PENGUKURAN JANTUNG KELINCI NEW

advertisement
PENGUKURAN JANTUNG KELINCI NEW ZEALAND WHITE
(Oryctolagus cuniculus) DENGAN RADIOGRAFI TORAKS
AWAN SUBANGKIT
DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengukuran Jantung
Kelinci New Zealand White (Oryctolagus cuniculus) dengan Radiografi Toraks
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Awan Subangkit
B04080067
ABSTRAK
AWAN SUBANGKIT. Pengukuran Jantung Kelinci New Zealand White
(Oryctolagus cuniculus) dengan Radiografi Toraks. Dibimbing oleh HARRY
SOEHARTONO dan RIKI SISWANDI.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ukuran jantung kelinci New
Zealand White (Oryctolagus cuniculus) melalui pemeriksaan radiografi yang
dianastesi dengan kombinasi ketamin dan xylazin yang berbeda. Kelinci dibagi
menjadi tiga kelompok. Kelompok A dianestesi menggunakan kombinasi dosis
ketamin 35mg/kg BB dan xylazin 5 mg/kg BB (n=5). Kelompok B dianestesi
menggunakan kombinasi dosis ketamin 40 mg/kg BB dan xylazin 5 mg/kg BB
(n=3) sementara kelompok C dianestesi dengan menggunakan kombinasi ketamin
45 mg/kg BB dan xylazin 5 mg/kg BB (n=3). Parameter yang diamati dari arah
pandang left laterolateral: 1) panjang apicobasilar jantung (AB), 2) lebar jantung
(CD), 3) jarak antara tepi cranial costae kelima dan tepi caudal costae ketujuh
tegak lurus dengan os vertebrae (R5-7), dan 4) kedalaman vertikal toraks (H).
Parameter yang diamati dari arah pandang dorsoventral: 1) panjang jantung (L), 2)
lebar jantung (W); dan 3) lebar toraks (T). Hasil pengamatan parameter jantung
yang diukur pada arah pandang left laterolateral dan dorsoventral menunjukkan hasil
tidak berbeda nyata (p>0.05) antar kelompok perlakuan. Nilai vertebrae heart size
(VHS) diperoleh dari penjumlahan long axis dan short axis pada arah pandang left
laterolateral. Nilai rata-rata keseluruhan long axis (A) adalah 4.35±0.26 v dan
short axis (B) adalah 3.59±0.30 v, maka nilai rata-rata keseluruhan VHS adalah
7.94±0.49 v. Pada arah pandang dorsoventral, nilai dari panjang jantung (L)
adalah 4.32±0.29 cm, nilai dari lebar jantung (W) adalah 3.33±0.26 cm, dan nilai
lebar toraks (T) adalah 5.85±0.30 cm. Dalam kondisi normal, lebar jantung (W)
harus lebih kecil 2/3 dari lebar toraks (T), dan didapat nilai yaitu 3.33<3.72 yang
artinya masih dalam batas normal seperti mamalia lainnya. Rasio terbaik untuk
memperkirakan dimensi jantung normal pada arah pandang left laterolateral
adalah long axis dibandingkan dengan kedalaman vertikal toraks, sedangkan pada
arah pandang dorsoventral adalah panjang jantung dibandingkan dengan lebar
jantung.
Kata kunci: anastesi ketamin-xylazin, kelinci New Zealand White, pengukuran
jantung, radiografi toraks
ABSTRACT
AWAN SUBANGKIT. Heart Measurements of New Zealand White Rabbits
(Oryctolagus cuniculus) with Thoracic Radiographs. Supervised by HARRY
SOEHARTONO and RIKI SISWANDI.
This research was conducted to evaluate radiographs heart size of
anaesthetized New Zealand White rabbits (Oryctolagus cuniculus) under different
combination of ketamine and xylazine. The rabbits were divided into three groups.
Group A were anaesthetized using a 35 mg/kg and 5 mg/kg combination of
ketamine and xylazine (n=5). Group B were anaesthetized using a 40 mg/kg and 5
mg/kg combination of ketamine and xylazine (n=3) while group C were
anaesthetized using 45 mg/kg and 5 mg/kg combination of ketamine and xylazine
(n=3). Parameter of observation from left laterolateral view were: 1) the
apicobasilar length of the heart (AB), 2) the width of the heart (CD), 3) the
distance between the cranial edge of the fifth rib and the caudal edge of the
seventh rib perpendicular to the spine (R5-7), and 4) the vertical depth of the
toraks (H). Parameter of observation from dorsoventral view were: 1) the length
of the heart (L), 2) the width of the heart (W), and 3) the width of the thorax (T).
The result from the heart parameters observation that were measured in left
laterolateral view and dorsoventral view shows theres no significantly differ
among the groups (P > 0.05). The vertebrae heart size (VHS) values obtained
from the sum of the length of the long and the short axes on left laterolateral view.
The long axes mean values (A) were 4.35±0.26 v and the short axes mean values
(B) were 3.59±0.30 v, therefore VHS mean values were 7.94±0.49 v. On the
dorsoventral view, the length of the heart mean values (L) were 4.32±0.29 cm, the
width of the heart mean values (W) were 3.33±0.26 cm, and the width of the
thorax mean values (T) were 5.85±0.30 cm. In normal conditions, the width of the
heart should be less than two-thirds the width of the thorax and values obtained of
3.33<3.72 it shows that the heart is in the normal range. The best ratio to
calculated the normal heart dimension in the left laterolateral view was compared
the long axes with the vertical depth of the thorax, whereas in dorsoventral view,
the length of the heart was compared with the width of the heart.
Keywords: heart measurement, ketamine-xylazine anesthesia, New Zealand White
rabbits, thoracic radiographs
PENGUKURAN JANTUNG KELINCI NEW ZEALAND WHITE
(Oryctolagus cuniculus) DENGAN RADIOGRAFI TORAKS
AWAN SUBANGKIT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi
DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi: Pengukuran Jantung Kelinci New Zealand White (Oryctolagus
cuniculus) dengan Radiografi Toraks
Nama
: Awan Subangkit
NIM
: B04080067
Disetujui oleh
drh. R. Harry Soehartono M.App.Sc., Ph.D
Pembimbing I
APVet K
Tanggal Lulus:
'27 AUG
20n
Judul Skripsi : Pengukuran Jantung Kelinci New Zealand White (Oryctolagus
cuniculus) dengan Radiografi Toraks
Nama
: Awan Subangkit
NIM
: B04080067
Disetujui oleh
drh. R. Harry Soehartono M.App.Sc., Ph.D
Pembimbing I
drh. Riki Siswandi MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet (K)
Wakil Dekan
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengukuran Jantung Kelinci New Zealand White (Oryctolagus cuniculus) dengan
Radiografi Toraks”. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi bayak
pihak dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada drh. Harry Soehartono M.App
Sc., Ph.D selaku pembimbing pertama dan drh. Riki Siswandi MSi selaku
pembimbing kedua, atas bimbingan dan arahan yang diberikan dalam pelaksanaan
penelitian ini. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. drh. Arief
Boediono Ph.D, PAVet(K) selaku dosen pembimbing akademik penulis. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Katim dan Kosasih selaku petugas
laboran di Laboratorium Bagian Bedah dan Radiologi. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Talitha Khairunisa dan Pardede sebagai rekan sepenelitian,
keluarga besar FKH IPB angkatan 45 (Avenzoar), Himpunan Mahasiswa
Tasikmalaya (HIMALAYA) IPB, dan semua pihak yang tidak bisa penulis
sampaikan satu per satu. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada ayah, ibu, adik, dan seluruh keluarga tercinta atas doa,
cinta, dan kasih sayang kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini, sehingga perlu kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan, terutama
di bidang medis veteriner.
