1 PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DENGAN METODE COOPERATIVE LEARNING Oleh : Yeti Widyawati SMPN 1 Ciwidey Kabupaten Bandung Email: [email protected] ABSTRACT This paper aims to describe the results of a classroom action research in improving active learning in teaching English in class IX SMPN 1 Ciwidey Bandung Regency, It is conducted in two cycles. Instrument developed is the observation sheet form of self-report, questionnaire, and the student's work (test). the results can be disclosed that the implementation of cooperative learning methods have brought positive change for students in developing positive attitudes such as the willingness of speech, respect the opinions of others, mutual help and cooperation among students so that active learning can be created. As for the teacher is to give an opportunity to develop a positive attitude in the face of students and managing the class and He/ She could be closer to the student when the students are discussing with their friend. Key word: cooperative learning, self report, positive change. Penulisan ini bertujuan memaparkan hasil penelitian tindakan kelas dalam meningkatkan pembelajaran aktif pada mata pelajaran Bahasa Inggris di kelas IX SMPN 1 Ciwidey Kabupaten Bandung yang dilakukan dalam dua siklus. Instrumen yang dikembangkan adalah lembar observasi berupa self report, angket, dan hasil kerja siswa (tes). Hasil penelitian dapat diungkapkan bahwa penerapan metode Cooperative learning telah membawa perubahan – perubahan yang positif bagi siswa untuk mengembangkan berbagai sikap positif seperrti kemauan mengeluarkan pendapat, menghargai pendapat orang lain, saling membantu dan kerjasama antar siswa sehingga pembelajaran aktif dapat tercipta. Sedangkan bagi guru adalah memberikan kesempatan untuk mengembangkan berbagai sikap positif dalam menghadapi siswa dan mengelola kelas, guru bisa lebih dekat dengan siswa ketika siswa sedang melakukan diskusi dengan teman – temannya. Kata kunci : Cooperative learning, self report, perubahan positif 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru professional memiliki kemampuan untuk melakukan manajemen pembelajaran yang efektif. Karena pembelajaran merupakan proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, menyenangkan bahkan menantang diperlukan ketrampilan diantaranya adalah ketrampilan mengajar, namun dalam menciptakan pembelajaran yang baik ini tentunya disesuaikan dengan sumber- sumber yang dimilikinya., dengan sedikit rekayasa dari guru menjadikan media atau sumber belajar jadi berdaya guna. Dalam Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 1 ayat 1 dikatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa dan negara. Proses pembelajaran merupakan hal yang penting bagi peserta didik atau para siswa. Tetapi kenyataan dalam pelajaran bahasa terutama pelajaran bahasa Inggris sepertinya siswa kurang menyenangi, rasa takut yang tinggi terhadap mata pelajaran ini juga berbagai alasan misalnya: adanya pemikiran yang terlalu sederhana (lebih rendah dari sederhana) tentang bahasa Inggris, karena bahasa Inggris bukanlah bahasa ibu (mother tongue) sehingga mereka (siswa) merasa tidak telalu berminat untuk mempelajari lebih jauh bahasa Inggris, kurangnya penekanan penggunaan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari, sehingga bahasa Inggris 3 bagaikan air di atas daun talas, sekarang belajar besok lupa, pemikiran siswa belum mampu menjangkau jauh ke depan tentang perlunya menguasai bahasa Inggris di suatu hari. Generasi sekarang adalah generasi dengan pemikiran instan, apa yang dipelajari hari ini (inginnya) dirasakan hari ini pula, lingkungan yang kurang mendukung dalam penguasaan bahasa Inggris. Jarang (sedikit) para siswa di suatu sekolah terjadi pembicaraan yang menggunakan bahasa campuran (sebagian Inggris, sebagian Indonesia/ sebagian Daerah) walaupun hal ini merupakan salah satu cara termudah untuk membiasakan penggunaan bahasa Inggris dalam penerapan kehidupan sehari-hari. Tidak terasa tapi pasti penguasaan kosa kata akan bertambah setiap harinya, pemikiran dan penerapan yang salah bahwa bahasa Inggris mutlak hanya digunakan pada saat pelajaran Bahasa Inggris saja, di