dampak krisis ekonomi terhadap pertanian di

advertisement
DAMPAK KRISIS EKONOMI TERHADAP
PERTANIAN DI INDONESIA
Yusmichad Yusdja dan Haryono Soeparno
Krisis ekonomi yang terjadi tahun 2007–2008 di Amerika Serikat, telah melanda
seluruh dunia dan mengambil korban negara-negara di Eropa dan beberapa negara
eksportir Asia. Krisis ini dimulai dari peritiwa kebangkrutan Bank Lehman Brothers di
Amerika Serikat pada tahun 2007. Bank Lehman Brothers mempunyai kegiatan di pasar
uang dengan rantai pasar menjangkau seluruh negara maju yang mengalami kegagalan
pembayaran kredit perumahan. Bank tersebut mengalami krisis finansial yang luar biasa.
Pada saat kebangkrutannya, 15 September 2007, Lehman Brothers mengumumkan
kerugian yang hampir mencapai 7 miliar dolar AS. Banyak bank besar di USA terbawa
hanyut dalam krisis. Pada tahun 2008, krisis meluas ke negara-negara Eropa dan Asia
termasuk Indonesia. Krisis finansial telah membawa kehancuran sistem keuangan dunia,
yang berakibat pada terjadinya krisis ekonomi, terutama diawali oleh kegagalan investasi
berbagai usaha, dan meningkatnya harga-harga input industri.
Krisis Ekonomi Global merupakan akibat lanjut dari krisis finansial. Perembesan
dampak krisis ekonomi terjadi dengan cepat secara vertikal dan horizontal serta menjangkau
banyak sektor, termasuk sektor pertanian. Dampak krisis ini luar biasa, apalagi pada saat
bersamaan terjadi kelangkaan pangan di pasar dunia yang menyebabkan harga-harga
pangan domestik mengalami kenaikan antara 200% sampai 300%. Dewasa ini, krisis
ekonomi masih tetap berlangsung, walau di beberapa negara telah terjadi pemulihan dengan
pertumbuhan ekonomi yang berjalan lambat, ditandai dengan tingkat pertumbuhan
negara-negara Eropa dan Amerika Serikat pada tingkat yang relatif rendah, malahan ada
yang mengalami kontraksi dibandingkan masa sebelum krisis finansial global terjadi.
Pada bulan Agustus 2010, Indonesia diancam oleh kenaikan harga-harga pangan
yang melambung tinggi. Tetapi belum jelas penyebabnya mengapa kenaikan harga-harga
pangan seperti tidak tertahan. Banyak dugaan bahwa kenaikan harga-harga tersebut
disebabkan peningkatan permintaan karena puasa dan lebaran. Tetapi diduga kenaikan
permintaan hanya berpengaruh kecil, sementara kenaikan harga relatif tinggi. Penyebab
lain akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.
Kelangkaan pangan merupakan ancaman besar dari krisis ekonomi, yang memicu
kekuatiran banyak negara yang tergantung pada impor pangan, akan ancaman kelaparan
dalam negeri karena kesulitan menyediakan pangan bagi rakyatnya. Krisis ekonomi
ANCAMAN TERHADAP KEMANDIRIAN
PANGAN NASIONAL
membangkitkan kesadaran banyak negara pengimpor pangan tentang krisis pangan di
dalam negerinya apabila pasar dunia mengalami kelangkaan pangan. Negara-negara ini
akan mencari usaha lain bagaimana menutupi kebutuhan pangan bagi penduduknya
dengan menghindarkan ketergantungan pangan pada pasar dunia. Sebaliknya, negaranegara produsen pangan, seperti Indonesia, masih terbelenggu oleh kebijakan penataan
lahan pangan yang masih belum mendukung. Pada kenyataannya, walaupun terkenal
sebagai negara pertanian, Indonesia masih harus mengimpor pangan. Pertanyaan yang
timbul adalah sampai seberapa jauh dampak krisis ekonomi terhadap produksi, hargaharga pangan, dan perubahan kebijakan dalam rangka antisipasi terhadap kebutuhan
pangan global?
Analisis dampak krisis ekonomi 2007–2010 terhadap pertanian mencakup dampak
kelangkaan pangan, kenaikan harga-harga komoditas pertanian, masalah perubahan
strukur dalam kaitannya dengan kebijakan penggunaan lahan pangan di Indonesia. Hasil
kajian akan sangat bermanfaat dalam pengarahan penyusunan blue print upaya penataan
lahan untuk kemandirian dan kedaulatan pangan.
Kerangka Pikir Analisis
Apa yang dimaksud dengan krisis ekonomi global dan bagaimana dampaknya terhadap
produksi pertanian dan harga-harga pangan? Tanpa melihat bagaimana faktor-faktor
penyebab terjadinya krisis ekonomi global, dapat dinyatakan bahwa krisis ekonomi global
disebabkan oleh ambruknya sektor finansial global. Krisis finansial ini sangat berpengaruh
pada ambruknya perekonomian banyak negara, termasuk negara-negara maju.
Berikut ini adalah konsepsi tentang dampak krisis ekonomi yang disarikan dari naskah
buku Land Grabbing: Ancaman Bagi Kedaulatan Pangan di Indonesia (Kasryno et al.
2010). Salah satu dampak krisis ekonomi global adalah terjadinya kelangkaan pangan di
pasar dunia. Kelangkaan pangan adalah situasi yang disebabkan oleh penurunan ekspor
pangan ke pasar dunia. Negara-negara pengekspor menurunkan produksi pangan karena
krisis finansial dalam negeri, naiknya harga input pertanian terutama pupuk, dan karena
efek psikologis ancaman kekurangan pangan dalam negeri.
Kelangkaan pangan di pasar global merembes pada kelangkaan pangan dalam pasar
domestik negara-negara pengimpor dan pengeskpor pangan. Sebagai akibatnya, hargaharga pangan di pasar global dan pasar domestik mengalami lonjakan kenaikan yang luar
biasa. Kenaikan harga pangan yang luar biasa menimbulkan dampak pada kenaikan angka
kemiskinan khususnya untuk Indonesia. Kenaikan harga pangan, jika tidak diatasi, akan
dapat menimbulkan krisis sosial, yang dapat membawa dampak luas pada ekonomi politik
dan pemerintahan.
12
DAMPAK KRISIS EKONOMI TERHADAP
PERTANIAN DI INDONESIA
Pada sisi lain, kelangkaan pangan di pasar global telah menimbulkan kekhawatiran
yang besar bagi negara-negara pengimpor pangan karena ancaman kekurangan pangan.
