KE DAFTAR ISI ISSN 0216-3128 Mulya JUARS~ 39 STUDI PERPINDAHAN PANAS SELAMA REWETTING PADA SIlVIULASI PENDINGINAN PASCA LOCA Mulya JUARSA, Anhar R. ANTARIKSAWAN Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuk/ir - Batan ABSTRAK STUDI PERPINDAHAN PANAS SELAMA REWETTING PADA SIMULASI PENDINGINAN PASCA LOCA. Fenomena rewetting yang terjadi selama proses pendinginan pada kondisi pasca LOCA telah disimulasikan menggunakan bagianuji QUEEN. Studi ini dimaksudkan untuk meneliti perpindahan panas dan kecepatan rewelting selama fase penggenangan. dimana laju aliran massa air selama pendinginan oleh air menjadi suatu parameter yang berpengaruh. Analisis perpindahan panas selama pendidihan pada proses pendinginan telah dilakukan menggunakan data temperatur dari hasi/ eksperimen penggenangan yang didasarkan pada tiga variasi laju aliran massa air, secara berturut-turut 0,01 kg/detik. 0,02 kg/detik dan 0,04 kg/detik serta temperatur awal batang pemanas adalah 60{f'C dengan temperatur air pendingin 3{f'C. Diperoleh hargafluks kalor kritis berdasarkan analisis kurva pendidihan. Kata kund : pendinginan. rewetting. LOCA ABSTRACT STUDY ON HEAT TRANSFER DURING REWE7TING IN Post-I_OCA COOLING SIMULATION. Rewetting phenomenon which occurs during cooling process in Post LOCA condition has been simulated using QUEEN Test Section. This study was aimed to investigate heat transfer and rewetting velocity in reflooding phase. which water mass flow rate during cooling by water become influencing parameters. Analysis on heat transfi'r during boiling in cooling process was conducted base on temperatures data from reflooding experiment with three variations of water mass flow rate. 0.01 kg/so 0.02 kg/s and 0.04 kg/s respectively. constant initial temperature of heater rod 0/60{f'C, and water inlet temperature 0/3{f'C. The value 0/ critical heat flux was obtained after analyzing the boiling curve. Keywords: cooling.rewetting. LOCA PENDAHULUAN TZ"" ejadian yang adalah diasumsikan dalam evaluasi .ft.keselamatan kehilangan pendinginan reaktor atau perubahan pada keadaan teras reaktor yang serius termasuk peristiwa kecelakaan kehilangan pendingin (LOCA, Loss of Coolant Accident), kc~celakaan kehilangan aliran pendingin (LOFA, Loss of Flow Accident), kerusakan pompa pendingin reaktor, pecahnya pipa air umpan utama dan pecahnya pipa uap utama, insersi reaktivitas tidak normal atau perubahan yang sangat cepat pad a daya reaktor akibat lontaran (ejection) batang kendali. Salah satu kecelakaan pada (PL TN) adalah merupakan salah proses penting yang dibahas dalam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir proses pendinginan teras yang satu manajemen kecelakaan yang harus di:akukan untuk mengakhiri kecelakaan transien pada reaktor jenis air ringan (LWR, Light Water Reactor). Keadaan seperti itu akan diperburuk dengan terjadinya pelelehan teras yang disebabkan oleh ketidaknormalan perpindahan panas pendidihan selama pasca LOCA. Selanjutnya, studi perpindahan panas pendidihan yang terjadi selama penggenangan (ref/ooding) pasca LOCA, khususnya pada PLTN tipe PWR, menjadi studi yang menarik pada penelitian di bidang teknik nuklir. Dalam konteks reaktor nuklir, keadaan kering pada dinding luar kelongsong (cladding) bahan bakar selama dioperasikannya injeksi Sistem Pendingin Teras Darurat (ECCS, Emergency Core Cooling System) telah dipelajari hampir selama dua dekade, menggunakan