BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar mengajar atau proses pembelajaran merupakan dua proses yang saling berkaitan. Dalam proses belajar mengajar, guru menyampaikan suatu materi pelajaran yang disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang dikehendaki. Sementara peserta didik berkewajiban mempelajari materi pelajaran tersebut dengan maksud agar terjadi transfer pengetahuan dalam proses belajar. Kemampuan seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran, ditentukan oleh kemampuan teoritis dan kemampuan pemilihan pendekatan, metode ataupun media. Kemampuan teoritis adalah kemampuan seorang guru dalam menguasai materi pelajaran disiplin ilmunya. Kemampuan menyampaikan materi pelajaran meliputi gaya dalam berbicara atau berdiri di depan kelas. Pemilihan metode, penggunaan media, penyusunan konsep sehingga siswa mudah memahami dalam menanamkan konsep pada dirinya. Metode mengajar mempunyai peranan dalam membangkitkan minat dan motivasi siswa terhadap mata pelajaran yang diberikan. Salah satu program untuk mengembangkan metode mengajar di sekolah dasar atau menengah yaitu menekankan pada keterkaitan siswa pada proses belajar yang aktif. Pendekatan dalam proses belajar-mengajar pada dasarnya adalah melakukan proses belajar yang menekankan pada proses untuk memperoleh suatu konsep. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam upaya peningkatan proses belajar-mengajar yang aktif dan kreatif adalah pendekatan keterampilan proses. Pendekatan keterampilan proses adalah suatu pendekatan yang sesuai dengan karakter IPA khususnya fisika. Keterampilan proses mempunyai komponen mengamati (observasi), menggolongkan (klasifikasi), menafsirkan (menginterpretasi), meramalkan (memprediksi), menerapkan, merencanakan penelitian, mengkomunikasikan, yang secara konseptual mempunyai ciri sebagai berikut: 1. Menekankan pentingnya keberartian belajar untuk mencapai hasil belajar yang memadai. 2. Menekankan pentingnya keterlibatan siswa dalam proses belajar. 3. Menekankan pentingnya keberartian belajar untuk mencapai hasil belajar yang memadai. 4. Menekankan bahwa belajar adalah proses dua arah yang menekankan hasil belajar secara tuntas. Teori pengetahuan Piaget menekankan pentingnya kegiatan seorang siswa yang aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan. Hanya dengan keaktifannya mengolah bahan, bertanya secara aktif, dan mencerna bahan dengan kritis, siswa akan dapat menguasai bahan dengan baik. Oleh karena itu, kegiatan aktif dalam proses belajar perlu ditekankan. Bahkan, kegiatan siswa secara pribadi dalam mengolah bahan, mengerjakan soal, membuat kesimpulan, dan merumuskan suatu rumusan dengan kata-kata sendiri adalah kegiatan yang sangat penting agar siswa membangun pengetahuannya. Tugas guru adalah mendorong agar siswa aktif dan menyediakan alat-alat. Pada mata pelajaran fisika di SMP, terdapat banyak pokok bahasan yang dibicarakan. Salah satunya adalah Listrik Statis. Dimana dalam pokok bahasan ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Proses penemuan konsep pada pokok bahasan Listrik Statis membutuhkan peran aktif siswa dengan bimbingan guru. Sehingga seorang guru haruslah menggunakan metode yang tepat dalam menyampaikan materi, yang tidak selamanya sesuai ketika guru menyampaikan materi yang lain. Sesuai dengan ciri fisika, bahwa untuk belajar fisika di perlukan pengamatan dan percobaan. Untuk menunjang hal tersebut maka diperlukan suatu metode serta sarana dan prasarana penunjang seperti laboratorium dan peralatan yang dapat membawa siswa untuk melakukan pengamatan dan percobaan secara efektif dan efisien. Keterbatasan sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah juga dapat mempengaruhi keberhasilan pengajaran IPA khususnya fisika. Hal ini disebabkan karena fisika merupakan salah satu bagian dari IPA yang bersifat teori dan eksperimental, artinya selain harus memberikan informasi tentang konsepkonsep, prinsip-prinsip, dan hukum, maka seorang guru dituntut untuk dapat melakukan eksperimen (percobaan) atau demonstrasi di depan kelas. Dengan penerapan metode eksperimen dan metode demonstrasi diharapkan dapat menarik minat siswa, sehingga siswa lebih antusias dalam mengikuti pelajaran yang telah di sampaikan oleh guru, dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dapat berupa prestasi belajar. Prestasi belajar menjadi indikator seseorang setelah mengikuti proses belajar mengajar. Keberhasilan proses belajar mengajar dapat di jadikan tolak ukur keberhasilan siswa belajar. Keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah biasanya di nyatakan dengan nilai atau angka yang di peroleh setelah mengikuti proses belajar mengajar. Jadi dapat di simpulkan bahwa prestasi belajar fisika adalah nilai atau angka yang di peroleh siswa pada mata pelajaran fisika sebagai hasil usaha yang telah di capai siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dengan gagasan itulah, penulis mengajukan judul penelitian: “Pengaruh Pembelajaran Listrik Statis Dengan Pendekatan Keterampilan Proses Terhadap Prestasi Belajar Siswa Di SMP Tahun Ajaran 2005/2006”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka ada permasalahan yang menyangkut proses belajar mengajar. Permasalahan itu berasal dari guru, siswa, kondisi, metode, ataupun media. Dalam penelitian ini penulis mengajukan masalah-masalah sebagai berikut: 1. Banyak meteri pelajaran fisika di kelas VIII SMP yang tepat apabila cara penyampaiannya menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi. 2. Dalam proses belajar mengajar,prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal misalnya minat dan kemampuan siswa serta faktor eksternal misalnya guru yang mengajar, metode yang digunakan, media yang dipakai dan kondisi saat proses belajar mengajar berlangsung. 3. Penggunaan pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi diharapkan dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. 4. Keadaan awal siswa sebagai pengetahuan dasar bagi kesiapan siswa mengikuti pelajaran selanjutnya. 5. Suasana belajar yang baik turut menentukan keberhasilan belajar siswa. 6. Hasil belajar siswa dapat dilihat dari perubahan tingkah laku siswa yang dapat berupa kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, lebih efektif bila dalam penelitian permasalahan yang ada dibatasi, adapun pembatasan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Pokok bahasan yang diteliti adalah Listrik Statis, yang merupakan bahan pelajaran di SMP kelas VIII semester II pada tahun ajaran 2005/2006. 2. Pendekatan dalam proses belajar mengajar yang digunakan adalah pendekatan keterampilan proses. 3. Metode mengajar yang digunakan adalah metode eksperimen dan metode demonstrasi. 4. Keadaan awal siswa yang diambil dari nilai ulangan harian pokok bahasan alat optik sebagai pengetahuan dasar bagi kesiapan siswa mengikuti pelajaran selanjutnya. 5. Prestasi belajar yang akan diteliti adalah kemamapuan kognitif. D. Perumusan Masalah Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas, penulis ajukan perumusan masalah sebagai berikut: 1. Adakah perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis? 2. Adakah perbedaan pengaruh antara keadaan awal untuk kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis? 3. Adakah interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses melalui metode pembelajaran dan keadaan awal terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. 2. Mengetahui apakah ada pengaruh antara keadaan awal untuk kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. 3. Mengetahui apakah ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses melalui metode pembelajaran dan keadaan awal terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. F. Kegunaan Penelitian Dalam penelitian ini penulis berharap agar tulisan ini berguna: 1. Sebagai bahan masukan bagi calon guru dalam rangka pemilihan pendekatan ataupun media yang tepat dalam proses belajar mengajar. 2. Sebagai bahan masukan bagi guru dalam peningkatan kualitas proses belajar mengajar. 3. Sebagai pelengkap informasi bagi Program Fisika dan FKIP pada umumnya dalam membentuk tenaga kependidikan yang berkualitas. BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Masalah Belajar a. Pengertian Belajar Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsiran tentang belajar. Sering kali pula perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain. Menurut Oemar Hamalik, ”Belajar adalah modifikasi atau memperteguhkan kelakuan melalui pengalaman” (2001: 36). Belajar adalah merupakan suatu proses. Suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi juga mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan tingkah laku yang relatif tetap. Menurut Nana Sudjana, ”Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetuhuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar”. (1989: 5) Bertolak dari berbagai definisi belajar yang dikemukakan, secara umum belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan tingkah laku individu sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Oleh karena itu, bukti bahwa seseorang telah melakukan kegiatan belajar ialah adanya perubahan tingkah laku. Menurut Oemar Hamalik, perubahan tingkah laku tersebut meliputi aspek-aspek sebagai berikut: pengetahuan, pemahaman, kebiasaan, keterampilan, apresiasi emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti, etika, sikap, dan lain-lain.(2001: 38) b. Tujuan Belajar Menurut Winarno Surachmad, “Tujuan belajar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: pengumpulan pengetahuan, penanaman konsep, dan kecekatan serta pembentukan konsep dan perbuatannya” (1986:65). Tujuan belajar tersebut di atas merupakan penjabaran dari tiga aspek, yaitu: 1) Aspek nalar dan pengetahuan (kognitif), yaitu pengetahuan dan pemahaman. 2) Aspek sikap (afektif), yaitu sikap merupakan respon emosional yang berupa keinginan untuk melakukan suatu tugas tertentu. 3) Aspek keterampilan (psikomotorik), yaitu keterampilan dalam mengaplikasikan prinsip-prinsip belajar. Dalam mencapai tujuan belajar yang meliputi tiga aspek-aspek tersebut, guru perlu mengusahakan tercapainya aspek-aspek secara utuh karena mempelajari salah satu aspek belum menjamin tercapainya aspek yang lain. Selain itu juga perlu diusahakan adanya keseimbangan antara ketiga aspek tersebut. 2. Proses Pembelajaran a. Proses Belajar Mengajar Proses pembelajaran terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan yang bekerjasama untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Menurut Dimyati dan Mujiyono (2003: 13) komponen dari sistem pembelajaran ada empat yaitu tujuan, materi, strategi belajar pembelajaran, dan evaluasi. 1. Tujuan yaitu pernyataan tentang perubahan perilaku yang diinginkan terjadi pada diri siswa setelah melalui proses kegiatan belajar mengajar. Perubahan tersebut mencakup perubahan kognitif, afektif, dan psikomotorik. 