Negara-negara pengimpor, lambat atau cepat akan mengambil suatu tindakan pengamanan
pangan dalam negeri. Salah satu tindakan tersebut adalah menguasai secara ekonomi
lahan-lahan pertanian negara-negara pertanian seperti Indonesia. Penguasaan lahanlahan pertanian oleh negara lain yang terjadi di Indonesia telah menyebabkan semakin
menurunnya penguasaan lahan pangan oleh bangsa sendiri. Pada akhirnya, menurunkan
potensi produksi pangan dalam negeri. Lihat alur pikir kerangka analisis berikut ini.
STOP
Biofuel
Kelangkaan pangan di pasar global mendatangkan ancaman kelaparan masyarakat
dunia. Ancaman itu mendorong beberapa negara pengekspor pangan menghentikan
atau mengurangi ekspor pangan untuk menjaga keamanan pangan dalam negeri. Tetapi
tindakan tersebut harus disertai dengan kebijakan penataan lahan pangan. Hal ini berlaku
bagi Indonesia yang masih perlu membangun kebijakan lahan pangan yang instrumental
dan efektif berorientasi pada kedaulatan produksi pangan. Hal lain yang menyebabkan
krisis pangan sebagai bagian dari krisis ekonomi global adalah perubahan iklim global.
Perubahan iklim dalam negeri seperti di Indonesia diperkirakan akan memengaruhi budi
daya yang sudah berjalan selama ini. Banjir terjadi di mana-mana, merusak sawah dan
ladang. Hal ini mengakibatkan produksi pangan menurun, dan mendorong kenaikan
harga.
13
ANCAMAN TERHADAP KEMANDIRIAN
PANGAN NASIONAL
Sejak satu dasawarsa terakhir telah berkembang pula penggunaan biofuel terutama
berasal dari komoditas jagung. Produksi jagung untuk kebutuhan manusia dan ternak
menurun, sekalipun produksi total naik karena digunakan sebagai sumber energi. Hal
ini menyebabkan harga jagung untuk kebutuhan ternak mengalami kenaikan yang pada
akhirnya mendorong kenaikan harga susu, daging, dan telur.
Untuk menghindari terjadinya krisis sosial, perlu upaya penataan lahan pertanian
untuk mewujudkan kedaulatan dalam produksi pangan. Artinya, pemerintah harus
menata lahan pertanian di Indonesia sehingga dapat menghasilkan kebutuhan pangan
secara mandiri dan berkelanjutan. Dengan menegakkan kedaulatan pangan, diharapkan
Indonesia tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi global. Sebaliknya, Indonesia diharapkan
dapat meningkatkan cadangan pangan di pasar global. Untuk menegakkan kedaulatan
pangan yang mandiri, dibutuhkan manajemen dan teknologi pertanian yang andal disertai
dengan usaha-usaha memberdayakan petani dan kelembagaan petani.
Dampak terhadap Ekonomi Makro
Pertumbuhan PDB dan Sektor Pertanian
Pada tahun 2007, yakni awal krisis finansial di USA, pertumbuhan ekonomi Indonesia
berada pada angka yang relatif baik yakni 6,3% (Laporan Tahunan BI 2007). Pada saat
krisis menjalar ke seluruh dunia, Indonesia sebagai negara terbuka tidak dapat menghindari
dampak krisis ekonomi global, walaupun dari sisi pertumbuhan masih dapat meraih angka
6,1%, lebih kecil dibandingkan sebelumnya. Hal ini memang memperlihatkan bahwa pada
tahap awal, dampak ekonomi global tidak banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi. Namun demikian, pengaruh dampak ekonomi global lebih besar pada tahun
2008 yakni 4,5% dan pada tahun 2009 pertumbuhan masih 5,5%. Pada tahun selanjutnya
(2011–2014), diprediksi pertumbuhan akan tercapai antara 6,5% sampai 7,5% per tahun.
Prediksi BI memperlihatkan secara tidak langsung bahwa dampak krisis ekonomi akan
terus menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pertumbuhan Sektor Pertanian
Gambar 1 memperlihatkan pertumbuhan pertanian tinggi sekitar 6,5% pada
kuartal 1 tahun 2008, hal inilah yang menunjang PDB tidak terlalu turun pada kuartal
1. Pertumbuhan pertanian turun pada kuartal 3 menyebabkan PDB ikut turun. Pada
kuartal 2 dan 3, pertumbuhan pertanian terjun bebas mendekati 3%, pada saat itu PDB
masih mengalami pertumbuhan. Mulai kuartal 3 tahun 2008 sampai kuartal 1 tahun
2009, pertumbuhan pertanian meningkat mendekati 6%, tetapi pertumbuhan PDB turun
mendekati 4%.
14
DAMPAK KRISIS EKONOMI TERHADAP
PERTANIAN DI INDONESIA
8
7.5
7
6.5
6
5.5
5
4.5
4
2006
2007
2008
2009
2010
2014
Gambar 1. Angka pertumbuhan PDB Indonesia tahun 2006–2014
Sumber: Data Bank Indonesia
Pada kuartal 2 dan seterusnya sampai akhir Desember 2009, pertumbuhan PDB
dan pertanian sama-sama meningkat. Pertumbuhan pertanian mengalami penurunan
pada kuartal 2 dan 3 tahun 2008. Gambaran ini memperlihatkan bahwa pertumbuhan
pertanian memengaruhi fluktuasi pertumbuhan PDB atau sebaliknya.
