Indonesia merupakan industri yang strategis untuk dikembangkan karena memiliki potensi yang besar untuk berkembang di masa yang akan datang. Sebagai salah satu industri yang diunggulkan, industri elektronika dapat 8 memanfaatkan pasar domestik yang cukup besar dan industri ini dapat menjadi tuan rumah di Indonesia. Ada tiga jenis industri elektronika yang akan kembangkan di dalam negeri untuk menjadi industri elektronika unggulan Indonesia di masa depan. Industri yang dimaksud, pertama industri elektronika komponen, kedua industri berbasis pendingin, seperti lemari es dan pendingin ruangan (AC) dan pabrik televisi, ketiga peralatan telekomunikasi berbasis radio seperti telepon wireless dan handphone. Karena industri ini potensi pasarnya cukup besar di dalam negeri. Kulkas dan AC misalnya potensi pasarnya cukup besar mengingat Indonesia merupakan negera tropis dan industri pendukungnya juga sudah ada. Sama halnya dengan televisi, pasarnya bisa mencapai 2.5 juta unit per tahun dan industri pendukung seperti tabung gambar sudah ada di dalam negeri. Sedangkan industri peralatan telekomunikasi juga pasarnya cukup menjanjikan, mengingat Indonesia negara kepulauan yang luas dan membutuhkan peralatan telekomunikasi banyak. Pasar handphone di Indonesia setidaknya sudah mencapai 200 ribu unit per bulan. Padahal produsen handphone internasional biasanya sudah mau berinvestasi bila produksi dan penjualannya mencapai 10 ribu unit per bulan. Potensi yang besar ini dapat dimanfaatkan untuk mendorong produsen handphone dunia membuat pabriknya di Indonesia, sehingga bisa menyerap tenaga kerja baru. Industri elektronika yang akan dibahas dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi tiga subsektor berdasarkan International Standard Industrial Classification (ISIC) 5 dijid, yaitu: ISIC 32100 (subsektor industri komponen), ISIC 32200 (subsektor industri alat komunikasi), ISIC 32300 (subsektor industri televisi dan 9 radio). Masing-masing sub sektor industri elektronika ini memiliki pasarnya masingmasing, dimana setiap pasar memiliki ciri khas dan kinerjanya masing-masing untuk setiap subsektor industri. Adanya perbedaan pangsa pasar berpengaruh terhadap struktur pasar. Struktur pasar yang berbeda ini akan memperlihatkan adanya perbedaan perilaku setiap perusahaan dalam mencapai tujuan. Perbedaan perilaku ini juga akan mempengaruhi kinerja dari masing-masing pasar. Dengan melihat banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh industri elektronika di Indonesia, perlu diciptakan perubahan mekanisme pasar. Dimana struktur sebuah pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dan akan mempengaruhi kinerja dari industri itu sendiri. Peningkatan daya saing produk juga dapat meningkatkan kinerja pasar menjadi lebih baik sehingga akan meningkatkan nilai tambah industri. Berdasarkan keterangan diatas, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu: bagaimana hubungan struktur industri elektronika akan berimplikasi terhadap perilaku perusahaan dan kinerja industri elektronika. 1.3 Tujuan Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis struktur pasar dari industri elektronika di Indonesia sebelum masa krisis ekonomi dengan sesudah masa krisis ekonomi. 2. Menganalisis perilaku perusahaan dari industri elektronika di Indonesia. 3. Menganalisis kinerja dari industri elektronika di Indonesia sebelum masa krisis ekonomi dengan sesudah masa krisis ekonomi. 10 4. Menganalisis hubungan antara struktur pasar industri elektronika dan kinerja industri elektronika di Indonesia. 5. Mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan faktor penentu daya saing industri elektronika di Indonesia. 1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah industri elektronika Indonesia berdasarkan kode ISIC 5 dijid yang berkaitan dengan kondisi dasar dari industri, struktur, perilaku dan kinerja industri elektronika di Indonesia. Populasi data yang digunakan adalah data yang berasal dari Biro Pusat Statistik (BPS), dan instansi terkait lainnya pada periode tahun 1995-2005. Keterbatasan dari penelitian ini adalah data yang tersedia di Biro Pusat Statistik (BPS) hanya sampai pada tahun 2005, dimana analisis perilaku dan daya saing industri elektronika menggunakan data yang bersifat kualitatif. Selain itu penelitian ini hanya terbatas pada produksi domestik dan tidak menganalisis kinerja dan daya saing industri elektronika di pasar internasional. 1.5 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat mampu memberikan gambaran yang lebih baik mengenai struktur, perilaku, kinerja serta daya saing dari industri elektronika di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah maupun lembaga atau instansi terkait dalam usaha untuk mengembangkan industri elektronika Indonesia. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian berikutnya. Sementara 11 untuk peneliti sendiri, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana dalam mengembangkan intelektualitas. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Pengertian Industri Industri diartikan sebagai sekumpulan perusahaan yang serupa atau sekelompok dengan produk yang berkaitan erat (Lipsey, et al., 1996). Sementara itu menurut Dumairy (1996), industri mempunyai dua pengertian. Pertama, industri merupakan himpunan dari beberapa perusahaan sejenis. Menurut pengertian diatas, industri elektronika adalah sekelompok perusahaan yang menghasilkan produk elektronika. Kedua, industri dapat diartikan sebagai sebuah sektor ekonomi dengan kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Dengan pengolahan yang bersifat masinal, elektrikal, atau bahkan manual. Sedangkan pengertian dari perusahaan atau usaha industri menurut BPS (2005) adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, yang bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu, dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seorang atau lebih yang bertanggung jawab atas usaha tersebut. Dalam teori ekonomi mikro, industri merupakan kumpulan dari perusahaanperusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang yang mempunyai sifat saling menggantikan yang sangat erat. Tetapi secara ekonomi 13 makro, industri diartikan sebagai kegiatan ekonomi yang dapat menciptakan nilai tambah. Menurut penggolongannya, industri elektronika termasuk dalam jenis industri pengolahan. Dimana menurut BPS (2002), industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakaian akhir. Perusahaan industri pengolahan dibagi dalam empat golongan sebagaimana dijelaskan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Pengolongan industri pengolahan berdasarkan jumlah tenaga kerja Golongan Industri Banyaknya Tenaga Kerja Besar ≥ 100 orang Sedang 20-99 orang Kecil 5-19 orang Rumah Tangga 1-4 orang Sumber: BPS (2002). 2.1.2 Kondisi Dasar Industri Kondisi dasar dari sistem mekanisme pasar terbagi dua, yaitu, pihak pertama kondisi yang ditentukan oleh sisi penawaran, sedangkan dipihak lain melalui sisi permintaan. Pada sisi permintaan, faktor-faktor yang berpengaruh adalah: elastisitas, tingkat pertumbuhan, substitusi, tipe pemasaran, cara pembelian, sifat-sifat siklis dan musiman. Sedangkan pada sisi penawaran, bahan baku, teknologi ketahanan produk, 14 nilai atau berat, sikap bisnis dan organisasi buruh mempengaruhi kondisi dasar dari sebuah sistem mekanisme pasar. Dalam bukunya, Hasibuan (1991), menjelaskan bahwa dalam kondisi dasar regulasi pemerintah dapat dimasukkan, yang dalam hal ini memiliki dua pengaruh. Pertama, regulasi merupakan pengaturan, sehingga terjadi konsentrasi yang semakin tinggi, seperti izin monopoli untuk suatu barang dalam pasar dalam negeri. Kedua, kalau terjadi deregulasi terhadap mekanisme pasar yang semakin bersaing, maka struktur pasar tidak terkonsentrasi. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, peranan pemerintah semakin jelas pengaruhnya terhadap struktur, perilaku dan kinerja industri. Menurut Jaya (1993), ekonomi industri merupakan ilmu yang menjelaskan mengapa pasar perlu diorganisir dan bagaimana pengorganisirannya mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih menekankan pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja pasar. Struktur pasar menunjukkan atribut pasar yang mempengaruhi sifat proses persaingan. Unsur-unsur struktur pasar meliputi: konsentrasi, diferensiasi produk, hambatan masuk ke dalam pasar, struktur biaya, dan tingkat pengaturan pemerintah. Banyak pandangan yang muncul berkaitan dengan pendekatan Struktur Perilaku dan Kinerja ini. Diantaranya: 1. Pandangan Klasik Menurut pandangan klasik, struktur pasar akan mempengaruhi perilaku pasar yang kemudian akan berpengaruh terhadap kinerja pasar. Semakin tinggi konsentrasi 15 suatu pasar akan membuat pasar mengarah kepada struktur monopoli. Hal ini akan mempermudah perusahaan untuk menggunakan kekuasaan pasarnya dalam menghasilkan keuntungan yang tinggi, sehingga konsumen harus membayar harga yang tinggi. Persaingan yang kompetitif merupakan struktur pasar yang menguntungkan bagi konsumen. 2. Pandangan Chicago-UCLA School Menurut pandangan Chicago-UCLA School, pangsa pasar yang tinggi menunjukan kepuasan konsumen, bukan bentuk dari kinerja yang buruk. Sementara keberhasilan perusahaan diukur dengan keuntungan. Tingkat efisiensi suatu perusahaan merupakan faktor yang menentukan posisi perusahaan di dalam pasar. Tingkat efisiensi ini diakibatkan oleh penerapan teknologi dan tidak adanya hambatan masuk pasar. Menurut pandangan ini, sebuah perusahaan yang efisien dan inovatif dapat menarik konsumen dengan memberikan harga yang lebih rendah atau barang yang lebih berkualitas sehingga akan meningkatkan keuntungan perusahaan. 3. Pandangan Behaviourist Pandangan ini menyatakan bahwa perilaku suatu perusahaan merupakan penyebab yang lebih kuat dibandingkan dengan struktur pasar. Keuntungan monopoli akan terjadi apabila dua perusahaan bekerja sama, dan jika dua perusahaan berkompetisi maka sulit untuk memperoleh keuntungan. 4. Pandangan Potential Competition (Contestable Market) Pandangan ini menjelaskan mengenai model pasar yang diperebutkan (Contestable market). Perusahaan tidak menemui hambatan dalam keluar masuk pasar. Yang berarti bahwa pasar dapat diperebutkan secara sempurna, jika ada 16 perusahaan yang masuk kedalam pasar untuk mencari keuntungan tidak mengalami kerugian jika perusahaan tersebut gagal. Modal yang besar merupakan syarat utama agar perusahaan dapat menjadi bagian dari pasar yang diperebutkan secara sempurna. 5. Pandangan New Industrial Organization Pandangan ini memberi perhatian lebih pada peran perilaku, dimana perusahaan tidak hanya bereaksi dan beradaptasi terhadap kondisi eksternal. Menjaga lingkungan ekonomi tempat perusahaan berada juga dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Dalam melakukan analisis Ekonomi Industri, ada empat cara untuk mengamati kaitan antara struktur, perilaku dan kinerja. Pertama, hanya memperhatikan secara mendalam dua aspek, yakni kaitan antara struktur dan kinerja industri, sedangkan aspek perilaku kurang ditekankan. Kedua, pengamatan kinerja dan perilaku yang kemudian dikaitkan dengan struktur. Ketiga, menelaah kaitan struktur terhadap perilaku dan kemudian baru diamati kinerjanya. Keempat, kinerja tidak perlu diamati lagi karena telah dijawab oleh hubungan struktur dan perilakunya. Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis yang pertama dimana hanya melihat kaitan antara struktur dan kinerja industri sedangkan aspek perilaku kurang ditekankan. 2.1.3 Struktur Pasar Secara sederhana pasar adalah pertemuan antara penjual dan pembeli. Jika pengertian ini dikaitkan dengan industri, penjual dapat diartikan sebagai individu 17 perusahaan yang ada dalam industri. Sementara pembeli adalah sejumlah individu yang tergabung sebagai pembeli. Menurut Jaya (1993), struktur pasar menunjukkan atribut pasar yang mempengaruhi sifat proses persaingan. Unsur-unsur struktur pasar meliputi: konsentrasi, diferensiasi produk, hambatan masuk ke dalam pasar, struktur biaya, dan tingkat pengaturan pemerintah. Struktur pasar juga menggambarkan pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan. Dan untuk memperluas pangsa pasar, suatu perusahaan menghadapi sejumlah rintangan. Setiap struktur pasar berada di antara monopoli (pangsa pasar dan hambatan untuk masuk yang tinggi) dan persaingan murni. Struktur biasanya mempengaruhi perilaku dari perusahaan. Struktur industri juga berhubungan dengan karakteristik dan pentingnya pasar tertentu (individual) di dalam ekonomi. Dalam hal ini struktur menggambarkan lingkungan dimana suatu pasar beroperasi. Kondisi demikian dapat diidentifikasikan dengan melihat dari sisi penawaran produk, seperti sifat dari perusahaan yang memproduksi, karakteristik atau jenis biaya produksi dan kemungkinan masuk pasar (entry), ukuran relatif dan urutan kekuatan pasar para produsen, jenis barang dari industri dan pendistribusiannya. Perusahaan dengan tipe monopoli murni seperti Perusahaan Listrik Negara (PLN) biasanya hanya ada satu perusahaan dimana permintaannya bersifat sangat inelastis. Sementara perusahaan dominan menguasai sebagian pasar dan tidak ada pesaing yang kuat. 18 Tabel 2.2 Karakteristik Pasar No 1 Struktur Pasar Kondisi Utama Monopoli Pangsa Murni pasarnya 100 Indeks HH (HirscmanHerfindhal) HHI=1 Hambatan Efisiensi Masuk Jumlah Produsen Sangat Kurang Satu tinggi baik perusahaan Tinggi Kurang Banyak persen 2 Perusahaan Pangsa yang pasarnya 50 dominan sampai 100 0.25<HHI<1 Baik persen tanpa adanya pesaing kuat 0.01<HHI<0.18 Tinggi 3 Oligopoli Gabungan 4 ¾ Oligopoli perusahaan Ketat yang memiliki pangsa pasar 60-100 persen. Kesepakatan untuk menentukan harga relatif mudah Kurang Baik Sedikit 19 Gabungan 4 ¾ Oligopoli Longgar Banyak perusahaan yang memiliki pangsa pasar sekitar 40 persen. Kesepakatan dalam menentukan harga sebenarnya tidak mungkin dilakukan Banyak 4 Persaingan pesaing yang Monopolistik efektif, tidak 0.01<HHI<0.1 Rendah Cukup Banyak Baik satu pun yang memiliki pangsa pasar lebih dari 10 persen 5 Persaingan Lebih dari 50 Murni pesaing, dimana tidak HHI<0.01 Sangat Rendah Baik Sangat Banyak 20 satu pun yang memiliki pangsa pasar yang berarti Sumber : Jaya (1993) dan Hasibuan (1991). Oligopoli ketat merupakan kondisi dimana empat perusahaan terbesar memiliki pangsa gabungan lebih dari 60 persen, dimana permintaannya adalah bersifat inelastis dan adanya kerjasama dalam penentuan harga (berkolusi). Oligopoli yang longgar merupakan kombinasi empat perusahaan yang memiliki pangsa dibawah 40 persen dan kecil kemungkinan untuk menentukan harga melalui penetapan harga. Permintaanya bersifat elastis sehingga setiap perusahaan mendorong harga turun sampai mendekati tingkat biaya. Persaingan monopolistik merupakan tingkatan monopoli yang paling rendah, dimana pada tingkatan ini terdapat banyak pesaing yang memiliki kekuatan pasar yang kecil. Sementara untuk struktur persaingan murni terdapat banyak pesaing dan tidak satu pun mempunyai pengaruh terhadap pasar keseluruhan. a. Pangsa Pasar (market share) Pasar secara sederhana adalah pertemuan antara penjual dan pembeli. Secara nyata, pasar adalah lokasi terjadinya transaksi jual-beli. Menurut David Hyman (1996), pasar adalah pengaturan dimana pembeli dan penjual bertemu atau berkomunikasi untuk memperdagangkan barang dan jasa. Ini merupakan cara dari para pembeli dan penjual dalam melakukan bisnis bersama-sama. Sementara pangsa pasar dalam kegiatan bisnis merupakan tujuan atau motivasi perusahaan. Pangsa 21 pasar yang besar biasanya mencerminkan kekuatan pasar, dan sebaliknya. Peranan pangsa, seperti halnya elemen struktur yang lain, adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan. Pangsa pasar mengukur rasio hasil penjualan suatu perusahaan dengan total penjualan dalam industri. Rasio ini menjelaskan posisi setiap perusahaan dalam kontribusinya terhadap output total industri. Setiap perusahaan memiliki pangsa pasar tertentu. Pangsa pasar ini menunjukkan kekuatan pasar yang dimiliki keuntungan dari penjualan produknya. Makin tinggi kekuatan pasar maka keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. Besarnya pangsa pasar berkisar antar 0-100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Suatu perusahaan dengan pangsa pasar 100 persen memiliki kekuatan monopoli. Dengan pangsa pasar yang dimilikinya perusahaan memiliki keleluasaan untuk menetukan harga produk dan keputusan tentang pemasaran barang dan jasa. Suatu perusahaan dikatakan dominan bila perusahaan tersebut menguasai 40 persen pangsa pasar. Sementara pangsa pasar terbesar lainnya kurang dari separuh perusahaan dominan, semakin dekat perusahaan itu untuk menjadi perusahaan monopoli murni. Jika pangsa pasar terbesar berkisar antara 20-50 persen, maka kekuatan pasar yang terjadi adalah oligopoli. Kesepakatan diantara perusahaan terbesar dapat terjadi sehingga dapat bertindak layaknya monopolis sejati. Akhirnya jika pangsa pasar terbesar dibawah 20 persen dan kombinasi pemusatan empat perusahaan dibawah 40 persen menunjukkan kekuatan kekuatan pasar yang relatif kecil. Hal ini berdampak pada munculnya berbagai bentuk persaingan. Meskipun terdapat hambatan masuk, namun kondisi tersebut cenderung 22 membentuk pasar persaingan murni. Walaupun dalam derajat yang rendah, persaingan dapat membawa alokasi sumber daya ekonomi yang relative lebih efisien. b. Konsentrasi Konsentrasi merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopoli dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kombinasi pangsa pasar membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar. Penerimaan rata-rata industri yang terkonsentrasi akan lebih tinggi daripada penerimaan dari jenis industri yang kurang terkonsentrasi. Konsentrasi dapat dihitung dengan menggunakan metode Rasio Konsentrasi Empat Perusahaan Terbesar (CR4) dan Indeks Hirschman-Herfindhal (HHI). CR4 memerlukan data mengenai ukuran pasar secara keseluruhan dan ukuran perusahaan yang memimpin pasar, sedangkan HHI merupakan penjumlahan kuadrat pangsa pasar semua perusahaan dalam suatu industri. CR 4 dirumuskan sebagai berikut : CR4 = Total jumlah 4 perusahaan terbesar Total penjualan industri (2.1) Nilai CR4 yang dihasilkan antar 0-1. Semakin besar nilai CR4 yang dihasilkan maka struktur pasar semakin monopoli, sebaliknya jika nilainya semakin kecil maka persaingan mendekati sempurna. Peningkatan konsentrasi bisa disebabkan karena perluasan yang terjadi pada establishment dan berkurangnya jumlah perusahaan. Menurut Jaya (1993), semakin meningkatnya konsentrasi rasio tetapi jumlah perusahaan naik, berarti skala establishment dalam perusahaan yang masuk lebih banyak berskala sedang dan kecil. 