luar pelajaran tersebut tidak perlu. Berdasarkan pernyataan di atas, maka guru melalui manajemen pembelajaran berupaya merangsang keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan sebagai upaya perbaikan hasil belajar siswa dengan memilih metode yang tepat untuk satu tema sesuai yang diharapkan siswa. Masing – masing metode mempunyai ciri khas yang berbeda dengan metode lainnya, maka haruslah guru dapat memilih metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran yang diharapkan adanya perubahan dari mengingat (memorizing) atau menghapal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding) dari model ceramah ke pendekatan discovery learning atau inquiry learning dari belajar individual ke kooperatif serta dari subject centered ke clearer centered atau terkontruksinya pengetahuan siswa. Berdasarkan pernyataan tersebut maka rumusan masalah yang direncanakan apakah pembelajaran dengan Model Cooperative Learning 4 meningkatkan proses belajar mengajar secara aktif pada mata pelajaran Bahasa Inggris di Kelas 9 SMP Negeri 1 Ciwidey B. Pembelajaran dan Metode Cooperative Learning Terdapat banyak definisi mengenai pembelajaran. Gage dan Berliner (1991) mendefinisikan bahwa pembelajaran sebagai proses yang membawa kepada perubahan tingkah laku hasil dari pada pengalaman. Ini termasuk perubahan penguasaan maklumat; fakta; konsep; prinsip; sikap; amalan; kemahiran berfikir; kemahiran melakukan kerja; perubahan tabiat; dan tingkah laku. Bagi Hamachek (1995) pembelajaran adalah proses yang melibatkan perubahan tingkah laku melalui pengalaman dan latihan. Dengan kata yang lain, pembelajaran bukan saja dirujuk sebagai hasil yang diperhatikan tetapi juga kepada sikap, perasaan, dan proses intelektual yang jelas, Hill (1971) mengatakan ahli-ahli psikologi telah membahagikan pembelajaran kepada dua bentuk iaitu: 1) Penjelasan (declarative); dan 2) Pengkaedahan (procedural). Pembelajaran-penjelasan melibatkan penghafalan dan penyimpanan maklumat sementara pembelajaranpengkaedahan melibatkan proses penyusunan semula dan membentuk satu pola berkaitan dengan sesuatu aktivititas. Bagi Nicholls (2002) pembelajaran dikatakan berlaku apabila terdapat perubahan dalam perlakuan pelajar hasil dari pada penglibatannya dalam suatu pengalaman pendidikan. Dari beberapa definisi di atas menunjukkan bahwa secara umunmya, pembelajaran adalah berhubungan dengan bagaimana guru melaksanakan pembelajaran sebagai suatu proses di mana adanya perubahan tingkah laku pada diri siswa. Proses pengajaran itu berlangsung dalam situasi pengajaran, di mana di dalamnya terdapat komponen komponen atau faktor – faktor yakni; tujuan mengajar, siswa yang belajar, guru yang 5 mengajar, metode mengajar, alat bantu mengajar, penilaian dan situasi pengajaran Di dalam proses pengajaran itu semua proses pengajaran itu, semua komponen tersebut bergerak sekaligus dalam suatu rangkaian kegiatan yang terarah dalam rangaka membawa pertumbuhan siswa ke tujuan yang diinginkan . C. Pembelajaran Bahasa Inggris Sebelum kita mengetahui tentang pembelajaran bahasa Inggris terlebih dahulu kita lihat definisi bahasa Inggris menurut naskah kurikulum 2004, Bahasa Inggris adalah alat komunikasi secara atau tulisan. Dari pengertian berkomunikasi maka di sini berarti memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya dengan menggunakan bahasa tersebut. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan menghasilkan teks lisan dan atau tulis yang direalisasikan dalam empat kemampuan berbahasa yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Keempat ketrampilan inilah yang digunakan untuk menanggapi ataupun menciptakan wacana dalam kehidupan masyarakat. Dari rumusan di atas maka pembelajaran bahasa Inggris tidak dapat lagi dianggap memadai dengan hanya mengajarkan tata bahasa dan kosa kata melainkan harus sampai kepada mampu mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan serta mengembangkan ilmu teknologi dan budaya dengan bahasa Inggris. Pembelajaran bahasa Inggris sekarang ini merujuk pada keterkaitan antara prinsip – prinsip atau teori yang berlandaskan model pembelajaran (approach) dengan desain pembelajaran atau rencana pembelajaran dengan strategi apa