7
6.5
6
5.5
5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
2005
2006
2007
20081
20082
PDB
20083
20084
20091
20092
20093
20094
Pertanian
Gambar 2. Pertumbuhan PDB dan sektor pertanian tahun 2005–2009
Sumber: Data Bank Indonesia
15
ANCAMAN TERHADAP KEMANDIRIAN
PANGAN NASIONAL
Pertumbuhan Impor dan Ekspor
Kontribusi sektor pertanian untuk ekspor adalah 4,5% pada tahun 2004 dan tahun
selanjutnya konsisten bertahan pada angka tersebut. Pada tahun 2009, kontribusi ekspor
pertanian meningkat dua kali tetapi kontribusi pertanian turun menjadi 4,3%. Ekspor
utama hasil pertanian terutama hasil perkebunan yakni kopi, teh, rempah, tembakau,
dan coklat, dengan catatan bahwa hasil olahan kelapa sawit dan karet tidak termasuk
sektor pertanian tetapi masuk sektor industri. Kontribusi ekspor sawit dan karet adalah
6,2% dan 5,3% pada tahun 2004, menjadi 11,0% dan 1,4% tahun 2008. Secara absolut,
nilai ekpsor sawit meningkat 3 sampai 4 kali, sedangkan karet turun setengahnya. Sawit
termasuk komoditas penting dalam meningkatkan nilai ekspor Indonesia karena memberi
sumbangan terbesar mengalahkan tekstil dan produksi tekstil sebesar 23,4% pada tahun
2004 menjadi 9,5% pada tahun 2009. Keunggulan kelapa sawit terjadi sejak tahun 2008,
pada saat krisis ekonomi berada pada puncaknya. Tujuan ekspor Indonesia terbesar adalah
Asia dengan kontribusi 61,9% tahun 2004, baik nilainya maupun kontribusinya terus
meningkat secara konsisten sampai tahun 2009, menjadi 67,1%. Jadi, krisis ekonomi tidak
berpengaruh. Namun demikian, ada penurunan impor oleh negara-negara Eropa, Amerika
Serikat, dan Australia.
20
15
Pertumbuhan %
10
5
0
-5
-10
-15
-20
-25
Impor
Ekspor
Gambar 3. Pertumbuhan impor dan ekspor Indonesia tahun 2005–2009
Sumber: Data Bank Indonesia
Gambar 3 memperlihatkan pertumbuhan ekspor dan impor Indonesia tahun 2005
sampai 2009. Mulai kuartal 2 tahun 2008, total impor dan ekspor terus turun secara tajam
sampai pertumbuhan negatif. Pertumbuhan mulai membaik walau masih negatif sampai
16
DAMPAK KRISIS EKONOMI TERHADAP
PERTANIAN DI INDONESIA
akhir 2004. Pola pertumbuhan impor dan ekspor sama bentuknya, yang memperlihatkan
impor dan ekspor menghadapi pukulan yang sama, yaitu krisis ekonomi yang melanda
hampir seluruh dunia.
Pertumbuhan Tenaga Kerja
Krisis pasar tenaga kerja di Indonesia terjadi setelah satu tahun krisis ekonomi global.
Beberapa perusahaan dalam negeri yang terkena dampak, melakukan PHK. Pasar tenaga
kerja mulai terkena dampak pada semester IV-2008 di mana tingkat pengangguran
meningkat, sebagai akibat PHK. Sebagaimana krisis ekonomi tahun 1998, sektor pertanian
kembali menjadi bumper penyerapan tenaga kerja terbesar dibandingkan sektor lain.
Dengan kata lain, dalam krisis ekonomi global sekali lagi terbukti bahwa sektor pertanian
yang berpijak pada input domestik tidak terkena dampak serius tetapi malah sebaliknya
menjadi salah satu sektor dominan penanggulangan dampak krisis. Namun demikian,
sektor pertanian Indonesia masih jauh dari mandiri, karena sebagai sektor penyelamat,
hanya mampu berperan rendah.
Dampak Krisis Ekonomi terhadap Produksi
dan Perdagangan Pangan
Padi: Ancaman Kelangkaan Beras
Gambar 4 memperlihatkan perkembangan indeks produksi padi dan jagung tahun
2000–2009 di Indonesia. Beberapa hal dapat dilihat dari Gambar 4 tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Produksi padi sebelum krisis ekonomi yakni pada priode 2000–2006 meningkat kurang
dari 2% per tahun dari tahun 2000. Dalam masa krisis 2007–2009, produksi padi
justru meningkat dari 5 sampai 20 persen dibandingkan tahun 2000. Dapat dikatakan
bahwa krisis ekonomi tidak memberikan pengaruh negatif terhadap produksi padi.
Sebaliknya, pertumbuhan produksi mengalami percepatan dibandingkan sebelum
krisis.
2. Produksi jagung sejak tahun 2002 terus meningkat, bahkan pada masa krisis ekonomi
peningkatan produksi relatif tajam dibandingkan sebelum krisis. Dapat pula dikatakan
bahwa sekalipun produksi jagung meningkat, namun disertai peningkatan harga yang
relatif tajam.
3. Dari kedua butir di atas, jelas terlihat bahwa krisis ekonomi tidak memberikan dampak
negatif terhadap produksi padi dan jagung, karena produksi kedua komoditi tersebut
meningkat. Namun demikian, harga-harga komoditi tersebut melonjak tinggi (USDA
2009).
17
ANCAMAN TERHADAP KEMANDIRIAN
PANGAN NASIONAL
Negara-negara produsen padi khususnya di Asia telah mengalami perlambatan
pertumbuhan produksi padi. IRRI (2008) melaporkan bahwa telah terjadi penurunan
pertumbuhan produksi padi secara substansial selama 10–15 tahun berlalu. Sementara
pertumbuhan produksi pada tingkat global kurang dari 1 persen. Pertumbuhan produksi
padi jelas sangat lambat. Menurut laporan World Bank (WB) dan (IRRI 2010), harga
beras di dunia setelah tahun 2000 melonjak sangat tajam sebagai akibat kelangkaan beras
dan krisis ekonomi. Kelangkaan beras pada tahun 2008 terutama disebabkan oleh negaranegara eksportir beras utama seperti Vietnam dan India telah melakukan pembatasan
ekspor untuk melindungi konsumen domestik mereka, yang menyebabkan harga beras
terdorong melambung tinggi. Demikian pula harga beras domestik Indonesia juga
melambung karena pengaruh pasar internasional dan kemungkinan spekulasi.
200
180
160
140
120
100
80
2000
2001
2002
2003
2004
Padi
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Jagung
Gambar 4. Perkembangan indeks produksi padi dan jagung tahun 2000–2009
Sumber: Laporan World Bank 2008
Banyak faktor, baik jangka panjang maupun jangka pendek yang mempunyai
kontribusi terhadap krisis beras (IRRI 2010), antara lain adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
18
Konsumsi tumbuh lebih besar dari apa yang dihasilkan
Pertumbuhan produksi tahunan melambat
Ruang ekspansi areal produksi sedikit
Investasi publik dalam bidang penelitian dan pengembangan berkurang
Peningkatan jumlah penduduk
DAMPAK KRISIS EKONOMI TERHADAP
PERTANIAN DI INDONESIA
f.
