pendekatan deduktif pada pembelajaran kalor ditinjau dari tingkat

advertisement
PENDEKATAN DEDUKTIF PADA PEMBELAJARAN KALOR
DITINJAU DARI TINGKAT KEAKTIFAN SISWA UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF
DI SMP TAHUN AJARAN 2005/2006
Sikripsi
Oleh :
Anita Riistiana
K2301020
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2006
PENDEKATAN DEDUKTIF PADA PEMBELAJARAN KALOR
DITINJAU DARI TINGKAT KEAKTIFAN SISWA UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF
DI SMP TAHUN AJARAN 2005/2006
Oleh :
Anita Riistiana
K2301020
Sikripsi
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Pada Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2006
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Hari
:
Tanggal
:
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Nonoh Siti Aminah, M.Pd
Dwi Teguh Raharjo, S.Si, M.Si
NIP. 130 530 817
NIP. 132 206 598
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Hari
:
Tanggal
:
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang
Tanda tangan
Ketua
: Drs.Darianto
NIP. 131 283 169
……………………….
Sekretaris
: Drs. Y Radiyono
NIP. 131 281 872
……………………….
Anggota I
: Dra. Nonoh Siti Aminah, M.Pd
NIP. 130 530 817
……………………….
Anggota II
: Dwi Teguh Raharjo, S.Si, M.Si
NIP. 132 206 598
……………………….
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Drs. Trisno Martono, M.M
NIP. 130 529 720
iv
ABSTRAK
Anita Riistiana. PENDEKATAN DEDUKTIF PADA PEMBELAJARAN
KALOR DITINJAU DARI TINGKAT KEAKTIFAN SISWA UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DI SMP TAHUN AJARAN
2005/2006.
Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan. Universitas Sebelas
Maret Surakarta, Juli 2006.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1). Mengetahui ada atau tidak adanya
perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi
dan diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. (2).
Mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh tingkat keaktifan siswa
tinggi dan tingkat keaktifan siswa rendah terhadap kemampuan kognitif siswa
pada pokok bahasan kalor. (3). Mengetahui ada atau tidak adanya interaksi
pengaruh antara pendekatan dedukif dan tingkat keaktifan terhadap kemampuan
kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. (4). Mengetahui ada atau tidak adanya
peningkatan kemampuan kognitif siswa setelah pembelajaran menggunakan
pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII Mts Negeri 1
Bekonang Sukoharjo Jawa Tengah. Teknik pengambilan sampel dengan teknik
random sampling, yang kemudian didapat dua kelas yaitu kelas VIIID sebagai
kelas eksperimen dan VIIIA sebagai kelas kontrol. Pengumpulan data
menggunakan teknik tes dan observasi. Teknik tes digunakan untuk mendapatkan
data nilai kemampuan kognitif dan teknik observasi digunakan untuk
mendapatkan data nilai keaktifan siswa. Teknik analisis data menggunakan
rancangan faktorial (AXB) atau Anava Dua Jalan dengan frekuensi sel tak sama
dilanjutkan dengan uji lanjut anava metode Scheffe dan juga menggunakan uji-t
satu pihak untuk mengetahui peningkatan kemampuan kognitif siswa.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : (1) Ada
pengaruh antara penggunaan pendekatan deduktif dengan metode demonstrasi
dengan
metode
diskusi
[Fhit=6.4347>F0.05;76=3.968].
Dari
terhadap
uji
komparasi
kemampuan
ganda
kognitif
diperoleh
[Fobs
=6.4672>F0.05;76=3.968], hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata yang
v
signifikan antara pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan
pendekatan deduktif melalui metode diskusi. Pendekatan deduktif melalui metode
demonstrasi lebih baik daripada pendekatan deduktif melalui metode diskusi. (2).
Ada perbedaan pengaruh antara tingkat keaktifan siswa tinggi dan tingkat
keaktifan
siswa
rendah
=15.5254>F0.05;76=3.968].
terhadap
Dari
kemampuan
uji
komparasi
kognitif
siswa
ganda
[Fhit
diperoleh
[Fobs=15.5648>F0.05;76=3.968], hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata
yang signifikan antara keaktifan siswa kategori tinggi dan keaktifan siswa
kategori rendah. Keaktifan siswa kategori tinggi lebih efektif dari pada keaktifan
siswa kategori rendah. (3). Tidak terdapat interaksi pengaruh antara metode
mengajar
dengan
keaktifan
siswa
terhadap
kemampuan
kognitif
[Fobs=0.0279<F0.05;76=3.968]. (4). Ada peningkatan kemampuan kognitif siswa
setelah pembelajaran menggunakan pendekatan deduktif melalui metode
demonstrasi [thit=5.8592>t1-1/2.0.05=2.022] dengan pendekatan deduktif melalui
metode diskusi [thit=5.1097>t1-1/2.0.05=2.022]. Setelah dilakukan uji efektivitas di
mana pembelajaran dengan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi
lebih baik dibandingkan dengan pendekatan deduktif melalui metode diskusi [thit=
2.6957> t0.05;78= 1.994].
vi
MOTTO
“Sesungguhnya Alloh tidak akan merubah keadaan suatu umat melainkan ia merubah keadaan yang ada pada
mereka sendiri”
(Q.S
Arradu : 11)
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan”
(Q.S Al’Alaq : 1)
“Percayalah pada kekuatan doa, dan serahkanlah semua pada Alloh setelah apa yang kau usahakan”
(Penulis)
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk
1. Bapak dan Ibu tercinta, yang senantiasa
memberikan yang terbaik untukku serta
doa-doa yang indah.
2. Ketiga adikku Mariana, Satriyo, dan
Catur. Terima kasih atas kebersamaan
yang indah selama ini.
3. Sahabat seperjuangan Nurul F, S Iwan
K,
Cristina
terima
kasih
untuk
semuanya.
4. Sahabat “MARTY”, yang kusayangi dan
menyayangiku yang telah memberikan
semangat serta dorongan dengan penuh
cinta dan kasih sayang.
5. Teman-teman Pendidikan Fisika 2001
FKIP UNS.
6. Seluruh pembaca yang budiman.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan karunia, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini untuk memenuhi sebagian persyaratan
dalam memeperoleh gelar sarjana pada Program Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak
memperoleh bantuan dari berbagai pihak maka dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Dra. Sri Dwiastuti, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
3. Dra. Rini Budiharti, M.Pd, selaku Ketua Program Pendidikan Fisika yang
telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini.
4. Dra. Nonoh Siti Aminah, M.Pd, Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Dwi Teguh Raharjo, S.Si, M.Si, Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Segenap Dosen Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan MIPA
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dengan sabar dan arif serta bijak
telah mengajar, mendidik, dan memberi bekal ilmu kepada penulis.
7. Kepala Sekolah Mts Negeri 1 Bekonang Sukoharjo yang telah memberikan
ijin dan tempat untuk pelaksanakan penelitian ini.
8. Kepala Sekolah SMP Muhamadiyah 5 Surakarta yang telah memberikan ijin
dan tempat untuk pelaksanaan try out penelitian ini.
9. Segenap guru yang telah membantu pelaksanaan try out dan penelitian dalam
penyusunan skripsi ini.
10. Bapak, ibu, dan adik-adikku yang selalu memberikan doa dan motivasi untuk
terselesaikannya skripsi ini.
ix Iffa Humaira, Lina, Venty, Puput,
11. Sahabat dan teman-teman kos Linaya,
Ajeng, Ali, Ipunk, Boom.
12. Teman-teman angkatan 2001, 2002, 2003.
13. Saudara Riska, Demes, Intan, Anis, Hendro, Ibnu, Ulis dan Dwi. Yang selalu
memberikan semangat dan bantuan.
14. Semua pihak yang tidak tersebut satu persatu yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
Semoga semua pihak tersebut mendapatkan limpahan rahmat dan balasan yang
lebih baik dari Allah SWT atas amal kebaikkannya. Skripsi ini dapat bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan, bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juli 2006
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL
i
PENGAJUAN
ii
PERSETUJUAN
iii
PEGESAHAN
iv
ABSTRAK
v
MOTTO
vii
PERSEMBAHAN
viii
KATA PENGANTAR
ix
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I.
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Identifikasi Masalah
4
C. Pembatasan Masalah
5
D. Perumusan Masalah
5
E. Tujuan Penelitian
6
F. Manfaat Penelitian
6
KAJIAN
TEORI,
KERANGKA
BERFIKIR
DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
7
1. Belajar dan Mengajar
7
2. Pengajaran Fisika di Sekolah Menengah Pertama
9
3. Pendekatan Deduktif
11
4. Pengukuran Hasil Belajar
18
5. Ranah Kognitif
19
6. Keaktifan Siswa
21
7. Kalor
24
B. Kerangka Berfikif
C. Pengajuan Hipotesis
BAB III
29
xi
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
BAB IV
31
32
1. Tempat Penelitian
32
2. Waktu Penelitian
32
B. Metode Penelitian
32
C. Penetapan Populasi dan Pengambilan Sampel
33
1. Populasi
33
2. Sampel
33
D. Variabel Penelitian
34
E. Teknik engumpulan Data
35
F. Instrumen Penelitian
35
G. Teknik Aalisa Data
39
HASIL PENELITIAN
A. Diskripsi Data
51
1. Data Pretes Kemampuan Kognitif
51
2. Data Tingkat Keaktifan Siswa
53
3. Data Nilai Postes Kemampuan Kognitif
53
B. Uji Kesamaan Kemampun Awal
55
1. Uji Normalitas
55
2. Uji Homogenitas
56
3. Uji-t
56
C. Pengajuan Prasyarat Analisis
56
1. Uji Normalitas
56
2. Uji Homogenitas
57
D. Pengajuan Hipotetis
57
1. Uji Hipotesis dengan Anava Dua JalanUji lanjut
57
Anava
E. Pembahasan Hasil Analisis Data
60
BAB V.
1. Uji Hipotesis Pertama
60
2. Uji Hipotesis kedua
61
xii
3. Uji Hipotesis ketiga
61
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
63
B. Implikasi
63
C. Saran
64
DAFTAR PUSTAKA
65
LAMPIRAN-LAMPIRAN
66
DAFTAR xiii
TABEL
Halaman
Tabel 3.1
Jadwal Penelitian
31
Tabel 3.2
Desain Metode Penelitian Faktorial AXB
33
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Pretes Kemampuan Kognitif Kelompok
Eksperimen
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Pretes Kemampuan Kognitif Kelompok
Kontrol
Tabel 4.3
52
Distribusi Frekuensi Nilai Postes Kemampuan Kognitif
Kelompok Eksprimen
Tabel 4.4
51
54
Distribusi Frekuensi Nilai Postes Kemampuan Kognitif
Kelompok Kontrol
54
Tabel 4.5
Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan
57
Tabel 4.6
Rangkuman Komparasi Paska Anava
58
DAFTAR GAMBAR
xiv
Gambar 4.1
Halaman
Grafik Data Nilai Pretes Kemampuan Kognitif Kelompok
Eksperimen
Gambar 4.2
Grafik
Data
52
Nilai
Pretes
Kemampuan
Kognitif
Kelompok Kontrol
Gambar 4.3
Grafik
Nilai
52
Postes
Kemampuan
Kelompok Kontrol
Ganbar 4.6
Kognitif
54
Grafik Data Nilai Postes Kemampuan Kognitif
Kelompok Kontrol
55
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Satuan Pelajaran
65
Lampiran 2
Rancangan Pembelajaran
69
Lampiran 3
Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen
93
Lampiran 4
Lembar Kerja Siswa Kelas Kontrol
108
Lampiran 5
Kisi-kisi Soal Try Out
120
Lampiran 6
Soal Try Out Kemampuan Kognitif
121
Lampiran 7
Kisi-kisi Tes Kemampuan Kognitif
131
Lampiran 8
Tes Kemampuan Kognitif
132
Lampiran 9
Uji Validitas, Reabilitas, Tingkat Kesukaran
lampiran 10
dan Daya Beda Soal
140
Data Nilai Pretes Kemampuan Kognitif
145
Lampiran 11 Uji
Normalitas
Nilai
Pretes
