PEMANFAATAN SLUDGE INDUSTRI KERTAS DAN PUPUK KANDANG UNTUK MENURUNKAN KONSENTRASI LOGAM BERAT PADA TAILING TAMBANG EMAS Oleh: YAN RISKA VENATA SEMBIRING A14070004 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 RINGKASAN YAN RISKA VENATA SEMBIRING. Pemanfaatan Sludge Industri Kertas dan Pupuk Kandang untuk Menurunkan Konsentrasi Logam Berat pada Tailing Tambang Emas. (Dibimbing oleh Fahrizal Hazra dan Enny Widyati) Pengolahan pertambangan emas yang tidak diperlukan menghasilkan bahan sisa yang disebut tailing. Tailing mengandung bahan tercemar dan konsentrasi logam yang tinggi, sehingga pembuangan tailing dapat menjadi masalah bagi lingkungan. Penurunan konsentrasi logam secara efektif dapat ditempuh melalui ameliorasi. Bahan amelioran yang dapat digunakan antara lain bahan organik. Pada penelitian ini bahan organik yang digunakan adalah sludge dan pupuk kandang dengan perbandingan dosis 25% dan 50% terhadap tailing. Pengukuran konsentrasi logam dilakukan pada inkubasi hari ke-1, 7, dan 15. Pengukuran total fungi dan mikrob dilakukan pada inkubasi hari ke-1 dan ke-15. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan paling efektif adalah sludge dengan perbandingan dosis 50% terhadap tailing pada waktu inkubasi 15 hari dapat menurunkan konsentrasi Cd (91,62%), Fe (34,04%), Pb (18,20%), dan sianida (<0,001 ppm). Kata Kunci: tailing tambang emas, sludge industri kertas, pupuk kandang, logam SUMMARY YAN RISKA VENATA SEMBIRING. The Use of Paper Mill Sludge and Manure to Reduce The Concentration of Heavy Metals in Tailing of Mining Gold. (Supervised by Fahrizal Hazra and Enny Widyati) In gold mining, its processing always produce wastes called tailing. Tailing contain contaminated materials and heavy metals, so that tailing disposal becomes problem for the environment. In order to reduce the concentration can be done through amelioration. Ameliorant agent that recognized as effective, inexpensive as organic matter. In this study, organic matter applied are sludge of paper mill and manure in dose ratio of 25% and 50% of tailing. Metals concentration were observed in the days of 1, 7, and 15 after incubation. While microbs population were accessed in the days of 1 and 15 after incubation. The results showed that sludge of paper mill in dose ratio of 50% of tailing were among the best treatment to decreased the concentration of Cd (91,62%), Fe (34,04%), Pb (18,20%), dan sianida (<0,001 ppm). Keyword: Tailing of mining gold, sludge of paper mill, manure, metals PEMANFAATAN SLUDGE INDUSTRI KERTAS DAN PUPUK KANDANG UNTUK MENURUNKAN KONSENTRASI LOGAM BERAT PADA TAILING TAMBANG EMAS Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor YAN RISKA VENATA SEMBIRING A14070004 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Judul Penelitian : Pemanfaatan Sludge Industri Kertas dan Pupuk Kandang untuk Menurunkan Konsentrasi Logam Berat pada Tailing Tambang Emas Nama : Yan Riska Venata Sembiring NIM : A14070004 Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II (Ir. Fahrizal Hazra, M.Sc) (Dr. Enny Widyati) NIP. 19631120 198903 1002 NIP. 19680506 1998032001 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc) NIP. 19621113 1987031003 Tanggal Lulus: RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 23 Januari 1990, putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan M. S. Sembiring, SH dan Junita Sitepu. Pendidikan formal penulis dimulai dari TK Perguruan Kristen Methodist 1, Medan pada tahun 1994. Pada tahun 1995, penulis melanjutkan pendidikan Sekolah dasar di SD Perguruan Kristen Methodist 1, Medan yang diselesaikan pada tahun 2001. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan tingkat Pertama (SLTP) pada tahun 2004 dan dilanjutkan pada pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Medan pada tahun 2004-2007. Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan dengan Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama perkuliahan sebagai mahasiswa, penulis merupakan anggota dari Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) dan aktif di beberapa kepanitiaan di IPB. Penulis berpartisipasi di Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB sebagai sekretaris Komisi Literatur pada tahun 2009-2010. Penulis juga sebagai salah satu mahasiswa yang memperoleh dukungan dana dari DIKTI dalam Pekan Karya Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT) pada tahun 2010. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat dan anugerahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Sludge Industri Kertas dan Pupuk Kandang untuk Menurunkan Konsnetrasi Logam Berat pada Tailing Tambang Emas” merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penelitian hingga penyelesaian tugas akhir ini. Penulis mengucapkan terima kasih secara khusus kepada: 1. Ir. Fahrizal Hazra, MSc selaku dosen Pembimbing pertama yang telah memberikan nasehat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Enny Widyati selaku Pembimbing kedua yang telah memberikan arahan dan masukan yang berharga dalam penyusunan skripsi ini, serta sebagai penyedia sludge industri kertas yang digunakan penulis dalam penelitian ini. 3. Dr. Ir. Lilik Tri Indriyati, MSc selaku Penguji yang telah memberikan saran membangun untuk penulisan skripsi ini. 4. Keluarga terkasih: Bapak, Mama, adik-adik penulis (Nesia dan Kerin) atas kasih sayang, materi, dan nasehat serta doanya yang senantiasa beserta penulis. 5. Para Laboran Lab. Bioteknologi Tanah (Pak Jito, Bu Asih, dan Bu Jul) dan para Laboran Lab. Kimia dan Kesuburan Tanah (Pak Sukoyo, Pak Dadi, Pak Kasmun, Pak Ade, dan Pak Ole) atas bantuannya selama penelitian di laboratorium. 6. Kak Danu sebagai kakak kelas dan satu bimbingan yang telah mengantarkan penulis untuk mengambil tailing dan Kak Nahrul sebagai kakak kelas dan satu bimbingan juga yang telah memberi saran dalam penelitian. 7. Teman-teman tersayang: Chissy Rahman, Meyga Semarayani, Putri Barus, Posma Gultom, dan Kak Leni Meliala atas bantuan tenaga, semangat, dan doa yang menguatkan penulis dalam menjalani penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. 8. Hadi Wisa, Parubahan Harahap, Gilang, Asrar Iqbal, dan rekan-rekan MSL 44 yang telah memberikan semangat sejak masa kuliah hingga penyelesaian skripsi ini. 9. Keluarga besar Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB dan khususnya Komisi Literatur PMK IPB yang menjadi wadah pembinaan dan pelayanan kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat menjadi informasi yang bermanfaat bagi para pembaca dan menjadi berkat bagi kemuliaanNya. Bogor, Oktober 2011 Penulis DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................11 DAFTAR GAMBAR............................................................................................12 DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................13 I. PENDAHULUAN ...............................................................................................1 I.1. Latar Belakang.........................................................................................1 1.2. Tujuan Penelitian.....................................................................................2 1.3. Hipotesis Penelitian .................................................................................3 II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................4 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. Sistem Penambangan Emas dan Tailing Tambang Emas........................4 Sludge Industri Kertas .............................................................................5 Pupuk Kandang .......................................................................................6 Logam Berat ............................................................................................7 Bioremediasi..........................................................................................11 III. BAHAN DAN METODE ..............................................................................13 