BAB II TEORI DASAR

advertisement
BAB II
TEORI DASAR
2.1
Reaktor Cepat Berpendingin Gas (Gast Cooled Fast Reactor -GFR)
Dalam fisika nuklir kita mengenal ada dua jenis reaksi yaitu reaksi fusi dan
reaksi fisi. Reaksi fisi adalah reaksi pembelahan inti berat yang bersifat fissil
seperti U-235 atau Pu-239 menjadi inti yang lebih ringan/ kecil massanya untuk
menghasilkan energi. Setiap reaksi fisi menghasilkan energi yang besarnya kirakira 200 MeV. Reaksi fisi tidak bisa terjadi begitu saja (spontan) tetapi reaksi ini
membutuhkan neutron untuk menumbuk inti berat tersebut agar menghasilkan
panas. Partikel neutron yang telah menumbuk inti berat seperti U-235 atau Pu-239
akan memproduksi 2-3 neutron yang baru. Sehingga , didalam reaktor nuklir akan
ada banyak sekali neutron yang ada. Maka kondisi yang ideal dari sebuah reaktor
adalah kondisi dimana jumlah neutron yang hilang karena adanya serapan dan
tumbukan dari inti berat dengan jumlah neutron yang dihasilkan setelah tumbukan
berlangsung adalah berbanding lurus.
Gambar 2.1-1Bagan Reaksi Fusi
12
Mungkinkah reaksi sebaliknya, yaitu penggabungan 2 atom yang kecil
menjadi inti yang lebih besar dan bisa menghasilkan energi? Hal ini bisa dijawab
oleh reaksi fusi. Contoh dari reaksi fusi adalah peristiwa pembuatan bom hidrogen.
Hidrogen hanya memiliki 1 proton dan merupakan atom yang paling sederhana
dari segi susunan proton dan elektronnya. Secara teoritis, penggabungan 2 atom
Hidrogen menjadi Helium yang memiliki 2 proton adalah mungkin dan ini
termasuk kedalam jenis reaksi fusi.
Gambar 2.1-2 Bagan Reaksi Fusi
Selain itu, didalam dunia nuklir terdapat 2 jenis reaktor yaitu reaktor cepat
dan reaktor thermal. Reaktor thermal adalah reaktor yang menggunakan neutron
thermal dalam proses reaksinya. Neutron termal adalah neutron bebas dengan
level energi kinetic sekitar 0.025 eV (sekitar 4.10-21 J; 2.4 MJ/kg, yaitu dengan
kecepatan sekitar 2.2 km/detik). Jenis reaktor thermal adalah Reaktor Air Ringan
(Light Water Reactor /LWR), Reaktor Air Mendidih (Boiling Water Reactor
/BWR), Reaktor Air Bertekanan (Pressurized Water Reactor /PWR), Reaktor
Magnox, Reaktor Maju Berpendingin Gas (AGR), Reaktor RBMK, reaktor Pebble
Bed (PBMR) dan Reaktor CANDU. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di dunia
13
didominasi oleh penggunaan reaktor PWR untuk menghasilkan sumber panasnya.
Hal ini disebabkan teknologi PWR yang memiliki efisiensi yang cukup baik dan
fitur keselamatan yang telah teruji.
Sedangkan reaktor cepat adalah reaktor yang menggunakan neutron cepat
dalam proses reaksinya. Reaktor cepat tidak menggunakan bahan moderator
neutron namun membutuhkan bahan bakar yang diperkaya dengan sangat tinggi.
Contoh bahan bakarnya adalah uranium alam (U-238 dan U-235). Reaktor cepat
dapat mengubah radioisotop yang berumur panjang dalam limbahnya menjadi
bahan yang cepat meluruh. Dengan alasan ini, reaktor cepat lebih dapat terusmenerus sebagai sumber energi daripada reaktor thermal. Karena kebanyakan
reaktor cepat digunakan untuk menghasilkan plutonium, maka reaktor ini
dihubungkan dengan pertimbangan proliferasi nuklir. Lebih dari dua puluh reaktor
cepat telah dibangun di Amerika Serikat, Inggris, Uni Soviet, Perancis, Jerman,
Jepang dan India dan pada tahun 2004 dibangun satu buah di Cina. Jenis - jenis
reaktor cepat ini adalah:
1. EBR-I, 0.2 MWe, USA, 1951-1964.
2. Dounreay Fast Reactor, 14 MWe, UK, 1958-1977.
3. Enrico Fermi Nuclear Generating Station Unit 1, 94 MWe, USA, 1963-1972.
4. EBR-II, 20 MWe, USA, 1963-1994.
5. Phenix, 250 MWe, France, 1973-saat ini.
6. BN-350, 150M We plus desalination, USSR/Kazakhstan, 1973-2000.
7. Prototype Fast Reactor, 250 MWe, UK, 1974-1994.
8. BN-600, 600 MWe, USSR/Russia, 1980-saat ini.
14
9. Superphenix, 1200 MWe, France, 1985-1996.
10. FBTR, 13.2 MWe, India, 1985-saat ini.
11. Monju, 300 MWe, Japan, 1994-saat ini.
12. PFBR, 500 MWe, India, 1998-saat ini.
Selain berdasarkan pada energi neutronnya, reaktor dibagi atas material
yang dipakai sebagai bahan pendinginnya. Ada yang menggunakan air ringan atau
berat, menggunakan gas dan menggunakan metal cair sebagai pendingin.
Gas Cooled Fast Reactor (GFR) termasuk jenis reaktor generasi IV yang
sedang dikembangkan oleh para ilmuwan yang menggunakan Helium sebagai
pendinginnya, uranium alam sebagai bahan bakarnya dan memiliki siklus bahan
bakar tertutup. Pada percobaan kali ini kita membakar uranium, maka nantinya
akan dihasilkan plutonium yang akan dijadikan sebagai bahan bakar selanjutnya.
Pada dasarnya, reaktor fast menggunakan bahan bakar (U,Pu)O2, (U,Pu)N dan
(U,Pu)C. Akan tetapi pada kali ini kita menggunakan uranium alam karena