2. Materi yaitu segala informasi berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 3. Strategi belajar pembelajaran yaitu kegiatan guru dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan fasilitas kepada siswa agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. 4. Evaluasi yaitu cara tertentu untuk menilai suatu proses dan hasilnya. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan belajar mengajar. Pada proses belajar, keempat komponen tersebut selalu ada dan saling berkaitan satu dan lainnya, sehingga desain pembelajaran harus mencakup empat komponen tersebut. Peran guru dalam proses belajar mengajar adalah memberikan rangsangan, bimbingan, dan dorongan kepada siswa, mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar siswa dan memberikan fasilitas yang dibutuhkan sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar. b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar Mengajar Proses belajar dalam individu dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam proses belajar terdapat beberapa faktor yang sifatnya dinamis. Faktor-faktor tersebut bersifat dinamis karena dapat berubah-ubah, dapat menjadi lebih kuat atau dapat menjadi labih lemah sesuai dengan situasi. Secara garis besar, faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari individu itu sendiri, faktor ini berupa faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis adalah keadaan jasmani dari anak. Anak yang sehat dan dalam keadaan fit, akan mudah menerima instruksi guru dalam rangka memperoleh pengetahuan. Faktor psikologis adalah faktor yang berhubungan dengan keadaan rohani atau suasana kejiwaan seseorang. Termasuk dalam faktor ini diantaranya yaitu kecerdasan/kemampuan siswa, perhatian, bakat dan minat, emosi, motivasi belajar, kebiasaan belajar dan ketekunan, serta pengalaman yang bertalian dengan pelajaran. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam belajar yang berasal dari luar individu. Secara garis besar meliputi: 1) Keadaan keluarga Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam menentukan bagaimana proses belajar dan sampai dimana pencapaian belajar yang dilakukan oleh anak. Termasuk hal ini adalah tersedia tidaknya fasilitasfasilitas yang diperlukan dalam belajar. 1) Bahan Belajar Bahan belajar adalah hal-hal yang akan dipelajari, dikenal dengan materi pelajaran. 2) Kompetensi Guru Kemampuan dasar yang dimiliki guru, baik di bidang kognitif (intelektual), seperti penguasaan bahan, bidang sikap seperti mencintai profesinya, dan bidang perilaku seperti keterampilan mengajar termasuk mampu memilih metode dan media yang tepat untuk mengajar, menilai hasil belajar siswa dan lain-lain. 3) Besarnya Kelas Banyak sedikitnya jumlah siswa yang belajar. Makin banyak jumlah siswa yang harus dilayani guru dalam satu kelas, makin rendah kualitas pengajaran, demikian pula sebaliknya. 4) Suasana Belajar Suasana belajar yang demokratis akan memberikan peluang mencapai hasil belajar yang optimal, dibandingkan dengan suasana belajar yang kaku, disiplin yang ketat dengan otoritas ada pada guru. 5) Fasilitas dan Sumber Belajar Yang Tersedia Kelas harus menyediakan berbagai sumber, seperti buku pelajaran, alat peraga, dan sebagainya. 6) Karakteristik Sekolah Faktor karakteristik sekolah meliputi: disiplin sekolah, perpustakaan sekolah, letak geografis, lingkungan sekolah, estetika. Dalam arti sekolah memberikan perasaan nyaman dan kepuasan belajar, bersih, rapi dan teratur. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan seseorang di dalam belajar dari suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor yang secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Oleh karena itu, untuk memeperoleh pembelajaran yang maksimal harus dilakukan pendekatan-pendekatan proses belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan kondisi internal maupun eksternal dari diri siswa. Di dalam pembelajaran ideal tidak menyamaratakan antara seorang siswa dengan siswa yang lain, karena mereka memiliki kondisi latar belakang yang berbeda-beda. 3. Hakekat Fisika a. Pengertian Fisika Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mencakup produk, proses dan sikap ilmiah. Produk IPA antara lain konsep, hukum, dan teori-teori. Menurut Gertsen (1958), yang dikutip oleh Druxes (1986:3) mengatakan bahwa “Fisika adalah merupakan suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam sesederhana-sederhananya dan berusaha menemukan hubungan antara kenyataan-kenyataannya. Prasarana dasar untuk pemecahan persoalannya ialah mengamati gejala-gejala tersebut”. Menurut Brakhous (1972), yang dikutip oleh Druxes (1986:3) mengatakan bahwa “Fisika adalah kejadian alam yang memungkinkan penelitian dengan percobaan, pengukuran apa yang didapat, penyajian secara matematis dan berdasarkan peraturan-peraturan umum”. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fisika adalah cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang mempelajari tentang gejala-gejala di alam dan interaksinya, serta melakukan penelitian dengan berbagai percobaan tentang gejala alam tersebut melalui pengamatan, pengambilan data, pencatatan, analisis dan menerangkannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif. b. Pengajaran Fisika Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri. (GBPP, 2004:1) Pendidikan sains di sekolah menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri, dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Tujuan pengajaran fisika di SMP menurut GBPP Fisika SMA (2004:2) adalah agar siswa menguasai konsep-konsep fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan penciptanya. Sedangkan dasar yang digunakan dalam melihat hubungan hakikat fisika dan pengajaran fisika menurut taksonomi Bloom adalah sebagai berikut: 1) Kemampuan kognitif (pengetahuan, pengertian) merupakan aspek hasil (produk) 2) Kemampuan psikomotorik menunjuk pada keterampilan melakukan aktivitas- aktivitas fisika dan keterampilan-keterampilan melakukan aktivitas kognitif. 3) Kemampuan afektif menunjuk pada sifat alamiah yang harus dimiliki dalam melakukan aktivitas. (Oemar Hamalik, 1990:3) Dalam proses pengajaran fisika, siswa dihadapkan pada pengalaman atau gejala fisis yang dihadapi secara kualitatif. Sehingga siswa harus mengamati gejala-gejala tersebut. Dengan mempergunakan pengetahuanpengetahuan yang telah ada, penalaran logis dan pengalamannya, siswa secara aktif diajak untuk menganalisis hasil pengamatannya. 4. Pendekatan Pembelajaran Salah satu faktor yang menentukan bagi tercapainya tujuan belajar pembelajaran adalah pendekatan yang digunakan. Margono dkk (1998:39) menyatakan bahwa “Pendekatan pembelajaran adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai pengajaran, dilihat dari sudut bagaimana materi itu disusun dan disajikan”. Pendekatan pengajaran berdasarkan definisi di atas merujuk pada suatu cara yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam memandang permasalahan atau materi yang disampaikan untuk mencapai tujuan pengajaran yaitu pemahaman siswa mengenai permasalahan atau materi tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam proses belajar mengajar didasarkan pada karekteristik bidang studi Fisika yaitu berkembang atas dasar pengukuran dan pengamatan tentang peristiwa dialam ini. Pendekatan-pendekatan tersebut diantaranya adalah pendekatan keterampilan proses. a. Pendekatan keterampilan proses Pendekatan keterampilan proses adalah suatu pendekatan pengajaran yang menekankan pada kegiatan-kegiatan siswa dalam penyusunan atau penemuan konsep-konsep sendiri. Pendekatan keterampilan proses juga dikemukakan oleh Conny Semiawan (1992:12), yaitu “Belajar mengajar yang mengembangkan keterampilan-keterampilan, memproseskan perolehan, anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut”. Menurut Conny Semiawan, yang dikutip oleh Suharno (1994:122) “Pendekatan keterampilan proses adalah satuan-satuan keterampilan yang dibutuhkan untuk memproses hasil (perolehan) sehingga anak-anak mampu menemukan dan mengembangkan sendiri pengetahuan yang berupa fakta dan konsep”. Dari uraian tersebut dapat diartikan bahwa pendekatan keterampilan proses adalah teknik mengajar yang melibatkan siswa secara aktif, sehingga siswa dapat menemukan fakta dan konsep fisika dengan jalan mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya. Kemampuan-kemampuan atau keterampilan-keterampilan mendasar dalam keterampilan proses adalah kemampuan atau keterampilan: a. Mengobservasi atau mengamati Siswa mengamati dua penggaris plastik yang sudah digosok dengan kain wol didekatkan dan siswa juga mengamati penggaris plastik yang didekatkan pada batang kaca setelah keduanya digosok dengan kain wol. penggaris plastik muatan negatif pemegang kertas penggaris plastik muatan negatif Gambar 2.1 Dua penggaris plastik didekatkan setelah digosok dengan kain wol penggaris plastik batang kaca Gambar 2.2 Penggaris plastik yang telah digosok dengan kain wol didekatkan dengan batang kaca yang telah digosok dengan kain sutera b. Menghitung Siswa menghitung seberapa lama penggaris plastik dan batang kaca digosok dengan kain wol dan kain sutera, agar keduanya dapat saling berinteraksi. c. Mengukur Siswa dapat membandingkan dua penggaris plastik yang didekatkan dan penggaris plastik yang didekatkan dengan batang kaca. Siswa juga dapat membandingkan bagaimana jika dua penggaris plastik tersebut didekatkan dan dijauhkan, serta bagaimana jika penggaris plastik dan batang kaca didekatkan dan dijauhkan. 1. Batang kaca yang digantung terdorong menjauhi batang kaca yang didekatkan.Karena kedua batang kaca tersebut memiliki muatan listrik yang sejenis. 2. Penggaris plastik yang digantung tertarik mendekati batang kaca yang didekatkan.Karna muatan listrik kedua benda tersebut tidak sejenis. 3. Jika keduanya didekatkan maka gaya tarik maupun gaya tolak yang terjadi antara dua benda semakin kuat atau semakin besar. 4. Jika keduanya dijauhkan maka gaya tarik maupun gaya tolak yang terjadi antara dua benda semakin lemah atau semakin kecil. d. Mengklasifikasi Siswa dapat mengklasifikasikan benda yang dapat berinteraksi baik tolak menolak maupun tarik menarik. Contohnya dua penggaris plastik yang telah digosok dengan kain wol bila didekatkan maka akan saling tolak menolak, karena dua penggaris tersebut memiliki muatan yang sama. Sedangkan jika penggaris plastik didekatkan pada batang kaca yang telah digosok dengan kain wol dan kain sutera maka akan saling tarik menarik, karena penggaris plastik dan batang kaca memiliki muatan yang berbeda. e. Mencari hubungan ruang dan waktu Siswa dapat menentukan lamanya penggaris plastik dan batang kaca digosok dengan kain wol dan kain sutera. Semakin lama menggosoknya, maka semakin besar pula muatan listrik benda itu. f. Membuat hipotesis Membuat hipotesis sementara mengenai interaksi antara dua muatan listrik. 