klasifikasi penutupan lahan menggunakan citra satelit

advertisement
KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN
MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD
DI KECAMATAN RUMPIN KABUPATEN BOGOR
SILVIANA VENUS
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN
CITRA SATELIT QUICKBIRD
DI KECAMATAN RUMPIN KABUPATEN BOGOR
SILVIANA VENUS
Skripsi
Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
SESUATU YANG BESAR TIDAK AKAN
MUNGKIN DICAPAI TANPA SEMANGAT
YANG BESAR
“Sesungguhnya
Setelah kesulitan itu
Ada kemudahan”
kemudahan”
(Qs. Al - Insyrah ; 6)
Kupersembahakan karya kecil ini untuk
Alm. Papa n Mama ku tersayang,
juga adek-adekku tercinta Pramudhia Venus,
Werry Ardho Venus (WEWE ) dan
Wessy Arne Venus (CICI)
RINGKASAN
SILVIANA VENUS (E14103009). Klasifikasi Penutupan Lahan
Menggunakan Citra Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin Kabupaten
Bogor. Dibimbing oleh Dra. Nining Puspaningsih, Msi.
Menurunnya kuantitas dan kualitas lahan membuat semakin penting
diperlukannya suatu teknologi penyedia data dan informasi yang diperoleh dengan
cepat, murah, dan relatif akurat. Sejak diluncurkannya satelit sumberdaya bumi
(Earth Resources Technological satelite/ERTS-1) pada tahun 1972 kemampuan
satelit dalam menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam pengelolaan
sumberdaya alam semakin berkembang. Ini diperlihatkan dengan adanya
peningkatan resolusi data penginderaan jauh yang semakin memungkinkan untuk
dapat melakukan pengamatan sumberdaya bumi dengan data yang lebih teliti.
Citra satelit Quickbird sebagai salah satu hasil dari penginderaan jauh
yang memiliki resolusi spasial 2,44 m x 2,44 m untuk respon spektral citra
multispektral pita 1: biru 0,45 µm – 0,50 µm; pita 2: hijau 0,52 µm - 0,60µm; pita
3: merah 0,63 µm - 0,69 µm; pita 4: inframerah dekat 0,76µm-0,90µm dan
resolusi spasial 0,61 m x 0,61 m untuk respon citra pankromatik (0,50 µm-0,90
µm) diharapkan mampu memberikan data/informasi secara lengkap dan akurat
sesuai dengan tujuan sebagai upaya untuk melakukan pengelolaan hutan dan
lingkungan secara lestari.
Kecamatan Rumpin merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor
yang secara administratif mempunyai lokasi yang berbatasan dengan Kabupaten
Tangerang yang merupakan kawasan yang sudah berkembang menjadi kawasan
perkotaan. Sehingga Kecamatan Rumpin merupakan potensi untuk berkembang
menjadi kawasan perkotaan. Hal ini dapat menyebabkan perubahan penutupan
lahan di Kecamatan Rumpin yang saat ini masih mendominasi oleh hutan, kebun
campuran dan lahan pertanian akan berubah menjadi pemukiman.
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah Mengetahui kemampuan
Citra Satelit Quickbird yang dalam menyajikan data dan informasi tutupan lahan.
Membandingkan kemampuan hasil klasifikasi penutupan/penggunaan lahan antara
metoda klasifikasi kualitatif (interpretasi visual) dengan metode klasifikasi
kuantitatif (digital).
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
pengolahan awal citra, interpretasi visual citra (klasifikasi kualitatif), pengamatan
lapangan (Ground check), reklasifikasi, pengolahan citra (klasifikasi kuantitatif)
dengan menggunakan klasifikasi terbimbing dengan metode kemungkinan
maksimum (Maximum Likelihood Method) dan perhitungan akurasi.
Semula klasifikasi dilakukan terhadap 19 kelas berdasarkan interpretasi
visual citra namun dari sini diperoleh hasil keterpisahan yang kurang bagus untuk
beberapa kelas. 19 kelas tipe penutupan lahan yang dapat diidentifikasi secara
visual yaitu awan, bayangan awan, danau/empang, kebun campuran, perkebunan
kelapa, padang rumput, pemukiman, industri/kantor/sekolah, rawa, sawah, semak
belukar, sungai, tanah kosong, tegakan akasia, perkebunan karet, tegakan pulai,
hutan, jalan, dan tanah rusak Dari 19 kelas penutupan lahan tersebut,
digeneralisasikan menjadi 10 kelas berdasarkan kedekatan nilai kecerahan
(brightness value dan digital number) piksel. Klasifikasi yang dilakukan terhadap
10 kelas ini memiliki tingkat keterpisahan antara 1700-2000. 10 kelas tipe
penutupan lahan di Kecamatan Rumpin yang dapat dianalisis secara kuantitatif
terdiri dari badan air, sawah, pemukiman, hutan, kebun campuran, perkebunan,
lahan terbuka, padang rumput, awan dan bayangan awan.
Interpretasi citra secara kualitatif menunjukan hasil klasifikasi yang lebih
baik dibandingkan dengan interpretasi secara kuantitatif dilihat dari nilai akurasi
yang dicerminkan oleh nilai overall accuracy dan kappa accuracy. Overall
accuracy dan kappa accuracy pada Interpretasi citra secara kualitatif adalah
94,55% dan 94,25% dan Overall accuracy dan kappa accuracy pada interpretasi
secara kuantitatif adalah 87,33% dan 85,38%.
Hasil evaluasi memperlihatkan ternyata masih ada obyek yang cenderung
terklasifikasi kedalam kelas lain secara kuantitatif bila dibandingkan dengan
interpretasi visual. Namun hasil ini masih memberikan ketelitian yang cukup
tinggi karena memenuhi syarat yang ditetapkan oleh USGS (United State
Geological Survey) yang menyatakan bahwa ketelitian interpretasi minimum
dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 %.
Kata kunci : Penutupan lahan, Quickbird, Klasifikasi lahan, Penginderaan jauh
SUMMARY
SILVIANA VENUS (E14103009). Land Cover Classification by Quickbird
Satellite Image at Rumpin Sub District, Bogor District. Under Supervision of
Dra. NINING PUSPANINGSIH, Msi.
The decrease of quality and quantity of land require a technology that
provide data and information much more fast, cheap, and accurate. Satellite ability
in providing data and information that is required in managing natural resources
have for more developed since the 1972 of ERTS I (Earth Resources
Technological satelite) satellite. This is proof by the resolution of remote sensing
imaging increase which further allow a much more of natural resources
observation.
Quickbird satellite image as one of the result of remote sensing own a 2,44
x 2,44 meter spatial resolution with multispectral image spectral respons in
several band, which are first band (blue 0,45 µm – 0,50 µm), second band (green
0,52 µm - 0,60µm), third band (red 0,63 µm - 0,69 µm), fourth band (close infra
red (0,76 µm - 0,90 µm) and spatial resolution have a 0,61 x 0,61 meter for
panchromatic image (0,50 µm - 0,90 µm). This image is expected to provide a
complete and accurate data/information that support each effort in managing a
sustainable forest and environment.
Rumpin sub district is a part of Bogor district with administratively have
border on tanggerang district . Rumpin sub district have a big potention to develop
into a city, which will cause a change in land coverage. Areas which is dominated
by forest, mix garden, and farming are will soon convert into resident.
The goal of this research is to understand the ability of Quickbird satellite
image in presenting data and information of area coverage and to compare ability
to classify land coverage between qualitative classification method (by visual
interpretation) versus quantitative classification method (digital). The process in
this research early image processing, interpretation of visual image (qualitative
image),
ground
check,
reclassification,
image
processing
(quantitative
classification), and accuracy calculation. Quantitative image processing use
supervised classification by maximum likelihood method.
7
In the beginning classification is performed into the 19 classes of land
coverage type, which is vissually identified, are cloud, cloud’s shadow, lake/pond,
mix garden, coconut plantation, savana, resident, industrial/office/school area,
swamp, rice cultivation, bush, river, abandonment land, acacia stand, rubber stand,
pulai stand, forest, street, and disturb land. The next step is to classify 10 classes
that owns separation level between 1700 – 2000 quantitative analysis shows the
10 class are water body, rice cultivation, resident, forest, mix garden, plantation,
open land, savana, clouds and cloud’s shadow.
Qualitative interpretation of the image shows a better classification result
compare to quantitative interpretation. This is describe to a better overall accuracy
and kappa accuracy. Qualitative image interpretation shows a 94,55% of overall
accuracy and 94,25% of kappa accuracy while quantitative interpretation result a
87,33% of overall accuracy and 85,38% of kappa accuracy. The result of
evaluation shows there are objects that intend to be classified to another object
quantitatively compared to visual interpretation. However, it still provide a high
accuration as required of USGS (United State Geological Survey) that stated
minimum of interpretation using remote sensing must not be less than 85%.
Keywords : Land Cover, Quickbird, Image Classification, Remote Sensing
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Klasifikasi Penutupan
Lahan Menggunakan Citra Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin Kabupaten
Bogor adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2008
Silviana Venus
E 14103009
Judul
: Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Satelit
Quickbird di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor
Nama
: Silviana Venus
NRP
: E14103009
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dra. Nining Puspaningsih, MSi
NIP. 131 918 662
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr
NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
dengan judul Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Satelit Quickbird
di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor.
Skripsi ini merupakan hasil pembahasan secara ilmiah terhadap
perkembangan teknologi Penginderaan Jauh yang diharapkan dapat berguna
dalam pemanfaatannya di dunia kehutanan masa kini dan masa yang akan datang.
Semoga tulisan ini dapat menjadi salah satu bagian dari ilmu pengetahuan yang
dapat berguna bagi kita semua. Penelitian ini dibimbing oleh Dra. Nining
Puspaningsih, Msi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi
menjadikan tulisan ini lebih baik dan bermanfaat.
Bogor, Januari 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam perjalanan menyelesaikan studi untuk mendapatkan gelar sarjana
Kehutanan IPB, penulis mendapat banyak bantuan dan perhatian. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya.
2. Alm. Papa dan mama, who always support me to show off my hidden
tallent and for all the love that both of you gave to me. Thanks for all
and I Love You both.
3. My Lovely sister “Cici Imoet” and my beloved brothers “Adi n we2”
atas doa, semangat dan dukungan yang sudah diberikan sejak kecil
hingga saat ini. Dan juga kepada semua keluarga besar: om, tante dan
sepupu-sepupuku… terima kasih atas semua bantuannya selama ini…
and I am so proud to be part of this family.
4. Dra. Nining Puspaningsih, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran selama penelitian
hingga penyelesaian karya ilmiah ini.
5. Bapak Dr. Ir. I. Wayan Darmawan, MSc perwakilan dari Departemen
Hasil Hutan dan bapak Dr. Ir, Lilik Budi Prasetyo, MSc perwakilan
dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata selaku
dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan kepada
penulis selama ujian komprehensif.
6. Bapak dan ibu dosen Fakultas Kehutanan IPB yang dengan
kemuliannya telah membekali penulis dengan ilmu-ilmu yang tak
ternilai hanya dengan ucapan terima kasih.
7. Bapak Uus Saeful M. dan Mas Ewink Atas bantuan dan
pengalamannya di laboratorium Remote Sensing dan GIS.
8. Dea ”tanah”, My Mentor ERDAS atas kebaikannya yang udah mau
diganggu, ditanya-tanya kapanpun dan dimanapun. Makasih ya atas
saran-sarannya semuanya. Pokoknya thanks a lot ya Dea...
9. Bang “Aan” MeNeHe.. makasih ya dah mau ngantarin anna ngubekngubek Rumpin...matur nuhun ya.....
iii
10. Teman satu perjuangan Ahmad Danil Effendy S.Hut dan Fheny Fuzi
L..makasih atas bantuan, dukungan, dan kebersamaan semenjak P3h,
PKL, penelitian sampai selesainya skripsi ini, serta teman-teman di
MNH 40 (sinta, feri, azam, heru, guruh, dwi. Fijriani, dede, irwan,
anggit, jae, maya, tegar, ical, iis, arfan, ika, elza, aci, beno, bakti,
arizia, nuralim, hadi, agus, ubay, nurasiah, latif, dali), THH 40 (wina
“mehong” lia kum, fathicul H, Iin “nenek” Padang, Rani), BDH 40
(Danang Harimurti, wulan, tian, Ratih, Aries”Nyomi”), KSH 40
(Imron yang sudah mengajarkan cara pake GPS, didik “Gondes”) dan
MNH 41. Terima kasih atas masa-masa indahnya dan kakak senior
yang telah banyak mengajarkan arti dari menjadi bagian suatu
komunitas dengan nama “FAHUTAN”.
11. Sohib-sohibku yang jauh dimata tapi dekat dihati: Wina “Sei ‘40, Re2n
Ksh’40, Ari “Ambo” Thh’40, Ipit GFM”40, Odank Maulana, Diana
“Uniang”, Dewi, sungguh aku tidak pernah menjumpai teman-teman
sebaik kalian dan selalu merindukan kebersamaan kita.
12. Dan semua pihak yang telah banyak membantu penulis baik selama
kuliah maupun penelitian yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Silviana Venus dilahirkan pada tanggal 19
November 1984 di Sijunjung, Padang, Sumatra Barat. Sebagai
anak pertama dari empat saudara dari pasangan Elvenus (Alm) dan
Harniati Bahar.
Jenjang Pendidikan dimulai dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi pada
tahun 1990, Pendidikan Dasar (SD) ditempuh tahun 1991 di SDN 07 Muaro
hingga tahun 1997. Pada tahun 1997 penulis masuk ke SLTPN 2 Sijunjung dan
lulus pada tahun 2003. Dan pada tahun yang sama penulis masuk SMUN 1
Sijunjung dan lulus pada tahun 2003.
Penulis melanjutkan pendidikan Strata satu pada Institut Pertanian Bogor
(IPB), dan diterima pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan,
melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2003. Sesuai
dengan bidang kurikulum program studi Sarjana Manajemen hutan pada semester
6 penulis mengambil bidang minat dengan masuk Laboratorium Inventarisasi
Hutan.
Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis melakukan Praktek
Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H), yang terdiri dari Praktek Umum
Pengelolaan Hutan (PUPH) di Getas, Jawa Timur pada bulan Agustus sampai
September 2006. Pada bulan April sampai Mei 2007, penulis melakukan Praktek
Kerja Lapang (PKL) di HPHTI PT. Arara Abadi (Sinar Mas Group) Provinsi
Riau.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul “Klasifikasi Lahan Menggunakan Citra Satelit Quickbird di
Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor” dibawah bimbingan Dra. Nining
Puspaningsih, MSi.
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
UCAPAN TERIMA KASIH ...........................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP .........................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................
v
DAFTAR TABEL............................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
x
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................
1
1.2. Tujuan .........................................................................................
4
1.3. Manfaat ......................................................................................
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penginderaan Jauh ...................................................................
5
2.2
Citra Satelit Quickbird .............................................................
7
2.3
Pantulan Spektral Vegetasi, Tanah dan Air .............................
10
2.4
Analisis Citra Satelit Quickbird ...............................................
11
2.4.1
Analisis Kualitatif/Visual (Interpretasi Citra)..............
11
2.4.2
Analisis Kuantitatif/Digital .........................................
13
2.5
Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan Lahan ..........................
16
2.6
Sistem Informasi Geografis......................................................
18
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...............................................
21
3.2 Bahan dan Alat .......................................................................
21
3.3 Tahapan Penelitian .................................................................
23
3.3.1
Pra Pengolahan Citra (Pre Image Processing)............
23
3.3.1.1 Koreksi Geometrik .......................................
23
3.3.1.1.1 Rektifikasi Citra ke Peta ..............
24
3.3.1.2 Mozaic ..........................................................
24
3.3.1.3 Cropping ......................................................
25
vi
3.3.2 Interpretasi Visual Citra Satelit ..................................
25
3.3.3 Pengambilan Data Lapangan (Ground Check) ...........
25
3.3.4 Reklasifikasi...............................................................
26
3.3.5 Klasifikasi Citra (Interpretasi Citra Secara
Kuantitatif) .................................................................
26
3.3.5.1 Penentuan Area Contoh (Training Area) .....
27
3.3.5.2 Metode Kemungkinan Maksimum (Maximum
Likehood Method) ..........................................
28
3.3.6 Analisis Separabilitas .................................................
28
3.3.7 Analisis Penilaian Akurasi .........................................
29
BAB IV KONDISI UMUM
BAB V
4.1 Letak dan Luas ......................................................................
33
4.2 Kondisi Fisik .........................................................................
35
4.2.1 Iklim ............................................................................
35
4.2.2 Tanah dan Geologi ......................................................
35
4.2.3 Topografi.....................................................................
36
4.2.4 Penutupan Lahan ........................................................
36
4.3 Kependudukan .......................................................................
37
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Citra Quickbird Daerah Penelitian .........................................
39
5.2 Interpretasi Visual Citra .........................................................
41
5.3 Pengambilan Data Lapangan..................................................
41
5.4 Klasifikasi Citra (Interpretasi Kuantitatif) ............................
47
5.4.1 Klasifikasi Terbimbing...............................................
47
5.4.2 Area Contoh (Training Area).....................................
48
5.4.3 Analisis Separabilitas .................................................
50
Uji/Analisis Akurasi .............................................................
58
5.5.1 Ketelitian Interpretasi Citra Secara Kualitatif............
60
5.5.2 Ketelitian Interpretasi Citra Secara Kuantitatif..........
63
Hasil Klasifikasi Citra ..........................................................
66
5.6.1 Metoda Klasifikasi Citra Secara Kualitatif ...............
66
5.6.2 Metoda Klasifikasi Citra Secara Kuantitatif .............
69
5.5
5.6
vii
5.6.3 Analisis Kemampuan Citra Satelit Quickbird............
71
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan ..........................................................................
73
6.2
Saran.....................................................................................
74
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
75
LAMPIRAN ....................................................................................................
77
viii
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
Karakteristik Satelit Quickbird .................................................................
9
2.
Sistem Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan lahan...............................
17
3.
Kriteria Tingkat Keterpisahan...................................................................
29
4.
Matrik Kesalahan (Confusion matrix).......................................................
30
5.
Luasan administratif dari tiap Desa di Kecamatan Rumpin......................
33
6.
Luasan Jenis Tanah di Kecamatan Rumpin .............................................
35
7.
Jenis Batuan Induk di Daerah Penelitian ..................................................
36
8.
Kelas Lereng dan Luasannya di Kecamatan Rumpin ...............................
36
9.
Penutupan Lahan Kecamatan Rumpin Tahun 2005..................................
37
10. Deskripsi Titik-Titik Pengamatan Lapangan dari Kondisi Penutupan
Lahan di Kecamatan Rumpin....................................................................
41
11. Kelas dan Jumlah Piksel dari Klasifikasi Awal Citra ...............................
49
12. Nilai Keterpisahan (Separabilitas) Tutupan Lahan < 1700 pada
Klasifikasi Awal Citra...............................................................................