23 c. Hambatan untuk Masuk (Barrier to entry) Pesaing yang potensial adalah perusahaan-perusahaan diluar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya. Hambatan untuk masuk pasar merupakan segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru. Hal ini dapat berupa hak paten, hak mineral, dan franchise. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai hambatan untuk masuk pasar, yaitu: Hambatan-hambatan yang timbul dalam kombinasi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat yang legal ataupun dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat. Hambatan dalam kegiatan, mulai dari tanpa hambatan sama sekali (free entry), hambatan rendah sedang sampai tingkat tinggi dimana tidak ada lagi jalan untuk masuk. Hambatan merupakan sesuatu yang kompleks, yang masih diperdebatkan oleh para ahli ekonomi. 2.1.4 Perilaku Pasar Jika pasar berstruktur persaingan sempurna maka penetapan harga akan berlangsung secara alamiah. Perilaku pasar seperti penetapan harga, strategi produksi, kolusi dan penawaran vertikal umumnya terjadi pada pasar oligopoli. 24 a. Penetapan Harga Interdependensi (saling ketergantungan), antara satu pesaing dengan pesaing lain yang saling mempengaruhi satu sama lain merupakan konsep dasar dari oligopoli. Kecenderungan utama pada pasar oligopoli adalah adanya persamaan harga dan ciri-ciri produk yang sama pada semua perusahaan. Pada pasar oligopoli, perusahaan mengawasi pesaingnya. Harga yang ditetapkan harus berada jauh diatas biaya yang dikeluarkan agar dapat memperoleh keuntungan. Menurut Burgess dalam Hasibuan (1989), ada tiga kemungkinan perusahaan dalam menentukan harga, yaitu: menyepakati harga jual yang sama dengan pesaingnya, menetukan harga yang rendah agar dapat mematikan pesaingnya, kemudian memperlambat laju pemunculan produk baru jika terdapat derajat diferensiasi. b. Strategi Produk, Promosi dan Distribusi Menurut Jaya (1993), suatu perusahaan tidak dapat bertahan hidup tanpa menciptakan produk yang baru. Produk yang sebelumnya dihasilkan akan menjadi semakin dewasa dan pada suatu saat nanti akan mengalami penurunan sehingga layak untuk digantikan. Produk baru menuntut sebuah perkenalan yang sukses serta partisipasi aktif seluruh jajaran manajemen perusahaan agar produk baru tersebut sukses di pasar. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pasar seperti kondisi perekonomian, sosial politik dan teknologi harus selalu diperhatikan. Dalam menyiapkan produk baru, diperlukan adanya strategi-strategi khusus. Selain itu adanya pemeriksaan khusus secara berkala terhadap produk yang diciptakan akan memberikan dimana posisi produk tersebut berada dalam siklus produk. Adapun siklus suatu produk dibagi menjadi empat, yaitu: Pertama, fase 25 perkenalan dimana pada fase produk masih mencari jati diri di pasar. Fase ini memerlukan riset dan pengembangan serta modifikasi produk yang disesuikan dengan pasar. Kedua, fase pertumbuhan dimana pada fase ini desain produk sudah dapat dikatakan mulai stabil dan diperlukan penentuan kapasitas produksi dimasa yang akan datang. Ketiga, fase kedewasaan. Dalam fase ini dilakukan inovasi-inovasi dalam mempertahankan pangsa pasar. Keempat, fase penurunan dimana pada fase ini para pengambil keputusan harus mengambil langkah tegas terhadap produk-produk yang telah mencapai tahap akhir dari siklus. Tabel 2.3 Karakteristik pada Daur Hidup Suatu Produk Siklus Kategori Penjualan Laba Arus Kas Pelanggan Pesaing Biaya Pemasaran Harga Desain Produk Pengenalan Pertumbuhan Kedewasaan Penurunan Rendah Kecil Naik cepat Tinggi Naik perlahan Menurun Negatif Coba-coba Sedikit Tinggi Sedang Masal Bertumbuh Tinggi mulai menurun Rendah Disempurnakan Tinggi Masal Banyak Merosot Menurun Rendah atau nol Rendah Berkurang Berkurang Rendah Paling Rendah Diferensiasi Mulai naik Rasionalisasi Tinggi Dasar Sumber : Jaya (1993). Sementara untuk penjualannya sendiri ada beberapa strategi yang dilakukan oleh perusahaan. Mengadakan obral secara besar-besaran di akhir tahun atau memberikan diskon. Selain itu adanya promosi berupa iklan-iklan juga dilakukan perusahaan dalam memasarkan produknya. Usahan peningkatan penjualan bersifat informasi dan persuasif. Karena bersifat informasi iklan mempunyai keuntungan sosial marginal yang sama dengan biayanya. Informasi juga mampu menambah 26 pengetahuan kepada konsumen terkait dengan produk apa saja yang tersedia dan kegunaanya. Sementara dalam hal distribusi, perusahaan perlu untuk membangun jaringan dengan pengecer ataupun dealer-dealer sehingga distribusi yang memadai dapat tercapai. 2.1.5 Kinerja Kinerja secara sederhana dapat diartikan sebagai nilai yang dihasilkan dari perilaku pasar. Kinerja menggambarkan hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri. Kinerja sering dikaitkan dengan keuntungan, efisiensi, pertumbuhan, kesempatan kerja. Efisiensi menunjukkan seberapa baik perusahaan tersebut mengelola sumber daya dan memenuhi kepuasan konsumen. Efisiensi-X berarti biaya pada tingkat minimum yang memungkinkan untuk dicapai. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dikelola dengan baik. Efisiensi alokasi menggambarkan alokasi sumberdaya ekonomi dalam berproduksi sehingga dapat menaikkan output. Sementara efisiensi dinamis disebabkan oleh adanya perubahan teknologi. Keuntungan atau laba secara sederhana diartikan sebagai nilai penjualan dikurangi dengan nilai pengorbanan untuk membuat suatu barang. Secara akuntansi, keuntungan atau laba adalah kelebihan penghasilan dari ongkos-ongkos yang dikeluarkan perusahaan. Secara matematis dirumuskan sebagai (R-C); dimana R adalah Revenue atau penghasilan dan C adalah Cost atau komponen ongkos produksi pada satuan waktu tertentu. Secara neraca nasional, keuntungan atau laba adalah bagian nilai tambah atau pendapatan yang diciptakan oleh perusahaan. 27 Tingkat pertumbuhan industri tergantung pada pertumbuhan keuntungan, tingkat pertumbuhan perusahaan atau pertumbuhan tenaga kerja. Menurut Jaya (1993), tujuan kinerja ada 4, yaitu: ¾ Efisiensi dalam pengalokasian sumber daya. ¾ Kemajuan teknologi dan penggunaannya. ¾ Keseimbangan dalam distribusi. ¾ Dimensi lain berupa kebebasan individu dalam memilih, keamanan dari bahaya yang mengancam dan keanekaragaman budaya yang ada. 2.1.6 Daya Saing Daya saing atau competitiveness secara sederhana dapat diartikan sebagai produktivitas. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995), daya saing berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu atau melakukan tindakan dalam merebut pasar. Keunggulan bersaing suatu perusahaan menurut Porter (1995), bergantung pada tingkat sumber daya relatif yang dimilikinya. Keunggulan bersaing yang dimaksud antara lain, tersedianya peranan sumber daya. Persaingan dalam hal ini kompetisi dapat meningkatkan level suatu produk yang berarti akan meningkatkan daya saing dari produk itu sendiri. Peningkatan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit yang digunakan dapat berupa peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi (total faktor produktivity). Penentu daya saing nasional (Porter’s diamond) menurut Michael E. Porter ditunjukkan dalam bagan dibawah ini: 28 Peran Kesempatan Strategi perusahaan, struktur dan persaingan Kondisi faktor Kondisi permintaan Industri terkait dan industri pendukung Peran Pemerintah Gambar 2.1 Penentu Daya Saing Nasional (Porter’s Diamond) Adapun komponen dari penentu daya saing nasional ini adalah sebagai berikut: 1. Kondisi faktor Kondisi faktor merupakan faktor endomen yang dimiliki oleh suatu negara untuk mengembangkan industrinya. Kondisi faktor ini merupakan salah satu komponen daya saing yang sangat basis dan penting. Kondisi faktor dapat berupa sumber daya alam, tenaga kerja yang terampil, atau infrastruktur yang baik. 2. Kondisi permintaan Kondisi permintaan ini biasanya mengandalkan permintaan dari dalam negeri. Jumlah penduduk yang besar di suatu negara dapat menyebabkan permintaan akan barang dalam jumlah yang besar. Tetapi selain memiliki daya beli yang tinggi, konsumen yang ada juga harus bersifat sophisticated, sehingga produk yang dihasilkan dapat menjadi lebih baik. 29 3. Industri terkait dan industri pendukung Untuk mengembangkan industri perlu dibangun keterkaitan antar industri. Baik industri pemasok ataupun industri terkait lainnya. Hal ini dapat meningkatkan nilai tambah dari industri tersebut. 4. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan Dalam hal ini pemerintah berperan dalam mengatur bagaimana perusahaan diciptakan, diatur dan dikelola, sebagaimana juga sifat dari persaingan domestik. Pemerintah juga berperan dalam membuat regulasi yang dapat menunjang pembangunan industri yang memiliki daya saing. Selain keempat komponen penentu daya saing diatas, ada 2 faktor lain yang akan mempengaruhi interaksi antara tiap komponen, yaitu: peran kesempatan dan peran pemerintah. Peran kesempatan merupakan faktor yang berada diluar kendali perusahaan atau pemerintah. Tetapi kondisi ini dapat mempengaruhi peningkatan ataupun penurunan daya saing industri baik secara domestik maupun secara global. Salah satu diantaranya adalah faktor yang berpengaruh pada biaya produksi yang tidak berlanjut seperti perubahan harga minyak dan energi, perubahan kurs mata uang, dan lain-lain. Selain itu kondisi sosial politik dalam suatu negara juga dapat mempengaruhi daya saing industri. Peran pemerintah merupakan faktor yang dapat memepengaruhi kondisi industri yang sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah. Dalam melakukan peran ini pemerintah dapat melakukan beberapa regulasi yang diharapkan mampu untuk meningkatkan daya saing industri. 30 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri telah banyak dilakukan. Penelitian yang sudah pernah dilakukan antara lain: 1. Penelitian mengenai “Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Rokok Kretek di Indonesia” pada tahun 2004, yang meneliti hubungan antara struktur pasar dan kinerja industri rokok kretek di Indonesia. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa struktur pasar dari industri rokok kretek adalah oligopoli ketat. Sementara hasil analisis hubungan struktur dan kinerja, variabel bebas yang memiliki pengaruh terhadap tingkat keuntungan (PCM) adalah tingkat konsentrasi (CR4), efisiensi internal (X-eff), dan skala ekonomis (MES). Variabel utilitas kapasitas produksi (CU) tidak berpengaruh terhadap PCM. Variabel yang memiliki hubungan yang positif adalah CR4 dan X-eff, sedangkan variabel MES memiliki hubungan negatif dan tingkat keuntungan. 2. Penelitian tentang struktur, perilaku dan kinerja industri elektronik pasca deregulasi penanaman modal asing tahun 2005. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa industri elektronik pra dan pasca deregulasi penanaman modal asing cenderung memiliki struktur pasar yang bersifat oligopoli. 3. Penelitian mengenai analisis struktur , kinerja dan kluster industri elektronika Indonesia tahun 1990-1999. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, struktur pasar yang ada bersifat oligopoli. Kontribusi nilai tambah indusri elektronika terhadap total industri manufaktur selama tahun 19901999 hanya mengalami kenaikan sebesar 2,41 persen. 31 Penelitian yang saat ini akan dilakukan adalah mendukung penelitian yang sebelumnya. Dimana data terakhir yang dipakai pada penelitian terdahulu adalah tahun 2002. Sehingga penelitian ini melanjutkan penelitian yang telah ada. Selain itu penelitian ini akan membahas tentang daya saing dari industri elektronika di Indonesia yang belum disinggung dalam penelitian terdahulu. 2.3 Kerangka Pemikiran Globalisasi ekonomi yang telah terjadi saat ini menuntut suatu negara termasuk Indonesia untuk mampu memperkuat perekonomiannya. Adanya industrialisasi di Indonesia diharapkan mampu mengurangi ketergantungan terhadap impor dan mampu memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara yaitu melalui ekspor. Salah satu sektor industri yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah industri elektronika. Industri ini memiliki potensi ekspor yang besar dan mampu menyerap tenaga kerja. Dalam upaya peningkatan untuk meingkatkan potensi yang dimiliki, industri elektronika menghadapi beberapa permasalahan yang mendasar. Permasalahan yang dihadapi antara lain: Pertama, adanya ketergantungan bahan baku impor yang mengakibatkan tingginya biaya produksi karena adanya fluktuasi nilai tukar. Ketidakstabilan nilai tukar ini secara langsung menjadi hambatan bagi perusahaan baru untuk masuk industri karena tingginya resiko yang akan dihadapi. Kedua, masuknya produk dumping dan ilegal di pasar. Hal ini secara langsung akan menurunkan pangsa pasar dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan lokal karena 32 harga dari produk dumping dan ilegal tersebut lebih rendah dibandingkan harga dari produk elektronika lokal. Industri elektronika di Indonesia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri elektronika yang dibagi atas tiga sub sektor berdasarkan standar klasifikasi internasional (ISIC), yaitu: subsektor industri komponen, subsektor industri alat komunikasi, dan subsektor televisi dan radio. Masing-masing sub sektor industri elektronika ini memiliki pasarnya masing-masing, dimana setiap pasar memiliki ciri khas masing-masing untuk setiap sub sektor industri. Kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan dalam diagram alir (flow chart) berikut ini: 33 Industrialisasi Industri elektronika ISIC 32100 ISIC 32200 ISIC 32300 Daya Saing Industri Perilaku Perusahaan Struktur Pasar Kinerja Industri Analisis Perilaku Analisis Struktur Pasar Analisis Kinerja • Penetapan harga • Strategi produk • Strategi promosi dan distribusi CR4 • Kontribusi terhadap industri manufaktur • Pertumbuhan Analisis Daya Saing Porter’s Diamond Keunggulan dan kelemahan faktor penentu daya saing Hubungan Struktur dan Kinerja industri Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran dari Analisis Struktur, Perilaku, Kinerja dan Daya Saing Industri Elektronika di Indonesia 34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series dari tahun 1995 sampai tahun 2005. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Perindustrian (Depperin), perpustakaan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan instansi-instansi terkait lainnya. Data ini menggunakan sistem penggolongan industri yang disebut dengan nama International Standard Industrial Classification (ISIC). Data yang digunakan adalah rasio konsentrasi, nilai output, nilai tambah, nilai input atau biaya antara dan jumlah tenaga kerja. 3.2 Metode Analisis Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis yang bersifat deskriptif dengan menggunakan kerangka analisis Stucture, Conduct, Performence (SCP) untuk meneliti struktur, perilaku dan kinerja industri elektronika di Indonesia. Sedangkan daya saing akan dianalisis menggunakan analisis Porter’s Diamond. Berdasarkan penggolongan industri dengan sistem ISIC maka pada penelitian ini akan membagi sektor industri elektronika dalam 3 subsektor, yaitu ISIC 32100 (subsektor industri komponen), ISIC 32200 (subsektor industri alat komunikasi), ISIC 32300 (subsektor industri televisi dan radio). 35 3.2.1 Analisis Struktur Pasar Struktur pasar industri elektronika dapat dilihat dengan menghitung rasio konsentrasi empat perusahaan besar (CR4). CR4 menunjukkan pangsa pasar 4 perusahaan terbesar dari suatu industri tertentu CR4 dirumuskan sebagai berikut: CR4 = 4 ∑ Si i=1 (3.1) Dimana : CR4= rasio konsentrasi 4 perusahaan terbesar Si= pangsa pasar perusahaan ke-i Si = Xi k ∑ Xi i=1 (3.2) dimana : Xi = Pangsa pasar, k = jumlah pemain dalam pasar Xi = output atau nilai tambah dari perusahaan ke-i Secara sederhana pangsa pasar dapat diperoleh dengan membagi jumlah output yang dihasilkan perusahaan ke-i dengan jumlah output yang dihasilkan dalam suatu industri. Nilai CR4 menunjukkan bentuk struktur pasar industri elektronika di Indonesia. Semakin besar angka persentasenya (mendekati 100 persen) maka struktur pasarnya adalah monopoli. Jika mendekati lebih besar dari 60 persen struktur 36 pasarnya adalah oligopoli, dan bila mendekati nol persen maka struktur pasarnya adalah pasar persaingan sempurna. Hambatan perusahaan baru untuk masuk kedalam pasar atau industri juga dapat digunakan untuk mengukur struktur pasar. Hambatan untuk pasar dapat diproksi dari kekuatan perusahaan terbesar dalam menguasai pasar, sehingga menghalangi pesaing potensial yang mempunyai kemungkinan untuk masuk pasar dan menjadi pesaing baru. 3.2.2 Analisis Perilaku Industri Analisis perilaku industri elektronika di Indonesia yang akan diteliti adalah strategi harga, produk, promosi dan distribusi. Untuk menganalisis perilaku industri ini tidak menggunakan data yang bersifat kuantitatif, sehingga analisis perilaku ini hanya bersifat kualitatif. 3.2.3 Analisis Kinerja Industri Analisis kinerja industri elektronika akan mengamati kontribusi industri elektronika terhadap penyerapan tenaga kerja, nilai tambah, output dan jumlah perusahaan. Keuntungan yang diperoleh, produktivitas dan efisiensi. Nilai tambah yang digunakan adalah hasil keuntungan perusahaan setelah dikurangi dengan biaya input termasuk biaya yang dikeluarkan untuk gaji pekerja, biaya bahan bahan baku dan lain-lain. Nilai tambah dapat dirumuskan sebagai berikut: Nilai Tambah = Nilai Output – Nilai Input (3.3) 37 Efisiensi menunjukkan kemampuan dari perusahaan dalam industri untuk menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Efisiensi yang dihitung dalam hal ini adalah efisiensi internal (efisiensi-X) yang menggambarkan suatu indutri dikelola dengan baik. Pengukuran efisiensi dapat dilakukan dengan menghitung rasio nilai tambah dengan nilai input, yang dirumuskan sebagai berikut: Efisiensi = 3.2.4 Nilai Tambah Industri Nilai Input Industri X 100% (3.4) Analisis Daya Saing Industri Elektronika di Indonesia Dalam analisis daya saing industri ini akan dilihat bagaimana hubungan dari faktor-faktor penentu daya saing, yaitu: kondisi faktor, kondisi permintaan, industri terkait dan industri pendukung serta strategi perusahaan, struktur dan persaingan dalam mempengaruhi industri elektronika di Indonesia. Dalam menganalisa daya saing industri ini akan menggunakan analisa secara kualitatif. Penelitian ini akan melihat bagaimana secara umum kaitan antara faktor-faktor penentu daya saing dari industri elektronika di Indonesia. Dalam analisis ini akan dapat dilihat bagaimana keunggulan dan kelemahan dari masing-masing faktor penentu daya saing dari kerangka porter’s diamond. Keunggulan akan ditunjukkan dengan lambang (+), sementara untuk kelemahan akan ditunjukkan dengan lambang (-). Untuk keterkaitan antar faktor akan dilihat dari interaksi masing-masing faktor penentu daya saing. Keterkaitan yang saling 38 mendukung akan ditunjukkan dengan garis merah dan keterkaitan yang tidak saling mendulung akan ditunjukkan dengan garis biru. 39 BAB IV GAMBARAN UMUM INDUSTRI 4.1 Sejarah Perkembangan Industri Elektronika di Indonesia Industri elektronika di Indonesia dimulai pada tahun 1950-an, dimana pada masa itu industri elektronika komponen skala usahanya masih berupa operasi perakitan dengan memproduksi transistor radio. Pada masa ini telah berdiri pabrik radio Philip di Bandung dan Surabaya, dimana kedua pabrik ini merupakan peninggalan dari Belanda. Kemudian pabrik radio Philip di Surabaya berubah menjadi pabrik bola lampu. Tahun 1956 didirikan PT Radio Mfg. Co yang memproduksi radio merk Tjawang. Kemudian industri ini semakin berkembang dimana pada awal tahun 1960 skala operasinya mulai pada perakitan unit-unit televisi hitam-putih (B/W) di bawah merk perusahaan lokal. Pada saat itulah mulai didirikan service center, yang tujuannya memenuhi permintaan konsumen akan layanan pasca pembelian. Pada tahun 1960-an, industri elektronika di Indonesia masih berskala kecil dan sedang dan belum adanya turut campur pihak asing. Industri elektronika masih bergerak di bidang reparasi dan perakitan. Hal ini yang menyebabkan pemerintah masih harus terus mengimpor produk-produk elektronika. Kondisi ini jugalah yang mendorong pemerintah membuat kebijakan substitusi impor. Melalui kebijakan ini pemerintah mulai mendorong industri elektronika untuk mampu memproduksi kebutuhan di dalam negeri. Selama periode tahun 1970-1985, telah terjadi pertumbuhan produksi pada sektor industri, yang disebabkan oleh pertumbuhan ekenomi dan pembangunan infrastruktur. Pada tahun 1970-an mulai 40 tercipta kerjasama antara perusahaan Jepang dan perusahaan lokal dengan berdirinya perusahaan-perusahaan seperti National, Sanyo, dan Sharp. Sementara itu perusahaan seperti Fairchild MNC, Grundig dan Philips merupakan perusahaan asing milik Eropa. Hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi pemerintah karena mampu menghasilkan investasi asing dalam bentuk perusahaan modal asing. Perusahaanperusahaan inilah yang pada akhirnya menjadi produsen terbesar dari produk elektronika di Indonesia. Hal ini juga diikuti dengan terbentuknya perusahaan lokal yang berskala besar yang masih terbatas pada operasi perakitan dengan desain dan komponen yang berasal dari perusahaan asing atau pemegang lisensi. Sampai tahun 1973 telah berdiri 15 perusahaan aktif baik sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) maupun yang memproduksi dengan merek lokal. Perusahaan ATPM yang saat itu telah berdiri antara lain, seperti PT Yasonta yang merakit televisi dengan merek Sharp dari Jepang, PT Sanyo Industries Indonesia yang merakit radio, televisi dan alat-alat rumah tangga dengan merek Sanyo dari Jepang; PT National Gobel yang merakit radio, televisi dan alat-alat rumah tangga dengan merek National dari Jepang. PT Asia Electronics Corp. yang merakit radio dan televisi merek Grundig dari Jerman. Sedangkan yang memproduksi merek lokal adalah seperti PT Galindra Electric Ltd. yang juga merakit radio, televisi, tape recorder dengan merek Galindra; PT Telesonic, dan sebagainya. Sampai tahun 1985 jumlah perusahaan elektronika bertambah menjadi sekitar 58 perusahaan dengan berbagai merek produksi. Sampai tahun 1973 produk yang dihasilkan masih terbatas pada radio, televisi, dan tape recorder. Setelah tahun 1973 jenis produk yang dihasilkan mulai merambah kepada alat-alat listrik rumah tangga. 41 Dengan berdirinya perusahaan-perusahaan multinasional ini telah mengurangi ketergantungan dari produk-produk elektronika impor. Untuk memperkuat posisi perusahaan-perusahaan tadi, pemerintah mengeluarkan kebijakan "larangan impor". Pada awal tahun 1970-an impor televisi dan radio dalam keadaan CBU (Completely Built Up) dilarang. Dari sisi struktur produksi, sebetulnya perusahaan-perusahaan elektronika tadi sebagian besar melakukan perakitan dengan sebagian besar komponen diimpor dari luar negeri. Bagi perusahaan ATPM, mereka mengimpor komponennya dari pemilik merek. Produk bermerek lokalpun mendapatkan sebagian besar komponennya dari luar negeri. Dengan demikian industri elektronika kita merupakan industri perakitan yang mempunyai kapabilitas produksi dengan modifikasi sederhana. Hanya beberapa perusahaan yang memiliki kapasitas modifikasi mendasar (major change capability) dan kemampuan rekayasa atau desain. Boleh dikatakan belum ada yang dapat melakukan inovasi. Babak baru perkembangan industri elektronika dimulai tahun 1985. Diawali dengan berbagai deregulasi yang dilancarkan pemerintah. Para investor dari Jepang, Korea dan Taiwan mulai berdatangan. Produk-produk bermerek Korea dan Taiwan seperti Samsung, Goldstar dan sebagainya mulai muncul dipasaran. Tahun 1990, pemerintah semakin memberikan perhatian terhadap sektor industri, termasuk juga kepada sektor industri elektronika. Hal ini memberikan dampak yang positif dimana telah mampu memicu pertumbuhan elektronika didalam negeri yang terlihat dari penurunan impor produk akhir sebesar 20-40 persen. Seiring dengan penurunan impor, ekspor elektronika ini pun mulai meningkat. Pesatnya perkembangan ekspor elektronika mulai terlihat tahun 1991. Saat itu, realisasi dari perusahaan-perusahaan 42 Jepang, terutama yang bertujuan ekspor, memang sudah mulai nampak sejak tahun 1985. Saat itu terjadi apresiasi mata uang Yen. Menurut data dari Departemen Perindustrian, pada tahun 1992 ekspor perusahaan PMA mencapai 80% dari total ekspor sektor elektronika nasional. 4.2 Potensi Industri Elektronika Didalam Negeri Berdasarkan sejarah perkembangan industri, sektor industri elektronika dapat disebut sebagai salah satu sektor industri yang memberikan kontribusi yang positif dalam membangun perekonomian Indonesia. Peranan industri elektronika ini dapat dilihat berdasarkan pertumbuhan jumlah unit usaha baik berupa perusahaan modal asing ataupun perusahaan modal dalam negeri. Kontribusi industri ini juga tidak terlepas dari penyerapan tenaga kerja dan kenaikan ekspor yang semua ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang positif. 4.2.1 Perkembangan Ekspor Tahun 1987, nilai ekspor hanya mencapai US$ 59 juta, sedangkan tahun 1992 melonjak menjadi US$ 865 juta dan tahun 1993 menjadi US$ 1.2 miliar. Tahun 1994, nilai ekspor industri elektronika mencapai sekitar US$ 2.2 miliar. Dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekspor elektronika menunjukkan angka yang positif dimana industri ini tumbuh sebesar 83.34% pada tahun 1994. Dengan melihat perkembangan dari industri elektronika ini pemerintah menetapkan sektor elektronika sebagai salah satu dari enam industri andalan ekspor nasional. 43 Tabel. 4.1 Perkembangan Ekpor Industri Elektronika Tahun Nilai Ekspor (US$ Juta) 1987 1992 1993 1994 1995 1996 59 865 1200 2200 2241 2964 Sumber: BPS (1996) dan Depperindag (1994). Pertumbuhan (%) ─ 1366.1 38.72 83.34 1.86 32.26 Pada tahun 1995 kenaikan nilai ekspor tidak begitu signifikan. Hal ini terlihat pada pertumbuhan ekspor tahun 1994 sampai tahun 1995 hanya 1.86 persen. Sementara nilai ekspor elektronika Januari sampai November 1996 meningkat hingga 32.26 persen, dibandingkan dengan nilai ekspor periode yang sama 1995. Dimana pada tahun 1995 nilai ekspornya hanya mencapai US$ 2.241 miliar, sedangkan tahun 1996 menjadi US$ 2.964 miliar. Kontribusi terbesar dari nilai ekspor tersebut selama tahun 1996 berasal dari pesawat pengirim atau penerima dan bagian-bagiannya yang naik 160.59 persen dari US$ 151.9 juta menjadi US$ 395.7 juta. Kemudian mesin pengolah data dari US$ 387.8 juta menjadi US$ 620.1 juta. Kemudian instrumen dan komponen dari US$ 203.2 juta menjadi US$ 266.5 juta. 4.2.2 Perkembangan Produksi Secara nasional, perekonomian Indonesia memang membaik pada akhir tahun 1980-an. Situasi itu rupanya berdampak pada perkembangan industri elektronika. Pertumbuhan produksi elektronika pada tahun 1990 sampai tahun 1992 mencapai 65% per tahun. Tingkat pertumbuhan pada tahun 1987 sampai tahun 1989 baru mencapai 36.4%. Tetapi yang tidak berubah adalah pangsa produksi yang masih 44 didominasi elektronika konsumsi. Pertumbuhan tinggi yang terjadi sejak tahun 1991 juga disebabkan peningkatan permintaan pasar internasional yang dapat dilihat dari peningkatan nilai ekspor yang cukup tinggi. Jika dilihat dari segi produksi, dari tahun 1985 sampai tahun 1996 telah terjadi peningkatan produksi yang positif, dimana pada tahun 1985 produksi domestik telah mencapai US$ 416.89 juta dan pada tahun 1996 produksi domestik mencapai US$ 3546.50 juta. Tabel 4.2 Perkembangan Produksi Domestik Industri Elektronika (US$ Juta) Kategori 1985 1990 1992 1996 Elektronika konsumsi 224.89 313.37 864.24 1595.00 Elektronika bisnis dan komunikasi 87.80 207.11 463.37 1111.50 Elektronika komponen 104.20 120.79 425.55 840.00 total 416.89 641.27 1753.16 3546.50 Sumber: Sarana Informatika Industri dalam Indonesian Electronic Industri (1996). Sementara untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri, elektronika bisnis dan komunikasi serta elektronika komponen masih harus mengimpor dari luar negeri. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.2.2.2 , dimana nilai barang yang dikonsumsi masih lebih besar daripada yang diproduksi oleh produsen domestik. Lain halnya dengan elektronika konsumsi yang sudah mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan telah ikut berkontribusi sebagai salah satu komoditi ekspor yang dapat diandalkan. Tabel 4.3 Perkembangan Konsumsi Domestik Dari Produk Industri Elektronika (US$ Juta) Kategori 1985 1990 1992 1996 elektronika konsumsi 269.67 365.93 689.76 891.56 elektronika bisnis dan komunikasi 248.71 996.45 1336.84 2603.37 elektronika komponen 177.45 600.51 1119.99 1399.07 total 695.83 1962.89 3146.59 4894.00 Sumber: Sarana Informatika Industri dalam Indonesian Electronic Industri (1996). 45 4.2.3 Investasi Perkembangan industri elektronika ini tidak lepas dari keberpihakan pemerintah pada dunia usaha. Pada tahun 1994, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1994 membuka kesempatan bagi investor untuk mengembangkan investasi di dalam negeri. Dengan adanya peraturan ini telah meningkatkan investasi di sektor industri elektronika, dimana pada tahun 1994 telah terdapat investasi sebesar US$ 309.55 miliar dan pada tahun 1996 telah meningkat menjadi US$ 433.30 miliar. Tahun 1997 saat terjadi kemerosotan ekonomi, pemerintah melakukan deregulasi di sektor elektronika salah satunya melalui Peraturan Pemerintah No.83 tahun 2001 tentang kepemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing. Kesempatan yang lebih luas menjadi terbuka dengan adanya deregulasi ini. Setidaknya ada lima perusahaan besar industri elektronika pada tahun 1998 menancapkan kakinya di negeri ini, dengan total investasi US$ 1.021 juta, dan menyerap tenaga kerja 37.489 orang. Mereka adalah Sony, Sanyo, LG, Matsushita, dan Epson. Saat ini subsektor semi konduktor dirajai oleh Singapura, Thailand, Filipina, dan Malaysia. Tetapi, untuk subsektor consumer electronic Indonesia unggul dibandingkan negara-negara di ASEAN bahkan di Asia, yaitu mencapai 53 persen dari seluruh produk elektronikanya, sedangkan negara Asia lainnya berkisar 4 hingga 44 persen. Pendirian perusahaan-perusahaan modal asing di Indonesia yang semakin besar menandakan adanya keberpihakan pemerintah dalam upaya untuk meningkatan peranan industri dalam membangun perekonomian Indonesia. 