KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD DI KECAMATAN RUMPIN KABUPATEN BOGOR SILVIANA VENUS DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD DI KECAMATAN RUMPIN KABUPATEN BOGOR SILVIANA VENUS Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SESUATU YANG BESAR TIDAK AKAN MUNGKIN DICAPAI TANPA SEMANGAT YANG BESAR “Sesungguhnya Setelah kesulitan itu Ada kemudahan” kemudahan” (Qs. Al - Insyrah ; 6) Kupersembahakan karya kecil ini untuk Alm. Papa n Mama ku tersayang, juga adek-adekku tercinta Pramudhia Venus, Werry Ardho Venus (WEWE ) dan Wessy Arne Venus (CICI) RINGKASAN SILVIANA VENUS (E14103009). Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh Dra. Nining Puspaningsih, Msi. Menurunnya kuantitas dan kualitas lahan membuat semakin penting diperlukannya suatu teknologi penyedia data dan informasi yang diperoleh dengan cepat, murah, dan relatif akurat. Sejak diluncurkannya satelit sumberdaya bumi (Earth Resources Technological satelite/ERTS-1) pada tahun 1972 kemampuan satelit dalam menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya alam semakin berkembang. Ini diperlihatkan dengan adanya peningkatan resolusi data penginderaan jauh yang semakin memungkinkan untuk dapat melakukan pengamatan sumberdaya bumi dengan data yang lebih teliti. Citra satelit Quickbird sebagai salah satu hasil dari penginderaan jauh yang memiliki resolusi spasial 2,44 m x 2,44 m untuk respon spektral citra multispektral pita 1: biru 0,45 µm – 0,50 µm; pita 2: hijau 0,52 µm - 0,60µm; pita 3: merah 0,63 µm - 0,69 µm; pita 4: inframerah dekat 0,76µm-0,90µm dan resolusi spasial 0,61 m x 0,61 m untuk respon citra pankromatik (0,50 µm-0,90 µm) diharapkan mampu memberikan data/informasi secara lengkap dan akurat sesuai dengan tujuan sebagai upaya untuk melakukan pengelolaan hutan dan lingkungan secara lestari. Kecamatan Rumpin merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang secara administratif mempunyai lokasi yang berbatasan dengan Kabupaten Tangerang yang merupakan kawasan yang sudah berkembang menjadi kawasan perkotaan. Sehingga Kecamatan Rumpin merupakan potensi untuk berkembang menjadi kawasan perkotaan. Hal ini dapat menyebabkan perubahan penutupan lahan di Kecamatan Rumpin yang saat ini masih mendominasi oleh hutan, kebun campuran dan lahan pertanian akan berubah menjadi pemukiman. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah Mengetahui kemampuan Citra Satelit Quickbird yang dalam menyajikan data dan informasi tutupan lahan. Membandingkan kemampuan hasil klasifikasi penutupan/penggunaan lahan antara metoda klasifikasi kualitatif (interpretasi visual) dengan metode klasifikasi kuantitatif (digital). Beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengolahan awal citra, interpretasi visual citra (klasifikasi kualitatif), pengamatan lapangan (Ground check), reklasifikasi, pengolahan citra (klasifikasi kuantitatif) dengan menggunakan klasifikasi terbimbing dengan metode kemungkinan maksimum (Maximum Likelihood Method) dan perhitungan akurasi. Semula klasifikasi dilakukan terhadap 19 kelas berdasarkan interpretasi visual citra namun dari sini diperoleh hasil keterpisahan yang kurang bagus untuk beberapa kelas. 19 kelas tipe penutupan lahan yang dapat diidentifikasi secara visual yaitu awan, bayangan awan, danau/empang, kebun campuran, perkebunan kelapa, padang rumput, pemukiman, industri/kantor/sekolah, rawa, sawah, semak belukar, sungai, tanah kosong, tegakan akasia, perkebunan karet, tegakan pulai, hutan, jalan, dan tanah rusak Dari 19 kelas penutupan lahan tersebut, digeneralisasikan menjadi 10 kelas berdasarkan kedekatan nilai kecerahan (brightness value dan digital number) piksel. Klasifikasi yang dilakukan terhadap 10 kelas ini memiliki tingkat keterpisahan antara 1700-2000. 10 kelas tipe penutupan lahan di Kecamatan Rumpin yang dapat dianalisis secara kuantitatif terdiri dari badan air, sawah, pemukiman, hutan, kebun campuran, perkebunan, lahan terbuka, padang rumput, awan dan bayangan awan. Interpretasi citra secara kualitatif menunjukan hasil klasifikasi yang lebih baik dibandingkan dengan interpretasi secara kuantitatif dilihat dari nilai akurasi yang dicerminkan oleh nilai overall accuracy dan kappa accuracy. Overall accuracy dan kappa accuracy pada Interpretasi citra secara kualitatif adalah 94,55% dan 94,25% dan Overall accuracy dan kappa accuracy pada interpretasi secara kuantitatif adalah 87,33% dan 85,38%. Hasil evaluasi memperlihatkan ternyata masih ada obyek yang cenderung terklasifikasi kedalam kelas lain secara kuantitatif bila dibandingkan dengan interpretasi visual. Namun hasil ini masih memberikan ketelitian yang cukup tinggi karena memenuhi syarat yang ditetapkan oleh USGS (United State Geological Survey) yang menyatakan bahwa ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 %. Kata kunci : Penutupan lahan, Quickbird, Klasifikasi lahan, Penginderaan jauh SUMMARY SILVIANA VENUS (E14103009). Land Cover Classification by Quickbird Satellite Image at Rumpin Sub District, Bogor District. Under Supervision of Dra. NINING PUSPANINGSIH, Msi. The decrease of quality and quantity of land require a technology that provide data and information much more fast, cheap, and accurate. Satellite ability in providing data and information that is required in managing natural resources have for more developed since the 1972 of ERTS I (Earth Resources Technological satelite) satellite. This is proof by the resolution of remote sensing imaging increase which further allow a much more of natural resources observation. Quickbird satellite image as one of the result of remote sensing own a 2,44 x 2,44 meter spatial resolution with multispectral image spectral respons in several band, which are first band (blue 0,45 µm – 0,50 µm), second band (green 0,52 µm - 0,60µm), third band (red 0,63 µm - 0,69 µm), fourth band (close infra red (0,76 µm - 0,90 µm) and spatial resolution have a 0,61 x 0,61 meter for panchromatic image (0,50 µm - 0,90 µm). This image is expected to provide a complete and accurate data/information that support each effort in managing a sustainable forest and environment. Rumpin sub district is a part of Bogor district with administratively have border on tanggerang district . Rumpin sub district have a big potention to develop into a city, which will cause a change in land coverage. Areas which is dominated by forest, mix garden, and farming are will soon convert into resident. The goal of this research is to understand the ability of Quickbird satellite image in presenting data and information of area coverage and to compare ability to classify land coverage between qualitative classification method (by visual interpretation) versus quantitative classification method (digital). The process in this research early image processing, interpretation of visual image (qualitative image), ground check, reclassification, image processing (quantitative classification), and accuracy calculation. Quantitative image processing use supervised classification by maximum likelihood method. 7 In the beginning classification is performed into the 19 classes of land coverage type, which is vissually identified, are cloud, cloud’s shadow, lake/pond, mix garden, coconut plantation, savana, resident, industrial/office/school area, swamp, rice cultivation, bush, river, abandonment land, acacia stand, rubber stand, pulai stand, forest, street, and disturb land. The next step is to classify 10 classes that owns separation level between 1700 – 2000 quantitative analysis shows the 10 class are water body, rice cultivation, resident, forest, mix garden, plantation, open land, savana, clouds and cloud’s shadow. Qualitative interpretation of the image shows a better classification result compare to quantitative interpretation. This is describe to a better overall accuracy and kappa accuracy. Qualitative image interpretation shows a 94,55% of overall accuracy and 94,25% of kappa accuracy while quantitative interpretation result a 87,33% of overall accuracy and 85,38% of kappa accuracy. The result of evaluation shows there are objects that intend to be classified to another object quantitatively compared to visual interpretation. However, it still provide a high accuration as required of USGS (United State Geological Survey) that stated minimum of interpretation using remote sensing must not be less than 85%. Keywords : Land Cover, Quickbird, Image Classification, Remote Sensing PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2008 Silviana Venus E 14103009 Judul : Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Nama : Silviana Venus NRP : E14103009 Menyetujui, Dosen Pembimbing Dra. Nining Puspaningsih, MSi NIP. 131 918 662 Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP. 131 578 788 Tanggal Lulus : KATA PENGANTAR Alhamdulilah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Skripsi ini merupakan hasil pembahasan secara ilmiah terhadap perkembangan teknologi Penginderaan Jauh yang diharapkan dapat berguna dalam pemanfaatannya di dunia kehutanan masa kini dan masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat menjadi salah satu bagian dari ilmu pengetahuan yang dapat berguna bagi kita semua. Penelitian ini dibimbing oleh Dra. Nining Puspaningsih, Msi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi menjadikan tulisan ini lebih baik dan bermanfaat. Bogor, Januari 2008 Penulis UCAPAN TERIMA KASIH Dalam perjalanan menyelesaikan studi untuk mendapatkan gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis mendapat banyak bantuan dan perhatian. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya. 2. Alm. Papa dan mama, who always support me to show off my hidden tallent and for all the love that both of you gave to me. Thanks for all and I Love You both. 3. My Lovely sister “Cici Imoet” and my beloved brothers “Adi n we2” atas doa, semangat dan dukungan yang sudah diberikan sejak kecil hingga saat ini. Dan juga kepada semua keluarga besar: om, tante dan sepupu-sepupuku… terima kasih atas semua bantuannya selama ini… and I am so proud to be part of this family. 4. Dra. Nining Puspaningsih, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran selama penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini. 5. Bapak Dr. Ir. I. Wayan Darmawan, MSc perwakilan dari Departemen Hasil Hutan dan bapak Dr. Ir, Lilik Budi Prasetyo, MSc perwakilan dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis selama ujian komprehensif. 6. Bapak dan ibu dosen Fakultas Kehutanan IPB yang dengan kemuliannya telah membekali penulis dengan ilmu-ilmu yang tak ternilai hanya dengan ucapan terima kasih. 7. Bapak Uus Saeful M. dan Mas Ewink Atas bantuan dan pengalamannya di laboratorium Remote Sensing dan GIS. 8. Dea ”tanah”, My Mentor ERDAS atas kebaikannya yang udah mau diganggu, ditanya-tanya kapanpun dan dimanapun. Makasih ya atas saran-sarannya semuanya. Pokoknya thanks a lot ya Dea... 9. Bang “Aan” MeNeHe.. makasih ya dah mau ngantarin anna ngubekngubek Rumpin...matur nuhun ya..... iii 10. Teman satu perjuangan Ahmad Danil Effendy S.Hut dan Fheny Fuzi L..makasih atas bantuan, dukungan, dan kebersamaan semenjak P3h, PKL, penelitian sampai selesainya skripsi ini, serta teman-teman di MNH 40 (sinta, feri, azam, heru, guruh, dwi. Fijriani, dede, irwan, anggit, jae, maya, tegar, ical, iis, arfan, ika, elza, aci, beno, bakti, arizia, nuralim, hadi, agus, ubay, nurasiah, latif, dali), THH 40 (wina “mehong” lia kum, fathicul H, Iin “nenek” Padang, Rani), BDH 40 (Danang Harimurti, wulan, tian, Ratih, Aries”Nyomi”), KSH 40 (Imron yang sudah mengajarkan cara pake GPS, didik “Gondes”) dan MNH 41. Terima kasih atas masa-masa indahnya dan kakak senior yang telah banyak mengajarkan arti dari menjadi bagian suatu komunitas dengan nama “FAHUTAN”. 11. Sohib-sohibku yang jauh dimata tapi dekat dihati: Wina “Sei ‘40, Re2n Ksh’40, Ari “Ambo” Thh’40, Ipit GFM”40, Odank Maulana, Diana “Uniang”, Dewi, sungguh aku tidak pernah menjumpai teman-teman sebaik kalian dan selalu merindukan kebersamaan kita. 12. Dan semua pihak yang telah banyak membantu penulis baik selama kuliah maupun penelitian yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. iv RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Silviana Venus dilahirkan pada tanggal 19 November 1984 di Sijunjung, Padang, Sumatra Barat. Sebagai anak pertama dari empat saudara dari pasangan Elvenus (Alm) dan Harniati Bahar. Jenjang Pendidikan dimulai dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi pada tahun 1990, Pendidikan Dasar (SD) ditempuh tahun 1991 di SDN 07 Muaro hingga tahun 1997. Pada tahun 1997 penulis masuk ke SLTPN 2 Sijunjung dan lulus pada tahun 2003. Dan pada tahun yang sama penulis masuk SMUN 1 Sijunjung dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan Strata satu pada Institut Pertanian Bogor (IPB), dan diterima pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2003. Sesuai dengan bidang kurikulum program studi Sarjana Manajemen hutan pada semester 6 penulis mengambil bidang minat dengan masuk Laboratorium Inventarisasi Hutan. Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H), yang terdiri dari Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di Getas, Jawa Timur pada bulan Agustus sampai September 2006. Pada bulan April sampai Mei 2007, penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di HPHTI PT. Arara Abadi (Sinar Mas Group) Provinsi Riau. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Klasifikasi Lahan Menggunakan Citra Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor” dibawah bimbingan Dra. Nining Puspaningsih, MSi. v DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................... i UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... ii RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................... v DAFTAR TABEL............................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... x BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2. Tujuan ......................................................................................... 4 1.3. Manfaat ...................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh ................................................................... 5 2.2 Citra Satelit Quickbird ............................................................. 7 2.3 Pantulan Spektral Vegetasi, Tanah dan Air ............................. 10 2.4 Analisis Citra Satelit Quickbird ............................................... 11 2.4.1 Analisis Kualitatif/Visual (Interpretasi Citra).............. 11 2.4.2 Analisis Kuantitatif/Digital ......................................... 13 2.5 Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan Lahan .......................... 16 2.6 Sistem Informasi Geografis...................................................... 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................... 21 3.2 Bahan dan Alat ....................................................................... 21 3.3 Tahapan Penelitian ................................................................. 23 3.3.1 Pra Pengolahan Citra (Pre Image Processing)............ 23 3.3.1.1 Koreksi Geometrik ....................................... 23 3.3.1.1.1 Rektifikasi Citra ke Peta .............. 24 3.3.1.2 Mozaic .......................................................... 24 3.3.1.3 Cropping ...................................................... 25 vi 3.3.2 Interpretasi Visual Citra Satelit .................................. 25 3.3.3 Pengambilan Data Lapangan (Ground Check) ........... 25 3.3.4 Reklasifikasi............................................................... 26 3.3.5 Klasifikasi Citra (Interpretasi Citra Secara Kuantitatif) ................................................................. 26 3.3.5.1 Penentuan Area Contoh (Training Area) ..... 27 3.3.5.2 Metode Kemungkinan Maksimum (Maximum Likehood Method) .......................................... 28 3.3.6 Analisis Separabilitas ................................................. 28 3.3.7 Analisis Penilaian Akurasi ......................................... 29 BAB IV KONDISI UMUM BAB V 4.1 Letak dan Luas ...................................................................... 33 4.2 Kondisi Fisik ......................................................................... 35 4.2.1 Iklim ............................................................................ 35 4.2.2 Tanah dan Geologi ...................................................... 35 4.2.3 Topografi..................................................................... 36 4.2.4 Penutupan Lahan ........................................................ 36 4.3 Kependudukan ....................................................................... 