Aktivitas antibakteri ekstrak tembakau temanggung varietas

advertisement
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK TEMBAKAU
TEMANGGUNG VARIETAS GENJAH KEMLOKO
SKRIPSI
PRATIWI EKA PUSPITA
F34063211
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF TEMANGGUNG TOBACCO EXTRACT
VARIETY GENJAH KEMLOKO
1)
Meika Syahbana Rusli, 2)Suryani, and 1)Pratiwi Eka Puspita
1)
Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology
2)
Department of Biochemistry, Faculty of Mathematic and Natural Science
Bogor Agricultural University, Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java
Indonesia
ABSTRACT
Utilization of tobacco extract as bactericide based on prediction of antibacterial
compound which would be found on tobacco leaves from Temanggung. The objective
of this research is to study the potential of antibacterial activity from Temanggung
local tobacco leaves extract. The raw materials in this research include upper and
middle leaves of tobacco and under leaves of tobacco. The tobacco extracts were
prepared by soxhletation method using ethanol. Then, the extracts were evaluated by
phytochemical analysis and antibacterial activity test.
The yield of tobacco leaves ethanol extract of upper and middle leaves of tobacco
was better (22.20%) compare with under leaves of tobacco (14.42%) in wet basis.
Those extracts yield were predicted higher than actual value because there are
moisture content on upper and middle leaves of tobacco (12.37%) and under leaves
of tobacco (10.69%).
Phytochemical test showed that tobacco leaves ethanol extract of upper and
middle leaves of tobacco contained of alkaloid, flavonoid, terpenoid, and steroid. It
is difference with tobacco leaves ethanol extract of under leaves of tobacco which
contained alkaloid, flavonoid, and terpenoid. Those compounds were predicted as
bioactive materials which have an antibacterial activity.
Antibacterial activity test has been done with extracts of upper and middle
leaves of tobacco. The result showed that extracts was better to inhibit E. coli than S.
aureus on concentration 80-100% (w/v). Beside that, upper and middle leaves of
tobacco have a similar activity antibacterial on concentration of 20-60% (w/v).
Meanwhile, activity antibacterial on concentration of 20% (w/v) were classified to
low activity and have a medium activity on concentration of 40-60% (w/v) to S.
aureus and E. coli.
Keywords: leave tobacco extract, antibacterial activity, S. aureus, E. coli
PRATIWI EKA PUSPITA. F34063211. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tembakau
Temanggung Varietas Genjah Kemloko. Di bawah bimbingan Meika Syahbana
Rusli dan Suryani. 2011.
RINGKASAN
Pemanfaatan ekstrak tembakau sebagai bakterisida telah lama dikembangkan. Hal
itu didasari adanya senyawa antibakteri yang terkandung dalam daun tembakau.
Penelitian ini bertujuan membuktikan potensi ekstrak tembakau varietas Genjah
Kemloko asal Temanggung sebagai senyawa sediaan antibakteri yang merupakan
pemanfaatan alternatif dari tembakau. Penelitian ini telah berlangsung sejak
September hingga Oktober tahun 2010 di Laboratorium Kimia Analitik dan Biokimia
IPB.
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tembakau varietas
Genjah Kemloko yang telah dijemur di bawah sinar matahari selama 2 hari dan
dihaluskan hingga berukuran 60 mesh dalam kondisi kering. Daun tembakau tersebut
terdiri atas sampel daun yang dipetik di bagian atas, tengah, dan bawah pada batang
tanaman. Penelitian diawali dengan mengukur kadar air kedua sampel. Selanjutnya,
dilakukan ekstraksi tembakau menggunakan metode soxletasi dengan pelarut etanol.
Metode soxletasi dilakukan dengan cara melarutkan tembakau serbuk (TS) sebanyak
10 g dalam 100 ml pelarut dan dimasukkan dalam alat soxlet. Refluksi soxletasi
berlangsung hingga 6 kali siklus selama 90 menit. Setelah diperoleh ekstrak
tembakau kemudian dilakukan pengukuran rendemen dan uji fitokimia (alkaloid,
flavonoid, terpenoid, dan steroid).
Penelitian dilanjutkan dengan melakukan pengujian aktivitas antibakteri yang
diawali dengan kegiatan peremajaan bakteri. Peremajaan bakteri dilakukan dengan
meregenerasi bakteri S. aureus dan E. coli dalam media LB masing-masing 10 ml
dan diinkubasi bergoyang (shaker incubator) selama 24 jam pada suhu 37oC, 200
rpm. Remajaan kultur bakteri ditumbuhkan pada cawan Petri yang berisi media
nutrient agar (NA) dengan mengambil sebanyak 50 µL bila nilai kerapatan
optikalnya (OD)>1 dan 100 µL bila ODnya<1. Media didiamkan hingga memadat,
lalu dilubangi menggunakan gel puchner sebanyak 5 lubang.
Pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan E. coli dilakukan
dengan cara menumbuhkan remajaan bakteri dalam media NA sebanyak 50 µL bila
ODnya>1 dan 100 µL bila ODnya<1. Media didiamkan hingga padat. Media lalu
dilubangi menggunakan gel puchner sebanyak 7 lubang. Masing-masing lubang diisi
pengenceran ekstrak dengan berbagai konsentrasi (20% b/v, 40% b/v, 60% b/v, 80%
b/v, 100% b/v), kontrol negatif (DMSO) dan kontrol positif (tetrasiklin 10%).
Sebanyak 50 µL dari masing-masing ekstrak diletakkan pada lubang yang telah
dibuat. Media tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Zona bening yang
terbentuk merupakan indikator aktivitas antibakteri.
Kadar air daun tembakau campuran bagian atas dan tengah serta bagian bawah
secara berturut-turut adalah 12.37% dan 10.69%. Adanya nilai kadar air tersebut
akan berpengaruh terhadap nilai rendemen ekstrak yang dihasilkan.
Rendemen esktrak etanol daun tembakau campuran bagian atas dan tengah lebih
tinggi (22.20% (b/b)) dibandingkan dengan bagian bawah (14.42% (b/b)) yang
diperhitungkan dengan basis basah. Namun demikian, kemungkinan nilai rendemen
yang sebenarnya lebih rendah daripada nilai yang ditunjukkan pada hasil penelitian.
Tingginya rendemen ekstrak tembakau diduga dipengaruhi oleh adanya kadar air
pada rendemen ekstrak yang belum terpisahkan.
Sementara itu, hasil uji fitokimia secara kualitatif menunjukkan bahwa ekstrak
etanol daun tembakau campuran bagian atas dan tengah mengandung senyawa
flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan steroid. Hal itu berbeda dengan ekstrak etanol
daun tembakau bagian bawah yang hanya mengandung senyawa flavonoid, alkaloid,
dan terpenoid. Di antara keseluruhan senyawa tersebut, alkaloid diduga terdapat
dalam jumlah besar sedangkan flavonoid dan terpenoid terdapat dalam jumlah sama
pada daun tembakau secara kualitatif. Dengan demikian, dapat diduga bahwa
alkaloid paling berperan sebagai komponen bioaktif yang memiliki aktivitas
antibakteri.
Uji aktivitas antibakteri hanya dilakukan terhadap ekstrak etanol daun tembakau
campuran bagian atas dan tengah, sedangkan pengujian aktivitas antibakteri oleh
ekstrak etanol daun tembakau bagian bawah tidak dilakukan. Hal itu berdasarkan
pertimbangan bahwa data yang diperoleh kurang layak untuk diuji lebih lanjut. Pada
pengujian daya hambat ekstrak terhadap bakteri, diketahui bahwa ekstrak etanol daun
tembakau campuran bagian atas dan tengah dengan konsentrasi 80% b/v dan 100%
b/v lebih baik aktivitasnya dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli (diameter
daya hambatnya adalah 7 mm) dibandingkan S. aureus (diameter daya hambatnya
adalah 8 mm). Hal itu dikarenakan dinding sel bakteri S. aureus lebih tipis
dibandingkan E. coli sehingga mudah dirusak oleh ekstrak etanol daun tembakau
campuran bagian atas dan tengah.
Ekstrak etanol daun tembakau pada konsentrasi 20% b/v tergolong lemah dalam
hal kemampuannya menghambat S. aureus dan E. coli dan tergolong sedang pada
konsentrasi 40%-60% (b/v). Diameter zona hambat yang terbentuk pada berbagai
variasi konsentrasi 20% b/v, 40% b/v, 60% b/v, 80% b/v, dan 100% b/v terhadap S.
aureus dan E. coli secara berturut-turut adalah 4 mm, 6 mm, 6 mm, 7 mm, 7 mm dan
4 mm, 6 mm, 6 mm, 8 mm, 8 mm. Sementara itu, uji kontrol negatif menggunakan
DMSO menunjukkan tidak adanya penghambatan pertumbuhan bakteri dan uji
kontrol positif menggunakan tetrasiklin 10% menunjukkan daya hambat kuat (29
mm dan 37 mm) terhadap S. aureus dan E. coli.
Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun tembakau campuran
bagian atas dan tengah tidak memiliki aktivitas antibakteri yang kuat terhadap S.
aureus dan E. coli. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penentuan
senyawa bioaktif ekstrak daun tembakau asal Temanggung yang memiliki aktivitas
antibakteri paling optimum.
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK TEMBAKAU
TEMANGGUNG VARIETAS GENJAH KEMLOKO
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
PRATIWI EKA PUSPITA
F34063211
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tembakau Temanggung Varietas
Genjah Kemloko
Nama
: Pratiwi Eka Puspita
NRP
: F34063211
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. Agr
NIP. 19620505 198903 1 027
Dr. Suryani, SP, M.Sc
NIP. 19681031 200604 2 001
Mengetahui :
Ketua Departemen
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
NIP. 19621009 198903 2 001
Tanggal lulus :
Februari 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul:
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tembakau Temanggung Varietas Genjah
Kemloko adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing
Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2011
Yang membuat pernyataan
Nama : Pratiwi Eka Puspita
NRP : F34063211
BIODATA PENULIS
Pratiwi Eka Puspita. Lahir di Temanggung, 22 Februari 1989 dari ayah Yekti
Toto Raharjo dan ibu Gati Nurhidayati, sebagai anak pertama dari empat
bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2006 dari SMA Negeri 1
Temanggung dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan
Masuk IPB. Penulis memilih Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai
kegiatan termasuk menjadi pengurus LDK Al-Hurriyah. Penulis melaksanakan
Praktik Lapangan pada tahun 2009 di PT. Takasago Indonesia, Purwokerto, Jawa
Tengah dengan judul “Teknologi Proses Redistilasi Minyak Nilam di PT.
Takasago Indonesia dan Teknologi Penyulingan Industri Kecil Minyak Nilam di Purwokerto”.
KATA PENGANTAR
Segala puji teruntuk Allah swt yang telah melimpahkan segala rahmatNya sehingga penulisan
skripsi yang berjudul “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tembakau Temanggung Varietas Genjah
Kemloko” dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia
Analitik dan Biokimia, FMIPA IPB, sejak bulan September hingga Oktober 2010.
Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusun skripsi ini, penulis ingin menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
2.
3.
4.
Ayahanda, ibunda, adik-adik, dan keluarga besar yang telah banyak memberikan dukungan.
Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. Agr sebagai dosen pembimbing utama.
Dr. Suryani, M.Sc sebagai dosen pembimbing pendamping.
Pak Prayoga Suryadarma dan Pak Bambang yang telah banyak memberikan inspirasi selama di
kampus.
5. Pak Abdullah, Mbak Farida, Mbak Hidayah, Mbak Mitha, Mbak Listya, dan Mbak Eli yang
telah mengajarkan banyak hal.
6. Teman-teman kosan Wahdah Indah, Mbak Linda, Yanti, Mbak Eva, Olif, Sarah, Made, Irma,
Nisa, Simaw, Eka, Icha, dan Oni.
7. Teman-teman kosan Pondok Dewi, Okta, Risti, Ida, Dian, Siti, Wahyu, Rini, Sarah, Iyong,
Tiara, dan Erlin.
8. Tim Humairoh seluruh angkatan, termasuk Dian, Umul, Manik, Dina, Resti, dan Icha.
9. Spesial untuk teman-teman seperjuangan LDK Al-Hurriyah
10. Teman-teman TIN 43 IPB.
11. Adik-adik Aisyah 45, Reni, Rathi, Dila, Ayu, Siti, dan Alya.
12. Adik-adik asistensi PAI 46, Aktris, Jideng, Intan, Fatia, Sarah, Santi, April, Anggun, Tria,
Rizka, dan Aya.
13. Teman-teman Forces dan Himalogin.
14. Teman-teman FIM dan FLP.
15. Tim dahsyat dalam tur perlombaan, Vika, Iqbal, Dhaniar, Riska, Rinda, dan Ahmad.
16. Kimura-sensei dan Rie-san atas apresiasinya.
17. Serta setiap pribadi yang telah banyak memberikan doa dan senyum kepada penulis.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang
nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Februari 2011
Pratiwi Eka Puspita
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .....................................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL............................................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................................vi
I. PENDAHULUAN .........................................................................................................................1
A.
