bab ii tinjauan pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kayu
Kayu dibagi, menurut asal botaninya, menjadi dua jenis. Kayu
lunak dari pohon konifer dan kayu keras dari pohon berdaun lebar.
Struktur kayu lunak biasanya sederhana dan lebih ringan, sedangkan kayu
keras pada umumnya memiliki struktur yang kompleks dan lebih keras. Di
Australia, kayu lunak merujuk kepada pohon hutan hujan dan kayu keras
merujuk kepada spesies sclerophyllous bernama Eucalyptus sp.
Kayu lunak (seperti kayu pinus) jauh lebih ringan dan lebih mudah
diproses daripada kayu keras (seperti kayu dari pohon buah). Densitas dari
kayu lunak berada diantara 350 – 700 kg/m3, sedangkan kayu keras 450 –
1250 kg/m3. Keduanya kurang lebih terdiri dari 12 % kadar air (Desch and
Dinwoodie, 1996).
Berkaitan dengan semakin tebal dan kompleks struktur dari kayu
keras, permeabilitasnya sangat rendah dibandingkan dengan kayu lunak,
dengan begitu membuatnya susah untuk dikeringkan. Meskipun ada
sekitar lebih dari seratus kali lipat spesies pohon kayu keras daripada
pohon kayu lunak, kemampuan untuk memproses dan mengeringkan kayu
lunak lebih cepat dan lebih mudah dan membuatnya menjadi sumber kayu
komersial sekarang.
Permukaan kayu dibagi menjadi permukaan melintang (cross
section) atau permukaan transversal, permukaan radial, dan permukaan
tangensial. Permukaan melintang (transverse surface) adalah permukaan
yang dilihat dari atas kayu log atau di tunggul kayu. Permukaan radial
(radial surface) adalah permukaan yang terlihat apabila kayu dipotong
sepanjang radius dari permukaan melintang yang melingkar. Sedangkan
permukaan tangensial (tangential surface) adalah permukaan yang dilihat
dengan memotong tangen hingga lingkaran tumbuh, atau permukaan yang
dilihat apabila bagian luar kulit kayu dilepas.
Gambar 1. Permukaan Kayu
(sumber : http://www.forestprod.org/cdromdemo/sw/sw2.html)
B. Botani Paraserianthes falcataria
Paraserianthes falcatariaia berasal dari famili : Leguminosae, dan
subfam : Mimosoidae dan merupakan salah satu jenis dari kayu lunak.
Nama lain dari kayu ini adalah : sengon (umum), jeungjing (Sunda),
sengon laut (Jawa), sika (Maluku), tedehu pute (Sulawesi), bae, wahogon
(Irian Jaya). Pohon berukuran sedang sampai besar, tinggi dapat mencapai
40 m, tinggi batang bebas cabang 20 m. Tidak berbanir, kulit licin,
berwarna kelabu muda, bulat agak lurus. Diameter pohon dewasa bisa
mencapai 100 cm atau lebih.
Gambar 2. Paraserianthes falcataria
4
Pohon ini teresebar secara alami di Maluku, Papua Nugini,
kepulauan Solomon dan Bismark. Banyak ditanam di daerah tropis.
Merupakan species pionir, terutama terdapat di hutan hujan dataran rendah
sekunder atau hutan pegunungan rendah. Tumbuh mulai pantai sampai
1600 mdpl, optimum 0-800 mdpl. Dapat beradaptasi dengan iklim
monsoon dan lembab dengan curah hujan 200-2700 mm/tahun dengan
bulan kering sampai 4 bulan. Dapat ditanam pada tapak yang tidak subur
tanpa dipupuk. Tidak tumbuh subur pada lahan berdrainase jelek.
Termasuk species yang memerlukan cahaya. Merupakan salah satu species
paling cepat tumbuh di dunia, mampu tumbuh 8 m/tahun dalam tahun
pertama, penanaman. Kayu ini merupakan jenis kayu ringan yang
termasuk ke dalam kelas awet IV-V, dan kelas kuat IV-V.
