1 MANAJEMEN EKOSISTEM: PEKARANGAN LUMBUNG PANGAN KELUARGA (smno.tnh.fpub) URGENSI LUMBUNG PANGAN Lumbung pangan dapat merupakan sejenis bangunan yang digunakan menyimpan bahan pokok. Pembangunan lumbung pangan akan disesuaikan dengan karakter wilayah itu, tidak harus menyimpan beras. Memasuki bulan Juli, di sejumlah daerah sentra produksi pertanian seringkali mengalami kekeringan. Petani yang menanam padi pada musim tanam gadu (musim kedua) mulai ketar-ketir. Karena berbeda dengan tanaman lainnya, tanaman padi memerlukan air yang banyak (diperlukan 1.900 liter hingga 5.000 liter air untuk produksi satu kilogram padi). Pasokan air yang kurang di masa fase vegetatif akan membuat pertumbuhan padi terganggu yang pada gilirannya akan memperburuk hasil panen. Untuk menghindari risiko itu, petani bisa serta-merta diminta mengganti tanaman padi dengan tanaman palawija yang tidak memerlukan banyak air. Jenis tanaman itu mudah rusak, harganya fluktuatif, dan relatif tak ada jaminan. Pada gilirannya, kekeringan akan menurunkan hasil panen, bahkan membuat panen puso, dan akan mengancam target produksi tanaman. Dari sudut pertanian, kekeringan jauh lebih menekan daripada banjir, terutama karena periode waktunya. Banjir sampai batas tertentu, masih bisa dikendalikan dan saatnya pendek, apalagi jika drainase baik. Di pihak lain, kekeringan membuat kebutuhan air tanaman dan makhluk hidup lain menjadi sangat terbatas, itu pun periodenya sangat panjang. Kekeringan bisa mengancam daerah mana saja, sehingga berdampak lebih luas dan lama. Oleh karena itu, mengurangi dampak tekanan dari kekeringan jadi penting. Secara historis, Indonesia telah berulangkali mengalami peristiwa kekeringan yang serius. Sayangnya, berbagai peristiwa tersebut kurang terdokumentasikan dengan baik. Salah satu kasus kekeringan yang mengesankan terjadi pada awal 1970-an yang menimpa daerah-daerah gudang beras penting di Indonesia, seperti Kabupaten Karawang, Jabar. Akibatnya insiden kelaparan meluas di tengah masyarakat, terutama menimpa mereka yang vulnerable dan berpendapatan rendah. Kekeringan akibat El Nino menelan korban cukup banyak terjadi pada 1997/1998. Saat itu sekitar lima ratus orang di pedalaman Papua meninggal dunia. Karena kegagalan panen, sekelompok masyarakat di Lampung terpaksa mengganti menu pokok beras dengan tiwul, bahkan minum tuba. Berbagai dampak merugikan akibat kekeringan itu menyadarkan kita bila negara ini belum memiliki sistem ketahanan pangan (food security) yang bisa diandalkan. Kelaparan terjadi selain karena kemiskinan juga karena masyarakat tidak memiliki sistem penyangga ketersediaan pangan untuk menghadapi berbagai situasi sulit. Bulog, lumbung pangan modern sebagai ujung tombak ketahanan pangan, sering tidak berdaya meskipun sudah banyak sumberdaya, dana, waktu, dan fasilitas dicurahkan untuk membentuk cadangan pangan. Tidak bisa dimungkiri, lumbung desa telah lama dikenal sebagai institusi cadangan pangan di pedesaan dan sebagai penolong petani di masa 2 paceklik. Dengan fungsi konvensionalnya, lumbung desa telah membantu meningkatkan ketahanan pangan masyarakat dalam skala kecil. Sayangnya, sepanjang periode orde baru, akibat kebijakan pangan (beras) murah, terjangkau semua orang dan tersedia setiap saat, institusi yang sebetulnya hidup dan dipelihara turun-temurun itu lenyap ditelan waktu. Masyarakat merasa tidak perlu lagi menyisihkan dan menyimpan sebagian panenya di lumbung desa. Cuma, gagasan untuk menghidupkan kembali institusi lumbung desa saat ini bukan pekerjaan mudah. Identifikasi kondisi lumbung pangan masyarakat desa (LPMD) di berbagai daerah menunjukkan jika LPMD belum bisa diandalkan sebagai lembaga yang mampu menyerap marketable plus di saat panen raya. Apalagi diharapkan sebagai stabilitas cadangan pangan masyarakat dan membantu mengamankan harga gabah dari kejatuhan. Modal awal LPMD hanya dihimpun sekali dalam bentuk natura (gabah). Berikutnya tidak pernah ada aktivitas penyimpanan (setor), yang ada adalah jasa peminjaman dalam bentuk natura dan dikembalikan dalam bentuk natura. Penggunaan jasa pinjaman selain untuk akumulasi modal, susut, dan jasa pengurus serta anggota, juga dipakai untuk kegiatan sosial seperti mengatasi musibah. Dengan kata lain, dalam pengelolaannya LPMD masih menggunakan sistem natura, dan bukan uang. Ciri lain yang melekat, hampir semua LPMD masih berorientasi sosial. Seiring makin menurunnya peran Bulog dalam pembentukkan cadangan pangan nasional, maka langkah merevitalisasi LPMD menjadi institusi penyangga cadangan pangan menjadi amat strategis. Revitalisasi LPMD menjadi lembaga perekonomian desa harus dilakukan secara bertahap. Mula-mula LPMD yang sudah ada dan bersifat sosial dapat ditingkatkan menjadi LPMD sederhana yang kokoh. Selanjutnya, LPMD itu harus difasilitasi menjadi lumbung pangan yang modern seperti yang ada di negara-negara maju. Cikal-bakal lumbung pangan demikian sudah ada di Sumatera Selatan. Dengan prinsip saling percaya. Pengusaha penggilingan padi memberikan fasilitas gudang gratis kepada petani. Lewat cara ini, pengusaha bisa menjaga pasokan beras sesuai kebutuhan pasar, sehingga harga gabah/beras terkendali. Ujung-ujungnya, bukan saja pengusaha yang untung, petani juga tidak merugi akibat kejatuhan harga di saat panen raya. Dengan bukti kepemilikan gabah di gudang, petani juga bisa mendapatkan kredit dari pengusaha dan pihak lain. Di Lampung jauh lebih maju. Dengan mengantongi sertifikat kepemilikan kopi di gudang dari surveyor, petani kopi di sana dengan mudah bisa mendapatkan fasilitas kredit off-shore berbunga ringan dari institusi perbankan di London. Untuk mengembangkan lumbung pangan modern, yang penting bukan cuma institusi fisik, tapi juga soal manajemennya. Intinya, pengelolaan lumbung pangan modern menyangkut tiga hal penting, yaitu pengelolaan risiko, bursa komoditas, dan prinsip saling kepercayaan. Lumbung pangan itu bukan hanya untuk mengelola komoditas yang punya daya simpan panjang seperti beras dan kopi atau biji-bijian, tapi juga komoditas yang mudah dan cepat busuk seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. 3 Aneka pangan hasil pertanian PEKARANGAN, LUMBUNG PANGAN KELUARGA Menurut arti katanya, pekarangan berasal ari kata “karang” yang berarti halaman rumah (Poerwodarminto, 1976). Sedangkan secara luas, batasan pengertian pekarangan adalah: “Pekarangan adalah tanah di sekitar perumahan, kebanyakan berpagar keliling, dan biasanya ditanami padat dengan beraneka macam tanaman semusim maupun tanaman tahunan untuk keperluan sendiri sehari-hari dan untuk diperdangkan. Pekarangan kebanyakan slng berdekaan, dan besama-sama membentuk kampung, dukuh, atau desa”. 4 Batasan lain, adalah pekarangan sebagai suatu ekosistem: “Pekarangan adalah sebidang tanah darat yang terletak langsung di sekitar rumah tinggal dan jelas batas-batasannya, ditanami dengan satu atau berbagai jenis tanaman dan masih mempunyai hubungan pemilikan dan/atau fungsional dengan rumah yang bersangkutan. Hubungan fungsional yang dimaksudkan di sini adalah meliputi hubungan sosial budaya, hubungan ekonomi, serta hubungan biofisika”. (Danoesastro, 1978). Pekarangan adalah sebidang tanah di sekitar rumah yang mudah di usahakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga. Pekarangan sering juga disebut sebagai lumbung hidup, warung hidup atau apotik hidup. Dalam kondisi tertentu, pekarangan dapat memanfaatkan kebun/rawa di sekitar rumah. Pemanfaatan Pekarangan adalah pekarangan yang dikelola melalui pendekatan terpadu berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan, sehingga akan menjamin ketersediaan bahan pangan yang beranekaragam secara terus menerus, guna pemenuhan gizi keluarga. Pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak di sekitar rumah dan umumnya berpagar keliling. Di atas lahan pekarangan tumbuh berbagai ragam tanaman. Bentuk dan pola tanaman pekarangan tidak dapat disamakan, bergantung pada luas tanah, tinggi tempat, iklim, jarak dari kota, jenis tanaman. Pada lahan pekarangan tersebut biasanya dipelihara ikan dalam kolom , dan hewan piaraaan seperti ayam, itik, kambing, domba, kelinci, sapi dan kerbau. Keragaman tumbuhan dan bintang piaraan inilah yang menciptakan pelestarian lingkungan hidup pada pekarangan. Lahan pekarangan beserta isinya merupakan satu kesatuan kehidupan yang saling menguntungkan. Sebagian dari tanaman dimanfaatkan untuk pakan ternak, dan sebagian lagi untuk manusia, sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang untuk menyuburkan tanah pekarnagn. Dengan demikian, hubungan antara tanah, tanaman, hewan piaraan, ikan dan manusia sebagai unit-unit di pekaranagn merupakan satu kesatuan terpadu. Pekarangan dengan aneka jenis tanaman 5 Fungsi Ekosistem Pekarangan sebagai berikut : 1. Fungsi Lumbung Hidup Untuk menghadapi musim paceklik, pekarangan biasanya dapat membantu penghuninya menyediakan sumber pangan yang hidup (lumbung hidup) seperti : tanaman palawija, tanaman pangan dan hortikultura, hasil binatang peliharaan, dan ikan 2. Fungsi Warung Hidup Pekarangan menyediakan berbagai jenis tanaman dan binatang peliharaan yang setiap saat siap dijual untuk kebutuhan keluarga pemiliknya. Tanaman sayuran di pekarangan belakang rumah 3. Fungsi Apotik Hidup Pekarangan menyediakan berbagai jenis tanaman obat-obatan, misalnya sembung, jeruk nipis, kunir, kencur, jahe, kapulaga dan sebagainya. Tanaman tersebut dapat digunakan untuk obatobatan tradisional yang tidak kalah khasiatnya dengan obatobatan yang diproduksi secara kimiawi. 4. Fungsi Sosial Lahan pekarangan yang letaknya berbatasan dengan tetangga biasanya digunakan untuk ngumpul-ngumpul hajatan, tempat bermain, berdiskusi, dan kegiatan social lainnya. Hasil pekarangan biasanya saling ditukarkan dengan hasil pekarangan tetangga untuk menjalin keeratan hubungan social. 5. Fungsi Sumber Benih dan Bibit. Pekarangan yang ditamani berbagai jenis tanaman dan untuk memelihara ternak atau ikan mampu menyediakan benih atapun bibit baik berupa biji-bijian, stek, cangkok, okulasi maupun bibit ternak dan benih ikan. 6. Fungsi Pemberian Keasrian Pekarangan yang berisi berbagai jenis tanaman, baik tanaman merambat, tanaman perdu maupun tanaman tinggi dan besar, dapat menciptakan suasana asri dan sejuk. 6 7. Fungsi Pemberi Keindahan Pekarangan yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman bungabungaan dan pagar hidup yang ditata rapi akan memberi keindahan dan ketenangan bagi penghuninya. Lahan pekarangan dapat ditanami dengan aneka jenis tanaman, seperti tanaman hias, tanaman pangan, buah dan sayuran, seperti singkong, terong, pepaya, tomat, pisang,dll. Pekarangan juga dapat ditanami dnegan aneka tanaman ubi-ubian yang tahan bertahun-tahun dan adaptif dengan segala musim dan cuaca, semacam suweg, iles-iles, ketela, gadung, ganyong, jelarut (garut), dan sebagainya. Berbagai jenis tanaman tersebut dapat dijadikan sumber pangan alternatif, karena rasa dan gizinya cukup baik, bahkan kalau sudah memungkinkan kita dapat lebih berdaulat atas pangan kita. Dengan beraneka tanaman pangan, buah-buahan serta sayuran, maka pekarangan kita bisa menjadi sumber gizi keluarga yang murah. Lahan pekarangan dengan tegakan kayu dan umbi-umbian Di pekarangan juga dapat dipelihara hewan ternak dan ikan, seperti ikan, kelinci, ayam, dan sebagainya sebagai sumber protein hewani yang murah. Pekarangan juga dapat dioptimalkan pemanfaatannya dengan tanaman apotek hidup atau tanaman obat keluarga (toga) yang memudahkan kita memperoleh obat alami. Tanaman obat sekaligus sebagai bumbu dapur sejenis empon-empon, semacam jahe, kencur, lengkuas, kunyit, juga tanaman sirih, cabe, kapulaga, dan sebagainya dapat menjadi pilihan. Manfaatnya bukan saja sebagai penghasil obat dan bumbu, melainkan juga akan memberikan suasana asri dan nilai estetika yang tak ternilai. 