model eksperimental atau model analitik. X.C. Huang, dkk,[1) telah melakukan eksperimen menggunakan copper berbentuk silinder pada rentang tekanan I-lObar dan variasi fluks Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006 massa dari 25 kglm2.detik hingga 150 kglm2.detik. Oalam penelitian tersebut, kurva pendidihan dianalisis berdasarkan data-data temperatur batang pemanas. Kemudian, L. Spood, dkk.'pJ meneliti karakteristik kenaikan temperatur secara transien pad a batang pemanas sebagai simulasi batang bahan bakar tipe PWR. W.J. Green dan K.R. Lawther13J menggunakan Freon pada untai uji ACTOR telah menyelidiki perpindahan panas transien pad a temperatur rendah rejim aliran pendidihan. P.K. Oas, dkk}4] melakukan beberapa eksperimen untuk menyelidiki fenomena rewetting (pembasahan ulang) pada celah anulus panas pada posisi vertikal, penelitiannya memiliki argumentasi yang baik untuk digunakan dalam menganalisis rewetting. Meskipun demikian, masih saja diperlukan untuk melakukan studi perpindahan panas pendidihan sebagai salah satu parameter yang terlibat dalam watak rewetting. Kegiatan riset yang saat ini dilakukan dimaksudkan sebagai langkah kelanjutan dalam menyelidiki kecepatan rewetting dan perpindahan panas pendidihan pada batang pemanas tunggal menggunakan bagian uji QUEEN yang merupakan komponen utama pad a untai uji termohidraulika BETA. Karena kompleksnya geometri yang terlibat, data-data yang dihasilkan tidak begitu banyak mendukung untuk dilakukan pengembangan model analitik. Studi ini sebagian besar dimaksudkan untuk memperjelas fen omena perpindahan panas pendidihan dan fenomena rewetting yang muncul pada kejadian pendinginan pada batang pemanas tunggal. Selain itu, eksperimen rewetting dengan cara penggenangan batang pemanas dari arah bawah dengan air telah dilakukan menggunakan bagian uji QUEEN di bawah puncak temperatur kelongsong. Data yang ditampilkan menggambarkan perbandingan efek temperatur awal dan laju aliran massa pendingin terhadap kecepatan rewetting dan juga fluks kalor yang ditampilkan dalam kurva pendidihannya. KECELAKAAN DING IN - ISSN 0216 - 3128 40 KEHILANGAN PEN- Watak termohidraulika untuk pendinginan benda panas pada posisi vertikal dengan mekanisme penggenangan dari bawah selama kondisi LOCA dan mekanisme perpindahan panas yang terlibat merupakan subjek yang penting dalam memahami manajemen kecelakaan pad a PLTN. Mengikuti kejadian blowdown selama LOCA, temperatur kelongsong bahan bakar akan naik secara cepat hingga berada pada harga tertentu, ECCS yang awalnya telah diinjeksikan tidak dengan serta merta membasahi permukaan kelongsong hingga pad a Mulya JUARSA, dkk. akhirnya terjadi kontak antara air dan permukaan kelongsong, setelahterjadi penurunan temperatur. Pembasahan ulang pada kelongsong menjadi penting bagi pemindahan panas efektif melalui pendinginan darurat. Penelitian lebih lanjut terhadap rewetting pada permukaan panas telah dilakukan, selama proses pendinginan pada suatu temperatur awal yang diberikan sepanjang batang pemanas, kecepatan rewetting akan melambat untuk temperatur awal yang tinggi. Sehingga, laju aliran massa air menjadi salah satu parameter yang patut dipertimbangkan terhadap kecepatan rewetting rata-rata untuk suatu kondisi awal yang ditentukan. Pada awalnya sebagian besar studi rewetting selama proses pendinginan hanya difokuskan pada beda laju aliran pendingin dan