Jurnal TARBAWIYAH MANAJEMEN ISLAM DAN IMPLEMENTASINYA PADA PERBANKAN SYARIAH Oleh Nurlailah *) Abstrak Manajemen perbankan syariah, secara umum, tidak jauh beda dengan manajemen perbankan konvensional. Akan tetapi, manajemen bank syariah lebih diarahkan pada kegiatan usaha produktif, sesuai dengan visi yang tertuang dalam cetak biru pengembangan bank syariah di Indonesia sampai 2011, yaitu terwujudnya sistem perbankan yang kompetitif, efisien, dan memenuhi prinsip kehati-hatian, serta mampu mendukung sektor riil melalui pembiayaan berbasis bagi hasil dalam rangka mencapai kemaslahatan masyarakat. Oleh sebab itu, manajemen bank syariah diharapkan dapat menyadari bahwa apa yang dilakukannya semata-mata untuk mengabdi kepada Allah SWT. Selain itu, pengelolaan bank syariah memperhatikan prinsip-prinsip dasar yang tertuang dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) sebagai salah satu landasan hukum dalam mengelola bank syariah. Manajemen bank syariah juga harus mengacu pada prinsip-prinsip manajemn Islam yang mencakup keadilan, amanah dan pertanggungjawaban, serta komunikatif. Kata Kunci Keadilan, Amanah, Pertanggungjawaban, Kkomunikatif. A. Pendahuluan Sebagaimana halnya Ekonomi Islam, Filsafat Islam, Politik Islam, manajemen Islam masih diperdebatkan. Perdebatan dalam istilah-istilah tersebut terletak pada dua faktor, yaitu masa munculnya istilah-istilah itu sendiri dan substansi dari istilah-istilah tersebut. Dari segi waktu, munculnya istilah-istilah filsafat Islam, ekonomi Islam, politik Islam dan termasuk manajemen Islam, lahir pada beberapa dekade terakhir ini saja. Padahal istilah filsafat, politik, ekonomi dan sebagainya, muncul beberapa abad sebelum lahirnya Islam. Dengan kenyataan sejarah seperti ini, tidak mengherankan bila sebagian orang tidak sependapat dengan istilah filsafat Islam, politik Islam, ekonomi Islam, manajemen Islam dan lain-lain. Dari segi substansi, orang yang tidak sependapat dengan istilah filsafat Islam, politik Islam, ekonomi Islam, dan manajemen Islam, tidak jauh berbeda dengan filsafat, politik, ekonomi dan manajemen yang sudah lebih dahulu dikenal di dunia barat, jauh sebelum Islam lahir. Oleh sebab itu, menurut golongan ini, filsafat Islam, politik Islam, ekonmomi Islam, dan manajemen Islam adalah filsafat barat, politik barat, ekonomi barat dan manajemen barat yang diberi label Islam. Pelabelan istilah-istilah yang dikenal dan ditemukan di barat tersebut, setelah masuk ke dunia Islam adalah dengan cara menyisipkan kata Islami yang menyertai istilah-istilah yang dikenal di dunia barat tersebut, sehingga muncullah filsafat Islam, politik Islam, ekonomi Islam, dan manajemen Islam. Tulisan ini berusaha mengungkap manajemen Islami dan implementasinya pada perbankan syariah. Program Pascasarjana STAI Al-Khoziny 20 Jurnal TARBAWIYAH B. Manajemen Islam Dalam bahasa Inggris, manajemen dikenal dengan istilah management, berasal dari kata manage yang berarti kelola atau dengan kata kerja to manage yaitu mengelola. Pada tahap berikutnya, muncul definisi yang lebih lengkap dari istilah management seperti dikutip M Ismail Yusanto dan M Karebet Widjayakusuma, bahwa management is the art of getting think done through people (Yusanto, 2003:13). Definisi yang lebih rinci dari manajemen adalah dirumuskan Stonner, seperti dikutip M Ismail Yusanto dan M Karebet Widjayakusuma, bahwa manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengawasi usaha-usaha