BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Problem Based Learning Sebagai guru seharusnya memiliki strategi dalam kegiatan belajar agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Pemilihan model pembelajaran merupakan salah satu langkah yang digunakan dalam menangani masalah masalah yang ditemukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran menurut Sudrajat (2008) pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah model pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan siasat guru untuk mengoptimalkan interaksi antara peserta didik dengan komponen – komponen pengajaran yang tidak hanya terjadi pada tahap perancangan tetapi juga terjadi pada tahap implementasi atau pelaksanaan, bahkan pada tahap pelaksanaan evaluasi. Pembelajaran Sistem Kelistrikan pada sekolah umumnya guru hanya merancang model pembelajaran dengan ceramah murni yang hanya terbatas pada sumber belajar yang ada di sekolah tersebut tanpa siswa melakukan kegiatan lain yang lebih menarik. Proses pembelajaran di sekolah formal, tengah mengalami kejenuhan. Rutinitas proses belajar yang cenderung kaku dan baku, tidak lagi mengutamakan ide kreativitas berpikir setiap siswa. Pembelajaran yang diterapkan adalah peserta didik 5 6 menjelaskan semirip mungkin dengan apa yang tertulis dalam buku kalau bisa hafal hingga koma dan titik, apabila tidak sama dalam buku dianggap salah. Beginilah rupa dan sistem pendidikan yang telah kita jalani saat ini. Sebagai guru otomotif yang akan mengembangkan model pembelajaran dituntut menguasai materi sistem kelistrikan secara luas dan mendalam. Pada penerapan kurikulum 2013 ini siswa dituntut mampu bekerja secara mandiri dan mendapatkan hasil belajar yang baik. Jadi perlu adanya model belajar yang tepat digunakan dalam kelas. Pada kurikulum 2013, model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang memprioritaskan peserta didik aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Model Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang berprinsip kerjasama kelompok yang diperkirakan mampu mengembangkan kemampuan belajar siswa. Model ini merangsang siswa untuk menganalisis masalah, memperkirakan jawaban – jawabannya, mencari data, menganalisis data dan menyimpulkan jawaban terhadap masalah. Pengertian PBL menurut Prof. Howard Barrows dan Kelson, adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari. (Taufik Amir.M: 2010). Model Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang membawa suasana belajar diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari. Peserta didik menganalisis masalah yang terjadi pada kehidupan sehari-hari mengenai Sistem Kelistrikan. Dari 7 permasalahan yang mereka hadapi tersebut kemudian mendorong peserta didik berpikir kreatif dan kritis untuk mengemukakan pendapat mereka.Jadi, dalam penerapan model Problem Based Learning ini peserta didik dapat melakukan penelitian sederhana yang berlatar belakang permasalahan sehari – hari yang ada di dunia nyata terjadi di lingkungannya. (Yayuk, 2014:12) Proses pembelajaran yang dimulai dengan memberikan masalahmasalah dalam kehidupan nyata dan masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punya sebelum (pro-knowledge) sehingga knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Menurut Erna Tutik Yustiani (2011: 8) PBL adalah salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada penyelesaian masalah (Problem solving) dan dikembangkan dengan memanfaatkan teori-teori dari John Dewey. Menurut Arends Problem dengan PBL yaitu Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan derajat berfikir ketingkat lebih tinggi dan berorientasi pada masalah. Ada istilah-istilah lain yang sinonim dengan PBL yaitu anchored instruction(Pembelajaran yang berakar pada kehidupan nyata), authentic learning, project Based teaching dan experiennced-based education(Pendidikan berdasarkan pengalaman), “ Sedangkan penelitian yang relevan telah dilakukan oleh Afifah Purnamaningrum dengan judul skripsi “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Melalui Problem Based Learning (PBL) pada Pembelajaran Biologi Siswa Kelas X-10 SMA Negeri 2 Surkarta Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan presentase setiap sapek kemampuan berpikir kreatif berdasarkan tes pada Siklus I belum memenuhi target, ketercapaian