37 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Citra Quickbird Daerah Penelitian ......................................... 39 5.2 Interpretasi Visual Citra ......................................................... 41 5.3 Pengambilan Data Lapangan.................................................. 41 5.4 Klasifikasi Citra (Interpretasi Kuantitatif) ............................ 47 5.4.1 Klasifikasi Terbimbing............................................... 47 5.4.2 Area Contoh (Training Area)..................................... 48 5.4.3 Analisis Separabilitas ................................................. 50 Uji/Analisis Akurasi ............................................................. 58 5.5.1 Ketelitian Interpretasi Citra Secara Kualitatif............ 60 5.5.2 Ketelitian Interpretasi Citra Secara Kuantitatif.......... 63 Hasil Klasifikasi Citra .......................................................... 66 5.6.1 Metoda Klasifikasi Citra Secara Kualitatif ............... 66 5.6.2 Metoda Klasifikasi Citra Secara Kuantitatif ............. 69 5.5 5.6 vii 5.6.3 Analisis Kemampuan Citra Satelit Quickbird............ 71 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .......................................................................... 73 6.2 Saran..................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 75 LAMPIRAN .................................................................................................... 77 viii DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Karakteristik Satelit Quickbird ................................................................. 9 2. Sistem Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan lahan............................... 17 3. Kriteria Tingkat Keterpisahan................................................................... 29 4. Matrik Kesalahan (Confusion matrix)....................................................... 30 5. Luasan administratif dari tiap Desa di Kecamatan Rumpin...................... 33 6. Luasan Jenis Tanah di Kecamatan Rumpin ............................................. 35 7. Jenis Batuan Induk di Daerah Penelitian .................................................. 36 8. Kelas Lereng dan Luasannya di Kecamatan Rumpin ............................... 36 9. Penutupan Lahan Kecamatan Rumpin Tahun 2005.................................. 37 10. Deskripsi Titik-Titik Pengamatan Lapangan dari Kondisi Penutupan Lahan di Kecamatan Rumpin.................................................................... 41 11. Kelas dan Jumlah Piksel dari Klasifikasi Awal Citra ............................... 49 12. Nilai Keterpisahan (Separabilitas) Tutupan Lahan < 1700 pada Klasifikasi Awal Citra............................................................................... 50 13. Analisis Separabilitas dari 19 Kelas Klasifikasi Penutupan Lahan Dari Citra Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin ................................ 52 14. Nilai Digital Number 19 Tutupan Lahan Citra Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin................................................................................... 53 15. Matrik Kuadrat Jarak Euclidian 19 Kelas Tutupan Lahan........................ 54 16. Pengelompokan 19 Kelas Tutupan Lahan menjadi 10 Kelas Tutupan Lahan Berdasarkan Kedekatan Nilai Kecerahan (Digital Number).......... 55 17. Kelas dan Jumlah Piksel Training Area dari 10 Kelas Penutupan Lahan. 55 18. Analisis Separabilitas dari 10 Kelas Penutupan Lahan yang Memiliki Tingkat Keterpisahan Baik sampai Sempurna (1700-2000) ..................... 57 19. Matriks Kontingensi dari 19 Kelas Tutupan Lahan Pada Klasifikasi secara Kualitatif (Interpretasi Visual) di Kecamatan Rumpin ............................. 61 19. Matriks Kontingensi dari 10 Kelas Pada Klasifikasi secara Kuantitatif (Digital) di Kecamatan Rumpin ................................................................ 64 ix 21. Luas Setiap Kelas Penutupan dan Penggunaan Lahan Hasil Klasifikasi Secara Kualitatif ( Interpretasi Visual ) ..................................................... 66 22. Luas Setiap Kelas Penutupan dan Penggunaan Lahan Hasil Klasifikasi Secara Kuantitatif (Digital) ........................................................................ 69 x DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Satelit Quickbird ....................................................................................... 8 2. Citra Quickbird Kecamatan Rumpin......................................................... 22 3. Alur Tahapan Penelitian........................................................................... 32 4. Peta Batas Administrasi ............................................................................ 34 5. Proses Mozaik Citra .................................................................................. 40 6. Citra Quickbird di Kecamatan Rumpin Setelah Proses Mozaik dan Cropping ................................................................................................... 7. 40 Kelas Penutupan Lahan di Kecamatan Rumpin antara Penampakannya pada Citra Quickbird dengan Penampakannya di Lapangan.............................. 43 a. Sawah ................................................................................................... 43 b. Pemukiman........................................................................................... 44 c. Kebun Campuran ................................................................................. 44 d. Sungai................................................................................................... 44 e. Danau ................................................................................................... 44 f. Hutan .................................................................................................... 45 g. Padang Rumput .................................................................................... 45 h. Perkebunan Karet ................................................................................. 45 i. Tanah Kosong ...................................................................................... 45 j. Tanah Rusak......................................................................................... 46 k. Perkebunan Kelapa............................................................................... 46 l. Jalan...................................................................................................... 46 m. Semak Belukar ..................................................................................... 46 n. Rawa..................................................................................................... 47 o. Tegakan Akasia.................................................................................... 47 p. Tegakan Pulai....................................................................................... 47 8. Grafik Nilai Rata-Rata Digital Number (DN) Area Contoh dari Kelas Penutupan Lahan........................................................................................ 9. 58 Peta Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi secara Kuantitatif (Interpretasi Visual ) ................................................................................. 68 10. Peta Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi secara Kuantitatif ( Digital ) ..... 70 xi DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Data Hasil Ground Check .......................................................................... 77 2. Displai Hasil Klasifikasi Secara Kualitatif (Interpretasi Visual) Citra Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin ................................................... 78 3. Tabel Klasifikasi Citra Quickbird Seacara Kualitatif 19 Kelas Penutupan Lahan di Kecamatan Rumpin..................................................................... 79 4. Displai Hasil Klasifikasi Secara Kuantitatif (Digital) Citra Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin............................................................... 80 5. Tabel Klasifikasi Citra Quickbird Seacara Kuantitatif 10 Kelas Penutupan Lahan di Kecamatan Rumpin..................................................................... 81 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika juga berfungsi sebagai paru-paru dunia dan sistem penyangga kehidupan sehingga kelestariannya harus dijaga dan di pertahankan dengan pengelolaan hutan yang tepat. Potensi hutan dicirikan dengan keanekaragaman vegetasi karena merupakan sumber daya paling dominan dari komponen hutan. Komposisi dari penutupan lahan berubah secara gradual dari satu daerah ke daerah lain, yang diikuti oleh perubahan karakteristik daerah dalam jangka pendek, seiring dengan perubahan waktu. Dengan adanya perubahan penggunaan lahan maka keadaan atau kondisi suatu vegetasi akan berubah pula mengikuti perkembangan lahan tersebut. Perubahan penggunaan lahan merupakan hal yang wajar terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Hal ini dikarenakan tekanan dari berbagai sektor kehidupan terhadap sumber daya lahan menjadi sangat tinggi dan mengakibatkan kebutuhan akan lahan untuk tempat tinggal maupun untuk produksi menjadi semakin meningkat. Sejalan dengan bertambahnya populasi dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia telah memaksa tanah untuk berproduksi pada tingkat maksimum. Tanah sebagai tempat untuk melangsungkan usaha tidak bertambah luasnya, justru berkurang akibat berbagai penggunaanya. Perubahan jumlah penduduk dan bentuk kegiatannya akan mengakibatkan perubahan dalam tata guna lahan, akibatnya penggunaan lahan pun menghadapi berbagai macam faktor pembatas baik fisik maupun sosial ekonomi. Menurunnya kuantitas dan kualitas lahan yang terjadi selain karena semakin cepatnya pertumbuhan penduduk juga disebabkan oleh kurangnya data dan informasi yang diperlukan untuk mendukung upaya perencanaan dan pelestarian lingkungan. Dengan demikan teknologi penyedia data dan informasi pendukung semakin diperlukan. Ketersediaan data yang akurat mengenai penutupan lahan selama kurun waktu tertentu sangat penting untuk mendeteksi perubahan yang terjadi dan menganalisa dampak-dampak lingkungan yang terjadi. 2 Adanya keterbatasan kemampuan manusia dalam menganalisa berbagai sistem di bumi pada skala daerah yang luas, maka diperlukan peralatan yang mampu melakukan analisis pada daerah skala luas secara efektif dan efisien. Salah satu peralatan ini adalah penggunaan Penginderaan Jauh (remote sensing) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mengumpulkan informasi tambahan yang relevan terhadap manajemen ekosistem dan konservasi keanekaragaman hayati. Untuk itulah penginderaan jauh mempunyai peran yang penting dalam menyajikan data dan informasi yang berguna dalam kegiatan perencanaan, pengelolaan dan pelestarian lingkungan agar lestari. Saat ini teknologi penginderaan jauh banyak digunakan dalam kegiatan rutin pengumpulan data kondisi penutupan lahan hutan, yang merupakan sumber terpercaya untuk kegiatan survey detail. Sejak diluncurkannya satelit sumberdaya bumi (Earth Resources Technological satelite/ERTS-1) pada tahun 1972 kemampuan satelit dalam menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya alam semakin berkembang. Ini diperlihatkan dengan adanya peningkatan resolusi data penginderaan jauh yang semakin memungkinkan untuk dapat melakukan pengamatan sumberdaya bumi dengan data yang lebih teliti. Kajian dan penelitian untuk berbagai kepentingan yang menggunakan data penginderaan jauh dengan resolusi tinggi telah membuat perkembangan teknologi penginderaan jauh mengalami kemajuan yang pesat, baik dari segi wahana maupun sensor yang digunakan dalam perekaman suatu obyek yang ada dipermukaan bumi. Citra satelit Quickbird sebagai salah satu hasil dari penginderaan jauh yang memiliki resolusi spasial 2,44 m x 2,44 m untuk respon spektral citra multispektral pita 1: biru 0,45 µm – 0,50 µm; pita 2: hijau 0,52 µm - 0,60 µm; pita 3: merah 0,63 µm - 0,69 µm; pita 4: inframerah dekat 0,76µm - 0,90µm dan resolusi spasial 0,61 m x 0,61 m untuk respon citra pankromatik (0,50 µm - 0,90 µm) diharapkan mampu memberikan data/informasi secara lengkap dan akurat sesuai dengan tujuan sebagai upaya untuk melakukan pengelolaan hutan dan lingkungan secara lestari. 3 Interpretasi atau penafsiran citra (fotografik atau non-fotografik) merupakan perbuatan mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek yang tergambar dalam citra, dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Interpretasi citra dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital. Interpretasi secara manual adalah interpretasi data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan ciri (karakteristik) obyek secara keruangan (spasial). Karakteristik obyek yang tergambar pada citra dapat dikenali berdasarkan unsur-unsur interpretasi seperti rona atau warna, bentuk, pola, ukuran, letak dan asosiasi kenampakan obyek. Interpretasi secara manual dilakukan terhadap citra fotografik atau citra nonfotografik yang sudah dikonversi ke dalam bentuk foto (gambar/piktoral). Dalam Jaya (2002), data citra satelit yang sudah siap dibaca oleh komputer atau sering disebut dengan machine readable data, pada umumnya merupakan model yang memiliki data raster (grid atau kisi). Data raster adalah data dimana semua obyek disajikan secara sekuensial pada kolom dan baris dalam bentuk selsel atau yang sering dikenal dengan picture element yang selanjutnya disingkat dengan pixel (piksel). Masing-masing sel mewakili suatu areal yang berbentuk segi empat dan umumnya bujur sangkar. Dalam model ini, setiap obyek baik yang berbentuk titik, garis maupun poligon semuanya disajikan dalam bentuk sel (titik). Setiap sel memiliki koordinat dan informasi (atribut keruangan dan waktu). Hasil interpretasi citra satelit yang akan digunakan datanya secara manual sangat tergantung kepada keterampilan interpreter. Teknik perolehan data dengan inventarisasi langsung ke lapangan seringkali sulit dilakukan dan adanya kesalahan faktor manusia yang tinggi, sehingga diperlukan suatu metode alternatif yang lebih efisien. Kecamatan Rumpin merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang secara administratif mempunyai lokasi yang berbatasan dengan Kabupaten Tangerang yang merupakan kawasan yang sudah berkembang menjadi kawasan perkotaan. Sehingga Kecamatan Rumpin merupakan potensi untuk berkembang menjadi kawasan perkotaan. Hal ini dapat menyebabkan perubahan penutupan lahan di Kecamatan Rumpin yang saat ini masih mendominasi oleh hutan, kebun campuran dan lahan pertanian akan berubah menjadi pemukiman. 4 Untuk itu, dengan menggunakan citra satelit Quickbird yang memiliki resolusi spasial tinggi diharapkan data dan informasi penutupan lahan yang cukup teliti dapat dihasilkan sehingga dapat digunakan untuk tujuan perencanaan penataan ruang khususnya, sehingga sistem pengelolaan hutan dapat diarahkan secara lebih terencana, rasional, optimal dan bertanggung jawab serta sesuai dengan kemampuan daya dukungnya serta dapat menunjang kelestarian fungsi hutan dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kemampuan Citra Satelit Quickbird yang dalam menyajikan data dan informasi tutupan lahan. 2. Membandingkan kemampuan hasil klasifikasi penutupan/penggunaan lahan antara metoda klasifikasi kualitatif (interpretasi visual) dengan metode klasifikasi kuantitatif (digital). 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengguna data penginderaan jauh dalam mengkaji sumberdaya bumi terutama dengan mengunakan citra satelit resolusi spasial tinggi (Quickbird). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1994). Penginderaan jauh saat ini tidak hanya terbatas sebagai alat pengumpulan data mentah, tetapi juga mencakup pengolahan data secara otomatis (komputrisasi) dan manual (interpretasi) analisis citra dan penyajian data yang diperoleh (Jaya 2002). Menurut Lo (1995), tujuan dari penginderaan jauh adalah menggumpulkan data Sumberdaya alam dan lingkungan. Informasi tentang obyek disampaikan ke pengamat melalui energi elektromagnetik yang merupakan pembawa informasi dan sebagai penghubung komunikasi. Energi elektromagnetik yang dipancarkan dan dipantulkan berkaitan dengan panjang gelombang yang digunakan. Kisaran panjang gelombang (rentang spektral) yang umum digunakan dalam penginderaan jauh untuk mengindera sumber daya di permukaan bumi umumnya berkisar antara 0.4 µm-12 µm (sinar tampak dan inframerah dekat), dan antara 30 mm dan 300 mm yang disebut dengan gelombang mikro (microwave). Untuk gelombang mikro ini, sering juga dinyatakan dalam frekuensi dimana panjang gelombang antara 30 mm dan 300 mm setara dengan frekuensi antara 1 GHz dan 10 GHz. Pada daerah sinar tampak dan inframerah dekat serta inframerah sedang, energi yang direfleksikan dan direkam oleh sensor sangat bergantung pada sifatsifat obyek yang bersangkutan, seperti pigmentasi, kadar air dan struktur sel, daun atau percabangan dari vegetasi, kandungan mineral dan kadar air tanah serta tingkat sedimentasi pada air. Secara umum didalam sistem penginderaan jauh dengan energi elektromagnetik untuk Sumberdaya Alam meliputi dua proses utama yaitu pengumpulan data dan analisis data. Elemen proses pengumpulan data meliputi sumber energi, perjalanan energi melalui atmosfer, interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, sensor wahana pesawat terbang/satelit dan hasil 6 pembentukan data dalam bentuk piktorial dan/atau bentuk numerik. Singkatnya sensor digunakan untuk merekam berbagai variasi pancaran dan pantulan energi elektromagnetik oleh kenampakan di permukaan bumi. Proses analisis data meliputi (Lillesand dan Kiefer 1994): a. Pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan, serta dengan bantuan data (peta tanah, data statistik tanaman atau data uji medan) untuk menganalisis data piktorial dan atau komputer untuk menganalisis data sensor numerik. b. Data rujukan tentang Sumberdaya Alam yang dipelajari digunakan dimana dan kapan saja bila tersedia untuk membantu dalam analisis data. Dengan bantuan data rujukan analisis mengambil informasi tentang jenis, bentangan, lokasi dan kondisi berbagai sumberdaya yang dikumpulkan oleh sensor. Informasi ini kemudian disajikan biasanya dalam bentuk peta, tabel dan suatu bahasan tertulis atau laporan. c. Hasil informasi yang khusus misalnya peta penggunaan lahan dan data statistik tentang luas tanaman, akhirnya informasi tersebut diperuntukan bagi para pengguna yang memanfaatkannya untuk proses pengambilan keputusan. Menurut Lintz Jr dan Simonett (1976) dalam Lo (1995), dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra terdapat tiga rangkaian kegiatan yaitu: 1. Deteksi yaitu pengamatan atas adanya suatu obyek. 2. Identifikasi yaitu upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. 3. Analisis yaitu pengumpulan data lebih lanjut. Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindera atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Berbagai sensor pengumpul data jarak jauh, umumnya dipasang pada wahana (platform) yang berupa pesawat terbang, balon, satelit, atau wahana lainnya. Obyek yang diindera adalah obyek yang terletak dipermukaan bumi, di atmosfer (dirgantara), dan di antariksa. Pengumpulan data dari jarak jauh tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, sesuai dengan tenaga yang digunakan. 7 Menurut Jaya (1997), berdasarkan perkembangan teknologi platform dan sensor, penginderaan jauh dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu : a. Penginderaan jauh Pesawat (Airbone Remote Sensing). Kelompok ini mencakup potret udara, Airbone Multispectral Scanner (Airbone MSS) dan Side Looking Airbone Radar (SLAR). b. Penginderaan jauh Satelit (Satellite Remote Sensing) yang diantaranya meliputi Landsat TM, Landsat MSS, dan SPOT. Sedangkan berdasarkan sifat sumber energi elektromagnetik yang digunakan, penginderaan jauh dibedakan atas : a. Penginderaan jauh Pasif (Passive Remote Sensing) adalah suatu sistem menggunakan sumber energi yang telah ada (reflektansi energi matahari dan atau radiasi dari obyek secara langsung). Beberapa sensor yang menggunakan sistem ini adalah MSS, TM dan SPOT . b. Penginderaan jauh Aktif (Aktif Remote Sensing) adalah suatu sistem yang menggunakan sumber energi buatan. Radar adalah salah satu contoh sensor yang menggunakan sistem ini. Data penginderaan jauh dapat berupa citra, grafik dan data numerik. Data tersebut dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang obyek, daerah atau fenomena yang diindera atau diteliti. Proses penerjemahan data menjadi informasi disebut analisis atau interpretasi data. Interpretasi atau penafsiran citra penginderaan jauh merupakan perbuatan mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek yang tergambar dalam citra dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital. 2.2 Citra Satelit Quickbird Citra satelit merupakan gambar atau citra piktorial obyek-obyek permukaan bumi hasil rekaman dari luar angkasa dengan menggunakan sensor dan platform dan energi yang digunakan adalah spektrum elektromagnetik seperti gelombang panas, suara atau radar penafsiran potret udara maupun penafsiran citra satelit yang merupakan kegiatan yang dikelompokkan kedalam suatu seni, ilmu dan teknik mendapatkan data dan informasi tentang obyek-obyek yang 8 terdapat di permukaan bumi (diatas atau didalam) tanpa menyentuh, menyinggung atau memegang obyek-obyek yang bersangkutan (feeling without touching). Satelit Quickbird dikembangkan oleh Digital globe TM dan menghasilkan citra komersial yang menawarkan akurasi dan resolusi. Satelit Quickbird milik Digital Globe ini menyediakan lebar swath terbesar, dan resolusi tertinggi dari semua satelit komersial yang ada, baik yang sudah beroperasi maupun yang masih dalam tahap perencanaan. Quickbird didesain untuk mencitrakan area yang luas secara efisien dan akurat. Satelit ini diluncurkan pada 18 Oktober 2001 dengan menggunakan Roket Delta II dari SLC-2W, pangkalan udara Vandenberg, California. Satelit ini mempunyai berat 2100 pounds dan panjang 3,04 m. Satelit Quickbird mempunyai persediaan bahan bakar untuk 7 tahun. Gambar 1 Satelit Quickbird. Satelit Quickbird mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan satelit lainnya, terutama resolusi spasial satelit yang tergolong kedalam “High Spasial Resolution”. Satelit Quickbird memiliki 2 macam sensor yaitu sensor pankromatik (hitam putih) dengan resolusi spasial 0,6 m (2-foot) dan sensor multispektral (berwarna) dengan resolusi spasial 2,44 m (8-foot). Tingginya resolusi spasial pada citra ini memberikan keuntungan untuk berbagai aplikasi, terutama yang membutuhkan ketelitian yang tinggi pada skala area yang kecil. Contohnya adalah pemetaan secara detail dan perencanaan. Satelit Quickbird menggumpulkan citra multispektral dan pankromatik secara bersamaan, dan menyediakan produk pankromatik yang ditajamkan dari jenis lain dalam warna alami atau inframerah dengan resolusi 70cm. Satelit ini mempunyai orbit polar Sun-Synchronous yaitu orbitnya akan melewati tempat-tempat yang terletak pada lintang yang sama dan dalam waktu 9 lokal yang sama pula. Satelit Quickbird melewati tempat-tempat yang sama untuk satu putaran kira-kira 1-3 hari, ini merupakan kemajuan yang sangat hebat dibanding berbagai satelit yang diluncurkan tahun 1980-an dan 1990-an. Periode orbit dari satelit ini adalah 93,4 menit dengan sudut inclinasi 98° dan ketinggiannya 450 km di atas permukaan bumi. Minimum area yang terliput oleh Citra Satelit Quickbird adalah 8 x 8 km2. Citra satelit Quickbird disimpan dalam format Geo Tiff 1.0, NITF 2.0. Satelit ini mempunyai Resolusi Radiometrik 11 bits per piksel. Dalam penjualan, Citra Satelit Quickbird disimpan dengan resolusi Radiometrik sebesar 8 atau 11 bits per piksel. Karakteristik Satelit Quickbird dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik Satelit Quickbird. Sensor Resolusi Resolusi Spektral (µm) Spasial (m) Multispektral Biru 0,45 – 0,50 2,44 Hijau 0,52 – 0,60 2,44 Merah 0,63 – 0,69 2,44 Inframerah dekat 0,76 – 0,90 2,44 Panchromatic Hitam dan Putih 0,50 – 0,90 0,61 Waktu peluncuran 18 Oktober 2001 Lokasi peluncuran Vandenberg Air Force Base, California Lebar Swath dan Ukuran Scane • Lebar Swath: 16,5 km pada nadir • Areas of interest: Citra tunggal 16,5 km x 16,5 km Resolusi Temporal 1–3,5 hari (ketinggian) Resolusi Radiometrik 11 bits per piksel Altitude (ketinggian) 450 kilometer Inklinasi (Inclination) 98° Waktu orbit 93,4 menit Tipe orbit Sun-Synchronous Sumber : Digital globe 2004 tergantung latitude 10 2.3 Pantulan Spektral Vegetasi, Tanah dan Air. Pantulan spektral untuk vegetasi sehat berdaun hijau dipengaruhi oleh pigmen yang terkandung di dalam daun tumbuhan. Klorofil misalnya banyak menyerap energi pada panjang gelombang yang terpusat pada sekitar 0,4 µm dan 0,6 µm. Berdasarkan hal itu maka kita menangkap vegetasi sehat berwarna hijau disebabkan oleh besarnya penyerapan energi pada spektrum hijau. Apabila suatu tumbuhan mengalami beberapa bentuk gangguan, yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan produksinya yang normal, maka hal itu akan mengurangi atau mematikan produksi klorofil. Akibatnya terjadi penurunan serapan oleh klorofil pada saluran biru dan merah. Sering pantulan pada spektrum merah bertambah hingga kita lihat tumbuhan tampak berwarna kuning, gabungan antara hijau dan merah. Mendeteksi spektrum inframerah, pantulan vegetasi sehat meningkat pada rentang 0,7µm-1,3µm, pada rentang ini daun tumbuhan memantulkan 50% tenaga yang datang padanya dan sebagian besar dari 50% energi selebihnya ditransmisikan, karena pada serapan daerah spektral ini minimal. Pantulan tumbuhan pada panjang gelombang 0,7 µm – 1,3 µm terutama dihasilkan oleh struktur internal tumbuhan tersebut. Pengukuran pantulan pada panjang gelombang ini memungkinkan untuk melakukan pemisahan spesies tumbuhan karena struktur internal banyak berbeda untuk berbagai spesies tumbuhan (Lillesand dan Kiefer 1994). Lebih lanjut Lillesand dan Kiefer (1994) menjelaskan, tanah mempunyai pantulan yang meningkat secara monoton terhadap peningkatan panjang gelombang. Penurunan pantulan terjadi pada panjang gelombang 1,4 µm, 1,9 µm dan 2,7 µm karena pengaruh kelembaban tanah, tekstur tanah, kekasaran permukaan, adanya oksidasi besi dan kandungan bahan organik. Air merefleksikan sekitar 10% atau kurang pada kisaran panjang gelombang biruhijau, persentase pantulan lebih kecil daripada panjang gelombang merah, dan hampir tidak ada energi pada kisaran inframerah. Baik air yang mengandung padatan tersuspensi maupun tubuh air jenih harus cukup dangkal untuk memungkinkan terjadinya pemantulan, termasuk dalam kisaran inframerah dekat. 11 2.4 Analisis Citra Satelit 2.4.1 Analisis Kualitatif/Visual (Interpretasi Citra) Analisis visual (Interpretasi Citra) merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi obyek-obyek permukaan bumi yang tampak pada citra, baik potret udara maupun citra satelit, dengan cara mengenalinya atas dasar karakteristik spasial, spektral, dan temporal. Pada klasifikasi manual, piksel dikelompokan kedalam suatu kelas yang telah ditetapkan. Interpreter melakukan interpretasi secara manual berdasarkan nilai kecerahan (brightness value) maupun warna dari piksel yang bersangkutan. Pendekatan ini melibatkan analis/interpreter untuk mendapatkan informasi yang tersedia pada citra dengan cara Interpretasi Visual. Elemen-elemen diagnostik dalam analisis visual yang digunakan adalah : a. Warna Warna merupakan ciri fisik suatu obyek yang dihasilkan atau ditimbulkan oleh suatu jenis pigmen (unsur warna) tertentu, misalnya hijau, merah, biru dan lain-lain. Suatu obyek dapat dikatakan berbeda dengan obyek lainnya disebabkan karena warna yang berlainan, misalnya area hutan ditutupi tegakan berwarna hijau sedangkan area yang terbuka atau tanah kosong berwarna kemerahan. Oleh karena manusia mempunyai kemampuan yang terbatas, maka seorang penafsir akan sulit membedakan suatu obyek secara pasti, apakah hijau muda, merah muda, violet, ungu dan sebagainya. Warna salah satu faktor yang penting untuk membedakan macam penutupan pada suatu obyek. b. Bentuk Bentuk merupakan gambaran nyata dari obyek yang digambarkan sesuai dengan obyek sebenarnya. Disamping itu, bentuk juga merupakan konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Pada dasarnya setiap obyek memiliki bentuk yang berbeda seperti bahkan seperti huruf I, L dan U. Sehingga ciri fisik obyek ini dapat digunakan untuk membedakan jenis obyek yang satu dengan obyek yang lainnya. Pengenalan bentuk suatu obyek dipengaruhi oleh skala potret, semakin besar skala obyek maka penampakannya semakin jelas sehingga memudahkan dalam kegiatan pengenalan obyek dan deliniasi obyek, begitupun sebaliknya. 12 c. Ukuran Ukuran obyek dibedakan menjadi dua, yaitu ukuran absolut dan ukuran relatif. Ukuran relatif obyek adalah ukuran obyek bersangkutan dibandingkan dengan obyek lainnya, sedangkan ukuran absolut adalah ukuran obyek yang bersangkutan dibandingkan dengan skala potret. Ukuran meliputi jarak, luas, tinggi, lereng dan volume. Dengan melihat ukuran, cukup mudah untuk membedakan antara obyek yang satu dengan yang lainnya. d. Tekstur Tekstur merupakan frekuensi perubahan tone yang dihasilkan pada potret yang dihasilkan dari agregat obyek-obyek yang kecil yang diletakan satu persatu. Semakin kecil skala maka semakin halus teksturnya begitu juga sebaliknya. Tekstur merupakan ukuran kekasaran dari suatu obyek pada tubuh potret yang merupakan hasil dari warna/tone, ukuran, pola, bayangan dan kualitas pantulan obyek. Tekstur merupakan frekuensi perubahan tone/warna pada citra topografi yang disusun menjadi satu dan menyusun suatu kondisi permukaan suatu obyek yang dikelompokan menjadi lima kategori yaitu sangat halus, halus, sedang, agak kasar dan kasar. Pengenalan tekstur pada obyek-obyek yang terdapat pada citra dilakukan dengan menggunakan teknik Interpretasi Visual. Tekstur hutan rapat lebih halus dari tekstur hutan jarang. e. Pola Pola merupakan karakteristik makro yang digunakan untuk menggambarkan susunan spasial dari obyek pada tubuh potret, termasuk pengulangan obyek alam. Pola sangat terkait dengan geologi, topografi, tanah, iklim dan masyarakat tumbuh-tumbuhan. Pola merupakan susunan ruang dari suatu obyek, pola ada yang merupakan buatan manusia dan ada yang alamiah. Pola buatan manusia pada umumnya mempunyai pola geometri yang lebih teratur dibandingkan dengan pola alamiah. Sebagai contoh pada dasarnya informasi tematik yang berupa bangunan memiliki pola yang teratur sedangkan untuk sarana prasarana memiliki pola yang tidak teratur. Untuk jalan maupun sungai memiliki pola yang berliku-liku. 13 f. Bayangan Bayangan bersifat menyembukan obyek dimana obyek yang tertutup bayangan pada umumnya samar atau tidak tampak sama sekali, tetapi ada obyekobyek tertentu yang dapat dikenali dari bentuk bayangannya. Pengenalan obyek berdasarkan bayangannya dilakukan dengan pengamatan langsung dan dengan perbedaan warna dari obyek tersebut. g. Situs/Lokasi Situs/Lokasi merupakan elemen penting dalam interpretasi karena sangat membantu untuk memastikan jenis suatu obyek dalam kegiatan interpretasi pada potret guna mempertahankan eksistensinya di permukaan bumi sehingga setiap obyek baik secara alami atau buatan umumnya berlokasi/ditempatkan pada lokasi yang sesuai. Sebagai contoh dapat diketahui bahwa bangunan pada umumnya berlokasi di dekat jalan (baik jalan utama maupun jalan cabang) dan sarana lain. Sedangkan untuk sungai umumnya berlokasi didekat vegetasi yang berada di pinggir sungai. h. Asosiasi Asosiasi adalah hubungan antara obyek yang satu dengan obyek yang lainnya. Asosiasi merupakan pengenalan obyek yang dapat diketahui secara pasti maka pasangan obyek yang berasosiasi dengan obyek tersebut dapat diketahui dengan pasti. Pengenalan asosiasi obyek ini dilakukan dengan menggunakan teknik pendekatan yang artinya di dekat apa obyek tersebut berada. Sebagai contoh adalah untuk bangunan biasanya berasosiasi dengan sarana lain dan jalan (baik jalan utama maupun jalan cabang). Sungai biasanya berasosiasi dengan sarana prasarana dan vegetasi di pinggir-pinggir sungai. 2.4.2 Analisis Kuantitatif/Digital Klasifikasi citra merupakan proses yang penting dalam analisis digital. Pada dasarnya klasifikasi obyek dari data digital dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama, yang dikenal dengan istilah klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification) atau dalam istilah statistika dikenal dengan analisis gerombol, mengklasifikasikan piksel ke dalam kelas-kelas secara alami. Klasifikasi tidak terbimbing lebih banyak menggunakan algoritme yang 14 mengkaji sejumlah besar piksel yang tidak dikenal dan membaginya ke dalam kelas-kelas berdasarkan nilai citra yang ada. Anggapan dasarnya yaitu nilai didalam suatu kelas tertentu seharusnya saling berdekatan pada suatu ruang pengukuran, sedangkan pada data kelas yang berbeda akan berada diluar ruang pengukuran tersebut sehingga dapat dipisahkan dengan baik. Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi tidak terbimbing adalah kelas spektral (Lillesand dan Kiefer 1994). Pendekatan kedua, dilakukan dengan menetapkan beberapa daerah contoh (training site) yang mewakili kelas penutupan lahan yang ada, kemudian berdasarkan statistika daerah contoh tersebut seluruh piksel dikelaskan. Pendekatan dengan cara ini dikenal dengan istilah klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi citra dilakukan dengan metode klasifikasi citra multispektral secara terbimbing. Klasifikasi ini dilakukan secara multispektral karena dengan cara ini hasil klasifikasi yang dihasilkan akan lebih baik dibandingkan hanya dengan menggunakan citra band tunggal. Hal tersebut disebabkan karena beberapa obyek yang sangat sukar dibedakan pada band tertentu mudah pada band yang lain (Jaya 1997). Tahap ini dilakukan secara otomatis oleh komputer untuk mendapatkan hasil berupa citra yang telah terklasifikasi. Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi dimana analis mempunyai sejumlah piksel yang mewakili dari masingmasing kelas atau kategori yang diinginkan (Jaya 2006). Pada klasifikasi terbimbing seorang analis citra menguasai prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas (training area) yang mewakili setiap kelompok. Proses klasifikasi ini akan berhasil baik bila kelas-kelas spektral yang dipilih dapat dipisahkan dan contoh kelas yang dipilih benar-benar mewakili seluruh data yang ada. Dalam klasifikasi terbimbing terdapat tiga tahapan, yaitu tahap penentuan kelas contoh (training area), tahap klasifikasi, dan tahap penyajian hasil (output). Prinsip kerjanya membandingkan tiap piksel yang tidak dikenal terhadap pola spektral contoh kelas yang telah dibuat. 15 Tingkat kebenaran (akurasi) dari metode klasifikasi terbimbing ditentukan oleh beberapa faktor yaitu : • Semua karakteristik alamiah tiap penutupan lahan pada citra melalui area contoh yang terpercaya. • Tingkat keterpisahan kelas penutupan lahan secara spektral yang ditentukan berdasarkan teknik klasifikasi yang digunakan. Interpretasi data penginderaan jauh secara digital pada dasarnya berupa klasifikasi piksel berdasarkan nilai spektralnya. Tiap kelas kelompok piksel tersebut kemudian dicari kaitannya terhadap obyek atau gejala di permukaan bumi, artinya tiap kelas itu mencerminkan obyek atau gejala apa (Sutanto 1986). Pengolahan data secara digital (Digital Image Processing) merupakan manipulasi dan interpretasi citra digital dengan bantuan komputer. • Training area Area contoh adalah sebuah rangkaian atau kumpulan piksel pada citra yang mewakili kelas penutupan lahan yang sebelumnya telah diidentifikasi. Piksel-piksel ini menggambarkan pola yang khas dari kelas yang potensial sebagai penutupan lahan dan sangat penting untuk memilih area contoh yang dapat mewakili semua kelas yang diidentifikasi. Pemilihan area contoh yang mewakili kelas yang akan diidentifikasi tergantung kepada kemampuan dan pengetahuan pengguna terhadap citra yang akan digunakan. Pengguna diharapkan mengetahui beberapa informasi baik spasial maupun spektral mengenai piksel-piksel yang akan diklasifikasi. Karakteristik yang spesifik seperti penutupan lahan, dapat diketahui melalui pemeriksaan lapangan, analisis foto udara. Data lapangan diyakini menjadi data yang paling akurat. • Klasifikasi terbimbing Salah satu metode klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi kemungkinan maksimum yang berasumsi bahwa sebaran data/piksel adalah normal. Metode ini paling banyak digunakan, dimana DN (Digital Number) pada band tertentu menunjukan untuk setiap kelas mewakili pengamatan yang bebas (Independent), dan populasi yang digambarkan mengikuti distribusi normal peubah ganda (multivariate-normal distribution). Metode ini memerlukan vektor rata-rata untuk 16 sampel multivariate dan matrik ragam-peragam antar band dari setiap kelas atau kategori (Jaya 2002). Metode klasifikasi kemungkinan maksimum cendrung memiliki persentase ketelitian yang relatif baik dibanding dengan metode nearest neighbourhood dan metode multiple dencity slicing. 2.5 Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan Lahan Klasifikasi diartikan sebagai proses pengelompokan piksel-piksel ke dalam kelas-kelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan (Brightness value/BV atau Digital Number/DN) piksel yang bersangkutan (Jaya 2006). Alderich (1981) dalam Lo (1995) mendefinisikan lahan adalah material dasar dari suatu lingkungan (situs), yang diartikan berkaitan dengan sejumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi dan biologi. Menurut Arsyad (1989) lahan merupakan bagian dari bentang lahan (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi (relief), hidrologi termasuk keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Selanjutnya Lo (1995) dan Lillesand dan Kiefer (1994) mengemukakan bahwa penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia pada dan dalam kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak pada citra, sedangkan penutup lahan menggambarkan kontruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan atau penutup lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi. Penutupan lahan merupakan hasil akhir dari penggunaan lahan. Penutupan lahan meliputi bukan hanya bangunan dan penutupan vegetasi atau modifikasi yang dibuat langsung oleh manusia, akan tetapi juga hasil-hasil proses alami yang terjadi tanpa interaksi manusia. Sedangkan penggunaan lahan adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Arsyad 1989). Penggunaan lahan dapat dikelompokan menjadi 2: Penggunaan lahan pertanian dan Penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian Dibedakan berdasarkan komoditas yang diusahakan atau jenis tutupan yang terdapat diatas lahan dan ketersediaan air. Penggunaan lahan bukan pertanian 17 Dibedakan dalam penggunaan desa atau kota (pemukiman, industri, rekreasi dan pertambangan). Secara umum terdapat tiga kelas data yang mencakup dalam penutupan lahan yaitu : 1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia. 2. Fenomena biotik vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan binatang. 3. Tipe pembangunan. Satu faktor penting untuk menentukan kesuksesan pemetaan pengunaan lahan dan penutup lahan terletak pada pemilihan skema klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu tujuan yang dimaksud. Skema klasifikasi yang umumnya banyak digunakan dalam kegiatan klasifikasi penutupan dan penggunaan lahan adalah skema klasifikasi yang disusun oleh USGS (United State Geological Survey) (Lo 1995). Sistem klasifikasi penggunaan dan penutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutupan lahan untuk digunakan dengan data penginderaan jauh No. Tingkat 1 1. Perkotaan Tingkat 2 atau Bangunan Lahan 1.1. Pemukiman 1.2. Perdagangan 1.3. Industri 1.4. Transportasi, komunikasi dan umum 1.5. Komplek industri dan perdagangan 1.6. Perkotaan campuran atau lahan bangunan 1.7. Perkotaan atau lahan bangunan lainnya 2. Lahan Pertanian 2.1 Tanaman semusim dan padang rumput 2.2 Daerah buah-buahan dan tanaman hias 2.3 Tempat penggembalaan terkurung 2.4 Lahan pertanian lainnya 2.5 Lahan tanaman obat 18 No. Tingkat 1 Tingkat 2 3. 3.1 Lahan peternakan semak dan belukar Lahan peternakan 3.2 Lahan peternakan campuran 4. Lahan hutan 4.1 Lahan hutan gugur daun dan musim 4.2 Lahan hutan selalu hijau 4.3 lahan hutan campuran 5. Air 5.1 Sungai dan kanal 5.2 danau 5.3 Waduk 6. Lahan basah 6.1 Teluk dan muara 6.2 Lahan basah bukan hutan 7. Lahan gundul 7.1 Dataran garam kering 7.2 Gisik 7.3 Daerah berpasir selain gisik 7.4 Batuan singkapan gundul 7.5 Tambang terbuka, pertambangan, tambang kerikil 7.6 Daerah peralihan 8. Padang lumut 8.1 Padang, lumut, semak dan belukar 8.2 Padang lumut tumbuhan obat 8.3 Padang lumut campuran 9. Es atau salju abadi 9.1 Lapangan salju abadi 9.2 Gleiser Sumber : Lillesand and Kiefer, 1994 2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem berbasis komputer yang terdiri atas perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data geografis dan sumberdaya manusia (brainware) yang mampu merekam, menyimpan, memperbaharui, menampilkan dan menganalisis informasi yang bereferensi geografis (Jaya 2002) 19 Aronoff (1989) dalam Candra (2003) menyatakan bahwa, SIG adalah sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting dan kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografis: 1) memasukkan, 2) manajemen data (penyimpanan, pemanggilan), 3) analisis dan manipulasi data, 4) keluaran. Dalam buku Prahasta (2002), Bern (1992) menyatakan bahwa SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak (program) komputer yang berfungsi untuk: (a) Akuisi dan verifikasi data, (b) Kompilasi data, (c) penyimpanan data, (d) Perubahan dan updating data, (e) Manajemen dan pertukaran data, (f) Manipulasi data, (g) Pemanggilan dan presentasi, dan (h) Analisis data. Sistem Informasi Geografis saat ini merupakan alat yang banyak digunakan pada aplikasi-aplikasi yang berada dalam rangka membantu untuk pengambilan atau pembuatan keputusan. Banyak keputusan yang diambil berdasarkan kenyataan-kenyataan geografis suatu wilayah. Apa yang ada pada suatu wilayah tersebut, dimana lokasi yang tepat dan baik, kapan dan mana wilayah yang dipilih (Nurcahyono 2003). Sistem informasi geografis memiliki empat komponen dasar yaitu masukan data (input data), manajemen data (data management), manipulasi dan analisis data (manipulation and data analysis) dan penyajian data (output data) (Aronoff 1989 dalam Candra 2003). SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan. Sistem pada SIG terdiri dari beberapa komponen berikut (Prahasta 2002) : 1. Perangkat keras: pada saat ini SIG tersedia untuk berbagai platform perangkat keras mulai dari PC dekstop, workstasion, hingga multiusers host yang dapat digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam 20 jaringan komputer yang luas, berkemampuan tinggi, memiliki ruang penyimpanan (hard disk) yang besar dan mempunyai kapasitas memori yang besar. Perangkat keras yang sering digunakan untuk SIG adalah komputer (PC), mouse, digitizer, printer, plotter dan scanner. 2. Perangkat Lunak: SIG merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara modular, dimana basis data memegang peranan kunci. Setiap subsistem diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang terdiri dari beberapa modul sehingga terdiri dari ratusan modul program yang masing-masing dapat dieksekusi sendiri. 3. Data dan informasi geografis: SIG dapat mengumpulkan serta menyimpan data dan informasi yang diperlukan, baik secara tidak langsung dengan cara meng-import-nya dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan mendijitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari tabel-tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard. 4. Manajemen: suatu proyek SIG akan berhasil jika di-manage dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 2007 meliputi pengumpulan data sampai pengolahan data. Pengambilan data lapangan dilakukan di Kecamatan Rumpin dan Pengolahan data dilaksanakan di Laboratorium Remote Sensing, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Data yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah a. Citra satelit Quickbird tahun perekaman 2003 (Gambar 2) b. Data Spasial meliputi : • Peta Administrasi Kabupaten Bogor tahun 2005. • Peta Batas Desa Kabupaten Bogor tahun 2005. • Peta Jaringan Jalan. • Peta Sungai. • Peta Penutupan lahan tahun 2003 dan 2005. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Seperangkat komputer pribadi (Personal Computer) dengan software ERDAS IMAGINE 8.5 sebagai pengolah data citra (analisis kuantitatif), ARCView GIS Ver.3.3 (sebagai pengolah data spasial dan analisis citra secara kualitatif), Microsoft Office (Microsoft word, Microsoft excel). b. GPS (Global Positioning System) tipe Garmin 12-XL c. Kamera digital d. Kalkulator e. Alat tulis 22 Gambar 2 Citra Quickbird Kecamatan Rumpin. 22 23 3.3 Tahapan Penelitian Beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengolahan awal citra, pemeriksaan lapangan (Ground check), klasifikasi citra dan perhitungan akurasi. 3.3.1 Pra Pengolahan citra (Pre Image Processing) Relief permukaan bumi yang begitu kompleks tidak bisa direkam secara sempurna oleh sensor penginderaan jauh. Oleh karena itu data yang direkam pada umumnya masih mengandung distorsi yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas data/citra yang diperoleh. Maka untuk menghilangkan kesalahan data sebelum dilakukan analisa lebih lanjut perlu dilakukan pra pengolahan citra yang nantinya akan menghasilkan citra yang telah terkoreksi secara geometrik. Sebelum data diolah lebih lanjut, sebelumnya harus dilakukan beberapa perlakuan terhadap data citra awal dengan menggunakan software ERDAS IMAGINE 8.5. yaitu Import Data. Import Data dilakukan untuk perubahan format data citra awal yaitu format GeoTiff ke dalam format data yang dapat diolah oleh software ERDAS IMAGINE 8.5. yaitu format .img. 3.3.1.1 Koreksi Geometrik Koreksi Geometrik bertujuan untuk memperbaiki kesalahan posisi obyekobyek yang terekam pada citra yang disebabkan oleh distorsi yang bersifat geometrik. Penyebab distorsi geometrik meliputi: terjadinya rotasi pada waktu perekaman, pengaruh kelengkungan bumi, efek panoramik (sudut pandang), pengaruh topografi, dan pengaruh gravitasi bumi yang menyebabkan terjadinya perubahan kecepatan dan ketinggian satelit dan ketidakstabilan ketinggian platform (Lillesand dan Kiefer 1994). Prosedur yang diterapkan pada koreksi geometrik biasanya memperlakukan distorsi ke dalam dua kelompok, yaitu distorsi yang dipandang sistematik atau dapat diperkirakan sebelumnya dan distorsi yang pada dasarnya dipandang acak atau tidak dapat diperkirakan sebelumnya (Lillesand dan Kiefer 1994). Distorsi acak dan sistematik yang rumit dikoreksi dengan menggunakan analisis titik ikat lapangan (Ground Control Point/GCP). Metode ini memerlukan 24 ketersedian peta yang teliti sesuai dengan daerah liputan citra dan titik ikat medan yang dapat dikenali pada citra. Titik ikat lapangan merupakan kenampakan yang lokasinya diketahui dan secara cepat dapat ditentukan posisinya pada citra satelit. Kenampakan yang baik untuk titik ikat antara lain perpotongan jalan, perpotongan jalan raya dan tubuh air dan sebagainya. Koreksi geometrik dilakukan dengan mengambil sejumlah titik ikat lapangan yang disesuaikan dengan koordinat citra (lajur dan baris) dan koordinat peta. Nilai koordinat tersebut kemudian digunakan untuk analisis kuadrat kecil yang biasanya pada fungsi polinomial orde 1, 2 dan 3 yang cocok dengan sebaran GCP. Transformasi koordinat yang dilakukan pada citra dapat mengakibatkan pergeseran letak piksel citra dari posisi semula karena adanya proses penyesuaian dengan sistem koordinat peta, sehingga perlu dilakukan proses interpolasi nilai digital piksel-piksel ada citra hasil transformasi, sehubungan dengan adanya koordinat piksel yang baru (Resampling). Hasil akhir dari koreksi geometrik adalah kesesuaian antara koordinat citra dengan sistem koordinat peta rujukan (master map). Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan peta sungai. 3.3.1.1.1 Rektifikasi Citra ke Peta Metode ini digunakan untuk koreksi geometrik pada Quickbird. Merektifikasi citra menggunakan peta vektor sebagai acuan sangat penting untuk mendapatkan akurasi koordinat geografi yang tinggi, sehingga memungkinkan overlay antara citra dan peta vektor untuk keperluan analisa. Sistem koordinat yang dipilih untuk rektifikasi ini adalah Universal Transverse Mercator (UTM) dengan proyeksi peta yang digunakan adalah UTM 48 zona Selatan dimana Jawa Barat termasuk wilayah pada zona South UTM row 48, sedangkan datum yang digunakan adalah World Geographic System 84 (WGS 84). 3.3.1.2 Mozaic Mozaic merupakan suatu proses penggabungan dari dua data citra yang terpisah. Tahap ini sangat penting untuk menampilkan visualisasi citra lokasi penelitian secara utuh. 25 3.3.1.3 Cropping Citra Quickbird rekaman tahun 2003 yang tersedia mencakup sebagian wilayah Kabupaten Bogor, sehingga ruang memory yang dibutuhkan cukup besar, maka untuk efektifitas dan efesiensi serta memudahkan dalam pengolahan dan penyimpanan data, diperlukan pembatasan areal penelitian yang jelas yaitu dengan pemotongan citra (cropping) sesuai dengan batasan areal penelitian yaitu peta administratif kecamatan Rumpin. 3.3.2 Interpretasi Visual Citra Satelit Analisis visual (interpretasi secara visual citra satelit) yang merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi obyek-obyek yang ada dipermukaan bumi yang tampak pada citra dengan mengenalinya atas dasar karakteristik spasial. Pendekatan ini melibatkan analis/interpreter untuk mendapatkan informasi yang terekam pada citra dengan cara interpretasi visual. Keberhasilan ini sangat tergantung kepada analis dalam mengeksploitir secara kolektif objek-objek yang tampak pada citra. Elemen-elemen diagnostik dalam analisis visual yang digunakan adalah: ukuran, rona, warna, tekstur, pola, asosiasi, bentuk dan lokasi. Unsur-unsur interpretasi tersebut digunakan untuk membedakan jenis tutupan lahan. Selanjutnya dengan menggunakan software ArcView langkah yang harus dilakukan yaitu: • Dijitasi On Screen Dijitasi On Screen merupakan proses dijitasi yang dilakukan di atas layar monitor dengan bantuan mouse. On Screen Digitizing atau Icon On Screen dapat digunakan sebagai alternatif input data digital tanpa menggunakan alat Digitizer. • Labeling / Atributing Labeling/Atributing adalah proses pemberian identitas atau label pada polygon, garis (arc), atau titik (point) yang terbentuk dalam coverage berdasarkan hasil dari interpretasi secara visual. 