Pertumbuhan ekonomi yang cepat di berbagai negara seperti Cina, India meningkatkan
permintaan sereal
g. Investasi irigasi yang mengalami puncak sepanjang revolusi hijau telah menurun
cepat
h. Harga minyak yang meningkat telah meningkatkan harga-harga khususnya sarana
pertanian
i. Iklim yang ekstrem
260
240
220
200
180
160
140
120
100
2005
2006
2007
Thai1
Thai2
2008
2009
USA
Gambar 5. Indeks harga ekspor beras dunia tahun 2005–2009
Sumber: Setneg 2010
Pangan utama negara-negara Asia termasuk Indonesia adalah beras. Namun demikian,
tidak semua negara Asia penghasil beras, walaupun beberapa negara Asia seperti Thailand
dan Vietnam mampu mengekspor beras. Negara pengekspor beras adalah USA, Thailand,
dan Vietnam. Sementara Rusia menghentikan ekspor Gandum, karena produksi gandum
terancam karena perubahan musim. Larangan ekspor gandum dan beras ke pasar dunia
telah menyebabkan harga beras dan gandum melonjak tinggi. Demikian pula Cina, tidak
lagi mengekspor beras, jagung, dan pangan lain untuk menjaga stok pangan dalam negeri.
Situasi ini telah memperparah kelangkaan pangan di pasar dunia, dan karena itu harga
akan tetap tinggi dalam beberapa tahun mendatang.
19
ANCAMAN TERHADAP KEMANDIRIAN
PANGAN NASIONAL
Gambar 5 memperlihatkan indeks harga ekspor beras Thailand dan USA ke pasar
dunia sejak tahun 2005 sampai 2009. Gejolak indeks harga ketiga jenis beras tersebut
mempunyai ritme yang sama, yang memperlihatkan pengaruh krisis ekonomi. Namun
demikian, krisis ekonomi sebenarnya mulai terjadi tahun 2007, tetapi harga beras di pasar
dunia pada tahun tersebut langsung memberi respons dengan kenaikan harga sampai
250%. Hal ini juga diikuti oleh kenaikan harga jagung dan gandum. Setelah tahun 2008,
harga secara serentak mengalami penurunan sebesar 20%–30%. Harga beras sangat sulit
kembali pada harga sebelum krisis ekonomi. Ramalan FAO (2009) dan WB (2009)
memperlihatkan bahwa harga pangan akan terus melonjak, karena kelangkaan pangan
dunia. Harga dunia yang tinggi akan berimbas ke dalam negeri dan penyelundupan beras
ke luar negeri akan semakin tinggi.
Semua fenomena di atas sebenarnya memperlihatkan bahwa banyak negara akan
mengalami kesulitan di masa datang dan melakukan tindakan-tindakan seperti land
grabbing dalam usaha mendapatkan tanah untuk pertanian. Indonesia sebagai negara
pertanian haruslah bisa melakukan antisipasi dan mengatur sikap dari sekarang terutama
dalam hal penataan lahan.
Jagung
Jagung selain merupakan bahan makanan penting untuk manusia, tetapi juga
digunakan untuk produksi biofuel dan makanan unggas. Jagung dalam ransum pakan
unggas, relatif tinggi yakni 5%–69%. Jagung sangat menentukan kualitas pakan dan sulit
digantikan dengan bahan makanan yang lain. Pada saat harga jagung melambung tinggi
seperti sekarang, harga pakan dengan sendirinya turut meningkat. Kenaikan harga pakan
memengaruhi kenaikan harga daging broiler. Sebagaimana diketahui untuk menghasilkan
1 kg broiler—untuk menghasilkan berat karkas 800–1.000 gram yang umum dipasarkan di
supermarket—dibutuhkan 2 kg pakan. Setiap kilogram karkas dibutuhkan 1,2 kg jagung.
Kebutuhan jagung untuk pakan unggas diperkirakan sebesar 5–6 juta ton per tahun.
Pada saat krisis ekonomi tahun 2008, produksi jagung berdasarkan data Kementerian
Pertanian, tetap meningkat, namun harga broiler melonjak. Gambar 6 memperlihatkan
perkembangan indeks produksi jagung dan indeks harga broiler di Indonesia dari tahun
2010 serta proyeksi tahun 2012 dan 2014. Indeks produksi jagung dalam negeri terus
meningkat melintasi tahun krisis ekonomi terberat tetapi indeks harga broiler juga terus
meningkat. Hal ini disebabkan oleh kehadiran ayam broiler sebagai bahan makanan utama
bagi masyarakat. Harga broiler lebih ditentukan oleh permintaan masyarakat, sehingga
kebutuhan jagung juga meningkat walaupun harganya meningkat.
Apa yang diperlihatkan oleh Gambar 6 tersebut memberi petunjuk bagi pemerintah
bahwa memicu produksi jagung tidak serta merta harga jagung akan turun. Arah peningkatan
produksi jagung adalah pemenuhan kebutuhan jagung untuk menghindarkan kelangkaan
20
DAMPAK KRISIS EKONOMI TERHADAP
PERTANIAN DI INDONESIA
daging broiler. Dapat dikatakan produksi jagung setinggi apapun dalam negeri tidak akan
menyebabkan harga broiler turun, sampai suatu batas produksi jagung mencapai tingkat
tertentu. Bank Dunia (2010) meramalkan bahwa setelah tahun 2010, harga pangan akan
tetap tinggi. Hal yang sebaiknya dilakukan pemerintah adalah memicu laju produksi jagung
lebih cepat, sehingga sampai pada tingkat tertentu dapat memengaruhi harga broiler.
Sampai saat ini, jagung tetap merupakan bahan baku utama pakan broiler. Selain
itu terlihat bahwa peningkatan produksi jagung tidak menyebabkan impor jagung untuk
ternak menurun. Kebutuhan jagung ternak tidak dipenuhi dari dalam negeri, padahal
hanya sekitar 30% dari produksi jagung. Lalu, ke mana sisa jagung yang dihasilkan?
Mungkin sudah waktunya membenahi data produksi pertanian.
Gambar 6. Hubungan indeks harga broiler dan indeks produksi jagung
Sumber: Diolah dari Data Statistik BPS
21
ANCAMAN TERHADAP KEMANDIRIAN
PANGAN NASIONAL
200
180
160
140
Indeks
120
100
80
60
40
20
0
2000
2001
Impor
2002
Prod
2003
2004
Luas
2005
Impor
2006
Prod
2007
2008
2009
Luas
Gambar 7. Perkembangan indeks produksi dan impor jagung tahun 2000–2009
Sumber: Statistik Pertanian 2010. Kementerian Pertanian dan FAO (FAOSTAT 2010). Tahun 2009: Perkiraan
Gambar 7 memperlihatkan perkembangan indeks luas panen dan produksi jagung.
