BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Keuangan 2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan Manajemen keuangan mempunyai peranan yang sangat penting di dalam perusahaan. Karena tugas dari manajemen keuangan tidak hanya mencatat, membuat laporan, mengandalikan posisi kas dan mencari dana. Akan tetapi, manajer keuangan juga harus mampu menginvestasikan dana. Menurut Gitman & Zutter (2012 : 4) Manajemen keuangan bisa didefisinikan sebagai sains dan seni dalam mengelola uang. Dalam tingkat individual/pribadi, keuangan berkaitan dengan keputusan individual mengenai seberapa banyak setiap individu menghabiskan pendapatan mereka, seberapa banyak setiap individu menyimpannya, dan bagaimana setiap individu menginvestasikan uang simpanan mereka. Dalam konteks bisnis, manajemen keuangan melibatkan bentuk keputusan yang sama dengan konteks individual: bagaimana perusahaan mengumpulkan uang dari investor, bagaimana perusahaan menginvestasikan uang dalam upaya untuk mendapatkan keuntungan dan bagaimana perusahaan memutuskan untuk menginvestasikan kembali keuntungan dalam bisnis atau mendistribusikan kembali keuntungan tersebut kepada investor.” Adapun pengertian manajemen keuangan menurut Kamaludin, (2011:1) adalah : “Upaya untuk mendapatkan dana dengan cara yang paling menguntungkan serta mengalokasikan dana secara efisien dalam perusahaan sebagai sarana untuk mencapai sasaran bagi pemegang saham.” Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen keuangan merupakan aktivititas yang berkaitan dengan menginvestasikan uang dalam upaya untuk mendapatkan keuntungan, menginvestasikan kembali keuntungan tersebut sebagai sarana untuk mencapai sasaran bagi pemegang saham. 17 2.2 Pasar Modal 2.2.1 Pengertian Pasar Modal Apabila pemodal ingin melakukan investasi dalam bentuk aktiva riil, aktiva finansial ataupun sekuritas, maka pemodal tersebut turut ikut serta di pasar modal. Definisi pasar modal menurut Brigham dan Houston (2010:190) yang diterjemahkan oleh Ali Akbar Yulianto adalah : “Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk utang jangka menengah dan jangka panjang serta saham perseroan.” Sedangkan definisi pasar modal menurut Irham Fahmi, (2012:55) adalah: “Pasar modal adalah tempat dimana berbagai pihak khususnya menjual saham (stock) dan obligasi (bond) dengan tujuan dari hasil penjualan tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai tambahan dana atau untuk memperkuat modal perusahaan.” Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pasar modal merupakan tempat bertemunya pihak yang mempunyai kelebihan dana dan pihak yang memerlukan dana dengan memperjualbelikan aset finansial jangka panjang. 2.3 Teori Keagenan (Agency Theory) 2.3.1 Pengertian Agency Theory Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham(Randy Ichsan, 2013). Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak antara principal dengan agent. Menurut Darmawati et al. (2005) dalam Agung Anugrah Sutisna (2014) inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan antara kepemilikan (principal/investor) dan pengendalian (agent/manajer). Kepemilikan diwakili oleh investor yang mendelegasikan kewenangan kepada agen dalam hal ini manajer untuk mengelola kekayaan investor. Investor mempunyai harapan bahwa dalam 18 mendelegasikan wewenang pengelolaan tersebut, mereka akan memperoleh keuntungan dengan bertambahnya kekayaan dan kemakmuran investor. Setyapurnama dan Norpratiwi (2004) dalam Agung Anugrah Sutisna (2014) menyatakan hubungan keagenan dapat menimbulkan masalah pada saat pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai tujuan yang berbeda. Pemilik modal menghendaki bertambahnya kekayaan dan kemakmuran para pemilik modal, sedangkan manajer juga menginginkan bertambahnya kesejahteraan bagi para manajer. Dengan demikian munculah konflik kepentingan antara pemilik (investor) dengan manajer (agen) yang biasa disebut masalah keagenan (agency problem). Masalah keagenan (agency problem) terjadi karena adanya pemisahan fungsi kepemilikan dan fungsi pengelolaan perusahaan yang menimbulkan konflik (Jensen dan Meckling, 1976). Penyebab konflik antara pemilik dengan manajer diantaranya adalah membuat keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencairan dana dan penggunaan dana, yang apabila diabaikan akan berdampak pada penurunan kinerja perusahaan oleh manajer. Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan terkait. Ada beberapa alternatif untuk mengurangi masalah keagenan (agency problem), dengan adanya kepemilikan saham oleh institusional dan kepemilikan saham oleh manajemen (Tendi Haruman, 2008). Namun dengan munculnya mekanisme pengawasan tersebut akan menimbulkan biaya yang disebut agency cost. 2.4 Struktur Kepemilikan Dengan semakin berkembangnya suatu perusahaan, pemilik tidak mungkin melaksanakan semua fungsi yang dibutuhkan dalam pengelolaan suatu perusahaan, karena keterbatasan kemampuan, waktu, dan sebagainya. Dalam kondisi yang demikian pemilik perlu menunjuk pihak lain (agen) yang profesional, untuk melaksanakan tugas mengelola kegiatan yang lebih baik. 19 Struktur kepemilikan (Ownership Structure) adalah komposisi kepemilikan dalam perusahaan yang mempengaruhi kinerja suatu perusahaan. Menurut Sugiarto (2009:59) struktur kepemilikan adalah : “Struktur kepemilikan saham, yaitu perbandingan jumlah saham yang dimiliki oleh orang dalam (insider) dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Atau dengan kata lain struktur kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional dan kepemilikan manajemen dalam kepemilikan saham perusahaan. Dalam menjalankan kegiatannya suatu perusahaan diwakili oleh direksi (agent) yang ditunjuk oleh pemegang saham (principals).” Sedangkan menurut I Made Sudana (2011:11) menyatakan struktur kepemilikan adalah : “Struktur” kepemilikan merupakan pemisahan antara pemilik perusahaan dan manajer perusahaan. Pemilik atau pemegang saham adalah pihak yang menyertakan modal kedalam perusahaan, sedangkan manajer adalah pihak yang ditunjuk pemilik dan diberi kewenangan mengambil keputusan dalam mengelola perusahaan, dengan harapan manajer bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik.” Tujuan perusahaan adalah memaksimumkan kemamkmuran pemegang saham yang diterjemahkan sebagai memaksimumkan harga saham. Tetapi dalam kenyataannya tidak jarang manajer memiliki tujuan yang lain yang mungkin bertentangan dengan tujuan utama tersebut. Manajer diberi kekuasaan oleh pemilik kekuasaan yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan dan hal ini menciptakan konflik potensial atas kepentingan yang disebut teori agen (agency theory) (Brealey, Myers dan Marcus, 2008:14). 2.4.1 Kepemilikan Manajerial Kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan. Manajer dalam hal ini memegang peranan penting karena manajer melaksanakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan serta pengambilan keputusan. Menurut Herman Darwis (2009) dalam Riska Maliana (2015) pengertian kepemilikan manajerial adalah : “Kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris).” 20 Sedangkan menurut Imanta dan Satwiko (2011:68) kepemilikan manajerial adalah : “Merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh pihak manager atau dengan kata lain manager juga sekaligus sebagai pemegang saham.” Kepemilikan manajerial merupakan salah satu cara untuk mengurangi masalah keagenan, hal ini dikarenakan kepemilikan manajerial merupakan alat pengawasan terhadap kinerja manajer yang bersifat internal. Biasanya manajer lebih mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi tersebut. Dengan adanya kepemilikan manajerial diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan sebagai akibat kepemilikan manajemen yang meningkat. Kepemilikan oleh manajemen yang besar akan efektif memonitoring aktivitas perusahaan. Menurut Herman Darwis (2009) dalam Riska Maliana (2015) kepemilikan manajerial dapat diukur sebagai berikut : Kepemilikan Manajerial = ∑ ∑ 2.4.2 Kepemilikan Institusional % Kepemilikan institusional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan (Wening, 2007 dalam Waryanto, 2010). Adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen. Menurut Juniarti dan Sentosa ( 2009) dalam Yeterina dan Shella (2012) pengertian kepemilikan institusional adalah sebagai berikut : “Kepemilikan Institusional merupakan presentase kepemilikan perusahaan yang dimiliki oleh investor institusional seperti pemerintah, perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi maupun kepemilikan lembaga dan perusahaan lain.” Sedangkan kepemilikan institusional yang dikemukakan oleh Herman Darwis (2009) dalam Riska Maliana (2015) adalah : 21 “Pemegang saham dari pihak institusi seperti bank, lembaga asuransi, perusahaan investasi dan institusi lainnya.” Dalam hubungannya dengan fungsi monitoring, investor institusional diyakini memiliki kemampuan untuk memonitoring tindakan manajemen lebih baik dibandingkan investor individual. Ketatnya pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat tergantung pada besarnya investor yang dilakukan. Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan juga akan meningkat. Menurut Herman Darwis (2009) dalam Riska Maliana (2015) kepemilikan institusional dapat diukur dari jumlah presentasi saham yang dimiliki oleh institusi. Kepemilikan Institusional = 2.5 ∑ ∑ % Kinerja Perusahaan Kinerja keuangan perusahaan disebut juga suatu penentuan yang mengukur mengenai baik buruknya perusahaan dalam prestasi kerja dapat dilihat dari kondisi keuangannya pada periode tertentu. Kondisi keuangan dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan. Menurut Irham Fahmi (2012:2) pengertian kinerja keuangan adalah sebagai berikut: “Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.” Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil atau prestasi yang dicapai perusahaan mengenai posisi keuangan perusahaan. Kinerja perusahaan digunakan untuk melihat seberapa jauh hasil kerja dari pihak manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan yang dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan. 22 2.5.1 Pengukuran Kinerja Perusahaan Rasio keuangan merupakan alat utama untuk menganalisa keuangan. Ada dua kelompok yang menganggap rasio keuangan berguna. Pertama, terdiri dari manajer yang menggunakannya untuk mengukur dan melacak kinerja perusahaan sepanjang waktu. Kedua, pengguna rasio keuangan mencakup para analis yang merupakan pihak ekternal bagi perusahaan. Rasio keuangan sangat penting dalam melakukan analisis terhadap kondisi keuangan perusahaan. Menurut Hanafi (2012:36) ada lima jenis rasio keuangan yang sering digunakan: 1. Rasio Likuiditas Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek 2. Rasio Aktivitas Rasio aktivitas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menggunakan asetnya dengan efisien. 3. Rasio Utang atau Leverage Rasio utang atau leverage adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahan dalam memenuhi total kewajibannya. 4. Rasio Keuntungan atau Profitabilitas Rasio Keuntungan atau Profitabilitas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan profit atau laba. 5. Rasio Pasar Rasio pasar adalah rasio yang mengukur prestasi pasar relatif terhadap nilai buku, pendapatan, atau dividen. 2.5.2 Rasio Profitabilitas Menurut Harahap (2013:304) mengungkapkan bahwa rasio profitabilitas adalah: “Rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber daya yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba.” 23 Sedangkan, menurut Gitman (2012:629) “Profitabilitas adalah hubungan antara pendapatan dan biaya-biaya yang dihasilkan dengan penggunaan asset perusahaan yang lancar dan tetap dalam aktivitas produktif”. Analisis profitabilitas memberikan bukti pendukung mengenai kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dan sejauh mana efektivitas pengelolaan perusahaan. Alat-alat analisis yang sering digunakan untuk analisis profitabilitas adalah rasio profitabilitas Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE). Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari laba atau keuntungan. 2.5.3 Return on Assets (ROA) Return on Assets menurut Kasmir (2012:201) adalah rasio yang menunjukan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Sedangkan menurut I Made Sudana (2011:22) mengemukakan bahwa Return On Assets (ROA) menunjukan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba setelah pajak. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Return On Asset (ROA) adalah rasio yang menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan. Karena itu digunakan angka laba setelah pajak dan rata-rata kekayaan perusahaan. Dengan demikian rasio ini menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasinya perusahaan dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut. Selain itu, ROA memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor. Peningkatan daya tarik 24 perusahaan menjadikan perusahaan tersebut makin diminati investor, karena tingkat pengembalian akan semakin besar. Menurut Harahap (2013:305) semakin besar ROA, berarti bahwa aktiva lebih cepat berputar untuk meraih laba. Berikut ini rumus untuk menghitung beberapa ukuran kinerja tersebut diatas menurut I Made Sudana (2011:22) : Return on Assets (ROA) = ( ) % 2.5.4 Return on Equity (ROE) Menurut Kasmir (2012:204) Return On Equity (ROE) adalah rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri”. Sedangkan menurut Irham Fahmi (2012:98) Return On Equity (ROE) adalah rasio yang digunakan untuk mengkaji sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa rasio ini merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri dan sejauh mana perusahaan mampu memberikan laba atas ekuitas. Return On Equity (ROE) juga digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas (shareholders’ equity) yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih, maka dari itu suatu perusahaan memiliki peluang untuk memberikan pendapatan yang besar bagi para pemegang saham. Berikut ini rumus untuk menghitung beberapa ukuran kinerja tersebut diatas menurut Irham Fahmi (2012:98) : 2.6 Return on Equity (ROE) = Laporan Keuangan ( ) % Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang terjadi dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Di dalam laporan keuangan setiap transaksi yang terjadi dalam organisasi atau perusahaan dicatat, 25 diklarifikasikan yang pada akhirnya laporan keuangan ini dapat dijadikan media untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu perusahaan serta dapat dijadikan sebagai sarana informasi dalam proses pengambilan keputusan. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai laporan keuangan, berikut dikemukakan pengertian laporan keuangan menurut Harahap (2013:105) yaitu : “Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil suatu usaha perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Adapun jenis laporan keuangan yang lazim dikenal adalah: neraca atau lapran laba/rugi, atau hasil usaha, laporan arus kas, laporan perubahan posisi keuangan”. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulka bahwa laporan keuangan perusahaan terdiri dari laporan-laporan yang melaporkan posisi keuangan perusahaan pada suatu waktu tertentu yang dilaporkan dalam neraca dan perhitungan laba-rugi serta laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas dimana neraca menunjukan jumlah aset, kewajiban dan ekuitas perusahaan. Laporan laba-rugi menunjukan hasil operasi suatu perusahaan selama periode tertentu. Sedangkan laopran perubahan ekuitas menunjukan sumber dan penggunaan atau alasan-alasan yang menyebabkan perubahan ekuitas perusahaan. 2.6.1 Tujuan Laporan Keuangan Laporan keuangan dibuat karena memiliki suatu tujuan. Menurut Hanafi (2012:27) tujuan laporan keuangan adalah : “Laporan keuangan perusahaan bertujuan meringkas kegiatan dan hasil dari kegiatan tersebut untuk jangka waktu tertentu” Sedangkan menurut Sutriono (2009:9) tujuan utama dari laporan keuangan adalah sebagai berikut : “Laporan keuangan sidudun dengan maksud untuk menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan di dalam mengambil keputusan. Pihak-pihak yang berkepentingan tersebut antara lain manajemen, pemilik, kreditor, investor dan pemerintah”. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi keuangan yang dapat menggambarkan 26 kinerja keuangan perusahaan sehingga laporan keuangan ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan. Laporan keuangan ini tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan tetapi juga bagi pihak-pihak lain yang ingin mengetahui kondisi perusahaan terutama kinerja keuangan perusahaannya. 2.6.2 Manfaat Laporan Keuangan Selain memiliki tujuan yang hendak dicapai, laporan keuangan juga memiliki beberapa manfaat. Menurut Irham Fahmi (2011:4) manfaat laporan keuangan adalah sebagai berikut : “Untuk mengukur hasil usaha dan perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu dan untuk mengetahui sudah sejauh mana perusahaan mencapai tujuannya” 2.7 Penelitian Terdahulu Beberapa hasil penelitian terdahulu akan dijelaskan secara ringkas karena penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang lingkup hampir sama tetapi karena obyek dan periode waktu yang digunakan berbeda, maka dapat dijadikan referensi untuk melengkapi. Berikut ringkasan penelitian terdahulu : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1 Peneliti/ tahun Arum Ardianings ih dan Komala Ardiyani (2010) Judul Variabel ANALISIS PENGARU H STRUKTUR KEPEMILI KAN TERHADA P KINERJA PERUSAHA AN X1=kepemili kan manajerial X2=kepemili kan institusional Y= kinerja perusahaan 27 Rasio Hasil return on 1. secara parsial struktur asset kepemilikan manajerial (ROA) dan variabel Return on asset (ROA) berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan 2. secara simultan menunjukkan bahwa semua variabel tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan. 2 Ajeng Asmi Mahaputer i dan I.Kt.Yadny ana (2014) 3 Puspito (2011) PENGARU H STRUKTUR KEPEMILI KAN, KEBIJAKA N PENDANA AN DAN UKURAN PERUSAHA AN PADA KINERJA PERUSAHA AN PENGARU H STRUKTUR KEPEMILI KAN PADA KINERJA PERUSAHA AN DENGAN STRUKTUR MODAL SEBAGAI PEMODER ASI X1= Kepemilikan Manajerial X2= Kepemilikan Institusional X3= Kebijakan Pendanaan X4= Ukuran Perusahaan Y= Kinerja Perusahaan Return on Equity (ROE) 1. Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja perusahaan 2. Kepemilikan Institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja perusahaan 3. Kebijakan Pendanaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja 4. Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja X1= struktur kepemilikan manajerial X2= struktur kepemilikan institusional Y = kinerja perusahaan Z = struktur modal Return On Equity (ROE) 1.Tidak ada pengaruh antara struktur kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan 2. Tidak ada pengaruh antara struktur kepemilikan institusional terhadap kinerja perusahaan 3.ada pengaruh yang signifikan antara variabel moderasi (interaksi SKM dan SM) terhadap kinerja perusahaan, yang memperkuat pengaruh antara struktur kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahan. 4.ada pengaruh yang signifikan antara variabel moderasi (interaksi SKM dan SM) terhadap kinerja perusahaan, yang memperlemah pengaruh antara struktur kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahan. 28 4 Titis Waskito (2014) PENGARU H STRUKTUR KEPEMILI KAN MANAJERI AL, KEPEMILI KAN INSTITUSI ONAL, DAN UKURAN PERUSAHA AN TERHADA P KINERJA KEUANGA N (Ditinjau Dari Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 Sampai Dengan Tahun 2011) X1= kepemilikan manajerial X2= kepemilikan institusional X3= ukuran perusahaan Y= kinerja keuangan 29 Return on asset (ROA) 1.variabel kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan 2. variabel kepemilikan institusi mempunyai pengaruh negatif terhadap kinerja keuangan 3. variabel ukuran perusahaan tidak mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan 4. variable kepemilian manajerial, kepeilikan institusi dan ukuran perusahaan merupakan penjelas yang signifikan dan bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja keuangan 5 Denny Andika Rahman (2010) PENGARU H INSTITUTI ONAL OWNERSH IP, BOARD INDEPEND ENCE DAN AUDIT COMMITT E MEETING FREQUEN CY TERHADA P FINANCIA L PERFORM ANCE PERUSAHA AN MANUFAK TUR YANG TERDAFTA