3.1. Lokasi dan Waktu..................................................................................13 3.2. Alat dan Bahan ......................................................................................13 3.3. Metode Penelitian ..................................................................................13 3.3.1. Analisis Pendahuluan........................................................................13 3.3.2. Metode Perlakuan pada Sampel dan Amelioran...............................13 3.3.3. Metode Penetapan Total Unsur Logam Berat...................................14 3.3.4. Penetapan Total Mikrob dan Total Fungi .........................................14 3.3.5. Analisis Data.....................................................................................15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................16 4.1. Hasil.......................................................................................................16 4.1.1. Karakteristik Tailing Tambang Emas ...............................................16 4.1.2. Karakteristik Bahan Amelioran ........................................................17 4.1.3. Perubahan Sifat Kimia (Konsentrasi Logam Berat) pada Tailing Tambang Emas Setelah Penambahan Pupuk Kandang dan Sludge.18 4.1.3.1.Pb (Timbal)................................................................................18 4.1.3.2.Cd (Kadmium)...........................................................................19 4.1.3.3. Fe (Besi)....................................................................................20 4.1.3.4. Cu (Cuprum) .............................................................................21 4.1.3.5. Ag (Argentum)..........................................................................22 4.1.3.7. Sianida (CN) .............................................................................23 4.1.4. Perubahan Sifat Biologi (Total Fungi dan Total Mikrob) pada Tailing Tambang Emas Setelah Penambahan Pupuk Kandang dan Sludge.........................................................................................24 4.2. Pembahasan ...........................................................................................25 V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................29 5.1. Kesimpulan............................................................................................29 5.2. Saran ......................................................................................................29 VI. DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................30 LAMPIRAN..........................................................................................................33 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Persyaratan Tailing Terhadap Baku Mutu Lingkungan .............................5 Tabel 2. Kandungan Beberapa Logam Berat pada Tailing Tambang Emas ..........16 Tabel 3. Pengaruh Bahan Amelioran Terhadap Konsentrasi Pb............................18 Tabel 4. Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang Terhadap Konsentrasi Sianida (CN) ..........................................................................................23 Tabel 5. Pengaruh Bahan Amelioran Terhadap Total Fungi dan Total Mikrob pada Inkubasi Hari ke-1 dan Hari ke-15...................................24 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Grafik Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang Terhadap Konsentrasi Cd..................................................................................19 Gambar 2. Grafik Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang Terhadap Konsentrasi Fe ..................................................................................20 Gambar 3. Grafik Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang Terhadap Konsentrasi Cu..................................................................................21 Gambar 4. Grafik Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang Terhadap Konsentrasi Ag .................................................................................22 Gambar 5. Grafik Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang Terhadap Konsentrasi S ....................................................................................23 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Metode Pengabuan Basah ...............................................................................34 2. Media Pertumbuhan Mikrob (Media Nutrient Agar)......................................34 3. Media Pertumbuhan Fungi (Media Marthin Agar) .........................................34 4. Analisis Ragam Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang pada Pb ....................35 5. Analisis Ragam Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang pada Cd ...................35 6. Hasil Analisis Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang pada Fe.......................36 7. Hasil Analisis Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang pada Cu ......................36 8. Hasil Analisis Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang pada Ag......................37 9. Hasil Analisis Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang pada S.........................37 10. Pengaruh Bahan Amelioran Terhadap Total Fungi dan Total Mikrob pada Inkubasi Hari ke-1 dan ke-15 .................................................................38 11. Pengaruh Bahan Amelioran Terhadap pH ......................................................38 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil emas. Tambang emas di Indonesia dapat ditemukan di hampir semua pulau. Pada zaman Belanda telah dimulai penambangan emas di Rejang Lebong, Bengkulu, Kalimantan Barat, Jawa Barat, dan lain-lain. Dengan demikian, pertambangan emas sudah lama ikut menopang perekonomian masyarakat Indonesia. Pertambangan emas merupakan suatu rangkaian proses untuk mengelola sumberdaya alam tidak terbaharui yang tersimpan di dalam bumi. Proses pengambilan mineral berawal dari penggalian tanah bagian atas (top soil) dan penggalian batuan tak bernilai agar mempermudah mencapai konsentrasi mineral. Selanjutnya batuan yang bernilai atau yang mengandung mineral seperti emas diangkut dengan melewati proses pemisahan biji menggunakan bahan-bahan kimia seperti sianida dan merkuri (Antam, 2002). Hasil pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan atau yang tersisa dari proses pemisahan mineral menghasilkan limbah batuan yang disebut tailing. Pembuangan tailing merupakan suatu masalah bagi lingkungan apabila berkaitan dengan peningkatan eksploitasi dan akibat pengolahan bahan galian logam. Tailing hasil penambangan emas mengandung bahan tercemar akibat pelarutan logam-logam berat seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg) serta Sianida (CN) yang termasuk dalam kelompok limbah B3 (Herman, 2006). Logam yang terpendam dalam perut bumi awalnya tidak berbahaya karena berada dalam keadaan reduktif yang berada jauh di dalam lapisan kulit bumi. Namun ketika terjadi proses penambangan, logam berat terangkut bersama batuan yang digali dan ketika terurai di alam bersama tailing menjadi beracun, berbahaya, dan berpotensi mencemari lingkungan. Sebagai contoh, pada sistem pembuangan limbah Freeport. Limbah Preeport mengancam mata rantai makanan yang terindikasi lewat kandungan logam berat yaitu selenium (Se), timbal (Pb), arsenik (As), seng (Zn), mangan (M n), dan tembaga (Cu) pada sejumlah spesies kunci yaitu: burung raja udang, maleo, dan kausari serta sejumlah mamalia yang kadangkala dikonsumsi penduduk setempat. Sistem pembuangan limbah Freeport menghancurkan habitat muara sungai (Ramadona, 2011). Oleh karena keberadaan logam berbahaya bagi lingkungan maka perlu upaya tepat dan efektif untuk menurunkan konsentrasinya atau membuatnya menjadi tidak larut (immobil). Upaya yang dapat dilakukan adalah penambahan bahan amelioran seperti bahan organik. Sludge industri kertas dan pupuk kandang dapat dicoba sebagai bahan amelioran. Sludge industri kertas merupakan endapan lumpur aktif dari proses pengolahan limbah cair. Dalam satu hari industri kertas dapat menghasilkan minimal 200 ton sludge dengan kadar air 20%-25%. Ketersediaan sludge sangat banyak dan belum dimanfaatkan secara efektif saat ini. Sludge dapat menjadi sumber C bagi mikrob tanah. Berdasarkan hasil penelitian, sludge industri kertas dimanfaatkan untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah (BOT), menurunkan konsentrasi sulfat sehingga dapat meningkatkan pH dan KTK tanah, menurunkan ketersediaan Fe, Mn, Zn, dan Cu secara signifikan (Widyati, 2006). Pupuk kandang merupakan suatu sumber bahan organik tanah (BOT). Kandungan BOT mempengaruhi keseimbangan populasi mikrob tanah. Pupuk kandang sapi, seperti juga pupuk kandang lainnya dapat berperan sebagai penambah humus bagi tanah. Dengan demikian dapat membantu memperbaiki struktur tanah dan dapat meningkatkan pH pada tanah. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah: 1. Mengetahui pengaruh penambahan sludge dan pupuk kandang terhadap penurunan konsentrasi logam berat pada tailing. 2. Mengetahui dosis optimum sludge dan pupuk kandang yang dapat menurunkan konsentrasi logam berat pada tailing tambang emas. 3. Mengetahui waktu inkubasi terhadap penurunan logam berat tailing tambang emas. 4. Membedakan efektivitas sludge dan pupuk kandang dalam penurunan logam berat tailing tambang emas. 2 1.3. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah sludge industri kertas dan pupuk kandang dapat digunakan sebagai bahan amelioran untuk menurunkan kandungan logam berat pada tailing tambang emas. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Penambangan Emas dan Tailing Tambang Emas Indonesia memiliki berbagai macam bahan tambang yang terdapat di berbagai daerah. Minyak bumi, gas alam, emas, batubara, bijih besi, dan aspal merupakan jenis-jenis bahan tambang yang dimiliki oleh Indonesia. Salah satu jenis bahan tambang yang cukup banyak dan tersebar ketersediaannya di Indonesia adalah emas. Emas merupakan salah satu jenis bahan tambang yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi (Sukma, 2010). Salah satu pengelola pertambangan emas di Indonesia adalah PT Aneka Tambang (Antam). Produksi utama emas dan perak Antam berasal dari tambang Pongkor, Jawa Barat. Indikasi adanya deposit emas di Pongkor ditemukan oleh Unit Geomin pada tahun 1981 dan produksi dimulai pada tahun 1994 setelah ijin diperoleh pada tahun 1992 (Antam, 2002). Sistem penambangan di PT. ANTAM Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor adalah sistem tambang bawah tanah (underground mining) dengan metode Cut and Fill , yaitu mengambil bijih emas dari perut bumi kemudian rongga yang telah kosong diisi kembali dengan menggunakan material limbah (waste material, pasir, dan kerikil) yang merupakan sisa hasil pengolahan bijih (ore). Proses pengolahan bijih emas meliputi penghancuran, penggerusan, sianidasi, pengikatan logam pada permukaan karbon, pelepasan logam dari ikatan karbon, dan pengambilan logam pada sel-sel. Produk utama yang dihasilkan adalah bullion (batangan logam) sedangkan produk samping adalah limbah yang disebut tailing yang mengandung sianida. Limbah (tailing) akan diolah pada bagian tailing treatment dan cyanide destruction plant (Lesmanawati, 2005). Tailing merupakan limbah lumpur sisa proses sianida Carbon In Leach (proses pelarutan emas dan perak, yang diikuti penyerapan oleh karbon aktif). Pada pengolahan emas di pertambangan Pongkor, emas dan perak dilarutkan secara selektif menggunakan larutan sianida dengan konsentrasi 700-900 ppm. Penambahan Pb-nitrat dilakukan sebagai katalis pelarutan perak. Kandungan sianida yang masih tinggi di dalam tailing diambil kembali melalui pengaliran air yang dihasilkan dari Counter Current Decantation Thickener, kemudian dikembalikan ke dalam proses penggilingan (milling) dan peluruhan (leaching) dalam pengolahan emas. Lumpur tailing dipompakan ke unit backfill cyclone untuk mendapatkan fraksi kasar (± 10 µ) yang selanjutnya digunakan sebagai material pengisi rongga di dalam tambang dan ditampung juga di tailing dump (Antam, 2002). Sedangkan tailing merupakan residu yang berasal dari sisa pengolahan bijih setelah target mineral utama dipisahkan dan biasanya terdiri atas beraneka ukuran butir, yaitu: fraksi berukuran pasir, lanau, dan lempung. Secara mineralogi tailing dapat terdiri atas beraneka mineral seperti silika, silikat besi, magnesium, natrium, kalium, dan sulfida. Dari mineral-mineral tersebut, sulfida mempunyai sifat aktif secara kimiawi, dan apabila bersentuhan dengan udara akan mengalami oksidasi sehingga membentuk garam-garam bersifat asam dan aliran asam mengandung sejumlah logam beracun seperti As, Hg, Pb, dan Cd yang dapat mencemari atau merusak lingkungan (Herman, 2006). Tailing yang digunakan harus memenuhi baku mutu lingkungan berdasarkan PP No. 85/1999 seperti ditunjukkan pada tabel di bawah. Tabel 1. Persyaratan Tailing Terhadap Baku Mutu Lingkungan 2.2. No. Parameter Satuan Metode Analisis Baku Mutu 1. Timbal, Pb mg/L US EPAD D 1311 5,0 2. Tembaga, Cu mg/L US EPAD D 1311 10,0 3. Kadmium, Cd mg/L US EPAD D 1311 1,0 4. Kromium, Cr mg/L US EPAD D 1311 5,0 5. Seng, Zn mg/L US EPAD D 1311 50,0 6. Perak, Ag mg/L US EPAD D 1311 5,0 7. Arsen, As µg/L US EPAD D 1311 5000 8. Selenium, Se µg/L US EPAD D 1311 1000 9. Merkuri, Hg µg/L US EPAD D 1311 200 Sludge Industri Kertas Sludge industri pulp dan kertas merupakan lumpur yang berasal dari loss fiber yang mengendap dalam sistem instalasi pengolah airlimbah (IPAL). Indiustri kertas menghasilkan limbah sludge sebanyak 10% dari total produksi pulp. 5 Industri kertas skala besar mampu memproduksi pulp 6 juta ton per tahun. Dalam satu hari industri menghasilkan minimal 200 ton sludge dengan kadar air 20%25%. Perusahaan memerlukan lahan untuk opened dump dan land fill mencapai luasan 80 hektar untuk menampung sludge yang dihasilkan setiap hari (Widyati, 2006). Di sektor industri kertas, limbah industri kertas (sludge) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif sumber bahan organik tanah (BOT). Sludge dapat dijadikan sumber BOT karena berasal dari proses industri yang menggunakan bahan baku kayu. Sehingga sludge dapat menjadi sumber C bagi mikrob tanah yang berperan dalam proses pembentukan tanah (Widyati, 2006). Menurut Widyati (2006), dalam sludge juga diduga koloni oleh mikrob, salah satu diantaranya adalah bakteri pereduksi sulfat (BPS). Aktivitas metabolisme BPS dapat mereduksi sulfat menjadi H2S. Gas ini akan segera berikatan dengan logam-logam yang banyak terdapat pada lahan bekas tambang dan dipresipitasikan dalam bentuk logam sulfida yang reduktif. Hasil penelitian Widyati et al. (2005) menyebutkan bahwa sludge dapat meningkatkan KTK dan pH serta dapat menurunkan SO42- dan S total pada lahan bekas tambang. 2.3. Pupuk Kandang Pupuk kandang merupakan pupuk alam yang berasal dari kotoran padat dan cair dari hewan yang tercampur dengan sisa-sisa makanan maupun alas kandang. Pupuk kandang merupakan pupuk yang murah dan mempunyai kemampuan yang dapat meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah melalui perbaikan fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk kandang banyak mengandung unsur hara makro seperti Ca, Mg, dan S, namun pengaruh yang cepat dan nyata dari pupuk kandang terhadap pertumbuhan tanaman adalah adanya penambahan unsur N, P, dan K (Junita et al., 2002). Pupuk kandang juga dapat membentuk senyawa kompleks dengan Al dan Fe sehingga hara P lebih tersedia bagi tanaman (Nursyamsi et al., 1995). Pemberian pupuk kandang pada berbagai dosis mampu menurunkan Al-dd sekaligus meningkatkan pH tanah. Peningkatan pH tanah diikuti oleh peningkatan P tersedia tanah (Barchia Faiz et al., 2007). 6 Pupuk kandang merupakan salah satu sumber bahan organik tanah. Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman meningkat (Atman, 2006). Kotoran sapi adalah pupuk yang berasal dari campuran kotoran ternak sapi dan urinenya, serta sisa-sisa makanan yang tidak dapat dihabiskan. Kotoran sapi banyak digunakan sebagai sumber bahan organik tanah yang memberikan dampak sangat baik bagi pertumbuhan tanaman karena adanya penambahan unsur hara dan perbaikan sifat tanah (Firlana, 2011). Pemberian bahan organik dapat mengubah sifat-sifat kimia tanah misalnya pH, ketersediaan unsur P, meningkatkan kandungan asam humat dan asam fulvat dalam tanah, menekan bahaya keracunan Al. Kesemua hal tersebut berkaitan erat dengan ketersediaan unsur hara khususnya fosfor. Penambahan masukan organik akan meningkatkan pH tanah masam dan meurunkan pH tanah alkalis. Meningkatnya pH tanah masam akan menyebabkan turunnya kelarutan ion-ion Al dan menurunkan konsentrasi Al dapat ditukar karena asam organik mampu mengkhelasi ion-ion logam. Sebagai akibatnya akan terjadi pembebasan ion-ion fosfor anorganik ke dalam larutan tanah yang akan diserap tanaman. Selain itu, penambahan masukan organik tanah sama halnya dengan penambahan fraksi fosfor organik yang juga merupakan salah satu fraksi fosfor yang akan diserap tanaman. Peningkatan kandungan asam humat dan asam fulvat akan meningkatkan jumlah muatan pada tapak pertukaran sehingga memungkinkan pertukaran hara lebih baik, berpengaruh langsung meningkatkan perkembangan akar dan bahan kering tanaman (Bertham, 2002). 2.4. Logam Berat Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas 7 yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7. Logam berat dibagi dalam dua jenis yaitu logam berat esensial dan logam berat tidak esensial. Logam berat esensial keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun (toksik). Contoh logam ini yaitu Zn, Cu, Fe, dan Mn. Jenis kedua yaitu logam berat yang tidak esensial atau beracun, dimana keberadaannya dalam tubuh bisa bersifat racun, seperti Hg, Pb, Cd, dan Cr. Logam berat ini menimbulkan efek kesehatan bagi manusia. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme akan terputus (Vouk, 1986). Logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan, yang terutama adalah Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Arsenik (As), Kadmium (Cd), Kromium (Cr), Nikel (Ni), dan Zink (Zn). Logam-logam berat tersebut diketahui dapat mengumpul dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang terkonsentrasi (Kristanto, 2002) Sifat-sifat logam berat ( PPLH-IPB, 1997; Sutamihardja, 1982) yaitu: 1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terkonsentrasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan). 2. Dapat terkonsentrasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut. 3. Mudah terkonsentrasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu. Timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat. Unsur Pb umumnya ditemukan berasosiasi dengan Zn - Cu dalam tubuh bijih. Pb dalam batuan berada pada struktur silikat yang menggantikan unsur Ca (kalsium), dan baru dapat diserap oleh tumbuhan ketika Pb dalam mineral utama terpisah oleh proses 8 pelapukan. Dispersi unsur Pb dapat terjadi akibat pembuangan tailing dari usaha pertambangan logam (Herman, 2006). Soepardi (1983) menjelaskan bahwa sebagian besar Pb tidak tersedia bagi tanaman, seperti halnya kation logam beracun lainnya, timbal sangat tidak larut dalam tanah yang tidak terlalu masam. Sebagian besar timbal ditemukan pada bagian lapisana atas tanah. Pengapuran tanah mengurangi ketersediaan timbal dan penjerapannya oleh tanaman. Dampak keracunan Pb pada manusia adalah dapat menyebabkan hipertensi dan salah satu faktor penyebab penyakit hati. Ketika unsur ini mengikat kuat sejumlah molekul asam amino, haemoglobin, enzim, RNA, dan DNA; maka akan mengganggu saluran metabolik dalam tubuh. Keracunan Pb dapat juga mengakibatkan gangguan sintesis darah, hipertensi, hiperaktivitas, dan kerusakan otak (Herman, 2006). Kadmium (Cd) mempunyai titik didih rendah dan mudah terkonsentrasi ketika memasuki atmosfer. Air dapat juga tercemar apabila dimasuki oleh sedimen dan limbah pertambangan mengandung Cd, sementara ketika bercampur dengan asap akan membentuk pencemaran terhadap udara (Herman, 2006). Alloway (1990) menyebutkan bahwa pencemaran kadmium pada lingkungan meningkat pada dekade terakhir ini akibat bertambahnya pemakaian Cd pada industri. Sumber-sumber tanah yang terkontaminasi Cd adalah pertambangan dan peleburan Cd dan Zn, pencemaran udara dari industri logam, pembuangan sampah yang mengandung Cd seperti pembakaran wadah plastik dan aki, dan pembakaran dari bahan bakar fosil. Menurut Effendi (2003), sianida merupakan kelompok senyawa anorganik dan organik dengan siano (CN) sebagai struktur utama. Biasanya, senyawa ini dihasilkan dalam proses logam. Sianida tersebar luas di perairan dan berada dalam bentuk ion sianida (CN-), hidrogen sianida (HCN), dan metalosianida. Keberadaan sianida sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, oksigen terlarut, salinitas, dan keberadaan ion lain. Sianida dalam bentuk ion mudah terserap oleh bahan-bahan yang tersuspensi maupun oleh sedimen dasar. Sianida dapat bersifat sangat reaktif. 9 Sianida bebas menunjukkan adanya kadar HCN dan CN-. Pada pH yang lebih kecil dari 8, sianida berasal dalam bentuk HCN yang dianggap lebih toksik bagi organisme akuatik daripada CN-. Sianida berdampak negatif terhadap makhluk hidup air, yakni mengganggu fungsi hati, pernafasan, dan menyebabkan kerusakan tulang (Effendi,2003). Sianida merupakan senyawa toksik yang secara kimia sangat bersifat toksik dan berada dalam air dalam bentuk Hidrogen Sianida (HCN). Sianida dalam bentuk ion sianida (CN-)membentuk berbagai ikatan kompleks dengan ionion transisi logam misalnya emas (Au(CN) 2), perak (Ag(CN) 2) dan besi (Fe(CN) 6). Alasan karakteristik inilah sehingga sianida digunakan secara komersil (Manahan, 1992). Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano, dengan atom karbon terikat tiga ke atom nitrigen. Sumber terbesar sianida yaitu aliran buangan dari proses pertambangan logam, industri kimia organik, pabrik besi dan baja, serta fasilitas pengolahan air publik. Kelompok CN- dapat ditemukan dalam banyak senyawa. Sianida dalam bentuk ion mudah diserap oleh bahan-bahan yang tersuspensi maupun oleh sedimen dasar. Sianida bersifat sangat reaktif. Sianida bebas menunjukkan adanya kadar HCN dan CN- (Effendi,2003). Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam; mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian. Penatalaksaan dari korban keracunan ini harus cepat, karena prognosis dari terapi yang diberikan juga sangat tergantung dari lamanya kontak dengan zat toksik tersebut. Besi merupakan salah satu unsur hara esensial yang masuk dalam golongan logam berat. Oksida besi yang dijumpai dalam tanah mempunyai bentuk kristal bervariasi, berukuran sangat keci (< 2 µm), tetapi memiliki luas permukaan spesifik dan reaktifitas kation dan anion yang tinggi (Schwertmann and taylor, 1977 dalam Irawan (2005). Besi dilapuk dari mineral dan merupakan kation bivalen dalam larutan tanah. Ion Fe2+ merupakan bentuk tersedia bagi tanaman. Reaksi dengan hidroksil dan oksidasi biologis mengubah besi menjadi bentuk yang tidak larut dan tidak 10 tersedia. Pada beberapa tanah yang sangat asam konsentrasi besi dapat tinggi sehingga dapat menimbulkan keracunan bagi tanaman. Keracunan Fe dapat disebabkan oleh pH tanah yang rendah dan kadar Fe yang tinggi (Epstein, 1972 dalam Irawan (2005). Perak terlarut biasanya terdapat dalam bentuk perak nitrat. Keberadaannya dalam limbah biasanya berasal dari industri porselen, fotografi, penyepuh listrik, dan pabrik tinta. Nilai ekonomis logam perak tinggi sehingga pengolahan limbah perak biasanya disertai dengan pertimbangan kemungkinan untuk daur ulangnya (Suryadiputra, 1994). Kurang lebih 75% perak didapatkan sebagai hasil samping dari pengolahan bijih emas, nikel, tembaga, timbal, dan seng. Perak didapatkan berasosiasi dengan sulfida-sulfida timbal, tembaga, arsen, kobalt, dan nikel (Sukkandarrumidi, 2007). Menurut Totok et al. (2002) dalam Jamhari (2009), perak merupakan logam berat yang terlarut dalam air dan dapat mengganggu kesehatan. Perak dapat menyebabkan penyakit agria, warna kulit kelabu kebiruan, dan penyakit pada mata. Tembaga (Cu) bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas 0,1 ppm. Konsentrasi yang aman bagi air minum tidak lebih dari 1 ppm. Konsentrasi normal komponen ini di tanah sekitar 20 ppm dengan tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan yang sangat kuat dengan material organik dan mineral tanah liat (Suhendrayatna, 2001). Sumber utama tembaga dalam air limbah berasal dari proses pengawetan logam dan penyepuhan. Tembaga juga ditemukan pada berbagai pabrik bahan kimia yang menggunakan garam-garam tembaga dan katalis tembaga (Suryadiputra, 1994). 