uranium alam tidak kita enrich /perkaya lagi. Hal ini akan berpengaruh pada nilai
ekonomis dari perancangan reaktor karena proses memperkaya uranium alam
menjadi uranium yang fissil memerlukan biaya yang besar. GFR beroperasi pada
temperatur outlet 850°C dengan menggunakan siklus Brayton untuk efisiensi
thermal yang tinggi. Bahan bakar dioperasikan pada suhu tinggi sehingga sangat
berpotensi untuk produksi hidrogen. Konfigurasi core berdasarkan pin agar
sirkulasi coolant / pendingin dapat berjalan dengan lancar.
15
2.2
Prinsip Kerja PLTN
Pada intinya, prinsip kerja PLTN tidak berbeda jauh dari pembangkit listrik
lainnya yang berbahan bakar bahan fosil, air dan uap. Dimana, kita akan
menggunakan uap bertekanan dan bersuhu tinggi untuk mengerakkan turbin dan
selanjutnya akan menggerakkan generator yang akan menghasilkan listrik bagi
masyarakat. Namun, perbedaannya hanya terletak pada sumber penghasil kalor /
panas. Kalau dalam PLTN, kita menggunakan panas / kalor yang berasal dari
reaksi fisi nuklir (reaksi pembelahan inti bahan fissil uranium) yang akan
menghasilkan panas / kalor yang akan menghasilkan uap setelah bereaksi dengan
pendingin. Proses pembangkit yang menggunakan bahan bakar uranium ini tidak
melepaskan partikel seperti CO2, SO, atau NOx, juga tidak melepaskan asap atau
debu yang mengandung logam berat yang dilepas ke lingkungan. Oleh karena itu,
PLTN merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Limbah radioaktif
yang dihasilkan dari pengoperasian PLTN adalah berupa elemen bakar bekas
dalam bentuk padat. Elemen bakar bekas ini untuk sementara bisa disimpan
dilokasi PLTN, sebelum dilakukan penyimpanan secara lestari.
PLTN biasanya diklasifikasikan berdasarkan jenis pendingin (coolant) dan
mekanisme pembangkit uap yang digunakan. Saat ini kebanyakan PLTN di dunia
termasuk jenis LWR, yang menggunakan air biasa (H2O) sebagai coolant. Tetapi,
pada makalah ini, kita akan membahas Gas Cooled Fast Reactor (GFR) yang
berpendingin gas Helium.
16
Gambar 2.2-1 Gas Cooled Fast Reactor
Gambar 2.2.1 memperlihatkan diagram skematik dari sebuah Gas Cooled Fast
Reactor (GFR).
Berikut ini adalah prinsip kerja GFR :
a. Reaksi fisi nuklir pada teras reaktor menghasilkan daya termal yang
besarnya berkisar sekitar 2400 MWt.
b. Daya termal tersebut ditransfer ke pembangkit / turbin.
c. Pembangkit uap akan menghasilkan uap bertekanan tinggi yang kemudian
menggerakan turbin uap.
d. Turbin kemudian akan menggerakan generator pembangkit listrik.
17
e. Setelah melewati turbin, gas kemudian masuk ke kompressor utama untuk
diturunkan temperaturnya dan disinilah sekitar 60% - 70% daya termal
reaktor terbuang sia-sia. Mengingat suhu dan tekanan dari turbin sangat
tinggi, maka pada GFR menyediakan 2 buah compressor dan 2 buah
cooler. Hal ini bertujuan agar temperature yang keluar dari turbin benar –
benar dapat diturunkan.
f. Kemudian air hasil kompresi dipompa masuk kembali ke pembangkit uap.
g. Siklus ini akan terus berlanjut selama teras reaktor menyuplai daya termal.
2.3
Beberapa Analisis dalam Perancangan PLTN
Dalam merancang sebuah PLTN ada 4 analisis yang harus kita perhatikan baikbaik diantaranya adalah :
2.3.1
Analisis Neutronik
Membahas hal – hal mengenai populasi neutron, fluks neutron, distribusi
neutron dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan perilaku neutron dalam
teras reaktor. Didalam reaktor nuklir, neutron akan bergerak secara difusi
(kerapatan tinggi menuju kerapatan rendah). Proses difusi neutron ini akan kita
pecahkan dengan menggunakan program standar SRAC dari JAERI. Persamaan
dasar dari difusi gas telah diperkenalkan oleh Boltzman. Sampai sekarang
Persamaan Boltzman menjadi alat utama dalam memecahkan analisa dinamika
gas. Sehingga persamaan ini dikenal dengan Teori Transport Neutron. Dalam
18
persamaan ini akan kita kenal istilah hamburan/ scattering, absoprsi, tumbukan,
kebocoran/ leakage.
Persamaan difusi ada 2 macam yaitu :
a. Persamaan Difusi Satu Grup
Persamaan difusi satu grup adalah persamaan dinamika neutron yang tidak
bergantung pada tingkat energi neutron. Dengan kata lain, neutron tersebut berada
pada level energi yang sama.
Misalkan dalam suatu reaktor kita memiliki memiliki neutron dengan :
N(r,t) sebagai banyaknya neutron persatuan volume pada posisi r dan waktu.
φ(r,t) = v N(r,t) dan φ(r,t) adalah parameter fluks neutron dengan v adalah
kecepatan neutron. Kita akan mengambil sebuah daerah pada teras reaktor dengan
volume V, daerah permukaan S, maka total jumlah pada volume V dan waktu t
adalah :
d
V
3
1
r N r , t    d 3 r  r , t 
v
V
[1]
Apabila kita diferensialkan maka kita akan memperoleh laju rata-rata perubahan
jumlah neutron pada volume V adalah:

d  3 1
3 1 
 produksi  absorpsi  jumlah bocor
  d r  r , t    d r
dt V
v
v

t
 V
[2]
Selanjutnya, kita definisikan S (r,t) = rapat sumber neutron, maka
Produksi neutron pada V =  d 3 r S r , t 
[3]
V
laju rapat penyerapan neutron pada volum V adalah  a r  r , t  maka
19
Absorpsi pada volum V =  d 3r  a r  r , t 
[4]
V
Selanjutnya kita hitung neutron yang keluar dari teras.
Jika J(r,t) adalah rapat arus neutron maka laju neutron yang melewati satu
permukaan dS pada posisi rs adalah J(rs,t).dS. Dengan demikian total neutron
yang keluar dari sistem melalui permukaan yang dipunyai V adalah
Neutron yang keluar dari V =  dS  J r , t 
[5]
S
Dengan menggunakan Teorema Gauss, pers.[5] dapat ditulis sebagai berikut:
 dS  J r , t    d
3
r  J r , t 
[6]
S
Dengan mensubsitusi Persamaan [3] ,[4] dan [6] ke dalam Persamaan.[1] maka
didapat
d
V
3
 1 

 S  a     J   0
r
 v t

[7]
Untuk setiap volum V haruslah berlaku
1 
   J   a   S
v t
[8]
Dengan asumsi diatas bahwa neutron akan bergerak dari yang berkerapatan tinggi
menuju kerapatan rendah, maka secara matematis, dapat kita tuliskan
J ( r , t )   D ( r )  ( r , t )
[9]
dengan D adalah koefisien difusi.Sehingga,
D
1
1

3  tr 3  t   o  s


20
[10]
maka,
1 
   D(r )   a (r ) (r , t )  S (r , t )
v t
[11]
Persamaan [11] adalah persamaan difusi neutron satu grup energi.
b. Persaman Difusi Neutron Multigrup
Persamaan difusi neutron multigrup menggambarkan kelakuan neutron rata-rata
pada tiap-tiap tingkatan energi, misalnya neutron yang memiliki range energi pada
daerah Eg<E<Eg-1