Bogor, Agustus 2013
Awan Subangkit
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
Radiografi
2
Interpretasi Radiografi
2
Interpretasi Radiografi Toraks
3
METODE
4
Waktu dan Tempat
4
Bahan
4
Alat
5
Tahap Persiapan
5
Pengambilan Radiograf
6
Pencucian Film
6
Teknik Pengambilan Data Radiografi
6
Analisis Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Pengukuran Jantung pada Arah Pandang Dorsoventral
10
Pengukuran Jantung pada Arah Pandang Left Laterolateral
11
Perbandingan Parameter Jantung
12
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL
1 Rataan nilai status fisiologis kelinci setiap kelompok perlakuan
2 Nilai parameter jantung kelinci pada arah pandang radiograf
dorsoventral (n=11)
3 Nilai vertebral heart size (VHS) kelinci New Zealand White pada arah
pandang radiograf left laterolateral (n=11).
4 Perbandingan rata-rata dan standar deviasi untuk evaluasi radiografi
kelinci New Zealand White pada arah pandang left laterolateral.
5 Perbandingan rata-rata dan standar deviasi untuk evaluasi radiografi
kelinci New Zealand White pada arah pandang dorsoventral
10
11
12
14
14
DAFTAR GAMBAR
1 Kelinci New Zealand White
2 Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian
3 Posisi pengambilan gambar radiografi toraks pada kelinci New Zealand
White
4 Radiograf toraks arah pandang left laterolateral pada kelelawar
5 Pengukuran VHS arah pandang left laterolateral toraks pada anjing
6 Modifikasi pengukuran VHS kelinci New Zealand White pada arah
pandang left laterolateral toraks
7 Radiograf toraks arah pandang dorsoventral pada kelelawar
8 Radiograf toraks kelinci New Zealand White pada arah pandang
dorsoventral
9 Pengukuran VHS kelinci New Zealand White pada arah pandang left
laterolateral toraks
10 Radiograf toraks kelinci New Zealand White pada arah pandang left
laterolateral
4
5
6
7
8
8
9
10
12
13
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak penemuan sinar X pada tahun 1895, bidang radiologi diagnostik telah
berkembang cepat baik didunia kedokteran manusia maupun kedokteran hewan.
Penggunaan sinar X dalam diagnosis meningkat kira-kira 5% sampai 10% setiap
tahun. Kira-kira 80% kegiatan harian di departemen radiologi adalah pemeriksaan
atau evaluasi gambaran radiografi toraks untuk mendiagnosa penyakit pada hewan
kecil (Thrall 2002).
Pada hewan domestik, pengukuran jantung dengan radiografi toraks
digunakan sebagai alat diagnostik utama dalam mendeteksi penyakit jantung dan
evaluasi perkembangan penyakit jantung sebelum dilakukan pengobatan (Gardner
et al. 2007). Penyakit jantung seperti kardiomiopati, valvulopati, endokarditis, dan
defek septum ventrikel merupakan penyakit yang dilaporkan pada kelinci New
Zealand White (Oryctolagus cuniculus) (Onuma et al. 2009). Pengukuran jantung
dengan radiografi toraks merupakan pemeriksaan yang relatif lebih cepat, lebih
murah, dan mudah dilakukan dibandingkan pemeriksaan lain seperti
echocardiography (Soetikno dan Derry 2011).
Pengukuran jantung kelinci New Zealand White (Oryctolagus cuniculus)
sudah dilakukan oleh Onuma et al. (2009) menggunakan metode Vertebral Heart
Size (VHS) pada kelinci dengan berat badan ≥1,6 kg yang digunakan sebagai
kriteria penilaian untuk mendeteksi pembesaran jantung. Penelitian tentang
evaluasi ukuran jantung kelinci New Zealand White (Oryctolagus cuniculus)
dengan cara mengukur nilai besar jantung terhadap rongga toraks (cardiothoracic
ratio) dan membandingkan setiap parameter pengukuran jantung kelinci yang
diteliti belum ada hingga saat ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
mengenai hal tersebut pada jantung kelinci New Zealand White (Oryctolagus
cuniculus) yang nantinya dapat digunakan sebagai alat diagnostik utama dalam
mendeteksi penyakit jantung dan evaluasi perkembangan penyakit jantung.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini menentukan pengaruh anastesi kombinasi ketamin dan xylazin
pada ukuran jantung kelinci New Zealand White dengan interpretasi gambaran
radiografi di daerah toraks.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian memberikan informasi ukuran jantung kelinci New
Zealand White sehingga dapat menjadi bahan referensi pemeriksaan dan diagnosa
penyakit jantung pada kelinci New Zealand White.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Radiografi
Radiografi atau sinar X ditemukan oleh Wilhelm Conrad Roentgen seorang
ahli fisika berkebangsaan Jerman pada tanggal 8 November 1895, sehingga sinarX ini juga disebut sinar Röentgen. Radiografi adalah penggunaan sinar pengion
seperti sinar X dan sinar gamma untuk membentuk bayangan objek yang dikaji
pada film. Sinar X merupakan pancaran gelombang elektromagnetik atau disebut
juga dengan foton sebagai gelombang listrik sekaligus gelombang magnet dengan
panjang gelombang berkisar 10 nm-100 pm (Reed 2011).
Sinar X mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia, yaitu sinar X tidak
dipengaruhi oleh medan magnet, bergerak lurus, memiliki daya tembus yang
semakin kuat apabila tegangan listrik yang digunakan semakin tinggi, serta dapat
menghitamkan kertas potret. Sinar X mempunyai sifat-sifat tertentu yang
menguntungkan dalam pemakaiannya di bidang kedokteran, salah satunya adalah
sebagai sarana untuk terapi penyakit tumor serta untuk memberikan pencitraan
organ yang mengalami kelainan seperti metastatik pulmonary neoplasia, heart
disease, intestinal obstruksi, fraktura. Aplikasi sinar X harus hati-hati karena sinar
X dapat menimbulkan kelainan biologi seperti kerusakan sel-sel hidup,
penghitaman kulit, kerontokan rambut, serta dapat menyebabkan nekrosa yang
kemudian berkembang menjadi kanker kulit (Corwin 2001).
Interpretasi Radiografi
Interpretasi radiografi merupakan suatu proses membaca hasil pemaparan
sinar X yang berperan untuk membantu diagnosa klinis (Goaz dan White 1994).
Ada beberapa tahap yang harus diperhatikan untuk mendapatkan interpretasi yang
baik dan berujung pada diagnosa yang akurat yaitu pemeriksaan anamnesa,
pemeriksaan fisik, teknik radiografi yang benar, dan evaluasi radiograf (Morgan
dan Wolvekomp 2004).
Pemeriksaan anamnesa selalu dilengkapi dengan signalemen serta rekam
medik lain yang digunakan untuk mendiagnosa. Signalemen hewan terdiri atas
nama hewan, jenis hewan, ras, warna rambut, warna kulit, jenis kelamin, umur
dan tambahan khusus berupa berat badan, petanda buatan, petanda bawaan,
petanda khusus, dan penggunaan hewan. Anamnesa hewan diketahui dari pemilik
hewan atau dari orang yang berhubungan dekat dan mengetahui keadaan hewan.