50
13. Analisis Separabilitas dari 19 Kelas Klasifikasi Penutupan Lahan
Dari Citra Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin ................................
52
14. Nilai Digital Number 19 Tutupan Lahan Citra Satelit Quickbird di
Kecamatan Rumpin...................................................................................
53
15. Matrik Kuadrat Jarak Euclidian 19 Kelas Tutupan Lahan........................
54
16. Pengelompokan 19 Kelas Tutupan Lahan menjadi 10 Kelas Tutupan
Lahan Berdasarkan Kedekatan Nilai Kecerahan (Digital Number)..........
55
17. Kelas dan Jumlah Piksel Training Area dari 10 Kelas Penutupan Lahan.
55
18. Analisis Separabilitas dari 10 Kelas Penutupan Lahan yang Memiliki
Tingkat Keterpisahan Baik sampai Sempurna (1700-2000) .....................
57
19. Matriks Kontingensi dari 19 Kelas Tutupan Lahan Pada Klasifikasi secara
Kualitatif (Interpretasi Visual) di Kecamatan Rumpin .............................
61
19. Matriks Kontingensi dari 10 Kelas Pada Klasifikasi secara Kuantitatif
(Digital) di Kecamatan Rumpin ................................................................
64
ix
21. Luas Setiap Kelas Penutupan dan Penggunaan Lahan Hasil Klasifikasi
Secara Kualitatif ( Interpretasi Visual ) .....................................................
66
22. Luas Setiap Kelas Penutupan dan Penggunaan Lahan Hasil Klasifikasi
Secara Kuantitatif (Digital) ........................................................................
69
x
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.
Satelit Quickbird .......................................................................................
8
2.
Citra Quickbird Kecamatan Rumpin.........................................................
22
3.
Alur Tahapan Penelitian...........................................................................
32
4.
Peta Batas Administrasi ............................................................................
34
5.
Proses Mozaik Citra ..................................................................................
40
6.
Citra Quickbird di Kecamatan Rumpin Setelah Proses Mozaik dan
Cropping ...................................................................................................
7.
40
Kelas Penutupan Lahan di Kecamatan Rumpin antara Penampakannya pada
Citra Quickbird dengan Penampakannya di Lapangan..............................
43
a. Sawah ...................................................................................................
43
b. Pemukiman...........................................................................................
44
c. Kebun Campuran .................................................................................
44
d. Sungai...................................................................................................
44
e. Danau ...................................................................................................
44
f. Hutan ....................................................................................................
45
g. Padang Rumput ....................................................................................
45
h. Perkebunan Karet .................................................................................
45
i. Tanah Kosong ......................................................................................
45
j. Tanah Rusak.........................................................................................
46
k. Perkebunan Kelapa...............................................................................
46
l. Jalan......................................................................................................
46
m. Semak Belukar .....................................................................................
46
n. Rawa.....................................................................................................
47
o. Tegakan Akasia....................................................................................
47
p. Tegakan Pulai.......................................................................................
47
8. Grafik Nilai Rata-Rata Digital Number (DN) Area Contoh dari Kelas
Penutupan Lahan........................................................................................
9.
58
Peta Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi secara Kuantitatif
(Interpretasi Visual ) .................................................................................
68
10. Peta Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi secara Kuantitatif ( Digital ) .....
70
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Data Hasil Ground Check ..........................................................................
77
2. Displai Hasil Klasifikasi Secara Kualitatif (Interpretasi Visual) Citra
Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin ...................................................
78
3. Tabel Klasifikasi Citra Quickbird Seacara Kualitatif 19 Kelas Penutupan
Lahan di Kecamatan Rumpin.....................................................................
79
4. Displai Hasil Klasifikasi Secara Kuantitatif (Digital) Citra Satelit
Quickbird di Kecamatan Rumpin...............................................................
80
5. Tabel Klasifikasi Citra Quickbird Seacara Kuantitatif 10 Kelas Penutupan
Lahan di Kecamatan Rumpin.....................................................................
81
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai
ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika juga berfungsi
sebagai paru-paru dunia dan sistem penyangga kehidupan sehingga kelestariannya
harus dijaga dan di pertahankan dengan pengelolaan hutan yang tepat. Potensi
hutan dicirikan dengan keanekaragaman vegetasi karena merupakan sumber daya
paling dominan dari komponen hutan.
Komposisi dari penutupan lahan berubah secara gradual dari satu daerah
ke daerah lain, yang diikuti oleh perubahan karakteristik daerah dalam jangka
pendek, seiring dengan perubahan waktu. Dengan adanya perubahan penggunaan
lahan maka keadaan atau kondisi suatu vegetasi akan berubah pula mengikuti
perkembangan lahan tersebut. Perubahan penggunaan lahan merupakan hal yang
wajar terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Hal ini dikarenakan
tekanan dari berbagai sektor kehidupan terhadap sumber daya lahan menjadi
sangat tinggi dan mengakibatkan kebutuhan akan lahan untuk tempat tinggal
maupun untuk produksi menjadi semakin meningkat.
Sejalan dengan bertambahnya populasi dalam usaha untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, manusia telah memaksa tanah untuk berproduksi pada
tingkat maksimum. Tanah sebagai tempat untuk melangsungkan usaha tidak
bertambah luasnya, justru berkurang akibat berbagai penggunaanya. Perubahan
jumlah penduduk dan bentuk kegiatannya akan mengakibatkan perubahan dalam
tata guna lahan, akibatnya penggunaan lahan pun menghadapi berbagai macam
faktor pembatas baik fisik maupun sosial ekonomi.
Menurunnya kuantitas dan kualitas lahan yang terjadi selain karena
semakin cepatnya pertumbuhan penduduk juga disebabkan oleh kurangnya data
dan informasi yang diperlukan untuk mendukung upaya perencanaan dan
pelestarian lingkungan. Dengan demikan teknologi penyedia data dan informasi
pendukung semakin diperlukan. Ketersediaan data yang akurat mengenai
penutupan lahan selama kurun waktu tertentu sangat penting untuk mendeteksi
perubahan yang terjadi dan menganalisa dampak-dampak lingkungan yang terjadi.
2
Adanya keterbatasan kemampuan manusia dalam menganalisa berbagai sistem di
bumi pada skala daerah yang luas, maka diperlukan peralatan yang mampu
melakukan analisis pada daerah skala luas secara efektif dan efisien. Salah satu
peralatan ini adalah penggunaan Penginderaan Jauh (remote sensing) dan Sistem
Informasi Geografis (SIG) untuk mengumpulkan informasi tambahan yang
relevan terhadap manajemen ekosistem dan konservasi keanekaragaman hayati.
Untuk itulah penginderaan jauh mempunyai peran yang penting dalam
menyajikan data dan informasi yang berguna dalam kegiatan perencanaan,
pengelolaan dan pelestarian lingkungan agar lestari.
Saat ini teknologi penginderaan jauh banyak digunakan dalam kegiatan
rutin pengumpulan data kondisi penutupan lahan hutan, yang merupakan sumber
terpercaya untuk kegiatan survey detail. Sejak diluncurkannya satelit sumberdaya
bumi (Earth Resources Technological satelite/ERTS-1) pada tahun 1972
kemampuan satelit dalam menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam
pengelolaan sumberdaya alam semakin berkembang. Ini diperlihatkan dengan
adanya
peningkatan
resolusi
data
penginderaan
jauh
yang
semakin
memungkinkan untuk dapat melakukan pengamatan sumberdaya bumi dengan
data yang lebih teliti.
Kajian dan penelitian untuk berbagai kepentingan yang menggunakan data
penginderaan jauh dengan resolusi tinggi telah membuat perkembangan teknologi
penginderaan jauh mengalami kemajuan yang pesat, baik dari segi wahana
maupun sensor yang digunakan dalam perekaman suatu obyek yang ada
dipermukaan bumi.
Citra satelit Quickbird sebagai salah satu hasil dari penginderaan jauh
yang memiliki resolusi spasial 2,44 m x 2,44 m untuk respon spektral citra
multispektral pita 1: biru 0,45 µm – 0,50 µm; pita 2: hijau 0,52 µm - 0,60 µm; pita
3: merah 0,63 µm - 0,69 µm; pita 4: inframerah dekat 0,76µm - 0,90µm dan
resolusi spasial 0,61 m x 0,61 m untuk respon citra pankromatik (0,50 µm - 0,90
µm) diharapkan mampu memberikan data/informasi secara lengkap dan akurat
sesuai dengan tujuan sebagai upaya untuk melakukan pengelolaan hutan dan
lingkungan secara lestari.
3
Interpretasi atau penafsiran citra (fotografik atau non-fotografik)
merupakan perbuatan mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi
obyek yang tergambar dalam citra, dan menilai arti pentingnya obyek tersebut.
Interpretasi citra dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu interpretasi secara
manual dan interpretasi secara digital. Interpretasi secara manual adalah
interpretasi data penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan ciri
(karakteristik) obyek secara keruangan (spasial). Karakteristik obyek yang
tergambar pada citra dapat dikenali berdasarkan unsur-unsur interpretasi seperti
rona atau warna, bentuk, pola, ukuran, letak dan asosiasi kenampakan obyek.
Interpretasi secara manual dilakukan terhadap citra fotografik atau citra nonfotografik yang sudah dikonversi ke dalam bentuk foto (gambar/piktoral).
Dalam Jaya (2002), data citra satelit yang sudah siap dibaca oleh komputer
atau sering disebut dengan machine readable data, pada umumnya merupakan
model yang memiliki data raster (grid atau kisi). Data raster adalah data dimana
semua obyek disajikan secara sekuensial pada kolom dan baris dalam bentuk selsel atau yang sering dikenal dengan picture element yang selanjutnya disingkat
dengan pixel (piksel). Masing-masing sel mewakili suatu areal yang berbentuk
segi empat dan umumnya bujur sangkar. Dalam model ini, setiap obyek baik yang
berbentuk titik, garis maupun poligon semuanya disajikan dalam bentuk sel (titik).
Setiap sel memiliki koordinat dan informasi (atribut keruangan dan waktu).
Hasil interpretasi citra satelit yang akan digunakan datanya secara manual
sangat tergantung kepada keterampilan interpreter. Teknik perolehan data dengan
inventarisasi langsung ke lapangan seringkali sulit dilakukan dan adanya
kesalahan faktor manusia yang tinggi, sehingga diperlukan suatu metode alternatif
yang lebih efisien.
Kecamatan Rumpin merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor
yang secara administratif mempunyai lokasi yang berbatasan dengan Kabupaten
Tangerang yang merupakan kawasan yang sudah berkembang menjadi kawasan
perkotaan. Sehingga Kecamatan Rumpin merupakan potensi untuk berkembang
menjadi kawasan perkotaan. Hal ini dapat menyebabkan perubahan penutupan
lahan di Kecamatan Rumpin yang saat ini masih mendominasi oleh hutan, kebun
campuran dan lahan pertanian akan berubah menjadi pemukiman.
4
Untuk itu, dengan menggunakan citra satelit Quickbird yang memiliki
resolusi spasial tinggi diharapkan data dan informasi penutupan lahan yang cukup
teliti dapat dihasilkan sehingga dapat digunakan untuk tujuan perencanaan
penataan ruang khususnya, sehingga sistem pengelolaan hutan dapat diarahkan
secara lebih terencana, rasional, optimal dan bertanggung jawab serta sesuai
dengan kemampuan daya dukungnya serta dapat menunjang kelestarian fungsi
hutan dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan yang berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan.
1.2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kemampuan Citra Satelit Quickbird yang dalam menyajikan
data dan informasi tutupan lahan.
2. Membandingkan kemampuan hasil klasifikasi penutupan/penggunaan
lahan antara metoda klasifikasi kualitatif (interpretasi visual) dengan
metode klasifikasi kuantitatif (digital).
1.3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengguna data
penginderaan jauh dalam mengkaji sumberdaya bumi terutama dengan
mengunakan citra satelit resolusi spasial tinggi (Quickbird).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena
yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1994). Penginderaan jauh saat ini tidak hanya
terbatas sebagai alat pengumpulan data mentah, tetapi juga mencakup pengolahan
data secara otomatis (komputrisasi) dan manual (interpretasi) analisis citra dan
penyajian data yang diperoleh (Jaya 2002).
Menurut Lo (1995), tujuan dari penginderaan jauh adalah menggumpulkan
data Sumberdaya alam dan lingkungan. Informasi tentang obyek disampaikan ke
pengamat melalui energi elektromagnetik yang merupakan pembawa informasi
dan sebagai penghubung komunikasi. Energi elektromagnetik yang dipancarkan
dan dipantulkan berkaitan dengan panjang gelombang yang digunakan. Kisaran
panjang gelombang (rentang spektral) yang umum digunakan dalam penginderaan
jauh untuk mengindera sumber daya di permukaan bumi umumnya berkisar antara
0.4 µm-12 µm (sinar tampak dan inframerah dekat), dan antara 30 mm dan 300
mm yang disebut dengan gelombang mikro (microwave). Untuk gelombang mikro
ini, sering juga dinyatakan dalam frekuensi dimana panjang gelombang antara 30
mm dan 300 mm setara dengan frekuensi antara 1 GHz dan 10 GHz.
Pada daerah sinar tampak dan inframerah dekat serta inframerah sedang,
energi yang direfleksikan dan direkam oleh sensor sangat bergantung pada sifatsifat obyek yang bersangkutan, seperti pigmentasi, kadar air dan struktur sel, daun
atau percabangan dari vegetasi, kandungan mineral dan kadar air tanah serta
tingkat sedimentasi pada air.
Secara umum didalam sistem penginderaan jauh dengan energi
elektromagnetik untuk Sumberdaya Alam meliputi dua proses utama yaitu
pengumpulan data dan analisis data. Elemen proses pengumpulan data meliputi
sumber energi, perjalanan energi melalui atmosfer, interaksi antara energi dengan
kenampakan di muka bumi, sensor wahana pesawat terbang/satelit dan hasil
6
pembentukan data dalam bentuk piktorial dan/atau bentuk numerik. Singkatnya
sensor digunakan untuk merekam berbagai variasi pancaran dan pantulan energi
elektromagnetik oleh kenampakan di permukaan bumi. Proses analisis data
meliputi (Lillesand dan Kiefer 1994):
a. Pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat
pengamatan, serta dengan bantuan data (peta tanah, data statistik tanaman
atau data uji medan) untuk menganalisis data piktorial dan atau komputer
untuk menganalisis data sensor numerik.
b. Data rujukan tentang Sumberdaya Alam yang dipelajari digunakan
dimana dan kapan saja bila tersedia untuk membantu dalam analisis data.
Dengan bantuan data rujukan analisis mengambil informasi tentang jenis,
bentangan, lokasi dan kondisi berbagai sumberdaya yang dikumpulkan
oleh sensor. Informasi ini kemudian disajikan biasanya dalam bentuk peta,
tabel dan suatu bahasan tertulis atau laporan.
c. Hasil informasi yang khusus misalnya peta penggunaan lahan dan data
statistik tentang luas tanaman, akhirnya informasi tersebut diperuntukan
bagi para pengguna yang memanfaatkannya untuk proses pengambilan
keputusan.
Menurut Lintz Jr dan Simonett (1976) dalam Lo (1995), dalam pengenalan
obyek yang tergambar pada citra terdapat tiga rangkaian kegiatan yaitu:
1. Deteksi yaitu pengamatan atas adanya suatu obyek.
2. Identifikasi yaitu upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan
menggunakan keterangan yang cukup.
3. Analisis yaitu pengumpulan data lebih lanjut.
Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat
pengindera atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Berbagai sensor
pengumpul data jarak jauh, umumnya dipasang pada wahana (platform) yang
berupa pesawat terbang, balon, satelit, atau wahana lainnya. Obyek yang diindera
adalah obyek yang terletak dipermukaan bumi, di atmosfer (dirgantara), dan di
antariksa. Pengumpulan data dari jarak jauh tersebut dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk, sesuai dengan tenaga yang digunakan.
7
Menurut Jaya (1997), berdasarkan perkembangan teknologi platform dan
sensor, penginderaan jauh dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu :
a. Penginderaan jauh Pesawat (Airbone Remote Sensing). Kelompok ini
mencakup potret udara, Airbone Multispectral Scanner (Airbone MSS)
dan Side Looking Airbone Radar (SLAR).
b. Penginderaan jauh Satelit (Satellite Remote Sensing) yang diantaranya
meliputi Landsat TM, Landsat MSS, dan SPOT.
Sedangkan berdasarkan sifat sumber energi elektromagnetik yang
digunakan, penginderaan jauh dibedakan atas :
a. Penginderaan jauh Pasif (Passive Remote Sensing) adalah suatu sistem
menggunakan sumber energi yang telah ada (reflektansi energi
matahari dan atau radiasi dari obyek secara langsung). Beberapa sensor
yang menggunakan sistem ini adalah MSS, TM dan SPOT .
b. Penginderaan jauh Aktif (Aktif Remote Sensing) adalah suatu sistem
yang menggunakan sumber energi buatan. Radar adalah salah satu
contoh sensor yang menggunakan sistem ini.
Data penginderaan jauh dapat berupa citra, grafik dan data numerik. Data
tersebut dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang obyek, daerah atau
fenomena yang diindera atau diteliti. Proses penerjemahan data menjadi informasi
disebut analisis atau interpretasi data. Interpretasi atau penafsiran citra
penginderaan jauh merupakan perbuatan mengkaji citra dengan maksud untuk
mengidentifikasi obyek yang tergambar dalam citra dan menilai arti pentingnya
obyek tersebut. Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital.
2.2
Citra Satelit Quickbird
Citra satelit merupakan gambar atau citra piktorial obyek-obyek
permukaan bumi hasil rekaman dari luar angkasa dengan menggunakan sensor
dan platform dan energi yang digunakan adalah spektrum elektromagnetik seperti
gelombang panas, suara atau radar penafsiran potret udara maupun penafsiran
citra satelit yang merupakan kegiatan yang dikelompokkan kedalam suatu seni,
ilmu dan teknik mendapatkan data dan informasi tentang obyek-obyek yang
8
terdapat di permukaan bumi (diatas atau didalam) tanpa menyentuh, menyinggung
atau memegang obyek-obyek yang bersangkutan (feeling without touching).
Satelit Quickbird dikembangkan oleh Digital globe
TM
dan menghasilkan
citra komersial yang menawarkan akurasi dan resolusi. Satelit Quickbird milik
Digital Globe ini menyediakan lebar swath terbesar, dan resolusi tertinggi dari
semua satelit komersial yang ada, baik yang sudah beroperasi maupun yang masih
dalam tahap perencanaan. Quickbird didesain untuk mencitrakan area yang luas
secara efisien dan akurat. Satelit ini diluncurkan pada 18 Oktober 2001 dengan
menggunakan Roket Delta II dari SLC-2W, pangkalan udara Vandenberg,
California. Satelit ini mempunyai berat 2100 pounds dan panjang 3,04 m. Satelit
Quickbird mempunyai persediaan bahan bakar untuk 7 tahun.
Gambar 1 Satelit Quickbird.