1 
   D   t  (r , E , t )   dE ' s E '  E  (r , E , t )
v t
0

  ( E )  dE ' v( E ' )  f ( E ' ) (r , E , t )
[12]
0
 S ext (r , E , t )
Apabila pers.(12) kita integralkan untuk seluruh grup energi g, maka

t
Eg 1

Eg
Eg 1
1
dE      dE D 
v
Eg
Eg 1

Eg 1
dE t  
Eg

Eg

dE dE'  s (E'  E) (r, E, t )
0
Eg 1

[13]
 dE S
Eg
Mari kita definisikan ,
E g 1
 g (r , t ) 
 dE  (r , E , t )
[14]
Eg
Total cross-section untuk grup g adalah
 tg 
1
g
E g 1
 dE  ( E ) (r , E, t )
t
Eg
21
[15]
Koefisien difusi untuk grup g adalah
E g 1
 dE D( E ) 
Dg 
j
 (r , E , t )
Eg
[16]
E g 1
 dE   (r , E, t )
j
Eg
Dari rumusan diatas telah didefinisikan kecepatan neutron adalah
1
1

vg g
E g 1

Eg
1
dE  (r , E , t )
v
[17]
Dengan mengambil ,
g 
E g 1
 dE ( E )
[18]
Eg
Dengan mensubsitusikan Persamaan [14], [15], [16], [17] dan [18] ke dalam
persamaan [13] maka didapat persamaan difusi neutron multigrup sebagai
berikut :
G
G
1  g
   D g    tg  g (r , t )    sg ' g  g '   g  v g '  tg '  g '  S g '
v g t
g '1
g '1
[19]
Selain dengan memperhatikan kecepatan neutron, kita juga harus
memperhatikan keadaan reaktor agar dapat beroperasi dengan stabil. Stabil disini
berarti bahwa jumlah neutron yang dihasilkan yang terserap dengan yang bocor.
Secara matematis, dapat kita tuliskan :
k
jumlah neutron pada satu generasi
jumlah neutron pada generasi berikutnya
Dengan ketentuan :
22
[20]
k = 1 disebut sebagai keadaan kritis, dimana jumlah neutron pada satu generasi
sama dengan jumlah neutron pada generasi berikutnya.
k > 1 disebut sebagai keadaaan
superkritis, artinya jumlah neutron yang
dihasilkan akan bertambah secara terus menerus.
k < 1 disebut sebagai keadaan subkritis, dimana jumlah neutron yang dihasilkan
lebih sedikit sehingga lama kelamaan, reaktor bisa mati karena jumlah neutron
tiap generasi semakin menurun.
Didefinisikan bahwa,
≡ Probabilitas jumlah neutron yang akan keluar (leakage)
PNL
dari sistem sebelum terjadi penyerapan.
≡ Probabilitas bersyarat bila neutron terserap, maka neutron
PAF
akan diserap ke dalam bahan bakar.
≡ Probabilitas bersyarat bila neutron terserap ke dalam bahan
Pf
bakar, maka neutron akan menyebabkan terjadinya reaksi fisi.
Dari definisi diatas jika N1 adalah jumlah neutron yang yang ada dalam reaktor
pada saat ini, maka jumlah neutron pada generasi berikutnya adalah,
N2 = ν Pf PAF PNL N1
[21]
Dengan,
PAF 
 af
 f
a
[22]
 Ff
Pf  f  F
a  a
 Ff
[23]
23
 Ff
 aF
[24]
N2 = η f PNL N1
[25]
 
maka,
Dengan memasukkan nilai-nilai diatas ke dalam Persamaan [2.21] maka,
k
N2
  f PNL
N1
[26]
Andaikan ukuran reaktor yang kita punya tidak berhingga (infinite), maka
kemungkinan tidak adanya neutron yang keluar dari sistem sebelum terserap, PNL
= 1 sehingga,
k   f
[27]
Pada dasarnya proses keluarnya neutron dari sistem dapat terjadi dalam
dua fasa. Fasa pertama yaitu ketika neutron berada dalam keadaan energi tinggi
(Fast energies) artinya neutron bergerak sangat cepat, dan fasa kedua yaitu ketika
neutron berada dalam keadan energi rendah (thermal energies). Jadi formulasi PNL
dapat kita modifikasi sebagai berikut :
PNL  PFL PTL
[28]
Dengan,
PTL = probabilitas neutron berenergi tinggi tidak keluar dari sistem
PFL = probabilitas neutron berenergi rendah tidak keluar dari sistem
Kebocoran neutron dapat dikurangi dengan berbagai cara diantaranya
adalah :
1. Memperbesar ukuran teras reaktor
24
2. Menempatkan material–material yang mempunyai nilai cross section
scattering besar di sekitar teras reaktor.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah parameter untuk menampung berbagai
perubahan jumlah neutron dalam reaktor. Parameter tersebut adalah formulasi
k eff.
keff  k PFNL PTNL
[29]
Selain itu, kita juga harus memperhatikan tingkat kritis sebuah reaktor
dengan menggunakan metode numerik. Dengan,
M 
1
F
k
[30]
dimana,
M 0    D(r ) 0   a (r )0  Kebocoran  Absorpsi
[31]
F 0    f (r )0  operator fisi ( produksi )
[32]
S  F  Sumber fisi
[33]
Reaktifitas teras reaktor didefinisikan sebagai berikut,