Anamnesa yang tidak benar dapat memberikan diagnosa yang diambil salah dan
tidak akurat (Thrall dan Widmer 2002).
Pemeriksaan fisik selalu dilakukan sebelum pengambilan tindakan Röentgen.
Pemeriksaan tersebut memberikan pertimbangan mengenai perlu atau tidaknya
tindakan Röentgen serta sekaligus menentukan area atau lesio pengambilan foto
apabila hewan tersebut memang harus dilakukan pemeriksaan radiografi.
Radiografi merupakan langkah konfirmasi terhadap hasil diagnosa klinis atau
kecurigaan terhadap kealainan tertentu, sehingga dengan radiograf didapatkan
diagnosa yang benar (Kleine 1994; Tayal 2004).
3
Prosedur radiografi yang benar memberikan hasil radiograf yang benar
sehingga memudahkan dalam pembacaan. Prosedur yang salah dapat
menyebabkan radiograf tidak mempunyai nilai diagnosa sama sekali apabila
radiograf tersebut tidak dapat dibaca serta informasi yang diinginkan dari
radiograf hewan tidak dapat ditemukan. Selain prosedur radiografi, harus
diperhatikan juga tata cara pengamatan radiografi yang benar agar tidak salah
dalam menyimpulkan diagnosa. Radiografi merupakan gambaran dua dimensi dari
suatu struktur atau organ yang tiga dimensi sehingga perlu diimajinasikan ke
dalam bentuk asalnya yang berupa tiga dimensi. Untuk mendapatkan imajinasi
tiga dimensi tersebut, pengambilan foto harus dengan posisi sudut pandang yang
tepat serta diperlukan minimal dua radiograf dengan sudut pandang yang berbeda
ketika pengamatan radiografi (Tayal 2004).
Evaluasi radiograf dilakukan pada semua bagian dari foto radiograf yang
diambil. Terdapat beberapa pendekatan dalam melakukan evaluasi, yaitu
pendekatan melalui sistem organ, organ, dan daerah organ atau area. Pendekatan
melalui sistem organ adalah pendekatan dengan evaluasi dari susunan organ yang
membentuk sistem dalam tubuh, contohnya sistem pernapasan, sistem pencernaan,
sistem peredaran darah, dan lain-lain. Pendekatan melalui organ adalah
pendekatan evaluasi dari organ-organ yang ditemukan, contohnya jantung, hati,
usus dan lain-lain. Pendekatan melalui area adalah pendekatan dengan evaluasi
dari area yang ditemukan, contohnya regio abdomen area epigastrikus,
mesogastrikus, dan hipogastrikus. Berdasarkan ketiganya pendekatan evaluasi
tersebut, pendekatan dengan sistem organ adalah yang paling disarankan untuk
digunakan. Hal ini karena pendekatan dengan sistem organ lebih mudah dan
berurut sesuai dengan susunan organ dalam sistem (Tayal 2004).
Evaluasi radiograf digunakan untuk menentukan dan menjelaskan adanya
kelainan dari pasien. Kelainan tersebut dapat berupa perubahan dari organ atau
struktur berupa perubahan ukuran, bentuk atau kontur, jumlah, lokasi, marginasi,
opasitas (radiopacity atau radiolucent), dan perubahan fungsi normal organ.
Setelah evaluasi radiograf selesai, kelainan yang ditemukan dikonfirmasi dengan
anamnesa dan data rekam medik dari pasien untuk mengambil kesimpulan
diagnosa. Apabila terdapat diagnosa banding yang mungkin dari kelainan tersebut
dengan gejala yang mirip, maka kelainan tersebut dibandingkan dan diambil satu
kelainan khas yang muncul dari suatu penyakit untuk mengambil kesimpulan
akhir diagnosa (Tayal 2004).
Interpretasi Radiografi Toraks
Radiografi toraks bertujuan untuk pemeriksaan trakhea, paru-paru, jantung,
esophagus, diafragma, koste, ruang pleura dan toraks (Bonagura 2000). Radiografi
toraks dilakukan pada saat inspirasi maksimum untuk meningkatkan kontras
antara struktur berwarna hitam (radiolucent) dan struktur berwarna putih
(radiopaque) yang juga akan memperluas ruang toraks dan mengembangkan
lapangan paru-paru. Secara normal bila pengambilan gambar radiografi dilakukan
pada saat ekspirasi, lapangan paru-paru akan terlihat padat dan detail dari
vaskularisasi pulmonum akan hilang, sehingga gambaran yang dihasilkan sulit
untuk diinterpretasikan (Owens dan Biery 1999).
4
Pemeriksaan radiografi toraks menggunakan dua arah pandang, yaitu left
laterolateral dan dorsoventral (DV). Arah pandang left laterolateral digunakan
untuk melihat perubahan pada jantung dan vaskularisasi darah (Smith 2009).
Menurut Thrall (2002) arah pandang dorsoventral sangat penting dalam
pemeriksaan jantung karena pada posisi ini jantung lebih dekat dengan sternum
dan letak jantung mendekati posisi normal dalam toraks ketika hewan berada pada
posisi tubuh normal.
METODE
Waktu dan Tempat
Kelinci New Zealand White dipelihara di kandang Laboratorium Lapang
Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Pengambilan
gambar dan data radiografi dilaksanakan mulai dari tanggal 22 Februari sampai
dengan 18 April 2012. di Laboratorium Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.
Bahan
Hewan percobaan menggunakan 11 ekor kelinci New Zealand White jantan
dengan rata-rata bobot badan 3-4 kg (Gambar 1). Anastesi umum menggunakan
kombinasi xylazine (Ilium xylazil®-100, Troy) dan ketamine (Ilium ketamil®-100,
Troy). Pencucian film secara manual menggunakan larutan developer (Kodak
GBX, Carestream Health, Inc.), larutan rinser, larutan fixer (Kodak GBX,
Carestream Health, Inc.), dan washer (air keran).
Gambar 1 Kelinci New Zealand White (Santoso dan Sutarno 2009)
5
Alat
Mesin sinar X stasioner (Diagnostic X-Ray Unit VR-1020, MA Medical
Corporation, Nakanodai-Japan) (Gambar 2), meja khusus röntgen, kaset film yang
dilengkapi dengan intensifying screen (Gambar 2), film Roentgen ukuran 24 x 30
(Kodak Medical X-Ray Film), apron yang dilapisi dengan timbal dengan tebal
0.35 mm (Gambar 2), sarung tangan karet dengan ketebalan timbal 0.25 mm,
marker, hanger, illuminator (Gambar 2), processing machine (mesin pencuci)
manual (Gambar 2) dan camera digital single lens reflect (DSLR) tipe Canon®.
Gambar 2 Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian. (A) mesin sinar X
stasioner, (B) illuminator, (C) apron, (D) processing machine (mesin
pencuci) manual, (E) hanger, dan (F) kaset film yang dilengkapi
dengan intensifying screen.