pengaruh temperatur permukaan awalnya saja, belum mengkaitkan dengan pcrpindahan panas yang terlibat. Eva/uasi Kese/amatan pada PWR Oalam evaluasi desain keselamatan PWR selama pasca LOCA yang disebabkan oleh kejadian pecahnya pipa utama[5] (diperlihatkan pada Gambar I), dim ana hasil kepatutan analisisnya adalah, sebagai berikut: I. Temperatur kelongsong bahan bakar mencapai harga maksimum sekitar 930°C, dan berada di bawah 1200 GC. 2. Jumlah oksidasi pada permukaan kelongsong bahan bakar mencapai harga maksimum sekitar I%, yang berada di bawah 15% dari yang ditetapkan kriteria keputusan. 3. Jumlah oksidasi di dalam kelongsong bahan bakar mencapai kurang dari 0,3% berada di bawah 1% dari yang ditetapkan kriteria keputusan. 4. Terkait dengan pemindahan panas peluruhan yang melampaui periode yang lama, kriteria keputusan sebaiknya dapat dipenuhi melalui suatu pengoperasian scpcrti halnya injcksi air kc dalam teras melalui pompa injeksi bertekanan rendah, dengan menggunakan air yang mengucur dari lubang pecahan pipa ke dalam kolam penampungan re-sirkulasi. Gambar 2 menunjukkan perubahan temperatur kelongsong bahan bakar, untuk simulasi menggunakan program perhitungan komputer. Oalam studi ini, hasil kepatutan analisis yang ke-4 menjadi acuan dalam rangka memahami proses injeksi air pad a teras. Laju aliran rnassa air pada dasarnya mempengaruhi proses pendinginan pada kelongsong bahan bakar. Prosidlng PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan· BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006 - ISSN 0216 - 3128 Mulya JUARSA, dkk. 41 Putus pi pa pada Cold Leg I. Gambar Kejadian Pecahnya Pipa Utama PWR.I~I 1400 .~ "C ~ 1200 "CO ..!E E.... 1000 O~ Q) .0 '::J I-t;i C'O ::iOJ .•..• c ~ C'O Q)-c a.C'O EOJ IQ) o o 50 150 100 200 250 300 350 Waktu, t [detik] Gambar 2. Perubahan temperatur kelongsong bahan jadian awal hingga pasca LOCA.I~I PERALAT AN EKSPERIMEN A. Instalas; Un/a; UjiBETA Diagram yang menunjukkan instalasi untai uji BETA untuk simulasi eksperimen pendinginan pasca LOCA diperlihatkan pada Gambar 3a dan Gambar 3b, masing-masing memperlihatkan foto dari instalasi untai uji BETA dan bagian uji QUEEN. Susunan instalasi untai uji BETA terdiri dari: suplai daya (dengan regulator), sumber air bebas bakar dari ke- mineral (demineralized) yang disimpan dalam tangki reservoir, Pre-heater dengan daya 50 kWatt, Pompa dengan ht'ad 100 m (10 bar) dan bagian uji QUEEN. Bagian uji QUEEN merupakan objek penelitian yang dibuat untuk menyimulasi kondisi penggenangan dari bawah pada peristiwa pendinginan pasca LOCA atau sesaat setelah LOCA. Bagian uji QUEEN tersusun atas tabung gel as pyrex berdiameter 50 mm dan tinggi 900 mm. Di dalam tabung tersebut, tepat ditengah terpasang sebuah batang pemanas dengan diameter 9,8 mm (diameter Prosiding PPI • PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006 42 ISSN 0216 - 3128 dalam 7,4 mm) sebagai sumber panasnya, di bagian dalam batang pemanas tersebut dipasangi coil heater dengan panjang pemanasan aktif 700 mm.. Pada batang pemanas terdapat 2 termokopel tipe K yang dipasang pad a 2 titik dengan posisi 200 mm (bagian Mulya JUARSA. dkk. bawah) dan posisi 600 mm (bagian atas). Pre-healer juga digunakan untuk pemanasan air pendingin, jika diinginkan variasi temperatur air masukan bagi pendinginan batang pemanas. Gambar 3a. Diagram alir untai uji BETA. Gambar 3b. Foto untai uji BETA dan bagian uji QUEEN. Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta. 10 Juri 2006 ISSN 0216-3128 Mu~ya JUARS~ Selain pompa sirkulasi, terdapat pula beberapa katup (V) yang digunakan untuk by pass aliran selarna pemanasan berlangsung. Cooler digunakan untuk mendinginkan air yang keluar dari bagian uji QUEEN. Sistem pengumpuJ data (DAS, Data Acqusition System) sebagai antannuka komputer dengan temlokopel dipergunakan untuk merekam perubahan temperatur seeara terus-menerus dari awal pemanasan hingga proses pendinginan berakhir. Laju perekaman data adalah 5 dataJdetik/kanal dari 8 kanal yang tersedia. DAS dengan jenis WinDAQ TIOOO ini dilengkapi dengan konektor USB, sehingga mempennudah proses pengoperasiannya dan mudah dipindah-pindahkan ke berbagai jenis komputer. Kanal maksimumnya hanya 8 kanal, akan tetapi bisa diserikan dengan WinDAQ T] 000 lainnya hingga kanal yang dimiliki dapat menjadi 16 kanal jika 2 DAS yang digunakan. Kamera digital jenis NTSC merek SONY dengan laju perekaman 30 frame per detik digunakan untuk melakukan observasi dan perekaman selama proses pendinginan berlangsung. Din-KIa, dOl/HI/he: Penentuan Jaju aliran massa air G dilakukan dengan memvariasikan frekuensi motor pompa pada batang pemanas saat kondisi dingin. Dari kecepatan air saat mengisi tabung pyrex (Vcold) dapat diperoleh harga G sesuai dengan persamaan berikut: G-!!...(D2 - 4 dengan, III-Klass _d2 olif-lIIhe )x P wafer X V cold [kg/s] (I) : diameter dalam tabung gelas pyrex (mm). diameter luar tabung SS (mm). Kemudian dengan memasukkan data geometri bagian uji QUEEN dan kecepatan VcolJ serta massa jenis air pada temperatur 30 DC, P .995,718 kg/m3 ke dalam persamaan (I) di atas, maka diperoleh laju aliran massa air berturut-turut adalah 0,0 I kg/detik, 0,02 kg/detik dan 0,04 kg/detik. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peruhahan Temperatur Selama Proses Pendinginan Gambar 4, 5 dan 6 menunjukkan perubahan temperatur seeara transien yang tereatat oleh dua buah tennokopel yang berada di titik a (600 mm) dan titik b (200 mm) selama proses pendinginan untuk temperatur awal batang pemanas 600 DC. Pada pengukuran temperatur di titik b, untuk : - Laju aliran massa air, G,=O,O I kg/detik (lihat Gambar 4) rewetting terjadi pada detik ke 44 dan pada temperatur 443DC. Kemudian temperatur menurun sekitar 12 detik hingga meneapai 80 DC (an tara detik ke 50 dan detik ke 75). - Laju aliran massa air, G]=0,02 kgJdetik (Iihat Gambar 5) titik terjadinya rewetting adalah pad a detik ke 17 dan pada temperatur 489 DC. Kemudian temperatur menurun sekitar 7 detik hingga meneapai 80 DC (an tara detik ke 25 dan detik ke 35). - Laju aliran massa air, G.I=0,04 kg/detik (lihat Gambar 6) titik terjadinya rewetting adalah pada detik ke 13 dan pada temperatur 508 Dc. Kemudian temperatur menurun sekitar 3 detik hingga meneapai 80 DC (antara detik ke 20 dan detik ke 30). B. Prosedur Eksperimen Sebelurn eksperimen pendinginan dilakukan, batang pemanas dipanaskan dengan menaikkan tegangan sel;ara bertahap menggunakan regulator tegangan, kenaikan tegangan sebesar 20 volt persepuluh menit. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga coil heater tidak menerima panas seeara berlebihan yang bisa menyebabkan putusnya heater. Selama pemanasan berlangsung gas Argon dialirkan untuk menjaga agar pennukaan batang pemanas tidak teroksidasi seeara berlebihan, yang dikhawatirkan akan mempengaruhi kehalusan permukaannya dan dapat menyebabkan pola pendidihan yang tidak semestinya. Setelah temperatur pennukaan batang pemanas mencapai sekitar 600 DC, kemudian suplai daya dihentikan, dan gas Argon ditutup alirannya. Kemudian, air dengan temperatur 30 DC dialirkan dari arah bawah bagian uji QUEEN dengan membuka katup No.1 (V]) dan menutup katup No.5 (V5) sambi I memulai perekaman data perubahan temperaturnya. 43 Sedangkan pengukuran temperatur menunjukkan, bahwa: di titik a - Laju aliran massa air, G,=O,OI kg/detik (lihat Gambar 4) rewetting terjadi pad a detik ke 118 dan pada temperatur 393 DC. Kesetimbangan tennal tereapai pada detik ke 300. - Laju aliran massa air, G]=0,02 kg/detik (lihat Gambar 5) rewetting terjadi pada detik ke 72 dan pada temperatur 420 DC. Kesetimbangan tennal tereapai pada detik ke 250. - Laju aliran massa air, G.1=0,04 kg/detik (lihat Gambar 6) rewetting terjadi pada detik ke 3 I dan pada temperatur 537 DC. Kesetimbangan termal tercapai pada detik ke 200. Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006 - ISSN 0216 - 3128 44 Mulya JUARSA, dkk. 1000 Batasan Didih Film 900 a (TFB,=392.90°C; 1,=118.51 s --> TFB2=380.46°C; 12=120.22 s r--"'1 800 U b (TFBI=443.70°C; 11= 44.54 s --> TFB2=436.44°C; 12=45.65 s) L700 ~ " 600 $-0 .a cd $-0 Q) 500 Temperatur Awal = 600°C -TC di titik a (600 mm) TC di titik b (200 mm) 400 ~ S Q) 300 200 E--< 100 o o ~ W n 100 1~ 1W 1n ~ m ~ ~ ~ waktu, t [detik] Gambar 4. Temperatur transien pad a TinitiaF600 °c untuk G2 = 1000 G1 = 0,01 kg/detik. 0,02 kg/s Batasan Didih Film 900 r--"1 800 U =62.28 s --> TFB2=419.55°C; 12=71.55 s) a (TFB1=470.65°C; II b (TFBI=489.38°C; 11=] 7.43 s --> T~m=481.02°C; 12=] 8.54 s) L700 ~ " 600 ,.,. ;:j ~ $-0 Q) 500 400 0.. S Q) ~ Temperatur Awal = 600°C -TC di titik a (600 mm) TC di titik b (200 mm) 300 200 100 o o ~ ~ ro 100 1~ 1~ 1ro ~ m ~ m ~ waktu, t [detik] Gambar 5. Temperatur transien pada TinitiaF600 °c uotuk G2 Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006 = 0,02 kg/detik. - ISSN 0216 - 3128 Mulya JUARSA, dkk. 45 Gj 1000 Batasan 900 Didih = 0,04 kg/s Film a (TFB,=531'C; 11=31.1 s --> TFB2=506.9°C; 12=36.4 s) ,---, 800 oU '--' b (TFB,=507.97°C; 11=12.9s --> TFB2=503.8°C; 12=13.8 s) 700 ~ 600 ;,.....•.. ;:j 500 ~ ;,.....400 Q) 0... S Q) ~ Temperatur A wal = 600°C TC di titik a (600 mm} TC di titik b (200 mm 300 200 100 .............. .----.- o o 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275 300 waktu, t [detik] Gambar 6. Temperatur transien pad a Tinilial=600 °c untuk G3= 0,04 kg/detik. Keseirnbangan termal yang terjadi akan semakin cepat untuk laju aliran yang makin besar pula. Selisih waktu terjadinya rewe/ting an tara di titik a dan di titik b, secara berturut-turut untuk laju aliran massa air yang membesar adalah 74 detik, 55 detik dan 18 detik. Oapat diperkirakan bahwa sebelum permukaan batang pemanas mengalami rewe/ting, pada dasarnya batang pemanas telah mengalami penurunan temperatur secara radiasi ke udara di bagian dalam tabung pyrex dan ke dinding tabung gelas pyrex itu sendiri. Karena fluks panas radiasi relatif kecil maka penurunan temperatur pada awalnya cukup lambat. Penurunan temperatur secara radiasi sebelum rewe/ting juga dipengaruhi oleh konduksi pada batang pemanas dari daerah kering ke Gambar 7a. Foto proses pendinginan daerah basah. Oari Gambar 4, 5 hingga 6, jelas terlihat bahwa gradien temperatur