Kelompok 6 Nama Kelompok : Anggun Citra Jayanti Daimatul

advertisement
Kelompok 6
Nama Kelompok :
Anggun Citra Jayanti
Daimatul Munawaroh
Kristina Vearni O S
Lauren Litani
Retno Jayanti
Soal
1. Gambar dan jelaskan proses ovulasi ,fertilisasi,implantasi dan embryogenesis
2. Jelaskan sebab keluhan kehamilan dihubungkan dengan perubahan yang terjadi pada
kehamilan
3.Tulis`factor yang mempengaruhi kontraksi miometrium dan jelaskan(Bahan
Physiofarmakology of labour)
4. Jelaskan peran bidan:
A kala I fase laten dan aktif
B Kala II
C Kala III
D Kala IV
5. Terangkan factor yang memepengaruhi pematangan serviks
1. Gambar dan jelaskan proses ovulasi ,fertilisasi,implantasi dan
embryogenesis
konsepsi atau fertilisasi terjadi pada saat sebuah sperma melakukan
penetrasi pada sel telur yang telah matang.
Untuk memahami proses konsepsi atau fertilisasi, ikutilah peroses
pertumbuhan dan perkembangan sebuah sel telur menjadi mudigah.
OVULASI
•
•
•
Setiap bulan, sebuah sel yang matang dilepaskan oleh salah satu diantara
kedua ovarium →proses ovulasi
Ovulasi umumnya terjadi 2 minggu setelah hari pertama haid terakhir.
Berikut adalah gambar dari sebuah proses ovulasi.
PERJALANAN DALAM TUBA FALOPII
•
Setelah ovulasi, sel telur berjalan didalam tuba falopii dan tetap berada
disana sampai bertemu dengan sperma yang akan mengadakan penetrasi
dalam proses fertilisasi
PERJALANAN SPERMA
•
•
•
•
Melalui ejakulasi dikeluarkan 40 – 150 juta
sperma yang segera berenang dengan cepat
menuju TUBA FALOPII untuk membuahi sel
telur.
Dengan berenang secara cepat, sperma dapat mencapai telur dalam waktu 30
menit.
Sperma dapat bertahan hidup selama 48 – 72 jam.
Jumlah sperma yang dapat mendekati sel telur hanya berjumlah ratusan saja
akibat adanya penghalang yang berada didalam saluran reproduksi wanita
Fertilisasi:
SPERMA MENGADAKAN PENETRASI TERHADAP SEL TELUR
•
•
•
•
Bila sel sperma bertemu dan mengadakan penetrasi sel telur maka terjadilah
sebuah proses pembuahan atau fertilisasi.
Proses fertilisasi memerlukan waktu sekitar 24 jam.
Setelah proses fertilisasi terjadi perubahan pada permukaan sel telur untuk
mencegah terjadinya penetrasi oleh sperma lain.
Saat penetrasi , proses genetik telah berlangsung sempurna termasuk dalam hal
jenis kelamin mudigah
PEMBELAHAN SEL
•
•
•
Sel telur yang telah dibuahi membelah dengan cepat , bertumbuh dalam pars
ampularis tuba falopii menjadi beberapa sel (stadium morula)
Morula meninggalkan tuba falopii dan masuk kedalam uterus 3 – 4 hari pasca
fertilisasi (stadium blastula)
Kadang-kadang, oleh karena sebab tertentu sel telur yang telah mengalami
fertilisasi tetap berada didalam tuba falopii sehingga menyebabkan terjadinya
keadaan yang membahayakan jiwa ibu yaitu kehamilan ektopik.
IMPLANTASI
•
•
•
Setelah berada dalam uterus, sel telur yang telah mengalami fertilisasi menempel
pada endometrium.
Proses tersebut dinamakan implantasi
Sel-sel telur terus membelah diri..
HORMON KEHAMILAN
•
•
•
hCG – human chorionic gonadotropin adalah hormon yang berada dalam darah
dalam waktu beberapa minggu pasca konsepsi.
hCG merupakan hormon yang dapat di deteksi dalam darah atau air seni setelah
beberapa minggu
hCG diproduksi oleh sel sel pembentuk plasenta
PERKEMBANGAN JANIN
•
•
•
•
•
•
Setelah proses implantasi, sejumlah sel berkembang menjadi plasenta dan sel
lainnya menjadi mudigah.
Sekitar 3 minggu pasca ovulasi, mulai terjadi pembentukan otak, sumsum tulang
belakang, dan jantung.
Sekitar minggu ke 5 sudah terjadi detak jantung janin
Talipusat terlihat setelah minggu ke 7
Mudigah disebut sebagai janin setelah kehamilan 8 minggu atau sekitar 2.5 cm.
Persalinan aterm terjadi pada kehamilan 40 minggu
PERKEMBANGAN JANIN PADA KEHAMILAN 4 MINGGU
•
•
•
•
Sudah mulai terlihat struktur yang akan membentuk muka dan leher.
Terjadi perkembangan pembentukan jantung dan pembuluh darah
Terjadi pula pembentukan paru, lambung dan hepar.
Umumnya tes kehamilan sudah positip.
PERKEMBANGAN JANIN PADA KEHAMILAN 8 MINGGU
•
•
•
•
Ukuran mencapai seukuran buah anggur – diameter sekitar 2.5 cm.
Telah terjadi pembentukan kelopak mata dan telinga ; kadang-kadang terlihat
adanya pangkal hidung
Tungkai dan lengan sudah terbentuk secara lengkap
Jari-jari sudah semakin panjang dan terpisah satu sama lain. .
PERKEMBANGAN JANIN PADA KEHAMILAN 12 MINGGU
•
•
Panjang janin sekitar 5 cm, mulai terlihat gerakan janin.
Rahim mulai dapat diraba pada perabaan dinding perut.
•
•
Dengan alat khusus, sudah dapat didengar detik jantung janin
Alat kelamin sudah mulai jelas..
PERKEMBANGAN JANIN PADA KEHAMILAN 16 MINGGU
•
•
•
•
•
Panjang janin sekitar 11-12 cm dan berat sekitar 250 gram
Rahim teraba sekitar pertengahan simfisis pusat
Mata sudah dapat berkedip dan proses pembentukan jantung dan pembuluh darah
sudah sempurna.
Jari-jari tangan sudah memiliki sidik jari.
PERKEMBANGAN JANIN PADA KEHAMILAN 20 MINGGU
•
•
•
•
Panjang sekitar 25 cm dan berat sekitar 450 gram
Tinggi rahim sekitar pusar
Janin sudah dapat mengisap ibu jari, menyeringai .
Terasa gerakan janin
Pemeriksaan ULTRASONOGRAFI
•
•
•
•
•
Pemeriksaan Ultrasonografi umumnya dilakukan pada kehamilan 20 minggu
Dokter mengamati keadaan dan lokasi plasenta
Mengamati tingkat pertumbuhan janin dalam rahim
Dapat dilihat gerakan jantung, gerakan janin
Umumnya sudah dapat dilihat jenis kelamin
PERKEMBANGAN JANIN PADA KEHAMILAN 24 MINGGU
•
•
•
•
Berat janin sekitar 600 gram.
Memberikan respon terhadap suara, gerakan.
Seringkali dapat dirasakan adanya gerakan – gerakan janin saat terjadi “hiccups”
Dapat merasakan gerakan naik atau turn oleh karena organ telinga yang sudah
terbentuk dengan baik.
KEHAMILAN 28 MINGGU
•
•
•
•
Berat janin sekitar 1 kilogram
Umumnya sudah berada pada posisinya
Kesempatan hidup cukup besar bila terpaksa harus dilahirkan sebagai bayi
prematur
Waspada terhadap gejala persalinan preterm
Perkembangan Pada Kehamilan 32 minggu
•
•
•
•
Berat janin sekitar 2 kg.
Kulit sudah tidak terlampau keriput oleh karena sudah mulai terjadi pembentukan
lemak dibawah kulit
Tanyakan kepada dokter mengenai catatan menghitung gerakan janin.
Persiapkan laktasi.
