BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEMPERATUR Seperti yang kita ketahui temperatur adalah ukuran panas atau dinginnya suatu benda. Secara lebih tepat temperatur merupakan ukuran energi kinetik molekul internal rata-rata sebuah benda. AC Srivastava, (1987), mengatakan temperatur merupakan salah satu dari empat besaran dasar yang diakui oleh Sistem Pengukuran Internasional (The International Measuring System). Lord Kelvin pada tahun 1848 mengusulkan skala temperatur termodinamika pada suatu titik tetap triple point, dimana fase padat, cair dan uap berada bersama dalam equilibrium, angka ini adalah 273,16o K ( derajat Kelvin) yang juga merupakan titik es. Yayan I.B, (1998), mengatakan “temperatur adalah kondisi penting dari suatu substrat”. Sedangkan “panas adalah salah satu bentuk energi yang diasosiasikan dengan aktifitas molekul-molekul dari suatu substrat”. Partikel dari suatu substrat diasumsikan selalu bergerak. Pergerakan partikel inilah yang kemudian dirasakan sebagai panas. Sedangkan temperatur adalah ukuran perbandingan dari panas tersebut. 5 1. Sensor Temperatur Sifat fisik yang berubah dengan temperatur dinamakan sifat termometrik. Perubahan sifat termometrik merupakan perubahan temperatur benda itu. Setiap sifat termometrik dapat digunakan untuk menetapkan suatu skala temperatur dan membentuk termometer. Memilih sensor temperatur pada aplikasi pendeteksian atau pengukuran tertentu, dapat dipilih salah satu tipe sensor dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Unjuk kerja (Performance) b. Keandalan (Reliabilitas) dan c. Faktor ekonomis ( Economic) hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemilihan jenis sensor temperatur adalah: (Yayan I.B, 1998) a. Level temperatur maksimum dan minimum dari suatu substrat yang diukur. b. Jangkauan (range) maksimum pengukuran c. Konduktivitas kalor dari substrat d. Respon waktu perubahan temperatur dari substrat e. Linieritas sensor f. Jangkauan temperatur kerja 6 selain faktor-faktor tersebut perlu dipertimbangkan faktor fisik dan kimia sensor seperti ketahanan terhadap guncangan ataupun kemampuan sensor bertahan terhadap korosi. Tabel 2.1. Karakteristik sensor temperature (Schuller, Mc.Name, 1986) Thermocouple V Keuntungan Thermistor R T Kerugian RTD - Pembangkit Daya sendiri - simple - rugged - murah - variasi yang banyak - range yang lebar - non linear - tegangan rendah - dibutuhkan rfrensi - paling kurang stabil - paling kurang sensitif IC Sensor R T V, I T T - lebih stabil - lebih akurat - lebih linear dari thermocouple - keluaran besar - cepat - two-wire ohms measurement - paling linear - keluaran besar - murah - mahal - butuh pembangkit daya - ∆R kecil - Resistansi absoulute yang kecil - self heating - non linear - range yang terbatas - agile - dibutuhkan pembangkit daya - self heating - T < 200oC - Dibutuhkan pembangit gaya - pelan - self heating - konfigurasi yang terbatas Setiap sensor temperatur memiliki jangkauan kerja yang berbeda, untuk pengukuran temperatur disekitar kamar yaitu antara -35 oC sampai 150oC, dapat dipilih sensor NTC ( Negative Thermal Coeffisien), PTC ( Positive Thermal Coeffisien), transistor, dioda dan IC hibrid. Untuk temperatur menengah yaitu antara 150oC sampai 700oC, dapat dipilih thermocouple dan RTD (Resistance 7 Thermal Detector). Untuk temperatur yang lebih tinggi sampai 1500oC, tidak memungkinkan lagi dipergunakan sensor-sensor kontak langsung, maka teknis pengukurannya dilakukan menggunakan cara radiasi. Untuk pengukuran temperatur pada daerah sangat dingin dibawah 65oK = -208oC (0oC = 273,16oK) dapat digunakan resistor karbon biasa karena pada temperatur ini karbon berlaku seperti semikonduktor. Untuk kebutuhan jangkauan yang kecil dan berada dibawah 200oC atau dalam rentang suhu kamar kita dapat menggunakan IC sensor. Tabel 2.1. memperlihatkan karakteristik dari beberapa jenis sensor temperatur yang biasa dijumpai. 