LATAR BELAKANG .........................................................................................................1
B.
TUJUAN .............................................................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................................................3
A.
BOTANI TEMBAKAU .......................................................................................................3
B.
TEMBAKAU TEMANGGUNG.......................................................................................... 5
C.
EKSTRAKSI DAUN TEMBAKAU....................................................................................8
D.
POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEMBAKAU ..........................................9
III. METODOLOGI ........................................................................................................................ 13
A.
BAHAN DAN ALAT ........................................................................................................13
B.
WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ..........................................................................14
C.
PROSEDUR PENELITIAN............................................................................................... 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................................................17
A.
EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU ....................................................................17
B.
KOMPONEN FITOKIMIA EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU ....................... 18
C.
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEMBAKAU TERHADAP
BAKTERI S. aureus DAN E. coli..................................................................................... 21
V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................................25
A.
SIMPULAN ....................................................................................................................... 25
B.
SARAN .............................................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 26
LAMPIRAN....................................................................................................................................29
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi senyawa pada daun Tembakau.......................................................................... 9
Tabel 2. Perbedaan bakteri Gram positif dan negatif ...................................................................... 11
Tabel 3. Perbandingan diameter zona hambat (mm) aktivitas antibakteri oleh ekstrak dan
minyak atsiri daun tembakau jenis Prilep.......................................................................... 12
Tabel 4. Perbandingan diameter zona hambat (mm) aktivitas antibakteri oleh ekstrak dan
minyak atsiri daun tembakau jenis Oltja ........................................................................... 12
Tabel 5. Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun tembakau sampel A dan B................................... 19
Tabel 6. Diameter zona hambat (mm) ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap bakteri
S. aureus dan E. coli.......................................................................................................... 22
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Sampel daun tembakau yang digunakan sebagai bahan pengujian aktivitas
antibakteri....................................................................................................................... 13
Gambar 2. Diagram alir penelitian .................................................................................................. 14
Gambar 3. Hasil uji alkaloid ........................................................................................................... 19
Gambar 4. Hasil uji flavonoid ......................................................................................................... 20
Gambar 5. Hasil uji steroid dan terpenoid....................................................................................... 21
Gambar 6. Zona hambat ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap bakteri S. aureus
dan E. coli....................................................................................................................... 23
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran
Lampiran
Lampiran
Lampiran
Lampiran
Lampiran
Lampiran
Lampiran
Lampiran
Lampiran
Lampiran
Lampiran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Prosedur pengukuran kadar air .............................................................................. 30
Kadar air daun tembakau sampel A dan B............................................................. 30
Prosedur ekstraksi daun tembakau dengan metode soxletasi .................................31
Rendemen hasil soxletasi daun tembakau sampel A dan B ...................................31
Prosedur pengujian alkaloid................................................................................... 32
Prosedur pengujian flavonoid ................................................................................ 32
Prosedur pengujian steroid dan terpenoid .............................................................. 33
Prosedur pembuatan media NA ............................................................................. 34
Prosedur pembuatan media LB .............................................................................. 34
Prosedur peremajaan bakteri.................................................................................. 35
Prosedur uji aktivitas antibakteri ...........................................................................36
Diameter zona hambat (mm) ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap
bakteri S. aureus ....................................................................................................37
Lampiran 13. Diameter zona hambat (mm) ekstrak etnol daun tembakau sampel A terhadap
bakteri E. coli........................................................................................................37
vii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemanfaatan tembakau secara umum digunakan sebagai bahan baku rokok yang selama ini
menjadi kontroversi. Isu tersebut terkait dengan peranan tembakau yang merupakan komoditi
perkebunan dengan nilai jual tinggi tetapi pemanfaatannya menimbulkan dampak yang negatif.
Tidak hanya ditinjau dari segi kesehatan, industri rokok juga dianggap tidak mampu memberikan
kesejahteraan yang cukup menjanjikan bagi para petani.
Oleh karena itu, perlu dilakukan konversi pemanfaatan tembakau menjadi produk lain yang
memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga dapat dijadikan substitusi produk rokok. Sesungguhnya,
pemanfaatan alternatif tembakau secara tradisional telah banyak diaplikasikan oleh masyarakat
di antaranya adalah penggunaannya sebagai obat tanaman. Umumnya, oleh sebagian masyarakat,
daun tembakau yang diekstrak untuk dijadikan obat tanaman adalah sisa-sisa daun yang tidak
terpakai dalam produksi rokok. Hal itu dinilai lebih ekonomis karena harganya lebih rendah
dibandingkan tembakau yang digunakan sebagai bahan baku rokok. Dalam penggunaannya,
ekstrak tembakau tersebut ditambahkan dengan bahan lain seperti deterjen atau ekstrak cabe
untuk membantu efektivitas pemanfaatannya. Campuran itu lalu digunakan untuk membasmi
penyakit seperti, karat pada buncis dan gandum, kamur kentang, yang disebabkan oleh bakteri.
Pada penelitian ilmiah sebelumnya, telah diketahui bahwa daun tembakau dapat
dimanfaatkan sebagai bakterisida nabati karena sifatnya yang dapat menghambat bakteri. Hal itu
dibuktikan oleh Palic et al. (2002) yang menunjukkan adanya aktivitas antibakteri minyak atsiri
daun tembakau jenis Prilep terhadap E. coli, S aureus, dan P. aeruginosa. Diketahui bahwa
bakteri-bakteri tersebut merupakan flora normal pada manusia yang terkadang dapat
menimbulkan penyakit bagi manusia. Misalnya saja, E. coli yang banyak terdapat pada kotorankotoran hewan dan bila berpindah ke manusia dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan
(Andriani 2008). Sama halnya, S. aureus yang tergolong flora normal yang banyak dijumpai
pada susu perahan sehingga dapat menimbulkan keracunan pangan pada manusia, dikenal
dengan istilah enterotoksin. Bakteri ini juga menimbulkan penyakit pada hewan, yaitu mastitis
(Purnomo et al. 2006). Adapun, P. aeruginosa merupakan bakteri patogen yang dapat
menimbulkan beberapa infeksi. Di antaranya, infeksi pada luka yang menimbulkan nanah hijau
kebiruan, infeksi pada saluran kemih, infeksi pada saluran napas yang mengakibatkan
pneumonia dan disertai nekrosis, infeksi pada mata dan penyakit otitis eksterna ringan pada
perenang (Evita 2006).
Penelitian sebelumnya yang juga terkait dengan pengujian aktivitas antibakteri daun
tembakau telah dilakukan oleh Pavia et al. (2000) yang menguji pengaruh nikotin daun
tembakau terhadap E. coli, Klebsiella pneumoniae, Listeria monocytogenes, Viridans
streptococci, Cryptococcus neoformans, Borrelia burgdorferi, S. aureus, Mycobacterium phlei,
dan Candida albicans. Data hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh positif
nikotin dalam menghambat bakteri Gram positif dan negatif.
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, perlu dilakukan pengujian aktivitas antibakteri
menggunakan ekstrak kasar daun tembakau lokal asal Temanggung. Hal itu sebagai upaya
aplikasi produk alternatif tembakau lokal yang dapat langsung dimanfaatkan oleh masyarakat
sehingga dapat menambah nilai ekonomis. Dengan demikian, diharapkan bahwa penelitian ini
1
dapat mendukung hipotesis yang mengungkapkan adanya kinerja positif bakterisida nabati daun
tembakau. Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengekstrak daun tembakau asal
Temanggung dan dilanjutkan dengan menguji komponen fitokimianya serta mengaitkan
pengaruhnya terhadap daya aktivitas antibakteri ekstrak daun tembakau pada bakteri uji Gram
positif (S. aureus) dan Gram negatif (E. coli).
B.
TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak tembakau asal
Temanggung yang berpotensi digunakan sebagai antiseptik.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BOTANI TEMBAKAU
Tembakau adalah tanaman musiman yang tergolong tanaman perkebunan. Tanaman tersebut
dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Familli
: Solanaceae
Subfamili : Nicotianae
Genus
: Nicotianae
Spesies
: Nicotiana tabacum (Goodspread 1954)
1.
Bagian-bagian tanaman tembakau (Cahyono 1998)
a. Akar
Tanaman tembakau berakar tunggang menembus ke dalam tanah sampai kedalaman
50-75 cm, sedangkan akar kecilnya menyebar ke samping. Tanaman tembakau juga
memiliki bulu akar. Perakarannya dapat tumbuh dan berkembang baik dalam tanah
yang gembur, mudah menyerap air, dan subur.
b. Batang
Batang tembakau agak bulat, lunak tetapi kuat, makin ke ujung makin kecil. Ruas
batang mengalami penebalan yang ditumbuhi daun dan batang tanaman tidak bercabang
atau sedikit bercabang. Pada setiap ruas batang selain ditumbuhi daun juga tumbuh
tunas ketiak daun dengan diameter 5 cm. Fungsi dari batang adalah tempat tumbuh
daun dan organ lainnya, tempat jalan pengangkutan zat hara dari akar ke daun, dan
sebagai jalan menyalurkan zat hasil asimilasi ke seluruh bagian tanaman.
c. Daun
Bentuk daun tembakau adalah bulat lonjong, ujungnya meruncing, tulang daun yang
menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Daun bertangkai melekat pada
batang, kedudukan daun mendatar atau tegak. Ukuran dan ketebalan daun tergantung
varietasnya dan lingkungan tumbuhnya. Daun tembakau tersusun atas lapisan palisade
parenchyma pada bagian atasnya dan spongy parenchyma pada bagian bawah. Jumlah
daun dalam satu tanaman berkisar 28-32 helai, tumbuh berselang-seling mengelilingi
batang.
Daun tembakau secara umum dapat diklasifikasikan menurut letaknya pada batang
yang dimulai dari bawah ke atas, yaitu: daun pasir (zand blad/lugs), kaki (voet
blad/cutters), tengah (midden blad/leaf), dan atas (top blad/tips). Bagian dari daun
tembakau yang mempunyai nilai tertinggi adalah bawah dan tengah menyusul daun
atas, sedang daun pasir dan pucuk hampir tidak bernilai kecuali untuk tembakau
rajangan (Abdullah 1982).
d. Bunga
Bunga tembakau merupakan bunga majemuk yang terdiri dari beberapa tandan dan
masing-masing berisi 15 bunga. Bunga berbentuk terompet dan panjang. Warna bunga
merah jambu sampai merah tua pada bagian atasnya, sedangkan bagian lain berwarna
putih. Kelopak memiliki 5 pancung, benang sari berjumlah 5 tetapi yang satu lebih
pendek dan melekat pada mahkota bunga. Kepala putik atau tangkai putik terletak di
3
e.
2.
atas bakal buah di dalam tabung. Letak kepala putik dekat dengan benang sari dengan
kedudukan sama tinggi.
Buah
Buah tembakau akan tumbuh setelah tiga minggu penyerbukan. Buah tembakau
berbentuk lonjong dan berukuran kecil berisi biji yang sangat ringan. Biji dapat
digunakan untuk perkembangbiakan tanaman.
Jenis-jenis tanaman tembakau (Susilowati 2006)
a. Tembakau cerutu
Tembakau cerutu dikenal ada 3 macam sesuai dengan fungsinya pada pembuatan
rokok cerutu, yaitu:
 Tembakau pengisi
Tembakau ini adalah jenis Vorstenland yang berdaun banyak, berwarna hijau,
ketebalan daun tipis hingga sedang, daun terkulai sehingga kedudukannya tampak
mendatar dan habitus piramidal.
 Tembakau pembalut
Tembakau ini adalah jenis Besuki yang ramping, ketinggiannya sedang hingga
tinggi, daunnya oval, kedudukan daun pada batang agak tegak, jarak daun satu
dengan lainnya agak berjauhan, luas daun sedang hingga lebar, habitus silindris,
ketebalan daun tipis, daunnya lunak dan memiliki aroma yang khas.
b.
 Tembakau pembungkus
Tembakau ini adalah jenis Deli dengan keadaan tanaman yang kokoh dan besar,
ketinggian tanaman sedang, daunnya tipis dan elastis, bentuk daun bulat dan lebar,
kedudukannya pada batang tampak mendatar, bermahkota tipe silindris, warna daun
cerah.
Tembakau sigaret
Dalam industri rokok tembakau sigaret digunakan untuk bahan baku pembuatan
rokok sigaret, baik sigaret putih maupun kretek.
 Tembakau Virginia
Tembakau ini bersosok ramping, ketinggian tanaman sedang sampai tinggi, daun
berbentuk lonjong yang ujungnya meruncing, warna daun hijau kekuningan, daun
bertangkai pendek, kedudukan daun pada batang tegak, jarak antara daun satu
dengan yang lain cukup lebar, daya adaptasinya luas terhadap tanah dan iklim.

