PENDEKATAN DEDUKTIF PADA PEMBELAJARAN KALOR DITINJAU DARI TINGKAT KEAKTIFAN SISWA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DI SMP TAHUN AJARAN 2005/2006 Sikripsi Oleh : Anita Riistiana K2301020 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2006 PENDEKATAN DEDUKTIF PADA PEMBELAJARAN KALOR DITINJAU DARI TINGKAT KEAKTIFAN SISWA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DI SMP TAHUN AJARAN 2005/2006 Oleh : Anita Riistiana K2301020 Sikripsi Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2006 ii HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hari : Tanggal : Persetujuan Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dra. Nonoh Siti Aminah, M.Pd Dwi Teguh Raharjo, S.Si, M.Si NIP. 130 530 817 NIP. 132 206 598 iii HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Hari : Tanggal : Tim Penguji Skripsi: Nama Terang Tanda tangan Ketua : Drs.Darianto NIP. 131 283 169 ………………………. Sekretaris : Drs. Y Radiyono NIP. 131 281 872 ………………………. Anggota I : Dra. Nonoh Siti Aminah, M.Pd NIP. 130 530 817 ………………………. Anggota II : Dwi Teguh Raharjo, S.Si, M.Si NIP. 132 206 598 ………………………. Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan, Drs. Trisno Martono, M.M NIP. 130 529 720 iv ABSTRAK Anita Riistiana. PENDEKATAN DEDUKTIF PADA PEMBELAJARAN KALOR DITINJAU DARI TINGKAT KEAKTIFAN SISWA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DI SMP TAHUN AJARAN 2005/2006. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2006. Penelitian ini bertujuan untuk : (1). Mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. (2). Mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh tingkat keaktifan siswa tinggi dan tingkat keaktifan siswa rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. (3). Mengetahui ada atau tidak adanya interaksi pengaruh antara pendekatan dedukif dan tingkat keaktifan terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. (4). Mengetahui ada atau tidak adanya peningkatan kemampuan kognitif siswa setelah pembelajaran menggunakan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII Mts Negeri 1 Bekonang Sukoharjo Jawa Tengah. Teknik pengambilan sampel dengan teknik random sampling, yang kemudian didapat dua kelas yaitu kelas VIIID sebagai kelas eksperimen dan VIIIA sebagai kelas kontrol. Pengumpulan data menggunakan teknik tes dan observasi. Teknik tes digunakan untuk mendapatkan data nilai kemampuan kognitif dan teknik observasi digunakan untuk mendapatkan data nilai keaktifan siswa. Teknik analisis data menggunakan rancangan faktorial (AXB) atau Anava Dua Jalan dengan frekuensi sel tak sama dilanjutkan dengan uji lanjut anava metode Scheffe dan juga menggunakan uji-t satu pihak untuk mengetahui peningkatan kemampuan kognitif siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : (1) Ada pengaruh antara penggunaan pendekatan deduktif dengan metode demonstrasi dengan metode diskusi [Fhit=6.4347>F0.05;76=3.968]. Dari terhadap uji komparasi kemampuan ganda kognitif diperoleh [Fobs =6.4672>F0.05;76=3.968], hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata yang v signifikan antara pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan pendekatan deduktif melalui metode diskusi. Pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi lebih baik daripada pendekatan deduktif melalui metode diskusi. (2). Ada perbedaan pengaruh antara tingkat keaktifan siswa tinggi dan tingkat keaktifan siswa rendah =15.5254>F0.05;76=3.968]. terhadap Dari kemampuan uji komparasi kognitif siswa ganda [Fhit diperoleh [Fobs=15.5648>F0.05;76=3.968], hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata yang signifikan antara keaktifan siswa kategori tinggi dan keaktifan siswa kategori rendah. Keaktifan siswa kategori tinggi lebih efektif dari pada keaktifan siswa kategori rendah. (3). Tidak terdapat interaksi pengaruh antara metode mengajar dengan keaktifan siswa terhadap kemampuan kognitif [Fobs=0.0279<F0.05;76=3.968]. (4). Ada peningkatan kemampuan kognitif siswa setelah pembelajaran menggunakan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi [thit=5.8592>t1-1/2.0.05=2.022] dengan pendekatan deduktif melalui metode diskusi [thit=5.1097>t1-1/2.0.05=2.022]. Setelah dilakukan uji efektivitas di mana pembelajaran dengan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi lebih baik dibandingkan dengan pendekatan deduktif melalui metode diskusi [thit= 2.6957> t0.05;78= 1.994]. vi MOTTO “Sesungguhnya Alloh tidak akan merubah keadaan suatu umat melainkan ia merubah keadaan yang ada pada mereka sendiri” (Q.S Arradu : 11) “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan” (Q.S Al’Alaq : 1) “Percayalah pada kekuatan doa, dan serahkanlah semua pada Alloh setelah apa yang kau usahakan” (Penulis) vii PERSEMBAHAN Skripsi ini dipersembahkan untuk 1. Bapak dan Ibu tercinta, yang senantiasa memberikan yang terbaik untukku serta doa-doa yang indah. 2. Ketiga adikku Mariana, Satriyo, dan Catur. Terima kasih atas kebersamaan yang indah selama ini. 3. Sahabat seperjuangan Nurul F, S Iwan K, Cristina terima kasih untuk semuanya. 4. Sahabat “MARTY”, yang kusayangi dan menyayangiku yang telah memberikan semangat serta dorongan dengan penuh cinta dan kasih sayang. 5. Teman-teman Pendidikan Fisika 2001 FKIP UNS. 6. Seluruh pembaca yang budiman. viii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memeperoleh gelar sarjana pada Program Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dra. Sri Dwiastuti, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Dra. Rini Budiharti, M.Pd, selaku Ketua Program Pendidikan Fisika yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini. 4. Dra. Nonoh Siti Aminah, M.Pd, Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 5. Dwi Teguh Raharjo, S.Si, M.Si, Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 6. Segenap Dosen Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dengan sabar dan arif serta bijak telah mengajar, mendidik, dan memberi bekal ilmu kepada penulis. 7. Kepala Sekolah Mts Negeri 1 Bekonang Sukoharjo yang telah memberikan ijin dan tempat untuk pelaksanakan penelitian ini. 8. Kepala Sekolah SMP Muhamadiyah 5 Surakarta yang telah memberikan ijin dan tempat untuk pelaksanaan try out penelitian ini. 9. Segenap guru yang telah membantu pelaksanaan try out dan penelitian dalam penyusunan skripsi ini. 10. Bapak, ibu, dan adik-adikku yang selalu memberikan doa dan motivasi untuk terselesaikannya skripsi ini. ix Iffa Humaira, Lina, Venty, Puput, 11. Sahabat dan teman-teman kos Linaya, Ajeng, Ali, Ipunk, Boom. 12. Teman-teman angkatan 2001, 2002, 2003. 13. Saudara Riska, Demes, Intan, Anis, Hendro, Ibnu, Ulis dan Dwi. Yang selalu memberikan semangat dan bantuan. 14. Semua pihak yang tidak tersebut satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga semua pihak tersebut mendapatkan limpahan rahmat dan balasan yang lebih baik dari Allah SWT atas amal kebaikkannya. Skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Surakarta, Juli 2006 Penulis x DAFTAR ISI Halaman JUDUL i PENGAJUAN ii PERSETUJUAN iii PEGESAHAN iv ABSTRAK v MOTTO vii PERSEMBAHAN viii KATA PENGANTAR ix DAFTAR ISI xi DAFTAR TABEL xiv DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xvi BAB I. BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 B. Identifikasi Masalah 4 C. Pembatasan Masalah 5 D. Perumusan Masalah 5 E. Tujuan Penelitian 6 F. Manfaat Penelitian 6 KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 7 1. Belajar dan Mengajar 7 2. Pengajaran Fisika di Sekolah Menengah Pertama 9 3. Pendekatan Deduktif 11 4. Pengukuran Hasil Belajar 18 5. Ranah Kognitif 19 6. Keaktifan Siswa 21 7. Kalor 24 B. Kerangka Berfikif C. Pengajuan Hipotesis BAB III 29 xi METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian BAB IV 31 32 1. Tempat Penelitian 32 2. Waktu Penelitian 32 B. Metode Penelitian 32 C. Penetapan Populasi dan Pengambilan Sampel 33 1. Populasi 33 2. Sampel 33 D. Variabel Penelitian 34 E. Teknik engumpulan Data 35 F. Instrumen Penelitian 35 G. Teknik Aalisa Data 39 HASIL PENELITIAN A. Diskripsi Data 51 1. Data Pretes Kemampuan Kognitif 51 2. Data Tingkat Keaktifan Siswa 53 3. Data Nilai Postes Kemampuan Kognitif 53 B. Uji Kesamaan Kemampun Awal 55 1. Uji Normalitas 55 2. Uji Homogenitas 56 3. Uji-t 56 C. Pengajuan Prasyarat Analisis 56 1. Uji Normalitas 56 2. Uji Homogenitas 57 D. Pengajuan Hipotetis 57 1. Uji Hipotesis dengan Anava Dua JalanUji lanjut 57 Anava E. Pembahasan Hasil Analisis Data 60 BAB V. 1. Uji Hipotesis Pertama 60 2. Uji Hipotesis kedua 61 xii 3. Uji Hipotesis ketiga 61 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 63 B. Implikasi 63 C. Saran 64 DAFTAR PUSTAKA 65 LAMPIRAN-LAMPIRAN 66 DAFTAR xiii TABEL Halaman Tabel 3.1 Jadwal Penelitian 31 Tabel 3.2 Desain Metode Penelitian Faktorial AXB 33 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pretes Kemampuan Kognitif Kelompok Eksperimen Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pretes Kemampuan Kognitif Kelompok Kontrol Tabel 4.3 52 Distribusi Frekuensi Nilai Postes Kemampuan Kognitif Kelompok Eksprimen Tabel 4.4 51 54 Distribusi Frekuensi Nilai Postes Kemampuan Kognitif Kelompok Kontrol 54 Tabel 4.5 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan 57 Tabel 4.6 Rangkuman Komparasi Paska Anava 58 DAFTAR GAMBAR xiv Gambar 4.1 Halaman Grafik Data Nilai Pretes Kemampuan Kognitif Kelompok Eksperimen Gambar 4.2 Grafik Data 52 Nilai Pretes Kemampuan Kognitif Kelompok Kontrol Gambar 4.3 Grafik Nilai 52 Postes Kemampuan Kelompok Kontrol Ganbar 4.6 Kognitif 54 Grafik Data Nilai Postes Kemampuan Kognitif Kelompok Kontrol 55 xv DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Satuan Pelajaran 65 Lampiran 2 Rancangan Pembelajaran 69 Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen 93 Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa Kelas Kontrol 108 Lampiran 5 Kisi-kisi Soal Try Out 