1. Muatan sejenis akan tolak menolak sedangkan muatan tidak sejenis akan tarik menarik. 2. “Gaya listrik antara dua muatan listrik sebanding dengan besar muatan listrik masing-masing dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak pisah antara kedua muatan listrik.” Dirumuskan : F k q1q2 r2 3. Gaya lisrtik berbanding lurus dengan besar muatan listrik masimg-masing benda. Semakin besar muatan listrik suatu benda maka gaya tarik atau gaya tolak suatu benda akan semakin besar pula, demikian pula sebaliknya. 4. Gaya listrik berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua muatan. 5. Semakin dekat jarak antara dua benda maka gaya tarik atau gaya tolak akan semakin besar, sebaliknya semakin jauh jarak antara dua benda maka gaya tarik atau gaya tolak akan semakin kecil. g. Merencanakan penelitian/eksperimen Menyusun alat dan melakukan percobaan interaksi antara dua muatan listrik. penggaris plastik muatan negatif pemegang kertas penggaris plastik muatan negatif Gambar 2.1 Dua penggaris plastik didekatkan setelah digosok dengan kain wol penggaris plastik batang kaca Gambar 2.2 Penggaris plastik yang telah digosok dengan kain wol didekatkan dengan batang kaca yang telah digosok dengan kain sutera h. Mengendalikan variabel Mengendalikan variabel pada percobaan interaksi antara dua muatan listrik. F k q1q2 r2 Dari persamaan gaya coulomb, sebagai variabel terikat F (gaya coulomb) dan sebagai variabel bebas q (muatan benda) dan r (jarak kedua benda). i. Menginterprestasi Dari percobaan telah diperoleh: 1. Semakin besar muatan listrik suatu benda maka gaya tarik atau gaya tolak suatu benda akan semakin besar pula, demikian pula sebaliknya. 2. Semakin dekat jarak antara dua benda maka gaya tarik atau gaya tolak akan semakin besar, sebaliknya semakin jauh jarak antara dua benda maka gaya tarik atau gaya tolak akan semakin kecil. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: F k q1q2 r2 j. Menyusun kesimpulan sementara Dari percobaan interaksi antara dua muatan listrik, dapat disimpulkan: 1. Interaksi antara dua benda yang bermuatan listrik sejenis akan tolak menolak sedangkan yang bermuatan listrik tak sejenis akan tarik menarik. 2. Semakin besar muatan listrik suatu benda maka gaya tarik atau gaya tolak suatu benda akan semakin besar pula. 3. Semakin dekat jarak antara dua benda maka gaya tarik atau gaya tolak akan semakin besar, sebaliknya semakin jauh jarak antara dua benda maka gaya tarik atau gaya tolak akan semakin kecil. k. Meramalkan Meramalkan apa yang terjadi bila salah satu penggaris plastik atau batang kaca diganti dengan alat yang lain seperti sisir plastik, ebonit, penggaris kayu dan lain-lain. l. Menerapkan 1. Dua benda yang muatan listriknya 1µC terpisah pada jarak 20 cm. Hitung besarnya gaya tolak menolak antara kedua muatan tersebut! 2. Gaya tolak menolak antara dua muatan listrik adalah 100 N. Jiki besar kedua muatan listrik itu sama dan berada pada jarak 5 cm satu sama lain, hitunglah besar muatan listriknya! m. Mengkomunikasikan Mencatat hasil pengamatan dari percobaan interaksi antara dua muatan listrik dalam bentuk laporan. Para guru diharapkan dapat menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar yang ada pada ketrampilan proses dalam diri siswa. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut, anak akan mampu melakukan eksperimen, mengumpulkan data, mengendalikan variabel, dan memecahkan masalah yang dihadapinya secara nyata. b. Pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen Metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada siswa baik perorangan atau kelompok, untuk mengamati atau mengikuti suatu proses percobaan sehingga diperoleh pemahaman konsep. Dengan metode ini siswa diharapkan sepenuhnya terlibat merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan data, mengendalikan variabel, dan memecahkan masalah yang dihadapinya secara nyata. Dengan metode eksperimen diharapkan siswa tidak menelan begitu saja sejumlah fakta yang ditemukan dalam percobaan yang dilakukan tetapi siswa harus dapat menganalisis dari hasil percobaan sehingga diperoleh konsep yang sedang dipelajari. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen merupakan metode penyajian materi pelajaran dimana siswa akan mengalami, mengamati, dan menyimpulkan secara langsung tentang materi yang dipelajari. Adapun tujuan dari metode eksperimen ini adalah: 1). Agar peserta didik mampu menyimpulkan fakta-fakta, informasi atau data yang diperoleh. 2). Melatih peserta didik merancang, mempersiapkan, melaksanakan dan melaporkan percobaan. 3). Melatih peserta didik menggunakan logika berfikir induktif untuk menarik kesimpulan dari fakta, informasi atau data yang terkumpul melalui percobaan. Terdapat beberapa alasan mengapa seorang guru menggunakan metode, eksperimen yaitu: 1). Metode eksperimen diberikan untuk memberi kesempatan kepada peserta didik agar dapat mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau sesuatu proses. 2). Metode eksperimen dapat menumbuhkan cara berfikir rasional dan ilmiah. Kelebihan metode eksperimen adalah sebagai berikut: 1). Membuat peserta didik percaya pada kebenaran kesimpulan percobaan sendiri dari pada hanya menerima kata guru atau buku. 2). Peserta didik aktif terlibat mengumpulkan fakta, informasi, atau data yang diperlukan melalui percobaan yang dilakukan. 3). Dapat menggunakan dan melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berfikir ilmiah. 4). Memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat obyektif, realitis dan menghilangkan verbalisme. 5). Hasil belajar menjadi kepemilikan peserta didik yang bertalian lama. Kelemahan metode eksperimen ini adalah: 1). Memperlukan peralatan percobaan yang komplit. 2). Dapat menghambat laju pembelajaran dalam penelitian yang memerlukan waktu yang banyak. 3). Menimbulkan kesulitan bagi guru dan peserta didik apabila kurang berpengalaman dalam penelitian. 4). Kegagalan dan kesalahan dalam bereksperimen akan berakibat pada kesalahan menyimpulkan. (Mulyani, 2001: 138-139) Contoh pendekatan ketrampilan proses dengan metode eksperimen terdapat pada lampiran 4, halaman 206 c. Pendekatan keterampilan proses melalui metode demonstrasi Metode demonstrasi digunakan guru untuk memperagakan atau menunjukkan suatu prosedur yang harus dilakukan peserta didik yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan kata-kata saja. Metode demonstrasi diartikan sebagai cara penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta didik suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru. Metode demonstrasi biasanya berkenaan dengan tindakan-tindakan atau prosedur yang harus dilakukan, misalnya proses mengatur sesuatu, proses mengerjakan dan menggunakannya, komponenkomponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain dan untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu. Adapun tujuan penggunaan metode demontrasi ini adalah: 1) Mengajarkan suatu proses atau prosedur yang harus dimiliki peserta didik atau dikuasai peserta didik. 2) Mengkongkritkan informasi atau penjelasan kepada peserta didik. 3) Mengembangkan kemampuan pengamatan pandangan dan penglihatan para peserta didik secara bersama-sama. Terdapat beberapa alasan mengapa seorang guru menggunakan metode demonstrasi, yaitu: 1) Tidak semua topik dapat terang melalui penjelasan atau diskusi. 2) Sifat pelajaran yang menuntut diperagakan. 3) Tipe belajar peserta didik yang berbeda ada yang kuat visual, tetapi lemah dalam auditif dan motorik ataupun sebaliknya. 4) Memudahkan mengajarkan suatu cara kerja atau prosedur. (Mulyani, 2001: 133) Kelebihan metode demonstrasi adalah sebagai berikut: 1) Membuat pelajaran menjadi lebih jelas dan lebih kongkrit dan menghindari verbalisme. 2) Memudahkan peserta didik memahami bahan pelajaran. 3) Proses pengajaran akan lebih menarik. 4) Merangsang peserta didik untuk lebih aktif mengamati dan dapat mencobanya sendiri. 5) Dapat disajikan bahan pelajaran yang tidak dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang lain. Kelemahan metode demonstrasi ini adalah: 1) Memerlukan ketrampilan guru secara khusus. 2) Keterbatasan dalam sumber belajar, alat pelajaran, situasi yang harus dikondisikan dan waktu untuk mendemonstrasikan sesuatu. 3) Memerlukan waktu yang banyak. 4) Memerlukan kematangan dalam perancangan atau persiapan. (Mulyani, 2001: 134) Contoh pendekatan ketrampilan proses dengan metode demonstrasi terdapat pada lampiran 5, halaman 228 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran yang digunakan guru untuk memperagakan dan mempertunjukan suatu proses kepada siswa. Sehingga siswa hanya dapat mengamati peragaan atau demonstrasi yang dilakukan guru atau salah satu temannya. 5. Prestasi Belajar Berhasil atau tidaknya suatu proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajarnya. Hasil belajar seorang siswa dapat ditunjukkan dari prestasi yang dicapainya. Menurut Poerwadarminto (1976), “Prestasi belajar adalah hasil usaha yang telah dicapai, dilakukan untuk mendapatkan suatu kecakapan dan kepandaian”. Sedang menurut S.I. Pasaribu dan B. Simanjuntak (1983), “Prestasi adalah isi dari kapasitas seseorang setelah mengikuti didikan atau latihan tertentu”. Bloom membagi kenyataan pengajaran dalam tiga dimensi kasar yang disebut taksonomi. Dengan taksonomi ini tujuan instruksional dapat diwujudkan. Ketiga dimensi tersebut antara lain: a. Tujuan instruksional kognitif berdasarkan hafalan, pikiran, pemecahan persoalan, dan kemampuan intelektual seperti yang ditampakkan dalam menyelasaikan atau memecahkan berbagai jenis soal yang membutuhkan pemikiran. b. Tujuan instruksional afektif berdasarkan rasa tertarik, kesediaan untuk melakukan, memikir dan perkembangan kelakuan serta norma-norma kehidupan. c. Tujuan instruksional psikomotorik berdasarkan kemampuan motoris atau gerak badan siswa. Dalam hal ini yang akan ditinjau adalah hasil belajar siswa yang ditunjukkan dari prestasi belajarnya. Berkenaan dengan prestasi belajar, Zainal Arifin (1990:3) berpendapat bahwa “Prestasi belajar yang di maksud tidak lain adalah kemampuan ketrampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan hal”. Prestasi belajar menurut Anton M. Moeliono (1989 :700) adalah “ Penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang di kembangkan oleh mata pelajaran. Lazimnya di nyatakan dengan nilai tes atau angka nilai yang di berikan oleh guru”. Dari kedua pendapat di atas dapat dirangkum bahwa prestasi belajar adalah hasil kegiatan yang nampak dalam tingkah laku dan sikap siswa. Lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai. Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang sangat penting dalam sejarah kehidupan manusia. Karena sepanjang rentang kehidupan manusia, manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Bila demikian halnya prestasi belajar dalam kehidupan manusia pada tingkat dan jenis tertentu dapat memberikan kepuasan tertentu pula pada manusia, khususnya yang berbeda pada bangku sekolah. Menurut Zaenal Arifin (1990 :3-4) prestasi belajar memiliki beberapa fungsi antara lain: 1) Sebagai indikator kualitas dan kuantitas ilmu pengetahuan yang telah dikuasai oleh anak didik. 2) Sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. 3) Sebagai bahan informasi dalam inovasi. Asumsinya adalah bahwa prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi anak didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan. 4) Sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern berarti bahwa belajar dapat di jadikan indikator tingkat produktivitas dalam institusi pendidikan. Asumsinya adalah bahwa kurikulum yang di gunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan anak didik. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator dalam tingkat kesuksesan anak didik dalam masyarakat. Asumsinya adalah bahwa kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan pembangunan masyarakat. 5) Dapat di jadikan indikator daya serap (kecerdasan anak didik). Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan, bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah melalui proses belajar mengajar yang meliputi pengetahuan dan kemamapuan keterampilan berdasarkan pengalaman yang diperoleh siswa dalam proses belajar mengajar. Dalam penelitian ini prestasi belajar dibatasi pada kemampuan kognitif siswa. 6. Kemampuan Kognitif Kemampuan kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir. Dalam taksonomi Bloom segi kognitif memiliki enam taraf, meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi (W. James Popham dan Eva L. Baker, 2003: 29). Berdasarkan urutan dari yang terendah ke yang tertinggi, keenam jenjang tersebut adalah: 1. Pengetahuan adalah kemampuan seseorang dalam mengingat semua jenis informasi yang diterimanya. Ciri pokok dari taraf kognitif ini adalah ingatan. Dalam penilaian, tes ingatan hampir tidak menuntut lebih daripada mengingat kembali suatu bahan tertentu. 2. Pemahaman adalah taraf kognitif yang kedua. Dalam taraf pemahaman ini seseorang memiliki kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Dalam tingkat pemahaman ada tiga kemampuan pokok yaitu kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, dan ekstrapolasi. Kemampuan menerjemahkan yaitu kemampuan seseorang untuk mengkomunikasikan dari bahan yang telah diterima atau menarik kesimpulan dari bahan yang telah diterima. Kemampuan menafsirkan yaitu kemampuan untuk memahami makna dari bahan yang telah diterima sehingga dapat mengetahui apa yang tersirat didalamnya, misalnya seperti mengubah rumus matematis ke dalam bentuk kata-kata. Kemampuan ekstrapolasi yaitu kemampuan untuk mengartikan dari bahan yang telah diterima, misalnya membuat perkiraan tentang perkiraan yang nampak dalam suatu data tertentu seperti dalam grafik. 3. Aplikasi adalah kemampuan untuk menerapkan sesuatu yang telah dipelajari pada suatu masalah yang konkret dan baru. Taraf aplikasi ini setingkat lebih tinggi daripada taraf pemahaman, karena seseorang yang dapat memahami sesuatu yang telah diterima belum tentu dapat menerapkannya pada suatu permasalahan baru. 4. Analisis adalah kemampuan untuk melakukan pengolahan bahan yang telah dipelajari lebih lanjut atau menjabarkan apa yang telah dipelajari ke dalam unsur-unsur, bagian-bagian maupun komponen-komponen sehingga tampak jelas hubungan antara bagian-bagian yang telah dipelajari yang dinyatakan dalam suatu komunikasi. 5. Sintesis adalah kemampuan untuk menyatukan unsur-unsur dan bagian-bagian sehingga membentuk suatu keseluruhan yang utuh. Kemampuan ini dapat terjadi apabila informasi yang ada berbeda-beda. Kemampuan ini dinyatakan dalam membuat suatu rencana, seperti membuat proposal penelitian. Kemampuan melakukan sintesis ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan menganalisis, karena dalam kemampuan ini dituntut kriteria untuk menemukan pola dan struktur. Misalnya siswa dapat menghasilkan dan merumuskan suatu hipotesis penelitian. 6. Evaluasi adalah kemampuan tertinggi dalam ranah kognitif, untuk sampai kepada kemampuan evaluasi semua kemamapuan yang sebalumnya harus dikuasai. Evaluasi menyangkut penilaian terhadap suatu bahan untuk mencapai tujuan tertentu. Penilaian kuantitatif dan kualitatif diperlukan untuk melihat sejauh mana bahan dan metode memenuhi kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan itu boleh kriteria yang ditentukan oleh siswa sendiri, boleh juga yang ditentukan oleh orang lain. 7. Keadaan Awal Pada awal proses pembelajaran, guru seharusnya mengetahui keadaan awal siswa yang akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Menurut Winkel (1996: 135) dalam bukunya Psikologi Pengajaran, menyatakan bahwa ”Keadaan awal adalah keadaan yang terdapat sebelum proses mengajar-belajar dimulai, namun dapat berperan terhadap proses itu”. Keadaan awal dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri siswa itu sendiri dan dapat berasal dari luar siswa. Faktorfaktor dari dalam diri siswa adalah kondisi fisik, kemampuan belajar, hasrat, motivasi, konsentrasi, perasaan, sikap dan minat. Faktor yang dari luar siswa adalah sarana dan prasarana, suasana sekolah, kurikulum sekolah, status sosial siswa, interaksi antara guru dan siswa, keadaan waktu dan tempat. Dalam penelitian ini keadaan awal diperoleh dengan menggunakan teknik dokumentasi berupa nilai ulangan harian pada pokok bahasan sebelumnya yaitu nilai ulangan harian pada pokok bahasan alat optik. Karena keadaan awal biasanya berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar mengajar maka keadaan awal sering diikutsertakan sebagai titik tolak dalam perencanaan dan pengelolaan pengajaran. Salah satu aspek keadaan awal siswa adalah prestasi belajar siswa. Selanjutnya diharapkan siswa yang mempunyai keadaan awal tinggi memperoleh hasil akhir yang tinggi pula dibandingkan siswa yang mempunyai keadaan awal rendah tetapi tidak menutup kemungkinan siswa yang mempunyai keadaan awal rendah memperoleh hasil akhir yang tinggi. 8. Pokok Bahasan Listrik Statis di SMP a. Atom Atom yaitu bagian terkecil dari suatu unsur. Dengan kata lain semua unsur tersusun dari atom-atom. Sebuah atom tersusun dari inti atom yang terdiri dari atas proton dan netron, dikelilingi oleh elektron-elektron. Proton dan netron sebagai satu kesatuan disebut nukleon. Proton bermuatan listrik positif dan netron tidak bermuatan listrik. Pada jarak yang jauh dari inti atom terdapat elektronelektron yang bergerak mengitari inti atom. Elektron bermuatan listrik negatif. 1) Teori atom a) Setiap zat atau benda terdiri dari atom-atom. Atom berasal dari kata “a dan tomos” (a berarti tidak dan tomos berarti lagi). Atom berarti bagian terkecil dari suatu zat yang sudah tidak dapat dibagi lagi dengan cara kimia biasa. b) Teori atom yang diakui kebenarannya sampai sekarang adalah sebagai berikut: Proton Netron Elektron Gambar 2.3. Model Atom (1) Benda/zat terdiri dari atom-atom. (2) Setiap atom terdiri dari inti atom dan kulit atom. (3) Inti atom terdiri dari proton yang bermuatan positif dan netron yang tidak bermuatan. (4) Kulit atom terdiri dari elektron-elektron yang bermuatan negatif. (5) Elektron bergerak mengelilingi inti atom pada orbitnya masingmasing. (6) Partikel-partikel dalam inti atom yaitu proton dan netron terikat erat oleh energi ikat inti, sehingga bersifat stabil tidak dapat mengalami perubahan kecuali dengan reaksi inti. (7) Elektron bersifat dinamis, di samping bergerak mengelilingi inti atom juga dapat berpindah dari atom satu ke atom lain. 2) Atom netral dan atom bermuatan a) Setiap atom mempunyai proton yang bermuatan positif dan elektron yang bermuatan negatif. Setiap atom dapat berupa atom netral, bermuatan positif, atau bermuatan negatif tergantung selisih antara jumlah proton dan jumlah elektron atom tersebut. b) Atom netral jika jumlah proton sama dengan jumlah elektron. c) Atom bermuatan positif bila jumlah proton lebih besar daripada jumlah elektron. Hal ini terjadi karena atom tersebut melepaskan atau kehilangan elektron sehingga kekurangan elektron. d) Atom bermuatan negatif jika jumlah elektron lebih besar dari pada jumlah proton. Hal ini terjadi karena atom tersebut menangkap atau menerima elektron sehingga kelebihan elektron. 5+ 5+ 4+ A B C Gambar 2.4. Keadaan Muatan Atom-Atom Keterangan: (1) Muatan atom A = 5⊕ + 5⊖ = 0 (netral) (2) Muatan atom B = 5⊕ + 4⊖ = 1⊕ (bermuatan positif) (3) Muatan atom C = 4⊕ + 5⊖ = 1⊖ (bermuatan negatif) e) Massa atom hampir seluruhnya terpusat pada inti atom (nucleon) yang terdiri dari proton dan netron, sedangkan massa elektron sangat kecil dan diabaikan. f) Benda bermuatan dapat menarik benda-benda ringan di sekitarnya. Gambar 2.5. Sisir plastik yang bermuatan listrik (1) Sisir plastik yang telah digosok dengan rambut kering dapat menarik potongan kertas-kertas kecil-kecil, karena bermuatan listrik. (2) Benda-benda tertentu dapat diberi muatan listrik dengan cara menggosok dengan benda lain, contoh: - Sisir plastik digosok dengan rambut kering - Penggaris mika digosok dengan kain wol - Kaca digosok dengan kain sutera - Ebonit digosok dengan kain wol b. Jenis Muatan Listrik 1) Benda netral dan benda bermuatan Sebagaimana diterangkan di atas bahwa benda terdiri dari atomatom. Setiap atom mempunyai proton yang bermuatan positif dan elektron yang bermuatan negatif, sehingga suatu benda dapat bermuatan listrik dan dapat juga netral, tergantung jumlah proton dan jumlah elektron pada benda tersebut. 2) Memberi muatan listrik dengan cara menggosok a) Sisir plastik yang digosok dengan rambut kering terjadi muatan negatif pada sisir, karena terjadi pemindahan elektron dari rambut ke sisir, sehingga sisir plastik kelebihan elektron. b) Kaca yang digosok dengan kain sutera menjadi bermuatan positif. Dalam ++ ++ ++ hal ini terjadi pemindahan elektron dari kaca menuju kain sutera, sehingga kaca kekurangan elektron (bermuatan positif), sedangkan sutera Kaca Sutera kelebihan elektron (bermuatan negatif). Gambar 2.6. Perpindahan Elektron dari Kaca menuju Sutera c. Interaksi Muatan Listrik 1) Dua buah benda yang bermuatan listrik bila saling berdekatan akan terjadi gaya interaksi, yaitu: a) Dua buah benda bermuatan listrik sejenis saling tolak-menolak. b) Dua buah benda bermuatan listrik tak sejenis saling tarik-menarik. F F F Tolak-menolak F Tolak-menolak F Tarik-menarik Gambar 2.7. Interaksi antar Muatan Listrik 2) Hukum Coulomb Menyatakan sebagai berikut: “Besarnya gaya tarik-menarik atau gaya tolak-menolak antara dua buah muatan listrik”. a) Sebanding dengan besar muatan masing-masing benda b) Berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua muatan. c) Tergantung pada medium, dimana untuk 0 yaitu permitivitas ruang hampa besarnya 8,854 x 10-12 C2/Nm2 Dirumuskan: F F kq1q 2 r2 = gaya Coulomb ............................ Newton (N) q1 = muatan benda 1 .......................... Coulomb (C) q2 = muatan benda 2 .......................... Coulomb (C) r = jarak antara kedua muatan ......... meter (m) k = konstanta pembanding = 1 (k = 9 x 109 Nm2C-2) 40 (1) Besarnya gaya Coulomb sebanding dengan besar muatan listrik, artinya makin besar muatan listrik maka gaya Coulomb makin besar (2) Gaya Coulomb berbanding terbalik dengan kuadrat jarak, artinya makin besar jarak antara kedua muatan maka gaya Coulomb makin kecil 3) Medan Listrik Medan listrik adalah ruangan di sekitar muatan listrik yang mana sebuah muatan listrik lain yang berada di ruang itu mengalami pengaruh gaya listrik. Medan listrik dilukiskan dengan garis-garis gaya listrik yang arahnya keluar pada muatan positif dan masuk pada muatan negatif. Gambar 2.8. a. Medan Listrik pada Muatan Positif b. Medan Listrik pada Muatan Negatif d. Memberi Muatan Listrik Secara Induksi 1) Pengertian Induksi Listrik a) Pada benda yang netral tetap ada muatan listrik, yaitu muatan positif dan muatan negatif yang jumlahnya sama. b) Induksi listrik adalah peristiwa pemisahan muatan positif dengan muatan negatif pada benda netral karena berada dekat dengan benda muatan listrik. Gambar 2.9. Induksi Listrik c) Suatu benda dapat diberi muatan listrik dengan cara induksi, yang hasilnya berlawanan jenis dengan muatan penginduksi. 2) Elektroskop Elektroskop adalah alat untuk mengetahui ada tidaknya muatan listrik dan jenis muatan listrik pada benda Bagian-bagian elektroskop a) Kepala elektroskop untuk didekati atau disentuh benda yang akan diselidiki b) Daun elektroskop (foil) yang terbuat dari lembaran emas tipis sebagai penunjuk ada tidaknya muatan listrik. (1) Cara mengetahui ada tidaknya muatan listrik pada benda Untuk menyelidiki suatu benda bermuatan atau tidak, digunakan elektroskop netral yang foilnya menutup. Benda yang akan diselidiki disentuhkan pada kepala elektroskop: (a) Jika foil tetap menutup berarti benda itu netral (b) Jika foil membuka/mekar berarti benda itu bermuatan listrik l netra logam logam isolator isolator foil foil (a) (b) Gambar 2.10.a : 2.10. b : Elekstroskop Mengetahui ada tidaknya Muatan Listrik pada Benda (2) Mengetahui jenis muatan listrik pada benda Untuk mengetahui jenis muatan listrik pada benda digunakan elektroskop bermuatan yang telah diketahui jenis muatannya. Misalnya elektroskop diberi muatan negatif. Benda yang akan diselidiki jenis muatannya didekatkan pada kepala elektroskop yang foilnya mekar itu. Gambar 2.11. Mengetahui ada tidaknya Muatan Listrik pada Benda (a) Jika foil yang mekar menjadi menutup, berarti muatan benda adalah positif (berlawanan dengan muatan pada elektroskop). (b) Jika foil yang mekar itu makin lebar, berarti muatan benda negatif (sejenis dengan muatan elektroskop). 3) Potensial Listrik Potensial listrik didefinisikan sebagai energi potensial listrik persatuan muatan listrik positif. Beda potensial listrik = W V q Energi Potensial Listrik Muatan listrik V = potensial listrik ............. volt (V) W = energi potensial listrik .. joule (J) q = muatan listrik ............... coulomb (C) 4) Konduktor dan Isolator a) Konduktor adalah suatu bahan yang mudah menghantarkan muatan listrik. Contoh: tembaga, besi, nikel dan lain-lain. b) Isolator adalah suatu bahan yang sukar menghantarkan muatan listrik. Contoh: plastik, kaca, kayu dan lain-lain. 5) Petir dan Penangkal Petir Gesekan antara awan dengan udara mengakibatkan awan menjadi bermuatan listrik. Muatan listrik yang besar mengakibatkan elektron meloncat atau berpindah disertai bunga api listrik yang disebut kilat. Loncatan bunga api listrik menimbulkan panas. Panas yang sangat besar mengakibatkan udara yang dilaluinya memuai dengan cepat. Pemuain yang cepat mengakibatkan bunyi ledakan yang keras yang disebut guruh atau guntur. Loncatan bunga api yang disertai bunyi keras disebut petir. Kegunaan penangkal petir adalah melindungi gedung dari sambaran petir. Apabila awan yang bermuatan positif berada di atas penangkal petir, tonggak penangkal petir akan terinduksi. Ujung atas penangkal petir akan menjadi bermuatan negatif. Melalui molekul-molekul udara, muatan negatif mengalir menuju awan. Lama-kelamaan awan berkurang muatannya sehingga tidak terjadi loncatan bunga api listrik. B. Kerangka Berpikir Dalam pembelajaran fisika meliputi pengamatan dan penelitian terhadap gejala-gejala yang terjadi di alam baik yang bersifat nyata maupun yang bersifat abstrak. Pada pembelajaran Listrik Statis digunakan pembelajaran secara empiris yaitu pembelajaran yang bersifat nyata. Sehingga digunakan pendekatan keterampilan proses, karena pendekatan keterampilan proses akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksperimen tentang sesuatu hal yang sedang dipelajari dari melakukan observasi sampai dengan mengkomunikasikan hasil-hasil eksperimen tersebut untuk memperoleh suatu konsep yang sedang dipelajari serta menumbuhkan sikap berpikir ilmiah. Ada banyak metode yang bisa digunakan dalam pendekatan keterampilan proses, contohnya metode eksperimen dan metode demonstrasi. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen dan pendekatan keterampilan proses melalui metode demonstrasi. Pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksperimen dengan peralatan laboratorium, sehingga konsep yang dipelajari dapat tertanam secara mendalam. Sedangkan pendekatan keterampilan proses melalui metode demonstrasi dilakukan oleh guru atau salah satu temannya dengan menampilkan alat peraga dan mempertunjukkan suatu gejala fisis sehubungan dengan konsep yang diajarkan, sedang siswa hanya dapat mengamati dan menganalisis hasil dari pengamatan tersebut. Keadaan awal siswa dalam penelitian ini diambil dari nilai dokumentasi, yaitu dari ulangan harian pokok bahasan Alat Optik. Berdasarkan nilai ulangan tersebut dapat dikategorikan siswa yang memiliki keadaan awal tinggi dan rendah. Selanjutnya, dari kedua kategori tersebut diberikan perlakuan yang sama yaitu pendekatan keterampilan proses melalui metode yang berbeda yaitu melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi. Dengan demikian, diharapkan pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen dan keadaan awal siswa dapat memiliki prestasi belajar yang tinggi. Dalam penelitian ini prestasi belajar dibatasi pada kemampuan kognitif siswa. Untuk memperjelas kerangka berpikir tersebut maka dapat digambarkan dengan kerangka sebagai berikut: Keadaan Kelompok Eksperimen awal tinggi Keadaan Pendekatan Keterampilan Proses melalui Metode Eksperimen awal rendah Kemampuan kognitif Keadaan Kelompok Kontrol awal tinggi Pendekatan Keterampilan Proses melalui Metode Keadaan Demonstrasi awal rendah Gambar 2.12. Kerangka Berpikir C. Pengajuan Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemempuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. 2. Ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal siswa untuk kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. 3. Ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses melalui metode pembelajaran dengan keadaan awal siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian adalah di SMP N 16 Surakarta, Jawa Tengah, tahun pelajaran 2005/2006. Pemilihan tempat penelitian ini, berdasarkan pertimbangan SMP N 16 Surakarta mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap dan memenuhi syarat untuk digunakan sebagai objek penelitian penulis. 2. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan perincian sebagai berikut : a) Tahap Persiapan yaitu meliputi pengajuan judul, permohonan pembimbing, pembuatan proposal, seminar proposal, pengurusan perijinan, penyusunan LKS dan instrumen penelitian, pengumpulan data dokumentasi. b) Tahap Pelaksanaan yaitu meliputi semua kegiatan yang berlangsung di lapangan meliputi : pelaksanaan pengajaran, uji coba instrumen penelitian, analisis uji coba instrumen penelitian, pengambilan data penelitian. c) Tahap Penyelesaian yaitu meliputi analisis data, konsultasi pembimbing, dan penyusunan laporan. B. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan rancangan factorial 2 x 2, dengan rancangan sebagai berikut: Tabel rancangan Penelitian A B B1 B2 A1 AB11 AB12 A2 AB21 AB22 49 Keterangan : A : Pendekatan Keterampilan Proses B : Keadaan Awal Siswa A1 : Pendekatan Ketrampilan Proses Melalui Metode Eksperimen A2 : Pendekatan Ketrampilan Proses Melalui Metode Demonstrasi B1 : Keadaan Awal Tinggi B2 : Keadaan Awal Rendah Dalam hal ini yang berbeda adalah pemberian perlakuan. Kelompok eksperimen diberi perlakuan dengan metode eksperimen sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan dengan metode demonstrasi. Pada akhir eksperimen kedua kelompok diukur kemampuan kognitifnya dengan alat ukur yang sama. C. Penetapan Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII semester II SMP N 16 Surakarta, terdiri dari lima kelas dan sejumlah 204 siswa. 2. Sampel Penelitian Sampel penelitian ini menggunakan dua kelas dan sejumlah 82 siswa, satu kelas sebagai kelompok kontrol dan satu kelas yang lain sebagai kelompok eksperimen. 3. Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini sampel diambil dua kelas secara acak. Pengambilan sampel secara acak, diperoleh kelas VIIIA sebagai kelompok eksperimen sedangkan satu kelas yang lain yaitu kelas VIIIB sebagai kelompok kontrol. D. Variabel Penelitian Pada penelitian ini variabel-variabel yang terlibat didefinisikan sebagai berikut : 1. Variabel Bebas a. Keadaan awal siswa 1) Definisi Operasional: Keadaan awal siswa adalah nilai awal yang dimiliki siswa sebelum diberi perlakuan, yaitu nilai ulangan harian alat optik. 2) Variabel dibagi ke dalam dua kategori yaitu : a) Keadaan awal tinggi b) Keadaan awal rendah 3) Skala pengukuran: Interval b. Pendekatan Ketrampilan Proses 1) Definisi Operasional: Pendekatan ketrampilan proses adalah pengajaran yang melibatkan siswa secara aktif, sehingga siswa dapat menemukan konsep dengan jalan mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya. 2) Variabel meliputi dua jenis yaitu a) Pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen b) Pendekatan ketrampilan proses melalui metode demonstrasi 3) 2. Skala pengukuran: Nominal Variabel Terikat Prestasi belajar siswa dalam hal ini kemampuan kognitif siswa dalam mata pelajaran Fisika pada pokok bahasan Listrik Statis. 1) Definisi Operasional : Kemampuan kognitif siswa pada mata pelajaran Fisika adalah kemampuan siswa yang berkaitan dengan hafalan, pikiran, pemecahan persoalan dalam mata pelajaran fisika. 