atau teknik pembelajaran yang digunakan oleh guru di 6 dalam kelas (strategies dan tekniques). Dalam hal ini ada banyak model pembelajaran bahasa Inggris salah satunya yang bisa mengaktifkan siswa adalah metode cooperative learning di mana siswa bisa menikmati belajar dengan rasa yang menyenangkan. D. Cooperative Learning 1. Pengertian Metode Cooperative Learning Pengertian Metode Cooperative Learning diungkapkan oleh Lie (2204:12) Cooperative Learning adalah suatu sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik kita untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas – tugas terstruktur. Senada dengan Lie, Djadisastra (Rahadi, 2002: 9-10) mengungkapkan pengertian Cooperative Learning adalah Metode kerja kelompok atau lazimnya metode gotong royong merpakan suatu metode mengajar di mana murid – murid disusun dalam kelompok – kelompok pada waktu menerima pelajaran atau mengerjakan soal – soal dan tugas. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Flowers and Rizs (1994) “Cooperative Learning is a teaching strategy where teams of two or more works together on learning task. Ini dapat diartikan bahwa Cooperative learning merupakan suatu strategi mengajar di mana terdapat kelompok – kelompok yang beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama – sama menyelsaikan tugas – tugas. Nurwahidah (2004; 29) mengungkapkan “Pembelajaran kooperatif merupakan suatu teknik pembelajaran dan satu filosofi pembelajaran yang mendorong siswanya untuk bekerja sama dan untuk memaksimalkan belajar mereka sendiri dan belajar dengan temannya”. Pendapat yang senada diungkapkan oleh Mills (2002), “Student work together on academic task in small groups to help themselves and their teammates learn together”. Dalam hal ini Mills mengatakan bahwa siswa bekerja sama dalam tugas akademik dalam 7 kelompok – kelompok kecil untuk membantu dirinya sendiri dan kelompoknya dalam belajar. Abi Samra (2001) mengungkapkan pendapat yang sedikit berbeda yaitu “ Cooperative Learning is a successful strategy in which small teams, each with students og different levels of ability, use variety of learning activities to improve their understanding of subject”. Bahwa Cooperative learning adalah strategi pengajaran yang berhasil dengan menggunakan kelompok – kelompok kecil, siswa yang memiliki tingkat kemampuan berbeda melakukan berbagai aktivitas belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka mengenai pelajaran. Melengkapi berbagai pendapat diatas, Johnson & Johnson (Tiara: 2004: 22- 23) mengungkapkan: Pembelajaran Kooperatif merupakan strategi yang menggunakan kelompok kecil. Seiap kelompok dalam pembelajaran cooperative terdiri dari siswa yang berasal dari kemampuan yang berbeda. Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya bertanggung jawab pada tugasnya sendiri tetapi juga membantu proses belajar teman sekelompoknya. Dengan demikian ada saling ketergantungan antara teman dalam kelompok maka akan terjadi interaksi kooperatif dalam pembelajaran yang menghasilkan pengetahuan yang diperoleh siswa dari temannya sebagai hasil diskusi kelompok Dari berbagai pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa Cooperative Learning merupakan suatu metode yang diterapkan dalam pembelajaran dengan cara membentuk kelompok - kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang saling bekerja sama, saling membantu satu sama lain untuk menyelsaikan tugas. Kerjasama dalam menyelsaikan tugas tersebut dalam rangka untuk memaksimalkan proses pembelajaran demi mencapai tujuan bersama. Metode Cooperative Learning diterapkan dalam penelitian ini adalah teknik kepala bernomor terstruktur. Langkah – langkah pokok yang dikembangkan adalah guru membagi kelompok yang terdiri dari empat 8 orang atau lima orang, pengelompokan ini berdasarkan kemampuan akademik yang berbeda yang dimiliki masing – masing siwa. 2. Unsur – Unsur Metode Cooperative Learning Metode Cooperative Learning memiliki beberapa unsur dasar Slavin (Sutrisno, 2002: 30) mengungkapkan tiga konsep yang menjadi unsur dasar pembelajaran kooperatif yaitu penghargaan kelompok, individu yang bertanggung jawab bagi kepentingan kelompok dan kesempatan yang sama untuk berhasil. Roger