BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Bahan Ajar a. Pengertian Bahan Ajar Bahan ajar merupakan salah satu hal yang penting dalam proses pembelajaran. Ada banyak tokoh yang memberikan definisi mengenai bahan ajar. Menurut Setiawan (2007 : 1.5) bahan ajar adalah bahan maupun materi pelajaran yang disusun dengan sistematis. Mudlofir (2011 : 128) mendefinisikan bahan ajar yaitu segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu dalam proses pembelajaran. Bahan tersebut disusun dengan runtut dan sistematis baik tertulis maupun tidak tertulis. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penelitian ini sejalan dengan pendapat Mudlofir (2011 : 128) yang dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan segala bahan baik tertulis maupun tidak yang digunakan untuk membantu siswa dalam belajar terutama saat proses pembelajaran berlangsung. b. Jenis Bahan Ajar Pengelompokan bahan ajar dilakukan dengan beberapa cara oleh beberapa ahli. Menurut Setiawan (2007 : 1.7) bahan ajar dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu bahan ajar cetak dan noncetak. Bahan ajar cetak terdiri dari modul, handout, dan lembar kerja. Bahan ajar noncetak yaitu video, audio, bahan ajar display, dan internet. Beberapa jenis bahan ajar di atas, masing – masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Bahan ajar cetak memiliki kualitas penyampaian yang baik, misalnya dapat menyajikan kata – kata, angka – angka, gambar dan lainnya. Penggunaan bahan ajar cetak bersifat self-sufficient artinya dapat digunakan langsung atau tidak diperlukan alat lain untuk menggunakannya. Bahan ajar cetak juga memiliki beberapa kekurangan yaitu tidak mampu mempresentasikan gerakan, penyajian materi bersifat linear, dan sulit memberikan bimbingan kepada pembacanya. Bahan ajar noncetak juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Bahan ajar noncetak sekarang ini marak tersedia di pasaran, jadi sangat mudah untuk mendapatkannya. Namun, dalam menggunakan 5 6 bahan ajar noncetak ini pengguna harus mempunyai alat lain untuk menunjang pemakaiannya, misalkan internet, harus mempunyai perangkat komputer yang lengkap untuk dapat mengaksesnya. Itulah beberapa kelebihan dan kekurangan bahan ajar cetak maupun noncetak. Menurut Mudlofir (2011 : 140) jenis bahan ajar dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu : 1) Bahan ajar cetak : buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, dan pamflet. 2) Audio visual : video/film dan VCD. 3) Audio : radio, kaset, dan CD. 4) Visual : foto, gambar, dan market. 5) Multimedia : internet, CD interaktif dan computer based. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa jenis bahan ajar dikelompokkan dalam dua kelompok besar yang didalamnya masih terdapat macam – macam bahan ajar. Kelompok besar tersebut adalah bahan ajar cetak dan noncetak. c. Prinsip – Prinsip Dan Pengembangan Bahan Ajar Ada beberapa prinsip dalam bahan ajar yang dikemukakan oleh Mudlofir (2011 : 130) yaitu : Menimbulkan minat baca; Ditulis dan dirancang untuk siswa; Menjelaskan tujuan instruksional; Disusun berdasarkan pola belajar yang fleksibel; Struktur berdasarkan kebutuhan siswa dan kompetensi akhir yang akan dicapai; Memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih; Mengakomodasi kesulitan siswa; Memberikan rangkuman; Gaya penulisan komunikatif dan semi formal; Kepadatan berdasar kebutuhan siswa.Pengembangan bahan ajar juga harus sesuai dengan prosedur yang ada. Berdasarkan pendapat Setiawan (2007 : 1.24) bahwa pengembangan bahan ajar perlu dilakukan secara sistematis berdasarkan langkah – langkah yang saling terkait untuk menghasilkan bahan ajar yang berkualitas. Pengembangan bahan ajar, paling tidak terdapat lima langkah utama yang perlu dilakukan. Langkah – langkah yang bisa dilakukan ini, kita akan mendapatkan bahan ajar yang baik dan berkualitas. Langkah tersebut adalah : analisis, perancangan, pengembangan, evaluasi, revisi. Pengembangan bahan ajar ini juga mempunyai beberapa prosedur yang dilakukan agar dapat mencapai hasil yang maksimal. Menurut Sutadji (2000) yang menyatakan langkah-langkah pengembangan mengikuti alur berikut: tahap pertama adalah mengidentifikasi pelaksanaan pembelajaran 7 di kelas; tahap kedua adalah menetapkan mata pelajaran yang akan dikembangkan dan mengkaji silabus yang ada; tahap ketiga, menyusun dan mengembangkan modul dengan komponen-komponen: topik, pengantar, daftar isi, petunjuk, prasyarat, tes awal, tujuan umum pembelajaran, tujuan khusus pembelajaran, epitome/kerangka isi pembelajaran, materi, gambar, rangkuman, latihan, tugas, sisipan dan rujukan; tahap keempat, uji coba dan revisi yang meliputi uji coba produk dan revisi produk dan tahap kelima, prototipe modul pembelajaran individual. Sejalan dengan teori pengembangan bahan ajar menurut Sutadji (2000), maka penelitian ini dilakukan sesuai dengan alur pengembangan tersebut. 