kil_20161028895

advertisement
1
PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DENGAN
METODE COOPERATIVE LEARNING
Oleh : Yeti Widyawati
SMPN 1 Ciwidey Kabupaten Bandung
Email: [email protected]
ABSTRACT
This paper aims to describe the results of a classroom action research in
improving active learning in teaching English in class IX SMPN 1 Ciwidey
Bandung Regency, It is conducted in two cycles. Instrument developed is the
observation sheet form of self-report, questionnaire, and the student's work
(test). the results can be disclosed that the implementation of cooperative
learning methods have brought positive change for students in developing
positive attitudes such as the willingness of speech, respect the opinions of
others, mutual help and cooperation among students so that active learning
can be created. As for the teacher is to give an opportunity to develop a positive
attitude in the face of students and managing the class and He/ She could be
closer to the student when the students are discussing with their friend.
Key word: cooperative learning, self report, positive change.
Penulisan ini bertujuan memaparkan hasil penelitian tindakan kelas dalam
meningkatkan pembelajaran aktif pada mata pelajaran Bahasa Inggris di kelas
IX SMPN 1 Ciwidey Kabupaten Bandung yang dilakukan dalam dua siklus.
Instrumen yang dikembangkan adalah lembar observasi berupa self report,
angket, dan hasil kerja siswa (tes). Hasil penelitian dapat diungkapkan bahwa
penerapan metode Cooperative learning telah membawa perubahan –
perubahan yang positif bagi siswa untuk mengembangkan berbagai sikap
positif seperrti kemauan mengeluarkan pendapat, menghargai pendapat orang
lain, saling membantu dan kerjasama antar siswa sehingga pembelajaran aktif
dapat tercipta. Sedangkan bagi guru adalah memberikan kesempatan untuk
mengembangkan berbagai sikap positif dalam menghadapi siswa dan
mengelola kelas, guru bisa lebih dekat dengan siswa ketika siswa sedang
melakukan diskusi dengan teman – temannya.
Kata kunci : Cooperative learning, self report, perubahan positif
2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guru professional memiliki kemampuan untuk melakukan manajemen
pembelajaran yang efektif. Karena pembelajaran merupakan proses yang
kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh
karena itu untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,
menyenangkan bahkan menantang diperlukan ketrampilan diantaranya
adalah ketrampilan mengajar, namun dalam menciptakan pembelajaran
yang baik ini tentunya disesuaikan dengan sumber- sumber yang
dimilikinya., dengan sedikit rekayasa dari guru menjadikan media atau
sumber belajar jadi berdaya guna.
Dalam Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003
pasal 1 ayat 1 dikatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat,bangsa dan negara. Proses pembelajaran merupakan hal yang
penting bagi peserta didik atau para siswa.
Tetapi kenyataan dalam pelajaran bahasa terutama pelajaran bahasa
Inggris sepertinya siswa kurang menyenangi, rasa takut yang tinggi
terhadap mata pelajaran ini juga berbagai alasan misalnya: adanya
pemikiran yang terlalu sederhana (lebih rendah dari sederhana) tentang
bahasa Inggris, karena bahasa Inggris bukanlah bahasa ibu (mother
tongue) sehingga mereka (siswa) merasa tidak telalu berminat untuk
mempelajari lebih jauh bahasa Inggris, kurangnya penekanan penggunaan
bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari, sehingga bahasa Inggris
3
bagaikan air di atas daun talas, sekarang belajar besok lupa, pemikiran
siswa belum mampu menjangkau jauh ke depan tentang perlunya
menguasai bahasa Inggris di suatu hari. Generasi sekarang adalah
generasi dengan pemikiran instan, apa yang dipelajari hari ini (inginnya)
dirasakan hari ini pula, lingkungan yang kurang mendukung dalam
penguasaan bahasa Inggris. Jarang (sedikit) para siswa di suatu sekolah
terjadi pembicaraan yang menggunakan bahasa campuran (sebagian
Inggris, sebagian Indonesia/ sebagian Daerah) walaupun hal ini merupakan
salah satu cara termudah untuk membiasakan penggunaan bahasa Inggris
dalam penerapan kehidupan sehari-hari. Tidak terasa tapi pasti
penguasaan kosa kata akan bertambah setiap harinya, pemikiran dan
penerapan yang salah bahwa bahasa Inggris mutlak hanya digunakan pada
saat pelajaran Bahasa Inggris saja, di luar pelajaran tersebut tidak perlu.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka guru melalui manajemen
pembelajaran berupaya merangsang keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran dan sebagai upaya perbaikan hasil belajar siswa dengan
memilih metode yang tepat untuk satu tema sesuai yang diharapkan siswa.