2) Skala pengukuran: Interval E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data yang digunakan dalam pengujian hipotesis digunakan beberapa teknik pengumpulan data. Teknik-teknik tersebut diuraikan di bawah ini. 1. Teknik Dokumentasi Suharsimi Arikunto (1996 :234 ) mengatakan bahwa mencari data dengan teknik dokumentasi adalah data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya. Adapun jenis dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini adalah nilai Fisika pokok bahasan sebelumnya. Data ini digunakan untuk mengetahui keadaan awal dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. 2. Metode Tes Tes yang dimaksud di sini adalah tes yang disusun oleh penulis yang kemudian diuji cobakan. Adapun lokasi uji coba sama dengan lokasi penelitian yaitu di SMP N 16 Surakarta di kelas VIII. Teknik tes yang digunakan untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa pada sub bidang studi Fisika, pokok bahasan Listrik Statis. Teknik tes ini menggunakan tes yang dibuat peneliti yang berupa tes objektif. Adapun langkahlangkah pembuatan soal yaitu merumuskan tujuan soal, menentukan hasil-hasil belajar sesuai dengan TIK, merinci materi pelajaran, membuat kisi-kisi, membuat instrumen soal. Adapun sebuah alat ukur dapat dikatakan baik bila memenuhi syarat-syarat daya beda, taraf kesukaran, validitas dan reliabilitas alat ukur. Berikut penjelasan mengenai daya beda, taraf kesukaran, validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut : a. Daya Beda Daya beda kemampuan suatu alat soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai (berkemampuan rendah). Cara menentukan daya pembeda yaitu dengan rumus sebagai berikut : D = BA/JA-BB/JB = PA - PB (Anas Sudijono, 1995 :389-390) Dimana : J : Jumlah peserta tes BA : Banyaknya peserta kelompok atas yang dapat menjawab dengan betul butir item BB : Banyaknya peserta kelompok bawah yang dapat menjawab dengan betul butir item JA : Jumlah semua peserta yang tergolong kelompok atas JB : Jumlah semua peserta yang tergolong kelompok bawah PA=BA/JA : Proporsi peserta kelompok atas yang dapat menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan PB=BB/JB : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan Daya pembeda (nilai D) diklasifikasikan sebagai berikut : - Soal dengan D = 0,00 D < 0,20 = jelek - Soal dengan D = 0,20 D < 0,40 = cukup - Soal dengan D = 0,40 D < 0,70 = baik - Soal dengan D = 0,70 D < 1,00 = baik sekali - Soal dengan D = negatif, semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja. (Anas Sudijono, 1995 : 389) Dalam hal ini penulis mengambil item soal yang angka daya pembedanya termasuk kategori cukup dan baik. b. Derajat Kesukaran Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sulit akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya. Untuk menentukan derajat kesukaran digunakan rumus sebagai berikut : P = B/JS = PA PB 2 (Anas Sudijono, 1995 : 372) Dimana : P = Proporsi = Angka Indek Kesukaran B = Banyaknya peserta yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir item yang bersangkutan Js = Jumlah peserta yang mengikuti tes hasil belajar PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar Menurut ketentuan yang sering diikuti, derajat kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut : - Soal dengan P = 0,00 P < 0,30 adalah soal sukar - Soal dengan P = 0,30 P < 0,70 adalah soal sedang - Soal dengan P = 0,70 P < 1,00 adalah soal mudah (Suharsimi Arikunto, 1995 : 214 ) c. Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen tes tersebut sahih apabila instrumen tes ini dapat mengukur penguasaan materi dari obyek penelitian. Dalam penelitian ini yang dihitung adalah validitas item yaitu untuk mencari korelasi antara item dengan keseluruhan tes, maka digunakan korelasi point biseral. Rumus korelasi Point Biseral adalah : rpbi M p Mt St p q (Anas Sudijono, 1995 : 185) Keterangan : rpbi = Koefisien Korelasi Point Biseral Mp = Rerata skor dari siswa yang menjawab benar bagi item yang dicari validitasnya Mt = Rerata skor total St = Standar deviasi dan skor total P = Proporsi siswa yang menjawab benar pada suatu butir p = q = Proporsi siswa yang menjawab salah pada suatu butir Banyaknya siswa yang menjawab benar Jumlah seluruh siswa (q = 1-p) Kriteria nilai rpbi adalah sebagai berikut : Item tersebut valid jika harga rpbi > rtabel Artinya dari hasil perhitungan validitas item tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga r dari tabel. jika r Point Biseral lebih besar dari harga r tabel, maka korelasi tersebut signifikan, berarti item soal tersebut adalah valid. Apabila harga r Point Biseral lebih kecil dari r tabel, berarti korelasi tersebut tidak signifikan maka item soal tersebut dikatakan tidak valid. d. Reliabilitas Pada hakekatnya uji reliabilitas untuk mengetahui sampai seberapa jauh pengukuran yang dilakukan berulang-ulang terhadap subyek (kelompok subyek) akan memberikan hasil yang relatif sama. Teknik yang digunakan adalah dengan rumus K-R 20 sebagai berikut : 2 n S pq r11 S2 n 1 (Chabib Thoha, 1996 : 134) Dimana : r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan n = banyaknya item/soal p = proporsi subyek yang menjawab item dengan benar tiap-tiap butir q = proporsi subyek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p) pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q x2 x 2 N S = N = banyaknya subyek pengikut tes N Instrumen dikatakan reliabel (handal) jika mempunyai korelasi yang tinggi. Sebaliknya instrumen kurang handal jika mempunyai korelasi yang rendah. Untuk mengetahui kehandalan suatu instrumen dikonsultasikan dengan tabel sebagai berikut: 1) Test dikatakan reliable jika r11 > rtabel 2) Test dikatakan ireliable jika r11 ≤ rtabel F. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini digunakan analisis data secara statistik agar subyektifitas peneliti dapat dikurangi. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan Namun sebelum dilakukan uji hipotesis dilakukan uji persyaratan terlebih dahulu. 1. Uji Prasyarat Analisis a. Uji Kesamaan Keadaan Awal Siswa Uji kesamaan keadaan awal siswa dilaksanakan sebelum sampel diberi perlakuan dan bersamaan dengan penetapan sampel. Uji kesamaan keadaan siswa dimaksudkan mengetahui apakah keadaan siswa masing-masing kelas sama atau tidak. Uji kesamaan keadaan awal digunakan teknik uji-t 2 ekor dengan persamaan: thit S2 X1 X 2 1 1 s n1 n2 n1 1S12 n2 1S2 n1 n2 2 Untuk mengetahui keadaan awal siswa peneliti mengambil data yang diperoleh dengan teknik dokumentasi, yaitu nilai ulangan harian Alat Optik. b. Uji Normalitas Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dengan menggunakan Metode Lilliefors, dengan hipotesis sebagai berikut: 1) Hipotesis H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal Untuk pengujian hipotesis nol tersebut digunakan rumus sebagai berikut : L 0 F(zi ) S(zi ) maks xx dengan : zi SD F(zi) = p(z < zi) S(zi) = proporsi z < zi terhadap seluruh cacah zi 2) Daerah Kritik H0 ditolak jika L0 L,n : Taraf signifikansi 3) Keputusan Uji L0 < Ltab = Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. L0 Ltab = Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. (Budiyono, 1998:62) c. Uji Homogenitas Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak maka menggunakan Metode Bartlett : 1) Hipotesis H0 : 12 22 32 24 ; keempat sampel homogen H0 : 12 22 , atau 12 32 , atau 12 24 , atau 22 32 , atau 22 24 ; keempat sampel tidak homogen. Dengan menggunakan rumus dari Metode Bartlett dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 2,303 f log MS err f j log S 2j C X2 = C = 1 MSerr = 1 1 1 3(k 1) f j f j ΣSS j f fj = nj - 1 S2 = SS j n j 1 ; SS j X 2j ( X j ) 2 / n j dimana : k : Cacah sampel f : Derajat bebas untuk MSerr = N-k j : 1,2,3,……..k nj : Cacah pengukuran pada sampel ke-j N : cacah semua pengukuran 2) Daerah Kritik H0 ditolak jika X2 ≥ X2;k-1 Untuk : 0.05 3) Keputusan Uji H0 diterima jika X2 < X20,05 ;k-1 Jadi sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. (Budiyono, 1998 : 62) 2. Pengujian Hipotesis a. Uji Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data hasil eksperimen dalam rangka menguji hipotesis penelitian adalah dengan Uji Analisis Variansi (ANAVA) Dua Jalan dengan menggunakan Sel Tak Sama, hal ini sesuai dengan desain eksperimen yang digunakan Faktorial 2x2. 1) Tujuan Analisis variansi dua jalan untuk menguji signifikansi perbedaan efek baris, efek kolom, dan kombinasi efek baris dan efek kolom terhadap variabel terikat. 2) Asumsi Dasar a) Populasi-populasi berdistribusi normal dengan variasi sama b) Sampel dipilih secara acak (random) 3) Hipotesis H01 : i = 0, untuk semua harga i Tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. H11 : i 0, untuk paling sedikit satu harga i Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. H02 : j = 0, untuk semua j Tidak ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal siswa untuk kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. H12 : j 0, untuk paling sedikit satu harga j Ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal siswa untuk kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. H03 : ij = 0, untuk semua harga ij Tidak ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses melalui metode pembelajaran dan keadaan awal siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. H13 : ij 0, untuk paling sedikit satu harga ij Ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses melalui metode pembelajaran dan keadaan awal siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. 