Menurut Mandang dan Pandit (1997), ciri utama kayu sengon
adalah warna kayunya putih sampai coklat muda kemerahan, pori soliter
dan berganda radial, parenkima baur, dan kayunya lunak. Kayu dari pohon
ini merupakan kayu yang memiliki banyak kegunaan, seperti untuk
konstruksi ringan, kerajinan tangan, kotak cerutu, veneer, kayu lapis,
korek api, alat musik, pulp. Daun sebagai pakan ayam dan kambing. Di
Ambon kulit batang digunakan untuk penyamak jaring, kadang-kadang
sebagai pengganti sabun. Ditanam sebagai pohon pelindung, tanaman hias,
reboisasi dan penghijauan.
C. Karakteristik Kimia dan Sifat Anatomi Paraserianthes falcataria
Karakteristik komponen kimia kayu sengon adalah selulosa
59.41%, kadar selulosa 46.31%, kadar pentosan 16.75%, kadar lignin
25.14%, kadar air 11.5%, kadar abu 0.81%, kadar silika 0.13%, kelarutan
dalam air dingin 7.20%, kelarutan dalam air panas 9.25%, kelarutan dalam
etanol-benzena 5.39%, dan kelarutan dalam air NaOH 1% sebesar 19.14%
(Pari dan Hartoyo, 1990).
5
Sedangkan sifat anatomi dibagi menjadi dua yaitu :
1. Sifat makroskopik
Haygreen
dan
Bowyer
(1989),
menyatakan
bahwa
sifat
makroskopis kayu adalah sifat-sifat yang terdapat pada kayu yang
dapat dikenal melalui pengamatan dengan mata biasa.
Martawijaya, et al. (1987), menjelaskan bahwa kayu sengon
(Paraserianthes falcataria) mempunyai warna kayu teras hampir putih
atau coklat muda dan warna kayu gubal umumnya tidak berbeda
dengan kayu teras. Tekstur kayu agak kasar dan merata. Permukaan
licin dan mengkilat.
2. Sifat mikroskopik
Sifat mikroskopik adalah sifat-sifat dari kayu yang hanya dapat
dilihat dengan menggunakan alat bantu, seperti mikroskop. Menurut
Pandit dan Ramdan (2002), kayu sengon mempunyai struktur anatomi
antara lain porinya berbentuk bulat sampai oval, tersebar soliter dan
gabungan pori yang terdiri dari 2 - 3 pori, jumlah sedikitnya 4 - 7 per
mm2, diameter tangensialnya sekitar 160 - 340 mikron, bidang
perforasi sederhana, parenkim umumnya menyinggung pori sepihak
(scanty) sampai selubung (vasicenteric). Kebanyakan parenkim
apotrakeal sebar yang terdiri dari 1 - 3 sel membentuk garis-garis
tangensial diantara jari-jari. Jari-jari umumnya sempit terdiri dari 1 - 2
seri jumlahnya terdiri 6 - 12 per mm arah tangensial dan komposisi
seragam (homoseluler) yang terdiri dari sel baring.
D. Hubungan Air-Kayu
Kebun tempat tinggal pohon dan kayu yang baru ditebang
mengandung jumlah air yang banyak, dimana sering memiliki berat yang
lebih tinggi daripada kayu yang aktual. Air memiliki pengaruh yang
penting pada kayu : kayu secara bertahap menukar uap air (air) dengan
sekelilingnya, meskipun laju penukaran sangat dipengaruhi oleh derajat
kayu yang dikunci.
6
Panshin dan de Zeeuw (1964) mendefinisikan kadar air sebagai
banyaknya air yang terkandung dalam kayu. Kadar air kayu sangat
dipengaruhi oleh sifat higroskopis kayu. Air dalam kayu dapat dibagi
menjadi dua bentuk :
a. Air bebas : Bagian terbesar air yang terkandung dari sel lumina hanya
bergantung kepada gaya kapiler : ini tidak terikat secara kimia dan
ditentukan oleh air bebas. Air bebas tidak berada pada status
termodinamika yang sama seperti cairan air: energi diperlukan untuk
mengatasi gaya-gaya kapiler. Lebih jauh lagi, air bebas dapat
mengandung zat kimia, yang mengubah karakteristik pengeringan.
b. Air terikat atau higroskopis : Air terikat, terikat pada kayu melalui
ikatan hidrogen. Daya tarik-menarik kayu untuk air muncul dari adanya
gugus hidroksil bebas (OH) pada selulosa, molekul lignin dan
hemiselulosa pada dinding sel. Gugus hidroksil negatively charged
electrically. Air adalah cairan polar. Gugus hidroksil bebas pada
selulosa menarik dan mengikat air dengan ikatan hidrogen.
