BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kayu Kayu dibagi, menurut asal botaninya, menjadi dua jenis. Kayu lunak dari pohon konifer dan kayu keras dari pohon berdaun lebar. Struktur kayu lunak biasanya sederhana dan lebih ringan, sedangkan kayu keras pada umumnya memiliki struktur yang kompleks dan lebih keras. Di Australia, kayu lunak merujuk kepada pohon hutan hujan dan kayu keras merujuk kepada spesies sclerophyllous bernama Eucalyptus sp. Kayu lunak (seperti kayu pinus) jauh lebih ringan dan lebih mudah diproses daripada kayu keras (seperti kayu dari pohon buah). Densitas dari kayu lunak berada diantara 350 – 700 kg/m3, sedangkan kayu keras 450 – 1250 kg/m3. Keduanya kurang lebih terdiri dari 12 % kadar air (Desch and Dinwoodie, 1996). Berkaitan dengan semakin tebal dan kompleks struktur dari kayu keras, permeabilitasnya sangat rendah dibandingkan dengan kayu lunak, dengan begitu membuatnya susah untuk dikeringkan. Meskipun ada sekitar lebih dari seratus kali lipat spesies pohon kayu keras daripada pohon kayu lunak, kemampuan untuk memproses dan mengeringkan kayu lunak lebih cepat dan lebih mudah dan membuatnya menjadi sumber kayu komersial sekarang. Permukaan kayu dibagi menjadi permukaan melintang (cross section) atau permukaan transversal, permukaan radial, dan permukaan tangensial. Permukaan melintang (transverse surface) adalah permukaan yang dilihat dari atas kayu log atau di tunggul kayu. Permukaan radial (radial surface) adalah permukaan yang terlihat apabila kayu dipotong sepanjang radius dari permukaan melintang yang melingkar. Sedangkan permukaan tangensial (tangential surface) adalah permukaan yang dilihat dengan memotong tangen hingga lingkaran tumbuh, atau permukaan yang dilihat apabila bagian luar kulit kayu dilepas. Gambar 1. Permukaan Kayu (sumber : http://www.forestprod.org/cdromdemo/sw/sw2.html) B. Botani Paraserianthes falcataria Paraserianthes falcatariaia berasal dari famili : Leguminosae, dan subfam : Mimosoidae dan merupakan salah satu jenis dari kayu lunak. Nama lain dari kayu ini adalah : sengon (umum), jeungjing (Sunda), sengon laut (Jawa), sika (Maluku), tedehu pute (Sulawesi), bae, wahogon (Irian Jaya). Pohon berukuran sedang sampai besar, tinggi dapat mencapai 40 m, tinggi batang bebas cabang 20 m. Tidak berbanir, kulit licin, berwarna kelabu muda, bulat agak lurus. Diameter pohon dewasa bisa mencapai 100 cm atau lebih. Gambar 2. Paraserianthes falcataria 4 Pohon ini teresebar secara alami di Maluku, Papua Nugini, kepulauan Solomon dan Bismark. Banyak ditanam di daerah tropis. Merupakan species pionir, terutama terdapat di hutan hujan dataran rendah sekunder atau hutan pegunungan rendah. Tumbuh mulai pantai sampai 1600 mdpl, optimum 0-800 mdpl. Dapat beradaptasi dengan iklim monsoon dan lembab dengan curah hujan 200-2700 mm/tahun dengan bulan kering sampai 4 bulan. Dapat ditanam pada tapak yang tidak subur tanpa dipupuk. Tidak tumbuh subur pada lahan berdrainase jelek. Termasuk species yang memerlukan cahaya. Merupakan salah satu species paling cepat tumbuh di dunia, mampu tumbuh 8 m/tahun dalam tahun pertama, penanaman. Kayu ini merupakan jenis kayu ringan yang termasuk ke dalam kelas awet IV-V, dan kelas kuat IV-V. Menurut Mandang dan Pandit (1997), ciri utama kayu sengon adalah warna kayunya putih sampai coklat muda kemerahan, pori soliter dan berganda radial, parenkima baur, dan kayunya lunak. Kayu dari pohon ini merupakan kayu yang memiliki banyak kegunaan, seperti untuk