FERMENTASI ASAM LAKTAT OLEH Rhizopus oryzae PADA SUBSTRAT SINGKONG HASIL HIDROLISIS ASAM MOHAMMAD AGUNG HIDAYAT PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Fermentasi Asam Laktat oleh Rhizopus oryzae pada Substrat Singkong Hasil Hidrolisis Asam adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2006 Moh. Agung Hidayat NIM G44101047 3 ABSTRAK MOH. AGUNG HIDAYAT. Fermentasi Asam Laktat oleh Rhizopus oryzae pada Substrat Singkong Hasil Hidrolisis Asam. Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan HARDANING PRANAMUDA. Keberadaan tanaman singkong di Indonesia sangat melimpah dan belum banyak dimanfaatkan secara optimal. Salah satu manfaat singkong yaitu bisa dijadikan bahan baku pembuatan asam laktat melalui proses fermentasi. Penelitian ini dilakukan untuk menguji potensi singkong sebagai bahan baku untuk produksi asam laktat. Tahap pertama dilakukan analisis kandungan pati pada sampel Tapioka Lampung (TL), Singkong Tanpa Kupas (STK), dan Onggok Tapioka (OT). Selanjutnya dilakukan hidrolisis asam pada sampel tersebut dengan menggunakan HCL 5% pada pH 1,2. Setelah proses hidrolisis dilakukan pengukuran nilai DE (Dextrose Equivalent). Hidrolisat kemudian difermentasikan dengan menggunakan Rhizopus oryzae selama 4 hari pada suhu 30°C dengan kecepatan 250 rpm. Setelah masa fermentasi dilakukan pengukuran kandungan asam laktat. Hasil penelitian menunjukkan, Tapioka Lampung memiliki kandungan pati paling tinggi yakni sebesar 83,10 %, kemudian Singkong Tanpa Kupas (STK) sebesar 71,6 % dan Onggok Tapioka sebesar 55,7 %. Nilai DE pada hasil hidrolisis asam untuk sampel Tapioka Lampung (TL), Singkong Tanpa Kupas (STK) dan Onggok Tapioka masing-masing sebesar 41,70 %, 33,37 % dan 22,30 %. Dari proses fermentasi, kadar asam laktat yang dihasilkan dari sampel Tapioka Lampung (TL), Singkong Tanpa Kupas (STK) dan Onggok Tapioka masingmasing sebesar 60,55 g/l, 18,19 g/l dan 14,82 g/l, sedangkan dari standar glukosa dihasilkan asam laktat sebesar 96,94 g/l. 4 ABSTRACT MOH. AGUNG HIDAYAT. Fermentation of Lactic Acid by Rhizopus oryzae on Acid Hydrolyzed Cassava S ubstrates. Under the direction of MARIA BINTANG and HARDANING PRANAMUDA. The existence of cassava crops in Indonesia is abundant but has not been optimally utilized. One of the benefit of cassava is use as a raw material in the production of lactic acid fermentation. This research was done to test potential of cassava as a source of lactic acid production. The first step is to do a starch analysis on Tapioka Lampung (TL), Singkong Tanpa Kupas (STK), and Onggok Tapioka (OT). Next step, acid hydrolysis is done to sample using HCl 5% on pH 1,2. After hydrolysis is done, DE (Dextrose Equivalent) value measurement is calculated. Hydrolisate then fermented using Rhizopus oryzae for 4 days at 30 0 C and 250 rpm. After fermentation period, measurement on lactic acid was done. Research results show that Lampung Tapioka has the highest starch level at 83.10%, followed by Singkong Tanpa kupas (STK) at 71.6% and Onggok Tapioka at 55.7%. DE (Dextrose Equivalent) values from the acid hydrolysis for Tapioka Lampung (TL) sample, Singkong Tanpa Kupas (STK) and Onggok Tapioka each was 41,70%, 33,37%, and 22,30%. From the fermentation process, lactic acid level produced from TL, STK and Onggok Tapioka sample each were 65.55 g/l, 18.19 g/l and 14.82 g/l with the glucose standard from lactic acid at 96.94 g/l. 5 FERMENTASI ASAM LAKTAT OLEH Rhizopus oryzae PADA SUBSTRAT SINGKONG HASIL HIDROLISIS ASAM MOHAMMAD AGUNG HIDAYAT Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 6 Judul Skripsi : Fermentasi Asam Laktat oleh Rhizopus oryzae pada Substrat Singkong Hasil Hidrolisis Asam. Nama : Moh. Agung Hidayat NIM : G44101047 Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S. Ketua Dr. Hardaning Pranamuda Anggota Diketahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. NIP 131473999 Tanggal Lulus : 7 “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Luqman: 27) Karya ini saya persembahkan untuk almamater, kedua orang tua serta teman-temanku yang sedang mengarungi samudera ilmu di bumi Allah SWT… 8 PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat serta hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah dengan judul Fermentasi Asam Laktat oleh Rhizopus oryzae pada Substrat Singkong Hasil Hidrolisis Asam. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Biokimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan penulis sejak bulan Februari 2005 hingga bulan Agustus 2005 di Laboratorium Teknologi Bioindustri (LTB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kawasan Puspitek Serpong, Tangerang. Terima kasih penulis haturkan kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini, terutama kepada Ibu Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S. dan Bapak Dr. Hardaning Pranamuda yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan semangat selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini, serta kepada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang telah mendanai penelitian ini. Terima kasih penulis sampaikan pula kepada rekan penelitian, dan seluruh staf Laboratorium Teknologi Bioindustri (LTB) terutama Mas Ozy, atas bantuan, dorongan semangat serta keramahtamahannya selama melakukan penelitian. Ungkapan terima kasih dan kasih sayang juga penulis haturkan untuk kedua orang tua tercinta; H. M. Abdurrahman Djawahir beserta (almarhumah) Ety Abasiyah, dan H. M. Abdul Ghafur Djawahir beserta Hj. Ida Saida Nasiroh, dan juga untuk anggota keluarga lainnya atas segala doa, dukungan moril maupun materil, dan kasih sayangnya. Untuk sahabatku Reggy, Heru, Thomas, Waras, Luqman, Agus, Anto, Karim, Woro, Esti, seluruh rekan seperjuangan di Biokimia `38, dan teman kost TM5 terima kasih atas dukungan dan kebersamaan yang terjalin selama ini. Tidak lupa permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak atas segala kekhilafan yang penulis lakukan selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilimiah ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan karya ilimiah ini. Akhirnya penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Januari 2006 Moh. Agung Hidayat 9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Tegal, Jawa Tengah, pada tanggal 11 Juni 1984 sebagai anak bungsu dari enam bersaudara dari ayahanda H. M. Abdurrahman Djawahir dan ibunda Ety Abasiyah (almarhumah). Penulis juga turut dibesarkan oleh ayahanda H. M. Abdul Ghafur Djawahir dan ibunda Hj. Ida Saida Nasiroh. Tahun 2001 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 47 Jakarta dan pada tahun yang sama melalui jalur Ujia n Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) berhasil diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis diterima di IPB pada Program Studi Biokimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitian yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) G FMIPA IPB dan himpunan profesi Ikatan Mahasiswa Kimia (IMASIKA). Pada tahun 2004, penulis melaksanakan praktik kerja lapangan di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kawasan Puspitek Serpong, Tangerang. 10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi PENDAHULUAN................................................................................................ 1 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Singkong ..................................................................................... Asam Laktat ................................................................................................ Rhizopus oryzae.......................................................................................... Metabolisme Glukosa pada Jamur .............................................................. Hidrolisis Pati ............................................................................................. Produksi Asam Laktat................................................................................. Metode Analisis .......................................................................................... 2 2 3 3 4 5 6 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat............................................................................................ Metode ........................................................................................................ 7 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Pati........................................................................................... 9 Optimasi Kondisi Hidrolisis Asam pada Sampel Tapioka ......................... 