pekarangan lumbung pangan keluarga

advertisement
1
MANAJEMEN EKOSISTEM:
PEKARANGAN LUMBUNG PANGAN KELUARGA
(smno.tnh.fpub)
URGENSI LUMBUNG PANGAN
Lumbung pangan dapat merupakan sejenis bangunan yang
digunakan menyimpan bahan pokok. Pembangunan lumbung pangan akan
disesuaikan dengan karakter wilayah itu, tidak harus menyimpan beras.
Memasuki bulan Juli, di sejumlah daerah sentra produksi pertanian
seringkali mengalami kekeringan. Petani yang menanam padi pada musim
tanam gadu (musim kedua) mulai ketar-ketir. Karena berbeda dengan
tanaman lainnya, tanaman padi memerlukan air yang banyak (diperlukan
1.900 liter hingga 5.000 liter air untuk produksi satu kilogram padi). Pasokan
air yang kurang di masa fase vegetatif akan membuat pertumbuhan padi
terganggu yang pada gilirannya akan memperburuk hasil panen. Untuk
menghindari risiko itu, petani bisa serta-merta diminta mengganti tanaman
padi dengan tanaman palawija yang tidak memerlukan banyak air. Jenis
tanaman itu mudah rusak, harganya fluktuatif, dan relatif tak ada jaminan.
Pada gilirannya, kekeringan akan menurunkan hasil panen, bahkan membuat
panen puso, dan akan mengancam target produksi tanaman.
Dari sudut pertanian, kekeringan jauh lebih menekan daripada banjir,
terutama karena periode waktunya. Banjir sampai batas tertentu, masih bisa
dikendalikan dan saatnya pendek, apalagi jika drainase baik. Di pihak lain,
kekeringan membuat kebutuhan air tanaman dan makhluk hidup lain menjadi
sangat terbatas, itu pun periodenya sangat panjang. Kekeringan bisa
mengancam daerah mana saja, sehingga berdampak lebih luas dan lama.
Oleh karena itu, mengurangi dampak tekanan dari kekeringan jadi penting.
Secara historis, Indonesia telah berulangkali mengalami peristiwa kekeringan
yang
serius.
Sayangnya,
berbagai
peristiwa
tersebut
kurang
terdokumentasikan dengan baik. Salah satu kasus kekeringan yang
mengesankan terjadi pada awal 1970-an yang menimpa daerah-daerah
gudang beras penting di Indonesia, seperti Kabupaten Karawang, Jabar.
Akibatnya insiden kelaparan meluas di tengah masyarakat, terutama
menimpa mereka yang vulnerable dan berpendapatan rendah. Kekeringan
akibat El Nino menelan korban cukup banyak terjadi pada 1997/1998. Saat
itu sekitar lima ratus orang di pedalaman Papua meninggal dunia. Karena
kegagalan panen, sekelompok masyarakat di Lampung terpaksa mengganti
menu pokok beras dengan tiwul, bahkan minum tuba.
Berbagai dampak merugikan akibat kekeringan itu menyadarkan kita
bila negara ini belum memiliki sistem ketahanan pangan (food security) yang
bisa diandalkan. Kelaparan terjadi selain karena kemiskinan juga karena
masyarakat tidak memiliki sistem penyangga ketersediaan pangan untuk
menghadapi berbagai situasi sulit. Bulog, lumbung pangan modern sebagai
ujung tombak ketahanan pangan, sering tidak berdaya meskipun sudah
banyak sumberdaya, dana, waktu, dan fasilitas dicurahkan untuk membentuk
cadangan pangan.
Tidak bisa dimungkiri, lumbung desa telah lama dikenal sebagai
institusi cadangan pangan di pedesaan dan sebagai penolong petani di masa
2
paceklik. Dengan fungsi konvensionalnya, lumbung desa telah membantu
meningkatkan ketahanan pangan masyarakat dalam skala kecil. Sayangnya,
sepanjang periode orde baru, akibat kebijakan pangan (beras) murah,
terjangkau semua orang dan tersedia setiap saat, institusi yang sebetulnya
hidup dan dipelihara turun-temurun itu lenyap ditelan waktu. Masyarakat
merasa tidak perlu lagi menyisihkan dan menyimpan sebagian panenya di
lumbung desa. Cuma, gagasan untuk menghidupkan kembali institusi
lumbung desa saat ini bukan pekerjaan mudah.
Identifikasi kondisi lumbung pangan masyarakat desa (LPMD) di
berbagai daerah menunjukkan jika LPMD belum bisa diandalkan sebagai
lembaga yang mampu menyerap marketable plus di saat panen raya.
Apalagi diharapkan sebagai stabilitas cadangan pangan masyarakat dan
membantu mengamankan harga gabah dari kejatuhan.
Modal awal LPMD hanya dihimpun sekali dalam bentuk natura
(gabah). Berikutnya tidak pernah ada aktivitas penyimpanan (setor), yang
ada adalah jasa peminjaman dalam bentuk natura dan dikembalikan dalam
bentuk natura. Penggunaan jasa pinjaman selain untuk akumulasi modal,
susut, dan jasa pengurus serta anggota, juga dipakai untuk kegiatan sosial
seperti mengatasi musibah. Dengan kata lain, dalam pengelolaannya LPMD
masih menggunakan sistem natura, dan bukan uang. Ciri lain yang melekat,
hampir semua LPMD masih berorientasi sosial.
Seiring makin menurunnya peran Bulog dalam pembentukkan
cadangan pangan nasional, maka langkah merevitalisasi LPMD menjadi
institusi penyangga cadangan pangan menjadi amat strategis. Revitalisasi
LPMD menjadi lembaga perekonomian desa harus dilakukan secara
bertahap. Mula-mula LPMD yang sudah ada dan bersifat sosial dapat
ditingkatkan menjadi LPMD sederhana yang kokoh. Selanjutnya, LPMD itu
harus difasilitasi menjadi lumbung pangan yang modern seperti yang ada di
negara-negara maju.
Cikal-bakal lumbung pangan demikian sudah ada di Sumatera
Selatan. Dengan prinsip saling percaya. Pengusaha penggilingan padi
memberikan fasilitas gudang gratis kepada petani. Lewat cara ini, pengusaha
bisa menjaga pasokan beras sesuai kebutuhan pasar, sehingga harga
gabah/beras terkendali. Ujung-ujungnya, bukan saja pengusaha yang untung,
petani juga tidak merugi akibat kejatuhan harga di saat panen raya. Dengan
bukti kepemilikan gabah di gudang, petani juga bisa mendapatkan kredit dari
pengusaha dan pihak lain. Di Lampung jauh lebih maju. Dengan
mengantongi sertifikat kepemilikan kopi di gudang dari surveyor, petani kopi
di sana dengan mudah bisa mendapatkan fasilitas kredit off-shore berbunga
ringan dari institusi perbankan di London.
Untuk mengembangkan lumbung pangan modern, yang penting
bukan cuma institusi fisik, tapi juga soal manajemennya. Intinya, pengelolaan
lumbung pangan modern menyangkut tiga hal penting, yaitu pengelolaan
risiko, bursa komoditas, dan prinsip saling kepercayaan. Lumbung pangan itu
bukan hanya untuk mengelola komoditas yang punya daya simpan panjang
seperti beras dan kopi atau biji-bijian, tapi juga komoditas yang mudah dan
cepat busuk seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
3
Aneka pangan hasil pertanian
PEKARANGAN, LUMBUNG PANGAN KELUARGA
Menurut arti katanya, pekarangan berasal ari kata “karang” yang
berarti halaman rumah (Poerwodarminto, 1976). Sedangkan secara luas,
batasan pengertian pekarangan adalah:
“Pekarangan adalah tanah di sekitar perumahan, kebanyakan
berpagar keliling, dan biasanya ditanami padat dengan beraneka
macam tanaman semusim maupun tanaman tahunan untuk
keperluan sendiri sehari-hari dan untuk diperdangkan. Pekarangan
kebanyakan slng berdekaan, dan besama-sama membentuk
kampung, dukuh, atau desa”.
4
Batasan lain, adalah pekarangan sebagai suatu ekosistem:
“Pekarangan adalah sebidang tanah darat yang terletak langsung di
sekitar rumah tinggal dan jelas batas-batasannya, ditanami dengan
satu atau berbagai jenis tanaman dan masih mempunyai hubungan
pemilikan dan/atau fungsional dengan rumah yang bersangkutan.
Hubungan fungsional yang dimaksudkan di sini adalah meliputi
hubungan sosial budaya, hubungan ekonomi, serta hubungan
biofisika”. (Danoesastro, 1978).
Pekarangan adalah sebidang tanah di sekitar rumah yang mudah di
usahakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui
perbaikan menu keluarga. Pekarangan sering juga disebut sebagai lumbung
hidup, warung hidup atau apotik hidup. Dalam kondisi tertentu,
pekarangan dapat memanfaatkan kebun/rawa di sekitar rumah.
Pemanfaatan Pekarangan adalah pekarangan yang dikelola melalui
pendekatan terpadu berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan, sehingga akan
menjamin ketersediaan bahan pangan yang beranekaragam secara terus
menerus, guna pemenuhan gizi keluarga.
Pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak di sekitar rumah
dan umumnya berpagar keliling. Di atas lahan pekarangan tumbuh berbagai
ragam tanaman. Bentuk dan pola tanaman pekarangan tidak dapat
disamakan, bergantung pada luas tanah, tinggi tempat, iklim, jarak dari kota,
jenis tanaman. Pada lahan pekarangan tersebut biasanya dipelihara ikan
dalam kolom , dan hewan piaraaan seperti ayam, itik, kambing, domba,
kelinci, sapi dan kerbau. Keragaman tumbuhan dan bintang piaraan inilah
yang menciptakan pelestarian lingkungan hidup pada pekarangan.
Lahan pekarangan beserta isinya merupakan satu kesatuan
kehidupan yang saling menguntungkan. Sebagian dari tanaman
dimanfaatkan untuk pakan ternak, dan sebagian lagi untuk manusia,
sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang untuk
menyuburkan tanah pekarnagn. Dengan demikian, hubungan antara tanah,
tanaman, hewan piaraan, ikan dan manusia sebagai unit-unit di pekaranagn
merupakan satu kesatuan terpadu.
Pekarangan dengan aneka
jenis tanaman
5
Fungsi Ekosistem Pekarangan sebagai berikut :
1. Fungsi Lumbung Hidup
Untuk menghadapi musim paceklik, pekarangan biasanya dapat
membantu penghuninya menyediakan sumber pangan yang
hidup (lumbung hidup) seperti : tanaman palawija, tanaman
pangan dan hortikultura, hasil binatang peliharaan, dan ikan
2. Fungsi Warung Hidup
Pekarangan menyediakan berbagai jenis tanaman dan binatang
peliharaan yang setiap saat siap dijual untuk kebutuhan keluarga
pemiliknya.
Tanaman sayuran di
pekarangan belakang
rumah
3. Fungsi Apotik Hidup
Pekarangan menyediakan berbagai jenis tanaman obat-obatan,
misalnya sembung, jeruk nipis, kunir, kencur, jahe, kapulaga dan
sebagainya. Tanaman tersebut dapat digunakan untuk obatobatan tradisional yang tidak kalah khasiatnya dengan obatobatan yang diproduksi secara kimiawi.
4. Fungsi Sosial
Lahan pekarangan yang letaknya berbatasan dengan tetangga
biasanya digunakan untuk ngumpul-ngumpul hajatan, tempat
bermain, berdiskusi, dan kegiatan social lainnya. Hasil
pekarangan biasanya saling ditukarkan dengan hasil pekarangan
tetangga untuk menjalin keeratan hubungan social.
5. Fungsi Sumber Benih dan Bibit.
Pekarangan yang ditamani berbagai jenis tanaman dan untuk
memelihara ternak atau ikan mampu menyediakan benih atapun
bibit baik berupa biji-bijian, stek, cangkok, okulasi maupun bibit
ternak dan benih ikan.
6. Fungsi Pemberian Keasrian
Pekarangan yang berisi berbagai jenis tanaman, baik tanaman
merambat, tanaman perdu maupun tanaman tinggi dan besar,
dapat menciptakan suasana asri dan sejuk.
6
7.
Fungsi Pemberi Keindahan
Pekarangan yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman bungabungaan dan pagar hidup yang ditata rapi akan memberi
keindahan dan ketenangan bagi penghuninya.
Lahan pekarangan dapat ditanami dengan aneka jenis tanaman,
seperti tanaman hias, tanaman pangan, buah dan sayuran, seperti singkong,
terong, pepaya, tomat, pisang,dll. Pekarangan juga dapat ditanami dnegan
aneka tanaman ubi-ubian yang tahan bertahun-tahun dan adaptif dengan
segala musim dan cuaca, semacam suweg, iles-iles, ketela, gadung,
ganyong, jelarut (garut), dan sebagainya.
Berbagai jenis tanaman tersebut dapat dijadikan sumber pangan
alternatif, karena rasa dan gizinya cukup baik, bahkan kalau sudah
memungkinkan kita dapat lebih berdaulat atas pangan kita. Dengan
beraneka tanaman pangan, buah-buahan serta sayuran, maka pekarangan
kita bisa menjadi sumber gizi keluarga yang murah.
Lahan pekarangan dengan tegakan kayu dan umbi-umbian
Di pekarangan juga dapat dipelihara hewan ternak dan ikan, seperti
ikan, kelinci, ayam, dan sebagainya sebagai sumber protein hewani yang
murah. Pekarangan juga dapat dioptimalkan pemanfaatannya dengan
tanaman apotek hidup atau tanaman obat keluarga (toga) yang memudahkan
kita memperoleh obat alami. Tanaman obat sekaligus sebagai bumbu dapur
sejenis empon-empon, semacam jahe, kencur, lengkuas, kunyit, juga
tanaman sirih, cabe, kapulaga, dan sebagainya dapat menjadi pilihan.
Manfaatnya bukan saja sebagai penghasil obat dan bumbu, melainkan juga
akan memberikan suasana asri dan nilai estetika yang tak ternilai.
7
Menggarap lahan pekarangan
FUNGSI PEKARANGAN
Fungsi Hubungan SOSIAL BUDAYA
Ditinjau dari segi sosial budaya, dewasa ini nampak ada
kecenderungan bawa pekarangan dipandang tidak lebih jauh dari fungsi
estetikanya saja. Pandangan seperti ini nampak pada beberapa anggota
masyarakat pedesaan yang elah “maju”, terlebih pada masyarakat perkotaan.
Yaitu, dengan memenuhi pekarangannya dengan tanaman hias dengan
dikelilingi tembok atau pagar besi dengan gaya arsitektur “modern”.
Namun, bagi masyarakat pedesaan yang masih “murni”, justru masih
banyak didapati pekarangan yang tidak berpagar sama sekali. Kalaupun
berpagar, selalu ada bagian yang masih terbka atau diberi pinu yang mudah
dibuka oleh siapapun dengan maksud untuk tetap memberi keleluasaan bagi
masyarakat umum untuk keluar masuk pekarangannya.
Nampaknya, bagi masyarakat desa, pekarangan juga mempunyai
fungsi sebagai jalan umum (lurung) antar tetangga, atar kampung, antar dkuh,
ahkan antar desa satu dengan yang lainnya. Di samping itu, pada setiap
pekarangan terdapat”pelataran” (Jawa) yang dapat dipergunakan sebagai
tempat bemain anak-anak sekampung. Adanya kolam tempat mandi atau
sumur di dalam pekarangan, juga dapat dipergunakan oleh orang-orang
sekampung dengan bebas bahkan sekaligus merupakan tempat pertemuan
mereka sebagai sarana komunikasi masa.
Bagi masyarakat desa, pekarangan bukanlah milik pribadi
yang ”eksklusif”, melainkan juga mempunai fungsi sosial budaya di mana
anggota masyarakat (termasuk anak-anak) dapat bebas mempergunakannya
untuk keperluan-keperluan yang bersifat sosial kebudayaan pula.
8
Fungsi Hubungan EKONOMI
Selain fungsi hubungan sosial budaya, pekarangan juga memiliki
fungsi hubungan ekonomi yang tidak kecil artinya bagi masyarakat yang
hidup di pedesaan. Sedikitnya ada empat fungsi pokok yang dipunyai
pekarangan, yaitu: sebagai sumber bahan makanan, sebagai penhasil
tanaman perdagangan, sebagai penghasl tanaman rempah-rempah atau
obat-obatan, dan juga sumber bebagai macam kayu-kayuan (untuk kayu
nakar, bahan bangunan, maupun bahan kerajinan).
Tabel 1. Daftar berbagai macam tanaman di pekarangan petani di kelurahan
Sampel, dikelompokkan menurut fungsinya.
No.
I
Golongan Tanaman
Sumber
bahan
makanan
tambahan :
1. Tanaman karbohdrat
2.
3.
II
III
IV
Tanaman sayuran
Buah-buahan
4. Lain-lain
Tanaman perdagangan
Rempah-rempah, obat-obatan.
Kayu-kayuan:
1. Kayu bakar
2. Bahan bangunan
3. Bahan kerajinan
Sumber: Danoesastro, 1978.
Macam Tanamannya
Ubikayu, ganyong, uwi, gembolo,
tales,garut dll.
Mlinjo, koro, nangka, pete.
Pepaya, salak, mangga, jeruk,
duku, jambu, pakel, mundu, dll.
Sirih.
Kelapa, cengkeh, rambutan.
Jahe, laos, kunir, kencur, dll.
Munggur, mahoni, lmtoro.
Jati, sono, bambu, wadang.
Bambu, pandan, dll.
Bagi masyarakat pedesaan, pekarangan dapat dipandang sebagai
“lumbung hidup” yang tiap tahun diperlukan untuk mengatasi paceklik, dan
sekaligus juga merupakan “terminal basis” atau pangkalan induk yang
sewaktu-waktu dapat dimabil manfaatnya apabila usahatani di sawah atau
tegalan mengalami bencana atau kegagalan akibat serangan hama/penyakit,
banjir, kekeringan dan bencana alam yang lain.
9
Kandang ternak di pekarangan belakang rumah
Fungsi Hubungan BIOFISIKA
Pada pandangan pertama, bagi orang “kota” yang baru pertama kali
turun masuk desa, akan nampak olehnya sistem pekarangan yang ditanami
secara acak-acakan dengan segala macam jenis tanaman dan sering pula
menimbukan kesan “menjijikkan” karena adanya kotoran hewan ternak di
sana sini. Keadaan seperti ini adalah merupakan manifestasi
kemanunggalan manusia dengan lingkungannya sebagaimana yang telah
diajarkan nenek moyangnya.
Dalam teori kebatinan Jawa, disebutkan bahwa sesuatu yang ada
dan yang hidup pada pokoknya satu dan tunggal. Bahkan, justru pola
pengusahaan pekarangan seperti itulah ternyata, yang secara alamiah diakui
sebagai persyaratan demi berlangsungnya proses daur ulang (recycling)
secara natural (alami) yang paling efektif dan efisien, sehingga pada
kehidupan masyarakat desa tidak mengenal zat buangan. Apa yang menjadi
zat buangan dari suatu proses, merupakan sumberdaya yang dipergunakan
dalam proses berikutnya yang lain. Sebagai contoh, segala macam sampah
dan kotoran ternak dikumpulkan menjadi kompos untuk pupuk tanaman.
Sisa dapur, sisa-sisa makanan, kotoran manusia dan ternak dibuang ke
kolam untuk dimakan ikan. Ikan dan hasil tanaman (daun, bunga, atau
buahnya) dimakan manusia, kotoran manusia dan sampah dibuang ke kolam
atau untuk kompos, demikian seterusnya tanpa berhenti dan berulang-ulang.
Dengan demikian kalaupun dalam proses kemajuan peradaban
manusia ada sesuatu yang perlu diperbaki seperti: pembuatan jamban
Keluarga di atas kolam, sistem daur ulang yang tidak baik dan efisiensi harus
tetap terjaga kelangsungannya.
KEGIATAN PEMANFAATAN PEKARANGAN
Pekarangan sebagian besar hanya dimanfaatkan sebagai penunjang
konsumsi sehari-hari serta belum banyak mempehatikan aspek keragaman
10
dan budidaya. Untuk mensinergikan antara potensi pekarangan yang ada
dengan permasalahan pangan dan gizi yang terjadi, maka fungsi
pemanfaatan pekarangan perlu ditingkatkan lagi, baik dipedesaan maupun di
perkotaan.
Lahan pekarangan yang dikelola secara optimal dapat memberikan
manfaat bagi rumah tangga dan keluarga yang mengelolanya. Lahan
pekarangan yang dikelola dengan baik dapat memberikan manfaat antara
lain adanya peningkatan gizi keluarga, tambahan pendapatan keluarga,
lingkungan rumah asri, teratur, indah dan nyaman.
Aneka jenis tanaman dapat tumbuh di pekarangan.
Tujuan dari pemanfaatan pekarangan adalah :
1. Memenuhi
kebutuhan
gizi
mikro
keluarga
secara
berkesinambungan melalui pemanfaatan pekarangan.
2. Meningkatkan ketrampilan keluarga tani-nelayan dalam budidaya
tanaman, ternak dan ikan serta pengolahannya dengan teknologi
tepat guna.
3. Meningkatkan pendapatan keluarga tani-nelayan mellui
kerjasama pemanfaatan pekarangan dengan berkelompok dalam
skal usaha ekonomi.
Pemanfaatan pekarangan dilakukan untuk mewujudkan ketahanan
pangan ditingkat rumah tangga dan tercapainya penurunan kemiskinan
melalui pemberdayaan keluarga. Ditinjau dari potensi sumberdaya wilayah,
sumberdaya alam Indonesia memiliki potensi ketersediaan pangan yang
beragam dari satu wilayah ke wilayah lainnya, baik sebagai sumber
karbohidrat maupun protein, vitamin dan mineral, yang berasal dari kelompok
11
padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, sayur dan
buah serta biji berminyak.
Realisasi konsumsi 4 (empat) kelompok pangan lazimnya masih di
bawah anjuran, yaitu : umbi-umbian 46%, pangan hewani 31%, kacangkacangan 47%, serta sayur dan buah 49% (SUSENAS, 1999). Hal ini terjadi
karena pendapatan masyarakat yang berkurang, baik daya beli maupun
nominalnya, serta pengetahuan terhadap pangan dan gizi masih terbatas.
Untuk meningkatkan gizi keluarga, dapat dilakukan melalui
pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia di lingkungannya. Salah satu upaya pemberdayaan masyarakat
tersebut di atas adalah dengan pemanfaatan pekarangan yang dikelola oleh
keluarga sehingga mudah untuk pemeliharaan dan pemanenan hasilnya.
Lahan pekarangan sudah lama dikenal dan memiliki fungsi multiguna.
Fungsi pekarangan adalah untuk menghasilkan : (1) bahan makan sebagai
tambahan hasil dari lahan sawah dan tegalan; (2) sayuran dan buah-buahan;
(3) unggas, ternak kecil dan ikan; (4) rempah, bumbu-bumbu dan wangiwangian; (5) bahan kerajinan tangan; dan (7) uang tunai.
Pekarangan sebagai lumbung pangan keluarga
Usaha budidaya di pekarangan jika dikelola secara intensif sesuai
dengan potensi pekarangan, dapat memenuhi sebagian kebutuhan konsumsi
rumah tangga, juga dapat memberikan sumbangan pendapatan bagi
keluarga sekitar 5% sampai dengan 40%.
12
Lokasi dan Kelompok Sasaran
Untuk keberhasilan pelaksanaan model pemanfaatan pekarangan,
perlu diperhatikan mekanisme penentuan lokasi dan kelompok tani sebagai
sasaran program sebagai berikut :
Lokasi Kegiatan
Kriteria lokasi kegiatan adalah sebagai berikut :
Berada di daerah rawan pangan dan gizi
Daerah miskin.
Sasaran Kelompok
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kelompok secara
partisipatif. Kelompok tumbuh dari, oleh dan untuk kepentingan para petani
sendiri. Dengan berkelompok tumbuh kekuatan gerak dari para warga
dengan prinsip keserasian, dan kepemipinan dari mereka sendiri. Kriteria
kelompok peserta program adalah sebagai berikut :
 Sebagian besar anggotanya merupakan keluarga tani miskin.
 Berdomisili di desa/kecamatan rawan gizi.
Bila kelompok memenuhi kriteria seperti di atas, maka dapat
dijadikan sebagai kelompok sasaran. Seandainya belum terdapat kelompok
yang memenuhi kriteria tersebut, maka dilakukan penumbuhan kelompok
yang didasarkan kepada kebutuhan dan keinginan bersama. Dalam
penumbuhan kelompok sebaiknya di setujui oleh kepala desa dan diketahui
oleh petugas penyuluh untuk memudahkan pembinaan. Jumlah anggota
kelompok disarankan berkisar antara 15 – 25 orang dan berdomisili
berdekatan.
PELAKSANAAN PEMANFAATAN PEKARANGAN.
1. Metode
Pemberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan dapat
dilaksanakan dalam suatu model dengan menggunakan metode PRA. PRA
digunakan untuk menyertakan aggota masyarakat, para tokoh masyarakat,
petugas terkait dan tokoh-tokoh formal pedesaan untuk menentukan secara
bersama-sama lokasi dan calon warga binaan yang akan melaksanakan
pengembangan pemanfaatan pekarangan.
Pelaksanaan kajian dengan teknik-teknik PRA dapat dilakukan
perorangan (misalnya oleh petugas lapangan dalam menjalankan
kegiatannya), maupun secara khusus oleh sebuah tim dimana
keanggotaannya mempunyai keragaman latar belakang baik dari segi
pendidikan, pengalaman maupun ketrampilannya.
Prinsip-prinsip dasar dari PRA yaitu : (1). mengutamakan yang
terbaik, 2). Pemberdayaan masyarakat, 3). Masyarakat sebagai pelaku,
orang luar sebagai fasilitator, 4). Saling belajar dan menghargai perbedaan,
5). Santai dan informal, 6). Cek dan Re-chek informasi, (7). Mengoptimalkan
13
hasil, 8). Orientasi praktis, 9). Keberlanjutan dan selang waktu, 10). Belajar
dari kesalahan, dan (11) Tertulis
2. Model Pemberdayaan
Pengembangan pemanfaatan pekarangan dimulai dari penumbuhan
kelompok wanita tani-nelayan dengan memperhatikan keteladanan kelompok
wanita tani-nelayan sebelumnya dan diikuti dengan pergiliran modal. Model
pengembangan pemanfaatan pekarangan terdiri dari pemberdayaan,
pendampingan dan penguatan modal.
a. Pemberdayaan
Upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
kelompok masyarakat yang dilaksanakan melalui pelatihan
sesuai dengan kebutuhannya.
b. Pendampingan
Adalah pembinaan petugas kepada kelompok masyarakat
mengenai pengelolaan pekarangan dimulai dari penanganan
sarana produksi sampai dengan pengelolaan pasca panen dan
pemasarannya.
c. Penguatan modal
Diberikan bantuan langsung kepada kelompok masyarakat
sesuai dengan kebutuhan kelompoknya, berdasarkan hasil
kesepakatan kelompok.
3. Langkah-langkah pelaksanaan
Langkah-langkah pelaksanaan pemanfaatan pekarangan adalah
sebagai berikut :
a. Persiapan
1. Identifikasi pola pekarangan berbasis sumberdaya lokal
dengan metode PRA.
2. memilih pendamping yang menguasai teknik - teknik
pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan.
b. Penumbuhan kelompok
Sebagai langkah awal dilakukan penyiapan dan penumbuhan
kelompok yang disesuaikan dengan kemampuan calon
anggotanya. Bila kriteria kesiapan kelompok telah terpenuhi
dilanjutkan dengan membuat perencanaan kegiatan kelompok.
Langkah-langkah penumbuhan kelompok dimulai dengan :
 Menginventarisasi ulang nama-nama calon anggota
kelompok sasaran dari hasil PRA.
 Melakukan cross-chek lapangan pada masing-masing
keluarga yang ditetapkan sebagai calon anggota kelompok
sasaran, secara sampling.
 Mengumpulkan calon anggota kelompok dan pemilihan
pengurus kelompok.
14
Dinamika kelompok masyarakat dalam mengelola pekarangan
Kelompok yang telah terbentuk difasilitasi oleh pendamping atau aparat yang menangani
tugas dan fungsi yang terkait dengan pemanfaatan pekarangan dari
propinsi/kabupaten; untuk mendapatkan penjelasan tentang pelaksanaan model.
Selanjutnya dilakukan penjadualan pertemuan rutin kelompok.
c.
Perencanaan kegiatan kelompok.
Kegiatan organisasi akan berjalan dengan baik jika didasarkan
pada kebutuhan mendasar yang dirasakan anggota kelompok.
Kebutuhan anggota kelompok tersebut akan tergali jika
organisasi kelompok yang mewadahinya telah sepakat dengan
cita-cita kedepan dan arah kegiatan organisasi secara jelas.
Langkah-langkah operasional yang akan dilaksanakan dalam
menyusun rencana kegiatan kelompok dapat dijabarkan sebagai
berikut :
 Merumuskan tujuan organisasi kelompok
 Merumuskan rencana kegiatan kelompok antara lain
kegiatan dan komoditi yang akan dikembangkan
dipekarangan, serta pelatihan yang dibutuhkan.
d. Pendampingan
Pengembangan pemanfaatan pekarangan dilaksanakan dengan
pola pemberdayaan yang mampu memacu kemandirian dan
meningkatkan peran aktif kelompok sasaran; agar mampu
menngtahui
kekuatan
dan
kelemahannya,
mampu
memanfaatkan peluang serta mampu memilih alternatif
pemecahan masalah yang dihadapi.
Untuk meningkatkan efektifitas proses pemberdayaan, perlu
dilakukan kegiatan pendampingan untuk memfasilitasi proses
pengambilan keputusan berbagai kegiatan yang terkait dengan
kebutuhan anggota, dan mengembangkan perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan yang partisipatif. Pendamping dapat berasal
dari penyuluh pertanian lapangan, LSM, dan masyarakat lokal
sepanjang memenuhi kriteria pendamping. Pendampingan dilakukan
15
sejak dari persiapan sampai tahap akhir kegiatan pemberdayaan
kelompok masyarakat melalui program ini.
Kriteria pendamping adalah :
1). Jenjang pendidikan minimal Sarjana Muda atau yang sederajat
2). Mempunyai pengalaman di bidang manajemen pengelolaan
usahatani/pekarangan.
3). Mempunyai
kemampuan
memfasilitasi
perubahan
dan
pengembangan kelompok.
4). Diutamakan usia antara 25 – 40 tahun
5). Mempunyai komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk membantu
petani/kelompok tani.
6). Diprioritaskan berdomisili dikabupaten tempat lokasi pekarangan
berada.
Tugas pendamping adalah :
1). Membantu petugas kabupaten dalam mengidentifikasi potensi
lokasi dan anggota kelompok masyarakat.
2). Memfasilitasi pelaksanaan PRA.
3). Membimbing pengurus dan anggota dalam : penumbuhan
kelompok, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan kelompok
dengan mekanisme yang partisipatif.
4). Memfasilitasi pelatihan yang diperlukan
5). Memantau perkembangan kegiatan pemanfaatan pekarangan
Untuk pelaksanaan tugas-tugas tersebut, pendamping diberi
insentif setiap bulannya.
e. Pemberian bantuan
Pemberian bantuan dimaksudkan untuk :
1). Penguatan modal kelompok masyarakat yang digunakan untuk
memperkuat kegiatan kelompok, sesuai dengan kebutuhan serta
kesepakatan anggota kelompok.
2). Peningkatan kemampuan kelompok bisa dilakukan melalui
pelatihan teknis dan manajemen yang berkaitan dengan usaha
yang ingin dikembangkan.
3). Memfasilitasi kegiatan pendampingan, antara lain untuk
membiayai tenaga ahli/profesional, yang bertugas membimbing
pengurus dan anggota kelompok masyarakat dalam mengelola
usaha yang terkait dengan kegiatan pekarangan (sesuai dengan
tugas pendamping).
16
f.
Pemantauan, Pembinaan dan Evaluasi.
Pelaksanaan pemberdayaan kelompok masyarakat ini diharapkan
akan dilakukan secara berkesinambungan, agar keluarga atau masyarakat
tani-nelayan dapat mencukupi kebutuhan konsumsi pangan minimal dari segi
gizi mikronya dan dapat sebagai tambahan pendapatan keluarga.
Pemantauan dan pembinaan oleh instansi terkait dan peran serta LSM,
organisasi kewanitaan (PKK) diharapkan dapat dilakukan secara periodik
pada kelompok sasaran. Kegiatan evaluasi dilakukan pada pertengahan dan
akhir tahun pelaksanaan kegiatan.
PILIHAN ANEKA JENIS TANAMAN PEKARANGAN
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)
Tanaman ini dapat berbuah lebat jika mendapat pengairan yang
cukup. Tunas air yang banyak tumbuh pada batang utama sebaiknya
dibuang agar menghasilkan buah yang lebih banyak. Rasa buahnya asam.
Buahnya dapat digunakan sebagai sayur maupun dibuat manisan.
17
Bligo (Labu) (Benincasa hispida) Famili: Cucurbitaceae
Tanaman menjalar dengan buah berbentuk lonjong, bulat atau
setengan silindris. Buah muda penuh diliputi bulu sedangkan buah tua
diselimuti oleh lapisan lilin berwarna putih. Kulit buah tua berwarna hijau
denan daging buah berwarna putih. Buah muda digunakan sebagai sayur,
dan buah yang setengah tua digunakan sebagai manisan. Ketinggian tempat
tumbuh optimal 0-500 m (dataran rendah).
Perbanyakan tanaman dapat menggunakan biji. Sebagai tempat
merambat dibuatkan para-para (secara tradisional, bligo dirambatkan ke
pohon atau atas atap). Mulai panen pada usia 3,5 bulan.
Blustru (Oyong) (Luffa cylindrica) Famili: Cucurbitaceae
Seperti bligo, tanaman ini juga merambat. Buah yang dapat
dikonsumsi hanya buah yang masih muda, buah tua akan menghasilkan
serat (seperti spon) yang dapat digunakan untuk mencuci.
Budidaya: Sama seperti bligo, hanya perlu hati-hati karena kulit buah
tidak setebal dan sekaku bligo sehingga buah mudah rusak/patah.
Gadung ((Intoxicating) Yam (Ingg.), Dioscorea hispida) Famili:
Dioscoreaceae
Tanaman gadung mudah dibedakan dari famili Dioscorea lainnya
dengan melihat daunnya yang berbentuk segitiga dan berbulu kasar.
Umbinya merupakan kumpulan beberapa umbi yang menjadi satu dengan
rambut kaku dan kasar. Ada dua kelompok gadung, yaitu: Gadung berdaging
umbi putih: gadung punel, ketan, srintil, kapur dan putih. Gadung berdaging
umbi kuning: gadung kunyit (bunganya harum) dan padi. Sebelum dapat
dikonsumsi umbi gadung diolah terlebih dahulu karena mengandung zat
beracun, yaitu dioscorine.
Gambas/Oyong (Chinese okra (Ingg.), (Luffa acutangula) Famili:
Cucurbitaceae
Tanaman merambat dengan buah membentuk tepi bersudut. Lebih
baik ditanam pada menjelang akhir musim hujan. Dapat mulai panen usia 1,5
bulan.
Garut (Arrowroot (Ingg.), Maranta arundinaceae) Famili: Araceae
Tanaman monokotil tahunan dengan tinggi mencapai 60-90 cm.
Rimpang garut berwarna putih dengan buku-buku yang mengelilingi
sepanjang rimpang. Rimpang dapat digunakan sebagai sumber pangan atau
diambil tepungnya sebagai bahan baku industri.
Budidaya: Garut membutuhkan naungan dari sinar matahari
Perbanyakan melalui umbi. Panen: Panen dilakukan ketika daun berwarna
kekuningan (sekitar 11 BST). Terlambat panen menyebabkan umbi berserat
sehingga menjadi kurang layak untuk dikonsumsi.
18
Tanaman garut, tahan naungan.
Budidaya Tanaman Garut
1. Pemilihan bibit.
Tanaman garut diperbanyak secara vegetatif, bagian tanaman yang
baik untuk digunakan sebagai bibit adalah ujung-ujung rhizoma atau tunas
umbi (bits) yang panjangnya 4 – 7 cm dan mempunyai 2 – 4 mata tunas.
Agar diperoleh produksi yang tinggi maka bibit yang digunakan harus
berkualitas baik dan jangan menggunakan bibit yang kondisinya kurang
sehat, kurus atau menderita akar cerutu (Cigar root). Jumlah bibit yang
diperlukan untuk setiap hektarnya adalah 3.000 – 3.500 kg bibit.
2. Pengolahan Tanah
Tanaman garut pada umumnya menghendaki tanah yang gembur,
karena pada struktur tanah yang gembur umbi dapat tumbuh dengan leluasa.
Proses pemanenan juga akan lebih mudah dan cepat apabila kondisi tanah
gembur. Untuk memperoleh struktur tanah yang gembur perlu dilakukan
pengolahan sebaik mungkin dengan cara membajak atau mencangkul
dengan kedalaman 20 – 30 cm, agar tanah menjadi semakin gembur maka
sebaiknya diberikan kompos atau pupuk kandang sebanyak 25 – 30 ton per
hektar karena kompos atau pupuk kandang tersebut selain menggemburkan
tanah juga untuk memperkaya kandungan unsur hara di dalam tanah. Tanah
diolah dengan membajak atau mencangkul, kemudian dibuat bedengan
dengan ukuran panjang sesuai dengan kondisi lahan, lebar 120 cm dan
tingginya antara 25 – 30 cm. Jarak antara bedengan yang satu dengan yang
lain adalah 30 – 50 cm.
3. Penanaman
Bertanam garut biasanya dilakukan pada awal musim hujan yaitu
sekitar bulan Oktober agar tanaman lebih banyak tertolong pertumbuhanya
dengan adanya curah hujan. Bibit ditanam pada bedengan-bedengan yang
telah disiapkan dengan menggunakan alat tanam seperti tugal atau cangkul
19
dengan kedalaman yang cukup yaitu antara 8 – 15 cm. Dalamnya
penanaman bibit garut ini bertujuan agar umbi yang terbentuk nantinya tidak
menonjol ke permukaan tanah. Setelah bibit ditanam selanjutnya lubang
tanaman ditutup dengan tanah. Jarak tanam garut yang umumnya digunakan
adalah sekitar 37,5 x 75cm.
4. Pemupukan
Pemberian pupuk merupakan kegitan yang sangat penting untuk
dilakukan agar tanaman garut memperoleh bahan makanan yang cukup,
sehingga tanaman dapat tumbuh dengan subur dan hasil umbi dapat
mencapai optimal. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk alam (pupuk
organik) seperti kompos atau pupuk kandang sebanyak 25 – 30 ton/ha yang
diberikan pada saat pengolahan tanah. Selain pupuk alam (pupuk organik),
pupuk buatan (pupuk anorganik) juga sangat penting untuk diberikan yaitu :
Urea sebanyak 350 – 400 kg/ha, SP-36 sebanyak 200 – 300 kg/ha dan KCL
sebanyak 100 – 350 kg/ha. Pupuk anorganik dapat diberikan sekaligus pada
saat tanaman berumur 3,5 bulan dan dapat pula diberikan secara bertahap.
Apabila pemupukan dilakukan secara bertahap sebaiknya diberikan
sebanyak 2 kali pemupukan pertama bersamaan dengan penanaman bibit
sedangkan pemupukan kedua dilakukan menjelang tanaman berbunga atau
pada saat tanaman berumur kurang lebih 3,4 bulan karena pada saat itu
tanaman mulai membentuk umbi sehingga sangat membutuhkan banyak zat
makanan. Pemberian pupuk dapat dilakukan pada garitan atau alur yang
dibuat disepanjang barisan tanaman; dan dapat juga lubang-lubang yang
dibuat dengan menggunakan tugal didekat pangkal tanaman garut. Setelah
pupuk diberikan selanjutnya lubang atau alur tersebut ditutup kembali
dengan tanah untuk menghindari terjadinya kehilangan pupuk akibat
penguapan.
5. Pemeliharaan.
Dalam hal pemeliharaan tanaman garut, yang perlu diperhatikan
adalah penyiangan dan pembumbunan karena kedua kegiatan tersebut
merupakan perawatan tanaman. Penyiangan dimaksud untuk membersihkan
rumput atau gulma yang tumbuh disekitar tanaman yang dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman. Penyiangan dapat dilakukan setiap bulan terutama
selama 3 – 4 bulan pertama, dan apabila tanaman garut mulai nampak
berbunga maka kegiatan penyiangan tidak boleh lagi dilakukan. Sambil
melakukan penyiangan, kegiatan pembumbunan juga dapat sekaligus
dilakukan dengan menggunakan cangkul.
Cara melakukan pembumbunan yaitu tanah berada disekitar
tanaman dicangkul, lalu ditimbun ke arah pangkal-pangkal batang.
Rerumputan atau gulma-gulma yang ada dibenamkan ke dalam tanah
karena rerumputan atau gulma tersebut dapat berperan juga sebagai pupuk
dan menjadi sangat penting guna mencegah timbulnya serangan penyakit.
Pada tanaman garut dikenal istilah akar cerutu (cigar root) yang pada
dasarnya adalah suatu umbi yang berbentuk kurus panjang yang banyak
mengandung serat dan sedikit sekali kandungan patinya. Bentuk umbi
seperti ini bukan akibat dari adanya serangan hama atau penyakit tetapi akar
cerutu terbentuk untuk membentuk tunas-tunas baru. Kegiatan
pembumbunan pada tanaman garut ini merupakan kegiatan yang sangat
20
perlu dilakukan untuk memelihara kondisi tanah dalam keadaan gembur
sehingga pertumbuhan dan perkembangan umbi menjadi sempurna.
6. Hama dan Penyakit serta Pengendaliannya
Tanaman garut termasuk tanaman yang tidak terlalu banyak jenis
hama dan penyakit yang menyerangnya, dan sekalipun ada pada umumnya
serangannya kurang membahayakan pertumbuhan tanaman. Satu-satunya
jenis hama yang penting adalah ulat penggulung daun (Colopedes athlius
Cran.), ciri-cirinya daun yang terserang melinting (menggulung), karena ulat
ini menggulung sejumlah daun sehingga dapat menghambat proses asimilasi
yang akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan umbi garut. Hama ini
dapat diatasi dengan mudah yaitu dengan menggunakan larutan yang
mengandung
arsanik.
Jenis penyakit yang sering menyerang garut adalah penyakit akar. Penyakit
akar ini disebabkan oleh Rosselina Bunodes Sacc. Yang biasanya
menyerang tanaman garut yang diusahakan pada daerah-daerah yang
lembab dengan curah hujan tinggi dengan drainase yang kurang baik. Oleh
karena itu pembuatan saluran drainase yang baik produksi rata-rata yang
diperoleh umumnya sebesar 12,5 ton per hektar, namun dengan tingkat
budidaya yang baik dapat mencapai 37 ton umbi segar per hektar.
7. Panen
Hasil utama tanaman garut adalah umbi. Tanda-tanda umbi garut
sudah waktunya untuk dipanen adalah daun-daun menguning, mulai layu
dan mati yaitu biasanya pada umur antara 10 – 12 bulan setelah tanam.
Sebenarnya kandungan pati maksimum pada umbi garut adalah pada saat
tanaman berumur 12 bulan, namun pada umur tersebut umbi garut telah
banyak berserat sehingga pati sulit untuk diekstrak. Cara panen umbi garut
sangat bergantung pada varietas /kultivar yang digunakan. Untuk kultivar
yang letak umbinya dekat dengan permukaan tanah, pemanenan cukup
dilakukan dengan menggunakan tangan, sedang kultivar yang lain
memerlukan alat untuk mencongkel umbi yang letaknya agak di dalam tanah.
Pada saat pemanenan, rerumputan dan sampah-sampah tanaman dikubur di
lahan agar berubah menjadi bahan organik yang sangat membantu dalam
menyuburkan tanah. Tinggi rendahnya hasil panen sangat tergantung pada
varietas, tingkat kesuburan tanah dan cara pemeliharaan tanaman yang
dilakukan. Jumlah panenan dapat berkisar antara 7,5 – 37 ton umbi per
hektar.
8. Pasca Panen
Umbi garut dapat dibuat tepung dan pati garut yang dapat disimpan
lama ditempat yang kering. Mutu tepung garut yang satu dan lainnya sangat
berlainan, tergantung cara pengolahan dan mutu bahan bakunya. Tepung
garut kualitas komersial berwarna putih, bersih, bebas dari noda dan kandar
airnya tidak lebih dari 18,5 %, kandungan abu dan seratnya rendah, pH 4,5 –
7 serta viskositas maksimum antara 512- 640 Brabender Unit.
Cara pembuatan tepung garut adalah sebagai berikut :
a. Pemilihan umbi. Pilih umbi yang segar, maksimal disimpan dua
hari setelah panen.
21
b. Pembersihan. Bersihkan umbi garut dari kotoran (tanah) dan
kulit atau sisik-sisiknya.
c. Pencucian dan Perendaman. Cucilah umbi garut dalam air
mengalir hingga bersih, kemudian segera direndam selama
beberapa waktu agar tidak terjadi pencoklatan (browning).
d. Penyawutan. Rajanglah umbi garut tipis-tipis dengana alat
pengiris atau penyawut ubikayu.
e. Pengeringan. Keringkan sawut garut dengan cara dijemur atau
menggunakan alat pengering butan hingga berkadar air 10 –
12 %.
f. Penepungan. Tumbuklah sawut kering hingga lembut, kemudian
diayak dengan ayakan tepung berulang-ulang. Tampung tepung
garut dalam wadah.
g. Penyimpanan. Simpan wadah yang berisi tepung di tempat yang
kering.
Cara pembuatan pati garut adalah sebagai berikut :
a. Pemilihan dan Pembersihan Umbi. Pilih umbi garut yang segar,
kemudian bersihkan dari kotoran (tanah) dan sisik-sisiknya terus
dicuci dengan air bersih yang mengalir.
b. Pemarutan dan Pemisahan Pati. Parutlah umbi garut hingga
menjadi bubur kasar, kemudian tambahkan air bersih sambil
diaduk-aduk atau diremas-remas agar keluar patinya.
Selanjutnya saringlah bubur tersebut dengan kain untuk
memisahkan pati dari seratnya. Larutan hasil perasan segera
diendapkan sehingga air terpisah dari endapan pati.
c. Pengeringan. Jemurlah endapan pati garut hingga kering,
kemudian gilinglah menjadi pati halus.
d. Pengemasan dan Penyimpanan. Kemaslah pati garut dalam
wadah (kemasan) kantong plastik atau kaleng yang kedap usara
(tertutup), kemudian simpan ditempat yang kering.
Pembuatan pati garut dalam skala besar dengan cara sebagai
berikut :
a. Cucilah umbi garut dalam bak khusus, kemudian bersihkan dari
sisik-sisiknya.
b. Parutlah umbi garut hingga menjadi bubur kasar, lalu tambahkan
air bersih kedalam bubur kasar sambil diaduk-aduk dan diremasremas.
c. Masukkan bubur tersebut ke dalam alat yang terdiri atas tiga
saringan yang terus bergetar sehingga patinya terpisah.
d. Tumbuk (haluskan) ampas yang tertinggal, campur dengan air,
lalu saring lagi dan dimasukkan kedalam mesin pemisah agar
diperoleh ekstrak pati secara maksimum.
e. Campurkan lagi pati dengan air bersih dan disaring dengan
saringan 120 mesh. Putar-putar lagi saringan tadi dalam mesin
pemisah pati. Hasilnya ditambah air dan asam sulfit.
f. Biarkan endapat beberapa saat dalam bak, lalu keringkan pada
suhu 55 – 600 C selama 2 – 3 jam. Hasilnya diperoleh pati halus
berwarna putih.
22
g. Kemaslah pati garut dalam wadah kaleng tertutup atau kantong
plastik.
h. Simpan wadah (kemasan) berisi pati garut di tempat yang kering.
Iles-iles/Suweg (Amorphophallus konjak) Famili: Araceae
Umbi berbentuk lebar dengan berat mecapai 1-11 kg. Umbi banyak
mengandung mannosa dan mannans yang merupakan bahan pembentuk gel
dalam sebuah produk bernama konnayaku di Jepang. Selain digunakan
sebagai bahan pangan dan campuran pakan ternak, iles-iles juga digunakan
sebagai bahan baku industri, seperti farmasi dan kosmetik. Umbi harus
direbus hingga benar-benar masak sebelum dimakan untuk menghilangkan
rasa gatal.
Budidaya: Iles-iles membutuhkan naungan dari sinar matahari.
Perbanyakan melalui umbi. Panen: 1-3 tahun setelah tanam
Tanaman suweg, umbinya kaya karbohidrat
Umbinya besar mencapai 5 kg, cita rasanya netral sehingga mudah
dipadu padankan dengan beragam bahan sebagai bahan baku kue
tradisional dan modern. Sayangnya umbi ini semakin tidak dilirik dan bahkan
mulai langka. Padahal suweg sangat potensial sebagai bahan pangan
sumber karbohidrat. Tanaman siweg tumbuh subur di dataran rendah hingga
ketinggian 800 m di atas permukaan laut. Kisaran suhu idealnya adalah 2535oC dengan curah hujan 1000-1500mm/tahun. Tanaman ini lebih cocok
ditanam pada lahan yang agak ternaungi jadi perlu tanaman pelindung.
Suweg berkembang biak dengan pemisahan anakan atau memotong tunas
anakan yang tersebar dipermukaan umbi. Tanah yang cocok adalah
campuran antara tanah humus, lempung dan pasir. Tanaman akan
menghasilkan umbi siap panen ketika memasuki usia 18 bulan. Masa panen
suweg sebaiknya dilakukan saat batang suweg sudah membusuk dan
memasuki masa istirahat, saat inilah kandungan pati di dalam suweg
maksimal. Berat umbi suweg bisa mencapai 5 kg.
23
Sebagai sumber bahan pangan, suweg sangat potensial. Komposisi
utamanya adalah karbohidrat sekitar 80-85%. Kandungan serat, vitamin A
dan B juga lumayan tinggi. Setiap 100 g suweg mengandung protein 1.0 g,
lemak 0.1 g, karbohidrat 15.7 g, kalsium 62 mg, besi 4.2 g, thiamine 0.07 mg
dan asam askorbat 5 mg. Suweg juga baik dikonsumsi bagi penderita
diabetes karena indek glisemik rendah yaitu 42. Bahan pangan dengan indek
glisemik rendah dapat menekan peningkatan kadar gula darah penderita
diabetes.
Masyarakat masih kurang memanfaatkan suweg sebagai alternatif
lain bahan pangan sumber karbohidrat. Suweg juga bisa diiris tipis, dijemur
dan dijadikan tepung suweg. Dengan dijadikan tepung, aplikasi suweg
menjadi lebih mudah. Tepung suweg bisa menjadi pengganti tepung terigu
atau beras atau digunakan sebagai subtitusi tepung terigu. Tepung suweg
bisa menjadi bahan baku nasi tiwul suweg, campuran roti, cake, kue kering
maupun campuran kue jajan pasar. Membuat tepung suweg tidaklah sulit,
setelah suweg dikupas dan dicuci bersih, potong tipis kemudian jemur hingga
kering. Proses selanjutnya adalah menggiling dan mengayak higga menjadi
tepung suweg. Di Filipina tepung suweg sudah banyak di gunakan sebagai
bahan baku roti maupun kue kering.
Dalam kondisi segar, suweg juga potensial sebagai bahan baku kue
tradisional maupun aneka kudapan seperti kolak maupun getuk suweg. Umbi
suweg juga enak dimakan hanya dengan cara mengukusnya hingga empuk
kemudian di campur dengan parutan kelapa parut. Tekstur suweg kukus
yang empuk bisa dihaluskan menjadi bahan baku kue talam, campuran
brownies, cake, kue lumpur maupun sarikaya suweg. Suweg juga bisa untuk
campuran kolak atau dibuat sayur berkuah santan (digulai).
Koro (Dolichos lablab) Famili: Leguminosae
Tanaman merambat yang cukup tahan kekeringan. Ada jenis kara
yang beracun, yaitu kara Bedog yang berbiji besar, berwarna kuning, coklat
atau merah. Untuk jenis tersebut perlu dicuci sampai racunnya hilang, biji
direbus berkali-kali dengan memakai air yang baru. Merupakan bahan
pembuat tempe bongkrek yang terkadang karena salah dalam
pembuatannya sering menimbulkan keracunan bahkan kematian.
Bagian yang dikonsumsi: Polong muda atau biji polong yang telah
tua. Budidaya: Perbanyakan mengunakan biji yang telah tua. Dipasang
ajir/kayu untuk tempat merambat
Katuk (Sauropus androgynus )
Tanaman perdu, tinggi mencapai 3 m. Banyak mengandung protein
dan vitamin A. Ditanam sebagai tanaman pagar. Baik untuk orang yang
sakit/baru sembuh dan ibu yang sedang menyusui.
Bagian yang dikonsumsi: Pucuk muda
Budidaya: Perbanyakan menggunakan stek batang (15-20 cm
panjangnya). Dapat mulai panen 3,5 BST.
Kecipir (Winged Bean (Ingg.), Psophocarpus tetragonolobus)
Famili: Leguminosae
Tanaman merambat, ukuran batang lebih besar dibandingkan kara.
Bentuk buah memiliki empat siku bergerigi. Banyak mengandung karbohidrat,
24
protein, kalsium, fosfor, vitamin C dan provitamin A. Biji yang tua dapat
diolah menjadi snack yang gurih. Bagian yang dikonsumsi: Buah yang
masih muda atau biji polong yang telah tua dan umbi. Budidaya:
Perbanyakan mengunakan biji yang telah tua. Dipasang ajir/kayu untuk
tempat merambat.
Kemangi (Ocimum canum (Latin))
Banyak digunakan sebagai lalab pada masakan pecel lele dan
campuran sayuran/masakan karena aromanya yang harum dan rasanya
yang khas. Mirip dengan selasih (Ocimum basilicum), hanya selasih sering
ditemukan tumbuh liar daripada dibudidayakan. Kemangi memerlukan sinar
matahari penuh, akan lebih baik bila ditanam pada tanah yang gembur,
berdrainase baik dengan pengairan cukup.
Bagian yang dikonsumsi: Pucuk dan daun muda. Biji yang telah tua
dapat pula dimasak menjadi minuman. Budidaya: Biji disemaikan dahulu dan
kemudian dipindahtanamankan. Panen dapat dilakukan mulai umur 50 HST
(panen dilakukan dengan memetik pucuk muda sekaligus untuk mencegah
keluarnya bunga agar tanaman berumur lebih panjang).
Labu Air (Lagenaria siceria) Famili: Cucurbitaceae
Buah bulat memanjang berwarna hijau muda dengan kulit mulus.
Panjang buah 10-50 cm dengan berat 0.5 - 1.5 kg.
Labu Siam (Chayote (Ingg.), Sechium edule (Latin)) Famili:
Cucurbitaceae
Tanaman sama seperti keluarga timun-timunan lainnya. Buah
berwarna hijau dan bentuknya mirip markisa besar (Passiflora quadrangularis
L.) atau hanya berukuran lebih kecil. Ketinggian tempat tumbuh optimal 2001000 m dpl. Sebaiknya ditanam pada permulaan musim hujan. Mulai
berbuah umur 5 bulan dan dapat masih dapat berproduksi hingga beberapa
tahun.
Tanaman labu siam
25
Mangkokan (Nothropanax scutellarium)
Tanaman perdu dengan tinggi dapat mencapai 3 m. Ditanam orang
sebagai tanaman hias/pagar, namun dapat pula sebagai sumber sayuran.
Banyak mengandung vitamin A. Bagian yang dikonsumsi: Daun muda.
Budidaya: Perbanyakan dengan stek batang.
Melinjo (Gnetum gnemon (Latin))
Tanaman tahunan yang dapat mencapai tinggi 5-10 m, tajuk
membentuk piramid atau kerucut yang langsing. Biji tua dibuat emping
melinjo yang sudah terkenal kelezatannya itu. Bagian yang dikonsumsi:
Pucuk dan daun muda serta buah baik muda maupun tua. Perbanyakan: Biji
memerlukan waktu sedikitnya 6 bulan untuk berkecambah. Cangkok
merupakan cara paling cepat dan mudah . Stek, dapat menghasilkan banyak
bibit namun agak sulit tumbuhnya. Bahan stek diambil dari pohon betina
(yang menghasilkan bunga).
Tanaman melinjo pekarangan
Mengkudu/Pace (Morinda citrifolia (Latin))
Bagian yang dikonsumsi : Pucuk dan daun muda untuk lalap. Buah
untuk sumber obat.
26
Petai (Parkia speciosa)
Tanaman tahunan yang dapat mencapi tinggi 25 m. Ketinggian
tempat tumbuh optimal 200 – 800 m dpl. Di daerah yang lebih rendah
tanaman banyak diganggu oleh kumbang penggerek sedangkan di daerah
yang lebih tinggi bijinya tidak dapat besar. Mulai berbuah pada umur 4-6
bulan dengan usia paling produktif 8-10 tahun.
Bagian yang dikonsumsi: Biji
Budidaya: Memerlukan air yang cukup dengan drainase yang baik.
Sinar matahari penuh. Perbanyakan dapat menggunakan biji
Petai Cina/Lamtoro (Leucaena glauca/Laucaena leucocephala)
Dapat tumbuh dimana-mana. Membutuhkan cahaya matahari penuh
dapat ditanam sebagai tanaman pelindung dan daunnya sebagai sumber
pakan ternak. Biji muda dapat digunakan sebagai lalab, sedangkan biji
tuanya dapat digunakan sebagai lodeh, botok, sambal goreng atau toge
(kecambah).
Salam (Eugenia polyantha)
Tanaman tahunan yang dapat mencapi tinggi 25 m. Daunnya
digunakan sebagai penyedap masakan dan dapat pula digunakan untuk
terapi diabetes. Buahnya kecil-kecil, berwarna merah bila sudah tua dan
rasanya manis agak sepat.
27
Tanaman petai di pekarangan, berbuah setahun sekali
Sereh (Andropogon citratus)
Akarnya banyak digunakan sebagai penyedap masakan maupun
obat. Selain sereh biasa, juga ada sereh wangi yang daunnya tidak sekasar
sereh biasa, menghasilkan aroma wangi dan disuling untuk diambil
minyaknya. Penanamannya cukup dengan pisahan dari rumpunnya.
Sebaiknya ditanam pada awal musim hujan. Lubang tanam jangan ditutup
seluruhnya, tapi secara berangsurangsur agar tanaman kokoh. Perawatan
adalah dengan membumbun tanaman bila akarnya kelihatan muncul ke
permukaan tanah.
28
Ubikayu (Manihot esculenta)
Tanaman perdu yang dapat mencapai tinggi 3-5 m. Ditanam untuk
dipanen umbinya maupun ditanam rapat sebagai tanaman pagar untuk
diambil daunnya saja. Kandungan asam sianida yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan keracunan, seperti ‘telo druwo’ (Jawa, ketela hantu).
Bagian yang dikonsumsi : Umbi, banyak mengandung pati dapat
sebagai pengganti beras di daerah tandus. Daun muda, sumber protein,
lemak, vitamin A dan B1. Budidaya : Perbanyakan dengan stek batang
Talas (Taro (Ingg.), Colocasia esculenta (Latin)) Famili: Araceae
Tanaman monokotil, tinggi 90-180 cm. Ada 4 jenis yang banyak
diusahakan orang, yaitu: Talas pandan, umbi berbau seperti pandan wangi
kalau seudah direbus. Tanaman berwarna keunguan dengan pangkal daun
kemerahan. Talas ketan (Talas Bogor), umbi lekat seperti ketan kalu sudah
direbus. Tanaman berwarna hijau muda dan banyak menghasilkan anakan
dan berumbi besar. Talas Banteng, berumbi besar tapi rasanya tidak enak.
Tangkai daun berwarna ungu. Tales lahun anak, anakan banyak sekali tapi
umbinya kecil-kecil. Bagian yang dikonsumsi: Umbi
Budidaya: Perbanyakan melalui umbi. Tidak tahan suhu dingin.
Memerlukan air dalam jumlah besar selama pertumbuhan. pH optimum 6-7.
Panen: 7-11 BST.
Turi
Seperti halnya petai cina, turi tidak membutuhkan perawatan yang
intensif. Dapat digunakan sebagai tanaman pelindung dan sumber pakan
ternak serta daunnnya dapat digunakan sebagai sumber pupuk hijau. Bunga
dan daun muda dapat dikonsumsi sebagai sayuran. Terdapat dua jenis turi,
yaitu turi yang menghasilkan bunga berwarna putih dan merah. Kearifan
masyarakat tradisional dalam menghadapi hama dan penyakit tanaman pada
pertanian memiliki sikap yang sangat arif walaupun kadangkala terasa aneh
oleh pandangan umum. Petani tradisional memandang bahwa hama dan
penyakit tanaman merupakan bagian dari kehidupan untuk keseimbangan
alam. Serangan ulat bulu pada tanaman buah-buahan dianggap suatu
berkah, karena hama ulat bulu membantu proses perontokan daun untuk
pembentukan daun dan tunas-tunas baru, dengan harapan musim berbuah
berikutnya tanaman akan berbuah lebih banyak.
Tanaman Sukun sebagai Sumber Pangan
Potensi sukun (Artocarpus altilis /Parkinson) sebagai sumber pangan
khususnya pengganti beras di Indonesia sangat beras, selain kandungan
karbohidratnya yang cukup tinggi maka komoditi ini juga mempunyai nilai
ekonomi cukup baik di kalangan masyarakat Indonesia yang sampai kini
masih menempatkan komoditi beras sebagai pangan utama.
29
Tanaman pohon sukun di halaman pekarangan rumah.
Sukun sebagai salah satu komoditas buah punya nilai ekonomi tinggi
baik dalam bentuk buah segar maupun dalam bentuk sukun olahan, bahkan
sekarang ini banyak diolah menjadi tepung sukun yang punya fungsi sebagai
salah satu bahan baku industri pangan olahan. Tidak mengherankan pohon
ini banyak tumbuh di pekarangan-pekarangan penduduk, bahkan ada
penduduk yang punya pohon sampai lima pohon, yang produksinya untuk
memenuhi pangan keluarga atau dijual di pasar dalam bentuk sukun segar.
Meningkatnya permintaan pangan oleh penduduk Indonesia yang
terus semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk setiap
tahunnya, maka menempatkan buah sukun menjadi punya peranan penting
sebagai pangan berkarbohidrat tinggi yang banyak diproduksi di Indonesia
tapi harganya masih lebih murah dibandingkan dengan beras.
Peningkatan kebutuhan beras oleh penduduk yang kian meningkat
peluangnya makin sulit untuk dipenuhinya dari produksi lokal karena
berbagai alasan, sehingga bahan pangan seperti buah sukun merupakan
salah satu terobosan sebagai pangan alternatif yang banyak dihasilkan di
daerah-daerah di nusantara. Bahkan sukun sebagai bahan pangan
pengganti beras telah direkomendasikan karena kadar karbohidratnya yang
cukup baik.
30
Tanaman sukun pekarangan, buahnya kaya karbohidrat
Dari penelitian diketahui setiap 100 gram buah sukun segar
mengandung Kalsium, 29 mg vitamin C dan 490 mg kalium. Tiap 100 gram
sukun tua mengandung energi 302 kalori dan karbohidrat 78,9 gram. Dari
kandungan kalori dan karbohidrat yang dihasilkan mendekati kadar pada
beras yaitu 360 kalori, dengan karbohidrat 78,9 gram.
KETAHANAN
PANGAN
PEKARANGAN
BERBASIS
TANAMAN
BUAH
Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
dalam jumlah maupun mutu, aman merata dan terjangkau. Disamping
keamanan pangan, pemenuhan pangan perlu memperhatikan aspek mutu,
yang mencakup penampakan fisik, cita rasa, kandungan zat gizi maupun
31
keanekaragaman dan kelengkapan zat gizi mikro dan makro, yang
dibutuhkan oleh oleh setiap individu untuk tumbuh, hidup sehat dan
produkstif. Konsumsi pangan dan gizi yang cukup dan seimbang merupakan
prasyarat bagi pembentukan generasi yang tangguh dan mempunyai
intelegensia yang tinggi, yang sangat diperlukan sebagai tulang punggung
bagi berkembangnya kehidupan ekonomi, sosial dan politik suatu bangsa
dalam era global dengan persaingan antar bangsa yang sangat kompetitif.
Setiap individu manusia berhak memperoleh pangan yang cukup, aman dan
bergizi, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun
1996 tentang Pangan.
Terpenuhinya pangan yang cukup diartikan ketersediaan pangan
dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu untuk
memenuhi asupan zat gizi makro (karbohidarat, protein, lemak) serta zat gizi
mikro (vitamin dan mineral) yang bermanfaat bagi pertumbuhan, kesehatan
dan daya tahan jasmani maupun rokhani. Buah-buahan merupakan bagian
yang penting dari pangan, karena mengandung vitamin dan mineral yang
baik untuk gizi dan kesehatan, disamping juga sebagai sumber serat, lemak
dan karbohidrat. Bagi masyarakat Indonesia buah-buahan umumnya
dikonsumsi sebagai pelengkap menu makan disamping juga untuk
kesenangan (Poerwanto, 2004). Pada umumnya buah-buahan dikonsumsi
setelah makan, dan kadang-kadang dikonsumsi pada waktu sore hari antara
makan siang dan makan malam; yang lebih ditujukan untuk kesenangan.
Untuk memenuhi kebutuhan akan buah-buahan di tingkat rumah tangga,
salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah melalui pemanfaatan lahan
pekarangan. Pemanfaatan lahan pekarangan di berbagai daerah sampai
saat ini masih banyak yang belum mendapat perhatian dan penanganan
yang optimal. Banyak dijumpai lahan pekarangan yang dibiarkan bera tanpa
diusahakan. Sebagai gambaran, bahwa dari lahan yang dapat diusahakan di
Pulau Jawa, sebesar 20% atau sekitar 8 juta Ha adalah lahan Pekarangan
(Direktorat Tanaman Buah, 2003). Penanganan lahan pekarangan yang
dilakukan secara baik berpotensi sebagai penopang untuk menunjang
kebutuhan bagi kehidupan sehari-hari. Bagi masyarakat di pedesaan,
pengusahaan lahan pekarangan merupakan usaha sampingan setelah usaha
pokok di lahan sawah dan tegalan. Kontribusi pekarangan terhadap
pendapatan rumah tangga petani di wilayah DAS Brantas (Jawa Timur)
berkisar antara 1,25-10,50% (Suryadi A. Dan Kasijadi, 1994) Besarnya
kontribusi pendapatan ini ditentukan oleh jenis usaha di lahan pekarangan.
Dari total pendapatan pekarangan di Jawa Timur, sekitar 6-64% bersasal dari
komoditas buah-buahan, dan besarnya kontribusi tersebut sangat ditentukan
oleh jenis dan jumlah komoditas buah-buahan yang ditanam. Dari gambaran
di tas tampak bahwa pekarangan merupakan potensi yang dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan akan gizi keluarga di samping juga
dapat berperan sebagai salah satu usaha tani yang dapat diandalkan untuk
menopang ekonomi rumah tangga. Bagi masyarakat perkotaan, dimana
kepemilikan lahan umumnya sangat terbatas sehingga lahan pekarangan
umumnya sangat sempit, pemanfaatan pekarangan khususnya untuk
budidaya buah-buahan dapat dioptimalkan antara lain melalui pemanfaatan
pot atau wadah (tong), yang dikenal dengan budidaya buah dalam pot
(tabulampot). Pemilihan jenis komoditas dapat disesuaikan dengan
kebutuhan, dan umumnya bagi masyarakat perkotaan lebih ditekankan pada
keindahan, sehingga lebih berfungsi sebagai tanaman hias.
32
Manfaat Buah-buahan bagi Kesehatan
Seperti telah disebutkan sebelumnya buah-buahan kaya akan
kandungan vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat dan dibutuhkan
dalam menjaga kesehatan manusia. Peranan buah-buahan bagi kesehatan
manusia tersebut, khususnya sebagai sumber vitamin, mineral, serat,
karbohidrat dan lemak serta zat berkhasiat lainnya.
1. Sumber vitamin.
Buah-buahan dikenal sebagai sumber vitamin, terutama vitamin A
dan Vitamin C. Rincian kandungan kandungan vitamin buah-buahan tropika
serta dibandingkan dengan buah apel dan anggur disajikan pada Tabel 1.
Dari tabel tersebut tampak bahwa kandungan vitamin beberapa buah-buahan
tropika tidak kalah dibandingkan dengan dengan apel maupun anggur.
Kandungan vitamin A pada mangga hampir delapan kali lipat apel. Demikian
pula kandungan vitamin A pada jeruk keprok, alpukat, nangka, pisang,
pepaya dan semangka relatif tinggi. Kandungan vitamin C jambu biji 17 kali
lipat apel. Kadungan vitamin C pada pepaya, mangga, jeruk besar, jeruk
keprok, belimbing dan melon juga sangat tinggi.
2. Sumber Mineral.
Buah-buahan juga mengandung mineral penting yang cukup tinggi.
Buah-buahan adalah penyedia utama beberapa mineral seperti kalsium,
magnesium, fosfor dan besi. Mineral-mineral ini kurang tersedia dalam
makanan lain. Jeruk Keprok adalah sumber besi yang tinggi. Pada jambu biji,
pepaya dan sawo kandungan besi juga cukup tinggi. Jambu biji, pisang,
sirsak, alpukat, melon dan belimbing memilki kandungan fosfor yang tinggi.
Kandungan kalsium yang tinggi terdapat pada pepaya, salak, srikaya, jeruk
besar, sawo dan nangka. Kandungan kalium pada pisang sangat tinggi.
Kalium diperlukan dalam tubuh untuk mengurangi efek buruk konsumsi
garam (NaCl) yang berlebih.
3. Sumber serat, karbohidrat dan lemak.
Peran buah sebagai sumber protein dan lemak sangat rendah, tetapi
perannya sebagai sumber energi dan serat cukup baik. Di antara buahbuahan tropika, hanya buah alpukat dan durian yang kandungan lemaknya
tinggi. Kandungan lemak pada alpukat, walaupun tinggi, tidak berbahaya
bagi tubuh, dan sumber lain malahan sangat bermanfaat. Lemak dalam
apokad sebagian besar (50-70%) adalah lemak tidak jenuh yang bermanfaat
bagi penderita sakit jantung. Pada buah-buahan lain, rendahnya kandungan
lemak berjasa bagi peningkatan kesehatan tubuh. Energi yang terkandung
dalam buahbuahan bervariasi dari yang relatif rendah seperti melon,
semangka, jeruk keprok, belimbing, jambu biji, pepaya dan nenas, sampai
yang tinggi seperti nangka, srikaya, pisang, apokad dan sawo. Buah-buahan
dengan kandungan energi yang rendah sangat baik untuk diit bagi yang
obesitas maupun penderita diabetes melistus. Dengan kandungan energi
yang rendah dan serat yang tinggi, maka buah-buahan ini dapat mengisi
rongga perut sehingga mengurangi konsumsi makanan lain. Untuk atlet dan
pekerja kasar yang banyak memerlukan energi, buah-buahan yang
kandungan energinya tinggi sangat baik untuk dikonsumsi. Serat adalah
33
karbohidrat kompleks yang tidak dapat dicerna dalam usus manusia.
Karbohidrat kompleks ini terdiri antara lain dari selulose, hemiselulose,
substansi pektik dan lignin. Manusia tidak mempunyai enzym yang dapat
memetabolisme karbohidrat kompleks tersebut. Karena itu serat di dalam
tubuh akan disekresi sebagai tinja. Manfaat serat terjadi dalam proses
sekresi ini. Serat, terutama pektin, akan menimbulkan rasa kenyang yang
lama, sehingga mencegah makan berlebih. Serat juga merangsang gerakan
peristaltik dalam usus, sehingga memudahkan proses pembuangan. Dalam
proses pembuangan serat juga akan membawa bahan-bahan sisa lainnya
dari dalam usus. Selain itu serat juga dapat menyerap racun dan bertindak
sebagai zat detoksifikasi, menetralkan asam yang terbentuk saat usus
mencerna daging dan makanan dengan kandungan energi tinggi. Buahbuahan yang sangat kaya kandungan seratnya adalah jambu biji, apokad,
nangka, sisak dan pepaya.
4. Sumber zat berkasiat lain.
Sebagai contoh adalah seretonin pada pisang, papain pada pepaya,
bromelin pada nenas, serta limonin dan nomilin pada jeruk. Limonin dan
nomilin pada jeruk dapat menghambat perkembangan sel kanker (Salunkhe
dan Kadam, 1995 dalam Poerwanto, 2004). Demikian pula beta karoten yang
banyak terdapat dalam mangga dapat mencegah terjadinya kanker.
Seretonin banyak terdapat dalam pisang. Zat ini sangat berguna untuk
mengatasi stres, dan mengembalikan kesegaran tubuh akibat kurang tidur.
Bromelin yang terdapat dalam nenas mempunyai berbagai manfaat.
a. Manfaat bromelain dalam proses pencernaan:
 Membantu mencerna protein dengan lebih baik. Dengan
demikian protein yang dikonsumsi akan diserap dan
dimanfaatkan dengan lebih baik. Hal in sangat baik bagi
anak-anak yang sedang tumbuh dan orang lanjut usia yang
perlu mengganti sel-sel yang rusak.
 Mencuci timbunan protein pada dinding usus, sehingga
mudah dikeluarkan. Dengan usus yang bersih dan tanpa ada
parasit, maka proses pencernakan lebih efisien.
 Proses pencernakan yang baik berarti kesehatan yang baik
 Menyembuhkan dari ketidaknyamanan pencernaan dan
mengembalikan nafsu makan yang hilang
 Membantu pencernakan pasien dengan gangguan pankreas,
defesiensi enzim pankreas, serta gangguan pencernakan
karbohidrat, lemak dan protein
 Menyembuhkan borok perut (biasa terjadi pada orang yang
sering menderita stres)
 Obat cacing gelang.
b. Bromelain sebagai anti inflamasi:
 Mengurangi rasa sakit, memar dan bengkak karena benturan
atau luka bekas operasi, mempercepat penyembuhan luka
 Menyembuhkan inflamasi dari tendon, karena robek pada
pemain sepak bola dan olah ragawan lainnya
34
 Mengurangi inflamasi pada sendi karena rematik gangguan
sendi lainnya
 Menyembuhkan radang otot akibat olah raga atau kerja berat
 Mengurangi inflamasi karena luka bakar atau terkena panas
c. Bromelain sebagai antibiotik:
Antidiare yang disebabkan E. coli, dengan cara menonaktifkan
reseptor pada dinding usus tempat bakteri melekat. Memperkuat kerja
antibiotik (Amoksilin & Tetrasiklin)
d. Bromelain sebagai pelengkap obat anti tumor.
Menghambat pertumbuhan dan invasi sel tumor, terutama tumor
payudara. Cara kerjanya adalah sebagai imunomodulator dan produksi
sitokin. Sebagai antimestastik dan penghambat pertumbuhan sel tumor
e. Mencegah penyakit jantung.
Menyembuhkan angina pektoris (rasa nyeri di dada, karena
serangan jantung), mencegah agregasi butiran darah, memecah plak pada
arteri. Dengan demikian dapat digunakan untuk treatmen terhadap angina,
trombosis, varises dan arterosklerosis, serta stroke.
f. Obat infeksi saluran pernapasan atas.
Menekan mukus, sekresi cairan bronkial sehingga memperbaiki
fungsi paru-paru penderia infeksi saluran pernapasan atas III.
Pengembangan Buah di Lahan Pekarangan
Pekarangan merupakan sebidang tanah dengan batas-batas yang
ada bangunan tempat tinggal di atasnya dan mempunyai hubungan
fungsional baik ekonomi, biofisik maupun sosial budaya dengan penghuninya.
Penanaman buah di pekarangan selain dapat berfungsi sebagai sumber gizi
keluarga, juga dapat berfungsi sebagai tanaman peneduh dan tanaman hias,
sebagai lumbung hidup serta apotik hidup. Pekarangan dapat diarahkan
fungsinya sebagai salah satu alternatif dalam rangka memenuhi kebutuhan
gizi keluarga. Masalah gizi terjadi karena konsumsi pangan yang tidak
memadai ataupun dikarenakan gangguan kesehatan. Rendahnya tingkat
pendapatan juga dapat menjadi penyebab rendahnya kecukupan gizi
masyarakat di pedesaan. Pengelolaan pekarangan yang baik dengan
penanaman tanaman buah-buahan dengan sayuran dan ternak akan
memenuhi kebutuhan akan kalori, protein nabati, protein hewani, dan vitamin.
Pemilihan jenis komoditas buah-buahan yang akan ditanam di pekarangan
harus mengacu pada pada kesesuaian agroklimat disamping juga
mempertimbangkan kandungan gizi buah.
Beberapa faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalan
pengembangan buah di pekarangan adalah fungsi tanaman buah sebagai
tanaman peneduh dan sekaligus sebagai tanaman hias.
35
1. Kesesuaian agroklimat .
Secara garis besar tanaman buah dikelompokkan ke dalam 4
(empat) kesesuaian agoklimat,yaitu rendah basah, rendah kering, tinggi
basah dan tinggi kering.
a. Tinggi Basah (800-3.000 m dpl, suhu 12-21oC) terdiri dari
tanamana markisa, kesemek, lengkeng, arben, cantaloupe,
papaya Bangkok, pisang ambon lumut, jeruk keprok, jeruk manis,
jeruk siem, alpokat, pisang tanduk, nangka, sawo, nenas dan
jambu biji
b. Rendah Basah (0-800 m dpl, suhu 25-35oC) terdiri dari tanaman
rambutan, durian, duku, manggis, salak, nenas, belimbing,
papaya, pisang ambon, pisang raja, pisang tanduk, pisang
keprok, jeruk siem, jeruk keprok, jeruk manis, alpokat, sirsak,
jambu biji, namgka dan sawo.
c. Tinggi Kering (800-3000 m dpl, suhu 12-21oC) terdiri dari
tanaman apel, lengkeng, pisang cavendish, nenas cayenne,
pepaya, strawberry, cantaloupe, jambu biji, jeruk manis, jeruk
siem, alpokat, sirsak, jambu biji, nangka dan sawo.
d. Rendah Kering (0-800 m dpl, suhu 25-35oC) terdiri dari tanaman
mangga, anggur, langsat, manggis, belimbing manis, salak,
pepaya, pisang ambon, pisang kepok, nenas, jeruk besar, jeruk
siem, jeruk keprok, jeruk keprok, alpokat, jambu biji, sirsak,
nangka dan sawo.
2. Fungsi estetika
Tanaman buah dapat dilihat dari aspek fungsi estetika, yaitu
peranannya sebagai tanaman peneduh dan tanaman hias. Melalui upaya
pemangkasan dan pembentukan tajuk yang baik, keberadaan tanaman buah
dapat menjadi salah satu penghias pekarangan disamping juga keindahan
buahnya.
3. Luasan pekarangan
Faktor luas pekarangan menentukanpemilihan jenis tanaman buah
yang akan di tanam. Bagi pekarangan yang luas mungkintidak bermasalah,
namun bagi pekarangan yang sempit perlu mempertimbangkan karakteristik
luasan tajuk dan tinggi tanaman yang tumbuh secara alami. Secara umum
tanaman yang bertajuk tinggi akan sesuai bila ditanam di lahan pekarangan
yang sempit, karena tajuk dapat dibentuk setelah melewati atap rumah.
Namun bagi tanaman yang bertajuk rendah, seperti jeruk dan jambu
memerlukan ruang yang cukup luas.
4.Varietas Tanaman
Langkah penting setelah menentukan jenis tanaman yang akan
ditanam adalah menetapkan varietasnya. Direkomendasikan untuk menanam
varietas buah unggul. Pemerintah selama ini telah memberikan pengakuan
pada varietas-varietas unggul buah-buahan yang mempunyai keunggulankeunggulan tertentu, seperti produksi yang tinggi, aroma,rasa, ketebalan
daging buah dan lain-lainnya dalam bentuk pelepasan varietas melalui
Keputusan Menteri Pertanian. Pelepasan varietas buah unggul ini dimulai
sejak tahun 1984 dan pada saat ini telah dilepas sebanyak 29 jenis buahbuahan yang mencakup 227 varietas (Direktorat Perbenihan, 2003).
36
Pengembangan Tanaman Buah dalam Pot Budidaya
Tanaman buah dalam pot (tabulapot) merupakan salah satu bentuk
budidaya tanaman yang kini telah banyak berkembang, khususnya di
masyarakat perkotaan dimana kepemilikan lahan pekarangan sangat
terbatas. Dengan di tanam di dalam pot, tanaman buah tidak akan tumbuh
sebesar tanaman yang di tanam di lahan. Namun keuntungannya tanaman
dapat dipindah-pindah sesuai dengan selera, dan tanaman buah lebih
banyak berfungsi sebagai tanaman hias.
Budidaya tabulapot berkembang bersamaan dengan membudayanya
pengembangan tanaman hias dan gerakan kebersihan serta keindahan
lingkungan (Direktorat Tanaman Buah, 2001) Budidaya tanaman dalam pot
dapat menghasilkan buah dengan skala komersial bila dibudidayakan
dengan baik, dengan memanipulasi lingkungan tumbuh dan tanaman dalam
rangka mengendalikan pertumbuhan tanaman. Dengan area perakaran yang
terbatas, maka pengendalian pertumbuhan tanaman akan lebih mudah
dilakukan. Terdapat hubungan yang erat antara keterbatasan area
pertumbuhan perakaran dengan pertumbuhan pucuk tanaman. Area
perakaran yang terbatas akan mengontrol pertumbuhan pucuk tanaman
sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terbatas. Tidak semua jenis
tanaman buah dapat berbuah apabila ditanam didalam wadah (pot).
Para ahli mengelompokkan tanaman buah ke dalam 3 (tiga)
kelompok, yaitu :
a. Tanaman buah yang mudah dibuahkan, yang dicirikan oleh
tanaman pohon atau perdu yang tumbuh dengan cepat, secara
alamiah dapat berbuah sepanjang tahun, ukuran buah kecil dan
buahnya terdapat di ujung ranting; seperti jeruk dan belimbing.
b. Tanaman buah yang agak sulit dibuahkan, yang dicirikan oleh
pohon besar yang pertumbuhannya lambat, buahnya bermusim,
ukuran buah sedang atau besar dan buahnya terdapat di dahan.
Contoh : duku dan jambu bol
c. Tanaman buah yang sulit dibuahkan, yang dicirikan oleh
perakaran yang memerlukan permukaan yang luas, buahnya
berat dan besar, buahnya terdapat pada batang utama atau
cabang besar; contohnya nangka dan durian. Mengacu pada
tingkat kesulitan dalam membuahkan tanaman buah dalam pot,
terdapat beberapa hasil pengamatan yang menunjukkan tingkat
keberhasilan dalam membuahkan tanaman buah dalam pot.
Beberapa keuntungan dalam melakukan budidaya tanaman buah
dalam pot antara lain adalah :
a. Dapat dilakukan di lahan pekarangan yang terbatas luasannya
b. Memudahkan pengamatan tanaman secara khusus
c. Dapat dipindah-pindah sesuai dengan keinginan untuk
keindahan
d. Merupakan wahana dalam penyaluran hobi dan ajang penelitian
e. Waktu produksi dapat diatur, khususnya bila di tanam dalam
green house.
37
Beberapa kelemahan dalam budidaya tabulapot antara lain adalah :
a. Jumlah buah yang dihasilkan tidak optimal seperti pada tanaman
yang di tanam di lahan
b. Harus melaksanakan penggantian media tanam secara periodik
c. Tidak semua jenis tanaman buah dapat berbuah di dalam pot
(wadah). Memerlukan pemeliharaan yang intensif
Budidaya tanaman buah di lahan pekarangan merupakan salah satu
alternatif potensial yang perlu digalakkan untuk dikembangkan dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat akan gizi dan menjaga kesehatan, yang
merupakan bagian dari ketahanan pangan. Keterbatasan lahan pekarangan
dapat diatasi dengan pemilihan jenis komoditas buahbuahan yang sesuai
dengan karakter tajuk dan ketinggian tajuk, atau dengan penerapan
manipulasi teknologi melalui pengembanganbudidaya di dalam pot wadah.
Untuk itulah perlu lebih banyak disosialisasikan manfaat dari pengembangan
buah-buahan ini, khususnya bagi kesehatan da juga untuk keindahan,
sehingga masyarakat dapat lebih tertarik dan sadar untuk mengkonsumsi
buah dan menanam buah di pekarangannya, sehingga pada akhirnya dapat
terwujud ketahanan pangan, khususnya dalam membangun kualitas sumber
daya manusia yang tangguh dan mempunyai intelegensia yang tinggi; serta
mampu berkontribusi untuk mmemenuhi salah satu hak azazi manusia
Indonesia, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1996 tentang pangan, dimana setiap individu manusia Indonesia berhak
memperoleh pangan yang cukup, aman dan bergizi.
PEMELIHARAAN IKAN DI LAHAN PEKARANGAN
Pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak di sekitar rumah
dan umumnya berpagar keliling. Di atas lahan pekarangan tumbuh berbagai
ragam tanaman. Bentuk dan pola tanaman pekarangan tidak dapat
disamakan, bergantung pada luas tanah, tinggi tempat, iklim, jarak dari kota,
jenis tanaman. Pada lahan pekarangan tersebut biasanya dipelihara ikan
dalam kolom , dan hewan piaraaan seperti ayam, itik, kambing, domba,
38
kelinci, sapi dan kerbau. Keragaman tumbuhan dan bintang piaraan inilah
yang menciptakan pelestarian lingkungan hidup pada pekarangan.
Lahan pekarangan beserta isinya merupakan satu kesatuan
kehidupan yang saling menguntungkan. Sebagian dari tanaman
dimanfaatkan untuk pakan ternak, dan sebagian lagi untuk manusia,
sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang untuk
menyuburkan tanah pekarnagn. Dengan demikian, hubungan antara tanah,
tanaman, hewan piaraan, ikan dan manusia sebagai unit-unit di pekaranagn
merupakan satu kesatuan terpadu.
Kolam ikan sederhana di pekarangan
Pemeliharaan Kolam Ikan.
Membuat kolam ikan dapat dilakukan dengan dua cara, yakni : cara
sederhana dengan menggali tanah yang telah ditentukan dengan bangunan
non permanen dan cara modern dengan membuat tanggul secara permanen.
Kedua cara tersebut masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahannya
bergantung pada keadaan lingkungan di sekitarnya, dan factor social
ekonomi setempat.
Pilihan membuat kolam sederhana di lahan pekarangan memiliki
beberapa keuntungan sebagai berikut :
a. Meningkatkan pendapatan dan gizi keluarga, terutama protein
hewani.
b. Meningkatkan partisipasi aktif dalam gerakan program
penganekaragaman pangan.
c. Biaya pembuatan relatif murah
39
d. Teknologinya mudah dilaksanakan dan dapat menciptakan
kegiatan yang bersifat mandiri bagi setiap rumah tangga.
e. Mudah disebarluaskan.
Jenis Ikan Untuk Pekarangan.
Jenis - jenis ikan yang lazim diusahakan di kolam sederhana pada
lahan pekarangan adalah : Ikan gurami, ikan tawes, ikan grass carp, ikan
mujiar, ikan nila, ikan karper dan ikan lele dumbo.
A. Ikan Gurami.
Ikan gurami ( Osphronemus gouramy ) memiliki prospek cerah
dengan harga cukup mahal. Ikan gurami dapat dibudidayakan dengan baik
mulai diatas permukaan laut, dengan suhu air optimal antara 240 C - 280 C.
Kolam ikan gurami.
Ciri - ciri ikan gurami jantan adalah sebagai berikut : (1). Dahinya
bertombol dan berwarna kekuning – kuningan; (2). Kedua belah rusuk bagian
belakang membentuk sudut tumpul; (3). Semua sisik agak terbuka dan pada
sirip tampak urat - urat rambut berwarna kemerah - merahan. Sedangkan ciri
- ciri ikan gurami betina adalah sebagai berikut : (1). Siripnya berwarna
kehitam-hitaman; (2). Bagian perut di belakang sirip dada membesar; (3).
Umur induk yang baik antara 4 tahun sampai 5 tahun dan beratnya 2 kg; (4).
Lama bertelur ikan gurami antara 2 hari - 3 hari. Jumlah telur antara 1.000
butir sampai 3.000 butir. Setelah 10 hari, telur tersebut menetas.
Anak ikan gurami memakan binatang renik yang hisup sebagai
periphyton, larva semut, larva rayap, bungkil kelapa, dan cincangan daun.
40
B. Ikan Tawes.
Ikan tawes (Puntius gonionotus) memiliki badan berwarna putih
keperak-perakan sehingga sering disebut juga ikan " Putihan" atau "Bader
putihan". Ikan tawes dapat dibudidayakan dengan baik mulai dari tepi pantai
(di tambah air payau) sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut,
dengan suhu optimum antara 250 C - 330 C. namun ikan tawes lebih cocok
dipelihara di dataran rendah. Bila diolah menjadi ikan asin, ikan tawes
ternyata cukup tinggi harganya.
Anak ikan tawes memakan ganggang bersel tunggal, zooplankton,
ganggang rantai, mayas, pucuk tanaman air, dan tanaman lunak lainnya.
Moncong ikan tawes kecil dan pada ujung moncong terletak mulut yang
dihiasi oleh dua pasang sungut berukuran kecil.
Ikan tawes dari kolam di pekarangan
Bentuk badan ikan tawes memanjang pipih ke kesamping dengan
bentuk punggung membesar. Sisik ikan tawes berwarna putih keperakperakan dengan warna gelap di bagian punggung.
C. Ikan Mujair
Ikan mujair (Tilapia mossambica) cepat berkembang biak dan bisa
hidup dimanapun, baik dataran rendah maupun dataran pegunungan, baik
pada air tawar maupun air payau. Induk ikan mujair yang berumur 3,5 bulan
sudah memulai bertelur sebanyak 50 butir. Satu setengah bulan berikutnya
induk ikan tersebut bertelur lagi. Setiap kali bertelur jumlah telur bertambah
50 butir - 75 butir. Seekor induk dapat bertelur sampai 2.000 butir. Telur-telur
tersebut biasanya disimpan di dalam mulut induknya. Penetasan telur juga
terjadi di dalam mulut induknya. Setelah menetas, anak-anak ikan mujair
disemburkan dari mulut induknya. Jika ada bahaya, anak-anak ikan tersebut
berebut masuk kembali ke mulut induknya.
41
Ikan mujair dewasa gemar makan ganggang biru, sehingga dapat
membantu kita membrantas penyakit malaria, sebab ganggang biru
merupakan tempat bertelur nyamuk malaria.
D. Ikan Nila
Ikan Nila (Tilapia nilotica) dibedakan menjadi dua, yakni ikan nila
biasa berwarna hitam keputih-putihan dan ikan nila merah berwarna merah.
Bentuk tubuh ikan nila panjang dan ramping, dengan perbandingan antara
panjang badan dan tingginya adalah 3 : 1. sisik-sisik ikan nila berukuran
besar dan kasar, berbentuk etonoid dengan garis-garis vertical berwarna
gelap pada siripnya.
Ikan nila betina memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1. Ukuran sisik relatif lebih kecil daripada sisik ikan nila jantan
2. Sisik di bagian bawah dagu dan perut berwarna cerah.
3. Bentuk hidung dan rahang belakang agak lancip
4. Sirip punggung dan sirip ekor bergaris menyambung serta
melingkar
5. Bagian perut diurut (dipijat) tidak akan mengeluarkan cairan
berwarna bening.
Sedangkan ikan nila jantan memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1. Ukuran sisik libih besar daripada sisik ikan nila betina
2. Sisik di bagian bawah dagu dan perut berwarna gelap
3. Bentuk hidung dan rahang belakang melebar
4. Sirip punggung dan sirip ekor merupakan garis-garis yang
terputus-putus.
5. Bila bagian perut diurut (dipijat) akan mengeluarkan atau
memancarkan cairan berwarna kuning.
Kemampuan bertelur seekor induk ikan nila antara 300 butir sampai
1.500 butir. Telur ikan nila berbentuk bulat kecil, berdiameter 2,8 mm,
berwarna abu-abu sampai kekuning-kuningan, tidak lekat, tenggelam dalam
air, dan dierami dalam mulut induk betina. Telur ikan nila menetas antara 4
hari - 5 hari kemudian.
E. Ikan Karper
Ikan Karper (Cyprinus carpio) dapat tumbuh optimal pada ketinggian
sekitar 150 meter - 600 meter di atas permukaan laut, dengan suhu air
antara 200 C - 250 C. ikan ini memiliki beberapa varietas, antara lain karper
merah, karper sinyonya, karper punten dan karper majalaya.
Karper merah atau ikan mas dicirikan oleh sisiknya yang berwarna kuning
keemas-emasan. Bentuk badannya relatif panjang dan penampang bagian
punggungnya tidak begitu pipih.
Kolam Sederhana
A. Persiapan dan Pengamatan Lahan Pekarangan
42
Pekerjaan pengamatan letak lahan pekarangan meliputi luas tanah,
jenis tanah, dan lingkungan sekitarnya.
1. Luas tanah
Untuk memastikan ukuran luas tanah, kita dapat mengukurnya
dengan menggunakan alat ukur berupa meteran.
2. Jenis Tanah
Untuk mengetahui jenis tanah pada areal yang akan kita bangun
kolam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Ambillah sebagian tanah lapisan atas dan tanah lapisan bawah,
lalu masing-masing dilumatkan dalam air. Setelah lembek dibuat
genggaman dan ditekan sekuat-kuatnya. Jika meninggalkan
gumpalan pasir cukup banyak, berarti tanah tersebut tergolong
tanah berpasir. Akan tetapi jika hanya sedikit sisa pasirnya, berti
tergolong tanah liat.
b. Jenis tanah yang baik untuk kolam ikan adalah tanah liat
berpasir.
3. Lingkungan
Pengamatan lingkungan sekitar yang akan dibangun kolam antara
lain meliputi :
a. Sumber air : sungai, parit, mata air, dan saluran irigasi
b. Letak pintu pemasukan dan pengeluaran air.
c. Macam tumbuhan dan bantuan yang dapat dimanfaatkan atau
yang harus dibuang/disingkirkan.
B. Penggalian tanah
1. Tanah diukur dan ditandai sesuai bentuk dan posisinya.
Sebaiknya kolam berbentuk empat persegi panjang.
Direncanakan luas kolam sederhana di lahan pekarangan adalah
50 m2 .
2. Sesuai dengan batas-batas yang telah ditentukan, tanah mulai
dicangkul sampai kedalaman 100 cm - 150 cm.
3. Bersamaan dengan penggalian tanah, sekaligus dibangun
pematangnya. Pematang harus kokoh, berbentuk trapezium dan
tidak bocor.
4. Dasar kolam dibuat miring antara 3 persen sampai 5 persen
kearah pintu pembuangan air.
5. Pada dasar kolam perlu dibuatkan kemalir. Fungsi kemalir
adalah untuk mempermudah penangkapan ikan pada waktu
dilakukan panen.
C. Persiapan Pemeliharaan
1. Bila kolam telah selesai dibuat, dilanjutkan dengan kegiatan
pengapuran. Kebutuhan kapur sekitar 5 kg - 10 kg untuk kolam
seluas 50 m2 .
2. Dasar kolam ditaburi pupuk kandang 1 kg/ m2 atau 50 kg/ 50 m2.
43
3. Setelah diberi kapur dan pupuk kandang, dasar kolam diairi
setinggi 5 cm, dan dibiarkan tergenang selama 5 hari - 7 hari
hinga warna air berubah menjadi kehijau-hijauan
4. Akhirnya kolam diisi air sempai ketinggian 60 cm dan kini kolam
tersebut siap untuk memelihara ikan.
Kolam ikan ber-tingkat untuk memelihara lele.
Penebaran Benih
A. Syarat Benih
Benih ikan yang baik dan sehat memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1. Gerakannya lincah
2. Tidak cacat dan tidak luka di tubuhnya
3. Tidak ada tanda-tanda terserang penyakit
4. Besarnya kurang lebih seragam.
B. Pengangkutan Benih
Apabila tempat pembelian benih berjarak cukup jauh maka teknik
pengangkutan benih, perlu diperhatikan yakni sebagai berikut :
1. Kantong plastik diisi dengan air bersih sebanyak sepertiga
bagian.
2. Benih ikan dimasukkan sedikit demi sedikit
3. Udara yang ada di dalam kantorng plastik dikeluarkan
4. Kantong plastik diisi dengan oksigen dari tabung gas hingga
penuh.
5. Ujung kantong plastik segera diikat rapat.
6. Kantong plastik terebut dimasukkan ke dalam kardus.
44
7. Kardus berisi benih ikan harus diangkut karena benih ikan dalam
kantong plastik hanya bertahan hidup di perjalanan sekitar 4 jam.