Fetal development at 36 weeks
•
•
•
•
Babies differ in size, depending on many factors (such as gender, the number of
babies being carried, and size of the parents), so your baby's overall rate of
growth is as important as the actual size. On average, it's about 12.5 inches and
weighs 5.5 pounds.
The brain has been developing rapidly. Lungs are nearly fully developed.
The head is usually positioned down into the pelvis by now.
A pregnancy is considered 'at term' once 37 weeks has been completed; baby is
ready!
3. FISIOLOGI KONTRAKSI MIOMETRIUM
Kehamilan pada umumnya ditandai dengan aktivitas otot polos miometrium yang
relatif tenang (quiscence), yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin
intra uterin, sampai dengan kehamilan aterm. Menjelang persalinan otot polos uterus
mulai menunjukkan aktivitas kontraksi yang secara terkoordinasi, diselingi dengan suatu
periode relaksasi, mencapai puncaknya menjelang persalinan, dan secara berangsur
menghilang pada preriode post partum. Mekanisme regulasi yang mengatur aktivitas
kontraksi miometrium selama kehamilan, persalinan dan kelahiran; sampai dengan saat
ini, masih belum jelas benar.
Transformasi keadaan miometrium yang relatif tenang selama kehamilan yang
kemudian menjadi aktif berkontraksi menjelang persalinan, secara berurutan, disebut
sebagai periode aktivasi, periode stimulasi dan periode involusi segera sesudah bayi lahir
(Challis dan Lye). Transformasi ini berhubungan erat dengan aktivitas dari beberapa
protein intraseluler yang disebut sebagai contraction associated proteins pada sel otot
polos miometrium yang terdiri dari, membrane cell receptors, ionic channels, gap
junction proteins dan contractile proteins. Protein-protein ini, nampaknya segera
terbentuk secara gradual meningkat pada akhir kehamilan, umumnya setelah kehamilan
37minggu-39 minggu.
Hubungan Kontraksi Miometrium Dengan Aktivitas Elektrik.
Dasar mekanisme kontraksi-relaksasi kontraksi uterus adalah perubahan aktivitas
elektrik. Membran plasma sel menyusun suatu barier permiabilitas terhadap beberapa
molekul biologis. Perbedaan potensial elektrik diantara membran plasma (disebut sebagai
membrane potential) dapat terjadi kerena distribusi yang relatif tidak sama beberapa ion
yang terletak intra dan ekstra sel. Hal ini disebabkan oleh karena adanya suatu
biomolekul yang bermuatan negatif intraseluler dalam jumlah besar yang tidak dapat
keluar, dan adanya suatu kanal membran plasma yang selektif yang meregulasi influks
dan efluks beberapa ion seperti sodium (Na+), potassium (K+), Calsium (Ca2+) dan
chloride (Cl-). Permiabilitas kanal ion tersebut diregulasi oleh beberapa macam variasi
signal. Ion- ion bergerak melalui kanal tersebut dengan suatu arah yang ditentukan oleh
perbedaan konsentrasi diantara kedua sisi barier, dan oleh potential membrane. Resting
membrane potential ditentukan terutama oleh permiabilitas dan konsentrasi relatif Na+,
K+, dan Cl-. Konsentrasi Na+, Ca2+ dan Cl- relatif lebih tinggi ekstraseluler, sementara
konsentrasi K+ relatif lebih tinggi intraseluler. Resting membrane potential di
miometrium pada umumnya adalah –40mV s/d –50mV. Hal ini akan menjadi lebih
negatif (-60 mV) selama kehamilan, dan meningkat sampai -45 mV pada kehamilan near
term.
Miometium menunjukkan perubahan ritmik membrane potential, yang disebut
sebagai slow waves. Pada threshold potential, terdapat suatu depolarisasi cepat yang
dapat membangkitkan suatu action potential pada puncak dari slow waves. Action
potential ditandai dengan masuknya Ca 2+ melewati membran plasma, melalui suatu
voltage –sensitive Ca2+ channels, dan mungkin pada akhir kehamilan juga melalui suatu
Na+ channels. Selama kehamilan, pola pola aktivitas elektrik pada miometrium dari pola
irregular spikes menjadi suatu regular activity. Mendekati kehamilan aterm, action
potential yang terjadi pada puncak slow wave berhubungan dengan suatu kontraksi.
Frekuensi kontraksi berhubungan dengan frekuensi dari action potential, tenaga kontraksi
dengan jumlah spikes pada action potential dan jumlah sel yang teraktivasi secara
bersamaan dan durasi kontraksi dengan durasi dari rentetan action potensial. Bersamaan
dengan progresivitas persalinan, aktivitas elektrik ini akan lebih terorganisiasi dan
meningkat dalam amplitudo dan durasinya.
Komunikasi Interaseluler Melalui Gap Junction.
Koordinasi kontraksi merupakan hal kritis yang tergantung pada pembentukan
gap junction. Gap junction adalah kanal intraseluler dimana, bila terbuka, memfasilitasi
komunikasi elektrik dan metabolic diantara sel miometrium. Gap junction terdiri dari
porus yang komposisinya terdiri dari suatu protein yang dikenal sebagai connexins, yang
menghubungkan interior dua sel dan memungkinkan arus dan molekul daitas 1.000
dalton, melewati membran sel.
Paling tidak ada 3 anggota keluarga protein connexins (Ca 43, Cx45 dan Cx26)
yang diduga berhubungan dengan berbagai fase kehamilan, pada miometrium hewan
coba tikus. Adanya Cx 43 pada miometrium bersammaan dengan onset persalinan telah
terbukti ditemukan pada beberapa spesies, termasuk manusia. Protein Cx26 didapatkan
pada semua jaringan miometrium, kecuali pada bagian segmen atas rahim, sedangkan
prtein Cx43 didapatkan merata pada semua bagian uterus. Adanya Connexins (Cx 43),
suatu protein 42-kD, merupakan komponen utama dari myometrial gap junctions. Setipa
gap junction mungkin terdiri dari sejumlah sampai dengan ribuan kanal dan setiap kanal
terbentuk dari suatu group dari 6 protein connexin yang simetris segaris dengan 6 protein
connexin pasangannya pada sel yang saling berhubungan.
Fungsi gap junction diregulasi oleh jumlah gap junction (structural coupling),
permiabilitasnya (functional coupling), dan kecepatan degradasinya. Onset dan kemajuan
persalinan, baik pada kehamilan aterm maupun prematur, didahului oleh suatu
peningkatan cepat dan dramatis jumlah dan ukuran gap junction,pada mammalia rendah.
Pada miometrium manusia, gap junction meningkat jumlahnya pada persalinan spontan
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil, atau wanita hamil yang tidak inpartu.
Walaupun begitu, belum jelas, apakah gap junction juga meningkat jumlahnya pada akhir
kehamilan atau selama fase aktif persalinan.
Pada sejumlah species, progesterone nampaknya menekan jumlah dan
permiabilitas gap junction. Gap junction channels secara cepat mengalami transformasi
dari open dan closed stateyang berhubungan dengan fosforilasi protein connexins,
sedangkan penelitian lain menunjukkan bahwa cyclic adenosine monophosphate
(cAMP)- dependent protein kinase berperan meregulasi fosforilasi protein connexindan
menghasilkan penutupan gap junction. Penelitian lain menunjukkan bahwa cAMP
meningkatkan ekspresi gap junction dan komunikasi interseluler pada suatu immortalized
myometrial cell line yang diderivasi dari wanita hamil aterm.
Gap junction akan secara cepat menghilang sesudah persalinan sebagai akibat dari
proses internalisasi, endositosis dan digestion, yang diiringi dengan penurunan
eksitabilitas dan kontraktilitas otot polos miometrium.
Hubungan Antara Ca2+ Dengan Kontraksi dan Protein Kontraktil.
Peningkatan Ca2+ intraseluler akan memicu kontraksi otot. Basis structural
kontraksi adalah pergerakan relatif dari molekul thick and thin filaments pada aparatus
kontraktil. Walaupun pergerakan ini serupa pada semua jaringan otot, namun beberapa
gambaran dan regulasinya adalah spesifik pada sel otot polos, seperti halnya miometrium.