10 Aplikasi Kondisi Hidrolisis pada Sampel................................................... 11 Fermentasi Asam Laktat ............................................................................. 12 SIMPULAN DAN SARAN................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13 LAMPIRAN......................................................................................................... 14 11 DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil uji kadar air, kandungan gula berbobot molekul rendah dan kandungan pati ....................................................................................... 5 2 Hasil optimasi asam pada tapioka .................................................................. 6 3 Hasil optimasi pH pada tapioka ..................................................................... 6 4 Hasil hidrolisis asam pada sampel untuk fermentasi asam laktat .................. 7 5 Hasil analisis fermentasi asam laktat ............................................................. 7 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Hubungan dari jalur EM, HMP dan ED......................................................... 5 2 Jalur sintesis asam organik pada Rhizopus oryzae......................................... 6 3 Proses perubahan glukosa menjadi asam laktat ............................................. 6 4 Proses perubahan glukosa menjadi etil alkohol ............................................. 7 5 Struktur rantai lurus amilosa dan gulungan spiral.......................................... 7 6 Struktur amilopektin serta percabangannya pada a -1,6-glikosidik ................ 4 7 Reaksi asam 3,5-dinitrosalisilat dengan glukosa............................................ 6 8 Kadar asam laktat hasil fermentasi................................................................. 12 12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian................................................................................... 16 2 Tahapan analisis kandungan pati.................................................................... 16 3 Hasil analisis kadar air dari sampel singkong ................................................ 17 4 Hasil perlakuan sampel dengan etanol........................................................... 17 5 Kurva standar TS (Total sugar) untuk uji kandungan pati dan optimasi kondisi hidrolisis ............................................................................................ 17 6 Absorbansi untuk nilai TS (Total sugar) pada penentuan kadar pati............. 18 7 Kurva standar TRS (Total Reduction Sugar) untuk hidrolisis asam .............. 18 8 Hasil hidrolisis pati dengan variasi asam ....................................................... 19 9 Hasil hidrolisis pati dengan variasi pH .......................................................... 19 10 Hasil hidrolisis asam pada sampel untuk fermentasi ..................................... 19 11 Hasil analisis fermentasi................................................................................. 20 12 Kromatogram HPLC pada analisis asam laktat.............................................. 20 13 Komposisi media fermentasi .......................................................................... 22 PENDAHULUAN Asam laktat (asam 2-hidroksipropionat, CH3CHOHCOOH) saat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan sebagai pengemulsi (emulsifier), pengasam (acidulant), penyedap (flavour ), dan pengawet (preservative), selain itu juga untuk aplikasi industri lainnya, seperti industri farmasi, industri kosmetik, industri kulit, dan sebagai biodegradable polimer/plastik (Datta et al. 1995). Dari 80.000 ton produksi asam laktat di dunia setiap tahunnya, sekitar 90% dibuat dengan fermentasi dari karbohidrat sedangkan sisanya dibuat secara sintetik (kimiawi) melalui hidrolisis laktonitril (Hofvendahl & Hahn-Hägerdal 1999). Asam laktat merupakan senyawa natural yang dapat diproduksi oleh manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Asam laktat memiliki dua bentuk isomer optik yaitu L-asam laktat dan D-asam laktat. L-asam laktat merupakan bentuk umum dalam metabolisme pada manusia, hewan, dan mikroorganisme khususnya jamur (fungi). Sedangkan untuk bakteri dapat memproduksi asam laktat dalam dua bentuk (D - dan L-asam laktat) (Mirdamadi et al. 2002; Tsai and Moon 1998; Xiaodong et al. 1997). Fermentasi asam laktat dari bahan baku karbohidrat, menggunakan mikroorganisme antara lain bakteri asam laktat (Lactobacillus ) dan jamur (Rhizopus oryzae) (Tsai & Moon 1998). Lactobacillus melalui proses fermentasi akan menghasilkan asam laktat dalam bentuk D(-) dan L(+), sedangkan R. oryzae melalui proses fermentasi hanya akan memproduksi asam laktat dalam bentuk L(+) (Skory et al. 1998; Xiadong et al. 1997). Lasam laktat merupakan bentuk yang diinginkan untuk dimanfaatkan dalam industri terutama dalam aplikasinya pada industri makanan (Tsai & Moon 1998). Dalam penelitian ini, dipilih Rhizopus oryzae karena mikroorganisme ini akan menghasilkan asam laktat murni dalam bentuk L-asam laktat, dapat tumbuh dalam media minimal, dan proses pemisahan sel dari brot kultur lebih mudah (Hamamci & Ryu 1994; Skory et al. 1998). Produk pertanian seperti singkong, sagu, dan jagung dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan asam laktat. Dalam penelitian ini dipilih singkong sebagai bahan baku pembuatan asam laktat karena keberadaanya yang melimpah di negara kita dan merupakan bahan baku yang dapat diperbaharui. Menurut catatan BPS (Badan Pusat Statistik) produksi singkong di Indonesia pada tahun 2005 ini akan mencapai 19.385.502 ton, selain itu produksinya dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Jumlah produksi singkong yang signifikan ini sangat menarik untuk dimanfaatkan dalam industri produksi asam laktat di Indonesia. Samp ai saat ini, industri penghasil asam laktat yang tercatat yaitu Biochem (Belanda, Brazil, dan Spanyol), Sterling Chemical Inc. (USA), Purac (Belanda) dan Musashino (Jepang) (Datta et al. 1995). Di Indonesia sendiri yang dikenal sebagai negara agraris dengan sumber daya alam khususnya bidang pertanian yang melimpah, belum ada industri penghasil asam laktat. Padahal asam laktat memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi karena dapat dimanfaatkan dalam berbagai hal, selain itu pangsa pasar dunia juga terbuka lebar karena kebutuhan dan pemanfaatan asam laktat setiap tahun cenderung meningkat (Datta et al . 1995). Sampel singkong yang akan digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam 3 kategori yaitu tapioka (tepung singkong), singkong tanpa kupas, dan onggok tap ioka (limbah padat industri tapioka). Semua sampel berasal dari industri pengolahan singkong PT. Wira Kencana Adiperdana yang berlokasi di Tulangbawang Lampung. Sebagai gambaran, dilihat dari sisi ekonomis tapioka lebih mahal dalam hal harga bahan baku tetapi lebih mudah dalam prosesnya menjadi asam laktat karena memiliki kandungan pati yang tinggi. Sedangkan singkong tanpa kupas dan onggok tapioka lebih murah harga bahan bakunya tetapi lebih rumit dalam proses menjadi asam laktat karena kandungan pati dan sifat fisik dari bahan baku tersebut lebih rendah dibanding tapioka. Produksi asam laktat dengan proses fermentasi akan melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama, pati yang terkandung dalam sampel singkong akan dihidrolisis menjadi gula yang lebih sederhana, selanjutnya glukosa tersebut akan difermentasi oleh Rhizopus oryzae menjadi asam laktat, setelah itu dilakukan pemisahan miselia jamur dan partikel padat lainya dari media fermentasi, dan terakhir dilakukan pemurnian asam laktat. Pada tahapan hidrolisis pati menjadi glukosa, dilakukan secara hidrolisis asam, hidrolisis tidak dilakukan secara enzimatis karena perhitungan ekonomis. Asam yang digunakan untuk hidrolisis tersebut yaitu H2 SO 4, HNO 3, dan HCl. Substrat glukosa untuk media fermentasi sebelumnya juga dicoba dalam 2 nilai Dextrose Equivalent (DE) yang berbedabeda. Hipotesis pada penelitian ini adalah, hidrolisis asam dapat menghasilkan nilai DE (Dextrose Equivalent) yang bervariasi selanjutnya akan berpengaruh terhadap produktivitas Rhizopus oryzae dalam menghasilkan asam laktat. Semakin tinggi nilai DE maka akan memberikan produktivitas asam laktat yang tinggi pula. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemungkinan singkong untuk digunakan sebagai bahan baku dalam industri pembuatan asam laktat. Dan akan digunakan sebagai perbandingan dengan asam laktat yang diproduksi dari bahan baku lainnya seperti sagu. Manfaat dari penelitian ini yakni untuk mendorong berdirinya industri fermentasi asam laktat berbahan baku lokal. Penelitian berlangsung di Laboratorium Teknologi Bioindustri (LTB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kawasan Puspitek Serpong, Tangerang. Penelitian berlangsung selama bulan Februari hingga bulan Agustus 2005. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Singkong Tanaman singkong (Manihot sp.) berasal dari Amerika Selatan khususnya di negara Brazil dan Paraguay. Tetapi tanaman ini tumbuh subur pada beberapa negara di benua Afrika, Amerika, dan Asia. Berikut adalah klasifikasi dari tanaman singkong (Anonim 2005). Klasififikasi lengkap dari tanaman ini adalah sebagai berikut : Kingdom Plantae, Kelas Monocotiledonae, Ordo Euphorbiales, Famili Euphorbiaceae, Genus Manihot, Spesies Manihot esculenta. Singkong merupakan tanaman tropis dan sub tropis, membutuhkan setidaknya 8 bulan pada cuaca hangat atau panas untuk menghasilkan akar matang (crop). Tanaman singkong mampu tumbuh pada tanah dengan kandungan nutrisi rendah dan lahan kering. Pada lahan kering, tanaman singkong akan menggugurkan daunnya untuk menjaga kelembaban dan akan menghasilkan daun baru saat turun hujan. Tanaman singkong tidak dapat bertahan pada cuaca sangat dingin, tanaman ini sangat cocok tumbuh pada lahan dengan pH tanah berkisar antara 4 sampai 8 dan sangat produktif pada kondisi panas (Anonim 2005). Indonesia yang merupakan negara dengan kondisi cuaca sub tropis juga merupakan tempat yang cocok untuk pertumbuhan singkong. Tanaman ini tumbuh subur di berbagai daerah, contohnya seperti di Lampung. Menurut catatan BPS (Biro Pusat Statistik), produksi singkong pada tahun 2005 ini mencapai 19.385.502 ton dan setiap tahunnya mengalami kenaikan. Pemanfaatan singkong di Indonesia dilakukan dalam berbagai hal, bisa langsung dikonsumsi, untuk produksi tepung tapioka, dan produksi berbagai jenis makanan. Pemanfaatan tanaman singkong untuk langsung dikonsumsi terlebih dahulu harus melalui proses pemasakan. Karena pada dasarnya singkong mengandung senyawa yang bersifat racun antara lain: sianogen glukosida, linamarin, dan lotaustralin dalam bentuk bebas maupun terikat. Senyawa tersebut akan diubah menjadi HCN dengan adanya enzim linamarase yang secara natural terkandung pada tanaman singkong. Sianogen glukosida terkandung pada semua bagian tanaman ini, dengan kandungan paling tinggi pada daun. Pada akar, kulit singkong memiliki kandungan lebih tinggi dari pada bagian dalamnya (Anonim 2005). Dalam penelitian ini, pemanfaatan singkong diarahkan untuk produksi asam laktat. Asam Laktat Asam laktat merupakan asam karboksilat dengan rumus kimia C 3H6O3 atau CH3CHOHCOOH dan dengan nama sistematik asam 2-hidroksipropionat. Dalam larutan, asam laktat dapat kehilangan sebuah proton dari COOH (gugus karboksil) menjadi ion laktat CH3CHOHCOO -. Terdapat dua isomer optik dari asam laktat karena atom karbon utamanya mengikat pada empat gugus yang berbeda. Isomer yang pertama disebut L(+)-asam laktat atau (S) -asam laktat dan yang kedua disebut D(-)-asam laktat atau (R)asam laktat (Anonim 2005). Asam laktat dihasilkan melalui glikolisis anaerob (pada manusia dan hewan) serta melalui fermentasi (pada mikroorganisme). Pada kedua proses tersebut, L-asam laktat diproduksi dari piruvat dengan bantuan enzim laktat dehidrogenase. Saat konversi piruvat menjadi L-asam laktat akan terjadi juga oksidasi satu molekul NADH menjadi NAD +, selanjutnya NAD + ini akan digunakan kembali dalam proses glikolisis sehingga proses tersebut dapat berlangsung terus-menerus (Anonim 2005). 3 Rhizopus oryzae Rhizopus merupakan golongan cendawan filamen yang dapat ditemukan di tanah, sayuran yang membusuk, buah-buahan, kotoran binatang. Rhiz opus juga merupakan salah satu jamur patogen yang dapat menyebabkan infeksi atau peradangan pada manusia. Klasifikasi lengkap dari cendawan ini adalah sebagai berikut Kingdom Fungi, Filum Zygomycota, Kelas Zygomycetes , Ordo Mucorales , Famili Mucoraceae, Genus Rhizopus, Spesies Oryzae.: (Moore-Landecker 1996). Beberapa jenis Rhizopus yang paling umum adalah Rhizopus oryzae, Rhizopus oligosporus, Rhizopus microsporus , Rhizopus schipperae, dan Rhizopus stolonifer . Karakteristik fisik yang dimilikinya antara lain tubuhnya multi seluler, panjang rizoid dan sporangiofor, berhabitat di darat sebagai saprofit dengan hifa tidak bersekat, garis tengah sporangia, dan bentuk sporangiospora menunjukkan perbedaan yang jelas dengan jenis Rhizopus yang lain (Moore 1972). Koloni Rhizopus dapat tumbuh dengan cepat pada cawan petri dalam waktu 4 hari dengan temperatur inkubasi 30-37°C. Proses reproduksi Rhizopus sp. dalam bentuk zygospora diawali dengan dua gametangia melebur kemudian akan berkembang menjadi zigot, selanjutnya dindingnya akan menebal dan berubah menjadi zygospora (Moore 1972). Daur hidup Rhizopus sp. terjadi bilamana dinding sporangium melarut, yang menyebabkan sporangiospora dibebaskan. Sporangiospora akan berkecambah dan berkembang menjadi organisme baru dengan hifa somatik. Juga terbentuk rizoid yang menembus ke dalam medium. Langsung diatas rizoid, terbentuk satu atau lebih sporangiofor. Ujung sporangiofor berkembang menjadi sporangium yang berisikan banyak sekali sporangiospora di dalamnya. Lengkaplah bagian aseksual dari daur hidupnya. Reproduksi seksual mensyaratkan adanya dua lawan jenis serasi (+ dan -), apabila kedua tipe ini bersentuhan satu sama lain akan terbentuk progametangium. Kemudian terjadi septum dekat ujung setiap progametangiumnya yang akan memisahkannya menjadi dua sel, yaitu gametangium dan sel suspensor. Dinding kedua gametangium yang bersentuhan itu melarut pada titik sentuh, kedua protoplasnya bercampur (plasmogami), lalu nukleus + dan – akan melebur (kariogami) untuk menghasilkan banyak nukleus zigot. Struktur yang mengandungnya disebut senozigot. Dinding yang mengelilingi senozigot menebal dan permukaannya menjadi hitam, maka terbentuklah zigospora yang akan tetap dorman selama 1 sampai 3 bulan atau lebih. Meiosis akan berlangsung selama proses perkecambahan, setelah berkecambah terbentuklah organisme baru (Moore 1972; Pelczar 1986). Metabolisme Glukosa pada Jamur Glukosa adalah monosakarida yang termasuk dalam aldoheksosa karena mengandung 6 karbon dan gugus fungsi aldehid pada karbon pertama. Struktur dari aldehid bentuk rantai terbuka dari D-glukosa pertama kali dilaporkan oleh Emil Fischer seorang ahli kimia dari Jerman pada tahun 1891 (Fessenden 1989). Proses glikolisis merupakan perubahan glukosa menjadi asam piruvat yang terjadi di sitosol. Prinsip jalur glikolisis mencakup jalur Embden -Meyerhof (EM) dan jalur Heksosa Monofosfat (HMP) yang terjadi pada manusia, hewan, tumbuhan, bakteri, dan jamur. Jalur yang ketiga adalah EntnerDoudoroff (ED), diketahui terjadi terutama pada bakteri dan kemungkinan terjadi juga pada beberapa jamur (Moore and Landecker 1996). Pada Gambar 1 terlihat hubungan ketiga jalur dalam proses glikolisis. Pada jamur, glikolisis dapat terjadi melalui kedua jalur (EM dan HMP) atau hanya terjadi melaui salah satu jalur saja. Biasanya, jalur EM merupakan jalur glikolisis utama pada jamur (seperti juga pada organisme lainnya), tetapi ada pada sebagian kecil jamur menjadikan jalur HMP sebagai jalur glikolisis utama, seperti pada Rhodotarula gracilis yang memetabolisme 60-80% glukosa melalui jalur HMP (Moore & Landecker 1996). Gambar 1 Hubungan dari jalur EM, HMP, dan ED 4 Pada Rhizopus oryzae, glukosa pertama kali akan dirubah menjadi glukosa 6 fosfat dengan bantuan enzim heksokinase dan terjadi pemakaian ATP, selanjutnya akan memasuki jalur EM sampai membentuk asam piruvat. Seperti terlihat pada Gambar 2, piruvat yang dihasilkan dapat dimetabolisme lagi menjadi beberapa produk seperti L-laktat, etanol, fumarat, atau masuk siklus TCA (Magnuson & Lasure 2004). Untuk produksi asam laktat, asam piruvat akan direduksi oleh NADH atau NADPH yang dikatalisis oleh laktat dehidrogenase seperti terlihat pada Gambar 3. Untuk produksi etanol, asam piruvat terlebih dahulu diubah menjadi asetaldehida sebagai produk antara dengan bantuan piruvat dekarboksilase. Setelah itu oleh reaksi yang dikatalisis oleh alkohol dehidrogenase, asetaldehid akan diubah menjadi etil alkohol (etanol) disertai dengan perubahan 2 NADH menjadi 2 NAD + H+ seperti terlihat pada Gambar 4. Untuk produksi fumarat, asam piruvat terlebih dahulu diubah menjadi oksaloasetat. Setelah itu oksaloasetat tersebut diubah menjadi malat terlebih dahulu sebelum akhirnya terbentuk fumarat seperti terlihat pada Gambar 2 (Magnuson & Lasure 2004; Moore & Landecker 1996). Gambar 2 Jalur sintesis asam organik pada Rhizopus oryzae Gambar 3. Proses perubahan glukosa menjadi asam laktat