konstruksi ringan, kerajinan tangan, kotak cerutu, veneer, kayu lapis, korek api, alat musik, pulp. Daun sebagai pakan ayam dan kambing. Di Ambon kulit batang digunakan untuk penyamak jaring, kadang-kadang sebagai pengganti sabun. Ditanam sebagai pohon pelindung, tanaman hias, reboisasi dan penghijauan. C. Karakteristik Kimia dan Sifat Anatomi Paraserianthes falcataria Karakteristik komponen kimia kayu sengon adalah selulosa 59.41%, kadar selulosa 46.31%, kadar pentosan 16.75%, kadar lignin 25.14%, kadar air 11.5%, kadar abu 0.81%, kadar silika 0.13%, kelarutan dalam air dingin 7.20%, kelarutan dalam air panas 9.25%, kelarutan dalam etanol-benzena 5.39%, dan kelarutan dalam air NaOH 1% sebesar 19.14% (Pari dan Hartoyo, 1990). 5 Sedangkan sifat anatomi dibagi menjadi dua yaitu : 1. Sifat makroskopik Haygreen dan Bowyer (1989), menyatakan bahwa sifat makroskopis kayu adalah sifat-sifat yang terdapat pada kayu yang dapat dikenal melalui pengamatan dengan mata biasa. Martawijaya, et al. (1987), menjelaskan bahwa kayu sengon (Paraserianthes falcataria) mempunyai warna kayu teras hampir putih atau coklat muda dan warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras. Tekstur kayu agak kasar dan merata. Permukaan licin dan mengkilat. 2. Sifat mikroskopik Sifat mikroskopik adalah sifat-sifat dari kayu yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan alat bantu, seperti mikroskop. Menurut Pandit dan Ramdan (2002), kayu sengon mempunyai struktur anatomi antara lain porinya berbentuk bulat sampai oval, tersebar soliter dan gabungan pori yang terdiri dari 2 - 3 pori, jumlah sedikitnya 4 - 7 per mm2, diameter tangensialnya sekitar 160 - 340 mikron, bidang perforasi sederhana, parenkim umumnya menyinggung pori sepihak (scanty) sampai selubung (vasicenteric). Kebanyakan parenkim apotrakeal sebar yang terdiri dari 1 - 3 sel membentuk garis-garis tangensial diantara jari-jari. Jari-jari umumnya sempit terdiri dari 1 - 2 seri jumlahnya terdiri 6 - 12 per mm arah tangensial dan komposisi seragam (homoseluler) yang terdiri dari sel baring. D. Hubungan Air-Kayu Kebun tempat tinggal pohon dan kayu yang baru ditebang mengandung jumlah air yang banyak, dimana sering memiliki berat yang lebih tinggi daripada kayu yang aktual. Air memiliki pengaruh yang penting pada kayu : kayu secara bertahap menukar uap air (air) dengan sekelilingnya, meskipun laju penukaran sangat dipengaruhi oleh derajat kayu yang dikunci. 6 Panshin dan de Zeeuw (1964) mendefinisikan kadar air sebagai banyaknya air yang terkandung dalam kayu. Kadar air kayu sangat dipengaruhi oleh sifat higroskopis kayu. Air dalam kayu dapat dibagi menjadi dua bentuk : a. Air bebas : Bagian terbesar air yang terkandung dari sel lumina hanya bergantung kepada gaya kapiler : ini tidak terikat secara kimia dan ditentukan oleh air bebas. Air bebas tidak berada pada status termodinamika yang sama seperti cairan air: energi diperlukan untuk mengatasi gaya-gaya kapiler. Lebih jauh lagi, air bebas dapat mengandung zat kimia, yang mengubah karakteristik pengeringan. b. Air terikat atau higroskopis : Air terikat, terikat pada kayu melalui ikatan hidrogen. Daya tarik-menarik kayu untuk air muncul dari adanya gugus hidroksil bebas (OH) pada selulosa, molekul lignin dan hemiselulosa pada dinding sel. Gugus hidroksil negatively charged electrically. Air adalah cairan polar. Gugus hidroksil bebas pada selulosa menarik dan mengikat air dengan ikatan hidrogen. Air dalam sel lumina dapat berbentuk