aspek fluency sebesar 69,70%, kemampuan berpikir luwes (flexibility) sebesar 63,64%, kemampuan berpikir orisinal 8 (originality) sebesar 47,73%, kemampuan memerinci (elaborasi) 56,82%, kemampuan menilai (evaluasi) 49,24%. Hasil siklus II meningkat namun ada aspek yang belum mencapai target. Ketercapaian aspek pada Siklus II yaitu fluency 79,55%, flexibility sebesar 73,11%, originality sebesar 54,55%, elaborasi 60,23%, evaluasi 57,58%. Belum seluruhnya aspek memenuhi target, sehingga tindakan dilanjutkan ke Siklus III. Hasil yang dicapai pada siklus III aspek fluency 85,86%, flexibility sebesar 78,03%, originality sebesar 63,64%, elaborasi 60,23%, evaluasi 62,12%. Seluruh aspek kemampuan berpikir kreatif sudah memenuhi target, sehingga tindakan dihentikan. Penelitian lain juga dilakukan oleh Masayuki (2016) yang berjudul “The Effects of Problem-Based-Learning on the Academic Achievements of Medical Students in One Japanese Medical School, Over a Twenty-Year Period”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai akademik siswa perempuan dan laki – laki mengalami kenaikan yang signifikan setelah diterapkan model pembelajaran Problem Based Learning. Dari beberapa teori tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Problem Based Learning mempunyai pengertian membantu siswa untuk mengembangkan kreativitas berfikir dan ketrampilan mengatasi masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa dan menjadi pelajar yang mandiri. Tujuan Problem Based Learning menurut Ibrahim dan Nur adalah PBL dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri yang mendorong mereka untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri serta belajar untuk menyelesaikan tugas – tugas itu secara mandiri dalam hidupnya kelak (Yayuk 2014:13). 9 PBL adalah pedagogi yang berpusat pada siswa di mana siswa belajar tentang subjek dalam konteks masalah yang kompleks, multifaset, dan realistis (tidak harus bingung dengan pembelajaran berbasis proyek). Tujuan dari PBL adalah untuk membantu siswa mengembangkan pengetahuan yang fleksibel, keterampilan pemecahan masalah yang efektif, belajar mandiri, keterampilan kolaborasi yang efektifdan motivasi intrinsik, bekerja dalam kelompok. Peran instruktur adalah sebagai fasilitator pembelajaran yang menyediakan perancah yang tepat dan dukungan dari proses, pemodelan proses, dan pemantauan belajar. Menurut Depdiknas, ciri utama pembelajaran berbasis masalah meliputi mengorientasikan siswa kepada masalah atau pertanyaan autentik, multidisiplin, menuntut kerjasama dalam penyeledikan dan menghasilkan karya. Jadi, dalam pembelajaran berbasis masalah situasi atau masalah yang terjadi menjadi titik tolak pembelajaran untuk memahami konsep, prinsip dan mengembangkan keterampilan memecahkan masalah. Problem Based Learning menekankan bahwa siswa berperan sebagai seorang profesional dalam menghadapi permasalahan yang muncul, meskipun dengan sudut pandang yang tidak jelas dan informasi yang minimal, siswa tetap dituntut menentukan solusi terbaik yang mungkin ada. Problem Based Learning membuat perubahan dalam proses pembelajaran khususnya dalam segi peranan guru. Guru tidak hanya berdiri di depan kelas dan berperan sebagai pemandu siswa dalam menyelesaikan masalah dengan memberikan langkah-langkah penyelesaian yang sudah jadi, melainkan guru berkeliling kelas memfasilitasi diskusi, memberikan pertanyaan, dan membantu siswa lebih sadar akan proses pembelajaran. Menurut Ibrahim dan Nur Problem Based Learning terdapat lima tahap utama, yaitu (1). Tahap orientasi pada masalah, (2).Tahap mengorganisasikan siswa untuk belajar, (3).Tahap membimbing 10 penyelidikan individu maupun kelompok, (4).Tahap mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5). Tahap menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Yayuk ,2014:15). Hal tersebut dijelaskan dalam tabel berikut. Tabel 2.1. Tahap Utama dan Tingkah Laku Guru dalam Problem Based Learning Tahap Tingkah Laku Tahap 1: Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, Orientasi siswa kepada menjelaskan logistik yang dibutuhkan, masalah. memotivasi siswa terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilihnya Tahap 2: Guru membantu siswa mendefinisikan dan Mengorganisasi siswa mengorganisasikan tugas belajar yang untuk belajar berhubungan dengan masalah tersebut. Tahap 3: Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan Membimbing informasi yang sesuai, melaksanakan penyelidikan individual eksperimen untuk mendapatkan penjelasan maupun kelompok. dan pemecahan masalah. Tahap 4: Guru membantu siswa dalam merencanakan Mengembangkan dan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti menyajikan hasil karya. laporan, video, model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Tahap 5: Guru membantu siswa untuk melakukan Menganalisa dan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mengevaluasi proses mereka dan proses yang mereka gunakan pemecahan masalah. 