Tahap Persiapan
Sebelas ekor kelinci dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan. Kelompok
pertama (A) berjumlah 5 ekor kelinci mendapatkan perlakuan kombinasi
ketamine-xylazine melalui injeksi intramuskular pada musculus semimembranosus
dengan dosis ketamine 35 mg/kg BB dan xylazine 5 mg/kg BB, kelompok kedua
(B) berjumlah 3 ekor kelinci mendapatkan perlakuan kombinasi ketamine-xylazine
dengan dosis ketamine 40 mg/kg BB dan xylazine 5 mg/kg BB, sementara
kelompok ketiga (C) berjumlah 3 ekor kelinci mendapatkan perlakuan kombinasi
ketamine-xylazine dengan dosis ketamine 45 mg/kg BB dan xylazine 5 mg/kg BB.
6
Pengambilan Radiograf
Radiografi dilakukan segera setelah kelinci berada dalam kondisi anastesia.
Kaset diisi dengan film berukuran 24 x 30 cm di ruang gelap (dark room) dan
digunakan untuk satu kali pengambilan radiograf. Posisi pengambilan radiograf
bagian toraks dilakukan pada arah pandang left laterolateral (LL) dan dorsovental
(DV) seperti yang ditunjukan pada dan Gambar 3 dengan nilai kVp yang
digunakan antara 54-58 kVp tergantung ketebalan jaringan yang akan ditembus
oleh sinar X. Nilai mAs yang digunakan adalah 1.2 mAs.
Gambar 3 Posisi pengambilan gambar radiografi toraks pada kelinci New
Zealand White. (A) Pengambilan gambar pada arah pandang
dorsoventral dan (B) arah pandang left laterolateral.
Pencucian Film
Setelah melakukan pengambilan radiograf, film dicuci secara manual
diruang gelap. Tahapan pencucian film dimulai dengan film dimasukkan ke
larutan developer selama 3-5 menit pada suhu diantara 15º C-27º C, fungsi dari
larutan tersebut adalah mengubah ion perak bromida dalam kristal menjadi logam
perak. Setelah itu, film dimasukkan ke larutan rinser selama beberapa detik (1620 detik) bertujuan menyingkirkan larutan developer agar tidak terbawa kelarutan
fiksasi. Tahapan selanjutnya film dimasukkan ke dalam larutan fixer yang
berbentuk garam ammonium dalam waktu dua kali waktu pencucian pada larutan
developer, fungsinya adalah mengubah kristal bromida menjadi tidak berkembang
lagi dan menyingkirkan senyawa perak yang tidak tersinari. Pencucian selanjutnya
dengan menggunakan washer (air keran) yang berfungsi untuk membersihkan dari
sisa-sisa perak bromida pada film dengan waktu pencucian 30-40 menit dan
selanjutnya film dikeringkan dan diberi label.
Teknik Pengumpulan Data Radiografi
Prosedur standar yang harus dipenuhi adalah pada saat membaca radiograf
arah pandang left laterolateral (LL) bagian cranial hewan harus berada di sebelah
kiri dan bagian caudal berada di bagian kanan dari pembaca. Pada arah pandang
dorsoventral (DV), radiograf bagian cranial hewan berada di atas dan bagian
caudal hewan berada di bawah sudut pandang pembaca. Pengamatan difokuskan
7
pada daerah toraks. Data diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap besar
jantung.
Parameter yang diukur pada arah pandang left laterolateral toraks meliputi
panjang apicobasilar jantung (AB), lebar jantung tegak lurus AB (CD)
(pengukuran diambil pada aspek terluas), jarak antara costae kelima dan tepi
caudal costae ketujuh, tegak lurus dengan os vertebrae (R5-7), dan kedalaman
vertikal toraks dari ventral os vertebrae hingga dorsal os sternum yang berbatasan
dengan bifurcatio trakhea (H) (Gambar 4) (Gardner et al. 2007).
Gambar 4 Radiograf toraks arah pandang left laterolateral pada kelelawar. AB =
panjang apicobasilar jantung; CD = lebar jantung tegak lurus AB
(pengukuran diambil pada aspek terluas); R5-7 = jarak antara costae
kelima dan tepi caudal costae ketujuh, tegak lurus dengan os
vertebrae; H= kedalaman vertikal toraks dari ventral os vertebrae
hingga dorsal os sternum yang berbatasan dengan bifurcatio trakhea
(Gardner et al. 2007).
Parameter lain yang diukur pada arah pandang left laterolateral adalah
Vertebrae heart size (VHS). Cara pengukuran jantung dengan menggunakan
metode VHS pada hewan kecil seperti anjing dan kucing yaitu dengan
membandingkan ukuran besar jantung dengan panjang vertebrae thoracic melalui
gambaran radiografi, pengukuran VHS dimulai dari tepi cranial vertebrae
thoracic ke-4 (Gambar 5) (Buchanan dan Bücheler 1995). Penghitungan VHS
dengan penjumlahan dari long axis dan short axis (VHS = long axis + short axis),
long axis merupakan pengukuran dari carina sampai ke apex jantung dan short
axis merupakan pengukuran luas bagian jantung pada sumbu tegak lurus terhadap
sumbu panjang (Litster et al. 2005; Ghadiri et al. 2007).
Pengukuran VHS pada kelinci New Zealand White dilakukan dengan
memodifikasi pengukuran pada long axis. Hal ini karena posisi carina pada kelinci
jauh dibelakang jantung sehingga pengukuran long axis dilakukan dari dinding
caudal aorta pada basis jantung sampai apex jantung (Gambar 6)
8
Gambar 5 Pengukuran VHS arah pandang left laterolateral toraks pada anjing.
Long axis (A) dan short axis (B) dibandingkan dengan panjang ruas os
vertebrae, dimulai dari tepi cranial tubuh vertebrae thoracic ke-4
(VHS = A + B) (Gülanber et al. 2005).
Gambar 6 Modifikasi pengukuran VHS kelinci New Zealand White pada arah
pandang left laterolateral toraks. Pengukuran long axis (A) dilakukan
dari dinding caudal aorta pada basis jantung sampai apex jantung dan
short axis (B) merupakan pengukuran luas bagian jantung tegak lurus
terhadap sumbu panjang. Carina (C) terlihat jauh dibelakang jantung.
Untuk evaluasi pengukuran besar jantung pada arah pandang dorsoventral,
parameter yang diukur meliputi panjang maksimim jantung (L), lebar maksimum
jantung (W), dan lebar toraks (T) (Gambar 7) (Gardner et al. 2007). Setelah itu
dihitung rasio dari AB/CD, AB/H, CD/H, dan AB/R5-7 pada arah pandang left
laterolateral, serta W/T dan L/W pada arah pandang dorsoventral kemudian
dihitung juga nilai rata-rata dan standar deviasi dari semua pengukuran.
9
Gambar 7 Radiograf toraks arah pandang dorsoventral pada kelelawar. L =
panjang maksimum jantung; W = lebar maksimum jantung; dan T =
lebar toraks (Gardner et al. 2007).
Analisis Data
Hasil pengukuran dinyatakan dalam rataan dan standar deviasi. Data diolah
menggunakan SPSS 16.0 dan Microsoft Excel 2007. Perbedaan antar kelompok
perlakuan diuji secara statistik menggunakan metode One Way-Analyse of Variant
(ANOVA). Uji ini kemudian dilanjutkan dengan uji DUNCAN pada selang
kepercayaan 95% (α=0,05).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan, semua kelinci menunjukkan
kondisi tubuh yang sehat dan seragam. Hasil uji statistik status fisiologis
menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (p>0.05) antar kelompok perlakuan untuk
parameter bobot badan, frekuensi denyut jantung, frekuensi napas, maupun
temperatur rektal yang ditunjukkan dengan huruf superscript yang sama. Data
rataan status fisiologis kelinci untuk setiap kelompok perlakuan dicantumkan pada
Tabel 1. Hasil penelitian disajikan dengan menggunakan dua arah pandang yaitu
pengukuran jantung pada arah pandang dorsoventral dan pengukuran jantung pada
arah pandang left laterolateral.