dari anggota organisasi dan dari sumber-sumber organisasi lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Yusanto, 2003: 14). Jadi inti dari manajemen adalah perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengkoodinasian (coordinating), dan pengawasan (controlling). Dalam Islam, terutama dalam sumber primer Islam, yaitu al-Qur’an dan hadis Rasulullah tidak ditemukan secara spesifik terminologi, yang mengacu kepada manajemen, sebagaimana yang dikenal di barat. Hal ini bisa dimaklumi, sebab al-Qur’an dan Hadis adalah kitab yang berisi ajaran agama, bukan buku ilmiyah yang ditulis oleh manusia di bidang manajemen. Jadi wajar, bila tidak didapati secara rinci makna manajemen di dalamnya. Agaknya, kata yang mendekati makna manajemen adalah kata dabbara. Kata ini ditemukan cukup banyak dalam al-Qur’an dengan berbagai kata jadiannya. Kata ini muncul dalam bentuk fi’il madi , fi’il mudari’, dan bentuk-bentuk lainnya. Kata dabbara, menurut al-Raghib al-Asfahani, berarti al-tafkir fi dubur al-syay’ (memikirkan resiko atau dampak dari sesuatu persoalan) (AlAsfahani). Kata lain yang semakna dengan kata dabbara, dalam al-Qur’an adalah al-idarah. Menurut Lewis Ma’luf, kata al-idarah berarti taharraka wa ada ila haisu kana aw ila ma kana ’alaih (bergerak dan kembali kepada kondisi awal) (Ma’luf). Kembali kepada kondisi awal, seperti yang dikatakan Lewis Ma’luf, dapat bermakna mengontrol kembali keadaan sesuatu yang terjadi. Jadi, dari makna kata ini, terdapat unsur manajemen yaitu pengawasan (controlling) terhadap sesuatu yang telah direncanakan. Kata lain yang juga semakna, atau minimal mendekati makna kata dabbara adalah qada. Menurut al-Asfahani, kata qada berarti masya amamaha akhizan bi qiyadiha (berjalan di depan atau bertindak sebagai pemimpin) (Al-Asfahani). Dari makna-makna kata dabbara yang terdapat dalam kamus Arab, khususnya kamus al-Qur’an, dapat dipahami bahwa hakekat manajemen yang terkandung dalam al-Qur’an adalah merenungkan atau memikirkan dampak atau resiko sesuatu persoalan. Jadi, manajemen, menurut al-Qur’an, erat kaitannya dengan pencapaian tujuan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan manajerial itu sendiri. C. Dasar-dasar Manajemen Islam Dengan mengacu kepada kata-kata yang mendekati makna manajemen, dalam ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung kata-kata tersebut, maka dapat dipahami bahwa pada prinsipnya, manajemen Islam meliputi keadilan, amanah dan pertanggungjawaban, dan komunikatif. Tiga istilah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Program Pascasarjana STAI Al-Khoziny 21 Jurnal TARBAWIYAH 1. Keadilan Keadilan, muncul dengan dua istilah dalam al-Qur’an, yaitu al-’adl dan al-qisth. Kata al-’adl, menurut al-Raghib al-Asfahani, adalah al-musawat (persamaan) (al-Asfahani). Kata ini digunakan dalam makna persamaan yang bersifat abstrak, seperti persamaan atau keadilan dalam bidang hukum. Pemerataan atau persamaan, sebagai makna dari kata al-’adl, adalah lawan dari kata al-dulm dan al-jaur (kedaliman atau penindasan). Sedangkan al-qisth mengandung makna yang bersifat konkrit, dan karena itu kata ini dapat dipahami dalam makna pemerataan dalam distribusi barang, keseimbangan dalam menimbang barang dan sebagainya. Jadi, dari dua kata ini dapat dipahami bahwa dasar manajemen dalam Islam, adalah adanya pemerataan yang harus dijalankan oleh pemimpin, khususnya pemerataan dalam hal materi. Dengan kata lain, seorang manajer, hendaknya tidak mengutamakan kepentingan diri sendiri, terutama dalam hal meraih materi, tetapi juga pemerataan penghasilan, kepada orang-orang yang dipimpinnya. 