Air dalam sel lumina dapat berbentuk uap air, tapi jumlah total biasanya
dibaikan, pada suhu normal dan kandungan uap air.
1. Kandungan kadar air kayu
Kandungan kadar air kayu dapat dihitung dengan formula (Siau,
1984) :
mg  mod
mod
x100%
Di sini, mg adalah massa asli dari kayu. mod adalah massa oven-kering
(pencapaian massa konstan setelah dikeringkan dalam oven yang diatur
pada 103 +/- 2oC selama 24 jam seperti yang disebutkan oleh Walker et
al., 1993). Ini diekspresikan sebagai suatu fraksi massa air dan massa kayu
oven-kering daripada suatu persentase, sebagai contoh, 0.59 kg/kg (basis
oven kering) berarti memiliki kandungan uap air yang sama sebagai 0.59%
(basis oven kering).
7
Persamaan di atas dapat diartikan sebagai :
Berat Basah  Berat Kering
x100%
Berat Kering
Dimana berat basah adalah berat awal sampel ‘basah’ dan berat
kering menjadi berat dari sampel setelah dikeringkan dalam sebuah oven.
Kandungan kadar air dapat diekspresikan sebagai suatu persentase.
Henderson dan Perry (1976) membuat 2 persamaan untuk
menentukan kadar air dan dilambangkan dengan persentase basis basah
dan persentase basis kering. Berikut persamaannya :
m=
M=
dimana m merupakan kadar air basis basah (%bb), sedangkan M
merupakan kadar air basis kering (%bk), MA adalah massa air (massa
awal-massa setelah dioven), dan MP adalah massa bahan kering.
2. Titik Jenuh Serat Serat
Ketika kayu hijau dikeringkan, air pertama yang keluar adalah air
dari sel lumina. Ini terjadi hanya oleh gaya kapiler. Kebanyakan ciri-ciri
fisik, seperti strength dan penyusutan tidak terpengaruh oleh pelepasan air
bebas. Titik jenuh serat atau FSP (Fiber Saturation Point) didefinisikan
sebagai kandungan kadar air pada keadaan dimana air bebas seharusnya
hilang seluruhnya, selagi dinding sel dijenuhkan oleh ikatan air. Hampir
semua kayu, titik jenuh serat berada pada 25 – 30% kandungan kadar air.
Siau (1984) melaporkan bahwa titik jenuh serat Xfsp (kg/kg) bergantung
pada suhu T (oC) berdasarkan persamaan berikut ini :
Xfsp = 0.30 – 0.001 (T-20)
8
Keey et al. (2000) menggunakan definisi berbeda pada titik jenuh serat
(kandungan uap air setimbang dari kayu pada lingkungan di RH 99%).
Banyak ciri-ciri penting kayu menunjukkan suatu pertimbangan
perubahan seperti kayu yang dikeringkan di bawah titik jenuh serat. Hal
ini termasuk:
a. Volume : idealnya tidak ada penyusutan yang terjadi hingga beberapa
ikatan air hilang, dengan kata lain hingga kayu dikeringkan di bawah
Fiber Saturation Point.
b. Kebanyakan ciri-ciri strength menunjukkan kenaikan yang konsisten
seperti kayu yang dikeringkan di bawah Fiber Saturation Point (Desch
dan Dinwoodie, 1996). Pengecualian adalah pengaruh kekuatan
bengkok dan, dalam beberapa kasus kekerasan.
c. Ketahanan elektrik meningkat sangat cepat dengan kehilangan dari
ikatan air ketika kayu dikeringkan di bawah Fiber Saturation Point.
3.
Kandungan Kadar Air Kesetimbangan
Kadar air keseimbangan merupakan kadar air suatu bahan pada
saat bahan tersebut mengalami tekanan uap air yang seimbang dengan
lingkungannya
(Heldman
dan
Singh,
1981).
Pada
saat
terjadi
keseimbangan kadar air, jumlah air yang menguap sama dengan jumlah air
yang diserap oleh bahan.
Kayu adalah zat higroskopis. Kayu memiliki kemampuan dalam
mengambil atau tidak mengambil kadar air dalam bentuk uap air. Air yang
terkandung dalam kayu menggunakan tekanan uap airnya sendiri, dimana
ditentukan oleh ukuran maksimum dari kapiler yang diisi oleh air dalam
setiap waktu. Jika tekanan uap air dalam ruang lingkungan lebih rendah
dari tekanan uap air di dalam kayu, akan terjadi desorpsi. Ukuran terbesar
kapiler yang penuh oleh air pada waktunya akan kosong pertama kali.