k 1
k
[34]
Parameter reaktifitas menggambarkan deviasi yang terjadi pada nilai faktor
multiplikasi teras reaktor yang menjauhi nilai 1. Beberapa perubahan nilai
parameter teras reaktor dapat mempengaruhi perubahan nilai reaktifitas. Oleh
karena itu, berikut ini merupakan sebuah formulasi umum reaktifitas yang
bergantung pada beberapa parameter yang ada di dalam teras reaktor:
25
 d r v 
3
 
V
f
  a  2   D 
2

[35]
3
2
d rvf 
V
Dengan,
∑f = cross-section makroskopik fisi (cm-1)
∑a = cross-section makroskopik absorpsi (cm-1)
φ(r,t) = fluks neutron (cm2 . sec-1)
D = Koefisien difusi
δ
= Fungsi Delta
Setelah kita membahas persamaan neutron difusi satu grup, multigrup, faktor
multiplikasi, reaktifitas, maka satu hal yang tidak boleh kita lupakan adalah faktor
burn up (susutan bahan bakar).
Densitas atom berbagai jenis isotop dalam teras reaktor secara kontinyu berubah
melalui berbagai proses nuklir seperti reaksi fisi, penangkapan neutron dan
hamburan radioaktif. Sebagai contoh, reaksi fisi akan mengurangi konsentrasi
isotop-isotop fisil seperti
233
U,
235
U, atau
239
Pu. Disamping itu dihasilkan pula
beberapa jenis inti produksi fisi (fission product) yang kebanyakan merupakan inti
radioaktif dan dari tangkapan neutron pada bahan lain kemudian meluruh menjadi
isotop lain (aktinida).
Perubahan komposisi isotopik di dalam teras reaktor akan mempengaruhi
multiplikasi teras, begitu pula distribusi flux dan daya. Oleh karena itu penting
sekali untuk memonitor komposisi isotopik di dalam teras selama reaktor
beroperasi, terlebih lagi beberapa inti fission product menunjukkan mempunyai
26
penampang lintang absorpsi yang demikian besar sehingga akan sangat
mempengaruhi reaktifitas pada teras. Sejumlah kecil racun fission product cukup
berpengaruh pula pada multiplikasi reaktor karena apabila terjadi penimbunan
akan menyerap neutron dari reaksi berantai.
Analisa terhadap perubahan komposisi teras ini begitu kompleks karena
variasi komposisi isotopik terhadap ruang dan waktu bergantung pada distribusi
flux neutron. Untungnya perubahan tersebut berjalan relatif lambat (dalam
hitungan jam, hari atau bulan) dengan demikian teras dapat terus dipertahankan
dalam kondisi kritis. Ini berarti pula bahwa walaupun analisa perubahan
komposisi teras tersebut melibatkan gejala kebergantungan terhadap waktu,
bagian neutronik dari analisa hanya memerlukan perhitungan statik dari distribusi
flux. Perhitungan terhadap susutan bahan bakar melibatkan beberapa jenis proses
nuklir. Secara umum perhitungannya meliputi:
(a)
Penyelesaian persamaan difusi multigrup statik untuk mendapatkan
flux neutron.
(b)
Penyelesaian persamaan burnup, yaitu pemecahan densitas inti
sebagai fungsi dari waktu dan posisi (flux neutron perlu diketahui).
Perhitungan dasar dalam manajemen bahan bakar adalah perhitungan
penyusutan dan produksi isotop sebagai fungsi dari waktu. Persamaan kecepatan
reaksi yang menggambarkan densitas jumlah inti dalam teras dapat diperoleh
dengan menggunakan prinsip keseimbangan yang sederhana. Andaikan NA (r,t)
adalah densitas untuk nuklida jenis A, maka persamaan kecepatan secara umum
dapat digambarkan dalam skema berikut:
27
Gambar 2.3-1 Prinsip Keseimbangan Nuklida A
Secara matematis