Pada otot polos, gambaran sarcomere arrangement yang secara ekstensif terlihat pada otot
bergaris, nampak hanya dalam skala kecil.
Kontribusi intermdiate filaments pada cytosceletal network nampaknya untuk
mempertahankan stabilitas integritas structural dari “mini sarcomere” intraseluler. Thin
filaments menyusup kedalam suatu pita padat yang berhubungan dengan
cytosceletal network, memudahkan pembangkitan tenaga pada setiap arah dalam sel. Otot
polos pada umumnya menjaga suatu “high force” dengan kebutuhan energi yang relatif
kecil, dan menunjukkan pemendekan yang lebih besar dibandingkan otot bergaris.
Myosin merupakan protein thick filaments dari aparatus kontraktil intraseluler.
Myosin otot polos merupakan suatu protein hexamer yang terdiri dari 2 heavy chain
subunits (200kD) dan 2 pasang protein, masing-masing 20 kD dan 17 kD light
chain.(gambar 4). Setiap heavy chain mempunyai suatu kepala globuler yang berisi actin
binding sites dan adenosine triphosphate (ATP) hydrolysis activity (ATP-ase). Suatu
neck region yang menghubungkan globuler head kepada setiap molekul myosin lain,
yang terdiri dari suatu long α-helical tail yang berinteraksi dengan tail dari heavy chain
subunit. Multiple myosin molecules berinteraksi melalui suatu α-helical tail dalam suatu
coiled coil rod, membentuk thick filament darimana globuler head menonjol. Thin
filament disusun oleh actin terpolimerisasi menjadi suatu double helical strand, dan suatu
asociate protein. Ketika myosin head berinteraksi dengan actin, aktivitas ATP-ase pada
myosin head akan terkativasi. Energi yang dibangkitkan sebagai hasil hidrolisis
dikonservasi sebagai conformational energy yang memungkinkan myosin head bergerak
pada neck region, merubah posisi relatif dari thick dan thin filaments. Myosin head
kemudian terlepas dan dapat melekat kembali pada sisi yang lain pada actin filament
apabila kembali mengalami reaktivasi.
Interaksi actin myosin diregulasi oleh Ca2+. Pada miometrium, seperti juga otot
polos yang lain, efek dari Ca2+ dimediasi oleh suatu Ca2+ binding protein calmodulin
(CaM).(fig 6.3)Kompleks Ca2+ -CaM berikatan dan meningkatkan aktivitas dari myosin
light chain kinase (MLCK) dengan suatu mekanisme yang menurunkan aliran outoinhibitory region dari kinase tersebut. MLCK memfosforilasi myosin 20-kD light chain
pada suatu residu serine yang spesifik didekat terminal N. Fosforilasi myosin
berhubungan dengan suatu peningkatan aktivitas acto-myosin ATP-ase dan memfasilitasi
interaksi actin-myosin dengan meningkatkan fleksibilitas dari head/neck region.
Sejumlah protein lain, mungkin ikut serta dalam regulasi pada level actin filament, seperti
halnya tropomyosin, caldesmon dan calponin. Tropomyosin dan caldesmon
meningkatkan ikatan actin terhadap myosin dan ikatan actin-myosin terhadap Ca2+-CaM.
Interaksi dengan Ca2+ -CaM mengurangi efek caldesmon dan calponin terhadap interaksi
actin-myosin. Keduanya, caldesmondan calponin menghambat aktivitas acto-myosinATP-ase; hambatan ini akan berbalik oleh kompleks Ca2+ -CaM
atau oleh fosforilasi suatu Ca2+-sensitive kinase. Jadi, protein-protein ini
melengkapi suatu arti regulasi interaksi actin-myosin dan aktivitas associated ATP-ase
dan berimplikasi pada regulasi dari cross bridge cycling.
Pada miometrium manusia, peningkatan tension adalah berhubungan dengan
suatu peningkatan Ca2+ dan fosforilasi myosin light cahian. Peningkatan Ca2+
mendahului fosforilasi myosin light chain dan fosforilasi maksimal terjadi sebelum
tenaga maksimal tercapai. Untuk jumlah yang sama dari tenaga yang dibangkitkan,
fosforilasi yang terjadi lebih sedikit pada miometrium pada kehamilan akhir,
dibandingkan dengan miometrium tanpa kehamilan. Ratio stress/ light chain
phosphorilation adalah 2,2 kali lebih besar pada miometrium wanita hamil. Sampai saat
ini, basis fisiologis terjadinya fenomena ini, dimana terjadi peningkatan efisiensi seperti
diatas belum jelas diketahui.
Meskipun jumlah actin dan myosin meningkat persel selama kehamilan, tidak
terdapat peningkatan pergram jaringan atau per-miligram protein, dan tidak ada
perbedaan pada aktivitas spesifik dari myosin light chain kinase atau phosphatase yang
melepaskan gugus fosfat. Menariknya miometrium domba hamil juga mampu
menghasilkan tenaga yang lebih besar per-stimulus tanpa perbedaan pada fosforilasi
myosin light chain, dibandingkan dengan miometrium tidak hamil, meskipun didapatkan
peningkatan isi dari myosin dan actin pergram berat basah jaringan miometrium.
Meskipun regulasi fosforilasi myosin oleh Ca2+ mempunyai efek utama pada
kontraksi otot polos, mekanisme yang lain juga penting, sebagai contoh adalah tension
increases pada miometrium, dan otot polos yang lain, dapat terjadi sebagai respon
terhadap signal eksternal tanpa suatu perubahan membrane potential atau perubahan level
Ca2+. Sensitisasi Ca2+, sebagai contoh, dengan suatu peningkatan ratio tenaga/Ca2+
sebagai respon terhadap bahan contractant, mungkin melibatkan peran dari intracellular
signaling pathways yang meregulasi aktivitas phosphatases.
Mekanisme multiple yang berperan pada proses relaksasi meliputi, pengurangan
Ca2+, inhibisi MLCK, aktivasi phosphatases dan perubahan membrane potential. Pada
miometrium manusia siklus kontraksi/ relaksasi spontan, berhubungan dengan proses
fosforilasi/ defosforilasi dari myosin light chain dan perubahan aktivitas MLCK.
Selama suatu stretch induced contraction pada miometrium manusia, tenaga dan
fosforilasi light chain menurun, sedangkan Ca2+ tetap meningkat secara bermakna.
Peningkatan Ca2+ menghasilkan suatu aktivasi dari Ca2+ -CaM –dependent kinase II,
enzim yang memfosforilasi MLCK, menghasilkan penurunan aktivitas MLCK dan
menghasilkan penurunan afinitas dari Ca2+ -CaM. Jadi, fosforilasi dari MLCK
akan menurunkan sensitivitas Ca2+ (desensitisasi) dari fosforilasi myosin light chain.
Phosphatase memainkan peran penting dalam menentukan sensitivitas dari
contractile apparatus terhadap stimuli dan perubahan Ca2+. Sejumlah phosphatase aktif
melepaskan gugus phosphate dari myosin light chain, dari MLCK, dari calponin, dan dari
caldesmon. Phosphatase dapat diregulasi oleh efek langsung pada catalytic subunit-nya
atau efek pada targeting atau regulating subunit-nya.
Kontrol dari Ca2+ Intraseluler Pada Miometrium.
Konsentrasi Ca2+ ekstra seluler adalah dalam kisaran mM, sedangkan reting
Ca2+ pada miometrium adalah sekitar 100 nM – 140 nM dan dapat meningkat sampai
dengan 300 nM – 800 nM selama periode stimulasi. Suatu variasi dari kanal ion terbukti
mengontrol Ca2+ entry kedalam miometrium. Suatu L–type voltage–activated Ca2+
channels (L-VOCs) telah ditemukan pada miometrium manusia dan aktif pada membrane
potential yang fisiologis. Penelitian pada mammalia rendah menunjukkan bahwa,
densitas LVOCs meningkat selama periode kehamilan. Kanal ini sensitive terhadap kerja
dihydro pyridine dan seringkali merupakan target dari terapi tokolitik dengan agen-agen
seperti nifedipine dan ritrodrine.