Tekanan uap air di dalam kayu turun sebagai air berturut-turut dikandung
dalam jumlah yang lebih kecil dan ukuran kapiler yang lebih kecil. Suatu
tahap akhirnya tercapai ketika tekanan uap air di dalam kayu setara dengan
9
tekanan uap air di lingkungan luar di atas kayu, dan desorpsi berhenti lebih
jauh lagi.
Jumlah kadar air yang tersisa di dalam kayu pada tahap ini
seimbang dengan tekanan uap air di lingkungan luar, dan menentukan
kandungan keseimbangan uap air atau Equilibrium Moisture Content
(EMC) (Siau, 1984). Oleh karena higrokopisnya, kayu cenderung
mencapai kandungan air yang seimbang dengan kelembaban relatif dan
suhu di udara sekelilingnya. EMC dari kayu bervariasi dengan kelembaban
relatif lingkungannya (fungsi dari suhu) secara signifikan, menuju derajat
yang lebih rendah dengan suhunya. Siau (1984) melaporkan bahwa EMC
juga bervariasi sangat sedikit dengan spesies, tegangan mekanik, sejarah
pengeringan dari kayu, densitas, kandungan ekstraktif dan arah sorpsi oleh
kandungan airnya (dengan kata lain adsorpsi atau desorpsi).
Kadar air keseimbangan dapat dihitung berdasarkan persamaan
Hailwood-Horrobin, h merupakan kelembaban relatif (%), sedangkan T
adalah suhu (oF) :
k1kh  2k1k2 k 2 h 2 
1800  kh
EMC 



W 1  kh 1  k1kh  k1k2 k 2 h 2 
dimana :
E. Pengeringan Kayu
Hall (1957) menyatakan pengeringan merupakan proses pengurangan
kadar air bahan sampai kadar air tertentu sehingga dapat menghambat laju
kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia. Dasar proses pengeringan
adalah terjadinya penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan
uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Agar suatu bahan dapat
menjadi kering, maka udara harus memiliki kandungan uap air atau
kelembaban nisbi yang lebih rendah dari bahan yang akan dikeringkan.
10
Pengeringan kayu dapat didefinisikan sebagai suatu cara untuk
memastikan bahwa dimensi secara kasar berubah melalui penyusutan melalui
proses pengeringan. Idealnya, kayu dikeringkan pada kadar air keseimbangan
yang akan dicapai oleh kayu. Sehingga dimensi kayu akan dapat dijaga tetap
minimum.
Ini mungkin mustahil untuk secara sempurna mengeliminasi
pergerakan dalam kayu, tapi ini dapat dicapai kurang lebih dengan modifikasi
kimia. Ini merupakan perlakuan kayu dengan kimia melalui pergantian tempat
dari gugus hidroksil dengna gugus fungsional hidrofobik dari agen yang
termodifikasi (Stamm, 1964). Diantara semua proses yang ada, modifikasi
kayu dengan acetic anhydride dipertimbangkan menjanjikan karena adanya
efisiensi anti-susut atau anti-pembengkakan yang tinggi (ASE) yang dicapai
tanpa
merusak
sifat-sifat
kayu.
Asetilasi
dari
kayu
perlahan
dikomersialisasikan seiring dengan biaya, korosi, asam asetat dari kayu.
Pengeringan kayu adalah salah satu pencapaian untuk menambah nilai
untuk produk yang digergaji dari pemrosesan awal kayu industri. Pengeringan,
jika secepatnya dilakukan setelah menebang pohon, juga melindungi kayu dari
pembusukan awal, jamur, dan serangan dari serangga tertentu. Organisme,
yang menyebabkan pembusukan, umumnya akan melemah dengan kadar air di
bawah 20%. Beberapa, akan tetapi tidak semua, hama serangga hanya dapat
hidup pada kayu yang masih hidup. Kayu kering lebih tahan terhadap
pembusukan dibandingkan kayu basah (kadar air di atas 20%).