4) Tata Letak Data a) Tabel Data B B1 B2 A1 AB11 AB12 A2 AB21 AB22 A Dimana : A = Pendekatan Keterampilan Proses B = Keadaan Awal Siswa A1 = Pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen A2 = Pendekatan ketrampilan proses melalui metode demonstrasi B1 = Keadaan Awal Tinggi B2 = Keadaan Awal Rendah b) Tabel Jumlah AB A A1 A2 Total B1 AB11 AB21 B’1 B2 AB12 AB22 B’2 A’1 A’2 = ……. G = …….. B Total Keterangan : A’1 = AB11 +AB12 A’2 = AB21 + AB22 B’1 = AB11 + AB21 B12 = AB12 +AB22 G = A’1 +A’2 = B’1 +B’2 c). Komputasi (1) = G2 G2 / N npq (2) = X 2 ijk ijk (3) = (4) = A i2 i nq B 2j np j (5) = ij AB ij2 n d) Jumlah Kuadrat SSA = SSB = SSAB = (3) (4) (5) SSerr = -(5) SStot = -(1) -(4) -(3) +(2) (2) e) Derajat Kebebasan dfA = p-1 dfB = q-1 dfAB = (p-1)(q-1) dferr = pq(n-1) dftot = N-1 f) Rerata Kuadrat MSA = SSA ; dfA MSB = SSB ; dfB MSAB = SSAB ; dfAB MSerr = SSerr ; dferr g) Statistik Uji FA = MSA : MSerr FB = MSB : MSerr FAB = MSAB : MSerr h) Daerah Kritik DKA -(1) = FA F ; p-1, N-pq -(1) +(1) DKB = FB F ; q-1, N-pq DKAB = FAB F ; (p-1)(q-1), N-pq i) Keputusan Uji H01 : ditolak jika FA F ; p-1, N-pq Jadi Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. H02 : ditolak jika FB F ; q-1, N-pq Jadi Ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal siswa untuk kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. H03 : ditolak jika FAB F ;(p-1)(q-1), N-pq Jadi Ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses melalui pendekatan keterampilan proses melalui metode pembelajaran dan keadaan awal siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. j) Rangkuman Analisis Sumber variasi SS Df MS F P SSA SSB SSAB SSerr dfA dfB dfAB dferr MSA MSB MSAB MSerr FA FB FAB - < atau > < atau > < atau > - SSerr dftot Efek utama A (kolom) B (baris) Interaksi AB Kesalahan total Total (Slametto, 1996 : 147-149) Setelah melakukan analisis ANAVA, berikutnya dilanjutkan dengan Uji Komparasi Ganda. b. Uji Komparasi Ganda Komparasi ganda adalah merupakan tindak lanjut dari analisis variansi seperti yang telah diuraikan dimuka pada ANAVA hanya dapat mengetahui ditolak atau diterimanya hipotesis nol. Bila ternyata hipotesis nol ditolak, maka belum dapat diketahui rerata-rerata mana yang berbeda. Apabila hipotesis nol ditolak maka diperoleh kesimpulan bahwa paling sedikitnya terdapat satu rerata yang berbeda dengan rerata-rerata lainnya. Untuk mengetahui lebih lanjut rerata mana yang berbeda dan rerata mana yang sama, maka dilakukan pelacakan rerata yang dikenal dengan analisis komparasi ganda, dengan demikian komparasi ganda merupakan analisis “Pasca Analisis Variansi”. Dalam penelitian ini metode dalam komparasi ganda yang digunakan adalah metode Scheffe. Statistik uji yang digunakan adalah : Fij (X i X j ) 2 1 1 MS err n i nj F = (k-1) Fij Daerah kritik F (k-1) F ; k-1, N-k (Slametto, 1998 : 63) Keterangan : Xi = rerata kolom ke-i Xj = rerata kolom ke-j MSerr = rerata kuadrat kesalahan ni = banyaknya observasi ke kolom i nj = banyaknya observasi ke kolom j N = cacah semua observasi k = cacah kolom, perlakuan(treatment) = taraf signifikansi Tabel komparasi ganda (metode Scheffe) Komparasi rerata Rerata Statistik Uji Fij X P Xj 2 i MS err (1 / n i 1 / n j ) Keputusan uji H0 ditolak jika F F, k-1, N-k Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan. H0 diterima jika F< F, K-1, N-k Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan. (Budiyono, 1998 : 64) BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi data Penelitian yang dilakukan terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari keadaan awal dan pendekatan keterampilan proses, sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah prestasi belajar siswa. Pada Bab III telah disebutkan bahwa data yang diperoleh ini adalah data dokumentasi dan data hasil tes. Secara rinci data-data tersebut adalah sebagai berikut: 1. Data Keadaan Awal Siswa Nilai ulangan harian alat optik digunakan sebagai data untuk mengetahui keadaan awal siswa kelas 2A sebagai kelompok eksperimen dan kelas 2B sebagai kelompok kontrol. Tabel 4.1. Deskripsi Data Keadaan Awal Siswa Kelompok Jumlah Siswa Rata-rata Standar Deviasi Variansi Eksperiment 42 5.65 0.92 0.85 Kontrol 40 5.53 0.95 0.91 Nilai rata-rata dari kedua kelas adalah 5.59. Dari data keadaan awal ini maka diadakan pengkategorian, yaitu kategori tinggi dan rendah. Kategori keadaan awal tinggi jika ≥ 5,59 dan untuk kategori keadaan awal rendah jika < 5,59. Distribusi frekuensi data keadaan awal untuk kelompok eksperimen disajikan pada tabel 4.2 dan untuk kelompok kontrol disajikan pada tabel 4.3. Untuk memperjelas distribusi data keadaan awal siswa tersebut disajikan histogram dari masing-masing distribusi pada gambar 4.1 dan 4.2. (Perhitungan secara lengkap disajikan pada lampiran 14, halaman 274) Tabel 4.2. Distribusi Data Keadaan Awal Kelompok Eksperimen (2A) No Kelas Interval Frekuensi mutlak Nilai Tengah Frekuensi Relatif (%) 1 4,00-4,55 6 4,3 14,29 2 4,56-5,11 6 4,8 14,29 3 5,12-5,67 9 5,4 21,43 4 5,68-6,23 10 5,4 23,81 5 6,24-6,79 7 6,5 16,66 6 6,80-7,35 4 7,1 9,52 12 F r 10 e 8 k u 6 e 4 n s 2 i 0 4.3 4.8 5.4 5.9 6.5 7.07 Nilai Tengah Gambar 4.1 Histogram Data Keadaan Awal Kelompok Eksperimen Tabel 4.3. Distribusi Data Keadaan Awal Kelompok Kontrol (2B) No Kelas Interval Frekuensi Mutlak Nilai Tengah Frekuensi relative (%) 1 4,00-4,62 7 4,3 17,5 2 4,63-5,25 7 4,9 17,5 3 5,26-5,88 15 5,6 37,5 4 5,89-6,51 4 6,2 10,0 5 6,52-7,14 4 6,8 10,0 6 7,15-7,77 3 7,5 7,5 16 F r 14 e 12 k 10 u e 8 n 6 s 4 i 2 0 4.3 4.9 5.6 6.2 6.8 7.5 Nilai Tengah Gambar 4.2 Histogram Data Keadaan awal Kelompok Kontrol 2. Nilai Kemampuan Kognitif Siswa Distribusi frekuensi nilai kemampuan kognitif siswa untuk kelompok eksperimen disajikan pada tabel 4.4 dan kelompok kontrol disajikan pada tabel 4.5. Untuk memperjelas distribusi nilai kemampuan kognitif siswa tersebut disajikan histogram dari masing-masing distribusi pada gambar 4.4 dan 4.5. Tabel 4.4. Distribusi Nilai Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Eksperimen (2A) No Kelas Interval Frekuensi Mutlak Nilai Tengah Frekuensi Relatif (%) 1 3,43-4,28 2 3,8 4,762 2 4,29-5,14 12 4,7 28,571 3 5,15-6,00 13 5,6 30,952 4 6,01-6,86 9 6,4 21,439 5 6,87-7,72 4 7,3 9,524 6 7,73-8,58 2 8,1 4,762 14 F 12 r e 10 k 8 u e 6 n 4 s 2 i 0 3.8 4.7 5.6 6.4 7.3 8.1 Nilai Tengah Gambar 4.3 Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Eksperimen Tabel 4.5. Distribusi Nilai Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Kontrol (2B) No Kelas Interval Frekuensi Mutlak Nilai Tengah Frekuensi Relatif (%) 1 3,71-4,18 8 3,9 20,0 2 4,19-4,66 10 4,4 25,0 3 4,67-5,14 9 4,9 22,5 4 5,15-5,62 5 5,4 12,5 5 5,63-6,10 5 5,9 12,5 6 6,11-6,58 3 6,3 7,5 12 F 10 r e k 8 u e 6 n s 4 i 2 0 3.9 4.4 4.9 5.4 5.9 6.3 Nilai Tengah Gambar 4.4 Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Kontrol B. Pengujian Prasyarat Analisis 1.Uji kesasamaan Keadaan Awal Dalam penelitian ini keadaan awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai rerata yang sama. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui pengaruh perlakuan terhadap variabel terikat. Untuk mengetahui kedua kelompok tersebut mempunyai rerata yang setimbang atau tidak dilakukan uji-t dua ekor. Sebelum dilakukan uji-t dua ekor, data harus memenuhi syarat normal dan homogen. Uji normalitas digunakan metode Lilliefors dan uji homogenitas dengan metode Bartlett. Hasil uji normalitas keadaan awal masing-masing kelompok sebagai berikut: Tabel 4.6. Harga Uji Normalitas Keadaan Awal Kelompok Lobs Harga Kritik Kriteria Keterangan Eksperimen 0,091 0,136 Lobs<Ltabel Berdistribusi Normal Kontrol 0,103 0,140 Lobs<Ltabel Berdistribusi Normal Dari tabel di atas diperoleh keputusan uji keadaan awal menunjukkan bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. (Perhitungan selengkapnya disajikan pada lampiran 15 & 16, halaman 276 & 278) Dari hasil uji homogenitas untuk keadaan awal diperoleh harga χ2hitung = 0,05 dan harga χ2tabel pada taraf signifikansi 5% adalah χ2tabel = 3,84. Karena χ2hitung < χ2tabel maka sampel berasal dari populasi yang homogen. (Perhitungan selengkapnya disajikan pada lampiran 17, halaman 278) Hasil uji-t dua ekor didapatkan nilai thitung sebesar 0,57. Sedangkan ttabel pada taraf singnifikansi 5% dengan db = (42 + 40 – 2) =80 sebesar 1,99. Karena –t0,975; 80 < thitung < t0,975; 80 atau –t0,975; 80 = -1,99 < thitung = 0,57 < t0,975; 80 = 1,99 maka kedua kelompok tersebut mempunyai keadaan awal yang sama. (Perhitungan selengkapnya disajikan pada lampiran 18, halaman 282) 2. Uji Prasyarat Analisis Variansi (Anava) a. Uji Normalitas Kemampuan Kognitif Siswa 1). Kelompok Eksperimen Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Uji Lilliefors diperoleh harga Lobs = 0,0967. Sedangkan untuk n = 42 pada taraf signifikansi 5% harga Ltabel = 0,1367. Karena Lobs < Ltabel, maka sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. (Perhitungan secara lebih lengkap disajikan pada lampiran 19, halaman 284) 2). Kelompok Kontrol Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Uji Lilliefors diperoleh harga Lobs = 0,1128. Sedangkan untuk n = 40 pada taraf signifikansi 5% harga Ltabel = 0,1401. Karena Lobs < Ltabel, maka sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. (Perhitungan secara lebih lengkap disajikan pada lampiran 20, halaman 286) b. Uji Homogenitas Prestasi Belajar Siswa Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Uji Bartlett diperoleh harga χ2hitung = 2,81. Sedangkan pada taraf signifikansi 5% harga χ2tabel = 3,84. Karena χ2hitung < χ2tabel, maka kedua sampel berasal dari populasi yang homogen. (Perhitungan secara lebih lengkap disajikan pada lampiran 21, halaman 287) C. Pengujian Hipotesis 1. Uji Hipotesis dengan Anava Dua Jalan Dari hasil uji normalitas dan uji homogenitas dapat diketahui bahwa prasyarat uji telah terpenuhi, maka data yang diperoleh dapat dianalisis dengan analisis variansi dua jalan. Hasil pengujian ini terangkum dalam tabel 4.7 berikut ini. Tabel 4.7. Rangkuman Anava Nilai Kemampuan Kognitif Listrik Statis Siswa Sumber SS Df MS Fobs F P Baris (A) 12.52 1 12.52 25.64 3.96 < 0.05 Kolom (B) 32.88 1 32.88 67.35 3.96 < 0.05 0.18 1 0.18 0.37 3.96 > 0.05 Kesalahan (Error) 38.08 78 0.49 - - - Total 83.66 81 - - - - Efek Utama Interaksi (AB) Hasil perhitungan selengkapnya disajikan pada lampiran 22, halaman 289 a. Uji Hipotesis Pertama H0A : Tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. H1A : Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. Pada analisis pendekatan keterampilan proses sebagai variabel bebas dan kemampuan kognitif siswa sebagai variabel terikat. Diperoleh Fa = 25,64. Nilai tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga tabel sehingga didapatkan F0,05;1,78 = 3,96. Karena Fa = 25,64 > F0,05;1.78 = 3,96 maka H0A ditolak dan H1A diterima. Berarti hipotesis yang berbunyi: ” Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.”, diterima. b. Uji Hipotesis Kedua H0B : Tidak ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal siswa kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. H1B : Ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal siswa kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. Pada analisis keadaan awal siswa sebagai variabel bebas dan kemampuan kognitif siswa sebagai variabel terikat. Diperoleh Fb = 67,35. Nilai tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga tabel sehingga didapatkan F0,05;1,78 = 3,96. Karena Fb = 67,35 > F0,05;1,78 = 3,96 maka H0B ditolak dan H1B diterima. Berarti hipotesis yang berbunyi: ” Ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal siswa kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.”, diterima. c. Uji Hipotesis Ketiga H0AB : Tidak ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses dan keadaan awal siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. H1AB : Ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses dan keadaan awal siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. Pada analisis pendekatan keterampilan proses dan keadaan awal siswa sebagai variabel bebas sedangkan kemampuan kognitif siswa sebagai variabel terikat, diperoleh Fab = 0,37. Nilai tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga tabel sehingga didapatkan F0,05;1,78 = 3,96. Karena Fab = 0,37 < F0,05;1,78 = 3,96 maka H0AB diterima dan H1AB ditolak. Berarti hipotesis yang berbunyi: ” Ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses dan keadaan awal siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis.”, ditolak. 