Kemampuan
Kognitif
Kelompok Eksperimen
Lampiran 12 Uji
normalitas
Nilai
146
Pretes
Kemampuan
Kognitif
Kelompok Kontrol
148
Lampiran 13 Uji Homogenitas Nilai Pretes Kemampuan Kognitif
Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol
150
Lampiran 14 Tabel Uji-t Untuk Nilai Pretes Kemampuan Kognitif
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
155
Lampiran 15 Data Nilai Keaktifan Siswa
Lampiran 16 Uji
Normalitas
Nilai
156
Keaktifan
Siswa
Kelompok
Eksperimen
157
Lampiran 17 Uji Normalitas Nilai Keaktifan Siswa Kelompok Kontrol
159
Lampiran 18 Uji Homogenitas Nilai Keaktifan Siswa
Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol
161
Lampiran 19 Data Nilai Postes Kemampuan Kognitif
Siswa Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol
164
Lampiran 20 Uji Normalitas Nilai Postes Kemampuan Kognitif
Siswa Kelompok Eksperimen
xvi
165
Lampiran 21 Uji Normalitas Nilai Postes Kemampuan Kognitif
Siswa Kelompok Kontrol
167
Lampiran 22 Uji Homogenitas Nilai Postes Kemampuan Kognitif
Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol
169
Lampiran 23 Data Induk Penelitian Kelas VIII
MTs N 1 Bekonang Sukaoharjo
172
Lampiran 24 Uji Analisi Variansi Dua Jalan
Dengan Frekuensi Sel tak Sama
173
Lampiran 25 Uji Pasca Anava dengan
Uji Komparasi Ganda Metode Scheffe
178
Lampiran 26 Tabel Uji-t Satu Ekor Peningkatan
Kemampuan Kognitif Kelompok Eksperimen
180
Lampiran 27 Perhitungan Uji-t Peningkatan Kemampuan
Kognitif Kelompok Eksperimen
182
Lampiran 28 Tabel Uji-t Satu Ekor Peningkatan Kemampuan
Kognitif Kelompok Kontrol
183
Lampiran 29 Perhitungan Uji-t Peningkatan Kemampuan Kognitif
Kelompok Kontrol
185
Lampiran 30 Tabel Uji-t Untuk Kesamaan Nilai Postes
Kemampuan Kognitif Kelompok Eksperimen
Dan Kelompok Kontrol
xvii
186
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan masyarakat Indonesia berjalan kian hari kian cepat. Salah
satu faktor yang berpengaruh sangat besar terhadap kecepatan ini adalah
pembangunan nasional. Ada banyak pengaruh yang memberikan arah kepada
pembangunan nasional. Pengaruh yang sangat menonjol berasal dari penerapan
ilmu dan teknologi.
Bidang pendidikan merupakan salah satu bidang yang sangat penting
bagi penerapan ilmu dan teknologi, di mana tugas dalam pendidikan tidak hanya
terbatas mengalihkan hasil-hasil ilmu dan teknologi. Bidang pendidikan bertugas
pula menanamkan nilai-nilai baru yang dituntut oleh perkembangan ilmu dan
teknologi pada diri anak didik dalam kerangka nilai-nilai dasar yang telah
disepakati oleh bangsa Indonesia. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang
menentukan
kemajuan
bangsa.
Pendidikan
membantu
manusia
dalam
mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan
permasalahan dengan sikap terbuka tanpa kehilangan identitas dirinya. Pendidikan
berlangsung seumur hidup dan dilakukan di dalam keluarga, sekolah, maupun
masyarakat. Dengan demikian keberhasilan pendidikan nasional menjadi
tanggung jawab antar keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pendidikan yang dilaksanakan di sekolah pada dasarnya merupakan
proses kegiatan belajar-mengajar yaitu terdapatnya interaksi antara siswa dan
guru. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek
yang menerima pelajaran dan mengajar menunjuk pada guru sebagai pengajar.
Keberhasilan pengajaran bergantung pada proses belajar-mengajar dapat berjalan
dengan lancar dan efektif apabila seluruh komponen yang yang berpengaruh di
dalamnya saling mendukung. Komponen-komponen itu antara lain : tujuan,
materi, siswa, guru, metode, waktu yang tersedia, perlengkapan pengajaran dan
evaluasi (Oemar Hamalik, 2001:54). Salah satu komponen penting dalam proses
belajar-mengajar adalah guru yang selalu berusaha membawa anak didiknya
1
kearah pencapainan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU
NO. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yaitu:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab .“ (UU RI NO. 20
Tahun 2003 : Pasal 3)
Agar tujuan pendidikan ini tercapai bukan merupakan pekerjaan yang
mudah bagi seorang guru. Guru dituntut untuk mampu mendidik siswa dengan
baik. Jadi guru harus bersedia untuk memperdalam ilmu khususnya dibidang
mengajar guru harus bersedia memperbaiki cara mengajarnya. Ia harus mampu
menyesuaikan metode mengajar dengan tuntutan situasi. Dalam melaksanakan
tugasnya sehari-hari guru harus selalu mengharapkan selalu berhasil dalam
mengajarnya. Semua ilmu pengetahuan kecakapan, dan ketrampilan yang
diajarkan diharapkan diterima, dicamkan, diingat dan diproduksi oleh siswasiswanya. Guru selalu mengharapkan agar sesuatu yang diajarkan menjadi milik
siswa-siswanya. Jadi dalam proses belajar mengajar guru perlu menimbulkan
aktifitas anak dalam berfikir maupun berbuat. Sehingga keaktifan siswa dalam
kelas dapat terwujud, bila anak menjadi partisipan aktif maka akan memiliki ilmu
pengetahuan itu dengan baik dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satu mata pelajaran yang dalam kurikulum pendidikan yang
diberikan kepada siswa SMA adalah mata pelajaran fisika. Pengajaran ilmu fisika
bertujuan agar siswa menguasai konsep-konsep fisika dan mampu menggunakan
metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
Banyak siswa yang mengeluh ketika belajar fisika, mereka rata-rata
menganggap bahwa fisika merupakan ilmu yang sulit karena banyak hitungan dan
rumus. Untuk itu dalam mengajar guru harus benar-benar memperhatikan
bagaimana cara penyampaikan materi pelajaran agar bisa diterima oleh siswanya
dengan baik. Pendekatan pengajaran merupakan suatu cara bagaimana seorang
guru akan mengajarkan suatu materi kepada para siswanya. Penggunaan
pendekatan yang disesuaikan dengan metode mengajar yang tepat akan
berpengaruh pada keberhasilan kegiatan belajar-mengajar itu sendiri. Ada
beberapa pendekatan yang bisa digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar antara
lain pendekatan deduktif, pendekatan induktif, pendekatan ketrampilan proses,
pendekatan konsep, pendekatan discovery inquiri dan masih banyak lagi.
Pendekatan deduktif merupakan pendekatan dimana siswa memperoleh
konsep baru dari konsep yang bersifat umum yang disampaikan sebelumnya
kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Dalam pendekatan deduktif
guru memilih bagian pengetahuan (aturan umum, konsep atau prinsip) sebagai
pokok bahasan yang akan diajarkan. Pemberian contoh khusus dan akhirnya perlu
disampaikan bukti-bukti yang membenarkan atau menolak kesimpulan tersebut.
Dalam pendekatan deduktif peneliti memilih metode domonstrasi dan sebagai
pembanding adalah metode diskusi. Dalam metode demonstrasi siswa mengamati
peragaan guru dengan peralatan untuk menjelaskan konsep yang diajarkan.
Sedang metode diskusi siswa aktif dalam mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan
dalam LKS.
Kemampuan kognitif adalah sesuatu yang berhubungan dengan atau
melibatkan suatu kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk
kesadaran, perasaan, dan sebagainya). Atau usaha mengenai sesuatu melalui
pengalaman sendiri, juga proses pengenalan dan penafsiran lingkungan oleh
seseorang serta hasil perolehan pengetahuan. Kemampuan kognitif ini sangat
berpengaruh terhadap pemerolehan kemampuan psikomotorik siswa. Terdapat
kecenderungan
bahwa
kemampuan
kognitif
rendah
maka
kemampuan
psikomotoriknya juga rendah. Terdapat kecenderungan pula bahwa kemampuan
kognitifnya tinggi maka kemampuan psikomotoriknya juga tinggi. Keaktifan
siswa dalam kelas merupakan salah satu bentuk dari kemampuan psikomotorik
siswa. Keaktifan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan visual, kegiatan-kegiatan
lisan, mendengarkan, menulis, menggambar, kegiatan-kegiatan metrik, kegiatankegiatan mental dan emosional. Jadi dengan kata lain keaktifan siswa dapat di
gunakan dalam mengukur kemampuan psikomotorik siswa dalam kelas.
Demikian juga dengan penggunaan alat yang berhubungan dengan sub
pokok bahasan kalor. Dalam pokok bahasan ini perlu penguasaan pengetahuan
tentang kalor. Dengan bekal materi yang telah disampaikan dan penggunaan
pendekatan yang dipilih pengajar, maka dengan kemampuan kognitif yang
dimiliki maka akan timbul aktifitas siswa dalam kelas yang dapat disebut dengan
keaktifan siswa. Atas dasar demikian di atas maka penelitian ini diberi judul:
“PENDEKATAN DEDUKTIF PADA PEMBELAJARAN KALOR DITINJAU
DARI
TINGKAT
KEAKTIFAN
SISWA
UNTUK
MENINGKATKAN
KEMAMUAN KOGNITIF DI SMP TAHUN AJARAN 2005/2006”
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa permasalahan
yang di identifikasi sebagai berikut :
1. Ilmu fisika dianggap sebagai pelajaran yang sukar untuk dipahami sehingga
hasil belajar pada umumnya rendah.
2. Kemampuan kognitif siswa dan keaktifan siswa dipengaruhi oleh beberapa hal
antara lain : kemampuan guru dalam mengajar, aktifitas siswa, dan metode
mengajar.
3. Kemampuan siswa dipengaruhi juga oleh pendekatan pengajaran yang
digunakan guru dalam mengajar. Pendekatan deduktif melalui metode
demonstrasi dan metode diskusi sebagai alternatif penanganan kesulitan
belajar fisika.
4. Masih kurang digunakanya sarana dan prasarana serta fasilitas belajar siswa
sehingga hasil belajar yang dicapai siswa tidak optimal.
5. Untuk mengetahui keberhasilan proses belajar-mengajar perlu diadakan
evaluasi atau penilaian. Alat ukur hasil belajar tersebut adalah dengan
menggunakan teknik tes.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, agar dapat
melaksanakan penelitian yang terpusat pada permasalahan, maka penulis
memberikan batasan sebagai berikut:
1. Penggunaan pendekatan deduktif pada pengajaran fisika dalam penelitian ini
dengan metode demonstrasi dan diskusi.
2. Keaktifan siswa diidentifikasi dari keinginan, keberanian, kekreatifan belajar,
keleluasaan dalam belajar tanpa menampakkan tekanan.
3. Penggunaan media pembelajaran meliputi OHP dan diagram.
4. Sub pokok bahasan dalam penelitian ini adalah kalor .
5. Kemampuan kognitif siswa diidentifikasi dari tes hasil belajar pada akhir
pembelajaran.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Adakah perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan deduktif melalui metode
demonstrasi dan diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok
bahasan kalor?
2. Adakah perbedaan pengaruh tingkat keaktifan siswa tinggi dan tingkat
keaktifan siswa rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok
bahasan kalor?
3. Adakah interaksi antara pendekatan deduktif dan tingkat keaktifan terhadap
kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor ?
4. Adakah peningkatan kemampuan kognitif siswa setelah pembelajaran
menggunakan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi?
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan masalah-masalah yang menjadi pusat perhatian di dalam
penelitian ini, maka tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan pendekatan deduktif melalui