Tembakau Oriental/Turki
Tembakau ini unggul pada aromanya yang harum dan khas sehingga disebut juga
aromatic tobacco. Tembakau Oriental digunakan oleh semua pabrik rokok sebagai
campuran yang dapat meningkatkan mutu rokok sigaret.

Tembakau Burley
Tembakau ini bercirikan warna daun hijau pucat, batang dan ibu tulang daun
berwarna putih krem, dan tergolong ukuran besar (90-160 cm2), lebih banyak
berbentuk silindris dibandingkan piramida, tinggi tanaman sekitar 180 cm.

Tembakau sigaret yang lain
Tembakau jenis Rembang, Kasturi, Garut, Madura, Payakumbuh, dan Bugis banyak
digunakan sebagai campuran tembakau sigaret.
4
c.
d.
e.
Tembakau pipa
Tembakau pipa digunakan untuk pipa dan meliputi tembakau Lumajang. Tembakau
Lumajang dibedakan menjadi tembakau Lumajang Na Oogst (NO)/sawah yang ditanam
di sawah dan tembakau Lumajang Vor Oogst (VO)/tegal yang ditanam di tanah kering.
Ciri-ciri tembakau Lumajang adalah tinggi, ramping, dan daun agak tegak.
Tembakau asepan
Tembakau ini diolah dengan cara pengasapan. Biasanya memiliki daun tebal, berat,
kuat, berminyak, berwarna gelap.
Tembakau asli
Tembakau ini diusahakan oleh rakyat. Hasil panen diolah dengan dirajang dan
dijemur matahari. Kegunaan tembakau rakyat adalah untuk bahan baku pembuatan
rokok sigaret kretek.
B. TEMBAKAU TEMANGGUNG
Tembakau yang berkembang di masyarakat kab. Temanggung terdiri atas varietas Genjah
Kemloko dan Genjah Kenongo. Tembakau Temanggung varietas Genjah Kemloko berasal dari
desa Kemloko Kecamatan Tlogomulyo Kabupaten Temanggung yang menurut produsen rokok
besar adalah tembakau terbaik di Temanggung bahkan di Indonesia. Varietas tersebut
dikembangkan oleh Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat di Malang menjadi Kemloko
1, Kemloko 2, dan Kemloko 3. Tembakau jenis Kemloko 1 dan Kemloko 2 adalah jenis tanaman
tembakau yang dibudidayakan pada dataran rendah sedangkan Kemloko 3 khusus untuk dataran
tinggi. Tembakau varietas lainnya yang ada adalah Gober Togog, Genjah Kenanga, Crumpung,
dan Genjah Mawar. Namun demikian, varietas tersebut tidak terlalu dikenal di Temanggung.
Berikut ini deskripsi beberapa galur Tembakau Temanggung varietas Kemoloko yang banyak
dibudidayakan di daerah Temanggung (Deptan 2011).
1. Kemloko 1
Nomor seleksi
: 2258/2/1/1
Asal
: Kemloko (lokal)
Habitus
: Kerucut
Tinggi tanaman
: 145,23 – 174,01
Panjang ruas (cm)
: 4,69 – 6,81; makin keatas makin panjang
Warna batang
: Hijau
Bulu batang
: Berbulu
Jumlah daun
: 19,63 – 24,49 lembar
Sudut daun
: Tegak (35,25 – 56,75o)
Ujung daun
: Runcing
Tepi daun*
: Berombak, daun atas tidak menggulung daun bawah
menggulung
Permukaan daun
: Rata, agak bergelombang
Tebal daun*
: Tipis
Warna daun
: Hijau
Phylotaxy*
: 3/8 putar ke kanan
Tangkai daun
: Duduk, tidak bertangkai
Sayap
: Sempit licin
Telinga
: Sempit, memeluk batang
Panjang daun
: 41,18 – 49,18 cm
5
2.
Lebar daun
Bentuk daun*
Index daun
Umur berbunga
Warna mahkota bunga
Warna kepala sari
Bentuk buah
Warna biji
Umur panen
Potensi hasil
Indek mutu
Kadar nikotin
Kadar gula
Ketahanan terhadap
- Penyakit lanas
- Penyakit nematoda
- Penyakit layu bakteri
- Hama Aphis sp
: 21,57 – 27,17 cm
: Lonjong, lebar meruncing
: 0,482
: 67,96 – 81,44 hst
: Merah muda sampai merah
: Krem
: Bulat telur
: Coklat
: 98 – 122 hari
: 787,82 – 1011,46 Kg/Ha
: 37,34 – 47,18
: 3,75 – 8,65%
: 3,89%
:
: Tahan
: Tahan
: Rentan
: Tahan
Kemloko 2
Asal
Metode penulisan
Habitus
Tinggi tanaman (cm)
Panjang ruas
Warna batang
Bulu batang
Jumlah daun (produksi)
Sudut daun
Ujung daun
Tepi daun
Permukaan daun
Tebal daun
Warna daun
Phylotaxi*
Tangkai daun
Sayap*
Telinga
Panjang daun
Lebar daun
Bentuk daun
Index daun
Umur berbunga
Warna mahkota bunga
Warna kepala sari
Bentuk buah
: Persilangan : Sindoro 1 x Coker 51
: Back Cross 3 kali
: Silindris
: 137,77 – 149,57
: Rapat
: Hijau
: Berbulu
: 18,43 – 21,10 lembar
: Tegak
: Runcing
: Berombak
: Rata
: Tipis
: Hijau
: 2/5
: Duduk
: Sempit
: Lebar
: 47,52 – 51,77 cm
: 22,32 – 25,95 cm
: Lonjong
: 0,501 – 0,502
: 94,76 – 100,00 hst
: Merah muda
: Krem
: bulat telur
6
Warna biji
Umur panen
Potensi hasil
Indek mutu
Indek tanaman
Kadar nikotin (%)
Kadar gula (%)
Ketahanan terhadap penyakit
- Bakteri P.solanacearum
- Jamur P. Nicotianane
- Nematoda Meloidogyne ssp
: Coklat
: 120 – 140 hst
: 704 ± 280 Kg/Ha
: 40,28 ± 5,42
: 28,38 ± 12,81
: 5,52 ± 3,46 %
: 2,96% (relatif sedang)
:
: Tahan
:: Tahan
Keterangan : * Pembeda sifat antara Kemloko 1 dan Kemloko 2
3.
Kemloko 3
Asal
Metode penulisan
Habitus
Tinggi tanaman (cm)
Panjang ruas
Warna batang
Bulu batang
Jumlah daun (produksi)
Sudut daun
Ujung daun
Tepi daun
Permukaan daun
Tebal daun
Warna daun
Phylotaxi*
Tangkai daun
Sayap*
Telinga
Panjang daun
Lebar daun
Bentuk daun
Index daun
Umur berbunga
Warna mahkota bunga
Warna kepala sari
Bentuk buah
Warna biji
Umur panen
Potensi hasil
Indek mutu
Indek tanaman
Kadar nikotin (%)
: Persilangan : Sindoro 1 x Coker 51
: Back Cross 2 kali
: Silindris
: 148,77 – 164,43
: Rapat
: Hijau
: Berbulu
: 18,90 – 21,97 lembar
: Tegak
: Runcing
: Berombak
: Rata
: Tipis
: Hijau
: 3/8
: Duduk
: Lebar
: Lebar
: 37,57 – 49,15 cm
: 20,99 – 24,96 cm
: Lonjong
: 0,505 – 0,508
: 89,33 – 99,33 hst
: Merah muda
: Krem
: Bulat telur
: Coklat
: 119 – 139 hst
: 695 ± 160 Kg/Ha
: 36,01 ± 7,01
: 25,50 ± 9,49
: 6,02 ± 3,72 %
7
Kadar gula (%)
: 1,98% (relatif sedang)
Ketahanan terhadap penyakit
:
- Bakteri P.solanacearum
: Sangat tahan
- Jamur P. Nicotianane
:- Nematoda Meloidogyne ssp
: Tahan
Keterangan : * Pembeda sifat antara Kemloko 2 dan Kemloko 3
C. EKSTRAKSI DAUN TEMBAKAU
Ekstraksi daun tembakau menghasilkan ekstrak daun tembakau yang berupa senyawa volatil
dan semi volatil yang menjadi penentu standar kualitas tembakau dengan kekhasan aroma yang
dimilikinya. Jenis senyawa pada ekstrak tersebut beragam komposisinya di setiap hasil ekstrak,
tergantung karakteristik perlakuan pendahuluan bahan yang dikenakan sebelumnya. Menurut
Peng et al. (2004), adanya proses fermentasi daun tembakau berpengaruh terhadap hasil ekstrak
yang dihasilkan.
Senyawa volatil dan semi volatil pada tembakau dapat diperoleh melalui metode ekstraksi
pelarut (solvent extraction) dan distilasi (distillation) (Podlejski et al. 1983). Umumnya,
digunakan pelarut etanol untuk mnghasilkan komponen bioaktif dari daun tembakau pada
metode ekstraksi pelarut (Xin et al. 2006). Sementara itu, metode distilasi hanya menggunakan
pelarut berupa air (Podlejski et al 1983). Namun demikian, adanya kombinasi kedua metode
tersebut (steam distillation and extraction) merupakan metode terbaik yang paling umum
digunakan (Peng et al. 2004). Steam distillation secara khusus tidak efektif digunakan karena
memerlukan banyak pelarut dan kemungkinan terjadinya kehilangan (loss) pada produk juga
besar (Blanch et al. 1993). Begitu pula metode headspace co-distillation yang tidak efektif
karena rendemen akhirnya tidak optimal. Efektivitas penggunaan metode SDE (steam distillation
and extraction) untuk ekstraksi tembakau dibandingkan metode SD (steam distillation) dan HCD
(headspace co-distillation) dapat dilihat berdasarkan jumlah rendemen yang tinggi pada metode
SDE yaitu 445.48 ml/100 g, 228.42/100 g ml, dan 315.72 ml/100 g (Peng et al. 2004).
Metode ekstraksi pelarut umumnya menggunakan kondisi suhu 50˚C dengan refluks hingga 4
kali berpelarut diklorometan selama 3 jam (Wu et al. 1992). Sementara itu metode SDE
menggunakan suhu 60˚C selama 2.5 jam (Schultz et al. 1997). Dibandingkan kedua metode
tersebut, metode HCD memerlukan suhu yang paling tinggi yaitu 130˚C selama 3 jam (Kim et
al. 1982).
Sementara itu, metode SDE-2 tahap berperan penting dalam menangkap senyawa aromatik
pada tembakau berupa solanon dibandingkan metode tradisional. Metode tersebut terdiri atas
ekstraksi SDE selama 4 jam pada pH 5.5. Setelah itu ekstrak diasamkan hingga pH 2.5 dengan
penambahan diklorometan (Yaqin et al. 2006).
Ekstraksi tembakau juga dapat dilakukan dengan cara hidrodistilasi dan superkritik CO2
(Stojanovic et al. 2000). Ekstraksi superkritik CO2 bahkan telah dipatenkan sebagai cara terbaik
untuk menghilangkan senyawa nikotin pada hasil ekstraksi tembakau oleh Roselius et al. (1979).
Ekstraksi superkritik CO2 itu pada tembakau Oltja dapat menghasilkan rendemen hingga 1.8%
dan 2.5% untuk daun tembakau bagian tengah dan atas (Stojanovic et al. 2000).
Kandungan senyawa dalam ekstrak daun tembakau dapat diketahui dengan penggunaan gas
chromatography-mass spectrometry (GC-MS) (Cai et al 2002). Berdasarkan analisis GC-MS
diketahui bahwa ekstrak tembakau mengandung alkaloid (Andersen et al. 1280). Gabungan
8
alkaloid dan nitrat dengan bentuk nitrosamin dapat menimbulkan risiko karsinogenik
(Brunnemann et al. 1991). Kandungan nikotin yang juga merupakan senyawa alkaloid pada
tembakau yang digunakan sebagai rokok dikenal dapat memicu timbulnya penyakit kanker paruparu, sesak nafas, gigi kuning, kerusakan jaringan, leukoplakia, resiko kanker mulut, dan
penurunan kemampuan indra pengecap (DerMarderosian 2001). Secara sederhana, komposisi
kimia ekstrak daun tembakau dapat dilihat pada Tabel 1.
Namun demikian, tembakau juga dikenal sebagai tanaman herbal yang bermanfaat. Hal itu
dapat diperkuat dengan diketahuinya senyawa kimia pada tembakau yang bersifat antioksidan
(Miller 1973) dan juga antibakteri (Khidyrovaet al. 2002). Senyawa antibakteri pada tembakau
yang diketahui berdasarkan penelitian sebelumnya misalnya flavonoid (Machado et al. 2010)
dan minyak atsiri (essential oil) (Palic et al. 2002).