Sangat menarik bahwa perkembangan produksi jagung sejalan dengan perkembangan luas
panen, dengan kecenderungan yang persis sama. Pada sisi lain, impor jagung tetap tinggi.
Kemudian muncullah keraguan, apakah hal tersebut benarlah demikian? Dalam keadaan
kelangkaan pangan seperti sekarang, kita sangat membutuhkan data yang akurat.
Daging Sapi
Indonesia membutuhkan sekitar 2 juta ekor sapi potong. Indonesia baru mampu
menyediakan sekitar 14 juta ekor. Maka sisanya diimpor dalam bentuk sapi potong bakalan
dan daging. Impor sapi potong yang dilakukan pada tahun 1990, sebenarnya memiliki
pertimbangan lain, yakni mencegah pengurasan ternak sapi lokal akibat perkembangan
konsumsi daging yang sangat cepat. Namun demikian, setelah 20 tahun tergantung
pada impor, Indonesia tidak mampu mengurangi ketergantungan tersebut, malah terus
meningkat. Hal ini diperlihatkan oleh kegagalan swasembada daging sapi tahun 2005
dan tahun 2010. Namun demikian, pemerintah tetap bersemangat, kembali menetapkan
swasembada tahun 2014.
22
DAMPAK KRISIS EKONOMI TERHADAP
PERTANIAN DI INDONESIA
800,000
700,000
600,000
ekor
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
Tahun
Gambar 8. Impor sapi potong dari Australia tahun 1990–2010 (ekor)
Sumber: Diolah dari Data Statistik BPS
50,000
45,000
40,000
35,000
30,000
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
Gambar 9. Impor daging dari Australia tahun (1990–2010) (Ton)
Sumber: Diolah dari Data Statistik BPS
Pada saat krisis ekonomi 2007–2008, Indonesia malah meningkatkan impor sapi
hidup dan daging sapi, sebagai bukti ketergantungan yang tinggi pada sapi impor (Gambar
8 dan 9). Dalam situasi seperti ini, mungkinkah swasembada daging sapi tahun 2014 dapat
tercapai? Pertanyaan ini sulit dijawab karena belum diketahui bagaimana struktur produksi
sapi potong kita, apakah mampu menghasilkan 2 juta ekor sapi potong per tahun?
23
ANCAMAN TERHADAP KEMANDIRIAN
PANGAN NASIONAL
Indeks Harga Beras dan Harga Daging Sapi
280.0
260.0
240.0
220.0
200.0
180.0
160.0
140.0
120.0
100.0
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Sapi
Beras
2007
2008
2009
2010
Gambar 10. Perkembangan indeks harga beras dan daging sapi tahun 2001–2010
Sumber: Diolah dari Data Statistik BPS
Dua komoditas ini merupakan bahan pangan utama yang mempunyai perbedaan
karateristik. Beras sebagai sumber energi dan daging sapi sebagai sumber protein. Perbedaan
ini telah menyebabkan permintaan beras bersifat inelastis sedangkan permintaan daging
sapi bersifat elastis. Harga beras relatif rendah sedangkan harga daging sapi relatif mahal.
Harga beras Rp6500,- per kg sedangkan harga daging sapi Rp70.000,- per kg. Beras
dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat, sedangkan daging sapi hanya dikonsumsi
oleh sebagian kecil masyarakat yang berpendapatan menengah ke atas. Harga daging sapi
yang tinggi mendorong orang mengonsumsi hasil ternak yang lebih murah yakni jeroan,
sedangkan harga beras yang tinggi mendorong konsumen mengonsumsi pangan yang
lebih murah seperti singkong. Gambar 10 memperlihatkan pertumbuhan indeks harga
beras dan daging sapi. Beberapa hal yang dapat dilihat adalah:
a. Harga beras dan daging sapi mempunyai kecenderungan meningkat dari tahun ke
tahun.
b. Perubahan indeks harga antara tahun 2002–2005 tidak begitu tajam, tetapi mulai
tahun 2005 harga daging sapi dan beras melonjak tajam.
c. Ada kemungkinan kenaikan harga dua komoditas tersebut disebabkan oleh krisis
ekonomi. Perubahan harga yang mulai terjadi tahun 2005 memperlihatkan
kemungkinan sebelum krisis telah terjadi gejolak ekonomi yang lain. Menurut catatan
IRRI (2010), produksi beras dunia turun semenjak 2001, di mana dampak revolusi
hijau telah berakhir, dan setelah itu harga beras terus melonjak. Pada sisi lain, tahun
2007 negara-negara eksportir beras seperti Vietnam dan India, menyatakan pembatasan
24
DAMPAK KRISIS EKONOMI TERHADAP
PERTANIAN DI INDONESIA
ekspor untuk melindungi konsumen domestik. Pembatasan ini mendorong peningkatan
kelangkaan beras di pasar dunia dan mendorong harga-harga melonjak tajam.
d. Setelah tahun 2008, dampak krisis ekonomi global mulai menurun, namun hargaharga beras dan daging sapi terus meningkat. Patut diduga bahwa kelangkaan beras
dan daging sapi akan terus terjadi di masa mendatang.
Dampak terhadap Struktur Produksi Pertanian
Tabel 1 menunjukkan perkembangan areal panen dan intensitas panen di provinsi
sentra produksi kelapa sawit tahun 1995 dan 2007. Kedua tabel tersebut dengan jelas
memperlihatkan terjadinya pengalihan lahan pangan ke perkebunan kelapa sawit. Di
samping itu, terjadi pula penguasaan tanah ulayat/adat oleh perusahaan perkebunan kelapa
sawit di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
dan Kalimantan Selatan. Rendahnya intensitas tanam/panen di daerah ini disebabkan
sebagian besar lahan adalah sawah pasang surut, rawa, dan lahan tadah hujan yang
kemudian dikonversi menjadi lahan kelapa sawit. Perubahan ini mengakibatkan turunnya
produksi padi sawah yang berpotensi memperlemah ketahanan pangan masyarakat tani
lokal dan bahkan nasional disertai oleh kemiskinan perdesaan.