metode demonstrasi dan diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa pada
pokok bahasan kalor.
2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh perbedaan tingkat keaktifan siswa tinggi
dan tingkat keaktifan siswa rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada
pokok bahasan kalor.
3. Mengetahui ada tidaknya interaksi pengaruh antara pendekatan deduktif dan
tingkat keaktifan terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan
kalor .
4. Mengetahui
adanya
peningkatan kemampuan kognitif
siswa setelah
pembelajaran menggunakan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi
dan diskusi.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Memberi
bahan
dan
masukan
dalam
pendekatan
deduktif
untuk
mengembangkan kemampuan kognitif siswa.
2. Meningkatkan interaksi siswa dan guru dalam kelas sehingga diharapkan
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
3. Meningkatkan keaktifan siswa pada proses pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan kemampuan kognitif.
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Belajar dan Mengajar
a. Pengertian Belajar
Dalam pengajaran erat kaitannya dengan belajar, banyak pengertian
mengenai belajar yang diungkapkan oleh beberapa ahli diantaranya :
1) W.S Winkel (1996:53) merumuskan tentang belajar sebagai berikut
yaitu:
”Belajar merupakan suatu aktivitas mental atau psikis, yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan
sejumlah
perubahan
pengetahuan-pemahaman,
ketrampilan dan nilai-nilai sikap. Perubahan tersebut bersifat konstan
dan berbekas.”
2) Nana Sudjana (2002:28) menyatakan bahwa:
“Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat, belajar adalah
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dalam
berbagai bentuk dan tingkah lakunya, ketrampilannya, kecakapannya,
dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaanya dan lain-lain
aspek yang ada pada individu”.
3) Dimyati Mahmud (1998:21) mendefinisikan belajar sebagai berikut:
“Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku, baik yang dapat diamati
maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, dan terjadi dalam
diri seseorang karena pengalaman. Jadi hasil belajar berupa perubahan
pengetahuan ketrampilan nilai, sikap yang menetap”.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
belajar merupakan suatu proses interaksi antara individu dengan
lingkungannya yang akan membawa suatu perubahan pada individuindividu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan
penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga bentuk kecakapan, ketrampilan,
sikap, harga diri, minat, penyesuaian diri yang sifatnya menetap. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangakaian kegiatan
7
psiko-fisik yang menyangkut unsur cipta, rasa, karsa, ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
b. Tujuan belajar
Tujuan belajar menurut Winarno Surachmad dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu :
1)
Pengumpulan pengetahuan
2)
Pemahaman konsep dan kecekatan
3)
Pembentukan konsep dan perbuatannya
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Ngalim Purwanto dalam bukunya Psikologi Pendidikan,
ada dua faktor yang mempengaruhi proses belajar seseorang, yaitu :
1)
Faktor individual
Faktor yang ada pada diri seseorang. Faktor ini meliputi :
a) Pematangan atau pertumbuhan.
b)Kecerdasan atau intelegensi.
c) Motivasi.
d)Faktor pribadi. (Ngalim Purwanto, 1990: 169)
2)
Faktor sosial
Faktor sosial adalah faktor yang di luar individu. Faktor ini meliputi :
a) Keluarga.
b) Guru dan cara mengajar.
c) Alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar.
d) Lingkungan dan kesempatan yang tersedia.
e) Motivasi sosial. (Ngalim Purwanto, 1990: 169)
d. Prestasi Belajar
Prestasi belajar dinyatakan dengan nilai dan kriteria yang berupa
angka, baik buruknya prestasi belajar mencermikan keberhasilan belajar
atau prestasi belajar seseorang pada pokok bahasan tertentu.
Menurut Poerwadarminta “Prestasi belajar merupakan suatu hasil
yang dicapai”. Tujuan tes prestasi belajar adalah untuk mengetahui tingkat
kemampuan yang diperoleh siswa dan sejauh mana penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran yang diajarkan serta untuk mengetahui tingkat
daya guna metode mengajar yang dipakai guru dalam proses belajar
mengajar.
e. Pengertian Mengajar
Mengajar adalah suatu usaha untuk membelajarkan siswa.
Mengajar selain bertujuan menyampaikan pengetahuan juga harus ditandai
dengan terjadinya perubahan tingkah laku siswa. Siswa sebagai subyek
pembelajaran diberi keleluasaan untuk belajar dan dipandu oleh pengajar
yang membimbing untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai.
Menurut
menanamkan
paham
tradisional
pengetahuan
kepada
pengertian
anak
atau
mengajar
orang
adalah
lain
atau
menyampaikan kebudayaan kepada anak. Jadi yang diutamakan adalah
yang berkaitan dengan masa lampau masa kini atau masa depan.
A. Tabrani Rusyam, dkk (1989:27) mengemukakan bahwa “
mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi, upaya memberi
rangsangan, bimbingan atau pengarahan dan dorongan kepada siswa agar
terjadi proses belajar, dalam hal ini bahan pelajaran hanya sebagai
perangsang saja, sedangkan anak yang dituju oleh proses belajar adalah
tujuan pelajaran yang diketahui siswa”.
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa mengajar adalah
menyampaikan informasi atau materi pelajaran atau proses belajar
mengajar juga sebagai pembimbing, pengarah, dan pemberi fasilitas belajar
sehingga dalam proses belajar mengajar sebagai obyek yang aktif.
2. Pengajaran Fisika di Sekolah Menengah Pertama
a. Hakekat Fisiska
Gretshen (1985) berpendapat bahwa “Fisika adalah suatu teori yang
menerangkan
gejala-gejala
alam
sederhana
mungkin
dan
berusaha
mengemukakan hubungan antara kenyataan-kenyataan persyaratan utama
untuk pemecahan soal adalah dengan mengamati gejala-gejala tersebut
(Druxes,1986:3)”
Sedang Bronckhaus (1972) yang dikutip oleh Druxes (1986:3)
menyatakan bahwa “Fisika adalah pelajaran tentang kejadian alam yang
memungkinkan penelitian dengan pengukuran dan percobaan, pengujian
secara sistematis dan berdasarkan peraturan umum”.
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fisika
dapat dipelajari dengan cara pengamatan dan eksperimen serta dapat dipelajari
di alam atau di laboratorium. Sedangkan secara teori kegiatan dilaksanakan
berdasarkan analisis rasional dengan berpedoman yang telah ditemukan
sebelumnya.
b. Tujuan Pengajaran Fisika Di Sekolah Menengah Pertama
Mata pelajaran Fisika bertujuan agar siswa mampu menguasai konsepkonsep fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode
ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa.
Jadi pengajaran fisika memerlukan pendekatan dan metode mengajar
yang tepat menurut karakteristik fisika dan juga siswa dituntut tidak hanya
mampu bernalar tetapi juga menganalisa gejala-gejala fisis melalui
pengamatan berdasarkan pengetahuan yang telah ada, penalaran dan juga
pengalaman.
Dengan adanya kompetensi umum yang harus dicapai dalam diri siswa
pada setiap jenjang pendidikan, baik tingkat dasar maupun menengah,
diharapkan lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan
komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional.
Sedangkan Blenchorth berpendapat bahwa :
“Tujuan pembelajaran fisika adalah agar pelajar dapat memperoleh
wawasan, pengetahuan, dan keterampilan yang memungkinkan ia
menunjukkan dan menerangkan gejala-gejala yang berlangsung di
dalam kehidupannya serta dunia lingkungan pekerjaannya di kemudian
hari”. (Herbert Druxes, 1986:70)
3. Pendekatan Deduktif
Margono
dkk
(1996:123-124)
berpendapat
bahwa
“Pendekatan adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau
siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, dilihat dari sudut
bagaimana materi itu disusun atau disajikan”. Sedangkan Rini
Budiharti (2000:2) merumuskan tentang pendekatan sebagai berikut:
“Pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau
objek
kajian, sehingga berdampak ibarat seseorang menggunakan
kacamata dengan warna tertentu dalam memandang alam sekitarnya,
kacamata yang berwarna hijau akan menyebabkan dunia kelihatan kehijauhijauan, kacamata berwarna coklat akan membuat dunia kecoklatcoklatan”.
Jadi pendekatan pengajaran merupakan suatu cara atau sistem
pengajaran yang digunakan dalam menyajikan materi pelajaran
kepada murid agar proses belajar mengajar bisa mencapai tujuan
yang diinginkan semaksimal mungkin. Pendekatan mengajar adalah
sangat erat hubungannya dengan metode mengajar. Setelah yakin
dengan pendekatan yang dipilih selanjutnya adalah menentukan
metode mengajar. Metode mengajar yang dipilih sekiranya selaras
dengan pendekatan yang dipilih dan sesuai dengan materi yang akan
disampaikan dengan tidak lupa mempertimbangkan kondisi-kondisi
yang bisa mendukung pelaksanaannya.
Metode yang tepat untuk pengajaran tergantung dari
kecermatan guru dalam memilihnya. Pemilihan yang terbaik adalah
mencari titik kelemahan suatu metode yang kemudian dicarikan
metode yang dapat menutupi kelemahan metode tersebut.
Menurut Margono (1998:45), “Deduktif adalah proses dari
penalaran yang berangkat dari yang umum ke yang khusus, atau dari
suatu premi umum ke suatu kesimpulan logis”. Jadi kesimpulan
metode mengajar deduktif adalah cara mengajar yang berawal dari
aturan umum atau generalisasi ke contoh-contoh khusus. Langkahlangkah dalam metode deduktif menurut Margono (1998:45) adalah
sebagai berikut:
a) Guru memilih bagian pengetahuan (aturan umum, konsep atau prinsip)
sebagai pokok bahasan yang diajarkan.
b) Bagian pengetahuan itu berupa aturan umum disampaikan kepada siswa.
c) Kemudian disajikan contoh-contoh khusus sedemikian rupa sehingga
siswa dapat melihat hubungan antara aspek khusus dengan kasus yang
umum.
d) Akhirnya perlu disampaikan bukti-bukti untuk membenarkan atau
menolak kesimpulan tertentu (deduktif) bahwa keadaan spesifik adalah
gambaran dari keadaan umum.
*
Contoh Penerapan Pendekatan Deduktif Pada Pokok Bahasan Kalor.
PENDAHULUAN
a. Perkenalan.
b. Memberi pertanyaan motivasi sebagai pendahuluan.
ISI
a.
Merumuskan tentang pengertian kalor.
b.
Memberikan contoh-contoh kalor dalam kehidupan sehari-hari.
c.
Melakukan demonstrasi dengan memanaskan air dan mengamati
kenaikan suhunya.
d.
Menjelaskan kepada siswa tentang satuan kalor.
PENUTUP
a.
Menyimpulkan tentang pengertian kalor.
b.
Memberi tugas tentang hubungan antara satuan kalori dengan
joule.
c.
Menutup pembelajaran.
a. Pendekatan Deduktif Melalui Metode Demonstrasi
Pendekatan deduktif adalah suatu cara mengajar dengan proses dari
penalaran yang berangkat dari yang umum ke yang khusus, atau dari suatu
premis umum ke suatu kesimpulan logis. Sedangkan demonstrasi adalah
cara mengajar di mana guru menunjukkan, memperlihatkan suatu proses
sehingga seluruh siswa dalam kelas dapat melihat, mengamati, mendengar