3.3.3 Pengambilan data lapangan (Ground Check) Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan beberapa informasi, yaitu informasi mengenai keadaan penutupan lahan yang sebenarnya di lapangan dan 26 juga titik-titik koordinat dari penutupan lahan tersebut yang berguna untuk pengambilan area contoh maupun sebagai data referensi. Pengambilan titik-titik koordinat tersebut dilakukan dengan bantuan GPS (Global Positioning System). Selain itu, juga dilakukan pengambilan gambar tipe-tipe penutupan dan penggunaan lahan. 3.3.4 Reklasifikasi Hasil interpretasi visual yang dilakukan terhadap citra bisa saja berbeda dengan keadaan di lapangan, oleh karena itu dilakukan reklasifikasi dengan mengacu pada data hasil pengamatan di lapangan (Ground check). Reklasifikasi dilakukan dengan memperbaiki hasil klasifikasi awal pada citra. 3.3.5 Klasifikasi Citra (Interpretasi Citra secara Kuantitatif) Klasifikasi citra adalah proses pengelompokan piksel ke dalam kelas- kelas/kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan (Brightness Value atau Digital Number) yang bertujuan untuk mengelompokan atau membuat segmentasi mengenai kenampakan-kenampakan yang homogen dengan teknik kuantitatif. Prosedur operasi dilakukan dengan pengamatan dan evaluasi setiap piksel yang terkandung di dalam citra, dan dikelompokan pada setiap informasi. Klasifikasi citra merupakan proses yang penting dalam analisis digital. Pada dasarnya klasifikasi objek dari data digital dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama, dilakukan dengan menetapkan beberapa daerah contoh (training site) yang mewakili kelas penutupan lahan yang ada, kemudian berdasarkan statistik daerah contoh tersebut seluruh piksel dikelaskan. Pendekatan dengan cara ini dikenal dengan istilah klasifikasi terbimbing (supervised classification). Sedangkan cara pendekatan yang kedua, yang dikenal dengan istilah klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification) atau dengan istilah statistika dikenal dengan analisis gerombol, mengklasifikasikan piksel ke dalam kelas-kelas secara alami. Klasifikasi tak terbimbing lebih banyak menggunakan algoritme yang mengkaji sejumlah besar piksel yang tidak dikenal dan membaginyan kedalam sejumlah kelas berdasarkan nilai citra yang ada. Anggapan 27 dasarnya yaitu nilai di dalam suatu kelas tertentu seharusnya saling berdekatan pada suatu ruang pengukuran, sedangkan pada data kelas yang berbeda akan berada di luar ruang pengukuran tersebut sehingga dapat dipisahkan dengan baik. Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi tak terbimbing adalah kelas spektral (Lillesand dan Kiefer 1994). Dalam klasifikasi terbimbing terdapat tiga tahapan, yaitu: tahap pembentukan kelas contoh (training site), tahap klasifikasi, dan tahap keluaran(output). Prinsip kerjanya membandingkan tiap piksel yang tidak dikenal terhadap pola spektral contoh kelas yang telah dibuat dalam tahap latihan. Tingkat kebenaran (akurasi) dari metode klasifikasi terbimbing ditentukan oleh beberapa faktor yaitu : Keterwakilan semua karakteristik alamiah tiap penutupan lahan pada citra melalui area contoh yang terpercaya Tingkat keterpisahan kelas penutupan lahan secara spektral yang ditentukan berdasarkan teknik klasifikasi yang dipergunakan. 3.3.5.1 Penentuan Area contoh Dalam tahapan ini analis mengidentifikasi area contoh yang mewakili dari setiap penutupan lahan yang diinginkan dan membangun suatu deskripsi numerik dari spektral tiap penutupan lahan tersebut (Lillesand dan Kiefer 1994). Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan data yang didapatkan dari pemeriksaan lapangan kemudian dilakukan penentuan dan pemilihan lokasi-lokasi area contoh (training area) untuk pengambilan informasi statistik tipe-tipe penutupan lahan. Informasi statistik dari setiap tipe penutupan lahan akan digunakan untuk menjalankan fungsi akurasi. Informasi statistik yang diambil adalah nilai rata-rata, simpangan baku, nilai digital minimun dan maksimum, serta matriks varian-kovarian untuk setiap tipe penutupan lahan. Tahap terpenting dalam klasifikasi terbimbing ini adalah tahap penamaan piksel (labelling) yang diperoleh dari data training area. Tahap ini juga mencakup pemeriksaan lapangan (field check) atau dengan bantuan data rujukan lain seperti potret udara atau peta topografi. Sekali piksel terpilih, maka analis kemudian memerintahkan komputer untuk mengklasifikasi atau memberikan label/nama 28 seluruh piksel pada citra berdasarkan nilai statistik masing-masing kelas yang terpilih dari traning area. Jumlah training area yang dibuat adalah sebanyak jumlah kategori atau kelas yang didefinisikan. Secara teori jumlah piksel yang diambil untuk mewakili masing-masing kelas adalah sebanyak band (N) yang digunakan ditambah satu (N+1), hal tersebut untuk menghindari matrik ragam peragam singular yang matriks kebalikannya tidak bisa dihitung. Pada prakteknya jumlah piksel yang digunakan untuk setiap kelas adalah 10N bahkan 100N, (Swain and Davis 1978 dalam Jaya 2006), dimana N adalah jumlah saluran yang digunakan. 3.3.5.2 Metode Kemungkinan Maksimum (Maximum Likehood Method) Menurut Jaya (2006) metode ini adalah metode klasifikasi yang paling banyak digunakan, dimana DN pada k band untuk setiap kelas mewakili pengamatan yang bebas (indepndent), dan populasi yang digambarkan mengikuti distribusi normal-peubah ganda (multivariate-normal distribution). Metode ini menghasilkan hasil klasifikasi yang lebih akurat pada mekanisme evaluasi terhadap jarak dan variasi statistik untuk pemisahan setiap kelasnya (Venkateswarlu dan Singh 1995 dalam Hidayat 2002). Metode ini mengelompokan piksel yang belum diketahui identitasnya berdasarkan vektor rata-rata dan matriks ragam peragam dari setiap pola spektral kelas informasi. Piksel dimasukan menjadi salah satu kelas yang memiliki probabilitas (peluang) yang tinggi. 3.3.6 Analisis Separabilitas Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang memberikan informasi mengenai evaluasi keterpisahan area contoh (traning area) dari setiap kelas, apakah suatu kelas layak digabung atau tidak dan juga kombinasi band terbaik untuk klasifikasi. Pengujian terhadap traning area dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Transformasi Divergensi (TD). Metode ini digunakan untuk mengukur tingkat keterpisahan antar kelas. Nilai TD antara kelas i dan j dapat diketahui dengan rumus di bawah ini : 29 [ ( )] [( ) T Dij = 0.5 Tr (Ci − Cj ) Ci −1 − Cj −1 + 0.5Tr Ci −1 + Cj −1 (µi − µj )(µi − µj ) ]   − Dij   TDij =20001 − exp    8    Dengan : i,j : Dua kelas yang dibandingkan Ci : Matrik peragam kelas ke-i Mi : Vektor rata-rata kelas ke-i Tr : Teras matriks -1, T : Operasi invers dan transpose matrik Dij : Jarak antara kelas ke i dan kelas ke j : Separabilitas antar kelas i dengan kelas j TDij Transformasi divergensi mempunyai batas nilai 0-2000, adapun kriteria yang digunakan dalam memisahkan antar kelas dari nilai transformasi divergensi menurut jaya (2006) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kriteria tingkat keterpisahan Nilai Transformasi Keterpisahan (Tdij) 2000 1900 – 1999 1700 1899 1601 – 1699 TDij < 1600 Keterangan Sempurna keterpisahannya (Excellent) Sangat baik keterpisahannya (Good) Baik keterpisahannya (Fair) Cukup baik keterpisahannya (Poor) Tidak terpisahkan (Inseparable) Sumber : Jaya, 2006 3.3.7 Analisis Penilaian Akurasi Penetapan akurasi dari klasifikasi citra sangat penting untuk mengevaluasi kualitas peta yang dikembangkan dari data penginderaan jauh. Keakuratan klasifikasi diperoleh dari perbandingan antara jumlah piksel yang dikelaskan secara benar pada setiap kelas dengan jumlah contoh yang digunakan. Evaluasi ini menguji tingkat keakuratan secara visual dari hasil klasifikasi terbimbing dengan menggunakan titik-titik kontrol lapangan untuk uji akurasi. Titik-titik lain yang ditentukan sebanyak kalas-kelas yang telah ditetapkan dalam klasifikasi pada lokasi diluar area contoh yang telah digunakan sebelumnya. 30 Keakuratan hasil accuracy assessment dinyatakan dengan nilai user’s accuracy, producer’s accuracy, dan nilai kappa accuracy. Evaluasi akurasi terhadap besarnya kesalahan klasifikasi area contoh untuk menentukan besarnya persentase ketelitian pemetaan. Evaluasi ketelitian pemetaan meliputi jumlah piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah, pemberian nama kelas secara benar, persentase banyaknya piksel dalam masing-masing kelas serta persentase kesalahan total. Akurasi ketelitian pemetaan diuji dengan membuat matriks contingency yang lebih sering disebut dengan matriks kesalahan (confusion matrix). Adapun bentuk dari matriks kesalahan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Matriks kesalahan (confusion matrix) Data acuan (Training Area) A Diklasifikasikan ke kelas (data kelas di peta) A B C D Xii B C ..... D Total baris Xk+ Producer’s Accuracy Xkk / Xk+ Xkk Total kolom X+k N User’s accuracy Xkk/X+k Sumber : Jaya, 2006 Akurasi yang biasa dihitung berdasarkan tabel di atas antara lain, User’s accuracy, Producer’s Accuracy dan overall accuracy. Secara matematis jenisjenis akurasi diatas dapat dinyatakan sebagai berikut : User ' s accuracy = X kk x 100% X +k Pr oducer' s accuracy = X kk x 100% X k+ r ∑X Overall accuracy = k N kk x 100 % 31 Nilai akurasi yang paling banyak digunakan adalah akurasi Kappa, karena nilai ini memperhitungkan semua elemen (kolom) dari matriks. Secara matematis akurasi Kappa dinyatakan sebagai berikut : r N ∑ X kk − Kappa (k ) = k r ∑X k+ X +k k r N − ∑ X k+ X k+ x 100% 2 k Dimana : N : Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan X+k : Jumlah total piksel per kolom Xk+ : Jumlah total piksel per kelas 32 Mulai • • • • • Pengumpulan data Citra Quickbird 2003 Peta Administrasi Kabupaten Bogor tahun 2005 Peta Jaringan Jalan Peta Sungai Peta Penutupan lahan tahun 2003 dan 2005 Pra pengolahan Citra • Import data (dari format Geo Tiff ke format .img) • Koreksi Geometrik • Mozaic • Cropping Ground check Interpretasi visual citra (Klasifikasi Kualitatif) • Digitasi “on screen” • Labeling/attributting Hasil Klasifikasi Kualitatif Reklasifikasi Pengolahan Citra (Klasifikasi kuantitatif) • Penentuan area contoh • Klasifikasi metoda maximum likelihood Analisis separabilitas Analisis akurasi Hasil klasifikasi kuantitaif Selesai Gambar 3 Alur tahapan penelitian BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Kecamatan Rumpin terletak pada koordinat geografis 6°36’- 6°55’ Lintang Selatan dan 106°60’-106°69’ Bujur Timur di wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Dengan luas 13.648,13 Ha. Kecamatan Rumpin dibatasi oleh beberapa wilayah yaitu : Sebelah Utara : Provinsi Banten. Sebelah Selatan : Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Leuwiliang Sebelah Timur : Kecamatan Gunung Sindur dan Kecamatan Parung. Sebelah Barat : Kecamatan Parung Panjang dan Kecamatan Cigudeg. Secara administratif Kecamatan Rumpin meliputi 13 desa yaitu Desa Cibodas, Desa Cidokom, Desa Cipinang, Desa Gobang, Desa Kampungsawah, Desa Kertajaya, Desa Leuwibatu, Desa Mekarsari, Desa Rabak, Desa Rumpin, Desa Sukamulya, Desa Sukasari, dan Desa Tamansari. Adapun luasan administratif dari tiap-tiap desa dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Luasan administratif tiap Desa di Kecamatan Rumpin No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Desa Cibodas Cidokom Cipinang Gobang Kampungsawah Kertajaya Leuwibatu Mekarsari Rabak Rumpin Sukamulya Sukasari Tamansari Total Luasan (ha) 830,78 1.263,72 1.200,89 1.224,41 819,36 535,35 1.411,33 560,28 1.599,91 601,53 1.267,60 1.304,83 1.028,13 13.648,12 Sumber : Peta batas administrasi 2005, Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bogor 34 Gambar 4 Peta batas administrasi 34 35 4.2 Kondisi Fisik 4.2.1 Iklim Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, Kecamatan Rumpin termasuk dalam iklim A yaitu daerah yang sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropik dengan rata-rata jumlah bulan kering adalah dua dan jumlah bulan basah adalah sepuluh. Sedangkan berdasarkan pembagian tipe iklim Koppen Kecamatan Rumpin termasuk kedalam tipe iklim Af, yaitu dengan daerah iklim hujan tropik dengan suhu rata-rata bulan terpanas > 22,2ºC. Curah hujan tahunan berkisar antara 2500 - 3000 mm dengan suhu rata-rata 26,3ºC dan kelembaban rata-rata 81,3%. 4.2.2 Tanah dan Geologi Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengolahan Peta Tanah Tinjau Kabupaten Bogor tahun 2005, terdapat beberapa jenis tanah di Kecamatan Rumpin, dengan jenis tanah yang memiliki luasan terbesar yaitu asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan (51,36%) dan kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat kemerahan dan litosol (21,06%). Kedalaman tanah di Kecamatan Rumpin juga memiliki variasi antara kurang dari 60-90 cm sampai lebih dari 90 cm seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Luasan jenis tanah di Kecamatan Rumpin No. Jenis tanah 1 Aluvial 2 Asosiasi Latosol merah dan latosol coklat kemerahan 3 asosiasi Latosol coklat dan regosol 4 Kompleks Latosol merah kekuningan latosol coklat kemerahan dan litosol 5 SNG Total Luas (ha) 143,03 Persentase (%) 25,54 287,57 0,93 51,36 0,17 117,93 10,51 559,96 21,06 1,88 100 Sumber : Peta jenis tanah Kabupaten Bogor, Badan Perencanaan Daerah Kabupaten, Bogor Secara geologis sebagian besar lahan Kecamatan Rumpin tersusun dari batuan endapan permukaan (52,43%), gunung api muda berupa endapan breksi, lahar, lava, tufa (36,60%), batu gamping (6,14%) dan batuan tersier (4,83%) yang dapat dilihat pada Tabel 7. 36 Tabel 7 Jenis batuan induk di Kecamatan Rumpin No. 1 2 3 4 Batuan Batu gamping Batuan tersier Endapan permukaan Gunung api muda Total Luas (ha) 33,94 26,65 289,63 202,17 552,39 Persentase (%) 6,14 4,83 52,43 36,6 100 Sumber : Peta Sebaran Geologi Kabupaten Bogor, Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bogor 4.2.3 Topografi Kecamatan Rumpin mempunyai ketinggian yang sangat bervariasi yaitu antara <100 – 500 mdpl. Karakteristik topografi Kecamatan Rumpin secara umum berada pada daerah dengan kemiringan lereng beragam. Wilayah dengan kelerengan datar (0-8%) memiliki luasan terbesar yakni meliputi 65,70% dari total wilayah, diikuti wilayah dengan kelerengan landai (8-15%) sebesar 21,4% dari total wilayah, agak curam (15-25%) sebesar 11,84% dari total wilayah, curam (25-45%) sebesar 11,45% dari total wilayah dan sangat curam 0,28% dari total wilayah yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Kelas lereng dan luasannya di Kecamatan Rumpin No. 1 2 3 4 5 Kelas lereng (%) 0-8 8-15 15-25 25-45 >45 Total Luas (ha) 832,61 136,05 150,12 145,09 3,50 1.267,37 Persentase (%) 65,70 10,74 11,84 11,45 0,28 100 Sumber : Peta kelas lereng Kabupaten Bogor, Badan Perencanaan Daerah Kabupaten, Bogor 4.2.4 Penutupan Lahan Menurut data dari Badan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bogor tahun 2005, penutupan lahan di Kecamatan Rumpin menunjukkan bahwa kawasan kebun campuran/semak belukar merupakan bentuk penutupan lahan yang terluas yaitu meliputi luasan lebih kurang 855,72 ha (67,51% dari luas total wilayah). Penggunaan lahan lain yang relatif luas adalah hutan/vegetasi lebat sebesar 228,38 ha (18,02% dari luas total wilayah) dan pemukiman sebesar 72,77 37 ha (5,74% dari luas total wilayah). Untuk lebih jelasnya tipe penutupan lahan di Kecamatan Rumpin dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Penutupan lahan Kecamatan Rumpin tahun 2005 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tipe penutupan lahan Awan Badan-badan air Bayangan awan Hutan/vegetasi lebat Kawasan Industri Kebun campuran/semak belukar Lahan-lahan kosong Perkebunan Permukiman/perkampungan Sawah irigasi Total Luas (ha) 1,67 2,64 2,71 228,38 2,03 855,72 28,98 44,70 72,77 28,03 1.267,63 Persentase (%) 0,13 0,21 0,21 18,02 0,16 67,51 2,29 3,53 5,74 2,21 100 Sumber : Peta tutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 2005, Badan Perencanaan Daerah Kabupaten, Bogor 4.3 Kependudukan Pada tahun 2005 jumlah penduduk di Kecamatan Rumpin adalah 113.330 jiwa yang terdiri 57.097 jiwa laki-laki dan 56.233 jiwa perempuan, dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 1.418 jiwa/km2. Di Kecamatan Rumpin tercatat jumlah rumah tangga yang ada mencapai 23.746 keluarga, dengan 400 Rukun Tetangga (RT). Penduduk di Kecamatan Rumpin terdiri dari penduduk asli dan pendatang. Para pendatang umumnya berasal dari kota (bukan dari desa-desa sekitar Rumpin), seperti Jakarta. Mereka pada umumnya datang ke Rumpin untuk bekerja atau membeli lahan di Rumpin. Oleh karena itu budaya asli Rumpin pada saat kini tidak begitu kentara (yakni budaya etnis Sunda-Betawi, mengingat letak Rumpin berbatasan dengan Jakarta dan Tanggerang). Berdasarkan pola penguasaan lahan dapat dilihat adanya pelapisan sosial dalam masyarakat di Kecamatan Rumpin. Sistem pelapisan tersebut didasarkan pada perbedaan kemampuan ekonomi (pekerjaan) masyarakat Rumpin, di mana ada yang bekerja sebagai buruh tani, pedagang dan pemilik usaha. Sistem pelapisan ini bersifat terbuka (achived status) karena seseorang dapat berpindah 38 posisi dari satu lapisan ke lapisan lainnya. Seorang pedagang yang berhasil dapat membeli lahan dan menjadi pemilik usaha. Begitu juga sebaliknya pemilik lahan yang menjual lahannya dan kini hanya menjadi buruh tani. Di Kecamatan Rumpin hingga tahun 2005 fasilitas peribadatan berupa Masjid berjumlah 114 buah dan Musholla 99 buah, gereja Katolik 1 buah, dan Vihara 1 buah. Sedangkan jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut pada tahun 2005 terdiri dari pemeluk agama Islam sebanyak 111.858 jiwa, Katolik sebanyak 109 jiwa, Protestan sebanyak 212 jiwa, Hindu sebanyak 1.655 jiwa dan pemeluk agama Budha sebanyak 2.154 jiwa (Kabupaten Bogor dalam Angka 2006). Kerukunan hidup antar umat beragama tumbuh dan berkembang dengan baik, terlihat dari tidak adanya kasus kerusuhan sosial yang bernuansa agama ataupun potensi konflik yang muncul akibat dari isu SARA. Sarana pendidikan yang terdapat di Kecamatan Rumpin terdiri dari 62 SD Negeri, 1 SD Swasta, 2 SLTP Negeri, 8 SLTP Swasta, 1 SLTA Negeri, 5 SLTA Swasta, 15 Madrasah Ibtidaiyah, 4 Madrasah Diniah dan 6 Madrasah Tsanawiyah. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Citra Quickbird daerah penelitian Data penginderaan jauh yang langsung diterima stasiun bumi dari sensor satelit masih mengandung beberapa kesalahan (distorsi), sehingga perlu dilakukan perbaikan lebih lanjut oleh analis (user’s) sesuai dengan maksud dan tujuan pemprosesan data dan informasi yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini perbaikan/koreksi terhadap kesalahan tersebut dilakukan pada tahap pengolahan awal citra (pre-image processing). Pengolahan awal citra merupakan tahap awal dari pengolahan citra satelit Quickbird untuk meningkatkan kualitas data citra dengan lokasi Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Untuk itu koreksi terhadap distorsi atau kesalahan data perlu dilakukan sebelum data dianalisa lebih lanjut. Distorsi atau kesalahan geometrik ini tidak tampak secara nyata dalam citra, namun kesalahan akibat posisi geometris dapat berakibat fatal karena dapat menyebabkan terjadinya kesulitan dalam melakukan pengecekan lapang terhadap obyek yang tampak pada citra, distorsi ukuran luas, kesulitan pada proses integrasi citra dengan sumber yang lain dan tidak memungkinkan dilakukannya perbandingan piksel demi piksel (Jaya 1997). Koreksi geometrik merupakan salah satu dari proses dalam prapengolahan citra yang harus dilakukan sebelum citra asli digunakan lebih lanjut. Koreksi ini dilakukan dengan merektifikasi citra menggunakan peta vektor sebagai acuan. Sejumlah titik-titik kontrol tersebar merata ditentukan pada peta sungai skala 1:25.000 sebagai koordinat reference. Didaerah penelitian terdapat 2 scene Citra Satelit Quickbird, sehingga untuk menampilkan visualisasi daerah penelitian secara utuh maka dilakukan proses mozaic. Pada proses mozaic dilakukan penggabungan citra (citra 000 dan 001) menjadi satu citra. Untuk dapat melakukan proses ini kedua citra sudah harus terkoreksi secara geometrik terlebih dahulu. Proses mozaic citra dapat dilihat pada Gambar 5. 40 Gambar 5 Proses mozaic citra Setelah proses koreksi citra dan mozaic citra kemudian dilakukan pembatasan areal penelitian yaitu pemotongan citra (Cropping) sesuai dengan batasan areal penelitian yaitu Kecamatan Rumpin. Pemotongan citra ini selain agar dapat memfokuskan pada areal yang akan diamati juga dapat mengurangi kapasitas data agar pengolahan data atau processing dapat dilakukan lebih cepat daripada data yang tidak dipotong. Pada software ERDAS (pengolah data citra) istilah cropping disebut juga dengan subset citra. Hasil cropping/subset citra dapat dilihat pada gambar 6. Berdasarkan gambar 6 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan luas awal pada Citra Satelit Quickbird dan peta administrasi. Luas Kecamatan Rumpin sebesar 13.648,13 ha tetapi Citra Satelit Quickbird yang ada hanya mempunyai luas 6.031.199 ha. Gambar 6 Citra Quickbird di Kecamatan Rumpin setelah proses mozaic dan cropping. 41 5.2 Interpretasi visual citra Analisis penampakan obyek-obyek yang ada pada citra dilakukan dengan menggunakan kombinasi band 1-2-3 (blue, green, red). Kombinasi ini memberikan tampilan citra seperti kondisi sebenarnya sehingga dengan resolusi yang tinggi akan lebih mempermudah dalam deteksi dan identifikasi secara visual tampilan obyek yang ada pada citra. Hasil analisis perbedaan warna, pola dan tekstur yang tampak pada Citra Quickbird, maka jenis penutupan/penggunaan lahan di Kecamatan Rumpin yang dapat diidentifikasi adalah sebanyak 19 kelas termasuk awan dan bayangan awan. Namun demikian keakuratan atas interpretasi ini harus tetap dibuktikan kebenarannya melalui pengamatan langsung dilapangan. 5.3 Pengambilan data lapangan Untuk memeriksa kebenaran obyek dan posisi geografis obyek dilapangan dilakukan pengambilan titik-titik kontrol lapangan dengan menggunakan GPS. Titik-titik kontrol ini kemudian digunakan sebagai acuan untuk training area dan titik uji akurasi pada proses klasifikasi. Dari pengamatan ini dapat diketahui titiktitik kontrol lapangan (Lampiran 1) untuk memastikan obyek-obyek dilapangan sesuai dengan penampakannya di citra. Hasil pengamatan lapangan terhadap kondisi penutupan lahan dilokasi penelitian (Kecamatan Rumpin) dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Deskripsi titik-titik pengamatan lapangan dari kondisi penutupan lahan di Kecamatan Rumpin No. Titik Lapangan Jenis Penutupan Keterangan lahan 1 AT Mesjid Tempat ibadah (masjid), berada pada topografi yang datar. Terletak di tepi jalan dan bangunannya terlihat jelas dengan bentuk yang berbeda dari keadaan bangunan disekitarnya. 2 C1, C2, C3 Sungai Sungai Cisadane yang berada di tepi sawah. Di tepi-tepi sungai terdapat vegetasi baik kebun campuran, sawah maupun pohon-pohon yang ditanam di tepi-tepi sungai. 42 No. Titik Lapangan 3 J1, J2 Jenis Penutupan lahan Jalan 4 5 JMBT V1, V2 Jembatan Hutan 6 SM Semak belukar 7 8 KRT1, KRT3 P1, P2 9 10 BMB3 KLP1, KLP2 Tegakan bambu Perkebunan kelapa 11 BA1,BA2, BA3, BA4 Badan air 12 RW1,RW2 Rawa 13 KC1,KC2,KC3, KC4,KC5,KC6 Kebun campuran 14 TGLN Tegalan KRT2, Perkebunan karet Pemukiman Keterangan Merupakan jalan beraspal, jalan raya, jalan utama. Jembatan yang terbuat dari Beton. Suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan yang didominasi pepohonan Semak belukar, suatu lokasi yang terdiri dari campuran antara jenisjenis seperti rumput-rumputan, alang-alang, kirinyuh dan tumbuhan bawah lainnya. Pada umumnya semak belukar merupakan tumbuhan kecil sampai sedang, tidak mempunyai batang yang jelas, banyak cabang, dan memiliki penutupan lahan yang rapat dan relatif sedang. Perkebunan karet yang banyak tumbuh rapat di tepi jalan. Kawasan Pemukiman dengan jarak antar pemukiman satu dengan yang lainnya berdekatan, tersusun dengan teratur dan terpusat pada suatu tempat. Tanaman bambu muda Penutupan lahan yang berupa perkebunan dengan tanaman pokok kelapa, dan tumbuh di kanan kiri jalan. Daerah atau lokasi yang tergenang air tanpa ada vegetasi yang menaunginya. Daerah yang tergenang air yang permukaannya berwarna hijau tua karena banyak terdapat vegetasi yang menutupi sebagian dari permukaan air tersebut. Kebun campuran, terdiri dari kombinasi tanaman seperti pisang, singkong, melinjo, angsana, rambutan, nangka, pepaya, nanas, alpukat. Pertanian lahan kering berupa tanaman pangan yaitu pisang, singkong (dominan) 43 No. Titik Lapangan 15 TA1,TA2,TA3 16 PR1,PR2,PR3 17 AK1,AK2 18 PL 19 SGN 20 SW1,SW2 21 BG 22 23 TA4 K1,K2 Jenis Penutupan lahan Tanah kosong Keterangan Berupa tanah kosong yang tidak ditumbuhi oleh vegetasi apapun. Padang rumput Lapangan yang ditumbuhi oleh rumput yang sangat mendominasi. Tegakan akasia Merupakan tegakan akasia yang relatif homogen dengan areal tidak begitu luas, terletak di tepi jalan di kawasan Balai Diklat Kehutanan Bogor. Tegakan pulai Merupakan tegakan pulai dengan areal tidak begitu luas terletak di tepi jalan. Tegakan sengon Merupakan tegakan sengon yang relatif homogen. Sawah Kawasan pertanian lahan basah berupa padi dengan luasan yang cukup besar. Bangunan Diklat Bangunan Balai Diklat Kehutanan Kehutanan Bogor Tanah rusak Tanah rusak Industri/kantor/ Kawasan yang terdiri dari pabriksekolah pabrik, kantor dan sekolah dan terpusat disuatu tempat, berada di pinggir jalan. Berdasarkan interpretasi citra secara visual dan pengamatan kebenaran obyek-obyek di lapangan tersebut, maka penutupan lahan yang terdapat pada citra dapat teridentifikasi sebanyak 19 kelas yaitu Awan, bayangan awan, danau/empang, kebun campuran, perkebunan kelapa, padang rumput, pemukiman, tanah rusak, rawa, sawah, semak belukar, sungai, tanah kosong, tegakan akasia, perkebunan karet, tegakan pulai, jalan, industri/kantor/sekolah dan hutan. Karakteristik tutupan lahan pada citra dan di lapangan dapat dilihat pada Gambar 7. 1a 1b 44 2a Gambar 7 2b 3a 3b 4a 4b 5a 5b (lanjutan) Kelas penutupan lahan di Kecamatan Rumpin, (a) penampakan pada Citra Satelit Quickbird; (b) Penampakan di lapangan. Jenis tutupan lahan (1) sawah; (2) pemukiman; (3) kebun campuran; (4) sungai; (5) danau; (6) hutan; (7) padang rumput; (8) perkebunan karet; (9) tanah kosong; (10) tanah rusak; (11) perkebunan kelapa; (12) jalan; (13) semak belukar; (14) rawa; (15) tegakan akasia; (16) tegakan pulai. 45 6a Gambar 7 6b 7a 7b 8a 8b 9a 9b (lanjutan) Kelas penutupan lahan di Kecamatan Rumpin, (a) penampakan pada Citra Satelit Quickbird; (b) Penampakan di lapangan. Jenis tutupan lahan (1) sawah; (2) pemukiman; (3) kebun campuran; (4) sungai; (5) danau; (6) hutan; (7) padang rumput; (8) perkebunan karet; (9) tanah kosong; (10) tanah rusak; (11) perkebunan kelapa; (12) jalan; (13) semak belukar; (14) rawa; (15) tegakan akasia; (16) tegakan pulai. 46 10a Gambar 7 10b 11a 11b 12a 12b 13a 13b (lanjutan) Kelas penutupan lahan di Kecamatan Rumpin, (a) penampakan pada Citra Satelit Quickbird; (b) Penampakan di lapangan. Jenis tutupan lahan (1) sawah; (2) pemukiman; (3) kebun campuran; (4) sungai; (5) danau; (6) hutan; (7) padang rumput; (8) perkebunan karet; (9) tanah kosong; (10) tanah rusak; (11) perkebunan kelapa; (12) jalan; (13) semak belukar; (14) rawa; (15) tegakan akasia; (16) tegakan pulai. 47 14a Gambar 7 14b 15a 15b 16a 16b (lanjutan) Kelas penutupan lahan di Kecamatan Rumpin, (a) penampakan pada Citra Satelit Quickbird; (b) Penampakan di lapangan. Jenis tutupan lahan (1) sawah; (2) pemukiman; (3) kebun campuran; (4) sungai; (5) danau; (6) hutan; (7) padang rumput; (8) perkebunan karet; (9) tanah kosong; (10) tanah rusak; (11) perkebunan kelapa; (12) jalan; (13) semak belukar; (14) rawa; (15) tegakan akasia; (16) tegakan pulai. 5.4 Klasifikasi Citra (Interpretasi Kuantiatif) 5.4.1 Klasifikasi Terbimbing Proses ini merupakan suatu cara untuk mengelompokan piksel-piksel kedalam kelas-kelas atau kategori yang telah ditentukan secara digital berdasarkan 48 nilai kecerahan (brightness value dan digital number) piksel dari area yang dijadikan sebagai area contoh (training area). Dalam klasifikasi penutupan lahan ini digunakan teknik klasifikasi terbimbing (supervised classification) dengan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood method). Klasifikasi kemungkinan maksimum adalah metode klasifikasi yang paling banyak digunakan dalam sebagian besar terapan klasifikasi citra digital penginderaan jauh, walaupun pada waktu proses pengolahan datanya relatif lebih lama daripada metode klasifikasi lainnya, tetapi metode ini dapat menghasilkan hasil klasifikasi yang lebih akurat pada mekanisme evaluasi terhadap jarak dan variasi statistik untuk pemisahan setiap kelasnya. Metode ini mengelompokan piksel yang belum diketahui identitasnya berdasarkan vektor rata-rata dan matriks ragam peragam dari setiap pola spektral kelas informasi. Piksel dimasukan menjadi salah satu kelas yang memiliki probabilitas (peluang) paling tinggi. 5.4.2 Area Contoh (Training Area) Proses klasifikasi ini dilakukan setelah sebelumnya terlebih dahulu dilakukan pengamatan lapangan untuk menentukan area contoh yang akan digunakan dalam klasifikasi. Area contoh dilapangan ditentukan dengan menggunakan alat GPS. Interpretasi citra secara visual menunjukan obyek-obyek yang perlu diperiksa kebenarannya dilapangan. Kebenaran obyek di peta disesuaikan dengan keadaan sebenarnya dilapangan untuk kemudian menentukan koordinat UTM obyek dilapangan berdasarkan koordinat UTM dari GPS. Titiktitik kontrol lapangan ini merupakan acuan dalam membuat area contoh (training area) pada citra dalam proses klasifikasi. Secara teoritis, jumlah piksel yang perlu diambil untuk mewakili masingmasing kelas adalah sebanyak band (N) yang digunakan ditambah satu (N+1), hal tersebut untuk menghindari matrik ragam peragam singular yang matriks kebalikannya tidak bisa dihitung. Pada prakteknya jumlah piksel yang digunakan untuk setiap kelas adalah 10N bahkan 100N (Swain and Davis 1978 dalam Jaya 2006). Jumlah kelas semula yang didapatkan berdasarkan pengamatan lapangan 49 dan interpretasi visual citra adalah sebanyak 19 kelas. Jumlah piksel contoh yang akan digunakan dalam tahap klasifikasi bisa dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Kelas dan jumlah piksel pada klasifikasi awal citra No Kelas Jumlah piksel 1. Awan 1.611 2. Bayangan awan 1.111 3. Sawah 354 4. Tanah kosong 113 5. Hutan 933 6. Padang rumput 108 7. Sungai 294 8. Jalan 379 9. Industri/kantor/sekolah 163 10. Tegakan pulai 149 11. Danau/empang 276 12. Rawa 157 13. Tegakan akasia 229 14. Semak belukar 316 15. Pemukiman 305 16. Perkebunan karet 531 17. Perkebunan kelapa 733 18. Tanah rusak 19. Kebun campuran Total piksel 1.469 440 9.671 Dalam kelas-kelas tersebut terdapat kelas-kelas yang tidak teramati dilapangan namun terdapat pada citra, yaitu kelas awan dan kelas bayangan awan. Kelas awan dan bayangan awan masuk kedalam area contoh karena tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kemampuan Citra Satelit Quickbird dalam membedakan keterpisahan antar obyek baik secara spasial maupun spektral. 50 Sehingga diharapkan dapat diketahui kemampuan citra untuk memisahkan obyek yang satu dengan yang lainnya. 