R DI BURSA EFEK INDONESI A X1= institusional ownership X2= board independence X3= audit committe meeting frequency Y= financial performance 30 Return on Equity (ROE) 1.variabel institusional ownership berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan 2.variabel board independence berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan 3.variabel audit committe meeting frequency berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan 6 Yulius Ardy Wiranata (2013) PENGARU H STRUKTUR KEPEMILI KAN TERHADA P KINERJA PERUSAHA AN MANUFAK TUR DI INDONESI A X1=kepemili kan asing X2= kepemilikan pemerintah X3=kepemili kan manajerial X4= kepemilikan institusional X5= kepemilikan keluarga Y= kinerja perusahaan Return On Asset (ROA) 7 Yeterina Widi Nugrahanti dan Shella Novia (2012) PENGARU H STRUKTUR KEPEMILI KAN SEBAGAI MEKANIS ME CORPORA TE GOVRNAN CE TERHADA P KINERJA PERBANK AN X1= kepemilikan asing X2= kepemilikan pemerintah X3=kepemili kan institusional X4= kepemilikan manajerial Y= kinerja perbankan Return On Assets (ROA) 31 1.kepemilikan asing berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan manufaktur 2.kepemilikan pemerintah tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan manufaktur 3. kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan manufaktur 4. kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan manufaktur 5. kepemilikan keluarga berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja perusahaan manufaktur 6.ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan manufaktur 7.leverage berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan manufaktur. 1.kepemilikan asing tidak berpengaruh terhadap kinerja perbankan 2.kepemilikan pemerintah tidak berpengaruh terhadap kinerja perbankan 3.kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan 4. kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja perbankan 5.ukuran bank berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan. 8 Ridho Alief Noviawan dan Aditya Septiani (2013) PENGARU H MEKANIS ME CORPORAT E GOVERNAN CE DAN STRUKTUR KEPEMILI KAN TERHADA P KINERJA KEUANGA N 9 DINI PENGARU NUR’AENI H (2010) STRUKTUR KEPEMILI KAN SAHAM TERHADA P KINERJA PERUSAHA AN X1= ukuran return on dewan assets komisaris (ROA). X2= komisaris independen X3= ukuran dewan direksi X4= ukuran komite audit X5= kepemilikan institusional X6= kepemilikan manajerial Y= kinerja keuangan X1= kepemilikan manajerial X2= kepemilikan institusional X3= kepemilikan publik X4= kepemilikan asing Y= kinerja perusahaan 32 Return on Assets (ROA) 1. ukuran dewan komisaris berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja keuangan 2. komisaris independen berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja keuangan. 3. ukuran dewan direksi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan. 4. ukuran komite audit berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja keuangan. 5. kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan. 6. kepemilikan manajerial berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja keuangan. 1. kepemilikan saham oleh jajaran manajerial dalam perusahaan tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan 2. kepemilikan saham institusional berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan 3. kepemilikan saham publik tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan 4. kepemilikan saham asing berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan 10 MG. Kentris Indarti dan Lusi Extaliyus (2013) PENGARU H CORPORAT E GORVERNA NCE PRECEPTI ON INDEX (CGPI), STRUKTUR KEPEMILI KAN, DAN UKURAN PERUSAHA AN TERHADA P KINERJA KEUANGA N X1= Good Corporate Governance X2= kepemilikan manajerial X3= kepemilikan Institusional X4= ukuran perusahaan Return On Equity (ROE) 1.Good Corporate Governance berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan 2. kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan 3. kepemilikan institusional berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan 4. ukuran perusahaan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan Berdasarkan penelitian terdahulu, penelitian sekarang dimaksudkan untuk menguji pengaruh perkembangan struktur kepemilikan saham berupa kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap kinerja perusahaan yang diproksi oleh Return On Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arum Ardianingsih dan Komala Ardiyani (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan dengan menggunakan rasio ROA menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan sedangkan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Titis Waskito (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan (Ditinjau Dari Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 Sampai Dengan Tahun 2011), tapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulius Ardy Wiranata (2013) dengan judul Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur di Indonesia yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial tidak 33 berpengaruh terhadap kinerja perusahaan manufaktur dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan manufaktur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yeterina Widi Nugrahanti dan Shella Novia (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Struktur Kepemilikan Sebagai Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kinerja Perbankan dengan menggunakan rasio ROA menyatakan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja perbankan dan kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja perbankan, sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Dini Nura’eni (2010) dan berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ridho Alief Noviawan dan Aditya Septiani (2013) dengan judul Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Keuangan menggunakan rasio ROA menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja keuangan dan kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ajeng Asmi Mahaputeri dan I.Kt.Yadnyana (2014) dengan penelitiannya yang berjudul Pengaruh Struktur Kepemilikan, Kebijakan Pendanaan dan Ukuran Perusahaan Pada Kinerja Perusahaan menggunakan rasio ROE menyatakan bahwa Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja perusahaan dan kepemilikan Institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja perusahaan, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh MG. Kentris Indarti dan Lusi Extaliyus (2013) dengan judul Pengaruh Corporate Governance Preception Index (CGPI), Struktur Kepemilikan, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan menggunakan rasio ROE dan menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan dan kepemilikan institusional berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puspito (2011) dengan penelitiannya yang berjudul Pengaruh Struktur Kepemilikan Pada Kinerja Perusahaan Dengan Struktur Modal Sebagai Pemoderasi menggunakan rasio ROE 34 menyatakan bahwa tidak ada pengaruh antara struktur kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Denny Andika Rahman (2010) dengan penelitiannya yang berjudul Pengaruh Institutional Ownership, Board Independence dan Audit Committe Meeting Frequency Terhadap Financial Performance Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia menggunakan rasio ROE menyatakan bahwa variabel institusional ownership berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. 2.8 Kerangka Pemikiran Perusahaan bertujuan meningkatkan kinerja perusahaanya untuk memaksimalkan nilai perusahaan, dengan mengelola keuangannya. Setiap perusahaan pasti memiliki bagian manajemen keuangan yang merupakan salah satu manajemen terpenting bagi suatu perusahaan. Manajemen keuangan adalah segala aktivitas yang terkait dengan pengelolaan keuangan pada suatu perusahaan. Menurut Gitman & Zutter (2012 : 4) “Manajemen keuangan bisa didefisinikan sebagai sains dan seni dalam mengelola uang. Dalam tingkat individual/pribadi, keuangan berkaitan dengan keputusan individual mengenai seberapa banyak setiap individu menghabiskan pendapatan mereka, seberapa banyak setiap individu menyimpannya, dan bagaimana setiap individu menginvestasikan uang simpanan mereka. Dalam konteks bisnis, manajemen keuangan melibatkan bentuk keputusan yang sama dengan konteks individual: bagaimana perusahaan mengumpulkan uang dari investor, bagaimana perusahaan menginvestasikan uang dalam upaya untuk mendapatkan keuntungan dan bagaimana perusahaan memutuskan untuk menginvestasikan kembali keuntungan dalam bisnis atau mendistribusikan kembali keuntungan tersebut kepada investor.” Manajemen keuangan yang baik akan berpengaruh baik terhadap kinerja perusahaan, begitupun sebaliknya. Kinerja Perusahaan disebut juga suatu penentuan yang mengukur mengenai baik buruknya perusahaan dalam prestasi kerja dapat dilihat dari kondisi keuangannya pada periode tertentu. Kondisi 35 keuangan dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan. Perusahaan yang memiliki kinerja yang baik dapat menciptakan nilai tambah dan dapat memberikan keuntungan bagi para pemegang saham. Untuk mendukung peningkatan kinerja perusahaan salah satunya dengan menggunakan rasio profitabilitas. Menurut Gitman (2012:629) Profitabilitas adalah hubungan antara pendapatan dan biaya-biaya yang dihasilkan dengan penggunaan asset perusahaan yang lancar dan tetap dalam aktivitas produktif. Rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return on Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE). Rasio ROA ini sering dipakai manajemen untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan, disamping perlu mempertimbangkan masalah pembiayaan terhadap aktiva tersebut. Nilai ROA yang semakin mendekati 1, berarti semakin baik profitabilitas perusahaan karena setiap aktiva yang ada dapat menghasilkan laba. Dengan kata lain semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan tersebut. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan ROA menunjukkan kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba. ROA (Return On Asset) adalah rasio yang menunjukan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan (Kasmir, 2012:201). Penelitian ini juga menggunakan rasio ROE, menurut Ajeng Asmi Mahaputeri dan I.Kt.Yadnyana (2014) salah satu ukuran kinerja perusahaan adalah Return on Equity (ROE). Kemampuan perusahaan dengan menggunakan modal sendiri dalam menghasilkan laba tercermin dalam ROE. Tingkat pengembalian dari modal yang disediakan oleh pemilik perusahaan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, ROE menunjukkan tingkat keuntungan yang akan dinikmati oleh pemegang saham. Memaksimalkan kekayaan perusahaan melalui peningkatan kinerja perusahaan merupakan hal yang penting bagi perusahaan. Menurut Adrian Sutedi (2011) dalam menjalankannya, pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional (agents). 36 Tujuan dari dipisahkanya pengelolaan dari kepemilikan perusahaan yaitu agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya yang seefisien mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga profesional. Namun, adanya pemisahan kepemilikan ini dapat memicu timbulnya agency theory. Agency theory menjelaskan bagaimana pihak–pihak yang terlibat dalam perusahaan (manajer, pemilik perusahaan dan kreditor) akan berperilaku, karena pada dasarnya mereka memiliki kepentingan yang berbeda. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham, namun disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka (Dini Nuraeni, 2010). Masalah keagenan (agency problem) pun dihadapi para pemegang saham, dimana para pemegang saham kesulitan untuk memastikan bahwa dananya tidak disalahgunakan oleh manajemen perusahaan untuk mendanai kegiatan yang tidak menguntungkan para pemegang saham (Wulandari, 2006 dalam Ajeng Asmi Mahaputeri dan I.Kt.Yadnyana, 2014). Menurut Byrd, Parrino, dan Pritsch (1998) dalam Titis Waskito (2014) menyebutkan bahwa struktur kepemilikan saham merupakan salah satu mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan (agency problem). Sedangkan, Struktur kepemilikan saham yaitu proporsi kepemilikan manajemen dan institusional dalam kepemilikan saham perusahaan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007 dalam Titis Waskito, 2014) Menurut Crutchley & Hansen (1989) serta Bathala et al. (1994) dalam Yulius Ardy Wiranata (2010) menyimpulkan bahwa dengan level kepemilikan manajerial yang tinggi dapat digunakan untuk membantu mengurangi masalah keagenan karena dengan peningkatan proporsi saham yang dimiliki manajer akan menurunkan kecenderungan manajer untuk melakukan tindakan konsumsi yang hanya mementingkan dirinya sendiri dengan demikian akan menyatukan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Hal ini akan berdampak pada kinerja perusahaan karena manajer bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham dan akan berhati-hati dalam pengambilan keputusan karena 37 manajer akan ikut menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Pengaruh investor institusional terhadap manajemen perusahaan dapat menjadi sangat penting serta dapat digunakan untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham (Solomon dan Solomon, 2004 dalam Wulandari, 2005). Menurut Murwaningsari (2008) dalam Yeterina Widi Nugrahanti dan Shella Novia (2012) menyatakan bahwa kepemilikan institusional mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Dini Nuraeni (2010) juga menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan, sehingga perilaku opportunistic yang mementingkan diri sendiri akan berkurang. 2.8.1 Hubungan Kepemilikan Manajerial dengan Kinerja Perusahaan Menurut Jensen (1993) dalam Dini Nuraeni (2010) Kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Semakin meningkatnya proporsi kepemilikan saham manajerial maka kinerja perusahaan juga semakin baik. Dengan meningkatkan kepemilikan saham manajerial akan mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga manajer temotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Semakin besar proporsi kepemilikan manajerial pada perusahaan, maka manajemen cenderung lebih giat untuk kepentingan pemegang saham karena bila terdapat keputusan yang salah manajemen juga akan menanggung konsekuensinya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ridho Alief Noviawan dan Aditya Septiani (2013) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. 2.8.2 Hubungan Kepemilikan Manajerial dengan Return On Assets (ROA) Melalui kepemilikan manajerial, pemilik atau pemegang saham mengharapkan agar manajer bekerja dengan hati-hati dalam mengelola perusahaan untuk mencapai kinerja perusahaan yang baik. Bagi pemilik atau pemegang saham dengan kepemilikan manajerial maka manajer dapat dikontrol 38 agar mereka tidak mengambil kebijakan dengan risiko yang tinggi yang dapat mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan, maka manajemen cenderung berusahan lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Menurut Mirawati (2013) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan maka memotivasi manajemen agar berusaha mengingkatkan kinerja dan meningkatkan laba atau profitabilitas (ROA) perusahaan untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingan sendirinya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Titis Waskito (2014) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan return on assets (ROA) 2.8.3 Hubungan Kepemilikan Manajerial dengan Return On Equity (ROE) Kepemilikan saham perusahaan oleh manajer cenderung melakukan strategi untuk meningkatkan kinerja keuangan jangka panjangnya. Insentif berupa saham yang diberikan kepada pihak manajer memacu mereka untuk bekerja lebih keras dan cerdas dalam meningkatkan nilai badan usaha, yang juga merupakan milik pihak manajer. Harapan dari adanya kepemilikan manajerial adalah bahwa para manajer puncak dapat lebih konsisten dalam menjalankan perusahaan, sehingga tercipta keselarasan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan (Syafruddin, 2006 dalam Ridho Alief Noviawan dan Aditya Septiani, 2013). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh MG. Kentris Indarti dan Lusi Extaliyus (2013) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan ROE, hal tersebut menunjukkan semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan akan dapat menyatukan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham, sehingga kinerja perusahaan semakin bagus. 2.8.4 Hubungan Kepemilikan Institusional dengan Kinerja Perusahaan Kepemilikan institusional memiliki peran penting dalam meminimalisir konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang 39 efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen, karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Apabila institusional merasa tidak puas atas kinerja manajerial, maka mereka akan menjual sahamnya ke pasar. Perubahan perilaku institusional ownership dari pasif menjadi aktif ini dapat meningkatkan akuntabilitas manajerial sehingga manajer akan bertindak lebih hati-hati dalam menjalankan aktifitas perusahaan. Hal ini berarti bahwa manajer dituntut untuk selalu menunjukan kinerja yang baik kepada para pemegang saham. Semakin tinggi struktur kepemilikan institusional maka semakin kuat kontrol eksternal terhadap perusahaan. Menurut Dini Nuraeni (2010) menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. 2.8.5 Hubungan Kepemilikan Institusional dengan Return On Asset (ROA) Kepemilikan institusional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Dengan adanya kepemilikan oleh investor institusional dapat mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau malah memperburuk kinerja manajemen. Brous & Kini (1994) dalam Dini Nuraeni (2010) menyatakan bahwa ketatnya pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat tergantung pada besarnya investasi yang dilakukan. Menurut Arum dan Komala (2010) menyatakan bahwa adanya kepemilikan institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja perusahaan. Selain itu pengawasan yang baik dari pihak institusi akan mengurangi biaya agensi sehingga tidak akan mengurangi laba bersih (ROA) perusahaan. 2.8.6 Hubungan Kepemilikan Institusional dengan Return On Equity (ROE) Dengan pengawasan yang optimal terhadap pihak manajemen maka diharapkan keputusan/kebijakan yang diambil oleh manajemen dapat lebih meningkatkan kinerja perusahaan terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan 40 pemegang saham. Keberadaan institusional investor dalam suatu perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap ROE. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Denny Andika Rahman (2010) yang menyatakan bahwa institusional ownership berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan, hasil ini mengindikasikan bahwa semakin besar presentase kepemilikan saham institusi semakin besar pula kemungkinan perusahaan untuk mencapai kinerja keuangannya yang diukur dengan ROE. 41 Perusahaan Kinerja Perusahaan Manajemen Keuangan Profitabilitas Agency Theory ROA Struktur Kepemilikan Saham Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional Kepemilikan Publik Sumber : dibuat oleh peneliti, 2015 Ket : yang diteliti yang tidak diteliti Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran 42 ROE Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 1 : Ha: terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan manajerial dan kepemilikan intitusional terhadap kinerja perusahaan dengan ukuran ROA pada sektor Consumer Goods Industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014 baik secara simultan dan parsial. Ho: tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan manajerial dan kepemilikan intitusional terhadap kinerja perusahaan dengan ukuran ROA pada sektor Consumer Goods Industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014 baik secara simultan dan parsial. Hipotesis 2 : Ha: terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan manajerial dan kepemilikan intitusional terhadap kinerja perusahaan dengan ukuran ROE pada sektor Consumer Goods Industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014 baik secara simultan dan parsial. Ho: tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan manajerial dan kepemilikan intitusional terhadap kinerja perusahaan dengan ukuran ROE pada sektor Consumer Goods Industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014 baik secara simultan dan parsial. 43