2.5. Bioremediasi Bioremediasi didefinisikan sebagai proses penyehatan (remediasi) secara biologis terhadap komponen lingkungan, tanah, dan air yang telah tercemar oleh kegiatan manusia. Bahan tercemar tersebut biasanya merupakan senyawa senobiotik (asing di alam) dan bersifat rekalsitran (sulit didegradasi), sehingga senyawa tersebut memiliki ketahanan yang tinggi di alam. Termasuk ke dalam 11 kelompok senyawa tersebut adalah residu pestisida, detergen, limbah penambangan logam (emas, timah, dan lain-lain), dan limbah eksplorasi pengolahan minyak bumi (Gumbira Sa’id dan Fauzi, 1996). Bioremediasi merupakan bagian dari bioteknologi lingkungan yang memanfaatkan proses alami biodegradasi dengan menggunakan aktivitas mikroba yang dapat memulihkan tanah, air, dan sedimen dari kontaminasi. Hal yang baru dari bioremediasi adalah penanganan cepat pada pengolahan limbah suatu industri sejak beberapa dekade, dan penerimaannya sebagai suatu metode yang efektif dan ekonomis sebagai alternatif untuk membersihkan tanah, permukaan air, dan kontaminasi air tanah dengan kandungan sejumlah bahan beracun (Crawford and Crawford, 1996). Bioremediasi menggunakan mikroorganisme atau tanaman untuk diberikan pada suatu lingkungan yang tercemar, sehingga mendegradasi polutan tersebut. Empat teknik dasar yang digunakan dalam bioremediasi, yaitu: (1) menstimulasi aktivitas mikroorganisme dengan penambahan nutrisi, mengoptimalkan pH, dan sebagainya; (2) menginokulasikan mikroorganisme tertentu ke lingkungan yang tercemar; (3) mengaplikasikan enzim untuk mendegradasi polutan tertentu; (4) menggunakan tanaman (fitoremediasi) untuk mengembalikan dan mentranformasikan polutan (Bollag et al., 1995). 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Juni 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB. Analisis konsentrasi logam berat dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf, shaker, cawan petri, pipet, neraca analitik, tabung reaksi, labu takar, ember, tabung digestion, blok digestion, AAS, dan Spektrofotometer. Bahan yang digunakan adalah tailing tambang emas, sludge industri kertas, pupuk kandang, asam pekat HNO3, HClO4, HCl 6N, air destilasi (akuades), media Marthin Agar, dan media Nutrient Agar. 3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Analisis Pendahuluan Sebelum melakukan perlakuan dan analisis konsentrasi logam berat, dilakukan analisis awal yaitu pengukuran pH dan karakterisasi logam berat pada tailing tambang emas. Karakterisasi logam berat mencakup kadar atau nilai logam yang terkandung pada tailing tambang emas. 3.3.2. Metode Perlakuan pada Sampel dan Amelioran Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut: A. 100% tailing tambang emas sebagai kontrol B. 75% tailing tambang emas + 25% pupuk kandang C. 50% tailing tambang emas + 50% pupuk kandang D. 75% tailing tambang emas + 25% sludge E. 50% tailing tambang emas + 50% sludge Masing-masing perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Pada pengambilan sampel perlakuan untuk analisis diambil 2 ulangan dengan melakukan pengundian. Pengukuran penurunan logam berat dilakukan pada hari ke-1, ke-7, dan ke-15. 3.3.3. Metode Penetapan Total Unsur Logam Berat Unsur logam berat dapat diekstrak melalui metode pengabuan basah (Lampiran 1). Pengukuran konsentrasi Pb, Cd, Cu, Fe, dan Ag menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrometry). Pengukuran CN dan S menggunakan Spektrofotometer. Perhitungan kadar logam berat: Kadar logam berat = ppm kurva x ml ekstrak/gram contoh x fk = ppm kurva x 100/2 x fk = ppm kurva x 50 x fk Keterangan: Ppm kurva = kadar contoh yang diperoleh dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacanya setelah dikoreksi blanko Fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % kadar air) Variabel yang diamati adalah penurunan konsentrasi logam berat seperti Pb, Cd, Fe, Cu, Ag, CN, dan S pada tailing. 3.3.4. Penetapan Total Mikrob dan Total Fungi Penetapan total mikrob dan total fungi menggunakan metode Total Plate Count dengan metode kerja cawan agar tuang (Anas, 1989). Media yang digunakan, yaitu media NA (Nutrien Agar) untuk total mikrob dan media MA (Marthin Agar) untuk total fungi. Ada tiga langkah yang dilakukan, yaitu: a. Penyiapan media Media NA merupakan media yang siap pakai. Bahan ditimbang (Tabel Lampiran 2), kemudian dilarutkan dengan aquades sampai volume 1 liter. 14 Selanjutnya disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C tekanan 1 atmosfer selama 15 menit. Pembuatan media MA dilakukan dengan menimbang semua bahan sesuai dengan komposisi (Tabel Lampiran 3) dan dilarutkan dalam 1 liter aquades. Kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C tekanan 1 atmosfer selama 15 menit. b. Penyiapan seri pengenceran Seri pengenceran menggunakan larutan fisiologis 0,85% steril. Kemudian dimasukkan 10 gram sampel ke dalam 90 ml larutan fisiologis yang merupakan pengenceran 101. Dari pengenceran 101 dipipet 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis steril sehingga diperoleh pengenceran 102. Langkah pengenceran ini dilakukan sampai pada pengenceran 107. c. Isolasi dan perhitungan total mikrob dan fungi Isolasi total mikrob menggunakan seri pengenceran 106 dan 107, sedangkan total fungi menggunakan seri pengenceran 104 dan 105. Dari seri pengenceran tersebut dipipet 1 ml dan dimasukkan ke cawan petri. Setelah itu media NA dituang ke cawan petri steril yang berisi seri pengenceran 106 dan 107, sedangkan media MA dituang ke cawan petri yang berisi seri pengenceran 10 4 dan 105. Setiap seri pengenceran untuk total mikrob dan fungi dilakukan tiga kali ulangan. Setelah media dan suspensi tercampur merata dan padat, kemudian diinkubasi dan dilakukan pengamatan pada hari ke-3. 3.3.5. Analisis Data Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F (analisis ragam). Jika taraf berpengaruh nyata (< 0,001), dilanjutkan dengan analisis wilayah berganda dari uji Duncan pada taraf α=5 %. 