46 4.3 Peranan Industri Elektronika Dalam Perekonomian Indonesia Industri elektronika merupakan salah satu industri yang diprioritaskan pengembangannya dan termasuk penyumbang devisa terbesar dalam bidang industri. Hal ini ditunjukan oleh tingginya nilai ekspor tahun 2005 sebesar US$ 7,65 milyar, dimana sekitar 11,5 % dari total ekspor Indonesia. Setengah dari nilai ekspor elektronika berasal dari 6 perusahaan merek global yaitu Panasonic, Sanyo, LG, Samsung, Toshiba dan Sharp. PT. LG telah mendapat Penghargaan Primaniarta dari Presiden RI atas prestasi ekspornya yang melebihi US$ 1 milyar. Setelah pemerintah melalui Departemen Perindustrian memfasilitasi perbaikan jalan yang rusak menuju pabrik. Untuk memenuhi permintaan pasar ekspor dan dalam negeri industri elektronika nasional telah mengarahkan pada produk yang berbasis digital seperti TV LCD/Plasma. Industri elektronika konsumsi berkembang cukup pesat sementara industri komponen belum berkembang sebagaimana yang diharapkan, untuk itu sedang dikaji kemampuan industri komponen lokal yang dapat memenuhi kebutuhan industri elektronika konsumsi dalam negeri. Pada saat ini komponen elektronika seperti LCD, Cell Phone, driver komputer, semi konduktor sudah diproduksi di dalam negeri khususnya di Pulau Batam. Pada tahun 2006 nilai investasi di industri elektronika di tanah air mencapai Rp 481 miliar, naik dibandingkan dengan nilai investasi pada tahun 2005 yang mencapai Rp 359 miliar. Jumlah tenaga kerja yang terlibat di industri elektronika pada tahun 2006 mencapai 235.000 orang dan berhasil meraih devisa ekspor US$ 6,9 miliar. 47 Untuk tahun 2007, terdapat sekitar 235 perusahaan dengan nilai investasi sebesar US$ 481 juta, menyerap tenaga kerja sebanyak 235 ribu orang. Penyumbang terbesar dari ekspor elektronika tersebut adalah perusahaan-perusahaan multinasional dari Jepang dan Korea seperti Panasonic, Sanyo, LG, Samsung, Toshiba dan Sharp. Panasonic Manufacturing Indonesia telah dijadikan basis produksi untuk kulkas satu pintu di ASEAN sedangkan LG Indonesia telah dijadikan basis produksi untuk kulkas, khususnya untuk mengisi pasar Eropa dan Rusia dengan pangsa pasar 38 persen yang bernilai US$ 455 juta. Untuk wilayah Asia, Timur Tengah dan Afrika masing-masing memiliki peranan ekspor sekitar 36 persen yang bernilai US$ 430 juta. Panasonic Gobel Manufacturing pada tahun 2007 telah melakukan perluasan pabrik baterai Lithium dengan tambahan nilai investasi sebesar US$ 14 juta. Perusahaan ini mengekspor 45 persen kebutuhan dunia baterai Lithium. Dalam rangka mempersiapkan Indonesia menghadapi Electric and Electrical Equipment Mutual Recognition Agreement (EEEMRA) pada awal tahun 2010, telah difasilitasi pembentukan lab uji komponen elektronika di Batam serta telah disusun 6 SNI produk elektronika meliputi audio video, kipas angin, kulkas, TV, mesin cuci dan pompa dan pada tahun 2008 akan ditingkatkan menjadi SNI wajib. Tahun 2007 diawali dengan perluasan pabrik baterai itu maka total nilai investasi yang telah ditanamkan PT PGBI (PT Panasonic Gobel Battery Indonesia) di industri baterai hingga saat ini telah mencapai US$ 40 juta. Hal itu menunjukkan kepercayaan pihak prinsipal dari Jepang kepada PT PGBI makin meningkat, sekaligus menunjukkan adanya peningkatan kualitas dan kuantitas baterai yang diproduksi PT PGBI. 48 4.4 Permasalahan Yang Dihadapi Industri Elektronika Di Indonesia Dalam perkembangannya, industri elektronika menghadapi banyak permasalahan. Baik permasalahan internal ataupun permasalahan eksternal. A. Permasalahan Internal • Kandungan bahan baku impor yang tinggi. Hal ini menyebabkan industri elektronika menjadi sangat sensitif terhadap perubahan nilai tukar mata uang domestik. • Belum mampunya industri komponen dalam memenuhi kebutuhan komponen di dalam negeri. • Lemahnya keterkaitan industri elektronika dengan industri pendukung. • Rendahnya penguasaan teknologiyang menyebabkan industri elektronika di Indonesia hanya bersifat sebagai perakit. • Kualitas sumberdaya manusia yang masih relatif rendah. B. Permasalahan Eksternal • Maraknya produk elektronika China yang beredar di pasar. Produk China yang beredar di pasar antara lain televisi, mesin cuci, kipas angin dan lain-lain memberikan diskon dan harga yang murah. Para pedagang tak segan-segan membanting harga jual. Hal ini menyebabkan komoditi sejenis di Indonesia akan mengalami pertumbuhan yang lamban. Dengan kata lain produk China yang masuk ke Indonesia dapat menjadi pemain dominan untuk beberapa produk tertentu. • Semakin meningkatnya peredaran produk ilegal yang berasal dari pasar gelap. 49 • Besarnya PPnBM (Pajak Pertambahan nilai atas Barang Mewah). • Ekonomi biaya tinggi, pungutan di pelabuhan termasuk tingginya tarif terminal handling charge, masalah distribusi dan sistem perpajakan. • Infrastruktur yang masih kurang memadai, diantaranya jalan-jalan yang rusak dan menyebabkan kemacetan sehingga proses distribusi berjalan terhambat. 50 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Struktur Pasar Industri Elektronika di Indonesia. Dalam penelitian ini, penghitungan rasio konsentrasi untuk melihat struktur pasar industri elektronika dilakukan dengan menghitung Rasio Konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4). Hasil penghitungan rasio konsentrasi pasar industri elektronika di Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.1. Selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005, rata-rata nilai CR4 dari industri elektronika adalah sebesar 65.75 persen. Dengan melihat nilai dari CR4 tersebut, industri elektronika digolongkan memiliki struktur pasar oligopoli ketat, dimana empat perusahaan terbesar menguasai lebih dari 60 persen rasio konsentrasi dari industri elektronika secara keseluruhan. Tabel 5.1 CR4 Industri Elektronika Berdasarkan Kode ISIC dan Jumlah Perusahaan dari Tahun 1995-2005 di Indonesia Sub Sektor Berdasarkan ISIC Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Rata2 41.79 110 33.97 41.38 64.46 43.87 41.94 51.87 56.74 123 172 131 110 131 83 106 45.09 23.95 36.46 146 158 131 43.78 94.95 15 94.08 95.81 95.86 85.68 90.63 91.27 81.97 20 16 15 15 15 16 16 94.92 86.17 96.00 17 15 11 91.58 66.14 51 74.03 65.98 40.25 43.75 48.81 70.30 65.89 45 76 108 81 43 46 56 69.96 68.37 67.44 43 46 49 61.90 67.63 Total Jlh Perusahaan 176 67.36 67.73 66.86 57.77 60.46 71.15 68.20 69.99 59.50 66.63 65.75 195 206 32100 Jlh Perusahaan 32200 Jlh Perusahaan 32300 Jlh Perusahaan Rata2 233 227 234 227 141 167 219 191 Sumber : Diolah dari data BPS tahun 1995-2005. Keterangan: ISIC 32100 = Subsektor industri komponen. ISIC 32200 = Subsektor industri alat komunikasi. ISIC 32300 = Subsektor industri televisi, radio dan alat rekam gambar dan suara. 51 Pada tahun 1995 rata-rata CR4 industri elektronika secara keseluruhan ialah 67.63 persen, dan pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 1 persen menjadi 66.63 persen. Hal ini menunjukkan bahwa selama periode tahun 1995 sampai 2005 terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang masuk. Pada tabel 5.1.1 dapat dilihat bahwa jumlah perusahaan pada tahun 1995 adalah sebanyak 176 unit perusahaan, sementara pada tahun 2005 naik menjadi 191 perusahaan. Dari ketiga subsektor industri elektronika, subsektor industri komponen merupakan subsektor yang memiliki rasio konsentrasi yang paling kecil jika dibandingkan dengan subsektor industri elektronika lainnya. Rasio konsentrasi pada tahun 1995 adalah sebesar 41.79 persen dan pada tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 36.46 persen. Penurunan rasio konsentrasi ini disebabkan oleh adanya kenaikan jumlah perusahaan yang masuk dalam industri sebesar 21 perusahaan. Jika dilihat dari rata-rata nilai CR4 selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005 yaitu sebesar 43.78 persen, subsektor industri ini memiliki struktur pasar oligopoli longgar karena rata-rata nilai CR4 nya berkisar 40 persen. Sementara itu subsektor industri alat komunikasi memiliki rasio konsentrasi yang paling besar. Dimana pada periode tahun 1995 sampai tahun 2005, rata-rata rasio konsentrasinya adalah 91.58 persen. Melihat angka rasio konsentrasi yang dimiliki oleh subsektor ini dapat disimpulkan bahwa struktur pasar dari subsektor industri alat komunikasi adalah oligopoli ketat. Pada tahun 2004, konsentrasi subsektor ini mengalami penurunan sekitar 8.75 persen dari konsentrasi rasio tahun 2003 menjadi 86.17 persen. Penurunan konsentrasi rasio ini diikuti juga dengan 52 penurunan jumlah perusahaan dari 17 perusahaan menjadi 15 perusahaan. Secara teori, seharusnya penurunan rasio konsentrasi disebabkan oleh adanya pesaing baru yang masuk dalam suatu pasar atau industri. Tetapi dalam hal ini penurunan konsentrasi ini diikuti juga dengan adanya penurunan jumlah perusahaan. Hal ini berarti bahwa perusahaan yang keluar adalah perusahaan dengan skala usaha kecil dimana kapasitas produksinya lebih kecil daripada perluasan output. Jadi penurunan konsentrasi ini lebih disebabkan karena adanya penurunan output oleh perusahaan besar. Sementara itu, untuk periode waktu sebelum dan sesudah krisis ekonomi yaitu tahun 1997, tidak terjadi perubahan yang signifikan pada subsektor ini. Penambahan 4 perusahaan yang masuk industri menyebabkan kenaikan konsentrasi rasio sebesar 0.05 persen. Terjadi kenaikan rasio konsentrasi karena perusahaan yang masuk ke dalam industri adalah perusahaan dengan skala usaha kecil. Untuk industri subsektor televisi, radio, alat rekam suara dan gambar, rasio konsentrasinya rata-rata 61.90 persen. Pada tahun 1998 terjadi penurunan konsentrasi rasio sebesar 25.73 persen. Hal ini dikarenakan adanya kenaikan jumlah perusahaan dari 45 perusahaan menjadi 131 perusahaan. Tetapi pada tahun 1999 terjadi kenaikan rasio konsentrasi menjadi 43.75 dengan jumlah perusahaan sebesar 108 perusahaan. Kenaikan rasio konsentrasi ini disebabkan karena terjadinya penurunan jumlah perusahaan. Jika dibandingkan antara tahun 1995 dengan tahun 2005, tidak terjadi perubahan yang signifikan baik pada rasio konsentrasi maupun pada jumlah perusahaan. Rasio konsentrasi tahun 1995 adalah sebesar 66.14 persen dengan 51 perusahaan. Sementara pada tahun 2005 rasio konsentrasi naik menjadi 67.44 dengan 49 perusahaan. Kenaikan rasio konsentrasi ini disebabkan karena berkurangnya 53 jumlah perusahaan dalam industri. Menurut tipenya, struktur pasar industri subsektor televisi, radio, alat rekam suara dan merupakan pasar oligopoli dengan rata-rata konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar sebesar 61.90 persen. 1 2 0. 00 1 00. 00 8 0. 00 I S I C 3 2 1 00 CR4 6 0. 00 I S I C 3 2 2 00 I S I C 3 2 3 00 4 0. 00 2 0. 00 0. 00 1 995 1 996 1 997 1 998 1 999 2 000 2 001 2 002 2 003 2 004 2 005 tahun Gambar 5.1 Grafik Rasio Konsentrasi Industri Elektronika Di Indonesia Dari Tahun 1995-2005 Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005. Jika dilihat dari gambar 5.1.1 diatas, rasio konsentrasi setiap subsektor industri setiap tahun selalu berubah naik dan turun. Jika dilihat besarnya rasio konsentrasi per subsektor industri terdapat kondisi dimana pada satu periode waktu tertentu nilai rasio konsentrasi yang tertinggi ataupun rasio konsentrasi yang terendah. Pada tahun 1998, subsektor industri komponen dengan kode ISIC 32100 mengalami kenaikan nilai rasio konsentrasi sebesar 23.08 persen. Pada tahun inilah selama periode waktu pengamatan yaitu dari tahun 1995 sampai tahun 2005 nilai CR4 terbesar dari subsektor industri ini. Kenaikan nilai CR4 pada tahun 1998 ini jika 54 dihubungkan dengan gambar 5.2 dibawah ini dapat terlihat bahwa pada tahun 1998 telah terjadi penurunan jumlah perusahaan dalam subsektor industri ini yaitu sebanyak 95 perusahaan. Penurunan jumlah pesaing dalam suatu industri dapat menjadi penyebab terjadinya kenaikan rasio konsentrasi pada pasar tersebut. Sementara itu, pada tahun 2004 nilai CR4 untuk subsektor industri komponen mengalami nilai terendah yaitu sebesar 23.95 persen. Hal ini ditandai dengan naiknya jumlah perusahaan yang masuk dalam pasar. Ini menandakan bahwa hambatan untuk masuk pasar semakin berkurang. Hambatan masuk ke dalam suatu industri bukan hanya disebabkan oleh adanya peraturan pemerintah atau adanya hak paten, tetapi hambatan dapat berupa besarnya nilai investasi yang dibutuhkan dalam pembentukan atau pendirian perusahaan baru. Untuk dapat meningkatkan skala usaha juga dibutuhkan modal yang cukup besar. Apalagi industri elektronika ini termasuk industri yang membutuhkan pengembangan teknologi dan kualitas sumber daya manusia yang ahli di bidang elektronika. Selain itu, yang menjadi permasalahan dalam pengembangan industri elektronika ini secara keseluruhan adalah besarnya kandungan impor dalam bahan bakunya. Hal ini menyebabkan industri ini sangat sensitif terhadap perubahan nilai tukar yang tidak menentu. Ketidaksatbilan nilai tukar ini jugalah yang menyebabkan besarnya resiko dalam pengembangan industri ini. Tren naik dan turun juga dialami oleh subsektor industri televisi, radio, alat rekam suara dan gambar. Pada tahun 1998 tepatnya pasca krisis ekonomi tahun 1997, subsektor ini mengalami penurunan rasio konsentrasi dan mencapai titik terendah selama periode waktu tahun 1995 sampai tahun 2005. Hal ini dapat dikarenakan oleh 55 2 faktor, yaitu: Pertama, karena krisis ekonomi pada tahun 1997 menyebabkan nilai tukar Rupiah sangat terpuruk. Hal ini menyebabkan besarnya ongkos biaya produksi karena ketergantungan terhadap bahan baku impor. Meningkatnya biaya produksi ini menyebabkan perusahaan tidak mampu lagi memproduksi output melebihi atau bahkan menyamai produksi pada saat sebelum krisis ekonomi. Kedua, jika dilihat di gambar 5.2 dibawah ini, pada tahun 1998 terjadi kenaikan jumlah perusahaan sebanyak 86 perusahaan dari tahun 1997. Besarnya kenaikan jumlah perusahaan yang masuk dalam industri ini secara langsung akan menyebabkan penurunan rasio konsentrasi pasar. Namun perusahaan yang masuk dalam industri ini dapat digolongkan sebagai perusahaan dengan skala usaha yang kecil. jumlah perusahaan 2 00 1 80 1 60 1 40 1 20 I S I C 3 2 1 00 I S I C 3 2 2 00 I S I C 3 2 3 00 1 00 80 60 40 20 0 1 995 1 996 1 997 1 998 1 999 2 000 2 001 2 002 2 003 2 004 2 005 tahun Gambar 5.2 Perkembangan Jumlah Perusahan Industri Elektronika Di Indonesia Dari Tahun 1995-2005 Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005 Sementara itu untuk subsektor industri alat komunikasi yang nilai rasio konsentrasinya yang paling besar yaitu rata-rata pada periode 1995-2005 sebesar 56 91.58 persen, tren perkembangannya juga tidak mengalami kenaikan atau penurunan yang signifikan. Jika dilihat dari gambar 5.1, tren perkembangan rasio konsentrasinya tidak begitu berfluktuatif. Hal ini juga senada dengan tren perkembangan jumlah perusahaannya yang dapat dilihat pada gambar 5.2. Pada tahun 2002 terjadi penurunan rasio konsentrasi sebesar 9.3 persen dari tahun 2001. sementara jumlah perusahaan yang berada didalam industri tetap selama 3 tahun berturut-turut dari tahun 2000-2002. Penurunan rasio konsentrasi disebabkan oleh penurunan output yang diproduksi oleh perusahaan terbesar dan meningkatnya output perusahaan terbesar kedua, ketiga dan keempat. Penurunan output perusahaan terbesar ini menunjukkan adanya perubahan pangsa pasar yang dimiliki perusahaan tersebut. Hal ini berarti perusahaan-perusahaan yang lain telah mampu meningkatkan skala produksinya. 5.2 Analisis Perilaku Industri Elektronika di Indonesia Setiap perusahaan memiliki tujuan yang ingin dicapai. Untuk mencapai tujuan dari perusahaan ini, setiap perusahaan juga memiliki perilaku dengan maksud untuk mendukung tujuan yang ingin dicapai tadi. Perilaku pada industri elektronika ini akan dilihat dari sisi penetapan harga, strategi produk dan strategi promosi juga distribusi. 5.2.1 Penetapan Harga Dengan struktur pasar yang bersifat oligopoli ketat menunjukkan adanya perbedaan antara perusahaan besar dengan perusahaan kecil. Hal ini akan mendorong perusahaan-perusahaan terbesar dalam industri ini untuk cenderung menetapkan 57 harga yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga dari perusahaan yang skala usahanya lebih kecil. Selain itu, dengan struktur pasar oligopoli ketat dimana ada empat perusahaan yang memiliki pangsa pasar lebih dari 60 persen mengakibatkan perusahaan tersebut melakukan kerjasama dalam hal penentuan harga. Perusahaan dengan skala usaha besar dan telah memiliki merk yang terkenal tidak bersedia untuk mengurangi harga karena perusahaan tidak dapat mengurangi kualitas barang yang diproduksi karena harus menurunkan ongkos produksi. Sementara bagi konsumen adanya jaminan merk dari perusahaan besar mengakibatkan konsumen tidak keberatan dalam membeli produk dari perusahaan ternama meskipun harga yang ditawarkan lebih tinggi dibandingkan dengan harga dari produk perusahaan yang kurang ternama. Merk ini menjadi jaminan kualitas bagi konsumen dalam membeli produk dari perusahaan besar dan sudah terkenal. 