5.4.3 Analisis Separabilitas Pengelompokan menjadi 19 kelas secara visual ternyata belum dapat memberikan keterpisahan kelas yang optimal berdasarkan nilai rata-rata digital number masing-masing kelas. Analisis tingkat keterpisahan (separabilitas) menunjukan statistik antar kelas berdasarkan rata-rata digital number tiap kelas penutupan lahan untuk melihat apakah kelas tersebut layak digabung atau tidak. Dari 19 kelas pada klasifikasi awal tersebut terbagi kedalam beberapa tingkat keterpisahan dan diantaranya terdapat kelas-kelas yang secara statistik tidak terpisahkan dan kurang baik keterpisahannya (poor), yaitu kelas-kelas yang memiliki tingkat keterpisahan dan diantaranya terdapat kelas-kelas yang memiliki tingkat keterpisahan <1700 berdasarkan ukuran jarak keterpisahan transformed divergence. Tingkat keterpisahan yang kurang baik sampai tidak terpisahkan tersebut dapat mengurangi nilai akurasi dalam proses klasifikasi. Klasifikasi ini mengelompokan kedalam kelas-kelas yang memiliki tingkat keterpisahan 1700-2000 (baik - sempurna) untuk mendapatkan nilai akurasi yang baik. Dengan melihat tabel tingkat keterpisahan (separabilitas) dari masingmasing kelas tersebut (tabel 13) dapat diketahui bahwa beberapa kelas yang memiliki tingkat keterpisahan <1700 (tidak terpisahkan dan kurang baik keterpisahannya). Kelas-kelas yang memiliki tingkat keterpisahan yang tidak terpisahkan dan kurang baik keterpisahannya dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12 Nilai keterpisahan (separabilitas) tutupan lahan < 1700 pada klasifikasi awal citra No 1 2 3 4 5 6 Kelas tutupan lahan Rawa dengan tegakan akasia Tegakan akasia dengan semak belukar Rawa dengan perkebunan karet Tegakan akasia dengan perkebunan karet Jalan dengan perkebunan kelapa Tegakan akasia dengan kebun kelapa 51 No 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Kelas tutupan lahan Semak belukar dengan perkebunan kelapa Jalan dengan tanah rusak Tegakan akasia dengan kebun campuran Semak belukar dengan kebun campuran Perkebunan karet dengan kebun campuran Perkebunan kelapa dengan kebun campuran Jalan dengan industri/kantor/sekolah Tanah rusak dengan industri/kantor/sekolah Jalan dengan hutan Rawa dengan hutan Tegakan akasia dengan hutan Perkebunan kelapa dengan hutan Kebun campuran dengan hutan Perkebunan Karet dengan hutan Jalan dengan tegakan pulai Rawa dengan tegakan pulai Tegakan akasia dengan tegakan pulai Semak belukar dengan tegakan pulai Perkebunan karet dengan tegakan pulai Perkebunan kelapa dengan tegakan pulai Kebun campuran dengan tegakan pulai Hutan dengan tegakan pulai Tingkat keterpisahan yang kurang baik dan tidak terpisahkan antara beberapa kelas tersebut membuat perlu dilakukannya kembali pengelompokan kelas-kelas yang homogen dari-19 kelas penutupan lahan tersebut untuk mendapatkan ketelitian dan nilai akurasi yang baik. 52 Tabel 13 Analisis separabilitas dari 19 kelas klasifikasi penutupan lahan data citra satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin KLS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 1 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 0 2 2000 1992,69 1999,86 1999,99 2000 1996,62 1999,95 1999,34 1946,14 2000 2000 1968,14 2000 1999,99 2000 0 3 2000 1992,69 1979,52 1972,88 1979,07 1972,46 1976,32 1982,41 1999,99 1999,22 2000 0 1113,29 1343,43 1285,47 1681,02 4 2000 1999,86 1979,52 1957,75 2000 1744,45 1996,9 1899,12 2000 1982,43 1999,98 2000 0 1529,74 1610,37 1340,02 5 2000 1999,99 1972,88 1529,74 2000 1983,72 2000 1977,83 1996,11 2000 0 1406,92 400,897 1327,14 626,137 1444,81 2000 1900,37 6 2000 2000 1979,07 1957,75 1406,92 1998,75 2000 1997,77 1989,72 1759,15 2000 0 1210,7 1129,75 7 2000 1996,62 1972,46 2000 2000 2000 2000 1991,26 1986,31 2000 1961,8 1982,33 2000 1999,99 2000 0 8 2000 1999,95 1976,32 1610,37 400,897 1900,37 2000 1788,28 1920,49 2000 1999,7 1999,75 2000 1026,11 1682,9 0 9 2000 1999,34 1113,29 1744,45 1327,14 1991,26 1788,28 1868,58 1999,81 1896,41 1871,81 2000 1210,7 1377,68 1351,17 0 10 2000 1946,14 1343,43 1996,9 1983,72 1998,75 1986,31 1920,49 1868,58 1996,82 2000 1999,4 1906,68 2000 770,786 0 11 2000 2000 1982,41 1899,12 626,137 1129,75 2000 2000 1998,4 1999,19 1403,33 2000 1026,11 1377,68 1996,82 0 12 2000 2000 1999,99 2000 2000 2000 1961,8 2000 1999,81 2000 2000 2000 2000 2000 2000 0 13 2000 1968,14 1285,47 1982,43 1977,83 1997,77 1982,33 1992,7 1896,41 770,786 1998,4 2000 1999,96 1905,13 2000 0 14 2000 2000 1999,22 1999,98 1996,11 1989,72 2000 1999,75 1871,81 1999,4 1999,19 2000 1999,96 2000 2000 0 15 2000 1999,99 1681,02 1340,02 1444,81 1759,15 1996,99 2000 1905,13 2000 1999,9 0 1682,9 1351,17 1906,68 1403,33 16 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 1999,94 0 17 2000 1994,02 1996,04 1974,86 1990,32 1998,59 1999,76 1997,18 1884,75 1999,98 1998,99 1997,78 1999,91 1990,74 1996,14 2000 18 2000 2000 1999,99 1999,95 1979,43 1737,68 2000 1989,3 1924,74 2000 1913,48 2000 2000 2000 1987,72 2000 19 2000 1998,13 1999,99 1907,12 2000 1942,4 1905,13 2000 1699,9 1470,66 959,907 738,697 1433,65 700,551 987,2 1365,03 Keterangan kelas klasifikasi penutupan lahan: 1= Awan; 2= Sawah; 3= Jalan; 4= Rawa; 5= Tegakan akasia; 6= Semak belukar; 7= Pemukiman; 8= Perkebunan karet; 9= Perkebunan kelapa; 10= Tanah rusak; 11= Kebun campuran; 14= Padang rumput; 15= hutan; 16= Bayangan awan; 17= Sungai; 18= Danau/empang; 19= Tegakan pulai 17 2000 1994,02 1996,04 1974,86 1990,32 1998,59 1999,76 1997,18 1884,75 1999,98 1998,99 1997,78 1999,91 1990,74 1996,14 2000 0 2000 1851,58 18 2000 2000 1999,99 1999,95 1979,43 1737,68 2000 1989,3 1924,74 2000 1913,48 2000 2000 2000 1987,72 2000 2000 0 1959,57 19 2000 1998,13 1699,9 1470,66 959,907 738,697 1999,99 1433,65 700,551 1907,12 987,2 2000 1942,4 1905,13 1365,03 2000 1851,58 1959,57 0 12= Tanah kosong; 13= Industri/kantor/sekolah; 52 53 Dari 19 kelas penutupan lahan tersebut, digeneralisasikan menjadi 10 kelas berdasarkan kedekatan nilai kecerahan (brightness value dan digital number) piksel, nilai digital number masing-masing tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Nilai digital number 19 tutupan lahan citra satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin Nilai digital number No. Kelas tutupan lahan Band 1 Band 2 Band 3 254,55 254,97 254,95 1 Awan 115,25 100,98 105,51 2 Tanah kosong 114,58 113,58 110,22 3 Tanah rusak 56,66 53,94 61,36 4 Rawa 46,57 53,28 55,2 5 Sungai Semak belukar 56,55 74,57 58,91 6 143,33 102,95 102,57 7 Pemukiman 49,31 56,06 59,06 8 Danau/empang 65,9 75,65 66,87 9 Perkebunan kelapa 108,9 116,59 98,1 10 Kebun campuran 33,37 42,09 39,42 11 Hutan 134,48 83,97 70,66 12 Sawah 129,88 130,42 145,79 13 Industri/kantor/sekolah 136,9 135,59 132,1 14 Jalan 32,34 29,56 33,16 15 Tegakan pulai 6,94 5,76 6,34 16 Bayangan Awan 94,3 98,07 87,08 17 Padang rumput 26,38 45,54 43,2 18 Tegakan akasia 69,75 80,66 73,46 19 Perkebunan karet Agar memudahkan melakukan analisis pengkelasan berdasarkan tingkat kemiripan dari masing-masing ukuran klaster yang digunakan, maka diperlukan suatu teknik untuk menyusun urutan pengelompokan klaster, dari jumlah yang banyak sampai dengan jumlah yang kecil. Kurva yang menggambarkan pengelompokan ini sering disebut dengan dendrogram. Metoda penggambaran yang digunakan adalah metode tetangga terdekat (nearest neighbour method), yaitu metode penggambaran klaster berdasarkan pada jarak terdekat dari anggota klaster. Metode ini sering disebut dengan metoda Single Linkage. Dalam prosesnya, observasi yang mempunyai kemiripan akan dikelompokan sebagai satu klaster, yang dapat dilihat pada tabel 15. 54 Tabel 15 matrik kuadrat jarak Euclidian 19 kelas tutupan lahan kls 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 1 0 2 65450 0 3 60530 181 0 4 117051 7595 9299 0 5 123835 9523 11289 140 0 6 110180 6315 7522 432 567 0 7 58700 801 998 11612 14074 10242 0 8 120062 8523 10186 64 30 395 12932 0 9 103119 4570 5688 587 1010 152 8015 720 0 10 44473 2184 1371 17265 19974 15021 2178 18470 12373 0 11 140692 14540 16719 1164 548 1972 19783 835 2938 48741 0 12 77621 1874 2838 7044 8909 6300 1457 8167 4787 6762 12953 0 13 62765 361 272 8507 10421 7117 1816 9335 5313 1587 15745 3849 0 14 64965 339 188 8004 9734 6042 1391 8739 4500 2375 14698 2471 656 0 15 149378 17209 19761 1981 1251 3275 22523 1661 4387 30929 197 14799 18696 17653 0 16 185223 30633 34003 7821 6216 9960 37308 7105 12025 48311 3113 26520 32623 31099 1931 0 17 78478 787 1187 4026 5301 2771 2668 4574 1718 5064 9118 2083 1302 678 11440 22672 0 18 140765 14855 16902 1317 612 2000 20499 888 3029 27201 75 13917 15769 14873 391 3318 4618 0 19 97474 3510 4445 1032 1620 423 6758 1230 83 10463 3970 4209 4087 3431 5635 14060 1091 4031 0 Keterangan : 1= Awan; 2= Tanah kosong; 3= Tanah rusak; 4= Rawa; 5= Sungai; 6= Semak belukar; 7= Pemukiman; 8= Danau/empang; 9= Perkebunan kelapa; 10= Kebun campuran; 11= Hutan; 12= Sawah; 13= Industri/kantor/sekolah; 14= Jalan; 15= Tegakan pulai; 16= Bayangan awan; 17= Padang rumput; 18= Tegakan akasia; 19= Perkebunan karet 54 55 Berdasarkan tabel 15 maka pengelompokan dari 19 kelas tutupan lahan menjadi 10 kelas tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Pengelompokan 19 kelas tutupan lahan menjadi 10 kelas tutupan lahan berdasarkan kedekatan nilai kecerahan (digital number) No. 10 Kelas Tutupan lahan No. 19 Kelas Tutupan lahan 1. Hutan 1. Hutan 2. Tegakan akasia 3. Tegakan pulai 2. Kebun Campuran 4. Kebun Campuran 3. Sawah 5. Sawah 4. Pemukiman 6. Pemukiman 7. Industri/kantor/sekolah 8. Jalan 5. Lahan terbuka 9. Tanah kosong 10. Tanah rusak 6. Perkebunan 11. Perkebunan kelapa 12. Perkebunan karet 13. Semak belukar 7. Badan air 14. Sungai 15. Danau/empang 16. Rawa 8. Padang rumput 17. Padang rumput 9. Awan 18. Awan 10. Bayangan awan 19. Bayangan awan Jumlah piksel contoh masing-masing kelas tutupan lahan setelah dihomogenkan menjadi 10 kelas dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Kelas dan jumlah piksel Training area dari 10 kelas penutupan lahan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 Kelas tutupan lahan Badan air Sawah Pemukiman Hutan Kebun campuran Perkebunan Lahan terbuka Padang rumput Awan Bayangan awan Jumlah piksel Jumlah piksel 672 354 1.304 808 1.461 1.892 113 108 1.611 1.063 9.386 56 Hasil klasifikasi 10 kelas tutupan lahan ini memiliki tingkat keterpisahan baik sampai dengan sempurna, yaitu memiliki nilai transformasi keterpisahan antara 1700-2000. Nilai separabilitas masing-masing kelas tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 18. 57 Tabel 18 Analisis separabilitas dari 10 kelas penutupan lahan yang memiliki tingkat keterpisahan baik sampai sempurna (1700-2000) KLS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 0 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2 2.000 0 2.000 1.984,1 1.994,65 1.999,88 2000 1.999,9 2.000 2.000 3 2.000 2.000 0 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 4 2.000 1.984,1 2000 0 1.997,1 1.996,91 2000 1.963,27 1.995,54 2.000 5 2.000 1.994,65 2000 1.997,1 0 1.999,87 1.996,91 1.953,21 1.999,67 1.987,55 6 2.000 1.999,88 2000 1.992,43 1.999,87 0 1.826,37 1.816,63 2.000 1.999,99 7 2.000 2.000 2.000 2.000 1.996,91 1.826,37 0 1.817,89 2.000 1.997,98 8 2.000 1.999,9 2.000 1.963,27 1.953,21 1.816,63 1.817,89 0 2.000 1.965,44 9 2.000 2.000 2.000 1.995,54 1.999,67 2.000 2.000 2.000 0 2.000 10 2.000 2.000 2.000 2.000 1.987,55 1.999,99 1.997,98 1.965,44 2.000 0 Keterangan kelas klasifikasi penutupan lahan: 1= Awan; 2= Sawah; 3=Bayangan Awan; 4= Pemukiman; 5= Badan Air; 6= hutan; 7= Kebun Campuran; 8= Perkebunan; 9= Lahan Terbuka; 10= Padang Rumput. 57 58 Pada gambar 8 menyajikan grafik reflektansi spektral dari kelas penutupan lahan, yang menggambarkan keterpisahan kelas-kelas penutupan lahan tersebut. Gambar 8 Grafik nilai rata-rata DN area contoh dari 10 kelas penutupan lahan. Dari hasil pembuatan area contoh ini kelas-kelas bervegetasi seperti padang rumput, kebun campuran, perkebunan, hutan mempunyai karakteristik reflektansi spektral yang hampir seragam, rendah diband 1 dan 3 (spektrum biru dan merah) dan tinggi diband 2 (hijau). Grafik menurun ditunjukan oleh lahan terbuka, badan air, awan, bayangan awan yang rata-rata tidak memantulkan panjang gelombang hijau sekuat vegetasi hijau berklorofil daun. Secara umum DN rata-rata awan yang mencerminkan nilai reflektansi terhadap panjang gelombang, lebih tinggi dibandingkan kelas tutupan lahan lain pada semua panjang gelombang. Sedangkan bayangan awan mempunyai nilai pantulan spektral yang relatif kecil dibandingkan dengan kelas lain pada semua panjang gelombang. 5.5 Uji/Analisis akurasi Analisis ini dilakukan untuk mengetahui ketelitian hasil dari klasifikasi. Metode yang paling umum digunakan untuk mengetahui tingkat akurasi adalah dengan menggunakan matrik kesalahan (confusion matrix) atau disebut juga 59 matrik kontingensi. Menurut Lillesand dan Kiefer (1994), matrik kesalahan adalah materi bujursangkar yang berfungsi untuk membandingkan antara data lapangan dan korespondensinya dengan hasil klasifikasi. Ketelitian tersebut meliputi jumlah piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah, pemberian nama kelas secara benar, persentase banyaknya piksel dalam masing-masing kelas serta persentase kesalahan total. Evaluasi akurasi ini dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan dengan menggunakan matriks kontingensi. Akurasi dapat diartikan seberapa dekat suatu batas mendekati nilai sebenarnya. Dari evaluasi ini nilai-nilai yang dapat diketahui adalah, Producer’s accuracy, User’s accuracy overall accuracy dan Kappa accuracy. Producer’s accuracy dan User’s accuracy adalah dua penduga dari ketelitian keseluruhan (overall accuracy). Producer’s accuracy adalah peluang rata-rata (%) bahwa suatu piksel akan diklasifikasikan dengan benar yang secara rata-rata menunjukan seberapa baik masing-masing kelas dilapangan telah diklasifikasi, ukuran ini juga mencerminkan rata-rata dari kesalahan komisi (commission error) yaitu kesalahan klasifikasi berupa kelebihan jumlah piksel pada suatu kelas yang diakibatkan masuknya piksel dari kelas lain. Sedangkan User’s accuracy adalah peluang rata-rata (%) bahwa suatu piksel dari citra yang terklasifikasi secara aktual mewakili kelas-kelas tersebut di lapangan, ukuran ini mencerminkan rata-rata dari kesalahan omisi (omission error) yaitu kesalahan klasifikasi berupa kekurangan jumlah piksel suatu kelas akibat masuknya pikselpiksel kelas tersebut ke kelas yang lain (Story dan Congalton 1986 dalam Hidayat 2002). Sedangkan overall accuracy adalah suatu persentase yang sama dengan proporsi dari piksel-piksel yang terkelaskan dengan dengan tepat dibagi dengan jumlah total piksel yang diuji. Nilai akurasi yang paling banyak digunakan adalah akurasi kappa, karena nilai ini memperhitungkan semua elemen (kolom) dari matriks. 60 5.5.1 Ketelitian Interpretasi Citra secara kualitatif Hasil interpretasi citra sangat mungkin memiliki kesalahan interpretasi baik itu technical error maupun human error, oleh karena itu untuk mencocokkan tipe penggunaan lahan hasil interpretasi dengan keadaan sebenarnya di lapangan maka dilakukan pengecekkan lapangan (Ground Check) mengenai keadaan lokasi, seperti penggunaan lahan, jenis vegetasi dan lain-lain. Apabila ada kesalahan penamaan pada waktu Interpretasi maka legenda disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Pengamatan dan pengecekkan lapang dilakukan dengan sistem Area Kunci (Key Area) yang dapat mewakili daerah lain yang mempunyai kenampakan yang sama pada citra Quickbird. Untuk mengetahui ketepatan posisi dalam pengamatan dan pengecekkan, dicari referensi obyek-obyek yang jelas pada citra Quickbird. Hasil Ground Check dapat digunakan untuk mengetahui tingkat ketelitian interpretasi citra dalam pengklasifikasian tutupan lahan dan sebagai acuan untuk proses reklasifikasi yang pada akhirnya dapat diketahui kelas dan luas penutupan dan penggunaan lahan di Kecamatan Rumpin yang akurat. Dengan membuat matriks kesalahan (Confusion Matrix), dapat diketahui keakuratan klasifikasi awal. Hasil uji akurasi dapat dilihat pada Tabel 19. 61 Tabel 19 Matriks kontingensi dari 19 kelas tutupan lahan pada klasifikasi secara kualititatif (interpretasi visual) di Kecamatan Rumpin Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Total PA (%) 1 4 4 100 2 2 2 100 3 3 3 100 4 4 4 100 5 2 2 100 6 2 2 100 7 3 3 100 8 2 1 3 66,67 9 2 2 100 10 3 3 100 11 1 1 4 6 66,67 12 4 4 100 13 3 3 100 14 4 4 100 15 3 3 100 16 1 1 100 2 100 17 2 18 3 3 100 19 1 1 100 Total 4 2 3 4 3 2 3 3 2 3 5 4 3 4 3 1 2 3 1 55 100 100 100 100 66,67 100 100 66,67 100 100 80 100 100 100 100 100 100 100 100 UA (%) Keterangan kelas klasifikasi penutupan lahan: 1 = Awan; 2= Sawah; 3= Jalan; 4= Rawa; 5= Tegakan akasia; 6= Semak belukar; 7= Pemukiman; 8= Perkebunan karet; 9 = Perkebunan kelapa; 10= Tanah rusak; 11= Kebun campuran; 12= Tanah kosong;13= Industri/kantor/sekolah; 14= Padang rumput; 15 = hutan; 16= Bayangan awan; 17= Sungai; 18= Danau/empang; 19= Tegakan pulai. 61 62 Dari hasil uji akurasi dapat dihitung Overall Accuracy untuk mengetahui apakah cukup akurat untuk dipakai. Persamaan rumusnya seperti berikut : Overall Accuracy = 5.5.2 ∑ Xkk N x 100 % = 52 x 100 % 55 = 94,55% Ketelitian Interpretasi Citra secara kuantitatif Keakuratan diuji dengan menaksir untuk menentukan kelas-kelas berdasarkan titik-titik uji akurasi yang telah ditentukan pada lokasi lain diluar area contoh secara visual. Hasil uji akurasi terhadap area contoh dapat dilihat dalam bentuk matriks kontingensi pada Tabel 20. 63 Classified Data (Piksel) Tabel 20 Matriks kontingensi dari 10 kelas tutupan lahan pada klasifikasi secara kuantitatif (digital) di Kecamatan Rumpin Reference Data (piksel) KLS Total baris 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1.585 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1.585 2 0 348 0 70 0 0 0 0 0 0 418 3 0 0 1.028 0 0 56 48 0 0 0 1.132 4 25 5 0 874 2 15 0 16 0 0 938 5 0 1 0 170 608 3 19 31 0 20 852 6 0 0 10 144 0 684 30 4 0 0 872 7 0 0 22 0 0 39 1.324 183 0 0 1.568 8 0 0 0 0 64 3 19 1.498 0 0 1.584 9 0 0 0 44 0 0 0 1 113 0 158 10 0 0 0 1 0 8 17 111 0 88 225 Total kolom 1.610 354 1.060 1.304 674 808 1.457 1.844 113 108 9.332 UA (%) 98,45 98,31 96,98 67,02 90,21 84,65 90,87 81,24 100 81,48 PA (%) 100 83,25 90,81 99,89 71,36 78,44 84,44 94,57 71,52 39,11 Keterangan kelas klasifikasi penutupan lahan: 1= Awan; 2= Sawah; 3=Bayangan Awan; 4= Pemukiman; 5= Badan Air; 6= Hutan; 7= Kebun Campuran; 8= Perkebunan; 9= Lahan Terbuka; 10= Padang Rumput 63 64 Dari hasil uji akurasi dapat dihitung Overall Accuracy untuk mengetahui apakah cukup akurat untuk dipakai. Persamaan rumusnya seperti berikut : Overall Accuracy = ∑ Xkk N x 100 % = 8150 x 100 % 9332 = 87,33% Ada dua syarat ketelitian/akurasi sebagai kriteria utama bagi sistem klasifikasi penutupan/penggunaan lahan (Badan Survey Geologi Amerika Serikat/USGS), yaitu : 1. Tingkat ketelitian klasifikasi/interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 %. 