7 Menggarap lahan pekarangan FUNGSI PEKARANGAN Fungsi Hubungan SOSIAL BUDAYA Ditinjau dari segi sosial budaya, dewasa ini nampak ada kecenderungan bawa pekarangan dipandang tidak lebih jauh dari fungsi estetikanya saja. Pandangan seperti ini nampak pada beberapa anggota masyarakat pedesaan yang elah “maju”, terlebih pada masyarakat perkotaan. Yaitu, dengan memenuhi pekarangannya dengan tanaman hias dengan dikelilingi tembok atau pagar besi dengan gaya arsitektur “modern”. Namun, bagi masyarakat pedesaan yang masih “murni”, justru masih banyak didapati pekarangan yang tidak berpagar sama sekali. Kalaupun berpagar, selalu ada bagian yang masih terbka atau diberi pinu yang mudah dibuka oleh siapapun dengan maksud untuk tetap memberi keleluasaan bagi masyarakat umum untuk keluar masuk pekarangannya. Nampaknya, bagi masyarakat desa, pekarangan juga mempunyai fungsi sebagai jalan umum (lurung) antar tetangga, atar kampung, antar dkuh, ahkan antar desa satu dengan yang lainnya. Di samping itu, pada setiap pekarangan terdapat”pelataran” (Jawa) yang dapat dipergunakan sebagai tempat bemain anak-anak sekampung. Adanya kolam tempat mandi atau sumur di dalam pekarangan, juga dapat dipergunakan oleh orang-orang sekampung dengan bebas bahkan sekaligus merupakan tempat pertemuan mereka sebagai sarana komunikasi masa. Bagi masyarakat desa, pekarangan bukanlah milik pribadi yang ”eksklusif”, melainkan juga mempunai fungsi sosial budaya di mana anggota masyarakat (termasuk anak-anak) dapat bebas mempergunakannya untuk keperluan-keperluan yang bersifat sosial kebudayaan pula. 8 Fungsi Hubungan EKONOMI Selain fungsi hubungan sosial budaya, pekarangan juga memiliki fungsi hubungan ekonomi yang tidak kecil artinya bagi masyarakat yang hidup di pedesaan. Sedikitnya ada empat fungsi pokok yang dipunyai pekarangan, yaitu: sebagai sumber bahan makanan, sebagai penhasil tanaman perdagangan, sebagai penghasl tanaman rempah-rempah atau obat-obatan, dan juga sumber bebagai macam kayu-kayuan (untuk kayu nakar, bahan bangunan, maupun bahan kerajinan). Tabel 1. Daftar berbagai macam tanaman di pekarangan petani di kelurahan Sampel, dikelompokkan menurut fungsinya. No. I Golongan Tanaman Sumber bahan makanan tambahan : 1. Tanaman karbohdrat 2. 3. II III IV Tanaman sayuran Buah-buahan 4. Lain-lain Tanaman perdagangan Rempah-rempah, obat-obatan. Kayu-kayuan: 1. Kayu bakar 2. Bahan bangunan 3. Bahan kerajinan Sumber: Danoesastro, 1978. Macam Tanamannya Ubikayu, ganyong, uwi, gembolo, tales,garut dll. Mlinjo, koro, nangka, pete. Pepaya, salak, mangga, jeruk, duku, jambu, pakel, mundu, dll. Sirih. Kelapa, cengkeh, rambutan. Jahe, laos, kunir, kencur, dll. Munggur, mahoni, lmtoro. Jati, sono, bambu, wadang. Bambu, pandan, dll. Bagi masyarakat pedesaan, pekarangan dapat dipandang sebagai “lumbung hidup” yang tiap tahun diperlukan untuk mengatasi paceklik, dan sekaligus juga merupakan “terminal basis” atau pangkalan induk yang sewaktu-waktu dapat dimabil manfaatnya apabila usahatani di sawah atau tegalan mengalami bencana atau kegagalan akibat serangan hama/penyakit, banjir, kekeringan dan bencana alam yang lain. 9 Kandang ternak di pekarangan belakang rumah Fungsi Hubungan BIOFISIKA Pada pandangan pertama, bagi orang “kota” yang baru pertama kali turun masuk desa, akan nampak olehnya sistem pekarangan yang ditanami secara acak-acakan dengan segala macam jenis tanaman dan sering pula menimbukan kesan “menjijikkan” karena adanya kotoran hewan ternak di sana sini. Keadaan seperti ini adalah merupakan manifestasi kemanunggalan manusia dengan lingkungannya sebagaimana yang telah diajarkan nenek moyangnya. Dalam teori kebatinan Jawa, disebutkan bahwa sesuatu yang ada dan yang hidup pada pokoknya satu dan tunggal. Bahkan, justru pola pengusahaan pekarangan seperti itulah ternyata, yang secara alamiah diakui sebagai persyaratan demi berlangsungnya proses daur ulang (recycling) secara natural (alami) yang paling efektif dan efisien, sehingga pada kehidupan masyarakat desa tidak mengenal zat buangan. Apa yang menjadi zat buangan dari suatu proses, merupakan sumberdaya yang dipergunakan dalam proses berikutnya yang lain. Sebagai contoh, segala macam sampah dan kotoran ternak dikumpulkan menjadi kompos untuk pupuk tanaman. Sisa dapur, sisa-sisa makanan, kotoran manusia dan ternak dibuang ke kolam untuk dimakan ikan. Ikan dan hasil tanaman (daun, bunga, atau buahnya) dimakan manusia, kotoran manusia dan sampah dibuang ke kolam atau untuk kompos, demikian seterusnya tanpa berhenti dan berulang-ulang. Dengan demikian kalaupun dalam proses kemajuan peradaban manusia ada sesuatu yang perlu diperbaki seperti: pembuatan jamban Keluarga di atas kolam, sistem daur ulang yang tidak baik dan efisiensi harus tetap terjaga kelangsungannya. KEGIATAN PEMANFAATAN PEKARANGAN Pekarangan sebagian besar hanya dimanfaatkan sebagai penunjang konsumsi sehari-hari serta belum banyak mempehatikan aspek keragaman 10 dan budidaya. Untuk mensinergikan antara potensi pekarangan yang ada dengan permasalahan pangan dan gizi yang terjadi, maka fungsi pemanfaatan pekarangan perlu ditingkatkan lagi, baik dipedesaan maupun di perkotaan. Lahan pekarangan yang dikelola secara optimal dapat memberikan manfaat bagi rumah tangga dan keluarga yang mengelolanya. Lahan pekarangan yang dikelola dengan baik dapat memberikan manfaat antara lain adanya peningkatan gizi keluarga, tambahan pendapatan keluarga, lingkungan rumah asri, teratur, indah dan nyaman. Aneka jenis tanaman dapat tumbuh di pekarangan. Tujuan dari pemanfaatan pekarangan adalah : 1. Memenuhi kebutuhan gizi mikro keluarga secara berkesinambungan melalui pemanfaatan pekarangan. 2. Meningkatkan ketrampilan keluarga tani-nelayan dalam budidaya tanaman, ternak dan ikan serta pengolahannya dengan teknologi tepat guna. 3. Meningkatkan pendapatan keluarga tani-nelayan mellui kerjasama pemanfaatan pekarangan dengan berkelompok dalam skal usaha ekonomi. Pemanfaatan pekarangan dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan ditingkat rumah tangga dan tercapainya penurunan kemiskinan melalui pemberdayaan keluarga. Ditinjau dari potensi sumberdaya wilayah, sumberdaya alam Indonesia memiliki potensi ketersediaan pangan yang beragam dari satu wilayah ke wilayah lainnya, baik sebagai sumber karbohidrat maupun protein, vitamin dan mineral, yang berasal dari kelompok 11 padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, sayur dan buah serta biji berminyak. Realisasi konsumsi 4 (empat) kelompok pangan lazimnya masih di bawah anjuran, yaitu : umbi-umbian 46%, pangan hewani 31%, kacangkacangan 47%, serta sayur dan buah 49% (SUSENAS, 1999). Hal ini terjadi karena pendapatan masyarakat yang berkurang, baik daya beli maupun nominalnya, serta pengetahuan terhadap pangan dan gizi masih terbatas. Untuk meningkatkan gizi keluarga, dapat dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia di lingkungannya. Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat tersebut di atas adalah dengan pemanfaatan pekarangan yang dikelola oleh keluarga sehingga mudah untuk pemeliharaan dan pemanenan hasilnya. Lahan pekarangan sudah lama dikenal dan memiliki fungsi multiguna. Fungsi pekarangan adalah untuk menghasilkan : (1) bahan makan sebagai tambahan hasil dari lahan sawah dan tegalan; (2) sayuran dan buah-buahan; (3) unggas, ternak kecil dan ikan; (4) rempah, bumbu-bumbu dan wangiwangian; (5) bahan kerajinan tangan; dan (7) uang tunai. Pekarangan sebagai lumbung pangan keluarga Usaha budidaya di pekarangan jika dikelola secara intensif sesuai dengan potensi pekarangan, dapat memenuhi sebagian kebutuhan konsumsi rumah tangga, juga dapat memberikan sumbangan pendapatan bagi keluarga sekitar 5% sampai dengan 40%. 12 Lokasi dan Kelompok Sasaran Untuk keberhasilan pelaksanaan model pemanfaatan pekarangan, perlu diperhatikan mekanisme penentuan lokasi dan kelompok tani sebagai sasaran program sebagai berikut : Lokasi Kegiatan Kriteria lokasi kegiatan adalah sebagai berikut : Berada di daerah rawan pangan dan gizi Daerah miskin. Sasaran Kelompok Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kelompok secara partisipatif. Kelompok tumbuh dari, oleh dan untuk kepentingan para petani sendiri. Dengan berkelompok tumbuh kekuatan gerak dari para warga dengan prinsip keserasian, dan kepemipinan dari mereka sendiri. Kriteria kelompok peserta program adalah sebagai berikut : Sebagian besar anggotanya merupakan keluarga tani miskin. Berdomisili di desa/kecamatan rawan gizi. Bila kelompok memenuhi kriteria seperti di atas, maka dapat dijadikan sebagai kelompok sasaran. Seandainya belum terdapat kelompok yang memenuhi kriteria tersebut, maka dilakukan penumbuhan kelompok yang didasarkan kepada kebutuhan dan keinginan bersama. Dalam penumbuhan kelompok sebaiknya di setujui oleh kepala desa dan diketahui oleh petugas penyuluh untuk memudahkan pembinaan. Jumlah anggota kelompok disarankan berkisar antara 15 – 25 orang dan berdomisili berdekatan. PELAKSANAAN PEMANFAATAN PEKARANGAN. 1. Metode Pemberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan dapat dilaksanakan dalam suatu model dengan menggunakan metode PRA. PRA digunakan untuk menyertakan aggota masyarakat, para tokoh masyarakat, petugas terkait dan tokoh-tokoh formal pedesaan untuk menentukan secara bersama-sama lokasi dan calon warga binaan yang akan melaksanakan pengembangan pemanfaatan pekarangan. Pelaksanaan kajian dengan teknik-teknik PRA dapat dilakukan perorangan (misalnya oleh petugas lapangan dalam menjalankan kegiatannya), maupun secara khusus oleh sebuah tim dimana keanggotaannya mempunyai keragaman latar belakang baik dari segi pendidikan, pengalaman maupun ketrampilannya. Prinsip-prinsip dasar dari PRA yaitu : (1). mengutamakan yang terbaik, 2). Pemberdayaan masyarakat, 3). Masyarakat sebagai pelaku, orang luar sebagai fasilitator, 4). Saling belajar dan menghargai perbedaan, 5). Santai dan informal, 6). Cek dan Re-chek informasi, (7). Mengoptimalkan 13 hasil, 8). Orientasi praktis, 9). Keberlanjutan dan selang waktu, 10). Belajar dari kesalahan, dan (11) Tertulis 2. Model Pemberdayaan Pengembangan pemanfaatan pekarangan dimulai dari penumbuhan kelompok wanita tani-nelayan dengan memperhatikan keteladanan kelompok wanita tani-nelayan sebelumnya dan diikuti dengan pergiliran modal. Model pengembangan pemanfaatan pekarangan terdiri dari pemberdayaan, pendampingan dan penguatan modal. a. Pemberdayaan Upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kelompok masyarakat yang dilaksanakan melalui pelatihan sesuai dengan kebutuhannya. b. Pendampingan Adalah pembinaan petugas kepada kelompok masyarakat mengenai pengelolaan pekarangan dimulai dari penanganan sarana produksi sampai dengan pengelolaan pasca panen dan pemasarannya. c. Penguatan modal Diberikan bantuan langsung kepada kelompok masyarakat sesuai dengan kebutuhan kelompoknya, berdasarkan hasil kesepakatan kelompok. 3. Langkah-langkah pelaksanaan Langkah-langkah pelaksanaan pemanfaatan pekarangan adalah sebagai berikut : a. Persiapan 1. Identifikasi pola pekarangan berbasis sumberdaya lokal dengan metode PRA. 2. memilih pendamping yang menguasai teknik - teknik pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. b. Penumbuhan kelompok Sebagai langkah awal dilakukan penyiapan dan penumbuhan kelompok yang disesuaikan dengan kemampuan calon anggotanya. Bila kriteria kesiapan kelompok telah terpenuhi dilanjutkan dengan membuat perencanaan kegiatan kelompok. Langkah-langkah penumbuhan kelompok dimulai dengan : Menginventarisasi ulang nama-nama calon anggota kelompok sasaran dari hasil PRA. Melakukan cross-chek lapangan pada masing-masing keluarga yang ditetapkan sebagai calon anggota kelompok sasaran, secara sampling. Mengumpulkan calon anggota kelompok dan pemilihan pengurus kelompok. 