Depolarisasi yang menyertai suatu action potential ditandai dengan Ca2+ entry
dalam jumlah besar melalui kanal ini. Depolarisasi pada saat yang sama, merangsang LVOCs, walaupun Ca2+ meng-inaktifasikan mereka. Terdapat bukti luas bahwa, kontraksi
miometrium secara spontan atau oleh suatu rangsangan, memerlukan adanya fungsi LVOCs. Meskipun demikian terdapat data yang menimbulkan konflik yang berhubungan
dengan kemampuan contractants seperti, oksitosin, untuk merangsang L-VOCs current.
Aktivitas dari L-VOCs dapat berkurang oleh adanya membrane hyperpolarization. Ca2+ -activated K+ channels, teraktivasi sebagai respon terhadap
peningkatan Ca2+, atau oleh rangsangan suatu agen relaksan, dapat menggambarkan
peran ini. Stimulasi tipe lain dari K+ channels akan memberikan efek yang sama.
Ca2+ dapat pula memasuki sel melalui kanal-kanal yang terbuka sebagai respon
terhadap suatu signal yang dibangkitkan oleh pelepasan Ca2+ dari intracellular stores.
Intracellular Ca2+ release –activated channels (ICRACs)telah dapat dilakukan klonisasi
pada mammalia rendah, tetapi bukti-bukri bahwa mereka berfungsi pada miometrium
nmanusia adalah secara indirek. Blokade dari pelepasan Ca2+ intraseluler akan
menghambat masuknya oxytocin-stimulated Ca2+ pada sel miometrium.
Sejak kanal-kanal ini dapat diidentifikasi dan dikarakterisasi, maka
memungkinkan untuk mentarget mereka untuk inhibisi pada kontrol kontraksi
miometrium yang tidak dikehendaki.
Tipe lain dari kanal Ca2+, meliputi T (transient) –type Ca2+ channels dan nonselective cation channels pada miometrium sudah pernah dilaporkan sebelumnya. Apakah
kanal-kanal ini penting artinya dalam hal peningkatan Ca2+ atau perubahan membrane
potential, belum jelas benar.
Pelepasan Ca2+ dari intrcellular stores adalah mekanisme utama dalam hal mana
Ca2+ dapat meningkat. Beberapa agen stimulator bekerja meningkatkan Ca2+ melalui
reseptor spesifik mereka. Reseptor ini akan mengaktivasi phospholipase C (PLC) baik
secara langsung maupun tak langsung. PLC menghidrolisis phosphatidyl inositol
biphosphate untuk membangkitkan inositol 1,4,5 triphosphate (IP3) dan diacyl glycerol
(DAG). Inositol triphosphate, menstimulasi pelepasan Ca2+ dari intracellular stores dan
diacyl glycerol mengaktivasi protein kinase C. Ada beberapa bentuk PLC , masingmasing merangsang signal transduction pathway yang berbeda. PLCγ diaktivasi oleh
reseptor yang mempunyai aktivitas tyrosine kinase dab responsible terhadap kerja
beberapa agonis seperti, epidermal growth factor (EGF) pada miometrium. Sedangkan
PLCβ isoform, diaktivasi oleh beberapa agonis seperti oksitosin yang menstimulasi suatu
heterotrimerik guanosine triphosphate (GTP)-binding protein dari keluarga G-αq 11.
Selain itu PLC-β juga distimulasi oleh subunit βγ yang dilepas dari suatu heterotrimeric
G proteins.
Regulasi dari suatu myometrial phospho-inositide turn over, nampaknya
merupakan sesuatu yang spesifik untuk species, agonis dan status hormonal. Phosphoinositide turn over dihambat oleh aktivitas adenyl cyclase, cAMP generation dan aktivasi
protein kinase A (fig. 6-3). Mekanisme ini distimulasi oleh suatu GTP –binding protein,
G-α3dan dhambat oleh G-α1. Inhibisi protein kinase A pada phospho inositide turn over
melibatkan fosforilasi beberapa komponen dari phospholipase C- GTP binding protein
pathway. Selama kehamilan, ekspresi Gα3 meningkat pada miometrium dan functional
coupling dari Gα3 terhadap adenyl cyclase meningkat, mungkin berhubungan dengan
uterine quiescence selama kehamilan; walupun demikian akan menurun pada akhir
kehamilan.
Energy -dependent system dari transport Ca2+ melawan gradien konsentrasi
memberikan kontribusi pada relaksasi sel miometrium.(fig. 6-3), suatu plasma membrane
ATP-driven Ca2+ pump, yang dihambat oleh oksitosin dan sedangkan relaksan akan
merangsang efluks Ca2+. Suatu Na+ -Ca2+ exchanger, juga didapatkan pada
membrane plasma. Tetapi mempunyai afinitas yang lebih rendah terhadap Ca2+ dan oleh
karenanya mungkin memainkan peran yang lebih kecil pada regulasi konsentrasi Ca2+.
Ca2+ pumps juga terdapat pada endoplasmic reticulum dan mitokondria dari sel
otot polos uterus, yang mungkin ikut berperan pada refilling inositol triphosphste –
sensitive intracellular Ca2+ stores, dan pada akhirnya mampu mencegah suatu Ca2+
overload.
Protein kinase C, suatu keluarga dari serine-threonine protein kinases, berperan
penting pada berbagai respon seluler terhadap various agonists, dan mempunyai distribusi
yang luas pada bermacam jaringan hewan mammalia. Terdapat 11 isoforms dari protein
kinase C yang pernah dilaporkan, terbagi menjadi 3 kelompok menurut cara kerjanya.
Kelompok pertama, meliputi 4 isoform konvensional ( PKCα, β1, β11, dan γ) teraktivasi
sebagai respon terhadap phosphatidylserine, diacylglycerol, dan calcium. Kelompok
kedua, terdiri dari 5 isoform (PKCδ, ε, ζ, ε, μ), teraktivasi sebagai respon terhadap
phosphatidylserine dan diacylglycerol, tetapi tidak memerlukan calcium. Kelompok
ketiga, meliputi 2 atipikal- isoform yaitu PKCδ dan PKCλ, untuk aktivasinya hanya
memerlukan phosphatidylserine.(17). Pada miometrium wanita tidak hamil terdapat
berbagai protein kinase C isozymes seperti halnya, PKC-α, γ, δ, μ, ί dan δ; dan tetapi
tidak didapatkan isozymes sepertihalnya, PKC-β1, β2, ζ, atau ε. Pada miometrium wanita
hamil terdapat keduanya, yang baik sebelum dan selama persalinan menunjukkan
peningkatan jumlah yang bermakna.
Salah satu aspek penting pada regulasi kontraksi miometrium adalah suatu
fosforilasi/defosforilasi selektif protein kontraktil intraselular miometrium, yang
mengakibatkan aktivasi dan inaktivasi protein tersebut. Fosforilasi ini dilakukan oleh
suatu keluarga besar proteinkinase, yang diantaranya adalah proteinkinase C (PKC). PKC
berperan penting pada proses trans-membrane signal transduction pada beberapa sel
mammalia. Pada beberapa reseptor dan G-protein-mediated pathways, PKC diaktivasi
oleh suatu second messenger, bisa diacylglycerol maupun calcium ion.
Peranan PKC pada pada kontraksi miometrium belum jelas sepenuhnya. Pada
miometrium tikus, aktivasi PKC akan menghambat oxytocin-induced myometrial
contractility. Pada miometrium manusia, aktivasi PKC akan meningkatkan oxytocinmediated myometrial contractility, dan secara hipotetik diduga berperan pada suatu
sustained stimulation dari aktivitas miometrium selama preiode persalinan.
Belum jelas benar mengenai berbagai jenis PKC isozymes yang mana, yang
terdapat pada miometrium manusia, yang jelas terdapat perbedaan distribusi jenis PKC
isozyme pada berbagai jaringan yang berbeda. Hal ini penting karena terdapat berbagai
PKC isozyme yang mempunyai sensitivitas yang berbeda terhadap second messenger
diacylglycerol dan calcium ion. Pada penelitian dengan menggunakan teknik western
immonoblot analysis, telah dapat diidentifikasi keduanya yaitu; calcium ion-dependent
PKC dan calcium ion-independent PKC isozymes pada jaringan miometrium.