120 Lampiran 6 Soal Try Out Kemampuan Kognitif 121 Lampiran 7 Kisi-kisi Tes Kemampuan Kognitif 131 Lampiran 8 Tes Kemampuan Kognitif 132 Lampiran 9 Uji Validitas, Reabilitas, Tingkat Kesukaran lampiran 10 dan Daya Beda Soal 140 Data Nilai Pretes Kemampuan Kognitif 145 Lampiran 11 Uji Normalitas Nilai Pretes Kemampuan Kognitif Kelompok Eksperimen Lampiran 12 Uji normalitas Nilai 146 Pretes Kemampuan Kognitif Kelompok Kontrol 148 Lampiran 13 Uji Homogenitas Nilai Pretes Kemampuan Kognitif Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol 150 Lampiran 14 Tabel Uji-t Untuk Nilai Pretes Kemampuan Kognitif Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol 155 Lampiran 15 Data Nilai Keaktifan Siswa Lampiran 16 Uji Normalitas Nilai 156 Keaktifan Siswa Kelompok Eksperimen 157 Lampiran 17 Uji Normalitas Nilai Keaktifan Siswa Kelompok Kontrol 159 Lampiran 18 Uji Homogenitas Nilai Keaktifan Siswa Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol 161 Lampiran 19 Data Nilai Postes Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol 164 Lampiran 20 Uji Normalitas Nilai Postes Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Eksperimen xvi 165 Lampiran 21 Uji Normalitas Nilai Postes Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Kontrol 167 Lampiran 22 Uji Homogenitas Nilai Postes Kemampuan Kognitif Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol 169 Lampiran 23 Data Induk Penelitian Kelas VIII MTs N 1 Bekonang Sukaoharjo 172 Lampiran 24 Uji Analisi Variansi Dua Jalan Dengan Frekuensi Sel tak Sama 173 Lampiran 25 Uji Pasca Anava dengan Uji Komparasi Ganda Metode Scheffe 178 Lampiran 26 Tabel Uji-t Satu Ekor Peningkatan Kemampuan Kognitif Kelompok Eksperimen 180 Lampiran 27 Perhitungan Uji-t Peningkatan Kemampuan Kognitif Kelompok Eksperimen 182 Lampiran 28 Tabel Uji-t Satu Ekor Peningkatan Kemampuan Kognitif Kelompok Kontrol 183 Lampiran 29 Perhitungan Uji-t Peningkatan Kemampuan Kognitif Kelompok Kontrol 185 Lampiran 30 Tabel Uji-t Untuk Kesamaan Nilai Postes Kemampuan Kognitif Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol xvii 186 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat Indonesia berjalan kian hari kian cepat. Salah satu faktor yang berpengaruh sangat besar terhadap kecepatan ini adalah pembangunan nasional. Ada banyak pengaruh yang memberikan arah kepada pembangunan nasional. Pengaruh yang sangat menonjol berasal dari penerapan ilmu dan teknologi. Bidang pendidikan merupakan salah satu bidang yang sangat penting bagi penerapan ilmu dan teknologi, di mana tugas dalam pendidikan tidak hanya terbatas mengalihkan hasil-hasil ilmu dan teknologi. Bidang pendidikan bertugas pula menanamkan nilai-nilai baru yang dituntut oleh perkembangan ilmu dan teknologi pada diri anak didik dalam kerangka nilai-nilai dasar yang telah disepakati oleh bangsa Indonesia. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa. Pendidikan membantu manusia dalam mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka tanpa kehilangan identitas dirinya. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilakukan di dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dengan demikian keberhasilan pendidikan nasional menjadi tanggung jawab antar keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan yang dilaksanakan di sekolah pada dasarnya merupakan proses kegiatan belajar-mengajar yaitu terdapatnya interaksi antara siswa dan guru. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek yang menerima pelajaran dan mengajar menunjuk pada guru sebagai pengajar. Keberhasilan pengajaran bergantung pada proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan lancar dan efektif apabila seluruh komponen yang yang berpengaruh di dalamnya saling mendukung. Komponen-komponen itu antara lain : tujuan, materi, siswa, guru, metode, waktu yang tersedia, perlengkapan pengajaran dan evaluasi (Oemar Hamalik, 2001:54). Salah satu komponen penting dalam proses belajar-mengajar adalah guru yang selalu berusaha membawa anak didiknya 1 kearah pencapainan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU NO. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yaitu: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab .“ (UU RI NO. 20 Tahun 2003 : Pasal 3) Agar tujuan pendidikan ini tercapai bukan merupakan pekerjaan yang mudah bagi seorang guru. Guru dituntut untuk mampu mendidik siswa dengan baik. Jadi guru harus bersedia untuk memperdalam ilmu khususnya dibidang mengajar guru harus bersedia memperbaiki cara mengajarnya. Ia harus mampu menyesuaikan metode mengajar dengan tuntutan situasi. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari guru harus selalu mengharapkan selalu berhasil dalam mengajarnya. Semua ilmu pengetahuan kecakapan, dan ketrampilan yang diajarkan diharapkan diterima, dicamkan, diingat dan diproduksi oleh siswasiswanya. Guru selalu mengharapkan agar sesuatu yang diajarkan menjadi milik siswa-siswanya. Jadi dalam proses belajar mengajar guru perlu menimbulkan aktifitas anak dalam berfikir maupun berbuat. Sehingga keaktifan siswa dalam kelas dapat terwujud, bila anak menjadi partisipan aktif maka akan memiliki ilmu pengetahuan itu dengan baik dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu mata pelajaran yang dalam kurikulum pendidikan yang diberikan kepada siswa SMA adalah mata pelajaran fisika. Pengajaran ilmu fisika bertujuan agar siswa menguasai konsep-konsep fisika dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Banyak siswa yang mengeluh ketika belajar fisika, mereka rata-rata menganggap bahwa fisika merupakan ilmu yang sulit karena banyak hitungan dan rumus. Untuk itu dalam mengajar guru harus benar-benar memperhatikan bagaimana cara penyampaikan materi pelajaran agar bisa diterima oleh siswanya dengan baik. Pendekatan pengajaran merupakan suatu cara bagaimana seorang guru akan mengajarkan suatu materi kepada para siswanya. Penggunaan pendekatan yang disesuaikan dengan metode mengajar yang tepat akan berpengaruh pada keberhasilan kegiatan belajar-mengajar itu sendiri. Ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar antara lain pendekatan deduktif, pendekatan induktif, pendekatan ketrampilan proses, pendekatan konsep, pendekatan discovery inquiri dan masih banyak lagi. Pendekatan deduktif merupakan pendekatan dimana siswa memperoleh konsep baru dari konsep yang bersifat umum yang disampaikan sebelumnya kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Dalam pendekatan deduktif guru memilih bagian pengetahuan (aturan umum, konsep atau prinsip) sebagai pokok bahasan yang akan diajarkan. Pemberian contoh khusus dan akhirnya perlu disampaikan bukti-bukti yang membenarkan atau menolak kesimpulan tersebut. Dalam pendekatan deduktif peneliti memilih metode domonstrasi dan sebagai pembanding adalah metode diskusi. Dalam metode demonstrasi siswa mengamati peragaan guru dengan peralatan untuk menjelaskan konsep yang diajarkan. Sedang metode diskusi siswa aktif dalam mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan dalam LKS. Kemampuan kognitif adalah sesuatu yang berhubungan dengan atau melibatkan suatu kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dan sebagainya). Atau usaha mengenai sesuatu melalui pengalaman sendiri, juga proses pengenalan dan penafsiran lingkungan oleh seseorang serta hasil perolehan pengetahuan. Kemampuan kognitif ini sangat berpengaruh terhadap pemerolehan kemampuan psikomotorik siswa. Terdapat kecenderungan bahwa kemampuan kognitif rendah maka kemampuan psikomotoriknya juga rendah. Terdapat kecenderungan pula bahwa kemampuan kognitifnya tinggi maka kemampuan psikomotoriknya juga tinggi. Keaktifan siswa dalam kelas merupakan salah satu bentuk dari kemampuan psikomotorik siswa. Keaktifan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan visual, kegiatan-kegiatan lisan, mendengarkan, menulis, menggambar, kegiatan-kegiatan metrik, kegiatankegiatan mental dan emosional. Jadi dengan kata lain keaktifan siswa dapat di gunakan dalam mengukur kemampuan psikomotorik siswa dalam kelas. Demikian juga dengan penggunaan alat yang berhubungan dengan sub pokok bahasan kalor. Dalam pokok bahasan ini perlu penguasaan pengetahuan tentang kalor. Dengan bekal materi yang telah disampaikan dan penggunaan pendekatan yang dipilih pengajar, maka dengan kemampuan kognitif yang dimiliki maka akan timbul aktifitas siswa dalam kelas yang dapat disebut dengan keaktifan siswa. Atas dasar demikian di atas maka penelitian ini diberi judul: “PENDEKATAN DEDUKTIF PADA PEMBELAJARAN KALOR DITINJAU DARI TINGKAT KEAKTIFAN SISWA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMUAN KOGNITIF DI SMP TAHUN AJARAN 2005/2006” B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa permasalahan yang di identifikasi sebagai berikut : 1. Ilmu fisika dianggap sebagai pelajaran yang sukar untuk dipahami sehingga hasil belajar pada umumnya rendah. 2. Kemampuan kognitif siswa dan keaktifan siswa dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain : kemampuan guru dalam mengajar, aktifitas siswa, dan metode mengajar. 3. Kemampuan siswa dipengaruhi juga oleh pendekatan pengajaran yang digunakan guru dalam mengajar. Pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan metode diskusi sebagai alternatif penanganan kesulitan belajar fisika. 4. Masih kurang digunakanya sarana dan prasarana serta fasilitas belajar siswa sehingga hasil belajar yang dicapai siswa tidak optimal. 5. Untuk mengetahui keberhasilan proses belajar-mengajar perlu diadakan evaluasi atau penilaian. Alat ukur hasil belajar tersebut adalah dengan menggunakan teknik tes. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, agar dapat melaksanakan penelitian yang terpusat pada permasalahan, maka penulis memberikan batasan sebagai berikut: 1. Penggunaan pendekatan deduktif pada pengajaran fisika dalam penelitian ini dengan metode demonstrasi dan diskusi. 