dan David Johnson (Lie, 2004:31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dianggap Cooperative Learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perorangan,tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok. Suderadjat (2004,115-116) mengungkapkan pendapat yang senada tentang unsur unsur pembelajaran kooperatif yaitu: (1) Positive independence, saling ketergantungan positif, (2) Face to face promotive interaction, interaksi yang saling mendorong, (3) Individual accountability/personal responsibility. Pertanggungjawaban individu, (4) Interpersonal and small group skill, ketrampilan kelompok dan ketrampilan interpersonal, (5) Group processing, proses kelompok Penjelasan tentang positive indefendence yaitu agar pembelajaran kooperatif (kerjasama kelompok) dapat berhasil, diisyaratkan adanya saling percaya satu sama lainnya . Mereka harus bertekad sink or swim together tenggelam atau berenang bersama sama (Suderadjat, 2004:116). Ketergantungan positif ini berarti bahwa siswa diharuskan untuk memiliki kepercayan kepada siswa yang lain. Unsur yang lain adalah Primitive Interaction terjadi bila setiap siswa memberikan dorongan atau motivasi satu sama lain yang saling memfasilitasi kegiatan atau saling memberi bantuan satu sama lain untuk memenuhi tugas secara keseluruhan dalam 9 upaya mencapai tujuan kelompok (Suderadjat,2004: 119) . Saling memberi dorongan dan saling membantu merupakan salah satu unsure penting dalam Cooperative Learning. Unsur lain dalam Cooperative Learning adalah petanggung jawaban individu. Unsur berikutnya adalah ketrampilan sosial, untuk mengkoordinasikan kegiatan siswa dalam rangka pencapaian tujuan siswa harus saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak abisius, saling menerima dan mendukung, dan mampu menyelsaikan konflik Tidak semua siswa memiliki ketrampilan interaksi sosial seperti yang diuraikan di atas, perhatian guru terhadap interaksi sosial di atas dapat meningkatkan perolehan belajar mereka (Suderadjat, 2004:119), unsur interaksi sosial menghendaki siswa mampu berkomunikasi dan saling berbagi dengan siswa yang lain. Elemen penting kelima dari pembelajaran Cooperative Learning adalah pemprosesan kelompok (group processing). Suatu proses kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kelompok dan kegiatan anggota kelompok. 3. Manfaat Metode Cooperative Learning Penerapan Cooperave Learning dalam pembelajaran dapat memberikan manfaat , baik bagi guru maupun bagi siwa Putnam (1998) mengungkapkan bahwa “ Cooperative learning benefits students in a number of ways by promoting higher academic achievement level, imparting social skill to students and teaching students to value and respect one another” Cooperative learning bermanfaat bagi siswa untuk mendorong pencapaian prestasi akademik yang lebih tinggi , mendorong ketrampilan – ketrampilan social dan mengajarkan siswa tentang nilai dan kepedulian pada orang lain yang senada diungkapkan oleh Cluff (2005) yang mengungkapkan …each member of a team is responsible not only for learning what is taught but also for helping teammate learn, thus creating an 10 atmosphere of achievement. Student work thought the assignment until all group members successfully understand and complete it Cluff mengungkapkan bahwa masing – masing anggota kelompok tidak hanya memiliki tanggung jawab untuk belajar tentang apa yang diajarkan tetapi juga menolong teman sekelompoknya belajar, kemudian menciptakan kondisi untuk berprestasi. Siswa – siswa mengerjakan latihan sampai seluruh anggota anggota kelompok berhasil mencapai pemahaman dan melengkapi pemahaman tersebut. Chen (1999) berpendapat bahwa manfaat dari cooperative learning adalah proses ini, siswa melakukan interaksi untuk mengembangkan berbagai aktivitas seperti komunikasi, observasi dan saling mendukung. Dalam hal ini siswa merubah kebiasaan – kebiasaan belajar mereka dan saling mendorong aktivitas kognitif dan meningkatkan hubungan antar siswa. Dari berbagai pendapat di atas terungkap bahwa cooperative learning memberikan manfaat mau menolong sesama siswa dalam memahami materi pelajaran, mendorong peningkatan prestasi belajar, Berman (1997:69-70) mendukung berbagai