Redistribusi dari calcium ion-dependent dan calcium ino-independent PKC
isozymes dapat dideteksi setelah suatu eksposur dengan 12-0-tetra decanoyl phorbol-13acetate (TPA), atau oksitosin. Oxytocin-stimulated translocation dari PKC-α, telah dapat
diidentifikasi pada kultur miometrium dengan menggunakan teknik immunohistochemical.
Diacylglycerol dan inositol 1,4,5-triphosphate merupakan dua second messengers
yang teraktivasi dalam jumlah equimolar sesudah adanya ikatan suatu uterotonic agonists
(contohnya oksitosin) dengan suatu heptahelical G-protein coupled membrane receptors.
Ketika fungsi diacylglyerol sebagai protein kinase C activator diperlukan, suatu agonistinduced meningkatkan level diacylglycerol akan menimbulkan efek paradoksal, bukan
suatu rangsangan, melainkan suatu inhibisi kontraksi miometrium. Keadaan ini dapat
terjadi karena suatu rapid removal dari diacylglycerol oleh berbagai enzim miometrium
menurunkan availability diacylglycerol sebagai suatu protein kinase C activator.
Diacylglycerol didegradasi oleh dua macam enzim yaitu, diacylglycerol lipase
dan diacylglycerolkinase, menghasilkan generasi monoacylglycerol dan phosphatidic
acid. Berdasarkan konversi enzimatik dari diacylglycerol menjadi monoacylglycerol and
arachidonic acid, Schrey et al, telah berhasil menunjukkan bahwa diacylglycerol lipase
terdapat pada miometrium manusia.
Inhibisi degradasi diacylglycerol terbukti menghasilkan inhibitory effect yang
signifikan pada oxytocin-stimulated uterine contraction pada tikus coba yang hamil
maupun tidak hamil, menunjukkan pentingnya peran katabolisme diacylglycerol dalam
pengaturan kontraksi miometrium. Pada miometrium tikus tidak hamil, diacylglycerol
kinase nampaknya berperan penting pada degradasi diacylglycerol, yang diproduksi
sebagai respon terhadap rangsangan oksitosin; sedangkan pada miometrium tikus hamil,
keduanya diacylglycerol kinase dan lipase nampak efektif mendegradasi diacylglycerol.
Pada keadaan normal, diacylglycerol diproduksi sebagai respon terhadap
rangsangan oksitosin terhadap phosphatidyl-inositol-signaling pathways secara efisien
dikatabolisme oleh diacylglycerol kinase (dan diacylglycerol lipase pada tikus hamil),
mencegah feedback inhibition oleh activated protein kinase C pada kontraksi
miometrium. Apabila degradasi diacylglycerol ini dicegah, maka rangsangan oksitosin
pada jaringan miometrium akan menghasilkan akumulasi diacylglycerol, dan terjadinya
suatu concentration –related inhibition dari aktivitas kontraksi secara keseluruhan.
Sumber :
3http://kuliahbidan.files.wordpress.com/2008/07/art_kontr_miom.pdf
Republished by Klinikmedis.com | FISIOLOGI KONTRAKSI MIOMETRIUM 2
Republished by Klinikmedis.com | FISIOLOGI KONTRAKSI MIOMETRIUM 3
Republished by Klinikmedis.com | FISIOLOGI KONTRAKSI MIOMETRIUM 4
Republished by Klinikmedis.com | FISIOLOGI KONTRAKSI MIOMETRIUM 5
Republished by Klinikmedis.com | FISIOLOGI KONTRAKSI MIOMETRIUM 6
Republished by Klinikmedis.com | FISIOLOGI KONTRAKSI MIOMETRIUM 7
Republished by Klinikmedis.com | FISIOLOGI KONTRAKSI MIOMETRIUM 8
Republished by Klinikmedis.com | FISIOLOGI KONTRAKSI MIOMETRIUM 9
Republished by Klinikmedis.com | FISIOLOGI KONTRAKSI MIOMETRIUM 10
4. Peran Bidan pada :
A. Kala I awal (fase laten)
Timbul tiap 10 menit dengan amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks
terbuka sampai 3 cm. Frekuensi dan amplitudo terus meningkat.
Kala I lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir
Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4
kali / 10 menit, lama 60-90 detik. Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).
Peran Bidan Fase Laten:
Memberi support mental
Observasi HIS dan DJJ
Pasien mobilitasi, jalan-jalan
Peran Bidan Fase Aktif:
Mempersiapkan alat-alat persalinan
Observasi HIS dan DJJ
Memberi support mental
B. Kala II
Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit. Refleks mengejan terjadi juga akibat
stimulasi dari tekanan bagian terbawah janin (pada persalinan normal yaitu kepala) yang
menekan anus dan rektum. Tambahan tenaga meneran dari ibu, dengan kontraksi otototot dinding abdomen dan diafragma, berusaha untuk mengeluarkan bayi.
Peran Bidan :
Memberitahu pasien bahwa pembukaan sudah lengkap dan anak akan segera lahir
Bidan memimpin persalinan dan menolong persalinan
C. Kala III
Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap menempel
(retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
PERSALINAN KALA 1 :
FASE PEMATANGAN / PEMBUKAAN SERVIKS
DIMULAI pada waktu serviks membuka karena his : kontraksi uterus yang teratur,
makin lama, makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran darahlendir yang tidak lebih banyak daripada darah haid.
BERAKHIR pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksa dalam, bibir
porsio serviks tidak dapat diraba lagi). Selaput ketuban biasanya pecah spontan pada saat
akhir kala I.
Fase laten : pembukaan sampai mencapai 3 cm, berlangsung sekitar 8 jam.
Fase aktif : pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung sekitar 6 jam.
Fase aktif terbagi atas :
1. fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4 cm.
2. fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sampai 9 cm.
3. fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai lengkap (+ 10 cm).
Peristiwa penting pada persalinan kala 1
1. keluar lendir / darah (bloody show) akibat terlepasnya sumbat mukus (mucous plug)
yang selama kehamilan menumpuk di kanalis servikalis, akibat terbukanya vaskular
kapiler serviks, dan akibat pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam
uterus.
2. ostium uteri internum dan eksternum terbuka sehingga serviks menipis dan mendatar.
3. selaput ketuban pecah spontan (beberapa kepustakaan menyebutkan ketuban pecah
dini jika terjadi pengeluaran cairan ketuban sebelum pembukaan 5 cm).
Pematangan dan pembukaan serviks (cervical effacement) pada primigravida berbeda
dengan pada multipara :
1. pada primigravida terjadi penipisan serviks lebih dahulu sebelum terjadi pembukaan –
pada multipara serviks telah lunak akibat persalinan sebelumnya, sehingga langsung
terjadi proses penipisan dan pembukaan
2. pada primigravida, ostium internum membuka lebih dulu daripada ostium eksternum
(inspekulo ostium tampak berbentuk seperti lingkaran kecil di tengah) – pada multipara,
ostium internum dan eksternum membuka bersamaan (inspekulo ostium tampak
berbentuk seperti garis lebar)
3. periode kala 1 pada primigravida lebih lama (+ 20 jam) dibandingkan multipara (+14
jam) karena pematangan dan pelunakan serviks pada fase laten pasien primigravida
memerlukan waktu lebih lama.
PERSALINAN KALA II :
FASE PENGELUARAN BAYI
DIMULAI pada saat pembukaan serviks telah lengkap.
BERAKHIR pada saat bayi telah lahir lengkap.
His menjadi lebih kuat, lebih sering, lebih lama, sangat kuat.
Selaput ketuban mungkin juga baru pecah spontan pada awal kala 2.
Peristiwa penting pada persalinan kala 2
1. Bagian terbawah janin (pada persalinan normal : kepala) turun sampai dasar panggul.
2. Ibu timbul perasaan / refleks ingin mengejan yang makin berat.
3. Perineum meregang dan anus membuka (hemoroid fisiologik)
4. Kepala dilahirkan lebih dulu, dengan suboksiput di bawah simfisis (simfisis pubis
sebagai sumbu putar / hipomoklion), selanjutnya dilahirkan badan dan anggota badan.