14 Dinamika kelompok masyarakat dalam mengelola pekarangan Kelompok yang telah terbentuk difasilitasi oleh pendamping atau aparat yang menangani tugas dan fungsi yang terkait dengan pemanfaatan pekarangan dari propinsi/kabupaten; untuk mendapatkan penjelasan tentang pelaksanaan model. Selanjutnya dilakukan penjadualan pertemuan rutin kelompok. c. Perencanaan kegiatan kelompok. Kegiatan organisasi akan berjalan dengan baik jika didasarkan pada kebutuhan mendasar yang dirasakan anggota kelompok. Kebutuhan anggota kelompok tersebut akan tergali jika organisasi kelompok yang mewadahinya telah sepakat dengan cita-cita kedepan dan arah kegiatan organisasi secara jelas. Langkah-langkah operasional yang akan dilaksanakan dalam menyusun rencana kegiatan kelompok dapat dijabarkan sebagai berikut : Merumuskan tujuan organisasi kelompok Merumuskan rencana kegiatan kelompok antara lain kegiatan dan komoditi yang akan dikembangkan dipekarangan, serta pelatihan yang dibutuhkan. d. Pendampingan Pengembangan pemanfaatan pekarangan dilaksanakan dengan pola pemberdayaan yang mampu memacu kemandirian dan meningkatkan peran aktif kelompok sasaran; agar mampu menngtahui kekuatan dan kelemahannya, mampu memanfaatkan peluang serta mampu memilih alternatif pemecahan masalah yang dihadapi. Untuk meningkatkan efektifitas proses pemberdayaan, perlu dilakukan kegiatan pendampingan untuk memfasilitasi proses pengambilan keputusan berbagai kegiatan yang terkait dengan kebutuhan anggota, dan mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang partisipatif. Pendamping dapat berasal dari penyuluh pertanian lapangan, LSM, dan masyarakat lokal sepanjang memenuhi kriteria pendamping. Pendampingan dilakukan 15 sejak dari persiapan sampai tahap akhir kegiatan pemberdayaan kelompok masyarakat melalui program ini. Kriteria pendamping adalah : 1). Jenjang pendidikan minimal Sarjana Muda atau yang sederajat 2). Mempunyai pengalaman di bidang manajemen pengelolaan usahatani/pekarangan. 3). Mempunyai kemampuan memfasilitasi perubahan dan pengembangan kelompok. 4). Diutamakan usia antara 25 – 40 tahun 5). Mempunyai komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk membantu petani/kelompok tani. 6). Diprioritaskan berdomisili dikabupaten tempat lokasi pekarangan berada. Tugas pendamping adalah : 1). Membantu petugas kabupaten dalam mengidentifikasi potensi lokasi dan anggota kelompok masyarakat. 2). Memfasilitasi pelaksanaan PRA. 3). Membimbing pengurus dan anggota dalam : penumbuhan kelompok, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan kelompok dengan mekanisme yang partisipatif. 4). Memfasilitasi pelatihan yang diperlukan 5). Memantau perkembangan kegiatan pemanfaatan pekarangan Untuk pelaksanaan tugas-tugas tersebut, pendamping diberi insentif setiap bulannya. e. Pemberian bantuan Pemberian bantuan dimaksudkan untuk : 1). Penguatan modal kelompok masyarakat yang digunakan untuk memperkuat kegiatan kelompok, sesuai dengan kebutuhan serta kesepakatan anggota kelompok. 2). Peningkatan kemampuan kelompok bisa dilakukan melalui pelatihan teknis dan manajemen yang berkaitan dengan usaha yang ingin dikembangkan. 3). Memfasilitasi kegiatan pendampingan, antara lain untuk membiayai tenaga ahli/profesional, yang bertugas membimbing pengurus dan anggota kelompok masyarakat dalam mengelola usaha yang terkait dengan kegiatan pekarangan (sesuai dengan tugas pendamping). 16 f. Pemantauan, Pembinaan dan Evaluasi. Pelaksanaan pemberdayaan kelompok masyarakat ini diharapkan akan dilakukan secara berkesinambungan, agar keluarga atau masyarakat tani-nelayan dapat mencukupi kebutuhan konsumsi pangan minimal dari segi gizi mikronya dan dapat sebagai tambahan pendapatan keluarga. Pemantauan dan pembinaan oleh instansi terkait dan peran serta LSM, organisasi kewanitaan (PKK) diharapkan dapat dilakukan secara periodik pada kelompok sasaran. Kegiatan evaluasi dilakukan pada pertengahan dan akhir tahun pelaksanaan kegiatan. PILIHAN ANEKA JENIS TANAMAN PEKARANGAN Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Tanaman ini dapat berbuah lebat jika mendapat pengairan yang cukup. Tunas air yang banyak tumbuh pada batang utama sebaiknya dibuang agar menghasilkan buah yang lebih banyak. Rasa buahnya asam. Buahnya dapat digunakan sebagai sayur maupun dibuat manisan. 17 Bligo (Labu) (Benincasa hispida) Famili: Cucurbitaceae Tanaman menjalar dengan buah berbentuk lonjong, bulat atau setengan silindris. Buah muda penuh diliputi bulu sedangkan buah tua diselimuti oleh lapisan lilin berwarna putih. Kulit buah tua berwarna hijau denan daging buah berwarna putih. Buah muda digunakan sebagai sayur, dan buah yang setengah tua digunakan sebagai manisan. Ketinggian tempat tumbuh optimal 0-500 m (dataran rendah). Perbanyakan tanaman dapat menggunakan biji. Sebagai tempat merambat dibuatkan para-para (secara tradisional, bligo dirambatkan ke pohon atau atas atap). Mulai panen pada usia 3,5 bulan. Blustru (Oyong) (Luffa cylindrica) Famili: Cucurbitaceae Seperti bligo, tanaman ini juga merambat. Buah yang dapat dikonsumsi hanya buah yang masih muda, buah tua akan menghasilkan serat (seperti spon) yang dapat digunakan untuk mencuci. Budidaya: Sama seperti bligo, hanya perlu hati-hati karena kulit buah tidak setebal dan sekaku bligo sehingga buah mudah rusak/patah. Gadung ((Intoxicating) Yam (Ingg.), Dioscorea hispida) Famili: Dioscoreaceae Tanaman gadung mudah dibedakan dari famili Dioscorea lainnya dengan melihat daunnya yang berbentuk segitiga dan berbulu kasar. Umbinya merupakan kumpulan beberapa umbi yang menjadi satu dengan rambut kaku dan kasar. Ada dua kelompok gadung, yaitu: Gadung berdaging umbi putih: gadung punel, ketan, srintil, kapur dan putih. Gadung berdaging umbi kuning: gadung kunyit (bunganya harum) dan padi. Sebelum dapat dikonsumsi umbi gadung diolah terlebih dahulu karena mengandung zat beracun, yaitu dioscorine. Gambas/Oyong (Chinese okra (Ingg.), (Luffa acutangula) Famili: Cucurbitaceae Tanaman merambat dengan buah membentuk tepi bersudut. Lebih baik ditanam pada menjelang akhir musim hujan. Dapat mulai panen usia 1,5 bulan. Garut (Arrowroot (Ingg.), Maranta arundinaceae) Famili: Araceae Tanaman monokotil tahunan dengan tinggi mencapai 60-90 cm. Rimpang garut berwarna putih dengan buku-buku yang mengelilingi sepanjang rimpang. Rimpang dapat digunakan sebagai sumber pangan atau diambil tepungnya sebagai bahan baku industri. Budidaya: Garut membutuhkan naungan dari sinar matahari Perbanyakan melalui umbi. Panen: Panen dilakukan ketika daun berwarna kekuningan (sekitar 11 BST). Terlambat panen menyebabkan umbi berserat sehingga menjadi kurang layak untuk dikonsumsi. 18 Tanaman garut, tahan naungan. Budidaya Tanaman Garut 1. Pemilihan bibit. Tanaman garut diperbanyak secara vegetatif, bagian tanaman yang baik untuk digunakan sebagai bibit adalah ujung-ujung rhizoma atau tunas umbi (bits) yang panjangnya 4 – 7 cm dan mempunyai 2 – 4 mata tunas. Agar diperoleh produksi yang tinggi maka bibit yang digunakan harus berkualitas baik dan jangan menggunakan bibit yang kondisinya kurang sehat, kurus atau menderita akar cerutu (Cigar root). Jumlah bibit yang diperlukan untuk setiap hektarnya adalah 3.000 – 3.500 kg bibit. 2. Pengolahan Tanah Tanaman garut pada umumnya menghendaki tanah yang gembur, karena pada struktur tanah yang gembur umbi dapat tumbuh dengan leluasa. Proses pemanenan juga akan lebih mudah dan cepat apabila kondisi tanah gembur. Untuk memperoleh struktur tanah yang gembur perlu dilakukan pengolahan sebaik mungkin dengan cara membajak atau mencangkul dengan kedalaman 20 – 30 cm, agar tanah menjadi semakin gembur maka sebaiknya diberikan kompos atau pupuk kandang sebanyak 25 – 30 ton per hektar karena kompos atau pupuk kandang tersebut selain menggemburkan tanah juga untuk memperkaya kandungan unsur hara di dalam tanah. Tanah diolah dengan membajak atau mencangkul, kemudian dibuat bedengan dengan ukuran panjang sesuai dengan kondisi lahan, lebar 120 cm dan tingginya antara 25 – 30 cm. Jarak antara bedengan yang satu dengan yang lain adalah 30 – 50 cm. 3. Penanaman Bertanam garut biasanya dilakukan pada awal musim hujan yaitu sekitar bulan Oktober agar tanaman lebih banyak tertolong pertumbuhanya dengan adanya curah hujan. Bibit ditanam pada bedengan-bedengan yang telah disiapkan dengan menggunakan alat tanam seperti tugal atau cangkul 19 dengan kedalaman yang cukup yaitu antara 8 – 15 cm. Dalamnya penanaman bibit garut ini bertujuan agar umbi yang terbentuk nantinya tidak menonjol ke permukaan tanah. Setelah bibit ditanam selanjutnya lubang tanaman ditutup dengan tanah. Jarak tanam garut yang umumnya digunakan adalah sekitar 37,5 x 75cm. 4. Pemupukan Pemberian pupuk merupakan kegitan yang sangat penting untuk dilakukan agar tanaman garut memperoleh bahan makanan yang cukup, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan subur dan hasil umbi dapat mencapai optimal. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk alam (pupuk organik) seperti kompos atau pupuk kandang sebanyak 25 – 30 ton/ha yang diberikan pada saat pengolahan tanah. Selain pupuk alam (pupuk organik), pupuk buatan (pupuk anorganik) juga sangat penting untuk diberikan yaitu : Urea sebanyak 350 – 400 kg/ha, SP-36 sebanyak 200 – 300 kg/ha dan KCL sebanyak 100 – 350 kg/ha. Pupuk anorganik dapat diberikan sekaligus pada saat tanaman berumur 3,5 bulan dan dapat pula diberikan secara bertahap. Apabila pemupukan dilakukan secara bertahap sebaiknya diberikan sebanyak 2 kali pemupukan pertama bersamaan dengan penanaman bibit sedangkan pemupukan kedua dilakukan menjelang tanaman berbunga atau pada saat tanaman berumur kurang lebih 3,4 bulan karena pada saat itu tanaman mulai membentuk umbi sehingga sangat membutuhkan banyak zat makanan. Pemberian pupuk dapat dilakukan pada garitan atau alur yang dibuat disepanjang barisan tanaman; dan dapat juga lubang-lubang yang dibuat dengan menggunakan tugal didekat pangkal tanaman garut. Setelah pupuk diberikan selanjutnya lubang atau alur tersebut ditutup kembali dengan tanah untuk menghindari terjadinya kehilangan pupuk akibat penguapan. 5. Pemeliharaan. Dalam hal pemeliharaan tanaman garut, yang perlu diperhatikan adalah penyiangan dan pembumbunan karena kedua kegiatan tersebut merupakan perawatan tanaman. Penyiangan dimaksud untuk membersihkan rumput atau gulma yang tumbuh disekitar tanaman yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Penyiangan dapat dilakukan setiap bulan terutama selama 3 – 4 bulan pertama, dan apabila tanaman garut mulai nampak berbunga maka kegiatan penyiangan tidak boleh lagi dilakukan. Sambil melakukan penyiangan, kegiatan pembumbunan juga dapat sekaligus dilakukan dengan menggunakan cangkul. Cara melakukan pembumbunan yaitu tanah berada disekitar tanaman dicangkul, lalu ditimbun ke arah pangkal-pangkal batang. Rerumputan atau gulma-gulma yang ada dibenamkan ke dalam tanah karena rerumputan atau gulma tersebut dapat berperan juga sebagai pupuk dan menjadi sangat penting guna mencegah timbulnya serangan penyakit. Pada tanaman garut dikenal istilah akar cerutu (cigar root) yang pada dasarnya adalah suatu umbi yang berbentuk kurus panjang yang banyak mengandung serat dan sedikit sekali kandungan patinya. Bentuk umbi seperti ini bukan akibat dari adanya serangan hama atau penyakit tetapi akar cerutu terbentuk untuk membentuk tunas-tunas baru. Kegiatan pembumbunan pada tanaman garut ini merupakan kegiatan yang sangat 20 perlu dilakukan untuk memelihara kondisi tanah dalam keadaan gembur sehingga pertumbuhan dan perkembangan umbi menjadi sempurna. 