Minyak atsiri tersebut dapat diperoleh melalui proses distilasi air selama 4 jam yang
kemudian diekstrak menggunakan kloroform dan selanjutnya dikeringkan dengan anhidrat
Na2SO4. Pelarut yang tersisa dapat dihilangkan dengan cara vakum distilasi. Total rendemen
minyak atsiri berdasarkan perlakuan itu dapat mencapai 0.13% untuk daun bagian atas dan
0.05% untuk daun bagian tengah (Stojanovic et al. 2000). Sementara itu, penelitian sebelumnya
terkait rendemen ekstrak daun tembakau terhadap Tembakau Virginia, Burley, dan Turkish
adalah 0.18 %, 0.40%, dan 0.08% disertai adanya aroma yang khas. Adanya aroma yang khas itu
dipengaruhi oleh komposisi senyawa minyak atsiri yang terdiri atas neophytadien sebagai
senyawa utama untuk daun tembakau bagian tengah dan atas (20.4% dan 20.7%).
Tabel 1. Komposisi senyawa pada daun Tembakau
Komponen
Total nitrogen
Protein nitrogen (protein)
Nikotin
Nitrogen dari asam α-amino
Air terlarut karbohidrat
Selulosa
Pektin
Polypentose
Minyak atsiri
Resin yang diektrak menggunakan benzena
Resin yang diektrak menggunakan petroleum eter
Polyphenol
Volatile karbonil (asetaldehid)
Asam organic
Asam oxalic
Asam citric
Asam malat
Asam volatile
pH dari air yang terekstrak
Abu
Sumber: Podlejski & Olejniczak (1983)
Komposisi (% bk)
2,20
1,58
0,67
0,30
25,9
12,3
13,4
4,90
0,13
7,42
6,20
4,39
0,26
9,12
2,18
1,27
4,57
1,12
5,54
15,4
D. POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEMBAKAU
Senyawa kimia dalam tanaman dapat bersifat antibakteri yaitu mampu menghambat
pertumbuhan bakteri (Pelczar & Chan 1998). Hal itu diuraikan oleh Pelczar et al. (1993) bahwa
9
beberapa senyawa metabolit sekunder yang meliputi fenol dan senyawa fenolik, alkaloid, dan
minyak atsiri (essential oil) memiliki sifat antibakteri.
Antibakteri digambarkan sebagai produk alami organik dengan berat molekul rendah
dibentuk oleh mikroorganisme dan tumbuhan yang aktif melawan mikoroganisme lain pada
konsentrasi rendah. Pengembangan aktivitas ini melalui jumlah terbatas dari mekanisme
antibakteri yang dapat mempengaruhi sintesis dinding sel, integritas membran sel, sintesis
protein, replikasi DNA dan repair, transkripsi, dan metabolit intermediate (Wax et al. 2008).
Berdasarkan cara kerjanya, antibakteri dibedakan menjadi bakterisidal dan bakteriostatik.
Bakteriostatik adalah zat yang bekerja menghambat pertumbuhan bakteri sedangkan bakterisidal
adalah zat yang bekerja mematikan bakteri. Beberapa zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada
konsentrasi rendah dan bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi (Chomnawang et al 2005).
Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antibakteri dapat disebabkan oleh
beberapa cara, antara lain:
1.
2.
3.
Menganggu pembentukan dinding sel
Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat
pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun
dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antibakteri dipengaruhi oleh bentuk tak
terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-molekul phenol yang terdapat pada minyak
thyme kebanyakan berbentuk tak terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah
hidrofobik membran protein, dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri.
Bereaksi dengan membran sel
Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran
sitoplasma yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler. Misalnya senyawa
fenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein, menghambat
pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan ATP-ase pada
membran sel.
Menginaktivasi enzim
Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam
mempertahankan kelangsungan aktivitas bakteri sehingga mengakibatkan enzim
memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan kelangsungan aktivitasnya.
Akibatnya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi berkurang sehingga
aktivitas bakteri menjadi terhambat atau jika kondisi ini berlangsung lama akan
mengakibatkan pertumbuhan bakteri terhenti (inaktif). Efek senyawa antibakteri dapat
menghambat kerja enzim jika mempunyai spesifitas yang sama antara ikatan komplek yang
menyusun struktur enzim dengan komponen senyawa antibakteri.
Metabolit sekunder akan memblok biosintesis dinding sel dengan menghambat kerja
enzim dalam mensintesis komponen berbeda dari dinding sel. Jika metabolit ini dapat
mempengaruhi integritas membran sel maka akan mengacaukan strukturnya atau
menghambat fungsi dari membran bakteri tersebut. Antibakteri yang mempengaruhi
sintesis protein bertindak sebagai perusak unit ribosom, mengikat pada unit 50S dan
mencegah translasi dan mengikat unit 30S menyebabkan terjadinya kesalahan translasi,
memproduksi racun, dan mempengaruhi protein. Senyawa antibakteri akan mempengaruhi
fungsi replikasi DNA dan repair, menghambat enzim girase, dan topoisomerase dan Nmetiltransferase. Akhirnya, beberapa senyawa antibakteri mengganggu metabolisme
10
4.
intermediate dengan menghambat enzim dalam biosintesis dari substansi berbeda (Berdy
2005).
Menginaktivasi fungsi material genetik
Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA)
dan menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan
menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya proses pembelahan sel
untuk pembiakan.
Kemampuan suatu zat antibakteri tersebut dipengaruhi oleh faktor antara lain: (1)
konsentrasi zat antibakteri; (2) waktu penyimpanan; (3) suhu lingkungan; (4) sifat-sifat fisik dan
kimia makanan termasuk kadar air, pH, jenis, dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz 1989).
Mekanisme kerjanya secara umum adalah merusak dinding sel (seperti penisilin; sefalosporin;
dan vankomisin), mengganggu permeabilitas sel (seperti penisilin, sefalosporin, vankomisin),
dan menghambat sintesis protein dan asam nukleat (seperti kloramfenikol; rifampisin; dan asam)
(Fardiaz et al. 1987). Pengujian aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan menggunakan
bakteri uji S. aureus (Gram positif) dan E .coli (Gram negatif). Perbandingan sifat kedua jenis
bakteri tersebut disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan bakteri Gram positif dan negatif
Ciri-ciri
Struktur dinding sel
Komposisi dinding sel
Kerentanan terhadap penisilin
Resisten terhadap gangguan
fisik
Perbedaan
Gram positif
Gram negatif
Tebal (5-80 nm) dan
Tipis (10-15 nm) dan
berlapis tunggal
berlapis tiga (multi)
(mono)
Kandungan lipid
Kandungan lipid
rendah (1-4%),
tinggi (11-21%),
peptidoglikan
peptidoglikan di
berlapis tunggal, dan dalam lapisan kaku,
komponen utama
jumlah sedikit (10%
lebih besar dari 50%
berat kering)
berat kering
Lebih rentan
Kurang rentan
Lebih resisten
Kurang resisten
Sumber : Pelczar & Chan (1998)
Staphylococcus aureus
S.aureus tergolong bakteri Gram positif, berbentuk kokus dengan diameter 0.7-0.9 µm,
pola penataan sel berbentuk bola berpasangan, dapat hidup secara aerob maupun anaerob
fakultatif, bersifat non motil dan tidak membentuk spora. Bakteri ini sering ditemukan pada
makanan berprotein tinggi. Koloni bakteri ini berwarna putih sampai kuning keemasan. Tumbuh
optimum pada suhu 37ºC, pH 7.0-7.5, dan tumbuh dengan baik pada larutan NaCl 15% (Todar
2004). S. aureus dapat menyebabkan penyakit. Bakteri ini memiliki kemampuan melakukan
pembelahan, dan menyebar luas ke dalam jaringan serta mampu memproduksi bahan ekstra
11
seluler seperti katalase, koagulase, eksotoksin, lekosidin, toksineksfoliatif, Toksin Syndroma
Shock Toxic, dan enterotoksin (Brooks et al 2001).
Escherichia coli
E. coli merupakan mikroba dari famili Enterobactericeae yang normal terdapat di saluran
pencernaan hewan dan manusia. Bakteri ini berbentuk batang berukuran 2-6 µm, bersifat
anaerob fakultatif dan tergolong bakteri Gram negatif. Bakteri ini tumbuh optimum pada suhu
37ºC, dan pH 7.0-7.5 (Burcharan dan Ghibbons 2000). Beberapa strain E.coli bersifat patogen
penyebab infeksi, antara lain infeksi saluran pencernaan, infeksi saluran kemih, dan meningitis
(Todar 2004).
Penelitian oleh Palic et al. (2002) dan Stojanovic et al. (2000) menunjukkan adanya
perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak dan minyak atsiri dari tembakau Prilep dan Oltja
seperti terlihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Pada tabel tersebut terlihat bahwa minyak atsiri
memiliki kemampuan antibakteri yang lebih baik.
Tabel 3. Perbandingan diameter zona hambat (mm) aktivitas antibakteri oleh ekstrak dan minyak
atsiri daun tembakau jenis Prilep
Minyak Atsiri
Ekstrak
Standar
Daun
Daun
Daun bagian
Bakteri
Daun bagian atas
Thymol
bagian
bagian
tengah
(100 mg/ml)
(10 mg/ml)
tengah
atas
(100 mg/ml)
E. coli
15.0
14.0
14.4
23.8
S. aureus
15.2
14.8
13.8
14.6
24.6
P. aeruginosa
15.2
14.8
14.4
24.2
Sumber: Palic et al. (2002)
Tabel 4. Perbandingan diameter zona hambat (mm) aktivitas antibakteri oleh ekstrak dan minyak
atsiri daun tembakau jenis Oltja
Minyak Atsiri
Ekstrak
Standar
Daun
Daun
Daun bagian
Bakteri
Daun bagian atas
Thymol
bagian
bagian
tengah
(100 mg/ml)
(10 mg/ml)
tengah
atas
(100 mg/ml)
E. coli
15.0
20.0
14.4
23.8
S. aureus
15.4
24.4
16.2
24.6
P. aeruginosa
15.4
20.2
24.2
Sumber: Stojanovic et al. (2000)
12
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah daun tembakau Temanggung
varietas Genjah Kemloko yang dipetik dari batangnya pada bagian atas dan tengah (sampel A)
serta bagian bawah (sampel B) (Gambar 1). Sampel A merupakan daun tembakau yang sering
digunakan dalam pembuatan rokok skala industri. Umumnya daun tersebut memiliki
penampakan yang baik, ujung daunnya tidak menggulung, berwarna hijau, dan tebal. Sementara
itu, sampel B merupakan daun sortiran yang oleh masyarakat Temanggung dikenal dengan
istilah dendeng tembakau. Warna daunnya hijau kekuningan dan sedikit coklat yang mencirikan
bahwa tanaman tersebut sulit mendapat sinar matahari karena terletak pada bagian bawah batang
tanaman. Penggunaan kedua jenis kualitas tersebut adalah untuk membandingkan potensinya
dalam hal aktivitas antibakteri. Hal itu diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
perbandingan aktivitas antibakteri daun tembakau yang bernilai ekonomi (sampel A) dan daun
tembakau sortiran/dendeng tembakau (sampel B) yang bernilai jual rendah.
Kedua jenis sampel tersebut telah dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2 hari. Selang
waktu itu merupakan periode rata-rata penjemuran daun tembakau di Temanggung sebelum
dijual kepada tengkulak tembakau. Setelah kering, daun tembakau dipisahkan dari batang
daunnya dan dihaluskan hingga berukuran 60 mesh yang telah disesuaikan dengan metode yang
digunakan oleh Yaqin et al. (2006). Hal itu bertujuan memperluas permukaan sampel untuk
mengefisiensikan penggunaan pelarut dalam proses ekstraksi (Harborne 1993).
Sampel A
Sampel B
Gambar 1. Sampel daun tembakau yang digunakan sebagai bahan pengujian aktivitas antibakteri
Pada proses ekstraksi daun tembakau digunakan pelarut etanol teknis 96% dan bahan
pendukung berupa air dan es batu. Sementara itu, bahan penunjang lainnya dalam pengujian
aktivitas antibakteri menggunakan aquades, nutrient agar, NaCl, alkohol 70%, tripton, yeast
extract, bakteri uji (Staphlylococcus aureus dan Escherichia coli), tetrasiklin (kontrol positif uji
antibakteri), dan dimetil sulfoksida (DMSO).
Pada persiapan awal bahan baku digunakan blender untuk menghasilkan tembakau serbuk.
Selanjutnya, pada pengujian kadar air bahan baku digunakan oven dan cawan-cawan alumunium.
Sementara itu, pada proses ekstraksi daun tembakau digunakan rangkaian alat soxlet, shaker,
kertas saring, peralatan gelas, sudip, dan vacuum rotary evaporator.