uap air, tapi jumlah total biasanya dibaikan, pada suhu normal dan kandungan uap air. 1. Kandungan kadar air kayu Kandungan kadar air kayu dapat dihitung dengan formula (Siau, 1984) : mg mod mod x100% Di sini, mg adalah massa asli dari kayu. mod adalah massa oven-kering (pencapaian massa konstan setelah dikeringkan dalam oven yang diatur pada 103 +/- 2oC selama 24 jam seperti yang disebutkan oleh Walker et al., 1993). Ini diekspresikan sebagai suatu fraksi massa air dan massa kayu oven-kering daripada suatu persentase, sebagai contoh, 0.59 kg/kg (basis oven kering) berarti memiliki kandungan uap air yang sama sebagai 0.59% (basis oven kering). 7 Persamaan di atas dapat diartikan sebagai : Berat Basah Berat Kering x100% Berat Kering Dimana berat basah adalah berat awal sampel ‘basah’ dan berat kering menjadi berat dari sampel setelah dikeringkan dalam sebuah oven. Kandungan kadar air dapat diekspresikan sebagai suatu persentase. Henderson dan Perry (1976) membuat 2 persamaan untuk menentukan kadar air dan dilambangkan dengan persentase basis basah dan persentase basis kering. Berikut persamaannya : m= M= dimana m merupakan kadar air basis basah (%bb), sedangkan M merupakan kadar air basis kering (%bk), MA adalah massa air (massa awal-massa setelah dioven), dan MP adalah massa bahan kering. 2. Titik Jenuh Serat Serat Ketika kayu hijau dikeringkan, air pertama yang keluar adalah air dari sel lumina. Ini terjadi hanya oleh gaya kapiler. Kebanyakan ciri-ciri fisik, seperti strength dan penyusutan tidak terpengaruh oleh pelepasan air bebas. Titik jenuh serat atau FSP (Fiber Saturation Point) didefinisikan sebagai kandungan kadar air pada keadaan dimana air bebas seharusnya hilang seluruhnya, selagi dinding sel dijenuhkan oleh ikatan air. Hampir semua kayu, titik jenuh serat berada pada 25 – 30% kandungan kadar air. Siau (1984) melaporkan bahwa titik jenuh serat Xfsp (kg/kg) bergantung pada suhu T (oC) berdasarkan persamaan berikut ini : Xfsp = 0.30 – 0.001 (T-20) 8 Keey et al. (2000) menggunakan definisi berbeda pada titik jenuh serat (kandungan uap air setimbang dari kayu pada lingkungan di RH 99%). Banyak ciri-ciri penting kayu menunjukkan suatu pertimbangan perubahan seperti kayu yang dikeringkan di bawah titik jenuh serat. Hal ini termasuk: a. Volume : idealnya tidak ada penyusutan yang terjadi hingga beberapa ikatan air hilang, dengan kata lain hingga kayu dikeringkan di bawah Fiber Saturation Point. b. Kebanyakan ciri-ciri strength menunjukkan kenaikan yang konsisten seperti kayu yang dikeringkan di bawah Fiber Saturation Point (Desch dan Dinwoodie, 1996). Pengecualian adalah pengaruh kekuatan bengkok dan, dalam beberapa kasus kekerasan. c. Ketahanan elektrik meningkat sangat cepat dengan kehilangan dari ikatan air ketika kayu dikeringkan di bawah Fiber Saturation Point. 3. Kandungan Kadar Air Kesetimbangan Kadar air keseimbangan merupakan kadar air suatu bahan pada saat bahan tersebut mengalami tekanan uap air yang seimbang dengan lingkungannya (Heldman dan Singh, 1981). Pada saat terjadi keseimbangan kadar air, jumlah air yang menguap sama dengan jumlah air yang diserap oleh bahan. Kayu adalah zat higroskopis. Kayu memiliki kemampuan dalam mengambil atau tidak mengambil kadar air dalam bentuk uap air. Air yang terkandung dalam kayu menggunakan tekanan uap airnya sendiri, dimana ditentukan oleh ukuran maksimum dari kapiler yang diisi oleh air dalam setiap waktu. Jika tekanan uap air dalam ruang lingkungan lebih rendah