11 2. Kreativitas Berpikir a. Pengertian Kreativitas Berpikir Kreativitas berpikir dalam prosesnya lebih banyak menekankan pada aspek kelancaran, keluwesan, kebaruan dan keterincian menurut Isaken et al (Ali, 2010: 8). Sedangkan menurut Mc Gregor merupakan berpikir secara luas lebih dari apa yang diajarkan dan mengarah pada penemuan gagasan baru, pendekatan baru, perspektif baru atau cara baru dalam memahami sesuatu (Ali, 2010: 8). Sementara Martin berpendapat bahwa kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir yang dapat menghasilkan ide baru maupun cara baru dalam menghasilkan sesuatu yang baru atau kreatif. Permasalahan yang menantang dapat memunculkan ataupun menumbuhkan kreativitas dalam berpikir (Ali, 2010: 8). Kreativitas berpikir merupakan sebuah bentuk inovasi baru dalam berpikir. Berpikir tidak selalu monoton pada hal yang itu-itu saja melainkan bisa lebih dikembangkan secara luas berupa kelancaran, keluwesan, keterperincian, kepekaan, keaslian, kebaruan dan pendekatan baru dalam menemukan gagasan atau ide baru.Hasil dari berpikir yang lebih luas dapat menghasilkan sesuatu yang baru dan hebat. Penelitian tentang kreativitas berpikir yang dilakukan oleh Esen Ersoy dengan judul “The Effects of Problem-based Learning Method in Higher Education on Creative Thinking” menunjukkan hasil bahwa tidak hanya kemampuan kreativitas berpikir siswa perempuan saja yang mengalami peningkatan, tetapi siswa laki-laki juga mengalami peningkatan dalam kemampuan kreativitas berpikir. Jadi seluruh siswa mengalami peningkatan dalam kemampuan kreativitas berpikir setelah diterapkan model pembelajaran Problem Based Learnin. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Ulfi Atmaha Rohmawati dengan judul skripsi “Peningkatan Kreativitas Berpikir 12 Dan Hasil Belajar Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share Dalam Mata Pelajaran Mekanika Teknik II SMK Negeri 2 Surakarta”. Terdapat 7 indikator kreativitas berpikir, penjelasan setiap indikator kreativitas berpikir sebagai berikut : 1) Kelancaran (fluency), siswa dapat menghasilkan ide dalam berbagai kategori atau bidang. 2) Keluwesan (flexibility), kemampuan siswa untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan terhadap suatu permasalahan 3) Keterperincian (elaboration), kemampuan siswa untuk memecahkan masalah secara detail, yang didalamnya dilengkapi dengan tabel, grafik, gambar, model, dan kata-kata. 4) Kepekaan (sensitivity), kemampuan siswa mendeteksi (mengenali dan memahami) serta menanggapi suatu pernyataan situasi atau masalah. 5) Keaslian (originality) kemampuan siswa dalam mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli tidak klise dan jarang diberikan oleh kebanyakan orang. 6) Kebaruan siswa memiliki kemampuan untuk menghasilkan gagasan atau ide baru. 7) Pendekatan baru, siswa memiliki kemampuan untuk menganalisa masalah dengan metode yang berbeda. Berdasarkan uaraian diatas maka kesimpulan kreativitas berpikir sesuai dengan pendapat Torrance menyatakan kemampuan kreativitas berpikir merupakan kemampuan dalam memikirkan masalah, membuat perkiraan, menghasilkan ide baru, kemudian mengkomunikasikan hasil (Ulfi, 2015: 10). Berdasarkan pendapat tersebut kreativitas berpikir membuat kegiatan yang meliputi memikirkan masalah, kemudian membuat hipotesis untuk menghasilkan ide baru kemudian dibagikan hasil pemikiran tersebut. 