5. Kemungkinan diperlukan pemotongan jaringan perineum untuk memperbesar jalan
lahir (episiotomi).
Lama kala 2 pada primigravida + 1.5 jam, multipara + 0.5 jam.
Gerakan utama pengeluaran janin pada persalinan dengan letak belakang kepala:
1. Kepala masuk pintu atas panggul : sumbu kepala janin dapat tegak lurus dengan pintu
atas panggul (sinklitismus) atau miring / membentuk sudut dengan pintu atas panggul
(asinklitismus anterior / posterior).
2. Kepala turun ke dalam rongga panggul, akibat : 1) tekanan langsung dari his dari
daerah fundus ke arah daerah bokong, 2) tekanan dari cairan amnion, 3) kontraksi otot
dinding perut dan diafragma (mengejan), dan 4) badan janin terjadi ekstensi dan
menegang.
3. Fleksi : kepala janin fleksi, dagu menempel ke toraks, posisi kepala berubah dari
diameter oksipito-frontalis (puncak kepala) menjadi diameter suboksipito-bregmatikus
(belakang kepala).
4. Rotasi interna (putaran paksi dalam) : selalu disertai turunnya kepala, putaran ubunubun kecil ke arah depan (ke bawah simfisis pubis), membawa kepala melewati distansia
interspinarum dengan diameter biparietalis.
5. Ekstensi : setelah kepala mencapai vulva, terjadi ekstensi setelah oksiput melewati
bawah simfisis pubis bagian posterior. Lahir berturut-turut : oksiput, bregma, dahi,
hidung, mulut, dagu.
6. Rotasi eksterna (putaran paksi luar) : kepala berputar kembali sesuai dengan sumbu
rotasi tubuh, bahu masuk pintu atas panggul dengan posisi anteroposterior sampai di
bawah simfisis, kemudian dilahirkan bahu depan dan bahu belakang.
7. Ekspulsi : setelah bahu lahir, bagian tubuh lainnya akan dikeluarkan dengan mudah.
Selanjutnya lahir badan (toraks,abdomen) dan lengan, pinggul / trokanter depan dan
belakang, tungkai dan kaki.
PERSALINAN KALA III :
FASE PENGELUARAN PLASENTA
DIMULAI pada saat bayi telah lahir lengkap.
BERAKHIR dengan lahirnya plasenta.
Kelahiran plasenta : lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus, serta pengeluaran
plasenta dari kavum uteri.
Lepasnya plasenta dari insersinya : mungkin dari sentral (Schultze) ditandai dengan
perdarahan baru, atau dari tepi / marginal (Matthews-Duncan) jika tidak disertai
perdarahan, atau mungkin juga serempak sentral dan marginal.
Pelepasan plasenta terjadi karena perlekatan plasenta di dinding uterus adalah bersifat
adhesi, sehingga pada saat kontraksi mudah lepas dan berdarah.
Pada keadaan normal, kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi sekitar / di atas
pusat.
Plasenta lepas spontan 5-15 menit setelah bayi lahir.
(jika lepasnya plasenta terjadi sebelum bayi lahir, disebut solusio/abruptio placentae –
keadaan gawat darurat obstetrik !!).
Peran Bidan :
Melahirkan plasenta dengan management aktif Kala III , yaitu:
Suntik syntocinon (1 ampul ) , penegangan tali pusat terkendali
Massage uterus
D. KALA IV :
OBSERVASI PASCAPERSALINAN
Sampai dengan 1 jam postpartum, dilakukan observasi.
7 pokok penting yang harus diperhatikan pada kala 4 :
1) kontraksi uterus harus baik,
2) tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain,
3) plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap,
4) kandung kencing harus kosong,
5) luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma,
6) resume keadaan umum bayi, dan
7) resume keadaan umum ibu.
Peran Bidan :
Menjahit luka perineum
Memastikan kontraksi baik atau keras
Memastikan plasenta lahir lengkap
Sumber :
Fisiologi Proses Persalinan Normal
Kuliah Obstetri Ginekologi
dr. Nugroho Kampono / dr. H. Endy M. Moegni
Ditulis pada Maret 14, 2009
5. Sistem Reproduksi Wanita
DEFINISI
Organ kelamin luar wanita memiliki 2 fungsi, yaitu sebagai jalan masuk sperma ke dalam
tubuh wanita dan sebagai pelindung organ kelamin dalam dari organisme penyebab
infeksi.
Saluran kelamin wanita memiliki lubang yang berhubungan dengan dunia luar, sehingga
mikroorganisme penyebab penyakit bisa masuk dan menyebabkan infeksi kandungan.
Mikroorganisme ini biasanya ditularkan melalui hubungan seksual.
Organ kelamin dalam membentuk sebuah jalur (saluran kelamin), yang terdiri dari:
 Ovarium (indung telur), menghasilkan sel telur
 Tuba falopii (ovidak), tempat berlangsungnya pembuahan
 Rahim (uterus), tempat berkembangnya embrio menjadi janin
 Vagina, merupakan jalan lahir.
ORGAN KELAMIN LUAR
Organ kelamin luar (vulva) dibatasi oleh labium mayor (sama dengan skrotum pada pria).
Labium mayor terdiri dari kelenjar keringat dan kelenjar sebasea (penghasil minyak);
setelah puber, labium mayor akan ditumbuhi rambut.
Labium minor terletak tepat di sebelah dalam dari labium mayor dan mengelilingi lubang
vagina dan uretra.
Lubang pada vagina disebut introitus dan daerah berbentuk separuh bulan di belakang
introitus disebut forset.
Jika ada rangsangan, dari saluran kecil di samping introitus akan keluar cairan (lendir)
yang dihasilkan oleh kelenjar Bartolin.
Uretra terletak di depan vagina dan merupakan lubang tempat keluarnya air kemih dari
kandung kemih.
Labium minora kiri dan kanan bertemu di depan dan membentuk klitoris, yang
merupakan penonjolan kecil yang sangat peka (sama dengan penis pada pria).
Klitoris dibungkus oleh sebuah lipatan kulit yang disebut preputium (sama dengan kulit
depat pada ujung penis pria).
Klitoris sangat sensitif terhadap rangsangan dan bisa mengalami ereksi.
Labium mayor kiri dan kanan bertemu di bagian belakang membentuk perineum, yang
merupakan suatu jaringan fibromuskuler diantara vagina dan anus.
Kulit yang membungkus perineum dan labium mayo sama dengan kulit di bagian tubuh
lainnya, yaitu tebal dan kering dan bisa membentuk sisik. Sedangkan selaput pada labium
minor dan vagina merupakan selaput lendir, lapisan dalamnya memiliki struktur yang
sama dengan kulit, tetapi permukaannya tetap lembab karena adanya cairan yang berasal
dari pembuluh darah pada lapisan yang lebih dalam.
Karena kaya akan pembuluh darah, maka labium minora dan vagina tampak berwarna
pink.
Lubang vagina dikeliling oleh himen (selaput dara).
Kekuatan himen pada setiap wanita bervariasi, karena itu pada saat pertama kali
melakukan hubungan seksual, himen bisa robek atau bisa juga tidak.
ORGAN KELAMIN DALAM
Dalam keadaan normal, dinding vagina bagian depan dan belakang saling bersentuhan
sehingga tidak ada ruang di dalam vagina kecuali jika vagina terbuka (misalnya selama
pemeriksaan atau selama melakukan hubungan seksual).
Pada wanita dewasa, rongga vagina memiliki panjang sekitar 7,6-10 cm. Sepertiga bagian
bawah vagina merupakan otot yang mengontrol garis tengah vagina. Dua pertiga bagian
atas vagina terletak diatas otot tersebut dan mudah teregang.
Serviks (leher rahim) terletak di puncak vagina.
Selama masa reproduktif, lapisan lendir vagina memiliki permukaan yang berkerut-kerut.