13
Alat-alat lainnya yang digunakan pada pengujian aktivitas antibakteri meliputi cawan gelas,
gel puchner dengan diameter 3 cm, ose, peralatan gelas, pipet mikro volume 20-200 µL, gelas
ukur, sudip, batang pengaduk (stirrer), oven, shaker incubator, oven inkubator, pembakar
Bunsen, alumunium foil, plastik wrap, karet gelang, korek api, kain kasa, dan kapas.
B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Waktu penelitian dimulai sejak September hingga Oktober tahun 2010. Penelitian dilakukan
di laboratorium kimia analitik, Departemen Kimia, dan laboratorium Biokimia, Departemen
Biokimia, FMIPA IPB.
C. PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian ini terdiri atas analisis kadar air, ekstraksi daun tembakau dengan metode soxletasi,
analisis fitokimia hasil ekstrak, dan uji aktivitas antibakteri dari ekstrak yang didapat. Diagram
alir penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2.
Tembakau serbuk
(sampel A dan B)
Analisis kadar air
Ekstraksi
(soxletasi dengan pelarut etanol)
Ekstrak
Analisis fitokimia (alkaloid, flavonoid, terpenoid dan steroid)
Uji daya hambat ekstrak terhadap pertumbuhan bakteri (S.aureus, E. coli)
(20%, 40%, 60%, 80%, 100%)
Gambar 2. Diagram alir penelitian
1.
Analisis Kadar Air
Penelitian pendahuluan meliputi penentuan analisis kadar air sampel daun tembakau.
Sebanyak 3 gram sampel A dan B yang telah ditimbang sebelumnya dimasukkan ke dalam
oven dengan suhu 105oC. Selanjutnya kedua sampel tersebut ditimbang lagi hingga
diperoleh bobot akhir yang stabil. Perhitungan kadar air dapat dirumuskan dengan
persamaan (1).
14
Kadar air = bobot sampel awal (b) – (bobot akhir (c)-bobot wadah (a))
bobot sampel awal (b)
(1)
2.
Proses Ekstraksi Daun Tembakau
Metode ekstraksi tembakau yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
soxletasi dengan pelarut etanol (alkohol teknis 96%). Proses ekstraksi tersebut
menggunakan tembakau serbuk (TS) sampel A dan B sebanyak 10 g dilarutkan masingmasing dalam 100 ml pelarut dan dimasukkan dalam alat soxhlet. Soxletasi dilakukan
selama 90 menit dengan suhu 85˚C dan dilanjutkan evaporasi pada suhu 50oC.
3.
Perhitungan Rendemen Hasil Ekstrak
Hasil ekstraksi yang diperoleh dihitung rendemennya dengan persamaan (2).
Rendemen = (W/Wo) x 100% (w/w)
(2)
Keterangan:
W = berat ekstrak (g)
Wo = berat bahan yang diekstrak (g)
Ukuran sampel tembakau kering = 40 mesh
4.
Analisis Fitokimia (Harborne 1987)
Alkaloid
Sebanyak 1 gram ekstrak sampel A dan B masing-masing dilarutkan dengan 5 ml
kloroform dan beberapa tetes NH4OH dan disaring. Selanjutnya ditambahkan 10 tetes
H2SO4 2M yang akan membentuk lapisan asam pada bagian atasnya. Pada lapisan
tersebut diteteskan pereaksi Meyer hingga membentuk endapan putih, pereaksi Wagner
hingga berwarna coklat, dan pereaksi Dragendrof hingga berwarna merah jingga.
Flavonoid
Sebanyak 0.1 gram ekstrak sampel sampel A dan B masing-masing ditambahkan 1
mL metanol dan dididihkan selama 1 menit. Terbentuknya, warna merah pada filtrat
setelah penambahan 3 tetes H2SO4 menunjukkan adanya flavonoid
Steroid dan terpenoid
Sebanyak 0.1 gram ekstrak sampel sampel A dan B masing-masing ditambahkan 5
mL etanol lalu dipanaskan pada suhu 50°C dan disaring. Filtratnya diuapkan lalu
ditambah 5 tetes eter. Lapisan eter ditambah pereaksi Liebermen Buchard (3 tetes asam
pekat lalu 1 tetes H2SO4 pekat). Larutan dikocok perlahan lalu dibiarkan beberapa menit.
Warna merah atau ungu menunjukkan kandungan terpenoid pada sampel, sedangkan
warna hijau menunjukkan kandungan steroid.
15
5.
Uji Aktivitas Antibakteri (modifikasi metode Bloomfield 1991)
Pembuatan Media
Media NA
Nutrient agar (NA) sebanyak 23 g dilarutkan dalam 1 L akuades dan dipanaskan.
Larutan disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit.
Media LB
Sebanyak 1,25 g yeast extract, 0,5 g NaCl, dan 0,5 g tripton dilarutkan dalam 1 L
akuades dan dipanaskan. Larutan disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit.
Persiapan Ekstrak
Sediaan ekstrak yang digunakan sebagai sampel uji dalam penelitian ini terdiri
atas ekstrak dengan konsentrasi 20% (b/v), 40% (b/v), 60% (b/v), 80% (b/v), dan
100% (b/v). Sebanyak 20 g, 40 g, 60 g, 80 g, dan 100 g ekstrak dilarutkan masingmasing dalam 100 ml pelarut DMSO sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak sebesar
20% (b/v), 40% (b/v), 60% (b/v), 80% (b/v), dan 100% (b/v).
Uji Aktivitas Antibakteri
Peremajaan bakteri dilakukan terlebih dahulu untuk mempersiapkan bakteri yang
akan digunakan dalam pengujian aktivitas antibakteri. Bakteri S. aureus dan E. coli
diregenerasi dalam larutan LB masing-masing 10 ml dan diinkubasi bergoyang
(shaker incubator) selama 18 jam pada suhu 37oC, 200 rpm. Remajaan kultur
bakteri ditumbuhkan dalam media NA dengan mengambil sebanyak 50 µL bila nilai
kerapatan optikalnya (OD)>1 dan 100 µL bila ODnya<1. Media didiamkan hingga
memadat, lalu dilubangi menggunakan gel puchner sebanyak 5 lubang.
Remajaan bakteri ditumbuhkan dalam media NA sebanyak 50 µL bila
ODnya>1 dan 100 µL bila ODnya<1. Media itu didiamkan hingga beku. Media lalu
dilubangi menggunakan gel puchner sebanyak 7 lubang. Masing-masing lubang diisi
oleh pengenceran ekstrak etanol daun tembakau sampel A masing-masing sebanyak
50 µL dengan berbagai konsentrasi (20%, 40%, 60%, 80%, 100%), kontrol negatif
(DMSO) dan kontrol positif (tetrasiklin 10%). Media tersebut kemudian diinkubasi
pada suhu 37oC selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk diukur diameternya
menggunakan alat pengukur jangka sorong dengan rataan 3 kali ulangan dan
digunakan sebagai indikator aktivitas antibakteri.
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU
Peng et al. (2004) menyatakan bahwa karakteristik sampel termasuk kadar air yang
terkandung di dalamnya dapat mempengaruhi kualitas hasil ekstrak dan rendemen yang
diperoleh. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pengujian kadar air terhadap sampel
terlebih dahulu sebelum proses soxletasi untuk mengetahui keterkaitan karakteristik awal sampel
dengan hasil rendemen yang akan di peroleh.
Pengukuran kadar air daun tembakau sampel A dan B menunjukkan nilai 12.37% dan
10.69%. Tingginya nilai kadar air tersebut akan berpengaruh terhadap jumlah rendemen yang
dihasilkan pada proses ekstraksi sampel. Berdasarkan data diketahui bahwa kadar air daun
tembakau sampel B lebih rendah dibandingkan pada sampel A. Hal itu disebabkan oleh adanya
perbedaan karakteristik bahan bakunya sendiri. Daun tembakau sampel B merupakan bagian daun
pada batang tembakau yang rusak dan sudah mengalami kekeringan pada sebagian daunnya sejak
masih menyatu pada batang tanaman.
Pada penelitian, nilai kadar air yang lebih baik terdapat pada sampel B (10.69%)
dibandingkan sampel A (12.37%). Hal itu dikarenakan rendahnya kadar air di dalam sampel B
dapat meminimalkan peluang kontaminasi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme seperti bakteri
dan kapang dapat tumbuh pada kondisi yang berkadar air secara berturut-turut adalah 7.5% dan
8% (Winarno 2002). Adanya nilai kadar air yang tinggi berisiko menjadi peluang kontaminasi
oleh kapang dan bakteri apabila sampel disimpan dalam jangka waktu yang lama sebagai stok
bahan baku. Namun demikian, kadar air sampel yang tinggi pada penelitian ini tidak berpeluang
menimbulkan kontaminan karena kedua sampel hanya mengalami penyimpanan selama dua hari.
Setelah penentuan kadar air, dilakukan proses ekstrak daun tembakau untuk mendapatkan
ekstrak etanol yang akan digunakan sebagai bahan uji penelitian. Proses ekstraksi sampel pada
penelitian ini menggunakan metode soxletasi dengan pelarut etanol (alkohol teknis 96%) yang
mengacu pada penelitian sebelumnya. Puspita et al. (2010) telah menggunakan 3 metode
ekstraksi tembakau yang meliputi soxletasi, maserasi, dan ultrasonik dengan masing-masing
menggunakan pelarut heksan pro analisis, kloroform pro analisis, dan alkohol teknis 96%. Data
hasil ekstraksi sebelumnya menunjukkan rendemen terbaik ekstraksi dendeng tembakau
menggunakan metode soxletasi dengan pelarut alkohol teknis 96% yaitu 14.56%. Hal itu
didukung pula oleh penelitian (Stanisavljevic et al. 2009) yang mengemukakan bahwa proses
ekstraksi benih tembakau dengan metode soxletasi menghasilkan rendemen tertinggi (31.1 g/100
g) dibandingkan dengan metode maserasi (19.9 g/100 g) dan ultrasonifikasi langsung (21.0 g/100
g). Dengan demikian, metode soxletasi merupakan rekomendasi pilihan terbaik untuk
mengekstrak daun tembakau pada penelitian ini agar diperoleh rendemen yang optimum.
Prinsip kerja motode ekstraksi dengan soxletasi adalah adanya pemanasan dan perendaman
sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan
tekanan antara di dalam dan di luar sel. Dengan demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam
sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan
melewati pendingin udara yang akan mengembunkan uap tersebut menjadi tetesan yang akan
terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa samping soxlet akan terjadi sirkulasi.
Sirkulasi yang berulang itulah yang menghasilkan ekstrak yang baik (Harborne 1987). Harborne
(1987) menambahkan keuntungan metode soxletasi sebagai berikut: 1) cairan pelarut yang
17
diperlukan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil yang lebih pekat; 2) simplisisa disari
oleh pelarut yang selalu baru sehingga dapat menarik zat aktif yang lebih banyak; 3) dan
penyarian dapat diteruskan sesuai keperluan tanpa menambah volume pelarut. Sementara itu,
kelemahannya adalah: 1) tidak baik untuk zat aktif yang tidak tahan panas, tetapi kondisi itu dapat
diperbaiki dengan menambahkan peralatan untuk mengurangi tekanan udara; 2) adanya
pendidihan pelarut terus-menerus sehingga mempengaruhi kualitas pelarut.
Rendemen ekstrak etanol daun tembakau sampel A dan B yang diperoleh pada penelitian ini
adalah 22.20% (b/b) dan 14.42% (b/b) dalam satuan basis basah. Besar rendemen ekstrak etanol
pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Podlejski dan
Olejniczak (1983) yang menyatakan bahwa ekstrak benzena dan petroleum eter daun tembakau
secara berturut-turut adalah 7.42 % (b/b) dan 6.20 % (b/b) yang dinyatakan dalam satuan basis
kering. Diduga bahwa rendemen sebenarnya yang seharusnya dihasilkan lebih kecil daripada nilai
rendemen yang diketahui dari hasil penelitian. Tingginya hasil rendemen yang diperoleh pada
ekstrak etanol daun tembakau Temanggung itu kemungkinan dipengaruhi oleh adanya kadar air
dalam rendemen ekstrak yang belum dipisahkan. Kadar air pada sampel A (12.37%) yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sampel B (10.69%) memberikan pengaruh terhadap tingginya
rendemen sampel A (22.20%) yang juga lebih tinggi dibandingkan dengan sampel B (14.42%).
Dugaan terdapatnya kadar air pada ekstrak etanol daun tembakau juga dapat dilihat dari
karakteristik fisik hasil ekstrak yang berbentuk pasta. Pasta merupakan sistem koloid dengan fase
pendispersi berupa bahan cair dan fase terdispersi berupa bahan padatan. Fase cair dalam sistem
koloid tersebut diduga mencakup di dalamnya kandungan air yang belum terpisahkan.