atau mungkin meraba-raba dan merasakan proses yang ditunjukkan oleh
guru tersebut. Di lain waktu siswa juga dapat melakukan demonstrasi baik
secara kelompok atau klasikal, dengan mendapat bimbingan dari guru jika
diperlukan. Jadi pendekatan deduktif dengan metode demonstrasi adalah
suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses penemuan
konsep dari contoh yang umum ke suatu kesimpulan logis dimana guru
hanya memperlihatkan suatu proses sehingga seluruh siswa dalam kelas
dapat mengamati yang ditunjukkan oleh guru.
Metode demonstrasi dapat digunakan pada saat guru ingin
menunjukkan suatu gejala atau proses pada anak didiknya. Demonstrasi
dapat dilakukan pada awal pelajaran sebagai pelempar masalah. Pada saat
pelajaran berlangsung untuk membantu menjelaskan, pada saat akhir
pelajaran untuk mencocokkan teori yang diberikan.
Sedangkan petunjuk dalam menggunakan metode demonstrasi
adalah :
1) Persiapan atau perencanaan
a) Tetapkan tujuan demonstrasi
b) Tetapkan langkah-langkah pokok demonstrasi.
c) Siapkan alat-alat yang diperlukan.
2) Pelaksanaan demonstrasi
a) Usahakan demonstrasi dapat diikuti, diamati oleh seluruh kelas.
b) Tumbuhkan sikap kritis pada siswa, sehingga terdapat tanya jawab,
dan diskusi tentang masalah yang didemonstrasikan.
c) Beri kesempatan setiap siswa untuk mencoba sehingga siswa
merasa yakin tentang kebenaran suatu proses.
d) Buatlah penilaian dari kegiatan siswa dalam demonstrasi.
3) Tindak lanjut dari demonstrasi
Setelah demonstrasi selesai, berikanlah tugas kepada siswa baik secara
tertulis maupun secara lisan. Dengan demikian dapat dinilai sejauh
mana demonstrasi tersebut dapat dipahami siswa.
(Nana Sudjana, 1988 : 84)
Kelebihan dan kekurangan metode demonstrasi menurut Rini Budiharti
(2000:33) adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
*
Kelebihan
a) Demonstrasi memberikan gambaran dan pengertian yang lebih
jelas dari pada hanya dengan keterangan lisan.
b) Demonstrasi menunjukkan dengan jelas langkah-langkah suatu
proses atau ketrampilan secara lebih mudah dan lebih efisien dari
pada membiarkan siswa melakukan eksperimen.
c) Demonstrasi memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengamati sesuatu dengan cermat.
d) Pada akhir demonstrasi dapat dilakukan diskusi, di mana siswa
mendapat kesempatan bertukar pikiran untuk memperbiki atau
mempertajam pengertian.
Kelemahan:
a) Dibutuhkan sarana lain selain papan tulis.
b) Waktu yang dibutuhkan relatif panjang.
c) Tidak dapat dikenakan untuk siswa dalam jumlah besar.
d) Dibutuhkan kemampuan guru dalam menangani alat supaya anak
didik tidak bertambah bingung.
Cara-cara merancang demonstrasi yang efektif:
a) Merumuskan tujuan yang jelas dari sudut kecakapan atau
kegiatan diharapkan dapat dicapai atau dilaksanakan oleh siswa
itu sendiri bila demonstrasi itu berakhir.
b) Menetapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan
dilaksanakan.
c) Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan.
d) Memberikan keterangan yang jelas kepada siswa pada posisi
yang baik sehingga siswa dapat melihat dengan jelas, serta
menyarankan siswa membuat catatan seperlunya.
e) Menetapkan rencana untuk menilai kemajuan nilai.
Contoh Penerapan Pendekatan Deduktif Melelui Metode Demonstrasi
Pokok Bahasan Kalor.
PENDAHULUAN
a. Perkenalan.
b. Memberi pertanyaan motivasi sebagai pendahuluan.
ISI
a. Menjelaskan pengaruh kalor terhadap benda.
b. Menjelaskan pengertian membeku, mencair, menyublim, melebur dan
lain-lain.
c. Melakukan demonstrasi dengan memanaskan lilin.
d. Melakukan demonstrasi dengan memanaskan kamper (kapur barus).
e. Melakukan demonstrasi dengan cara mendidihkan air. Untuk mengamati
proses penguapan dan mengembun.
f.
Memberikan contoh-contoh peristiwa tersebut dalam kehidupan seharihari.
PENUTUP
a. Menyimpulkan tentang pengaruh kalor terhadap benda.
b. Menyimpulkan tentang pengertian membeku, mencair, menyublim, dan
melebur.
c. Memberi tugas tentang pengaruh kalor terhadap suhu benda.
d. Menutup pembelajaran.
b. Pendekatan Deduktif Melalui Metode Diskusi
Pendekatan deduktif adalah suatu cara mengajar dengan proses dari
penalaran yang berangkat dari yang umum ke yang khusus, atau dari suatu
premis umum ke suatu kesimpulan logis. Diskusi menurut Slameto
(1991:101),”diskusi adalah percakapan yang direncanakan atau dipersiapkan
diantara tiga orang siswa atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang
pemimpin”. Dalam proses diskusi ini terjadi proses interaksi antara dua atau
lebih individu yang terlibat dalam proses pembelajaran, sehingga terjadi
proses saling tukar-menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah
dimana semua individu atau siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar
dan tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja. Jadi Pendekatan deduktif
melalui metode diskusi adalah suatu cara mengajar dengan proses dari
penalaran yang berangkat dari yang umum ke yang khusus, atau dari suatu
premis umum kesuatu kesimpulan logis dimana siswa aktif dalam berdiskusi
untuk menemukan konsep, sehingga siswa aktif dalam proses belajar
mengajar.
1. Jenis-jenis Diskusi
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Diskusi kelompok
Panel diskusi
Panel forum
Kelompok studi kecil
Diskusi formil
Simposium
Rini Budiharti (2000,133)
Jenis diskusi kelompok merupakan jenis diskusi yang akan digunakan oleh
peneliti di mana siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Hal tersebut
digunakan karena:
 Dapat saling mengemukakan pendapat
 Membuat problem atau permasalahan lebih menarik
 Untuk membantu peserta menemukan pendapatnya
 Untuk mengenal dan mengolah problem
 Untuk menciptakan suasana formil
 Untuk menciptakan dan memperoleh pendapat
 Untuk menciptakan dan memperoleh pendapat orang-orang yang tidak
suka bicara
1) Keuntungan dari diskusi kelompok
a)
b)
c)
d)
Memanfaatkan berbagai pendapat untuk menyalurkan
kemampuannya
Memberi kesempatan pada siswa untuk menyalurkan
kemampuannya
Membantu siswa berfikir kritis
Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih giat
2) Kelemahan dari diskusi kelompok
a)
b)
c)
d)
e)
Membutuhkan pemimpin yang trampil untuk memimpin dan
mengendalikan forum
Memerlukan waktu relatif lama dibanding dengan pengambilan
keputusan secara individual
Dapat memboroskan waktu terutama apabila terjadi hal-hal yang
bersifat negatif
Memungkinkan dikuasai oleh orang-orang yang pandai bicara
Anggota yang pemalu, rendah diri, pendiam, sering tidak
mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapat sehingga
mungkin dapat menyebabkan terjadinya frustasi.
Rini Budiharti (2000,133)
Dari uraian di atas maka diperlukan keterampilan khusus agar diskusi dapat
terkendali, dan tidak memerlikan waktu yang lama.
Diskusi pada dasarnya merupakan proses tukar menukar informasi, pendapat
serta unsur-unsur secara teratur dengan maksud untuk memperoleh pengertian
secara bersama yang jelas dan lebih teliti tentang sesuatu untuk
mempersiapkan dan merangkum keputusan bersama-sama oleh karena itu
diskusi bukan debat. Debat adalah perang multi, orang beradu argumentasi,
beradu faham dan kemampuan prestasi untuk memenangkan pendapat sendiri.
Beberapa hal dalam metode diskusi:
1. Persiapan dan perencanaan diskusi
a) Tujuan diskusi harus jelas agar diskusi lebih terjamin
b) Peserta diskusi harus memenuhi prasyarat tertentu
c) Penentuan dan perumusan masalah yang akan didiskusikan harus jelas
d) Waktu dan tempat diskusi harus tepat, sehingga tidak berlarut-larut
2. Pelaksanaan diskusi
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Membuat struktur kelompok
Membagi tugas diskusi secara jelas
Merancang seluruh peserta didik untuk berpartisipasi
Mencatat ide-ide atau saran yang penting
Menghargai setiap pendapat yang diajukan peserta
Menciptakan situasi yang menyenangkan
3. Tindak lanjut diskusi
a) Membuat kesimpulan dari diskusi
b) Membacakan kembali hasil atau kesimpulan untuk dikoreksi
c) Membuat penilaian terhadap pelaksanaan diskusi tersebut untuk
dijadikan bahan pertimbangan dan perbaikkan pada diskusi yang akan
datang.
Rini Budiharti (2000, 133)
* Contoh Penerapan Pendekatan Deduktif Melalui Metode Demonstrasi
Pokok Bahasan Kalor.
PENDAHULUAN
1. Perkenalan.
2. Memberi pertanyaan motivasi sebagai pendahuluan.
ISI
1. Menjelaskan pengaruh kalor terhadap benda.
2. Membimbing siswa untuk mendiskusikan contoh pengaruh kalor terhadap
benda dalam kehidupan sehari-hari.
3. Menjelaskan kepada siswa tentang
pengertian mencair, membeku,
menyublim, mengembun dan lain-lain.
4. Membimbing siswa untuk mendiskusikan tentang contoh-contoh peristiwa
mencair, membeku, menyublim, mengembun dan lain-lain dalam
kehidupan sehari-hari.
PENUTUP
1. Menyimpulkan tentang pengaruh kalor terhadap benda dan pengertian
membeku, mencair, menyublim, dan mengembun.
2. Memberi tugas tentang pengaruh kalor tehadap suhu benda.
3. Menutup pembelajaran.
4. Pengukuran Hasil Belajar
Kegiatan pengukuran hasil belajar merupakan salah satu aspek dari suatu
kegiatan atau usaha. Karena dengan pengukuran hasil belajar dapat diketahui
sejauh mana hasil yang telah dicapai siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Dalam kegiatan belajar-mengajar hasil belajar disebut dengan prestasi belajar.
Prestasi belajar merupakan bukti dari keberhasilan siswa dalam usaha belajar yang
telah dilakukan. Prestasi ini biasanya diwujudkan dengan bentuk nilai tes maupun
bukan tes. Nilai tes tersebut adalah menyatakan jumlah hasil prestasi setelah siswa
mendapat materi pelajaran. Sedangkan nilai non tes dapat berupa pengamatan
terhadap kegiatan belajar dalam kelas.
Witheringthon
yang
dikutip
M.
Ngalim
Purwanto
(1990:
84)
mengemukakan bahwa “Belajar adalah suatu perubahan dalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan,
sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu peringatan”. Zaenal Arifin (1988: 2)
berpendapat bahwa “Prestasi adalah kemampuan , keterampilan dan sikap
seseorang dalam menyelesaikan suatu masalah”. Dari pendapat-pendapat tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari
perbuatan belajar dan menunjukkan tingkat penguasaan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan dalam menyelesaikan suatu masalah.
Benyamin S. Bloom dan Krathwohl membagi kenyataan pengajaran dalam
tiga kawasan, dan dengan taksonomi ini tujuan instruksional dapat diwujudkan.
Ketiga kawasan tersebut antara lain:
1. Kawasan kognitif berorientasi pada kemampuan “berfikir”, mencakup
kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai
pada pemecahan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan
menggabungkan gagasan, metode atau prosedur yang sebelumnya
dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
2. Kawasan afektif berorientasi pada perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap
hati (attitude) yang menunjukkan penerimaan dan penolakan terhadap