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tailing Tambang Emas Hasil analisis kimia tailing dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Kandungan Beberapa Logam Berat pada Tailing Tambang Emas Parameter Satuan Tailing Baku Mutu** Keterangan pH - 7 - netral Pb ppm 148,98 5,0 sangat tinggi Cd ppm 13,13 1,0 sangat tinggi Ag ppm 1,87 5,0 rendah CN ppm 0,76 0,2 rendah Fe ppm 22184,40 2,5-4,5 sangat tinggi Cu ppm 103,02 10,0 sangat tinggi S ppm 8510,01 - sangat tinggi C-organik* % 0,32 2,01-3,00 rendah * sumber: Fauziah (2009) **sumber: PP No. 85/1999 Tailing penambangan emas adalah limbah atau sisa setelah terjadi pemisahan konsentrat atau logam berharga dari bijih batuan di pabrik pengolahan, bentuknya merupakan batuan alami yang telah digerus. Tailing yang digunakan pada penelitian ini adalah tailing dump. Tailing yang dibuang di tailing dump berawal di bagian hulu yaitu lokasi pengucuran awal. Setelah beberapa waktu, tailing akan bergerak ke hilir tailing dump. Menurut Prasetyo (2008) pola pergerakan partikel padat di tailing dump mempengaruhi konsentrasi logam yang tersisa. Partikel logam bisa diduga akan lebih banyak di partikel padat dibandingkan dengan di larutan. Akumulasi ini karena unsur logam lebih berat dan mengendap di dasar tailing dump. Analisis kimia pada tailing tambang emas menunjukkan bahwa nilai pH termasuk netral. Konsentrasi logam pada tailing umumnya masih sangat tinggi sehingga berbahaya bagi lingkungan. Konsentrasi Pb menunjukkan pada kisaran sangat tinggi (148,98 ppm), konsentrasi Cd sangat tinggi (13,13 ppm), konsentrasi Fe mencapai kisaran sangat tinggi (22184,40 ppm), dan konsentrasi Cu juga menunjukkan kisaran sangat tinggi (103,02 ppm). Konsentrasi S pada tailing menunjukkan pada kisaran sangat tinggi (8510,01 ppm). Senyawa CN yang digunakan sebagai bahan kimia memisahkan mineral emas memiliki konsentrasi yang tergolong rendah yaitu 0,76 ppm. Tailing juga masih mengandung perak (Ag) meskipun sudah dalam konsentrasi rendah dan sesuai dengan baku mutu. Kandungan C-organik pada tailing belum mencapai standar sifat kimia tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983) yaitu 2,01-3,00%. Kandungan bahan organik harus dipertahankan agar tidak kurang dari 2%. Penambahan bahan organik perlu dilakukan untuk memperbaiki sifat kimia pada tailing tambang emas. 4.1.2. Karakteristik Bahan Amelioran Bahan amelioran yang digunakan adalah sludge industri kertas dan pupuk kandang. Berdasarkan penelitian Enny Widyati (2006), sludge industri kertas memiliki konsentrasi logan yang sangat rendah, telah memenuhi baku mutu limbah yang telah ditetapkan, dan aman bagi lingkungan. Sludge memiliki pH 5,3 dan memiliki konsentrasi Pb dan Cd yaitu <0,05 ppm, konsentrasi Ag sebesar 2,38 ppm, konsentrasi Fe sebesar 0,64 ppm, konsentrasi Cu sebesar 0,08 ppm, serta konsentrasi CN pada sludge telah <0,05 ppm. Pupuk kandang sapi merupakan salah satu sumber bahan organik. Menurut Suriadikarta (2005), pupuk kandang sapi memiliki pH 8,30 dengan konsentrasi logam yang rendah. Pupuk kandang sapi memiliki konsentrasi Pb 2,2 ppm, konsentrasi Fe dan Cu masing-masing mencapai 5,569 ppm dan 18 ppm. Konsentrasi Cd, Ag, dan CN tidak terdeteksi pada pupuk kandang sapi. Oleh karena sludge dan pupuk kandang sapi memiliki kandungna logam dan C-organik yang telah memnuhi baku mutu, maka dapat ditambahkan pada tailing sebagai bahan amelioran. 17 4.1.3. Perubahan Sifat Kimia (Konsentrasi Logam Berat) pada Tailing Tambang Emas Setelah Penambahan Pupuk Kandang dan Sludge Perubahan sifat kimia mencakup penurunan konsentrasi logam berat. Analisis konsentrasi logam berat meliputi Pb, Cd, Fe, Cu, Ag, S, dan CN. Pengukuran konsentrasi logam berat dilakukan pada inkubasi hari ke-1, 7, dan 15. 4.1.3.1. Pb (Timbal) Secara umum penambahan bahan amelioran menurunkan konsentrasi Pb pada inkubasi hari ke-15. Hasil analisis pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi Pb disajikan dalam Tabel di bawah. Tabel 3. Pengaruh Bahan Amelioran Terhadap Konsentrasi Pb Perlakuan A B C D E Hari ke-1 147,295 a 153,775 a 128,750 b 147,295 a 132.865 b Konsentrasi Pb (ppm) Hari ke-7 160,845 a 154,020 a 131,840 b 155,275 a 131,615 b Hari ke-15 145,285 a 142,635 a 124,430 b 132,975 ab 120,480 b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan taraf α 5% Analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian bahan amelioran dan waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap penurunan konsentrasi Pb (Tabel Lampiran 4). Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan C dan E berbeda nyata terhadap perlakuan A, B, dan D. Perlakuan E pada inkubasi hari ke-15 menurunkan konsentrasi Pb paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, yaitu dapat menurunkan sebesar 18,20% (dari 147,97 ppm menjadi 120,48 ppm). 18 4.1.3.2. Cd (Kadmium) Pemberian bahan organik pada tailing dengan berbagai dosis menurunkan konsentrasi Cd. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Grafik Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang Terhadap Konsentrasi Cd Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa perlakuan dosis dan inkubasi sampai hari ke-15 dapat menurunkan konsentrasi Cd. Pada inkubasi hari ke-7, penurunan belum terlihat signifikan. Pada inkubasi hari ke-15, semua perlakuan memperlihatkan penurunan yang signifikan dan optimal. Analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian bahan amelioran dan waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap penurunan konsentrasi logam (Tabel Lampiran 5). Perlakuan B, C, D, dan E berbeda nyata terhadap perlakuan A. Dosis terbaik dalam penurunan Cd tertinggi adalah perlakuan E pada inkubasi hari ke15. Perlakuan E dapat menurunkan Cd sebesar 91,62% (dari 13,13 ppm menjadi 1,10 ppm). 19 4.1.3.3. Fe (Besi) Besi merupakan salah satu unsur hara mikro yang termasuk golongan logam berat. Analisis pengaruh bahan amelioran terhadap penurunan konsentrasi Fe dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Grafik Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang Terhadap Konsentrasi Fe Gambar 2 menunjukkan bahwa semua perlakuan menunjukkan penurunan konsentrasi Fe. Penurunan konsentrasi Fe tertinggi terdapat pada perlakuan C dengan inkubasi hari ke-15. Hasil analisis ragam (Tabel lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan dan waktu inkubasi memiliki pengaruh nyata terhadap penurunan konsentrasi logam. Tabel memperlihatkan bahwa perlakuan B, C, dan E berbeda nyata terhadap perlakuan A, sedangkan perlakuan D tidak berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Namun perlakuan C merupakan perlakuan yang sangat berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Perlakuan C dapat menurunkan konsentrasi tertinggi pada Fe yaitu sebesar 34,04%. 20 4.1.3.4. Cu (Cuprum) Cu merupakan salah satu unsur hara mikro yang termasuk dalam golongan logam berat. Hasil analisis pengaruh bahan amelioran terhadap penurunan Cu dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Grafik Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang Terhadap Konsentrasi Cu Gambar 3 menunjuukan bahwa semua perlakuan baik sludge maupun pupuk kandang dapat menurunkan konsentrasi Cu. Perbandingan dosis bahan amelioran yang lebih tinggi yaitu 50% terhadap tailing lebih efektif dalam penurunan konsentrasi Cu. Analisis ragam menunjukan bahwa pemberian bahan amelioran dan waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap penurunan konsentrasi logam pada tailing (Tabel Lampiran 7). Perlakuan B, C, D, dan E berbeda nyata terhadap perlakuan A. Perlakuan B tidak berbeda nyata terhadap perlakuan D. Perlakuan C tidak berbeda nyata terhadap perlakuan E. Namun perlakuan C menunjukkan penurunan konsentrasi Cu tertinggi, yaitu sebesar 7,98% (dari 118,02 ppm menjadi 108,60 ppm). 21 4.1.3.5. Ag (Argentum) Ag merupakan salah satu logam berat. Hasil analisis pengaruh bahan amelioran terhadap konsentrasi Ag dpat dilihat pada Gambar 4 (Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 8) Gambar 4. Grafik Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang Terhadap Konsentrasi Ag Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan amelioran sludge dan pupuk kandang dengan inkubasi hari ke-1, 7, dan 15 menaikkan konsentrasi pada tailing. Konsentrasi Ag meningkat signifikan hingga mencapai konsentrasi tertinggi sebesar 28,18 ppm. 4.1.3.6. S (Sulfur) Hasil analisis pemberian bahan amelioran terhadap penurunan konsentrasi S dapat dilihat pada Gambar 3. Pada Gambar terlihat penurunan konsentrasi S hingga inkubasi hari ke-15. Analisis ragam (Tabel Lampiran 9) menunjukkan bahwa pemberian sludge dan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan konsentrasi logam. Namun waktu inkubasi memberikan pengaruh dan berbeda nyata terhadap penurunan konsentrasi logam. Penurunan konsentrasi S tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan E pada inkubasi hari ke-15, yaitu sebesar 77,01% (dari 1536,99 ppm menjadi 353,33 ppm). 