Gambar 4 Proses perubahan glukosa menjadi etil alkohol Hidrolisis Pati Glukosa yang digunakan sebagai substrat dalam fermentasi, dapat diperoleh dari berbagai komoditas pertanian yang mengandung karbohidrat seperti singkong, sagu, jagung, beras dan sebagainya. Kandungan karbohidrat yang terkandung dari komoditi tersebut adalah pati, pati terdiri dari campuran dua fraksi yakni fraksi terlarut adalah amilosa dan fraksi tak terlarut adalah amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dan tidak bercabang dengan ikatan a-1,4glikosidik, mempunyai ujung pereduksi dan non pereduksi. Dalam larutan struktur amilosa tidak lurus tet api berbentuk melingkar seperti spiral seperti terlihat pada Gambar 5. Amilopektin selain mempunyai ikatan a1,4-gliosidik juga mempunyai rantai bercabang dengan ikatan a-1,6-glikosidik seperti terlihat pada Gambar 6. Dalam air panas amilopektin akan membentuk pasta. Amilopektin dalam molekul pati kandungannya sekitar 80-90%, sedangkan amilosa hanya sekitar 10-20%. Gambar 5 Struktur rantai lurus amilosa dan gulungan spiral Gambar 6 Struktur amilopektin percabangannya pada glikosidik serta a-1,6- 5 Pati dapat dihidrolisis menjadi glukosa secara enzimatis maupun dengan asam. Hidrolisis asam pada pati lebih banyak digunakan karena lebih singkat, mudah dan ekonomis. Dengan hidrolisis asam, glukosa yang dihasilkan memiliki nilai kadar gula pereduksi yang cukup tinggi dan rendemen yang cukup baik. Berikut adalah proses hidrolisis pati menjadi glukosa: Hidrolisat cair yang dihasilkan bukan merupakan produk yang murni, tetapi merupakan campuran dari glukosa, maltosa dan dekstrin. Mutu glukosa yang dihasilkan tergantung oleh tingkat konversi pati menjadi komponen- komponen tersebut yang dikenal sebagai Dekstros Ekuivalen (DE). Makin rendah nilai DE maka makin rendah pula kandungan glukosa dan maltosanya sedangkan kandungan dekstrinnya semakin tinggi (Jacobs 1994). Nilai DE menunjukkan persentase ikatan glikosida yang terhidrolisis, sehingga nilai DE dapat dihitung dari persentase perbandingan kadar gula pereduksi dengan kadar gula total. DE = ? kadar gula pereduksi x 100% ? kadar gula total Secara teoritis, jika pati secara keseluruhan terhidrolisis menjadi glukosa maka produk hidrolisisnya akan memiliki nilai DE= 100% Produksi Asam Laktat Asam laktat dapat diproduksi melalui dua cara yaitu secara sintetik (kimiawi) dan melalui fermentasi. Jalur sintesis kimia untuk produksi asam laktat secara komersial melalui hidrolisis laktonitril. Melalui penambahan hidrogen sianida pada asetaldehid untuk memproduksi laktonitril. Ini m erupakan reaksi fasa cair dan terjadi pada tekanan atmosfer. Laktonitril yang belum murni ini akan dimurnikan dengan distilasi dan selanjutnya dihidrolisis menjadi asam laktat dengan menggunakan hidroklorik dan asam sulfat, yang juga akan memproduksi garam ammonium sebagai produk samping. Asam laktat (belum murni) yang dihasilkan akan diesterifikasi dengan metanol, menghasilkan metil laktat, yang selanjutnya akan dimurnikan dengan distilasi dan dihidrolisis dengan air dibawah katalis asam untuk memproduksi asam laktat (proses selanjutnya tergantung pada aplikasinya) dan metanol (yang akan didaur ulang kembali). Berikut proses reaksi yang terjadi : Kemungkinan jalur sintesis kimia yang lain untuk memproduksi asam laktat antara lain oksidasi propilen glikol; reaksi dari asetaldehid, karbon monoksida, dan air pada temperatur dan tekanan atmosfir tinggi; hidrolisis dari asam kloropropionat; dan oksidasi propilen oleh asam nitrat. Tetapi tidak satupun digunakan dalam aplikasi industri karena alasan ekonomis dan teknikal (Datta et al.1995). Teknologi fermentasi lebih banyak digunakan untuk produksi asam laktat, dengan memanfaatkan berbagai macam sumber karbohidrat yang bisa digunakan seperti molase, sirup jagung, whey , dextrose, cane, dan beet sugar. Penggunaan sumber karbohidrat bergantung pada harga, ketersediaan, dan kemurnian yang diinginkan. Protein dan nutrien komplek lainnya dibutuhkan oleh mikroorganisme fermentasi. Penambahan kalsium karbonat pada proses fermentasi berguna untuk menetralkan produksi asam dan untuk memproduksi garam kalsium dari asam dalam media fermentasi. Proses fermentasi berlangsung selama 4 sampai 6 hari. Laktat yang dihasilkan mendekati 90% (b/b) dari dextrose equivalent karbohidrat yang terkandung dalam media fermentasi. Menjaga keberadaan kalsium laktat dalam larutan diinginkan, sehingga akan lebih mudah pemisahannya dari biomassa sel dan senyawa yang tidak larut lainnya dalam media. Medium mengandung kalsium laktat akan disaring untuk memisahkan sel didalamnya, dilanjutkan dengan perlakuan karbon, evaporasi, dan terakhir diasamkan dengan asam sulfat untuk merubah garam menjadi asam laktat dan kalsium sulfat yang tidak larut (yang selanjutnya akan dipindahkan dengan filtrasi). Filtrat yang telah dimurnikan dengan kolom karbon dan pertukaran ion, selanjutnya akan dievaporasi untuk memproduksi asam laktat teknis dan asam laktat untuk aplikasi makanan, tetapi tidak meproduksi asam laktat tahan panas yang dibutuhkan untuk aplikasi stearoil laktat, polimer, dan sebagainya. Produk asam laktat teknis bisa diesterifikasi dengan metanol atau etanol, dan esternya diubah dengan distilasi, hidrolisa dengan air,dan evaporasi, sedangkan alkoholnya di daur ulang. Proses pemisahan ini menghasilkan produk dengan kemurnian 6 tinggi, yang mana seperti produk sintetik yang bening dan bersifat tahan panas (Datta et al. 1995). Berikut adalah proses reaksi yang terjadi : Fermentasi asam laktat oleh Rhizopus dan pertumbuhannya membutuhkan sumber nitrogen inorganik (seperti garam ammonium atau garam nitrat, dan garam mineral lainnya) tanpa suplemen seperti asam amino dan vitamin seperti yang dibutuhkan oleh bakteri asam laktat (Litchfield 1996). Metabolisme aerobik dari glukosa oleh Rhizopus memberikan 1,5 mol asam laktat per mol glukosa yang digunakan (Margulies & Visiniac 1961 dalam Litchfield 1996). Produksi L-asam laktat oleh Rhizopus sp. melalui proses fermentasi dilaporkan pertama kali oleh Lockwood et al. (1936) dan Ward et al. (1938) (Magnuson & Lasure 2004). Keuntungan menggunakan jamur dalam fermentasi asam laktat selain menggunakan media minimum, terkandung sumber nitrogen inorganik didalamnya, produknya murni Lasam laktat, pemurnian produk yang lebih mudah seperti yang telah disebutkan sebelumnya, selain itu keuntungannya memiliki kemampuan untuk memetabolisme glukosa dengan konsentrasi tinggi sehingga produk yang dihasilkan juga berkonsentrasi tinggi. Penggunaan jamur juga memiliki beberapa kelemahan yaitu adanya diversi dari jalur karbon dari produk yang diinginkan kepada produk samping seperti etanol dan asam fumarat. Tetapi produk samping yaitu etanol dapat ditekan dengan inkubasi dibawah kondisi aerobik (Litchfield 1996). Faktor yang mempengaruhi konsentrasi, produktifitas dan hasil asam laktat antara lain tipe dari proses yang digu nakan (batch, fedbatch, atau berkelanjutan), mikroorganisme yang digunakan, kultur s( train) mikrobanya, ukuran inokulum, nutrisi, kontrol pH, aerasi, agitasi, konsentrasi substrat dan perlakuan awalnya, kontaminan, bakteriofage, penghambatan/inhibisi oleh asam laktat pada konsentrasi tinggi dan produk samping yang bersifat toksik dari perlakuan awal substrat seperti furfural dan hidroksimetilfurfural (Litchfield 1996). Perbedaan proses produksi asam laktat secara kimia dengan fermentasi antara lain : yang pertama, apabila secara sintesis kimia menggunakan senyawa beracun seperti hidrogen sianida sedangkan secara fermentasi prosesnya ramah lingkungan; apabila secara kimia produk yang dihasilkan merupakan campuran bentuk L- dan D-asam laktat sedangkan secara fermentasi produk yang dihasilkan bisa dalam bentuk L-, D-, atau DLtergantung dari strain mikroba yang digunakan; apabila secara kimia bahan baku tidak bisa diperbaharui sedangkan secara fermentasi bahan bakunya dapat diperbaharui; apabila secara kimia proses produksinya dalam kondisi ekstrim (temperatur tinggi, tekanan, dan sebagainya) sedangkan secara fermentasi prosesnya dalam kondisi sedang (lebih hemat energi). Metode Analisis Metode DNS (asam dinitrosalisilat) Metode DNS atau metode TRS (Total Reducing Sugar) digunakan untuk mengukur gula pereduksi dengan teknik kolorimetrik. Glukosa merupakan gula pereduksi karena memiliki gugus aldehida sehingga dapat dioksidasi menjadi gugus karboksil. Bentuk hemiasetal siklik glukosa berada dalam kesetimbangan dengan bentuk aldehida rantai terbukanya. Seperti terlihat pada Gambar 7, gugus aldehida pada C1 glukosa akan dioksidasi oleh asam 3,5-dinitrosalisilat menjadi gugus karboksil dan menghasilkan asam 3-amino-5nitrosalisilat, reaksi ini berlangsung pada kondisi basa dan suhu tinggi skitar 90°-100°C. Senyawa ini memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 540 nm bila diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer (Apriyantono et al. 1988). Gambar 7 Reaksi asam 3,5-dinitrosalisilat dengan glukosa Metode asam fenol sulfat Metode ini atau sering disebut juga metode TS (Total Sugar ) digunakan untuk mengukur total gula. Sehingga jika terdapat maltosa dalam suatu larutan, metode DNS hanya akan mendeteksi satu gula pereduksi sedangkan metode asam fenol sulfat akan mendeteksi dua 7 gula pereduksi. Gula sederhana, oligosakarida, polisakarida dan turunannya dapat bereaksi dengan fenol dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna oranye kekuningan yang stabil (Apriyantono dkk 1998) Kemampuan metode fenol sulf at mendeteksi dua gula pereduksi, karena maltosa yang ada akan dihidrolisis dahulu menjadi dua molekul glukosa sehingga metode ini dapat mengetahui gula pereduksi total. Pengukuran serapan pada metode asam fenol sulfat pada panjang gelombang 490 nm pada spektrofotometer. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah tepung Tapioka Lampung (TL) dari Pasar Serpong yang diproduksi di Lampung, Singkong Tanpa Kupas (STK) diperoleh dari Pasar Serpong dan diubah sendiri, Onggok Tapioka (OT) PT. Wira, etanol 70% dan 80%, pereaksi DNS (asam dinitrosalisilat, NaOH, Natrium-kalium Tartrat), Akuades, Akuabides, D-glukosa, media Potato Dekstrosa Agar (PDA), Tween 80, (NH 4)2 SO 4, MgSO 4 .7H2O, ZnSO 4.7H 2O, KH 2PO 4, Na2CO 3 10%, CaCO 3, isolat Rhizopus oryzae NRRL-395, H2 SO 4 2% dan 98%, HNO 3 5%, HCl 2M, HCl 5%, Ammonia, DMSO (Dimetil Sulfoksida), Arang aktif, Bentonit, Fenol 5%, standar pH 4, standar pH 7, dan H 3PO4 1 mM. Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, sudip, erlenmeyer, mikropipet, tips, pip et mohr, corong, kain kasa, desikator, timbangan analitik, alumunium foil, timbangan teknis, sarung tangan, vorteks, ruang asam, laminar, tusuk sate, spektrofotometer UV, HPLC L-4000 UV detektor, kolom Unisil C18 4,6x150, mikroskop, tabung sentrifuse, sentrifuse CR21G, gelas ukur, bulb, pH meter, autoklaf ACV-2450, filter milipore, kertas saring, shaker, hotplate, stirrer, dan sumbat kapas. Metode Penentuan Kadar air Kertas saring yang akan digunakan terlebih dahulu ditimbang, setelah itu dioven pada suhu 105°C selama 3 jam. Selanjutnya kertas saring didinginkan dahulu dalam desikator sekitar 15 menit, setelah dingin ditimbang kembali. Sebanyak 3 gram sampel ditimbang lalu ditempatkan pada kertas saring, setelah itu dioven selama 3 jam pada suhu 105°C. Kemudian kertas saring beserta sampelnya didinginkan dahulu dalam desikator selama 15 menit, setelah dingin lalu ditimbang. Kadar air didapat melalui perhitungan persentase perbandingan berat sampel beserta kertas saringnya sebelum dengan sesudah dioven (AOAC 1984). Perlakuan Etanol 80% Sampel hasil pengukuran kadar air dilarutkan dengan etanol 80% pada suhu sekitar 40°C. Setelah dingin larutan tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring (telah diketahui beratnya), endapan hasil saringan selanjutnya dioven selama 3 jam pada suhu 80°C sampai kering kemudian (dalam kondisi dingin) endapan beserta kertas saringnya ditimbang. Penentuan Kandungan Pati Diambil 0,1 gram dari endapan hasil perlakuan etanol 80% (triplo), kemudian ditambahkan 5 ml DMSO (Dimetil Sulfoksida). Selanjutnya semua sampel dimasukkan dalam penangas air (dengan kondisi air mendidih) selama 20 menit lalu divorteks. Setelah larutan dingin dan endapan terbentuk, diambil cairannya (tanpa endapan) kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Setelah itu diambil supernatannya saja dan ditempatkan pada tabung reaksi terpisah, filtrat yang tersisa dicampur kembali dengan endapan hasil pemanasan dan diulang kembali proses dari awal sebanyak dua kali. Supernatan yang terkumpul dari tiga kali proses sentrifus kemudian ditempatkan dalam labu ukur 50 ml lalu ditera dengan akuades. Kemudian dilakukan pengenceran 10 kali dan divorteks, dilanjutkan dengan uji gula total atau total sugar (TS) dengan Metode Asam Fenol Sulfat (halaman 9). Hidrolisis Pati dengan Variasi Asam Sebanyak 50 gram tapioka dilarutkan dalam 200 ml akuades (triplo), kemudian disesuaikan pHnya menjadi 1,7 dengan HNO3 5%, HCl 5%, H2 SO4 2% untuk masing-masing sampel. Dilanjutkan dengan diautoklaf pada suhu 121°C selama 1 jam, setelah didinginkan selanjutnya dilakukan netralisasi dengan Na2CO3 10% sampai pH 5,0. Kemudian ditambahkan 1 gram arang aktif dan 0,25 gram bentonit (untuk proses pemucatan) lalu diaduk dengan magnetik stirer selama 30 menit pada suhu 40-50ºC. Setelah itu disaring 8 dengan menggunakan kertas saring, cairan hasil saringan kemudian dilakukan uji TS (Metode Asam Fenol Sulfat (halaman 9)) dan TRS (Metode DNS (halaman 9)). Hidrolisis Pati oleh Asam dengan Variasi pH Sebanyak 50 gram tapioka dilarutkan dalam 200 ml akuades (triplo), kemudian disesuaikan pHnya menjadi 1,0; 1,2; 1,4; 1,6; 1,8 dan 2,0 untuk masing-masing sampel. Dilanjutkan dengan diautoklaf pada suhu 121°C selama 1 jam, setelah didinginkan selanjutnya dilakukan netralisasi dengan Na2CO 3 10% sampai pH 5,0. Kemudian ditambahkan 1 gram arang aktif dan 0,25 gram bentonit (untuk proses pemucatan) lalu diaduk dengan magnetik stirer selama 30 menit pada suhu hangat. Setelah itu disaring dengan menggunakan kertas saring, cairan hasil saringan kemudian dilakukan uji TS (Metode Asam Fenol Sulfat (halaman 9)) dan TRS (Metode DNS (halaman 9)). Hidrolisis Pati pada S ampel S ingkong Sebanyak 50 gram sampel (Tapioka Lampung (TL), Singkong Tanpa Kupas (STK) dan Onggok Tapioka (OT)) dilarutkan dalam 200 ml akuades, kemudian disesuaikan pHnya menjadi 1,2 dengan ditambahkan HCl 5% pada masing-masing sampel. Dilanjutkan dengan diautoklaf pada suhu 121°C selama 1 jam, setelah didinginkan selanjutnya dilakukan netralisasi dengan ditambahkan Na2CO 3 10% sampai pH 5,0. Kemudian ditambahkan 1 gram arang aktif dan 0,25 gram bentonit (untuk proses pemucatan) lalu diaduk dengan magnetik stirer selama 30 menit pada suhu 40-50°C. Setelah itu disaring dengan menggunakan kertas saring, cairan hasil saringan kemudian dilakukan uji TS (Metode Asam Fenol Sulfat (halaman 9)) dan TRS (Metode DNS (halaman 9)). Selain itu juga dilakukan uji iodin, larutan iodin diteteskan pada 2 ml hidrolisat kemudian dilihat warna yang terbentuk. Penyiapan Isolat Jamur Pertama dilakukan adalah pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar). Sebanyak 3,9 gram media PDA dilarutkan dengan 100 ml akuades dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian dipanaskan pada suhu 70°C dan diaduk dengan magnetik stirer sampai mendidih. Selanjutnya larutan tersebut dibagi ke dalam 6 tabung reaksi besar, kemudian disterilisasi dengan diautoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 2 atm selama 15 menit. Setelah disterilisasi, tabung reaksi tersebut disimpan dengan posisi dimiringkan hingga dingin (membentuk agar). Tahapan selanjutnya yaitu inokulasi jamur Rhizopus oryzae ke media PDA untuk regenerasi. Sebanyak dua ose Rhizopus oryzae dipindahkan ke dalam 6 buah media PDA yang dilakukan di laminar dalam keadaan steril. Setelah itu diinkubasi selama 5-6 hari di oven pada suhu 30°C. Inokulasi Jamur Rhizopus oryzae ke Media Fermentasi Pertama dilakukan pembuatan media cair glukosa. Disiapkan dalam erlenmeyer 500 ml sebanyak 50 ml glukosa hasil hidrolisis asam dan 50 ml glukosa 100g/l sebagai standar, untuk pembuatan glukosa standar dilarutkan 5 gram glukosa dengan 50 ml akuades. Selanjutnya disterilisasi dengan diautoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 2 atm selama 15 menit. Selain itu dilakukan juga penyiapan senyawa nutrisi lainnya sebagai media fermentasi. Ditimbang sebanyak 0,3 gram (NH4)2SO4 ; 0,025 gram MgSO 4.7H 2O; 0,0004 gram ZnSO 4.7H2O, dan 0,0015 gram KH 2PO4 dalam erlenmeyer 500 ml, kemudian ditambah akuades sebanyak 300 ml. Setelah itu dipindahkan masing-masing sebanyak 50 ml ke dalam erlenmeyer 250 ml. Dilanjutkan dengan disterilisasi dengan diautoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 2 atm selama 15 menit. Disiapkan juga larutan Tween 80 100 ppm, dengan cara melarutkan 10 µl Tween 80 ke dalam 100 ml akuades lalu dipindahkan ke dalam 10 tabung reaksi kemudian disterilisasi. Peralatan yang diperlukan juga disterilisasi terlebih dahulu. Proses selanjutnya yaitu pemindahan biakan ke media fermentasi. Biakan Rhizopus oryzae yang telah diinkubasi ditambahkan 10 ml Tween 80 100 ppm untuk melarutkan sporanya yang dibantu dengan tusuk sate steril dengan cara digosek-gosek pada permukaan agar. Kemudian disaring dengan kain kasa ke tabung sentrifuse sehingga yang terbawa hanya spora sedangkan miselianya tertinggal. Larutan yang berisi spora tersebut kemudian disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm pada suhu 4°C. Supernatan dibuang lalu ditambahkan 20 ml Tween 80 100 ppm ke dalam pelet lalu divortex, setelah itu dilakukan pengenceran 100 kali lalu dihitung jumlah selnya dengan hemasitometer. Sebanyak 1x10 6 spora diinokulasikan ke dalam masing-mas ing media cair glukosa kemudian ditambah 50 ml senyawa nutrien yang dilakukan dilaminar secara steril. 