pendapat yaitu : Cooperative learning teams help student feel connected to the classroom, because student are encouraged to use respectful, responsible behavior toward one another, the feel accepted in the classroom. This feeling of respect and belonging help promote self esteem and help students satify their need for belonging Berman mengungkapkan bahwa kelompok – kelompok pada Cooperative Learning membantu siswa siswa merasa memiliki hubungan dengan kelasnya, karena siswa – siswa merasa memiliki hubungan dengan kelasnya, karena siswa – siswa didorong untuk lebih perhatian, saling peduli satu sama lain, merasa diterima di kelas. Perasaan saling peduli dan memiliki ini membantu menimbulkan kepercayaan diri dan membantu siswa – siswa merasa nyaman dengan adanya kebutuhan untuk saling memiliki. 11 Berman melihat bahwa Cooperative learning memberikan manfaat pada siswa merasa lebih merasa diterima dan merasa lebih nyaman berada di dalam kelas. Berdasarkan beberapa pendapat di atas terungkap bahwa Cooperative learning merupakan sebuah metode yang dapat memberikan manfaat berupa pengembangan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dengan siswa yang lain serta mengembangkan berbagai nilai – nilai social yang positif yang diperlukan oleh siswa dalam kehidupan masyarakat. Abi Samra (2001) mengungkapkan pendapat yang senada yaitu “Documented result include improved academic achievement, improved behavior and attendance, increased self confidence and motivation, and increasing liking of school and classmates”. Abisamra mengungkapkan bahwa manfaat dari Cooperative learning adalah peningkatan prestasi akademik, merubah kebiasaan, meningkatan kepercayaan diri dan motivasi dan meningkatan hubungan sekolah dan teman sekelasnya. Pendapat Ham dan Adams ( Flower and Riz, 1994) mengungkapkan pendapat yang senada dengan pendapat di atas yaitu: a. Cooperative learning improves performance among high and low achieving student b. Minority students have made consistenly favourable achievement in cooperative classes Ham dan Adams mengungkapkan bahwa Cooperative Learning dapat menaikan kinerja siswa yang berkemampuan tinggi dan rendah, kemudian kelompok siswa yang minoritas dapat secara konsisten mencapai prestasi belajar pada kelas yang cooperative. Suderadjat (2004: 121) menambahkan berbagai pendapat di atas “dalam kerjasama kelompok, perhatian siswa satu sama lain akan lebih tinggi merka akan lebih keras belajar untuk mencapai tujuan kelompok…”. mengungkapkan pendapat yang sedikit berbeda yaitu : Lie (2004: 91) 12 Suasana positif yang timbul dari metode pembelajaran Cooperative Learning bisa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan sekolah/guru. Dalam kegiatan – kegiatan yang menyenangkan ini siswa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Cooperative Learning memiliki berbagai manfaat bagi siswa, metode ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa , prestasi belajar, dan kepercayaan diri siswa, mengembangkan nilai nilai positif yang diperlukan oleh siswa seperti tolong menolong, mau peduli terhadap siswa lain, mengembangkan perasaan saling membutuhkan, bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama di antara para siswa Pendapat di atas merupakan yang berkaitan dengan siswa, Namun selain bermanfaat bagi siswa juga bermanfaat bagi guru. Ham dan Adams (Flower and Riz, 1994) mengungkapkan: Teacher who began using cooperative learning”become more cooperative in their own professional interaction and more willing to collaborate with their peers”.Teacher who use cooperative learning may feel that their time is spent more effectively…, pupils monitor each other while creating a spirit of cooperation and helpfulness. In addition, teacher who try cooperative learning techniques often adopt a fresh, new attitude toward their jobs. …Teacher freer too more about, work with small groups and interact in more personal manners with students… Beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh guru yang mengembangkan Cooperative Learning berdasarkan pendapat Ham dan Adams di atas adalah: guru menjadi lebih tahu bekerjasama dalam interaksi profesionalnya dan lebih mau berkolaborasi dengan teman sejawatnya. Guru