dN A
  A N A    agA  g  N A  B N B    Cg  g  NC
dt
g
g


[36]
Dimana,
A N A
Hilang karena peluruhan radioaktif dari A


A
   a g  g  NA
g

Hilang karena tangkapan neutron oleh A
B N B
Masuk karena peluruhan dari B ke A


C
    g  g  NC
g

Masuk karena perpindahan dari C ke A
melalui tangkapan neutron
Nilai flux dan penampang lintang mikroskopik yang muncul dalam
persamaan merupakan perata-rataan multigrup dan harus dihasilkan dari kode
generasi grup konstan yang sesuai dan perhitungan difusi multigrup. Persamaan
ini tidak linear dan tidak homogen karena flux dan penampang lintang
28
mikroskopik tidak hanya berubah terhadap ruang dan waktu, tetapi juga
bergantung pada densitas isotop yang sedang menyusut.
Secara umum persamaan burn up untuk tiap material dapat ditulis
dN i
 i   a ,i N i   S m ,i N m
dt
m
[37]
Dimana,
2.3.2
Ni
= Densitas atom inti ke-i
i
= Konstanta peluruhan
 a ,i
= Penampang lintang absorpsi mikroskopik

= Flux neutron
S m,i
= Kecepatan produksi inti ke dari inti ke-m
Analisis Safety / Keamanan Reaktor
Potensi bahaya yang dimiliki sebuah reaktor nuklir bisa ditentukan setelah
dilakukan kajian teknologi dan keselamatan yg dimiliki oleh sebuah reaktor nuklir.
Demikian juga potensi bahaya yang dimiliki oleh mobil yang memasuki jalan tol.
Keamanan dan rasa aman bisa diperoleh saat pengendara mobil berkecepatan
tinggi di jalan tol selalu menjaga jarak dengan kendaraan lain dan mematuhi
perarturan lalulintas. Penyelenggara jalan tol juga membatasi pemakai jalan tol
sehingga sepeda motor dan pejalan kaki dilarang masuk. Dengan demikian rasa
aman pemakai jalan tol bisa tercapai. Hal yang sama dilakukan pada sebuah
PLTN.
29
PLTN memiliki berbagai kelengkapan keselamatan nuklir untuk menjamin
keamanan operasi reaktor nuklir.
a. Pelatihan SDM secara periodik. Pelatihan SDM selalu dilakukan secara
berkala untuk memastikan standar kualitas SDM dalam menghadapi
kondisi darurat.
b. Fail safe system, system dan peralatan dalam PLTN didesain selalu
beroperasi aman meskipun pada kondisi tidak ideal. Misalnya, pada setiap
gejala kecelakaan, power shut down otomatis harus bekerja meskipun
tanpa listrik, bahkan sebuah petir yang menggelegar hebat sekali cukup
untuk mematikan secara otomatis sebuah PLTN. Fail safe system
diterapkan dalam beberapa peralatan lainnya di PLTN, misalnya pada
pompa pendingin. Meskipun pompa pendingin gagal bekerja sekalipun,
jumlah pendingin yg berlebihan dalam sistem primer harus mampu
menyerap semua panas dari reaktor setelah shutdown terjadi.
c. Interlock system, sebuah sistem untuk mencegah operasi PLTN yang
menyalahi procedure. Sistem otomatis terkunci pada kondisi tertentu
sehingga operasi PLTN tidak mungkin bekerja diluar perencanaan,
termasuk mencegah operasi PLTN oleh teroris. Misalnya batang kendali
tidak bisa terus dinaikkan bila daya 100% telah tercapai atau reaktivitas
melewati 0.05.
d. Sistem anti gempa. PLTN dibangun di lapisan bedrock dan sebelum proses
pembangunan selalu dilakukan kajian, analisis dan tes seismik. Resiko
30
seismik berhubungan dengan kondisi maksimum saat terjadi gempa bumi
serta perencanaan evakuasi.
e. Emergency shutdown system, sistem ini terhubung langsung dengan fail
safe system. Batang kendali harus memiliki sistem shutdown otomatis
supaya kondisi darurat bisa diantisipasi dengan jalan tercepat. Kriteria
sistem pengaman shutdown otomatis ini beragam, inputnya bisa dari batas
maksimal penambahan daya yang dilewati, jumlah radiasi yang melebihi
ambang batas, pola kerja batang kendali yang tidak sesuai, reaktivitas yang
berlebihan, temperatur suhu pendingin, temperatur suhu ruangan dan lainlain.
f. Emergency Core Cooling System (ECCS). Sebuah sistem yang bertugas
untuk mendinginkan reaktor. Pada kecelakaan reaktor, sistem ini bekerja
dengan membanjiri teras reaktor dengan pendingin yang berlebihan
sehingga dijamin reaktor segera dingin.
g. Inherent safety system. Sebuah sistem yang dikembangkan setelah terjadi
kecelakaan di Chernobil (Rusia) dan TMII (USA) dimana fokus safety