Satelit Quickbird mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan satelit
lainnya, terutama resolusi spasial satelit yang tergolong kedalam “High Spasial
Resolution”. Satelit Quickbird memiliki 2 macam sensor yaitu sensor pankromatik
(hitam putih) dengan resolusi spasial 0,6 m (2-foot) dan sensor multispektral
(berwarna) dengan resolusi spasial 2,44 m (8-foot). Tingginya resolusi spasial
pada citra ini memberikan keuntungan untuk berbagai aplikasi, terutama yang
membutuhkan ketelitian yang tinggi pada skala area yang kecil. Contohnya adalah
pemetaan secara detail dan perencanaan. Satelit Quickbird menggumpulkan citra
multispektral dan pankromatik secara bersamaan, dan menyediakan produk
pankromatik yang ditajamkan dari jenis lain dalam warna alami atau inframerah
dengan resolusi 70cm.
Satelit ini mempunyai orbit polar Sun-Synchronous yaitu orbitnya akan
melewati tempat-tempat yang terletak pada lintang yang sama dan dalam waktu
9
lokal yang sama pula. Satelit Quickbird melewati tempat-tempat yang sama untuk
satu putaran kira-kira 1-3 hari, ini merupakan kemajuan yang sangat hebat
dibanding berbagai satelit yang diluncurkan tahun 1980-an dan 1990-an.
Periode orbit dari satelit ini adalah 93,4 menit dengan sudut inclinasi 98°
dan ketinggiannya 450 km di atas permukaan bumi. Minimum area yang terliput
oleh Citra Satelit Quickbird adalah 8 x 8 km2. Citra satelit Quickbird disimpan
dalam format Geo Tiff 1.0, NITF 2.0. Satelit ini mempunyai Resolusi Radiometrik
11 bits per piksel. Dalam penjualan, Citra Satelit Quickbird disimpan dengan
resolusi Radiometrik sebesar 8 atau 11 bits per piksel. Karakteristik Satelit
Quickbird dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik Satelit Quickbird.
Sensor
Resolusi
Resolusi Spektral (µm)
Spasial (m)
Multispektral
Biru
0,45 – 0,50
2,44
Hijau
0,52 – 0,60
2,44
Merah
0,63 – 0,69
2,44
Inframerah dekat
0,76 – 0,90
2,44
Panchromatic Hitam dan Putih
0,50 – 0,90
0,61
Waktu peluncuran
18 Oktober 2001
Lokasi peluncuran
Vandenberg Air Force Base, California
Lebar Swath dan Ukuran Scane
• Lebar Swath: 16,5 km pada nadir
• Areas of interest:
Citra tunggal 16,5 km x 16,5 km
Resolusi Temporal
1–3,5
hari
(ketinggian)
Resolusi Radiometrik
11 bits per piksel
Altitude (ketinggian)
450 kilometer
Inklinasi (Inclination)
98°
Waktu orbit
93,4 menit
Tipe orbit
Sun-Synchronous
Sumber : Digital globe 2004
tergantung
latitude
10
2.3
Pantulan Spektral Vegetasi, Tanah dan Air.
Pantulan spektral untuk vegetasi sehat berdaun hijau dipengaruhi oleh
pigmen yang terkandung di dalam daun tumbuhan. Klorofil misalnya banyak
menyerap energi pada panjang gelombang yang terpusat pada sekitar 0,4 µm dan
0,6 µm. Berdasarkan hal itu maka kita menangkap vegetasi sehat berwarna hijau
disebabkan oleh besarnya penyerapan energi pada spektrum hijau. Apabila suatu
tumbuhan mengalami beberapa bentuk gangguan, yang mempengaruhi proses
pertumbuhan dan produksinya yang normal, maka hal itu akan mengurangi atau
mematikan produksi klorofil. Akibatnya terjadi penurunan serapan oleh klorofil
pada saluran biru dan merah. Sering pantulan pada spektrum merah bertambah
hingga kita lihat tumbuhan tampak berwarna kuning, gabungan antara hijau dan
merah.
Mendeteksi spektrum inframerah, pantulan vegetasi sehat meningkat pada
rentang 0,7µm-1,3µm, pada rentang ini daun tumbuhan memantulkan 50% tenaga
yang datang padanya dan sebagian besar dari 50% energi selebihnya
ditransmisikan, karena pada serapan daerah spektral ini minimal. Pantulan
tumbuhan pada panjang gelombang 0,7 µm – 1,3 µm terutama dihasilkan oleh
struktur internal tumbuhan tersebut. Pengukuran pantulan pada panjang
gelombang ini memungkinkan untuk melakukan pemisahan spesies tumbuhan
karena struktur internal banyak berbeda untuk berbagai spesies tumbuhan
(Lillesand dan Kiefer 1994).
Lebih lanjut Lillesand dan Kiefer (1994) menjelaskan, tanah mempunyai
pantulan yang meningkat secara monoton terhadap peningkatan panjang
gelombang. Penurunan pantulan terjadi pada panjang gelombang 1,4 µm, 1,9 µm
dan 2,7 µm karena pengaruh kelembaban tanah, tekstur tanah, kekasaran
permukaan, adanya oksidasi besi dan kandungan bahan organik. Air
merefleksikan sekitar 10% atau kurang pada kisaran panjang gelombang biruhijau, persentase pantulan lebih kecil daripada panjang gelombang merah, dan
hampir tidak ada energi pada kisaran inframerah. Baik air yang mengandung
padatan tersuspensi maupun tubuh air jenih harus cukup dangkal untuk
memungkinkan terjadinya pemantulan, termasuk dalam kisaran inframerah dekat.
11
2.4
Analisis Citra Satelit
2.4.1
Analisis Kualitatif/Visual (Interpretasi Citra)
Analisis visual (Interpretasi Citra) merupakan suatu kegiatan untuk
mendeteksi dan mengidentifikasi obyek-obyek permukaan bumi yang tampak
pada citra, baik potret udara maupun citra satelit, dengan cara mengenalinya atas
dasar karakteristik spasial, spektral, dan temporal.
Pada klasifikasi manual, piksel dikelompokan kedalam suatu kelas yang
telah ditetapkan. Interpreter melakukan interpretasi secara manual berdasarkan
nilai kecerahan (brightness value) maupun warna dari piksel yang bersangkutan.
Pendekatan ini melibatkan analis/interpreter untuk mendapatkan informasi yang
tersedia pada citra dengan cara Interpretasi Visual. Elemen-elemen diagnostik
dalam analisis visual yang digunakan adalah :
a. Warna
Warna merupakan ciri fisik suatu obyek yang dihasilkan atau ditimbulkan
oleh suatu jenis pigmen (unsur warna) tertentu, misalnya hijau, merah, biru dan
lain-lain. Suatu obyek dapat dikatakan berbeda dengan obyek lainnya disebabkan
karena warna yang berlainan, misalnya area hutan ditutupi tegakan berwarna hijau
sedangkan area yang terbuka atau tanah kosong berwarna kemerahan. Oleh karena
manusia mempunyai kemampuan yang terbatas, maka seorang penafsir akan sulit
membedakan suatu obyek secara pasti, apakah hijau muda, merah muda, violet,
ungu dan sebagainya. Warna salah satu faktor yang penting untuk membedakan
macam penutupan pada suatu obyek.
b. Bentuk
Bentuk merupakan gambaran nyata dari obyek yang digambarkan sesuai
dengan obyek sebenarnya. Disamping itu, bentuk juga merupakan konfigurasi
atau kerangka suatu obyek. Pada dasarnya setiap obyek memiliki bentuk yang
berbeda seperti
bahkan seperti huruf I, L dan U. Sehingga ciri
fisik obyek ini dapat digunakan untuk membedakan jenis obyek yang satu dengan
obyek yang lainnya. Pengenalan bentuk suatu obyek dipengaruhi oleh skala
potret, semakin besar skala obyek maka penampakannya semakin jelas sehingga
memudahkan dalam kegiatan pengenalan obyek dan deliniasi obyek, begitupun
sebaliknya.
12
c. Ukuran
Ukuran obyek dibedakan menjadi dua, yaitu ukuran absolut dan ukuran
relatif. Ukuran relatif obyek adalah ukuran obyek bersangkutan dibandingkan
dengan obyek lainnya, sedangkan ukuran absolut adalah ukuran obyek yang
bersangkutan dibandingkan dengan skala potret. Ukuran meliputi jarak, luas,
tinggi, lereng dan volume. Dengan melihat ukuran, cukup mudah untuk
membedakan antara obyek yang satu dengan yang lainnya.
d. Tekstur
Tekstur merupakan frekuensi perubahan tone yang dihasilkan pada potret
yang dihasilkan dari agregat obyek-obyek yang kecil yang diletakan satu persatu.
Semakin kecil skala maka semakin halus teksturnya begitu juga sebaliknya.
Tekstur merupakan ukuran kekasaran dari suatu obyek pada tubuh potret yang
merupakan hasil dari warna/tone, ukuran, pola, bayangan dan kualitas pantulan
obyek. Tekstur merupakan frekuensi perubahan tone/warna pada citra topografi
yang disusun menjadi satu dan menyusun suatu kondisi permukaan suatu obyek
yang dikelompokan menjadi lima kategori yaitu sangat halus, halus, sedang, agak
kasar dan kasar. Pengenalan tekstur pada obyek-obyek yang terdapat pada citra
dilakukan dengan menggunakan teknik Interpretasi Visual. Tekstur hutan rapat
lebih halus dari tekstur hutan jarang.
e. Pola
Pola
merupakan
karakteristik
makro
yang
digunakan
untuk
menggambarkan susunan spasial dari obyek pada tubuh potret, termasuk
pengulangan obyek alam. Pola sangat terkait dengan geologi, topografi, tanah,
iklim dan masyarakat tumbuh-tumbuhan. Pola merupakan susunan ruang dari
suatu obyek, pola ada yang merupakan buatan manusia dan ada yang alamiah.
Pola buatan manusia pada umumnya mempunyai pola geometri yang lebih teratur
dibandingkan dengan pola alamiah. Sebagai contoh pada dasarnya informasi
tematik yang berupa bangunan memiliki pola yang teratur sedangkan untuk sarana
prasarana memiliki pola yang tidak teratur. Untuk jalan maupun sungai memiliki
pola yang berliku-liku.
13
f. Bayangan
Bayangan bersifat menyembukan obyek dimana obyek yang tertutup
bayangan pada umumnya samar atau tidak tampak sama sekali, tetapi ada obyekobyek tertentu yang dapat dikenali dari bentuk bayangannya. Pengenalan obyek
berdasarkan bayangannya dilakukan dengan pengamatan langsung dan dengan
perbedaan warna dari obyek tersebut.
g. Situs/Lokasi
Situs/Lokasi merupakan elemen penting dalam interpretasi karena sangat
membantu untuk memastikan jenis suatu obyek dalam kegiatan interpretasi pada
potret guna mempertahankan eksistensinya di permukaan bumi sehingga setiap
obyek baik secara alami atau buatan umumnya berlokasi/ditempatkan pada lokasi
yang sesuai. Sebagai contoh dapat diketahui bahwa bangunan pada umumnya
berlokasi di dekat jalan (baik jalan utama maupun jalan cabang) dan sarana lain.
Sedangkan untuk sungai umumnya berlokasi didekat vegetasi yang berada di
pinggir sungai.
h. Asosiasi
Asosiasi adalah hubungan antara obyek yang satu dengan obyek yang
lainnya. Asosiasi merupakan pengenalan obyek yang dapat diketahui secara pasti
maka pasangan obyek yang berasosiasi dengan obyek tersebut dapat diketahui
dengan pasti. Pengenalan asosiasi obyek ini dilakukan dengan menggunakan
teknik pendekatan yang artinya di dekat apa obyek tersebut berada. Sebagai
contoh adalah untuk bangunan biasanya berasosiasi dengan sarana lain dan jalan
(baik jalan utama maupun jalan cabang). Sungai biasanya berasosiasi dengan
sarana prasarana dan vegetasi di pinggir-pinggir sungai.
2.4.2
Analisis Kuantitatif/Digital
Klasifikasi citra merupakan proses yang penting dalam analisis digital.
Pada dasarnya klasifikasi obyek dari data digital dapat dilakukan dengan dua
pendekatan. Pendekatan pertama, yang dikenal dengan istilah klasifikasi tidak
terbimbing (unsupervised classification) atau dalam istilah statistika dikenal
dengan analisis gerombol, mengklasifikasikan piksel ke dalam kelas-kelas secara
alami. Klasifikasi tidak terbimbing lebih banyak menggunakan algoritme yang
14
mengkaji sejumlah besar piksel yang tidak dikenal dan membaginya ke dalam
kelas-kelas berdasarkan nilai citra yang ada. Anggapan dasarnya yaitu nilai
didalam suatu kelas tertentu seharusnya saling berdekatan pada suatu ruang
pengukuran, sedangkan pada data kelas yang berbeda akan berada diluar ruang
pengukuran tersebut sehingga dapat dipisahkan dengan baik. Kelas yang
dihasilkan dari klasifikasi tidak terbimbing adalah kelas spektral (Lillesand dan
Kiefer 1994).
Pendekatan kedua, dilakukan dengan menetapkan beberapa daerah contoh
(training site) yang mewakili kelas penutupan lahan yang ada, kemudian
berdasarkan statistika daerah contoh tersebut seluruh piksel dikelaskan.
Pendekatan dengan cara ini dikenal dengan istilah klasifikasi terbimbing
(supervised classification).
Klasifikasi citra dilakukan dengan metode klasifikasi citra multispektral
secara terbimbing. Klasifikasi ini dilakukan secara multispektral karena dengan
cara ini hasil klasifikasi yang dihasilkan akan lebih baik dibandingkan hanya
dengan menggunakan citra band tunggal. Hal tersebut disebabkan karena
beberapa obyek yang sangat sukar dibedakan pada band tertentu mudah pada band
yang lain (Jaya 1997).
Tahap ini dilakukan secara otomatis oleh komputer untuk mendapatkan
hasil berupa citra yang telah terklasifikasi. Klasifikasi terbimbing adalah
klasifikasi dimana analis mempunyai sejumlah piksel yang mewakili dari masingmasing kelas atau kategori yang diinginkan (Jaya 2006). Pada klasifikasi
terbimbing seorang analis citra menguasai prosedur pengenalan pola spektral
dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan
selanjutnya memilih contoh-contoh kelas (training area) yang mewakili setiap
kelompok. Proses klasifikasi ini akan berhasil baik bila kelas-kelas spektral yang
dipilih dapat dipisahkan dan contoh kelas yang dipilih benar-benar mewakili
seluruh data yang ada. Dalam klasifikasi terbimbing terdapat tiga tahapan, yaitu
tahap penentuan kelas contoh (training area), tahap klasifikasi, dan tahap
penyajian hasil (output). Prinsip kerjanya membandingkan tiap piksel yang tidak
dikenal terhadap pola spektral contoh kelas yang telah dibuat.
15
Tingkat kebenaran (akurasi) dari metode klasifikasi terbimbing ditentukan
oleh beberapa faktor yaitu :
• Semua karakteristik alamiah tiap penutupan lahan pada citra melalui area
contoh yang terpercaya.
• Tingkat keterpisahan kelas penutupan lahan secara spektral yang
ditentukan berdasarkan teknik klasifikasi yang digunakan.
Interpretasi data penginderaan jauh secara digital pada dasarnya berupa
klasifikasi piksel berdasarkan nilai spektralnya. Tiap kelas kelompok piksel
tersebut kemudian dicari kaitannya terhadap obyek atau gejala di permukaan
bumi, artinya tiap kelas itu mencerminkan obyek atau gejala apa (Sutanto 1986).
Pengolahan data secara digital (Digital Image Processing) merupakan
manipulasi dan interpretasi citra digital dengan bantuan komputer.
•
Training area
Area contoh adalah sebuah rangkaian atau kumpulan piksel pada citra
yang mewakili kelas penutupan lahan yang sebelumnya telah diidentifikasi.
Piksel-piksel ini menggambarkan pola yang khas dari kelas yang potensial sebagai
penutupan lahan dan sangat penting untuk memilih area contoh yang dapat
mewakili semua kelas yang diidentifikasi.
Pemilihan area contoh yang mewakili kelas yang akan diidentifikasi
tergantung kepada kemampuan dan pengetahuan pengguna terhadap citra yang
akan digunakan. Pengguna diharapkan mengetahui beberapa informasi baik
spasial maupun spektral mengenai piksel-piksel yang akan diklasifikasi.
Karakteristik yang spesifik seperti penutupan lahan, dapat diketahui melalui
pemeriksaan lapangan, analisis foto udara. Data lapangan diyakini menjadi data
yang paling akurat.
•
Klasifikasi terbimbing
Salah satu metode klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi kemungkinan
maksimum yang berasumsi bahwa sebaran data/piksel adalah normal. Metode ini
paling banyak digunakan, dimana DN (Digital Number) pada band tertentu
menunjukan untuk setiap kelas mewakili pengamatan yang bebas (Independent),
dan populasi yang digambarkan mengikuti distribusi normal peubah ganda
(multivariate-normal distribution). Metode ini memerlukan vektor rata-rata untuk
16
sampel multivariate dan matrik ragam-peragam antar band dari setiap kelas atau
kategori (Jaya 2002).
Metode klasifikasi kemungkinan maksimum cendrung memiliki persentase
ketelitian yang relatif baik dibanding dengan metode nearest neighbourhood dan
metode multiple dencity slicing.
2.5
Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan Lahan
Klasifikasi diartikan sebagai proses pengelompokan piksel-piksel ke dalam
kelas-kelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai
kecerahan (Brightness value/BV atau Digital Number/DN) piksel yang
bersangkutan (Jaya 2006).
Alderich (1981) dalam Lo (1995) mendefinisikan lahan adalah material
dasar dari suatu lingkungan (situs), yang diartikan berkaitan dengan sejumlah
karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi dan biologi.
Menurut Arsyad (1989) lahan merupakan bagian dari bentang lahan (landscape)
yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi (relief),
hidrologi termasuk keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan
berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Selanjutnya Lo (1995) dan Lillesand dan
Kiefer (1994) mengemukakan bahwa penggunaan lahan merupakan aktivitas
manusia pada dan dalam kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara
langsung tampak pada citra, sedangkan penutup lahan menggambarkan kontruksi
vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan atau penutup lahan berkaitan
dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi.
Penutupan lahan merupakan hasil akhir dari penggunaan lahan. Penutupan
lahan meliputi bukan hanya bangunan dan penutupan vegetasi atau modifikasi
yang dibuat langsung oleh manusia, akan tetapi juga hasil-hasil proses alami yang
terjadi tanpa interaksi manusia. Sedangkan penggunaan lahan adalah setiap bentuk
intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Arsyad 1989).
Penggunaan lahan dapat dikelompokan menjadi 2: Penggunaan lahan
pertanian dan Penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian
Dibedakan berdasarkan komoditas yang diusahakan atau jenis tutupan yang
terdapat diatas lahan dan ketersediaan air. Penggunaan lahan bukan pertanian
17
Dibedakan dalam penggunaan desa atau kota (pemukiman, industri, rekreasi dan
pertambangan).