2. Ketelitian klasifikasi/interpretasi harus lebih kurang sama untuk beberapa kategori. Interpretasi citra secara kualitatif menunjukan hasil klasifikasi yang lebih baik dibandingkan dengan interpretasi secara kuantitatif dilihat dari nilai akurasi yang dicerminkan oleh nilai overall accuracy dan kappa accuracy. Overall accuracy dan kappa accuracy pada Interpretasi citra secara kualitatif adalah 94,55% dan 94,25% dan pada interpretasi secara kuantitatif adalah 87,33% dan 85,38%. Hasil evaluasi memperlihatkan ternyata masih ada obyek yang cenderung terklasifikasi kedalam kelas lain secara kuantitatif bila dibandingkan dengan interpretasi visual. Namun hasil ini masih memberikan ketelitian yang cukup tinggi karena memenuhi syarat yang ditetapkan oleh USGS yang menyatakan bahwa ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 %. Tabel 20 memperlihatkan bahwa tipe kelas penutupan lahan awan memiliki nilai producer’s accuracy yang terbesar, yaitu 100%. Ini juga memperlihatkan kalau jumlah piksel kelas penutupan awan terklasifikasi dengan baik dilapangan dengan tidak adanya piksel yang terklasifikasi dari dan ke kelas lain. Padang rumput merupakan kelas yang memiliki nilai producer’s accuracy 65 yang paling kecil bila dibandingkan dengan kelas-kelas yang lainnya yaitu sebesar 39,11 %. Hal ini berarti ada penambahan jumlah piksel yang berasal dari sebagian piksel yang terklasifikasi dari kelas lainnya, yaitu yang terbanyak adalah 111 piksel dari kelas perkebunan, 17 piksel dari kelas kebun campuran, 8 piksel dari kelas hutan dan 1 piksel dari kelas pemukiman. Untuk User’s accuracy tanah kosong memiliki nilai akurasi terbesar, yaitu 100%. Hal ini menandakan bahwa piksel area contoh dari kelas tutupan lahan ini tidak ada yang masuk ke kelas lain. Dan yang memiliki nilai User’s accuracy yang paling kecil adalah kelas pemukiman dengan nilai akurasi 67,02 %, karena dari 1.304 piksel kelas tersebut terklasifikasi ke kelas badan air sebanyak 170 piksel, kelas hutan 144 piksel, kelas lahan terbuka 44 piksel dan kelas padang rumput sebanyak 1 piksel. 5.6 Hasil Klasifikasi Citra 5.6.1 Metoda klasifikasi citra secara Kualitatif (interpretasi visual) Hasil klasifikasi citra secara kualitatif (interpretasi visual) didapatkan kelas penutupan lahan yang terdapat pada citra teridentifikasi sebanyak 19 kelas yaitu Awan, bayangan awan, danau/empang, kebun campuran, perkebunan kelapa, padang rumput, pemukiman, tanah rusak, rawa, sawah, semak belukar, sungai, tanah kosong, tegakan akasia, perkebunan karet, tegakan pulai, jalan, industri/kantor/sekolah dan hutan. Luas masing-masing penutupan dan penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Luas setiap kelas tutupan lahan hasil klasifikasi citra secara kualitatif (interpretasi visual) No Kelas Penutupan dan penggunaan lahan Luas (ha) Persentase (%) 1 Awan 94,97 1,58 2 Bayangan awan 21,3 0,35 3 Danau/empang 268,55 4,46 4 Kebun campuran 1.061,39 17,61 5 Perkebunan kelapa 344,69 5,72 6 Padang rumput 168,08 2,79 7 Pemukiman 563,48 9,35 8 Perkebunan karet 506,4 8,4 9 Rawa 208,57 3,46 10 Sawah 405,54 6,72 11 Semak belukar 215,36 3,57 66 No 12 13 14 15 16 17 18 19 Kelas Penutupan dan penggunaan lahan Luas (ha) Sungai 258,11 Tanah kosong 307,43 Hutan 357,32 Industri/kantor/sekolah 288,49 Jalan 246,17 Tanah rusak 324,59 Tegakan pulai 144,36 Tegakan akasia 241,14 Total 6.025,94 Persentase (%) 4,28 5,1 5,93 4,79 4,09 5,39 2,4 4 100 Sumber: Pengolahan citra Quickbird secara kualitatif (interpretasi visual) Tabel 21 menunjukan bahwa tipe penutupan lahan yang memiliki wilayah yang paling luas adalah Kebun campuran. Kebun campuran memiliki luas wilayah mencapai 1.061,39 ha, yang menempati 17,61% dari luas wilayah Kecamatan Rumpin. Sedangkan luasan terkecil dimiliki oleh tegakan pulai yaitu 144,36ha atau 2,4% dari luas wilayah Kecamatan Rumpin. Adapun urutan kelas penutupan lahan yang memiliki luasan dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah kebun campuran, pemukiman, perkebunan karet, sawah, hutan, perkebunan kelapa, tanah kosong, tanah rusak, industri/kantor/sekolah, danau/empang, sungai, jalan, tegakan akasia, semak belukar, rawa, padang rumput, tegakan pulai, awan dan bayangan awan. Peta penutupan lahan hasil interpretasi visual dari Citra Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin dapat dilihat pada Gambar 9. 67 Gambar 9 Peta penutupan lahan hasil klasifikasi secara kualitatif (interpretasi visual). 67 68 5.6.2 Metoda klasifikasi citra secara Kuantitatif (Digital) Hasil klasifikasi citra menggunakan metode kemungkinan maksimum dapat memberikan nilai akurasi yang memenuhi standar klasifikasi yang baik, yaitu dengan nilai akurasi di atas 85 %. Jumlah luasan masing-masing kelas penutupan lahan hasil klasifikasi citra Quickbird ini dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Luas setiap kelas tutupan lahan hasil klasifikasi secara kuantitatif (digital) No. Kelas Penutupan dan Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%) 1 Awan 20,84 0,35 2 Badan Air 233,76 3,88 3 Bayangan Awan 5,27 0,09 4 Kebun Campuran 2.093,23 34,74 5 Padang Rumput 81,18 1,35 6 Pemukiman 321,96 5,34 7 Perkebunan 1.142,10 18,95 8 Sawah 789,31 13,10 9 Tanah Kosong 272,39 4,52 10 hutan 1.065,94 17,69 Total 6.025,97 100 Sumber: Pengolahan citra Quickbird secara kuantitatif (digital) Tabel 22 menunjukan bahwa tipe penutupan lahan yang memiliki wilayah yang paling luas adalah kebun campuran. Kebun campuran memiliki luas wilayah mencapai 2.093,23 ha, yang menempati 34,74% dari luas wilayah Kecamatan Rumpin. Sedangkan luasan terkecil dimiliki oleh Padang rumput yaitu 81,18 ha atau 1,35% dari luas wilayah Kecamatan Rumpin. Luas areal awan dan bayangan awan masing-masing mempunyai luas 20,84 ha dan 5,27 ha merupakan 0,44% dari keseluruhan luasan areal penelitian. Adanya awan yang menutupi suatu areal dapat menghilangkan detil obyek tidak dapat dihindari karena hal ini merupakan salah satu kelemahan dari citra optik. Adapun urutan kelas penutupan lahan yang memiliki luasan dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah kebun campuran, perkebunan, vegetasi lebat, sawah, pemukiman, lahan terbuka, badan air, padang rumput, awan dan bayangan awan. Peta penutupan lahan hasil klasifikasi dari Citra Quickbird di Kecamatan Rumpin dapat dilihat pada Gambar 10. 69 Gambar 10 Peta penutupan lahan hasil klasifikasi secara kuantitatif (digital). 69 70 5.6.3 Analisis Kemampuan Citra Satelit Quickbird Quickbird adalah satelit pelopor pengembangan teknologi penginderaan jarak jauh dengan resolusi tinggi. Dibandingkan dengan data hasil peluncuran satelit-satelit penginderaan jarak jauh sebelumnya data citra satelit Quickbird mempunyai resolusi spasial yang tinggi, yaitu 2,44 m x 2,44 m. Resolusi spasial yang tinggi membuat pengumpulan data sumberdaya bumi dapat tersedia lebih banyak dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Kemampuan ini efektif digunakan untuk penganalisaan wilayah yang memiliki tingkat keheterogenan yang tinggi. Mata manusia hanya bisa membedakan panjang gelombang pada saluran tampak (biru, hijau dan merah) yang dipantulkan oleh obyek sedangkan komputer dapat melakukan analisis yang lebih teliti dibandingkan dengan mata manusia dalam membedakan pantulan spektral obyek yang terekam oleh sensor penginderaan jauh (Lillesand dan Kiefer 1994). Namun pada analisis citra dengan resolusi tinggi (2,44 m x 2,44 m) hal ini dapat berbeda. Dari kajian dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa resolusi spasial yang tinggi memungkinkan untuk melakukan pengamatan terhadap lebih banyak obyek yang heterogen secara visual dibandingkan dengan pengamatan secara kuantitatif yang dianalisis secara otomatis dengan menggunakan komputer berdasarkan pantulan spektral obyek. Hal ini bisa dilihat pada bahasan diawal yang menunjukan hasil pengamatan lapangan dan interpretasi visual citra dapat diidentifikasi menjadi 19 kelas. Sedangkan hasil analisis kuantitatif dari 19 kelas tersebut berdasarkan rata-rata nilai kecerahan masing-masing kelas hanya bisa diidentifikasi sebanyak 10 kelas. Analisis visual merupakan tahap pengumpulan data dan informasi secara kualitatif berdasarkan ciri spasial obyek yang bersangkutan untuk membedakannya dengan yang lain. Bentuk, rona/warna, ukuran, tekstur, pola dan bayangan merupakan beberapa variabel spasial yang dapat digunakan untuk melakukan interpretasi citra secara visual disamping dari dukungan data-data yang tersedia mengenai kondisi wilayah kajian pengamatan untuk analisis secara visual. Secara spektral obyek-obyek tersebut dikelompokan berdasarkan nilai kecerahan kedalam kelas yang sama. Hasil analisis kuantitatif ini dapat dilihat pada tabel analisis separabilitas yang menunjukan tingkat keterpisahan antar kelas 71 berdasarkan nilai rata-rata digital number dari masing-masing obyek. Hasil dari analisis yang hanya dapat memisahkan obyek-obyek menjadi 10 kelas ini tidak dapat memberikan data lebih banyak dibanding hasil analisis secara visual. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan analisis data citra, obyek-obyek yang masih bisa dibedakan secara spasial dengan menggunakan elemen-elemen spasial adalah sebanyak 19 obyek. Ini menunjukan bahwa dengan resolusi spasial yang tinggi sebuah citra hasil penginderaan jauh dapat lebih teliti menganalisis data citra dengan menggunakan elemen-elemen spasial dan data-data lapangan lainnya dibandingkan dengan data dan informasi spektral yang disajikan oleh komputer berdasarkan saluran spektral yang digunakan. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 1. Kesimpulan Kecamatan Rumpin memiliki 19 kelas tipe penutupan lahan yang dapat diidentifikasi berdasarkan klasifikasi secara kualitatif (interpretasi visual) yaitu Awan, bayangan awan, danau/empang, kebun campuran, perkebunan kelapa, padang rumput, pemukiman, industri/kantor/sekolah, rawa, sawah, semak belukar, sungai, tanah kosong, tegakan akasia, perkebunan karet, tegakan pulai, hutan, jalan, dan tanah rusak. Tetapi berdasarkan analisis secara kuantitatif (digital) Kecamatan Rumpin memiliki 10 tipe kelas penutupan lahan yaitu badan air, sawah, pemukiman, vegetasi lebat, kebun campuran, perkebunan, lahan terbuka, padang rumput, awan dan bayangan awan. 2. Interpretasi citra secara kualitatif menunjukan hasil klasifikasi yang lebih baik dibandingkan dengan interpretasi secara kuantitatif dilihat dari nilai akurasi yang dicerminkan oleh nilai overall accuracy dan kappa accuracy. Overall accuracy dan kappa accuracy pada Interpretasi citra secara kualitatif adalah 94,55% dan 94,25% dan Overall accuracy dan kappa accuracy pada interpretasi secara kuantitatif adalah 87,33% dan 85,38%. 3. Hasil evaluasi memperlihatkan ternyata masih ada obyek yang cenderung terklasifikasi kedalam kelas lain secara kuantitatif bila dibandingkan dengan interpretasi visual. Namun hasil ini masih memberikan ketelitian yang cukup tinggi karena memenuhi syarat yang ditetapkan oleh USGS yang menyatakan bahwa ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 %. 73 6.2 1. Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut menggunakan citra dengan resolusi spasial tinggi (Quickbird) untuk mengetahui teknik yang paling baik dalam melakukan klasifikasi secara kuantitatif berdasarkan resolusi yang dimiliki. 2. Diperlukan ketelitian dan kesabaran baik pada saat melakukan dijitasi ataupun pada saat melakukan identifikasi pada citra. DAFTAR PUSTAKA Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2006. Kabupaten Bogor Dalam Angka: 2006. Bogor: Biro Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Candra A. 2003. Identifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis di DAS Ciliwung Hulu Kabupaten/Kota Bogor dengan menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Digital Globe. 2004. Standart Imagery. http://www.Digitalglobe.com/product/ standart_imagery. Shtml [13 September 2007]. Hidayat AT. 2002. Pemilihan Metode yang Paling Cocok untuk Klasifikasi Penutupan Lahan dengan Menggunakan Citra Landsat ETM+ (studi kasus di Kecamatan Sumberjaya Tahun 2000) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Jaya INS. 1997. Penginderaan Jauh Satelit untuk Kehutanan. Bogor: Laboratorium Inventarisasi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Jaya INS. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Kehutanan, Penuntun Praktis menggunakan ArcInfo dan ArcView. Bogor: Laboratorium Inventarisasi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Jaya INS. 2006. Penginderaan Jauh Satelit Kehutanan. Bogor: Laboratorium Inventarisasi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Lillesand TM, RW Kiefer. 1994. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Lo C. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Bambang Purbowiseso, penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia. Nurcahyono, G. 2003. Karakteristik Ruang Terbuka Hijau di jakarta Timur (Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Pengindraan Jauh) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Prahasta E. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Georafis. Bandung: Informatika. Prahasta E. 2002. Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView. Bandung: Informatika. 75 Purwadhi. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Rusdi M. 2005. Perbandingan Klasifikasi Maximum Likelihood dan Object Oriented Pada Pemetaan Penutupan/Penggunaan Lahan: Kasus Kabupaten Gayo Lues, NAD, HTI PT. Wirakarya Sakti Jambi dan Taman Nasional Lore Lindu Slawesi Tenggara [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 77 Lampiran 1. Data Hasil Ground Check X 677782 677915 678481 680902 681683 681762 681344 681341 681508 681447 681082 677746 680945 680878 679540 679416 680186 682336 682013 679290 679022 678946 682729 682684 682642 681528 681562 681593 681003 681749 681188 681010 680494 680954 681211 682218 679169 679033 681654 682553 682775 681145 679347 Y 9288198 9287636 9287732 9288056 9288260 9288321 9290231 9290287 9290501 9290779 9291020 9290469 9291266 9291256 9293135 9293184 9293460 9294260 9294335 9295730 9295827 9295946 9285693 9285646 9285631 928748 9287617 9287902 9287922 9289965 9291230 9291321 9294211 9294151 9294142 9294340 9295766 9295745 9288276 9289004 9285669 9287953 9295534 Keterangan Hutan / vegetasi lebat Hutan / vegetasi lebat Semak Belukar Tegakan Karet Pemukiman Tegakan Bambu Tegakan Karet muda Sawah Kebun Campuran Kebun Kelapa Tanah Kosong Kebun Campuran Badan Air Badan Air Kebun Campuran Rawa Badan Air Sungai Tanah Kosong Kebun Campuran Tegalan Kebun Campuran Tegakan Bambu Tanah Kosong Tegakan Bambu muda Tegakan di diklat Tegakan Akasia Tegakan Pulai Tegakan Karet Kebun Kelapa Padang Rumput Tegakan Sengon Padang Rumput Badan Air Semak Belukar Sawah Padang Rumput Kebun Campuran Tempat ibadah Sungai Cisadane Sungai Cisadane Jalan beraspal Jalan beraspal Simbol V1 V2 SM KRT1 P1 BMB1 KRT3 SW1 KC1 KLP1 TA1 KC2 BA1 BA2 KC3 RW1 BA3 C3 TA2 KC4 TGLN KC5 BMB2 TA3 BMB3 AK1 AK2 PLI KRT2 KLP2 PR1 SGN PR2 BA4 SM SW2 PR3 KC6 AT C1 C2 J1 J2 Desa/Kelurahan Cipinang Cipinang Cipinang Rumpin Rumpin Rumpin Sukasari Sukasari Sukasari Sukasari Sukasari Sukasari TamanSari TamanSari TamanSari TamanSari TamanSari Sukamulya Sukamulya Sukamulya Sukamulya Sukamulya Kampungsawah Kampungsawah Kampungsawah Rumpin Rumpin Rumpin Rumpin Sukasari TamanSari TamanSari Sukamulya Sukamulya Sukamulya Sukamulya Sukamulya Sukamulya Rumpin Rumpin Kampungsawah Rumpin Sukamulya 78 X 682340 681186 678877 681650 678077 681266 681536 Y 9294238 9286733 9295208 9287570 9287947 9291820 9295213 Keterangan Jembatan Pemukiman Rawa Bangunan Tanah Rusak Kantor/industri Kantor/industri Simbol JMBT P2 RW2 BG TA3 K1 K2 Desa/Kelurahan Sukamulya Kampungsawah Sukamulya Rumpin Cipinang TamanSari Sukamulya Lampiran 2. Displai Hasil Klasifikasi secara Kualitatif (Interpretasi Visual) Citra Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin Citra Hasil Klasifikasi secara Kualitatif (Kecamatan Rumpin) Citra Asli: Komposit biru, hijau, merah (Kecamatan Rumpin) 79 Lampiran 3. Tabel Klasifikasi Citra secara Kualitatif 19 Kelas Penutupan Lahan di Kecamatan Rumpin 80 Lampiran 4. Displai Hasil Klasifikasi secara Kuantitatif (Digital) Citra Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin Citra Hasil Klasifikasi secara Kuantitatif Citra Asli : Komposit biru, hijau, merah (Kecamatan Rumpin) (Kecamatan Rumpin) 81 Lampiran 5. Tabel Klasifikasi Citra Quickbird Secara Kualitatif 10 Kelas Penutupan Lahan di Kecamatan Rumpin