Berdasarkan data rendemen ekstrak etanol daun tembakau diketahui bahwa daun tembakau
sampel A (22.20%) menghasilkan ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel B
(14.42%). Rendemen ekstrak tersebut diasumsikan hanya mengandung sisa pelarut yang
tertinggal dalam jumlah kecil karena telah dilakukan pengeringan ekstrak. Pengeringan ekstrak
etanol daun tembakau berlangsung selama 3 jam dengan suhu 40ºC hingga diperoleh tembakau
serbuk yang kering. Perlakuan pengeringan bertujuan menguapkan sisa pelarut etanol.
Berdasarkan kadar rendemen, terlihat bahwa daun tembakau sampel A lebih baik digunakan
untuk kepentingan produksi karena besarnya rendemen yang dihasilkan.
Penggunaan etanol juga didasarkan oleh keunggulannya sebagai pelarut zat bioaktif. Pelarut
etanol tidak bersifat toksik, tidak menyebabkan pembengkakan membran sel, dan mampu
mengendapkan albumin serta menghambat kerja enzim. Etanol juga efektif menghasilkan bahan
aktif yang optimal karena hanya terdapat sedikit kehilangan (loss) produk yang larut dalam
pelarut (Voight 1995).
B.
KOMPONEN FITOKIMIA EKSTRAK ETANOL DAUN TEMBAKAU
Analisis fitokimia merupakan pengujian ekstrak etanol daun tembakau secara kualitatif yang
bertujuan mengetahui jenis senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Hasil uji fitokimia
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun tembakau sampel A mengandung alkaloid, flavonoid,
terpenoid, dan steroid. Sementara itu, ekstrak etanol daun tembakau sampel B mengandung
alkaloid, flavonoid, dan terpenoid (Tabel 5).
Ekstrak etanol daun tembakau sampel A dan B menunjukkan hasil positif terhadap
kandungan alkaloid yang dilihat berdasarkan hasil pengujian menggunakan pereaksi Meyer,
Wagner, dan Dragendrof dengan adanya endapan putih, warna coklat, dan warna merah jingga
(Gambar 3). Kadar alkaloid dalam ekstrak etanol daun tembakau tersebut secara kualitatif
terlihat tinggi dan sangat tinggi untuk sampel A dan B. Dengan demikian, dapat diduga bahwa
18
alkaloid merupakan salah satu senyawa kimia tumbuhan yang mendominasi daun tembakau.
Sementara itu, secara kualitatif pula dapat dilihat bahwa sampel B mengandung alkaloid yang
lebih tinggi dibandingkan sampel A dengan adanya perubahan warna pada pengujian kimia yang
tampak lebih jelas (Gambar 3).
Tabel 5. Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun tembakau sampel A dan B
Hasil
Pengujian
Sampel A
Sampel B
Alkaloid
- Meyer
++++
+++++
- Wagner
++++
+++++
- Dragendrof
++++
+++++
Flavonoid
+++
+++
Terpenoid
+++
+++
Steroid
++++
Keterangan:
+
++
+++
: sangat rendah
: rendah
: sedang
++++
+++++
: tinggi
: sangat tinggi
Sampel B
Sampel A
Meyer
Wegner
Dragendof
Gambar 3. Hasil uji alkaloid
Senyawa alkaloid adalah senyawa alami amina yang bersifat basa yang mengandung satu
atau lebih atom nitrogen sebagai bagian dari sistem siklik (Harborne 1993). Menurut Andersen et
al. (1991), senyawa alkaloid pada tembakau adalah penentu aroma yang terkait dengan kualitas
tanaman tembakau. Senyawa tersebut didominasi oleh nikotin hingga 95% (Shen et al. 2006)
yang bersifat karsinogenik. Senyawa alkaloid lainnya yang juga terkandung dalam tembakau
adalah nornikotin dan anabasin yang dapat menimbulkan kecanduan apabila dikonsumsi
(Nugroho et al. 2002).
Pada tembakau, nikotin yang terkandung di dalamnya digunakan sebagai zat pertahanan diri
dari serangan lingkungan (Wink 1998). Oleh karena itu, produksi nikotin semakin meningkat
saat tanaman mulai mengalami kerusakan. Produksi nikotin mencapai kondisi maksimum ketika
selang waktu 9 hari setelah terjadi kerusakan awal (Baldwin 1989). Hal tersebut dibuktikan juga
oleh penelitian Misuzaki et al. (1973) yang menyatakan bahwa pemangkasan daun tembakau
menyebabkan peningkatan produksi nikotin oleh tembakau. Dengan demikian, kondisi tersebut
sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ekstrak sampel B memiliki kadar
alkaloid yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak sampel A. Telah diketahui bahwa sampel B
merupakan daun tembakau dengan karakteristik fisik yang banyak mengalami luka akibat
letaknya pada bagian bawah batang tanaman sehingga lebih rentan mengalami gangguan dari
19
lingkungannya. Dengan demikian, diduga daun tersebut (sampel B) memproduksi nikotin yang
tergolong alkaloid lebih banyak sebagai bentuk pertahanan diri terhadap lingkungannya.
Senyawa nikotin yang tergolong alkaloid tersebut telah diujikan kemampuan aktivitas
antibakterinya terhadap beberapa strain bakteri oleh Pavia et al. (2000). Adanya nikotin dalam
media cair yang di dalamnya ditumbuhkan bakteri S. aureus, E. coli, Mycobcterium phlei, dan
Viridians streptococci dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara berurutan pada
konsentrasi minimum >10%, >10%, >0%, dan >0%. Kemampuan aktivitas antibakteri oleh
ekstrak nikotin daun tembakau ditunjukkan dengan adanya penurunan total bakteri uji dalam
media cair (cgu/ml).
Senyawa kimia lainnya yang terdapat pada tumbuhan adalah flavonoid. Flavonoid
merupakan golongan terbesar dari fenol. Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan
berbentuk aglikol maupun terikat pada gula sebagai glikosida (Middleton dan Chitan 1994).
Pada pengujian fitokimia senyawa flavonoid pada ekstrak etanol daun tembakau sampel A
dan B, ditunjukkan terjadinya perubahan warna reaksi menjadi merah (Gambar 4). Hal itu
menjadi dasar pendugaan adanya senyawa flavonoid pada daun tembakau yang kadarnya
tergolong sedang untuk kedua jenis sampel. Dugaan tersebut sesuai dengan penelitian oleh
Fathiazad et al. (2006) yang berhasil membuktikan adanya flavonid pada daun tembakau. Jenis
flavonoid yang berhasil diisolasi tersebut adalah rutin. Rutin dapat berfungsi mengobati diabetes
(Grinberg et al. 1994), meregenerasi sel, serta bersifat anti tumor (Sambantham 1985). Rutin
juga dapat dipakai untuk pewarna makanan dan minuman (Evans 1996).
Sampel A
Sampel B
Gambar 4. Hasil uji flavonoid
Kelompok fenol yang mencakup senyawa flavonoid diketahui memiliki aktivitas antibakteri
terhadap bakteri S. aureus, E. coli, dan B. subtilis. Zona hambat yang terbentuk pada media
tumbuh ketiga bakteri tersebut di media agar oleh polifenol dengan konsentrasi 1 mg /ml secara
berurutan adalah 17.7 mm, 20.2 mm, dan 12.9 mm.
Steroid dan terpenoid juga ditemukan sebagai senyawa fitokimia dalam ekstrak etanol daun
tembakau sampel A yang ditunjukkan dengan terbentuknya warna keunguan dan hijau pada
pengujian fitokimia (Gambar 5). Sementara itu, pada ekstrak etanol daun tembakau sampel B
tidak ditemukan adanya steroid. Adanya dugaan senyawa steroid dan terpenoid pada ekstrak
etanol daun tembakau sampel A sesuai dengan karakteristik warna dan aromanya. Ekstrak etanol
daun tembakau sampel A berwarna hijau, selaras dengan sifat steroid yang berwarna hijau
(Cowan 1999). Selain itu, aromanya juga khas, sesuai dengan sifat steroid yang tergolong
terpenoid, yaitu komponen minyak atsiri yang memiliki kekhasan aroma (Gunta et al. 1985). Hal
itu berbeda dengan ekstrak etanol daun tembakau sampel B yang berwarna coklat dan tidak
beraroma khas sehingga diduga tidak mengandung steroid dan telah dibuktikan melalui
pengujian fitokimia secara kualitatif.
20
Sampel A
Sampel B
Gambar 5. Hasil uji steroid dan terpenoid
Kandungan terpenoid pada ekstrak etanol daun tembakau sampel A dan B tergolong sedang
berdasarkan penilaian kualitatif, sedangkan steroid pada ekstrak etanol daun tembakau sampel A
tergolong kuat. Hal itu menunjukkan bahwa steroid merupakan senyawa yang menyusun
sebagian besar komponen terpenoid pada ekstrak etanol daun tembakau sampel A. Sementara
itu, tidak adanya kandungan steroid pada ekstrak etanol daun tembakau sampel B pada pengujian
fitokimia menunjukkan pula bahwa senyawa terpenoid dalam kandungan ekstrak tersebut diduga
tersusun atas senyawa selain steroid.
Senyawa steroid dan terpenoid yang tergolong komponen minyak atsiri telah dibuktikan
kemampuan antibakterinya terhadap S. aureus, E. coli, dan P. aeruginosa pada konsentrasi 1
mg/ml (Palic et al. 2002). Diameter zona hambat yang terbentuk pada konsentrasi tersebut
terhadap bakteri uji secara berurutan adalah 15.2 mm, 15.0 mm, dan 15.2 mm.
C. AKTIVITAS
ANTIBAKTERI
EKSTRAK
TERHADAP BAKTERI S. aureus DAN E. coli
DAUN
TEMBAKAU
Pengujian aktivitas antibakteri oleh ekstrak daun tembakau dapat dilakukan dengan
mengukur daya hambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli. Hal itu dapat diketahui
melalui pengukuran diameter zona bening yang terbentuk di sekitar sumur pada agar yang
diisikan ekstrak sampel. Pengukuran itu bertujuan mengetahui potensi senyawa bioaktif pada
ekstrak daun tembakau dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji.
Hasil penelitian tentang parameter aktivitas antibakteri pada ekstrak etanol daun tembakau
yang dapat disajikan hanya untuk sampel A (yaitu daun tembakau yang dipetik dari batang
tembakau bagian atas dan tengah). Sementara itu, pengujian parameter daya aktivitas antibakteri
terhadap ekstrak etanol daun tembakau sampel B pada tahap penelitian ini tidak diuji lanjut
karena data yang diperoleh kurang layak sedangkan kendala waktu tidak memungkinkan untuk
melakukan pengujian ulang.
Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun tembakau sampel A dilakukan dengan
mengukur diameter zona hambat pada berbagai konsentrasi ekstrak etanol (20% b/v, 40% b/v,
60% b/v, 80% b/v, dan 100% b/v) sehingga diperoleh nilai daya hambat tumbuh bakteri. Zona
hambat tersebut berupa zona bening yang merupakan zona yang tidak ditumbuhi oleh bakteri.
Selain itu digunakan pula kontrol positif (tetrasiklin) dan kontrol negatif (DMSO). Tetrasiklin
yang digunakan dalam penelitian ini tergolong senyawa antibiotik yang menghambat bakteri
dengan cara merusak mekanisme sintesis protein pada sel bakteri. Penggunaan tetrasiklin sebagai
kontrol positif tersebut dikarenakan daya spektrum menghambatnya yang luas yaitu terhadap
bakteri Gram negatif dan positif (Fardiaz et al. 1987). Sementara itu, pengunaan DMSO sebagai
pelarut dan kontrol negatif didasarkan atas sifatnya yang dapat melarutkan senyawa hidrokarbon
21
(Merck 1986) seperti senyawa bioaktif dalam daun tembakau tanpa berpengaruh terhadap
pengujian aktivitas antibakteri ekstrak sampel.
Perlakuan diberikan terhadap bakteri uji S. aureus (Gram positif) dan E. coli (Gram negatif).
Kekuatan daya hambat terhadap bakteri tersebut dapat dinilai dari ukuran zona bening yang
terbentuk yaitu daerah yang tidak ditumbuhi oleh bakteri (Kusumaningjati 2009). Penentuan sifat
daya hambat bakteri pada penelitian ini didasarkan pada ketentuan Davis-Stout bahwa daya
hambat bakteri tergolong sangat kuat bila bernilai >20 mm, kuat bila bernilai 10-20 mm, sedang
bila bernilai 5-10 mm, dan tergolong lemah bila bernilai <5 mm. Tabel 6 menunjukkan kekuatan
aktivitas antibakteri oleh ekstrak etanol daun tembakau sampel A berdasarkan pengukuran
diameter zona hambat yang terbentuk pada pengujian daya hambat tumbuh bakteri.