Masing – masing metode mempunyai ciri khas yang berbeda dengan
metode lainnya, maka haruslah guru dapat memilih metode, strategi,
pendekatan serta teknik pembelajaran yang diharapkan adanya perubahan
dari mengingat (memorizing) atau menghapal (rote learning) ke arah
berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding) dari model ceramah ke
pendekatan discovery learning atau inquiry learning dari belajar individual
ke kooperatif serta dari subject centered
ke clearer centered atau
terkontruksinya pengetahuan siswa.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka rumusan masalah yang
direncanakan apakah pembelajaran dengan Model Cooperative Learning
4
meningkatkan proses belajar mengajar secara aktif pada mata pelajaran
Bahasa Inggris di Kelas 9 SMP Negeri 1 Ciwidey
B. Pembelajaran dan Metode Cooperative Learning
Terdapat banyak definisi mengenai pembelajaran. Gage dan Berliner
(1991) mendefinisikan bahwa pembelajaran sebagai proses yang
membawa kepada perubahan tingkah laku hasil dari pada pengalaman. Ini
termasuk perubahan penguasaan maklumat; fakta; konsep; prinsip; sikap;
amalan; kemahiran berfikir; kemahiran melakukan kerja; perubahan tabiat;
dan tingkah laku. Bagi Hamachek (1995) pembelajaran adalah proses yang
melibatkan perubahan tingkah laku melalui pengalaman dan latihan.
Dengan kata yang lain, pembelajaran bukan saja dirujuk sebagai hasil yang
diperhatikan tetapi juga kepada sikap, perasaan, dan proses intelektual
yang jelas, Hill (1971) mengatakan ahli-ahli psikologi telah membahagikan
pembelajaran kepada dua bentuk iaitu: 1) Penjelasan (declarative); dan 2)
Pengkaedahan
(procedural).
Pembelajaran-penjelasan
melibatkan
penghafalan dan penyimpanan maklumat sementara pembelajaranpengkaedahan melibatkan proses penyusunan semula dan membentuk
satu pola berkaitan dengan sesuatu aktivititas. Bagi Nicholls (2002)
pembelajaran dikatakan berlaku apabila terdapat perubahan dalam
perlakuan pelajar hasil dari pada penglibatannya dalam suatu pengalaman
pendidikan.
Dari beberapa definisi di atas menunjukkan bahwa secara umunmya,
pembelajaran adalah berhubungan dengan bagaimana guru melaksanakan
pembelajaran sebagai suatu proses di mana adanya perubahan tingkah
laku pada diri siswa. Proses pengajaran itu berlangsung dalam situasi
pengajaran, di mana di dalamnya terdapat komponen komponen atau
faktor – faktor yakni; tujuan mengajar, siswa yang belajar, guru yang
5
mengajar, metode mengajar, alat bantu mengajar, penilaian dan situasi
pengajaran
Di dalam proses pengajaran itu semua proses pengajaran itu, semua
komponen tersebut bergerak sekaligus dalam suatu rangkaian kegiatan
yang terarah dalam rangaka membawa pertumbuhan siswa ke tujuan yang
diinginkan .
C. Pembelajaran Bahasa Inggris
Sebelum kita mengetahui tentang pembelajaran bahasa Inggris terlebih
dahulu kita lihat definisi bahasa Inggris menurut naskah kurikulum 2004,
Bahasa Inggris adalah alat komunikasi secara atau tulisan. Dari pengertian
berkomunikasi maka di sini berarti memahami dan mengungkapkan
informasi, pikiran, perasaan serta mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan budaya dengan menggunakan bahasa tersebut. Kemampuan
berkomunikasi
dalam
pengertian
yang
utuh
adalah
kemampuan
berwacana, yakni kemampuan memahami dan menghasilkan teks lisan
dan atau tulis yang direalisasikan dalam empat kemampuan berbahasa
yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Keempat
ketrampilan
inilah
yang
digunakan
untuk
menanggapi
ataupun
menciptakan wacana dalam kehidupan masyarakat.
Dari rumusan di atas maka pembelajaran bahasa Inggris tidak dapat
lagi dianggap memadai dengan hanya mengajarkan tata bahasa dan kosa
kata melainkan harus sampai kepada mampu mengungkapkan informasi,
pikiran, perasaan serta mengembangkan ilmu teknologi dan budaya
dengan bahasa Inggris.
Pembelajaran bahasa Inggris sekarang ini merujuk pada keterkaitan
antara prinsip – prinsip atau teori yang berlandaskan model pembelajaran
(approach) dengan desain pembelajaran atau rencana pembelajaran
dengan strategi apa atau teknik pembelajaran yang digunakan oleh guru di
6
dalam kelas (strategies dan tekniques). Dalam hal ini ada banyak model
pembelajaran bahasa Inggris salah satunya yang bisa mengaktifkan siswa
adalah metode cooperative learning di mana siswa bisa menikmati belajar
dengan rasa yang menyenangkan.