9 Fermentasi Media fermentasi yang telah diinokulasikan Rhizopus oryzae diinkubasi selama 4 hari. Proses inkubasi dilakukan pada suhu 30°C disertai dengan dikocok (shaker ) dengan kecepatan 250 rpm. Pada jam ke-18 ditambahkan sebanyak 4 gram CaCO3 secara aseptik. Setelah 4 hari, biakan dipisahkan dari media cairnya dengan disaring. Biakan yang telah disaring selanjutnya ditambahkan 50 ml HCl 2M selanjutnya ditekan dan dikocok dengan tusuk sate lalu disaring kembali, kemudian dibilas dengan akuades tiga kali. Jamur yang tertinggal selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 60°C selama 3 jam, kemudian ditimbang untuk mengetahui biomassa selnya. Supernatan hasil penyaringan biakan kemudian diukur kandungan asam laktatnya dengan HPLC dan diukur total gulanya dengan Metode Asam Fenol Sulfat. Metode DNS (Dinitrosalisilat) Pembuatan pereaksi DNS, sebanyak 5 gram asam 3,5-dinitrosalisilat dan 2 M NaOH dilarutkan dalam 100 ml akuades (larutan A). Sebanyak 150 gram Natrium Kalium Tartrat dilarutkan dengan 200 ml akuades (larutan B). Larutan A dan B dicampur lalu ditambah akuades sampai 500 ml dalam labu takar, kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik selama satu malam . Pembuatan kurva standar glukosa. Dibuat glukosa 2000 ppm dengan melarutkan 0,2 gram glukosa dalam 100ml akuades dalam labu takar. Kemudian dibuat larutan glukosa dengan konsentrasi 0, 200, 400, 800, 1200, 1600, dan 2000 ppm. Masing-masing larutan tersebut diambil 1ml lalu ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Setelah divortex lalu dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit. Setelah dingin, larutan tersebut diencerkan 5 kali lalu divortex dan kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Pengukuran kadar gula pereduksi total dari sampel. Diambil sebanyak 1 ml sampel lalu ditambahkan 3 ml DNS. Proses selanjutnya sama seperti pada pembuatan kurva standar diatas. Metode asam fenol sulfat Pembuatan kurva standar glukosa. Dibuat glukosa 2000 ppm dengan melarutkan 0,2 gram glukosa dalam 100ml akuades dalam labu takar. Kemudian dbuat larutan glukosa dengan konsentrasi 0, 100, 200, 300, 400, dan 500 ppm. Diambil 0,5 ml dari masing-masing larutan kemudian direndam dalam air, setelah itu ditambahkan 0,5 ml Fenol 5%, dilanjutkan dengan penambahan 2,5 ml H2 SO 4 pekat secara hati-hati melalui dinding. Larutan dibiarkan dalam air selama 10 menit kemudian divortex dan dibiarkan kembali dalam air selama 20 menit. Selanjutnya diukur absorba nsinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm. Pengukuran kadar gula total dari sampel. Diambil 0,5 ml dari sampel larutan kemudian direndam dalam air, setelah itu ditambahkan 0,5 ml Fenol 5%, dilanjutkan dengan penambahan 2,5 ml H2 SO 4 pekat secara hatihati melalui dinding. Proses selanjutnya sama seperti pada pembuatan kurva standar diatas. Pengukuran Kadar Asam Laktat Pengukuran ini dilakukan dengan alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dengan detector UV L4000. Sebagai fase diam digunakan kolom Unisil C18 4,6x150 dan sebagai fase bergerak digunakan H3PO 4 1 mM. Untuk pembuatan larutan H3 PO4 1 mM, diambil sebanyak 67,4 µl dari H 3PO4 85% kemudian dilarutkan dalam 1 liter akuabides. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Pati Penent uan kandungan pati diawali dengan pengukuran kadar air. Hasil pengukuran kadar air seperti terlihat pada Tabel 1. Singkong Tanpa Kupas (STK) memiliki kadar air paling tinggi yaitu sebesar 15,01%, sedangkan kadar air untuk Onggok Tapioka (OT) dan Tapioka Lampung (TL) tidak jauh berbeda yaitu sebesar 11.83% dan 11,06%. Penentuan kadar air dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan sampel yang telah bebas air untuk selanjutnya dilakukan perlakuan sampel dengan etanol 80%. Pada dasarnya kadar air yang didapat merupakan hasil dari proses penguapan air (dengan menggunakan oven). Selain itu penentuan kadar air juga untuk mengetahui ketahanan suatu bahan dalam penyimpanan. Kadar air yang bagus adalah kurang dari 10% karena bahan dapat disimpan lebih lama dan relatif lebih aman dari gangguan organisme yang dapat merusak bahan tersebut (Harjadi 1993). Berdasarkan hasil penentuan kadar air, Tapioka Lampung (TL) memiliki ketahanan dalam penyimpanan yang paling baik. 10 Tahapan selanjutnya adalah perlakuan sampel hasil pengukuran kadar air dengan etanol 80%. Tujuan dari tahapan ini untuk melarutkan gula berbobot molekul (BM) rendah, supaya yang tersisa hanya pati dan serat -serat lainnya untuk tahapan selanjutnya. Seperti terlihat pada Tabel 1. Tapioka Lampung (TL) memiliki kandungan gula berbobot molekul rendah yang paling tinggi yaitu sebesar 0,67%, untuk Onggok Tapioka sebesar 0,55% dan Singkong Tanpa Kupas (STK) sebesar 0,48%. Tahapan terakhir yaitu ekstraksi dengan larutan Dimetilsulfoksida (DMSO). Penggunaan larutan DMSO karena merupakan salah satu pelarut non polar yang dapat melarutkan pati dan umum digunakan. Seperti terlihat pada Tabel 1. Tapioka Lampung (TL) memiliki kandungan pati yang paling besar yaitu 83,10%, untuk Singkong tanpa kupas (STK) sebesar 71,6% s edangkan Onggok Tapioka sebesar 55,7%. Dari hasil tersebut terlihat bahwa Tapioka Lampung (TL) memiliki kandungan pati paling tinggi karena murni hasil ekstraksi dari parutan. Sedangkan untuk Singkong Tanpa Kupas (STK) dan Onggok Tapioka (OT) lebih rendah karena keduanya terdapat lebih banyak serat kasar. Tujuan secara umum dari penentuan kandungan pati ini untuk mengetahui seberapa banyak pati yang dapat dikonversi menjadi glukosa (karbohidrat yang lebih sederhana) dan juga untuk mengetahui komponen dari sampel tersebut. Tabel 1 Hasil uji kadar air, kandungan gula berbobot molekul rendah dan kandungan pati (dalam %). Komponen TL STK OT Kadar Air 11,06 15,01 11,83 Kandungan Gula 0,67 0,48 0,55 BM rendah Kandungan 83,10 71,6 55,7 Pati Serat kasar 5,17 12,91 31,92 Total 100 100 100 Keterangan : TL = Tapioka lampung, STK = Singkong Tanpa Kupas, OT = Onggok Tapioka Optimasi Kondisi Hidrolisis Asam Pada Sampel Tapioka Pemilihan sampel tapioka dalam optimasi kondisi hidrolisis asam karena prosesnya lebih mudah berdasarkan sifat bahan tersebut yang sedikit mengandung serat dibanding singkong tanpa kupas atau onggok tapioka. Pada tahapan ini, dilakukan optimasi asam dan kondisi pH untuk tahapan hidrolisis asam. Jenis asam yang digunakan pada tahapan optim asi antara lain HNO3 5%, HCl 5%, H2SO 4 2%. Asam-asam tersebut dipilih karena umum digunakan dan ketersediaannya yang cukup banyak dipasaran. Tahapan ini dilakukan untuk menentukan jenis asam apa yang memberikan nilai Dextrose Equivalent (DE) yang paling tinggi pada hasil hidrolisisnya. Nilai DE ini merupakan persentase perbandingan total gula pereduksi dengan total gula. Pada proses hidrolisis, asam akan memutuskan ikatan pada komponen pati secara acak menjadi gula yang lebih sederhana yang terdiri dari campuran glukosa, maltosa dan dekstrin. Seperti terlihat pada Tabel 2. jenis asam HCl 5% yang memiliki nilai DE paling tinggi yaitu sebesar 54,00%, berarti HCl memiliki kemampuan paling baik dalam memecah pati pada tapioka menjadi gula yang lebih sederhana. Untuk HNO3 5% nilai DE yang diperoleh sebesar 50,99% sedangkan untuk jenis asam H2 SO4 2% nilai DE yang diperoleh sebesar 38,51%. Tabel 2 Hasil optimasi asam pada tapioka Variasi asam TRS* TS* DE** HNO 3 5% 137,17 269,00 50,99 HCl 5% 123,19 228,16 54,00 H 2SO4 2% 86,60 224,83 38,51 Keterangan : * dalam gram/liter, ** dalam % Optimasi kondisi pH untuk hidrolisis asam, dilakukan untuk menentukan kondisi pH yang memberikan nilai DE yang paling baik pada hasil hidrolisis asam. Besarnya nilai pH yang dipilih pada tahapan ini yaitu 1,0; 1,2; 1,4; 1,6; 1,8 dan 2,0. Hasil optimasi seperti terlihat pada Tabel 3. nilai DE paling tinggi yaitu sebesar 77,38% dihasilkan dari proses hidrolisis asam pada pH 1,2. Berarti pada pH tersebut merupakan kondisi paling optimal untuk memecah pati tapioka menjadi gula yang lebih sederhana. Nilai DE paling kecil yaitu sebesar 16,41% dihasilkan dari proses hidrolisis asam pada pH 2,0. Hasil optimasi jenis asam untuk hidrolisis yaitu HCL 5%, sedangkan hasil optimasi pH untuk hidrolisis yaitu pH 1,2. Berarti proses hidrolisis dengan menggunakan HCl 5% pada pH 1,2 merupakan kondisi paling optimal untuk hidrolisis pati menggunakan asam berdasarkan nilai DE pada hasil hidrolisisnya. 