2. Amanah dan pertanggungjawaban Istilah amanah dan pertanggungjawaban dalam Islam, dapat dipahami dari firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Nahl ayat 93, yang artinya: Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang kamu kerjakan. Kata amanah dalam ayat-ayat al-Qur’an mengacu kepada makna pelaksanaan segala sesuatu sesuai yang diperintahkan oleh agama. Semua makna kata amanah, seperti yang ditulis oleh al-Maraghi, baik amanah kepada sesama manusia, amanah kepada kepada Tuhan, maupun amanah kepada diri sendiri, bermuara kepada adanya kewajiban untuk menjalankan tugas dengan sebaikbaiknya dan sejujurnya (Ak-Maraghi). Pada konteks inilah, orang yang menerima amanah dituntut untuk profesional dalam menjalankan tugas. Jadi, seorang manejer harus melaksanakan tugas dengan sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya. 3. Komunikatif Dalam manajemen, komunikatif adalah sesuatu yang sangat penting untuk tercapainya tujuan yang diharapkan bersama. Tanpa komunikatif yang baik, segala yang telah dirancang dengan matang sekalipun, tidak akan berarti apa-apa. Bahkan segala sesuatu akan gagal. Bagi seorang manajer, komunikatif dengan orang-orang yang dipimpinnya, menjadi tidak dapat dielakkan. Setidak-tidaknya, manajer harus mengkomunikasikan dengan bawahannya, jika terdapat sesuatu yang perlu diselesaikan yang berkaitan dengan perusahaan atau organisasi yang dipimpinnya. D. Perbankan Syariah Bank Syariah menurut istilah internasional disebut sebagai Islamic Banking (bank Islam) atau bank syariah, yaitu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit, dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran, serta peredaran uang, yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsipprinsip syariat Islam. Bank Syariah muncul adalah untuk menjalankan prinsip ekonomi, sesuai dengan norma-norma yang terdapat dalam sumber primer ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan hadis. Diantara ciri-ciri ajaran Islam dalam bidang ekonomi, adalah bersih dari praktek riba. Sebagian ulama berpendapat, bahwa praktek bank-bank konvensional mengandung unsur riba. Indikator perbankan konvensional disebut riba, adalah adanya tambahan dari modal pokok yang Program Pascasarjana STAI Al-Khoziny 22 Jurnal TARBAWIYAH terdapat dalam praktek perbankan konvensional tersebut. Proses atau tahapan keharaman praktek riba, berpatokan pada ayat-ayat al-Qur’an antara lain sebagai berikut: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kalian kepada Allah, supaya kalian mendapat keberuntungan (Q.S. Ali Imran :130) Dalam ayat ini disebut secara tegas, bahwa riba yang diharamkan oleh Allah adalah riba yang berlipat ganda. Mafhum mukhalafah (pemahaman terbalik) dari ayat ini, menurut Rasyid Rida, seperti dikutip Quraish Shihab, adalah bahwa riba yang tidak berlipat ganda, tidak diharamkan (Shihab, 1996). Kesimpulan Rasyid Ridha tersebut diterima oleh sebagian ulama, dengan alasan bahwa hutang piutang yang dianggap riba, adalah apabila dianggap adh’afan mudh’afah. Ayat berikut inilah yang mengharamkan secara tegas riba dalam bentuk apapun. Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa riba (yang belum dipungut)jika kamu orangorang yang beriman. Maka jika kamu tidak meninggalkan sisa-sisa riba, maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya, akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari praktek riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS alBaqarah: 278-279). Kata atau ungkapan yang tegas dalam keharaman riba dalam bentuk apapun dalam ayat ini, adalah wa zaru ma baqiya min al-riba (tinggalkan sisasisa dari berbagai jenis riba). Praktek ekonomi tanpa riba, sebenarnya bukan mempersulit umat Islam, tetapi justru ingin membersihkan kehidupan mereka. Ayat-ayat tersebut menekankan tentang keharaman hukum riba, yang oleh sebagian ulama, dianggap terdapat atau bahkan identik dengan perbankan konvensional, sehingga para pemikir Islam berusaha untuk mendirikan perbankan syariah yang bersih dari ptraktek riba. Dengan adanya ayat-ayat yang melarang praktek riba, yang dapat dikatakan identik dan tidak dapat dipisahkan dengan bank konvensional, maka ulama-ulama Islam di Indonesia berkeinginan untuk mewujudkan bank Syari’ah. Sebelum bank Syari’ah berdiri di Indonesia, bank Syari’ah tersebut telah ada di beberapa negara Islam Perkembangan bank syari’ah di beberapa negara Islam (antara lain: Saudi Arabia, Dubai, Jordan, Kuwait, Bahrain, Turki, Pakistan, Iran, Banglades, Senegal, Malaysia) dan di beberapa negara di Eropa misalnya, Swiss, dan London, berpengaruh terhadap Indonesia. Pada awal tahun 1980-an, pembahasan mengenai bank syari’ah sebagai pilar ekonomi Islam telah dilakukan. Tetapi terbentur oleh tidak adanya perangkat hukum yang dapat dirujuk, kecuali bank menetapkan bunga sebesar 0%. Dalam Musyawarah Nasional Majlis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 22-25 Agustus 1990 di Jakarta, MUI mengamanatkan dibentuknya kelompok kerja MUI. Hasilnya, pada tanggal 1 Mei 1992 Bank Muamalat Indonesia (BMI) mulai beroperasi. Bank Muamalat Indonesia adalah bank syari’ah pertama di Indonesia yang berdiri pada tanggal 1 Mei 1992. Setelah menjadi pemain tunggal selama beberapa tahun, belakangan muncul dan tumbuh bank-bank baru yang kegiatan operasionalnya berdasarkan prinsip syari’ah. Bank Umum yang murni Program Pascasarjana STAI Al-Khoziny 23 Jurnal TARBAWIYAH syariah selain Bank Muamalat Indonesia adalah Bank Syari’ah Mandiri, dan Bank Syari’ah Mega Indonesia (BSMI). Pada awal operasinya, keadaan bank syari’ah belum banyak diminati masyarakat, dibanding dengan bank konvensional yang telah ada. Landasan hukum bank yang menggunakan sistem syariah tertuang dalam UU. No. 7 Tahun 1992, namun pembahasannya mengenai sistem bagi hasil, diuraikan hanya sepintas dan merupakan “sisipan “ belaka. Namun pada era reformasi telah disahkan UU. No. 10 Tahun 1998. Dalam UU tersebut diatur dengan rinci landasan hukum, serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan oleh bank syari’ah. Juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional, untuk membuka cabang syari’ah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syari’ah. Salah satu bank yang melandaskan operasionalnya pada prinsip syariah adalah Bank Syari’ah Mandiri (BSM). Secara struktural, BSM berasal dari Bank Susila Bakti, sebagai salah satu anak perusahaan di lingkup Bank Mandiri yang kemudian dikonversikan menjadi bank syari’ah secara penuh. Berdasarkan Data Bank Indonesia (BI), hingga Desember 2005, selain terdapat tiga Bank Umum Syari’ah (BUS), juga terdapat bank konvesional yang membuka Kantor Cabang (Kanca) Syari’ahnya, yang dikenal dengan Unit Usaha Syari’ah (UUS), yang sampai akhir tahun 2005 berjumlah 19 UUS, sebagaimana dalam tabel berikut: TABEL 1 DAFTAR NAMA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH NO I 1. 