13 b. Prinsip-prinsip Kreativitas Berpikir Teori kreativitas didasarkan pada suatu filosofi “from nothing to get or create something”.Berdasarkan filosofi tersebut dapat diketahui dari sesuatu yang awalnya tidak ada, kita dapat menciptakan sesuatu yang bernilai. Proses pembelajaran pasti menemukan kekurangan maupun kelebihan dalam materi pelajaran. Hal ini menuntut siswa untuk berpikir lebih dalam untuk menemukan gagasan-gagasan baru. Terdapat tujuh prinsip dalam kreativitas berpikir (the basic of creative thinking) menurut Hendro (Ulfi, 2015: 11) yaitu : 1) Memposisikan diri berbeda dengan yang lain (opposite atau think differently) 2) Berpikir dengan cara yang berbeda dari awalnya tidak ada untuk memberikan hasil yang menakjubkan. 3) Berpikir lebih detail atau rinci 4) Berpikir jika ada yang ingin dicapai itu lebih sempurna dari orang lain 5) Apapun kesulitannya pasti ada jalan keluarnya 6) Kesulitan dan inspirasi itu saling melekatkan diri, yang satu selangkah lebih depan dan yang lainnya di belakang 7) Pengetahuan hanya sebesar 1% sedangkan imajinasi sebesar 99%, pengetahuan adalah alat sedangkan imajinasi adalah cara untuk menemukan inspirasi. Sebagian tokoh besar dunia memiliki pola pikir imajinasi yang kuat salah satunya Einstein. c. Kegunaan Kreativitas Berpikir Kreativitas berpikir harus didasarkan pada pola kreatif untuk membantu memecahkan permasalahan guna menemukan pemecahan solusinya. Kreativitas berpikir memiliki banyak manfaat dalam proses pembelajaran. Ada beberapa kegunaan kreativitas dalam berpikir menurut Hendro (Ulfi,2015:11): 14 1) Menemukan gagasan, ide, peluang dan inspirasi baru 2) Mengubah suatu permasalahan atau kesulitan dan kegagalan dalam pembelajaran menjadi sebuah pemikiran yang cemerlang untuk menemukan penemuan baru 3) Menemukan solusi yang inovatif 4) Mengubah keterbatasan yang sebelumnya ditemui dalam pembelajaran menjadi sebuah kekuatan atau keunggulan 3. Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar terdiri dari kata “prestasi” dan “belajar”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 895), Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sedangkan menurut Soenarto (2009:1) tentang definisi dari prestasi adalah bukti dari kemampuan, ketrampilan, sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal. Jadi, prestasi belajar mempunyai pengertian penguasaan pemahaman dan ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Angka tersebut mencerminkan tingkat keberhasilan dalam hal sejauh mana ia mengusai pengetahuan, keterampilan yang diperoleh dalam setiap mata pelajaran. Prestasi belajar memberikan informasi seberapa banyak peserta didik dapat menguasai pelajaran yang diberikan selama proses belajar mengajar berlansung. Informasi tersebut dapat diketahui melalui alat ukur yang berupa tes mauun non tes dalam proses evaluasi. Dari penilaian hasil belajar tersebut dapat diperoleh bahwa guru bisa mengetahui seberapa jauh pencapaian keberhasilan, penguasaan dari peserta didik terhadap materi pelajaran yang disampaikan, dan ketepatan atau keefektifan metode pelajaran. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah suatu usaha maksimal yang dilakukan siswa setelah 15 mengikuti proses pembelajaran di kelas yang diakhiri dengan tes, berupa kemampuan menguasai dan memahami materi pembelajaran siswa, diwujudkan dalam bentuk angka atau huruf atau kalimat yang menginformasikan sejauh mana penguasaan dan pemahaman materi pembelajaran. b. Faktor – faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar Seseorang tidak dapat mengandalkan kecerdasannya saja untuk memperoleh prestasi belajar yang baik, sebab masih banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, yakni faktor dari dalam dan faktor dari luar diri siswa. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut : 1) Faktor dari dalam diri siswa Faktor dari dalam diri siswa yang mempengaruhi Prestasi Belajar adalah dapat dijadikan menjadi, pertama faktor fisiologis atau kondisi jasmaniah. Kondisi fisilogis ini umumnya sangat berpengaruh terhadapPrestasi Belajar yang lebih baik daripada orang yang kekurangan gizi. Di samping kondisi fisiologis umum, seperti tersebut di atas kondisi pancaindra, terutama penglihatan dan pendengaran merupakan hal yang tidak kalah pentingnya, oleh karena itu penyediaan alat-alat pembelajaran serta perlengkapan yang memenuhi syarat serta penempatan murid-murid secara baik dikelas akan sangat membantu. Faktor kedua adalah kondisi psikologis. Semua keadaan dan fungsi psikologis besar pengaruhnya terhadap proses belajar yang juga besifat psikologis. Minat sangat mempengaruhi Prestasi Belajar seseorang. Jika seseorang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu, maka dia tidak akan berhasil dengan baik mempelajari hal tersebut. 