sesuatu.
3. Kawasan psikomotor berorientasi pada kemampuan motorik yang
berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan (action) yang
memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. (Martinis Yamin, 2004:
27).
Berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil
belajarnya. Dalam penelitian ini hasil belajar dibatasi pada kemampuan kognitif
dan keaktifan siswa dalam kelas selama kegiatan belajar-mengajar.
5. Ranah Kognitif
Kognitif disamaartikan dengan aspek penalaran. Kemampuan kognitif
berhubungan dengan kemampuan berfikir. Dalam taksonomi Bloom dikenal
ada 6 jenjang ranah kognitif. Jenjang satu lebih tinggi dari yang lain, dan
jenjang yang lebih tinggi akan dapat dicapai apabila yang rendah sudah
dikuasi. Oleh karena itu, hubungan antara setiap jenjang bersifat hierarkis.
Berdasarkan urutan dari yang terendah ke yang tertinggi, keenam jenjang
tersebut adalah:
1) Pengetahuan
2) Pemahaman
3) Aplikasi
4) Analisis
5) Sintesis
6) Evaluasi
Pengetahuan adalah kemampuan manusia dalam mengingat semua
jenis informasi yang diterimanya. Informasi yang diterimanya itu
dimasukan ke dalam ingatannya dan disimpan utuh di sana. Apabila
informasi itu diperlukan maka informasi itu dipanggil dari tempat
penyimpanannya dan digunakan, mungkin diucapkan tetapi dapat juga
ditulis, sebagaimana adanya. Misalkan: Siswa dapat menjelaskan
pengertian kalor.
Pemahaman adalah jenjang kognitif kedua. Pada jenjang ini dan
jenjang-jenjang berikutnya informasi yang diterima tidak disimpan begitu
saja. Informasi itu diolah lebih lanjut menjadi sesuatu yang lebih tinggi
kedudukannya. Kemampuan mengolah informasi yang diharapkan untuk
dikembangkan. Dalam tingkat pemahaman ada tiga kemampuan pokok
yaitu
kemampuan
Kemampuan
menerjemahkan,
menerjemahkan
yaitu
menafsirkan,
kemampuan
dan
ekstrapolasi.
seseorang
untuk
menunjukkan bahwa ia dapat mengubah bentuk komunikasi, mencari kata,
kalimat atau contoh lain yang sesuai ataupun menarik kesimpulan
mengenai arti pokok suatu informasi. Kemampuan menafsirkan merupakan
kemampuan untuk memberikan arti atau makna untuk suatu informasi
sehingga apa yang tersirat dalam informasi itu dapat diungkapkan.
Kemampuan ekstrapolasi adalah kemampuan menarik konsekuensi atau
kecenderungan arti informasi yang ada. Misalkan : Siswa dapat mencari
besarnya kalor yang dibutuhkan dalam memanaskan 200 g es bersuhu –
10oC, menjadi suhu 40oC.
Aplikasi adalah kemampuan menggunakan sesuatu dalam situasi
tertentu yang bukan merupakan pengulangan. Kemampuan penggunaan
sesuatu itu memerlukan pengulangan. Kemampuan penggunaan sesuatu itu
memerlukan pertimbangan relevansi, perhatian terhadap rincian, ketelitian
dan ketelatenan. Misalkan : Siswa dapat mencari suhu akhir apabila dua
buah benda dicampur.
Analisa adalah kemampuan untuk melakukan pengolahaan
informasi lebih lanjut. Di sini seseorang untuk melakukan pemisahan atas
komponen-komponen dari suatu informasi. Pemisahan tesebut dapat
berbentuk daftar apa saja yang ada dalam suatu informasi. Misalkan: Siswa
dapat menganalisis faktor-faktor yang dapat mempercepat penguapan.
Kemampuan sintesis yaitu kemampaun ini baru terjadi apabila kita
menghadapi informasi yang berbeda-beda. Dari informasi yang berbedabada tersebut kita harus menghasilkan sesuatu yang bersifat orisinil, dapat
menyelesaikan pertentangan yang ada. Misalkan: Siswa dapat melakukan
percobaan tentang pengaruh kalor terhadap wujud benda.
Evaluasi adalah kemampuan tertinggi dalam ranah kognitif Bloom.
Menurut Bloom, untuk sampai kepada kemampuan evaluasi semua
kemampuan yang ada dibawahnya harus dikuasainya. Sesuai dengan arti
evaluasi itu sendiri, ia memiliki kemampuan untuk memberikan
pertimbangan mengenai nilai informasi tersebut. Untuk memberikan nilai
ini ia harus menggunakan kriteria baik internal maupun eksternal. Kriteria
internal adalah kriteria yang dibangunnya sendiri sedangkan kriteria
eksternal adalah kriteria yang ditetapkan di luar dirinya. Misalkan: Siswa
dapat mengoreksi benar tidaknya proses percobaan yang dilakukan oleh
temannya.
6. Keaktifan Siswa
Pendidikan tradisional dengan “Sekolah Dengar”-nya tidak mengenal,
bahkan sama sekali tidak menggunakan asas aktivitas dalam proses belajar
mengajar. Para siswa hanya mendengarkan hal-hal yang dipompakan oleh
guru. Pada waktu itu cara mengajar yang populer adalah metode imposisi. Para
siswa menelan saja hal-hal yang direncanakan dan disampaikan oleh guru. Hal
tersebut sangat tidak menguntungkan siswa karena siswa tidak dapat
berkembang dan hanya sebagai obyek yang pasif. Menurut Prof. Dr. Oemar
Hamalik (2003:170):
“Siswa adalah suatu organisme yang hidup, di dalam dirinya beraneka
ragam kemungkinan dan potensi yang hidup yang sedang berkembang.
Di dalam dirinya terdapat prinsip aktif, keinginan berbuat dan bekerja
sendiri. Prinsip aktif inilah yang mengendalikan tingkah laku siswa.
Pendidikan perlu mengarahkan tingkah laku dan perbuatan itu menuju
ke tingkat perkembangan yang diharapkan”.
Selain itu dia juga mengatakan (2003:171) :”Pengajaran yang efektif adalah
pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan
aktifitas sendiri. Anak (siswa) belajar sambil bekerja. Dengan bekerja mereka
memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya,
serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di
masyarakat”.
Cronbach yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata (1993:247) “Belajar
yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami, dan dalam mengalami itu si
pelajar mempergunakan panca inderanya”.
Penganut pandangan ilmu jiwa moderen (Sardiman A.M., 1994:99)
yang menyatakan bahwa, “Yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah
aktivitas yang bersifat fisik maupun mental”. Untuk mencapai hasil belajar
yang optimal kedua aktivitas itu harus terkait. Hampir tak pernah terjadi proses
belajar tanpa adanya keaktifan individu/siswa yang belajar. Keaktifan siswa
tersebut di bedakan menjadi tiga yaitu keaktifan tinggi, keaktifan sedang, dan
keaktifan rendah. Kegiatan belajar mengajar yang menuntut keaktifan siswa,
dimana siswa dipandang sebagai obyek bukan subyek. Jadi pengertian
keaktifan siswa adalah kegiatan atau kesibukan siswa dalam mengikuti
kegiatan belajar mengajar dalam kelas. Untuk melihat indikator cara belajar
siswa aktif dalam proses belajar mengajar, terdapat beberapa indikator cara
belajar siswa aktif. Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriono (2004: 207)
indikator tersebut dapat dilihat dari lima segi yaitu
1. Dari sudut siswa, dapat dilihat dari:
Keinginan, keberanian, kekreatifan belajar, keleluasaan dalam belajar
tanpa menampakkan tekanan.
2. Dari sudut guru tampak adanya:
Usaha mendorong, membina gairah belajar, dan partisipasi siswa secara
aktif, tidak mendominasi kegiatan belajar-mengajar, mempergunakan
berbagai jenis metode mengajar.
3. Dari segi program, hendaknya:
Program cukup jelas, bahan pelajaran mengandung fakta/informasi,
konsep, prinsip, dan ketrampilan, konsep dan isi pelajaran yang sesuai
kebutuhan.
4. Dilihat dari situasi belajar, tampak adanya:
Hubungan yang erat antara guru dan siswa, kegembiraan siswa sehingga
tercipta motivasi yang kuat dalam diri siswa.
5. Dilihat dari sarana belajar:
Terdapat sumber belajar bagi siswa, dukungan dari berbagai jenis media
pengajaran.
Sedangkan pengertian Jenis–jenis aktifitas belajar terdiri dari bermacammacam aktivitas. Menurut Paul B. Diedrich yang dikutip oleh Oemar Hamalik
(2003:172) membagi aktifitas belajar menjadi delapan kelompok yaitu:
a) Kegiatan-kegiatan visual
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati orang lain bekerja atau
bermain.
b) Kegiatan-kegiatan lisan (oral)
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian,
mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat,
wawancara, diskusi, dan interupsi.
c) Kegiatan-kegiatan mendengarkan
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi
kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.
d) Kegiatan-kegiatan menulis
Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan
kopian, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.
e) Kegiatan-kegiatan menggambar
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola.
f) Kegiatan-kegiatan metrik
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran,
membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun.
g) Kegiatan-kegiatan mental
Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, faktorfaktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.
h) Kegiatan-kegiatan emosional
Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan
dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan dan overlap satu
sama lain.
Jadi dengan klasifikasi aktifitas di atas menunjukkan aktifitas di
sekolah adalah cukup komplek. Jika kegiatan-kegiatan tersebut dapat
dilaksanakan maka sekolah-sekolah itu akan lebih dinamis dan tidak
membosankan sehingga keaktifan siswa benar-benar terwujud. Hal tersebut
menjadi tantangan bagi guru. Kreatifitas guru mutlak diperlukan agar dapat
merencanakan kegiatan siswa yang sangat bervariasi. Meskipun aktifitas
belajar yang harus dilaksanakan siswa cukup komplek, namun tidak semua
jenis aktivitas (seperti yang telah diuraikan di atas) dilakukan dalam belajar
fisika.
KALOR
1. Kalor
Kalor adalah energi yang ditransfer dari satu benda ke benda yang lain.
Satuan umum untuk kalor adalah kalori (kal), di mana 1 kalori didefinisikan
sebagai jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 gr air sebesar
1oC , dari 14,5oC menjadi 15,5oC. Perbedaan suhu ini adalah spesifik karena
kalor yang dibutuhkan adalah amat sedikit. Satuan kilokalori lebih sering
digunakan dari pada satuan kalori, dengan 1 Kkal =1000 kal. 1 Kkal adalah
kalor yang digunakan untuk menaikkan suhu 1 Kg air sebesar 1oC, dari 14,5oC
menjadi 15,5oC. Kalor juga termasuk energi maka satuan kalor juga dapat
dinyatakan dalam joule (J). Satuan kalor yang umum digunakan dalam fisika
adalah joule. Hubungan satuan kalori dengan joule adalah 1 kal = 4,2 J atau 1
J = 0.24 kal.
2. Pengaruh Kalor Terhadap Zat
a) Pengaruh kalor terhadap suhu benda.
Kalor merupakan energi yang diterima atau dilepaskan oleh sebuah
benda. Kalor yang diterima oleh sebuah benda bisa berasal dari matahari,
api, atau benda lain. Kalor yang diterima oleh suatu benda dapat mengubah
suhu benda tersebut. Ketika kalor diberikan terhadap air, maka suhu air
akan mengalami kenaikan. Semakin banyak kalor yang diberikan, semakin
banyak pula perubahaan pada suhu air. Bila kalor terus diberikan, lamakelamaan air akan mendidih. Ketika air sudah mendidih suhu air tidak lagi
bertambah, melainkan tetap. Maka dapat disimpulkan kalor dapat
mengubah suhu benda.
b) Pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat.
Disimpulkan bahwa kalor dapat mengubah wujud zat. Perubahan
wujud zat yang dikenal dalam fisika adalah