5.2.2 Strategi produk Perusahaan yang bergerak dalam industri elektronika berusaha untuk tetap menyediakan produk dari produk yang biasa sampai pada produk canggih. Untuk mampu bertahan dalam industri ini setiap perusahaan harus mampu untuk selalu mengembangkan teknologi dan inovasi, karena teknologi dan inovasi merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi kelangsungan usaha dalam industri elektronika ini. Banyaknya pesaing dalam pasar ini mengakibatkan banyak perusahaan yang selalu berusaha dalam menciptakan produk baru. Setiap perusahaan harus mampu menciptakan suatu produk yang unik dan berbeda dari yang lain. 58 Perkembangan produk dari industri ini sangat pesat. Adanya globalisasi menjadikan setiap orang ingin selalu meng up-date teknologi terbaru. Apalagi dengan perkembangan dari komunikasi dan informasi yang sangat pesat. Contohnya saja pada telepon seluler yang saat ini sangat berkembang. Perusahaan sering sekali mengeluarkan produk terbaru. Setiap perusahaan juga berusaha mencari keunggulan tersendiri dari para pesaingnya. Awalnya telepon selular hanya berfungsi sebagai alat untuk menerima dan melakukan panggilan telepon. Namun sekarang ini, telepon selular diciptakan memiliki multi fungsi. Alat ini sekarang telah dikembangkan sebagai alat multi media diantaranya dapat menjadi pemutar musik, alat perekam juga sebagai kamera. Selain itu, untuk industri televisi, radio, alat-alat rekam gambar dan suara juga terlihat selalu melakukan pengembangan terhadap produknya. Televisi contohnya pada saat ini sudah sangat berkembang. Dari awalnya hanya berupa televisi hitam putih menjadi televisi berwarna, kemudian menjadi layar datar hingga akhirnya menjadi LCD. Selain itu saat ini telah ada televisi yang dapat dipakai sebagai radio. Sementara itu, untuk alat putar video. Perkembangannya juga sangat pesat saat ini. Dari awalnya pemutar gambar yang klasik berkembang menjadi Video CD (VCD), sampai saat ini menjadi DVD. Untuk industri komponen, tabung dan katup elektronika juga dituntut untuk selalu mengembangkan produknya sesuai dengan perkembangan pasar. Terutama saat ini dengan adanya isu pemanasan global, alat-alat elektronika yang dipakai oleh umat manusia diharapkan memiliki teknologi yang ramah lingkungan. 59 Berbagai strategi dilakukan perusahaan untuk dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan pangsa pasarnya. Strategi ini dilakukan perusahaan dalam rangka meningkatkan pangsa pasar dan untuk mengantisipasi pesaing baru dalam pasar masuk. Sudah pasti pengembangan produk ini memerlukan biaya yang lebih besar, karena memerlukan suatu penelitian dan pengembangan yang berlangsung secara kontinu. Hal ini mengakibatkan perusahaan-perusahaan besarlah yang biasanya mampu untuk selalu menciptakan suatu produk-produk terbaru. 5.2.3 Strategi Promosi dan Distribusi Promosi merupakan salah satu cara yang digunakan perusahaan dalam memperkenalkan produknya kepada konsumen. Banyak perusahaan elektronika memakai iklan baik di media cetak maupun media elektronika sebagai alat untuk mempromosikan produk mereka. Para produsen dari produk elektronika beradu dalam mempromosikan produknya. Untuk peluncuran produk terbaru, ada beberapa perusahaan yang membuat acara peluncuran produk di televisi. Hal ini dimaksudkan untuk memperkenalkan produk terbaru kepada konsumen. Bukan hanya di televisi, peluncuran produk juga sering dilakukan di tempat-tempat umum, seperti mall. Selain melalui iklan, perusahaan juga memberikan diskon ataupun potongan harga dari produk yang dihasilkan untuk menarik minat dari konsumen agar menggunakan produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Sementara dari sisi pendistribusiannya, para produsen ini menyediakan banyak agen-agen penjualan yang menyebar sehingga mudah untuk dijangkau oleh 60 konsumen. Bukan hanya agen di toko-toko saja, banyak produsen yang menugaskan agen-agen langsung kepada konsumen. Cara pembayaran secara kredit yang dilakukan oleh produsen elektronika yang bekerja sama dengan lembaga keuangan seperti bank juga mampu menarik konsumen. Hal ini jelas terlihat dengan pesatnya perkembangan dari Electronic City. Kemudahan pembayaran ini juga merupakan salah satu strategi yang dilakukan oleh perusahan. Selain promosi dan distribusi, perusahaan juga menyediakan layanan pasca beli bagi konsumen. Pengadaan garansi juga menjadi faktor yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk. Untuk itu sangat diperlukaan adanya layanan service center untuk mampu mengatasi keluhan konsumen. 5.3 Analisis Kinerja Industri Elektronika di Indonesia Kinerja industri elektronika dapat dilihat dari kontribusi yang diberikan oleh industri ini terhadap industri manufaktur, pertumbuhan industri elektronika, efisiensi dan keuntungan yang diperoleh industri elektronika. 5.3.1 Kontribusi Industri Elektronika terhadap Total Industri Manufaktur di Indonesia. Salah satu komponen kinerja yang dipakai dalam menganalisa kinerja industri elektronika di Indonesia adalah kontribusi yang diberikan oleh industri elektronika terhadap total industri manufaktur. Sumbangan industri elektronika di Indonesia terhadap total industri manufaktur pada tahun 1995 sampai tahun 2005 dapat dilihat pada tabel 5.2. 61 Secara umum, kontribusi industri elektronika terhadap industri manufaktur yaitu kontribusi output, nilai tambah, jumlah perusahaan dan tenaga kerja mengalami kenaikan dari tahun 1995 hingga tahun 1998. Tetapi jika dibandingkan dari tahun 1998 hingga tahun 2005 mengalami penurunan. Output dan nilai tambah tahun 1998 mengalami kenaikan sebesar 4.04 persen dan 3.3 persen dari tahun 1995 dan tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 3.15 persen dan 0.79 persen dari tahun 1998. Tabel 5.2 Kontribusi Industri Elektronika Terhadap Industri Manufaktur Indonesia (persen) No Kategori Tahun 1995 1998 2005 1 Output 1.72 5.76 2.61 2 Nilai Tambah 1.40 4.70 3.91 3 Jumlah Perusahaan 0.82 1.06 0.92 4 Tenaga Kerja 1.29 2.89 3.31 Sumber: Diolah dari data BPS, 1995-2005. Untuk kontribusi jumlah perusahaan dan tenaga kerja tahun 1998 juga mengalami kenaikan sebesar 0.24 persen dan 1.6 persen. Tahun 2005 kontribusi jumlah perusahaan mengalami penurunan sebesar 0.14 persen dari tahun 1998 tetapi kontribusi tenaga kerja mengalami kenaikan sebesar 0.42 persen dari tahun 1998. ¾ Kontribusi Output Industri Elektronika Terhadap Industri Manufaktur di Indonesia. Besarnya kontribusi output industri elektronika terhadap industri manufaktur pada periode tahun 1995 sampai tahun 2005 dapat dilihat pada lampiran tabel 1, yaitu sebesar 1.63 persen. Pada tahun 1995 kontribusi output industri elektronika terhadap 62 industri manufaktur adalah sebesar 1.19 persen. Sedangkan tahun 2005 kontribusi industri elektronika turun menjadi 0.86 persen. Pada saat sebelum krisis ekonomi yaitu pada tahun 1996 kontribusi output yang diberikan oleh industri elektronika adalah sebesar 1.31 persen. Pada saat krisis ekonomi yaitu pada tahun 1997 kontribusi outputnya justru naik menjadi 1.89 persen, dan tahun 1998 kontribusinya menjadi 1.92. Hal ini menandakan bahwa industri elektronika mampu mempertahankan kapasitas produksinya bahkan mampu menaikkan kapasitas produksi sehingga kontribusi output industri ini mampu mengalami peningkatan. Kontribusi output industri elektronika terbesar selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005 adalah pada tahun 2004 yaitu sebesar 2.61 persen. Sementara kontribusi output yang paling rendah terjadi pada tahun 2005. 5 . 0000 4 . 5 000 4 . 0000 3 . 5 000 3 . 0000 PERSENTASE I S I C 3 2 1 00 I S I C 3 2 2 00 I S I C 3 2 3 00 2 . 5 000 2 . 0000 1 . 5 000 1 . 0000 0. 5 000 1 995 1 996 1 997 1 998 1 999 2 000 2 001 2 002 2 003 2 004 2 005 TAHUN Gambar 5.3 Tren Perkembangan Kontribusi Output Industri Elektronika terhadap Industri Manufaktur Indonesia, Tahun 1995-2005 Sumber: Diolah dari data BPS, 1995-2005. 63 Rata-rata kontribusi output industri elektronika terhadap industri manufaktur paling besar disumbangkan oleh subsektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara dan gambar dengan kode ISIC 32300 yaitu sebesar 2.36 persen. Jika dilihat dari gambar 5.3.1.1, kontribusi output subsektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara dan gambar paling tinggi pada tahun 2004. Tetapi pada tahun 2005 terjadi penurunan yang sangat drastis dan merupakan kontribusi yang terendah selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005, yaitu sebesar 0.86 persen. Kontribusi output yang paling rendah diberikan oleh subsektor industri alat komunikasi dengan kode ISIC 32200 yaitu sebesar 0.36 persen. Kontribusi terbesar diperoleh pada tahun 1997 yaitu sebesar 0.99 persen. Kontribusi terendah diperoleh pada tahun 0.03 persen. Rendahnya kontribusi subsektor industri ini disebabkan karena jumlah perusahaan yang masih relatif sedikit dibandingkan dengan subsektor industri elektronika yang lainnya. Sementara rata-rata kontribusi output subsektor industri komponen selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005 adalah sebesar 2.16 persen. Pada tahun 2000, kontribusi output terbesar yang diberikan oleh subsektor ini sebesar 4.19 persen. Tetapi tahun 2001 terjadi penurunan kontribusi yang sangat drastis dan merupakan kontribusi terendah yang diberikan oleh subsektor ini, yaitu sebesar 1.25 persen. ¾ Kontribusi Nilai Tambah Industri Elektronika Terhadap Industri Manufaktur di Indonesia. Jika dilihat dari lampiran tabel 1, sumbangan kontribusi nilai tambah yang diberikan industri elektronika terhadap industri manufaktur secara rata-rata selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005 adalah sebesar 1.46 persen. Kontribusi nilai 64 tambah pada tahun 1995 sebesar 0.84 persen dan pada tahun 2005 naik menjadi 1.30 persen. Sementara itu tahun 1996 sebelum krisis ekonomi, kontribusi nilai tambah yang diberikan industri adalah sebesar 1.11 persen. 5 . 0000 4 . 5 000 4 . 0000 3 . 5 000 PERSENTASE 3 . 0000 I S I C 3 2 1 00 2 . 5 000 I S I C 3 2 2 00 I S I C 3 2 3 00 2 . 0000 1 . 5 000 1 . 0000 0. 5 000 1 995 1 996 1 997 1 998 1 999 2 000 2 001 2 002 2 003 2 004 2 005 TAHUN Gambar 5.4 Tren Perkembangan Kontribusi Nilai Tambah Industri Elektronika terhadap Industri Manufaktur, Tahun 1995-2005 Sumber: Diolah dari data BPS, 1995-2005. Saat krisis dan setelah krisis yaitu pada tahun 1997 dan tahun 1998 kontribusi nilai tambah yang diberikan yaitu sebesar 1.65 persen dan 1.57 persen. Turunnya kontribusi nilai tambah ini disebabkan karena naiknya biaya produksi, yang disebabkan besarnya kandungan bahan baku impor. Saat krisis ekonomi mata uang Rupiah mengalami keterpurukan. Hal ini secara langsung mengakibatkan besarnya biaya ongkos produksi yang harus ditanggung oleh perusahaan dalam industri ini. Kontribusi nilai tambah yang tertinggi diperoleh pada tahun 2000 yaitu sebesar 2.12 65 persen. Membaiknya perekonomian membuat perusahaan mampu mengurangi ongkos produksi sehingga terjadi kenaikan nilai tambah. Rata-rata kontribusi nilai tambah industri elektronika terhadap industri manufaktur paling besar disumbangkan oleh subsektor industri komponen yaitu sebesar 2.27. Pada gambar 5.4 kontribusi nilai tambah yang diberikan oleh subsektor ini paling tinggi terjadi pada tahun 2000. Jika dilihat dari gambar 5.4, tren perkembangan kontribusi nilai tambah subsektor ini adalah naik dan turun. Tahun 1996 trennya naik sampai tahun 1997. Sementara itu tahun 1998 setelah krisis ekonomi, trennya turun. Tetapi sampai tahun 2000 terjadi kenaikan menjadi 4.29 persen. Kontribusi nilai tambah yang paling rendah diberikan oleh subsektor industri alat komunikasi yaitu sebesar 0.37 persen. Dari gambar 5.4 terlihat jelas bahwa kontribusi nilai tambah yang diberikan oleh subsektor ini selalu berada di bawah 1 persen. Rendahnya kontribusi nilai tambah dari subsektor industri ini selain disebabkan karena kapasitas produksi dari perusahaan dalam subsektor ini masih relatif rendah. Sementara itu kontribusi nilai tambah yang diberikan oleh subsektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara dan gambar terhadap industri manufaktur selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005 adalah sebesar 1.73 persen. Kontribusi nilai tambah terbesar yang diberikan oleh industri ini adalah pada tahun 1998 yaitu sebesar 2.81 persen, dan yang terendah adalah pada tahun 1995 sebesar 1.06 persen. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor ini mampu mempertahankan kapasitas produksinya dan mampu mempertahankan bahkan memperkecil ongkos produksi seperti sebelum krisis ekonomi terjadi. 66 ¾ Kontribusi Jumlah Perusahaan Industri Elektronika Terhadap Industri Manufaktur di Indonesia. Kontribusi jumlah perusahaan yang diberikan oleh industri elektronika terhadap industri manufaktur di Indonesia selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005 ditunjukkan oleh lampiran tabel 1 dan gambar 5.5. Kontribusi jumlah perusahaan yang diberikan oleh industri ini selama tahun 1995 sampai tahun 2005 adalah sebesar 0.31 persen. Jika dilihat dari lampiran tabel 1, kontribusi jumlah perusahaan yang diberikan oleh industri elektronika terhadap industri manufaktur merupakan kontribusi yang paling rendah jika dibandingkan dengan kontribusi output, nilai tambah dan tenaga kerja. Rata-rata kontribusi jumlah perusahaan industri elektronika terhadap industri manufaktur paling besar disumbangkan oleh subsektor industri komponen yaitu sebesar 0.57 persen. Dari gambar 5.5 terlihat bahwa subsektor industri ini pada tahun 1997 dan tahun 2004 memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 0.76 persen. Kontribusi terendah yang diberikan oleh subsektor ini yaitu sebesar 0.35 persen pada tahun 1998. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997. Krisis ekonomi ini membuat banyak perusahaan yang keluar dari industri karena tidak sanggup untuk menanggung besarnya biaya produksi saat terjadi krisis ekonomi. Lain halnya dengan subsektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara dan gambar. Kontribusi jumlah perusahaan yang diberikan pada tahun 1998 justru naik sebesar 0.41 persen menjadi 0.61 persen. Pada tahun 1998 kontribusi yang tertinggi diberikan oleh subsektor ini. Jika dilihat trennya dari gambar 5.5, setelah 67 tahun 1998 kontribusi yang diberikan oleh subsektor ini terus menurun sampai tahun 2001. Tahun ini kontribusi yang diberikan paling rendah selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005. kemudian tahun 2002 sampai tahun 2005 terjadi kenaikan dan penurunan yang tidak begitu signifikan. Menurunnya jumlah perusahaan dalam industri ini dapat diakibatkan karena hambatan yang semakin besar atau besarnya modal yang harus dikeluarkan untuk pembentukan perusahaan baru. 0. 9 000 0. 8 000 0. 7 000 0. 6 000 PERSENTASE 0. 5 000 I S I C 3 2 1 00 I S I C 3 2 2 00 I S I C 3 2 3 00 0. 4 000 0. 3 000 0. 2 000 0. 1 000 1 995 1 996 1 997 1 998 1 999 2 000 2 001 2 002 2 003 2 004 2 005 TAHUN Gambar 5.5 Tren Perkembangan Kontribusi Jumlah Perusahaan Industri Elektronika Terhadap Industri Manufaktur di Indonesia, Tahun 1995-2005 Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005. Rata-rata kontribusi jumlah perusahaan yang terendah diberikan oleh subsektor industri alat komunikasi yaitu sebesar 0.07 persen. Pada gambar 5.5 terlihat bahwa tren perkembangan subsektor ini tidak begitu berfluktuasi. Nilainya juga hanya berkisar antara 0 sampai 1 persen saja. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor ini belum begitu banyak diminati oleh investor untuk membangun perusahaan di bidang industri alat komunikasi ini. 68 ¾ Kontribusi Tenaga Kerja Industri Elektronika Terhadap Industri Manufaktur di Indonesia. Kontribusi tenaga kerja yang diberikan oleh industri elektronika terhadap industri manufaktur di Indonesia selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005 ditunjukkan oleh lampiran tabel 1 dan gambar 5.6. 2 . 5 00 2 . 000 PERSENTASE 1 . 5 00 I S I C 3 2 1 00 I S I C 3 2 2 00 I S I C 3 2 3 00 1 . 000 0. 