22 Gambar 5. Grafik Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang Terhadap Konsentrasi S 4.1.3.7. Sianida (CN) Sianida digunakan dalam proses penambangan untuk memisahkan mineral yang dicari. Mineral yanng berhasil diperoleh hanya sekitar 2%-5% dari total batuan yang dihancurkan. Banyaknya sianida yang digunakan menyebabkan tailing berdampak buruk bagi lingkungan, sehingga Sianida termasuk dalam kelompok Limbah B3. Hasil analisis pengaruh pemberian bahan amelioran terhadap penurunan sianida disajikan pada Tabel 4. Tabel menunjukkan bahwa semua perlakuan bahan amelioran terhadap tailing menurunkan konsentrasi sianida hingga <0,001 ppm pada inkubasi hari ke-15. Tabel 4. Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang terhadap Konsentrasi Sianida (CN) Perlakuan Konsentrasi CN (ppm) Hari ke-1 Hari ke-7 Hari ke-15 A 0,76 0,05 0,05 B 0,1 0,13 < 0,001 C 0,03 0,21 < 0,001 D 0,18 0,21 < 0,001 E 0,26 1,08 < 0,001 23 4.1.4. Perubahan Sifat Biologi (Total Fungi dan Total Mikrob) pada Tailing Tambang Emas Setelah Penambahan Pupuk Kandang dan Sludge Secara umum perlakuan bahan amelioran memiliki kecenderungan meningkatkan populasi mikroorganisme. Tabel 5 menunjukkan perubahan total fungi dan total mikrob pada tailing tambang emas. Tabel 5. Pengaruh Bahan Amelioran Terhadap Total Fungi dan Total Mikrob pada Inkubasi Hari ke-1 dan Hari ke-15 Perlakuan Total Fungi (SPK/gram) Hari ke-1 Hari ke-15 Hari ke-1 0 Hari ke-15 A 4 a 0 B 0 a 4,78 a 8,24 b 7,88 bc C 0 a 4,40 a 9,02 a 7,08 c D 4,74 a 4,70 a 6 c 8,10 b E 0 3,70 a 6,85 c 8,38 a a a Total Mikrob (SPK/gram) c 6,40 c Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan taraf α=5% Isolasi total fungi dan total mikrob dilakukan pada inkubasi hari ke-1 dan hari ke-15. Nilai total fungi dan total mikrob (Tabel Lampiran 10) setelah dilakukan perhitungan logaritma dapat dilihat pada Tabel 5. Pertumbuhan fungi pada perlakuan inkubasi hari ke-1 dan ke-15 tidak berbeda nyata antar perlakuan. Meskipun tidak berbeda nyata, namun perlakuan B dapat meningkatkan total fungi tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan B pada inkubasi hari ke-15 dapat meningkatkan total fungi fungi mencapai nilai logaritma 4,78 SPK/gram. Pertumbuhan total mikrob pada inkubasi hari ke-1 dan hari ke-15 terlihat berbeda nyata. Tabel 5 menunjukkan bahwa peningkatan total mikrob pada perlakuan D dan E seiring dengan lamanya waktu inkubasi, sedangkan perlakuan B dan C menurunkan total mikrob. Perlakuan E pada inkubasi hari ke-15 dapat meningkatkan total mikrob mencapai nilai logaritma 8,38 SPK/gram. 24 4.2. Pembahasan Hasil analisis pendahuluan pada tailing tambang emas menunjukkan bahwa tailing masih mengandung konsentrasi logam yang sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan masalah lingkungan. Pemberian bahan amelioran seperti sludge dan pupuk kandang dengan perbandingan dosis 25% dan 50% terhadap tailing dapat memperbaiki sifat kimia dan biologi tailing. Berdasarkan hasil penelitian, sludge dengan perbandingan dosis 50% dapat menurunkan konsentrasi Pb, Cd, Cu, S, dan CN secara signifikan pada inkubasi hari ke-15. Pupuk kandang dengan perbandingan dosis 50% dapat menurunkan konsentrasi Fe secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa dosis bahan organik yang lebih tinggi dan waktu inkubasi yang lebih lama akan mengikat logam berat lebih optimal daripada perlakuan yang lain dimana dosis yang ditambahkan lebih kecil. Pemberian bahan amelioran memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan konsentrasi logam berat pada tailing dikarenakan senyawa organik yang terdapat pada bahan organik yang digunakan membentuk kelat bersama logam melalui gugus fungsional, seperti karboksil, hidrolik fenolik, hidroksi alkoholik, dan gugus lainnya. Pembentukan khelat merupakan reaksi ion logam dengan gugus fungsional senyawa organik melalui penggunaan pasangan elektron dimana ion logam berperan sebagai penerima elektron dan senyawa organik berperan sebagai pemberi (donor) elektron (Tan, 1992). Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa penurunan Pb efektif jika dosis sludge ditingkatkan. Perlakuan E pada inkubasi hari ke-15 menurunkan Pb sebesar 18,20%. Berdasarkan perbandingan hasil penelitian Wiguna et al. (2007), pemberian kombinasi lumpur dan pupuk kandang sapi menurunkan konsentrasi Pb hingga 1,115 mg/L. Penurunan Pb dikarenakan bahan organik dalam pupuk kandang sapi, seperti asam humat berpotensi menurunkan Pb terlarut melalui peningkatan pH dan KTK. Pemberian sludge dan pupuk kandang pada tailing dapat meningkatkan pH (Tabel Lampiran 11). Peningkatan pH dapat menurunkan konsentrasi logam. Hal ini disebabkan OH- membentuk senyawa hidroksida tidak larut yang berikatan dengan logam. 25 Penambahan sludge dengan perbandingan dosis 50% (perlakuan E) menurunkan konsentrasi Cd pada inkubasi hari ke-15 hingga mencapai 91,62% (Gambar 1). Bahan organik dari sludge dan pupuk kandang dapat meningkatkan KTK menyebabkan terjadinya adsorpsi Cd dalam bentuk komplek logam organik. Appel dan Ma (2002) juga menyatakan bahwa sorpsi Cd lebih ditentukan oleh KTK. Adsorpsi Cd juga tergantung pada jumlah atau dosis yang ditambahkan. Besi merupakan salah satu unsur hara mikro yang masuk dalam golongan logam berat. Perlakuan dosis dan waktu inkubasi dalam penelitian ini masih menunjukkan konsetrasi Fe total yang sangat tinggi. Menurut kriteria penilaian sifat kimia tanah, Fe dikatakan cukup apabila berkisar antara 2,5-4,5 ppm (Pusat Penelitian Tanah, 1983). Meskipun dosis dan waktu inkubasi yang diberikan pada tailing dapat menurunkan Fe, tetapi konsentrasi Fe total yang sangat tinggi masih bersifat racun. Pemberian sludge dan pupuk kandang dapat menurunkan konsentrasi Cu pada inkubasi hari ke-1. Perlakuan yang efektif menurunkan konsentrasi Cu adalah perlakuan C dan E (Gambar 3). Dalam hal ini, jenis bahan organik tidak mempengaruhi secara signifikan. Tetapi dosis yang lebih tinggi yaitu 50% bahan amelioran lebih efektif dalam penurunan konsentrasi Cu. Konsentrasi Ag (Argentum) mengalami peningkatan konsentrasi setelah pemberian bahan amelioran (Gambar 4). Konsentrasi Ag meningkat hingga mencapai 28,18 ppm. Perlakuan bahan amelioran yang menyebabkan konsentrasi Ag meningkat perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Pemberian sludge dengan perbandingan dosis 50% (perlakuan E) dapat menurunkan konsentrasi sulfur lebih efektif sebesar 77,01%. Sludge lebih dapat menurunkan konsentrasi logam-logam berat. Hal ini didukung oleh karena sludge mengandung BPS. Menurut hasil penelitian Widyati (2006) sludge industri kertas yang diambil dari sumber yang sama dengan yang digunakan sebagai bahan amelioran pada penelitian ini mengandung bakteri pereduksi sulfat (BPS). BPS dapat dimanfaatkan untuk menurunkan konsentrasi sulfat pada tanah bekas tambang. BPS dapat mereduksi sulfat menjadi H2S melalui aktivitas metabolismenya. Gas ini akan segera berikatan dengan logam-logam dan 26 dipresipitasikan dalam bentuk sulfida yang reduktif. Lebih lanjutnya, sulfida logam yang terbentuk akan ditahan oleh bahan organik. Bila dibandingkan dengan baku mutu lingkungan, konsentrasi logam berat belum memenuhi batas batu muku yang telah ditetapkan. Pemberian bahan amelioran pada tailing menurunkan konsentrasi logam berat, namun belum efektif memenuhi baku mutu. Hal ini mencerminkan bahwa dosis dan waktu inkubasi yang diberikan kurang, sehingga diperlukan variasi dosis dan waktu inkubasi yang lebih lama. Pemanfaatan bahan organik seperti sludge dan pupuk kandang berpotensi menurunkan konsentrasi logam karena bahan organik merupakan komponen yang stabil dan memiliki kandungan bahan organik serta KTK yang tinggi. Teori ini diperkuat oleh Nyakpa et al. (1988) dalam Indrasari (2006) bahwa setiap kation dari unsur hara mikro dapat berkombinasi dengan senyawa organik. Reaksi kombinasi antara kation-kation ini dengan senyawa organik disebut kelasi, sedangkan senyawa komplek hasil bentukannya disebut kelat. Bahan organik akan mengkelasi logam sehingga menjadi terikat dengan kuat dan menjadikan tidak tersedia. Perlakuan B dan C meningkatkan total fungi pada inkubasi hari ke-15. Hal ini disebabkan suplai