D. Cooperative Learning
1. Pengertian Metode Cooperative Learning
Pengertian Metode Cooperative Learning diungkapkan oleh Lie
(2204:12) Cooperative Learning adalah suatu sistem pengajaran yang
memberikan kesempatan kepada anak didik kita untuk bekerjasama
dengan sesama siswa dalam tugas – tugas terstruktur. Senada dengan Lie,
Djadisastra (Rahadi, 2002: 9-10) mengungkapkan pengertian Cooperative
Learning adalah Metode kerja kelompok atau lazimnya metode gotong
royong merpakan suatu metode mengajar di mana murid – murid disusun
dalam kelompok – kelompok pada waktu menerima pelajaran atau
mengerjakan soal – soal dan tugas.
Pendapat yang sama diungkapkan oleh Flowers and Rizs (1994)
“Cooperative Learning is a teaching strategy where teams of two or more
works together on learning task. Ini dapat diartikan bahwa Cooperative
learning merupakan suatu strategi mengajar di mana terdapat kelompok –
kelompok yang beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama
– sama
menyelsaikan tugas – tugas. Nurwahidah (2004; 29)
mengungkapkan “Pembelajaran kooperatif merupakan suatu teknik
pembelajaran dan satu filosofi pembelajaran yang mendorong siswanya
untuk bekerja sama dan untuk memaksimalkan belajar mereka sendiri dan
belajar dengan temannya”. Pendapat yang senada diungkapkan oleh Mills
(2002), “Student work together on academic task in small groups to help
themselves and their teammates learn together”. Dalam hal ini Mills
mengatakan bahwa siswa bekerja sama dalam tugas akademik dalam
7
kelompok – kelompok kecil untuk membantu dirinya sendiri dan
kelompoknya dalam belajar. Abi Samra (2001) mengungkapkan pendapat
yang sedikit berbeda yaitu “ Cooperative Learning is a successful strategy
in which small teams, each with students og different levels of ability, use
variety of learning activities to improve their understanding of subject”.
Bahwa Cooperative learning adalah strategi pengajaran yang berhasil
dengan menggunakan kelompok – kelompok kecil, siswa yang memiliki
tingkat kemampuan berbeda melakukan berbagai aktivitas belajar untuk
meningkatkan pemahaman mereka mengenai pelajaran. Melengkapi
berbagai pendapat diatas, Johnson & Johnson (Tiara: 2004: 22- 23)
mengungkapkan:
Pembelajaran Kooperatif merupakan strategi yang menggunakan
kelompok
kecil. Seiap kelompok dalam pembelajaran cooperative
terdiri dari siswa yang berasal dari kemampuan yang berbeda. Dalam
pembelajaran kooperatif tidak hanya bertanggung jawab pada tugasnya
sendiri tetapi juga membantu proses belajar teman sekelompoknya.
Dengan demikian ada saling ketergantungan antara teman dalam
kelompok maka akan terjadi interaksi kooperatif dalam pembelajaran
yang menghasilkan pengetahuan yang diperoleh siswa dari temannya
sebagai hasil diskusi kelompok
Dari berbagai pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa Cooperative
Learning merupakan suatu metode yang diterapkan dalam pembelajaran
dengan cara membentuk kelompok - kelompok yang terdiri dari dua orang
atau lebih yang saling bekerja sama, saling membantu satu sama lain untuk
menyelsaikan tugas. Kerjasama dalam menyelsaikan tugas tersebut dalam
rangka untuk memaksimalkan proses pembelajaran demi mencapai tujuan
bersama.
Metode Cooperative Learning diterapkan dalam penelitian ini adalah
teknik kepala bernomor terstruktur. Langkah – langkah pokok yang
dikembangkan adalah guru membagi kelompok yang terdiri dari empat
8
orang atau lima orang, pengelompokan ini berdasarkan kemampuan
akademik yang berbeda yang dimiliki masing – masing siwa.
2. Unsur – Unsur Metode Cooperative Learning
Metode Cooperative Learning memiliki beberapa unsur dasar Slavin
(Sutrisno, 2002: 30) mengungkapkan tiga konsep yang menjadi unsur
dasar pembelajaran kooperatif yaitu penghargaan kelompok, individu yang
bertanggung jawab bagi kepentingan kelompok dan kesempatan yang
sama untuk berhasil. Roger dan David Johnson (Lie, 2004:31) mengatakan
bahwa tidak semua kerja kelompok dianggap Cooperative Learning. Untuk
mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong
royong harus diterapkan yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung
jawab perorangan,tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi
proses kelompok.