5 00 1 995 1 996 1 997 1 998 1 999 2 000 2 001 2 002 2 003 2 004 2 005 TAHUN Gambar 5.6 Tren Perkembangan Kontribusi Tenaga Kerja Industri Elektronika terhadap Industri Manufaktur di Indonesia, Tahun 1995-2005 Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005. Kontribusi tenaga kerja yang diberikan oleh industri elektronika terhadap industri manufaktur selama periode tahun 1995-2005 adalah sebesar 0.83 persen. Kontribusi terbesar diperoleh pada tahun 2000 dan yang terendah pada tahun 1999. Subsektor industri komponen merupakan subsektor yang menyumbangkan kontribusi tenaga kerja yang paling besar. Tahun 2005 subsektor ini memberikan 69 kontribusi yang terbesar. Dari gambar 5.6 dapat disimpulkan bahwa subsektor industri alat komunikasi yang memberikan kontribusi tenaga kerja yang paling rendah terhadap industri elektronika. Kecilnya kontribusi tenaga kerja ini sejalan dengan kecilnya kontribusi jumlah perusahaan yang diberikan oleh subsektor industri ini. 5.3.2 Pertumbuhan Industri Elektronika di Indonesia. Pertumbuhan nilai tambah dan output industri elektronika di Indonesia dapat dilihat pada lampiran tabel 3. Pertumbuhan output dan nilai tambah industri elektronika pada saat sebelum krisis ekonomi yaitu tahun 1996 bernilai 185.80 persen dan 200.17 persen. Tetapi pada tahun 1997 pertumbuhan output dan nilai tambah turun sebesar 130.05 persen dan 138.94 persen. Secara keseluruhan pertumbuhan output dan nilai tambah pada saat krisis ekonomi tidak sampai bertumbuh negatif. Hanya saja penurunannya sangat drastis sekali. Hal ini dikarenakan adanya kenaikan biaya produksi yang sangat besar akibat krisis ekonomi yang pada saat itu tidak hanya dialami oleh Indonesia tetapi juga dialami oleh sebagian besar negara-negara di Asia. Besarnya kandungan impor dalam bahan baku industri elektronika ini menjadi penyebab utama menurunnya produksi industri ini karena pada saat krisis mata uang Rupiah mengalami keterpurukan yang menyebabkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk bahan baku. Meningkatnya biaya produksi dalam industri ini menyebabkan banyak perusahaan dengan skala usaha kecil keluar dari industri ini. Perusahaan besar yang tetap bertahan dalam industri ini juga mengurangi output produksinya. Pengurangan output produksi ini juga yang mengakibatkan turunnya nilai tambah yang dihasilkan 70 oleh industri ini. Karena selain pengurangan output, kenaikan biaya input juga menjadi penyebab turunnya nilai tambah yang dihasilkan oleh industri ini. Pada lampiran tabel 3, pertumbuhan tenaga kerja dan jumlah perusahaan juga mengalami penurunan pada tahun 1997, dan tahun 1998 pertumbuhan tenaga kerja hanya sebesar 1.334 persen dan pertumbuhan tenaga kerja bertumbuh negatif menjadi 2.58 persen. Karena adanya krisis ekonomi ini menyebabkan perusahaan yang tidak mampu lagi melanjutkan skala produksinya keluar dari industri ini. Pengurangan jumlah perusahaan akan secara langsung menyebabkan banyaknya tenaga kerja yang terkena PHK, sehingga terjadi pengurangan jumlah tenaga kerja pada masa itu. Industri elektronika di Indonesia belum mampu menguasai teknologi sehingga hanya mampu memproduksi secara masal desain teknologi dari negara lain atau menggunakan lisensi dari perusahaan negara lain dengan mesin dan bahan baku impor. Kondisi ini menyebabkan pada saat terjadi krisis ekonomi industri ini langsung mengalami goncangan. Hal ini dikarenakan industri manufaktur elektronika di Indonesia sebagian besar adalah industri perakitan yang perusahaannya berupa perusahaan penanaman modal asing (PMA) dari produk-produk bermerk global. Bisa dikatakan bahwa hanya bagian produksinya saja yang ada di Indonesia, sedangkan proses desain dan penelitian dasarnya masih berada di negara asalnya. Jika dilihat dari lampiran gambar 1, tahun 1997 sampai tahun 1998 pertumbuhan industri ini masih menunjukkan angka yang positif. Tetapi pertumbuhannya masih dibawah angka pertumbuhan sebelum terjadi krisis ekonomi tahun 1996. Tahun 1999, pertumbuhan industri ini kembali mengalami penurunan, yaitu penurunan pertumbuhan nilai tambah dan output. Sementara itu, pertumbuhan 71 tenaga kerja dan jumlah perusahaan justru sebaliknya. Tahun 1999, pertumbuhan tenaga kerja dan jumlah perusahaan mengalami pertumbuhan positif. ou tp u t e m p a t p e ru s a h a a n te rb e s a r 4 0000000000 3 5 000000000 3 0000000000 nilai output 2 5 000000000 2 0000000000 ou tp u t e m p a t p e ru s a h a a n te rb e s a r 1 5 000000000 1 0000000000 5 000000000 0 1 995 1 996 1 997 1 998 1 999 2 000 2 001 2 002 2 003 2 004 2 005 tahun Gambar 5.7 Tren Perkembangan Output Empat Perusahaan Terbesar dalam Industri Elektronika tahun 1995-2005 Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005. Pertumbuhan tenaga kerja dan jumlah perusahaan menjadi 26.091 persen dan 3.08 persen. Jika dilihat dari lampiran gambar 1, pertumbuhan tenaga kerja dan jumlah perusahaan yang tidak diikuti dengan pertumbuhan output dan nilai tambah, mengindikasikan bahwa perusahaan yang masuk dalam industri merupakan perusahaan dengan skala usaha kecil sehingga tidak memberikan kontribusi output dalam industri. Tahun 2000, terjadi keadaan yang merupakan kebalikan dari keadaan tahun sebelumnya. Tahun ini output dan nilai tambah yang bertumbuh positif dan sebaliknya pertumbuhan tenaga kerja dan jumlah perusahaan mengalami penurunan. Tetapi pertumbuhan output dan nilai tambah ini belum mampu melebihi bahkan menyamai pertumbuhan industri sebelum krisis ekonomi. Ini disebabkan karena 72 perusahaan besar tidak dapat menaikkan skala produksinya melebihi bahkan menyamai tahun sebelumnya. Penurunan pertumbuhan tenaga kerja dan jumlah perusahaan ini dapat disebabkan karena naiknya rasio konsentrasi pasar, yang berarti bahwa bertambahnya hambatan untuk masuk kedalam industri ini. Sementara itu pertumbuhan output tahun 2000 mengalami peningkatan disebabkan karena empat perusahaan terbesar mampu meningkatkan outputnya dari tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari gambar 5.7 yang menunjukkan bahwa pada tahun 2000 telah terjadi peningkatan output dari perusahaan terbesar dalam industri ini. Tahun 2001 kembali industri ini mengalami pertumbuhan yang negatif. Dari lampiran gambar 1 terlihat bahwa pertumbuhan nilai tambah, output, tenaga kerja dan jumlah perusahaan mengalami pertumbuhan yang negatif. Penurunan output empat perusahaan terbesar justru mengakibatkan naiknya rasio konsentrasi. Hal ini disebabkan karena berkurangnya jumlah perusahaan yang masuk dalam industri ini. Pertumbuhan output dan yang negatif pada tahun ini, disebabkan karena adanya penurunan output dari empat perusahaan terbesar sebesar 21.5 persen dari tahun sebelumnya. Banyaknya perusahaan yang keluar dari industri ini secara langsung akan mengurangi jumlah tenaga kerja dalam industri ini. Setelah tahun 2001, pertumbuhan industri elektronika secara keseluruhan tidak begitu tinggi. Hal ini selain karena tingginya kandungan impor dalam bahan baku, juga disebabkan banyaknya produk dumping dan produk ilegal yang masuk melalui black market. Harga dari produk elektronika lokal tidak mampu bersaing dengan produk ilegal maupun produk dari negara dengan politik dumping. 73 Berkembangnya perekonomian China mengakibatkan besarnya ekspor produk industri China, termasuk produk industri elektronika. Salah satu negara yang menjadi tujuan ekspor dari China adalah Indonesia. Khusus untuk produk elektronika, volume produk yang masuk ke Indonesia mulai mengkhawatirkan industri elektronika lokal. Hal ini dikarenakan harga dari produk elektronika China ini lebih rendah dari harga produk elektronika lokal. Tren produk China ini menyebabkan berkurangnya pangsa pasar dari perusahaan elektronika lokal. Kenaikan harga bahan bakar minyak, gas dan energi karena pencabutan subsidi oleh pemerintah juga menyebabkan tingginya biaya produksi yang harus ditanggung oleh perusahaan. Hal ini secara langsung akan mengurangi nilai tambah yang akan diperoleh oleh perusahaan. Selain itu, tingginya Pajak Pertambahan nilai Barang Mewah (PPnBM) terhadap produk elektronika mengakibatkan harga dari produk elektronika Indonesia kurang mampu bersaing dengan harga produk China yang masuk ke Indonesia. Sementara itu pada tahun 2005 terjadi penurunan kinerja industri elektronika secara drastis diakibatkan karena raksasa elektronika Jepang Sony Corp. memutuskan untuk menutup pabrik audionya di Indonesia, PT Sony Electronics Indonesia (PT SEI). Dampaknya, selain adanya penurunan output juga terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lebih kurang 1.100 pekerja. 5.3.4 Hubungan Struktur Pasar dengan Kinerja Industri Elektronika di Indonesia 74 ¾ Hubungan Struktur Pasar dengan Efisiensi Efisiensi juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator kinerja sebuah industri. Efisiensi menunujukkan kemampuan dari suatu industri dalam meminimumkan biaya produksi. Tabel 5.3.4.1 dibawah ini akan menunjukkan efisiensi industri elektronika di Indonesia dari tahun 1995 sampai tahun 2005. Efisiensi industri elektronika selama periode tahun 1995 sampai 2005 adalah sebesar 58.57 persen. Tahun 1995, efisiensi dari industri elektronika adalah sebesar 45.49. Sementara itu, tahun 2005 efisiensinya meningkat menjadi 122.18 persen. Hal ini berarti bahwa kemampuan industri elektronika dalam menekan produksi tahun 2005 sangat baik sehingga mampu berproduksi secara efisien. Tingginya tingkat keefisienan industri elektronika ini akan memberikan dampak pada peningkatan kinerja dari industri ini. Tahun 2002 secara keseluruhan industri ini mengalami peningkatan efisiensi. Subsektor industri komponen, tabung, katup elektronika memiliki efisiensi sebesar 141.19 persen. Subsektor industri alat komunikasi memiliki efisiensi sebesar 620.37 persen, subsektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara dan gambar dan sejenisnya memiliki efisiensi sebesar 49.73 persen. Naiknya efisiensi dari ketiga subsektor industri ini berarti bahwa industri ini mampu menekan biaya produksinya sehingga industri ini mampu bekerja secara efisien. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2002 kinerja industri elektronika secara keseluruhan mengalami peningkatan. 75 Tabel 5.3 Efisiensi Industri Elektronika tahun 1995-2005 (persen) Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata ISIC 32100 49.73 5.02 517.01 37.50 57.45 62.77 103.93 141.19 66.14 54.44 105.97 71.00 ISIC 32200 ISIC 32300 42.79 119.77 41.75 57.56 92.64 93.25 14.14 620.37 67.55 244.25 59.85 132.17 27.73 34.07 52.94 40.37 39.02 34.04 35.26 49.73 66.49 16.17 189.30 53.20 ISIC 32 45.49 47.69 50.21 41.47 46.70 53.54 52.46 87.83 66.32 30.37 122.18 58.57 Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005. Jika dilihat dari tabel 5.1, tingkat konsentrasi rasio dari industri elektronika tahun 2002 secara keseluruhan mengalami penurunan rasio konsentrasi. Dimana tahun 2001 nilai CR4 adalah 71.15 persen dan tahun 2002 turun menjadi 68.20 persen. Menurut teori dalam ekonomi industri, rasio konsentrasi dengan efisiensi adalah berkorelasi negatif, dimana jika terjadi kenaikan rasio konsentrasi maka industri tersebut akan semakin tidak efisien. Hal ini disebabkan karena perusahaan dalam industri tidak mampu bersaing dengan sempurna. Sebaliknya perusahaan dalam pasar persaingan sempurna cenderung mampu untuk mengalokasikan sumberdaya secara efisien. Melihat situasi diatas, kenaikan efisiensi pada tahun 2002 dapat disebabkan karena turunnya nilai dari konsentrasi rasio. Penurunan konsentrasi rasio ini akan menyebabkan berkurangnya persaingan dalam industri ini sehingga pengalokasian sumberdaya dapat dilakukan secara efisien. Tetapi meskipun demikian rasio konsentrasi yang dimiliki oleh industri elektronika ini masih cukup besar. Jadi adanya peningkatan efisiensi dalam industri 76 ini lebih dikarenakan oleh kemampuan dari industri ini untuk meminimumkan biaya produksi. ¾ Hubungan Struktur Pasar dengan Keuntungan Pangsa pasar yang diperoleh oleh perusahaan dapat mempengaruhi keuntungan yang dapat diperoleh. Tabel 5.4 menunjukkan kinerja industri elektronika jika dilihat dari sisi keuntungan yang diperoleh. Berdasarkan tabel 5.4 dilihat bagaimana hubungan antara keuntungan dengan struktur pasar. Dari tabel 5.4 dapat dilihat bahwa keuntungan industri elektronika mengalami peningkatan jika dibandingkan antara tahun 1996 dan tahun 2005. Tahun 1996 keuntungan per output dan keuntungan per perusahaan adalah sebesar 32.29 persen dan 0.17 persen. Sementara tahun 2005 keuntungan per output dan keuntungan per perusahaan naik menjadi 54.99 persen dan 0.29 persen. Pada tahun 1996, keuntungan dari subsektor industri komponen, tabung dan katup elektronika adalah sebesar 33.40 persen dan pada tahun 2005 naik menjadi 51.45 persen. Jika dilihat dari nilai CR4, tahun 1996 sebesar 33.97 persen dan tahun 2005 naik menjadi 36.46 persen. Keuntungan per perusahaan juga mengalami peningkatan dari 0.27 persen menjadi 0.39 persen. Sementara itu jumlah perusahaan juga naik dari 123 menjadi 131 unit. Secara teori peningkatan keuntungan akan meningkatkan nilai konsentrasi rasio. Kenaikan keuntungan per perusahaan juga dibarengi dengan kenaikan jumlah perusahaan. Hal ini berarti perusahaan yang bertambah dalam industri ini adalah perusahaan dengan skala usaha kecil. 77 Tabel 5.4 Keuntungan Industri Elektronika Indonesia tahun 1996 dan 2005 ISIC Keuntungan/ output (persen) 1996 32100 33.40 32200 54.50 32300 25.41 32 32.29 2005 51.45 37.44 65.44 54.99 Keuntungan/ perusahaan (persen) 1996 0.27 3.41 0.45 0.17 2005 0.39 3.40 1.34 0.29 CR4 (persen) 1996 33.97 94.08 74.03 67.36 2005 36.46 96.00 67.44 66.63 Jumlah perusahaan (unit) 1996 2005 123 131 16 11 56 49 195 191 Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995 dan 2005. Keterangan : ISIC 32100=Sub sektor industri komponen. ISIC 32200=Sub sektor industri alat komunikasi. ISIC 32300=Sub sektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara dan gambar. ISIC 32=Industri elektronika Keuntungan sub sektor industri alat komunikasi pada tahun 1996 sebesar 54.50 persen dan pada tahun 2005 turun menjadi 37.44 persen. Keuntungan per perusahaan juga mengalami penurunan dari 3.41 persen menjadi 3.40 persen. Nilai rasio konsentrasi mengalami peningkatan sebesar 1.92 persen, yang diikuti oleh penurunan jumlah unit perusahaan sebesar 5 unit. Hal ini berarti bahwa penurunan keuntungan ini disebabkan karena adanya penurunan jumlah perusahaan yang juga menagkibatkan naiknya rasio konsentrasi. Keuntungan dari sub sektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara dan gambar dan sejenisnya pada tahun 1996 adalah sebesar 25.41 persen. Pada tahun 2005 naik menjadi 65.44 persen. Peningkatan keuntungan ini juga diikuti oleh peningkatan keuntungan per perusahaan 0.89 persen. Sementara itu rasio konsentrasi turun sebesar 6.59 persen dan penurunan jumlah perusahaan sebanyak 7 unit perusahaan. Peningkatan keuntungan per perusahaan berkorelasi negatif dengan rasio konsentrasi dan jumlah perusahaan. Hal ini berarti bahwa output dari perusahaan 78 besar mengalami penurunan dan perusahaan yang keluar dari industri ini merupakan perusahaan yang berskala usaha kecil. Dari keterangan diatas dapat kita simpulkan bahwa peningkatan dan penurunan jumlah perusahaan berpengaruh pada struktur pasar karena mempengaruhi pangsa pasar dari industri elektronika di Indonesia. Adanya perubahan struktur pasar yang dapat dilihat dari perubahan rasio konsentrasi juga mempengaruhi keuntungan per perusahaan yang kemudian juga mempengaruhi keuntungan dari industri elektronika secara keseluruhan. Hal ini pada akhirnya juga akan mempengaruhi kinerja dari industri elektronika secara keseluruhan. Selain dari hal diatas, situasi perekonomian secara umum juga mempengaruhi kinerja dari industri elektronika ini. Besarnya ketergantungan industri ini terhadap bahan baku impor menyebabkan industri ini sangat peka terhadap fluktuasi nilai tukar. Hal ini terlihat pada saat krisis ekonomi tahun 1997. Kinerja industri ini secara keseluruhan mengalami penurunan. Ketidakstabilan nilai tukar, dan ketidakstabilan politik dan keamanan membawa dampak yang tidak baik terhadap kinerja industri ini. Karena banyak perusahaan yang mengurangi skala produksinya. Hal ini akan berdampak secara langsung terhadap penyerapan tenaga kerja, jumlah unit perusahaan dan penciptaan keuntungan yang dalm hal ini berupa penciptaan nilai tambah. Karena tingginya kandungan bahan baku impor dalam industri ini mengakibatkan tingginya tingkat kepekaan industri ini terhadap perubahan nilai tukar. Mahalnya bahan baku akan mengakibatkan penurunan keuntungan yang akan diperoleh industri ini. Jadi harga bahan baku sangat berpengaruh terhadap kinerja dari 79 industri elektronika di Indonesia. Kenaikan harga bahan bakar minyak, gas dan listrik akibat pencabutan subsidi oleh pemerintah juga akan sangat berpengaruh terhadap kinerja industri. Naiknya ongkos produksi akan membuat perusahaan mengurangi produksinya. Naiknya harga bahan-bahan baku juga akan menagkibatkan kenaikan biaya produksi. Hal ini akan mengakibatkan penurunan nilai tambah yang dapat diperoleh oleh industri ini. Penurunan nilai tambah ini juga akan secara langsung menurunkan kinerja dari industri ini. Selain hal diatas, banyaknya volume produk elektronika China dan produk elektronika ilegal yang masuk ke Indonesia juga dapat mengurangi kinerja industri ini. Harga produk elektronik dari China dan produk ilegal ini yang lebih murah di pasar domestik menyebabkan penjualan elektronika dari produk lokal menurun karena banyak konsumen yang beralih pada produk-produk yang harganya lebih murah. Penurunan penjualan ini secara langsung akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh industri ini. Penurunan keuntungan ini juga secara langsung akan dapat mengurangi kinerja industri ini secara keseluruhan. Menghadapi kondisi seperti di atas industri elektronika Indonesia dapat menjadi tidak berdaya saing. Selain karena permasalahan peningkatan biaya bahan baku, industri ini juga menghadapi situasi tingginya Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM). Hal ini mengakibatkan produk elektronika Indonesia tidak dapat meningkatkan daya saing dari produknya. 