Bagian di atas adalah keuntungan dari pengeringan kayu, berikut ini
juga merupakan keuntungannya (Walker et. al., 1993 ; Desch dan Dinwoodie,
1996):
1. Kayu kering lebih ringan, ini membuat biaya transportasi dan
penanganannya lebih murah.
2. Kayu kering lebih kuat dibandingkan kayu basah hampir pada setiap
karakteristik kekuatannya.
3. Pada area modifikasi kimia dari kayu dan produk kayu, material harus
dikeringkan pada kadar air tertentu agar reaksinya dapat terjadi.
11
4. Mengolah kayu dengan lem, mesin lebih mudah dari kayu basah. Cat dan
vernis juga lebih tahan lama pada kayu kering.
5. Sifat-sifat elektrik dan insulasi panas dari kayu meningkat dengan
pengeringan.
Pengeringan kayu yang secepatnya setelah penebangan menghasilkan
kayu dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Pengeringan kayu merupakan
area penelitian dan pengembangan, yang diperhatikan oleh banyak peneliti
dan perusahaan kayu seluruh dunia.
1. Mekanisme pergerakan kadar air
Air normalnya bergerak dari area kadar air yang lebih tinggi
menuju area dengan kadar air lebih rendah (Walker et. al., 1993). Pada hal
tertentu, ini berarti bahwa pengeringan dimulai dari luar dan bergerak
menuju ke pusat, dan ini berarti juga bahwa pengeringan di luar juga
diperlukan untuk mengeluarkan kadar air dari dalam area dalam kayu.
Kayu, setelah periode waktu, mencapai kadar air keseimbangan dengan
lingkungannya.
Gaya dasar yang mengendalikan pergerakan kadar air adalah
potensial kimia. Ini tidak selalu lurus menghubungkan potensial kimia
dalam kayu pada variabel yang diteliti, seperti suhu dan kadar air (Keey et.
al., 2000). Kadar air dalam kayu bergerak di dalam kayu sebagai cairan
atau uap air melalui beberapa tipe jalur tergantung pada gaya alam yang
menggerakkannya (contoh : gradien kadar air atau tekanan), dan variasi
dalam struktur kayu (Langrish dan Walker, 1993). Pergerakan dari air
terjadi pada jalur di berbagai arah, secara longitudinal di sel, seperti secara
lateral dari sel ke sel hingga mencapai pengeringan permukaan lateral dari
kayu. Semakin tinggi permeabilitas longitudinal sapwood dari kayu keras
umumnya disebabkan oleh adanya pembuluh. Aliran permeabilitas lateral
dan transversal sering kali sangat rendah pada kayu keras.
Ruang yang tersedia untuk udara dan kadar air di dalam kayu
tergantung pada densitas dan porositas dari kayu. Porositas adalah fraksi
12
volume ruangan kosong di dalam padatan. Porositas dilaporkan 1.2-4.6%
dari volume basah dari dinding sel kayu (Siau, 1984). Di lain pihak,
permeabilitas adalah ukuran dari kemudahan suatu cairan ditransportasi
melalui poros yang pada di bawah pengaruh dari beberapa gaya dorong,
seperti tekanan gradien kapiler atau gradien kadar air.
2. Tenaga penggerak kadar air
Tiga gaya penggerak utama yang digunakan pada model difusi
yang berbeda antara lain kadar air, tekanan uap air parsial, dan potensial
kimia. Gaya kapilaritas menyebabkan pergerakan (atau tidak adanya
pergerakan) pada air. Hal ini bergantung pada gaya kohesi dan adhesi.
Adhesi adalah gaya tarik menarik antara air dengan substansi lainnya
sedangkan kohesi adalah gaya tarik menarik antar molekul air. Seiring
dengan mengeringnya kayu, penguapan air pada bagian permukaan
menyebabkan terjadinya gaya kapilaritas yang menarik air dari kayu di
area bawah permukaan. Ketika tidak ada lagi air pada kayu, maka gaya
kapilaritas tidak lagi penting.
Potensial kimia merupakan tenaga penggerak utama bagi
perpindahan air baik saat fase cair maupun uap pada kayu (Siau, 1984).
Potensial kimia dari air tidak jenuh atau kayu di bawah titik jenuh serat
mempengaruhi pengeringan kayu. Kesetimbangan akan terjadi saat kadar
kelembaban kayu seimbang ketika potensi kimia kayu sama dengan udara
di sekitarnya. Potensial kimia dari air yang terserap merupakan fungsi dari
kadar air kayu. Oleh karena itu, gradien kadar kelembaban kayu (antara
permukaan dan bagian tengah), atau aktivitas yang lebih spesifik,
dilengkapi oleh gradien dari potensial kimia di bawah potensial isotermal.