dilakukan dalam tahap desain bahan bakar reaktor (fuel). Fuel pada PLTN
sekarang ini didesain memiliki reaktivitas negatif yang lebih baik pada
saat suhu fuel meningkat. Sehingga setiap potensi kecelakaan berupa
peningkatan suhu pada fuel akan membuat reaktifitas negatif membesar
dan membuat daya reaktor tidak bisa naik secara tidak terkendali dalam
orde mili-detik sampai 2 detik. Dengan demikian, human error,
procedure-error, dan gabungan banyak error yang memicu kecelakaan
31
reaktifitas yang membuat daya dan suhu dalam fuel meningkat secara
drastis dalam waktu yang singkat menjadi tidak mungkin karena rekayasa
material dalam fuel. Otomatis kecelakaan reaktivitas seperti Chernobyl
dan TMII seharusnya tidak mungkin terjadi lagi.
h. Defense in depth, kebocoran radiasi dijamin oleh teknologi yang sudah
dibahas dalam artikel sebelumnya, yaitu pembahasan 4 lapis pengaman di
“Indonesia Menuju PLTN“. Pelepasan materi radiasi dicegah oleh: materi
pengikat keramik yang kuat dalam bahan bakar nuklir, pelindung bahan
bakar nuklir berupa cladding yg kokoh, pelindung teras reaktor atau vessel
reaktor, dan bangunan reaktor atau containment.
i. Sistem tambahan yg hyper-active. Pada PLTN modern, aplikasi cerdas
sudah mulai diterapkan di beberapa PLTN generasi ke II ke atas. PLTN
generasi II yang lama masih belum memanfaatkan sistem ini. Metode yg
efisien dan menjadi objek adalah implementasi neuro-expert dalam sistem
monitoring modern yang mampu mendeteksi setiap gejala kecelakaan
dengan secepat mungkin, jauh lebih cepat dari pada sistem konvensional.
Keuntungan tambahan adalah proses kalibrasi online yang menghemat
banyak waktu, tidak seperti kalibrasi konvensional berkala yang
menunggu jadwal maintenance dan ada kemungkinan kerusakan sensor
saat operasi reaktor.
Teknologi tepat guna yang efisien seperti tercantum diatas menjamin
PLTN akan beroperasi dengan aman. Kesederhanaan prinsip yang diterapkan
adalah penyediaan sesuatu bahan dengan jumlah angka lebih diatas kekuatan
32
teknis peralatan PLTN sehingga marginnya cukup jauh. Misalnya untuk titik leleh
fuel adalah 2600˚C, maka suhu fuel PLTN yang diizinkan harus dibawah 1600 ˚C.
Contoh lain: Posisi PLTN di Bedrok membuat gedung PLTN akan mengalami
goncangan gempa sekitar 4 SR bila sumber gempa adalah 6 SR, namun gedung
harus tetap dirancang menahan gempa sampai sebesar 10 SR. Kasus gempa bumi
yg menimpa PLTN di Jepang memberikan pengetahuan bahwa bangunan PLTN
bisa menahan dengan baik gempa lebih besar dari pada 6 SR meskipun telah
terjadi kebakaran di transformer listrik dan kebocoran air limbah low level radiasi
(kebocoran radiasi tidak mencemari lingkungan krn pada dasarnya low level
radiasi memiliki radiasi sangat kecil hasil limbah pencucian sepatu, karet, dan
media penyimpan fuel).
Keadaan darurat sistem teras pendingin
Tujuan dari sistem teras pendingin darurat ada dua, yaitu pertama untuk
meminimalkan terjadinya kerusakan akibat lolosnya bahan bakar saat kecelakaan
pendingin, yaitu dengan menginjeksikan bahan pendingin (air borat) pada sistem
reaktor yang kedua yaitu untuk menyediakan cukup racun neutron agar sisa
reaktor tak aktif saat penghubung tak terhubung dengan sistem pendidih utama,
yang juga menggunakan air borat. Air borat ini berasal dari tangki isi ulang air /
Refueling water storage tank (RWST).
Penginjeksian air borat pada sistem pendingin reaktor darurat dapat di bedakan
atas 4 macam :
1. Sistem penginjeksian betekanan tinggi
33
Sistem ini memanfaatkan pompa dalam mengontrol bahan kimia dan volum
sistem. Selama menerima adanya tanda-tanda bahaya, sistem
akan secara
otomatis mengambil air dari RWST dan memompakan pada sistem pendingin
reaktor. Sistem ini dirancang untuk menyediakan air bagi teras selama keadaan
darurat, diamana Sistem pendingin reaktor menekan zat sisa dengan relatif tinggi,
misalnya kerusakan kecil pada sistem reaktor pendingin, kecelakaan rusaknya
steam dan kebocoran pada pendingin reaktor melewati tabung steam generator ke
bagian kedua.
2. Sistem injeksi tekanan sedang