Sebelum pubertas dan sesudah menopause, lapisan lendir menjadi licin.
Rahim merupakan suatu organ yang berbentuk seperti buah pir dan terletak di puncak
vagina.
Rahim terletak di belakang kandung kemih dan di depan rektum, dan diikat oleh 6
ligamen.
Rahim terbagi menjadi 2 bagian, yaitu serviks dan korpus (badan rahim). Serviks
merupakan uterus bagian bawah yang membuka ke arah vagina. Korpus biasanya
bengkok ke arah depan.
Selama masa reproduktif, panjang korpus adalah 2 kali dari panjang serviks. Korpus
merupakan jaringan kaya otot yang bisa melebar untuk menyimpan janin. Selama proses
persalinan, dinding ototnya mengkerut sehingga bayi terdorong keluar melalui serviks
dan vagina.
Sebuah saluran yang melalui serviks memungkinkan sperma masuk ke dalam rahim dan
darah menstruasi keluar. Serviks biasanya merupakan penghalang yang baik bagi bakteri,
kecuali selama masa menstruasi dan selama masa ovulasi (pelepasan sel telur).
Saluran di dalam serviks adalah sempit, bahkan terlalu sempit sehingga selama kehamilan
janin tidak dapat melewatinya. Tetapi pada proses persalinan saluran ini akan meregang
sehingga bayi bisa melewatinya.
Saluran serviks dilapisi oleh kelenjar penghasil lendir. Lendir ini tebal dan tidak dapat
ditembus oleh sperma kecuali sesaat sebelum terjadinya ovulasi.
Pada saat ovulasi, konsistensi lendir berubah sehingga sperma bisa menembusnya dan
terjadilah pembuahan (fertilisasi). Selain itu, pada saat ovulasi, kelenjar penghasil lendir
di serviks juga mampu menyimpan sperma yang hidup selama 2-3 hari.
Sperma ini kemudian dapat bergerak ke atas melalui korpus dan masuk ke tuba falopii
untuk membuahi sel telur. Karena itu, hubungan seksual yang dilakukan dalam waktu 1-2
hari sebelum ovulasi bisa menyebabkan kehamilan.
Lapisan dalam dari korpus disebut endometrium. Setiap bulan setelah siklus menstruasi,
endometrium akan menebal.
Jika tidak terjadi kehamilan, maka endometrium akan dilepaskan dan terjadilah
perdarahan. Ini yang disebut dengan siklus menstruasi.
Tuba falopii membentang sepanjang 5-7,6 cm dari tepi atas rahim ke arah ovarium.
Ujung dari tuba kiri dan kanan membentuk corong sehingga memiliki lubang yang lebih
besar agar sel telur jatuh ke dalamnye ketika dilepaskan dari ovarium.
Ovarium tidak menempel pada tuba falopii tetapi menggantung dengan bantuan sebuah
ligamen.
Sel telur bergerak di sepanjang tuba falopii dengan bantuan silia (rambut getar) dan otot
pada dinding tuba.
Jika di dalam tuba sel telur bertemu dengan sperma dan dibuahi, maka sel telur yang telah
dibuahi ini mulai membelah.
Selama 4 hari, embrio yang kecil terus membelah sambil bergerak secara perlahan
menuruni tuba dan masuk ke dalam rahim.
Embrio lalu menempel ke dinding rahim dan proses ini disebut implantasi.
Setiap janin wanita pada usia kehamilan 20 minggu memiliki 6-7 juta oosit (sel telur yang
sedang tumbuh) dan ketika lahir akan memiliki 2 juta oosit.
Pada masa puber, tersisa sebanyak 300.000-400.000 oosit yang mulai mengalami
pematangan menjadi sel telur. Tetapi hanya sekitar 400 sel telur yang dilepaskan selama
masa reproduktif wanita, biasanya setiap siklus menstruasi dilepaskan 1 telur.
Ribuan oosit yang tidak mengalami proses pematangan secara bertahap akan hancur dan
akhirnya seluruh sel telur akan hilang pada masa menopause.
Sebelum dilepaskan, sel telur tertidur di dalam folikelnya.
Sel telur yang tidur tidak dapat melakukan proses perbaikan seluler seperti biasanya,
sehingga peluang terjadinya kerusakan pada sel telur semakin meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia wanita. Karena itu kelainan kromosom maupun kelainan genetik lebih
mungkin terjadi pada wanita yang hamil pada usianya yang telah lanjut.
Sistem Reproduksi Wanita
DEFINISI
Organ kelamin luar wanita memiliki 2 fungsi, yaitu sebagai jalan masuk sperma ke dalam
tubuh wanita dan sebagai pelindung organ kelamin dalam dari organisme penyebab
infeksi.
Saluran kelamin wanita memiliki lubang yang berhubungan dengan dunia luar, sehingga
mikroorganisme penyebab penyakit bisa masuk dan menyebabkan infeksi kandungan.
Mikroorganisme ini biasanya ditularkan melalui hubungan seksual.
Organ kelamin dalam membentuk sebuah jalur (saluran kelamin), yang terdiri dari:
 Ovarium (indung telur), menghasilkan sel telur
 Tuba falopii (ovidak), tempat berlangsungnya pembuahan
 Rahim (uterus), tempat berkembangnya embrio menjadi janin
 Vagina, merupakan jalan lahir.
ORGAN KELAMIN LUAR
Organ kelamin luar (vulva) dibatasi oleh labium mayor (sama dengan skrotum pada pria).
Labium mayor terdiri dari kelenjar keringat dan kelenjar sebasea (penghasil minyak);
setelah puber, labium mayor akan ditumbuhi rambut.
Labium minor terletak tepat di sebelah dalam dari labium mayor dan mengelilingi lubang
vagina dan uretra.
Lubang pada vagina disebut introitus dan daerah berbentuk separuh bulan di belakang
introitus disebut forset.
Jika ada rangsangan, dari saluran kecil di samping introitus akan keluar cairan (lendir)
yang dihasilkan oleh kelenjar Bartolin.
Uretra terletak di depan vagina dan merupakan lubang tempat keluarnya air kemih dari
kandung kemih.
Labium minora kiri dan kanan bertemu di depan dan membentuk klitoris, yang
merupakan penonjolan kecil yang sangat peka (sama dengan penis pada pria).
Klitoris dibungkus oleh sebuah lipatan kulit yang disebut preputium (sama dengan kulit
depat pada ujung penis pria).
Klitoris sangat sensitif terhadap rangsangan dan bisa mengalami ereksi.
Labium mayor kiri dan kanan bertemu di bagian belakang membentuk perineum, yang
merupakan suatu jaringan fibromuskuler diantara vagina dan anus.
Kulit yang membungkus perineum dan labium mayo sama dengan kulit di bagian tubuh
lainnya, yaitu tebal dan kering dan bisa membentuk sisik. Sedangkan selaput pada labium
minor dan vagina merupakan selaput lendir, lapisan dalamnya memiliki struktur yang
sama dengan kulit, tetapi permukaannya tetap lembab karena adanya cairan yang berasal
dari pembuluh darah pada lapisan yang lebih dalam.
Karena kaya akan pembuluh darah, maka labium minora dan vagina tampak berwarna
pink.
Lubang vagina dikeliling oleh himen (selaput dara).
Kekuatan himen pada setiap wanita bervariasi, karena itu pada saat pertama kali
melakukan hubungan seksual, himen bisa robek atau bisa juga tidak.
ORGAN KELAMIN DALAM
Dalam keadaan normal, dinding vagina bagian depan dan belakang saling bersentuhan
sehingga tidak ada ruang di dalam vagina kecuali jika vagina terbuka (misalnya selama
pemeriksaan atau selama melakukan hubungan seksual).
Pada wanita dewasa, rongga vagina memiliki panjang sekitar 7,6-10 cm. Sepertiga bagian
bawah vagina merupakan otot yang mengontrol garis tengah vagina. Dua pertiga bagian
atas vagina terletak diatas otot tersebut dan mudah teregang.
Serviks (leher rahim) terletak di puncak vagina.