saat radiasi semakin membesar, meski tidak signifikan pengaruhnya. Sangat menarik bahwa, untuk laju aliran massa air yang semakin besar maka temperatur pada titik rewe/ting memiliki harga yang makin besar pula. Keadaan ini jelas menunjukkan bahwa, meski telah terjadi rewe/ting, pada bagian kering masih memiliki temperatur yang tinggi. Kondisi ini sekaligus menunjukkan bahwa, pada laju aliran massa yang tinggi, panjang daerah didih filmnya semakin panjang pula. Konsekuensi ini perlu dicermati, bahwa meski batang pemanas secara cepat dapat dibasahi, akan tetapi masih ada daerah kering yang diselimuti oleh uap dan masih tersisa panas pada batang pemanas dalam jumlah yang cukup besar. pada jarak 0 - 400 mm, G] Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006 = 0,02 kg/detik. 46 ISSN 0216 - 3128 ~ JUARSA, dkk. Gambar 7b. Foto proses pendinginan pada jarak 300 - 500 mm, G2 = 0,02 kg/detik. Gambar 7c. Foto proses pendinginan pada jarak 500 - 700 mm, G2 = 0,02 kg/detik. Sclama proscs pcndinginan bcrlangsung, pcngamatan terhadap rewetting dilakukan dengan I11cn:kam pcristiwa mclalui kamcra. Kcmudian setelah diproses menggunakan program video, diperoleh foto rangkaian kejadian proses penggenangan dari bawah yang memperlihatkan rentetan peristiwa terjadinya pembentukan daerah didih film. GambaI' 7a, 7b dan 7e, adalah foto peristiwa proses rewetting dan terbentuknya didih film untuk temperatur awal 600°C dan laju aliran massa air 0,02 kg/detik. Pada GambaI' 7a, titik b terlihat dengan tanda benang putih. Pada GambaI' 7e, titik a terlihat dengan tanda benang putih. Ketiga gambaI' terse but menjelaskan bagaimana pengaruh didih film dapat memperlambat keeepatan rewetting. Pada jarak 500700 mm, selimut uap yang terbentuk kolaps dengan perubahan bentuk yang berosilasi, meskipun pada awalnya Garak 0-400 mm) lapisan uap sebagai didih film masih terlihat stabil. Kondisi ini sekaligus menggambarkan, bahwa efek kapasitas panas yang seeara eepat telah meningkatkan temperatur air pendingin, sehingga keeenderungan terjadinya pengembangan lapisan uap dapat terjadi. terscbut dibagi oleh intcrval waklu tCljadil1ya rewelling pad a kedua titik tcrrnokopel. PcrSalllaall scdcrhana yang digunakan. adalah sL'hagai herikllt: v,,,•. -_ tJ.L tJ./ = 400 tJ./ (2) [m~'] dengan, I1L : jarak 2 termokopel pada batang pemanas (mm). 11/ : interval waktu antara 2 titik rewetting (detik). Dengan memasukkan interval waktu terjadinya rewelting pada kedua titik termokopel berdasarkan kurva yang diperlihatkan pad a GambaI' 4, 5 dan 6, diperoleh tabel hasil perhitungan keeepatan rewe//ing sebagai Tabel I. Tabel 1. Hasil perhitungan eksperimental kecepatan rewetting. 0,04 0,02 17,10 8,90 G (kg/detik) 0,01 5,40 v (mm/detik) B. Kecepatan Rewetting Untuk menentukan keeepatan rewetting seeara eksperimental, perhitungan sederhana dilakukan dengan menetapkan jarak antara titik termokopel a dan b, yaitu 400 mm. Kemudian jarak I Hasil perhitungan pada Tabel menjelaskan keadaan alamiah, dimana keeepatan rewetting makin membesar seiring kenaikan laju aliran massa air. Proslding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan· BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006 Mulya JUARSA, ISSN 0216-3128 dkk. Dan terjadi kondisi yang sarna terhadap kecepatan aT = 0 pendinginannya, dimana berdasarkan penjelasan Gambar 4, 5 dan 6 kecepatan pendingin secara berturut-turut adalah 0,68 °C/detik, 1,25 °C/detik dan 1,61 massanya. "C/detik r rdengan ==rillr01l1 untuk at seiring kenaikan laju T = (5) (4) 47 Tm aliran Dari persamaan di atas, Tm adalah temperatur pengukuran, a adalah difusivitas termal, berturutturut dari rin dan rllu/ adalah jari-jari dalam dan luar batang pemanas. Metode Cranck-Nicolson dan algoritma matriks tri-diagonal (tdma) digunakan untuk memecahkan persamaan diferensial tersebut,[6] Keluaran perhitungan ini dalam harga tluks kalor dan selisih temperatur dinding (temperatur pengukuran) dengan temperatur sub cooling. C. Fluks Ka/or Fluks kalor pada permukaan batang pemanas telah dievaluasi dengan menggunakan data perubahan t(~mperatur terhadap waktu pada satu titik pengukuran selama pendinginan dengan memecahkan persamaan konduksi panas transien pada geometri silinder. Persamaan konduksi panas transien satu dimensi dan kondisi batas yang digunakan adalah: Gambar 8 adalah kurva pendidihan yang memperlihatkan tluks kalor hasil perhitungan berdasarkan data pengukuran perubahan temperatur. Dengan, tluks kalor, q [kW/m2] pada sumbu vertikal dan selisih temperatur pengukuran dengan (3) temperatur air pendingin, L1T", = T",·T.,ub [K]. Kurva pendidihan ini membandingkan tiga variasi laju aliran massanya, untuk titik pengukuran di titik a. 0 o T.milia .. I = 600 C and Tsu b = 30 C + = 0,01 kgldetik G2 = 0,02 kgldetik G3 = 0,04 kgldetik G1 x * Didih Transisi Didih Film & Radiasi 102 AT sub = T w - Tsub [K] Gambar 8. Kurva pendidihan Prosiding Pustek Akselerator untuk tiga variasi laju aliran PPI - PDlPTN 2006 dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006 massa air. ISSN 0216 - 3128 48 Seperti halnya kecepatan rewet/ing dan kecepatan pendinginan yang semakin meningkat seiring dengan kenaikan laju aliran massa air untuk temperatur awal batang pemanas yang sarna. Pada eksperimen ini tluks kalor mengalami keniakan seiring kenaikan laju alirannya. Telah dijelaskan di atas, bahwa dengan kenaikan laju aliran massa air akan menyebabkan daerah didih film yang makin memanjang. Eksistensi daerah didih film, termasuk lama dan panjang akan memberikan dampak pad a perubahan terhadap harga tluks kalor. Secara alamiah diketahui bahwa, suatu permukaan yang panas dan diselimuti uap akan lebih banyak menyimpan kapasitas panasnya, pada lajua airan massa rendah selimut uap tidak terbentuk secara lama sehingga entalpi pada batang pemanas menjadi kecil karena panas sebagian besar dilepas secara radiasi ke udara, bukan ke daerah uap. Sehingga, dari eksperimen ini diperlihatkan bahwa kenaikan laju aliran massa air akan memperpanjang atau memperlama daerah didih film yang justru memperbaiki entalpinya dibandingkan pada laju aliran massa air yang rendah. Hal tersebut dibuktikan dengan kenaikan harga fluks kalor pada batang pemanas yang secara berturut-turut meningkat dari 85,33 kW/m2, 102,13 kW/m2dan 138,65 kW/m2• Oapat dijelaskan bahwa, kenaikan harga laju aliran massa air akan mempercepat terjadinya rewet/ing sehingga tluks kalor juga akan cepat naik. KESIMPULAN Simulasi eksperimen untuk menyelidiki keadaan pendinginan pasca LOCA telah difokuskan untuk studi perpindahan panas dan kecepatan rewet/ing selama proses penenggelaman batang pemanas dari arah bawah. Oapat disimpulkan bahwa, kenaikan laju aliran massa air tidak secara cepat pula menghilangkan kapasitas panas yang tersimpan dalam batang pemanas, meskipun pada permukaannya kecepatan