Secara umum terdapat tiga kelas data yang mencakup dalam penutupan
lahan yaitu :
1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia.
2. Fenomena biotik vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan
binatang.
3. Tipe pembangunan.
Satu faktor penting untuk menentukan kesuksesan pemetaan pengunaan
lahan dan penutup lahan terletak pada pemilihan skema klasifikasi yang tepat
dirancang untuk suatu tujuan yang dimaksud. Skema klasifikasi yang umumnya
banyak digunakan dalam kegiatan klasifikasi penutupan dan penggunaan lahan
adalah skema klasifikasi yang disusun oleh USGS (United State Geological
Survey) (Lo 1995). Sistem klasifikasi penggunaan dan penutupan lahan dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutupan lahan untuk
digunakan dengan data penginderaan jauh
No. Tingkat 1
1.
Perkotaan
Tingkat 2
atau
Bangunan
Lahan 1.1. Pemukiman
1.2. Perdagangan
1.3. Industri
1.4. Transportasi, komunikasi dan umum
1.5. Komplek industri dan perdagangan
1.6. Perkotaan
campuran
atau
lahan
bangunan
1.7. Perkotaan
atau
lahan
bangunan
lainnya
2.
Lahan Pertanian
2.1 Tanaman semusim dan padang rumput
2.2 Daerah buah-buahan dan tanaman hias
2.3 Tempat penggembalaan terkurung
2.4 Lahan pertanian lainnya
2.5 Lahan tanaman obat
18
No. Tingkat 1
Tingkat 2
3.
3.1 Lahan peternakan semak dan belukar
Lahan peternakan
3.2 Lahan peternakan campuran
4.
Lahan hutan
4.1 Lahan hutan gugur daun dan musim
4.2 Lahan hutan selalu hijau
4.3 lahan hutan campuran
5.
Air
5.1 Sungai dan kanal
5.2 danau
5.3 Waduk
6.
Lahan basah
6.1 Teluk dan muara
6.2 Lahan basah bukan hutan
7.
Lahan gundul
7.1 Dataran garam kering
7.2 Gisik
7.3 Daerah berpasir selain gisik
7.4 Batuan singkapan gundul
7.5 Tambang terbuka, pertambangan,
tambang kerikil
7.6 Daerah peralihan
8.
Padang lumut
8.1 Padang, lumut, semak dan belukar
8.2 Padang lumut tumbuhan obat
8.3 Padang lumut campuran
9.
Es atau salju abadi
9.1 Lapangan salju abadi
9.2 Gleiser
Sumber : Lillesand and Kiefer, 1994
2.6
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem berbasis komputer yang
terdiri atas perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software),
data geografis dan sumberdaya manusia (brainware) yang mampu merekam,
menyimpan, memperbaharui, menampilkan dan menganalisis informasi yang
bereferensi geografis (Jaya 2002)
19
Aronoff (1989) dalam Candra (2003) menyatakan bahwa, SIG adalah
sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan
memanipulasi
informasi-informasi
geografis.
SIG
dirancang
untuk
mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena
dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting dan kritis untuk
dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki
empat kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografis: 1)
memasukkan, 2) manajemen data (penyimpanan, pemanggilan), 3) analisis dan
manipulasi data, 4) keluaran.
Dalam buku Prahasta (2002), Bern (1992) menyatakan bahwa SIG adalah
sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data geografi. Sistem ini
diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak (program)
komputer yang berfungsi untuk: (a) Akuisi dan verifikasi data, (b) Kompilasi data,
(c) penyimpanan data, (d) Perubahan dan updating data, (e) Manajemen dan
pertukaran data, (f) Manipulasi data, (g) Pemanggilan dan presentasi, dan (h)
Analisis data.
Sistem Informasi Geografis saat ini merupakan alat yang banyak
digunakan pada aplikasi-aplikasi yang berada dalam rangka membantu untuk
pengambilan atau pembuatan keputusan. Banyak keputusan yang diambil
berdasarkan kenyataan-kenyataan geografis suatu wilayah. Apa yang ada pada
suatu wilayah tersebut, dimana lokasi yang tepat dan baik, kapan dan mana
wilayah yang dipilih (Nurcahyono 2003).
Sistem informasi geografis memiliki empat komponen dasar yaitu
masukan data (input data), manajemen data (data management), manipulasi dan
analisis data (manipulation and data analysis) dan penyajian data (output data)
(Aronoff 1989 dalam Candra 2003).
SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan
lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan.
Sistem pada SIG terdiri dari beberapa komponen berikut (Prahasta 2002) :
1. Perangkat keras: pada saat ini SIG tersedia untuk berbagai platform
perangkat keras mulai dari PC dekstop, workstasion, hingga multiusers
host yang dapat digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam
20
jaringan komputer yang luas, berkemampuan tinggi, memiliki ruang
penyimpanan (hard disk) yang besar dan mempunyai kapasitas memori
yang besar. Perangkat keras yang sering digunakan untuk SIG adalah
komputer (PC), mouse, digitizer, printer, plotter dan scanner.
2. Perangkat Lunak: SIG merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun
secara modular, dimana basis data memegang peranan kunci. Setiap
subsistem diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang
terdiri dari beberapa modul sehingga terdiri dari ratusan modul program
yang masing-masing dapat dieksekusi sendiri.
3. Data dan informasi geografis: SIG dapat mengumpulkan serta menyimpan
data dan informasi yang diperlukan, baik secara tidak langsung dengan
cara meng-import-nya dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain
maupun secara langsung dengan mendijitasi data spasialnya dari peta dan
memasukkan data atributnya dari tabel-tabel dan laporan dengan
menggunakan keyboard.
4. Manajemen: suatu proyek SIG akan berhasil jika di-manage dengan baik
dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian yang tepat pada
semua tingkatan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan
Desember 2007 meliputi pengumpulan data sampai pengolahan data. Pengambilan
data lapangan dilakukan di Kecamatan Rumpin dan Pengolahan data dilaksanakan
di Laboratorium Remote Sensing, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
3.2
Bahan dan Alat
Data yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah
a. Citra satelit Quickbird tahun perekaman 2003 (Gambar 2)
b. Data Spasial meliputi :
• Peta Administrasi Kabupaten Bogor tahun 2005.
• Peta Batas Desa Kabupaten Bogor tahun 2005.
• Peta Jaringan Jalan.
• Peta Sungai.
• Peta Penutupan lahan tahun 2003 dan 2005.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Seperangkat komputer pribadi (Personal Computer) dengan software
ERDAS IMAGINE 8.5 sebagai pengolah data citra (analisis kuantitatif),
ARCView GIS Ver.3.3 (sebagai pengolah data spasial dan analisis citra
secara kualitatif), Microsoft Office (Microsoft word, Microsoft excel).
b. GPS (Global Positioning System) tipe Garmin 12-XL
c. Kamera digital
d. Kalkulator
e. Alat tulis
22
Gambar 2 Citra Quickbird Kecamatan Rumpin.
22
23
3.3
Tahapan Penelitian
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
pengolahan awal citra, pemeriksaan lapangan (Ground check), klasifikasi citra dan
perhitungan akurasi.
3.3.1
Pra Pengolahan citra (Pre Image Processing)
Relief permukaan bumi yang begitu kompleks tidak bisa direkam secara
sempurna oleh sensor penginderaan jauh. Oleh karena itu data yang direkam pada
umumnya masih mengandung distorsi yang dapat menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas data/citra yang diperoleh. Maka untuk menghilangkan
kesalahan data sebelum dilakukan analisa lebih lanjut perlu dilakukan pra
pengolahan citra yang nantinya akan menghasilkan citra yang telah terkoreksi
secara geometrik.
Sebelum data diolah lebih lanjut, sebelumnya harus dilakukan beberapa
perlakuan terhadap data citra awal dengan menggunakan software ERDAS
IMAGINE 8.5. yaitu Import Data. Import Data dilakukan untuk perubahan format
data citra awal yaitu format GeoTiff ke dalam format data yang dapat diolah oleh
software ERDAS IMAGINE 8.5. yaitu format .img.
3.3.1.1 Koreksi Geometrik
Koreksi Geometrik bertujuan untuk memperbaiki kesalahan posisi obyekobyek yang terekam pada citra yang disebabkan oleh distorsi yang bersifat
geometrik. Penyebab distorsi geometrik meliputi: terjadinya rotasi pada waktu
perekaman, pengaruh kelengkungan bumi, efek panoramik (sudut pandang),
pengaruh topografi, dan pengaruh gravitasi bumi yang menyebabkan terjadinya
perubahan kecepatan dan ketinggian satelit dan ketidakstabilan ketinggian
platform (Lillesand dan Kiefer 1994).
Prosedur
yang
diterapkan
pada
koreksi
geometrik
biasanya
memperlakukan distorsi ke dalam dua kelompok, yaitu distorsi yang dipandang
sistematik atau dapat diperkirakan sebelumnya dan distorsi yang pada dasarnya
dipandang acak atau tidak dapat diperkirakan sebelumnya (Lillesand dan Kiefer
1994). Distorsi acak dan sistematik yang rumit dikoreksi dengan menggunakan
analisis titik ikat lapangan (Ground Control Point/GCP). Metode ini memerlukan
24
ketersedian peta yang teliti sesuai dengan daerah liputan citra dan titik ikat medan
yang dapat dikenali pada citra.
Titik ikat lapangan merupakan kenampakan yang lokasinya diketahui dan
secara cepat dapat ditentukan posisinya pada citra satelit. Kenampakan yang baik
untuk titik ikat antara lain perpotongan jalan, perpotongan jalan raya dan tubuh air
dan sebagainya. Koreksi geometrik dilakukan dengan mengambil sejumlah titik
ikat lapangan yang disesuaikan dengan koordinat citra (lajur dan baris) dan
koordinat peta. Nilai koordinat tersebut kemudian digunakan untuk analisis
kuadrat kecil yang biasanya pada fungsi polinomial orde 1, 2 dan 3 yang cocok
dengan sebaran GCP. Transformasi koordinat yang dilakukan pada citra dapat
mengakibatkan pergeseran letak piksel citra dari posisi semula karena adanya
proses penyesuaian dengan sistem koordinat peta, sehingga perlu dilakukan proses
interpolasi nilai digital piksel-piksel ada citra hasil transformasi, sehubungan
dengan adanya koordinat piksel yang baru (Resampling). Hasil akhir dari koreksi
geometrik adalah kesesuaian antara koordinat citra dengan sistem koordinat peta
rujukan (master map). Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan peta
sungai.
3.3.1.1.1 Rektifikasi Citra ke Peta
Metode ini digunakan untuk koreksi geometrik pada Quickbird.
Merektifikasi citra menggunakan peta vektor sebagai acuan sangat penting untuk
mendapatkan akurasi koordinat geografi yang tinggi, sehingga memungkinkan
overlay antara citra dan peta vektor untuk keperluan analisa. Sistem koordinat
yang dipilih untuk rektifikasi ini adalah Universal Transverse Mercator (UTM)
dengan proyeksi peta yang digunakan adalah UTM 48 zona Selatan dimana Jawa
Barat termasuk wilayah pada zona South UTM row 48, sedangkan datum yang
digunakan adalah World Geographic System 84 (WGS 84).
3.3.1.2 Mozaic
Mozaic merupakan suatu proses penggabungan dari dua data citra yang
terpisah. Tahap ini sangat penting untuk menampilkan visualisasi citra lokasi
penelitian secara utuh.
25
3.3.1.3 Cropping
Citra Quickbird rekaman tahun 2003 yang tersedia mencakup sebagian
wilayah Kabupaten Bogor, sehingga ruang memory yang dibutuhkan cukup besar,
maka untuk efektifitas dan efesiensi serta memudahkan dalam pengolahan dan
penyimpanan data, diperlukan pembatasan areal penelitian yang jelas yaitu
dengan pemotongan citra (cropping) sesuai dengan batasan areal penelitian yaitu
peta administratif kecamatan Rumpin.
3.3.2
Interpretasi Visual Citra Satelit
Analisis visual (interpretasi secara visual citra satelit) yang merupakan
suatu kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi obyek-obyek yang ada
dipermukaan bumi yang tampak pada citra dengan mengenalinya atas dasar
karakteristik spasial.
Pendekatan ini melibatkan analis/interpreter untuk
mendapatkan informasi yang terekam pada citra dengan cara interpretasi visual.
Keberhasilan ini sangat tergantung kepada analis dalam mengeksploitir secara
kolektif objek-objek yang tampak pada citra. Elemen-elemen diagnostik dalam
analisis visual yang digunakan adalah: ukuran, rona, warna, tekstur, pola, asosiasi,
bentuk
dan
lokasi.
Unsur-unsur
interpretasi
tersebut
digunakan
untuk
membedakan jenis tutupan lahan. Selanjutnya dengan menggunakan software
ArcView langkah yang harus dilakukan yaitu:
•
Dijitasi On Screen
Dijitasi On Screen merupakan proses dijitasi yang dilakukan di atas layar
monitor dengan bantuan mouse. On Screen Digitizing atau Icon On Screen dapat
digunakan sebagai alternatif input data digital tanpa menggunakan alat Digitizer.
•
Labeling / Atributing
Labeling/Atributing adalah proses pemberian identitas atau label pada
polygon, garis (arc), atau titik (point) yang terbentuk dalam coverage berdasarkan
hasil dari interpretasi secara visual.
3.3.3
Pengambilan data lapangan (Ground Check)
Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan beberapa informasi, yaitu
informasi mengenai keadaan penutupan lahan yang sebenarnya di lapangan dan
26
juga titik-titik koordinat dari penutupan lahan tersebut yang berguna untuk
pengambilan area contoh maupun sebagai data referensi. Pengambilan titik-titik
koordinat tersebut dilakukan dengan bantuan GPS (Global Positioning System).
Selain itu, juga dilakukan pengambilan gambar tipe-tipe penutupan dan
penggunaan lahan.
3.3.4
Reklasifikasi
Hasil interpretasi visual yang dilakukan terhadap citra bisa saja berbeda
dengan keadaan di lapangan, oleh karena itu dilakukan reklasifikasi dengan
mengacu pada data hasil pengamatan di lapangan (Ground check). Reklasifikasi
dilakukan dengan memperbaiki hasil klasifikasi awal pada citra.
3.3.5
Klasifikasi Citra (Interpretasi Citra secara Kuantitatif)
Klasifikasi citra adalah proses pengelompokan piksel ke dalam kelas-
kelas/kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan (Brightness
Value atau Digital Number) yang bertujuan untuk mengelompokan atau membuat
segmentasi mengenai kenampakan-kenampakan yang homogen dengan teknik
kuantitatif. Prosedur operasi dilakukan dengan pengamatan dan evaluasi setiap
piksel yang terkandung di dalam citra, dan dikelompokan pada setiap informasi.
Klasifikasi citra merupakan proses yang penting dalam analisis digital.
Pada dasarnya klasifikasi objek dari data digital dapat dilakukan dengan dua
pendekatan. Pendekatan pertama, dilakukan dengan menetapkan beberapa daerah
contoh (training site) yang mewakili kelas penutupan lahan yang ada, kemudian
berdasarkan statistik daerah contoh tersebut seluruh piksel dikelaskan. Pendekatan
dengan cara ini dikenal dengan istilah klasifikasi terbimbing (supervised
classification).
Sedangkan cara pendekatan yang kedua, yang dikenal dengan istilah
klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification) atau dengan istilah
statistika dikenal dengan analisis gerombol, mengklasifikasikan piksel ke dalam
kelas-kelas secara alami. Klasifikasi tak terbimbing lebih banyak menggunakan
algoritme yang mengkaji sejumlah besar piksel yang tidak dikenal dan
membaginyan kedalam sejumlah kelas berdasarkan nilai citra yang ada. Anggapan
27
dasarnya yaitu nilai di dalam suatu kelas tertentu seharusnya saling berdekatan
pada suatu ruang pengukuran, sedangkan pada data kelas yang berbeda akan
berada di luar ruang pengukuran tersebut sehingga dapat dipisahkan dengan baik.
Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi tak terbimbing adalah kelas spektral
(Lillesand dan Kiefer 1994).
Dalam klasifikasi terbimbing terdapat tiga tahapan, yaitu: tahap
pembentukan kelas contoh (training site), tahap klasifikasi, dan tahap
keluaran(output). Prinsip kerjanya membandingkan tiap piksel yang tidak dikenal
terhadap pola spektral contoh kelas yang telah dibuat dalam tahap latihan.
Tingkat kebenaran (akurasi) dari metode klasifikasi terbimbing ditentukan
oleh beberapa faktor yaitu :
Keterwakilan semua karakteristik alamiah tiap penutupan lahan pada citra
melalui area contoh yang terpercaya
Tingkat keterpisahan kelas penutupan lahan secara spektral yang
ditentukan berdasarkan teknik klasifikasi yang dipergunakan.
3.3.5.1 Penentuan Area contoh
Dalam tahapan ini analis mengidentifikasi area contoh yang mewakili dari
setiap penutupan lahan yang diinginkan dan membangun suatu deskripsi numerik
dari spektral tiap penutupan lahan tersebut (Lillesand dan Kiefer 1994).
Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan data yang didapatkan dari
pemeriksaan lapangan kemudian dilakukan penentuan dan pemilihan lokasi-lokasi
area contoh (training area) untuk pengambilan informasi statistik tipe-tipe
penutupan lahan. Informasi statistik dari setiap tipe penutupan lahan akan
digunakan untuk menjalankan fungsi akurasi. Informasi statistik yang diambil
adalah nilai rata-rata, simpangan baku, nilai digital minimun dan maksimum, serta
matriks varian-kovarian untuk setiap tipe penutupan lahan.
Tahap terpenting dalam klasifikasi terbimbing ini adalah tahap penamaan
piksel (labelling) yang diperoleh dari data training area. Tahap ini juga mencakup
pemeriksaan lapangan (field check) atau dengan bantuan data rujukan lain seperti
potret udara atau peta topografi. Sekali piksel terpilih, maka analis kemudian
memerintahkan komputer untuk mengklasifikasi atau memberikan label/nama
28
seluruh piksel pada citra berdasarkan nilai statistik masing-masing kelas yang
terpilih dari traning area. Jumlah training area yang dibuat adalah sebanyak
jumlah kategori atau kelas yang didefinisikan. Secara teori jumlah piksel yang
diambil untuk mewakili masing-masing kelas adalah sebanyak band (N) yang
digunakan ditambah satu (N+1), hal tersebut untuk menghindari matrik ragam
peragam singular yang matriks kebalikannya tidak bisa dihitung. Pada prakteknya
jumlah piksel yang digunakan untuk setiap kelas adalah 10N bahkan 100N,
(Swain and Davis 1978 dalam Jaya 2006), dimana N adalah jumlah saluran yang
digunakan.