2. Transfer Energi Termis Energi termis ditransfer dari suatu tempat ketempat lain melalui tiga proses: konduksi, konveksi, dan radiasi. Pada proses konduksi, energi termis ditransfer melalui interaksi antar atom-atom dan molekul, walaupun atom-atom dan molekulnya tidak berpindah. Sebagai contoh, jika salah satu ujung sebuah batang dipanaskan, maka atom-atom di ujung batang yang dipanaskan akan bergetar dengan energy yang lebih besar dibandingkan atom-atom di bagian ujung yang lebih dingin. Hal ini karena adanya interaksi atom-atom yang lebih energetik dari sekitarnya, energi dipindahkan sepanjang batang. Pada konveksi, panas dipindahkan langsung lewat perpindahan massa. Sebagai contoh jika udara dekat lantai dipanaskan, udara mulai naik menuju kerapatan yang lebih rendah. Jadi energi termis berpindah bersama perpindahan massa. Selain itu peristiwa konveksi juga teramati pada pemanasan air. Bila 8 perpindahannya dikarenakan perbedaan kerapatan disebut konveksi alami (natural convection) dan bila didorong, misal dengan fan atau pompa disebut konveksi paksa (forced convection). Sedangkan pada radiasi, energi dipancarkan dan diserap oleh benda-benda dalam bentuk radiasi elektromagnetik. Radiasi ini bergerak lewat ruang dengan kecepatan cahaya. 3. Sistem Termis Sistem termis memiliki dua buah blok dasar pembentuk sistem seperti yang terlihat pada gambar berikut: Gambar 2.1 (a) Resistansi termis, (b) kapasitansi termis a. Resistansi Termis Resistansi termis R adalah resistansi terhadap laju aliran panas q (lihat gambar 2.1 a) dan didefinisikan sebagai: =ݍ ்భ ି்మ ோ (2.1) di mana T1-T2 adalah selisih temperatur dimana panas tersebut mengalir. 9 Secara eksperimen ditemukan bahwa laju aliran panas sebanding dengan luas penampang melintang dan gradien temperatur. Untuk perpindahan panas antara dua buah titik dengan mode konveksi, hokum pendinginan Newton menyatakan: ܣ = ݍh(ܶଵ −ܶଶ ) (2.2) di mana h adalah koefisien perpindahan panas. Resistansi termis untuk mode perpindahan panas ini dengan demikian sama dengan 1/Ah. b. Kapasitansi termis Kapasitansi termis (lihat gambar 2.1 (b)) merupakan ukuran untuk energi internal yang tersimpan dalam sistem. Jika laju aliran panas kedalam sistem q1 dan laju aliran keluarnya adalah q2, maka laju perubahan energi internal sistem adalah q1-q2. Pertambahan energi internal (∆U) mengakibatkan perubahan temperatur (∆T) : ∆U = ݉ܿ ∆T (2.3) di mana m adalah massa dan c adalah kapasitas panas spesifik. oleh karena itu kemudian dapat ditulis: ௗ் ݍଵ − ݍଶ = ݉ܿ ௗ௧ (2.4) Persamaan ini dapat dituliskan menjadi: ௗ் ݍଵ − ݍଶ = ܥௗ௧ (2.5) di mana kapasitansi C=mc. 10 4. Sistem Temperatur Kolam Berikut adalah tinjauan teoritis terhadap model matematis sistem temperatur kolam. Model kolam yang ditinjau digambarkan pada gambar 2.2. dengan asumsi Diasumsikan bahwa air dalam ruangan memiliki temperatur seragam yaitu T. jika air dalam kolam memiliki kapasitas termal c, dan laju energi untuk memanaskan ruangan adalah q1-q2, maka: ݍଵ − ݍଶ = ܥ ௗ் ௗ௧ dan, ݍଶ = ்ି்బ ோ Maka diperoleh fungsi alih sistem: ௗ் ܴ ܥௗ௧ + ܶ = ܴݍଵ − ܶ (2.5) Setelah dirubah dalam domain s fungsi laplace maka fungsi alihnya ditulis: ் (௦) భ (௦) ோ = (௦ோାଵ) = )ݏ(ܩ (2.6) Miasalkan input pemanas merupakan masukan tangga satuan (1/s) maka: ோ ܶ (( = )ݏ௦ோାଵ) ݔ1/ݏ ܶ (= )ݏ భ ೃ భ ௦(௦ା ) ೃ ோ sehingga didapat T(t) melalui table laplace: 11 భ ܶ ((ܴ = )ݐ1 − ݁ ିೃ௧ ) (2.7) To q2 T q1 Gambar 2.2 Sistem temperatur ruangan Jika model sistem ruangan ini memiliki: Volume air = 95 liter Massa air = 95 kg Konduktifitas air(paul A. Tipler,FISIKA) = 0.609 W/m K Kapasitas jenis air(paul A. Tipler, FISIKA) = 4.18 Kj/kg K R= 1/Ak dimana, A=48x30=1440 cm2 , L= 66 cm R= 14.40 Cair = m.c = 95x4.18 = 397.1 1/RC = 0.000174 Dengan mesubtitusikan nilai-nilai ini ke persamaan 2.7 maka didapat: ܶ ( = )ݐ14.40(1 − ݁ ି.ଵସ௧ ) (2.8) 12 Dengan bantuan wolfram alfa diplot grafik respon sistem seperti yang diperlihatkan gambar 2.3. sistem ini menggunakan daya pemanas 150 W. Gambar 2.3 respon sistem temperatur kolam 95 liter terhadap masukan tangga satuan (sumber:www.wolframalfa.com) 13 B. SISTEM KONTROL Istilah Otomasi digunakan untuk mendiskripsikan operasi atau kontrol otomatis dari sebuah proses. Sistem kontrol dapat dipandang sebgai sistem dimana temperatur masukan atau beberapa masukan tertentu digunakan untuk mengontrol keluaran pada nilai tertentu. Sistem kontrol ada dua macam yaitu sistem kontrol loop terbuka dan sistem kontrol loop tertutup. 1. Sistem kontrol loop terbuka Gambar 2.5 mengilustrasikan sistem kontrol loop terbuka. Temperatur ruangan hanya dikendalikan oleh sebuah keputusan awal dan tidak akan ada penyesuaian atau pengaturan lebih jauh yang diperlukan. Tidak ada informasi yang diumpankan kembali ke elemen pemanas untuk melakukan penyesuaian agar dapat mempertahankan temperatur konstan. Masukan n Pemilihan Proses Pemanasan keluaran Temperatur ruang saklar Gambar 2.4 Sistem kontrol loop terbuka 2. Sistem kontrol loop tertutup Pada sistem kontrol loop tertutup, keluaran dari sistem memberikan efek terhadap proses yang sedang berlangsung, dalam hal ini sinyal masukan yang akan memodifikasinya untuk mempertahankan sinyal keluaran pada titik yang dikehendaki. Cara untuk mengumpankan sinyal keluaran atau kondisi sebenarnya 14 yang dicapai untuk memodifikasi sinyal suatu proses disebut Umpan balik. Sedangkan pada sistem kontrol loop terbuka keluaran dari sistem tidak memiliki efek pada sinyal masukan. Keluaran sepenuhnya ditentukan oleh pengaturan awal. Gambar 2.5 Sistem kontrol loop tertutup Berikut diuraikan fungsi-fungsi dari masing-masing elemen tersebut di atas: 1. Elemen Pembanding Elemen ini berfungsi untuk membandingkan nilai yang dikehendaki dari variabel yang sedang dikontrol dengan nilai terukur yang diperoleh dan menghasilkan sebuah sinyal eror. 2. Elemen implementasi kontrol Elemen kotrol akan melakukan aksi atau tindakan apa yang diambil bila diterima sinyal eror. 3. Elemen koreksi Elemen koreksi akan menghasilkan suatu perubahan di dalam proses, yang bertujuan untuk mengubah kondisi yang dikontrol. 4. Proses Proses adalah sistem dimana terdapat sebuah variabel yang dikontrol. 5. Elemen pengukuran 15 Elemen pengukuran menghasilkan sebuah sinyal yang berhubungan dengan kondisi variabel dari proses yang sedang dikontrol. Hasil pengukuran dari blok Sensor/Transmitter akan dibandingkan dengan set point. Galat atau error adalah perbedaan antara variabel proses yang diinginkan (set point) dengan variabel proses yang terjadi. Galat tersebut kemudian akan dikalkulasi oleh blok kontrol dan hasilnya akan dimanifestasikan dengan perintah terhadap blok elemen koreksi (contoh: control valve, elemen pemanas, dll). Perubahan pada elemen koreksi ini akan mengubah blok Proses dan hasilnya akan diukur kembali oleh blok Sensor/Transmitter, begitu seterusnya sampai galat menjadi sekecil