Tabel 1. Perkembangan lahan sawah, areal panen, dan intensitas panen di provinsi sentra
produksi kelapa sawit, 1995–2007
Provinsi
Riau
Areal panen (ha)
Areal sawah (ha)
1995
2007
1995
2007
115.707
122.951
219.233
Intensitas panen (%)
1995
2007
119.555
52,8
102,8
161.213
Jambi
145.019
122.559
222.992
65,0
76,0
Sumatera Selatan
357.179
643.640
516.482
484.207
69,2
132,9
Kalimantan Barat
226.090
319.001
476.656
274.662
47,4
116,1
163.501
Kalimantan Tengah
102.749
127.179
279.815
36,7
77,8
Kalimantan Selatan
355.045
453.036
487.148
433.864
72,9
104,4
Kalimantan Timur
72.880
93.337
128.668
123.892
56,6
75,3
Sumber: Data Statistik BPS
Krisis global seharusnya memengaruhi struktur produksi, terutama kemandirian dan
sasaran ekspor. Ternyata krisis ekonomi tidak menunjukkan sinyal ke arah tersebut.
Ketiadaan lahan lambat laun mengubah struktur pengelolaan. Sekarang, indeks tanam
melebihi 200% bahkan mencapai 300%. Perubahan ini bukan karena krisis ekonomi, tetapi
lebih disebabkan semakin terbatasnya lahan sehingga para petani mencoba meningkatkan
produktivitas dan intensitas tanam sebagai jalan yang masih mungkin dilakukan.
25
ANCAMAN TERHADAP KEMANDIRIAN
PANGAN NASIONAL
170
160
150
140
130
120
110
100
90
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Gambar 11. Indeks luas lahan kelapa sawit tahun 2000–2008
Sumber: Diolah dari data Statistik BPS
Dampak Sosial Krisis Ekonomi
Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar kelima di dunia. Indonesia beruntung
mempunyai lahan pertanian yang cukup untuk menyediakan beras yang cukup kepada
rakyatnya. Namun demikian, di Indonesia sering ditemukan sekelompok penduduk
yang kekurangan pangan, dan sebagian penduduk selalu diancam kelaparan. Sebagian
besar masyarakat mengonsumsi beras sebagai makanan utama, menyebabkan harga beras
cenderung meningkat setiap tahun. Setiap tahun, penduduk yang kekurangan beras juga
meningkat. Hal ini dapat menimbulkan gejolak sosial yang besar bagi Indonesia dan
kekalutan dalam pengelolaan pemerintahan.
Apakah saat ini gejala sosial itu sudah ada? Hal ini agak sulit dikatakan atau dibuktikan,
akan tetapi gejala itu ada. Krisis ekonomi yang mulai terjadi tahun 2007, telah memberikan
dampak pada kenaikan harga BBM pada bulan Mei tahun 2008. Menurut survei
Danareksa Research Institute (DRI), secara konsisten setiap bulan dari tahun 2008 sampai
2009, sebagian besar responden (60%–80%) mengkhawatirkan kenaikan harga pangan.
Hal ini menunjukan bahwa masyarakat kurang yakin akan usaha-usaha pemerintah untuk
meredam harga. Ini juga pertanda mulai terjadinya krisis sosial. Pada kenyataannya, sampai
Agustus 2010, harga pangan masih mengalami kenaikan. Hasil survei juga memperlihatkan
bahwa masyarakat lebih mengkhawatirkan kenaikan harga pangan dibandingkan harga
BBM. Pada saat harga BBM mulai turun, kekhawatiran masyarakat tetap tinggi.
26
DAMPAK KRISIS EKONOMI TERHADAP
PERTANIAN DI INDONESIA
Pada bulan April 2009, kelompok makanan mengalami deflasi sebesar 0,56%. Jika
diperhatikan lebih lanjut, deflasi pada kelompok makanan disebabkan oleh turunnya harga
bahan pangan (foodstuff) sebesar 1,33%, sedangkan kelompok makanan jadi (prepared food)
masih mengalami inflasi sebesar 0,4%. Perlu diketahui bahwa pada bulan Maret, biasanya
tekanan inflasi mulai menurun dengan dimulainya masa panen beras. Bahkan pada bulan
April biasanya terjadi deflasi (penurunan tingkat harga) karena panen raya. Jadi, penurunan
inflasi ataupun deflasi yang terjadi pada bulan April biasanya lebih banyak disebabkan
oleh faktor musiman. Walaupun demikian, harga pangan dalam jangka panjang masih
mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Dibandingkan dengan tingkat harga pada
bulan Januari 2005, misalnya, harga pangan pada bulan April 2009 masih mengalami
kenaikan sebesar 54,2%. Angka ini masih lebih tinggi dari harga umum yang mengalami
kenaikan sebesar 44,7% dalam periode yang sama.
Gambar 12. Harga pangan secara kumulatif masih relatif tinggi
Sumber: Danareksa Research Institute (DRI)
Pada akhir tahun 2006 terjadi kenaikan harga yang cukup signifikan pada beberapa
bahan makanan pokok terutama beras dikarenakan musim paceklik dan kenaikan harga
minyak dunia, hal tersebut menyebabkan harga pangan secara kumulatif naik lebih tinggi.
Efek kenaikan harga bahan makanan pokok ini juga tercermin dari turunnya indeks
kepercayaan konsumen (IKK) secara signifikan sebesar 8,3% dari 91,62 pada bulan
November 2006 menjadi 84,05 pada bulan Desember 2006. Pada tahun 2006 terjadi
musim kemarau panjang dan disertai dengan kenaikan harga minyak, telah mendorong
kenaikan yang signifikan terhadap bahan-bahan makanan terutama beras. Kenaikan harga
pangan juga dipicu oleh kenaikan beberapa komoditas dunia seperti harga minyak goreng
karena kenaikan CPO di pasar internasional.
27
ANCAMAN TERHADAP KEMANDIRIAN
PANGAN NASIONAL
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa masyarakat masih khawatir akan tekanan harga
pangan. Ada beberapa faktor lain yang memengaruhi naiknya harga pangan, termasuk di
antaranya kenaikan harga beberapa komoditas dunia. Kenaikan harga komoditas dunia
beberapa bulan terakhir ini juga turut andil dalam meningkatnya harga beberapa bahan
makanan pokok. Misalnya, naiknya harga minyak goreng akhir-akhir ini sebagian besar
disebabkan karena naiknya harga CPO di pasar internasional. Naiknya harga komoditas
pangan tersebut masih membebani masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu
meningkatkan usahanya untuk menjaga stabilitas harga, khususnya harga bahan makanan
pokok. Dengan demikian, kepercayaan konsumen diharapkan terus meningkat dan dapat
membantu meningkatkan aktivitas perekonomian kita mengingat belanja konsumen
memberi kontribusi lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Dampak Krisis Ekonomi terhadap Pertanian di Indonesia
Kenaikan harga-harga komoditas pertanian di dalam negeri diduga karena kelangkaan
komoditas itu di pasar dunia dan kondisi di dalam negeri. Sementara itu, komoditas
pangan impor seperti gandum, yang terus langka lebih disebabkan oleh perubahan iklim.