11 Tabel 3 Hasil optimasi pH pada tapioka Variasi pH TRS* TS* DE** 1,0 217,52 307,33 70,77 1,2 197,85 255,66 77,38 1,4 168,35 241,08 69,83 1,6 129,85 243,58 55,30 1,8 81,85 266,08 30,76 2,0 53,52 326,08 16,41 Keterangan : * dalam gram/liter, ** dalam % Aplikasi Kondisi Hidrolisis pada Sampel Setelah dilakukan optimasi jenis asam dan pH, selanjutnya dilakukan aplikasi hasil optimasi tersebut pada semua sampel yaitu Tapioka Lampung (TL), Singkong Tanpa Kupas (STK) dan Onggok Tapioka (OT). Pada tahapan ini akan terlihat nilai DE yang paling tinggi yang dihasilkan dari proses hidrolisis asam dari ketiga sampel. Hasil hidrolisis seperti terlihat pada Tabel 4. menunjukkan bahwa sampel Tapioka Lampung (TL) memiliki nilai DE yang paling tinggi yaitu sebesar 41,70%, untuk sampel Singkong Tanpa Kupas (STK) sebesar 33,37%, sedangkan untuk Onggok Tapioka (OT) sebesar 22,30%. Hidrolisat sebagai hasil hidrolisis asam selanjutnya digunakan sebagai media fermentasi. Sakarida yang terkandung dalam hidrolisat beserta unsur mineral yang ditambahkan akan menjadi media pertumbuhan dari R. Oryzae selama masa fermentasi. Tabel 4 Hasil hidrolisis asam pada sampel Sampel TRS* TS* DE** TL 124,65 298,93 41,70 STK 63,87 191,43 33,37 OT 56,10 251,58 22,30 Keterangan : * dalam gram/liter, ** dalam % Fermentasi Asam Laktat Tahapan terakhir yaitu fermentasi asam laktat, hidrolisat beserta standar glukosa terlebih dahulu disesuaikan pHnya pada kisaran 7-8 karena merupakan kondisi optimum pertumbuhan Rhizopus oryzae (Moore-Landecker 1996). Setelah itu disterilisasi beserta media mineral (nutrisi) lainnya, tahapan ini dilakukan supaya hidrolisat sampel dan media mineral dalam keadaan steril. Hidrolisat sampel tidak langsung dicampur dengan media mineral untuk disterilisasi karena bila disatukan akan terjadi perubahan warna dari campuran media fermentasi tersebut. Setelah dingin baru dilakukan pencampuran hidrolisat dengan media mineral, dilanjutkan dengan inokulasi Rhizopus oryzae (secara aseptik) lalu dishaker pada kecepatan 250 rpm pada suhu 30°C selama 96 jam. Saat jam ke-18 proses fermentasi, ditambahkan CaCO 3 (kapur) untuk menetralkan kembali pH pada media supaya Rhizopus oryzae dapat terus hidup, karena mikroorganisme tersebut tidak dapat bertahan dalam kondisi asam. Menurunnya pH dalam proses fermentasi terjadi karena keberadaan asam laktat hasil fermentasi. Setelah penambahan CaCO 3 (kapur), laktat akan mengikat Ca+ dari kapur dengan melepas ion H+ sehingga pH media dapat dinaikkan (Soccol et al. 1994). Gula selama proses fermentasi dimanfaatkan oleh Rhizopus oryzae sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan, energi, sintesis asam laktat dan metabolit lainnya (Moore-Landecker 1996). Hal ini ditandai dengan berkurangnya konsentrasi gula selama proses fermentasi. Konsumsi gula seperti terlihat pada Tabel 5. paling tinggi terdapat pada sampel Tapioka Lampung (TL), hal ini menunjukkan mikroorganisme pada sampel tersebut paling banyak mengkonsumsi gula selama proses fermentasi. Nilai konsumsi gula ini didapat dari pengurangan nilai TS (Total Sugar) pada jam ke-0 (awal) dengan jam ke96 (akhir). Biomassa sel paling besar terdapat pada sampel Onggok Tapioka (seperti terlihat pada Tabel 5). Pengukuran biomassa sel ini dilakukan setelah proses fermentasi, miselia dari Rhizopus oryzae dipisahkan dari media kemudian ditambahkan HCl 2M. Kegunaan penambahan HCl untuk melarutkan kapur. Sehingga pada saat dilakukan pengukuran biomassa, miselia telah terbebas dari kapur tersebut. Asam laktat hasil fermentasi pada sampel Tapioka Lampung (seperti terlihat pada Gambar 8) masih lebih rendah dibandingkan standar, tetapi paling tinggi diantara sampel lainnya. Hasil tersebut membenarkan hipotesis awal penelitian ini yakni semakin tinggi nilai DE akan memberikan produktivitas asam laktat yang tinggi pula. Hasil proses fermentasi ini bila dilihat dari kromatogram HPLC (lampiran 12) menunjukkan metabolit yang dihasilkan bukan murni asam laktat. Penggunaan jamur juga memiliki beberapa kelemahan yaitu 12 Gambar 8 Kadar asam laktat hasil fermentasi. adanya diversi dari jalur karbon dari produk yang diinginkan kepada produk samping seperti etanol dan asam fumarat (Litchfield 1996, Magnuson & Lasure 2004). Karena piruvat hasil proses glikolisis memungkinkan digunakan oleh mikroorganisme untuk diubah menjadi produk selain asam laktat atau masuk siklus TCA (prosesnya dapat dilihat pada tinjauan pustaka). Warna asam laktat yang dihasilkan pada sampel Tapioka Lampung (TL) agak kekuningan, sedangkan untuk Singkong Tanpa Kupas (STK) dan Onggok Tapioka (OT) berwarna kuning tua. Warna yang terbentuk mungkin dipengaruh oleh sifat fisik dari sampel, selain itu mungkin juga dipengaruhi oleh residu gula dan zat pengotor lainnya yang berasal dari karbohidrat dan sumber nitrogen lainnya yang digunakan selama fermentasi (Vickroy 1985). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses fermentasi asam laktat ini. Faktor itu antara lain ketersediaan nutrisi dalam media, kondisi lingkungan selama proses fermentasi, banyaknya biomassa sel dan kontaminasi (Stanburg & Whitaker 1984). Faktor tersebut saling mendukung untuk keberhasilan proses fermentasi. Ketersediaan nutrisi yang cukup dalam media akan mengoptimalkan pertumbuhan biomassa sel dari mikroorganisme yang digunakan selama proses fermentasi. Nutrisi yang terdapat dalam media dalam hal ini sumber mineral yang dibutuhkan oleh mikroba dapat diperoleh dari magnesium, fosfor, kalium, sulfur dan klor (Stanbury & Whitaker 1984). Media fermentasi pada fermentasi asam laktat ini mengandung Mg, K, dan Zn sebagai sumber mineral yang akan digunakan sebagai kofaktor, selain itu juga mengandung NH4 sebagai sumber nitrogen. Kondisi lingkungan antara lain suhu, pH, agitasi, dan ketersediaan oksigen akan mempengaruhi proses fermentasi. Kondisi pH selama proses fermentasi ini dikondisikan supaya tetap pada rentang 7-8, karena itu merupakan pH optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme yang digunakan. Pada proses fermentasi ini, untuk mempertahankan agitasi dan ketersediaan oksigen yang cukup, dilakukan shaker pada kecepatan 250 rpm dan pada suhu 30°C (Hamamci & Ryu 1994). Jumlah biomassa s el dalam media fermentasi apabila terlalu besar mengakibatkan penurunan produktivitas. Apabila biomassa sel melampaui batas tanpa adanya penambahan nutrisi pada media akan mengakibatkan kematian pada mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi (Prescott & Dunn 1959). Faktor terakhir yang mempengaruhi fermentasi adalah kontaminasi, adanya kontaminan dapat menggagalkan proses fermentasi. Kontaminan akan ikut menggunakan nutrisi dalam media dan akan mempengaruhi hasil akhir dari proses fermentasi yang dimaksud. Untuk menghindari adanya kontaminan, semua proses pada fase fermentasi dilakukan secara aseptik (Stanburg & Whitaker 1984). Tabel 5. Hasil analisis fermentasi asam laktat Sampel DE (%) Consumtion Asam Biomassa Sugar Laktat Sel (gram) (g/l) (g/l) TL 41,70 218,809 0,9631 60,55 STK 33,37 119,643 1,2117 18,19 OT 22,30 133,571 1,4817 14,82 Glukosa 99,94 206,476 0,5510 96,94 Keterangan : TL = Tapioka lampung, STK = Singkong Tanpa Kupas, OT = Onggok Tapioka SIMPULAN DAN SARAN Jenis sampel singkong yang digunakan untuk fermentasi asam laktat memberikan produk akhir dengan kadar yang berbedabeda. Kadar asam laktat yang dihasilkan dari sampel Tapioka Lampung (TL), Singkong Tanpa Kupas (STK) dan Onggok Tapioka masing-masing sebesar 6,05 g/l, 1,82 g/l dan 1,48 g/l. Kadar asam laktat yang dihasilkan berbanding lurus dengan nilai DE dari sampel tersebut. Berdasarkan kadar asam laktat yang dihasilkan, sampel Tapioka Lampung (TL) paling bagus untuk digunakan sebagai bahan baku dalam industri asam laktat. Penelitian lanjutan yang mengkaji konsentrasi substrat yang optimal pada sampel, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah konsentrasi substrat juga mempengaruhi kadar asam laktat yang dihasilkan. 13 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2005. Cassava http://www.hort. purdue.edu/newcrop/crop factsheets/ cassava.html [27 Juli 2005]. International Center of Biotechnology. Vol. 20. Osaka : Osaka University. Litchfield JH. 1996. Microbiological Production of Lactic Acid. Ohio: Academic Press. Anonim. 2005. Lactic acid http.