Pusat Studi Gender Universitas Islam Indonesia-Yogyakarta Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi Sejak Dini Dalam Keluarga Contributed by Amin Nurohmah Sunday, 03 February 2013 Last Updated Tuesday, 01 July 2014 ― Alisa, kalau kencing itu jangan berdiri dong― ujar ibu Jannah pada anak perempuannya yang berumur 5 tahun. ―Kemarin ayah waktu mandi juga kencing berdiri tuh bu― jawab Alisa. (Nurjannah, Ibu Rumah Tangga – Desa Srihardono) ―Ibu, kok burungku beda dengan burung itu― kata Rio (5 tahun) pada Bu Anis, sambil melihat ke dalam celananya dan membandingkan dengan burung dara yang berada di dalam sangkar. (Anis, Pedagang – Desa Kalirejo)  Penggalan cerita di atas adalah salah satu contoh kasus pertanyaan anak-anak yang terkadang susah untuk dijelaskan. Hal itu sebenarnya sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, terkait kebiasaan oarangtua dalam mendidik dan menjelaskan masalah seksual bagi anak-anaknya. Terkadang orangtua justru menganggap membicarakan masalah seksualitas dengan anaknya adalah sebuah hal yang tabu atau tidak pantas untuk dibicarakan. Oleh sebab itu banyak yang kemudian dalam memberikan pengetahuan tentang masalah seksual bagi buah hatinya menggunakan istilah-istilah samaran seperti (burung atau sering digunakan utuk menyebut alat kelamin laki-laki/penis). Sebenarnya pemberian istilah yang demikian justru akan membuat bias pengetahuan anak, karena anak-anak cenderung menerima pengetahuan secara mentah-mentah. Bias pengetahuan ini dapat terjadi bilamana anak-anak menginjak usia sekolah. Dalam dunia pendidikan biasanya diguanakan bahasa-bahasa yang formal dalam penyebuatan sesuatu. (misal alat kelamin perempuan disebut vagina atau alat kelamin laki-laki disebut penis). Antara pengetahuan yang diperoleh tentang masalah seks di rumah dan disekolah dapat berbeda hanya kerena penggunaan istilah-istilah yang tidak seragam. Materi talkshow Suara Anak dan Perempuan di Unisi Radio (104.5 FM) pada hari sabtu tanggal 2 Februari 2013 khusus membahas mengenai masalah tersebut, mengenai ― Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi Sejak Dini dalam Keluarga―. Hadir sebagai pembicara adalah Anggoro Budi Prasetyo dari Institute Hak Asasi Perempuan. Sebagai pegiat masalah perempuan dan kesehatan reproduksi Anggoro menyampaikan dua alsan mengapa pendidikan seks/kesehatan reproduksi penting dilakukan. Pertama, anak-anak akan tumbuh menjadi remaja dan mereka belum paham mengenai pendidikan seks karena orantua masih tabu untuk membicarakannya. Sehingga mereka merasa tidak bertanggungjawab dengan seks dan anatomi kesehatan reproduksi. Alasan kedua, karena ketidakpahaman mereka akan pendidikan seks atau kesehatan reproduksi menjadikan mereka rentan terhadap informasi yang salah. Dampak dari ketidakpahaman tentang pendidikan seks, menimbulkan hal negatif dengan terjadinya hubungan seks diluar nikah, kehamilan yang tidak diinginkan, terkena penyakit menular seksual dan lain sebagainya.            Pendidikan mengenai kesehatan rep hendaknya diberikan sejak dini dan tidak harus menunggu hingga si anak tumbuh besar. Kerena jika menunda dan menunggu hingga anak remaja hal tersebut sudah terlambat, pada zaman sekarang ini era internet dapat dengan mudah di akses maka pemberian informasi akan dengan cepat didapat dari sudut pandang yang salah, ujar Anggoro Budi Prasetyo. Lebih lanjut, Anggoro menambahkan di dalam memberikan pendidikan seks harus sesuai dengan kondisi yang sebenarnya tidak boleh melakukan kebohongan hanya untuk memuaskan jawaban si anak. Berikut ini tahapan usia dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi sejak usia dini : a. Balita (1-5 tahun), pada usia ini penamaan pendidikan seks cukup mudah dilakukan yaitu hanya perlu mengenalkan kepada anak tentang organ reproduksi yang dimiliki secara singkat. Dapat dilakukan ketika memandikan si anak dengan memberitahu organ yang dimilikinya, namun jangan memberikan pembelajaran ketelanjangan karena biasanya ada orang tua yang memandikan anaknya bersamaan ketika sedang mandi juga. Pada usia ini juga perlu ditandaskan tentang sikap asertif yaitu berani berkata tidak kepada orang lain yang akan berlaku tidak senonoh b. Usia 3 – 10 tahun, pada usia ini, biasanya mulai aktif bertanya tentang seks. Misalnya anak akan bertanya dari mana ia berasal. Atau pertanyaan umum mengenai asal-usul bayi. Jawab yang sederhana dan terus terang. c. Usia menjelang remaja Saat anak semakin berkembang, mulai saatnya diterangkan mengenai menstruasi, mimpi basah, dan juga perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada seseorang remaja. Kita bisa menerangkan bahwa si gadis kecil akan mengalami perubahan bentuk payudara, atau terangkan akan adanya tumbuh bulu-bulu di sekitar alat kelaminnya. d. Usia Remaja Pada saat ini, seorang remaja akan mengalami banyak perubahan secara seksual. Kita perlu lebih intensif menanamkan nilai moral yang baik kepadanya. Berikan penjelasan mengenai kerugian seks bebas seperti penyakit yang ditularkan dan akibat-akibat secara emosi. Demikian beberapa metode yang dapat dilakukan dalam memberikan pendidikan seks pada anak. Menurut penelitian, pendidikan seks sejak dini akan menghindari kehamilan di luar pernikahan saat anak-anak bertumbuh menjadi remaja dan saat dewasa kelak. Tidak perlu tabu membicarakan seks dalam keluarga. Karena anak perlu mendapatkan informasi yang tepat dari orangtuanya, bukan dari orang lain tentang seks http://psg.uii.ac.id Powered by Joomla! Generated: 29 October, 2017, 05:04