yang menggunakan Cooperative Learning merasaklan bahwa waktu yang mereka gunakan lebih efektif. Sebagai tambahan guru yang menggunakan Cooperative Learning kadang – kadang mendapat kesegaran, sikap yang baru dalam pekerjaan mereka. Guru bebas bergerak terlibat bersama kelompok – kelompok kecil dan berinteraksi 13 dalam situasi yang lebih personal dengan para siswa. Dari pendapat di atas terungkap bahwa guru mendapatkan berbagai manfaat dari penerapan Cooperative Learning di antaranya adalah waktu yang lebih efektif juga guru bisa lebih dekat dengan siswa 4. Teknik – Teknik Cooperative Learning Beberapa factor yang perlu dipertimbangkan adalah: Ukuran kelas Cooperative Learning sebagai salah satu metode yang dapat diterapkan di dalam pembelejaran memiliki beberapa teknik yang dapat digunakan. Lie (2004: 55-57) mengungkapkan beberpa teknik yang dapat digunakan dalam Cooperative Learning. Teknik – teknik tersebut adalah mencari pasangan, bertukar pasangan, berpikir – berpasanganbertempat, berkirim salam dan soal, kepala bernomor, berstruktur , penomoran, dua Tinggal Dua Tamu dan Jigsaw Dalam menerapkan metode Cooperative learning, kondisi kelas harus diatur dengan baik sehingga diharapkan dapat mendukung pelaksanaan metode ini. Lie (2004: 52) mengungkapkan tentang penataan ruang kelas yaitu: Ruang kelas perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang pembelajaran Cooperative Learning, tentu saja keputusan guru dalam penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah adalah jumlah siswa, tingkat kedewasaan siswa, toleransi guru dan kelas terhadap kegaduhan dan lalulalangnya siswa lain, pengalaman guru dalam melaksanakan metode pembelajaran gotong royong dan pengalaman siswa dalam melaksanakan metode pembelajaran gotong royong. Lie (2004:52-53) lebih lanjut mengemukakan ada kemungkinan beberapa model bangku yang bisa dipakai, yaitu: Meja tapal kuda: siswa berkelompok di ujung meja; Meja panjang: siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan; Penataan tapal kuda: siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan; Meja labolatorium,tugas individu; tugas 14 kelompok; Meja kelompok dengan membalikan kursi; Klasikal : siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan; Bangku individu dan meja tulisnya; Meja berbaris: dua kelompok duduk berbagi satu meja 5. Kelebihan dan kelemahan Metode Coperative Learning Metode Cooperative learning sebagai sebuah metode yang dapat diterapkan dalam sebuah proses pembelajaran mememiliki berbagai keunggulan yang akan menguntungkan bagi guru dan siswa sebagai komponen yang terlibat di dalam proses tersebut. Kedatipun, demikian metode inipun memiliki beberapa kelemahan bila diterapkan di dalam proses pembelajaran a. Kelebihan metode Cooperative learning Slavin (Rahadi,2002:10) mengungkapkan beberapa keuntungan dalam pembelajaran kooperatif antara lain adalah: a. Siswa bekerjasama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma kelompok b. Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama – sama berhasil c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan dalam kelompok d. Interaksi antar siswa seiring peningkatan kemampuan mereka berpendapat Berman (1997:66) mengungkapkan pendapat yang dapat melengkapi pendapat Slavin di atas: I also that teacher who have done Cooperative Learning both ways report to me that studentbond better, develop more trust, do better work, construct better product and like class more when social skills are explicity taught and modeled. The focus on polite behavior reinforces in the climate for developing corporation, building higher – level thinking and doing quality work. 15 Pendapat Berman di atas dapat diartikan bahwa guru yang menggunakan Cooperative Learning melaporkan kepadanya bahwa siswa menjadi lebih baik, lebih mengembangkan rasa saling percaya, bekerja dengan lebih baik, menciptakan produk (hasil) dan kelas yang lebih baik pada saat ketrampilan social secara ekplisit diajarkan da dicontohkan. Fokus dari pembiasaan ini adalah menummbuhkan iklim untuk mengembangkan kerjasama, membengaun kemampuan berpikir tingkat tinggi dan menyelsaikan pekerjaan secara berkualitas. Berdasarkan dua pendapat di atas