2. Keaktifan siswa diidentifikasi dari keinginan, keberanian, kekreatifan belajar, keleluasaan dalam belajar tanpa menampakkan tekanan. 3. Penggunaan media pembelajaran meliputi OHP dan diagram. 4. Sub pokok bahasan dalam penelitian ini adalah kalor . 5. Kemampuan kognitif siswa diidentifikasi dari tes hasil belajar pada akhir pembelajaran. D. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Adakah perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor? 2. Adakah perbedaan pengaruh tingkat keaktifan siswa tinggi dan tingkat keaktifan siswa rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor? 3. Adakah interaksi antara pendekatan deduktif dan tingkat keaktifan terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor ? 4. Adakah peningkatan kemampuan kognitif siswa setelah pembelajaran menggunakan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi? E. Tujuan Penelitian Sejalan dengan masalah-masalah yang menjadi pusat perhatian di dalam penelitian ini, maka tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. 2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh perbedaan tingkat keaktifan siswa tinggi dan tingkat keaktifan siswa rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. 3. Mengetahui ada tidaknya interaksi pengaruh antara pendekatan deduktif dan tingkat keaktifan terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor . 4. Mengetahui adanya peningkatan kemampuan kognitif siswa setelah pembelajaran menggunakan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: 1. Memberi bahan dan masukan dalam pendekatan deduktif untuk mengembangkan kemampuan kognitif siswa. 2. Meningkatkan interaksi siswa dan guru dalam kelas sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. 3. Meningkatkan keaktifan siswa pada proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitif. BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Belajar dan Mengajar a. Pengertian Belajar Dalam pengajaran erat kaitannya dengan belajar, banyak pengertian mengenai belajar yang diungkapkan oleh beberapa ahli diantaranya : 1) W.S Winkel (1996:53) merumuskan tentang belajar sebagai berikut yaitu: ”Belajar merupakan suatu aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan nilai-nilai sikap. Perubahan tersebut bersifat konstan dan berbekas.” 2) Nana Sudjana (2002:28) menyatakan bahwa: “Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat, belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk dan tingkah lakunya, ketrampilannya, kecakapannya, dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaanya dan lain-lain aspek yang ada pada individu”. 3) Dimyati Mahmud (1998:21) mendefinisikan belajar sebagai berikut: “Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, dan terjadi dalam diri seseorang karena pengalaman. Jadi hasil belajar berupa perubahan pengetahuan ketrampilan nilai, sikap yang menetap”. Dari pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu proses interaksi antara individu dengan lingkungannya yang akan membawa suatu perubahan pada individuindividu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga bentuk kecakapan, ketrampilan, sikap, harga diri, minat, penyesuaian diri yang sifatnya menetap. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangakaian kegiatan 7 psiko-fisik yang menyangkut unsur cipta, rasa, karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. b. Tujuan belajar Tujuan belajar menurut Winarno Surachmad dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1) Pengumpulan pengetahuan 2) Pemahaman konsep dan kecekatan 3) Pembentukan konsep dan perbuatannya c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar Menurut Ngalim Purwanto dalam bukunya Psikologi Pendidikan, ada dua faktor yang mempengaruhi proses belajar seseorang, yaitu : 1) Faktor individual Faktor yang ada pada diri seseorang. Faktor ini meliputi : a) Pematangan atau pertumbuhan. b)Kecerdasan atau intelegensi. c) Motivasi. d)Faktor pribadi. (Ngalim Purwanto, 1990: 169) 2) Faktor sosial Faktor sosial adalah faktor yang di luar individu. Faktor ini meliputi : a) Keluarga. b) Guru dan cara mengajar. c) Alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar. d) Lingkungan dan kesempatan yang tersedia. e) Motivasi sosial. (Ngalim Purwanto, 1990: 169) d. Prestasi Belajar Prestasi belajar dinyatakan dengan nilai dan kriteria yang berupa angka, baik buruknya prestasi belajar mencermikan keberhasilan belajar atau prestasi belajar seseorang pada pokok bahasan tertentu. Menurut Poerwadarminta “Prestasi belajar merupakan suatu hasil yang dicapai”. Tujuan tes prestasi belajar adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan yang diperoleh siswa dan sejauh mana penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diajarkan serta untuk mengetahui tingkat daya guna metode mengajar yang dipakai guru dalam proses belajar mengajar. e. Pengertian Mengajar Mengajar adalah suatu usaha untuk membelajarkan siswa. Mengajar selain bertujuan menyampaikan pengetahuan juga harus ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku siswa. Siswa sebagai subyek pembelajaran diberi keleluasaan untuk belajar dan dipandu oleh pengajar yang membimbing untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Menurut menanamkan paham tradisional pengetahuan kepada pengertian anak atau mengajar orang adalah lain atau menyampaikan kebudayaan kepada anak. Jadi yang diutamakan adalah yang berkaitan dengan masa lampau masa kini atau masa depan. A. Tabrani Rusyam, dkk (1989:27) mengemukakan bahwa “ mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi, upaya memberi rangsangan, bimbingan atau pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar, dalam hal ini bahan pelajaran hanya sebagai perangsang saja, sedangkan anak yang dituju oleh proses belajar adalah tujuan pelajaran yang diketahui siswa”. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa mengajar adalah menyampaikan informasi atau materi pelajaran atau proses belajar mengajar juga sebagai pembimbing, pengarah, dan pemberi fasilitas belajar sehingga dalam proses belajar mengajar sebagai obyek yang aktif. 2. Pengajaran Fisika di Sekolah Menengah Pertama a. Hakekat Fisiska Gretshen (1985) berpendapat bahwa “Fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam sederhana mungkin dan berusaha mengemukakan hubungan antara kenyataan-kenyataan persyaratan utama untuk pemecahan soal adalah dengan mengamati gejala-gejala tersebut (Druxes,1986:3)” Sedang Bronckhaus (1972) yang dikutip oleh Druxes (1986:3) menyatakan bahwa “Fisika adalah pelajaran tentang kejadian alam yang memungkinkan penelitian dengan pengukuran dan percobaan, pengujian secara sistematis dan berdasarkan peraturan umum”. Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fisika dapat dipelajari dengan cara pengamatan dan eksperimen serta dapat dipelajari di alam atau di laboratorium. Sedangkan secara teori kegiatan dilaksanakan berdasarkan analisis rasional dengan berpedoman yang telah ditemukan sebelumnya. b. Tujuan Pengajaran Fisika Di Sekolah Menengah Pertama Mata pelajaran Fisika bertujuan agar siswa mampu menguasai konsepkonsep fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Jadi pengajaran fisika memerlukan pendekatan dan metode mengajar yang tepat menurut karakteristik fisika dan juga siswa dituntut tidak hanya mampu bernalar tetapi juga menganalisa gejala-gejala fisis melalui pengamatan berdasarkan pengetahuan yang telah ada, penalaran dan juga pengalaman. Dengan adanya kompetensi umum yang harus dicapai dalam diri siswa pada setiap jenjang pendidikan, baik tingkat dasar maupun menengah, diharapkan lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional. Sedangkan Blenchorth berpendapat bahwa : “Tujuan pembelajaran fisika adalah agar pelajar dapat memperoleh wawasan, pengetahuan, dan keterampilan yang memungkinkan ia menunjukkan dan menerangkan gejala-gejala yang berlangsung di dalam kehidupannya serta dunia lingkungan pekerjaannya di kemudian hari”. (Herbert Druxes, 1986:70) 3. Pendekatan Deduktif Margono dkk (1996:123-124) berpendapat bahwa “Pendekatan adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, dilihat dari sudut bagaimana materi itu disusun atau disajikan”. Sedangkan Rini Budiharti (2000:2) merumuskan tentang pendekatan sebagai berikut: “Pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian, sehingga berdampak ibarat seseorang menggunakan kacamata dengan warna tertentu dalam memandang alam sekitarnya, kacamata yang berwarna hijau akan menyebabkan dunia kelihatan kehijauhijauan, kacamata berwarna coklat akan membuat dunia kecoklatcoklatan”. Jadi pendekatan pengajaran merupakan suatu cara atau sistem pengajaran yang digunakan dalam menyajikan materi pelajaran kepada murid agar proses belajar mengajar bisa mencapai tujuan yang diinginkan semaksimal mungkin. Pendekatan mengajar adalah sangat erat hubungannya dengan metode mengajar. Setelah yakin dengan pendekatan yang dipilih selanjutnya adalah menentukan metode mengajar. Metode mengajar yang dipilih sekiranya selaras dengan pendekatan yang dipilih dan sesuai dengan materi yang akan disampaikan dengan tidak lupa mempertimbangkan kondisi-kondisi yang bisa mendukung pelaksanaannya. Metode yang tepat untuk pengajaran tergantung dari kecermatan guru dalam memilihnya. Pemilihan yang terbaik adalah mencari titik kelemahan suatu metode yang kemudian dicarikan metode yang dapat menutupi kelemahan metode tersebut. Menurut Margono (1998:45), “Deduktif adalah proses dari penalaran yang berangkat dari yang umum ke yang khusus, atau dari suatu premi umum ke suatu kesimpulan logis”. Jadi kesimpulan metode mengajar deduktif adalah cara mengajar yang berawal dari aturan umum atau generalisasi ke contoh-contoh khusus. Langkahlangkah dalam metode deduktif menurut Margono (1998:45) adalah sebagai berikut: a) Guru memilih bagian pengetahuan (aturan umum, konsep atau prinsip) sebagai pokok bahasan yang diajarkan. b) Bagian pengetahuan itu berupa aturan umum disampaikan kepada siswa. c) Kemudian disajikan contoh-contoh khusus sedemikian rupa sehingga siswa dapat melihat hubungan antara aspek khusus dengan kasus yang umum. d) Akhirnya perlu disampaikan bukti-bukti untuk membenarkan atau menolak kesimpulan tertentu (deduktif) bahwa keadaan spesifik adalah gambaran dari keadaan umum. * Contoh Penerapan Pendekatan Deduktif Pada Pokok Bahasan Kalor. PENDAHULUAN a. Perkenalan. b. Memberi pertanyaan motivasi sebagai pendahuluan. ISI a. Merumuskan tentang pengertian kalor. b. Memberikan contoh-contoh kalor dalam kehidupan sehari-hari. c. Melakukan demonstrasi dengan memanaskan air dan mengamati kenaikan suhunya. d. Menjelaskan kepada siswa tentang satuan kalor. PENUTUP a. Menyimpulkan tentang pengertian kalor. b. Memberi tugas tentang hubungan antara satuan kalori dengan joule. c. Menutup pembelajaran. a. Pendekatan Deduktif Melalui Metode Demonstrasi Pendekatan deduktif adalah suatu cara mengajar dengan proses dari penalaran yang berangkat dari yang umum ke yang khusus, atau dari suatu premis umum ke suatu kesimpulan logis. Sedangkan demonstrasi adalah cara mengajar di mana guru menunjukkan, memperlihatkan suatu proses sehingga seluruh siswa dalam kelas dapat melihat, mengamati, mendengar atau mungkin meraba-raba dan merasakan proses yang ditunjukkan oleh guru tersebut. Di lain waktu siswa juga dapat melakukan demonstrasi baik secara kelompok atau klasikal, dengan mendapat bimbingan dari guru jika diperlukan. Jadi pendekatan deduktif dengan metode demonstrasi adalah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses penemuan konsep dari contoh yang umum ke suatu kesimpulan logis dimana guru hanya memperlihatkan suatu proses sehingga seluruh siswa dalam kelas dapat mengamati yang ditunjukkan oleh guru. Metode demonstrasi dapat digunakan pada saat guru ingin menunjukkan suatu gejala atau proses pada anak didiknya. Demonstrasi dapat dilakukan pada awal pelajaran sebagai pelempar masalah. Pada saat pelajaran berlangsung untuk membantu menjelaskan, pada saat akhir pelajaran untuk mencocokkan teori yang diberikan. Sedangkan petunjuk dalam menggunakan metode demonstrasi adalah : 1) Persiapan atau perencanaan a) Tetapkan tujuan demonstrasi b) Tetapkan langkah-langkah pokok demonstrasi. c) Siapkan alat-alat yang diperlukan. 2) Pelaksanaan demonstrasi a) Usahakan demonstrasi dapat diikuti, diamati oleh seluruh kelas. b) Tumbuhkan sikap kritis pada siswa, sehingga terdapat tanya jawab, dan diskusi tentang masalah yang didemonstrasikan. c) Beri kesempatan setiap siswa untuk mencoba sehingga siswa merasa yakin tentang kebenaran suatu proses. d) Buatlah penilaian dari kegiatan siswa dalam demonstrasi. 3) Tindak lanjut dari demonstrasi Setelah demonstrasi selesai, berikanlah tugas kepada siswa baik secara tertulis maupun secara lisan. Dengan demikian dapat dinilai sejauh mana demonstrasi tersebut dapat dipahami siswa. (Nana Sudjana, 1988 : 84) Kelebihan dan kekurangan metode demonstrasi menurut Rini Budiharti (2000:33) adalah sebagai berikut: 1) 2) 3) * Kelebihan a) Demonstrasi memberikan gambaran dan pengertian yang lebih jelas dari pada hanya dengan keterangan lisan. b) Demonstrasi menunjukkan dengan jelas langkah-langkah suatu proses atau ketrampilan secara lebih mudah dan lebih efisien dari pada membiarkan siswa melakukan eksperimen. c) Demonstrasi memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengamati sesuatu dengan cermat. d) Pada akhir demonstrasi dapat dilakukan diskusi, di mana siswa mendapat kesempatan bertukar pikiran untuk memperbiki atau mempertajam pengertian. Kelemahan: a) Dibutuhkan sarana lain selain papan tulis. b) Waktu yang dibutuhkan relatif panjang. c) Tidak dapat dikenakan untuk siswa dalam jumlah besar. d) Dibutuhkan kemampuan guru dalam menangani alat supaya anak didik tidak bertambah bingung. Cara-cara merancang demonstrasi yang efektif: a) Merumuskan tujuan yang jelas dari sudut kecakapan atau kegiatan diharapkan dapat dicapai atau dilaksanakan oleh siswa itu sendiri bila demonstrasi itu berakhir. b) Menetapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilaksanakan. c) Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan. d) Memberikan keterangan yang jelas kepada siswa pada posisi yang baik sehingga siswa dapat melihat dengan jelas, serta menyarankan siswa membuat catatan seperlunya. e) Menetapkan rencana untuk menilai kemajuan nilai. Contoh Penerapan Pendekatan Deduktif Melelui Metode Demonstrasi Pokok Bahasan Kalor. PENDAHULUAN a. Perkenalan. b. Memberi pertanyaan motivasi sebagai pendahuluan. ISI a. Menjelaskan pengaruh kalor terhadap benda. b. Menjelaskan pengertian membeku, mencair, menyublim, melebur dan lain-lain. c. Melakukan demonstrasi dengan memanaskan lilin. d. Melakukan demonstrasi dengan memanaskan kamper (kapur barus). e. Melakukan demonstrasi dengan cara mendidihkan air. Untuk mengamati proses penguapan dan mengembun. f. Memberikan contoh-contoh peristiwa tersebut dalam kehidupan seharihari. PENUTUP a. Menyimpulkan tentang pengaruh kalor terhadap benda. b. Menyimpulkan tentang pengertian membeku, mencair, menyublim, dan melebur. c. Memberi tugas tentang pengaruh kalor terhadap suhu benda. d. Menutup pembelajaran. b. Pendekatan Deduktif Melalui Metode Diskusi Pendekatan deduktif adalah suatu cara mengajar dengan proses dari penalaran yang berangkat dari yang umum ke yang khusus, atau dari suatu premis umum ke suatu kesimpulan logis. Diskusi menurut Slameto (1991:101),”diskusi adalah percakapan yang direncanakan atau dipersiapkan diantara tiga orang siswa atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang pemimpin”. Dalam proses diskusi ini terjadi proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat dalam proses pembelajaran, sehingga terjadi proses saling tukar-menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah dimana semua individu atau siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar dan tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja. Jadi Pendekatan deduktif melalui metode diskusi adalah suatu cara mengajar dengan proses dari penalaran yang berangkat dari yang umum ke yang khusus, atau dari suatu premis umum kesuatu kesimpulan logis dimana siswa aktif dalam berdiskusi untuk menemukan konsep, sehingga siswa aktif dalam proses belajar mengajar. 1. Jenis-jenis Diskusi a. b. c. d. e. f. Diskusi kelompok Panel diskusi Panel forum Kelompok studi kecil Diskusi formil Simposium Rini Budiharti (2000,133) Jenis diskusi kelompok merupakan jenis diskusi yang akan digunakan oleh peneliti di mana siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Hal tersebut digunakan karena: Dapat saling mengemukakan pendapat Membuat problem atau permasalahan lebih menarik Untuk membantu peserta menemukan pendapatnya Untuk mengenal dan mengolah problem Untuk menciptakan suasana formil Untuk menciptakan dan memperoleh pendapat Untuk menciptakan dan memperoleh pendapat orang-orang yang tidak suka bicara 1) Keuntungan dari diskusi kelompok a) b) c) d) Memanfaatkan berbagai pendapat untuk menyalurkan kemampuannya Memberi kesempatan pada siswa untuk menyalurkan kemampuannya Membantu siswa berfikir kritis Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih giat 2) Kelemahan dari diskusi kelompok a) b) c) d) e) Membutuhkan pemimpin yang trampil untuk memimpin dan mengendalikan forum Memerlukan waktu relatif lama dibanding dengan pengambilan keputusan secara individual Dapat memboroskan waktu terutama apabila terjadi hal-hal yang bersifat negatif Memungkinkan dikuasai oleh orang-orang yang pandai bicara Anggota yang pemalu, rendah diri, pendiam, sering tidak mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapat sehingga mungkin dapat menyebabkan terjadinya frustasi. Rini Budiharti (2000,133) Dari uraian di atas maka diperlukan keterampilan khusus agar diskusi dapat terkendali, dan tidak memerlikan waktu yang lama. Diskusi pada dasarnya merupakan proses tukar menukar informasi, pendapat serta unsur-unsur secara teratur dengan maksud untuk memperoleh pengertian secara bersama yang jelas dan lebih teliti tentang sesuatu untuk mempersiapkan dan merangkum keputusan bersama-sama oleh karena itu diskusi bukan debat. Debat adalah perang multi, orang beradu argumentasi, beradu faham dan kemampuan prestasi untuk memenangkan pendapat sendiri. Beberapa hal dalam metode diskusi: 1. Persiapan dan perencanaan diskusi a) Tujuan diskusi harus jelas agar diskusi lebih terjamin b) Peserta diskusi harus memenuhi prasyarat tertentu c) Penentuan dan perumusan masalah yang akan didiskusikan harus jelas d) Waktu dan tempat diskusi harus tepat, sehingga tidak berlarut-larut 2. Pelaksanaan diskusi a) b) c) d) e) f) Membuat struktur kelompok Membagi tugas diskusi secara jelas Merancang seluruh peserta didik untuk berpartisipasi Mencatat ide-ide atau saran yang penting Menghargai setiap pendapat yang diajukan peserta Menciptakan situasi yang menyenangkan 3. Tindak lanjut diskusi a) Membuat kesimpulan dari diskusi b) Membacakan kembali hasil atau kesimpulan untuk dikoreksi c) Membuat penilaian terhadap pelaksanaan diskusi tersebut untuk dijadikan bahan pertimbangan dan perbaikkan pada diskusi yang akan datang. Rini Budiharti (2000, 133) * Contoh Penerapan Pendekatan Deduktif Melalui Metode Demonstrasi Pokok Bahasan Kalor. PENDAHULUAN 1. Perkenalan. 2. Memberi pertanyaan motivasi sebagai pendahuluan. ISI 1. Menjelaskan pengaruh kalor terhadap benda. 2. Membimbing siswa untuk mendiskusikan contoh pengaruh kalor terhadap benda dalam kehidupan sehari-hari. 3. Menjelaskan kepada siswa tentang pengertian mencair, membeku, menyublim, mengembun dan lain-lain. 4. Membimbing siswa untuk mendiskusikan tentang contoh-contoh peristiwa mencair, membeku, menyublim, mengembun dan lain-lain dalam kehidupan sehari-hari. PENUTUP 1. Menyimpulkan tentang pengaruh kalor terhadap benda dan pengertian membeku, mencair, menyublim, dan mengembun. 