3.3.5.2 Metode Kemungkinan Maksimum (Maximum Likehood Method)
Menurut Jaya (2006) metode ini adalah metode klasifikasi yang paling
banyak digunakan, dimana DN pada k band untuk setiap kelas mewakili
pengamatan yang bebas (indepndent), dan populasi yang digambarkan mengikuti
distribusi normal-peubah ganda (multivariate-normal distribution).
Metode ini menghasilkan hasil klasifikasi yang lebih akurat pada
mekanisme evaluasi terhadap jarak dan variasi statistik untuk pemisahan setiap
kelasnya (Venkateswarlu dan Singh 1995 dalam Hidayat 2002). Metode ini
mengelompokan piksel yang belum diketahui identitasnya berdasarkan vektor
rata-rata dan matriks ragam peragam dari setiap pola spektral kelas informasi.
Piksel dimasukan menjadi salah satu kelas yang memiliki probabilitas (peluang)
yang tinggi.
3.3.6
Analisis Separabilitas
Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang memberikan
informasi mengenai evaluasi keterpisahan area contoh (traning area) dari setiap
kelas, apakah suatu kelas layak digabung atau tidak dan juga kombinasi band
terbaik untuk klasifikasi.
Pengujian terhadap traning area dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode Transformasi Divergensi (TD). Metode ini digunakan untuk
mengukur tingkat keterpisahan antar kelas. Nilai TD antara kelas i dan j dapat
diketahui dengan rumus di bawah ini :
29
[
(
)]
[(
)
T
Dij = 0.5 Tr (Ci − Cj ) Ci −1 − Cj −1 + 0.5Tr Ci −1 + Cj −1 (µi − µj )(µi − µj )
]

 − Dij  
TDij =20001 − exp 

 8  

Dengan :
i,j
: Dua kelas yang dibandingkan
Ci
: Matrik peragam kelas ke-i
Mi
: Vektor rata-rata kelas ke-i
Tr
: Teras matriks
-1, T
: Operasi invers dan transpose matrik
Dij
: Jarak antara kelas ke i dan kelas ke j
: Separabilitas antar kelas i dengan kelas j
TDij
Transformasi divergensi mempunyai batas nilai 0-2000, adapun kriteria
yang digunakan dalam memisahkan antar kelas dari nilai transformasi divergensi
menurut jaya (2006) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kriteria tingkat keterpisahan
Nilai Transformasi Keterpisahan
(Tdij)
2000
1900 – 1999
1700 1899
1601 – 1699
TDij < 1600
Keterangan
Sempurna keterpisahannya (Excellent)
Sangat baik keterpisahannya (Good)
Baik keterpisahannya (Fair)
Cukup baik keterpisahannya (Poor)
Tidak terpisahkan (Inseparable)
Sumber : Jaya, 2006
3.3.7
Analisis Penilaian Akurasi
Penetapan akurasi dari klasifikasi citra sangat penting untuk mengevaluasi
kualitas peta yang dikembangkan dari data penginderaan jauh. Keakuratan
klasifikasi diperoleh dari perbandingan antara jumlah piksel yang dikelaskan
secara benar pada setiap kelas dengan jumlah contoh yang digunakan.
Evaluasi ini menguji tingkat keakuratan secara visual dari hasil klasifikasi
terbimbing dengan menggunakan titik-titik kontrol lapangan untuk uji akurasi.
Titik-titik lain yang ditentukan sebanyak kalas-kelas yang telah ditetapkan dalam
klasifikasi pada lokasi diluar area contoh yang telah digunakan sebelumnya.
30
Keakuratan hasil accuracy assessment dinyatakan dengan nilai user’s accuracy,
producer’s accuracy, dan nilai kappa accuracy.
Evaluasi akurasi terhadap besarnya kesalahan klasifikasi area contoh untuk
menentukan besarnya persentase ketelitian pemetaan. Evaluasi ketelitian
pemetaan meliputi jumlah piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar
atau salah, pemberian nama kelas secara benar, persentase banyaknya piksel
dalam masing-masing kelas serta persentase kesalahan total.
Akurasi ketelitian pemetaan diuji dengan membuat matriks contingency
yang lebih sering disebut dengan matriks kesalahan (confusion matrix). Adapun
bentuk dari matriks kesalahan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Matriks kesalahan (confusion matrix)
Data acuan
(Training Area)
A
Diklasifikasikan ke kelas
(data kelas di peta)
A
B
C
D
Xii
B
C
.....
D
Total baris
Xk+
Producer’s
Accuracy
Xkk / Xk+
Xkk
Total kolom
X+k
N
User’s accuracy
Xkk/X+k
Sumber : Jaya, 2006
Akurasi yang biasa dihitung berdasarkan tabel di atas antara lain, User’s
accuracy, Producer’s Accuracy dan overall accuracy. Secara matematis jenisjenis akurasi diatas dapat dinyatakan sebagai berikut :
User ' s accuracy =
X kk
x 100%
X +k
Pr oducer' s accuracy =
X kk
x 100%
X k+
r
∑X
Overall accuracy =
k
N
kk
x 100 %
31
Nilai akurasi yang paling banyak digunakan adalah akurasi Kappa, karena
nilai ini memperhitungkan semua elemen (kolom) dari matriks. Secara matematis
akurasi Kappa dinyatakan sebagai berikut :
r
N ∑ X kk −
Kappa (k ) =
k
r
∑X
k+
X +k
k
r
N − ∑ X k+ X k+
x 100%
2
k
Dimana : N
: Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan
X+k : Jumlah total piksel per kolom
Xk+ : Jumlah total piksel per kelas
32
Mulai
•
•
•
•
•
Pengumpulan data
Citra Quickbird 2003
Peta Administrasi Kabupaten Bogor tahun 2005
Peta Jaringan Jalan
Peta Sungai
Peta Penutupan lahan tahun 2003 dan 2005
Pra pengolahan Citra
• Import data
(dari format Geo Tiff ke format .img)
• Koreksi Geometrik
• Mozaic
• Cropping
Ground check
Interpretasi visual citra
(Klasifikasi Kualitatif)
• Digitasi “on screen”
• Labeling/attributting
Hasil Klasifikasi
Kualitatif
Reklasifikasi
Pengolahan Citra (Klasifikasi kuantitatif)
• Penentuan area contoh
• Klasifikasi metoda maximum likelihood
Analisis separabilitas
Analisis akurasi
Hasil klasifikasi
kuantitaif
Selesai
Gambar 3 Alur tahapan penelitian
BAB IV
KONDISI UMUM
4.1
Letak dan Luas
Kecamatan Rumpin terletak pada koordinat geografis 6°36’- 6°55’ Lintang
Selatan dan 106°60’-106°69’ Bujur Timur di wilayah administrasi pemerintahan
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Dengan luas 13.648,13 Ha. Kecamatan
Rumpin dibatasi oleh beberapa wilayah yaitu :
Sebelah Utara
: Provinsi Banten.
Sebelah Selatan
: Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Leuwiliang
Sebelah Timur
: Kecamatan Gunung Sindur dan Kecamatan Parung.
Sebelah Barat
: Kecamatan Parung Panjang dan Kecamatan Cigudeg.
Secara administratif Kecamatan Rumpin meliputi 13 desa yaitu Desa
Cibodas, Desa Cidokom, Desa Cipinang, Desa Gobang, Desa Kampungsawah,
Desa Kertajaya, Desa Leuwibatu, Desa Mekarsari, Desa Rabak, Desa Rumpin,
Desa Sukamulya, Desa Sukasari, dan Desa Tamansari. Adapun luasan
administratif dari tiap-tiap desa dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Luasan administratif tiap Desa di Kecamatan Rumpin
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Desa
Cibodas
Cidokom
Cipinang
Gobang
Kampungsawah
Kertajaya
Leuwibatu
Mekarsari
Rabak
Rumpin
Sukamulya
Sukasari
Tamansari
Total
Luasan (ha)
830,78
1.263,72
1.200,89
1.224,41
819,36
535,35
1.411,33
560,28
1.599,91
601,53
1.267,60
1.304,83
1.028,13
13.648,12
Sumber : Peta batas administrasi 2005, Badan Perencanaan
Daerah Kabupaten Bogor
34
Gambar 4 Peta batas administrasi
34
35
4.2
Kondisi Fisik
4.2.1
Iklim
Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, Kecamatan Rumpin
termasuk dalam iklim A yaitu daerah yang sangat basah dengan vegetasi hutan
hujan tropik dengan rata-rata jumlah bulan kering adalah dua dan jumlah bulan
basah adalah sepuluh. Sedangkan berdasarkan pembagian tipe iklim Koppen
Kecamatan Rumpin termasuk kedalam tipe iklim Af, yaitu dengan daerah iklim
hujan tropik dengan suhu rata-rata bulan terpanas > 22,2ºC. Curah hujan tahunan
berkisar antara 2500 - 3000 mm dengan suhu rata-rata 26,3ºC dan kelembaban
rata-rata 81,3%.
4.2.2
Tanah dan Geologi
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengolahan Peta Tanah Tinjau
Kabupaten Bogor tahun 2005, terdapat beberapa jenis tanah di Kecamatan
Rumpin, dengan jenis tanah yang memiliki luasan terbesar yaitu asosiasi latosol
merah dan latosol coklat kemerahan (51,36%) dan kompleks latosol merah
kekuningan latosol coklat kemerahan dan litosol (21,06%). Kedalaman tanah di
Kecamatan Rumpin juga memiliki variasi antara kurang dari 60-90 cm sampai
lebih dari 90 cm seperti terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Luasan jenis tanah di Kecamatan Rumpin
No. Jenis tanah
1 Aluvial
2 Asosiasi Latosol merah dan latosol coklat
kemerahan
3 asosiasi Latosol coklat dan regosol
4 Kompleks Latosol merah kekuningan
latosol coklat kemerahan dan litosol
5 SNG
Total
Luas (ha)
143,03
Persentase (%)
25,54
287,57
0,93
51,36
0,17
117,93
10,51
559,96
21,06
1,88
100
Sumber : Peta jenis tanah Kabupaten Bogor, Badan Perencanaan Daerah
Kabupaten, Bogor
Secara geologis sebagian besar lahan Kecamatan Rumpin tersusun dari
batuan endapan permukaan (52,43%), gunung api muda berupa endapan breksi,
lahar, lava, tufa (36,60%), batu gamping (6,14%) dan batuan tersier (4,83%) yang
dapat dilihat pada Tabel 7.
36
Tabel 7 Jenis batuan induk di Kecamatan Rumpin
No.
1
2
3
4
Batuan
Batu gamping
Batuan tersier
Endapan permukaan
Gunung api muda
Total
Luas (ha)
33,94
26,65
289,63
202,17
552,39
Persentase (%)
6,14
4,83
52,43
36,6
100
Sumber : Peta Sebaran Geologi Kabupaten Bogor, Badan Perencanaan Daerah
Kabupaten Bogor
4.2.3
Topografi
Kecamatan Rumpin mempunyai ketinggian yang sangat bervariasi yaitu
antara <100 – 500 mdpl. Karakteristik topografi Kecamatan Rumpin secara umum
berada pada daerah dengan kemiringan lereng beragam. Wilayah dengan
kelerengan datar (0-8%) memiliki luasan terbesar yakni meliputi 65,70% dari total
wilayah, diikuti wilayah dengan kelerengan landai (8-15%) sebesar 21,4% dari
total wilayah, agak curam (15-25%) sebesar 11,84% dari total wilayah, curam
(25-45%) sebesar 11,45% dari total wilayah dan sangat curam 0,28% dari total
wilayah yang dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Kelas lereng dan luasannya di Kecamatan Rumpin
No.
1
2
3
4
5
Kelas lereng (%)
0-8
8-15
15-25
25-45
>45
Total
Luas (ha)
832,61
136,05
150,12
145,09
3,50
1.267,37
Persentase (%)
65,70
10,74
11,84
11,45
0,28
100
Sumber : Peta kelas lereng Kabupaten Bogor, Badan Perencanaan Daerah
Kabupaten, Bogor
4.2.4
Penutupan Lahan
Menurut data dari Badan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten
Bogor tahun 2005, penutupan lahan di Kecamatan Rumpin menunjukkan bahwa
kawasan kebun campuran/semak belukar merupakan bentuk penutupan lahan
yang terluas yaitu meliputi luasan lebih kurang 855,72 ha (67,51% dari luas total
wilayah). Penggunaan lahan lain yang relatif luas adalah hutan/vegetasi lebat
sebesar 228,38 ha (18,02% dari luas total wilayah) dan pemukiman sebesar 72,77
37
ha (5,74% dari luas total wilayah). Untuk lebih jelasnya tipe penutupan lahan di
Kecamatan Rumpin dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Penutupan lahan Kecamatan Rumpin tahun 2005
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tipe penutupan lahan
Awan
Badan-badan air
Bayangan awan
Hutan/vegetasi lebat
Kawasan Industri
Kebun campuran/semak belukar
Lahan-lahan kosong
Perkebunan
Permukiman/perkampungan
Sawah irigasi
Total
Luas (ha)
1,67
2,64
2,71
228,38
2,03
855,72
28,98
44,70
72,77
28,03
1.267,63
Persentase (%)
0,13
0,21
0,21
18,02
0,16
67,51
2,29
3,53
5,74
2,21
100
Sumber : Peta tutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 2005, Badan Perencanaan Daerah
Kabupaten, Bogor
4.3
Kependudukan
Pada tahun 2005 jumlah penduduk di Kecamatan Rumpin adalah 113.330
jiwa yang terdiri 57.097 jiwa laki-laki dan 56.233 jiwa perempuan, dengan tingkat
kepadatan penduduk sebesar 1.418 jiwa/km2. Di Kecamatan Rumpin tercatat
jumlah rumah tangga yang ada mencapai 23.746 keluarga, dengan 400 Rukun
Tetangga (RT).
Penduduk di Kecamatan Rumpin terdiri dari penduduk asli dan pendatang.
Para pendatang umumnya berasal dari kota (bukan dari desa-desa sekitar
Rumpin), seperti Jakarta. Mereka pada umumnya datang ke Rumpin untuk bekerja
atau membeli lahan di Rumpin. Oleh karena itu budaya asli Rumpin pada saat kini
tidak begitu kentara (yakni budaya etnis Sunda-Betawi, mengingat letak Rumpin
berbatasan dengan Jakarta dan Tanggerang).
Berdasarkan pola penguasaan lahan dapat dilihat adanya pelapisan sosial
dalam masyarakat di Kecamatan Rumpin. Sistem pelapisan tersebut didasarkan
pada perbedaan kemampuan ekonomi (pekerjaan) masyarakat Rumpin, di mana
ada yang bekerja sebagai buruh tani, pedagang dan pemilik usaha. Sistem
pelapisan ini bersifat terbuka (achived status) karena seseorang dapat berpindah
38
posisi dari satu lapisan ke lapisan lainnya. Seorang pedagang yang berhasil dapat
membeli lahan dan menjadi pemilik usaha. Begitu juga sebaliknya pemilik lahan
yang menjual lahannya dan kini hanya menjadi buruh tani.
Di Kecamatan Rumpin hingga tahun 2005 fasilitas peribadatan berupa
Masjid berjumlah 114 buah dan Musholla 99 buah, gereja Katolik 1 buah, dan
Vihara 1 buah. Sedangkan jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut pada
tahun 2005 terdiri dari pemeluk agama Islam sebanyak 111.858 jiwa, Katolik
sebanyak 109 jiwa, Protestan sebanyak 212 jiwa, Hindu sebanyak 1.655 jiwa dan
pemeluk agama Budha sebanyak 2.154 jiwa (Kabupaten Bogor dalam Angka
2006). Kerukunan hidup antar umat beragama tumbuh dan berkembang dengan
baik, terlihat dari tidak adanya kasus kerusuhan sosial yang bernuansa agama
ataupun potensi konflik yang muncul akibat dari isu SARA. Sarana pendidikan
yang terdapat di Kecamatan Rumpin terdiri dari 62 SD Negeri, 1 SD Swasta, 2
SLTP Negeri, 8 SLTP Swasta, 1 SLTA Negeri, 5 SLTA Swasta, 15 Madrasah
Ibtidaiyah, 4 Madrasah Diniah dan 6 Madrasah Tsanawiyah.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Citra Quickbird daerah penelitian
Data penginderaan jauh yang langsung diterima stasiun bumi dari sensor
satelit masih mengandung beberapa kesalahan (distorsi), sehingga perlu dilakukan
perbaikan lebih lanjut oleh analis (user’s) sesuai dengan maksud dan tujuan
pemprosesan data dan informasi yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini
perbaikan/koreksi terhadap kesalahan tersebut dilakukan pada tahap pengolahan
awal citra (pre-image processing).
Pengolahan awal citra merupakan tahap awal dari pengolahan citra satelit
Quickbird untuk meningkatkan kualitas data citra dengan lokasi Kecamatan
Rumpin, Kabupaten Bogor. Untuk itu koreksi terhadap distorsi atau kesalahan
data perlu dilakukan sebelum data dianalisa lebih lanjut.
Distorsi atau kesalahan geometrik ini tidak tampak secara nyata dalam
citra, namun kesalahan akibat posisi geometris dapat berakibat fatal karena dapat
menyebabkan terjadinya kesulitan dalam melakukan pengecekan lapang terhadap
obyek yang tampak pada citra, distorsi ukuran luas, kesulitan pada proses integrasi
citra dengan sumber yang lain dan tidak memungkinkan dilakukannya
perbandingan piksel demi piksel (Jaya 1997).
Koreksi geometrik merupakan salah satu dari proses dalam prapengolahan citra yang harus dilakukan sebelum citra asli digunakan lebih lanjut.
Koreksi ini dilakukan dengan merektifikasi citra menggunakan peta vektor
sebagai acuan. Sejumlah titik-titik kontrol tersebar merata ditentukan pada peta
sungai skala 1:25.000 sebagai koordinat reference.
Didaerah penelitian terdapat 2 scene Citra Satelit Quickbird, sehingga
untuk menampilkan visualisasi daerah penelitian secara utuh maka dilakukan
proses mozaic. Pada proses mozaic dilakukan penggabungan citra (citra 000 dan
001) menjadi satu citra. Untuk dapat melakukan proses ini kedua citra sudah harus
terkoreksi secara geometrik terlebih dahulu. Proses mozaic citra dapat dilihat pada
Gambar 5.
40
Gambar 5 Proses mozaic citra
Setelah proses koreksi citra dan mozaic citra kemudian dilakukan
pembatasan areal penelitian yaitu pemotongan citra (Cropping) sesuai dengan
batasan areal penelitian yaitu Kecamatan Rumpin. Pemotongan citra ini selain
agar dapat memfokuskan pada areal yang akan diamati juga dapat mengurangi
kapasitas data agar pengolahan data atau processing dapat dilakukan lebih cepat
daripada data yang tidak dipotong. Pada software ERDAS (pengolah data citra)
istilah cropping disebut juga dengan subset citra. Hasil cropping/subset citra
dapat dilihat pada gambar 6. Berdasarkan gambar 6 dapat dilihat bahwa terdapat
perbedaan luas awal pada Citra Satelit Quickbird dan peta administrasi. Luas
Kecamatan Rumpin sebesar 13.648,13 ha tetapi Citra Satelit Quickbird yang ada
hanya mempunyai luas 6.031.199 ha.