10
Tabel 1
Rataan nilai status fisiologis kelinci setiap kelompok perlakuan
Kelompok Perlakuan
Status Fisiologis
Referensi
A
B
C
Bobot badan (Kg)
3.34±0.19a
3.10±0.00a
3.13±0.06a
-
Frekuensi Denyut 144.80±46.94a 158.67±15.14a 113.33±11.55a
Jantung (x/menit)
130-325
(Harcourt dan
Brown 2002 )
Frekuensi Napas 146.40±54.30a 179.00±81.43a 165.33±22.03a
(x/menit)
32-168
(Linn 2000)
Temperatur
Rektal (°C)
39.08±1.30a
39.40±0.46a
38.57±0.31a
38.6-40.1
(Linn 2000)
Keterangan: huruf superscript yang sama (a) pada baris yang sama menyatakan tidak adanya
perbedaan yang nyata (p>0.05) antar kelompok perlakuan.
Pengukuran Jantung pada Arah Pandang Dorsoventral
Radiograf arah pandang dorsoventral menunjukan gambaran radiografi
jantung dan pengukuran jantung yang dilakukan pada kelinci New Zealand White
(Gambar 8). Pada arah pandang dorsoventral, dari 11 gambaran radiografi yang
didapat umumnya jantung terlihat sedikit berada pada sisi kiri rongga toraks
dengan bentuk siluet jantung bulat (Gambar 8).
Gambar 8 Radiograf toraks kelinci New Zealand White pada arah pandang
dorsoventral. L = panjang maksimum jantung; W = lebar maksimum
jantung; dan T = lebar toraks.
11
Menurut Thrall (2002) pemeriksaan radiograf toraks dengan arah pandang
dorsoventral dipilih sebagai pemeriksaan jantung, karena posisi jantung lebih
dekat dengan sternum dan letak jantung mendekati posisi normal dalam toraks
ketika hewan berada pada posisi tubuh normal. Kondisi normal nilai ukuran besar
jantung terhadap rongga toraks pada arah pandang dorsoventral yaitu lebar
maksimum jantung (W) harus lebih kecil 2/3 dari lebar rongga toraks (T)
(O’Sullivan dan O’Grady 2004). Pengukuran ini sudah pernah dilakukan
sebelumnya pada mamalia lainnya seperti anjing, kucing dan kelelawar (Gardner
et al. 2007).
Tabel 2
Nilai parameter jantung kelinci pada arah pandang radiograf
dorsoventral (n=11)
Parameter (cm)
Kelompok
Perlakuan
Lebar toraks (T)
Panjang jantung (L) Lebar jantung (W)
A
4.20±0.27a
3.26±0.23a
5.78±0.36a
B
4.43±0.40a
3.30±0.36a
5.80±0.10a
C
4.40±0.17a
3.47±0.25a
6.03±0.35a
Rataan
4.32±0.29
3.33±0.26
5.85±0.30
Keterangan: huruf superscript yang sama (a) pada kolom yang sama menyatakan tidak adanya
perbedaan yang nyata (p>0.05) antar kelompok perlakuan.
Berdasarkan interpretasi radiograf pada kelinci, nilai ukuran lebar maksimum
jantung W=3.33 cm dan ukuran lebar rongga toraks T=5.85 cm (Tabel 2). Pada
penelitian ini, nilai total (T) sebesar 5.85 cm di kali 2/3 atau 2/3T dan di dapat nilai
yaitu 3.33<3.72, berarti masih dalam batas normal seperti mamalia lainnya. Hasil uji
statistik setiap parameter jantung yang diukur pada ketiga perlakuan menunjukkan
hasil tidak berbeda nyata (p>0.05) antar kelompok perlakuan yang ditunjukkan
dengan huruf superscript yang sama (Tabel 2).
Pengukuran Jantung pada Arah Pandang Left Laterolateral.
Radiograf arah pandang left laterolateral menunjukan gambaran radiografi
jantung dan pengukuran VHS yang dilakukan pada kelinci New Zealand White
(Gambar 9). Dari 11 gambaran radiografi yang didapat, umumnya sumbu
memanjang jantung membentuk sudut 45 derajat terhadap sternum. Bentuk siluet
jantung bulat, basis jantung mengarah ke craniodorsal, dan bagian apex jantung
berada pada garis tengah pertemuan diafragma dan sternum (Gambar 9).
Pemeriksaan radiograf toraks pada arah pandang left laterolateral berguna
untuk melihat gambaran jantung dan vaskularisasi darah (Smith 2009). Salah satu
pemeriksaan radiografi jantung pada posisi left laterolateral dengan penghitungan
Vertebrae Heart Size (VHS). Pada awalnya metode VHS dikembangkan sebagai
screening test untuk cardiomegaly, namun akhirnya metode VHS berfungsi
sebagai sarana terbaik untuk mendeteksi secara berkala ukuran jantung yang
diikuti dengan perkembangan penyakit jantung (Gardner et al. 2007).
12
Gambar 9 Pengukuran VHS kelinci New Zealand White pada arah pandang left
laterolateral toraks. Long axis (A) dan short axis (B) dibandingkan
dengan panjang ruas os vertebrae, dimulai dari tepi cranial tubuh
vertebrae thoracic ke-4 (VHS = A + B).
Interpretasi radiograf untuk penilaian vertebral heart size (VHS) 11 ekor
kelinci New Zealand White jantan pada arah pandang left laterolateral diuji
menggunakan rata-rata dan standar deviasi memberikan penilaian vertebral heart
size (VHS) yaitu 7.94±0.49 vertebrae (Tabel 3). Hasil penelitian sebelumnya oleh
Onuma et al. (2009) yang dilakukan pada 15 kelinci dengan berat badan ≥1,6 kg
diperoleh nilai VHS 7.99±0.58 vertebrae. Dapat disimpulkan bahwa hasil
penelitian sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai
kriteria penilaian yang berguna untuk mendeteksi dilatasi jantung. Hasil uji
statistik setiap parameter jantung yang diukur pada ketiga perlakuan menunjukkan
hasil tidak berbeda nyata (p>0.05) antar kelompok perlakuan yang ditunjukkan
dengan huruf superscript yang sama (Tabel 3).
Tabel 3
Nilai vertebral heart size (VHS) kelinci New Zealand White pada arah
pandang radiograf left laterolateral (n=11)
Parameter (v)
Kelompok
Perlakuan
Long axis (A)
Short axis (B) Vertebrae heart size (VHS)
A
B
C
4.32±0.16a
4.57±0.06a
4.17±0.40a
3.54±0.29a
3.77±0.45a
3.50±0.17a
7.86±0.36a
8.33±0.50a
7.67±0.57a
Rataan
4.35±0.26
3.59±0.30
7.94±0.49
Keterangan: huruf superscript (a) yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak adanya
perbedaan yang nyata (p>0.05) antar kelompok perlakuan.