Tabel 6. Diameter zona hambat (mm) ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap bakteri
S. aureus dan E. coli
Perlakuan
S. aureus
E. coli
Kontrol (+) / Tetrasiklin 10%
Kontrol (-) / DMSO
Konsentrasi ekstrak 20% (b/v)
Konsentrasi ekstrak 40% (b/v)
Konsentrasi ekstrak 60% (b/v)
Konsentrasi ekstrak 80% (b/v)
Konsentrasi ekstrak 100% (b/v)
29.5
0
4
6
6
7
7
37
0
4
6
6
8
8
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa ekstrak etanol daun tembakau sampel A memiliki
kemampuan antibakteri terhadap S. aureus dan E. coli dengan adanya zona hambat terbentuk
(Gambar 6). Pada konsentrasi 20%, daya hambat ekstrak etanol daun tembakau sampel A
terhadap S. aureus dan E. coli tergolong lemah (4 mm). Sementara itu, daya hambat ekstrak
etanol daun tembakau sampel A terhadap S. aureus dan E. coli tergolong sedang pada
konsentrasi 40%-100% b/v. Dengan demikian, ekstrak etanol daun tembakau pada rentang
konsentrasi 20-100% b/v tidak memiliki aktivitas yang kuat dalam menghambat bakteri S.
aureus maupun E. coli (5-10 mm).
Hal itu dimungkinkan karena rentang konsentrasi 20% b/v hingga 100% b/v tersebut terlalu
rendah bagi senyawa antibakteri pada daun tembakau untuk bekerja optimal. Pada konsentrasi
tersebut kemungkinan telah terbentuk kompleks protein dengan senyawa antibakteri melalui
ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian. Akibatnya senyawa antibakteri belum
mampu mengkoagulasi protein serta melisis sel bakteri. Dengan demikian, daun tembakau lokal
asal Temanggung memiliki aktivitas antibakteri yang rendah, tidak sekuat daun tembakau jenis
Prilep (Palic et al. 2002) dan Oltja (Stojanovic et al. 2000) dalam menghambat bakteri S. aureus
(15.2 mm & 15.0 mm) maupun E. coli (15.4 mm & 15.0 mm).
Kemungkinan lainnya yang menjadi penyebab lemahnya daya hambat tumbuh bakteri S.
aureus dan E. coli oleh ekstrak etanol tembakau adalah faktor kemurnian konsentrasi ekstrak
yang digunakan. Nilai konsentrasi ekstrak yang digunakan sebagai sampel uji diduga masih
mengandung air sehingga konsentrasi sebenarnya yang digunakan lebih rendah daripada nilai
yang digunakan dalam pengujian. Dengan demikian, adanya kandungan air dalam ekstrak
berpengaruh negatif pada kemampuan hambat tumbuh bakteri S. aureus dan E. coli.
22
Nilai daya hambat tumbuh bakteri S. aureus dan E. coli oleh ekstrak etanol daun tembakau
menunjukkan nilai yang secara umum lebih rendah (<10 mm) bila dibandingkan dengan
senyawa atsiri dan polifenol daun tembakau. Nilai daya hambat tumbuh bakteri oleh senyawa
atsiri daun tembakau jenis Prilep dapat mencapai 15.2 mm dan 15.0 mm terhadap bakteri S.
aureus dan E. coli (Palic et al. 2002). Sementara itu, nilai daya hambat tumbuh bakteri oleh
senyawa polifenol daun tembakau dapat mencapai 17.6 mm dan 20.2 mm terhadap bakteri S.
aureus dan E. coli (Wang 2008). Dengan demikian, penggunaan ekstrak kasar etanol daun
tembakau tidak mampu memberikan pengaruh aktivitas antibakteri yang lebih tinggi
dibandingkan penggunaan ekstrak yang telah dimurnikan menjadi flavonoid dan polifenol.
Hal itu berbeda dengan kontrol positif (tetrasiklin 10%) yang memberikan nilai diameter
zona bening pada S. aureus dan E. coli sebesar 29 mm dan 37 mm yang keduanya memiliki
aktivitas antibakteri yang tergolong sangat kuat. Adanya ukuran diameter zona hambat bakteri
oleh tetrasiklin sebagai kontrol positif dikarenakan keunggulannya sebagai antibiotik
berspektrum luas. Sementara itu, kontrol negatif (DMSO) tidak menunjukkan adanya zona
bening yang berarti bahwa peranannya sebagai pelarut tidak berdampak pada pengaruh aktivitas
antibakteri ekstrak etanol daun tembakau.
Data pada tabel 6 juga menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak 20%-60% b/v memiliki
aktivitas antibakteri yang sama terhadap kedua bakteri uji (S. aureus dan E. coli). Pada
konsentrasi yang tinggi (60%-80% b/v) terlihat perbedaan daya hambat ekstrak terhadap kedua
jenis bakteri uji. Pada konsentrasi itulah, senyawa bioaktif ekstrak dapat berpenetrasi optimal ke
dalam sel bakteri dan membuatnya lisis.
60%
40%
40%
20%
20%
60%
80%
100%
80%
100%
60%
S. aureus
60%
E. coli
Gambar 6. Zona hambat ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap bakteri S. aureus dan
E. coli
Ekstrak etanol daun tembakau sampel A pada konsentrasi 80% b/v dan 100% b/v memiliki
aktivitas antibakteri yang lebih baik terhadap E. coli (8 mm) dibandingkan S. aureus (7 mm)
berdasarkan diameter zona bening yang terbentuk (Gambar 6). Hal itu dipengaruhi oleh adanya
sifat dinding sel bakteri Gram negatif (E.coli) yang lebih tipis (5-80 nm) dibandingkan dengan
Gram positif (10-15 nm). Perbedaan ketebalan tersebut menyebabkan bakteri Gram negatif lebih
mudah untuk dihambat aktivitasnya dengan cara merusak dinding sel bakteri (Pelczar & Chan
1998).
Adanya aktivitas antibakeri pada pengujian ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap
S. aureus dan E. coli diduga dipengaruhi oleh kandungan senyawa antibakteri berupa komponen
23
bioaktif pada sampel. Hasil pengujian fitokimia sebelumnya membuktikan bahwa ekstrak etanol
daun tembakau sampel A mengandung alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan steroid. Senyawasenyawa tersebut bersifat antibakteri dengan mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri
yang khas sesuai dengan karateristiknya masing-masing.
Pada prinsipnya, mekanisme kerja senyawa alkaloid sebagai antibakteri adalah
kemampuannya mengganggu sintesis DNA dan dinding sel (Cowan 1999). Namun demikian,
penggunaan kadar alkaloid yang berlebihan dapat menimbulkan resistensi mikroorganisme
sasaran. Resistensi merupakan masalah individual epidemilogi yang menggambarkan ketahanan
mikroba terhadap antibiotik tertentu yang dapat berupa resistensi alamiah hidup (Setiabudy dan
Gan 1995), resistensi karena adanya faktor R pada sitoplasma (resistensi ekstrak kromosomal)
atau resistensi karena pemindahan gen yang resistensi atau faktor R atau plasmid (Wattimena et
al 1991).
Senyawa lainnya pada ekstrak daun tembakau pada penelitian ini yang juga diduga berperan
sebagai antibakteri adalah flavonoid. Flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa fenol
(Middleton dan Chitan 1994). Harborne (1993) menyatakan bahwa flavonoid pada tumbuhan
berfungsi untuk mengatur pertumbuhan, mengatur fotosintesis, mengatur kerja antibakteri, dan
antivirus, serta mengatur kerja antiserangga. Hal itu dikarenakan flavonoid memiliki spektrum
aktivitas antibakteri yang luas dengan mengurangi kekebalan pada organisme sasaran (Naidu
2000). Mekanisme antibakteri flavonoid ialah dengan cara membentuk senyawa kompleks
terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri (Cowan 1999).
Diketahui bahwa membran sitoplasma berperan mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam
sel serta mengatur keluar masuknya bahan-bahan bagi sel. Membran berfungsi memelihara
integritas komponen-komponen seluler. Zat antibakteri akan menyebabkan terjadinya kerusakan
pada membran sel. Kerusakan pada membran ini mengakibatkan terganggunya pertumbuhan sel
bahkan menyebabkan sel mati (Akiyama et al 2001). Selain itu Dwidjoseputro (1994)
mengemukakan bahwa flavonoid merupakan senyawa fenol sementara senyawa fenol dapat
bersifat koagulator protein.
Senyawa steroid dan terpenoid yang merupakan golongan minyak atsiri turut pula diduga
sebagai senyawa yang berperan sebagai antibakteri. Nychas dan Tassou (2000) menyatakan
bahwa minyak atsiri dapat menghambat enzim yang terlibat pada produksi energi dan
pembentukan komponen struktural sehingga pembentukan dinding sel bakteri terganggu.
Mekanisme kerusakan dinding sel disebabkan oleh adanya akumulasi komponen lipofilik yang
terdapat pada dinding sel atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi
penyusun dinding sel. Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada umumnya juga
mengandung fenol yang merupakan gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil (Beuchat 1994).
Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan
hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan
segera mengalami peruraian diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi
serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel
membran mengalami lisis (Parwata dan Dewi 2008).
24
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Rendemen ekstrak etanol daun tembakau Temanggung varietas Genjah Kemloko campuran
bagian atas dan tengah yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi (22.20% b/b) dibandingkan
dengan bagian bawah (14.42% b/b) dalam satuan basis basah. Nilai tersebut kemungkinan di atas
nilai sebenarnya karena adanya kadar air pada daun tembakau campuran bagian atas dan tengah
(12.37%) dan bagian bawah (10.69%).
Ekstrak etanol daun tembakau bagian atas dan tengah mengandung komponen fitokimia yang
berupa alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan steroid yang merupakan senyawa bioaktif yang
berperan sebagai antibakteri. Ekstrak etanol daun tembakau bagian bawah mengandung
komponen alkaloid, flavonoid, dan terpenoid. Berdasarkan hasil uji fitokimia, senyawa alkaloid
diduga terdapat dalam kadar yang paling tinggi pada kedua jenis ekstrak daun tembakau. Kadar
alkaloid terdapat dalam jumlah yang lebih tinggi pada ekstrak daun tembakau bagian atas dan
tengah. Adapun, flavonoid dan terpenoid terdapat dalam jumlah yang relatif sama secara
kualitatif pada kedua jenis ekstrak daun tembakau.
Pada konsentrasi 20% b/v ekstrak etanol daun tembakau bagian atas dan tengah memiliki
aktivitas antibakteri yang tergolong lemah (diameter zona hambatnya adalah 4 mm) terhadap S.
aureus dan E. coli sedangkan pada konsentrasi sebesar 40% b/v dan 60% b/v tergolong sedang
(diameter zona hambatnya adalah 6 mm & 7 mm) terhadap S. aureus dan E. coli. Ekstrak etanol
daun tembakau pada konsentrasi 20%-60% b/v menunjukkan aktivitas yang sama terhadap S.
aureus dan E. coli. Hal itu berbeda dengan ekstrak etanol daun tembakau konsentrasi 80%-100%
b/v yang memiliki daya hambat lebih besar terhadap E. coli (8 mm) dibandingkan dengan S.
aureus (7 mm) dengan aktivitas antibakteri tergolong sedang.
B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penentuan senyawa bioaktif ekstrak daun
tembakau asal Temanggung yang memiliki aktivitas antibakteri paling optimum.
25
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah A dan Soedarmanto. 1982. Budidaya Tembakau. Jakarta: CV Yasaguna.
Andersen RA, Fleming PD, Burton HR, Hamilton-Kemp TR, Sutton TG. 1991. J Agric Food Chem
39:1280.
Baldwin IT. 1989. Mechanism of damage induces alkaloid production in wild tobacco. J Chem. Ecol
20: 2139-2157.
Berdy J. 2005. Bioactive Microbial Metabolites. J Antibiotics Research Association 58(1): 1-26.
Beuchat LR. 1994. Antimicrobial Properties of Species and Theirs Essential Oils. Di dalam Naidu AS
(ed). 2000. Natural Foods Antimicrobial Systems. CRC Press. USA.
Blanch GP, Tabera J, Herraiz M, Reglero G. 1993. J Chromatograph 628:261.
Brooks GF, Janet SB, Stephen AM. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika.
Brunnemann KD, Hofmann D. 1991. Rec Adv Tob Sci 17:71.
Cahyono B. 1998. Tembakau, Budidaya dan Analisis Tani. Yogyakarta: Kanisius.
Cai JB, Liu BZ, Ling P, Su QD. 2002. J Chromatogr. A 947: 267-275.
Chomnawang MT, Surassno S, Nukoolkarn VS, and Gristanapan W. 2005. Antimicrobial effects of
Thai medicinal plants against acneinducing bacteria. Jethnopharmacol 101: 330-333.