dari tekanan uap air di dalam kayu, akan terjadi desorpsi. Ukuran terbesar kapiler yang penuh oleh air pada waktunya akan kosong pertama kali. Tekanan uap air di dalam kayu turun sebagai air berturut-turut dikandung dalam jumlah yang lebih kecil dan ukuran kapiler yang lebih kecil. Suatu tahap akhirnya tercapai ketika tekanan uap air di dalam kayu setara dengan 9 tekanan uap air di lingkungan luar di atas kayu, dan desorpsi berhenti lebih jauh lagi. Jumlah kadar air yang tersisa di dalam kayu pada tahap ini seimbang dengan tekanan uap air di lingkungan luar, dan menentukan kandungan keseimbangan uap air atau Equilibrium Moisture Content (EMC) (Siau, 1984). Oleh karena higrokopisnya, kayu cenderung mencapai kandungan air yang seimbang dengan kelembaban relatif dan suhu di udara sekelilingnya. EMC dari kayu bervariasi dengan kelembaban relatif lingkungannya (fungsi dari suhu) secara signifikan, menuju derajat yang lebih rendah dengan suhunya. Siau (1984) melaporkan bahwa EMC juga bervariasi sangat sedikit dengan spesies, tegangan mekanik, sejarah pengeringan dari kayu, densitas, kandungan ekstraktif dan arah sorpsi oleh kandungan airnya (dengan kata lain adsorpsi atau desorpsi). Kadar air keseimbangan dapat dihitung berdasarkan persamaan Hailwood-Horrobin, h merupakan kelembaban relatif (%), sedangkan T adalah suhu (oF) : k1kh 2k1k2 k 2 h 2 1800 kh EMC W 1 kh 1 k1kh k1k2 k 2 h 2 dimana : E. Pengeringan Kayu Hall (1957) menyatakan pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai kadar air tertentu sehingga dapat menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Agar suatu bahan dapat menjadi kering, maka udara harus memiliki kandungan uap air atau kelembaban nisbi yang lebih rendah dari bahan yang akan dikeringkan. 10 Pengeringan kayu dapat didefinisikan sebagai suatu cara untuk memastikan bahwa dimensi secara kasar berubah melalui penyusutan melalui proses pengeringan. Idealnya, kayu dikeringkan pada kadar air keseimbangan yang akan dicapai oleh kayu. Sehingga dimensi kayu akan dapat dijaga tetap minimum. Ini mungkin mustahil untuk secara sempurna mengeliminasi pergerakan dalam kayu, tapi ini dapat dicapai kurang lebih dengan modifikasi kimia. Ini merupakan perlakuan kayu dengan kimia melalui pergantian tempat dari gugus hidroksil dengna gugus fungsional hidrofobik dari agen yang termodifikasi (Stamm, 1964). Diantara semua proses yang ada, modifikasi kayu dengan acetic anhydride dipertimbangkan menjanjikan karena adanya efisiensi anti-susut atau anti-pembengkakan yang tinggi (ASE) yang dicapai tanpa merusak sifat-sifat kayu. Asetilasi dari kayu perlahan dikomersialisasikan seiring dengan biaya, korosi, asam asetat dari kayu. Pengeringan kayu adalah salah satu pencapaian untuk menambah nilai untuk produk yang digergaji dari pemrosesan awal kayu industri. Pengeringan, jika secepatnya dilakukan setelah menebang pohon, juga melindungi kayu dari pembusukan awal, jamur, dan serangan dari serangga tertentu. Organisme, yang menyebabkan pembusukan, umumnya akan melemah dengan kadar air di bawah 20%. Beberapa, akan tetapi tidak semua, hama serangga hanya dapat hidup pada kayu yang masih hidup. Kayu kering lebih tahan terhadap pembusukan dibandingkan kayu basah (kadar air di atas 20%). Bagian di atas adalah keuntungan dari pengeringan kayu, berikut ini juga merupakan keuntungannya (Walker et. al., 1993 ; Desch dan Dinwoodie, 1996): 1. Kayu kering lebih ringan, ini membuat biaya transportasi dan penanganannya lebih murah. 