Perbandingan Parameter Jantung
Radiograf arah pandang left laterolateral menunjukan gambaran radiografi
jantung dan pengukuran yang dilakukan pada kelinci New Zealand White untuk
13
dibandingkan dengan parameter lainnya (Gambar 10). Pada perbandingan
parameter jantung, data yang diuji sebagai distribusi data normal dihitung
berdasarkan rata-rata dan standar deviasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4
dan 5. Rasio yang paling efisien untuk memprediksi ukuran normal jantung adalah
rasio yang memiliki standar deviasi terendah (Gardner et al. 2007).
Gambar 10 Radiograf toraks kelinci New Zealand White pada arah pandang left
laterolateral. AB = panjang apicobasilar jantung; CD = lebar jantung
tegak lurus AB; R5-7 = jarak antara costae kelima dan tepi caudal
costae ketujuh, tegak lurus dengan os vertebrae; H = kedalaman
vertikal toraks dari ventral os vertebrae hingga dorsal os sternum yang
berbatasan dengan bifurcatio trakea.
Berdasarkan hasil yang didapat, dua rasio memiliki nilai rata-rata dan
standar deviasi terendah yaitu AB/H sebesar 1.00±0.07 pada arah pandang left
laterolateral (Tabel 4) dan L/W sebesar 1.30±0.08 yang diukur pada arah pandang
dorsoventral (Tabel 5). Rasio ini dianggap menjadi rasio terbaik untuk
memperkirakan dimensi jantung normal pada kelinci, karena kedua rasio tersebut
memiliki standar deviasi terendah dibandingkan dengan pengukuran rasio lainnya
(Gardner et al. 2007). Hasil uji statistik setiap rasio dari setiap parameter jantung
yang diukur pada ketiga perlakuan pada arah pandang left laterolateral dan
dorsoventral menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (p>0.05) antar kelompok
perlakuan yang ditunjukkan dengan huruf superscript yang sama (Tabel 4 dan 5).
14
Tabel 4
Perbandingan rata-rata dan standar deviasi untuk evaluasi radiografi
kelinci New Zealand White pada arah pandang left laterolateral
Rasio (cm)
Kelompok Perlakuan
AB/CD
AB/H
H/CD
AB/R5-7
A
1.24±0.11a
0.97±0.07a
1.21±0.14a
1.60±0.22a
B
1.24±0.16a
0.99±0.01a
1.23±0.15a
1.66±0.09a
C
1.23±0.09a
1.07±0.06a
1.32±0.02a
1.57±0.14a
Rataan
1.24±0.11
1.00±0.07
1.25±0.12
1.61±0.16
Keterangan: huruf superscript (a) yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak adanya
perbedaan yang nyata (p>0.05) antar kelompok perlakuan, AB: panjang apicobasilar
jantung; CD: lebar jantung tegak lurus AB (pengukuran diambil pada aspek terluas);
R5-7: jarak antara costae kelima dan tepi caudal costae ketujuh, tegak lurus dengan
os vertebrae; H: kedalaman vertikal toraks dari ventral os vertebrae hingga dorsal os
sternum yang berbatasan dengan bifurcatio trakhea.
Tabel 5
Perbandingan rata-rata dan standar deviasi untuk evaluasi radiografi
kelinci New Zealand White pada arah pandang dorsoventral
Rasio (cm)
Kelompok Perlakuan
T/W
L/W
A
1.78±0.17a
1.29±0.10a
B
1.77±0.17a
1.35±0.06a
C
1.75±0.13a
1.27±0.06a
Rataan
1.77±0.14
1.30±0.08
Keterangan: huruf superscript (a) yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak adanya
perbedaan yang nyata (p>0.05) antar kelompok perlakuan, L: panjang maksimum
jantung; W: lebar maksimum jantung; dan T: lebar toraks.
Perubahan nilai parameter yang diperoleh dapat terjadi pada kedua arah
pandang yaitu dorsoventeral dan left laterolateral apabila hewan mengalami suatu
kelainan pada jantung. Pada arah pandang dorsoventral, apabila terjadi
peningkatan panjang jantung (L) melebihi nilai normal menandakan terjadinya
pembesaran pada ventrikel kanan jantung. Pembesaran ventrikel kanan dapat
dijumpai pada hewan yang mengalami gagal jantung kanan, stenosis pulmonal,
tetralogi Fallot, dan kompleks Eisenmenger (Root dan Bahr 2002). Sedangkan
peningkatan lebar jantung (W) melebihi nilai normal terjadi bila ada pembesaran
pada atrium kiri, ventrikel kiri, dan ventrikel kanan. Pembesaran atrium kiri dapat
dijumpai pada hewan yang mengalami gagal jantung kiri, patent ductus arteriosus,
dan insufisiensi mitral. Pembesaran ventrikel kiri dapat dijumpai pada gagal
jantung kiri dan patent ductus arteriosus. Sedangkan adannya pembesaran
ventrikel kanan menandakan terjadinya gagal jantung kanan, stenosis pulmonal,
tetralogi Fallot, dan kompleks Eisenmenger (Root dan Bahr 2002).
Pada arah pandang left laterolateral, apabila terjadi peningkatan panjang
apicobasilar jantung (AB) melebihi nilai normal menandakan terjadinya
pembesaran pada ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Pembesaran ventrikel kanan
15
dapat dijumpai pada hewan yang mengalami gagal jantung kanan, stenosis
pulmonal, tetralogi Fallot, dan kompleks Eisenmenger. Sedangkan pembesaran
ventrikel kiri dapat dijumpai pada gagal jantung kiri dan patent ductus arteriosus
(Root dan Bahr 2002). Peningkatan lebar jantung (CD) melebihi nilai normal
terjadi bila ada pembesaran pada atrium kiri dan ventrikel kanan. Pembesaran
atrium kiri dapat dijumpai pada hewan yang mengalami gagal jantung kiri, patent
ductus arteriosus, dan insufisiensi mitral. Sedangkan pembesaran ventrikel kanan
menandakan terjadinya gagal jantung kanan, stenosis pulmonal, tetralogi Fallot,
dan kompleks Eisenmenger (Root dan Bahr 2002).
Gagal jantung kiri terjadi ketika curah (output) ventrikel kiri kurang dari
volume total darah yang diterima dari jantung kanan melalui sirkulasi pulmoner
sehingga mengakibatkan terjadinya bendungan di sirkulasi paru-paru dan tekanan
darah sistemik turun. Penyebab paling umum dari gagal ventrikel kiri adalah
infark miokard. Penyebab lain meliputi hipertensi sistemik, stenosis atau
insufisiensi aorta, dan kardiomiopati. Stenosis mitral dan insufisiensi mitral juga
dapat menyebakan gejala gagal jantung kiri.
Pada gambaran radiografi terlihat atrium kiri membesar, menyebabkan
carina menjadi miring akibat terjadinya perpindahan bronkus utama kiri ke arah
atas atau penonjolan ruang jantung ke posterior pada arah pandang laterolateral.
Ventrikel kiri memanjang, menyebabkan perpindahan basis jantung ke arah atas.