dapat dikatakan bahwa ini memilki kelebihan karena dapat membuat siswa dapat bekerjasama dengan teman mempercayai untuk tujuan bersama. Suderadjat (2004:121) mengungkapkan hubungan antara pembelajaran Kooperatif dengan kratifitas siswa adalah bahwa pembelajaran kooperatif mampu: menumbuhkan kreatifitas, menumbuhkan gagasan meningkatkan kualitas gagasan, menumbuhkan rasa saling senang yang merangsang siswa untuk aktif dalam kelompok, membentuk kemurnian ungkapan dalam interaksi dan pemecahan masalah. Stahl (Nurwahidah, 2004:30) mengatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju hal yang lebih baik dan sikap tolong menolong dalam beberapa prilaku social. Sedangkan Orlich (handayani, 2004:41) mengungkapkan tentang kelebihan metode ini yaitu: Kelebihan metode ini antara lain dapat mengembangkan ketrampilan social, menciptakan lingkungan belajar yang aktif antusias, mendorong munculnya percaya diri, memunculkan gaya belajar yang berbeda, meningkatkan tanggung jawab siswa, mengembangkan sikap demokrasi dan berfokus pada keberhasilan siswa Pendapat yang senada diungkapkan oleh Romney (Handayani, 2004:40) yaitu metode ini merupakan kerja kelompok yang digunakan sebagai alternative ketika mengajar di kelas. Metode ini memiliki implikasi terhadap proses demokrasi yakni semua anggota memiliki kedudukan yang 16 sama untuk mencapai tujuan pembelajaran dan mereka memiliki kontribusi yang bernilai bagi kelompoknya. AbiSamra (2001) mengungkapkan “Cooperative learning is also relatively easy to implement and is inexpensive”. Cooperative Learning merupakan sebuah metode yang gampang diterapkan dan tidak mahal . Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkn bahwa metode ini selain dapat mendorong siswa untuk bekerja sama juga dapat memunculkan kreatifitas siswa, mendorong siswa untuk mengembangkan berbagai sikap – sikap positif. b. Kelemahan Metode Cooperative Learning Slavin (rahadi,2002:11) mengungkapkan kelemahan metode Cooperative Learning, adalah: Adanya anggota kelompok yang tidak aktif. Ini dapat terjadi jika hanya ada satu permasalahan saja. Kelemahan ini dapat dihindari dengan cara : Masing – masing anggota kelompok bertanggung jawab pada bagian – bagian tertentu dari permasalan kelompok Masing – masing anggota kelompok harus mempelajari materi secara keseluruhan. Hal ini terjadi karena hasil kelompok ditentukan oleh skor perkembangan masing – masing individu Sedangkan Romney (Handayani, 2004;41) mengungkapkan bahwa kelemahan adalah membutuhkan waktu yang banyak dan secara psikologis dapat menimbulkan perasaan terbebani. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode ini memiliki kelemahan berupa adanya anggota kelompok yang dimungkinkan tidak aktif, metode ini juga membutuhkan waktu yang banyak dan mungkin memunculkan perasaan yang terbebani. E. Metode dan Pembahasan 17 Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan dua siklus hasilnya diuraikan secara kualitatif dari lembar observasi selama proses pembelajaran dan dari hasil lembar kerja kelompok Siswa dibagi menjadi 9 kelompok dan tiap- tiap kelompok dibuatkan self report. Contoh Hasil dari siklus satu self report seperti di bawah ini KELOMPOK 1 Tabel 6.1 Aktivitas Kelompok 1 Pada Tindakan 1 Berdasarkan Self Report KEGIATAN Keterangan 1= Tanggung Jawab NO NAMA SISWA 1 2 3 4 Perorangan a b c a = Mencari bahan √ b= Merumuskan 1 Dea Rifana * √ Jawaban Muhamad √ 2 Ilham * √ √ √ c= Melaporkan √ √ * Tugas yang menjadi 3 Dini Diansah * * √ tanggung √ 4 Ikbal Damini * √ √ √ jawab perorangan Johanes √ 5 Hasoloan * √ 2= Saling Membantu 3 = Mendengarkan saat pembasan lembar kerja kelompok 4=Kegiatan di luar PBM Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran pada tindakan I dapat diuraiakan sebagai berikut: Kelompok 1, berdasarkan self report di atas terlihat bahwa aktivitas kerja sama belum nampak , siswa hanya menjalankan aktivitas dan tanggung jawab masing – masing namun aspek saling membantu serta mendengarkan saat pembahasan belum dimunculkan semua siswa, selain itu kegiatan di luar PBM dimunculkan 18 oleh beberapa orang siswa , maka berdasarkan hasil observasi aktivitas di atas aktivitas siswa seperti kerjasama dan saling membantu belum