2. Memberi tugas tentang pengaruh kalor tehadap suhu benda. 3. Menutup pembelajaran. 4. Pengukuran Hasil Belajar Kegiatan pengukuran hasil belajar merupakan salah satu aspek dari suatu kegiatan atau usaha. Karena dengan pengukuran hasil belajar dapat diketahui sejauh mana hasil yang telah dicapai siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar-mengajar hasil belajar disebut dengan prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan bukti dari keberhasilan siswa dalam usaha belajar yang telah dilakukan. Prestasi ini biasanya diwujudkan dengan bentuk nilai tes maupun bukan tes. Nilai tes tersebut adalah menyatakan jumlah hasil prestasi setelah siswa mendapat materi pelajaran. Sedangkan nilai non tes dapat berupa pengamatan terhadap kegiatan belajar dalam kelas. Witheringthon yang dikutip M. Ngalim Purwanto (1990: 84) mengemukakan bahwa “Belajar adalah suatu perubahan dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu peringatan”. Zaenal Arifin (1988: 2) berpendapat bahwa “Prestasi adalah kemampuan , keterampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu masalah”. Dari pendapat-pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari perbuatan belajar dan menunjukkan tingkat penguasaan pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam menyelesaikan suatu masalah. Benyamin S. Bloom dan Krathwohl membagi kenyataan pengajaran dalam tiga kawasan, dan dengan taksonomi ini tujuan instruksional dapat diwujudkan. Ketiga kawasan tersebut antara lain: 1. Kawasan kognitif berorientasi pada kemampuan “berfikir”, mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada pemecahan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan gagasan, metode atau prosedur yang sebelumnya dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. 2. Kawasan afektif berorientasi pada perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati (attitude) yang menunjukkan penerimaan dan penolakan terhadap sesuatu. 3. Kawasan psikomotor berorientasi pada kemampuan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan (action) yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. (Martinis Yamin, 2004: 27). Berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajarnya. Dalam penelitian ini hasil belajar dibatasi pada kemampuan kognitif dan keaktifan siswa dalam kelas selama kegiatan belajar-mengajar. 5. Ranah Kognitif Kognitif disamaartikan dengan aspek penalaran. Kemampuan kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir. Dalam taksonomi Bloom dikenal ada 6 jenjang ranah kognitif. Jenjang satu lebih tinggi dari yang lain, dan jenjang yang lebih tinggi akan dapat dicapai apabila yang rendah sudah dikuasi. Oleh karena itu, hubungan antara setiap jenjang bersifat hierarkis. Berdasarkan urutan dari yang terendah ke yang tertinggi, keenam jenjang tersebut adalah: 1) Pengetahuan 2) Pemahaman 3) Aplikasi 4) Analisis 5) Sintesis 6) Evaluasi Pengetahuan adalah kemampuan manusia dalam mengingat semua jenis informasi yang diterimanya. Informasi yang diterimanya itu dimasukan ke dalam ingatannya dan disimpan utuh di sana. Apabila informasi itu diperlukan maka informasi itu dipanggil dari tempat penyimpanannya dan digunakan, mungkin diucapkan tetapi dapat juga ditulis, sebagaimana adanya. Misalkan: Siswa dapat menjelaskan pengertian kalor. Pemahaman adalah jenjang kognitif kedua. Pada jenjang ini dan jenjang-jenjang berikutnya informasi yang diterima tidak disimpan begitu saja. Informasi itu diolah lebih lanjut menjadi sesuatu yang lebih tinggi kedudukannya. Kemampuan mengolah informasi yang diharapkan untuk dikembangkan. Dalam tingkat pemahaman ada tiga kemampuan pokok yaitu kemampuan Kemampuan menerjemahkan, menerjemahkan yaitu menafsirkan, kemampuan dan ekstrapolasi. seseorang untuk menunjukkan bahwa ia dapat mengubah bentuk komunikasi, mencari kata, kalimat atau contoh lain yang sesuai ataupun menarik kesimpulan mengenai arti pokok suatu informasi. Kemampuan menafsirkan merupakan kemampuan untuk memberikan arti atau makna untuk suatu informasi sehingga apa yang tersirat dalam informasi itu dapat diungkapkan. Kemampuan ekstrapolasi adalah kemampuan menarik konsekuensi atau kecenderungan arti informasi yang ada. Misalkan : Siswa dapat mencari besarnya kalor yang dibutuhkan dalam memanaskan 200 g es bersuhu – 10oC, menjadi suhu 40oC. Aplikasi adalah kemampuan menggunakan sesuatu dalam situasi tertentu yang bukan merupakan pengulangan. Kemampuan penggunaan sesuatu itu memerlukan pengulangan. Kemampuan penggunaan sesuatu itu memerlukan pertimbangan relevansi, perhatian terhadap rincian, ketelitian dan ketelatenan. Misalkan : Siswa dapat mencari suhu akhir apabila dua buah benda dicampur. Analisa adalah kemampuan untuk melakukan pengolahaan informasi lebih lanjut. Di sini seseorang untuk melakukan pemisahan atas komponen-komponen dari suatu informasi. Pemisahan tesebut dapat berbentuk daftar apa saja yang ada dalam suatu informasi. Misalkan: Siswa dapat menganalisis faktor-faktor yang dapat mempercepat penguapan. Kemampuan sintesis yaitu kemampaun ini baru terjadi apabila kita menghadapi informasi yang berbeda-beda. Dari informasi yang berbedabada tersebut kita harus menghasilkan sesuatu yang bersifat orisinil, dapat menyelesaikan pertentangan yang ada. Misalkan: Siswa dapat melakukan percobaan tentang pengaruh kalor terhadap wujud benda. Evaluasi adalah kemampuan tertinggi dalam ranah kognitif Bloom. Menurut Bloom, untuk sampai kepada kemampuan evaluasi semua kemampuan yang ada dibawahnya harus dikuasainya. Sesuai dengan arti evaluasi itu sendiri, ia memiliki kemampuan untuk memberikan pertimbangan mengenai nilai informasi tersebut. Untuk memberikan nilai ini ia harus menggunakan kriteria baik internal maupun eksternal. Kriteria internal adalah kriteria yang dibangunnya sendiri sedangkan kriteria eksternal adalah kriteria yang ditetapkan di luar dirinya. Misalkan: Siswa dapat mengoreksi benar tidaknya proses percobaan yang dilakukan oleh temannya. 6. Keaktifan Siswa Pendidikan tradisional dengan “Sekolah Dengar”-nya tidak mengenal, bahkan sama sekali tidak menggunakan asas aktivitas dalam proses belajar mengajar. Para siswa hanya mendengarkan hal-hal yang dipompakan oleh guru. Pada waktu itu cara mengajar yang populer adalah metode imposisi. Para siswa menelan saja hal-hal yang direncanakan dan disampaikan oleh guru. Hal tersebut sangat tidak menguntungkan siswa karena siswa tidak dapat berkembang dan hanya sebagai obyek yang pasif. Menurut Prof. Dr. Oemar Hamalik (2003:170): “Siswa adalah suatu organisme yang hidup, di dalam dirinya beraneka ragam kemungkinan dan potensi yang hidup yang sedang berkembang. Di dalam dirinya terdapat prinsip aktif, keinginan berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif inilah yang mengendalikan tingkah laku siswa. Pendidikan perlu mengarahkan tingkah laku dan perbuatan itu menuju ke tingkat perkembangan yang diharapkan”. Selain itu dia juga mengatakan (2003:171) :”Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktifitas sendiri. Anak (siswa) belajar sambil bekerja. Dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat”. Cronbach yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata (1993:247) “Belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami, dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan panca inderanya”. Penganut pandangan ilmu jiwa moderen (Sardiman A.M., 1994:99) yang menyatakan bahwa, “Yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental”. Untuk mencapai hasil belajar yang optimal kedua aktivitas itu harus terkait. Hampir tak pernah terjadi proses belajar tanpa adanya keaktifan individu/siswa yang belajar. Keaktifan siswa tersebut di bedakan menjadi tiga yaitu keaktifan tinggi, keaktifan sedang, dan keaktifan rendah. Kegiatan belajar mengajar yang menuntut keaktifan siswa, dimana siswa dipandang sebagai obyek bukan subyek. Jadi pengertian keaktifan siswa adalah kegiatan atau kesibukan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dalam kelas. Untuk melihat indikator cara belajar siswa aktif dalam proses belajar mengajar, terdapat beberapa indikator cara belajar siswa aktif. Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriono (2004: 207) indikator tersebut dapat dilihat dari lima segi yaitu 1. Dari sudut siswa, dapat dilihat dari: Keinginan, keberanian, kekreatifan belajar, keleluasaan dalam belajar tanpa menampakkan tekanan. 2. Dari sudut guru tampak adanya: Usaha mendorong, membina gairah belajar, dan partisipasi siswa secara aktif, tidak mendominasi kegiatan belajar-mengajar, mempergunakan berbagai jenis metode mengajar. 3. Dari segi program, hendaknya: Program cukup jelas, bahan pelajaran mengandung fakta/informasi, konsep, prinsip, dan ketrampilan, konsep dan isi pelajaran yang sesuai kebutuhan. 4. Dilihat dari situasi belajar, tampak adanya: Hubungan yang erat antara guru dan siswa, kegembiraan siswa sehingga tercipta motivasi yang kuat dalam diri siswa. 