Pada tahap awal gagal jantung kiri, terbentuk edema pulmonal interstisial. Pada
awalnya merupakan penonjolan pembuluh darah pada lobus atas akibat
meningkatnya tekanan vena pulmonalis dan penyempitan pembuluh darah pada
lobus bawah. Seiring meningkatnya tekanan vena pulmonalis, terjadi edema
interstisialis dan cairan kemudian berkumpul di daerah interlobular dengan garis
septal di bagian perifer. Edema pulmonal alveolus juga terjadi ketika alveolus di
paru-paru yang seharusnya berisi udara, terisi oleh cairan yang merembes keluar
dari pembuluh darah paru akibat tekanan vena yang meningakat. Pada radiograf,
cairan yang melewati rongga alveolus (bayangan alveolus) terlihat kabur dan
gambaran berkabut pada region perihilar (Root dan Bahr 2002).
Gagal jantung kanan merupakan konsekuensi sekunder gagal jantung kiri
akibat peningkatan tekanan sirkulasi paru-paru pada gagal jantung kiri. Gagal
jantung kanan murni paling sering muncul bersama hipertensi pulmoner berat
kronis yang menghalangi aliran-aliran darah dari ventrikel kanan (cor pulmonale).
Pada radiograf arah pandang laterolateral, gagal jantung kanan ditandai dengan
pembesaran gambaran jantung kanan yang apex jantungnya tampak lebih bulat
dan terangkat ke atas. Kadang-kadang juga disertai dengan pembesaran atrium
kanan, terlebih jika ada regurgitasi katup trikuspidalis. Sedangkan pada arah
pandang dorsoventral, pembesaran ventrikel kanan terlihat menempel ke
hemitoraks kanan, membentuk tanda D terbalik. Selain itu vena cava terlihat
membesar pada kedua arah pandang, yaitu laterolateral dan dorsoventral (Root
dan Bahr 2002).
Patent ductus arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus
(arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama
kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta yang bertekanan
tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. Pada gambaran radiografi
terlihat ada pembesaran lengkung aorta, yang menyebabkan percabangan antara
jantung dan vena cava cranialis terlihat membulat pada arah pandang leterolateral
16
dan siluet jantung terlihat memanjang pada arah pandang dorsoventral (Root dan
Bahr 2002).
Stenosis pulmonal adalah suatu keadaan terdapatnya obstruksi anatomis
atau penyempitan pada jalan keluar ventrikel kanan yang menyebabkan terjadinya
perbedaan tekanan antara ventrikel kanan dan kiri. Obstruksi yang menghalangi
aliran darah menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan dan penurunan aliran darah
paru-paru. Stenosis pulmonal dapat terjadi pada bagian supravalvular (sesudah
katup), valvular (pada katup), dan subvalvular (sebelum katup).
Pada gambaran radiografi terlihat penonjolan pulmonal karena adanya
dilatasi batang arteri pulmonalis poststenosis pada arah pandang dorsoventral.
Pada arah pandang laterolateral, batas antara jantung dan vena cava cranialis
kadang-kadang terlihat membulat karena adanya pembesaran atrium kanan dan
dilatasi arteri pulmonalis. Sedangkan pada kedua arah pandang, terlihat adanya
pembesaran jantung dengan apex yang terangkat, menandakan adanya hipertrofi
ventrikel kanan. Pengaruh jangka panjang dari stenosis pulmonal meliputi
dyspnea, exercise intolerance, dan tanda-tanda radiografi dari gagal jantung kanan
sesuai dengan tingkat keparahan obstruksi yang terjadi (Root dan Bahr 2002).
Insufisiensi mitral atau regurgitasi mitral adalah kelainan katup mitral yang
ditandai dengan aliran balik (regurgitasi) sebagian volume darah dari ventrikel kiri
menuju atrium kiri. Pada insufisiensi mitral, aliran darah saat sistol terbagi dua
yaitu sebagian ke aorta dan sisanya ke atrium kiri. Pada gambaran radiografi
terlihat adanya pembesaran atrium kiri karena peningkatan beban volume atrium
kiri. Ventrikel kiri juga mengalami pembesaran, menyebabkan apex jantung
bergeser ke lateral. Seperti yang terjadi pada gagal jantung kiri, pada insufisiensi
mitral juga terjadi penonjolan pembuluh darah paru, edema pulmonal interstitial,
dan edema pulmonal alveolus (Root dan Bahr 2002).
Tetralogi Fallot adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Kelainan
yang terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari
bagian infundibulum septum intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel)
dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama besar dengan lubang aorta.
Tetralogi Fallot ditandai dengan empat kelainan anatomi yaitu (1) defek septum
ventrikel yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel; (2) stenosis
pulmonal, terjadi karena penyempitan katup pembuluh darah yang keluar dari
ventrikel kanan menuju paru, selain itu bagian otot dibawah katup juga menebal
dan menimbulkan penyempitan; (3) aorta overriding, terjadi ketika pembuluh
darah utama yang keluar dari ventrikel kiri mengangkang sekat ventrikel,
sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari ventrikel kanan; (4) hipertrofi
ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan
tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal.
Kelainan yang ditemukan pada gambaran radiografi yaitu adanya
pembesaran ventrikel kanan yang menandai adanya hipertrofi ventrikel kanan dan
pembesaran ventrikel kiri palsu karena adanya perpindahan ke arah kiri dari apex
jantung. Dilatasi poststenosis dari batang arteri pulmonalis mungkin terlihat juga
pada gambaran radiografi (Root dan Bahr 2002).
Kompleks Eisenmenger adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah di arteri pulmonalis dan aliran yang abnormal dalam
jantung. Bentuk paling sederhana dari morfologi kompleks Eisenmenger
digambarkan dengan kelainan anatomi yang terdiri dari aorta overriding, defek
17
septum ventrikel, dan hipertrofi ventrikel kanan. Umumnya kompleks
Eisenmenger disebabkan oleh defek septum ventrikel, yang memungkinkan darah
untuk mengalir dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Peningkatan aliran darah
dan tekanan darah di paru-paru menyebabkan kerusakan yang progresif pada
pembuluh darah kecil di paru-paru. Seiring waktu, pembuluh-pembuluh darah ini
akan menebal atau menjadi tersumbat sehingga aliran darah dari paru-paru
terhambat menyebabkan darah yang kurang mengandung oksigen dipompa
keseluruh tubuh. Gambaran Radiografi seperti pada tetralogi Fallot yaitu ventrikel
kanan membesar yang menandai adanya hipertrofi ventrikel kanan (Root dan Bahr
2002).