Suderadjat (2004,115-116) mengungkapkan pendapat yang senada
tentang
unsur
unsur
pembelajaran
kooperatif
yaitu:
(1) Positive
independence, saling ketergantungan positif, (2) Face to face promotive
interaction,
interaksi
yang
saling
mendorong,
(3)
Individual
accountability/personal responsibility. Pertanggungjawaban individu, (4)
Interpersonal and small group skill, ketrampilan kelompok dan ketrampilan
interpersonal, (5) Group processing, proses kelompok
Penjelasan tentang positive indefendence yaitu agar pembelajaran
kooperatif (kerjasama kelompok) dapat berhasil, diisyaratkan adanya saling
percaya satu sama lainnya . Mereka harus bertekad sink or swim together
tenggelam atau berenang bersama sama (Suderadjat, 2004:116).
Ketergantungan positif ini berarti bahwa siswa diharuskan untuk memiliki
kepercayan kepada siswa yang lain. Unsur yang lain adalah Primitive
Interaction terjadi bila setiap siswa memberikan dorongan atau motivasi
satu sama lain yang saling memfasilitasi kegiatan atau saling memberi
bantuan satu sama lain untuk memenuhi tugas secara keseluruhan dalam
9
upaya mencapai tujuan kelompok (Suderadjat,2004: 119) . Saling memberi
dorongan dan saling membantu merupakan salah satu unsure penting
dalam Cooperative Learning. Unsur lain dalam Cooperative Learning
adalah petanggung jawaban individu. Unsur berikutnya adalah ketrampilan
sosial, untuk mengkoordinasikan kegiatan siswa dalam rangka pencapaian
tujuan siswa harus saling mengenal dan mempercayai, mampu
berkomunikasi secara akurat dan tidak abisius, saling menerima dan
mendukung, dan mampu menyelsaikan konflik
Tidak semua siswa memiliki ketrampilan interaksi sosial seperti yang
diuraikan di atas, perhatian guru terhadap interaksi sosial di atas dapat
meningkatkan perolehan belajar mereka (Suderadjat, 2004:119), unsur
interaksi sosial menghendaki siswa mampu berkomunikasi dan saling
berbagi dengan siswa yang lain. Elemen penting kelima dari pembelajaran
Cooperative Learning adalah pemprosesan kelompok (group processing).
Suatu proses kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan
kelompok dan kegiatan anggota kelompok.
3. Manfaat Metode Cooperative Learning
Penerapan
Cooperave
Learning
dalam
pembelajaran
dapat
memberikan manfaat , baik bagi guru maupun bagi siwa Putnam (1998)
mengungkapkan bahwa “ Cooperative learning benefits students in a
number of ways by promoting higher academic achievement level,
imparting social skill to students and teaching students to value and
respect one another” Cooperative learning bermanfaat bagi siswa untuk
mendorong pencapaian prestasi akademik yang lebih tinggi , mendorong
ketrampilan – ketrampilan social dan mengajarkan siswa tentang nilai dan
kepedulian pada orang lain yang senada diungkapkan oleh Cluff (2005)
yang mengungkapkan
…each member of a team is responsible not only for learning what is
taught but also for helping teammate learn, thus creating an
10
atmosphere of achievement. Student work thought the assignment
until all group members successfully understand and complete it
Cluff mengungkapkan bahwa masing – masing anggota kelompok tidak
hanya memiliki tanggung jawab untuk belajar tentang apa yang diajarkan
tetapi
juga
menolong
teman
sekelompoknya
belajar,
kemudian
menciptakan kondisi untuk berprestasi. Siswa – siswa mengerjakan latihan
sampai seluruh anggota anggota kelompok berhasil mencapai pemahaman
dan melengkapi pemahaman tersebut. Chen (1999) berpendapat bahwa
manfaat dari cooperative learning adalah proses ini, siswa melakukan
interaksi untuk mengembangkan berbagai aktivitas seperti komunikasi,
observasi dan saling mendukung. Dalam hal ini siswa merubah kebiasaan
– kebiasaan belajar mereka dan saling mendorong aktivitas kognitif dan
meningkatkan hubungan antar siswa. Dari berbagai pendapat di atas
terungkap bahwa cooperative learning memberikan manfaat mau
menolong sesama siswa dalam memahami materi pelajaran, mendorong
peningkatan prestasi belajar, Berman (1997:69-70) mendukung berbagai
pendapat yaitu :
Cooperative learning teams help student feel connected to the
classroom, because student are encouraged to use respectful,
responsible behavior toward one another, the feel accepted in the
classroom. This feeling of respect and belonging help promote self
esteem and help students satify their need for belonging
Berman
mengungkapkan
bahwa
kelompok
–
kelompok
pada
Cooperative Learning membantu siswa siswa merasa memiliki hubungan
dengan kelasnya, karena siswa – siswa merasa memiliki hubungan dengan
kelasnya, karena siswa – siswa didorong untuk lebih perhatian, saling
peduli satu sama lain, merasa diterima di kelas. Perasaan saling peduli dan
memiliki ini membantu menimbulkan kepercayaan diri dan membantu siswa
– siswa merasa nyaman dengan adanya kebutuhan untuk saling memiliki.
