1 PENGATURAN PENANGANAN PENGUNGSI DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DALAM HUKUM NASIONAL INDONESIA JURNAL ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat S-1 pada Program Studi Ilmu Hukum Oleh: NININ ERNAWATI D1A 012 348 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2016 2 HALAMAN PENGESAHAN PENGATURAN PENANGANAN PENGUNGSI DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DALAM HUKUM NASIONAL INDONESIA Oleh: NININ ERNAWATI D1A 012 348 Menyetujui, Pembimbing Pertama, Sunarjo Edy Siswanto, SH., M.Sc NIP: 195307061986031003 3 PENGATURAN PENANGANAN PENGUNGSI DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DALAM HUKUM NASIONAL INDONESIA ABSTRAK NAMA : NININ ERNAWATI NIM : D1A012348 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM Pengugsi merupakan topik yang sedang hangat dibicarakan dalam dunia internasional maupun nasional, karena banyaknya pencari suaka yang keluar dari negara asalnya untuk mencari perlindungan kenegara lain, seperti halnya Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi negara transit yang banyak didatangi pengungsi dari beberapa negara, namun Indonesia belum memiliki payung hukum yang memadai dalam penanganan pengungsi, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menemukan peraturan yang jelas yang dapat digunakan dalam penanganan pengungsi dengan menggunakan metode normative, sampai saat ini pemerintah Indonesia hanya menggunakan Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian dan Peraturan Direktorat Jendral Imigrasi dalam menangani pengungsi di Indonesia. Kata kunci : Pengungsi, Ratifikasi, Pengaturan. THE REGULATION FOR HANDLING REFUGEES ON INTERNATIONAL LAW AND IMPLEMENTATION ON THE INDONESIAN LAW ABSTRACT Refugee is hot news on international law and national law, because there are much asylum seeker come out from their state to looking for protection from another state, Indonesia is one of transit state was came by refugees from some states, but Indonesia does not have legal base to handle the refugees, the purpose of this research to find legal base to handle refugees in Indonesia and use normative method, until now Indonesian government just use law number 6 year 2011 concerning immigration and Directorate general of immigration rule number imi-1489.Um.08.05.year 2010. Key word : Refugees, Ratification, Regulation. i I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara hukum sebagaimana telah tertuang dalam ketentuan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu ciri dari negara hukum adalah jaminan hak asasi manusia, hal tersebut juga diuraikan dalam sila ke-2 yang menyatakan “ kemanusiaan yang adil dan beradab”. Data dari UNHCR menyebutkan saat ini di indonesia hingga Juni 2015 tercatat ada 13.188 orang.Di antara jumlah tersebut, 5.277 merupakan pengungsi dan 7.911 pencari suaka. Oleh karena kondisi diatas perlu adanya suatu peraturan yang lebih jelas dalam menangani masalah pengungsi, karena adanya permasalahan diatas peneliti mengangkat rumusan masalah bahwa Bagaimana pengaturan hukum penanganan pengungsi dalam hukum internasional dan implementasinya dalam hokum nasional Indonesia serta Bagaimana arah kebijakan pengaturan penanganan pengungsi di Indonesia. Manfaat dari penelitian ini secara akademis yaitu, melalui penelitian ini penyusun dapat memperoleh bahan penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi ilmu hukum tingkat strata satu pada Fakultas Hukum Universitas Mataram, dan manfaat teoritisnya yaitu untuk menambah bahan-bahan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum tata negara, kemudian manfaat secara Praktis, yakni diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah khususnya Kantor Imigrasi, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Kementerian Luar Negeri. ii Ruang lingkup penelitian ini hanya terbatas pada asas-asas hukum, norma-norma hukum, pendapat para ahli dan peraturan perundang-udangan.. Metode penelitian ini