Perubahan wujud dari padat menjadi cair atau sebaliknya
Peristiwa pada lilin saat menyala ternyata pada bagian di bawah api
mencair. Cairan yang terbentuk kemudian mengalir ke bawah melalui
batang lilin kemudian cairan tersebut membeku.
 Perubahan wujud dari cair menjadi gas dan sebaliknya.
Peristiwa ketika kita mendidihkan air, maka sebagian air akan
menguap. Uap air terbentuk karena air menerima kalor, ketika kalor
tersebut dilepaskan maka akan terbentuk tetesan air, maka dapat
disimpulkan bahwa benda cair berubah menjadi gas bila mendapatkan
kalor, sebaliknya gas berubah menjadi cair bila melepaskan kalor.
 Perubahan wujud dari padat menjadi gas dan sebaliknya.
Peristiwa ketika sebuah kapur barus (kamper) yang kita letakkan dalam
almari lama kelamaan akan menghilang atau berubah menjadi kecil
merupakan contoh dari perubahan wujud dari padat menjadi gas dan
contoh perubahan gas menjadi padat tanpa melalui fase cair adalah asap
knalpot merupakan sisa pembakaran dalam kendaraan. Asap (gas)
dapat berubah menjadi jelaga (benda padat) ketika menyentuh
permukaan dalam knalpot.
Maka dapat disimpulkan bahwa benda padat dapat berubah menjadi
benda gas bila mendapat kalor. Sebaliknya benda gas berubah menjadi
benda padat bila melepas kalor.
Pada gambar di bawah ini ditunjukkan tentang diagram
perubahan wujud zat karena pengaruh kalor.
Gas
Padat
Cair
Gambar 1 Siklus perubahan
wujud zat
3. Penguapan
Gejala penguapan banyak terjadi di sekitar kita. Seperti kita ketahui
semua benda terbentuk oleh partikel-partikel, termasuk benda cair. Partikelpartikel benda cair tidak dapat meninggalkan benda cair begitu saja, karena
terhalang oleh lapisan permukaan zat cair. Partikel pada permukaan dapat
meninggalkan permukaan benda cair bila dapat menerobos permukaan. Bila
partikel yang dapat menerobos permukaan benda cair itu banyak, maka benda
cair dikatakan menguap. Air dikatakan telah menguap berarti sejumlah air
telah berubah ke fase uap atau gas. Jadi penguapan adalah proses perubahan
dari fase cair menjadi gas pada berbagai suhu. Penguapan dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain:
a) Menaikkan suhu benda cair
b) Memperluas permukaan zat cair
c) Mengalirkan udara kering di atas permukaan zat cair
d) Mengurangi tekanan udara di atas permukaan zat cair
4. Mendidih
Mendidih merupakan peristiwa yang berbeda dengan menguap.
Menguap hanya terjadi pada permukaan zat cair pada berbagai suhu sedangkan
mendidih terjadi pada seluruh bagian zat cair dan berlangsung pada suhu dan
tekanan tertentu. Zat cair dikatakan mendidih bila terbentuk gelembung uap
pada seluruh bagian cairan disertai perubahan fase.
5. Melebur dan Membeku
Melebur adalah peristiwa perubahan wujud benda dari padat menjadi
cair. Contoh peristiwa melebur adalah mentega yang kita panaskan dalam
wajan maka akan berubah menjadi cair, sebatang coklat yang kita biarkan
maka lama–kelamaan akan meleleh. Membeku adalah peristiwa perubahan
wujud benda cair menjadi benda padat. Contoh peristiwa air yang kita
masukkan ke dalam freezer maka akan berubah menjadi es.
6. Persamaan Kalor
Telah diketahui bahwa pengertian kalor dan suhu berbeda. Kalor
menyatakan banyaknya panas, sedangkan suhu menyatakan derajat panas
suatu benda. Misalkan kita memiliki dua panci identik. Panci pertama berisi
1000g air, sedang panci kedua berisi 100g air. Suhu air dalam kedua panci itu
sama, bila air di naikkan suhunya dengan kenaikan suhu yang sama maka air
1000g memerlukan kalor lebih banyak dibandingkan air 100g, berarti kalor
sebanding dengan massa.
Pemberian kalor menyebabkan suhu benda naik. Makin banyak kalor
yang diberikan pada suatu benda, maka suhu benda tersebut makin tinggi.
Berarti kalor sebanding dengan perubahan suhu. Selain bergantung pada massa
dan perubahan suhu, kalor yang diperlukan agar suhu benda naik juga
bergantung pada jenis zat. Bila kita merangkum semua faktor tersebut maka
kalor yang diperlukan agar suhu benda naik adalah
Q  mc T
dengan m = massa benda (Kg)
T = perubahan suhu (oC)
c = kalor jenis benda (J/KgoC)
7. Peralatan yang Memanfaatkan Sifat Kalor
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai peralatan yang
memanfaatkan sifat kalor. Antara lain kulkas, otoklaf, ketel uap, roket dll.
8. Asas Black
Besarnya kalor yang dilepas dan diterima oleh benda yang bercampur
pertama kali diketahui oleh Josep Black (1720-1799), seorang ilmuwan
Inggris. Ia melakukan serangkaian eksperimen dan mendapatkan hasil sebagai
berikut:
 Bila dua benda bercampur, maka benda yang suhunya lebih tinggi akan
memberikan kalor kepada benda yang suhunya lebih rendah sehingga suhu
keduanya sama.
 Banyaknya kalor yang dilepas oleh benda yang suhunya tinggi sama
dengan banyaknya kalor yang diserap oleh benda yang suhunya lebih
rendah.
Pernyataan di atas dirangkai seperti berikut. Kalor yang dilepas oleh suatu
benda sama dengan kalor yang diterima oleh benda lain. Pernyataan ini
dikenal sebagai asas Black. Asas Black merupakan bentuk lain dari hukum
kekekalan energi.
Qlepas  Qterima
B. Kerangka Berfikir
Belajar merupakan proses perubahan pada diri individu yang mencakup
pengetahuan, perasaan, kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam waktu yang
relatif lama. Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan belajar yang telah dicapai
oleh siswa, dapat dilihat dari prestasi belajarnya. Untuk mendapatkan prestasi
belajar yang baik dan sesuai dengan yang diinginkan telah dilakukuan upaya
perubahan-perubahan menuju kearah yang positif. Prinsip pengajaran klasik yang
mengakibatkan siswa pasif telah diganti dengan pengajaran modern yang
mengajak siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajar-mengajar.
Penentuan suatu pendekatan pembelajaran sangat berpengaruh terhadap
pencapaian hasil belajar. Pendekatan deduktif adalah pendekatan yang berasal dari
proses penalaran yang berangkat dari umum ke khusus atau dari suatu premi
umum ke suatu kesimpulan logis. Penerapan metode deduktif melalui metode
demonstrasi adalah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses
penemuan konsep dari contoh yang umum ke suatu kesimpulan logis dimana guru
hanya memperlihatkan suatu proses sehingga seluruh siswa dalam kelas dapat
mengamati yang ditunjukkan oleh guru. Jadi pendekatan deduktif dengan metode
demonstrasi dapat menimbulkan keaktifan siswa dalam kelas. Sehingga konsep
yang dipelajari dapat tertanam lebih mendalam. Sedangkan untuk penggunaan
pendekatan deduktif melalui metode diskusi adalah proses penalaran dari umum
ke khusus atau dari suatu premi umum ke suatu kesimpulan logis dimana terjadi
interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat dalam proses pembelajaran,
sehingga
terjadi
proses
saling
tukar-menukar
pengalaman,
informasi,
memecahkan masalah di mana semua individu akan terlibat aktif dalam proses
belajar mengajar dan tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja.
Kemampuan kognitif merupakan dasar untuk mengembangkan keaktifan
siswa. Bila siswa itu mempunyai keaktifan yang tinggi maka kemampuan
kognitifnya juga tinggi. Siswa yang keaktifannya rendah maka kemampuan
kognitifnya juga rendah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat keaktifan dalam
kegiatan pembelajaran akan memiliki kebermaknaan yang berbeda bagi setiap
individu. Dengan tinjauan tingkat keaktifan siswa tinggi dan rendah akan
diketahui pengaruhnya terhadap kemampuan kognitif siswa setelah diberi
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan deduktif melalui metode
demonstrasi dan diskusi. Dalam hal ini peningkatan kemampuan kognitif siswa
tergantung pada pendekatan deduktif melalui metode mengajar yang diterapkan.
Siswa yang dikenai pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi diharapkan
mengalami peningkatan kemampuan kognitif lebih baik daripada siswa yang
dikenai pendekatan deduktif melalui metode diskusi. Untuk lebih jelasnya dibuat
paradigma sebagai berikut:
Kelas Eksperimen
Pendekatan
Deduktif
Melalui
metode
Demonstrasi
Keadaan
awal
Kelas kontrol
Keaktifan
Siswa Tinggi
Keaktifan
Siswa Rendah
Keaktifan
Siswa Tinggi
Pendekatan
Deduktif
Melalui Metode
Diskusi
Keaktifan
Siswa Rendah
Post
Test
Kemampuan
kognitif
C. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berfikir di atas, dapat diajukan
hipotesis sebagai berikut :
1.
Ada perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan deduktif melalui
metode demonstrasi dan diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa
pada pokok bahasan kalor.
2.
Ada perbedaan pengaruh tingkat keaktifan siswa tinggi dan tingkat
keaktifan siswa rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok
bahasan kalor.
3.
Terdapat interaksi pengaruh antara pendekatan deduktif dan tingkat
keaktifan terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor.
4.
Ada peningkatan kemampuan kognitif siswa setelah pembelajaran
dengan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII dan semester I tahun ajaran
2005/2006 yang bertempat di Mts Negeri Bekonang Sukoharjo Jawa Tengah.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan,
pelaksanaan dan penyelesaian. Tahap-tahap tersebut adalah
1.
Persiapan
a.
Pengajuan judul
b.
Penyusunan proposal
c.
Perijinan
d.
Penyusunan instrumen
2.
Pelaksanaan
a.
Uji coba instrumen
b.
Kegiatan belajar mengajar
c.
Pengumpulan data
d.
Pengolahan data hasil penelitian
3.
Penyelesaian
a.
Penyusunan laporan penelitian
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen dengan rancangan faktorial (A X B). Faktor pertama (A1) merupakan
kelompok eksperimen yang diberi perlakuan yaitu pendekatan deduktif dengan
metode demonstrasi. Faktor kedua (A2) merupakan kelompok kontrol yang diberi
perlakuan yaitu pendekatan deduktif dengan metode diskusi.
32
Kedua kelompok dibedakan keaktifan siswa yang terbagi dalam dua
kategori yaitu keaktifan siswa tinggi (B1) dan keaktifan siswa rendah (B2).
Waktu perlakuan kedua kelompok diukur dengan alat ukur observasi yang sama.
Desain metode penelitian tersebut disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 3.2 Desain Metode Penelitian Faktorial AxB.
A
B
B1
B2
A1
A1B1
A1B2
A2
A2B1
A2B2
Keterangan:
A
= Pendekatan deduktif
B
= Keaktifan siswa
A1
=
Pendekatan
deduktif
dengan
metode
demonstrasi
A2
= Pendekatan deduktif dengan metode diskusi
B1
= Keaktifan siswa tinggi
B2
= Keaktifan siswa rendah
Penetapan Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua kelas VIII Mts Negeri
Bekonang Sukoharjo kelas VIII semester I tahun ajaran 2005/2006 yang terdiri
dari kelas VIII A sampai VIII H.
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah random sampling
artinya sampel diambil secara acak dengan peluang yang sama dari populasi yang
ada. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIIID sebagai kelompok
eksperimen dan kelas VIIIA sebagai kelompok kontrol.
Variabel Penelitian
Penelitian terdiri dari dua variabel yaitu :
1.
Variabel terikat : Kemampuan kognitif
a. Definisi operasional
:
Kemampuan kognitif adalah kemampuan
yang mengatur
cara
belajar
dan
berfikir
seseorang dalam arti yang seluas-luasnya,
termasuk kemampuan memecahkan persoalan
masalah. (Rini Budiharti, 2000:18 )
b. Skala pengukuran
:
Interval
c. Indikator
:
Nilai pre-tes dan post-tes siswa.
2.
Variabel bebas
a.
Pendekatan deduktif pada pembelajaran fisika
1.
Definisi operasional :
Suatu cara mengajar dengan
proses dari penalaran yang berangkat dari yang
umum ke yang khusus, atau dari suatu premis
umum kesuatu kesimpulan logis
2.
Skala pengukuran
-
: Nominal dengan 2 kategori
Pendekatan
deduktif
dengan
metode
demonstrasi
b.
Pendekatan dedukif dengan metode diskusi
Keaktifan siswa .
1.
Definisi operasional :
Kegiatan
atau
kesibukan
siswa dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar dalam kelas.
2.
Indikator
: Keinginan, keberanian, kekreatifan belajar,
keleluasaan
dalam
belajar
menampakkan tekanan.
3.
Skala pengukuran
:
Nominal 2 kategori
-
Keaktifan siswa tinggi
-
Keaktifan siswa rendah
tanpa
Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang digunakan dalam pengujian hipotesis
digunakan beberapa teknik pengumpulan data. Teknik-teknik tersebut diuraikan di
bawah ini:
1. Teknik Tes
Dalam penelitian ini teknik tes digunakan untuk mengetahui kemampuan
kognitif siswa. Teknik tes yang pertama adalah try out digunakan untuk
menentukan validitas dan reliabilitas soal, yang pada akhirnya dapat menentukan
layak tidaknya soal tes digunakan untuk mengambil data penelitan. Tes berupa
soal obyektif dengan empat alternatif jawaban sejumlah 40 soal. Masing-masing
soal mewakili indikator pencapain hasil belajar. Soal tersebut disesuaikan dengan
kisi-kisi soal yang telah peneliti susun berdasarkan sampel penelitian. Teknik tes
yang kedua dilakukan pada awal dan akhir pembelajaran, dengan jalan
memberikan pretes dan postes kepada siswa.
2. Teknik Observasi
Teknik observasi digunakan untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa
dimana instrumen observasinya dipegang oleh peneliti/pengamat. Observasi
dilakukan sebanyak sekali yaitu pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Instrumen Penelitian
1. Instrumen kemampuan kognitif
Dalam penelitian ini instrumen pengumpul data untuk kemampuan
kognitif adalah perangkat hasil tes kemampuan kognitif siswa, pada sub pokok
bahasan kalor.
2. Instrumen keaktifan siswa
Dalam penelitian ini instrumen pengumpul data untuk keaktifan siswa
adalah berupa item observasi dan lembar kerja untuk mengetahui keaktifan dan
kecakapan siswa dalam kegiatan belajar dalam kelas. Dalam hal ini peneliti
tinggal mengamati keaktifan siswa. Skor penilaian ada 4 yaitu skor 4 diberikan
kepada siswa yang sangat aktif atau melakukan aktiftas belajar dalam kelas. Dan
skor 3 diberikan bila siswa cukup aktif, skor 2 diberikan bila siswa ragu-ragu dan
skor 1 diberikan bila siswa kurang aktif.
Untuk mengetahui kelayakan instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini maka instrumen ditinjau dengan beberapa aspek kelayakan masing-masing
yaitu dengan menggunakan validitas item dengan uji validitas menggunakan
korelasi point biseral dan reliabilitas tes dengan rumus Kuder Richardson.
Tes sebelumnya diujicobakan agar dapat memenuhi beberapa kriteria
memenuhi persyaratan tes yang baik, yaitu tingkat kesukaran, daya pembeda,
validitas maupun reliabilitas.
Validitas item.
Untuk menentukan tingkat validitas, digunakan teknik analisis butir soal
dengan korelasi point biseral, dengan rumus :
 p bis 
(Mp  Mt)
St
P
Q
 p bis = Koefisien korelasi point biseral
Mp
= Mean skor dari subyek-subyek yang menjawab benar item yang
dicari korelasinya dengan test
Mt
= Mean skor total (skor rata-rata dari seluruh peserta test)
St
= Standart deviasi skor total.
P
= Banyaknya , siswa yang menjawab benar item tersebut dibagi
seluruhnya.
=
Banyak siswa yang menjawab benar
Jumlah seluruh siswa
Q
= Proporsi subyek yang menjawab salah
q
= 1-p
(Suharsimi Arikunto 2002:79)
Kriteria:
r pbis  r tabel = item valid
r pbis < r tabel = item tidak valid
Reliabilitas tes
Untuk menguji realitas tes dengan teknik menghitung reliabilitas tes secara
keseluruhan yang skornya 1 dan 0, yang menggunakan rumus Kuder
Richardson sebagai berikut :
2
 n   S   pq 
r11  