Kelembaban akan terdistribusi kembali ke seluruh bagian kayu sampai
potensi kimia menjadi seragam, yang kemudian menghasilkan gradien
potensial nol. pada kesetimbangan.
13
3. Keretakan selama pengeringan kayu
Kesulitan utama yang dihadapi saat pengeringan kayu adalah
kecenderungan lapisan bagian atas kayu mengering lebih cepat
dibandingkan lapisan dalam. Jika lapisan ini dibiarkan mengering jauh di
bawah titik jenuh serat, sedangkan lapisan bawah masih basah, maka
terjadilah tekanan karena penyusutan lapisan luar dihalangi oleh lapisan
dalam yang masih basah (Keey et. al., 2000). Keretakan pada jaringan
kayu pun terjadi, dan jika tekanan sepanjang serat melampaui kekuatan
sepanjang serat (serat ke ikatan serat), maka timbullah pecah dan retak
pada kayu.
Cara mengatasi kegagalan proses pengeringan ini adalah menjaga
keseimbangan antara tingkat penguapan pada kelembaban bagian
permukaan dan tingkat gerakan kelembaban dari dalam kayu menuju
keluar. Berikut ini penjelasan mengenai cara mengontrol proses
pengeringan. Salah satu cara pengeringan kayu yang paling berhasil adalah
pengeringan kiln, dimana kayu diletakkan di dalam rak-rak pada oven dan
dikeringkan menggunakan uap yang pelepasannya
dilakukan secara
perlahan.
F. Kapur Tohor (CaO)
Kapur tohor merupakan material bewarna putih berbentuk amorfos
dengan rumus kimia CaO dan mempunyai titik cair 2570oC serta titik
didih 2850oC. Batu kapur tohor berbentuk bongkahan berwarna putih, dan
mempunyai umur simpan yang relatif pendek yaitu sekitar 60 hari. Selama
penyimpanan, CaO akan berubah sedikit demi sedikit menjadi Ca(OH)2
yang berbentuk bubuk putih karena bereaksi dengan uap air yang ada di
udara (Chang dan Tikkanen, 1988).
Batu kapur tohor (CaO) terbentuk jika batu kapur (CaCO3)
dipanaskan pada suhu di atas 650oC. Batu kapur (CaCO3) adalah batuan
sedimen yang dapat dibentuk oleh rombakan batu kapur yang lebih tua,
endapan larutan CaCO3 atau pelonggokan cangkang dan kerangka
binatang (Shadily, 1980).
14
Gambar 3. Batu Kapur Tohor (CaO)
Reaksi pembentukan CaO merupakan reaksi endoterm dan bersifat
reversibel. Jika CO2 yang terbentuk disingkirkan, maka CaO yang
terbentuk akan semakin banyak (Mackenzie dan Sharp, 1970).
Reaksi yang terjadi adalah :
CaCO3 (s)  CaO(s) + CO2 (g) ∆Ho = 178.1 kJ
BM
CaCO3 = 100.08
CaO
= 56.08
CO2
= 44.0
Berarti secara teoritis, dari 100 kg CaCO3 akan dihasilkan 44 kg
CO2 yang akan dilepaskan ke udara dalam bentuk gas dan 56 kgCaO.
Bentuk CaCO3 setelah dibakar menjadi CaO, sama dengan bentuk
sebelumnya sehingga porositasnya meningkat, karena setelah dibakar
berarti CO2 telah dilepaskan dan beratnya akan menurun menjadi 56% nya
(Gaspary dan Bucner, 1981).
Menurut Mackenzie dan Sharp (1970), secara komersial CaO
diproduksi dengan memanaskan batu kapur pada suhu antara 900oC –
1200oC, sedangkan menurut Gaspary dan Bucher (1981), suhu yang
diperlukan adalah 800oC – 1200oC. Dapur pembakaran yang digunakan
dapat bermacam-macam tipe seperti : rotray kiln, slightly inclined,
revolving steel cylinder dan vertical shaft kiln (Mackenzie dan Sharp,
1970).