nampak. Muhamad Ilham terlihat sangat mendominasi, siswa ini terlihat ingin menyelsaikan tugas kelompok sendiri tanpa mendengar masukan teman – temannya. Tiap- tiap kelompok masing – masing hasilnya berbeda tergantung self reportnya. Selain proses juga didapatkannya hasil pekerjaan yang berupa Lembar Kerja Kelompok sebagai berikut Tabel 6.2 Skor Lembar Kerja Kelompok Pada Tindakan I Kelompok Skor 1 60 2 70 3 66 4 63 5 66 6 50 7 63 8 56 9 43 Rata - rata 59.7 Berdasarkan tabel tentang skor tugas kelompok terlihat bahwa hampir semua kelompok yang mendapatkan skor di bawah 70. Skor maksimal untuk lembar kerja kelompok adalah 100. Pada tindakan ini belum ada peningkatan sehingga secara keseluruhan untuk skor tugas lembar kerja ini nampaknya belum memperoleh hasil yang memuaskan. Setelah diadakan reflesi dan revisi tindakan 1 maka ada beberapa tindakan yang dipertahankan adapula yang dirubah. Maka keputusannya dilanjutkan siklus du karena belum berhasil apa yang dilaksanakan. Kemudian diuraikan self report berdasarkan hasil observasi peneliti. 19 Berdasarkan table- table, skor pengerjaan lembar kerja siswa terlihat begitu meningkat bila dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya, Semua kelompok mendapatkan skor di atas 70 artinya sudah mencapai Nilai Ketuntasan Minimal pada teks narrative, artinya bahwa pembelajaran aktif siswa pada tindakan 2 menunjukkan hasil yang menggembirakan dengan dimunculkannya unsur kerjasama dan saling membantu antar sesama teman. Refleksi dan Revisi Tindakan II. Dalam tindakan II telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Keaktifan belajar telah nampak dengan munculnya aktivitas kerjasama dan saling membantu antar anggota kelompok. Maka dengan hasil ini diputuskan tidak melakukan tindakan selanjutnya. F. Kesimpulan Pada tahap perencanaan penerapan metode Cooperative Learning kegiatan yang dilakukan guru adalah menentukan waktu penerapan metode Cooperative Learning di kelas, membuat silabus, dan rencana pengajaran, menyiapkan media yang akan digunakan dalam pembelajaraan di kelas, mempersiapkan lembar kerja yang akan dikerjakan oleh siswa secara kelompok, menentukan pembagian kelompok, memepersiapkan lembar laporan pribadi siswa, lembar observasi dan alat perekam. Penerapan metode Cooperative Learning di salah satu kelas ini mempergunakan teknik kepala bernomor terstruktur. Penerapan metode ini dalam pembelajaran di kelas dibagi menjadi tiga segmen. Segmen pertama digunakan oleh guru untuk memeberikan penjelasan tentang materi yang akan dipelajari, segmen kedua digunakan oleh siswa untuk bekerja secara kelompok dan mengerjakan lembar kerja, dan segmen 20 ketiga digunakan untuk membahas lembar kerja kelompok yang telah diselsaikan oleh siswa . Penerapan metode Cooperative Learning telah membawa perubahan – perubahan yang positif bagi siswa yaitu telah melatih siswa untuk mengembangkan berbagai sikap yang positif seperti kemauan untuk mengemukaan pendapan, menghargai pendapat orang lain , saling membantu adanya kerjasama antar siswa sehingga pembelajaran aktif dapat tercipta.Sedangkan bagi guru adalah memberikan kesempatan untuk mengembangkan berbagai sikap positif dalam menghadapi siswa dalam mengelola kelas dan guru bisa lebih dekat kepada siswa ketika siswa sedang melakukan diskusi dengan teman – temannya. G. Rujukan Abdulkadir (2000), Cooperative Learning Tipe STAD Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa. Tesis pada PPS UPI Bahasa Inggris ,Lembar Kerja Siswa, Siaran Televisi Edukasi SMP?MTs Kelas III Semester 1. Departemen Pendidikan Nasional Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan 2007 Hopkins, D.(1985). A Teacher’s Guide Philadelpphia: Open University Press. to Classroom Research. Lie, A.(2004) Cooperative Learning. Mempraktekan Cooperative Learning di ruang – ruang kelas Jakarta: Grasindo Mulyasa .(2009), Praktik Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Suhardjono. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah pada “Diklat Pengembangan Profesi bagi Jabatan Fungsional Guru”, Direktorat Tenaga Kependidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Peneilitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bina Aksara 21