2. Modul a. Pengertian Modul Ada beberapa ahli yang memberikan definisi tentang modul, salah satunya pengertian modul yang dirumuskan oleh Mudlofir (2011 : 149) modul adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis, dan menarik yang meliputi materi ajar, metode dan evaluasi yang digunakan secara mandiri. Modul merupakan salah satu bahan ajar cetak yang disusun sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar secara individual. Menurut Kunandar (2009 : 236) modul merupakan sebuah perangkat pembelajaran yang dikembangkan dari setiap kompetensi dan pokok bahasan yang akan disampaikan. Modul ini berisi materi, lembar kerja, lembar kegiatan siswa dan juga lembar jawaban siswa. Istilah modul dapat menunjuk pada suatu paket pengajaran yang memuat pedoman bagi guru dan bahan pembelajaran untuk siswa (Winkel, 2004 : 472). Modul merupakan satuan program belajar-mengajar bagi siswa, yang dipelajari oleh siswa sendiri (self-instructional). Berkaitan dengan pengertian modul menurut Sabri (2007: 143), modul adalah suatu unit lengkap yang terdiri dari rangkaian kegiatan belajar disusun untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Modul merupakan suatu paket kurikulum yang disediakan untuk dapat digunakan siswa belajar sendiri, sehingga tanpa kehadiran guru siswa dapat belajar secara mandiri. Berdasarkan pendapat Nasution (2010 : 205) modul dapat dirumuskan sebagai suatu unit lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri dari rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai tujuan yang telah dirumuskan secara khusus dan juga jelas. Meskipun terdapat perbedaan pendapat, namun terdapat sedikit kesamaan bahwa 8 modul merupakan paket kurikulum yang disusun untuk siswa agar dapat belajar secara mandiri. Menurut pendapat para ahli di atas, maka modul dalam penelitian ini dapat diartikan sesuai dengan pendapat Sabri (2007 : 205) yaitu suatu unit lengkap yang terdiri dari rangkaian kegiatan belajar disusun untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Modul sebagai sebuah bahan ajar cetak yang disusun secara sistematis, dan menarik yang berisi materi, lembar kerja siswa, dan lembar kegiatan siswa sehingga dapat digunakan mandiri dan sesuai dengan tujuan yang disusun secara khusus. b. Langkah – Langkah Penyusunan Modul Langkah-langkah dalam penyusunan modul adalah sebagai berikut : Merumuskan tujuan secara jelas dan spesifik dalam bentuk mengamati kelakuan siswa; Urutan tujuan-tujuan yang menentukan langkah-langkah yang harus diikuti dalam modul; Test diagnostik untuk mengukur pengetahuan dan kemampuan siswa serta latar belakang mereka sebagai prasarat untuk menempuh modul; Menyusun alasan pentingnya modul ini bagi siswa; Kegiatan belajar direncanakan untuk membantu dan membimbing siswa dalam mencapai kompetensi-kompetensi dan merumuskan dalam tujuan; Menyusun post-tes untuk mengukur hasil belajar siswa; Menyiapkan sumber-sumber berupa bacaan yang dibutuhkan siswa (Sabri, 2007: 144). c. Tujuan Pengajaran Modul Sistem pembelajaran modul dipandang lebih efektif karena pembelajaran modul merupakan salah satu bentuk pembelajaran mandiri yang dapat membimbing siswa untuk belajar sendiri mengenai materi pembelajaran tanpa adanya campur tangan guru atau dosen. Tujuan dari pembelajaran modul adalah sebagai berikut: Siswa dapat belajar sesuai dengan cara mereka masing-masing; Siswa mempunyai kesempatan untuk belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing; Siswa dapat memilih topik pembelajaran yang diminati, karena siswa tidak mempunyai pola minat yang sama untuk mencapai tujuan yang sama; Siswa diberi kesempatan untuk mengenal kelebihan dan kekurangannya dan memperbaiki kelemahannya melalui program remedial. Menurut pendapat Nasution (2010 : 205) tujuan dari pengajaran melalui modul yang pertama adalah dapat membuka kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan kecepatan masing – masing. Yang kedua 9 pengajaran melalui modul juga memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat belajar sesuai dengan caranya sendiri – sendiri, karena mereka bisa menggunakan berbagai teknik yang berbeda untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaikan masalah tertentu mereka dapat bekerja berdasarkan latar belakang pengetahuan yang siswa miliki. Tujuan yang ketiga adalah memberikan pilihan kepada siswa dari sejumlah topik dalam mata pelajaran apabila diangap bahwa siswa tidak mempunyai pola minat yang sama atau motivasi dalam mencapai tujuan. Tujuan terakhir dari pengajaran modul adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan serta memperbaiki kelemahannya melalui remidial, ulangan – ulangan ataupun variasi dalam cara belajarnya. Modul biasanya memberikan evaluasi untuk mendiagnosis kelemahan siswa agar segera dapat diperbaiki dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai prestasi yang setinggi – tingginya (Sabri, 2007: 144). d. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Modul Prinsip pembelajaran dengan menggunakan modul dipaparkan oleh Sabri (2007: 145) pembelajaran modul memiliki karakteristik tersendiri yang luas dan berbeda dengan pembelajaran individual lainnya, yaitu: Prinsip fleksibilitas, yakni prinsip menyesuaikan perbedaan siswa; Prinsip feed-back; Prinsip penguasaan tuntas (mastery learning), artinya siswa belajar tuntas; Prinsip remidial, memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki kesalahan atau kekurangannya; Prinsip motivasi dan kerjasama; Prinsip pengayaan. 3. Contextual Teaching and Learning (CTL) Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik dan bermakna apabila anak “bekerja” dan “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan hanya sekedar “mengetahui”. Pembelajaran kontekstual ini, salah satu tugas guru adalah memfasilitasi siswa dalam menemukan sesuatu berupa pengetahuan atau keterampilan melalui pembelajaran secara mandiri. Pembelajaran yang bersifat mandiri tersebut siswa benar – benar menemukan sendiri apa yang dipelajari sebagai hasil rekonstruksi sendiri. Pembelajaran kontekstual ini akan mendorong siswa kedalam pembelajaran 10 yang aktif. Pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL). Beberapa pengertian pembelajaran kontekstual menurut para ahli adalah : 1) Johnson (2002) mengartikan pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang tujuannya membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari. 2) The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning (2001) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa untuk memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya. Center on Educational and Work at the Universityof Wisconsin Madison (2002) memberi pengertian pembelajaran kontekstual adalah sebuah konsepsi belajar dan mengajar yang dapat membantu guru menghubungkan pelajaran dengan situasi dunia nyata agar siswa termotivasi dalam menghubungkan pembelajaran dan aplikasi dalam kehidupannya. Menurut Baharuddin dan Wahyuni (2008 : 137) pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan materi pembelajaran dengan dunia nyata dan membuat siswa mengetahui hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan kehidupannya sehari – hari. Guru memiliki tugas untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Seperti halnya Johnson (2010 : 14) mengartikan bahwa CTL adalah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa itu mampu menyerap sebuah pelajaran jika mereka menangkap makna dari apa yang dipelajari. Siswa itu mampu mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan serta pengalaman yang sebelumnya telah dimiliki. Menurutnya CTL merupakan sebuah pendekatan pendidikan yang berbeda, karena CTL mrnuntut siswa lebih daripada sekedar mengaitkan subjek akademik namun juga melibatkan siswa untuk mencari makna dari pengetahuan yang mereka pelajari itu. Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu konsep pembelajaran yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran dengan situasi dalam dunia nyata serta dapat membuat hubungan – hubungan pembelajaran dalam kehidupan mereka sehari – harinya. 11 CTL juga terdiri dari delapan komponen menurut Johnson (2010 : 65) yaitu : Membuat keterkaitan – keterkaitan yang bermakna; Melakukan pekerjaan yang berarti; Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri; Bekerja sama; Berpikir kritis dan kreatif; Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang; Mencapai standar yang tinggi; dan menggunakan penilaian yang autentik. Pembelajaran CTL setidaknya terdapat komponen – komponen yang telah dijelaskan. Pembelajaran CTL juga memiliki karakteristik yang disebutkan oleh Kesuma (2010 : 60) yaitu : Kerja sama; Saling menunjang; Menyenangkan, tidak membosankan; Belajar dengan bersemangat; Pembelajaran terintegrasi; Menggunakan berbagai sumber; Siswa aktif; Sharing dengan teman; Siswa kritis, guru kreatif. Pembelajaran CTL dapat dilakukan sesuai dengan karakteristik CTL itu sendiri. 4. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan sebuah hasil dari penilaian pembelajaran, dari sudut bahasanya penilaian merupakan proses menentukan nilai suatu objek. Menentukan suatu nilai diperlukan adanya ukuran ataupun kriteria. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa ciri penilaian adalah adanya objek atau program yang dinilai serta adanya kriteria sebagai dasar untuk membandingkan antara kenyataan dengan apa yang seharusnya. Penilaian hasil belajar berjalan dari sebuah penilaian yaitu proses pemberian nilai terhadap hasil – hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkat laku baik pengetahuan, pengertian, kebiasaan, ketrampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti serta sikap. Senada dengan Hamalik (2004: 30) yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku seseorang, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Penjelasan tersebut didukung oleh Sudjana (2010 : 22) hasil belajar pada hakikatnya adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita – cita. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar yakni informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan motoris. 12 Beberapa ahli yang membagi hasil belajar kedalam beberapa macam, masih terdapat seorang ahli yang membagi hasil belajar menjadi tiga yaitu Bloom. Secara garis besar Bloom membagi hasil belajar kedalam ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Ranah kognitif yaitu berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuaan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Pengetahuan atau ingatan dan pemahaman merupakan kognitif tingkat rendah, sedangkan yang termasuk kognitif tingkat tinggi yaitu aplikasi, analisis, sintesis dan juga evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap siswa yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek pada ranah psikomotoris yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, ketepatan, keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah hasil belajar yang menjadi objek penilaian, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah. Hal tersebut dikarenakan ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi dari pembelajaran menurut Tu’u (2004 : 76). Menurut pendapat Abdurrahman (2003 : 37) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah mereka melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan belajar yang terprogram, tujuan belajar sudah ditetapkan oleh guru. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah siswa yang memiliki hasil belajar yang baik. Terkait dengan pengertian hasil belajar oleh Yamin (2003: 87) bahwa hasil belajar dapat diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, tentunya perubahan tersebut merupakan perubahan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, penelitian ini sejalan dengan rumusan hasil belajar menurut Sudjana (2005: 22) yang mendefinisikan hasil belajar sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Hasil belajar yang dilihat dalam penelitian ini dapat berupa tes formatif, menurut Purwanto (2004) yang terpenting dalam penilaian tes formatif adalah bahwa setiap soal betul-betul mengukur tujuan instruksional yang hendak dicapai yang telah dirumuskan dalam program satuan pelajaran. menurut Tu’u (2004 : 76) bahwa penilaian hasil belajar yang biasa dilakukan oleh guru adalah menilai dari ranah kognitif saja yang berupa nilai. 13 5. Karakteristik Siswa Kelas VIII Menurut Piaget dalam Sunarto (2008: 24) perkembangan kognitif siswa kelas VIII antara umur 11 tahun sampai dewasa termasuk pada tahap operasi formal. Usia remaja seseorang sudah mampu berpikir abstrak dan hipotetis. Remaja dalam berpikir operasional formal setidaknya mempunyai dua sifat yang penting yaitu: sifat deduktif hipotesis: dalam menyelesaikan masalah, seorang remaja akan mengawalinya dengan pemikiran teoretik. Remaja menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian hipotesis yang mungkin. Kedua ialah berpikir operasional juga berpikir kombinatoris: sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara bagaimana melakukan analisis. Sejalan dengan pendapat Sunarto, Danim (2010) juga menyatakan bahwa kebanyakan siswa yang mencapai tahap operasi formal akan mengembangkan alat baru untuk memanipulasi informasi. Tahap ini siswa dapat berpikir abstrak dan deduktif, serta dapat mempertimbangkan kemungkinan masa depan, mencari jawaban, menangani masalah dengan fleksibel, menguji hipotesis dan menarik kesimpulan atas kejadian yang siswa alami secara langsung. Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa SMP menurut Danim (2010) yang menyimpulkan bahwa kebanyakan siswa masih pada tahap operasi formal yang mempunyai ciri-ciri dapat berpikir abstrak dan deduktif. B. Hasil Penelitian Relevan Penelitian tentang modul pernah dilakukan sebelumnya oleh Indaryanti (2008) yang berjudul pengembangan modul pembelajaran individual dalam mata pelajaran matematika di kelas XI SMA Negeri 1 Palembang. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa modul yang dihasilkan dari pengembangan ini, isi materi dalam modul sudah sesuai dengan tuntutan kurikulum, sudah sesuai dengan rancangan pembelajaran dan dapat digunakan oleh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Pelembang. Sisi lain Hikmah (2009) mendapatkan hasil penelitian bahwa modul pembelajaran matematika yang dirancangnya dapat diterapkan di SMP kelas VIII. Senada dengan Hikmah, Penelitian Santyasa (2009) berjudul metode penelitian pengembangan dan teori pengembangan modul. Penelitian tersebut dilakukan di SMA Negeri 1 Nusa Penida pada kelas X. Kesimpulan 14 yang didapatkan dari penelitian tersebut yaitu didapatkan produk modul yang dapat membantu dalam proses pembelajaran. Penelitian Santyasa (2009) berjudul metode penelitian pengembangan dan teori pengembangan modul. Penelitian tersebut dilakukan di SMA Negeri 1 Nusa Penida pada kelas X. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian tersebut yaitu didapatkan produk modul yang dapat membantu dalam proses pembelajaran. Penelitian serupa oleh Harahap (2010) Meneliti Efektifitas Penggunaan Modul Matematika Pokok Bahasan Fungsi, Persamaan dan Pertidaksamaan Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas X SMA di Kabupaten Katingan. Harahap (2010) meneliti Efektifitas Penggunaan Modul Matematika Pokok Bahasan Fungsi, Persamaan dan Pertidaksamaan Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa Kelas X SMA di Kabupaten Katingan. Penelitian serupa dilaksanakan oleh Tibelokta (2011) yang mendapatkan hasil bahwa modul yang dikembangkan dalam materi bilangan pecahan dan bangun datar sederhana valid dan dapat digunakan sebagai media pendamping belajar siswa. Berdasar pada penelitian – penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini dilakukan memanfaatkan bahan ajar modul berbasis CTL untuk mengetahui bagaimana pengaruh media cetak terhadap hasil belajar siswa SMP pada materi bangun ruang sisi datar. Hal tersebut yang membuat penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Menurut Piaget siswa SMP berada pada tahap operasi formal jika dilihat berdasarkan perkembangan kognitifnya yang dapat mengaplikasikan permasalahan dari semua kategori baik abstrak maupun konkret. Media cetak berupa bahan ajar modul berbasis CTL merupakan media yang cocok digunakan untuk siswa SMP. C. Kerangka Berfikir Penelitian ini dilakukan karena adanya masalah yaitu kesulitan belajar dari beberapa siswa dalam pembelajaran matematika, ini dapat diketahui dari nilai siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bawen ada yang masih dibawah KKM. Berdasarkan kurikulum yang disusun yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dalam membantu siswa meningkatkan hasil belajarnya bisa dengan cara siswa diharuskan menjadi pembelajar yang aktif. Untuk membantu siswa menjadi aktif, dapat digunakan bahan ajar modul. Bahan ajar berupa modul berbasis CTL yang dirancang sebagai 15 perlakuannya. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa khususnya dalam bidang studi matematika. Peningkatan hasil belajar siswa merupakan salah satu output yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Selain peningkatan hasil belajar, maka output yang akan diperoleh adalah kelebihan dan kelemahan pembelajaran dengan modul serta modul yang dicobakan valid untuk digunakan dalam pembelajaran matematika kelas VIII. Keterkaitan antar variabel tersebut dapat digambarkan dalam suatu kerangka penelitian sebagai berikut : Hasil akhir Modul Bagan 2.1 Kerangka Berfikir D. Hipotesis Berdasarkan hasil kajian teori dan kerangka berpikir maka dirumuskan hipotesis yaitu penggunaan bahan ajar modul terhadap hasil belajar matematika siswa pada materi bangun ruang sisi datar. Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan penggunaan modul terhadap hasil belajar. H1 : Ada pengaruh yang signifikan penggunaan modul terhadap hasil belajar.