5. Dilihat dari sarana belajar: Terdapat sumber belajar bagi siswa, dukungan dari berbagai jenis media pengajaran. Sedangkan pengertian Jenis–jenis aktifitas belajar terdiri dari bermacammacam aktivitas. Menurut Paul B. Diedrich yang dikutip oleh Oemar Hamalik (2003:172) membagi aktifitas belajar menjadi delapan kelompok yaitu: a) Kegiatan-kegiatan visual Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati orang lain bekerja atau bermain. b) Kegiatan-kegiatan lisan (oral) Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi. c) Kegiatan-kegiatan mendengarkan Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio. d) Kegiatan-kegiatan menulis Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopian, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket. e) Kegiatan-kegiatan menggambar Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola. f) Kegiatan-kegiatan metrik Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun. g) Kegiatan-kegiatan mental Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, faktorfaktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan. h) Kegiatan-kegiatan emosional Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan dan overlap satu sama lain. Jadi dengan klasifikasi aktifitas di atas menunjukkan aktifitas di sekolah adalah cukup komplek. Jika kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilaksanakan maka sekolah-sekolah itu akan lebih dinamis dan tidak membosankan sehingga keaktifan siswa benar-benar terwujud. Hal tersebut menjadi tantangan bagi guru. Kreatifitas guru mutlak diperlukan agar dapat merencanakan kegiatan siswa yang sangat bervariasi. Meskipun aktifitas belajar yang harus dilaksanakan siswa cukup komplek, namun tidak semua jenis aktivitas (seperti yang telah diuraikan di atas) dilakukan dalam belajar fisika. KALOR 1. Kalor Kalor adalah energi yang ditransfer dari satu benda ke benda yang lain. Satuan umum untuk kalor adalah kalori (kal), di mana 1 kalori didefinisikan sebagai jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 gr air sebesar 1oC , dari 14,5oC menjadi 15,5oC. Perbedaan suhu ini adalah spesifik karena kalor yang dibutuhkan adalah amat sedikit. Satuan kilokalori lebih sering digunakan dari pada satuan kalori, dengan 1 Kkal =1000 kal. 1 Kkal adalah kalor yang digunakan untuk menaikkan suhu 1 Kg air sebesar 1oC, dari 14,5oC menjadi 15,5oC. Kalor juga termasuk energi maka satuan kalor juga dapat dinyatakan dalam joule (J). Satuan kalor yang umum digunakan dalam fisika adalah joule. Hubungan satuan kalori dengan joule adalah 1 kal = 4,2 J atau 1 J = 0.24 kal. 2. Pengaruh Kalor Terhadap Zat a) Pengaruh kalor terhadap suhu benda. Kalor merupakan energi yang diterima atau dilepaskan oleh sebuah benda. Kalor yang diterima oleh sebuah benda bisa berasal dari matahari, api, atau benda lain. Kalor yang diterima oleh suatu benda dapat mengubah suhu benda tersebut. Ketika kalor diberikan terhadap air, maka suhu air akan mengalami kenaikan. Semakin banyak kalor yang diberikan, semakin banyak pula perubahaan pada suhu air. Bila kalor terus diberikan, lamakelamaan air akan mendidih. Ketika air sudah mendidih suhu air tidak lagi bertambah, melainkan tetap. Maka dapat disimpulkan kalor dapat mengubah suhu benda. b) Pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat. Disimpulkan bahwa kalor dapat mengubah wujud zat. Perubahan wujud zat yang dikenal dalam fisika adalah Perubahan wujud dari padat menjadi cair atau sebaliknya Peristiwa pada lilin saat menyala ternyata pada bagian di bawah api mencair. Cairan yang terbentuk kemudian mengalir ke bawah melalui batang lilin kemudian cairan tersebut membeku. Perubahan wujud dari cair menjadi gas dan sebaliknya. Peristiwa ketika kita mendidihkan air, maka sebagian air akan menguap. Uap air terbentuk karena air menerima kalor, ketika kalor tersebut dilepaskan maka akan terbentuk tetesan air, maka dapat disimpulkan bahwa benda cair berubah menjadi gas bila mendapatkan kalor, sebaliknya gas berubah menjadi cair bila melepaskan kalor. Perubahan wujud dari padat menjadi gas dan sebaliknya. Peristiwa ketika sebuah kapur barus (kamper) yang kita letakkan dalam almari lama kelamaan akan menghilang atau berubah menjadi kecil merupakan contoh dari perubahan wujud dari padat menjadi gas dan contoh perubahan gas menjadi padat tanpa melalui fase cair adalah asap knalpot merupakan sisa pembakaran dalam kendaraan. Asap (gas) dapat berubah menjadi jelaga (benda padat) ketika menyentuh permukaan dalam knalpot. Maka dapat disimpulkan bahwa benda padat dapat berubah menjadi benda gas bila mendapat kalor. Sebaliknya benda gas berubah menjadi benda padat bila melepas kalor. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan tentang diagram perubahan wujud zat karena pengaruh kalor. Gas Padat Cair Gambar 1 Siklus perubahan wujud zat 3. Penguapan Gejala penguapan banyak terjadi di sekitar kita. Seperti kita ketahui semua benda terbentuk oleh partikel-partikel, termasuk benda cair. Partikelpartikel benda cair tidak dapat meninggalkan benda cair begitu saja, karena terhalang oleh lapisan permukaan zat cair. Partikel pada permukaan dapat meninggalkan permukaan benda cair bila dapat menerobos permukaan. Bila partikel yang dapat menerobos permukaan benda cair itu banyak, maka benda cair dikatakan menguap. Air dikatakan telah menguap berarti sejumlah air telah berubah ke fase uap atau gas. Jadi penguapan adalah proses perubahan dari fase cair menjadi gas pada berbagai suhu. Penguapan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: a) Menaikkan suhu benda cair b) Memperluas permukaan zat cair c) Mengalirkan udara kering di atas permukaan zat cair d) Mengurangi tekanan udara di atas permukaan zat cair 4. Mendidih Mendidih merupakan peristiwa yang berbeda dengan menguap. Menguap hanya terjadi pada permukaan zat cair pada berbagai suhu sedangkan mendidih terjadi pada seluruh bagian zat cair dan berlangsung pada suhu dan tekanan tertentu. Zat cair dikatakan mendidih bila terbentuk gelembung uap pada seluruh bagian cairan disertai perubahan fase. 5. Melebur dan Membeku Melebur adalah peristiwa perubahan wujud benda dari padat menjadi cair. Contoh peristiwa melebur adalah mentega yang kita panaskan dalam wajan maka akan berubah menjadi cair, sebatang coklat yang kita biarkan maka lama–kelamaan akan meleleh. Membeku adalah peristiwa perubahan wujud benda cair menjadi benda padat. Contoh peristiwa air yang kita masukkan ke dalam freezer maka akan berubah menjadi es. 6. Persamaan Kalor Telah diketahui bahwa pengertian kalor dan suhu berbeda. Kalor menyatakan banyaknya panas, sedangkan suhu menyatakan derajat panas suatu benda. Misalkan kita memiliki dua panci identik. Panci pertama berisi 1000g air, sedang panci kedua berisi 100g air. Suhu air dalam kedua panci itu sama, bila air di naikkan suhunya dengan kenaikan suhu yang sama maka air 1000g memerlukan kalor lebih banyak dibandingkan air 100g, berarti kalor sebanding dengan massa. Pemberian kalor menyebabkan suhu benda naik. Makin banyak kalor yang diberikan pada suatu benda, maka suhu benda tersebut makin tinggi. Berarti kalor sebanding dengan perubahan suhu. Selain bergantung pada massa dan perubahan suhu, kalor yang diperlukan agar suhu benda naik juga bergantung pada jenis zat. Bila kita merangkum semua faktor tersebut maka kalor yang diperlukan agar suhu benda naik adalah Q mc T dengan m = massa benda (Kg) T = perubahan suhu (oC) c = kalor jenis benda (J/KgoC) 7. Peralatan yang Memanfaatkan Sifat Kalor Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai peralatan yang memanfaatkan sifat kalor. Antara lain kulkas, otoklaf, ketel uap, roket dll. 8. Asas Black Besarnya kalor yang dilepas dan diterima oleh benda yang bercampur pertama kali diketahui oleh Josep Black (1720-1799), seorang ilmuwan Inggris. Ia melakukan serangkaian eksperimen dan mendapatkan hasil sebagai berikut: Bila dua benda bercampur, maka benda yang suhunya lebih tinggi akan memberikan kalor kepada benda yang suhunya lebih rendah sehingga suhu keduanya sama. Banyaknya kalor yang dilepas oleh benda yang suhunya tinggi sama dengan banyaknya kalor yang diserap oleh benda yang suhunya lebih rendah. Pernyataan di atas dirangkai seperti berikut. Kalor yang dilepas oleh suatu benda sama dengan kalor yang diterima oleh benda lain. Pernyataan ini dikenal sebagai asas Black. Asas Black merupakan bentuk lain dari hukum kekekalan energi. Qlepas Qterima B. Kerangka Berfikir Belajar merupakan proses perubahan pada diri individu yang mencakup pengetahuan, perasaan, kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam waktu yang relatif lama. Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan belajar yang telah dicapai oleh siswa, dapat dilihat dari prestasi belajarnya. Untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik dan sesuai dengan yang diinginkan telah dilakukuan upaya perubahan-perubahan menuju kearah yang positif. Prinsip pengajaran klasik yang mengakibatkan siswa pasif telah diganti dengan pengajaran modern yang mengajak siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajar-mengajar. Penentuan suatu pendekatan pembelajaran sangat berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar. Pendekatan deduktif adalah pendekatan yang berasal dari proses penalaran yang berangkat dari umum ke khusus atau dari suatu premi umum ke suatu kesimpulan logis. Penerapan metode deduktif melalui metode demonstrasi adalah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses penemuan konsep dari contoh yang umum ke suatu kesimpulan logis dimana guru hanya memperlihatkan suatu proses sehingga seluruh siswa dalam kelas dapat mengamati yang ditunjukkan oleh guru. Jadi pendekatan deduktif dengan metode demonstrasi dapat menimbulkan keaktifan siswa dalam kelas. Sehingga konsep yang dipelajari dapat tertanam lebih mendalam. Sedangkan untuk penggunaan pendekatan deduktif melalui metode diskusi adalah proses penalaran dari umum ke khusus atau dari suatu premi umum ke suatu kesimpulan logis dimana terjadi interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat dalam proses pembelajaran, sehingga terjadi proses saling tukar-menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah di mana semua individu akan terlibat aktif dalam proses belajar mengajar dan tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja. Kemampuan kognitif merupakan dasar untuk mengembangkan keaktifan siswa. Bila siswa itu mempunyai keaktifan yang tinggi maka kemampuan kognitifnya juga tinggi. Siswa yang keaktifannya rendah maka kemampuan kognitifnya juga rendah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat keaktifan dalam kegiatan pembelajaran akan memiliki kebermaknaan yang berbeda bagi setiap individu. Dengan tinjauan tingkat keaktifan siswa tinggi dan rendah akan diketahui pengaruhnya terhadap kemampuan kognitif siswa setelah diberi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi. Dalam hal ini peningkatan kemampuan kognitif siswa tergantung pada pendekatan deduktif melalui metode mengajar yang diterapkan. Siswa yang dikenai pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi diharapkan mengalami peningkatan kemampuan kognitif lebih baik daripada siswa yang dikenai pendekatan deduktif melalui metode diskusi. Untuk lebih jelasnya dibuat paradigma sebagai berikut: Kelas Eksperimen Pendekatan Deduktif Melalui metode Demonstrasi Keadaan awal Kelas kontrol Keaktifan Siswa Tinggi Keaktifan Siswa Rendah Keaktifan Siswa Tinggi Pendekatan Deduktif Melalui Metode Diskusi Keaktifan Siswa Rendah Post Test Kemampuan kognitif C. Pengajuan Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berfikir di atas, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Ada perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. 