Seperti dilaporkan Kompas (2010), produksi gandum menurun antara tahun 2009 dan
2010 sebagai akibat perubahan iklim di beberapa negara produsen gandum dunia. Pada
semester I, tahun 2010 terjadi kegagalan panen di bagian utara khatulistiwa, sementara
di selatan masih cukup baik. Pada tahun 2007/2008, kegagalan panen karena perubahan
musim terjadi pada kedua kawasan tersebut. Kenaikan harga gandum dapat juga memicu
kenaikan harga-harga pangan seperti padi.
Hal-hal di atas memperlihatkan bahwa khusus Indonesia, dampak krisis ekonomi
bukanlah hal yang utama. Kelangkaan dapat disebabkan oleh iklim dan tidak
terselenggaranya penataan lahan untuk menopang produksi pangan. Saatnya pemerintah
mulai membenahi lahan untuk merencanakan produksi yang baik pada jangka pendek
dan jangka panjang. Dengan catatan bahwa program jangka pendek harus mendukung
program jangka panjang, dan bukan sebaliknya.
Setneg (2009) melaporkan bahwa kenaikan harga beras domestik akan terus
berlanjut. Di samping itu, Kementerian Perdagangan telah menyampaikan tujuh faktor
yang dianggap sebagai penyebab tingginya harga beras domestik belakangan ini, yaitu:
pertama, atas dasar pengaruh psikologis kenaikan HPP tahun 2010 sebesar 10%. Kedua,
mundurnya masa tanam yang mengakibatkan mundurnya panen, sehingga masa paceklik
menjadi lebih panjang. Ketiga, beras bersubsidi (rasdi) yang belum berjalan penuh atau
optimal. Keempat, ekspektasi pedagang dengan gencarnya berita tentang kenaikan harga
beras dunia. Kelima, spekulasi kenaikan harga pupuk yang diperkirakan akan diberlakukan
mulai April 2010. Keenam, hambatan transportasi akibat gangguan cuaca. Ketujuh, stok
padi/beras petani, pada penggilingan dan pedagang relatif menipis. Krisis ekonomi tidak
termasuk faktor penting dalam menentukan kenaikan harga beras.
28
DAMPAK KRISIS EKONOMI TERHADAP
PERTANIAN DI INDONESIA
Cepat atau lambat masalah kelangkaan pangan dapat mengancam Indonesia jika
keadaan ini tidak diperbaiki. Masalah kelangkaan pangan ini akan berdampak besar
terhadap politik di Indonesia, terutama ancaman krisis sosial yang sangat berbahaya.
Untuk melakukan perbaikan baik jangka pendek maupun jangka panjang, ada tiga aspek
yang perlu mendapat pertimbangan yakni penataan lahan, manajemen usaha tani dan
teknologi, dan pemberdayaan petani.
Penataan Lahan
Sudah banyak dikeluhkan oleh masyarakat tentang lahan-lahan pertanian kita yang
umumnya salah urus. Kelangkaan pangan di pasar dunia menimbulkan kekhawatiran
banyak negara-negara yang pengadaan pangannya tergantung dari pasar dunia. Sebagai
akibatnya, negara-negara tersebut melakukan penguasaan lahan-lahan pertanian negara
lain dalam bentuk penyewaan, hak pakai dan sebagainya, sedangkan produksi beras yang
dihasilkan dikirim ke negaranya. Pada sisi lain, hubungan penyewaan dan hak pakai telah
berubah bentuk menjadi land grabbing. Land grabbing dituduh sebagai usaha merampas
hak rakyat dan bertentangan dengan UUD pasal 33.
Pada sisi lain, penggunaan lahan pertanian khususnya lahan pangan dalam negeri tidak
jelas pengaturannya, misalnya bentuk perlindungan yang dilakukan pemerintah terhadap
lahan pangan. Diduga jumlah luas pertanian terus menyusut karena beralih fungsi menjadi
lahan industri, jalan raya, jalan tol, pabrik, perumahan dan sebagainya. Hal ini tidak dapat
dipertahankan lebih lama jika kita ingin mencapai tingkat produksi yang tinggi. Selain
itu, pembukaan lahan-lahan untuk perkebunan telah menutup tempat petani mencari
kehidupan. Tanah yang tadi bebas dan merupakan tempat mendapatkan sesuatu untuk
kehidupan seperti berburu, mencari hasil hutan, buah-buahan dan sebagainya, sekarang
telah menjadi perkebunan sawit. Pembukaan lahan perkebunan yang luas di Sumatera
dapat menimbulkan krisis sosial dan meningkatkan angka kemiskinan.
Manajemen Usaha Tani dan Teknologi
Perbaikan manajemen usaha tani sangat diperlukan, karena dapat meningkatkan
produksi dan penghematan biaya produksi. Manajemen usaha tani terutama di lahan
sawah dalam satu hamparan perlu mempertimbangkan pengelolaan bersama tetapi tetap
mengakui hak-hak individu seperti biasanya. Manajemen bersama ini dapat menghemat
biaya produksi, tenaga kerja, mencegah serangan hama, dan meningkatkan pendapatan
petani lebih dari 30%. Pada sisi lain, manajemen individu perlu pembenahan, mengingat
kemampuan finansial petani yang rendah.
Teknologi adalah hal berikutnya yang seharusnya mendapat perhatian sehubungan
dengan citra petani, efisiensi, dan peningkatan produksi. Manajemen teknologi diharapkan
dapat memicu kreativitas dan daya adaptasi petani.
29
ANCAMAN TERHADAP KEMANDIRIAN
PANGAN NASIONAL
Pemberdayaan Petani
Indonesia sejak kemerdekaan sampai sekarang menggantungkan produksi padi pada
petani berlahan sempit. Dalam perkembangannya selama kemerdekaan, lahan petani itu
semakin sempit karena dibagi pada anggota keluarga, sebagian telah dijual, dan petani
menjadi buruh, sebagian lagi petani tidak menjadi tuan di tanahnya sendiri. Petani-petani
kita, yang selalu kita anggap sangat berjasa, tetapi masih kurang mendapat perhatian
semestinya. Sebagai contoh, sementara petani harus menghadapi kekuatan pasar yang
terlalu besar untuk dilawan sendirian, petani harus membeli pupuk dengan harga yang
mahal, tidak memiliki dana yang cukup untuk mengatasi risiko produksi dan sebagainya.