15
Gaspary dan Butcher (1981) membagi tiga kelas kapur tohor
berdasarkan derajat panas yang diberikan pada waktu pembentukannya,
yaitu :
1. Soft burnt lime, dihasilkan dari pembakaran pada kisaran suhu yang paling
rendah. Produk yang dihasilkan sangat reaktif.
2. Hard burnt lime, dihasilkan dengan pembakaran pada kisaran suhu yang
tinggi dan waktu yang lebih lama sehingga terbentuk kristal dan produk
yang dihasilkan mempunyai reaktifitas yang rendah.
3. Medium burnt lime, yaitu produk yang dihasilkan dari proses dengan
waktu dan suhu diantara kedua proses di atas.
Sifat fisik dari tiga macam kelas batu kapur tohor tersebut tersaji
dalam Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa sifat fisik dari batu kapur tohor pada tingkat pembakaran yang
berbeda
Sifat fisik
Satuan
Spesific weight
Soft burnt lime
Medium burnt lime
Hard burnt lime
3
3.35
3.35
3.35
3
g/cm
Bulk weight
g/cm
1.5 - 1.8
1.8 – 2.2
>2.2
Porositas total
%
46 – 55
34 – 46
<34
m /g
>1.0
0.3 – 1.0
<0.03
menit
<1.0
10 - 20
>20
Permukaan spesifik
2
menurut BET
Waktu untuk
mencapai 80% dari
slacking time
Sumber : Gaspary dan Bucher (1983)
Batu kapur tohor atau CaO merupakan bahan yang bersifat reaktif
dengan air dan akan membentuk Ca(OH)2 yang berbentuk bubuk. Reaksi
CaO dengan air membentuk Ca(OH)2 merupakan reaksi eksoterm yang
akan melepaskan kalor dan menghasilkan bahan yang berbentuk putih
(Chang dan Tikkanen, 1988). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CaO(s) + H2O(l)
Ca(OH)2
∆Ho = -64.8 kJ
16
BM
CaO
= 56.08
H2O
= 18.02
Ca(OH)2
= 74.09
Gambar 4. Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)
Secara teoritis, air yang diserap dalam pembentukan Ca(OH)2
adalah sebesar 18.02/56.08 = 1/3 kali berat CaO. Reaksi yang bersifat
eksoterm menyebabkan penyimpanan kapur tohor penuh resiko karena
secara teoritis suhu dapat mencapai 700oC pada reaksi antara CaO dengan
air. Ca(OH)2 / kapur mati (slaked / hydratedlime) dapat disimpan untuk
waktu yang lebih lama dari CaO. Waktu penyimpanan Ca(OH)2 lebih
kurang tiga bulan, walaupun akan terdekomposisi juga karena bereaksi
dengan CO2 dan menghasilkan CaCO3 yang merupakan bahan awal CaO.
Pemanfaatan batu kapur tohor dalam skala besar adalah untuk
pembangunan gedung dan untuk pertanian. Sekarang pemanfaatan batu
kapur tohor telah semakin berkembang, khususnya untuk industri kimia.
Batu kapur tohor digunakan dalam pembuatan natrium karbonat, soda
kanstik, peleburan baja, kalsium karbida, pembuatan gelas, pulp, kertas,
dan pengolahan gula. batu kapur tohor juga dapat digunakan untuk
penanganan air dan penanganan limbah untuk pemulihan dan pemurnian
(Mackenzie dan Sharp, 1970).
G. Psikometri
Menurut Kulshrestha (1989), psikometeri atau higrometri adalah
segala hal yang berkaitan dengan perilaku kandungan uap air di dalam
17
udara atmosfer. Udara atmosfer terdiri dari udara kering dan kandungan
uap air. Grafik psikometri merupakan grafik yang menyajikan sifat-sifat
fisika dan panas udara atmosfer.
Istilah yang biasa dipakai dalam psikometri adalah suhu bola
kering (Tdb), suhu bola basah (Twb), dan suhu titik embun (DP). Suhu bola
kering adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer biasa. Suhu bola
basah adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola basah, dimana
bola basah adalah sensor suhu dibalut dengan sumbu sutera atau kapas
yang dibasahi dengan air destilasi, saat termometer dialiri udara tidak
menjadi jenuh dengan uap air pada kecepatan 300 m/menit atau 5m/detik,
jika sensor yang digunakan adalah termometer kaca. Jika sensor suhu yang
digunakan adalah termometer tipe T, kecepatan udara yang dibutuhkan
dapat diturunkan sampai minimal 1.6m/detik (Anonim, 1977). Dari suhu
bola kering, suhu bola basah, perilaku kelembaban, volume spesifik, titik
embun dapat diketahui dengan menggunakan grafik psikometrik
(psychometric chart).