80 5.4 Analisis Daya Saing Industri Elektonika di Indonesia Dengan Menggunakan Analisis Porter’s Diamond. Daya saing atau competitiveness dapat diidentikkan dengan produktivitas. Daya saing dapat diperoleh jika persaingan diantara perusahaan tetap terjaga. Analisis daya saing industri elektronika di Indonesia akan menggunakan analisis penentu daya saing Porter’s Diamond. 5.4.1 Faktor-Faktor Penentu Daya Saing Industri Elektronika di Indonesia 1. Kondisi Faktor Kondisi faktor merupakan faktor endomen yang dimiliki oleh suatu negara untuk mengembangkan industrinya. Kondisi faktor ini merupakan salah satu komponen daya saing yang sangat basis dan penting. Kondisi faktor dalam hal ini berupa sumber daya alam, tenaga kerja yang terampil, atau infrastruktur yang baik. Ketiga kondisi faktor ini akan dijelaskan sebagai berikut ini: a. Sumber daya Alam Alam Indonesia dikenal mempunyai kekayaan sumber daya alam yang sangat besar. Baik sumber daya alam yang dapat diperbaharui maupun sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Untuk industri elektronika pada khususnya, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan dapat menjadi komponen industri seperti karet, keramik, dan plastik. Tetapi kekayaan sumber daya ini tidak mampu diberdayakan oleh sumber daya manusia di Indonesia. Sumber daya alam yang mentah diekspor ke luar negeri. Kemudian dari luar negeri diimpor bahan baku yang tinggal dirakit di Indonesia. Padahal bahan mentah yang diekspor ke luar negeri ini bernilai tambah rendah. Hal ini juga yang akhirnya menyebabkan ketergantungan 81 impor komponen elektronika di Indonesia masih sangat tinggi mencapai sekitar 80 persen, karena minimnya peningkatan nilai tambah sumber daya alam Indonesia untuk diolah menjadi komponen industri. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk menghilangkan ketergantungan pada luar negeri adalah dengan cara membuat sendiri komponen elektronika yang dibutuhkan industri elektronika di Indonesia. b. Sumberdaya Manusia Sumber daya manusia adalah faktor yang paling menentukan dalam proses pengembangan sebuah teknologi seperti teknologi elektronika. Hal ini disadari oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada. Saat ini ada beberapa lembaga yang bergerak untuk menghubungkan dunia perguruan tinggi dengan industri terutama untuk menyiapkan sumber daya manusia. Sebagai contoh, di Canada; Canadian Microelectronics Corporation (CMC) di Queens University menghubungkan perguruan tinggi di Canada dengan Bell Northern Research (BNR) di Ottawa, Canada. Untuk kondisi di Indonesia sendiri sumberdaya manusianya masih belum mampu untuk bersaing dengan dengan sumberdaya manusia dari luar negeri. Salah satu daya tarik sumberdaya manusia di Indonesia bagi para investor adalah jumlah tenaga kerja yang berlimpah dengan tingkat upah buruh yang murah dengan pasar dalam negeri yang relatif besar. Dengan adanya Bandung High Tech Valley diharapkan dapat menghubungkan perguruan tinggi dengan pihak industri. Sehingga tenaga kerja yang diberikan kepada industri adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dan mampu bersaing dengan tenaga kerja dari luar negeri. 82 c. Kondisi Infrastruktur Kondisi infrastruktur yang baik sangat diperlukan dalam rangka peningkatan sebuah industri dalam suatu negara. Infrastruktur yang dimaksud antara lain adalah infrastruktur berupa jalan, pelabuhan juga lapangan terbang. Saat ini di Indonesia kondisi infrastrukturnya cukup mendukung perkembangan industri elektronika ini. Dimana salah satunya telah beroperasi jalan tol Cipularang yang dapat mempercepat jarak antara pabrik di Bandung kepada pasar di Jakarta. Jalan tol ini akan sangat membantu arus keluar barang dari pabrik menuju pasar. 2. Kondisi Permintaan a. Kondisi Permintaan Domestik Kondisi permintaan mengandalkan permintaan dari dalam negeri. Jumlah penduduk yang besar di Indonesia dapat menyebabkan permintaan akan barang dalam jumlah yang besar. Besarnya jumlah penduduk ini akan meningkatkan daya beli dari masyarakat terhadap produk elektronika. Dengan berlatar belakang sebagai negara kepulauan yang memiliki jumlah penduduk yang sangat besar sangat memungkinkan bagi industri elektronika di Indonesia untuk berkembang. Pesatnya kemajuan teknologi saat ini juga meningkatkan daya beli masyarakat terhadap produk-produk elektronika. Hal ini jelas terlihat dari kemajuan produkproduk elektronika yang saat ini sudah berkembang sangat tinggi. Contohnya saja dengan produk televisi. Awalnya adalah televisi hitam putih, kemudian televisi berwarna dan saat ini sudah menjadi televisi layar datar dan LCD. Hal ini menunjukkan besarnya permintaan dari masyarakat terhadap teknologi terbaru. 83 b. Kondisi Permintaan Internasional Tabel 5.5 Ekspor Produk Elektronika Indonesia ke Beberapa Negara Negara Tujuan Hongkong Jepang Singapura Inggris AS Belanda Jerman Lainnya Total 1998 73.3 364.5 952.8 40.7 616.2 44 99.2 881.2 3071.9 Tahun (Juta US $) 1999 2000 2001 2002 2003 97.9 216.5 155.9 184.2 194.6 341.6 1073.1 1016.4 857 947.6 1200.51801.11 1446.4 1403.1 1663.3 51.5 115.5 158.2 199 126.4 566.3 1116 1163.5 1141.3 945.5 31.3 91.2 108.7 147.8 141.2 106.9 174.6 122.3 140.5 175.7 78.6 1877.6 1743.5 1988.9 1926.4 2474.66465.61 5914.9 6061.8 6120.7 2004 2005 total 282.2 296 1500.6 1061 952.2 6613.4 1604.5 2083 12154.71 143.5 68.1 902.9 1053.41136.2 7738.4 106.8 154.9 825.9 185.8 157.9 1162.9 2135.32180.1 12811.6 6572.57028.4 43710.41 Sumber : Diolah dari data BPS, tahun 1998-2005. Selain memenuhi permintaan domestik, industri elektronika juga memasarkan produknya ke beberapa negara. Ekspor industri elektronika dapat dilihat pada tabel 5.5, dimana negara-negara yang menjadi tujuan ekspor Indonesia antara lain adalah, Hongkong, Jepang, Singapura, Inggris, Amerika Serikat, Belanda, Jerman, dan Negara lainnya. Jika dilihat dari tabel 5.5, permintaan internasional terhadap produk elektronika cukup besar. Hal ini terlihat dengan meningkatnya total ekspor setiap tahunnya. Total ekspor dari tahun 1998 sampai tahun 2005 terbesar adalah negara tujuan Singapura dan yang terkecil adalah negara tujuan Belanda. 3. Industri Terkait dan Industri Pendukung Untuk mengembangkan industri perlu dibangun keterkaitan antar industri. Baik industri pemasok ataupun industri terkait lainnya. Hal ini dapat meningkatkan nilai tambah dari industri tersebut. 84 a. Industri Terkait Pada saat ini, industri elektronika di Indonesia umumnya lebih banyak melakukan perakitan komponen elektronika. Hal ini dikarenakan industri komponen di Indonesia belum tumbuh. Komponen elektronika tersebut umumnya bersumber dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Korea, Taiwan dan negara-negara Eropa. Banyak negara yang saat ini mulai mengembangkan industrinya dalam pembuatan komponen elektronika. Hal ini dilakukan karena nilai ekonomis yang diperoleh lebih besar jika kita mampu mengubah pasir Silika menjadi "chip" (IC) daripada merakit IC-IC ini menjadi sebuah komputer. Saat ini Indonesia memiliki beberapa kawasan berikat di pulau Batam untuk mengemas "chip" dalam kemasan keramik untuk kemudian di ekspor. Tetapi pabrik yang ada di Batam hanya sebagai pabrik pengemas IC, dan belum mampu untun merancang dan membuat sendiri IC yang diperlukan oleh industri elektronika. Meskipun demikian, Batam memiliki keunggulan tersendiri. Adanya kedekatan secara geografis dengan Singapura, mengakibatkan adanya “locational advantage”. Di pulau ini juga telah tersedia infrastruktur yang lengkap. Pada tahun 2001 Batam menyerap tenaga kerja sebesar 61,839 pekerja atau 30,9 persen dari total pekerja industri elektronika di Indonesia. Output yang dihasilkan sebesar Rp 20 triliun dengan ekspor senilai hampir Rp 3 triliun atau 30 persen dari total ekspor elektronika Indonesia. Di samping itu, hampir 20 persen perusahaan industri elektronika terdapat di Batam. Selain di Batam, ada juga lembaga di Indonesia yang mampu membuat IC yaitu PAU Mikroelektronika ITB dan LIPI. Potensi yang ada di lembaga ini tentunya akan sangat membantu dalam membentuk orang-orang yang dibutuhkan untuk membangun 85 industri mikroelektronika di Indonesia. Kerjasama yang cukup erat antara kedua lembaga ini dengan pihak perguruan tinggi dan industri di Indonesia akan sangat membantu perkembangan dunia industri mikroelektronika di Indonesia. Kerjasama ini dapat berupa penyediaan fasilitas pembuatan IC, tukar menukar perangkat lunak yang telah dikembangkan maupun informasi lainnya. Khususnya pada proses pembuatan IC, tujuan utamanya adalah untuk menekan biaya pembuatan IC serendah mungkin. b. Industri Pendukung ¾ Lembaga Penelitian dan Pengembangan Peranan lembaga penghubung dalam industri elektronika tidaklah mudah karena disini bertumpu ilmu pengetahuan bidang mikroelektronika maupun perangkat yang diperlukan untuk merancang IC. Potensi PAU (Penelitian Antar Universitas) Mikroelektronika untuk hal ini cukup besar, saat ini tampaknya PAU lebih menitik beratkan pada fungsinya untuk mendukung penelitian bidang mikroelektronika. Tentunya bukan tidak mungkin dimasa mendatang fungsi PAU Mikroelektronika ITB dapat berkembang menjadi jembatan antara dunia perguruan tinggi dan dunia industri mikroelektronika di Indonesia. Dengan semakin terjangkaunya komputer mikro, bukan mustahil pengembangan sumber daya manusia maupun industri mikroelektronika dapat dipercepat dengan adanya jembatan antara perguruan tinggi dan industri bidang mikroelektronika. ¾ Bandung Hi-Tech Valley (BHTV) Saat ini telah dibangun zona industri elektronika di Indonesia, yaitu di sepanjang koridor Jakarta sampai Cikampek. Rencananya pada tahun 2010 akan dikembangkan lagi koridor Cilegon sampai Padalarang, dan Bandung akan menjadi 86 pusat penelitian dan pengembangan. Koridor dibagi dalam 3 bagian, yaitu: o Koridor Cilegon-Jakarta o Koridor Jakarta-Cikampek o Koridor Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang) Dua koridor pertama telah terbentuk sementara itu koridor Cipularang sedang dikembangkan saat ini. Bandung sebagai pusat penelitian dan pengembangan telah mendirikan Bandung Hi-Tech Valley (BHTV) yang berfungsi sebagai dapur pengembangan riset dan penelitian. BHTV bersama PPAU (Pusat Penelitian Antar Universitas) ITB juga bekerja sama dengan Telkom, Industri Telekomunikasi (INTI), Lembaga Elektronika Nasional (LEN). BHTV dan PPAU diarahkan menjadi semacam link yang bisa saling terkait dengan dunia usaha, sehingga produknya bisa bersaing di pasar global. Cluster BHTV akan memfokuskan risetnya pada bidang mikroelektronika yaitu pada desain semi konduktor dan software, komponen modul, dan perangkat telekomunikasi. Produk tersebut diyakini berprospek cerah dan tanpa mengenal masa krisis maupun pascakrisis ekonomi. Selain itu untuk mendukung cluster mikroelektronika, Bandung juga akan dijadikan Kota Multi Media, pusat pendidikan ahli desain chip, software, dan aplikasi teknologi informasi, serta sebagai infrastruktur teknologi koridor Jakarta-Padalarang. Pendirian BHTV ini diharapkan dapat menjadi “Silicon Valley”nya Indonesia. Dengan adanya BHTV diharapkan industri elektronika dapat mengurangi ketergantungan impor bahan baku. Dengan adanya simbiosis mutualisme antara BHTV, PPAU-ITB, dan para investor, diharapkan bisa memacu Indonesia mengejar 87 ketertinggalannya dibanding negara-negara ASEAN. 4. Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan a. Srategi Perusahaan Perusahaan yang bergerak dalam industri elektronika berusahan untuk tetap menyediakan produk dari produk yang biasa sampai pada produk canggih. Banyaknya pesaing dalam pasar ini mengakibatkan banyak perusahaan yang selalu berusaha dalam menciptakan produk baru. Contohnya saja pada telepon seluler yang saat ini sangat berkembang. Perusahaan sering sekali mengeluarkan produk terbaru. Setiap perusahaan juga berusaha mencari keunggulan tersendiri dari para pesaingnya. Strategi ini dilakukan perusahaan dalam rangka meningkatkan pangsa pasar dan untuk mengantisipasi pesaing baru dalam pasar masuk. Selain pengembangan produk, perusahaan juga melakukan strategi promosi dan distribusi. Banyak perusahaan elektronika memakai iklan baik di media cetak maupun media elektronika sebagai alat untuk memproduksikan produk mereka. Para produsen dari produk elektronika beradu dalam mempromosikan produknya. Sementara dari sisi pendistribusiannya, para produsen ini menyediakan banyak agen-agen penjualan yang menyebar sehingga mudah untuk dijangkau oleh konsumen. Bukan hanya agen di toko-toko saja, banyak produsen yang menugaskan agen-agen langsung kepada konsumen. b. Struktur Industri Struktur pasar dari industri elektronika telah dibahas sebelumnya dalam analisis struktur pasar industri elektronika dengan menggunakan metode penghitungan konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar dari industri ini. Pada tabel 88 5.6 ditunjukkan nilai CR4 dari Industri elektronika secara keseluruhan dari tahun 1995 sampai tahun 2005. Tabel 5.6 Konsentrasi Rasio Industri Elektronika dan Jumlah Perusahaan di Indonesia, Tahun 1995 sampai Tahun 2005 Tahun Nilai CR4 (Persen) 1995 67.63 1996 67.36 1997 67.73 1998 66.86 1999 57.77 2000 60.46 2001 71.15 2002 68.20 2003 69.99 2004 59.50 2005 66.63 Rata2 65.75 Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005. Jumlah Perusahaan (Unit) 176 195 233 227 234 227 141 167 206 219 191 201 Jika dilihat dari rata-rata nilai rasio konsentrasi dari industri elektronika di Indonesia, terlihat bahwa selama tahun 1995 sampai tahun 2005 nilai CR4 nya adalah 65.75 persen. Dari nilai CR4 ini dapat disimpulkan bahwa industri elektronika ini memiliki struktur pasar oligopoli yang tinggi. Nilai CR4 tertinggi diperoleh pada tahun 2001, pada tahun ini jugalah jumlah perusahaan dalam industri ini paling rendah selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005. Tingginya rasio konsentrasi tahun 2001 ini disebabkan karena banyaknya perusahaan yang keluar dari industri ini. c. Persaingan Dengan melihat besarnya rasio konsentrasi pada industri elektronika ini akan menyebabkan berkurangnya tingkat persaingan dalam industri ini. Struktur pasar yang berbentuk oligopoli ketat akan menimbulkan adanya kesenjangan yang cukup besar antara perusahaan besar dengan perusahaan kecil. Perusahaan besar ini 89 umumnya telah memiliki merk yang terkenal. Otomatis harga dari produk dengan merk terkenal ini akan lebih tinggi daripada produk dari merk yang kurang terkenal. Hal ini menunjukkan bahwa produsen dengan merk terkenal berani dalam mengambil margin keuntungan yang lebih besar. Perusahaan dengan merk terkenal ini umumnya adalah perusahaan dengan skala usaha yang besar. Hal ini membuat perusahaan besar ini menjalin hubungan saling menguntungkan dengan para agen, pusat layanan serta kantor-kantor cabang diberbagai tempat. Peran Pemerintah Selain empat faktor-faktor penentu daya saing dari Porter’s Diamond, peran pemerintah juga sangat dibutuhkan dalam pengembangan daya saing industri elektronika di Indonesia. Dalam pengembangan industri elektronika di Indonesia, pemerintah cukup memberikan perhatian, diantaranya: adanya beberapa regulasi yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka peningkatan kinerja industri. Salah satu regulasinya adalah PP. No. 20 Tahun 1994 yang kemudian disempurnakan dengan PP. No. 83 Tahun 2001 tentang pembebasan bea masuk impor, penyederhaan ketentuan investasi serta pengembangan sumber daya manusia. Kebijakan ini membuka kesempatan yang lebih luas bagi perusahaan-perusahaan domestik maupun asing dalam pembiayaan pembangunan nasional. Peran Kesempatan Peran kesempatan merupakan kondisi yang mampu mempengaruhi daya saing industri elektronika di Indonesia diluar kendali perusahaan dan pemerintah. Untuk industri elektronika di Indonesia, peran kesempatan yang dihadapi antara lain 90 fluktuasi nilai tukar dan produk China yang masuk ke pasar Indonesia. Fluktuasi nilai tukar kurang memberikan kontribusi yang positif dalam pengembangan industri ini. Hal ini akan mengakibatkan tingginya resiko yang dihadapi oleh industri karena sekitar 80 persen bahan baku untuk industri ini masih diimpor. Sama hal nya dengan tren produk China dengan harga yang lebih rendah mengakibatkan penurunan daya saing produk elektronika Indonesia. 