mungkin. C. PENGONTROL PROSES Pengontrol proses (process controller) adalah komponen-komponen sistem kontrol yang pada dasarnya memiliki sebuah masukan berupa sinyal error, yaitu selisih antara sinyal dengan nilai yang diinginkan dan sinyal umpan balik, serta keluaran berupa sinyal untuk memodifikasi sistem. Cara dimana pengontrol bereaksi terhadap perubahan dikenal sebagai mode kontrol atau kontrol saja. Kontrol paling sederhana adalah kontrol on-off. Selain itu ada tiga mode pengontrol dasar yaitu: proporsional (P), Integral (I), dan Derivatif (D). 1. Kontrol on-off Dengan kontrol on-off, pada intinya pengontrol merupakan sebuah saklar yang diaktivasi oleh sinyal error dan hanya menyuplai sinyal pengoreksi on-off. 16 Keluaran pengontrol hanya memiliki dua nilai yang mungkin, yang ekuivalen dengan kondisi on dan off. Karenanya, pengontrolon-off sering dikenal dengan istilah pengontrol dua-langkah. Kontrol on-off merupakan mode kontrol yang sederhana dan murah, dan sering kali digunakan di mana osilasi dapat direduksi hingga level yang dapat diterima. 2. Kontrol Proporsional Dengan metode kontrol on-off, keluaran pengontrol adalah sinyal on atau off sehingga keluaran tidak memiliki relasi dengan besarnya error yang muncul. Dengan kontrol proporsional, besarnya keluaran pengontrol adalah proporsional dengan error yang terjadi. Dapat ditulis dalam relasi matematis: Keluaran pengontrol = Kp x Masukan pengontrol Dimana Kp adalah konstanta yang disebut gain (peroleh). Adapun karakteristik kontrol ini adalah: a. Memiliki overshot yang tinggi b. Waktu penetapan besar c. Periode osilasi sedang d. Adanya offset/droop/steady-state error Semua sistem kontrol proporsional memiliki error keadaan tunak. Mode kontrol proporsional cenderung dipakai dalam proses-proses dimana gain Kp dapat dibuat cukup besar untuk mereduksi error keadaan tunak hingga level yang dapat diterima. Namun, semakin besar gain, maka semakin besar pula peluang 17 sistem berosilasi. Osilasi terjadi karena ketertinggalan atau jeda waktu pada sistem, dimana semakin besar gain, maka semakin besar aksi pengontrolan untuk suatu nilai error tertentu, sehingga akan semakin besar peluang bahwa sistem akan melewati nilai pengaturan dan osilasi terjadi. 3. Kontrol derivatif Dengan kontrol derivatif, perubahan keluaran pengontrol dari titik pengaturan akan berbanding lurus dengan laju perubahan terhadap waktu dan sinyal error. Keluaran pengontrol biasanya dinyatakan dalam bentuk presentase terhadap jangkauan penuh keluaran, dan error juga dinyatakan sebagai persentase terhadap jangkauan penuh. Kd adalah konstanta proporsionalitas dan lebih dikenal sebagai derivative/turunan terhadap waktu dengan satuan waktu. Keluaran pengontrol = Kd x Masukan pengontrol Kontrol derivative member respon terhadap sinyal-sinyal error yang erubah terhadap waktu, tetapi tidak terhadap sinyal-sinyal error konstan, karena untuk sinyal-sinyal konstan, laju perubahan error tehadap waktuadalah sama dengan nol. Berdasarkan alas an ini, kontrol derivative dikombinasikan dengan kontrol proporsional membentuk kontrol PD (proporsional derivatif) ݎݎݎ݁(ܭ = ܦܲ ݈ݎݐ݊݃݊݁ ݊ܽݎܽݑ݈݁ܭ+ ݀ܭ ݈݆ܾܽܽݑݎ݁ ݑℎܽ݊ ݁ݎݎݎ ܭ Kd/Kp dikenal sebagai waktu aksi derivatif. Pengontrol PD dapat menangani perubahan-perubahan proses yang cepat secara lebih baik dibandingkan dengan kontrol P saja. Kontrol ini tetap memerlukan error keadaan 18 tunak untuk mengatasi perubahan konstan pada kondisi-kondisi masukan atau perubahan pada nilai yang ditetapkan. 