S2
 n  1 

dimana :
r11
= Reliabilitas secara keseluruhan
p
= Proporsi subyek menjawab item dengan benar
q
= Proporsi subyek menjawab item dengan salah (q = 1-p)
n
= Banyak item
S
= Standar deviasi item
 pq
= Jumlah hasil perkalian antara p dan q
kriteria reliabilitas adalah
0,00  r11< 0,20 = reliabilitas sangat rendah
0,20  r11< 0,40 = reliabilitas rendah
0,40  r11< 0,60 = reliabilitas cukup
0,60  r11< 0,80 = reliabilitas tinggi
0,80  r11< 1,00 = reliabilitas sangat tinggi
( Suharsini Arikunto 2002:100)
Daya pembeda
Rumus yang digunakan untuk daya pembeda adalah
DP 
BA BB

JA JB
= PA-PB
dimana :
DP = Daya pembeda
BA = Jumlah peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = Jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab benar
JA = Jumlah peserta tes kelompok atas
JB = Jumlah peserta tes kelompok bawah
PA = Proporsi kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proporsi kelompok bawah yang menjawab salah
J
= Jumlah peserta tes
Penggolongan daya pembeda soal tes adalah:
0,00  D < 0,20 = jelek
0,20  D < 0,40 = cukup
0,40  D < 0,70 = baik
0,70  D < 1,00 = baik sekali
( Suharsimi Arikuto 2002 : 213 )
Taraf kesukaran
Untuk menguji tingkat kesukaran tiap-tiap item digunakan rumus :
P 
B
JS
P = Tingkat kesukaran
B = Siswa yang menjawab benar tiap soal
JS = Jumlah seluruh peserta
Penggolongan derajat kesukaran soal tes sebagai berikut :
0,00  P < 0,30
: soal sukar
0,30  P < 0,70
: soal sedang
0,70  P < 1,00
: soal mudah
( Suharsimi Arikunto 2002:208 )
Teknik Analisis Data
1. Penyajian Data
Dalam penyajian data dibuat tabel sebagai berikut:
A
B
B1
B2
Total
A1
A1B1
A1B2
A1 = …
A2
A2B1
A2B2
A2 = …
Total
B1 = …
B2 = …
G =…
Dimana :
A = Pendekatan deduktif
B = Keaktifan siswa
A1 = Pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi
A2 = Pendekatan deduktif melalui metode diskusi
B1 = Keaktifan siswa kategori tinggi
B2 = keaktifan siswa kategori rendah
2. Uji Kesamaan Kemampuan Awal Siswa
Sebelum diadakan perlakuan terhadap sampel yang akan diteliti, maka
dicari dulu kesamaan kemampuan awal antara kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen diambil dari nilai pre-tes. Untuk mengetahui adakah perbedaan
kemampuan awal sebelum perlakuan antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol digunakan uji t-dua ekor:
a.
Hipotesis
H0 =
Tidak ada perbedaan kemampuan awal siswa antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.
H1 =
Ada perbedaan kemampuan awal siswa antara kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol.
b.
Rumus yang digunakan
X1  X 2
t hitung 
S
1
1

n1 n 2
dimana :
S 
n1  1S1 2  n2  1S 2 2
n1  n2  2
Keterangan :
x1 = rata-rata skor kelompok eksperimen
x 2 = rata-rata skor kelompok kontrol
S
= simpangan baku kuadrat gabungan
n1 = jumlah subyek kelompok eksperimen
n2 = jumlah subyek kelompok kontrol
( Sudjana, 2002:239)
3. Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengetahui kebenaran hipotesis yang
diajukan. Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis variansi dua jalan dan uji
t. Sebelum dilakukan analisis dilakukan uji prasyarat analisis yaitu:
a.
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang
digunakan berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan uji
lilliefors. Langkah-langkah yang digunakan:
Hasil pengamatan X1, X2, X3,……………, Xn dijadikan
1)
bilangan baku Z1, Z2, Z3,……………..Zn dengan rumus :
 Xi  X
Zi  
 Sd




dimana :
X = rata-rata
Sd = standart deviasi
( Sudjana, 2002: 466)
2) Data sampel tersebut diurutkan dari skor terendah sampai skor tertinggi.
3) Untuk tiap bilangan baku ini dengan menggunakan daftar distribusi normal
baku, kemudian di hitung peluang F(Zi) = P(Z  Zi).
4) Selanjutnya di hitung proporsi Z1, Z2, …….., Zn yang lebih kecil atau sama
dengan:
S ( Zi ) 
banyaknyaZ1 , Z 2, ........., Z n yangZ  Zi
n
5) Menghitung selisih F(Zi)-S(Zi) kemudian menentukan harga mutlaknya.
6) Menentukan harga F (Zi)  S Zi  yang paling besar diantara harga-harga
mutlak selisih tersebut sebagai Lobs.
7) Statistik uji
Lobs  F ( Zi )  S ( Zi )
keterangan :
F(Zi) = bilangan baku yang menggunakan daftar distribusi normal.
S(Zi) = perbandingan nomor subyek dengan jumlah subyek.
Zi
= skor standart
=
X1  X
SD
dengan:
X = rata-rata nilai
SD = standart deviasi
Ketentuan yang berlaku adalah:
Bila Lobs  Ltabel berarti sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal
Bila Lobs > Ltabel berarti sampel berasal dari populasi yang terdistribusi tidak
normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah dua kelompok
sampel merupakan kelompok yang homogen atau tidak. Uji homogenitas
untuk penelitian ini digunakan metode Bartlett dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1). Menentukan hipotesis
H0 = kedua populasi homogen
H1 = kedua populasi tidak homogen
2). Taraf signifikansi
  0,05
3). Statistik Uji
2 
2,303
f j Log MS err 
C
 f
j
log S j
2

dengan :
 2   2 (k  1)
k
= banyak populasi = banyak sampel
f
= derajat kebebasan untuk RKG = N-K
fj
= derajat kebebasan untuk Sj2 = nj-1
j
= 1, 2,3,…….k
N = jumlah seluruh nilai (ukuran )
nj = banyak nilai atau ukuran sampel ke-j

