PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan Nur Baladina, SP. MP. Lab. Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Email : [email protected] 1. PENDAHULUAN 1.1 Pengantar 1.2 Tujuan 2. LIBERALISASI PERDAGANGAN 3. WTO 3.1. Lima Prinsip Dasar WTO/GATT 3.2. Ketentuan Tarif WTO/GATT 3.3. Penghapusan/Pengurangan Subsidi Ekspor 3. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) 1.1 Pengantar Liberalisasi perdagangan mensyaratkan dihilangkannya restriksi perdagangan yaitu penghapusan atau pengurangan pajak ekspor dan pajak impor, semua negara juga sudah tidak diperbolehkan untuk memberikan subsidi bagi industri domestik, seperti pupuk dan BBM (di Indonesia), penghapusan restriksi kuantitatif, seperti fixed exchange rate dan harmonisasi sanytary phytosanitary (SPS). Sebagai anggota World Trade Organization (WTO) sekaligus negara dengan sistem perekonomian terbuka, Indonesia tidak dapat menghindari adanya perdagangan bebas, sehingga dituntut untuk lebih siap mengambil manfaat sebesar-besarnya dari peluang yang dihasilkan oleh WTO. Peluang dan manfaat dari keanggotaan Indonesia di WTO hanya dapat diperoleh apabila kita menguasai semua persetujuan WTO dan menerapkannya sesuai dengan kepentingan nasional. Oleh karena itu pada modul 12 ini akan dibahas beberapa organisasi perdagangan dunia seperti World Trade Organization (WTO) dan Asean Free Trade Area (AFTA), mulai dari prinsip dasar hingga kesepakatan/persetujuan organisasi sehingga diharapkan akan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai konsep perdagangan bebas/liberalisasi perdagangan. 12 SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) 1. PENDAHULUAN MODUL Pemasaran Hasil Pertanian Brawijaya University 2012 1.2. Tujuan Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan akan dapat: Menjelaskan kelebihan dan kelemahan dari adanya perdagangan bebas (liberalisasi perdagangan). Menjelaskan kesepakatan perdagangan bebas untuk produk pertanian yang disepakati oleh organisasi perdagangan dunia WTO. Menjelaskan kesepakatan perdagangan bebas untuk produk pertanian yang disepakati oleh organisasi perdagangan dunia AFTA. 2. KONSEP LIBERALISASI PERDAGANGAN Liberalisasi perdagangan mensyaratkan dihilangkannya restriksi perdagangan yaitu penghapusan atau pengurangan pajak ekspor dan pajak impor, semua negara sudah tidak diperbolehkan untuk memberikan subsidi bagi industri domestik, seperti pupuk dan BBM (di Indonesia), penghapusan restriksi kuantitatif, seperti fixed exchange rate dan harmonisasi sanytary phytosanitary (SPS). Secara teoritis, liberalisasi perdagangan akan meningkatkan volume perdagangan antar negara dengan meningkatnya spesialisasi dan efisiensi karena negara yang mempunyai keunggulan dari daya saing produknya akan terus meningkatkan produksi dan daya saingnya. Akan tetapi, produk dari suatu negara yang tidak mempunyai daya saing terpaksa harus berupaya untuk meningkatkan efisiensi kalau tidak menginginkan jatuhnya komoditi tersebut. Bagi kebanyakan negara berkembang, seperti Indonesia permasalahan yang muncul adalah bagaimana daya saing produk pertanian baik di dalam maupun di luar negeri. Saat ini, sudah mulai nampak bahwa perdagangan domestik sudah banyak dibanjiri oleh produk dari berbagai negara. Produk buah-buahan segar dan makanan kaleng nampaknya telah menjadi pilihan banyak konsumen di Indonesia dan produk lokal menjadi kurang dapat bersaing, seperti bawang putih dan apel Batu pemasarannya mulai menurun akibat adanya membanjirnya produk yang sama dari negara lain. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemasaran produk pertanian sangat penting bagi perkembangan pertanian di berbagai negara, terutama di Indonesia. 3. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Dengan diterbitkannya Undang-Undang No.7 tahun 1994 tanggal 2 November 1994 tentang pengesahan (ratifikasi) Agreement Establising The World Trade Organization, maka Indonesia secara resmi telah menjadi anggota WTO dan semua persetujuan yangada di dalamnya telah sah menjadi bagian legislasi nasional. Menjadi anggota WTO berarti terikat adanya hak dan kewajiban. Disamping itu pula, WTO bukan bukan hanya menciptakan peluang (opportunity) tetapi juga ancaman (threat). Page 2 of 7 Pemasaran Hasil Pertanian Brawijaya University 2012 WTO adalah organisasi negosiasi perdagangan multilateral, merupakan pengganti GATT (General Agreement on Tariff and Trade) sejak 1995. GATT yang berdiri pada tahun 1947 dengan 8 anggota kemudian terus berkembang hingga mencapai 143 anggota ditambah dengan 31 negara yang saat ini sedang dalam proses perundingan (accesion) untuk masuk menjadi anggota WTO. Anggota organisasi ini telah banyak bernegosiasi perdagangan termasuk perdagangan di sektor pertanian. Persetujuan di bidang pertanian bertujuan untuk menciptakan perdagangan hasil pertanian yang fair, predictable dengan cara mengatur penghapusan subsidi, akses pasar dengan memperhatikan kepentingan pembangunan dan kepentingan negara-negara miskin dan negara berkembang yang masih merupakan net importir. Persetujuan ini memut empat masalah pokok yaitu : a).Konsensi dan komitmen akses pasar, b). Domestic support, c). Ekspor subsidi dan d). Ketentuan untuk kepentingan negara-negara terbelakang (negara miskin) yang merupaka net importir hasil-hasil pertanian. Persetujuan tersebut juga mengatur masalah penting yang bersifat ekonomis dan politis kepada anggota yaitu penggunaan bantuan dalam negeri (domestic support) yang sifatnya tidak merugikan perdagangan hasil pertanian untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan desa. Untuk negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, sifat multifunctionality dari pertanian mencakup tujuan sektor ini untuk kepentingan negara-negara berkembang yaitu food security, poverty alleviation dan rural development. Terkait denganSanitary and Phytosanitary (SPS) Measures merupakan bagian dari persetujuan hasil pertanian dimana substansinya erat kaitannya dengan masalah pertanian. Persetujuan ini mengatur kebijakan yang terkait erat dengan perlindungan kesehatan makanan (food safety), hewan/binatang, dan tumbuhtumbuhan asalkan tindakan tersebut tidak dilakukan secara sepihak dan diskriminatif serta tidak menimbulkan proteksi tersembunyi atau proteksi yang tidak perlu. Standar perlindungan yang akan diterapkan para anggota sebagai pelaksana persetujuan ini harus mengadopsi standar internasional seperti Codex Alimentarius sebagai acuan. Hal-hal atau jenis penyakit yang dapat dicegah dengan adanya persetujuan SPS yaitu : a. Risiko penyakit yang berasal dari barang makanan yang mengandung penyakit pes dan/menyebarkan penyakit, atau organisme yang menyebabkan adanya penyakit. b. Risiko yang berasal dari additives, kontaminasi, toxin atau organisme yang adal dalam makanan (buah,minuman, makanan) yang dapat menimbulkan penyakit. c. Risiko yang dibawa oleh binatang, tumbuh-tumbuhan atau produk yang terbuat dari kedua jenis tersebut. Suatu negara dapat melakukan tindakan di bidang SPS, yaitu dengan membuat standar suatu produk maka anggota negara tersebut diwajibkan untuk membuat scientific justification yang didasarkan pada “risk assessment”. Untuk hal tersebut Page 3 of 7 Pemasaran Hasil Pertanian Brawijaya University 2012 persetujuan ini juga mengatur prosedur dan kriteria untuk melakukan kajian tentan resiko (risk assessment) dan cara untuk menentukan tingkat perlindungan dari standar yang diterapkan. Produk-produk pertanian yang umumnya dikenakan peraturan SPS, antara lain: a). Buah-buahan segar dan sayur-sayuran; b). Jus buah dan bahan-bahan untuk campuran makanan; c). Daging dan produk-produk yang dibuat dari daging, d). Produk makanan yang diproses. Disamping itu, Konferensi Tingkat Menteri ke IV pada bulan November 2001 di Daha-Qatar sebagai mandat perundingan WTO menghasilkan beberapa hal penting untuk pertanian, yaitu deklarasi para menteri telah memasukkan isu kepentingan negara-negara berkembang yaitu menyangkut masalah ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan, pembangunan pedesaan, serta perlakuan khusus dan berbeda untuk negara-negara berkembang. 