2. Ada perbedaan pengaruh tingkat keaktifan siswa tinggi dan tingkat keaktifan siswa rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. 3. Terdapat interaksi pengaruh antara pendekatan deduktif dan tingkat keaktifan terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. 4. Ada peningkatan kemampuan kognitif siswa setelah pembelajaran dengan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII dan semester I tahun ajaran 2005/2006 yang bertempat di Mts Negeri Bekonang Sukoharjo Jawa Tengah. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian. Tahap-tahap tersebut adalah 1. Persiapan a. Pengajuan judul b. Penyusunan proposal c. Perijinan d. Penyusunan instrumen 2. Pelaksanaan a. Uji coba instrumen b. Kegiatan belajar mengajar c. Pengumpulan data d. Pengolahan data hasil penelitian 3. Penyelesaian a. Penyusunan laporan penelitian Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan rancangan faktorial (A X B). Faktor pertama (A1) merupakan kelompok eksperimen yang diberi perlakuan yaitu pendekatan deduktif dengan metode demonstrasi. Faktor kedua (A2) merupakan kelompok kontrol yang diberi perlakuan yaitu pendekatan deduktif dengan metode diskusi. 32 Kedua kelompok dibedakan keaktifan siswa yang terbagi dalam dua kategori yaitu keaktifan siswa tinggi (B1) dan keaktifan siswa rendah (B2). Waktu perlakuan kedua kelompok diukur dengan alat ukur observasi yang sama. Desain metode penelitian tersebut disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 3.2 Desain Metode Penelitian Faktorial AxB. A B B1 B2 A1 A1B1 A1B2 A2 A2B1 A2B2 Keterangan: A = Pendekatan deduktif B = Keaktifan siswa A1 = Pendekatan deduktif dengan metode demonstrasi A2 = Pendekatan deduktif dengan metode diskusi B1 = Keaktifan siswa tinggi B2 = Keaktifan siswa rendah Penetapan Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua kelas VIII Mts Negeri Bekonang Sukoharjo kelas VIII semester I tahun ajaran 2005/2006 yang terdiri dari kelas VIII A sampai VIII H. 2. Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah random sampling artinya sampel diambil secara acak dengan peluang yang sama dari populasi yang ada. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIIID sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIIIA sebagai kelompok kontrol. Variabel Penelitian Penelitian terdiri dari dua variabel yaitu : 1. Variabel terikat : Kemampuan kognitif a. Definisi operasional : Kemampuan kognitif adalah kemampuan yang mengatur cara belajar dan berfikir seseorang dalam arti yang seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan persoalan masalah. (Rini Budiharti, 2000:18 ) b. Skala pengukuran : Interval c. Indikator : Nilai pre-tes dan post-tes siswa. 2. Variabel bebas a. Pendekatan deduktif pada pembelajaran fisika 1. Definisi operasional : Suatu cara mengajar dengan proses dari penalaran yang berangkat dari yang umum ke yang khusus, atau dari suatu premis umum kesuatu kesimpulan logis 2. Skala pengukuran - : Nominal dengan 2 kategori Pendekatan deduktif dengan metode demonstrasi b. Pendekatan dedukif dengan metode diskusi Keaktifan siswa . 1. Definisi operasional : Kegiatan atau kesibukan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dalam kelas. 2. Indikator : Keinginan, keberanian, kekreatifan belajar, keleluasaan dalam belajar menampakkan tekanan. 3. Skala pengukuran : Nominal 2 kategori - Keaktifan siswa tinggi - Keaktifan siswa rendah tanpa Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data yang digunakan dalam pengujian hipotesis digunakan beberapa teknik pengumpulan data. Teknik-teknik tersebut diuraikan di bawah ini: 1. Teknik Tes Dalam penelitian ini teknik tes digunakan untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa. Teknik tes yang pertama adalah try out digunakan untuk menentukan validitas dan reliabilitas soal, yang pada akhirnya dapat menentukan layak tidaknya soal tes digunakan untuk mengambil data penelitan. Tes berupa soal obyektif dengan empat alternatif jawaban sejumlah 40 soal. Masing-masing soal mewakili indikator pencapain hasil belajar. Soal tersebut disesuaikan dengan kisi-kisi soal yang telah peneliti susun berdasarkan sampel penelitian. Teknik tes yang kedua dilakukan pada awal dan akhir pembelajaran, dengan jalan memberikan pretes dan postes kepada siswa. 2. Teknik Observasi Teknik observasi digunakan untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa dimana instrumen observasinya dipegang oleh peneliti/pengamat. Observasi dilakukan sebanyak sekali yaitu pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Instrumen Penelitian 1. Instrumen kemampuan kognitif Dalam penelitian ini instrumen pengumpul data untuk kemampuan kognitif adalah perangkat hasil tes kemampuan kognitif siswa, pada sub pokok bahasan kalor. 2. Instrumen keaktifan siswa Dalam penelitian ini instrumen pengumpul data untuk keaktifan siswa adalah berupa item observasi dan lembar kerja untuk mengetahui keaktifan dan kecakapan siswa dalam kegiatan belajar dalam kelas. Dalam hal ini peneliti tinggal mengamati keaktifan siswa. Skor penilaian ada 4 yaitu skor 4 diberikan kepada siswa yang sangat aktif atau melakukan aktiftas belajar dalam kelas. Dan skor 3 diberikan bila siswa cukup aktif, skor 2 diberikan bila siswa ragu-ragu dan skor 1 diberikan bila siswa kurang aktif. Untuk mengetahui kelayakan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini maka instrumen ditinjau dengan beberapa aspek kelayakan masing-masing yaitu dengan menggunakan validitas item dengan uji validitas menggunakan korelasi point biseral dan reliabilitas tes dengan rumus Kuder Richardson. Tes sebelumnya diujicobakan agar dapat memenuhi beberapa kriteria memenuhi persyaratan tes yang baik, yaitu tingkat kesukaran, daya pembeda, validitas maupun reliabilitas. Validitas item. Untuk menentukan tingkat validitas, digunakan teknik analisis butir soal dengan korelasi point biseral, dengan rumus : p bis (Mp Mt) St P Q p bis = Koefisien korelasi point biseral Mp = Mean skor dari subyek-subyek yang menjawab benar item yang dicari korelasinya dengan test Mt = Mean skor total (skor rata-rata dari seluruh peserta test) St = Standart deviasi skor total. P = Banyaknya , siswa yang menjawab benar item tersebut dibagi seluruhnya. = Banyak siswa yang menjawab benar Jumlah seluruh siswa Q = Proporsi subyek yang menjawab salah q = 1-p (Suharsimi Arikunto 2002:79) Kriteria: r pbis r tabel = item valid r pbis < r tabel = item tidak valid Reliabilitas tes Untuk menguji realitas tes dengan teknik menghitung reliabilitas tes secara keseluruhan yang skornya 1 dan 0, yang menggunakan rumus Kuder Richardson sebagai berikut : 2 n S pq r11 S2 n 1 dimana : r11 = Reliabilitas secara keseluruhan p = Proporsi subyek menjawab item dengan benar q = Proporsi subyek menjawab item dengan salah (q = 1-p) n = Banyak item S = Standar deviasi item pq = Jumlah hasil perkalian antara p dan q kriteria reliabilitas adalah 0,00 r11< 0,20 = reliabilitas sangat rendah 0,20 r11< 0,40 = reliabilitas rendah 0,40 r11< 0,60 = reliabilitas cukup 0,60 r11< 0,80 = reliabilitas tinggi 0,80 r11< 1,00 = reliabilitas sangat tinggi ( Suharsini Arikunto 2002:100) Daya pembeda Rumus yang digunakan untuk daya pembeda adalah DP BA BB JA JB = PA-PB dimana : DP = Daya pembeda BA = Jumlah peserta kelompok atas yang menjawab benar BB = Jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab benar JA = Jumlah peserta tes kelompok atas JB = Jumlah peserta tes kelompok bawah PA = Proporsi kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi kelompok bawah yang menjawab salah J = Jumlah peserta tes Penggolongan daya pembeda soal tes adalah: 0,00 D < 0,20 = jelek 0,20 D < 0,40 = cukup 0,40 D < 0,70 = baik 0,70 D < 1,00 = baik sekali ( Suharsimi Arikuto 2002 : 213 ) Taraf kesukaran Untuk menguji tingkat kesukaran tiap-tiap item digunakan rumus : P B JS P = Tingkat kesukaran B = Siswa yang menjawab benar tiap soal JS = Jumlah seluruh peserta Penggolongan derajat kesukaran soal tes sebagai berikut : 0,00 P < 0,30 : soal sukar 0,30 P < 0,70 : soal sedang 0,70 P < 1,00 : soal mudah ( Suharsimi Arikunto 2002:208 ) Teknik Analisis Data 1. Penyajian Data Dalam penyajian data dibuat tabel sebagai berikut: A B B1 B2 Total A1 A1B1 A1B2 A1 = … A2 A2B1 A2B2 A2 = … Total B1 = … B2 = … G =… Dimana : A = Pendekatan deduktif B = Keaktifan siswa A1 = Pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi A2 = Pendekatan deduktif melalui metode diskusi B1 = Keaktifan siswa kategori tinggi B2 = keaktifan siswa kategori rendah 2. Uji Kesamaan Kemampuan Awal Siswa Sebelum diadakan perlakuan terhadap sampel yang akan diteliti, maka dicari dulu kesamaan kemampuan awal antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen diambil dari nilai pre-tes. Untuk mengetahui adakah perbedaan kemampuan awal sebelum perlakuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol digunakan uji t-dua ekor: a. Hipotesis H0 = Tidak ada perbedaan kemampuan awal siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. H1 = Ada perbedaan kemampuan awal siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. b. Rumus yang digunakan X1 X 2 t hitung S 1 1 n1 n 2 dimana : S n1 1S1 2 n2 1S 2 2 n1 n2 2 Keterangan : x1 = rata-rata skor kelompok eksperimen x 2 = rata-rata skor kelompok kontrol S = simpangan baku kuadrat gabungan n1 = jumlah subyek kelompok eksperimen n2 = jumlah subyek kelompok kontrol ( Sudjana, 2002:239) 3. Analisis Data Analisis data dilakukan untuk mengetahui kebenaran hipotesis yang diajukan. Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis variansi dua jalan dan uji t. Sebelum dilakukan analisis dilakukan uji prasyarat analisis yaitu: a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan uji lilliefors. Langkah-langkah yang digunakan: Hasil pengamatan X1, X2, X3,……………, Xn dijadikan 1) bilangan baku Z1, Z2, Z3,……………..Zn dengan rumus : Xi X Zi Sd dimana : X = rata-rata Sd = standart deviasi ( Sudjana, 2002: 466) 2) Data sampel tersebut diurutkan dari skor terendah sampai skor tertinggi. 3) Untuk tiap bilangan baku ini dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian di hitung peluang F(Zi) = P(Z Zi). 4) Selanjutnya di hitung proporsi Z1, Z2, …….., Zn yang lebih kecil atau sama dengan: S ( Zi ) banyaknyaZ1 , Z 2, ........., Z n yangZ Zi n 5) Menghitung selisih F(Zi)-S(Zi) kemudian menentukan harga mutlaknya. 6) Menentukan harga F (Zi) S Zi yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih tersebut sebagai Lobs. 7) Statistik uji Lobs F ( Zi ) S ( Zi ) keterangan : F(Zi) = bilangan baku yang menggunakan daftar distribusi normal. S(Zi) = perbandingan nomor subyek dengan jumlah subyek. Zi = skor standart = X1 X SD dengan: X = rata-rata nilai SD = standart deviasi Ketentuan yang berlaku adalah: Bila Lobs Ltabel berarti sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal Bila Lobs > Ltabel berarti sampel berasal dari populasi yang terdistribusi tidak normal. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah dua kelompok sampel merupakan kelompok yang homogen atau tidak. Uji homogenitas untuk penelitian ini digunakan metode Bartlett dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1). Menentukan hipotesis H0 = kedua populasi homogen H1 = kedua populasi tidak homogen 2). Taraf signifikansi 0,05 3). Statistik Uji 2 2,303 f j Log MS err C f j log S j 2 dengan : 2 2 (k 1) k = banyak populasi = banyak sampel f = derajat kebebasan untuk RKG = N-K fj = derajat kebebasan untuk Sj2 = nj-1 j = 1, 2,3,…….k N = jumlah seluruh nilai (ukuran ) nj = banyak nilai atau ukuran sampel ke-j 1 1 1 3( k 1) fj f C 1 MS err SS f j j x 2 SS j S 2 j x 2 j SS i nj j n j 1 4). Daerah kritik DK : 2 2 2 ;k 1 5). Keputusan uji Jika 2 hitung 2j ;k 1 maka sampel berasal dari polulasi yang homogen. Jika 2 hitung 2j ;k 1 maka sampel tidak berasal dari populasi yang homogen (Budiyono, 2000:175) 4. Pengujian Hipotesis Dalam penelitian ini untuk menganalisis data sampel digunakan analisis variasi (ANAVA) dua jalan dengan frekuensi isi sel tak sama, karena yang akan di cari adalah pengaruhnya terhadap kemampuan kognitif siswa pada dua faktor yaitu pendekatan mengajar (A) dan keaktifan siswa (B). Analisis variansi dua jalan tersebut digunakan untuk menguji hipotesis-hipotesis yang diajukan. Adapun rancangan sel serta rumus-rumus Anava dua jalan adalah sebagai berikut. a. Uji Anava dua jalan 1). Asumsi a) Populasi-populasi berdistribusi normal b) Populasi-populasi homogen c) Sampel dipilih secara acak d) Variabel terikat berskala pengukuran interval e) Variabel bebas berskala pengukuran nominal 2). Model ijk i ij ijk dimana : ijk Observasi pada subyek ke-k dimana faktor I kategori ke i dan faktor II kategori ke j. i = 1, 2, ………, P ; P = cacah baris j = 1, 2, ………, q ; q = cacah kolom k = 1, 2, ………, n ; n = cacah pengamatan persel µ = Grand Mean (konstan) i = efek baris ke – i βj = Efek faktor I kategori I terhadap ijk βij = Kombinasi efek faktor I dan II terhadap ijk (sering disebut interaksi) ∑ijk = Kesalahan pada ijk 3).Hipotesis Ho1 : i 0 Untuk semua i. Tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. Hi1 : i 0 Untuk paling sedikit satu harga i. Maka terdapat pembedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. Ho2 : j 0 Untuk semua j. Tidak ada perbedaan pengaruh antara tingakat keaktifan siswa tinggi dan tingkat keaktifan siswa rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. Hi2 : j 0 Untuk paling sedikit satu harga j. Maka ada perbedaan pengaruh antara tingkat keaktifan siswa tinggi dan tingkat keaktifan siswa rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. Ho3 : ij 0 Untuk siswa (i, j). Tidak ada interaksi pengaruh antara pendekatan deduktif ditinjau dari keaktifan siswa dalam kelas terhadap peningkatan kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. Hi3 : ij 0 Untuk paling sedikit harga (i, j). Maka ada interaksi pengaruh antara pendekatan deduktif ditinjau dari keaktifan siswa dalam kelas terhadap peningkatan kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. 4). Komputasi a. Tabel jumlah AB A B B1 B2 Total A1 A1B1 A2B2 A1 =…. A2 A2B1 A2B2 A2 =…… Total B1=……. B2=……. G =……. Keterangan : A : Pendekatan deduktif dalam kelas untuk meningkatkan kemampuan kognitif A1 : Pendekatan deduktif dengan metode demonstrasi. A2 : Pendektan deduktif dengan metode diskusi. B : Keaktifan siswa. B1 : Keaktifan siswa tinggi. B2 : Keaktifan siswa rendah. b. Komponen Jumlah Kuadrat (1) G2 pq SS Ai (3) (2) ij 2 q (4) Bj (5) AB 2 p 2 ij c. Jumlah kuadrat Ssa = nh ……………………{(3)……… (1)} SSb = nh ……………{(4)……………….(1)} nh ……..{(5)…-(4)…-.(3) SSab = SSer = SStot = { nh + ( 1)} + (2) +(2) - 2 (1)} (5) d. Derajat Kebebasan d fa = p–1 = p-1 d fb = q–1 = q-1 d fab = (p – 1) (q – 1) = pq-p-q+1 d f er = pq (n-1) = N-pq dftot = N–1 = N-1 e. Rerata kuadrat kuadrat SSa dfa SSb MSb dfb SSab MSab dfab SS err MSerr df err MSa f. Statistik uji MSA Mser MSB FB MSer MSAB FAB MSer FA 5). Daerah kritik DKa = Fa F : p – 1 ; N – pq DKb = Fb F : q – 1 ; N – pq DKab = Fab F : (p – 1) (q – 1), N - pq 6). Keputusan uji Ho1 ditolak jika Fa F ; p – 1, N – pq Ho2 ditolak jika Fb F ; q – 1, N – pq Ho3 ditolak Jika Fab F ; (p-1) (q-1), N –pq 7). Rangkuman analisis Sumber SS df MS F F A (Baris) SSa dfa MSa Fa < atau > B (Kolom) SSb dfb MSb Fb < atau > Interaksi SSab dfab MSab Fab - Kesalahan SSer dfer MSer - - Total SStot dftot - - - variasi Efek utama (AB) b. Uji lanjut anava Uji lanjut anava adalah tindak lanjut dari analisis variansi apabila hasil analisis variansi menunjukkan hipotesis Ho ditolak. Hal ini digunakan untuk mengetahui rerata mana yang berbeda dan rerata mana yang sama, setelah dilakukan analisis variansi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Scheffe dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1). Mengidentifikasi pasangan komparasi rerata 2). Menemukan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi tersebut HoB : µB1 = µB2 Tidak ada perbedaan rerata antara penggunaan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. HoB : µA1 µB2 Ada perbedaan penggunaan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi dan diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. HoA : µB1 = µA2 Tidak ada perbedaan rerata antara keaktifan siswa tinggi dan keaktifan siswa rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. HoA : µB1 µA2 Ada perbedaan rerata antara keaktifan siswa tinggi dan keaktifan siswa rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. 3). Mencari harga statistik uji F dengan menggunakan rumus : komparasi rerata antar baris: Fio jo ( x io xio ) 2 1 1 MSer n oi n oj Komparasi rerata antar kolom : Fio jo ( x io xio ) 2 1 1 MSer n oi n oj Komparasi rerata antar sel : Fio ik ( x ij xik ) 2 1 1 MSer n ij n ik 4). Menentukan tingkat signifikansi () 5). Menentukan daerah kritik (DK) dengan menggunakan rumus dki-j = {Fi-j/Fi-j > (P-1) F : p-1, N-Pq} dki-j = {Fi-j/Fi-j > (q-1) F : p-1, N-Pq} 6). Menentukan keputusan uji untuk setiap pasang komparasi rerata: Ho ditolak jika Fhitung > Ftabel c. Uji t satu ekor Rumusan hipotesia Ho : tidak ada peningkatan kemampuan kognitif siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan deduktif pada pokok bahasan kalor. H1 : Ada peningkatan kemapuan kognitif siswa setelah pembelajaran dengan mengunakan pendekatan deduktif pada pokok bahasan kalor. Untuk menguji hipotesis ini digunakan uji beda rerata ( uji t satu ekor ) rumus yang digunakan : Md t x 2 d N N 1 x 2 d d 2 d N 2 Md = Nilai rata-rata hasil per kelompok Xd = Deviasi masing-masing nilai x1 dan x2 N = Jumlah sample x d = Jumlah kuadrat deviasi 2 d = post-test pre-tes Keputusan : Jika thitung t ; N 1 maka hipotesis nol diterima. Jika thitung t ; N 1 maka hipotesis nol ditolak. Taraf signifikansi yang digunakan 5%. Sedangkan untuk mengetahui metode mana yang lebih baik dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa digunakan rumus: X1 X 2 t hitung S S 1 1 n1 n 2 n1 1S1 2 n2 1S 2 2 n1 n2 2 Keterangan : x1 = mean skor kelompok eksperimen x2 = mean skor kelompok kontrol S = simpangan baku kuadrat gabungan n1 = jumlah subyek kelompok eksperimen n2 = jumlah kelompok kontrol Hipotesis : Ho = Penerapan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi tidak lebih baik dibandingkan dengan metode diskusi dalam menghasilkan kemampuan kognitif pada sub pokok bahasan kalor. H1 = Penerapan pendekatan deduktif melalui metode demonstrasi lebih baik dibandingkan dengan metode diskusi dalam menghasilkan kemampuan kognitif pada sub pokok bahasan kalor. Kriteria yang digunakan : Ho diterima jika thitung < ttabel Ho ditolak jika thitung ttabel (Sudjana, 1996:239)