2. Kayu kering lebih kuat dibandingkan kayu basah hampir pada setiap karakteristik kekuatannya. 3. Pada area modifikasi kimia dari kayu dan produk kayu, material harus dikeringkan pada kadar air tertentu agar reaksinya dapat terjadi. 11 4. Mengolah kayu dengan lem, mesin lebih mudah dari kayu basah. Cat dan vernis juga lebih tahan lama pada kayu kering. 5. Sifat-sifat elektrik dan insulasi panas dari kayu meningkat dengan pengeringan. Pengeringan kayu yang secepatnya setelah penebangan menghasilkan kayu dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Pengeringan kayu merupakan area penelitian dan pengembangan, yang diperhatikan oleh banyak peneliti dan perusahaan kayu seluruh dunia. 1. Mekanisme pergerakan kadar air Air normalnya bergerak dari area kadar air yang lebih tinggi menuju area dengan kadar air lebih rendah (Walker et. al., 1993). Pada hal tertentu, ini berarti bahwa pengeringan dimulai dari luar dan bergerak menuju ke pusat, dan ini berarti juga bahwa pengeringan di luar juga diperlukan untuk mengeluarkan kadar air dari dalam area dalam kayu. Kayu, setelah periode waktu, mencapai kadar air keseimbangan dengan lingkungannya. Gaya dasar yang mengendalikan pergerakan kadar air adalah potensial kimia. Ini tidak selalu lurus menghubungkan potensial kimia dalam kayu pada variabel yang diteliti, seperti suhu dan kadar air (Keey et. al., 2000). Kadar air dalam kayu bergerak di dalam kayu sebagai cairan atau uap air melalui beberapa tipe jalur tergantung pada gaya alam yang menggerakkannya (contoh : gradien kadar air atau tekanan), dan variasi dalam struktur kayu (Langrish dan Walker, 1993). Pergerakan dari air terjadi pada jalur di berbagai arah, secara longitudinal di sel, seperti secara lateral dari sel ke sel hingga mencapai pengeringan permukaan lateral dari kayu. Semakin tinggi permeabilitas longitudinal sapwood dari kayu keras umumnya disebabkan oleh adanya pembuluh. Aliran permeabilitas lateral dan transversal sering kali sangat rendah pada kayu keras. Ruang yang tersedia untuk udara dan kadar air di dalam kayu tergantung pada densitas dan porositas dari kayu. Porositas adalah fraksi 12 volume ruangan kosong di dalam padatan. Porositas dilaporkan 1.2-4.6% dari volume basah dari dinding sel kayu (Siau, 1984). Di lain pihak, permeabilitas adalah ukuran dari kemudahan suatu cairan ditransportasi melalui poros yang pada di bawah pengaruh dari beberapa gaya dorong, seperti tekanan gradien kapiler atau gradien kadar air. 2. Tenaga penggerak kadar air Tiga gaya penggerak utama yang digunakan pada model difusi yang berbeda antara lain kadar air, tekanan uap air parsial, dan potensial kimia. Gaya kapilaritas menyebabkan pergerakan (atau tidak adanya pergerakan) pada air. Hal ini bergantung pada gaya kohesi dan adhesi. Adhesi adalah gaya tarik menarik antara air dengan substansi lainnya sedangkan kohesi adalah gaya tarik menarik antar molekul air. Seiring dengan mengeringnya kayu, penguapan air pada bagian permukaan menyebabkan terjadinya gaya kapilaritas yang menarik air dari kayu di area bawah permukaan. Ketika tidak ada lagi air pada kayu, maka gaya kapilaritas tidak lagi penting. Potensial kimia merupakan tenaga penggerak utama bagi perpindahan air baik saat fase cair maupun uap pada kayu (Siau, 1984). Potensial kimia dari air tidak jenuh atau kayu di bawah titik jenuh serat mempengaruhi pengeringan kayu. Kesetimbangan akan terjadi saat kadar kelembaban kayu seimbang ketika potensi kimia kayu sama dengan udara di sekitarnya. Potensial kimia dari air yang terserap merupakan fungsi dari kadar air kayu. Oleh karena itu, gradien kadar kelembaban kayu (antara permukaan dan bagian tengah), atau aktivitas yang lebih spesifik, dilengkapi oleh gradien dari potensial kimia di bawah potensial isotermal. Kelembaban akan terdistribusi kembali ke seluruh bagian kayu sampai potensi kimia menjadi seragam, yang kemudian menghasilkan gradien potensial nol. pada kesetimbangan. 