Sistem ini juga dirancang untuk keadaan darurat saat tekanan utamanya
masih relatif tinggi, seperti kerusakan utama yang berukuran sedang. Selama
menunjukkan tanda keadaan darurat,pompa akan mengambil air RWST dan
memompakannya pada sistem pendingin reaktor.
3. Akumulator lengan pendingin
Tangki ini didesain untuk menyediakan air ke pendingin reaktor sistem selama
keadaan darurat jika tekanan utamaturun dengan tajam, Tangki ini mengandung
air borat dalam jumlah yang banyak dengan gas nitrogen bertekanan diatasnya.
Jika tekanan sistem utama drop cukup rendah, nitrogen akan memaksa air borat
keluar dari tangki dan mengenai sistem pendingin reaktor. saat beroperasi alat ini
tidak membutuhkan daya listrik.
4. Sistem injeksi bertekanan rendah (pemindahan sisa panas )
Sistem ini dirancang untuk menginjeksikan air RWST ke sistem pendingin
reaktor selama adanya kerusakan yang besar. Yang menyebabkan tekanan sistem
34
pendingin reaktor menjadi rendah. Sistem pemindahan Sisa panas dirancang untuk
mengambil air dari tangki penahan air, kemudian memompakannya melalui
sistem pemindah sisa panas yang mengubah panas menjadi dingin, dan mengirim
kembali air yang telah dingin ke reaktor untuk teras pendingin. Metode
pendinginan ini akan diguanakan ketika tangki air bahan bakar ulang kosong
setelah terjadi kerusakan yang parah. Metode ini disebut juga pendingin teras
tahap panjang atau model sirkulasi kembali.
Pada keadaan darurat, pompa harus mengalirkan air yang cukup, dan
sistemnya harus tetap beroperasi ketika power suplai tak terhubung dengan
reaktor. dimana sistem mendapat daya dari generator diesel.
Sistem pendingin reaktor berada di dalam bangunan kontaimen. Kontaimen di
disain untuk mempertahankan tekanan dan temperatur agar terjadi energi tinggi
fluida (pendingin utama, uap air atau feedwater) didalam bangunan. Tetapi
perubahan temperatur dan tekanan selama waktu tertentu akan mengerutkan beton
kontaimen. Jika kerusakan terjadi pada sistem utama, pendingin akan dilepaskan
ke dalam bangunan kontaimen yang mengandung materi radioaktif. Jika beton
retak, material radioaktif keluar kontaimen dan mencemari lingkungan.
Untuk mengurangi kebocoran pada kontaimen jika terjadi kecelakaan,
dipasang pembatas baja yang menutupi permukaan dalam bangunan kontaimen ini.
Pembatas ini bekerja sebagai membran atap uap air untuk mencegah adanya gas
yang keluar melalui retakan yang mungkin terjadi pada beton.
Terdapat dua sistem untuk mengurangi tekanan dan temperatur di
kontaimen setelah terjadi kecelakaan, yaitu sistem kipas angin pendingin yang
35
mensirkulasikan udara melalui pertukaran panas ke pendingin, dan sistem semprot
kontaimen.
Selama terjadi kerusakan primer dan kerusakan skunder di dalam bangunan
kontaimen, udara dalam contaimen akan penuh dengan uap. Untuk mengurangi
tekanan dan temperatur bangunan, sistem semprot kontaimen secara otomatis
mulai bekerja. Pompa sprai kontaimen akan menyedot dari RWST dan
memompakan air ke bagian kontaimen. Air droplets yang lebih dingin daripada
uap, akan memindahkan panas dari uap, yang akan mengakibatkan uap menjadi
kental. Ini akan mengakibatkan pengurangan tekanan pada bangunan dan juga
mengurangi temperatur atmosfir kontaimen. Sama seperti sistem pemindah panas
sisa, sistem semprot kontaimen punya kemampuan untuk mengambil air dari
kontaimen penahan air jika tangki kosong.
2.3.3
Analisis Ekonomi
Analisis ini membahas tentang biaya yang harus dikeluarkan dalam
membangun PLTN. Gas Cooled Fast Reactor (GFR) termasuk kedalam jenis
reaktor generasi IV yang akan diimplementasikan pada tahun 2025. Total budget
project dari GCFR adalah 3,6 juta UERO (50, 4 miliar rupiah) dan kontribusi EC
nya 2 juta UERO yang setara dengan 28 miliar rupiah. Apabila kita bandingkan
dengan PLTA dan PLTU yang menjual listrik ke PLN, maka kita dapat
membandingkan bahwa PLTA menjual listrik sekitar 10 sen dolar US sedangkan
PLTN menjual listrik ke PLN sekitar 3 sen dolar AS.
36
Gambar 2.3-2 Nilai Ekonomi dari Gas Cooled Fast Reactor
37
Download