Insentif yang tepat sangat diperlukan untuk membangun sistem kelembagaan petani yang
berakar pada kearifan lokal, dan kebijakan yang mampu membangun kreativitas serta
kemampuan adaptif di masa yang akan datang.
Penutup
Pada dasarnya krisis ekonomi global merupakan krisis finansial berbagai bank
Internasional di berbagai negara maju. Krisis finansial telah menyebabkan kekacauan
perekonomian global sebagai akibat adanya pasar bebas finansial yang sangat luas. Dampak
krisis ini terutama adalah naiknya harga-harga input industri sehingga mendorong kenaikan
harga barang konsumsi terutama bahan pangan.
Untuk Indonesia, dampak krisis finansial tidak terlalu menekan produksi dan ekonomi
pertanian. Namun demikian, sangat menarik, bahwa Indonesia sekalipun sebagai negara
pertanian, tidak mampu melakukan respons positif terhadap kelangkaan pangan di pasar
dunia, bahkan yang terjadi sebaliknya Indonesia justru meningkatkan impor pangan.
Krisis ekonomi lebih banyak menimbulkan kekhawatiran tidak saja pada negara-negara
pengimpor tetapi juga pada negara pengekspor seperti Thailand, Vietnam, hal ini terlihat
dari usaha mereka menghentikan ekspor beras.
Selain krisis ekonomi, dampak keragaman anomali iklim juga cukup mengancam
Indonesia. Harga pangan diramalkan akan terus melonjak pada tahun-tahun mendatang.
Hal tersebut merupakan ancaman bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia. Indonesia
harus berhati-hati terhadap kelangkaan pangan dunia, banyak negara kaya dan kuat serta
cerdas akan berusaha menguasai lahan-lahan negara lain untuk memproduksi pangan bagi
kebutuhan domestiknya sendiri.
Indonesia sebaiknya mengubah citra dari negara pengimpor beras menjadi negara
eksportir beras dan dapat menjamin kebutuhan beras dalam negeri. Dengan kata lain,
Indonesia menjadi salah satu gudang beras dunia. Untuk mencapai hal tersebut, Indonesia
perlu membangun kemampuan dalam perluasan areal pertanaman pangan di samping
upaya perbaikan teknologi dan kelembagaan.
30
DAMPAK KRISIS EKONOMI TERHADAP
PERTANIAN DI INDONESIA
Naiknya harga komoditas pangan masih membebani masyarakat. Oleh karena itu,
pemerintah perlu meningkatkan usahanya untuk menjaga stabilitas harga, khususnya
harga bahan makanan pokok. Dengan demikian, kepercayaan konsumen diharapkan terus
meningkat dan dapat membantu meningkatkan aktivitas perekonomian kita mengingat
belanja konsumen memberi kontribusi lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) kita.
Perlu segera dirumuskan kembali pelaksanaan UU PA 1960 disertai perencanaan tata
guna lahan pertanian yang komprehensif untuk mendukung pembangunan pertanian
berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan berkeadilan masyarakat perdesaan. Kebijakan
pembangunan pertanian harus dirumuskan sesuai dengan amanat UUD 1945.
Daftar Pustaka
Bank Indonesia (2008–2009). Laporan Tahunan BI. Jakarta: Bank Indonesia
Dana Reksa. 2009. Hasil Survei Danareksa Research Institute (DRI). Jakarta
Departemen Perdagangan (2009). Laporan Kementerian Perdagangan. Jakarta.
FAO. 2010. Food Outlook. December 2009. Rome.
IMF. International financial statistics, February 1994, Washington, D.C. 1995-2009:
Compiled Data from Development Policy Group (PinkSheet)
IRRI. 2010. IRRI Annual Report 2010. Los Baños, Philippines
Joachim von Braum and Ruth Meinzen-Dick (2009). “Land Grabbing” by Foreign
Investors in Developing Countries: Risks and Oppurtuniities. IFPRI 2009.
Kasryno F, M. Badrun dan E. Pasandaran. 2010. Land Grabbing. Jakarta: Penerbit Yayasan
Pertanian Mandiri.
Kasryno F. 2010. Krisis Pangan Global dan Tantangan Kedaulatan Pangan Indonesia.
Makalah disampaikan dalam Diskusi Kelompok Kebijakan Pertanian Badan Litbang.
Jakarta.
Kompas 2010. Krisis Gandum: Harga Terigu Dijamin Tidak Naik. Kompas Sabtu 14
Agustus 2010. Jakarta.
Setneg. 2010. Prediksi Kenaikan Harga Beras. www.Setneg.co.id.
World Bank. 1984: Commodity trade and price trends, 1983-84. The Johns
Hopkins UniversityPress, Baltimore & London.
World Bank. 1992: Revision of commodity price forecasts and quarterly
review of commodity markets. Washington.
31
ANCAMAN TERHADAP KEMANDIRIAN
PANGAN NASIONAL
Lampiran 1. Indeks perubahan nilai ekspor 2005–2010
250
200
150
100
50
Apl
Okt
Jan10
Jul
Apl
Okt
Jan09
Jul
Apl
Jan08
Jul
Okt
Apl
Jan07
Jul
Okt
Apl
Jan06
Jul
Okt
Jan05
Apl
Sumber: Statistik BPS 2010
Lampiran 2. Perkembangan harga ekspor beras, jagung dan gandum Amerika
Serikat, 1960–2009
800
700
600
AxisTitle
500
400
300
200
100
1960
1965
1970
1975
Rice
1980
1985
Wheat
1990
1995
2000
Maize
Sumber: World Bank 1984, World Bank 1992, dan IMF 1994
32
2005
2010
DAMPAK KRISIS EKONOMI TERHADAP
PERTANIAN DI INDONESIA
Lampiran 3. Perkembangan indeks harga beras ekspor di Thailand 2000–2009
400
350
AxisTitle
300
250
200
150
100
50
0
IndeksTotal
KualitasTinggi
Japonica
Aromatic
KualitasRendah
Sumber: World Bank 1984, World Bank 1992, dan IMF 1994
33
Download