adalah penelitian normative, pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. iii II. PEMBAHASAN Penerapan Hukum Internasional di Tingkat Nasional Kedudukan hukum internasional dalam peradilan nasional suatu negara terkait dengan doktrin 'inkorporasi' dan doktrin 'transformasi'. Doktrin inkorporasi menyatakan bahwa hukum internasional dapat langsung menjadi bagian dari hukum nasional. Sedangkan, doktrin yang terakhir menyatakan sebaliknya tidak terdapat hukum internasional dalam hukum nasional sebelum dilakukannya tranformasi. yang berupa pernyataan terlebih dahulu dari negara yang bersangkutan. Dalam kata lain, traktat tidak dapat digunakan sebagai sumber hukum nasional di pengadilan sebelum dilakukankannya transformasi ke dalam hukum nasional. Hubungan hukum internasional dengan Hukum nasional. Semakin luasnya wilayah dari pengaturan hukum internasional itu sendiri makin membutuhkan suatu pemikiran ulang atas posisi hukum internasional di level lokal, yang tentunya dengan mengedepankan semangat humanisme. Sementara disisi lain, adanya keengganan dari negara-negara untuk melepaskan pengertian ortodok atas konsepsi kedaulatan makin memperumit internalisasi dari hukum itu sendiri. Perbedaan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional Terdapat perbedaaan-perbedaan yang krusial antara hukum nasional dengan hukum internasional. Pertama, objek pengaturan dari kedua sistem hukum itu sendiri terdapat perbedaan. Hukum internasional memiliki negara iv sebagai objek utama dari pengaturan. Sedangkan hukum nasional lebih menekankan pada pengaturan hubungan antar individu dengan individu dan negara dalam wilayah jurisdiksi dari masing-masing negara1. Teori-teori Hubungan Hukum Internasional dan Hukum Nasional Terdapat dua persoalan penting tentang kaitan antara kedudukan hukum internasional dengan sistem hukum nasional. Pertama, apakah hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua bidang hukum yang terpisah dan berdiri sendiri, ataukah merupakan bagian dari satu sistem hukum yang lebih besar, atau kedua hukum tersebut memiliki wilayah yang berbeda-beda? Kedua, apakah di antara kedua hukum tersebut ada yang lebih unggul dibanding yang lainnya? Teori Monisme Teori monisme, beranggapan bahwa hukum internasional Iebih unggul dari hukum nasional, , Sehingga, pandangan ini dapat dikatakan sebagai tanda bagi bangkitnya mazhab hukum alam. Pemahaman kelompok Monisme pada saat ini telah mendapat pengakuan pada tataran praktis, sebagaimana diakui oleh Konstitusi Belanda. Teori Dualisme Aliran kedua adalah aliran Dualisme yang memandang bahwa hukum internasional memiliki status lebih rendah dibanding dengan hukum 1 hlm. 23 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung, Binacipta, 1982, v nasional. Menurut kelompok ini, hukum internasional merupakan dua bidang hukum yang sama sekali berbeda dan berdiri sendiri satu dengan lainnya. Asumsi yang mendasarinya adalah keberlakuan hukum internasional murni kewenangan dari penguasa domestik2. Oleh karena itu, hukum nasional memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding dengan hukum internasional. Teori Koordinasi Kelompok ketiga, beranggapan apabila hukum internasional memiliki lapangan berbeda sebagaimana hukum nasional, sehingga kedua sistem hukum tersebut memiliki keutamaan di lapangannya masing-masing. Menurut mereka hukum internasional dengan hukum nasional tidak bisa dikatakan terdapat masalah pengutamaan. Masing-masing berlaku dalam areanya sendiri. Pengaturan Penanganan Pengungsi Menurut Hukum Internasional Dan Implementasinya Dalam Hukum Nasional Indonesia. Instrumen Nasional Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam pembukaan alinea ke empat telah memperlihatkan bahwa indonesia akan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia, adapun masalah pengungsi sekarang sedang menjadi permasalahan yang sangat kompleks di seluruh belahan dunia, oleh karena itu Indonesia ikut 2 Muhammad Eb, Op.cit hal. 82 vi berpartisipasi secara langsung dalam menangani masalah pengungsi yang berjumlah tentunya tidak sedikit yang berada di wilayah negara kesatuan republik indonesia, menyikapi hal tersebut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah memberikan payung hukum dalam kaitan ikut serta dalam melaksanankan ketertiban dunia. Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Pada prinsipnya perlindungan pengungsi yang berada diIndonesia telah terakomodir dalam Undang-Undang No 39 Tahun 1999 Tentang HAM akan tetapi untuk lebih mengefektifkan tindakan pemerintah dalam menangani pengungsi yang ada diIndonesia perlu adanya suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur lebih spesialis, sementara ini pemerintah masih menggunakan Undang-Undang No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian dalam menangani pengungsi yang singgah di indonesia. Undang-UndangNo 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Pasal-pasal dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian telah melarang keberadaan pengungsi di indonesia namun sejalan dengan perkembangan masuknya ide hak asasi manusia ke dalam perangkat hukum nasional sejak tahun 1998, sementara dalam hal penanganan pengungsi pemerintah Indonesia menggunakan UndangUndang No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. vii Surat Edaran Nomor Imi-1489.Um.08.05 Tahun 2010 Tentang Penanganan Imigran Ilegal. Direktur Jenderal Imigrasi telah mengeluarkan surat edaran Nomor IMI-1489.UM.08.05 Tahun 2010 Tentang penanganan imigran ilegal yang menyatakan bahwa3, pada prinsipnya petugas imigrasi wajib melakukan penolakan terhadap orang asing yang masuk ke Indonesia tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, orang asing yang menyatakan keinginan untuk mencari suaka pada saat tiba di Indonesia agar tidak dikenakan tindakan keimigrasian berupa deportasi ke wilayah negara yang mengancam kehidupan dan kebebasannya. Undang-Undang Republik Indonesia No.37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri Pengaturan penanganan pengungsi juga diamanatkan Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri pada Bab VI Pemberian Suaka dan Masalah Pengungsi diatur dari pasal 25 s/d pasal 27. Instrumen Internasional Instrumen Hukum Hak Asasi Manusia Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Deklarasi merupakan 3 Universal langkah besar Direktur Jenderal Imigrasi, surat edaran Tentang penanganan imigran ilegal. Hak yang Asasi Manusia diambil oleh (DUHAM) masyarakat Nomor IMI-1489.UM.08.05 Tahun 2010 viii internasional pada tahun 1948. Norma-norma yang terdapat dalam DUHAM merupakan norma internasional yang disepakati dan diterima oleh negara-negara di dunia melalui perserikatan bangsabangsa. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) Kovenan ini mengatur mengenai, Hak hidup, hak untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara kejam, tidak manusiawi atau direndahkan martabat, hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi, hak untuk tidak dipenjara semata-mata atas dasar ketidakmampuan memenuhi kewajiban kontraktual. Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights) Kovenan ini mulai berlaku pada Januari 1976. Indonesia melalui UU No. 11 tahun 2005 mengesahkannya. Alasan perlunya mempertimbangkan hak-hak dalam kovenan ini adalah : Aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya tidak lepas dari masalah ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat, asumsi bahwa hak ekonomi dan hak sosial tidak penting diterapkan dalam pekerjaan sehari-hari adalah tidak benar, karena dalam hak ekonomi terdapat prinsip non-diskriminasi dan perlindungan terhadap penghilangan paksa. ix Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide) Kovensi ini mulai berlaku pada Januari 1951. Indonesia melalui UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM menetapkan genosida sebagai salah satu pelanggaran HAM berat. Konvensi ini menetapkan Genosida sebagai kejahatan internasional dan menetapkan perlunya kerjasama internasional untuk mencegah dan menghapuskan kejahatan genosida. Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) Kovensi ini mengatur lebih lanjut mengenai4: Mencegah tindakan penyiksaan, pengusiran, pengembalian (refouler), atau pengekstradisian seseorang ke negara lain apabila terdapat alasan yang cukup kuat untuk menduga bahwa orang tersebut akan berada dalam keadaan bahaya (karena menjadi sasaran penyiksaan). Arah Kebijakan Pengaturan Penanganan Pengungsi Di Indonesia MoUKomnas HAM Dengan UNHCR . MoU isinya mengenai hal-hal yang sifatnya non materiil sehingga bila ada salah satu pihak yang melanggar atau melakukan wanprestasi tidak menimbulkan kerugian materril bagi salah satu pihak, MoU tidak dapat 4 Djarot, Eros & Haas, Robert. 1998. Hak-Hak Asasi Manusia dan Manusia (Human rightsand The Media). Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, hal 56 x dijadikan sebagai suatu langkah kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah dalam kaitan untuk mengefektifkan pengawasan serta penindakan dalam kasus pengungsi, seperti yang telah dipaparkan diatas tidak akan dapat dimintai pertanggung jawaban ketika salah satu pihak tidak ikut andil secara aktif dalam penanganan pengungsi di Indonesia, jadi tidak tepat ketika pemerintah Indonesia mengambil suatu kebijakan hanya dengan menandatangani MoU. Pembentukan Tim Pemantauan Pengungsi Perlu disampaikan bahwa berdasarkan data pemantauan Komnas HAM, para pengungsi menyebar di sejumlah kawasan tersebut pemerintah harus mengefektifkan kinerja tim pemantauan pengungsi. Ratifikasi konvensi tahun 1951 tentang pengungsi. Posisi Indonesia yang terletak di antara dua samudera dan dua benua, menjadikan Indonesia sebagai tempat yang strategis untuk pergerakan dan juga tempat transit pengungsi asing asal benua Asia yang sebagian besar pergi ke benua Australia. Walaupun halnya demikian namun pemerintah Indonesia tidak seharusnya meratifikasi konvensi tahun 1951 tentang pengungsi karena Indonesia merasa masih belum mampu memenuhi hak-hak yang wajib diberikan oleh pemerintah kepada para pengungsi. xi Keuntungan dan KerugianPemerintah Meratifikasi Konvensi Tahun 1951. Keuntungan pemerintah meratifikasi konvensi tahun 1951 Menurut Komnas HAM jika Indonesia meratifikasinya setidaknya Indonesia mendapat beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut seperti :5 Pemerintah dapat menentukan sendiri status para pengungsi dan pencari suaka, pemerintah dapat mendapat bantuan dan kerjasama internasional terkait penguatan kapasitas nasional dalam penanganan pengungsi dan pencari suaka, mencegah para pembonceng yang memiliki motif yang berbeda. Pembonceng itu biasanya terkait dengan kegiatan pidana seperti humantrafficking. Kerugian Pemerintah Meratifikasi Konvensi Tahun 1951 Ada beberapa hal yang menyebabkan pemerintah Indonesia belum bisa meratifikasi konvensi tahun 1951 dan tentunya akan mendatangkan kerugian bagi Indonesia, diantaranya ada beberapa factor : Faktor Eksternal Beberapa pasal dalam konvensi 1951 dan protocol 1967 yang sulit dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia, berkurangnya keterlibatan UNHCR dalam penanganan pengungsi di Indonesia, kekhawatiran meningkatnya jumlah pengungsi dan kejahatan lintas batas negara (Transnasional). Faktor Internal Penguatan kapasitas hukum di Indonesia, meningkatnya jumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk menangani pengungsi, kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia. 5 www.komnasham.go.id. Di akses pada tanggal 17 januari 2016, pada pukul 16.00. xii III. PENUTUP Simpulan Perlindungan pengungsi dalam hukum internasional telah diatur secara komprehensif dalam Konvensi Tahun 1951 Tentang Pengungsi, akan tetapi pengaturan dalam hukum nasional Indonesia belum memadai karena hanya diatur dalam Undang-Undang No.6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian dan Surat Edaran Nomor IMI-1489.UM.08.05 Tahun 2010 Tentang Penanganan Imigran Ilegal, dan arah kebijakan pemerintah dalam penanganan pengungsi di Indonesia yaitu dengan tidak meratifikasi Konvensi Tahun 1951 Tentang Pengungsi, akan tetapi pemerintah membuat peraturan perundang-undangan tentang penanganan pengungsi yang mengadopsi Konvensi Tahun 1951 Tentang Pengungsi, untuk menghindari kewajiban internasional yang dirasa masih sulit untuk dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Saran DPR RI dan Presiden sebagai pembentuk undang-undang hendaknya segera membentuk undang-undang penanganan pengungsi dan memasukkannya dalam program legislasi nasional dan dalam pembentukan undang-undang penanganan pengungsi terdapat beberapa aspek penting yang hendaknya dimasukkan oleh direktorat jendral imigrasi dan DPR dalam undang-undang pengungsi misalnya mengenai kelembagaan yang hendak menangani pengungsi secara langsung, tanggung jawab, dan hak-hak dan kewajiban para pengungsi. xiii DAFTAR PUSTAKA Buku Amirudin, AsikinZainal, Jakarta, 2012. PengantarMetodePenelitianHukum, RajawaliPers, Hartono Sunaryati, 1972, Masalah Transnasional dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia, Binacipta, Bandung. Ihromi, Tapi Omas Dkk, 2000. Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Alumni: Bandung, J.G. Starke, 2002, Pengantar Hukum Internasional, sinar, Jakarta. Mauna Boer, 2005, Hukum Internasional: Pengertian, Peranandan Fungsi Dalam Era Dinamika Global,Alumni, Bandung Mauna Boer, 2011, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, PT. Alumni, Bandung. Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung,Binacipta, 1982 Muzaffar ,Chandra, 1993, Hak Asasi Manusia Dalam Tata Dunia Baru, Mizan pustaka, Bandung. RomsanAchmad, 2003, PengantarHukum Pengungsi Internasional, Sanic Offset, Bandung. Salim HS, 2003 Perkembangan Hukum Kontrak Innominant di Indonesia, sinar grafika, Jakarta, ________, Perancangan Kontrakan Dan Memorandum of Understanding. Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasinal, Sinar Grafika, Jakarta. Peraturan PerUndang-Undangan Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Indonesia, Undang-Undang Tentang Keimigrasian, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011, LN. NO. 52, Tahun 2011. Indonesia, Undang-Undang Tentang KewargaNegaraan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, LN. NO. 63, Tahun 2006. Indonesia, Undang-Undang tentang Hubungan Luar Negeri, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999, LN. NO. 156, Tahun 1999. xiv Indonesia,Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, LN. NO. 165, Tahun 1999. Indonesia, Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan PerUndangUndangan, Nomor 12 Tahun 2011, LN. NO. 82, Tahun 2011. KAMUS/ENSIKLOPEDIA Yus Badudu, 1994, Kamus Bahasa Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta. W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Diolah kembali oleh pusat bahasa departemen pendidikan nasional, Ed. 2, Cet 4, Balai Pustaka, Jakarta, 2007. MAKALAH/ARTIKEL/JURNAL/LAPORAN/SKRIPSI Adrianus Suyadi, 2010, Pengungsi Bukan Imigran Gelap, artikel dimuat pada Harian Umum Kompas tanggal 21 Juni 2010. Muahmmad Eb, Hubunganhukum internasional dengan hukum nasional (skripsi)universitas hasanudin, Makassar, 2015. Samitha Andimas, Aspek perlindungan pengungsi dilihat dari hukum nasional dan hukum internasional (Skripsi universitas sumatera utara), Medan. INTERNET Adrianus Suyadi, 2010, Pengungsi Bukan Imigran Gelap, artikel dimuat pada Harian Umum Kompas tanggal 21 Juni 2010. Artikel Pertanyaan-Pertanyaan yang Kerap Muncul Seputar Pengungsi. Diunduh dari www.seputarkita.com, tanggal 11 September 2007 HakAsasi: RI Belum Punya Standar Penanganan beritaHarianUmumKompastanggal 17 Juni 2010 Pengungsi, Laporan akhir tahun Unhcr 2015, http://unhcr.co.id Di akses pada tanggal 17 januari 2016. Www. Komnasham.go.id, Di asks pada tanggal 17 januari 2016.