11
Berman melihat bahwa Cooperative learning memberikan manfaat pada
siswa merasa lebih merasa diterima dan merasa lebih nyaman berada di
dalam kelas.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas terungkap bahwa Cooperative
learning merupakan sebuah metode yang dapat memberikan manfaat
berupa pengembangan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dengan
siswa yang lain serta mengembangkan berbagai nilai – nilai social yang
positif yang diperlukan oleh siswa dalam kehidupan masyarakat.
Abi Samra (2001) mengungkapkan pendapat yang senada yaitu
“Documented result include improved academic achievement, improved
behavior and attendance, increased self confidence and motivation, and
increasing liking of school and classmates”. Abisamra mengungkapkan
bahwa manfaat dari Cooperative learning adalah peningkatan prestasi
akademik, merubah kebiasaan, meningkatan kepercayaan diri dan motivasi
dan meningkatan hubungan sekolah dan teman sekelasnya. Pendapat
Ham dan Adams ( Flower and Riz, 1994) mengungkapkan pendapat yang
senada dengan pendapat di atas yaitu:
a. Cooperative learning improves performance among high and low
achieving student
b. Minority students have made consistenly favourable achievement in
cooperative classes
Ham dan Adams mengungkapkan bahwa Cooperative Learning dapat
menaikan kinerja siswa yang berkemampuan tinggi dan rendah, kemudian
kelompok siswa yang minoritas dapat secara konsisten mencapai prestasi
belajar
pada
kelas
yang
cooperative.
Suderadjat
(2004:
121)
menambahkan berbagai pendapat di atas “dalam kerjasama kelompok,
perhatian siswa satu sama lain akan lebih tinggi merka akan lebih keras
belajar
untuk
mencapai
tujuan
kelompok…”.
mengungkapkan pendapat yang sedikit berbeda yaitu :
Lie
(2004:
91)
12
Suasana positif yang timbul dari metode pembelajaran Cooperative
Learning bisa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai
pelajaran dan sekolah/guru. Dalam kegiatan – kegiatan yang
menyenangkan ini siswa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Cooperative
Learning memiliki berbagai manfaat bagi siswa, metode ini diharapkan
dapat meningkatkan motivasi siswa , prestasi belajar, dan kepercayaan diri
siswa, mengembangkan nilai nilai positif yang diperlukan oleh siswa seperti
tolong menolong, mau peduli terhadap siswa lain, mengembangkan
perasaan saling membutuhkan, bekerjasama untuk mencapai tujuan
bersama di antara para siswa
Pendapat di atas merupakan yang berkaitan dengan siswa, Namun
selain bermanfaat bagi siswa juga bermanfaat bagi guru. Ham dan Adams
(Flower and Riz, 1994) mengungkapkan:
Teacher who began using cooperative learning”become more
cooperative in their own professional interaction and more willing to
collaborate with their peers”.Teacher who use cooperative learning may
feel that their time is spent more effectively…, pupils monitor each other
while creating a spirit of cooperation and helpfulness. In addition,
teacher who try cooperative learning techniques often adopt a fresh,
new attitude toward their jobs. …Teacher freer too more about, work
with small groups and interact in more personal manners with
students…
Beberapa
manfaat
yang
dapat
diperoleh
oleh
guru
yang
mengembangkan Cooperative Learning berdasarkan pendapat Ham dan
Adams di atas adalah: guru menjadi lebih tahu bekerjasama dalam interaksi
profesionalnya dan lebih mau berkolaborasi dengan teman sejawatnya.