6. Hama dan Penyakit serta Pengendaliannya Tanaman garut termasuk tanaman yang tidak terlalu banyak jenis hama dan penyakit yang menyerangnya, dan sekalipun ada pada umumnya serangannya kurang membahayakan pertumbuhan tanaman. Satu-satunya jenis hama yang penting adalah ulat penggulung daun (Colopedes athlius Cran.), ciri-cirinya daun yang terserang melinting (menggulung), karena ulat ini menggulung sejumlah daun sehingga dapat menghambat proses asimilasi yang akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan umbi garut. Hama ini dapat diatasi dengan mudah yaitu dengan menggunakan larutan yang mengandung arsanik. Jenis penyakit yang sering menyerang garut adalah penyakit akar. Penyakit akar ini disebabkan oleh Rosselina Bunodes Sacc. Yang biasanya menyerang tanaman garut yang diusahakan pada daerah-daerah yang lembab dengan curah hujan tinggi dengan drainase yang kurang baik. Oleh karena itu pembuatan saluran drainase yang baik produksi rata-rata yang diperoleh umumnya sebesar 12,5 ton per hektar, namun dengan tingkat budidaya yang baik dapat mencapai 37 ton umbi segar per hektar. 7. Panen Hasil utama tanaman garut adalah umbi. Tanda-tanda umbi garut sudah waktunya untuk dipanen adalah daun-daun menguning, mulai layu dan mati yaitu biasanya pada umur antara 10 – 12 bulan setelah tanam. Sebenarnya kandungan pati maksimum pada umbi garut adalah pada saat tanaman berumur 12 bulan, namun pada umur tersebut umbi garut telah banyak berserat sehingga pati sulit untuk diekstrak. Cara panen umbi garut sangat bergantung pada varietas /kultivar yang digunakan. Untuk kultivar yang letak umbinya dekat dengan permukaan tanah, pemanenan cukup dilakukan dengan menggunakan tangan, sedang kultivar yang lain memerlukan alat untuk mencongkel umbi yang letaknya agak di dalam tanah. Pada saat pemanenan, rerumputan dan sampah-sampah tanaman dikubur di lahan agar berubah menjadi bahan organik yang sangat membantu dalam menyuburkan tanah. Tinggi rendahnya hasil panen sangat tergantung pada varietas, tingkat kesuburan tanah dan cara pemeliharaan tanaman yang dilakukan. Jumlah panenan dapat berkisar antara 7,5 – 37 ton umbi per hektar. 8. Pasca Panen Umbi garut dapat dibuat tepung dan pati garut yang dapat disimpan lama ditempat yang kering. Mutu tepung garut yang satu dan lainnya sangat berlainan, tergantung cara pengolahan dan mutu bahan bakunya. Tepung garut kualitas komersial berwarna putih, bersih, bebas dari noda dan kandar airnya tidak lebih dari 18,5 %, kandungan abu dan seratnya rendah, pH 4,5 – 7 serta viskositas maksimum antara 512- 640 Brabender Unit. Cara pembuatan tepung garut adalah sebagai berikut : a. Pemilihan umbi. Pilih umbi yang segar, maksimal disimpan dua hari setelah panen. 21 b. Pembersihan. Bersihkan umbi garut dari kotoran (tanah) dan kulit atau sisik-sisiknya. c. Pencucian dan Perendaman. Cucilah umbi garut dalam air mengalir hingga bersih, kemudian segera direndam selama beberapa waktu agar tidak terjadi pencoklatan (browning). d. Penyawutan. Rajanglah umbi garut tipis-tipis dengana alat pengiris atau penyawut ubikayu. e. Pengeringan. Keringkan sawut garut dengan cara dijemur atau menggunakan alat pengering butan hingga berkadar air 10 – 12 %. f. Penepungan. Tumbuklah sawut kering hingga lembut, kemudian diayak dengan ayakan tepung berulang-ulang. Tampung tepung garut dalam wadah. g. Penyimpanan. Simpan wadah yang berisi tepung di tempat yang kering. Cara pembuatan pati garut adalah sebagai berikut : a. Pemilihan dan Pembersihan Umbi. Pilih umbi garut yang segar, kemudian bersihkan dari kotoran (tanah) dan sisik-sisiknya terus dicuci dengan air bersih yang mengalir. b. Pemarutan dan Pemisahan Pati. Parutlah umbi garut hingga menjadi bubur kasar, kemudian tambahkan air bersih sambil diaduk-aduk atau diremas-remas agar keluar patinya. Selanjutnya saringlah bubur tersebut dengan kain untuk memisahkan pati dari seratnya. Larutan hasil perasan segera diendapkan sehingga air terpisah dari endapan pati. c. Pengeringan. Jemurlah endapan pati garut hingga kering, kemudian gilinglah menjadi pati halus. d. Pengemasan dan Penyimpanan. Kemaslah pati garut dalam wadah (kemasan) kantong plastik atau kaleng yang kedap usara (tertutup), kemudian simpan ditempat yang kering. Pembuatan pati garut dalam skala besar dengan cara sebagai berikut : a. Cucilah umbi garut dalam bak khusus, kemudian bersihkan dari sisik-sisiknya. b. Parutlah umbi garut hingga menjadi bubur kasar, lalu tambahkan air bersih kedalam bubur kasar sambil diaduk-aduk dan diremasremas. c. Masukkan bubur tersebut ke dalam alat yang terdiri atas tiga saringan yang terus bergetar sehingga patinya terpisah. d. Tumbuk (haluskan) ampas yang tertinggal, campur dengan air, lalu saring lagi dan dimasukkan kedalam mesin pemisah agar diperoleh ekstrak pati secara maksimum. e. Campurkan lagi pati dengan air bersih dan disaring dengan saringan 120 mesh. Putar-putar lagi saringan tadi dalam mesin pemisah pati. Hasilnya ditambah air dan asam sulfit. f. Biarkan endapat beberapa saat dalam bak, lalu keringkan pada suhu 55 – 600 C selama 2 – 3 jam. Hasilnya diperoleh pati halus berwarna putih. 22 g. Kemaslah pati garut dalam wadah kaleng tertutup atau kantong plastik. h. Simpan wadah (kemasan) berisi pati garut di tempat yang kering. Iles-iles/Suweg (Amorphophallus konjak) Famili: Araceae Umbi berbentuk lebar dengan berat mecapai 1-11 kg. Umbi banyak mengandung mannosa dan mannans yang merupakan bahan pembentuk gel dalam sebuah produk bernama konnayaku di Jepang. Selain digunakan sebagai bahan pangan dan campuran pakan ternak, iles-iles juga digunakan sebagai bahan baku industri, seperti farmasi dan kosmetik. Umbi harus direbus hingga benar-benar masak sebelum dimakan untuk menghilangkan rasa gatal. Budidaya: Iles-iles membutuhkan naungan dari sinar matahari. Perbanyakan melalui umbi. Panen: 1-3 tahun setelah tanam Tanaman suweg, umbinya kaya karbohidrat Umbinya besar mencapai 5 kg, cita rasanya netral sehingga mudah dipadu padankan dengan beragam bahan sebagai bahan baku kue tradisional dan modern. Sayangnya umbi ini semakin tidak dilirik dan bahkan mulai langka. Padahal suweg sangat potensial sebagai bahan pangan sumber karbohidrat. Tanaman siweg tumbuh subur di dataran rendah hingga ketinggian 800 m di atas permukaan laut. Kisaran suhu idealnya adalah 2535oC dengan curah hujan 1000-1500mm/tahun. Tanaman ini lebih cocok ditanam pada lahan yang agak ternaungi jadi perlu tanaman pelindung. Suweg berkembang biak dengan pemisahan anakan atau memotong tunas anakan yang tersebar dipermukaan umbi. Tanah yang cocok adalah campuran antara tanah humus, lempung dan pasir. Tanaman akan menghasilkan umbi siap panen ketika memasuki usia 18 bulan. Masa panen suweg sebaiknya dilakukan saat batang suweg sudah membusuk dan memasuki masa istirahat, saat inilah kandungan pati di dalam suweg maksimal. Berat umbi suweg bisa mencapai 5 kg. 23 Sebagai sumber bahan pangan, suweg sangat potensial. Komposisi utamanya adalah karbohidrat sekitar 80-85%. Kandungan serat, vitamin A dan B juga lumayan tinggi. Setiap 100 g suweg mengandung protein 1.0 g, lemak 0.1 g, karbohidrat 15.7 g, kalsium 62 mg, besi 4.2 g, thiamine 0.07 mg dan asam askorbat 5 mg. Suweg juga baik dikonsumsi bagi penderita diabetes karena indek glisemik rendah yaitu 42. Bahan pangan dengan indek glisemik rendah dapat menekan peningkatan kadar gula darah penderita diabetes. Masyarakat masih kurang memanfaatkan suweg sebagai alternatif lain bahan pangan sumber karbohidrat. Suweg juga bisa diiris tipis, dijemur dan dijadikan tepung suweg. Dengan dijadikan tepung, aplikasi suweg menjadi lebih mudah. Tepung suweg bisa menjadi pengganti tepung terigu atau beras atau digunakan sebagai subtitusi tepung terigu. Tepung suweg bisa menjadi bahan baku nasi tiwul suweg, campuran roti, cake, kue kering maupun campuran kue jajan pasar. Membuat tepung suweg tidaklah sulit, setelah suweg dikupas dan dicuci bersih, potong tipis kemudian jemur hingga kering. Proses selanjutnya adalah menggiling dan mengayak higga menjadi tepung suweg. Di Filipina tepung suweg sudah banyak di gunakan sebagai bahan baku roti maupun kue kering. Dalam kondisi segar, suweg juga potensial sebagai bahan baku kue tradisional maupun aneka kudapan seperti kolak maupun getuk suweg. Umbi suweg juga enak dimakan hanya dengan cara mengukusnya hingga empuk kemudian di campur dengan parutan kelapa parut. Tekstur suweg kukus yang empuk bisa dihaluskan menjadi bahan baku kue talam, campuran brownies, cake, kue lumpur maupun sarikaya suweg. Suweg juga bisa untuk campuran kolak atau dibuat sayur berkuah santan (digulai). Koro (Dolichos lablab) Famili: Leguminosae Tanaman merambat yang cukup tahan kekeringan. Ada jenis kara yang beracun, yaitu kara Bedog yang berbiji besar, berwarna kuning, coklat atau merah. Untuk jenis tersebut perlu dicuci sampai racunnya hilang, biji direbus berkali-kali dengan memakai air yang baru. Merupakan bahan pembuat tempe bongkrek yang terkadang karena salah dalam pembuatannya sering menimbulkan keracunan bahkan kematian. Bagian yang dikonsumsi: Polong muda atau biji polong yang telah tua. Budidaya: Perbanyakan mengunakan biji yang telah tua. Dipasang ajir/kayu untuk tempat merambat Katuk (Sauropus androgynus ) Tanaman perdu, tinggi mencapai 3 m. Banyak mengandung protein dan vitamin A. Ditanam sebagai tanaman pagar. Baik untuk orang yang sakit/baru sembuh dan ibu yang sedang menyusui. Bagian yang dikonsumsi: Pucuk muda Budidaya: Perbanyakan menggunakan stek batang (15-20 cm panjangnya). Dapat mulai panen 3,5 BST. Kecipir (Winged Bean (Ingg.), Psophocarpus tetragonolobus) Famili: Leguminosae Tanaman merambat, ukuran batang lebih besar dibandingkan kara. Bentuk buah memiliki empat siku bergerigi. Banyak mengandung karbohidrat, 24 protein, kalsium, fosfor, vitamin C dan provitamin A. Biji yang tua dapat diolah menjadi snack yang gurih. Bagian yang dikonsumsi: Buah yang masih muda atau biji polong yang telah tua dan umbi. Budidaya: Perbanyakan mengunakan biji yang telah tua. Dipasang ajir/kayu untuk tempat merambat. Kemangi (Ocimum canum (Latin)) Banyak digunakan sebagai lalab pada masakan pecel lele dan campuran sayuran/masakan karena aromanya yang harum dan rasanya yang khas. Mirip dengan selasih (Ocimum basilicum), hanya selasih sering ditemukan tumbuh liar daripada dibudidayakan. Kemangi memerlukan sinar matahari penuh, akan lebih baik bila ditanam pada tanah yang gembur, berdrainase baik dengan pengairan cukup. Bagian yang dikonsumsi: Pucuk dan daun muda. Biji yang telah tua dapat pula dimasak menjadi minuman. Budidaya: Biji disemaikan dahulu dan kemudian dipindahtanamankan. Panen dapat dilakukan mulai umur 50 HST (panen dilakukan dengan memetik pucuk muda sekaligus untuk mencegah keluarnya bunga agar tanaman berumur lebih panjang). Labu Air (Lagenaria siceria) Famili: Cucurbitaceae Buah bulat memanjang berwarna hijau muda dengan kulit mulus. Panjang buah 10-50 cm dengan berat 0.5 - 1.5 kg. Labu Siam (Chayote (Ingg.), Sechium edule (Latin)) Famili: Cucurbitaceae Tanaman sama seperti keluarga timun-timunan lainnya. Buah berwarna hijau dan bentuknya mirip markisa besar (Passiflora quadrangularis L.) atau hanya berukuran lebih kecil. Ketinggian tempat tumbuh optimal 2001000 m dpl. Sebaiknya ditanam pada permulaan musim hujan. Mulai berbuah umur 5 bulan dan dapat masih dapat berproduksi hingga beberapa tahun. Tanaman labu siam 25 Mangkokan (Nothropanax scutellarium) Tanaman perdu dengan tinggi dapat mencapai 3 m. Ditanam orang sebagai tanaman hias/pagar, namun dapat pula sebagai sumber sayuran. Banyak mengandung vitamin A. Bagian yang dikonsumsi: Daun muda. Budidaya: Perbanyakan dengan stek batang. Melinjo (Gnetum gnemon (Latin)) Tanaman tahunan yang dapat mencapai tinggi 5-10 m, tajuk membentuk piramid atau kerucut yang langsing. Biji tua dibuat emping melinjo yang sudah terkenal kelezatannya itu. Bagian yang dikonsumsi: Pucuk dan daun muda serta buah baik muda maupun tua. Perbanyakan: Biji memerlukan waktu sedikitnya 6 bulan untuk berkecambah. Cangkok merupakan cara paling cepat dan mudah . Stek, dapat menghasilkan banyak bibit namun agak sulit tumbuhnya. Bahan stek diambil dari pohon betina (yang menghasilkan bunga). Tanaman melinjo pekarangan Mengkudu/Pace (Morinda citrifolia (Latin)) Bagian yang dikonsumsi : Pucuk dan daun muda untuk lalap. Buah untuk sumber obat. 26 Petai (Parkia speciosa) Tanaman tahunan yang dapat mencapi tinggi 25 m. Ketinggian tempat tumbuh optimal 200 – 800 m dpl. Di daerah yang lebih rendah tanaman banyak diganggu oleh kumbang penggerek sedangkan di daerah yang lebih tinggi bijinya tidak dapat besar. Mulai berbuah pada umur 4-6 bulan dengan usia paling produktif 8-10 tahun. Bagian yang dikonsumsi: Biji Budidaya: Memerlukan air yang cukup dengan drainase yang baik. Sinar matahari penuh. Perbanyakan dapat menggunakan biji Petai Cina/Lamtoro (Leucaena glauca/Laucaena leucocephala) Dapat tumbuh dimana-mana. Membutuhkan cahaya matahari penuh dapat ditanam sebagai tanaman pelindung dan daunnya sebagai sumber pakan ternak. Biji muda dapat digunakan sebagai lalab, sedangkan biji tuanya dapat digunakan sebagai lodeh, botok, sambal goreng atau toge (kecambah). Salam (Eugenia polyantha) Tanaman tahunan yang dapat mencapi tinggi 25 m. Daunnya digunakan sebagai penyedap masakan dan dapat pula digunakan untuk terapi diabetes. Buahnya kecil-kecil, berwarna merah bila sudah tua dan rasanya manis agak sepat. 