5.4.2 Identifikasi Keunggulan dan Kelemahan Faktor Penentu Daya Saing Industri Elektronika di Indonesia Berdasarkan analisis tiap komponen daya saing, industri elektronika memiliki keunggulan dan kelemahan. Untuk kondisi faktor berupa sumber daya alam dan infrastruktur juga kondisi permintaan, industri pendukung, strategi serta peran pemerintah memiliki daya saing yang cukup tinggi. Sementara itu untuk kondisi sumber daya manusia, struktur, persaingan dan industri terkait serta peran kesempatan memiliki daya saing yang lemah. Tanda positif (+) menunjukkan keunggulan bersaing, sementara tanda negatif (-) menunujukkan kelemahan bersaing dari industri elektronika. Jika dilihat dari keunggulan bersaing, ketersediaan sumber daya alam yang melimpah sebenarnya dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan tersedianya bahan baku di dalam negeri. Adanya perbaikan infrastruktur jalan dan dibangunnya jalan tol Cipularang juga dapat mempercepat jarak tempuh dari zona industri JakartaCikampek. Kondisi permintaan yang dapat diunggulkan baik dari domestik maupun internasional dapat menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan daya saing industri. Adanya industri pendukung yang telah berdiri di Indonesia serta peran 91 pemerintah dapat dijadikan sebagai strategi dalam usaha untuk mengoptimalkan potensi industri elektronika di dalam negeri. Peran Peran Kesempatan Kesempatan (-) (-) Strategi perusahaan, struktur dan persaingan o Strategi (+) o Struktur (-) o Persaingan (-) Kondisi faktor o SDA (+) o SDM (-) o Infrastruktur (+) Kondisi permintaan o Permintaan Domestik (+) o Permintaan Internasional (+) Industri terkait dan industri pendukung o Industri Terkait (-) o Industri Pendukung (+) Peran pemerintah (+) Gambar 5.8 Keunggulan dan Kelemahan serta Keterkaitan Komponen Porter’s Diamond Kelemahan dari industri elektronika dapat dilihat dari faktor peran kesempatan, industri terkait, struktur dan persaingan. Kondisi perekonomian yang cenderung tidak stabil setelah krisis ekonomi tahun 1997 menyebabkan adanya fluktuasi nilai tukar. Fluktuasi ini secara langsung akan berpengaruh terhadap keadaan industri elektronika. Hal ini disebabkan karena tingginya kandungan bahan baku impor yang mengakibatkan jika terjadi depresiasi maka industri ini akan 92 mengalami peningkatan biaya produksi. Ketergantungan industri elektronika terhadap bahan baku impor disebabkan karena industri terkait berupa industri komponen belum dibangun di Indonesia. Yang ada hanya industri perakitan berupa pengemasan komponen. Sementara dengan struktur pasar berupa pasar oligopoli ketat mengakibatkan persaingan yang tidak baik karena adanya kesenjangan antara perusahaan besar dengan perusahaan dengan skala usaha kecil. Pada gambar 5.8 dapat dilihat keterkaitan antar komponen, dimana garis merah menunjukkan keterkaitan yang saling menunjang dan garis biru menunjukkan keterkaitan yang tidak saling mendukung. Jika dilihat, tidak sepenuhnya antar komponen saling menunjang komponen yang lain. Peran kesempatan yang merupakan kelemahan dari komponen penentu daya saing tidak mendukung komponen penentu daya saing yang lain. Sama halnya juga dengan kondisi faktor berupa limpahan sumberdaya alam dan perbaikan infrastruktur juga tidak mampu menunjang peningkatan daya saing industri, karena tidak adanya keterkaitan antara faktor sumber daya dengan pengembangan industri terkait. Lemahnya keterkaitan dalam industri elektronika juga terlihat diantara komponen industri terkait dengan struktur pasar. Belum adanya industri komponen di dalam negeri mengakibatkan tingginya hambatan bagi perusahaan baru untuk masuk kedalam industri. Untuk keterkaitan yang saling menunjang, peran pemerintah cukup memberikan kontribusi yang cukup besar. Dimana adanya keterkaitan yang posistif antara peran pemerintah dengan semua komponen penentu daya saing. Tersedianya sumberdaya alam yang melimpah, industri pendukung serta strategi perusahaan dapat menunjang peningkatan permintaan 93 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil Analisis Struktur Kinerja Perilaku Industri Elektronika di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa : 1. Struktur pasar dari industri elektronika selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005 adalah oligopoli ketat, dimana selama periode ini rata-rata nilai CR4 adalah sebesar 65.75 persen. Nilai CR4 sebelum krisis yaitu tahun 1996 adalah sebesar 67.63 persen dengan 176 unit perusahaan dan nilai CR4 tahun 2005 adalah sebesar 66.63 persen dengan 191 unit perusahaan. Penurunan nilai CR4 disebabkan karena kenaikan jumlah perusahaan. 2. Kinerja dari industri elektronika dapat dilihat dari seberapa besar kontribusi yang diberikan terhadap industri manufaktur; pertumbuhan nilai tambah, output, tenaga kerja, dan jumlah perusahaan. Kontribusi nilai tambah dan output yang diberikan oleh industri elektronika terhadap industri manufaktur selama periode tahun 1995 sampai tahun 2005 adalah sebesar 1.46 persen dan 1.63 persen. Kontribusi nilai tambah dan output tahun 1996 adalah sebesar 1.11 persen dan 1.31 persen, sementara itu kontribusi nilai tambah dan output tahun 2005 adalah sebesar 1.30 persen dan 0.86 persen. 3. Dalam mencapai tujuan dari perusahaan, perusahaan berperilaku atau bertindak untuk mendukung tujuan dari perusahaan tersebut. Perusahaan besar yang 94 memiliki merk terkenal cenderung menetapkan harga yang lebih tinggi. Perusahaan dengan nama besar tidak menurunkan harga dari produknya karena takut akan menurunkan kualitas dari produk yang dihasilkan sehingga dapat menurunkan image atau nama baik perusahaan. Industri elektronika melakukan strategi pengembangan produk melalui penciptaan produk baru dalam mempertahankan pangsa pasarnya. Selain hal diatas, promosi dan distribusi yang baik dilakukan oleh perusahaan melalui penyebaran agen, toko, maupun dealer dalam memasarkan produknya. 4. Efisiensi yang dapat dicapai oleh industri elektronika dari tahun 1995 sampai tahun 2005 adalah sebesar 58.57 persen. Efisiensi yang dicapai pada tahun 1995 sebesar 45.49 persen, sementara efisiensi tahun 2005 adalah sebesar 122.18 persen. Kenaikan efisiensi ini dapat disebabkan karena terjadinya peningkatan daya saing produk elektronika di Indonesia. 6.2 Saran 1. Jika dilihat potensi yang dimiliki oleh industri elektronika perlu adanya peran serta pemerintah dalam membangun industri elektronika ini. Pemerintah perlu untuk menciptakan regulasi yang dapat menjaga iklim usaha dan investasi di Indonesia. Selain itu agar produk elektronika dalam negeri dapat bersaing, pemerintah dapat menurunkan PPnBm dan menetapkan SNI (Standar Nasional Indonesia) yang berdasar pada standar kualitas dunia. Pemerintah juga diharapkan dapat mengatasi barang-barang impor dumping yang masuk kedalam negeri, agar tidak mematikan industri elektronika di dalam negeri. 95 2. Bagi para pelaku industri diharapkan agar tetap mengembangkan penelitian dan pengembangan sehingga produk yang dihasilkan dapat bersaing tidak hanya dari sisi harga tetapi juga dari sisi kualitas terhadap produk dari luar negeri. 3. Bagi peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian ini dengan lebih melihat daya saing produk elektronika Indonesia terhadap pasar internasional. 96 DAFTAR PUSTAKA Amalia. 2008. Analisis Perilaku dan Kinerja Industri Kelapa Sawit Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi: UI, Jakarta. Bappenas.2006. Berjuang Membangun Kembali Indonesia: LaporanKinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK Oktober 2004-Oktober 2006. Bappenas: Jakarta. BPS. Indikator Industri Besar dan Sedang tahun 1996-2005. Jakarta. BPS. Direktori Industri Besar dan Sedang tahun 2003-2004. Jakarta. BPS. Statistik Industri Besar dan Sedang volume I-III tahun 1966-2005. Jakarta. BPS. Statistik Indonesia tahun 2006. Jakarta. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Cetakan kelima, Jakarta: Erlangga. Depperin. Laporan Pengembangan Sektor IndustriTahun 2006-2007. Jakarta. Hasibuan, N. 1994. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli dan Regulasi. Cetakan kedua, Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Hyman, D.N. 1996. Microeconomics fourth edition. Von Hoffman Press. Inc Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. PT. BPFE, Jogjakarta. Juanda, Bambang. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press, Bogor. Kuncoro, Mudrajad. 2005. Mempetanyakan Arah Kebijakan Industri Elektronik Indonesia. KOMPAS,25April, http:/www.kompas.com/kompas%2Dcetak/0504/25/ekonomi/1703544.htm. 97 Kuncoro, M dan A. Salamun. 2005. ”Analisis Struktur Kinerja dan Kluster Industri Elektronika Indonesia 1990-1999”. Jurnal Kebijakan Ekonomi, vol 1 no 2. Lipsey. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi.Cetakan Pertama, Jakarta: Binarupa Aksara. Mega. 2007. Analisis Struktur Kinerja dan Kluster Industri Besi Baja di Indonesia [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen: IPB, Bogor. Putri, Ismalianti. 2004. Analisis Struktur, Perilaku, Kinerja Industri Rokok Kretek di Indonesia [Sripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen: IPB, Bogor. Sentosa, R.N. 2005. Analisis Struktur, Perilaku, Kinerja pada Industri Elektronik Indonesia Pasca Deregulasi Penanaman Modal Asing [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen: IPB, Bogor. Tambunan, Tulus. 2001. Industrialisasi di Negara sedang Berkembang: Kasus Indonesia. Cetakan Pertama, Jakarta: Ghalia. Thoha, M. (1996). Daya Saing Industri Elektronika Indonesia. Jakarta: PPW-LIPI. 98 LAMPIRAN Tabel 1 Kontribusi Industri Elektronika Terhadap Industri Manufaktur tahun 19952005 Tahun Output Jumlah Perusahaan Tenaga Kerja Nilai Tambah 32100 32200 32300 rata2 32100 32200 32300 rata2 32100 32200 32300 rata2 32100 32200 32300 rata2 1.29 1.46 2.90 1.55 1.89 4.19 1.25 1.89 2.75 3.03 0.43 0.53 0.99 0.71 0.21 0.44 0.06 0.03 0.15 0.15 1.85 1.94 1.75 3.52 3.26 2.25 2.31 1.73 1.86 4.65 1.19 1.31 1.89 1.92 1.79 2.29 1.21 1.22 1.59 2.61 0.51 0.53 0.76 0.35 0.49 0.59 0.38 0.50 0.72 0.76 0.07 0.07 0.07 0.09 0.07 0.06 0.07 0.07 0.08 0.07 0.24 0.24 0.20 0.61 0.49 0.36 0.20 0.22 0.21 0.22 0.27 0.28 0.35 0.35 0.35 0.34 0.22 0.26 0.34 0.35 1.07 1.27 1.92 0.83 1.46 1.76 0.83 1.04 1.78 1.97 0.21 0.19 0.18 0.22 0.38 0.39 0.06 0.17 0.14 0.13 0.82 0.83 0.72 1.83 1.71 1.40 0.85 0.75 0.91 0.86 0.71 0.77 0.94 0.96 1.18 1.19 0.58 0.65 0.94 0.99 1.13 1.27 2.59 1.17 1.76 4.29 1.70 3.16 2.81 2.94 0.34 0.75 0.77 0.72 0.26 0.56 0.02 0.07 0.16 0.30 1.06 1.29 1.59 2.81 2.34 1.52 1.61 1.64 1.90 1.78 0.84 1.11 1.65 1.57 1.46 2.12 1.11 1.62 1.63 1.67 1.54 0.19 0.85 0.86 0.63 0.05 0.24 0.31 2.19 0.14 0.96 1.10 2.18 0.20 1.53 1.30 rata2 2.16 0.36 2.36 1.63 0.57 0.07 0.29 0.31 1.31 0.19 1.00 0.83 2.27 0.37 1.73 1.46 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Sumber: Diolah dari data BPS, 1995-2005. 99 Tabel 2. Output Empat Perusahaan Terbesar Industri Elektronika di Indonesia, Tahun 1995-2005 Tahun Output empat perusahaan terbesar (Juta Rp) 3984221562 5472862454 8209765249 12169906468 11276858215 19472668783 15285008733 17342311170 20022198084 36692045882 12196034288 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005. Tabel 3. Pertumbuhan Nilai Tambah dan Output Industri Elektronika Di Indonesia Tahun 1995-2005 (persen) Tahun 1995 1996 1997 1998 Nilai Tambah Output 32100 32200 32300 32 32100 32200 32300 42.07 119.78 -30.67 180.78 10.47 42.86 54.19 33.09 171.16 200.17 61.23 45.57 41.27 115.41 -13.37 54.39 104.39 15.18 31.74 -2.29 226.34 32 185.80 55.75 66.00 100 1999 86.26 -54.70 2.86 14.85 39.23 2000 200.88 164.99 -19.57 80.64 184.69 2001 -54.82 -95.87 20.98 -40.37 -65.81 2002 113.51 283.83 16.47 67.60 85.88 2003 -6.22 144.86 22.74 5.63 37.89 2004 14.69 109.67 2.63 13.06 29.53 2005 -17.83 -27.20 -5.23 -13.92 -43.70 rata2 46.76 75.97 29.93 41.10 43.45 Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005. Keterangan : ISIC 32100=Sub sektor industri komponen. -65.59 164.10 -83.92 -44.79 423.04 19.14 37.95 62.39 5.40 -11.10 17.92 -8.65 2.08 194.51 -79.85 37.61 5.76 64.93 -39.55 23.28 23.87 93.55 -63.54 41.58 ISIC 32200=Sub sektor industri alat komunikasi. ISIC 32300=Sub sektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara. ISIC 32=Industri elektronika Tabel 4. Pertumbuhan Tenaga Kerja dan Jumlah Perusahaan Industri Elektronika Di Indonesia Tahun 1995-2005 Tahun Tenaga Kerja Jumlah Perusahaan 32100 32200 32300 32 32100 32200 32300 32 19.155 49.379 -56.952 79.910 24.698 -5.306 -10.357 21.851 74.701 9.022 1.406 -13.943 150.650 -4.261 -15.310 80.396 21.325 1.334 26.091 3.755 11.82 39.84 -55.81 44.74 19.09 6.67 0.00 25.00 -20.00 -6.25 9.80 -19.64 191.11 -17.56 -25.00 10.80 19.49 -2.58 3.08 -2.99 -52.598 -83.184 -39.082 -50.691 2002 24.193 154.038 -12.781 11.161 2003 67.490 -17.836 19.393 41.738 2004 11.757 -2.082 -4.445 5.856 2005 894.918 324.930 364.145 614.435 rata2 96.245 39.121 37.286 66.569 Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005. -36.64 27.71 37.74 8.22 -17.09 7.96 0.00 0.00 13.33 -11.76 -26.67 -1.97 -46.91 6.98 -6.52 6.98 6.52 10.58 -37.89 18.44 23.35 6.31 -12.79 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2.52 Tabel 5. Keutungan per output dan keuntungan per perusahaan serta nilai CR4 industri elektronika (persen) tahun 1995 1996 1997 Keuntungan/Output 32100 33.21 33.40 34.08 32200 29.97 54.50 29.45 32300 21.71 25.41 34.61 Keuntungan/Perusahaan 32100 0.30 0.27 0.20 32200 2.00 3.41 1.84 32300 0.43 0.45 0.77 CR4 32100 41.79 33.97 41.38 32200 94.95 94.08 95.81 32300 66.14 74.03 65.98 101 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 27.27 36.49 38.56 50.96 58.54 39.81 35.25 51.45 36.53 48.09 48.25 12.39 86.12 40.32 70.95 37.44 28.76 28.07 25.39 26.07 33.21 39.94 13.92 65.44 0.36 0.33 0.29 0.61 0.55 0.27 0.22 0.39 1.83 3.01 3.22 0.83 5.74 2.37 4.73 3.40 0.22 0.26 0.31 0.61 0.72 0.93 0.30 1.34 64.46 43.87 41.94 51.87 56.74 45.09 23.95 36.46 95.86 85.68 90.63 91.27 81.97 94.92 86.17 96.00 40.25 43.75 48.81 70.30 65.89 69.96 68.37 67.44 Rata2 39.91 44.91 31.14 0.35 2.94 0.58 43.78 91.58 61.90 Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005. Keterangan : ISIC 32100=Sub sektor industri komponen. ISIC 32200=Sub sektor industri alat komunikasi. ISIC 32300=Sub sektor industri televisi, radio, alat-alat rekaman suara dan gambar. Tabel 6. Nilai tambah, Nilai ouput, Nilai input, Tenaga kerja, Jumlah perusahaan Industri elektronika Indonesia tahun 1995-2005 Tahun Nilai Tambah (Juta Rp) Nilai Output (Juta Rp) Nilai Input (Juta Rp) Tenaga Kerja (Orang) Jumlah Perusahaan (Unit) 1,032,673,874 3,358,707,001 2,270,356,531 53,723 176 3,099,736,306 9,599,113,939 6,499,377,633 96,914 195 4,997,758,000 14,950,517,000 9,952,759,000 117,581 233 7,275,393,090 24,817,733,370 17,542,340,280 119,150 227 8,355,862,681 26,246,923,424 17,891,060,743 150,237 234 15,094,374,640 43,288,168,114 28,193,793,474 155,879 227 9,000,171,560 26,157,190,262 17,157,018,702 76,863 141 15,084,213,482 32,257,808,577 17,173,595,095 85,442 167 15,933,609,212 39,958,553,615 24,024,944,403 121,104 206 18,014,526,823 77,339,532,189 59,325,005,366 128,196 219 15,506,092,972 28,196,849,962 12,690,756,990 139,715 191 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 total 113,394,412,640 326,171,097,453 212,721,008,217 Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005. 1,244,804 2216 102 PERTUMBUHAN INDUSTRI ELEKTRONIKA 2 5 0. 00 2 00. 00 PERSENTASE 1 5 0. 00 1 00. 00 ou tp u t n ila i ta m b a h ten a ga k erja ju m la h p eru sa h a a n 5 0. 00 1 996 1 997 1 998 1 999 2 000 2 001 2 002 2 003 2 004 2 005 ( 5 0. 00) ( 1 00. 00) TAHUN Gambar Pertumbuhan Industri Elektronika di Indonesia, Tahun 1995-2005 Sumber: Diolah dari data BPS, tahun 1995-2005.