Efek agen anestesi pada fungsi jantung harus dipertimbangkan juga ketika
melakukan pengukuran jantung. Anestesi memiliki efek besar pada frekuensi
jantung, kontraktilitas otot jantung, dan mungkin pada dimensi jantung. Pada
pemeriksaan echocardiography, peningkatan dimensi jantung akibat pengaruh
kombinasi xylazine-ketamine sudah dilaporkan pada anjing oleh Soesatyoratih
(2011) dan kemungkinan dapat terjadi juga pada dimensi jantung kelinci. Xylazine
yang termasuk pada golongan alpha-2 adrenoreceptor mempunyai efek
mendepres sistem kardiovaskular melalui efek xylazine pada alpha-2 reseptor
yang menghambat pelepasan norepinephrin melalui penekanannya pada sistem
saraf simpatis mengakibatkan penurunan kontraktilitas otot jantung. Penurunan
kontraksi otot jantung ini mengakibatkan perluasan dari dimensi interna ruang
ventrikel sehingga ventrikel lebih banyak menampung darah dari atrium dan
jantung akan memompakan darah keluar sesuai dengan jumlah darah yang masuk,
sedangkan ketamine mempunyai efek menstimulasi sistem saraf simpatis
mengakibatkan terjadinya peningkatan kontraksi otot jantung. Jika ketamine
dikombinasikan dengan alpha-2 agonis seperti xylazine maka akan terjadi
penurunan efek dari ketamine (Seymour dan Novakovski 2007)
Dampak dari pemberian kombinasi xylazine-ketamine adalah terjadinya
penurunan frekuensi jantung, peningkatan dimensi internal ruang ventrikel
jantung pada saat diastol maupun sistol yang diikuti oleh peningkatan dari stroke
volume (Soesatyoratih 2011). Kelinci yang diamati pada penelitian tidak terjadi
peningkatan dimensi internal jantung ruang ventrikel jantung pada saat diastol
maupun sistol karena radiografi hanya berupa siluet jantung yang tidak
menunjukkan jantung diastol maupun sistol. Hasil uji statistik dari ketiga
perlakuan tidak berbeda nyata (p>0.05) sehingga peningkatan dosis ketamine
kemungkinan tidak mempengaruhi dimensi internal ruang ventrikel jantung pada
saat diastol maupun sistol.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil pengukuran jantung kelinci New Zealand White diperoleh nilai VHS
sama dengan hasil penelitian sebelumnya dan nilai ukuran besar jantung terhadap
rongga toraks menunjukkan nilai normal. Rasio terbaik untuk memperkirakan
18
dimensi jantung normal pada arah pandang left laterolateral adalah long axis
dibandingkan dengan kedalaman vertikal toraks, sedangkan pada arah pandang
dorsoventral adalah panjang jantung dibandingkan dengan lebar jantung.
Saran
Pemeriksaan jantung melalui radiografi toraks dapat dilakukan pada hewan
yang memiliki kelainan gangguan jantung. Selain itu, perlu dilakukan
pemeriksaan status kesehatan selain pemeriksaan fisik, seperti pemeriksaan
echocardiography serta pemeriksaan hematologi dan biokimia darah.
DAFTAR PUSTAKA
Bonagura DJ. 2000. Cardiovascular Radiography. Di dalam Birchard JS,
Sherding RG. Saunders Manual of Small Animal Practice. 2nd edition. St.
Louis, Missouri: W.B. Saunders Co.
Buchanan JW, Bücheler J. 1995. Vertebral scale system to measure canine heart
size in radiographs. Journal of the American Veterinary Medical Association
206:194–199.
Corwin EJ. 2001. Buku Radiografi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Gardner A, Thompson MS, Fontenot D, Gibson N, Heard DJ. 2007. Radiographic
evaluation of cardiac size in flying fox species (Pteropus rodricensis, P.
hypomelanus, and P. vampyrus). Journal of Zoo and Wildlife Medicine 38 (2):
192-200.
Ghadiri A, Reza A, Abdolrahman R, Ali Y. 2007. Radiographic measurement of
vertebral heart size in healthy stray cats. Journal of Feline Medicine and
Surgery 10: 61-65.
Goaz PW, White SC. 1994. Oral Radiology Principles and Interpretation. 3rd
edition. St.louis: The CV. Mosby Company.
Gülanber EG, Gönenci R, Kaya Ü, Aksoy Ö, Biricik HS. 2005. Vertebral scale
system to measure heart size in thoracic radiographs of shepherd (kangal) dogs.
Turkish Journal of Veterinary & Animal Science 29:723-726.
Harcourt F, Brown. 2002. Textbook of Rabbit Medicine. Edinburg: Butterworth
Heinmenn.
Kleine LJ. 1994. Radiology of Acute Abdominal Disorders in the Dog and Cat. Di
dalam Moon M: The Compendium Collection; Radiology in Practice. New
Jersey, Trenton: Veterinary Learning System Co.
Linn JM. 2000. Laboratory Animal Medicine and Science Series II. Washington:
University of Washington.
Litster A, Clarke A, Rick A, James B. 2005. Radiographic cardiac size in cats and
dogs with heartworm disease compared with reference values using the
vertebral heart scale method: 53 cases. Journal of Veterinary Cardiology 7: 3340.
19
Morgan JP, Wolvekamp P. 2004. Atlas of Radiology of the Traumatized Dog and
Cat. 2nd edition. Hannover: Schlütersche Verlagsgesellschaft mbH.
Onuma M, Ono S, Ishida T, Shibuya H, Sato T. 2009. Radiographic measurement
of cardiac size in 27 rabbits. Journal of Veterinary Medical Science 72(4): 529531.
O'Sullivan ML, O'Grady MR. 2004. Clinical Evaluation of Heart Disease. VetGo.
[Internet]. [diunduh 2012 Agu 3]. Tersedia pada: http://vetgo.com/cardio/
concepts/concsect.php?sectionkey=2&section=Clinical%20Evaluation%20of%
20Heart%20Disease.
Owens MJ, Biery ND. 1999. Radiographic Interpretation for the Small Animal
Clinician. 2nd edition. Pennsylvania: Williams & Wilkins.
Reed AB. 2011. The history of radiation use in medicine. Journal of Vascular
Surgery 53(1): 3S-5S.
Root CR, Bahr RJ. 2002. The Heart and Great Vessels. Di dalam Thrall DE:
Texsbook of Veterinary Diagnostic Radiology. 4th edition. London: WB
Saunders Co.
Santoso U, Sutarno. 2010. Slaughter weight and carcass of male New Zealand
White rabbits after rationing with koro bean (Mucuna pruriens var. utilis).
Bioscience 1 (3): 117-122.
Seymour C, Novakovski TD. 2007. Manual of Canine and Feline Anaesthesia
and Analgesia. Gloucester: BSAVA.
Smith FWK. 2009. Thoracic Radiography of Cardiac Disease. 81st Western
Veterinary Conference 1:26-27
Soetikno RD, Derry. 2011. Kesesuaian antara foto toraks dan mikroskopis sputum
pada evaluasi respons pengobatan tuberculosis paru setelah enam bulan
pengobatan. Majalah Kedokteran Bandung 43(3): 140-5.
Tayal R. 2004. Radiographic Diagnosis in Pet Practice. Di dalam Chander S:
Compendium of Training Pet Animal Practices. Hisar: CCS Haryana
Agricultural University.
Thrall DE, Widmer WR. 2002. Phisics and Principle of Interpretation. Di dalam
Thrall DE: Textbook of Vetrinary Diagnostic Radiology. 4th edition. London:
WB Saunders Co.
Thrall DE. 2002. Texsbook of Veterinary Diagnostic Radiology. 4th edition.
London: WB Saunders Co.
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 14 Mei 1989 dari ayah yang
bernama Drs. Aja Supriatna dan ibu yang bernama Mamay Sukmaya. Penulis
merupakan putra pertama dari dua bersaudara.
Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SDN 1 Cikatomas pada tahun
1996-2002, kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Cikatomas tahun 20022005. Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMAN 1 Cikatomas dan
lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai
mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi
Masuk IPB).
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan dan
organisasi kemahasiswaan, seperti aktif dalam Himpunan Profesi Satwaliar FKH
IPB (2009-sekarang). Penulis pernah tercatat sebagai Asisten Praktikum Mata
Kuliah Ilmu Bedah Umum Veteriner dan Radiologi Veteriner.
Download