27 Tanaman petai di pekarangan, berbuah setahun sekali Sereh (Andropogon citratus) Akarnya banyak digunakan sebagai penyedap masakan maupun obat. Selain sereh biasa, juga ada sereh wangi yang daunnya tidak sekasar sereh biasa, menghasilkan aroma wangi dan disuling untuk diambil minyaknya. Penanamannya cukup dengan pisahan dari rumpunnya. Sebaiknya ditanam pada awal musim hujan. Lubang tanam jangan ditutup seluruhnya, tapi secara berangsurangsur agar tanaman kokoh. Perawatan adalah dengan membumbun tanaman bila akarnya kelihatan muncul ke permukaan tanah. 28 Ubikayu (Manihot esculenta) Tanaman perdu yang dapat mencapai tinggi 3-5 m. Ditanam untuk dipanen umbinya maupun ditanam rapat sebagai tanaman pagar untuk diambil daunnya saja. Kandungan asam sianida yang terlalu tinggi dapat menyebabkan keracunan, seperti ‘telo druwo’ (Jawa, ketela hantu). Bagian yang dikonsumsi : Umbi, banyak mengandung pati dapat sebagai pengganti beras di daerah tandus. Daun muda, sumber protein, lemak, vitamin A dan B1. Budidaya : Perbanyakan dengan stek batang Talas (Taro (Ingg.), Colocasia esculenta (Latin)) Famili: Araceae Tanaman monokotil, tinggi 90-180 cm. Ada 4 jenis yang banyak diusahakan orang, yaitu: Talas pandan, umbi berbau seperti pandan wangi kalau seudah direbus. Tanaman berwarna keunguan dengan pangkal daun kemerahan. Talas ketan (Talas Bogor), umbi lekat seperti ketan kalu sudah direbus. Tanaman berwarna hijau muda dan banyak menghasilkan anakan dan berumbi besar. Talas Banteng, berumbi besar tapi rasanya tidak enak. Tangkai daun berwarna ungu. Tales lahun anak, anakan banyak sekali tapi umbinya kecil-kecil. Bagian yang dikonsumsi: Umbi Budidaya: Perbanyakan melalui umbi. Tidak tahan suhu dingin. Memerlukan air dalam jumlah besar selama pertumbuhan. pH optimum 6-7. Panen: 7-11 BST. Turi Seperti halnya petai cina, turi tidak membutuhkan perawatan yang intensif. Dapat digunakan sebagai tanaman pelindung dan sumber pakan ternak serta daunnnya dapat digunakan sebagai sumber pupuk hijau. Bunga dan daun muda dapat dikonsumsi sebagai sayuran. Terdapat dua jenis turi, yaitu turi yang menghasilkan bunga berwarna putih dan merah. Kearifan masyarakat tradisional dalam menghadapi hama dan penyakit tanaman pada pertanian memiliki sikap yang sangat arif walaupun kadangkala terasa aneh oleh pandangan umum. Petani tradisional memandang bahwa hama dan penyakit tanaman merupakan bagian dari kehidupan untuk keseimbangan alam. Serangan ulat bulu pada tanaman buah-buahan dianggap suatu berkah, karena hama ulat bulu membantu proses perontokan daun untuk pembentukan daun dan tunas-tunas baru, dengan harapan musim berbuah berikutnya tanaman akan berbuah lebih banyak. Tanaman Sukun sebagai Sumber Pangan Potensi sukun (Artocarpus altilis /Parkinson) sebagai sumber pangan khususnya pengganti beras di Indonesia sangat beras, selain kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi maka komoditi ini juga mempunyai nilai ekonomi cukup baik di kalangan masyarakat Indonesia yang sampai kini masih menempatkan komoditi beras sebagai pangan utama. 29 Tanaman pohon sukun di halaman pekarangan rumah. Sukun sebagai salah satu komoditas buah punya nilai ekonomi tinggi baik dalam bentuk buah segar maupun dalam bentuk sukun olahan, bahkan sekarang ini banyak diolah menjadi tepung sukun yang punya fungsi sebagai salah satu bahan baku industri pangan olahan. Tidak mengherankan pohon ini banyak tumbuh di pekarangan-pekarangan penduduk, bahkan ada penduduk yang punya pohon sampai lima pohon, yang produksinya untuk memenuhi pangan keluarga atau dijual di pasar dalam bentuk sukun segar. Meningkatnya permintaan pangan oleh penduduk Indonesia yang terus semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk setiap tahunnya, maka menempatkan buah sukun menjadi punya peranan penting sebagai pangan berkarbohidrat tinggi yang banyak diproduksi di Indonesia tapi harganya masih lebih murah dibandingkan dengan beras. Peningkatan kebutuhan beras oleh penduduk yang kian meningkat peluangnya makin sulit untuk dipenuhinya dari produksi lokal karena berbagai alasan, sehingga bahan pangan seperti buah sukun merupakan salah satu terobosan sebagai pangan alternatif yang banyak dihasilkan di daerah-daerah di nusantara. Bahkan sukun sebagai bahan pangan pengganti beras telah direkomendasikan karena kadar karbohidratnya yang cukup baik. 30 Tanaman sukun pekarangan, buahnya kaya karbohidrat Dari penelitian diketahui setiap 100 gram buah sukun segar mengandung Kalsium, 29 mg vitamin C dan 490 mg kalium. Tiap 100 gram sukun tua mengandung energi 302 kalori dan karbohidrat 78,9 gram. Dari kandungan kalori dan karbohidrat yang dihasilkan mendekati kadar pada beras yaitu 360 kalori, dengan karbohidrat 78,9 gram. KETAHANAN PANGAN PEKARANGAN BERBASIS TANAMAN BUAH Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutu, aman merata dan terjangkau. Disamping keamanan pangan, pemenuhan pangan perlu memperhatikan aspek mutu, yang mencakup penampakan fisik, cita rasa, kandungan zat gizi maupun 31 keanekaragaman dan kelengkapan zat gizi mikro dan makro, yang dibutuhkan oleh oleh setiap individu untuk tumbuh, hidup sehat dan produkstif. Konsumsi pangan dan gizi yang cukup dan seimbang merupakan prasyarat bagi pembentukan generasi yang tangguh dan mempunyai intelegensia yang tinggi, yang sangat diperlukan sebagai tulang punggung bagi berkembangnya kehidupan ekonomi, sosial dan politik suatu bangsa dalam era global dengan persaingan antar bangsa yang sangat kompetitif. Setiap individu manusia berhak memperoleh pangan yang cukup, aman dan bergizi, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan. Terpenuhinya pangan yang cukup diartikan ketersediaan pangan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu untuk memenuhi asupan zat gizi makro (karbohidarat, protein, lemak) serta zat gizi mikro (vitamin dan mineral) yang bermanfaat bagi pertumbuhan, kesehatan dan daya tahan jasmani maupun rokhani. Buah-buahan merupakan bagian yang penting dari pangan, karena mengandung vitamin dan mineral yang baik untuk gizi dan kesehatan, disamping juga sebagai sumber serat, lemak dan karbohidrat. Bagi masyarakat Indonesia buah-buahan umumnya dikonsumsi sebagai pelengkap menu makan disamping juga untuk kesenangan (Poerwanto, 2004). Pada umumnya buah-buahan dikonsumsi setelah makan, dan kadang-kadang dikonsumsi pada waktu sore hari antara makan siang dan makan malam; yang lebih ditujukan untuk kesenangan. Untuk memenuhi kebutuhan akan buah-buahan di tingkat rumah tangga, salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah melalui pemanfaatan lahan pekarangan. Pemanfaatan lahan pekarangan di berbagai daerah sampai saat ini masih banyak yang belum mendapat perhatian dan penanganan yang optimal. Banyak dijumpai lahan pekarangan yang dibiarkan bera tanpa diusahakan. Sebagai gambaran, bahwa dari lahan yang dapat diusahakan di Pulau Jawa, sebesar 20% atau sekitar 8 juta Ha adalah lahan Pekarangan (Direktorat Tanaman Buah, 2003). Penanganan lahan pekarangan yang dilakukan secara baik berpotensi sebagai penopang untuk menunjang kebutuhan bagi kehidupan sehari-hari. Bagi masyarakat di pedesaan, pengusahaan lahan pekarangan merupakan usaha sampingan setelah usaha pokok di lahan sawah dan tegalan. Kontribusi pekarangan terhadap pendapatan rumah tangga petani di wilayah DAS Brantas (Jawa Timur) berkisar antara 1,25-10,50% (Suryadi A. Dan Kasijadi, 1994) Besarnya kontribusi pendapatan ini ditentukan oleh jenis usaha di lahan pekarangan. Dari total pendapatan pekarangan di Jawa Timur, sekitar 6-64% bersasal dari komoditas buah-buahan, dan besarnya kontribusi tersebut sangat ditentukan oleh jenis dan jumlah komoditas buah-buahan yang ditanam. Dari gambaran di tas tampak bahwa pekarangan merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan akan gizi keluarga di samping juga dapat berperan sebagai salah satu usaha tani yang dapat diandalkan untuk menopang ekonomi rumah tangga. Bagi masyarakat perkotaan, dimana kepemilikan lahan umumnya sangat terbatas sehingga lahan pekarangan umumnya sangat sempit, pemanfaatan pekarangan khususnya untuk budidaya buah-buahan dapat dioptimalkan antara lain melalui pemanfaatan pot atau wadah (tong), yang dikenal dengan budidaya buah dalam pot (tabulampot). Pemilihan jenis komoditas dapat disesuaikan dengan kebutuhan, dan umumnya bagi masyarakat perkotaan lebih ditekankan pada keindahan, sehingga lebih berfungsi sebagai tanaman hias. 32 Manfaat Buah-buahan bagi Kesehatan Seperti telah disebutkan sebelumnya buah-buahan kaya akan kandungan vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat dan dibutuhkan dalam menjaga kesehatan manusia. Peranan buah-buahan bagi kesehatan manusia tersebut, khususnya sebagai sumber vitamin, mineral, serat, karbohidrat dan lemak serta zat berkhasiat lainnya. 1. Sumber vitamin. Buah-buahan dikenal sebagai sumber vitamin, terutama vitamin A dan Vitamin C. Rincian kandungan kandungan vitamin buah-buahan tropika serta dibandingkan dengan buah apel dan anggur disajikan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut tampak bahwa kandungan vitamin beberapa buah-buahan tropika tidak kalah dibandingkan dengan dengan apel maupun anggur. Kandungan vitamin A pada mangga hampir delapan kali lipat apel. Demikian pula kandungan vitamin A pada jeruk keprok, alpukat, nangka, pisang, pepaya dan semangka relatif tinggi. Kandungan vitamin C jambu biji 17 kali lipat apel. Kadungan vitamin C pada pepaya, mangga, jeruk besar, jeruk keprok, belimbing dan melon juga sangat tinggi. 2. Sumber Mineral. Buah-buahan juga mengandung mineral penting yang cukup tinggi. Buah-buahan adalah penyedia utama beberapa mineral seperti kalsium, magnesium, fosfor dan besi. Mineral-mineral ini kurang tersedia dalam makanan lain. Jeruk Keprok adalah sumber besi yang tinggi. Pada jambu biji, pepaya dan sawo kandungan besi juga cukup tinggi. Jambu biji, pisang, sirsak, alpukat, melon dan belimbing memilki kandungan fosfor yang tinggi. Kandungan kalsium yang tinggi terdapat pada pepaya, salak, srikaya, jeruk besar, sawo dan nangka. Kandungan kalium pada pisang sangat tinggi. Kalium diperlukan dalam tubuh untuk mengurangi efek buruk konsumsi garam (NaCl) yang berlebih. 