2. Uji Lanjut Anava Untuk mengetahui lebih lanjut tentang masalah di atas yaitu untuk mengetahui metode mana yang lebih efektif dan keadaan awal mana yang lebih menunjang kemampuan kognitif siswa, maka dilakukan uji komparasi ganda antar rerata dengan metode Scheffe dan rangkuman analisisnya sebagai berikut. Tabel 4.8. Rangkuman Komparasi Ganda Rerata Statistik Uji Komparasi Fij X Xj 1 1 MS err ( ) ni n j i Harga P Kritik Rerata Xi Xj A1 vs A2 5.82 4.91 34.71 3.96 < 0,05 B1 vs B2 6.05 4.70 76.74 3.96 < 0,05 Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa: a. Komparasi rerata antar baris Dari hasil perhitungan diperoleh FA12 = 34,71 > F0,05; 1,78 = 3,96, yang berarti ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara penggunaan pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen memberikan pengaruh lebih baik terhadap kemampuan kognitif siswa dari pada pendekatan ketrampilan proses melalui metode demonstrasi. b. Komparasi rerata antar kolom Dari hasil perhitungan diperoleh FB12 = 76,74 > F0,05; 1,78 = 3,96, yang berarti ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara keadaan awal katergori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa yang mempunyai keadaan awal kategori tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap kemampuan kognitif siswa dari pada siswa yang mempunyai keadaan awal kategori rendah. D. Pembahasan Hasil Analisa Data 1. Hipotesis Pertama Dari uji hipotesis diperoleh FA12 = 34,71; P < 0,05, sehingga ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen dan pendekatan ketrampilan proses melalui metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. Dari tabel 4.8 terlihat bahwa kelompok siswa yang diberi perlakuan pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen lebih berpengaruh pada kemampuan kognitif siswa dari pada diberi perlakuan pendekatan ketrampilan proses melalui metode demonstrasi. Konsep Listrik Statis merupakan materi pelajaran fisika yang mempelajari tentang muatan listrik, interaksi muatan listrik, Hukum Coulomb dan medan listrik yang untuk penyampaiannya tidak cukup dengan lisan saja. Sehingga dengan eksperimen siswa diberi kesempatan untuk aktif dalam menemukan konsep sendiri. Sehingga yang diterima oleh siswa relatif bertahan lebih lama. Karena pada pembalajaran dengan metode eksperimen siswa mengalami, mengamati dan melakukan kegiatan secara langsung untuk membuktikan suatu konsep serta siswa dapat termotivasi untuk lebih aktif dalam mengikuti pelajaran, sedangkan pada pembelajaran dengan metode demonstrasi siswa hanya mengamati demonstrasi yang dilakukan guru atau salah satu temannya. 2. Hipotesis Kedua Dari uji hipotesis diperoleh FB12 = 76,74; P < 0,05, sehingga ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. Dari tabel 4.8 terlihat bahwa kelompok yang memiliki keadaan awal kategori tinggi lebih berpengaruh pada kemampuan kognitif siswa dari pada kelompok yang memiliki keadaan awal kategori rendah. Sehingga siswa yang memiliki keadaan awal tinggi lebih dapat memperoleh prestasi yang lebih baik dari pada siswa yang memiliki keadaan awal rendah. Hal ini disebabkan siswa yang memiliki keadaan awal tinggi, lebih mudah menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru, karena siswa tersebut memiliki dasar konsep fisika yang baik. Sehingga pada saat guru menyampaikan mata pelajaran fisika, maka siswa dapat segera mengikuti dan memahami apa yang disampaikan guru. 3. Hipotesis Ketiga Dari uji hipotesis diketahui bahwa tidak terdapat interaksi pengaruh antara metode pembelajaran dengan keadaan awal siswa. Hal ini berarti keadaan awal siswa dan penggunaan metode pembelajaran mempunyai pengaruh sendirisendiri terhadap kemampuan kognitif siswa. Tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan keadaan awal siswa dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari individu itu sendiri seperti keadaan jasmani siswa (kesehatan), kemampuan siswa, perhatian, emosi dan motivasi belajar. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam belajar yang berasal dari luar individu seperti bahan belajar, kompetensi guru, suasana belajar dan fasilitas yang tersedia. Dari hasil analisis variansi dan uji lanjut ANAVA dapat diuraikan halhal pokok sebagai hasil dalam penelitian ini, yaitu: 1. Secara umum pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen dan demonstrasi berpengaruh terhadap kemampuan kognitif siswa. Kalau ditinjau dari masing-masing kategori keadaan awal siswa, siswa yang diberikan pengajaran dengan pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen lebih baik daripada siswa yang diberi pengajaran melalui metode demonstrasi. Hal ini disebabkan pada pembalajaran dengan metode eksperimen siswa mengalami, mengamati dan melakukan kegiatan secara langsung untuk membuktikan suatu konsep serta siswa dapat termotivasi untuk lebih aktif dalam mengikuti pelajaran, sedangkan pada penbelajaran dengan metode demonstrasi siswa hanya mengamati demonstrasi yang dilakukan guru atau salah satu temannya. 2. Keadaan awal siswa berpengaruh terhadap kemampuan kognitif siswa. Siswa yang mempunyai keadaan awal kategori tinggi mempunyai prestasi yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai keadaan awal kategori rendah. Karena siswa yang memiliki keadaan awal tinggi, lebih mudah menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru dari pada siswa yang memiliki keadaan awal rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri siswa itu sendiri dan dapat berasal dari luar siswa. Faktorfaktor dari dalam diri siswa adalah kondisi fisik, kemampuan belajar, hasrat, motivasi, konsentrasi, perasaan, sikap dan minat. Faktor yang dari luar siswa adalah sarana dan prasarana, suasana sekolah, kurikulum sekolah, status sosial siswa, interaksi antara guru dan siswa, keadaan waktu dan tempat. 3. Secara khusus siswa yang diberi pengajaran dengan pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen pada siswa yang mempunyai keadaan awal kategori tinggi maupun rendah memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap kemampuan kognitif siswa daripada dengan metode demonstrasi. Sedangkan untuk pendekatan keterampilan proses baik dengan metode eksperimen maupun demonstrasi, keadaan awal siswa kategori tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap kemampuan kognitif siswa daripada keadaan awal siswa kategori rendah. BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil analisis yang telah dikemukakan di depan, maka dapat disimpulkan: 1. Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. Berdasarkan analisa data yang diperoleh, penggunaan pendekatan ketrampilan proses melalui metode eksperimen memiliki pengaruh lebih baik dibandingkan dengan penggunaan pendekatan ketrampilan proses melalui metode demonstrasi. 2. Ada perbedaan pengaruh antara keadaan awal siswa untuk kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. Keadaan awal siswa tinggi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan kognitif siswa dibandingkan dengan siswa yang memiliki keadaan awal rendah. 3. Tidak ada interaksi pengaruh antara pendekatan keterampilan proses melalui metode pembelajaran dengan keadaan awal siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik Statis. B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan metode eksperimen dapat berpengaruh terhadap kemampuan kognitif siswa. Penggunaan metode yang tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan dapat berpengaruh pada kemampuan kognitif siswa, tentunya hal ini akan terwujud apabila kerjasama antara siswa dan guru terjalin dengan baik. 2. Keadaan awal siswa akan berpengaruh terhadap kemampuan kognitif siswa. 2. Implikasi Praktis Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses melalui metode eksperimen dapat diterapkan pada pembelajaran fisika, sehingga siswa lebih mudah untuk menguasai materi fisika dengan baik. C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Pada pembelajaran fisika diharapkan dapat memilih pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan sehingga dapat membuat siswa lebih aktif dan berprestasi. 2. Pada pembalajaran fisika diharapkan dapat melakukan penanganan yang berbeda kepada siswa yang memiliki keadaan awal tinggi dan rendah. 3. Besarnya pengaruh berbagai faktor terhadap keberhasilan siswa dalam menguasai konsep-konsep fisika yang diajarkan, membutuhkan penelitian yang lebih kompleks. Oleh karena itu, alangkah baiknya apabila setiap peneliti lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitiannya, yaitu kemampuan untuk melakukan analisis berbagai hal yang terlibat dalam upaya meningkatkan penguasaan konsep siswa pada pelajaran fisika. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Zainal. 1990. Evaluasi Instruksional Prinsip – Teknik – Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharmi. 1995. Dasar-dasar Evaluasi Pengajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Arikunto, Suharmi. 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Budiyono. 1998. Metodologi Penelitian Pengajaran Matematika. Surakarta: UNS Press. Druxes, Herbert; Born, Gernot; Simpson, Fritz. 1986. Kopendium Didaktik Fisika. Bandung: Remadja Rosda Karya. Hamilik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Kanginan, Marthen. 1995. IPA Fisika. Jakarta: Erlangga. Kanginan, Marthen. 2004. Sains Fisika SMP. Jakarta: Erlangga. M. Chabib Thoha. 1991. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. Mangunwiyata, Widagdo, dan Harjono. 2000. Pokok-pokok Fisika SMP Untuk Kelas 2. Jakarta: Erlangga. Margono. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press. Mulyani Sumantri dan Johar Permana. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Maulana. Nasution, S. 1999. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Nasution, S. 2000. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Nonoh Siti Aminah. 2004. Penggunaan Anava Pada Penelitian Pembelajaran. Surakarta: UNS Press. Pasaribu, I.L. 1983. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Transito. Semiawan, Conny dkk. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Slametto. 1996. Statistik Dasar. Surakarta: UNS Press. Sudijono, Anas. 1995. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa. Sudjana, Nana. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suharno, dkk. 1996. Belajar Pembelajaran II. Surakarta: UNS Press. Surachmad, Winarno. 1990. Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar. Bandung: Tarsito. Syaiful Bahri Djamaroh dan Azwan Zain. 1994. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. W. James Popham dan Eva L. Baker. 2003. Teknik Mengajar Secara Sistematis (diterjemahkan oleh: Amirul Hadi, dkk). Jakarta: PT. Rineka Cipta. Winkel, W. S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo.