Pengaruh Penggunaan Bahan Ajar Modul Berbasis CTL Terhadap

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Kajian Teori
1. Bahan Ajar
a.
Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan salah satu hal yang penting dalam proses
pembelajaran. Ada banyak tokoh yang memberikan definisi mengenai bahan
ajar. Menurut Setiawan (2007 : 1.5) bahan ajar adalah bahan maupun materi
pelajaran yang disusun dengan sistematis.
Mudlofir (2011 : 128) mendefinisikan bahan ajar yaitu segala
bentuk bahan yang digunakan untuk membantu dalam proses
pembelajaran. Bahan tersebut disusun dengan runtut dan sistematis baik
tertulis maupun tidak tertulis.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penelitian ini sejalan
dengan pendapat Mudlofir (2011 : 128) yang dapat disimpulkan bahwa
bahan ajar merupakan segala bahan baik tertulis maupun tidak yang
digunakan untuk membantu siswa dalam belajar terutama saat proses
pembelajaran berlangsung.
b.
Jenis Bahan Ajar
Pengelompokan bahan ajar dilakukan dengan beberapa cara oleh
beberapa ahli. Menurut Setiawan (2007 : 1.7) bahan ajar dikelompokkan ke
dalam dua kelompok besar yaitu bahan ajar cetak dan noncetak. Bahan ajar
cetak terdiri dari modul, handout, dan lembar kerja. Bahan ajar noncetak
yaitu video, audio, bahan ajar display, dan internet.
Beberapa jenis bahan ajar di atas, masing – masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Bahan ajar cetak memiliki kualitas penyampaian
yang baik, misalnya dapat menyajikan kata – kata, angka – angka, gambar
dan lainnya. Penggunaan bahan ajar cetak bersifat self-sufficient artinya
dapat digunakan langsung atau tidak diperlukan alat lain untuk
menggunakannya. Bahan ajar cetak juga memiliki beberapa kekurangan
yaitu tidak mampu mempresentasikan gerakan, penyajian materi bersifat
linear, dan sulit memberikan bimbingan kepada pembacanya.
Bahan ajar noncetak juga memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan. Bahan ajar noncetak sekarang ini marak tersedia di pasaran,
jadi sangat mudah untuk mendapatkannya. Namun, dalam menggunakan
5
6
bahan ajar noncetak ini pengguna harus mempunyai alat lain untuk
menunjang pemakaiannya, misalkan internet, harus mempunyai perangkat
komputer yang lengkap untuk dapat mengaksesnya. Itulah beberapa
kelebihan dan kekurangan bahan ajar cetak maupun noncetak.
Menurut Mudlofir (2011 : 140) jenis bahan ajar dibagi menjadi
beberapa kelompok yaitu :
1) Bahan ajar cetak : buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, dan
pamflet.
2) Audio visual : video/film dan VCD.
3) Audio : radio, kaset, dan CD.
4) Visual : foto, gambar, dan market.
5) Multimedia : internet, CD interaktif dan computer based.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa jenis bahan ajar
dikelompokkan dalam dua kelompok besar yang didalamnya masih terdapat
macam – macam bahan ajar. Kelompok besar tersebut adalah bahan ajar
cetak dan noncetak.
c.
Prinsip – Prinsip Dan Pengembangan Bahan Ajar
Ada beberapa prinsip dalam bahan ajar yang dikemukakan oleh
Mudlofir (2011 : 130) yaitu : Menimbulkan minat baca; Ditulis dan dirancang
untuk siswa; Menjelaskan tujuan instruksional; Disusun berdasarkan pola
belajar yang fleksibel; Struktur berdasarkan kebutuhan siswa dan
kompetensi akhir yang akan dicapai; Memberi kesempatan pada siswa untuk
berlatih; Mengakomodasi kesulitan siswa; Memberikan rangkuman; Gaya
penulisan komunikatif dan semi formal; Kepadatan berdasar kebutuhan
siswa.Pengembangan bahan ajar juga harus sesuai dengan prosedur yang
ada. Berdasarkan pendapat Setiawan (2007 : 1.24) bahwa pengembangan
bahan ajar perlu dilakukan secara sistematis berdasarkan langkah – langkah
yang saling terkait untuk menghasilkan bahan ajar yang berkualitas.
Pengembangan bahan ajar, paling tidak terdapat lima langkah
utama yang perlu dilakukan. Langkah – langkah yang bisa dilakukan ini, kita
akan mendapatkan bahan ajar yang baik dan berkualitas. Langkah tersebut
adalah : analisis, perancangan, pengembangan, evaluasi, revisi.
Pengembangan bahan ajar ini juga mempunyai beberapa prosedur
yang dilakukan agar dapat mencapai hasil yang maksimal. Menurut Sutadji
(2000) yang menyatakan langkah-langkah pengembangan mengikuti alur
berikut: tahap pertama adalah mengidentifikasi pelaksanaan pembelajaran
7
di kelas; tahap kedua adalah menetapkan mata pelajaran yang akan
dikembangkan dan mengkaji silabus yang ada; tahap ketiga, menyusun dan
mengembangkan modul dengan komponen-komponen: topik, pengantar,
daftar isi, petunjuk, prasyarat, tes awal, tujuan umum pembelajaran, tujuan
khusus pembelajaran, epitome/kerangka isi pembelajaran, materi, gambar,
rangkuman, latihan, tugas, sisipan dan rujukan; tahap keempat, uji coba dan
revisi yang meliputi uji coba produk dan revisi produk dan tahap kelima,
prototipe modul pembelajaran individual. Sejalan dengan teori
pengembangan bahan ajar menurut Sutadji (2000), maka penelitian ini
dilakukan sesuai dengan alur pengembangan tersebut.
2. Modul
a.
Pengertian Modul
Ada beberapa ahli yang memberikan definisi tentang modul, salah
satunya pengertian modul yang dirumuskan oleh Mudlofir (2011 : 149)
modul adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis, dan
menarik yang meliputi materi ajar, metode dan evaluasi yang digunakan
secara mandiri. Modul merupakan salah satu bahan ajar cetak yang disusun
sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar secara individual.
Menurut Kunandar (2009 : 236) modul merupakan sebuah
perangkat pembelajaran yang dikembangkan dari setiap kompetensi dan
pokok bahasan yang akan disampaikan. Modul ini berisi materi, lembar
kerja, lembar kegiatan siswa dan juga lembar jawaban siswa.
Istilah modul dapat menunjuk pada suatu paket pengajaran yang
memuat pedoman bagi guru dan bahan pembelajaran untuk siswa (Winkel,
2004 : 472). Modul merupakan satuan program belajar-mengajar bagi siswa,
yang dipelajari oleh siswa sendiri (self-instructional).
Berkaitan dengan pengertian modul menurut Sabri (2007: 143),
modul adalah suatu unit lengkap yang terdiri dari rangkaian kegiatan belajar
disusun untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan yang telah
dirumuskan. Modul merupakan suatu paket kurikulum yang disediakan
untuk dapat digunakan siswa belajar sendiri, sehingga tanpa kehadiran guru
siswa dapat belajar secara mandiri.
Berdasarkan pendapat Nasution (2010 : 205) modul dapat
dirumuskan sebagai suatu unit lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri dari
rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai
tujuan yang telah dirumuskan secara khusus dan juga jelas. Meskipun
terdapat perbedaan pendapat, namun terdapat sedikit kesamaan bahwa
8
modul merupakan paket kurikulum yang disusun untuk siswa agar dapat
belajar secara mandiri.
Menurut pendapat para ahli di atas, maka modul dalam penelitian
ini dapat diartikan sesuai dengan pendapat Sabri (2007 : 205) yaitu suatu
unit lengkap yang terdiri dari rangkaian kegiatan belajar disusun untuk
membantu siswa dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Modul
sebagai sebuah bahan ajar cetak yang disusun secara sistematis, dan
menarik yang berisi materi, lembar kerja siswa, dan lembar kegiatan siswa
sehingga dapat digunakan mandiri dan sesuai dengan tujuan yang disusun
secara khusus.
b.
Langkah – Langkah Penyusunan Modul
Langkah-langkah dalam penyusunan modul adalah sebagai berikut
: Merumuskan tujuan secara jelas dan spesifik dalam bentuk mengamati
kelakuan siswa; Urutan tujuan-tujuan yang menentukan langkah-langkah
yang harus diikuti dalam modul; Test diagnostik untuk mengukur
pengetahuan dan kemampuan siswa serta latar belakang mereka sebagai
prasarat untuk menempuh modul; Menyusun alasan pentingnya modul ini
bagi siswa; Kegiatan belajar direncanakan untuk membantu dan
membimbing siswa dalam mencapai kompetensi-kompetensi dan
merumuskan dalam tujuan; Menyusun post-tes untuk mengukur hasil
belajar siswa; Menyiapkan sumber-sumber berupa bacaan yang dibutuhkan
siswa (Sabri, 2007: 144).
c.
Tujuan Pengajaran Modul
Sistem pembelajaran modul dipandang lebih efektif karena
pembelajaran modul merupakan salah satu bentuk pembelajaran mandiri
yang dapat membimbing siswa untuk belajar sendiri mengenai materi
pembelajaran tanpa adanya campur tangan guru atau dosen. Tujuan dari
pembelajaran modul adalah sebagai berikut: Siswa dapat belajar sesuai
dengan cara mereka masing-masing; Siswa mempunyai kesempatan untuk
belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing; Siswa dapat memilih topik
pembelajaran yang diminati, karena siswa tidak mempunyai pola minat yang
sama untuk mencapai tujuan yang sama; Siswa diberi kesempatan untuk
mengenal kelebihan dan kekurangannya dan memperbaiki kelemahannya
melalui program remedial.
Menurut pendapat Nasution (2010 : 205) tujuan dari pengajaran
melalui modul yang pertama adalah dapat membuka kesempatan bagi siswa
untuk belajar sesuai dengan kecepatan masing – masing. Yang kedua
9
pengajaran melalui modul juga memberi kesempatan kepada siswa untuk
dapat belajar sesuai dengan caranya sendiri – sendiri, karena mereka bisa
menggunakan berbagai teknik yang berbeda untuk menyelesaikan masalah.
Penyelesaikan masalah tertentu mereka dapat bekerja
berdasarkan latar belakang pengetahuan yang siswa miliki. Tujuan yang
ketiga adalah memberikan pilihan kepada siswa dari sejumlah topik dalam
mata pelajaran apabila diangap bahwa siswa tidak mempunyai pola minat
yang sama atau motivasi dalam mencapai tujuan.
Tujuan terakhir dari pengajaran modul adalah memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
serta memperbaiki kelemahannya melalui remidial, ulangan – ulangan
ataupun variasi dalam cara belajarnya. Modul biasanya memberikan evaluasi
untuk mendiagnosis kelemahan siswa agar segera dapat diperbaiki dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai prestasi yang
setinggi – tingginya (Sabri, 2007: 144).
d. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Modul
Prinsip pembelajaran dengan menggunakan modul dipaparkan
oleh Sabri (2007: 145) pembelajaran modul memiliki karakteristik tersendiri
yang luas dan berbeda dengan pembelajaran individual lainnya, yaitu:
Prinsip fleksibilitas, yakni prinsip menyesuaikan perbedaan siswa; Prinsip
feed-back; Prinsip penguasaan tuntas (mastery learning), artinya siswa
belajar tuntas; Prinsip remidial, memberikan kesempatan kepada siswa
untuk memperbaiki kesalahan atau kekurangannya; Prinsip motivasi dan
kerjasama; Prinsip pengayaan.
3. Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang
beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik dan bermakna apabila anak
“bekerja” dan “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan hanya
sekedar “mengetahui”. Pembelajaran kontekstual ini, salah satu tugas guru
adalah memfasilitasi siswa dalam menemukan sesuatu berupa pengetahuan
atau keterampilan melalui pembelajaran secara mandiri.
Pembelajaran yang bersifat mandiri tersebut siswa benar – benar
menemukan sendiri apa yang dipelajari sebagai hasil rekonstruksi sendiri.
Pembelajaran kontekstual ini akan mendorong siswa kedalam pembelajaran
10
yang aktif. Pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan
kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL).
Beberapa pengertian pembelajaran kontekstual menurut para ahli
adalah :
1)
Johnson (2002) mengartikan pembelajaran kontekstual merupakan
suatu proses pendidikan yang tujuannya membantu siswa melihat
makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari.
2)
The Washington State Consortium for Contextual Teaching and
Learning (2001) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah
pengajaran yang memungkinkan siswa untuk memperkuat,
memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan
akademisnya.
Center on Educational and Work at the Universityof Wisconsin
Madison (2002) memberi pengertian pembelajaran kontekstual adalah
sebuah konsepsi belajar dan mengajar yang dapat membantu guru
menghubungkan pelajaran dengan situasi dunia nyata agar siswa termotivasi
dalam menghubungkan pembelajaran dan aplikasi dalam kehidupannya.
Menurut Baharuddin dan Wahyuni (2008 : 137) pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu konsep belajar
yang dapat membantu guru mengaitkan materi pembelajaran dengan dunia
nyata dan membuat siswa mengetahui hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapan kehidupannya sehari – hari. Guru memiliki tugas
untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan belajarnya.
Seperti halnya Johnson (2010 : 14) mengartikan bahwa CTL adalah
sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa itu mampu
menyerap sebuah pelajaran jika mereka menangkap makna dari apa yang
dipelajari. Siswa itu mampu mengaitkan informasi baru dengan
pengetahuan serta pengalaman yang sebelumnya telah dimiliki. Menurutnya
CTL merupakan sebuah pendekatan pendidikan yang berbeda, karena CTL
mrnuntut siswa lebih daripada sekedar mengaitkan subjek akademik namun
juga melibatkan siswa untuk mencari makna dari pengetahuan yang mereka
pelajari itu.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu konsep
pembelajaran yang membantu guru menghubungkan antara materi
pelajaran dengan situasi dalam dunia nyata serta dapat membuat hubungan
– hubungan pembelajaran dalam kehidupan mereka sehari – harinya.
11
CTL juga terdiri dari delapan komponen menurut Johnson (2010 :
65) yaitu : Membuat keterkaitan – keterkaitan yang bermakna; Melakukan
pekerjaan yang berarti; Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri;
Bekerja sama; Berpikir kritis dan kreatif; Membantu individu untuk tumbuh
dan berkembang; Mencapai standar yang tinggi; dan menggunakan
penilaian yang autentik. Pembelajaran CTL setidaknya terdapat komponen –
komponen yang telah dijelaskan.
Pembelajaran CTL juga memiliki karakteristik yang disebutkan oleh
Kesuma (2010 : 60) yaitu : Kerja sama; Saling menunjang; Menyenangkan,
tidak membosankan; Belajar dengan bersemangat; Pembelajaran
terintegrasi; Menggunakan berbagai sumber; Siswa aktif; Sharing dengan
teman; Siswa kritis, guru kreatif. Pembelajaran CTL dapat dilakukan sesuai
dengan karakteristik CTL itu sendiri.
4. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan sebuah hasil dari penilaian pembelajaran,
dari sudut bahasanya penilaian merupakan proses menentukan nilai suatu
objek. Menentukan suatu nilai diperlukan adanya ukuran ataupun kriteria.
Hal tersebut dapat dikatakan bahwa ciri penilaian adalah adanya objek atau
program yang dinilai serta adanya kriteria sebagai dasar untuk
membandingkan antara kenyataan dengan apa yang seharusnya.
Penilaian hasil belajar berjalan dari sebuah penilaian yaitu proses
pemberian nilai terhadap hasil – hasil belajar yang dicapai siswa dengan
kriteria tertentu. Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh
individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan
perubahan tingkat laku baik pengetahuan, pengertian, kebiasaan,
ketrampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti
serta sikap. Senada dengan Hamalik (2004: 30) yang menyatakan bahwa
hasil belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku seseorang, misalnya
dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Penjelasan tersebut didukung oleh Sudjana (2010 : 22) hasil belajar pada
hakikatnya adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar
yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan
cita – cita. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar yakni
informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap dan
keterampilan motoris.
12
Beberapa ahli yang membagi hasil belajar kedalam beberapa
macam, masih terdapat seorang ahli yang membagi hasil belajar menjadi
tiga yaitu Bloom. Secara garis besar Bloom membagi hasil belajar kedalam
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
Ranah kognitif yaitu berkenaan dengan hasil belajar intelektual
yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuaan atau ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Pengetahuan atau ingatan dan
pemahaman merupakan kognitif tingkat rendah, sedangkan yang termasuk
kognitif tingkat tinggi yaitu aplikasi, analisis, sintesis dan juga evaluasi.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap siswa yang terdiri dari lima aspek
yakni penerimaan, reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Ranah
psikomotoris berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak.
Ada enam aspek pada ranah psikomotoris yaitu gerakan refleks,
keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, ketepatan,
keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
Ketiga ranah hasil belajar yang menjadi objek penilaian, ranah
kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah. Hal tersebut
dikarenakan ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam
menguasai isi dari pembelajaran menurut Tu’u (2004 : 76).
Menurut pendapat Abdurrahman (2003 : 37) hasil belajar adalah
kemampuan yang diperoleh siswa setelah mereka melalui kegiatan
pembelajaran. Kegiatan belajar yang terprogram, tujuan belajar sudah
ditetapkan oleh guru. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah siswa yang
memiliki hasil belajar yang baik. Terkait dengan pengertian hasil belajar oleh
Yamin (2003: 87) bahwa hasil belajar dapat diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan, tentunya perubahan tersebut
merupakan perubahan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, penelitian ini sejalan
dengan rumusan
hasil belajar menurut Sudjana (2005: 22) yang
mendefinisikan hasil belajar sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah menerima pengalaman belajar. Hasil belajar yang dilihat dalam
penelitian ini dapat berupa tes formatif, menurut Purwanto (2004) yang
terpenting dalam penilaian tes formatif adalah bahwa setiap soal betul-betul
mengukur tujuan instruksional yang hendak dicapai yang telah dirumuskan
dalam program satuan pelajaran. menurut Tu’u (2004 : 76) bahwa penilaian
hasil belajar yang biasa dilakukan oleh guru adalah menilai dari ranah
kognitif saja yang berupa nilai.
13
5. Karakteristik Siswa Kelas VIII
Menurut Piaget dalam Sunarto (2008: 24) perkembangan kognitif
siswa kelas VIII antara umur 11 tahun sampai dewasa termasuk pada tahap
operasi formal. Usia remaja seseorang sudah mampu berpikir abstrak dan
hipotetis. Remaja dalam berpikir operasional formal setidaknya mempunyai
dua sifat yang penting yaitu: sifat deduktif hipotesis: dalam menyelesaikan
masalah, seorang remaja akan mengawalinya dengan pemikiran teoretik.
Remaja menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian
hipotesis yang mungkin. Kedua ialah berpikir operasional juga berpikir
kombinatoris: sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan
berhubungan dengan cara bagaimana melakukan analisis.
Sejalan dengan pendapat Sunarto, Danim (2010) juga menyatakan
bahwa kebanyakan siswa yang mencapai tahap operasi formal akan
mengembangkan alat baru untuk memanipulasi informasi. Tahap ini siswa
dapat berpikir abstrak dan deduktif, serta dapat mempertimbangkan
kemungkinan masa depan, mencari jawaban, menangani masalah dengan
fleksibel, menguji hipotesis dan menarik kesimpulan atas kejadian yang
siswa alami secara langsung.
Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
karakteristik siswa SMP menurut Danim (2010) yang menyimpulkan bahwa
kebanyakan siswa masih pada tahap operasi formal yang mempunyai ciri-ciri
dapat berpikir abstrak dan deduktif.
B. Hasil Penelitian Relevan
Penelitian tentang modul pernah dilakukan sebelumnya oleh
Indaryanti (2008) yang berjudul pengembangan modul pembelajaran
individual dalam mata pelajaran matematika di kelas XI SMA Negeri 1
Palembang. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa modul yang
dihasilkan dari pengembangan ini, isi materi dalam modul sudah sesuai
dengan tuntutan kurikulum, sudah sesuai dengan rancangan pembelajaran
dan dapat digunakan oleh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Pelembang.