3.1. Lima Prinsip Dasar GATT/WTO Berikut ini merupakan lima prinsip dasar dari GATT/WTO, antara lain: a. Perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most Favoured Nations TreatmentMFN). Prinsip ini diatur dalam pasal 1 GATT 1994 yang mensyaratkan semua komitmen yang dibuat atau ditandatangani dalam rangka GATT-WTO harus diperlakukan secara sama kepada semua anggota WTO (azas non diskriminasi) tanpa syarat. Misalnya suatu negara tidak diperkenankan untuk menerapkan tingkat tarif yang berbeda kepada suatu negara dibandingkan dengan negara lainnya. b. Pengikatan Tariff (Tariff binding) Prinsip ini diatur dalam pasal II GATT1994 di mana setiap negara anggota GATT atau WTO harus memiliki daftar produk yang tingkat bea masuk atau tarifnya harus diikat (legally bound). Pengikatan atas tarif ini dimaksudkan untuk menciptakan “prediktabilitas” dalam urusan bisnis perdagangan internasional atau ekspor. Artinya suatu negara anggota tidak diperkenankan untuk sewenang-wenang mengubah atau menaikkan tingkat tarif bea masuk. c. Perlakuan Nasional (National treatment) Prinsip ini diatur dalam pasal III GATT 1994 yang mensyaratkan bahwa suatu negara tidak diperkenankan untuk memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor dengan produk dalam negeri (produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan proteksi. Jenis-jenis tindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini antara lain, pungutan dalam negeri, undang-undang, peraturan dan persyaratan yang mempengaruhi penjualan, penawaran penjualan, pembelian, transportasi, distribusi atau penggunaan produk, pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan campuran, pemrosesan atau penggunaan produk-produk dalam negeri. d. Perlindungan hanya melalui tarif Prinsip ini diatur dalam pasal XI dan mensyaratkan bahwa perlindungan atas industri dalam negeri hanya diperkenankan melalui tarif. Page 4 of 7 Pemasaran Hasil Pertanian Brawijaya University 2012 e. Perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang (special and Differential Treatment for developing countries-S&D). Untuk meningkatkan partisipasi negara-negara berkembang dalam perundingan perdangan internasional, S&D ditetapkan menjadi salah satu prinsip GATT/WTO. Sehingga semua persetujuan WTO memiliki ketentuan yang mengatur perlakuan khusus dan berbeda bagi negara berkembang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan-kemudahan bagi negara-negara berkembang anggota WTO untuk melaksanakan persetujuan WTO. Negosiasi terakhir dari GATT adalah Uruguay round pada bulan Desember 1993 di Punta del Este, Uruguay. Perundingan Uruguay memakan waktu lama karena untuk pertama kalinya sektor pertanian serius menjadi agenda pembicaraan. Dari perundingan itu akhirnya disetujui negosiasi di sektor pertanian yaitu pengurangan subsidi ekspor, substitusi tarif-tarif untuk hambatan non-tarif dan rencana pengurangan tarif selama enam tahun. 3.2. Ketentuan Tarif GATT Ketentuan GATT mengenai tarif adalah sebagai berikut : a. Negara maju akan mengurangi tarif rata-rata sebesar 36% selama enam tahun, yang dimulai sejak tahun 1995 dengan minimal pengurangan tarif sebesar 15% b. Negara berkembang akan mengurangi tarif rata-rata sebesar 24% selama 10 tahun, yang dimulai sejak tahun 1995 dengan minimal pengurangan tarif sebesar 10% c. Negara miskin (less developed countries) tidak dilarang untuk tidak mengurangi tarif tetapi mereka tidak diperbolehkan menaikkan tarif melebihi tarif saat ini. 3.3. Penghapusan/Pengurangan Subsidi Ekspor Pada Uruguay Round juga telah disepakati penghapusan/pengurangan subsidi ekspor, yaitu: persetujuan untuk a. Negara maju setuju pengurangan anggaran pengeluaran untuk subsidi ekspor hingga sebesar 36% selama 6 tahun dari tahun 1986/1990 sementara itu jumlah subsidi ekspor dikurang hingga 21% b. Negara berkembang setuju mengurangi pengeluaran anggaran untuk subsidi ekspor hingga sebesar 24% selama 10tahun sementara itu ekspor subsidi dikurangi menjadi sebesar 14% 4. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Pemerintahan negara-negara ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, Filipina, Vietnam, Myanmar, dan Laos telah menyepakati persetujuan perdagangan bebas sesama anggota. AFTA adalah persetujuan perdagangan yang lebih kecil dari WTO. Saat ini ada tiga sub-regional zones yang bertujuan untuk bekerja sama menghasilkan keuntungan lokasi yaitu: IMS growth triangle (Indonesia, Malaysia dan Singapura); IMT growth triangle (Indonesia, Page 5 of 7 Pemasaran Hasil Pertanian Brawijaya University 2012 Malaysia, dan Thailand); dan BIMP-EAGA (Brunei Eastern Indonesia, Eastern Malaysia, dan South Philipphines). Persetujuan AFTA dilakukan melalui mekanisme The Common Effective Prefential Tarif (CEPT). Pada mulanya skema untuk Produk pertanian dikeluarkan dalam persetujuan AFTA tetapi sejak pertemuan menteri perekonomian ASEAN yang ke26 pada bulan September 1994, telah diputuskan untuk memasukkan produksi pertanian yang tidak diproses (the unprocessed agricultural product). Keputusan produk pertanian yang dimasukkan dalam persetujuan perdagangan bebas dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu: a. Immediate Inclusion List, adalah produk yang segera diliberalisasi b. Temporary Exclusion List (TEL) adalah produk yang secara temporer masih dapat menikmati proteksi c. Sensitive List, adalah produk yang tetap diproteksi karena merupakan produk yang sensitif, seperti beras dan gula. d. General Exceptions adalah produk dimana suatu negara perlu melakukan proteksi untuk pertahanan nasional, publik moral, proteksi untuk manusia, hewan atau kehidupan tanaman dan kesehatan; dan proteksi dari artikel tentang artistik, historik, atau nilai antropologi. Kira-kira sekitar 1% dari tarif ASEAN termasuk kategori ini. Klasifikasi ini selanjutnya akan diimplementasikan 10 tahun ke depan sejak persetujuan tersebut pada tahun 1994, dimana TEL akan dimasukkan dalam CEPT setelah 5 tahun kemudian. Bagaimanapun juga, Indonesia mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan persetujuan tersebut. Pada pertemuan menteri perekonomian ASEAN Desember 1995, Indonesia mengusulkan untuk mentransfer 15 produk pertanian, yaitu beras, gula, gandum, bawang putih, kedele, dan rokok dari TEL menjadi sensitive list. Walaupun Thailand tidak menyetujui tetapi pada akhirnya Indonesia diizinkan untuk memindahkan dari TEL ke sensitive list. REFERENSI Anindita, Ratya. 2004. Pemasaran Hasil Pertanian. Papyrus. Surabaya. Anindita, Ratya dkk. 2005. Ekonomi Pertanian. Universitas Terbuka. Jakarta Kohls, R.L. dan Joseph N. Uhl. 1986. Marketing of Agricultural Product. Fifth Edition. John Willey and Sons, Macmillan Publishing Co-Inc., New York. Page 6 of 7 Pemasaran Hasil Pertanian Brawijaya University PROPAGASI Tugas dan Penilaian Individu 1. Jelaskan apa saja kelebihan dan kelemahan dari adanya perdagangan bebas (liberalisasi perdagangan)! 2. Jelaskan lima prinsip dasar dari GATT/WTO! 3. Jelaskan ketentuan GATT mengenai tarif terkaitan isue liberalisasi perdagangan! 4. Jelaskan hasil kesepakatan Uruguay Round terkait dengan upaya penghapusan/pengurangan subsidi ekspor! 5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Sanitary and Phytosanitay (SPS) Measures? 6. Jelaskan apa kesepakatan perdagangan bebas untuk produk pertanian yang disepakati oleh organisasi perdagangan dunia AFTA? Page 7 of 7 2012