Guru yang menggunakan Cooperative Learning merasaklan bahwa waktu
yang mereka gunakan lebih efektif. Sebagai tambahan guru yang
menggunakan Cooperative Learning kadang – kadang mendapat
kesegaran, sikap yang baru dalam pekerjaan mereka. Guru
bebas
bergerak terlibat bersama kelompok – kelompok kecil dan berinteraksi
13
dalam situasi yang lebih personal dengan para siswa. Dari pendapat di
atas terungkap bahwa guru mendapatkan berbagai manfaat dari
penerapan Cooperative Learning di antaranya adalah waktu yang lebih
efektif juga guru bisa lebih dekat dengan siswa
4. Teknik – Teknik Cooperative Learning
Beberapa factor yang perlu dipertimbangkan adalah:
Ukuran kelas Cooperative Learning sebagai salah satu metode yang
dapat diterapkan di dalam pembelejaran memiliki beberapa teknik yang
dapat digunakan. Lie (2004: 55-57) mengungkapkan beberpa teknik yang
dapat digunakan dalam Cooperative Learning. Teknik – teknik tersebut
adalah mencari pasangan, bertukar pasangan, berpikir – berpasanganbertempat, berkirim salam dan soal, kepala bernomor, berstruktur ,
penomoran, dua Tinggal Dua Tamu dan Jigsaw
Dalam menerapkan metode Cooperative learning, kondisi kelas harus
diatur dengan baik sehingga diharapkan dapat mendukung pelaksanaan
metode ini. Lie (2004: 52) mengungkapkan tentang penataan ruang kelas
yaitu: Ruang kelas perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang
pembelajaran Cooperative Learning, tentu saja keputusan guru dalam
penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang
kelas dan sekolah adalah jumlah siswa, tingkat kedewasaan siswa,
toleransi guru dan kelas terhadap kegaduhan dan lalulalangnya siswa lain,
pengalaman guru dalam melaksanakan metode pembelajaran gotong
royong dan pengalaman siswa dalam melaksanakan metode pembelajaran
gotong royong.
Lie (2004:52-53) lebih lanjut mengemukakan ada kemungkinan
beberapa model bangku yang bisa dipakai, yaitu: Meja tapal kuda: siswa
berkelompok di ujung meja; Meja panjang: siswa dalam satu kelompok
ditempatkan berdekatan; Penataan tapal kuda: siswa dalam satu kelompok
ditempatkan
berdekatan;
Meja
labolatorium,tugas
individu;
tugas
14
kelompok; Meja kelompok dengan membalikan kursi; Klasikal : siswa dalam
satu kelompok ditempatkan berdekatan; Bangku individu dan meja tulisnya;
Meja berbaris: dua kelompok duduk berbagi satu meja
5. Kelebihan dan kelemahan Metode Coperative Learning
Metode Cooperative learning sebagai sebuah metode yang dapat
diterapkan dalam sebuah proses pembelajaran mememiliki berbagai
keunggulan yang akan menguntungkan bagi guru dan siswa sebagai
komponen yang terlibat di dalam proses tersebut. Kedatipun, demikian
metode inipun memiliki beberapa kelemahan bila diterapkan di dalam
proses pembelajaran
a. Kelebihan metode Cooperative learning
Slavin (Rahadi,2002:10) mengungkapkan beberapa keuntungan dalam
pembelajaran kooperatif antara lain adalah:
a. Siswa bekerjasama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung
tinggi norma kelompok
b. Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama –
sama berhasil
c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan
keberhasilan dalam kelompok
d. Interaksi antar siswa seiring peningkatan kemampuan mereka
berpendapat
Berman (1997:66) mengungkapkan pendapat yang dapat melengkapi
pendapat Slavin di atas:
I also that teacher who have done Cooperative Learning both ways
report to me that studentbond better, develop more trust, do better work,
construct better product and like class more when social skills are
explicity taught and modeled. The focus on polite behavior reinforces in
the climate for developing corporation, building higher – level thinking
and doing quality work.
15
Pendapat Berman di atas dapat diartikan bahwa guru yang
menggunakan Cooperative Learning melaporkan kepadanya bahwa siswa
menjadi lebih baik, lebih mengembangkan rasa saling percaya, bekerja
dengan lebih baik, menciptakan produk (hasil) dan kelas yang lebih baik
pada saat ketrampilan social secara ekplisit diajarkan da dicontohkan.
Fokus
dari
pembiasaan
ini
adalah
menummbuhkan
iklim
untuk
mengembangkan kerjasama, membengaun kemampuan berpikir tingkat
tinggi dan menyelsaikan pekerjaan secara berkualitas.
Berdasarkan dua pendapat di atas dapat dikatakan bahwa ini memilki
kelebihan karena dapat membuat siswa dapat bekerjasama dengan teman
mempercayai untuk tujuan bersama.
Suderadjat (2004:121) mengungkapkan hubungan antara pembelajaran
Kooperatif dengan kratifitas siswa adalah bahwa pembelajaran kooperatif
mampu: menumbuhkan kreatifitas, menumbuhkan gagasan meningkatkan
kualitas gagasan, menumbuhkan rasa saling senang yang merangsang
siswa untuk aktif dalam kelompok, membentuk kemurnian ungkapan dalam
interaksi dan pemecahan masalah.