2) Faktor dari luar diri siswa 16 Faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa yang mempengaruhi Prestasi Belajar bisa digolongkan menjadi dua, pertama faktor-faktor non sosial, yang termasuk dalam kelompokkelompok faktor ini, misalnya keadaan udara, suhu, cuaca, waktu (pagi, siang dan malam), tempat (letak gedungnya), instrumentnya (seperti alat tulis-menulis dan alat-alat peraga). Faktor-faktor tersebut di atas dapat membantu meningkatkan Prestasi Belajarsiswa. Letak sekolah atau tempat belajar misalnya harus memenuhi syarat. (Soenarto, 2009 : 125). Kedua, faktor-faktor sosial dalam belajar. Yang dimaksudkan faktor-faktor sosial adalah faktor manusia dan perwakilannya (manusia itu sendiri tidak langsung hadir). Kehadiran orang lain pada waktu sesorang sedang belajar sering kali merupakan suatu gangguan, misalnya paa waktu satu kelas sedang mengadakan ujian, lalu banyak anak-anak lainnya bercakap-cakap disamping kelas. Hal ini akan membawa pengaruh terhadap hasil prestasi belajarnya. Kecuali kehadiran yang langsung mungkin juga orang lain hadir secara tidak langsung, contohnya potret seseorang, nyanyian lewat radio taperecorder, dimana hal-hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor penganggu konsentrasi, sehingga perhatian tidak ditujukan kepada sesuatu yang sedang dipelajari atau aktifitas belajar. (Soenarto, 2009 : 86). c. Fungsi Prestasi Belajar Prestasi Belajar penting untuk dipermasalahkan karena mempunyai beberapa fungsi utama lain : 1) PrestasiBelajarsebagai indikator kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik. 2) Prestasi Belajar sebagai indikator dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan 17 indikator untuk mengukur bagus tidaknya suatu institusi pendidikan. 3) Prestasi Belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik. Dalam proses belajar-mengajar anak didik merupakan masalah yang utama, karena anak didiklah yang diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran yang telah diprogamkan dalam kurikulum. Prestasi Belajar yang dicapai seseorang akan tergantung dari tingkat potensinya (kemauannya) baik yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi, cenderung untuk memperoleh Prestasi Belajar yang tinggi pula, sebaliknya yang berpotensi rendah akan cenderung mendapat prestasi yang rendah pula. B. Kerangka Berfikir Kerangka berpikir merupakan model konseptual antara teori dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penting. Pendekatan model pembelajaran Problem Based Learning dirancang dan dipersiapkan oleh guru yang berfungsi sebagai pemicu semangat belajar serta membantu siswa dalam menyelesaikan masalah dan bekerja secara tim. Pada kondisi awal diketahui rendahnya siswa dalam memahami materi dari Sistem Kelistrikan, metode yang digunakan pada proses pembelajaran kurang memaksimalkan kreativitas siswa dalam berpikir sehingga hasil belajar siswa menurun. Guru sebagai fasilitator menerapkan model pembelajaran Problem Based Learningdan merencanakan tahapan pembelajaran melalui tahap Siklus I dan Siklus II. Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning diharapkan dapat meningkatkan semangat belajar siswa terutama pada mata pelajaran Sistem Kelistrikan, dapat memaksimalkan kreativitas dalam berpikir, sehingga prestasi belajar dapat meningkat. 18 Sebagai gambaran penelitian tindakan kelas ini dapat dibuat kerangka berpikir sebagai berikut : Kondisi Awal Penelitian 1. Rendahnya pemahaman materi 2. Metode yang digunakan kurang memaksimalkan siswa dalam berpikir kreatif 3. Prestasi belajar siswa rendah Guru menerapkan model Siklus I Problem Based Learning Siklus II Kondisi yang diharapkan 1. Siswa lebih bersemangat 2. Kreatifitas berpikir meningkat 3. Prestasi Belajar meningkat Gambar 2.1 Alur Kerangka Berpikir C. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir seperti uraian di atas, diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: 1. Penerapan Problem BasedLearning dapat meningkatkan Kreativitas Berpikir pada Kelas XI TKRD SMK Negeri 2 Surakarta. 2. Penerapan ProblemBased Learning dapat meningkatkan Prestasi Belajar pada Kelas XI TKRD SMK Negeri 2 Surakarta.