3. Sumber serat, karbohidrat dan lemak. Peran buah sebagai sumber protein dan lemak sangat rendah, tetapi perannya sebagai sumber energi dan serat cukup baik. Di antara buahbuahan tropika, hanya buah alpukat dan durian yang kandungan lemaknya tinggi. Kandungan lemak pada alpukat, walaupun tinggi, tidak berbahaya bagi tubuh, dan sumber lain malahan sangat bermanfaat. Lemak dalam apokad sebagian besar (50-70%) adalah lemak tidak jenuh yang bermanfaat bagi penderita sakit jantung. Pada buah-buahan lain, rendahnya kandungan lemak berjasa bagi peningkatan kesehatan tubuh. Energi yang terkandung dalam buahbuahan bervariasi dari yang relatif rendah seperti melon, semangka, jeruk keprok, belimbing, jambu biji, pepaya dan nenas, sampai yang tinggi seperti nangka, srikaya, pisang, apokad dan sawo. Buah-buahan dengan kandungan energi yang rendah sangat baik untuk diit bagi yang obesitas maupun penderita diabetes melistus. Dengan kandungan energi yang rendah dan serat yang tinggi, maka buah-buahan ini dapat mengisi rongga perut sehingga mengurangi konsumsi makanan lain. Untuk atlet dan pekerja kasar yang banyak memerlukan energi, buah-buahan yang kandungan energinya tinggi sangat baik untuk dikonsumsi. Serat adalah 33 karbohidrat kompleks yang tidak dapat dicerna dalam usus manusia. Karbohidrat kompleks ini terdiri antara lain dari selulose, hemiselulose, substansi pektik dan lignin. Manusia tidak mempunyai enzym yang dapat memetabolisme karbohidrat kompleks tersebut. Karena itu serat di dalam tubuh akan disekresi sebagai tinja. Manfaat serat terjadi dalam proses sekresi ini. Serat, terutama pektin, akan menimbulkan rasa kenyang yang lama, sehingga mencegah makan berlebih. Serat juga merangsang gerakan peristaltik dalam usus, sehingga memudahkan proses pembuangan. Dalam proses pembuangan serat juga akan membawa bahan-bahan sisa lainnya dari dalam usus. Selain itu serat juga dapat menyerap racun dan bertindak sebagai zat detoksifikasi, menetralkan asam yang terbentuk saat usus mencerna daging dan makanan dengan kandungan energi tinggi. Buahbuahan yang sangat kaya kandungan seratnya adalah jambu biji, apokad, nangka, sisak dan pepaya. 4. Sumber zat berkasiat lain. Sebagai contoh adalah seretonin pada pisang, papain pada pepaya, bromelin pada nenas, serta limonin dan nomilin pada jeruk. Limonin dan nomilin pada jeruk dapat menghambat perkembangan sel kanker (Salunkhe dan Kadam, 1995 dalam Poerwanto, 2004). Demikian pula beta karoten yang banyak terdapat dalam mangga dapat mencegah terjadinya kanker. Seretonin banyak terdapat dalam pisang. Zat ini sangat berguna untuk mengatasi stres, dan mengembalikan kesegaran tubuh akibat kurang tidur. Bromelin yang terdapat dalam nenas mempunyai berbagai manfaat. a. Manfaat bromelain dalam proses pencernaan: Membantu mencerna protein dengan lebih baik. Dengan demikian protein yang dikonsumsi akan diserap dan dimanfaatkan dengan lebih baik. Hal in sangat baik bagi anak-anak yang sedang tumbuh dan orang lanjut usia yang perlu mengganti sel-sel yang rusak. Mencuci timbunan protein pada dinding usus, sehingga mudah dikeluarkan. Dengan usus yang bersih dan tanpa ada parasit, maka proses pencernakan lebih efisien. Proses pencernakan yang baik berarti kesehatan yang baik Menyembuhkan dari ketidaknyamanan pencernaan dan mengembalikan nafsu makan yang hilang Membantu pencernakan pasien dengan gangguan pankreas, defesiensi enzim pankreas, serta gangguan pencernakan karbohidrat, lemak dan protein Menyembuhkan borok perut (biasa terjadi pada orang yang sering menderita stres) Obat cacing gelang. b. Bromelain sebagai anti inflamasi: Mengurangi rasa sakit, memar dan bengkak karena benturan atau luka bekas operasi, mempercepat penyembuhan luka Menyembuhkan inflamasi dari tendon, karena robek pada pemain sepak bola dan olah ragawan lainnya 34 Mengurangi inflamasi pada sendi karena rematik gangguan sendi lainnya Menyembuhkan radang otot akibat olah raga atau kerja berat Mengurangi inflamasi karena luka bakar atau terkena panas c. Bromelain sebagai antibiotik: Antidiare yang disebabkan E. coli, dengan cara menonaktifkan reseptor pada dinding usus tempat bakteri melekat. Memperkuat kerja antibiotik (Amoksilin & Tetrasiklin) d. Bromelain sebagai pelengkap obat anti tumor. Menghambat pertumbuhan dan invasi sel tumor, terutama tumor payudara. Cara kerjanya adalah sebagai imunomodulator dan produksi sitokin. Sebagai antimestastik dan penghambat pertumbuhan sel tumor e. Mencegah penyakit jantung. Menyembuhkan angina pektoris (rasa nyeri di dada, karena serangan jantung), mencegah agregasi butiran darah, memecah plak pada arteri. Dengan demikian dapat digunakan untuk treatmen terhadap angina, trombosis, varises dan arterosklerosis, serta stroke. f. Obat infeksi saluran pernapasan atas. Menekan mukus, sekresi cairan bronkial sehingga memperbaiki fungsi paru-paru penderia infeksi saluran pernapasan atas III. Pengembangan Buah di Lahan Pekarangan Pekarangan merupakan sebidang tanah dengan batas-batas yang ada bangunan tempat tinggal di atasnya dan mempunyai hubungan fungsional baik ekonomi, biofisik maupun sosial budaya dengan penghuninya. Penanaman buah di pekarangan selain dapat berfungsi sebagai sumber gizi keluarga, juga dapat berfungsi sebagai tanaman peneduh dan tanaman hias, sebagai lumbung hidup serta apotik hidup. Pekarangan dapat diarahkan fungsinya sebagai salah satu alternatif dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Masalah gizi terjadi karena konsumsi pangan yang tidak memadai ataupun dikarenakan gangguan kesehatan. Rendahnya tingkat pendapatan juga dapat menjadi penyebab rendahnya kecukupan gizi masyarakat di pedesaan. Pengelolaan pekarangan yang baik dengan penanaman tanaman buah-buahan dengan sayuran dan ternak akan memenuhi kebutuhan akan kalori, protein nabati, protein hewani, dan vitamin. Pemilihan jenis komoditas buah-buahan yang akan ditanam di pekarangan harus mengacu pada pada kesesuaian agroklimat disamping juga mempertimbangkan kandungan gizi buah. Beberapa faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalan pengembangan buah di pekarangan adalah fungsi tanaman buah sebagai tanaman peneduh dan sekaligus sebagai tanaman hias. 35 1. Kesesuaian agroklimat . Secara garis besar tanaman buah dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kesesuaian agoklimat,yaitu rendah basah, rendah kering, tinggi basah dan tinggi kering. a. Tinggi Basah (800-3.000 m dpl, suhu 12-21oC) terdiri dari tanamana markisa, kesemek, lengkeng, arben, cantaloupe, papaya Bangkok, pisang ambon lumut, jeruk keprok, jeruk manis, jeruk siem, alpokat, pisang tanduk, nangka, sawo, nenas dan jambu biji b. Rendah Basah (0-800 m dpl, suhu 25-35oC) terdiri dari tanaman rambutan, durian, duku, manggis, salak, nenas, belimbing, papaya, pisang ambon, pisang raja, pisang tanduk, pisang keprok, jeruk siem, jeruk keprok, jeruk manis, alpokat, sirsak, jambu biji, namgka dan sawo. c. Tinggi Kering (800-3000 m dpl, suhu 12-21oC) terdiri dari tanaman apel, lengkeng, pisang cavendish, nenas cayenne, pepaya, strawberry, cantaloupe, jambu biji, jeruk manis, jeruk siem, alpokat, sirsak, jambu biji, nangka dan sawo. d. Rendah Kering (0-800 m dpl, suhu 25-35oC) terdiri dari tanaman mangga, anggur, langsat, manggis, belimbing manis, salak, pepaya, pisang ambon, pisang kepok, nenas, jeruk besar, jeruk siem, jeruk keprok, jeruk keprok, alpokat, jambu biji, sirsak, nangka dan sawo. 2. Fungsi estetika Tanaman buah dapat dilihat dari aspek fungsi estetika, yaitu peranannya sebagai tanaman peneduh dan tanaman hias. Melalui upaya pemangkasan dan pembentukan tajuk yang baik, keberadaan tanaman buah dapat menjadi salah satu penghias pekarangan disamping juga keindahan buahnya. 3. Luasan pekarangan Faktor luas pekarangan menentukanpemilihan jenis tanaman buah yang akan di tanam. Bagi pekarangan yang luas mungkintidak bermasalah, namun bagi pekarangan yang sempit perlu mempertimbangkan karakteristik luasan tajuk dan tinggi tanaman yang tumbuh secara alami. Secara umum tanaman yang bertajuk tinggi akan sesuai bila ditanam di lahan pekarangan yang sempit, karena tajuk dapat dibentuk setelah melewati atap rumah. Namun bagi tanaman yang bertajuk rendah, seperti jeruk dan jambu memerlukan ruang yang cukup luas. 4.Varietas Tanaman Langkah penting setelah menentukan jenis tanaman yang akan ditanam adalah menetapkan varietasnya. Direkomendasikan untuk menanam varietas buah unggul. Pemerintah selama ini telah memberikan pengakuan pada varietas-varietas unggul buah-buahan yang mempunyai keunggulankeunggulan tertentu, seperti produksi yang tinggi, aroma,rasa, ketebalan daging buah dan lain-lainnya dalam bentuk pelepasan varietas melalui Keputusan Menteri Pertanian. Pelepasan varietas buah unggul ini dimulai sejak tahun 1984 dan pada saat ini telah dilepas sebanyak 29 jenis buahbuahan yang mencakup 227 varietas (Direktorat Perbenihan, 2003). 36 Pengembangan Tanaman Buah dalam Pot Budidaya Tanaman buah dalam pot (tabulapot) merupakan salah satu bentuk budidaya tanaman yang kini telah banyak berkembang, khususnya di masyarakat perkotaan dimana kepemilikan lahan pekarangan sangat terbatas. Dengan di tanam di dalam pot, tanaman buah tidak akan tumbuh sebesar tanaman yang di tanam di lahan. Namun keuntungannya tanaman dapat dipindah-pindah sesuai dengan selera, dan tanaman buah lebih banyak berfungsi sebagai tanaman hias. Budidaya tabulapot berkembang bersamaan dengan membudayanya pengembangan tanaman hias dan gerakan kebersihan serta keindahan lingkungan (Direktorat Tanaman Buah, 2001) Budidaya tanaman dalam pot dapat menghasilkan buah dengan skala komersial bila dibudidayakan dengan baik, dengan memanipulasi lingkungan tumbuh dan tanaman dalam rangka mengendalikan pertumbuhan tanaman. Dengan area perakaran yang terbatas, maka pengendalian pertumbuhan tanaman akan lebih mudah dilakukan. Terdapat hubungan yang erat antara keterbatasan area pertumbuhan perakaran dengan pertumbuhan pucuk tanaman. Area perakaran yang terbatas akan mengontrol pertumbuhan pucuk tanaman sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terbatas. Tidak semua jenis tanaman buah dapat berbuah apabila ditanam didalam wadah (pot). Para ahli mengelompokkan tanaman buah ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu : a. Tanaman buah yang mudah dibuahkan, yang dicirikan oleh tanaman pohon atau perdu yang tumbuh dengan cepat, secara alamiah dapat berbuah sepanjang tahun, ukuran buah kecil dan buahnya terdapat di ujung ranting; seperti jeruk dan belimbing. b. Tanaman buah yang agak sulit dibuahkan, yang dicirikan oleh pohon besar yang pertumbuhannya lambat, buahnya bermusim, ukuran buah sedang atau besar dan buahnya terdapat di dahan. Contoh : duku dan jambu bol c. Tanaman buah yang sulit dibuahkan, yang dicirikan oleh perakaran yang memerlukan permukaan yang luas, buahnya berat dan besar, buahnya terdapat pada batang utama atau cabang besar; contohnya nangka dan durian. Mengacu pada tingkat kesulitan dalam membuahkan tanaman buah dalam pot, terdapat beberapa hasil pengamatan yang menunjukkan tingkat keberhasilan dalam membuahkan tanaman buah dalam pot. Beberapa keuntungan dalam melakukan budidaya tanaman buah dalam pot antara lain adalah : a. Dapat dilakukan di lahan pekarangan yang terbatas luasannya b. Memudahkan pengamatan tanaman secara khusus c. Dapat dipindah-pindah sesuai dengan keinginan untuk keindahan d. Merupakan wahana dalam penyaluran hobi dan ajang penelitian e. Waktu produksi dapat diatur, khususnya bila di tanam dalam green house. 