Gambar 6 Citra Quickbird di Kecamatan Rumpin setelah proses mozaic
dan cropping.
41
5.2
Interpretasi visual citra
Analisis penampakan obyek-obyek yang ada pada citra dilakukan dengan
menggunakan kombinasi band 1-2-3 (blue, green, red). Kombinasi ini
memberikan tampilan citra seperti kondisi sebenarnya sehingga dengan resolusi
yang tinggi akan lebih mempermudah dalam deteksi dan identifikasi secara visual
tampilan obyek yang ada pada citra. Hasil analisis perbedaan warna, pola dan
tekstur yang tampak pada Citra Quickbird, maka jenis penutupan/penggunaan
lahan di Kecamatan Rumpin yang dapat diidentifikasi adalah sebanyak 19 kelas
termasuk awan dan bayangan awan. Namun demikian keakuratan atas interpretasi
ini harus tetap dibuktikan kebenarannya melalui pengamatan langsung dilapangan.
5.3
Pengambilan data lapangan
Untuk memeriksa kebenaran obyek dan posisi geografis obyek dilapangan
dilakukan pengambilan titik-titik kontrol lapangan dengan menggunakan GPS.
Titik-titik kontrol ini kemudian digunakan sebagai acuan untuk training area dan
titik uji akurasi pada proses klasifikasi. Dari pengamatan ini dapat diketahui titiktitik kontrol lapangan (Lampiran 1) untuk memastikan obyek-obyek dilapangan
sesuai dengan penampakannya di citra. Hasil pengamatan lapangan terhadap
kondisi penutupan lahan dilokasi penelitian (Kecamatan Rumpin) dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10 Deskripsi titik-titik pengamatan lapangan dari kondisi penutupan lahan
di Kecamatan Rumpin
No. Titik Lapangan
Jenis Penutupan Keterangan
lahan
1
AT
Mesjid
Tempat ibadah (masjid), berada
pada topografi yang datar. Terletak
di tepi jalan dan bangunannya
terlihat jelas dengan bentuk yang
berbeda dari keadaan bangunan
disekitarnya.
2
C1, C2, C3
Sungai
Sungai Cisadane yang berada di tepi
sawah. Di tepi-tepi sungai terdapat
vegetasi baik kebun campuran,
sawah maupun pohon-pohon yang
ditanam di tepi-tepi sungai.
42
No. Titik Lapangan
3
J1, J2
Jenis Penutupan
lahan
Jalan
4
5
JMBT
V1, V2
Jembatan
Hutan
6
SM
Semak belukar
7
8
KRT1,
KRT3
P1, P2
9
10
BMB3
KLP1, KLP2
Tegakan bambu
Perkebunan
kelapa
11
BA1,BA2,
BA3, BA4
Badan air
12
RW1,RW2
Rawa
13
KC1,KC2,KC3,
KC4,KC5,KC6
Kebun
campuran
14
TGLN
Tegalan
KRT2, Perkebunan
karet
Pemukiman
Keterangan
Merupakan jalan beraspal, jalan
raya, jalan utama.
Jembatan yang terbuat dari Beton.
Suatu kesatuan ekosistem yang
berupa hamparan lahan yang
didominasi pepohonan
Semak belukar, suatu lokasi yang
terdiri dari campuran antara jenisjenis
seperti
rumput-rumputan,
alang-alang, kirinyuh dan tumbuhan
bawah lainnya. Pada umumnya
semak belukar merupakan tumbuhan
kecil
sampai
sedang,
tidak
mempunyai batang yang jelas,
banyak cabang, dan memiliki
penutupan lahan yang rapat dan
relatif sedang.
Perkebunan karet yang banyak
tumbuh rapat di tepi jalan.
Kawasan Pemukiman dengan jarak
antar pemukiman satu dengan yang
lainnya berdekatan, tersusun dengan
teratur dan terpusat pada suatu
tempat.
Tanaman bambu muda
Penutupan lahan yang berupa
perkebunan dengan tanaman pokok
kelapa, dan tumbuh di kanan kiri
jalan.
Daerah atau lokasi yang tergenang
air tanpa ada vegetasi yang
menaunginya.
Daerah yang tergenang air yang
permukaannya berwarna hijau tua
karena banyak terdapat vegetasi
yang menutupi sebagian dari
permukaan air tersebut.
Kebun campuran, terdiri dari
kombinasi tanaman seperti pisang,
singkong,
melinjo,
angsana,
rambutan, nangka, pepaya, nanas,
alpukat.
Pertanian lahan kering berupa
tanaman pangan yaitu pisang,
singkong (dominan)
43
No. Titik Lapangan
15
TA1,TA2,TA3
16
PR1,PR2,PR3
17
AK1,AK2
18
PL
19
SGN
20
SW1,SW2
21
BG
22
23
TA4
K1,K2
Jenis Penutupan
lahan
Tanah kosong
Keterangan
Berupa tanah kosong yang tidak
ditumbuhi oleh vegetasi apapun.
Padang rumput
Lapangan yang ditumbuhi oleh
rumput yang sangat mendominasi.
Tegakan akasia
Merupakan tegakan akasia yang
relatif homogen dengan areal tidak
begitu luas, terletak di tepi jalan di
kawasan Balai Diklat Kehutanan
Bogor.
Tegakan pulai
Merupakan tegakan pulai dengan
areal tidak begitu luas terletak di tepi
jalan.
Tegakan sengon Merupakan tegakan sengon yang
relatif homogen.
Sawah
Kawasan pertanian lahan basah
berupa padi dengan luasan yang
cukup besar.
Bangunan Diklat Bangunan Balai Diklat Kehutanan
Kehutanan
Bogor
Tanah rusak
Tanah rusak
Industri/kantor/
Kawasan yang terdiri dari pabriksekolah
pabrik, kantor dan sekolah dan
terpusat disuatu tempat, berada di
pinggir jalan.
Berdasarkan interpretasi citra secara visual dan pengamatan kebenaran
obyek-obyek di lapangan tersebut, maka penutupan lahan yang terdapat pada citra
dapat teridentifikasi sebanyak 19 kelas yaitu Awan, bayangan awan,
danau/empang, kebun campuran, perkebunan kelapa, padang rumput, pemukiman,
tanah rusak, rawa, sawah, semak belukar, sungai, tanah kosong, tegakan akasia,
perkebunan karet, tegakan pulai, jalan, industri/kantor/sekolah dan hutan.
Karakteristik tutupan lahan pada citra dan di lapangan dapat dilihat pada
Gambar 7.
1a
1b
44
2a
Gambar 7
2b
3a
3b
4a
4b
5a
5b
(lanjutan) Kelas penutupan lahan di Kecamatan Rumpin, (a)
penampakan pada Citra Satelit Quickbird; (b) Penampakan di
lapangan. Jenis tutupan lahan (1) sawah; (2) pemukiman; (3) kebun
campuran; (4) sungai; (5) danau; (6) hutan; (7) padang rumput; (8)
perkebunan karet; (9) tanah kosong; (10) tanah rusak; (11)
perkebunan kelapa; (12) jalan; (13) semak belukar; (14) rawa; (15)
tegakan akasia; (16) tegakan pulai.
45
6a
Gambar 7
6b
7a
7b
8a
8b
9a
9b
(lanjutan) Kelas penutupan lahan di Kecamatan Rumpin, (a)
penampakan pada Citra Satelit Quickbird; (b) Penampakan di
lapangan. Jenis tutupan lahan (1) sawah; (2) pemukiman; (3) kebun
campuran; (4) sungai; (5) danau; (6) hutan; (7) padang rumput; (8)
perkebunan karet; (9) tanah kosong; (10) tanah rusak; (11)
perkebunan kelapa; (12) jalan; (13) semak belukar; (14) rawa; (15)
tegakan akasia; (16) tegakan pulai.
46
10a
Gambar 7
10b
11a
11b
12a
12b
13a
13b
(lanjutan) Kelas penutupan lahan di Kecamatan Rumpin, (a)
penampakan pada Citra Satelit Quickbird; (b) Penampakan di
lapangan. Jenis tutupan lahan (1) sawah; (2) pemukiman; (3) kebun
campuran; (4) sungai; (5) danau; (6) hutan; (7) padang rumput; (8)
perkebunan karet; (9) tanah kosong; (10) tanah rusak; (11)
perkebunan kelapa; (12) jalan; (13) semak belukar; (14) rawa; (15)
tegakan akasia; (16) tegakan pulai.
47
14a
Gambar 7
14b
15a
15b
16a
16b
(lanjutan) Kelas penutupan lahan di Kecamatan Rumpin, (a)
penampakan pada Citra Satelit Quickbird; (b) Penampakan di
lapangan. Jenis tutupan lahan (1) sawah; (2) pemukiman; (3) kebun
campuran; (4) sungai; (5) danau; (6) hutan; (7) padang rumput; (8)
perkebunan karet; (9) tanah kosong; (10) tanah rusak; (11)
perkebunan kelapa; (12) jalan; (13) semak belukar; (14) rawa; (15)
tegakan akasia; (16) tegakan pulai.
5.4
Klasifikasi Citra (Interpretasi Kuantiatif)
5.4.1
Klasifikasi Terbimbing
Proses ini merupakan suatu cara untuk mengelompokan piksel-piksel
kedalam kelas-kelas atau kategori yang telah ditentukan secara digital berdasarkan
48
nilai kecerahan (brightness value dan digital number) piksel dari area yang
dijadikan sebagai area contoh (training area).
Dalam klasifikasi penutupan lahan ini digunakan teknik klasifikasi
terbimbing (supervised classification) dengan metode kemungkinan maksimum
(maximum likelihood method). Klasifikasi kemungkinan maksimum adalah
metode klasifikasi yang paling banyak digunakan dalam sebagian besar terapan
klasifikasi citra digital penginderaan jauh, walaupun pada waktu proses
pengolahan datanya relatif lebih lama daripada metode klasifikasi lainnya, tetapi
metode ini dapat menghasilkan hasil klasifikasi yang lebih akurat pada
mekanisme evaluasi terhadap jarak dan variasi statistik untuk pemisahan setiap
kelasnya. Metode ini mengelompokan piksel yang belum diketahui identitasnya
berdasarkan vektor rata-rata dan matriks ragam peragam dari setiap pola spektral
kelas informasi. Piksel dimasukan menjadi salah satu kelas yang memiliki
probabilitas (peluang) paling tinggi.
5.4.2
Area Contoh (Training Area)
Proses klasifikasi ini dilakukan setelah sebelumnya terlebih dahulu
dilakukan pengamatan lapangan untuk menentukan area contoh yang akan
digunakan dalam klasifikasi. Area contoh dilapangan ditentukan dengan
menggunakan alat GPS. Interpretasi citra secara visual menunjukan obyek-obyek
yang perlu diperiksa kebenarannya dilapangan. Kebenaran obyek di peta
disesuaikan dengan keadaan sebenarnya dilapangan untuk kemudian menentukan
koordinat UTM obyek dilapangan berdasarkan koordinat UTM dari GPS. Titiktitik kontrol lapangan ini merupakan acuan dalam membuat area contoh (training
area) pada citra dalam proses klasifikasi.
Secara teoritis, jumlah piksel yang perlu diambil untuk mewakili masingmasing kelas adalah sebanyak band (N) yang digunakan ditambah satu (N+1), hal
tersebut untuk menghindari matrik ragam peragam singular yang matriks
kebalikannya tidak bisa dihitung. Pada prakteknya jumlah piksel yang digunakan
untuk setiap kelas adalah 10N bahkan 100N (Swain and Davis 1978 dalam Jaya
2006). Jumlah kelas semula yang didapatkan berdasarkan pengamatan lapangan
49
dan interpretasi visual citra adalah sebanyak 19 kelas. Jumlah piksel contoh yang
akan digunakan dalam tahap klasifikasi bisa dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Kelas dan jumlah piksel pada klasifikasi awal citra
No Kelas
Jumlah piksel
1.
Awan
1.611
2.
Bayangan awan
1.111
3.
Sawah
354
4.
Tanah kosong
113
5.
Hutan
933
6.
Padang rumput
108
7.
Sungai
294
8.
Jalan
379
9.
Industri/kantor/sekolah
163
10. Tegakan pulai
149
11. Danau/empang
276
12. Rawa
157
13. Tegakan akasia
229
14. Semak belukar
316
15. Pemukiman
305
16. Perkebunan karet
531
17. Perkebunan kelapa
733
18. Tanah rusak
19. Kebun campuran
Total piksel
1.469
440
9.671
Dalam kelas-kelas tersebut terdapat kelas-kelas yang tidak teramati
dilapangan namun terdapat pada citra, yaitu kelas awan dan kelas bayangan awan.
Kelas awan dan bayangan awan masuk kedalam area contoh karena tujuan dari
penelitian adalah untuk mengetahui kemampuan Citra Satelit Quickbird dalam
membedakan keterpisahan antar obyek baik secara spasial maupun spektral.
50
Sehingga diharapkan dapat diketahui kemampuan citra untuk memisahkan obyek
yang satu dengan yang lainnya.
5.4.3
Analisis Separabilitas
Pengelompokan menjadi 19 kelas secara visual ternyata belum dapat
memberikan keterpisahan kelas yang optimal berdasarkan nilai rata-rata digital
number masing-masing kelas.
Analisis tingkat keterpisahan (separabilitas) menunjukan statistik antar
kelas berdasarkan rata-rata digital number tiap kelas penutupan lahan untuk
melihat apakah kelas tersebut layak digabung atau tidak. Dari 19 kelas pada
klasifikasi awal tersebut terbagi kedalam beberapa tingkat keterpisahan dan
diantaranya terdapat kelas-kelas yang secara statistik tidak terpisahkan dan kurang
baik keterpisahannya (poor), yaitu kelas-kelas yang memiliki tingkat keterpisahan
dan diantaranya terdapat kelas-kelas yang memiliki tingkat keterpisahan <1700
berdasarkan ukuran jarak keterpisahan transformed divergence. Tingkat
keterpisahan yang kurang baik sampai tidak terpisahkan tersebut dapat
mengurangi nilai akurasi dalam proses klasifikasi.
Klasifikasi ini mengelompokan kedalam kelas-kelas yang memiliki tingkat
keterpisahan 1700-2000 (baik - sempurna) untuk mendapatkan nilai akurasi yang
baik. Dengan melihat tabel tingkat keterpisahan (separabilitas) dari masingmasing kelas tersebut (tabel 13) dapat diketahui bahwa beberapa kelas yang
memiliki tingkat keterpisahan <1700 (tidak terpisahkan dan kurang baik
keterpisahannya). Kelas-kelas yang memiliki tingkat keterpisahan yang tidak
terpisahkan dan kurang baik keterpisahannya dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12 Nilai keterpisahan (separabilitas) tutupan lahan < 1700
pada klasifikasi awal citra
No
1
2
3
4
5
6
Kelas tutupan lahan
Rawa dengan tegakan akasia
Tegakan akasia dengan semak belukar
Rawa dengan perkebunan karet
Tegakan akasia dengan perkebunan karet
Jalan dengan perkebunan kelapa
Tegakan akasia dengan kebun kelapa
51
No
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Kelas tutupan lahan
Semak belukar dengan perkebunan kelapa
Jalan dengan tanah rusak
Tegakan akasia dengan kebun campuran
Semak belukar dengan kebun campuran
Perkebunan karet dengan kebun campuran
Perkebunan kelapa dengan kebun campuran
Jalan dengan industri/kantor/sekolah
Tanah rusak dengan industri/kantor/sekolah
Jalan dengan hutan
Rawa dengan hutan
Tegakan akasia dengan hutan
Perkebunan kelapa dengan hutan
Kebun campuran dengan hutan
Perkebunan Karet dengan hutan
Jalan dengan tegakan pulai
Rawa dengan tegakan pulai
Tegakan akasia dengan tegakan pulai
Semak belukar dengan tegakan pulai
Perkebunan karet dengan tegakan pulai
Perkebunan kelapa dengan tegakan pulai
Kebun campuran dengan tegakan pulai
Hutan dengan tegakan pulai
Tingkat keterpisahan yang kurang baik dan tidak terpisahkan antara
beberapa kelas tersebut membuat perlu dilakukannya kembali pengelompokan
kelas-kelas yang homogen dari-19 kelas penutupan lahan tersebut untuk
mendapatkan ketelitian dan nilai akurasi yang baik.
52
Tabel 13 Analisis separabilitas dari 19 kelas klasifikasi penutupan lahan data citra satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin
KLS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
1
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
0
2
2000
1992,69 1999,86 1999,99
2000
1996,62 1999,95 1999,34 1946,14
2000
2000
1968,14
2000
1999,99
2000
0
3
2000 1992,69
1979,52
1972,88
1979,07
1972,46
1976,32
1982,41
1999,99
1999,22
2000
0
1113,29 1343,43
1285,47
1681,02
4
2000 1999,86 1979,52
1957,75
2000
1744,45
1996,9
1899,12
2000
1982,43
1999,98
2000
0
1529,74
1610,37
1340,02
5
2000 1999,99 1972,88 1529,74
2000
1983,72
2000
1977,83
1996,11
2000
0
1406,92
400,897 1327,14
626,137
1444,81
2000
1900,37
6
2000
2000
1979,07 1957,75 1406,92
1998,75
2000
1997,77
1989,72
1759,15
2000
0
1210,7
1129,75
7
2000 1996,62 1972,46
2000
2000
2000
2000
1991,26 1986,31
2000
1961,8
1982,33
2000
1999,99
2000
0
8
2000 1999,95 1976,32 1610,37 400,897 1900,37
2000
1788,28
1920,49
2000
1999,7
1999,75
2000
1026,11
1682,9
0
9
2000 1999,34 1113,29 1744,45 1327,14
1991,26
1788,28
1868,58
1999,81
1896,41
1871,81
2000
1210,7
1377,68
1351,17
0
10
2000 1946,14 1343,43
1996,9
1983,72 1998,75 1986,31 1920,49 1868,58
1996,82
2000
1999,4
1906,68
2000
770,786
0
11
2000
2000
1982,41 1899,12 626,137 1129,75
2000
2000
1998,4
1999,19 1403,33
2000
1026,11 1377,68 1996,82
0
12
2000
2000
1999,99
2000
2000
2000
1961,8
2000
1999,81
2000
2000
2000
2000
2000
2000
0
13
2000 1968,14 1285,47 1982,43 1977,83 1997,77 1982,33
1992,7
1896,41 770,786
1998,4
2000
1999,96 1905,13
2000
0
14
2000
2000
1999,22 1999,98 1996,11 1989,72
2000
1999,75 1871,81
1999,4
1999,19
2000
1999,96
2000
2000
0
15
2000 1999,99 1681,02 1340,02 1444,81 1759,15 1996,99
2000
1905,13
2000
1999,9
0
1682,9
1351,17 1906,68 1403,33
16
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
2000
1999,94
0
17
2000 1994,02 1996,04 1974,86 1990,32 1998,59 1999,76 1997,18 1884,75 1999,98 1998,99 1997,78 1999,91 1990,74 1996,14
2000
18
2000
2000
1999,99 1999,95 1979,43 1737,68
2000
1989,3
1924,74
2000
1913,48
2000
2000
2000
1987,72
2000
19
2000 1998,13
1999,99
1907,12
2000
1942,4
1905,13
2000
1699,9
1470,66 959,907 738,697
1433,65 700,551
987,2
1365,03
Keterangan kelas klasifikasi penutupan lahan:
1= Awan; 2= Sawah; 3= Jalan; 4= Rawa; 5= Tegakan akasia; 6= Semak belukar; 7= Pemukiman; 8= Perkebunan karet; 9= Perkebunan kelapa; 10= Tanah rusak; 11= Kebun campuran;
14= Padang rumput; 15= hutan; 16= Bayangan awan; 17= Sungai; 18= Danau/empang; 19= Tegakan pulai
17
2000
1994,02
1996,04
1974,86
1990,32
1998,59
1999,76
1997,18
1884,75
1999,98
1998,99
1997,78
1999,91
1990,74
1996,14
2000
0
2000
1851,58
18
2000
2000
1999,99
1999,95
1979,43
1737,68
2000
1989,3
1924,74
2000
1913,48
2000
2000
2000
1987,72
2000
2000
0
1959,57
19
2000
1998,13
1699,9
1470,66
959,907
738,697
1999,99
1433,65
700,551
1907,12
987,2
2000
1942,4
1905,13
1365,03
2000
1851,58
1959,57
0
12= Tanah kosong; 13= Industri/kantor/sekolah;
52
53
Dari 19 kelas penutupan lahan tersebut, digeneralisasikan menjadi 10 kelas
berdasarkan kedekatan nilai kecerahan (brightness value dan digital number)
piksel, nilai digital number masing-masing tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel
14.