2. 3. II 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. NAMA BANK BANK UMUM SYARIAH Bank Muamalat Indonesia (BMI) Bank Syariah Mandiri (BSM) Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI) UNIT USAHA SYARIAH Bank BRI Syariah Bank BNI Syariah Bank Danamon Syariah Bank Bukopin Syariah Bank Permata Syariah Bank BII Syariah Bank HSBC Suariah Bank BTN Syariah Bank IFI Syariah Bank Niaga Syariah Bank DKI Syariah Bank Jabar Syariah BPD Riau Syariah BPD Kalimantan Selatan Syariah BPD Sumatera Utara Syariah BPD Aceh Syariah BPD Nusa Tenggara Barat Syariah BPD Kalimantan Barat Syariah BPD Sumatera Selatan Syariah E. Manajemen Islami dalam Perbankan Syariah Program Pascasarjana STAI Al-Khoziny 24 Jurnal TARBAWIYAH Manajemen perbankan syariah, secara umum, tidak jauh beda dengan manajemen perbankan konvensional. Akan tetapi, manajemen bank syariah lebih diarahkan pada kegiatan usaha produktif, sesuai dengan visi yang tertuang dalam cetak biru pengembangan bank syariah di Indonesia sampai 2011, yaitu terwujudnya sistem perbankan yang kompetitif, efisien, dan memenuhi prinsip kehati-hatian serta mampu mendukung sektor riil, melalui pembiayaan berbasis bagi hasil, dalam rangka mencapai kemaslahatan masyarakat. Oleh sebab itu, manajemen bank syariah, diharapkan dapat menyadari bahwa apa yang dilakukannya, semata-mata untuk mengabdi kepada Allah SWT. Selain itu, pengelolaan bank syariah memperhatikan prinsip-prinsip dasar yang tertuang dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), sebagai salah satu landasan hukum dalam mengelola bank syariah. Manajemen bank syariah, juga harus mengacu pada prinsip-prinsip manajemn Islam yang mencakup keadilan, amanah dan pertanggungjawaban, serta komunikatif. F. Kesimpulan Dari uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa dari segi waktu, kemunculan bank Syari’ah diawali oleh bank-bank kovensional, dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena muncul belakangan, sulit menghindari kesan bahwa Islam tidak mengenal istilah perbankan syariah, sebab yang ada hanyalah bank-bank konvensional yang mendapat label Islam. Hal itu sama dengan istilah filsafat Islam, politik Islam, dan istilah-istilah lainnya yang ditambah kata Islam, adalah semuanya diawali oleh istilah-istilah dari barat, seperti filsafat, politik, dan lain-lain. Namun demikian, setidak-tidaknya, dalam bank-bank syariah tersebut, jelas terdapat perbedaan prinsip yang dikembangkan, dengan prinsip yang dikembangkan oleh bank konvensional. DAFTAR KEPUSTAKAAN Al-Asfahani, Mu’jam Mufradat Alfad al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr, tt. Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi. Beirut: Dar al-Fikr. Al-Raghib al-Asfahani, Mu’jam Mufradat Alfad al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr, tt). Bank Indonesia, Desember 2005 Ismail Yusanto. 2003. Pengantar Manajemen Syariat. Jakarta: Khairul Bayan. Lewis Ma’luf, al-Munjid Fi al-Lughat wa Al- A’lam. Beirut, Dar al-Kathalikiyat,tt. M.Quraish Shihab. 1996. Wawasan al-Qur’an. Bandung: Mizan. Ma’luf, Lewis, al-Munjid Fi al-Lughat wa al-A’lam. Beirut, Dar al-Fikrtt. Shihab, M. Quraish. 1995. Wawasan al-Qur’an. Bandung: Mizan. *) Penulis adalah dosen Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Program Pascasarjana STAI Al-Khoziny 25