37 Beberapa kelemahan dalam budidaya tabulapot antara lain adalah : a. Jumlah buah yang dihasilkan tidak optimal seperti pada tanaman yang di tanam di lahan b. Harus melaksanakan penggantian media tanam secara periodik c. Tidak semua jenis tanaman buah dapat berbuah di dalam pot (wadah). Memerlukan pemeliharaan yang intensif Budidaya tanaman buah di lahan pekarangan merupakan salah satu alternatif potensial yang perlu digalakkan untuk dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan gizi dan menjaga kesehatan, yang merupakan bagian dari ketahanan pangan. Keterbatasan lahan pekarangan dapat diatasi dengan pemilihan jenis komoditas buahbuahan yang sesuai dengan karakter tajuk dan ketinggian tajuk, atau dengan penerapan manipulasi teknologi melalui pengembanganbudidaya di dalam pot wadah. Untuk itulah perlu lebih banyak disosialisasikan manfaat dari pengembangan buah-buahan ini, khususnya bagi kesehatan da juga untuk keindahan, sehingga masyarakat dapat lebih tertarik dan sadar untuk mengkonsumsi buah dan menanam buah di pekarangannya, sehingga pada akhirnya dapat terwujud ketahanan pangan, khususnya dalam membangun kualitas sumber daya manusia yang tangguh dan mempunyai intelegensia yang tinggi; serta mampu berkontribusi untuk mmemenuhi salah satu hak azazi manusia Indonesia, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, dimana setiap individu manusia Indonesia berhak memperoleh pangan yang cukup, aman dan bergizi. PEMELIHARAAN IKAN DI LAHAN PEKARANGAN Pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak di sekitar rumah dan umumnya berpagar keliling. Di atas lahan pekarangan tumbuh berbagai ragam tanaman. Bentuk dan pola tanaman pekarangan tidak dapat disamakan, bergantung pada luas tanah, tinggi tempat, iklim, jarak dari kota, jenis tanaman. Pada lahan pekarangan tersebut biasanya dipelihara ikan dalam kolom , dan hewan piaraaan seperti ayam, itik, kambing, domba, 38 kelinci, sapi dan kerbau. Keragaman tumbuhan dan bintang piaraan inilah yang menciptakan pelestarian lingkungan hidup pada pekarangan. Lahan pekarangan beserta isinya merupakan satu kesatuan kehidupan yang saling menguntungkan. Sebagian dari tanaman dimanfaatkan untuk pakan ternak, dan sebagian lagi untuk manusia, sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang untuk menyuburkan tanah pekarnagn. Dengan demikian, hubungan antara tanah, tanaman, hewan piaraan, ikan dan manusia sebagai unit-unit di pekaranagn merupakan satu kesatuan terpadu. Kolam ikan sederhana di pekarangan Pemeliharaan Kolam Ikan. Membuat kolam ikan dapat dilakukan dengan dua cara, yakni : cara sederhana dengan menggali tanah yang telah ditentukan dengan bangunan non permanen dan cara modern dengan membuat tanggul secara permanen. Kedua cara tersebut masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahannya bergantung pada keadaan lingkungan di sekitarnya, dan factor social ekonomi setempat. Pilihan membuat kolam sederhana di lahan pekarangan memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut : a. Meningkatkan pendapatan dan gizi keluarga, terutama protein hewani. b. Meningkatkan partisipasi aktif dalam gerakan program penganekaragaman pangan. c. Biaya pembuatan relatif murah 39 d. Teknologinya mudah dilaksanakan dan dapat menciptakan kegiatan yang bersifat mandiri bagi setiap rumah tangga. e. Mudah disebarluaskan. Jenis Ikan Untuk Pekarangan. Jenis - jenis ikan yang lazim diusahakan di kolam sederhana pada lahan pekarangan adalah : Ikan gurami, ikan tawes, ikan grass carp, ikan mujiar, ikan nila, ikan karper dan ikan lele dumbo. A. Ikan Gurami. Ikan gurami ( Osphronemus gouramy ) memiliki prospek cerah dengan harga cukup mahal. Ikan gurami dapat dibudidayakan dengan baik mulai diatas permukaan laut, dengan suhu air optimal antara 240 C - 280 C. Kolam ikan gurami. Ciri - ciri ikan gurami jantan adalah sebagai berikut : (1). Dahinya bertombol dan berwarna kekuning – kuningan; (2). Kedua belah rusuk bagian belakang membentuk sudut tumpul; (3). Semua sisik agak terbuka dan pada sirip tampak urat - urat rambut berwarna kemerah - merahan. Sedangkan ciri - ciri ikan gurami betina adalah sebagai berikut : (1). Siripnya berwarna kehitam-hitaman; (2). Bagian perut di belakang sirip dada membesar; (3). Umur induk yang baik antara 4 tahun sampai 5 tahun dan beratnya 2 kg; (4). Lama bertelur ikan gurami antara 2 hari - 3 hari. Jumlah telur antara 1.000 butir sampai 3.000 butir. Setelah 10 hari, telur tersebut menetas. Anak ikan gurami memakan binatang renik yang hisup sebagai periphyton, larva semut, larva rayap, bungkil kelapa, dan cincangan daun. 40 B. Ikan Tawes. Ikan tawes (Puntius gonionotus) memiliki badan berwarna putih keperak-perakan sehingga sering disebut juga ikan " Putihan" atau "Bader putihan". Ikan tawes dapat dibudidayakan dengan baik mulai dari tepi pantai (di tambah air payau) sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut, dengan suhu optimum antara 250 C - 330 C. namun ikan tawes lebih cocok dipelihara di dataran rendah. Bila diolah menjadi ikan asin, ikan tawes ternyata cukup tinggi harganya. Anak ikan tawes memakan ganggang bersel tunggal, zooplankton, ganggang rantai, mayas, pucuk tanaman air, dan tanaman lunak lainnya. Moncong ikan tawes kecil dan pada ujung moncong terletak mulut yang dihiasi oleh dua pasang sungut berukuran kecil. Ikan tawes dari kolam di pekarangan Bentuk badan ikan tawes memanjang pipih ke kesamping dengan bentuk punggung membesar. Sisik ikan tawes berwarna putih keperakperakan dengan warna gelap di bagian punggung. C. Ikan Mujair Ikan mujair (Tilapia mossambica) cepat berkembang biak dan bisa hidup dimanapun, baik dataran rendah maupun dataran pegunungan, baik pada air tawar maupun air payau. Induk ikan mujair yang berumur 3,5 bulan sudah memulai bertelur sebanyak 50 butir. Satu setengah bulan berikutnya induk ikan tersebut bertelur lagi. Setiap kali bertelur jumlah telur bertambah 50 butir - 75 butir. Seekor induk dapat bertelur sampai 2.000 butir. Telur-telur tersebut biasanya disimpan di dalam mulut induknya. Penetasan telur juga terjadi di dalam mulut induknya. Setelah menetas, anak-anak ikan mujair disemburkan dari mulut induknya. Jika ada bahaya, anak-anak ikan tersebut berebut masuk kembali ke mulut induknya. 41 Ikan mujair dewasa gemar makan ganggang biru, sehingga dapat membantu kita membrantas penyakit malaria, sebab ganggang biru merupakan tempat bertelur nyamuk malaria. D. Ikan Nila Ikan Nila (Tilapia nilotica) dibedakan menjadi dua, yakni ikan nila biasa berwarna hitam keputih-putihan dan ikan nila merah berwarna merah. Bentuk tubuh ikan nila panjang dan ramping, dengan perbandingan antara panjang badan dan tingginya adalah 3 : 1. sisik-sisik ikan nila berukuran besar dan kasar, berbentuk etonoid dengan garis-garis vertical berwarna gelap pada siripnya. Ikan nila betina memiliki cirri-ciri sebagai berikut : 1. Ukuran sisik relatif lebih kecil daripada sisik ikan nila jantan 2. Sisik di bagian bawah dagu dan perut berwarna cerah. 3. Bentuk hidung dan rahang belakang agak lancip 4. Sirip punggung dan sirip ekor bergaris menyambung serta melingkar 5. Bagian perut diurut (dipijat) tidak akan mengeluarkan cairan berwarna bening. Sedangkan ikan nila jantan memiliki cirri-ciri sebagai berikut : 1. Ukuran sisik libih besar daripada sisik ikan nila betina 2. Sisik di bagian bawah dagu dan perut berwarna gelap 3. Bentuk hidung dan rahang belakang melebar 4. Sirip punggung dan sirip ekor merupakan garis-garis yang terputus-putus. 5. Bila bagian perut diurut (dipijat) akan mengeluarkan atau memancarkan cairan berwarna kuning. Kemampuan bertelur seekor induk ikan nila antara 300 butir sampai 1.500 butir. Telur ikan nila berbentuk bulat kecil, berdiameter 2,8 mm, berwarna abu-abu sampai kekuning-kuningan, tidak lekat, tenggelam dalam air, dan dierami dalam mulut induk betina. Telur ikan nila menetas antara 4 hari - 5 hari kemudian. E. Ikan Karper Ikan Karper (Cyprinus carpio) dapat tumbuh optimal pada ketinggian sekitar 150 meter - 600 meter di atas permukaan laut, dengan suhu air antara 200 C - 250 C. ikan ini memiliki beberapa varietas, antara lain karper merah, karper sinyonya, karper punten dan karper majalaya. Karper merah atau ikan mas dicirikan oleh sisiknya yang berwarna kuning keemas-emasan. Bentuk badannya relatif panjang dan penampang bagian punggungnya tidak begitu pipih. Kolam Sederhana A. Persiapan dan Pengamatan Lahan Pekarangan 42 Pekerjaan pengamatan letak lahan pekarangan meliputi luas tanah, jenis tanah, dan lingkungan sekitarnya. 1. Luas tanah Untuk memastikan ukuran luas tanah, kita dapat mengukurnya dengan menggunakan alat ukur berupa meteran. 2. Jenis Tanah Untuk mengetahui jenis tanah pada areal yang akan kita bangun kolam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Ambillah sebagian tanah lapisan atas dan tanah lapisan bawah, lalu masing-masing dilumatkan dalam air. Setelah lembek dibuat genggaman dan ditekan sekuat-kuatnya. Jika meninggalkan gumpalan pasir cukup banyak, berarti tanah tersebut tergolong tanah berpasir. Akan tetapi jika hanya sedikit sisa pasirnya, berti tergolong tanah liat. b. Jenis tanah yang baik untuk kolam ikan adalah tanah liat berpasir. 3. Lingkungan Pengamatan lingkungan sekitar yang akan dibangun kolam antara lain meliputi : a. Sumber air : sungai, parit, mata air, dan saluran irigasi b. Letak pintu pemasukan dan pengeluaran air. c. Macam tumbuhan dan bantuan yang dapat dimanfaatkan atau yang harus dibuang/disingkirkan. B. Penggalian tanah 1. Tanah diukur dan ditandai sesuai bentuk dan posisinya. Sebaiknya kolam berbentuk empat persegi panjang. Direncanakan luas kolam sederhana di lahan pekarangan adalah 50 m2 . 2. Sesuai dengan batas-batas yang telah ditentukan, tanah mulai dicangkul sampai kedalaman 100 cm - 150 cm. 3. Bersamaan dengan penggalian tanah, sekaligus dibangun pematangnya. Pematang harus kokoh, berbentuk trapezium dan tidak bocor. 4. Dasar kolam dibuat miring antara 3 persen sampai 5 persen kearah pintu pembuangan air. 5. Pada dasar kolam perlu dibuatkan kemalir. Fungsi kemalir adalah untuk mempermudah penangkapan ikan pada waktu dilakukan panen. C. Persiapan Pemeliharaan 1. Bila kolam telah selesai dibuat, dilanjutkan dengan kegiatan pengapuran. Kebutuhan kapur sekitar 5 kg - 10 kg untuk kolam seluas 50 m2 . 2. Dasar kolam ditaburi pupuk kandang 1 kg/ m2 atau 50 kg/ 50 m2. 43 3. Setelah diberi kapur dan pupuk kandang, dasar kolam diairi setinggi 5 cm, dan dibiarkan tergenang selama 5 hari - 7 hari hinga warna air berubah menjadi kehijau-hijauan 4. Akhirnya kolam diisi air sempai ketinggian 60 cm dan kini kolam tersebut siap untuk memelihara ikan. Kolam ikan ber-tingkat untuk memelihara lele. Penebaran Benih A. Syarat Benih Benih ikan yang baik dan sehat memiliki cirri-ciri sebagai berikut : 1. Gerakannya lincah 2. Tidak cacat dan tidak luka di tubuhnya 3. Tidak ada tanda-tanda terserang penyakit 4. Besarnya kurang lebih seragam. B. Pengangkutan Benih Apabila tempat pembelian benih berjarak cukup jauh maka teknik pengangkutan benih, perlu diperhatikan yakni sebagai berikut : 1. Kantong plastik diisi dengan air bersih sebanyak sepertiga bagian. 2. Benih ikan dimasukkan sedikit demi sedikit 3. Udara yang ada di dalam kantorng plastik dikeluarkan 4. Kantong plastik diisi dengan oksigen dari tabung gas hingga penuh. 5. Ujung kantong plastik segera diikat rapat. 6. Kantong plastik terebut dimasukkan ke dalam kardus. 