4. Kontrol Integral Kontrol integral merupakan mode kontrol dimana keluaran pengontrol berbanding lurus dengan integral error terhadap waktu. ݎ݁ݐ ݎݎݎ݁ ݈ܽݎ݃݁ݐ݊ܫ ݔ ݅ܭ = ܫ ݈ݎݐ݊݃݊݁ ݊ܽݎܽݑ݈݁ܭℎܽ݀ܽݑݐ݇ܽݓ Dimana Ki adalah konstanta proporsionalitas dengan satuan s-1. Kontrol mode integral saja tidak umum digunakan, tetapi digunakan bersama-sama dengan mode proporsional sehingga membentuk ombinasi kontrol PI. Karena tidak terdapat error keadaan tunak, kontrol PI dapat digunakan dalam aplikasi-aplikasi dimana terjadi perubahan besar dalam variabel proses. Meskipun demikian karena bagian integrasi kontrol memerlukan waktu tertentu, maka perubahan yang terjadi haruslah relatif lambat untuk mencegah terjadinya osilasi. ݎݎݎ݁( ܭ = ܫܲ ݈ݎݐ݊݃݊݁ ݊ܽݎܽݑ݈݁ܭ+ ݅ܭ ݅݊)ݎݎݎ݁ ݈ܽݎ݃݁ݐ ܭ Penggabungan dari ketiga mode kontrol (proporsional,integral, dan derivatif) memungkinkan untuk mendapatkan sebuah pengontrol yang tidak mempunyai error keadaan tunak serta dapat mereduksi terjadinya osilasi. Pengontrol ini dikenal sebagai pengontrol tiga mode atau pengontrol PID ܲ ݎݎݎ݁ ݔ ܭ = ܦܫ+ ݎݎݎ݁ ݈ܽݎ݃݁ݐ݊݅ ݔ ݅ܭ+ ܾܽݑݎ݁ ݑ݆ܽܮ ݔ ݀ܭℎܽ݊ ݁ݎݎݎ 19 Kp adalah konstanta proporsionalita, Ki adalah konstanta integral, dan Kd adalah konstanta derivatif. Persamaan diatas dapat juga ditulis dalam bentuk: ܲ ݎݎݎ݁ ( ܭ = ܦܫ+ 1 ݅݊ ݎݎݎ݁ ݈ܽݎ݃݁ݐ+ ܶ݀ ܾܽݑݎ݁ ݑ݆ܽܮℎܽ݊ ݁ݎݎݎ ܶ݅ pengontrol PID dapat dilihat sebagai pengontrol proporsional yang memiliki kontrol integral untuk mengeliminasi error offset dan kontrol derivatif untuk mereduksi ketertinggalan atau waktu jeda. D. PEMBUDIDAYAAN IKAN BLACK GHOST Ikan Black Ghost, atau ikan hantu (ikan setan) demikian sebutannya di Indonesia, merupakan ikan hias yang berasal dari sungai Amazon, Brazil, Amerika Selatan. Ikan ini memiliki bentuk tubuh pipih dengan panjang antara 26 cm hingga 48 cm, warna tubuh biru / ungu tua hingga kehitaman. Keunikan terdapat pada goresan warna putih yang terdapat sepanjang bagian dorsal (dimulai dari bagian kepala hingga dorsal tengah) serta dua garis berwarna putih pada bagian ekornya dan bersatunya sirip dada dan sirip perutnya. Bersatunya sirip dada dan sirip perut ini menyebabkan pada saat berenang dan terdapat arus air, siripnya akan berkibar-kibar sehingga menjadi daya tarik bagi ikan ini (Anonim 1, 2008). Dalam proses pembudidayaan ikan ada banyak faktor lingkungan yang bisa mempengaruhi hasil diantaranya adalah temperatur air, salinitas, kadar oksigen terlarut, posfat, dan ph. Faktor yang paling penting dalam hal pertumbuhan adalah temperatur dan makanan. Kedua faktor tesebut tidak dapat 20 dibedakan mana yang lebih penting karena larva ikan yang hidup di temperatur terlalu rendah atau terlalu tinggi tidak mau makan, meskipun diberi pakan yang banyak sehingga tidak mau tumbuh. 1. Pemijahan Pada proses pemijahan temperatur air harus dijaga konstan pada daerah 26 sampai dengan 28 derajat Celcius dengan kisaran pH antara 6 – 6,8 (Yuono, 2006). Pemijahan dengan cara set pasang dilakukan di akuarium ukuran 100 × 50 ×40 cm dapat diisi dengan 7 ekor induk dengan perbandingan 3 induk jantan dan 4 ekor induk betina. Akar pakis yang telah berisi telur ikan Black Ghost diambil dan dipindahkan ke akuarium untuk pembenihan (ukuran 40 × 40 × 60 cm). 2. Temperatur untuk Budidaya Air yang baik dipergunakan untuk budidaya ini adalah air dengan temperatur antara 260C – 270C dengan pH sekitar 6 – 7. Kelayakan air akuarium untuk kegiatan pembudidayaan ini dapat dilihat dari reaksi ikan pada saat dimasukkan ke dalam akuarium (Anonim, 2007). Kegiatan budidaya ini dapat dilakukan di akuarium dengan ukuran 100 × 35 × 50 cm, dalam akuarium dengan ukuran ini dapat diisi dengan 200 hingga 250 ekor ikan Black Ghost berusia 3-4 hari. 21