Selama masa reproduktif, lapisan lendir vagina memiliki permukaan yang berkerut-kerut.
Sebelum pubertas dan sesudah menopause, lapisan lendir menjadi licin.
Rahim merupakan suatu organ yang berbentuk seperti buah pir dan terletak di puncak
vagina.
Rahim terletak di belakang kandung kemih dan di depan rektum, dan diikat oleh 6
ligamen.
Rahim terbagi menjadi 2 bagian, yaitu serviks dan korpus (badan rahim). Serviks
merupakan uterus bagian bawah yang membuka ke arah vagina. Korpus biasanya
bengkok ke arah depan.
Selama masa reproduktif, panjang korpus adalah 2 kali dari panjang serviks. Korpus
merupakan jaringan kaya otot yang bisa melebar untuk menyimpan janin. Selama proses
persalinan, dinding ototnya mengkerut sehingga bayi terdorong keluar melalui serviks
dan vagina.
Sebuah saluran yang melalui serviks memungkinkan sperma masuk ke dalam rahim dan
darah menstruasi keluar. Serviks biasanya merupakan penghalang yang baik bagi bakteri,
kecuali selama masa menstruasi dan selama masa ovulasi (pelepasan sel telur).
Saluran di dalam serviks adalah sempit, bahkan terlalu sempit sehingga selama kehamilan
janin tidak dapat melewatinya. Tetapi pada proses persalinan saluran ini akan meregang
sehingga bayi bisa melewatinya.
Saluran serviks dilapisi oleh kelenjar penghasil lendir. Lendir ini tebal dan tidak dapat
ditembus oleh sperma kecuali sesaat sebelum terjadinya ovulasi.
Pada saat ovulasi, konsistensi lendir berubah sehingga sperma bisa menembusnya dan
terjadilah pembuahan (fertilisasi). Selain itu, pada saat ovulasi, kelenjar penghasil lendir
di serviks juga mampu menyimpan sperma yang hidup selama 2-3 hari.
Sperma ini kemudian dapat bergerak ke atas melalui korpus dan masuk ke tuba falopii
untuk membuahi sel telur. Karena itu, hubungan seksual yang dilakukan dalam waktu 1-2
hari sebelum ovulasi bisa menyebabkan kehamilan.
Lapisan dalam dari korpus disebut endometrium. Setiap bulan setelah siklus menstruasi,
endometrium akan menebal.
Jika tidak terjadi kehamilan, maka endometrium akan dilepaskan dan terjadilah
perdarahan. Ini yang disebut dengan siklus menstruasi.
Tuba falopii membentang sepanjang 5-7,6 cm dari tepi atas rahim ke arah ovarium.
Ujung dari tuba kiri dan kanan membentuk corong sehingga memiliki lubang yang lebih
besar agar sel telur jatuh ke dalamnye ketika dilepaskan dari ovarium.
Ovarium tidak menempel pada tuba falopii tetapi menggantung dengan bantuan sebuah
ligamen.
Sel telur bergerak di sepanjang tuba falopii dengan bantuan silia (rambut getar) dan otot
pada dinding tuba.
Jika di dalam tuba sel telur bertemu dengan sperma dan dibuahi, maka sel telur yang telah
dibuahi ini mulai membelah.
Selama 4 hari, embrio yang kecil terus membelah sambil bergerak secara perlahan
menuruni tuba dan masuk ke dalam rahim.
Embrio lalu menempel ke dinding rahim dan proses ini disebut implantasi.
Setiap janin wanita pada usia kehamilan 20 minggu memiliki 6-7 juta oosit (sel telur yang
sedang tumbuh) dan ketika lahir akan memiliki 2 juta oosit.
Pada masa puber, tersisa sebanyak 300.000-400.000 oosit yang mulai mengalami
pematangan menjadi sel telur. Tetapi hanya sekitar 400 sel telur yang dilepaskan selama
masa reproduktif wanita, biasanya setiap siklus menstruasi dilepaskan 1 telur.
Ribuan oosit yang tidak mengalami proses pematangan secara bertahap akan hancur dan
akhirnya seluruh sel telur akan hilang pada masa menopause.
Sebelum dilepaskan, sel telur tertidur di dalam folikelnya.
Sel telur yang tidur tidak dapat melakukan proses perbaikan seluler seperti biasanya,
sehingga peluang terjadinya kerusakan pada sel telur semakin meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia wanita. Karena itu kelainan kromosom maupun kelainan genetik lebih
mungkin terjadi pada wanita yang hamil pada usianya yang telah lanjut.
6. Proses terjadi Haid :
Haid atau datang bulan merujuk
kepada satu fisiologi tetap dan teratur
yang dialami oleh perempuan yang
berada dalam lingkungan umur yang
berupaya untuk mengandung. Semasa
kedatangan
haid,
seseorang
perempuan akan kehilangan darah.
Tempoh
pembiakan
seseorang
perempuan
dicirikan
dengan
perubahan ritma pada rembesan
hormon yang diperlukan untuk
pembiakan. Corak ritma ini dikenali
sebagai kitaran haid.
Fungsi kitaran haid ialah untuk
menghasilkan ovum yang matang
daripada ovari dan menyediakan
lapisan
dalam
rahim
untuk
penempelan embrio. Jika tidak berlaku
persenyawaan, ovum akan mengalami
kemerosotan dan dibuang bersama bahan-bahan lain yang keluar daripada tubuh wanita
melalui faraj.
Proses haid akan membuang keluar darah, mukus dan sel-sel yang sudah mati. Proses ini
berlaku dalam tempoh yang agak tetap daripada masa akil baligh sehinggalah menopaus
(putus haid) kecuali semasa mengandung dan penyusuan. Proses haid bermula daripada
umur 12 atau 13 tahun tetapi kadang kala seawal umur 10 tahun dan selewat-lewatnya 16
tahun. Permulaan haid banyak bergantung kepada beberapa faktor seperti kaum, genetik,
suhu persekitaran dan pemakanan. Putus haid berlaku pada purata umur 47 tahun (julat
umur antara 45 hingga 55 tahun). Purata tempoh kitaran haid bagi wanita yang biasa ialah
28 hari. Hari pertama haid dianggap sebagai hari pertama bagi setiap kitaran baru. Setiap
kitaran bagi seorang wanita yang biasa dan sihat ialah antara 20 hingga 45 hari.
Perbezaan tempoh kitaran bergantung kepada umur. Tempoh aliran keluar haid juga
berbeza-beza.
Purata kitaran haid ialah 6.6 hari manakala pada umur 21 tahun, purata tempoh haid
menjadi enam hari sehinggalah mencapai tahap putus haid. Lebih kurang lima peratus
perempuan yang sihat datang haid kurang daripada empat hari dan lima peratus lagi
perempuan yang mengalami lebih daripada lapan hari. Jumlah purata darah dan tisu yang
hilang semasa kedatangan haid ialah 70 mililiter. Wanita yang berumur kurang daripada
35 tahun akan kehilangan darah lebih banyak berbanding wanita yang berumur 35 tahun
ke atas.
Jumlah keseluruhan cecair badan yang hilang semasa haid ialah antara 60 hingga 200
mililiter.
Sesetengah perempuan akan mengalami simptom atau gejala yang tidak selesa dalam
tempoh haid tersebut. Dalam tempoh tersebut, wanita akan mengalami masalah seperti
sakit kepala, pengumpulan cecair, ketegangan payu dara, mudah meradang, keresahan,
sakit tulang belakang, kesakitan dan kekejangan pada bahagian abdomen serta tekanan
perasaan.
Kehadiran dan keterukan gejala ini berbeza-beza di kalangan perempuan. Masalah ini
boleh dibantu oleh ahli farmasi atau diurus sendiri oleh perempuan tersebut. Mereka yang
mengunjungi kedai farmasi akan ditemu bual untuk memastikan keterukan masalah dan
sama ada perempuan berkenaan harus mendapatkan pemerhatian doktor. Temu bual ini
juga dapat membantu ahli farmasi untuk menilai masalah pesakit dan memilih atau
menyarankan ubat yang sesuai dan berkesan bagi mengatasi masalah tersebut.
Download