44 7. Kardus berisi benih ikan harus diangkut karena benih ikan dalam kantong plastik hanya bertahan hidup di perjalanan sekitar 4 jam. Waktu pengangkutan sebaiknya pagi atau malam hari. C. Pelepasan Benih 1. Sebelum benih ditebarkan, kolam sudah digenangi air selama 4 hari - 7 hari. 2. Setibanya di lokasi, kantong plastik berisi benih ikan langsung diapungkan dalam air kolam selama 15 - 20 menit agar terjadi penyesuaian suhu. 3. Air kolam dimasukakn ke dalam kantong plastik dan dibiarkan mengapung di kolam selama 5 - 10 menit 4. Bila suhu sudah sesuaim pengikat kantung plastik dibuka 5. Selanjutnya kantong plastik tersebut diniringkan ke dalam air dan benih-benih ikan dibiarkan keluar sendiri untuk berenang. 6. Kepadatan benih untuk ikan nila adalah 0,5 kg - 2 kg per m2 dengan ukuran benih 50 - 70 grm per ekor. BERTERNAK AYAM KAMPUNG DI PEKARANGAN Penyediaan pangan bergizi dalam kehidupan sehari-hari identik dengan penyediaan protein hewani yangdapat diperoleh dari daging, telur dan susu. Namun penyediaannya secara rutin sering terkendala oleh tingkat harga yang relatif mahal. Memelihara ayam kampung sangat membantu suplai kebutuhan gizi maupun tambahan pendapatan keluarga, tetapi belakangan ini minat memelihara ayam kampung dalam skala besar mulai menurun akibat kekhawatiran tertular flu burung. Ayam kampung, secara umum telah dikenal dan banyak dipelihara masyarakat di daerah perdesaan atau di daerah urban dan masih diusahakan secara tradisional. Walaupun produktivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan ayam ras, namun memberikan sumbangan sebesar 26,23% bagi pemenuhan daging unggas atau 15,95% dari kebutuhan daging secara keseluruhan (DITJENNAK, 2004). Sementara itu, keberadaan ayam kampung tidak akan tersaingi oleh ayam ras, karena daging ayam kampung memiliki citarasa yang khas, terutama bagi masakan asli Indonesia. Selain itu, telur ayam kampung dipercaya memiliki nilai nutrisi “lebih bagus” dari telur ayam ras, dan “cocok” untuk dikonsumsi sebagai “jamu”. Dan secara umum pada kenyataanya harga ayam kampung dan telurnya selalu lebih tinggi dari harga ayam dan telur ayam ras. Permintaan akan daging ayam kampung semakin meningkat sekitar 3,86%/tahun (DITJENNAK, 2004) selaras dengan tingkat pendapatan masyarakat. Hal ini ditunjang pula dengan banyaknya masyarakat yang merubah pola hidup menuju “kembali ke alam” dimana tongkat kesadaran masyarakat lterhadap kesehatan lebih bagus sehingga mempengaruhi dalam memilih makanan yang dikonsumsi, dimana daging ayam kampung menjadi pilihan karena dibandingkan dengan daging ayam ras, kandungan lemak daging ayam kampung lebih rendah. 45 Dalam perkembangannya, sudah banyak peternak secara perseorangan atau berkelompok yang memelihara ayam kampung dengan cara intensif, tidak diumbar, dimana dengan cara intensif dapat menekan angka kematian anak ayam hingga menjadi sekitar 50%, dan dapat meningkatkan produktivitasnya serta dapat menambah pendapatan peternak. Tetapi, keberadaan usaha tidak dapat langgeng dimana keterbatasan modal, kurangnya promosi dan tidak adanya kerjasama dengan “mitra” menjadi hambatan bagi peternak untuk memenuhi permintaan pasar secara berkesinambungan. Kemungkinan yang lain adalah kurangnya pengetahuan tentang manajemen pemeliharaan secara profesional dan tidak adanya spesifikasi usaha sehingga 1 (satu) peternak melakukan usaha pembibitan dan pembesaran. Sehingga apabila akan mengembangkan usaha ayam kampung perlu diperhatikan selain aspek teknis, pasar, modal dan ketangguhan sumberdaya manusia pengelola (peternak) serta adanya “spesialisasi” usaha untuk pembibitan, pembesaran, atau produksi telur. Sesuai dengan dinamika perkembangan industri boga di Indonesia, aktivitas dan kesibukan masyarakat semakin banyak sehingga memerlukan makanan yang siap saji, sehingga industri makanan siap saji juga semakin bertambah, diantaranya adalah industri rumah makan ayam kampung, yang berakibat pada meningkatnya kebutuhan akan ayam kampung. Hasil wawancara pribadi dengan pemilik rumah makan ayam kampung ternyata dibutuhkan ayam kampung dengan bobot hidup sekitar 750 – 1000 gram karena besar ayam akan berpengaruh terhadap harga makanan siap saji. “Semakin besar bobot ayam semakin mahal harga produk olahannya” sehingga dengan bobot > dari 1000 gram daya beli konsumen turun. Untuk mencapai berat tersebut, ayam dapat dipelihara sampai umur sekitar 10 – 12 minggu dan bila lebih dari 12 minggu pemeliharaan sudah tidak efisien lagi. Sementara itu, untuk konsumen rumah tangga, diperlukan ayam kampung yang berbobot badan 1000 – 1500 gram, demikian pula untuk penjual masakan tradisional yang menggunakan ayam kampung. Memperbaiki Produktivitas Ayam Kampung Agar ayam kampung yang dipelihara secara sehat, akan cepat besar dan mampu berproduksi secara optimal, untuk itu perlu diberikan makanan tambahan juga pelaksanaan program vaksinasi yang tepat. Ayam kampung dipelihara oleh hampir seluruh masyarakat di pedesaan. Ayam ini memang dapat mencari makan sendiri, sehingga biasanya pemeliharaannya dengan dilepas begitu saja tanpa diperhatikan kesehatannya, pertumbuhan maupun produksinya. Walaupun demikian, ternak ini memiliki potensi yang cukup besar dalam mendukung ekonomi dan konsumsi protein hewani keluarga. Untuk menjadikan ayam kampung ini sebagai ternak komersial, maka produksinya perlu ditingkatkan. Paling tidak ada empat tindakan yang harus dilaksanakan bila ingin mendapatkan ayam kampung yang berproduksi tinggi, yaitu : 46 1. Vaksinasi ND secara teratur Sudah umum diketahui bahwa penyakit tetelo/ sampar/ New Castle Disease (ND) merupakan momok utama penyebab kematian ayam kampung. Penyakit ini biasanya terjadi pada saat pergantian musim, baik dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya. Karena disebabkan oleh virus, satu-satunya cara untuk menghindarkan ayam dari serangan penyakit ini adalah dengan menciptakan kekebalan pada tubuhnya, dengan melakukan vaksinasi ND secara teratur. Vaksinasi ND sebaiknya dilaksanakan dengan program 4 4 3 3, artinya ayam mulai divaksin ND pada umur 4 hari dengan cara tetes mata atau hidung memakai vaksin strain F. Setelah itu diulang kembali pada umur 4 minggu dengan cara tetes mata/hidung, tetapi bila memungkinkan untuk disuntik dapat saja dilakukan penyuntikan pada otot dada atau paha. Kemudian divaksin kembali (revaksinasi) pada umur 3 bulan dengan cara disuntik menggunakan vaksin strain K dan diulang setiap 3 bulan sekali. Tanpa melaksanakan vaksinasi ND secara teratur, ayam kampung yang dipelihara tidak dapat hidup seperti yang diharapkan terutama pada anak-anaknya (antara 1-30 hari). 2. Pemberian makanan tambahan Ayam kampung memeng dapat mencari makan sendiri bila dilepas di pekarangan atau tempat-tempat lain. Tetapi makanan yang diperolehnya ini belum tentu mencukupi kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang lebih baik, sehingga pertumbuhan, kesehatan dan produksinyapun akan berpengaruh. untuk itu, untuk mendapatkan ayam kampung yang sehat, cepat besar dan mampu berproduksi optimal diperlukan makanan tambahan. Makanan tambahan ini dapat saja berupa hasil atau limbah pertanian seperti jagung, ketela, gabah, dedak bahkan limbah dapur atau makanan sisa dapat diberikan, asalkan cukup bergizi. Pemberian makanan tambahan ini sebaiknya dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Maksud diberikan pagi hari saat ayam akan mengembara mencari makan, agar tubuhnya cukup kuat, memiliki tenaga/energi, sehingga akan lebih kuat dan lincah baik dalam mencari makan maupun bahaya yang mungkin dihadapi. Sedangkan pemberian pada sore hari, yakni pada saat ayam akan tidur maksudnya adalah untuk melengkapi kekurangan makanan yang diperoleh selama pengembaraannya. Makanan ini diperlukan untuk proses pertumbuhan maupun produksinya. 3. Membuatkan kandang Hal ini jarang sekali diperhatikan oleh pemelihara ayam kampung, padahal jika dikaji kandang ini cukup penting artinya bagi perkembang-biakan ternak. Selain tempat untuk berteduh waktu hujan, untuk bermalam dan tempat kegiatan reproduksi (bertelur dan mengerami telurnya), kandang dapat pula menyelamatkan ayam dari ancaman binatang buas. 47 Hal yang terpenting, dengan membuatkan kandang, ayam akan lebih mudah ditangkap pada saat akan melaksanakan vaksinasi ND maupun pada saat akan dijual. Jadi peranan kandang selain untuk melindungi ayam dari segala macam gangguan juga untuk memudahkan tata laksana perawatannya. 4. Penanganan khusus pada anak dan induk Tujuannya untuk mempercepat atau melipat-gandakan perkembang-biakannya. Penanganan khusus pada anak ayam adalah dengan melakukan penyapihan lebih awal. Anak ayam harus disapih pada umur 1 hari atau pada umur 1 bulan, karena pada saat umur 1 bulan anak ayam sudah dapat mencari makan sendiri. Kandang pekarangan Jika penyapihan dilakukan pada saat umur 1 hari, maka harus dipelihara dalam kandang khusus (box), diberi makanan bergizi dan pemanas (induk buatan) dan jangan lupa divaksinasi. Dengan penyapihan lebih awal ini seekor induk dapat berproduksi lebih banyak daripada dibiarkan mengasuh terus anaknya. Jika dibiarkan mengasuh terus anaknya, induk hanya akan berproduksi setiap 2-3 bulan sekali (4-6 kali dalam setahun. Perlakuan khusus terhadap induk adalah perlakuan yang diberikan kepada induk yang disapih, baik dari telurnya maupun dari anak-anaknya. Induk yang disapih dengan anaknya atau yang telurnya diambil (tidak dibiarkan mengerami) ditangkap dan dimandikan setiap pagi hari selama 3-4 hari dan diberikan makanan yang lebih bergizi, bila perlu dikurung bersama pejantan. maksud perlakuan ini adalah untuk menurunkan suhu tubuhnya, yang pada saat mengerami telur atau saat mengasuh anaknya, suhu tubuh tinggi. Ini diperlukan untuk memberikan 48 kehangatan baik pada telur yang dierami maupun anak yang diasuh. Dengan menurunkan suhu tubuh maka sikap mengeram atau mengasuh anak akan berkurang bahkan hilang. Apalagi kalau dirangsang dengan makanan bergizi dan pejantan, maka proses peneluran akan lebih cepat timbul. Biasanya induk yang diperlakukan demikian akan bertelur kembali setelah 7-10 hari dari saat perlakuan. BETERNAK KELINCI DI PEKARANGAN Salah satu komoditas yang mampu menghasilkan daging secara rutin adalah ternak kelinci,yang sejak tahun 1980 telah diperkenalkan dengan promosi yang cukup gencarsebagai sumber protein, daging kelinci menjadi salah satu menu hidangan yang digemari banyak orang. Menurut bentuk tubuh dan berat tubuhnya ternak kelinci terbagi 3 tipe, yaitutipe kecil, tipe sedang dan tipe besar. Kelinci lokal Indonesia tergolong tipekecil. Ternak kelinci tipe sedang yang banyak dipelihara di Indonesia antara lain Vlaamse reus, California, Yamamoto. Jika ditinjau berdasarkan fungsinya ternak kelinci terbagi menjadi 2 golongan, yaitu kelinci hias (Rex, Rexpappilon, Angora) dan kelinci pedaging. Jika ingin menghasilkan daging yang bisa dikonsumsi oleh keluarga secara rutin maka sebaik memelihara kelinci pedaging (vlaamse reus, california, yamamoto, NewZealand White dll). Kelinci jenis ini sudah dapat dikawinkan pertama kali pada umur 6 bulan, lama kebuntingannya hanya sekitar 30-33 hari, dapat dikonsumsi pada umur 4 bulan yang mampu mencapai berat hidup 2 kg atau setara dengan 1 – 1,1 kg daging siap konsumsi, yang cukup untuk dinikmati oleh satu keluarga beranggotakan 3 – 4 jiwa. Kelinci Dapat dikawinkan setiap saat Keistimewaannya, ternak kelinci betina dapat dikawinkan setiap saat, jadi tidak bergantung pada munculnya gejala birahi. Berbeda dengan ternak kambing, sapi atau kerbau, yang hanya mau dikawini oleh pejantan apabila berada dalam kondisi birahi. Hal inilah yang menjadikan ternak kelinci dapat difungsikan seperti layaknya sebuah mesin penghasil daging. Artinya kita dapat mengatur kelahiran seperti yang kita inginkan, kalau kita menginginkan terjadinya kelahiran bulan depan pada tanggal 30, maka tanggal 1 bulan ini sudah harus dikawinkan. Jadi tinggal pengaturan strategi perkawinan ternak saja ................................. dst...........