13 3. Keretakan selama pengeringan kayu Kesulitan utama yang dihadapi saat pengeringan kayu adalah kecenderungan lapisan bagian atas kayu mengering lebih cepat dibandingkan lapisan dalam. Jika lapisan ini dibiarkan mengering jauh di bawah titik jenuh serat, sedangkan lapisan bawah masih basah, maka terjadilah tekanan karena penyusutan lapisan luar dihalangi oleh lapisan dalam yang masih basah (Keey et. al., 2000). Keretakan pada jaringan kayu pun terjadi, dan jika tekanan sepanjang serat melampaui kekuatan sepanjang serat (serat ke ikatan serat), maka timbullah pecah dan retak pada kayu. Cara mengatasi kegagalan proses pengeringan ini adalah menjaga keseimbangan antara tingkat penguapan pada kelembaban bagian permukaan dan tingkat gerakan kelembaban dari dalam kayu menuju keluar. Berikut ini penjelasan mengenai cara mengontrol proses pengeringan. Salah satu cara pengeringan kayu yang paling berhasil adalah pengeringan kiln, dimana kayu diletakkan di dalam rak-rak pada oven dan dikeringkan menggunakan uap yang pelepasannya dilakukan secara perlahan. F. Kapur Tohor (CaO) Kapur tohor merupakan material bewarna putih berbentuk amorfos dengan rumus kimia CaO dan mempunyai titik cair 2570oC serta titik didih 2850oC. Batu kapur tohor berbentuk bongkahan berwarna putih, dan mempunyai umur simpan yang relatif pendek yaitu sekitar 60 hari. Selama penyimpanan, CaO akan berubah sedikit demi sedikit menjadi Ca(OH)2 yang berbentuk bubuk putih karena bereaksi dengan uap air yang ada di udara (Chang dan Tikkanen, 1988). Batu kapur tohor (CaO) terbentuk jika batu kapur (CaCO3) dipanaskan pada suhu di atas 650oC. Batu kapur (CaCO3) adalah batuan sedimen yang dapat dibentuk oleh rombakan batu kapur yang lebih tua, endapan larutan CaCO3 atau pelonggokan cangkang dan kerangka binatang (Shadily, 1980). 14 Gambar 3. Batu Kapur Tohor (CaO) Reaksi pembentukan CaO merupakan reaksi endoterm dan bersifat reversibel. Jika CO2 yang terbentuk disingkirkan, maka CaO yang terbentuk akan semakin banyak (Mackenzie dan Sharp, 1970). Reaksi yang terjadi adalah : CaCO3 (s) CaO(s) + CO2 (g) ∆Ho = 178.1 kJ BM CaCO3 = 100.08 CaO = 56.08 CO2 = 44.0 Berarti secara teoritis, dari 100 kg CaCO3 akan dihasilkan 44 kg CO2 yang akan dilepaskan ke udara dalam bentuk gas dan 56 kgCaO. Bentuk CaCO3 setelah dibakar menjadi CaO, sama dengan bentuk sebelumnya sehingga porositasnya meningkat, karena setelah dibakar berarti CO2 telah dilepaskan dan beratnya akan menurun menjadi 56% nya (Gaspary dan Bucner, 1981). Menurut Mackenzie dan Sharp (1970), secara komersial CaO diproduksi dengan memanaskan batu kapur pada suhu antara 900oC – 1200oC, sedangkan menurut Gaspary dan Bucher (1981), suhu yang diperlukan adalah 800oC – 1200oC. Dapur pembakaran yang digunakan dapat bermacam-macam tipe seperti : rotray kiln, slightly inclined, revolving steel cylinder dan vertical shaft kiln (Mackenzie dan Sharp, 1970). 