Stahl (Nurwahidah, 2004:30) mengatakan pembelajaran kooperatif
dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju hal yang lebih baik dan
sikap tolong menolong dalam beberapa prilaku social. Sedangkan Orlich
(handayani, 2004:41) mengungkapkan tentang kelebihan metode ini yaitu:
Kelebihan metode ini antara lain dapat mengembangkan ketrampilan
social, menciptakan lingkungan belajar yang aktif antusias, mendorong
munculnya percaya diri, memunculkan gaya belajar yang berbeda,
meningkatkan tanggung jawab siswa, mengembangkan sikap
demokrasi dan berfokus pada keberhasilan siswa
Pendapat yang senada diungkapkan oleh Romney (Handayani,
2004:40) yaitu metode ini merupakan kerja kelompok yang digunakan
sebagai alternative ketika mengajar di kelas. Metode ini memiliki implikasi
terhadap proses demokrasi yakni semua anggota memiliki kedudukan yang
16
sama untuk mencapai tujuan pembelajaran dan mereka memiliki kontribusi
yang bernilai bagi kelompoknya. AbiSamra (2001) mengungkapkan
“Cooperative learning is also relatively easy to implement and is
inexpensive”. Cooperative Learning merupakan sebuah metode yang
gampang diterapkan dan tidak mahal . Berdasarkan berbagai pendapat di
atas dapat disimpulkn bahwa metode ini selain dapat mendorong siswa
untuk bekerja sama juga dapat memunculkan kreatifitas siswa, mendorong
siswa untuk mengembangkan berbagai sikap – sikap positif.
b. Kelemahan Metode Cooperative Learning
Slavin (rahadi,2002:11) mengungkapkan kelemahan metode
Cooperative Learning, adalah:
Adanya anggota kelompok yang tidak aktif. Ini dapat terjadi jika hanya
ada satu permasalahan saja. Kelemahan ini dapat dihindari dengan cara :

Masing – masing anggota kelompok bertanggung jawab pada bagian –
bagian tertentu dari permasalan kelompok

Masing – masing anggota kelompok harus mempelajari materi secara
keseluruhan. Hal ini terjadi karena hasil kelompok ditentukan oleh skor
perkembangan masing – masing individu
Sedangkan Romney (Handayani, 2004;41) mengungkapkan bahwa
kelemahan adalah membutuhkan waktu yang banyak dan secara
psikologis dapat menimbulkan perasaan terbebani. Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode ini memiliki kelemahan
berupa adanya anggota kelompok yang dimungkinkan tidak aktif, metode
ini juga membutuhkan waktu yang banyak dan mungkin memunculkan
perasaan yang terbebani.
E. Metode dan Pembahasan
17
Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan dua
siklus hasilnya diuraikan secara kualitatif dari lembar observasi selama
proses pembelajaran dan dari hasil lembar kerja kelompok
Siswa dibagi menjadi 9 kelompok dan tiap- tiap kelompok dibuatkan
self report. Contoh Hasil dari siklus satu self report seperti di bawah ini
KELOMPOK 1
Tabel 6.1
Aktivitas Kelompok 1 Pada Tindakan 1 Berdasarkan Self Report
KEGIATAN
Keterangan
1= Tanggung Jawab
NO NAMA SISWA
1
2 3 4 Perorangan
a b c
a = Mencari bahan
√
b= Merumuskan
1 Dea Rifana
*
√
Jawaban
Muhamad
√
2 Ilham
*
√ √ √
c= Melaporkan
√ √
* Tugas yang menjadi
3 Dini Diansah
* *
√
tanggung
√
4 Ikbal Damini
*
√ √ √ jawab perorangan
Johanes
√
5 Hasoloan
*
√ 2= Saling Membantu
3 = Mendengarkan
saat pembasan
lembar kerja
kelompok
4=Kegiatan di luar
PBM
Aktivitas
siswa dalam proses pembelajaran pada tindakan I dapat
diuraiakan sebagai berikut: Kelompok 1, berdasarkan self report di atas
terlihat bahwa aktivitas kerja sama belum nampak , siswa hanya
menjalankan aktivitas dan tanggung jawab masing – masing namun aspek
saling
membantu
serta
mendengarkan
saat
pembahasan
belum
dimunculkan semua siswa, selain itu kegiatan di luar PBM dimunculkan
18
oleh beberapa orang siswa , maka berdasarkan hasil observasi aktivitas di
atas aktivitas siswa seperti kerjasama dan saling membantu belum
nampak. Muhamad Ilham terlihat sangat mendominasi, siswa ini terlihat
ingin menyelsaikan tugas kelompok sendiri tanpa mendengar masukan
teman – temannya.