Sisi lain Hikmah (2009) mendapatkan hasil penelitian bahwa modul
pembelajaran matematika yang dirancangnya dapat diterapkan di SMP kelas
VIII. Senada dengan Hikmah, Penelitian Santyasa (2009) berjudul metode
penelitian pengembangan dan teori pengembangan modul. Penelitian
tersebut dilakukan di SMA Negeri 1 Nusa Penida pada kelas X. Kesimpulan
14
yang didapatkan dari penelitian tersebut yaitu didapatkan produk modul
yang dapat membantu dalam proses pembelajaran. Penelitian Santyasa
(2009) berjudul metode penelitian pengembangan dan teori pengembangan
modul. Penelitian tersebut dilakukan di SMA Negeri 1 Nusa Penida pada
kelas X. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian tersebut yaitu
didapatkan produk modul yang dapat membantu dalam proses
pembelajaran. Penelitian serupa oleh Harahap (2010) Meneliti Efektifitas
Penggunaan Modul Matematika Pokok Bahasan Fungsi, Persamaan dan
Pertidaksamaan Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas X SMA di
Kabupaten Katingan.
Harahap (2010) meneliti Efektifitas Penggunaan Modul
Matematika Pokok Bahasan Fungsi, Persamaan dan Pertidaksamaan Ditinjau
dari Motivasi Belajar Siswa Kelas X SMA di Kabupaten Katingan. Penelitian
serupa dilaksanakan oleh Tibelokta (2011) yang mendapatkan hasil bahwa
modul yang dikembangkan dalam materi bilangan pecahan dan bangun
datar sederhana valid dan dapat digunakan sebagai media pendamping
belajar siswa.
Berdasar pada penelitian – penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, penelitian ini dilakukan memanfaatkan bahan ajar modul
berbasis CTL untuk mengetahui bagaimana pengaruh media cetak terhadap
hasil belajar siswa SMP pada materi bangun ruang sisi datar. Hal tersebut
yang membuat penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Menurut Piaget siswa SMP berada pada tahap operasi formal jika dilihat
berdasarkan perkembangan kognitifnya yang dapat mengaplikasikan
permasalahan dari semua kategori baik abstrak maupun konkret. Media
cetak berupa bahan ajar modul berbasis CTL merupakan media yang cocok
digunakan untuk siswa SMP.
C.
Kerangka Berfikir
Penelitian ini dilakukan karena adanya masalah yaitu kesulitan
belajar dari beberapa siswa dalam pembelajaran matematika, ini dapat
diketahui dari nilai siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bawen ada yang masih
dibawah KKM. Berdasarkan kurikulum yang disusun yaitu Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), dalam membantu siswa meningkatkan hasil
belajarnya bisa dengan cara siswa diharuskan menjadi pembelajar yang
aktif. Untuk membantu siswa menjadi aktif, dapat digunakan bahan ajar
modul. Bahan ajar berupa modul berbasis CTL yang dirancang sebagai
15
perlakuannya. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa
khususnya dalam bidang studi matematika.
Peningkatan hasil belajar siswa merupakan salah satu output yang
ingin dicapai dalam penelitian ini. Selain peningkatan hasil belajar, maka
output yang akan diperoleh adalah kelebihan dan kelemahan pembelajaran
dengan modul serta modul yang dicobakan valid untuk digunakan dalam
pembelajaran matematika kelas VIII. Keterkaitan antar variabel tersebut
dapat digambarkan dalam suatu kerangka penelitian sebagai berikut :
Hasil akhir
Modul
Bagan 2.1
Kerangka Berfikir
D. Hipotesis
Berdasarkan hasil kajian teori dan kerangka berpikir maka
dirumuskan hipotesis yaitu penggunaan bahan ajar modul terhadap hasil
belajar matematika siswa pada materi bangun ruang sisi datar.
Ho
: Tidak ada pengaruh yang signifikan penggunaan modul terhadap
hasil belajar.
H1
: Ada pengaruh yang signifikan penggunaan modul terhadap hasil
belajar.
Download