15 Gaspary dan Butcher (1981) membagi tiga kelas kapur tohor berdasarkan derajat panas yang diberikan pada waktu pembentukannya, yaitu : 1. Soft burnt lime, dihasilkan dari pembakaran pada kisaran suhu yang paling rendah. Produk yang dihasilkan sangat reaktif. 2. Hard burnt lime, dihasilkan dengan pembakaran pada kisaran suhu yang tinggi dan waktu yang lebih lama sehingga terbentuk kristal dan produk yang dihasilkan mempunyai reaktifitas yang rendah. 3. Medium burnt lime, yaitu produk yang dihasilkan dari proses dengan waktu dan suhu diantara kedua proses di atas. Sifat fisik dari tiga macam kelas batu kapur tohor tersebut tersaji dalam Tabel 1. Tabel 1. Beberapa sifat fisik dari batu kapur tohor pada tingkat pembakaran yang berbeda Sifat fisik Satuan Spesific weight Soft burnt lime Medium burnt lime Hard burnt lime 3 3.35 3.35 3.35 3 g/cm Bulk weight g/cm 1.5 - 1.8 1.8 – 2.2 >2.2 Porositas total % 46 – 55 34 – 46 <34 m /g >1.0 0.3 – 1.0 <0.03 menit <1.0 10 - 20 >20 Permukaan spesifik 2 menurut BET Waktu untuk mencapai 80% dari slacking time Sumber : Gaspary dan Bucher (1983) Batu kapur tohor atau CaO merupakan bahan yang bersifat reaktif dengan air dan akan membentuk Ca(OH)2 yang berbentuk bubuk. Reaksi CaO dengan air membentuk Ca(OH)2 merupakan reaksi eksoterm yang akan melepaskan kalor dan menghasilkan bahan yang berbentuk putih (Chang dan Tikkanen, 1988). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : CaO(s) + H2O(l) Ca(OH)2 ∆Ho = -64.8 kJ 16 BM CaO = 56.08 H2O = 18.02 Ca(OH)2 = 74.09 Gambar 4. Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2) Secara teoritis, air yang diserap dalam pembentukan Ca(OH)2 adalah sebesar 18.02/56.08 = 1/3 kali berat CaO. Reaksi yang bersifat eksoterm menyebabkan penyimpanan kapur tohor penuh resiko karena secara teoritis suhu dapat mencapai 700oC pada reaksi antara CaO dengan air. Ca(OH)2 / kapur mati (slaked / hydratedlime) dapat disimpan untuk waktu yang lebih lama dari CaO. Waktu penyimpanan Ca(OH)2 lebih kurang tiga bulan, walaupun akan terdekomposisi juga karena bereaksi dengan CO2 dan menghasilkan CaCO3 yang merupakan bahan awal CaO. Pemanfaatan batu kapur tohor dalam skala besar adalah untuk pembangunan gedung dan untuk pertanian. Sekarang pemanfaatan batu kapur tohor telah semakin berkembang, khususnya untuk industri kimia. Batu kapur tohor digunakan dalam pembuatan natrium karbonat, soda kanstik, peleburan baja, kalsium karbida, pembuatan gelas, pulp, kertas, dan pengolahan gula. batu kapur tohor juga dapat digunakan untuk penanganan air dan penanganan limbah untuk pemulihan dan pemurnian (Mackenzie dan Sharp, 1970). G. Psikometri Menurut Kulshrestha (1989), psikometeri atau higrometri adalah segala hal yang berkaitan dengan perilaku kandungan uap air di dalam 17 udara atmosfer. Udara atmosfer terdiri dari udara kering dan kandungan uap air. Grafik psikometri merupakan grafik yang menyajikan sifat-sifat fisika dan panas udara atmosfer. Istilah yang biasa dipakai dalam psikometri adalah suhu bola kering (Tdb), suhu bola basah (Twb), dan suhu titik embun (DP). Suhu bola kering adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer biasa. Suhu bola basah adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola basah, dimana bola basah adalah sensor suhu dibalut dengan sumbu sutera atau kapas yang dibasahi dengan air destilasi, saat termometer dialiri udara tidak menjadi jenuh dengan uap air pada kecepatan 300 m/menit atau 5m/detik, jika sensor yang digunakan adalah termometer kaca. Jika sensor suhu yang digunakan adalah termometer tipe T, kecepatan udara yang dibutuhkan dapat diturunkan sampai