1
 1  1 

3( k  1) 
fj
f 


C 1
MS err 
 SS
f
j
j
 x 

2
SS j 
S
2
j
x
2
j
SS

i
nj
j
n j 1
4). Daerah kritik

DK :  2  2   2  ;k 1

5). Keputusan uji
Jika  2 hitung   2j ;k 1 maka sampel berasal dari polulasi yang homogen.
Jika  2 hitung   2j ;k 1 maka sampel tidak berasal dari populasi yang
homogen
(Budiyono, 2000:175)
4. Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini untuk menganalisis data sampel digunakan analisis
variasi (ANAVA) dua jalan dengan frekuensi isi sel tak sama, karena yang akan
di cari adalah pengaruhnya terhadap kemampuan kognitif siswa pada dua faktor
yaitu pendekatan mengajar (A) dan keaktifan siswa (B). Analisis variansi dua
jalan tersebut digunakan untuk menguji hipotesis-hipotesis yang diajukan.
Adapun rancangan sel serta rumus-rumus Anava dua jalan adalah sebagai berikut.
a.
Uji Anava dua jalan
1). Asumsi
a)
Populasi-populasi berdistribusi normal
b)
Populasi-populasi homogen
c)
Sampel dipilih secara acak
d)
Variabel terikat berskala pengukuran interval
e)
Variabel bebas berskala pengukuran nominal
2). Model
 ijk     i   ij   ijk
dimana :
 ijk  Observasi pada subyek ke-k dimana faktor I kategori ke i dan faktor
II kategori ke j.
i
= 1, 2, ………, P ; P
= cacah baris
j
= 1, 2, ………, q ; q
= cacah kolom
k
= 1, 2, ………, n ; n
= cacah pengamatan persel
µ
= Grand Mean (konstan)
i
= efek baris ke – i
βj
= Efek faktor I kategori I terhadap  ijk
 βij = Kombinasi efek faktor I dan II terhadap  ijk (sering disebut
interaksi)
∑ijk = Kesalahan pada  ijk
3).Hipotesis
Ho1
:
i  0
Untuk semua i.
Tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan
pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan
diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok
bahasan kalor.
Hi1
:
i  0
Untuk paling sedikit satu harga i.
Maka terdapat pembedaan pengaruh antara penggunaan
pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan
diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok
bahasan kalor.
Ho2
:
j 0
Untuk semua j.
Tidak ada perbedaan pengaruh antara tingakat keaktifan
siswa tinggi dan tingkat keaktifan siswa rendah
terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok
bahasan kalor.
Hi2
:
j 0
Untuk paling sedikit satu harga j.
Maka ada perbedaan pengaruh antara tingkat keaktifan
siswa tinggi dan tingkat keaktifan siswa rendah
terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok
bahasan kalor.
Ho3
:
ij  0
Untuk siswa (i, j).
Tidak ada interaksi pengaruh antara pendekatan
deduktif ditinjau dari keaktifan siswa dalam kelas
terhadap peningkatan kemampuan kognitif siswa pada
pokok bahasan kalor.
Hi3
:
ij  0
Untuk paling sedikit harga (i, j).
Maka ada interaksi pengaruh antara pendekatan
deduktif ditinjau dari keaktifan siswa dalam kelas
terhadap peningkatan kemampuan kognitif siswa pada
pokok bahasan kalor.
4). Komputasi
a. Tabel jumlah AB
A
B
B1
B2
Total
A1
A1B1
A2B2
A1 =….
A2
A2B1
A2B2
A2 =……
Total
B1=…….
B2=…….
G =…….
Keterangan :
A : Pendekatan deduktif dalam kelas untuk meningkatkan kemampuan
kognitif
A1 : Pendekatan deduktif dengan metode demonstrasi.
A2 : Pendektan deduktif dengan metode diskusi.
B : Keaktifan siswa.
B1 : Keaktifan siswa tinggi.
B2 : Keaktifan siswa rendah.
b. Komponen Jumlah Kuadrat
(1) 
G2
pq
 SS
 Ai
(3) 
(2) 
ij
2
q
(4) 
 Bj
(5) 
 AB
2
p
2
ij
c. Jumlah kuadrat
Ssa
=
nh ……………………{(3)……… (1)}
SSb
=
nh ……………{(4)……………….(1)}
nh ……..{(5)…-(4)…-.(3)
SSab
=
SSer
=
SStot
= { nh
+ ( 1)}
+ (2)
+(2) -  2 (1)}
(5)
d. Derajat Kebebasan
d fa
= p–1
= p-1
d fb
= q–1
= q-1
d fab
= (p – 1) (q – 1) = pq-p-q+1
d f er
= pq (n-1)
= N-pq
dftot
= N–1
= N-1
e. Rerata kuadrat kuadrat
SSa
dfa
SSb
MSb 
dfb
SSab
MSab 
dfab
SS err
MSerr 
df err
MSa 
f. Statistik uji
MSA
Mser
MSB
FB 
MSer
MSAB
FAB 
MSer
FA 
5). Daerah kritik
DKa
= Fa  F : p – 1 ; N – pq
DKb
= Fb  F : q – 1 ; N – pq
DKab = Fab  F : (p – 1) (q – 1), N - pq
6). Keputusan uji
Ho1 ditolak jika Fa  F ; p – 1, N – pq
Ho2 ditolak jika Fb  F ; q – 1, N – pq
Ho3 ditolak Jika Fab  F ; (p-1) (q-1), N –pq
7). Rangkuman analisis
Sumber
SS
df
MS
F
F
A (Baris)
SSa
dfa
MSa
Fa
<  atau > 
B (Kolom)
SSb
dfb
MSb
Fb
<  atau > 
Interaksi
SSab
dfab
MSab
Fab
-
Kesalahan
SSer
dfer
MSer
-
-
Total
SStot
dftot
-
-
-
variasi
Efek utama
(AB)
b. Uji lanjut anava
Uji lanjut anava adalah tindak lanjut dari analisis variansi apabila hasil
analisis variansi menunjukkan hipotesis Ho ditolak. Hal ini digunakan untuk
mengetahui rerata mana yang berbeda dan rerata mana yang sama, setelah
dilakukan analisis variansi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode Scheffe dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1). Mengidentifikasi pasangan komparasi rerata
2). Menemukan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi tersebut
HoB : µB1 = µB2
Tidak ada perbedaan rerata antara penggunaan pendekatan
deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi terhadap
kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor.
HoB : µA1  µB2
Ada perbedaan penggunaan pendekatan deduktif melalui
metode demonstrasi dan diskusi terhadap kemampuan
kognitif siswa pada pokok bahasan kalor.
HoA : µB1 = µA2
Tidak ada perbedaan rerata antara keaktifan siswa tinggi dan
keaktifan siswa rendah terhadap kemampuan kognitif siswa
pada pokok bahasan kalor.
HoA : µB1  µA2
Ada perbedaan rerata antara keaktifan siswa tinggi dan
keaktifan siswa rendah terhadap kemampuan kognitif siswa
pada pokok bahasan kalor.
3). Mencari harga statistik uji F dengan menggunakan rumus :
komparasi rerata antar baris:
Fio  jo 
( x io  xio ) 2
 1
1 
MSer 


 n oi n oj 
Komparasi rerata antar kolom :
Fio  jo 
( x io  xio ) 2
 1
1 
MSer 


 n oi n oj 
Komparasi rerata antar sel :
Fio  ik 
( x ij  xik ) 2
 1
1
MSer 

n
 ij n ik



4). Menentukan tingkat signifikansi ()
5). Menentukan daerah kritik (DK) dengan menggunakan rumus
dki-j = {Fi-j/Fi-j > (P-1) F : p-1, N-Pq}
dki-j = {Fi-j/Fi-j > (q-1) F : p-1, N-Pq}
6). Menentukan keputusan uji untuk setiap pasang komparasi rerata:
Ho ditolak jika Fhitung > Ftabel
c. Uji t satu ekor
Rumusan hipotesia
Ho :
tidak
ada
peningkatan
kemampuan
kognitif
siswa
setelah
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan deduktif pada pokok
bahasan kalor.
H1 :
Ada peningkatan kemapuan kognitif siswa setelah pembelajaran
dengan mengunakan pendekatan deduktif pada pokok bahasan kalor.
Untuk menguji hipotesis ini digunakan uji beda rerata ( uji t satu ekor )
rumus yang digunakan :
Md
t
x
2
d
N N  1
x
2
d 
d
2
d 


 N 
2
Md
= Nilai rata-rata hasil per kelompok
Xd
= Deviasi masing-masing nilai x1 dan x2
N
= Jumlah sample
 x d = Jumlah kuadrat deviasi
2
d
= post-test pre-tes
Keputusan :
Jika thitung  t  ; N  1 maka hipotesis nol diterima.
Jika thitung  t  ; N  1 maka hipotesis nol ditolak.
Taraf signifikansi yang digunakan 5%.
Sedangkan untuk mengetahui metode mana yang lebih baik dalam meningkatkan
kemampuan kognitif siswa digunakan rumus:
X1  X 2
t hitung 
S
S 
1
1

n1 n 2
n1  1S1 2  n2  1S 2 2
n1  n2  2
Keterangan :
x1
=
mean skor kelompok eksperimen
x2
=
mean skor kelompok kontrol
S
=
simpangan baku kuadrat gabungan
n1
=
jumlah subyek kelompok eksperimen
n2
=
jumlah kelompok kontrol
Hipotesis :
Ho =
Penerapan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi tidak
lebih
baik
dibandingkan
dengan
metode
diskusi
dalam
menghasilkan kemampuan kognitif pada sub pokok bahasan
kalor.
H1 =
Penerapan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi lebih
baik dibandingkan dengan metode diskusi dalam menghasilkan
kemampuan kognitif pada sub pokok bahasan kalor.
Kriteria yang digunakan :
Ho diterima jika thitung < ttabel
Ho ditolak jika thitung  ttabel
(Sudjana, 1996:239)
Download