Tabel 14 Nilai digital number 19 tutupan lahan citra satelit Quickbird di
Kecamatan Rumpin
Nilai digital number
No.
Kelas tutupan lahan
Band 1
Band 2
Band 3
254,55
254,97
254,95
1 Awan
115,25
100,98
105,51
2 Tanah kosong
114,58
113,58
110,22
3 Tanah rusak
56,66
53,94
61,36
4 Rawa
46,57
53,28
55,2
5 Sungai
Semak
belukar
56,55
74,57
58,91
6
143,33
102,95
102,57
7 Pemukiman
49,31
56,06
59,06
8 Danau/empang
65,9
75,65
66,87
9 Perkebunan kelapa
108,9
116,59
98,1
10 Kebun campuran
33,37
42,09
39,42
11 Hutan
134,48
83,97
70,66
12 Sawah
129,88
130,42
145,79
13 Industri/kantor/sekolah
136,9
135,59
132,1
14 Jalan
32,34
29,56
33,16
15 Tegakan pulai
6,94
5,76
6,34
16 Bayangan Awan
94,3
98,07
87,08
17 Padang rumput
26,38
45,54
43,2
18 Tegakan akasia
69,75
80,66
73,46
19 Perkebunan karet
Agar memudahkan melakukan analisis pengkelasan berdasarkan tingkat
kemiripan dari masing-masing ukuran klaster yang digunakan, maka diperlukan
suatu teknik untuk menyusun urutan pengelompokan klaster, dari jumlah yang
banyak sampai dengan jumlah yang kecil. Kurva yang menggambarkan
pengelompokan ini sering disebut dengan dendrogram. Metoda penggambaran
yang digunakan adalah metode tetangga terdekat (nearest neighbour method),
yaitu metode penggambaran klaster berdasarkan pada jarak terdekat dari anggota
klaster. Metode ini sering disebut dengan metoda Single Linkage. Dalam
prosesnya, observasi yang mempunyai kemiripan akan dikelompokan sebagai satu
klaster, yang dapat dilihat pada tabel 15.
54
Tabel 15 matrik kuadrat jarak Euclidian 19 kelas tutupan lahan
kls
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
1
0
2
65450
0
3
60530
181
0
4
117051
7595
9299
0
5
123835
9523
11289
140
0
6
110180
6315
7522
432
567
0
7
58700
801
998
11612
14074
10242
0
8
120062
8523
10186
64
30
395
12932
0
9
103119
4570
5688
587
1010
152
8015
720
0
10
44473
2184
1371
17265
19974
15021
2178
18470
12373
0
11
140692
14540
16719
1164
548
1972
19783
835
2938
48741
0
12
77621
1874
2838
7044
8909
6300
1457
8167
4787
6762
12953
0
13
62765
361
272
8507
10421
7117
1816
9335
5313
1587
15745
3849
0
14
64965
339
188
8004
9734
6042
1391
8739
4500
2375
14698
2471
656
0
15
149378
17209
19761
1981
1251
3275
22523
1661
4387
30929
197
14799
18696
17653
0
16
185223
30633
34003
7821
6216
9960
37308
7105
12025
48311
3113
26520
32623
31099
1931
0
17
78478
787
1187
4026
5301
2771
2668
4574
1718
5064
9118
2083
1302
678
11440
22672
0
18
140765
14855
16902
1317
612
2000
20499
888
3029
27201
75
13917
15769
14873
391
3318
4618
0
19
97474
3510
4445
1032
1620
423
6758
1230
83
10463
3970
4209
4087
3431
5635
14060
1091
4031
0
Keterangan :
1= Awan; 2= Tanah kosong; 3= Tanah rusak; 4= Rawa; 5= Sungai; 6= Semak belukar; 7= Pemukiman; 8= Danau/empang; 9= Perkebunan kelapa; 10= Kebun campuran; 11= Hutan; 12= Sawah;
13= Industri/kantor/sekolah; 14= Jalan; 15= Tegakan pulai; 16= Bayangan awan; 17= Padang rumput; 18= Tegakan akasia; 19= Perkebunan karet
54
55
Berdasarkan tabel 15 maka pengelompokan dari 19 kelas tutupan lahan
menjadi 10 kelas tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Pengelompokan 19 kelas tutupan lahan menjadi 10 kelas tutupan lahan
berdasarkan kedekatan nilai kecerahan (digital number)
No. 10 Kelas Tutupan lahan
No. 19 Kelas Tutupan lahan
1. Hutan
1. Hutan
2. Tegakan akasia
3. Tegakan pulai
2. Kebun Campuran
4. Kebun Campuran
3. Sawah
5. Sawah
4. Pemukiman
6. Pemukiman
7. Industri/kantor/sekolah
8. Jalan
5. Lahan terbuka
9. Tanah kosong
10. Tanah rusak
6. Perkebunan
11. Perkebunan kelapa
12. Perkebunan karet
13. Semak belukar
7. Badan air
14. Sungai
15. Danau/empang
16. Rawa
8. Padang rumput
17. Padang rumput
9. Awan
18. Awan
10. Bayangan awan
19. Bayangan awan
Jumlah piksel contoh masing-masing kelas tutupan lahan setelah
dihomogenkan menjadi 10 kelas dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Kelas dan jumlah piksel Training area dari 10 kelas penutupan lahan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
Kelas tutupan lahan
Badan air
Sawah
Pemukiman
Hutan
Kebun campuran
Perkebunan
Lahan terbuka
Padang rumput
Awan
Bayangan awan
Jumlah piksel
Jumlah piksel
672
354
1.304
808
1.461
1.892
113
108
1.611
1.063
9.386
56
Hasil klasifikasi 10 kelas tutupan lahan ini memiliki tingkat keterpisahan
baik sampai dengan sempurna, yaitu memiliki nilai transformasi keterpisahan
antara 1700-2000. Nilai separabilitas masing-masing kelas tutupan lahan dapat
dilihat pada Tabel 18.
57
Tabel 18 Analisis separabilitas dari 10 kelas penutupan lahan yang memiliki tingkat keterpisahan baik sampai sempurna (1700-2000)
KLS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
0
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2
2.000
0
2.000
1.984,1
1.994,65
1.999,88
2000
1.999,9
2.000
2.000
3
2.000
2.000
0
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
4
2.000
1.984,1
2000
0
1.997,1
1.996,91
2000
1.963,27
1.995,54
2.000
5
2.000
1.994,65
2000
1.997,1
0
1.999,87
1.996,91
1.953,21
1.999,67
1.987,55
6
2.000
1.999,88
2000
1.992,43
1.999,87
0
1.826,37
1.816,63
2.000
1.999,99
7
2.000
2.000
2.000
2.000
1.996,91
1.826,37
0
1.817,89
2.000
1.997,98
8
2.000
1.999,9
2.000
1.963,27
1.953,21
1.816,63
1.817,89
0
2.000
1.965,44
9
2.000
2.000
2.000
1.995,54
1.999,67
2.000
2.000
2.000
0
2.000
10
2.000
2.000
2.000
2.000
1.987,55
1.999,99
1.997,98
1.965,44
2.000
0
Keterangan kelas klasifikasi penutupan lahan:
1= Awan; 2= Sawah; 3=Bayangan Awan; 4= Pemukiman; 5= Badan Air; 6= hutan; 7= Kebun Campuran; 8= Perkebunan; 9= Lahan Terbuka; 10= Padang Rumput.
57
58
Pada gambar 8 menyajikan grafik reflektansi spektral dari kelas penutupan
lahan, yang menggambarkan keterpisahan kelas-kelas penutupan lahan tersebut.
Gambar 8 Grafik nilai rata-rata DN area contoh dari 10 kelas penutupan lahan.
Dari hasil pembuatan area contoh ini kelas-kelas bervegetasi seperti
padang rumput, kebun campuran, perkebunan, hutan mempunyai karakteristik
reflektansi spektral yang hampir seragam, rendah diband 1 dan 3 (spektrum biru
dan merah) dan tinggi diband 2 (hijau). Grafik menurun ditunjukan oleh lahan
terbuka, badan air, awan, bayangan awan yang rata-rata tidak memantulkan
panjang gelombang hijau sekuat vegetasi hijau berklorofil daun. Secara umum
DN rata-rata awan yang mencerminkan nilai reflektansi terhadap panjang
gelombang, lebih tinggi dibandingkan kelas tutupan lahan lain pada semua
panjang gelombang. Sedangkan bayangan awan mempunyai nilai pantulan
spektral yang relatif kecil dibandingkan dengan kelas lain pada semua panjang
gelombang.
5.5
Uji/Analisis akurasi
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui ketelitian hasil dari klasifikasi.
Metode yang paling umum digunakan untuk mengetahui tingkat akurasi adalah
dengan menggunakan matrik kesalahan (confusion matrix) atau disebut juga
59
matrik kontingensi. Menurut Lillesand dan Kiefer (1994), matrik kesalahan adalah
materi bujursangkar yang berfungsi untuk membandingkan antara data lapangan
dan korespondensinya dengan hasil klasifikasi. Ketelitian tersebut meliputi jumlah
piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah, pemberian nama
kelas secara benar, persentase banyaknya piksel dalam masing-masing kelas serta
persentase kesalahan total.
Evaluasi akurasi ini dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan
dengan menggunakan matriks kontingensi. Akurasi dapat diartikan seberapa dekat
suatu batas mendekati nilai sebenarnya. Dari evaluasi ini nilai-nilai yang dapat
diketahui adalah, Producer’s accuracy, User’s accuracy overall accuracy dan
Kappa accuracy.
Producer’s accuracy dan User’s accuracy adalah dua penduga dari
ketelitian keseluruhan (overall accuracy). Producer’s accuracy adalah peluang
rata-rata (%) bahwa suatu piksel akan diklasifikasikan dengan benar yang secara
rata-rata menunjukan seberapa baik masing-masing kelas dilapangan telah
diklasifikasi, ukuran ini juga mencerminkan rata-rata dari kesalahan komisi
(commission error) yaitu kesalahan klasifikasi berupa kelebihan jumlah piksel
pada suatu kelas yang diakibatkan masuknya piksel dari kelas lain. Sedangkan
User’s accuracy adalah peluang rata-rata (%) bahwa suatu piksel dari citra yang
terklasifikasi secara aktual mewakili kelas-kelas tersebut di lapangan, ukuran ini
mencerminkan rata-rata dari kesalahan omisi (omission error) yaitu kesalahan
klasifikasi berupa kekurangan jumlah piksel suatu kelas akibat masuknya pikselpiksel kelas tersebut ke kelas yang lain (Story dan Congalton 1986 dalam Hidayat
2002).
Sedangkan overall accuracy adalah suatu persentase yang sama dengan
proporsi dari piksel-piksel yang terkelaskan dengan dengan tepat dibagi dengan
jumlah total piksel yang diuji. Nilai akurasi yang paling banyak digunakan adalah
akurasi kappa, karena nilai ini memperhitungkan semua elemen (kolom) dari
matriks.
60
5.5.1
Ketelitian Interpretasi Citra secara kualitatif
Hasil interpretasi citra sangat mungkin memiliki kesalahan interpretasi
baik itu technical error maupun human error, oleh karena itu untuk mencocokkan
tipe penggunaan lahan hasil interpretasi dengan keadaan sebenarnya di lapangan
maka dilakukan pengecekkan lapangan (Ground Check) mengenai keadaan lokasi,
seperti penggunaan lahan, jenis vegetasi dan lain-lain. Apabila ada kesalahan
penamaan pada waktu Interpretasi maka legenda disesuaikan dengan keadaan di
lapangan. Pengamatan dan pengecekkan lapang dilakukan dengan sistem Area
Kunci (Key Area) yang dapat mewakili daerah lain yang mempunyai kenampakan
yang sama pada citra Quickbird.
Untuk mengetahui ketepatan posisi dalam pengamatan dan pengecekkan,
dicari referensi obyek-obyek yang jelas pada citra Quickbird. Hasil Ground Check
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat ketelitian interpretasi citra dalam
pengklasifikasian tutupan lahan dan sebagai acuan untuk proses reklasifikasi yang
pada akhirnya dapat diketahui kelas dan luas penutupan dan penggunaan lahan di
Kecamatan Rumpin yang akurat. Dengan membuat matriks kesalahan (Confusion
Matrix), dapat diketahui keakuratan klasifikasi awal. Hasil uji akurasi dapat
dilihat pada Tabel 19.
61
Tabel 19 Matriks kontingensi dari 19 kelas tutupan lahan pada klasifikasi secara kualititatif (interpretasi visual) di Kecamatan Rumpin
Kelas
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Total PA (%)
1
4
4
100
2
2
2
100
3
3
3
100
4
4
4
100
5
2
2
100
6
2
2
100
7
3
3
100
8
2
1
3
66,67
9
2
2
100
10
3
3
100
11
1
1
4
6
66,67
12
4
4
100
13
3
3
100
14
4
4
100
15
3
3
100
16
1
1
100
2
100
17
2
18
3
3
100
19
1
1
100
Total
4
2
3
4
3
2
3
3
2
3
5
4
3
4
3
1
2
3
1
55
100 100 100 100 66,67 100 100 66,67 100 100 80 100 100 100 100 100 100 100 100
UA (%)
Keterangan kelas klasifikasi penutupan lahan:
1 = Awan; 2= Sawah; 3= Jalan; 4= Rawa; 5= Tegakan akasia; 6= Semak belukar; 7= Pemukiman; 8= Perkebunan karet; 9 = Perkebunan kelapa; 10= Tanah rusak;
11= Kebun campuran; 12= Tanah kosong;13= Industri/kantor/sekolah; 14= Padang rumput; 15 = hutan; 16= Bayangan awan; 17= Sungai; 18= Danau/empang;
19= Tegakan pulai.
61
62
Dari hasil uji akurasi dapat dihitung Overall Accuracy untuk mengetahui
apakah cukup akurat untuk dipakai. Persamaan rumusnya seperti berikut :
Overall Accuracy =
5.5.2
∑ Xkk
N
x 100 %
=
52
x 100 %
55
=
94,55%
Ketelitian Interpretasi Citra secara kuantitatif
Keakuratan diuji dengan menaksir untuk menentukan kelas-kelas
berdasarkan titik-titik uji akurasi yang telah ditentukan pada lokasi lain diluar area
contoh secara visual. Hasil uji akurasi terhadap area contoh dapat dilihat dalam
bentuk matriks kontingensi pada Tabel 20.
63
Classified Data (Piksel)
Tabel 20 Matriks kontingensi dari 10 kelas tutupan lahan pada klasifikasi secara kuantitatif (digital) di Kecamatan Rumpin
Reference Data (piksel)
KLS
Total
baris
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
1.585
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.585
2
0
348
0
70
0
0
0
0
0
0
418
3
0
0
1.028
0
0
56
48
0
0
0
1.132
4
25
5
0
874
2
15
0
16
0
0
938
5
0
1
0
170
608
3
19
31
0
20
852
6
0
0
10
144
0
684
30
4
0
0
872
7
0
0
22
0
0
39
1.324
183
0
0
1.568
8
0
0
0
0
64
3
19
1.498
0
0
1.584
9
0
0
0
44
0
0
0
1
113
0
158
10
0
0
0
1
0
8
17
111
0
88
225
Total kolom
1.610
354
1.060
1.304
674
808
1.457
1.844
113
108
9.332
UA (%)
98,45
98,31
96,98
67,02
90,21
84,65
90,87
81,24
100
81,48
PA (%)
100
83,25
90,81
99,89
71,36
78,44
84,44
94,57
71,52
39,11
Keterangan kelas klasifikasi penutupan lahan:
1= Awan; 2= Sawah; 3=Bayangan Awan; 4= Pemukiman; 5= Badan Air; 6= Hutan; 7= Kebun Campuran; 8= Perkebunan; 9= Lahan Terbuka; 10= Padang Rumput
63
64
Dari hasil uji akurasi dapat dihitung Overall Accuracy untuk mengetahui
apakah cukup akurat untuk dipakai. Persamaan rumusnya seperti berikut :
Overall Accuracy =
∑ Xkk
N
x 100 %
=
8150
x 100 %
9332
=
87,33%
Ada dua syarat ketelitian/akurasi sebagai kriteria utama bagi sistem
klasifikasi penutupan/penggunaan lahan (Badan Survey Geologi Amerika
Serikat/USGS), yaitu :
1. Tingkat ketelitian klasifikasi/interpretasi minimum dengan menggunakan
penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 %.
2. Ketelitian klasifikasi/interpretasi harus lebih kurang sama untuk beberapa
kategori.
Interpretasi citra secara kualitatif menunjukan hasil klasifikasi yang lebih
baik dibandingkan dengan interpretasi secara kuantitatif dilihat dari nilai akurasi
yang dicerminkan oleh nilai overall accuracy dan kappa accuracy. Overall
accuracy dan kappa accuracy pada Interpretasi citra secara kualitatif adalah
94,55% dan 94,25% dan pada interpretasi secara kuantitatif adalah 87,33% dan
85,38%.