pendinginan terjadi secara cepat. Akan tetapi, entalpi pada batang pemanas masih lebih tinggi untuk laju aliran massa air yang tinggi. Selain hasH perhitungan menunjukkan bahwa pada G.! = 0,04 kgldetik, tluks kalor kritisnya adalah 138,65 kW /m2, juga hasil visualisasi pada G] menunjukkan daerah didih film yang terbentuk lebih lama dan lebih panjang. Kenaikan kecepatan rewet/ing tidak berbanding lurus dengan perubahan tluks kalor kritisnya, hal ini menunjukkan bahwa aliran air pendingin mengalami keterhambatan akibat terjadinya proses pendidihan pada permukaan batang pemanas. Mulya JUARSA, dkk. DCAP AN TERIMAKASIH Terimakasih yang tidak terhingga kepada Sp. Ismu Handoyo, Sp. Joko Prasetio Witoko., Sp. Edy Sumamo dan Sp. Kiswanta atas bantuannya selama eksperimen ini dilakukan. Kepada penanggung jawab USKEG, Sp. Ir. Puradwi Ismu W., DEA alas bantuan dan nasehatnya. DAFT AR PUST AKA I. X.C.HUANG et al., Quenching Experiments With A Circular Test Section of Medium Thermal Capacity Under Forced Convection of Water, International Journal of Heat Mass Transfer, Vo.37, No.5, pp.803-818, 1994. 2. L. SEPOLO et el., Ref/ooding E:x.periments with LWR-type Fuel Rod Simulators in the QUENCH Facility, Nue/ear Engineering and Design 204, pp.205-220, 200 I. 3. W,J. GREEN and K.R. LAWTHER, An Investigation of Transient Heat Transfer in The Region of Flow Boiling Dryout with Freon- 12 in A Heated Tube, Nue/ear Engineering Design 55, pp. 131-144, 1979. 4. P.K. OAS, Boiling Heat Transfer from a Single Fuel Pin Simulator during ReweUing by Bottom Flooding, Proceedings of ICONE 9, Nice (France), April 8 - 12,2001. 5. How the Safety of NPP is Secured in Policy Terms, Hopes to Make Safe More Secured, Serial Publication, NPP Safety Demonstration/ Analysis, ANRE & MITI Japan, 2001. 6. MUL YA JUARSA, dkk., Study on Boiling Heat Transfer During Ref/ooding Process in QUEEN Test Section, Proceeding of ICAPP 2005, Seoul, May 15-19,2005. TANYAJAWAB Tjipto Sujitno - Mohon penjelasan ten tang "analisis perpindahan panas selama pendidihan pada proses pendinginan. MuIya Juarsa - Pada ana/isis perpindahan panas selama pendidihan pada proses pendinginan lebih ditekankan pada ana/isis rejim pendidihan yang Proslding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Jull 2006 Mu(va JUARSA, dkk. ISSN 0216-3128 terbentuk dan perpindahan panas yang dihitung menggunakan perhitungan analisis sederhana, berdasarkan pembagian rejim pendidihan dengan aliran tungga/ saja (tidak divariasi). Proses pendingin pada Post-LOCA (Pasca LOCA) dimulai dari : air menggenangi, pendidihan yang muncu/, dan harga kesetimbangan termal tercapai. Budi Rohman - Apakah aliran sum bat (slug-flow) sudah terjadi menurut simulasi/eksperimen im, - Bagaimana DNBR (Departing from Nuc/eat Boiling) pad a bahan bakar menurut percobaan ini (sudah dihitunglbelum)? pada bahan bakar? 49 Apakah terjadi bum-out Mulya Juarsa - Eksperimen dilakukan tidak dalam are celah sempit. geometri yang digunakan : heated tube (An = 9,8 mm. pyrex glas ¢mil = 48 mm dan eksperimen menggunakan aliran (kemungkinan slug menjadi kecil). - DNBR dan Burn-out belum dihitung. Baru menghitung CHF pada titik rewetting saja. Perlu eksperimen lanjutan untuk memprediksi. saat ini QUEEN-2 sedang diuji cob a untuk Tlnilial = 800 "c -sid 900 "c. Prosiding PPI - PDIPTN 2006 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 10 Juli 2006 KE DAFTAR ISI