Waktu pengangkutan sebaiknya
pagi atau malam hari.
C. Pelepasan Benih
1. Sebelum benih ditebarkan, kolam sudah digenangi air selama 4
hari - 7 hari.
2. Setibanya di lokasi, kantong plastik berisi benih ikan langsung
diapungkan dalam air kolam selama 15 - 20 menit agar terjadi
penyesuaian suhu.
3. Air kolam dimasukakn ke dalam kantong plastik dan dibiarkan
mengapung di kolam selama 5 - 10 menit
4. Bila suhu sudah sesuaim pengikat kantung plastik dibuka
5. Selanjutnya kantong plastik tersebut diniringkan ke dalam air dan
benih-benih ikan dibiarkan keluar sendiri untuk berenang.
6. Kepadatan benih untuk ikan nila adalah 0,5 kg - 2 kg per m2
dengan ukuran benih 50 - 70 grm per ekor.
BERTERNAK AYAM KAMPUNG DI PEKARANGAN
Penyediaan pangan bergizi dalam kehidupan sehari-hari identik
dengan penyediaan protein hewani yangdapat diperoleh dari daging, telur
dan susu. Namun penyediaannya secara rutin sering terkendala oleh tingkat
harga yang relatif mahal. Memelihara ayam kampung sangat membantu
suplai kebutuhan gizi maupun tambahan pendapatan keluarga, tetapi
belakangan ini minat memelihara ayam kampung dalam skala besar mulai
menurun akibat kekhawatiran tertular flu burung.
Ayam kampung, secara umum telah dikenal dan banyak dipelihara
masyarakat di daerah perdesaan atau di daerah urban dan masih
diusahakan secara tradisional. Walaupun produktivitasnya lebih rendah
dibandingkan dengan ayam ras, namun memberikan sumbangan sebesar
26,23% bagi pemenuhan daging unggas atau 15,95% dari kebutuhan daging
secara keseluruhan (DITJENNAK, 2004). Sementara itu, keberadaan ayam
kampung tidak akan tersaingi oleh ayam ras, karena daging ayam kampung
memiliki citarasa yang khas, terutama bagi masakan asli Indonesia. Selain itu,
telur ayam kampung dipercaya memiliki nilai nutrisi “lebih bagus” dari telur
ayam ras, dan “cocok” untuk dikonsumsi sebagai “jamu”. Dan secara umum
pada kenyataanya harga ayam kampung dan telurnya selalu lebih tinggi dari
harga ayam dan telur ayam ras.
Permintaan akan daging ayam kampung semakin meningkat sekitar
3,86%/tahun (DITJENNAK, 2004) selaras dengan tingkat pendapatan
masyarakat. Hal ini ditunjang pula dengan banyaknya masyarakat yang
merubah pola hidup menuju “kembali ke alam” dimana tongkat kesadaran
masyarakat lterhadap kesehatan lebih bagus sehingga mempengaruhi dalam
memilih makanan yang dikonsumsi, dimana daging ayam kampung menjadi
pilihan karena dibandingkan dengan daging ayam ras, kandungan lemak
daging ayam kampung lebih rendah.
45
Dalam perkembangannya, sudah banyak peternak secara
perseorangan atau berkelompok yang memelihara ayam kampung dengan
cara intensif, tidak diumbar, dimana dengan cara intensif dapat menekan
angka kematian anak ayam hingga menjadi sekitar 50%, dan dapat
meningkatkan produktivitasnya serta dapat menambah pendapatan peternak.
Tetapi, keberadaan usaha tidak dapat langgeng dimana keterbatasan modal,
kurangnya promosi dan tidak adanya kerjasama dengan “mitra” menjadi
hambatan bagi peternak untuk memenuhi permintaan pasar secara
berkesinambungan. Kemungkinan yang lain adalah kurangnya pengetahuan
tentang manajemen pemeliharaan secara profesional dan tidak adanya
spesifikasi usaha sehingga 1 (satu) peternak melakukan usaha pembibitan
dan pembesaran. Sehingga apabila akan mengembangkan usaha ayam
kampung perlu diperhatikan selain aspek teknis, pasar, modal dan
ketangguhan sumberdaya manusia pengelola (peternak) serta adanya
“spesialisasi” usaha untuk pembibitan, pembesaran, atau produksi telur.
Sesuai dengan dinamika perkembangan industri boga di Indonesia,
aktivitas dan kesibukan masyarakat semakin banyak sehingga memerlukan
makanan yang siap saji, sehingga industri makanan siap saji juga semakin
bertambah, diantaranya adalah industri rumah makan ayam kampung, yang
berakibat pada meningkatnya kebutuhan akan ayam kampung. Hasil
wawancara pribadi dengan pemilik rumah makan ayam kampung ternyata
dibutuhkan ayam kampung dengan bobot hidup sekitar 750 – 1000 gram
karena besar ayam akan berpengaruh terhadap harga makanan siap saji.
“Semakin besar bobot ayam semakin mahal harga produk olahannya”
sehingga dengan bobot > dari 1000 gram daya beli konsumen turun. Untuk
mencapai berat tersebut, ayam dapat dipelihara sampai umur sekitar 10 – 12
minggu dan bila lebih dari 12 minggu pemeliharaan sudah tidak efisien lagi.
Sementara itu, untuk konsumen rumah tangga, diperlukan ayam kampung
yang berbobot badan 1000 – 1500 gram, demikian pula untuk penjual
masakan tradisional yang menggunakan ayam kampung.
Memperbaiki Produktivitas Ayam Kampung
Agar ayam kampung yang dipelihara secara sehat, akan cepat besar
dan mampu berproduksi secara optimal, untuk itu perlu diberikan makanan
tambahan juga pelaksanaan program vaksinasi yang tepat.
Ayam kampung dipelihara oleh hampir seluruh masyarakat di
pedesaan. Ayam ini memang dapat mencari makan sendiri, sehingga
biasanya pemeliharaannya dengan dilepas begitu saja tanpa diperhatikan
kesehatannya, pertumbuhan maupun produksinya.
Walaupun demikian, ternak ini memiliki potensi yang cukup besar
dalam mendukung ekonomi dan konsumsi protein hewani keluarga. Untuk
menjadikan ayam kampung ini sebagai ternak komersial, maka produksinya
perlu ditingkatkan.
Paling tidak ada empat tindakan yang harus dilaksanakan bila ingin
mendapatkan ayam kampung yang berproduksi tinggi, yaitu :
46
1. Vaksinasi ND secara teratur
Sudah umum diketahui bahwa penyakit tetelo/ sampar/ New
Castle Disease (ND) merupakan momok utama penyebab
kematian ayam kampung. Penyakit ini biasanya terjadi pada saat
pergantian musim, baik dari musim kemarau ke musim hujan
atau sebaliknya. Karena disebabkan oleh virus, satu-satunya
cara untuk menghindarkan ayam dari serangan penyakit ini
adalah dengan menciptakan kekebalan pada tubuhnya, dengan
melakukan vaksinasi ND secara teratur.
Vaksinasi ND sebaiknya dilaksanakan dengan program 4 4 3 3,
artinya ayam mulai divaksin ND pada umur 4 hari dengan cara
tetes mata atau hidung memakai vaksin strain F. Setelah itu
diulang kembali pada umur 4 minggu dengan cara tetes
mata/hidung, tetapi bila memungkinkan untuk disuntik dapat saja
dilakukan penyuntikan pada otot dada atau paha.
Kemudian divaksin kembali (revaksinasi) pada umur 3 bulan
dengan cara disuntik menggunakan vaksin strain K dan diulang
setiap 3 bulan sekali. Tanpa melaksanakan vaksinasi ND secara
teratur, ayam kampung yang dipelihara tidak dapat hidup seperti
yang diharapkan terutama pada anak-anaknya (antara 1-30 hari).
2. Pemberian makanan tambahan
Ayam kampung memeng dapat mencari makan sendiri bila
dilepas di pekarangan atau tempat-tempat lain. Tetapi makanan
yang diperolehnya ini belum tentu mencukupi kebutuhannya
untuk tumbuh dan berkembang lebih baik, sehingga
pertumbuhan, kesehatan dan produksinyapun akan berpengaruh.
untuk itu, untuk mendapatkan ayam kampung yang sehat, cepat
besar dan mampu berproduksi optimal diperlukan makanan
tambahan.
Makanan tambahan ini dapat saja berupa hasil atau limbah
pertanian seperti jagung, ketela, gabah, dedak bahkan limbah
dapur atau makanan sisa dapat diberikan, asalkan cukup bergizi.
Pemberian makanan tambahan ini sebaiknya dilakukan dua kali
sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Maksud diberikan pagi hari
saat ayam akan mengembara mencari makan, agar tubuhnya
cukup kuat, memiliki tenaga/energi, sehingga akan lebih kuat
dan lincah baik dalam mencari makan maupun bahaya yang
mungkin dihadapi.
Sedangkan pemberian pada sore hari, yakni pada saat ayam
akan tidur maksudnya adalah untuk melengkapi kekurangan
makanan yang diperoleh selama pengembaraannya. Makanan
ini diperlukan untuk proses pertumbuhan maupun produksinya.
3. Membuatkan kandang
Hal ini jarang sekali diperhatikan oleh pemelihara ayam kampung,
padahal jika dikaji kandang ini cukup penting artinya bagi
perkembang-biakan ternak. Selain tempat untuk berteduh waktu
hujan, untuk bermalam dan tempat kegiatan reproduksi (bertelur
dan mengerami telurnya), kandang dapat pula menyelamatkan
ayam dari ancaman binatang buas.
47
Hal yang terpenting, dengan membuatkan kandang, ayam akan
lebih mudah ditangkap pada saat akan melaksanakan vaksinasi
ND maupun pada saat akan dijual. Jadi peranan kandang selain
untuk melindungi ayam dari segala macam gangguan juga untuk
memudahkan tata laksana perawatannya.
4. Penanganan khusus pada anak dan induk
Tujuannya untuk mempercepat atau melipat-gandakan
perkembang-biakannya. Penanganan khusus pada anak ayam
adalah dengan melakukan penyapihan lebih awal. Anak ayam
harus disapih pada umur 1 hari atau pada umur 1 bulan, karena
pada saat umur 1 bulan anak ayam sudah dapat mencari makan
sendiri.
Kandang pekarangan
Jika penyapihan dilakukan pada saat umur 1 hari, maka harus
dipelihara dalam kandang khusus (box), diberi makanan bergizi
dan pemanas (induk buatan) dan jangan lupa divaksinasi.
Dengan penyapihan lebih awal ini seekor induk dapat
berproduksi lebih banyak daripada dibiarkan mengasuh terus
anaknya. Jika dibiarkan mengasuh terus anaknya, induk hanya
akan berproduksi setiap 2-3 bulan sekali (4-6 kali dalam setahun.
Perlakuan khusus terhadap induk adalah perlakuan yang
diberikan kepada induk yang disapih, baik dari telurnya maupun
dari anak-anaknya. Induk yang disapih dengan anaknya atau
yang telurnya diambil (tidak dibiarkan mengerami) ditangkap dan
dimandikan setiap pagi hari selama 3-4 hari dan diberikan
makanan yang lebih bergizi, bila perlu dikurung bersama
pejantan. maksud perlakuan ini adalah untuk menurunkan suhu
tubuhnya, yang pada saat mengerami telur atau saat mengasuh
anaknya, suhu tubuh tinggi. Ini diperlukan untuk memberikan
48
kehangatan baik pada telur yang dierami maupun anak yang
diasuh.
Dengan menurunkan suhu tubuh maka sikap mengeram atau
mengasuh anak akan berkurang bahkan hilang. Apalagi kalau
dirangsang dengan makanan bergizi dan pejantan, maka proses
peneluran akan lebih cepat timbul. Biasanya induk yang
diperlakukan demikian akan bertelur kembali setelah 7-10 hari
dari saat perlakuan.
BETERNAK KELINCI DI PEKARANGAN
Salah satu komoditas yang mampu menghasilkan daging secara
rutin adalah ternak kelinci,yang sejak tahun 1980 telah diperkenalkan dengan
promosi yang cukup gencarsebagai sumber protein, daging kelinci menjadi
salah satu menu hidangan yang digemari banyak orang.
Menurut bentuk tubuh dan berat tubuhnya ternak kelinci terbagi 3
tipe, yaitutipe kecil, tipe sedang dan tipe besar. Kelinci lokal Indonesia
tergolong tipekecil. Ternak kelinci tipe sedang yang banyak dipelihara di
Indonesia antara lain Vlaamse reus, California, Yamamoto. Jika ditinjau
berdasarkan fungsinya ternak kelinci terbagi menjadi 2 golongan, yaitu kelinci
hias (Rex, Rexpappilon, Angora) dan kelinci pedaging.
Jika ingin menghasilkan daging yang bisa dikonsumsi oleh keluarga
secara rutin maka sebaik memelihara kelinci pedaging (vlaamse reus,
california, yamamoto, NewZealand White dll). Kelinci jenis ini sudah dapat
dikawinkan pertama kali pada umur 6 bulan, lama kebuntingannya hanya
sekitar 30-33 hari, dapat dikonsumsi pada umur 4 bulan yang mampu
mencapai berat hidup 2 kg atau setara dengan 1 – 1,1 kg daging siap
konsumsi, yang cukup untuk dinikmati oleh satu keluarga beranggotakan 3 –
4 jiwa.
Kelinci Dapat dikawinkan setiap saat
Keistimewaannya, ternak kelinci betina dapat dikawinkan setiap saat,
jadi tidak bergantung pada munculnya gejala birahi. Berbeda dengan ternak
kambing, sapi atau kerbau, yang hanya mau dikawini oleh pejantan apabila
berada dalam kondisi birahi. Hal inilah yang menjadikan ternak kelinci dapat
difungsikan seperti layaknya sebuah mesin penghasil daging. Artinya kita
dapat mengatur kelahiran seperti yang kita inginkan, kalau kita menginginkan
terjadinya kelahiran bulan depan pada tanggal 30, maka tanggal 1 bulan ini
sudah harus dikawinkan. Jadi tinggal pengaturan strategi perkawinan ternak
saja ................................. dst...........
Download