Cowan MM. 1999. Plant products as antimicrobial agents. Clinical Microbiology Reviews 12: 564–
82.
DerMarderosian A. 2001. The review of natural products 2nd ed. facts and comparison. Missouri.
Halaman 554-555.
[Deptan]. 2011. http://www.litbang.deptan.go.id/varietas. [1 Februari 2011]
Evans WC. 1996. Trease and evans pharmacognosy 14th ed. wb saunders company Ltd. London.
Halaman 251.
Fardiaz F. 1987. Mikrobiologi pangan jilid 1. Bogor: PAU.
Fathiazad F, Delazar A, Amiri R, Sarker SD. 2006. Extraction of flavonoids and quantification of
rutin from waste tobacco leaves. Iranian Journal of Pharmaceutical Research 3:222-227.
Goodspread TH. 1954. The genus nicotiana, origins, relationships and evolution of its species in the
light of their distribution, morphology and cytogenetics. USA: Waltham Mass.
Grinberg LN, Rachmilewitz EA, Newmark H. 1994. Protective effects of rutin against hemoglobin
oxidation. Biochem Pharmacol 48:643-649.
Gunta YZ, Baynove CL, Baumes RL, Cordonnier RE. 1985. J. Chromatogr, 331: 83-90.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Edisi kedua.
Penerjemah; Padmawinata K dan Soediro J, Niksolihin editor. Bandung: ITB. Terjemahan dari:
Phytochemical methods.
Harborne JB. 1993. Phytochemistry. London: Academic Press.
Hastari DW. 2009. Struktur pendapatan usahatani tembakau Temanggung sistem rotasi dengan jagung
dan kacang tanah: kasus di Desa Wonotirto kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, Jawa
Tengah [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, IPB.
Hogiono, Dangi. 1994. Peningkatan Nilai Tambah Tanaman Holtikultura yang Berpotensi sebagai
Bahan Dasar Sintesis Obat-obatan Steroid [skripsi]. Surabaya: Program Sarjana, Unair.
Khidyrova NK, Shakhidoyatov KM. 2002. Plant polyprenols and their biological activity. Chem Nat.
Comp 38: 107-121.
26
Kim KR, Zlatkis A, Park JW, Lee VC. 1982. Chromatographia 15:5590
Kusumaningjati F. 2009. Potensi antibakteri kitosan sebagai pengawet tahu [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Li Y, Pang T, Guo Z, Li Y, Wang X, Deng J, Zhong K, Li X, Xu G. 2010. Accelerated solvent
extraction for GC-based tobacco fingerprint and its comparison with simultaneous distillation and
extraction. Journal Talanta 81: 650-656.
Machado PA, Fu H, Kratochivl RJ, Yuan Y, Hahm TS, Sabliov CM, Wei CI, lo YM. 2010. Recovery
of solanesol from tobacco as a value added byproduct for alternative applications. J Bioresources
Technology 101: 1091-1096.
Man J. 1987. Secondary Metabolism (2nd ed). England: Oxford Clerendon Press.
Merck. 8th edition. 1986. Paul G. Stecher (ed). USA: Merck & Co., Inc. Rahway. N. J.
Middleton E, Chitan K. 1994. The impact of plant flavonoids on mammalian biology: Implication for
immunity, inflammation dan cancer. Di dalam: Harborne JB (ed) The Flavonoids. Chapman and
Hall. London.
Miller LP. 1973. Phytochemistry organic metabolites van nostrand and reinbold company. New York
2: 382-384.
Misuzaki S, Tanabe Y, Roguchi M, Tamaki E. 1973. Changes in the activities of ornithin
decarboxylase, putrescine n-methyltransferase and n-methylputrescine oxidase in tobacco roots in
relation to nicotine biosynthesis. J Plant Cell Physiol 14:103-110.
Naidu AS. 2000. Natural Food Antimicrobial Systems. USA: CRC Press.
Nugroho LH, Peltenburg-Looman AMG, de Vos H, Verberne MC, Verpoorte R. 2002. Nicotine and
related alkaloids accumulation in constitutive salycyclic acid producing tobacco plants. J Plant
Science 162: 575-581.
Nychas GJE. 1995. Natural antimicrobial from plants. Di dalam: Gould GW (eds) Newmethods of
food preservation. London: Blackie Academic and professional.
Palic R, Stojanovic G, Alagic S, Nikolic M, Lepojevic Z. 2002. Chemical Composition and
Antimicrobial Activity of The Essential Oil and CO2 Extracts of Semi-orientl Tobacco, Prilep.
Flavour Fragr J. 17:323-326.
Parwata IMOA, Dewi PFS. 2008. Isolasi dan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri dari rimpang
lengkuas (Alpinia galanga L.). Jurnal Kimia 2(2): 100-104.
Pelczar MJ dan Chan ECS. 1998. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Pr.
Pang F, Sheng L, Liu B, Tong H, Liu S. 2004. Comparison of Different Extraction Methods: Steam
Distillation, Simlutaneous Distillation and Extraction and Headspace Co-distillation, Used for the
Analysis of the Volatile Components in Aged Flue Cured Tobacco Leaves. J Chromatogr. A 1040:
1-17.
Podlejski J, Olejniczak W. 1983. methods and techniques in research of tobacco flavour. Nahrung 27.
5:429-436.
Puspita PE, Purnamasari RA, Manurung AJ. 2010. Aplikasi antiseptik tembakau. Program Kreativitas
Mahasiswa Bidang Penelitian. DIKTI.
Roselius W, Vitzhum O, Hubert P. 1979. US Patent, 4, 153, 063.
Sambantham P. 1985. Analgesic activity of certain bioflavonoids. Indian J Pharm Sci 47: 230-231.
Shen J, Shao X. 2006. Determination of tobacco alkaloids by Gas Chromatographhy-Mass
Spectrometry using cloud point extraction as a preconcentration step. J Analytica Chimica Acta
561: 83-87.
Schultz TH, Flath RA, Mon TR, Eggling SB, Teranishi R. 1977. J Agric Food Chem 25:446
27
Stanisavljevic I, Velickovic DT, Todorovic ZB, Lazic ML, Velkjovic VB. 2009. Comparison of
techniques for the extraction of tobacco seed oil. Eur. J. Lipid Sci. Technol 111:513-518.
Stojanovic G, Palic R, Alagic S, Zekovic Z. 2000. Chemical composition and antimicrobial activity of
the essential oil and co2 extracts of Semi-oriental Tobacco, Oltja. Flavour Fragr J. 15:335-338.
Susilowati EY. 2006. Identifikasi nikotin dari daun tembakau kering dan uji efektivitas ekstrak daun
tembakau (Nicotiana tabacum) sebagai insektisida penggerek batang padi (Scirpophaga innonata).
Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Teissser PJ. 1994. Chemistry of Fragment Substance. VHC Publ Inc. New York.
Todar K. 2004. Structure and Fuction of Prokarytic Cells. Todar’s Online Textbook of Bacteriology.
Wisconsin-Madison.
Voight R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V. Diterjemahkan oleh Soendani Noerono.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wax GR, Lewis K, Salyer AA, Taber H. 2008. Bacterial Resistance to Antimicrobials Second Edition.
London. CRC Press. New York.
Wilson RA, Mookherjee BD, Vinals JF. 1982. A Comparative Analysis of The Volatile Constituents of
Virginia, Burley, Turkeys, and Black Tobaccos. Plenary Lecture. Kansas.
Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wink M. 1998. A short history of alkaloids. Di dalam: Alkaloids: Biochemistry, ecology and
medicinal applications. M.F. Roberts, & M. Wink, eds. Plenum. New York.
Wu ZM, Weeks WW, Long RC. 1992. J Agric Food Chem 40:1917.
Xin Z, Jinren N, Wen H. 2006. Extraction of Solanesol from Tobacco with Supercritical Carbon
Dioxide. Fine Chem 23:480-501.
Yaqin HU, Jibao CAI, Xiaolan ZHU, Yun GAO, Qingde SU. 2006. Two-Step Simultaneous
Distillation and Solvent Extraction for Isolation Both Free and Bound Aroma in Tobacco. J.
Animali di Chimica, 96:1-8.
28
LAMPIRAN
29
Lampiran 1. Prosedur pengukuran kadar air
Wadah sampel
Diukur bobotnya (a)
Sampel tembakau
serbuk(b)
Dikeringkan dalam oven
105˚C, 24 jam
Diukur bobot akhirnya (c)
tidak
Bobot stabil
ya
Diukur kadar airnya
Lampiran 2. Kadar air daun tembakau sampel A dan B
Ulangan
1
2
3
Rerata
Kadar Air (%)
Sampel A
Sampel B
12.34
10.33
12.27
10.55
12.50
11.18
12.37
10.69
30
Lampiran 3. Prosedur ekstraksi daun tembakau dengan metode soxletasi
Sampel tembakau serbuk
(10 g)
Ditambahkan etanol (100 ml)
Soxletasi
90 min, 4 refluks
Pengukuran rendemen
Lampiran 4. Rendemen hasil soxletasi daun tembakau sampel A dan B
Sampel
A
B
Bobot awal
(g)
50.00
50.00
Bobot akhir
(g)
46.25
44.25
Rendemen
(%)
22.2
14.42
31
Lampiran 5. Prosedur pengujian alkaloid
Sampel tembakau serbuk
(1 g)
Ditambahkan 5 ml kloroform,
NH4OH, H2SO4
Ditambahkan
pereaksi Meyer
Ditambahkan
pereaksi Wagner
Ditambahkan
pereaksi Dragendrof
Terbentuk
endapan putih
Terbentuk warna
coklat
Terbentuk warna
jingga
Lampiran 6. Prosedur pengujian flavonoid
Sampel tembakau serbuk
(0.1 g)
Ditambahkan 1 ml metanol
dididihkan
Ditambahkan H2SO4
Terbentuk warna merah
32
Lampiran 7. Prosedur pengujian steroid dan terpenoid
Sampel tembakau serbuk
(0.1g)
Ditambahkan 5 ml metanol
dididihkan
Ditambahkan eter dan pereaksi Liebermen
Dikocok
Terbentuk warna hijau
menunjukkan adanya
steroid
Terbentuk warna merah
menunjukkan adanya
terpenoid
33
Lampiran 8. Prosedur pembuatan media NA
Media NA (2 gram) dan 100
mL air
Dipanaskan pada suhu 70°C, 30 menit dan
diaduk dengan magnetik stirer
Dituang ke dalam labu Erlenmeyer dan
disumbat dengan kapas
Sterilisasi dengan autoklaf
121°C, 15 menit
Lampiran 9. Prosedur pembuatan media LB
NaCl (0.5 g), yeast extract (1.25),
tripton (0.5 g), 1 liter aquadest
Dipanaskan pada suhu 70°C, 30 menit dan
diaduk dengan magnetik stirer
Dituang ke dalam labu Erlenmeyer dan
disumbat dengan kapas
Sterilisasi dengan autoklaf
121°C, 15 menit
34
Lampiran 10. Prosedur peremajaan bakteri
E. coli
S. aureus
Diinokulasi ke dalam labu Erlemeyer
berisi larutan LB 10 ml
Diinokulasi ke dalam labu Erlemeyer
berisi larutan LB 10 ml
Dituang ke dalam labu Erlenmeyer dan
disumbat dengan kapas
Dituang ke dalam labu Erlenmeyer dan
disumbat dengan kapas
Inkubasi dalam shaker bergoyang
18 jam, 37°C, 200 rpm
35
Lampiran 11. Prosedur uji aktivitas antibakteri
Media NA berisi bakteri
dituangkan ke cawan Petri
Peremajaan bakteri ke
media LB
24 jam, 37°C, 200 rpm
Stok
bakteri
Inokulasi remajaan bakteri
ke media NA
Pembentukan sumur
berdiameter 0.5 cm
Sampel berupa:
1) Ekstrak (20%, 40%, 60%,
80%, dan 100%)
2) DMSO
3) Tetrasiklin (10%)
Inkubasi selama 24 jam, suhu 37°C
Pengukuran diameter zona bening
36
Lampiran 12. Diameter zona hambat (mm) ekstrak etanol daun tembakau sampel A terhadap bakteri
S. aureus
Ulangan
1
2
Rerata
Kontrol
Tetrasiklin
DMSO
(10%)
29
0
30
0
29.5
0
Konsentrasi
20%
40%
60%
80%
100%
4
4
4
6
6
6
6
6
6
7
7
7
7
7
7
Lampiran 13. Diameter zona hambat (mm) ekstrak etnol daun tembakau sampel A terhadap bakteri
E. coli
Ulangan
1
2
Rerata
Kontrol
Tetrasiklin
DMSO
(10%)
37
0
37
0
37
0
Konsentrasi
20%
40%
60%
80%
100%
4
4
4
6
6
6
6
6
6
8
8
8
8
8
8
37
Download