//en.wikipedia .org/wiki/lacticacid.html [27 Juli 2005]. Miller GL. 1959. Use of dinitrosalisylic acid reagent or determination of reducing sugar. Anal. Chem. 31 : 426-428. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyant o S. 1988. Analisis Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi. IPB Moore-Landecker E. 1996. Fundamentals of Fungi. 4th ed. New Jersey: PretinceHall.Inc. Assosiation of Official Analysis Chemist. 1984. Official Methode of Analysis of the Assosition of Official Ananlysis Chemist. 14 th ed. Virginia: AOAC, Inc. Naranong N, Poocharoen D. 2001. Production of L-lactic acid from raw cassava starch by Rhizopus oryzae NRRL-395. Kasetsart Journal Natural Sciences 2 (35) : 164-170. Datta R et al. 1995. Technological and economic potential of poly (lactic acid) and lactic acid derivatives. FEMS Microbiology Reviews 16: 221-231. Paturau JM. 1982. By Product of The Cane Sugar Industry. Sugar series 3.Denhaag : Elsevier. Fessenden F. 1982. Kimia Organik. Edisi 3. Pudjaatmaka AH terjemahan ; Jakarta: Erlangga. Pelczar MJ, ECS Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Ratna Sri Hadioetomo, Teja Imas, S Sutarmi Tjitrosomo dan Sri Lestari, terjemahan; Jakarta : UI Press. Gumbira, Sa’id E. 1987. Bioindustri : Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta: PT Mediayatama Sarana Perkasa. Hamamci H, Dwey DY Ryu. 1993. Production of L(+)lactic acid using Immobilized Rhizopus Oryzae. Applied Biochemistry and Biotechnology 44:125133. Hang YD, Yu R. 1989. Kinetic of direct fermentation of agricultural commodities to L(+)-lactic acid by Rhizopus oryzae. Biotechnol. Lett. 11(8): 597-600. Hofvendahl K, B Hanh-Hägerdal. 2000. Factor affecting the fermentative lactic acid production from renewable resources. Enzyme and Microbial Technology 26: 87-107. Holten CH, Muller A, Rehbinder D.1971. Lactic Acid Properties and Chemistry of Lactic Acid and Derivates. Germany: VCH, Weinheim. Jacobs MB. 1994. The Chemistry and Technology of Food and Food Products . 2nd ed. New York: Interscience Publisher. Kipreechavanich V, Ratanatragooldechal Sdan Suga K. 1997. Production of L(+) lactic acid from tapioka starch by Rhizopus spp. Annual Report of Sitanayah SR. 2001. Penerapan teknik menejemen kualitas untuk pengukuran kinerja proses pengolahan sirup gl ukosa (studi kasus di PT Indonesian Maltose Industri) [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Skory CD et al. 1998. Production of L-lactic acid by Rhizopus oryzae under oxygen limiting condition. Biotechnology Letters 20: 191-194. Stanbury PF, Whitaker A. 1984. Principles of Fermentation Technology. Oxford: Pergamon Press. Tsai SP, Moon SH. 1998. An integrated bioconversion process for production of L-lactic acid from starchy potato feedstocks. Applied Biochemistry and Biotechnology 70: 417-428 . Vickroy TB. 1985. Lactic Acid. Di dalam Comprehensive Biotechnology vol 3. Moo Young M, (editor). Biotechnology Oxford: Pergamon Press. Xiadong W, Xuan G, Rakshit SK. 1997. Direct fermentative production of lactic acid on cassava and other starch substrates. Biotechnology Letters 19: 841843. 14 LAMPIRAN 15 Lampiran 1 Diagram alir penelitian Sampel singkong (TL, STK dan OT) Analisis kandungan pati Hidrolisis asam Optimasi asam (HNO3 5%, HCl 5%, H2SO4 2%) Optimasi pH (1,0; 1,2; 1,4; 1,6; 1,8 dan 2,0) Kultivasi isolat Rhizopus oryzae Fermentasi oleh Rhizopus oryzae Ukur kandungan gula, biomassa sel dan kadar asam laktat Lampiran 2 Tahapan analisis kandungan pati 3 gr Tapioka, Singkong tanpa kupas, Onggok Tapioka Kadar air (%) Kadar non air (%) Etanol 80% Melarutkan gula dengan BM rendah (gr) Pati + Serat (gr) Diambil 0,1 gr + DMSO (ekstraksi) Kadar pati (%) Kadar non pati (%) 16 Lampiran 3 Hasil analisa kadar air dari sampel singkong Sampel Berat kertas saring (a) Berat sampel (b) Berat awal (a+b) Tapioka 0,6791 g 3,0051 g 3,6842 g Lampung (TL) Singkong Tanpa 0,6619 g 3,0020 g 3,6639 g Kupas (STK) Onggok 0,6758 g 3,0021 g 3,6779 g Tapioka (OT) Contoh perhitungan : Kadar air TL = Berat awal – Berat akhir x 100% Berat sampel = 3,6842 – 3,3516 x 100% 3, 0051 = 11,06 % Berat akhir (c) Kadar air 3,3516 g 11,06 % 3,2134 g 15,01 % 3,3226 g 11,83 % Lampiran 4 Hasil perlakuan sampel dengan etanol Sampel Berat awal Berat akhir Selisih Tapioka Lampung 2,6796 g 2,6616 g 0,0181 g (TL) Singkong Tanpa Kupas 2,5515 g 2,5393 g 0,0122 g (STK) Onggok 2,6468 g 2,6323 g 0,0145 g Tapioka (OT) Contoh perhitungan : Gula BM rendah yang = Selisih x 100% Hilang pada TL Berat awal = 0,0181 x 100% 2,6797 = 0,67 % Gula BM rendah yang hilang 0,67 % 0,48 % 0,55 % 17 Lampiran 5 Kurva standar TS (Total Sugar) untuk uji kandungan pati dan optimasi kondisi hidrolisis Konsentrasi A1 A2 A3 (ppm) 0 0,032 0,029 0,041 100 0,183 0,186 0,187 200 0,294 0,309 0,297 300 0,434 0,416 0,439 400 0,583 0,574 0,563 500 0,658 0,660 0,671 Persamaan : Y = 0,0130 + 0,0012X Ax 0,034 0,185 0,300 0,430 0,671 0,663 Kurva standar fenol sulfuric acid Absorbansi 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 100 200 300 400 500 600 Konsentrasi (ppm) Lampiran 6 Absorbansi untuk nilai TS (Total Sugar) pada penentuan kadar pati TL STK OT A1 0,217 0,164 0,145 A2 0,201 0,198 0,129 A3 0,206 0,154 0,116 Ax 0,208 0,172 0,130 Contoh perhitungan : Analisa kandungan pati pada sampel Tapioka Lampung (TL) Diketahui kadar air TL = 11,06 % maka kadar non airnya = 88,94 % ˜ 0,8894 gr x 0,1 gr sampel x 1,1 glu/pati = 0,0978 gr (diasumsikan 100 % pati dalam sampel TL) ˜ 0,0978 gr x 1 x 20 = 1,956 gr = 1956 mg/l = 1956 ppm 50 ml DMSO 20 1000 ml Hasil pengukuran nilai TS Y = 0,0130 + 0,0012X 0.208 = 0,0130 + 0,0012X x faktor pengenceran X = 0,208 – 0,0130 x 10 0,0012 = 1625 ppm Kandungan pati = Nilai TS x 100% Asumsi 100% pati = 1625 ppm x 100% 1956 ppm = 83,10 % 18 Lampiran 7 Kurva standar TRS (Total Reduction Sugar) untuk hidr olisis asam Konsentrasi A1 A2 (ppm) 0 0,031 0,039 200 0,106 0,107 400 0,195 0,200 800 0,363 0,374 1200 0,550 0,547 1600 0,715 0,729 2000 0,890 0,897 Persamaan : Y = 0,0269 + 0,0004 A3 Ax 0,035 0,110 0,200 0,374 0,557 0,720 0,899 0,035 0,107 0,198 0,370 0,551 0,721 0,895 Absorbansi Kurva standar DNS 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0 400 800 1200 1600 2000 2400 Konsentrasi (ppm) Lampiran 8 Hasil hidrolisis pati dengan variasi asam TRS TS A1 A2 A3 Ax A1 A2 A3 Ax H2SO 4 2% 0,377 0,373 0,370 0,373 0,588 0,585 0,588 0,587 HNO 3 5% 0,582 0,577 0,568 0,575 0,692 0,698 0,689 0,693 HCl 5% 0,523 0,523 0,513 0,519 0,599 0,589 0,597 0,595 Contoh perhitungan : Nilai DE pada sampel yang dihidrolisis dengan HCl 5% Nilai TRS à Y = 0,0269 + 0,0004X 0,519 = 0,0269 + 0,0004X x faktor pengenceran X = 0,519 – 0,0269 x 100 0,0004 = 123191,66 ppm Nilai TS à Y = 0,0474 + 0,0012X 0,595 = 0,0474 + 0,0012X x faktor pengenceran X = 0,595 – 0,0474 x 500 0,0012 = 228166 ppm Nilai DE = TRS x 100% TS = 123191,66 ppm x 100% 228166 ppm = 53,99 % Asam DE 38,51 % 50,99 % 53,99 % 19 Lampiran 9 Hasil hidrolisis pati dengan variasi pH pH 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 A1 0,902 0,818 0,696 0,542 0,355 0,239 TRS A2 A3 0,895 0,894 0,817 0,820 0,700 0,705 0,548 0,548 0,354 0,354 0,241 0,240 TS Ax 0,897 0,818 0,700 0,5463 0,3543 0,2410 Cara perhitungan : sama seperti pada A1 0,782 0,675 0,625 0,607 0,677 0,841 lampiran 8. A2 0,804 0,653 0,631 0,651 0,668 0,798 A3 0,769 0,655 0,622 0,638 0,713 0,851 Ax 0,785 0,661 0,626 0,632 0,686 0,830 DE 70,77 % 77,38 % 69,83 % 55,30 % 30,76 % 16,41 % Lampiran 10 Hasil hidrolisis asam pada sampel untuk fermentasi Sampel TL STK OT Standar A1 0,485 0,304 0,282 0,965 TRS A2 A3 0,489 0,486 0,305 0,304 0,280 0,281 0,989 0,953 Ax 0,486 0,304 0,281 0,969 A1 0,570 0,428 0,518 0,634 TSawal A2 A3 0,582 0,576 0,423 0,425 0,513 0,498 0,598 0,607 Ax 0,576 0,425 0,509 0,613 DE 41,70 % 33,37 % 22,30 % 99,94 % Lampiran 11 Hasil analisis fermentasi Sampel TL STK OT Standar Konsumsi Gula (g/l) TSawal T Sakhir Selisih 298,928 80,119 218,809 191,428 71,785 119,643 251,547 117,976 133,571 268,690 62,214 206,476 Biom assa sel (gram) Berat awal Berat akhir Selisih 2,0957 1,1326 0,9631 2,3191 1,1074 1,2117 2,5784 1,0967 1,4817 1,6486 1,0967 0,5510 20 Lampiran 12 Kromatogram HPLC pada analisis asam laktat - Media Glukosa Contoh perhitungan : Kadar asam laktat = 969,432 mg/l x faktor pengenceran = 969,432 mg/l x 100 = 96943,2 mg/l = 96,9432 g/l - Tapioka Lampung (TL) 21 - Singkong Tanpa Kupas (STK) - Onggok Tapioka (OT) Lampiran 13 Komposisi media fermentasi Gula = - Glukosa standar - Tapioka Lampung (TL) - Singkong Tanpa Kupas (STK) - Onggok Tapioka (NH4)2SO4 = MgSO 4.7H 2O = ZnSO 4.7H 2O = KH 2PO4 = 100 g/l 6 g/l 0,5 g/l 0,08 g/l 0,3 g/l