Hasil evaluasi memperlihatkan ternyata masih ada obyek yang cenderung
terklasifikasi kedalam kelas lain secara kuantitatif bila dibandingkan dengan
interpretasi visual. Namun hasil ini masih memberikan ketelitian yang cukup
tinggi karena memenuhi syarat yang ditetapkan oleh USGS yang menyatakan
bahwa ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh
harus tidak kurang dari 85 %.
Tabel 20 memperlihatkan bahwa tipe kelas penutupan lahan awan
memiliki nilai producer’s accuracy yang terbesar, yaitu 100%. Ini juga
memperlihatkan kalau jumlah piksel kelas penutupan awan terklasifikasi dengan
baik dilapangan dengan tidak adanya piksel yang terklasifikasi dari dan ke kelas
lain. Padang rumput merupakan kelas yang memiliki nilai producer’s accuracy
65
yang paling kecil bila dibandingkan dengan kelas-kelas yang lainnya yaitu sebesar
39,11 %. Hal ini berarti ada penambahan jumlah piksel yang berasal dari sebagian
piksel yang terklasifikasi dari kelas lainnya, yaitu yang terbanyak adalah 111
piksel dari kelas perkebunan, 17 piksel dari kelas kebun campuran, 8 piksel dari
kelas hutan dan 1 piksel dari kelas pemukiman.
Untuk
User’s accuracy tanah kosong memiliki nilai akurasi terbesar,
yaitu 100%. Hal ini menandakan bahwa piksel area contoh dari kelas tutupan
lahan ini tidak ada yang masuk ke kelas lain. Dan yang memiliki nilai User’s
accuracy yang paling kecil adalah kelas pemukiman dengan nilai akurasi 67,02
%, karena dari 1.304 piksel kelas tersebut terklasifikasi ke kelas badan air
sebanyak 170 piksel, kelas hutan 144 piksel, kelas lahan terbuka 44 piksel dan
kelas padang rumput sebanyak 1 piksel.
5.6
Hasil Klasifikasi Citra
5.6.1
Metoda klasifikasi citra secara Kualitatif (interpretasi visual)
Hasil klasifikasi citra secara kualitatif (interpretasi visual) didapatkan
kelas penutupan lahan yang terdapat pada citra teridentifikasi sebanyak 19 kelas
yaitu Awan, bayangan awan, danau/empang, kebun campuran, perkebunan
kelapa, padang rumput, pemukiman, tanah rusak, rawa, sawah, semak belukar,
sungai, tanah kosong, tegakan akasia, perkebunan karet, tegakan pulai, jalan,
industri/kantor/sekolah
dan
hutan.
Luas
masing-masing
penutupan
dan
penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Luas setiap kelas tutupan lahan hasil klasifikasi citra secara kualitatif
(interpretasi visual)
No Kelas Penutupan dan penggunaan lahan Luas (ha) Persentase (%)
1 Awan
94,97
1,58
2 Bayangan awan
21,3
0,35
3 Danau/empang
268,55
4,46
4 Kebun campuran
1.061,39
17,61
5 Perkebunan kelapa
344,69
5,72
6 Padang rumput
168,08
2,79
7 Pemukiman
563,48
9,35
8 Perkebunan karet
506,4
8,4
9 Rawa
208,57
3,46
10 Sawah
405,54
6,72
11 Semak belukar
215,36
3,57
66
No
12
13
14
15
16
17
18
19
Kelas Penutupan dan penggunaan lahan Luas (ha)
Sungai
258,11
Tanah kosong
307,43
Hutan
357,32
Industri/kantor/sekolah
288,49
Jalan
246,17
Tanah rusak
324,59
Tegakan pulai
144,36
Tegakan akasia
241,14
Total
6.025,94
Persentase (%)
4,28
5,1
5,93
4,79
4,09
5,39
2,4
4
100
Sumber: Pengolahan citra Quickbird secara kualitatif (interpretasi visual)
Tabel 21 menunjukan bahwa tipe penutupan lahan yang memiliki wilayah
yang paling luas adalah Kebun campuran. Kebun campuran memiliki luas wilayah
mencapai 1.061,39 ha, yang menempati 17,61% dari luas wilayah Kecamatan
Rumpin. Sedangkan luasan terkecil dimiliki oleh tegakan pulai yaitu 144,36ha
atau 2,4% dari luas wilayah Kecamatan Rumpin. Adapun urutan kelas penutupan
lahan yang memiliki luasan dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah kebun
campuran, pemukiman, perkebunan karet, sawah, hutan, perkebunan kelapa, tanah
kosong, tanah rusak, industri/kantor/sekolah, danau/empang, sungai, jalan,
tegakan akasia, semak belukar, rawa, padang rumput, tegakan pulai, awan dan
bayangan awan. Peta penutupan lahan hasil interpretasi visual dari Citra Satelit
Quickbird di Kecamatan Rumpin dapat dilihat pada Gambar 9.
67
Gambar 9 Peta penutupan lahan hasil klasifikasi secara kualitatif (interpretasi visual).
67
68
5.6.2
Metoda klasifikasi citra secara Kuantitatif (Digital)
Hasil klasifikasi citra menggunakan metode kemungkinan maksimum
dapat memberikan nilai akurasi yang memenuhi standar klasifikasi yang baik,
yaitu dengan nilai akurasi di atas 85 %. Jumlah luasan masing-masing kelas
penutupan lahan hasil klasifikasi citra Quickbird ini dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Luas setiap kelas tutupan lahan hasil klasifikasi secara kuantitatif
(digital)
No. Kelas Penutupan dan Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)
1 Awan
20,84
0,35
2 Badan Air
233,76
3,88
3 Bayangan Awan
5,27
0,09
4 Kebun Campuran
2.093,23
34,74
5 Padang Rumput
81,18
1,35
6 Pemukiman
321,96
5,34
7 Perkebunan
1.142,10
18,95
8 Sawah
789,31
13,10
9 Tanah Kosong
272,39
4,52
10 hutan
1.065,94
17,69
Total
6.025,97
100
Sumber: Pengolahan citra Quickbird secara kuantitatif (digital)
Tabel 22 menunjukan bahwa tipe penutupan lahan yang memiliki wilayah
yang paling luas adalah kebun campuran. Kebun campuran memiliki luas wilayah
mencapai 2.093,23 ha, yang menempati 34,74% dari luas wilayah Kecamatan
Rumpin. Sedangkan luasan terkecil dimiliki oleh Padang rumput yaitu 81,18 ha
atau 1,35% dari luas wilayah Kecamatan Rumpin. Luas areal awan dan bayangan
awan masing-masing mempunyai luas 20,84 ha dan 5,27 ha merupakan 0,44%
dari keseluruhan luasan areal penelitian. Adanya awan yang menutupi suatu areal
dapat menghilangkan detil obyek tidak dapat dihindari karena hal ini merupakan
salah satu kelemahan dari citra optik. Adapun urutan kelas penutupan lahan yang
memiliki luasan dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah kebun campuran,
perkebunan, vegetasi lebat, sawah, pemukiman, lahan terbuka, badan air, padang
rumput, awan dan bayangan awan. Peta penutupan lahan hasil klasifikasi dari
Citra Quickbird di Kecamatan Rumpin dapat dilihat pada Gambar 10.
69
Gambar 10 Peta penutupan lahan hasil klasifikasi secara kuantitatif (digital).
69
70
5.6.3
Analisis Kemampuan Citra Satelit Quickbird
Quickbird adalah satelit pelopor pengembangan teknologi penginderaan
jarak jauh dengan resolusi tinggi. Dibandingkan dengan data hasil peluncuran
satelit-satelit penginderaan jarak jauh sebelumnya data citra satelit Quickbird
mempunyai resolusi spasial yang tinggi, yaitu 2,44 m x 2,44 m. Resolusi spasial
yang tinggi membuat pengumpulan data sumberdaya bumi dapat tersedia lebih
banyak dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Kemampuan ini efektif digunakan
untuk penganalisaan wilayah yang memiliki tingkat keheterogenan yang tinggi.
Mata manusia hanya bisa membedakan panjang gelombang pada saluran
tampak (biru, hijau dan merah) yang dipantulkan oleh obyek sedangkan komputer
dapat melakukan analisis yang lebih teliti dibandingkan dengan mata manusia
dalam membedakan pantulan spektral obyek yang terekam oleh sensor
penginderaan jauh (Lillesand dan Kiefer 1994). Namun pada analisis citra dengan
resolusi tinggi (2,44 m x 2,44 m) hal ini dapat berbeda. Dari kajian dalam
penelitian ini dapat diketahui bahwa resolusi spasial yang tinggi memungkinkan
untuk melakukan pengamatan terhadap lebih banyak obyek yang heterogen secara
visual dibandingkan dengan pengamatan secara kuantitatif yang dianalisis secara
otomatis dengan menggunakan komputer berdasarkan pantulan spektral obyek.
Hal ini bisa dilihat pada bahasan diawal yang menunjukan hasil pengamatan
lapangan dan interpretasi visual citra dapat diidentifikasi menjadi 19 kelas.
Sedangkan hasil analisis kuantitatif dari 19 kelas tersebut berdasarkan rata-rata
nilai kecerahan masing-masing kelas hanya bisa diidentifikasi sebanyak 10 kelas.
Analisis visual merupakan tahap pengumpulan data dan informasi secara
kualitatif
berdasarkan
ciri
spasial
obyek
yang
bersangkutan
untuk
membedakannya dengan yang lain. Bentuk, rona/warna, ukuran, tekstur, pola dan
bayangan merupakan beberapa variabel spasial yang dapat digunakan untuk
melakukan interpretasi citra secara visual disamping dari dukungan data-data
yang tersedia mengenai kondisi wilayah kajian pengamatan untuk analisis secara
visual.
Secara spektral obyek-obyek tersebut dikelompokan berdasarkan nilai
kecerahan kedalam kelas yang sama. Hasil analisis kuantitatif ini dapat dilihat
pada tabel analisis separabilitas yang menunjukan tingkat keterpisahan antar kelas
71
berdasarkan nilai rata-rata digital number dari masing-masing obyek. Hasil dari
analisis yang hanya dapat memisahkan obyek-obyek menjadi 10 kelas ini tidak
dapat memberikan data lebih banyak dibanding hasil analisis secara visual.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan analisis data citra, obyek-obyek
yang masih bisa dibedakan secara spasial dengan menggunakan elemen-elemen
spasial adalah sebanyak 19 obyek. Ini menunjukan bahwa dengan resolusi spasial
yang tinggi sebuah citra hasil penginderaan jauh dapat lebih teliti menganalisis
data citra dengan menggunakan elemen-elemen spasial dan data-data lapangan
lainnya dibandingkan dengan data dan informasi spektral yang disajikan oleh
komputer berdasarkan saluran spektral yang digunakan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
1.
Kesimpulan
Kecamatan Rumpin memiliki 19 kelas tipe penutupan lahan yang dapat
diidentifikasi berdasarkan klasifikasi secara kualitatif (interpretasi visual)
yaitu Awan, bayangan awan, danau/empang, kebun campuran, perkebunan
kelapa, padang rumput, pemukiman, industri/kantor/sekolah, rawa, sawah,
semak belukar, sungai, tanah kosong, tegakan akasia, perkebunan karet,
tegakan pulai, hutan, jalan, dan tanah rusak. Tetapi berdasarkan analisis
secara kuantitatif (digital) Kecamatan Rumpin memiliki 10 tipe kelas
penutupan lahan yaitu badan air, sawah, pemukiman, vegetasi lebat, kebun
campuran, perkebunan, lahan terbuka, padang rumput, awan dan bayangan
awan.
2.
Interpretasi citra secara kualitatif menunjukan hasil klasifikasi yang lebih
baik dibandingkan dengan interpretasi secara kuantitatif dilihat dari nilai
akurasi yang dicerminkan oleh nilai overall accuracy
dan kappa
accuracy. Overall accuracy dan kappa accuracy pada Interpretasi citra
secara kualitatif adalah 94,55% dan 94,25% dan Overall accuracy dan
kappa accuracy pada interpretasi secara kuantitatif adalah 87,33% dan
85,38%.
3.
Hasil evaluasi memperlihatkan ternyata masih ada obyek yang cenderung
terklasifikasi kedalam kelas lain secara kuantitatif bila dibandingkan
dengan interpretasi visual. Namun hasil ini masih memberikan ketelitian
yang cukup tinggi karena memenuhi syarat yang ditetapkan oleh USGS
yang menyatakan bahwa ketelitian interpretasi minimum dengan
menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 %.
73
6.2
1.
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut menggunakan citra dengan resolusi
spasial tinggi (Quickbird) untuk mengetahui teknik yang paling baik
dalam melakukan klasifikasi secara kuantitatif berdasarkan resolusi yang
dimiliki.
2.
Diperlukan ketelitian dan kesabaran baik pada saat melakukan dijitasi
ataupun pada saat melakukan identifikasi pada citra.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
[BPS] Biro Pusat Statistik. 2006. Kabupaten Bogor Dalam Angka: 2006. Bogor:
Biro Pusat Statistik Kabupaten Bogor,
Candra A. 2003. Identifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis di DAS Ciliwung Hulu
Kabupaten/Kota Bogor dengan menggunakan Penginderaan Jauh dan
Sistem Informasi Geografis [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Digital Globe. 2004. Standart Imagery. http://www.Digitalglobe.com/product/
standart_imagery. Shtml [13 September 2007].
Hidayat AT. 2002. Pemilihan Metode yang Paling Cocok untuk Klasifikasi
Penutupan Lahan dengan Menggunakan Citra Landsat ETM+ (studi kasus
di Kecamatan Sumberjaya Tahun 2000) [skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Jaya INS. 1997. Penginderaan Jauh Satelit untuk Kehutanan. Bogor:
Laboratorium Inventarisasi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.
Jaya INS. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Kehutanan, Penuntun
Praktis menggunakan ArcInfo dan ArcView. Bogor: Laboratorium
Inventarisasi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Jaya INS. 2006. Penginderaan Jauh Satelit Kehutanan. Bogor: Laboratorium
Inventarisasi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Lillesand TM, RW Kiefer. 1994. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Lo C. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Bambang Purbowiseso, penerjemah.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Nurcahyono, G. 2003. Karakteristik Ruang Terbuka Hijau di jakarta Timur
(Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Pengindraan Jauh) [skripsi].
Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Prahasta E. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Georafis. Bandung:
Informatika.
Prahasta E. 2002. Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView. Bandung:
Informatika.
75
Purwadhi. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Rusdi M. 2005. Perbandingan Klasifikasi Maximum Likelihood dan Object
Oriented Pada Pemetaan Penutupan/Penggunaan Lahan: Kasus Kabupaten
Gayo Lues, NAD, HTI PT. Wirakarya Sakti Jambi dan Taman Nasional
Lore Lindu Slawesi Tenggara [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
77
Lampiran 1. Data Hasil Ground Check
X
677782
677915
678481
680902
681683
681762
681344
681341
681508
681447
681082
677746
680945
680878
679540
679416
680186
682336
682013
679290
679022
678946
682729
682684
682642
681528
681562
681593
681003
681749
681188
681010
680494
680954
681211
682218
679169
679033
681654
682553
682775
681145
679347
Y
9288198
9287636
9287732
9288056
9288260
9288321
9290231
9290287
9290501
9290779
9291020
9290469
9291266
9291256
9293135
9293184
9293460
9294260
9294335
9295730
9295827
9295946
9285693
9285646
9285631
928748
9287617
9287902
9287922
9289965
9291230
9291321
9294211
9294151
9294142
9294340
9295766
9295745
9288276
9289004
9285669
9287953
9295534
Keterangan
Hutan / vegetasi lebat
Hutan / vegetasi lebat
Semak Belukar
Tegakan Karet
Pemukiman
Tegakan Bambu
Tegakan Karet muda
Sawah
Kebun Campuran
Kebun Kelapa
Tanah Kosong
Kebun Campuran
Badan Air
Badan Air
Kebun Campuran
Rawa
Badan Air
Sungai
Tanah Kosong
Kebun Campuran
Tegalan
Kebun Campuran
Tegakan Bambu
Tanah Kosong
Tegakan Bambu muda
Tegakan di diklat
Tegakan Akasia
Tegakan Pulai
Tegakan Karet
Kebun Kelapa
Padang Rumput
Tegakan Sengon
Padang Rumput
Badan Air
Semak Belukar
Sawah
Padang Rumput
Kebun Campuran
Tempat ibadah
Sungai Cisadane
Sungai Cisadane
Jalan beraspal
Jalan beraspal
Simbol
V1
V2
SM
KRT1
P1
BMB1
KRT3
SW1
KC1
KLP1
TA1
KC2
BA1
BA2
KC3
RW1
BA3
C3
TA2
KC4
TGLN
KC5
BMB2
TA3
BMB3
AK1
AK2
PLI
KRT2
KLP2
PR1
SGN
PR2
BA4
SM
SW2
PR3
KC6
AT
C1
C2
J1
J2
Desa/Kelurahan
Cipinang
Cipinang
Cipinang
Rumpin
Rumpin
Rumpin
Sukasari
Sukasari
Sukasari
Sukasari
Sukasari
Sukasari
TamanSari
TamanSari
TamanSari
TamanSari
TamanSari
Sukamulya
Sukamulya
Sukamulya
Sukamulya
Sukamulya
Kampungsawah
Kampungsawah
Kampungsawah
Rumpin
Rumpin
Rumpin
Rumpin
Sukasari
TamanSari
TamanSari
Sukamulya
Sukamulya
Sukamulya
Sukamulya
Sukamulya
Sukamulya
Rumpin
Rumpin
Kampungsawah
Rumpin
Sukamulya
78
X
682340
681186
678877
681650
678077
681266
681536
Y
9294238
9286733
9295208
9287570
9287947
9291820
9295213
Keterangan
Jembatan
Pemukiman
Rawa
Bangunan
Tanah Rusak
Kantor/industri
Kantor/industri
Simbol
JMBT
P2
RW2
BG
TA3
K1
K2
Desa/Kelurahan
Sukamulya
Kampungsawah
Sukamulya
Rumpin
Cipinang
TamanSari
Sukamulya
Lampiran 2. Displai Hasil Klasifikasi secara Kualitatif (Interpretasi Visual) Citra
Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin
Citra Hasil Klasifikasi secara Kualitatif
(Kecamatan Rumpin)
Citra Asli: Komposit biru, hijau, merah
(Kecamatan Rumpin)
79
Lampiran 3. Tabel Klasifikasi Citra secara Kualitatif 19 Kelas Penutupan Lahan di
Kecamatan Rumpin
80
Lampiran 4. Displai Hasil Klasifikasi secara Kuantitatif (Digital) Citra
Satelit Quickbird di Kecamatan Rumpin
Citra Hasil Klasifikasi secara Kuantitatif Citra Asli : Komposit biru, hijau, merah
(Kecamatan Rumpin)
(Kecamatan Rumpin)
81
Lampiran 5. Tabel Klasifikasi Citra Quickbird Secara Kualitatif 10 Kelas
Penutupan Lahan di Kecamatan Rumpin
Download