minimal 1.6m/detik (Anonim, 1977). Dari suhu bola kering, suhu bola basah, perilaku kelembaban, volume spesifik, titik embun dapat diketahui dengan menggunakan grafik psikometrik (psychometric chart). Pada udara dalam keadaan tidak jenuh, suhu bola basah akan lebih rendah dari suhu bola kering. Jika udara dalam keadaan jenuh sempurna, tidak ada proses penguapan dari air yang terkandung di dalam kapas basah ke udara, dan akibatnya tidak ada penurunan suhu, dan suhu bola basah akan sama dengan suhu bola kering. Jika udara lembab atau udara jenuh dengan uap air didinginkan, tekanan uap air turun, demikian pula kemampuan untuk menyerap kandungan uap air akan berkurang. Akibatnya uap air akan mengembun, dan berbentuk tetes air. Suhu pada saat kandungan uap air di dalam udara mulai mengembun disebut titik embun (DP). Tekanan parsial uap air sama dengan tekanan uap air. Pada psikometri dikenal beberapa istilah kelembaban seperti kelembaban spesifik, kelembaban relatif, dan rasio jenuh. Kelembaban spesifik atau kelembaban mutlak ialah perbandingan antara massa uap air dengan massa udara kering. Kelembaban absolut ialah massa uap air (dalam kg) yang terkandung dalam satu meter kubik campuran udara-uap 18 air pada tekanan tertentu. Kelembaban relatif (RH) yang dinyatakan dalam persen merupakan rasio tekanan parsial aktual uap air yang ada di udara dengan tekanan jenuh uap air pada suhu bola kering udara. Kelembaban relatif dapat didefinisikan sebagai perbandingan massa uap air di udara dan massa uap air pada suhu jenuh termometer bola kering untuk volume yang sama. Rasio jenuh atau disebut pula dengan derajat kejenuhan, merupakan rasio kelembaban spesifik (rasio kelembaban) dari udara lembab dengan kelembaban spesifik udara jenuh pada suhu yang sama. H. Pengeringan Kemoreaksi Pengeringan kemoreaksi adalah proses pengeringan yang juga menggunakan absorben, tetapi melalui mekanisme reaksi kimia antara uap air dari bahan yang dikeringkan dengan absorben, karena reaktivitas absorben yang tinggi terhadap air. Kapur api yang mengandung bahan aktif CaO merupakan absorben yang banyak digunakan dalam proses pengeringan ini. CaO bereaksi secara kimia dengan uap air yang terdapat di dalam bahan yang dikeringkan sehingga kadar air bahan berkurang. Antara CaO dan air bereaksi secara eksotermik untuk membentuk Ca(OH)2. Peningkatan reaksi yang bersifat eksotermik tersebut, menghasilkan peningkatan suhu selama pengeringan berlangsung konstan (Seoekarto, 2000). Reaksi kimia yang terjadi antara CaO dan uap air selama pengeringan adalah : CaO + H2O Ca(OH)2 - ∆H (joule) Bahan lembab + ∆H Produk kering + H2O CaO + Bahan lembab Produk kering + Ca (OH)2 I. Keuntungan Pengeringan Kemoreaksi Beberapa peneliti telah menggunakan eknik pengeringan dengan CaO untuk mengeringkan beberapa produk, dan hasilnya ternyata cukup menguntungkan. Halim (1996) menggunakannya untuk pengeringan biji lada, dimana penggunaan kapur api sebagai bahan pengering, dapat menekan penguapan minyak atsiri dari lada segar menjadi 2.8% - 3.1%. 19 Dibandingkan pengeringan dengan sinar matahari penurunan kadar minyak atsiri sebanyak 10.65% dan pengeringan dengan oven penurunan minyak atsiri 17.80%. Pengeringan cabe oleh Julianti (2003), diperoleh perbandingan kapur dan benih yang optimal untuk menghasilkan mutu yang tinggi adalah 3:1. Kadar air akhir benih cabe yang dihasilkan adalah sekitar 3.8% (bk) dengan lama pengeringan 45 jam, dan viabilitas benih yang dihasilkan adalah 100%. 20