Pada udara dalam keadaan tidak jenuh, suhu bola basah akan lebih
rendah dari suhu bola kering. Jika udara dalam keadaan jenuh sempurna,
tidak ada proses penguapan dari air yang terkandung di dalam kapas basah
ke udara, dan akibatnya tidak ada penurunan suhu, dan suhu bola basah
akan sama dengan suhu bola kering.
Jika udara lembab atau udara jenuh dengan uap air didinginkan,
tekanan uap air turun, demikian pula kemampuan untuk menyerap
kandungan uap air akan berkurang. Akibatnya uap air akan mengembun,
dan berbentuk tetes air. Suhu pada saat kandungan uap air di dalam udara
mulai mengembun disebut titik embun (DP). Tekanan parsial uap air sama
dengan tekanan uap air.
Pada psikometri dikenal beberapa istilah kelembaban seperti
kelembaban spesifik, kelembaban relatif, dan rasio jenuh. Kelembaban
spesifik atau kelembaban mutlak ialah perbandingan antara massa uap air
dengan massa udara kering. Kelembaban absolut ialah massa uap air
(dalam kg) yang terkandung dalam satu meter kubik campuran udara-uap
18
air pada tekanan tertentu. Kelembaban relatif (RH) yang dinyatakan dalam
persen merupakan rasio tekanan parsial aktual uap air yang ada di udara
dengan tekanan jenuh uap air pada suhu bola kering udara. Kelembaban
relatif dapat didefinisikan sebagai perbandingan massa uap air di udara
dan massa uap air pada suhu jenuh termometer bola kering untuk volume
yang sama. Rasio jenuh atau disebut pula dengan derajat kejenuhan,
merupakan rasio kelembaban spesifik (rasio kelembaban) dari udara
lembab dengan kelembaban spesifik udara jenuh pada suhu yang sama.
H. Pengeringan Kemoreaksi
Pengeringan kemoreaksi adalah proses pengeringan yang juga
menggunakan absorben, tetapi melalui mekanisme reaksi kimia antara uap
air dari bahan yang dikeringkan dengan absorben, karena reaktivitas
absorben yang tinggi terhadap air. Kapur api yang mengandung bahan
aktif CaO merupakan absorben yang banyak digunakan dalam proses
pengeringan ini. CaO bereaksi secara kimia dengan uap air yang terdapat
di dalam bahan yang dikeringkan sehingga kadar air bahan berkurang.
Antara CaO dan air bereaksi secara eksotermik untuk membentuk
Ca(OH)2.
Peningkatan
reaksi
yang
bersifat
eksotermik
tersebut,
menghasilkan peningkatan suhu selama pengeringan berlangsung konstan
(Seoekarto, 2000). Reaksi kimia yang terjadi antara CaO dan uap air
selama pengeringan adalah :
CaO + H2O
 Ca(OH)2 - ∆H (joule)
Bahan lembab + ∆H  Produk kering + H2O
CaO + Bahan lembab  Produk kering + Ca (OH)2
I. Keuntungan Pengeringan Kemoreaksi
Beberapa peneliti telah menggunakan eknik pengeringan dengan
CaO untuk mengeringkan beberapa produk, dan hasilnya ternyata cukup
menguntungkan. Halim (1996) menggunakannya untuk pengeringan biji
lada, dimana penggunaan kapur api sebagai bahan pengering, dapat
menekan penguapan minyak atsiri dari lada segar menjadi 2.8% - 3.1%.
19
Dibandingkan pengeringan dengan sinar matahari penurunan kadar
minyak atsiri sebanyak 10.65% dan pengeringan dengan oven penurunan
minyak atsiri 17.80%.
Pengeringan cabe oleh Julianti (2003), diperoleh perbandingan
kapur dan benih yang optimal untuk menghasilkan mutu yang tinggi
adalah 3:1. Kadar air akhir benih cabe yang dihasilkan adalah sekitar 3.8%
(bk) dengan lama pengeringan 45 jam, dan viabilitas benih yang dihasilkan
adalah 100%.
20
Download