Tiap- tiap kelompok masing – masing hasilnya berbeda tergantung self
reportnya. Selain proses juga didapatkannya hasil pekerjaan yang berupa
Lembar Kerja Kelompok sebagai berikut
Tabel 6.2
Skor Lembar Kerja Kelompok Pada Tindakan I
Kelompok
Skor
1
60
2
70
3
66
4
63
5
66
6
50
7
63
8
56
9
43
Rata - rata
59.7
Berdasarkan tabel tentang skor tugas kelompok terlihat bahwa hampir
semua kelompok yang mendapatkan skor di bawah 70. Skor maksimal
untuk lembar kerja kelompok adalah 100. Pada tindakan ini belum ada
peningkatan sehingga secara keseluruhan untuk skor tugas lembar kerja
ini nampaknya belum memperoleh hasil yang memuaskan.
Setelah diadakan reflesi dan revisi tindakan 1 maka ada beberapa
tindakan yang dipertahankan adapula yang dirubah. Maka keputusannya
dilanjutkan siklus du karena belum berhasil apa yang dilaksanakan.
Kemudian diuraikan self report berdasarkan hasil observasi peneliti.
19
Berdasarkan table- table, skor pengerjaan lembar kerja siswa terlihat begitu
meningkat bila dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya, Semua
kelompok mendapatkan skor di atas 70 artinya sudah mencapai Nilai
Ketuntasan Minimal pada teks narrative, artinya bahwa pembelajaran aktif
siswa pada tindakan 2 menunjukkan hasil yang menggembirakan dengan
dimunculkannya unsur kerjasama dan saling membantu antar sesama
teman. Refleksi dan Revisi Tindakan II.
Dalam tindakan II telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Keaktifan belajar telah nampak dengan munculnya aktivitas kerjasama dan
saling membantu antar anggota kelompok. Maka dengan hasil ini
diputuskan tidak melakukan tindakan selanjutnya.
F. Kesimpulan
Pada tahap perencanaan penerapan metode Cooperative Learning
kegiatan yang dilakukan guru adalah menentukan waktu penerapan
metode Cooperative Learning di kelas, membuat silabus, dan rencana
pengajaran,
menyiapkan
media
yang
akan
digunakan
dalam
pembelajaraan di kelas, mempersiapkan lembar kerja yang akan
dikerjakan oleh siswa secara kelompok, menentukan pembagian
kelompok, memepersiapkan lembar laporan pribadi siswa, lembar
observasi dan alat perekam.
Penerapan metode Cooperative Learning di salah satu kelas ini
mempergunakan teknik kepala bernomor terstruktur. Penerapan metode
ini dalam pembelajaran di kelas dibagi menjadi tiga segmen. Segmen
pertama digunakan oleh guru untuk memeberikan penjelasan tentang
materi yang akan dipelajari, segmen kedua digunakan oleh siswa untuk
bekerja secara kelompok dan mengerjakan lembar kerja, dan segmen
20
ketiga digunakan untuk membahas lembar kerja kelompok yang telah
diselsaikan oleh siswa .
Penerapan metode Cooperative Learning telah membawa perubahan –
perubahan yang positif bagi siswa yaitu telah melatih siswa untuk
mengembangkan berbagai sikap yang positif seperti kemauan untuk
mengemukaan pendapan, menghargai pendapat orang lain , saling
membantu adanya kerjasama antar siswa sehingga pembelajaran aktif
dapat tercipta.Sedangkan bagi guru adalah memberikan kesempatan
untuk mengembangkan berbagai sikap positif dalam menghadapi siswa
dalam mengelola kelas dan guru bisa lebih dekat kepada siswa ketika
siswa sedang melakukan diskusi dengan teman – temannya.
G. Rujukan
Abdulkadir (2000), Cooperative Learning Tipe STAD Dalam Pembelajaran
Fisika
Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa. Tesis pada
PPS UPI
Bahasa Inggris ,Lembar Kerja Siswa, Siaran Televisi Edukasi SMP?MTs
Kelas III Semester 1. Departemen Pendidikan Nasional Pusat
Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan 2007
Hopkins, D.(1985). A Teacher’s Guide
Philadelpphia: Open University Press.
to
Classroom Research.
Lie, A.(2004) Cooperative Learning. Mempraktekan Cooperative Learning
di ruang – ruang kelas Jakarta: Grasindo
Mulyasa .(2009), Praktik Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Suhardjono. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah pada “Diklat
Pengembangan Profesi bagi Jabatan Fungsional Guru”, Direktorat
Tenaga Kependidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas
Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Peneilitian Tindakan
Kelas. Jakarta: Bina Aksara
21
Download