makanan dan kelembaban mendukung pertumbuhan fungi. Namun, perlakuan B dan C menurunkan total mikrob pada tailing. Menurut Hanafiah (2005), menipisnya cadangan bahan organik yang mudah dirombak, sebagian mikrob mati sehingga dapat menurunkan total mikrob. Persaingan mikrob dalam mendapatkan makanan tinggi namun suplai makanan terbatas. Perlakuan D dan E menunjukkan adanya peningkatan total mikrob pada inkubasi hari ke-15. Hal ini disebabkan total mikrob di sludge dapat mempertahankan hidup karena suplai makanan yang cukup. Menurut Anas (1989), populasi yang tinggi menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup dan ditambah temperatur yang sesuai, ketersediaan air cukup, dan kondisi ekologi lain yang mendukung. Pemanfaatan sludge dan pupuk kandang pada dosis 50% merupakan bahan amelioran yang paling baik dalam memperbaiki sifat kimia dan biologi pada tailing tambang emas. Bila ditinjau dari segi ekonomi dan ketersediaan bahan 27 amelioran, sludge merupakan bahan amelioran terbaik. Hal ini dilihat dari ketersediaan sludge yang sangat banyak. Menurut Widyati et al. (2005), dalam satu hari industri menghasilkan minimal 200 ton sludge dengan kadar air 20%25%. Ketersediaan pupuk kandang juga cukup banyak, tetapi tempat tersedianya pupuk kandang yang terpisahkan oleh jarak satu sama lain menyebabkan adanya biaya (cost) transportasi. Hal ini berbeda dengan tempat tersedianya sludge dimana sludge didapatkan pada satu tempat industri kertas yang cukup besar. 28 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Sludge industri kertas dan pupuk kandang dapat dimanfaatkan sebagai bahan amelioran untuk menurunkan logam dan memperbaiki sifat biologi tailing tambang emas. Sludge dengan rasio dosis 50% terhadap tailing dapat menurunkan konsentrasi Cd sebesar 91,62%, Pb sebesar 18,20%, Cu sebesar 7,98%, S sebesar 77,01%, serta konsentrasi Sianida hingga < 0,001 ppm. Pupuk kandang dengan rasio dosis 50% terhadap tailing dapat menurunkan konsentrasi Fe total sebesar 34,04%. Waktu inkubasi efektif menurunkan logam adalah inkubasi hari ke-15 baik amelioran sludge maupun pupuk kandang. 5.2. Saran Saran yang dapat disampaikan penulis terhadap pemanfaatan sludge dan pupuk kandang, yaitu: 1. Perlunya penelitian lanjut pengaruh sludge dan pupuk kandang pada Ag. 2. Penelitian lanjut dengan waktu inkubasi waktu yang lebih lama. 3. Penelitian lanjut dengan variasi dosis sludge dan pupuk kandang dalam pencampuran pada tailing. VI. DAFTAR PUSTAKA Anas, I. 1986. Penuntun praktikum biologi tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor Antam. 2002. Sekilas informasi untuk bisnis pertambangan emas Pongkor. Bogor: PT. Aneka Tambang Tbk. Atman. 2006. Pengelolaan tanaman kedelai di lahan kering masam. J. V (3) : 281287. Barchia Faiz, Mitriani, dan Hasanudin. 2007. Pengaruh pengapuran dan pupuk kandang terhadap ketersediaan hara P pada timbunan tanah pasca tambang batubara. Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus. 1(1): 1-4. Bertham, Y. H. 2002. Respon tanaman kedelai [Glycine max (L.) Merill] terhadap pemupukan fosfor dan kompos jerami pada tanah Ultisol. Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. J. IV (2) : 78-83. Bollag, et al. 1995. Soil Contamination and Feasibility of Biological Remediation. In H. D. Skipper and R. F. Turco (Ed). Bioremediation Science and Applications. Soil Science Society of America Special Pubication 43. Madison, USA. p. 4-5. Crawford, R. L and D. L. Crawford. 1996. Bioremediation Principles and Applications. Cambridge University Press. Cambridge. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Firlana. 2011. Kombinasi kompos sampah kota dan pupuk kandang sapi terhadap sifat kimia tanah Inceptisol pada produksi tanaman jagung manis. http://www.wordpress.com. diakses pada tanggal 4 Agustus 2011. Gumbira Sa’id E, Fauzi A M. 1996. Bioremediasi dengan mikroorganisme di dalam peranan bioremediasi dalam lingkungan. Prosiding Pelatihan dan Lokakarya. Cibinong. 24-28 Juni 1996. LIPI/BPPT/HSF Jerman. Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Herman, D. Z. 2006. Tinjauan Terhadap Tailing Mengandung Unsur Pencemar Arsen (As), Merkuri (Hg), Timabal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari Sisa Pengolahan Bijih Logam. Jurnal Geologi Indonesia. 1(1): 31-36. Irawan, U. S. 2005. Aplikasi ektomikorhiza dan pupuk organik untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman pada media tailing. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Indrasari, A. dan Abdul S. 2006. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan unsur hara mikro terhadap pertumbuhan jagung pada Ultisol yang dikapur. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 6(2): 116-123. Jamhari. 2009. Reduksi logam berat Hg, Ag, dan Cr limbah laboratorium menggunakan metode presipitasi dan adsorpsi. [Skripsi]. Teknologi Industri Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Junita, F., S. Nurhayatini, dan D. Kastono. 2002. Pengaruh frekuensi penyiraman dan takaran pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil Pakchoy. Jurnal Ilmu Pertanian Universitas Gajah Mada. 1(9) :37-45. Lesmanawati, I. R. 2005. Pengaruh pemberian kompos, Thiobacillus. dan penanaman Gmelinda serta sengon pada tailing emas terhadap biodegradasi sianida dan pertumbuhan kedua tanaman. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Manahan, S. E. 1992. Toxicology Chemistry, Publisher Boca Raton Arbor. London. 2nd Edition. Lewis Mansyur, N. I. 2008. Pengaruh bahan organik terhadap ketersediaan unsur hara Cu. Jurnal Perspektif Borneo : Media Komunikasi Ilmiah. 2(2): 47-58. Nursyamsi, D., O. Sapandi., D. Erfandi, Sholeh dan I. P. G. W. Adhi. 1995. Penggunaan bahan organik, pupuk P dan K untuk meningkatkan produktivitas tanah Podsolik. Seminar Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2: 47-52. Pusat Penelitian Tanah. 1983. Standar sifat kimia tanah. Bogor Ramadona, et al. 2011. Kasus pencemaran di Freeport, Teluk Buyat dan Teluk Jakarta ditinjau dari perspektif logam berat. http://www.sribd.com. diakses pada tanggal 04 Agustus 2011. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 31 Suhendrayatna. 2001. Bioremoval logam berat dengan menggunakan mikroorganisme: Suatu kajian kepustakaan. Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21. 1-14 Februari 2001. PPI Tokyo Institute of Technology. Sukkandarrumidi. 2007. Geologi Mineral Logam. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Sukma, P. K. 2010. Tambang emas di Indonesia dan cara pengolahan limbahnya. http://www.green.kompasiana.com. diakses pada tanggal 23 Juni 2011. Suryadiputra, I. N. N. 1994. Pengolahan air limbah dengan metoda biologi. Strengthening Program: Rancang Bangun IPAL, Bandung. Tan, K. H. 1992. Principles of Soil Chemistry. John Wiley and Sons. New York Vouk, V. 1986. General Chemistry of Metals. In: Freiberg. L, Nordberg. G. F, and Vouk. V. B (Eds). Handbook on The Thicology of Metals. New York. Widyati, E., I. Mansyur, C. Kusmana, I. Anas., dan E. Santoso. 2005. Pemanfaatan sludge industri kertas sebagai agen pembenah tanah pada lahan bekas tambang batubara. Litbang Hutan. I(2) :57-64. Widyati, E. 2006. Bioremediasi tanah bekas tambang batubara dengan sludge industri kertas untuk memacu revegetasi lahan. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wiguna, A. H., Zulkarnain A., Reginawanti H. 2007. Pengaruh lumpur instalasi pengolahan air limbah dan pupuk kotoran sapi terhadap Pb dan Cd tanah serta akumulasinya pada biji jagung manis. Jurnal Biologi. 1(1):1-9. 32 LAMPIRAN Lampiran 1. Metode Pengabuan Basah (Sumber: Balai Penelitian Tanah, 2005) 1. Ditimbang 2 gram sampel dan dimasukkan ke dalam tabung digest 2. Ditambahkan 10 ml campuran asam pekat HNO3 dan HClO4 (perbandingan HNO3 dan HClO4 pekat adalah 1 : 2) 3. Didiamkan satu malam 4. Dipanaskan hingga suhu 200 oC selama 1 jam sampai homogen dan uap yang dikeluarkan telah berwarna putih 5. Didinginkan dan ditambahkan 2 ml HCl 6N ke dalam tabung digest 6. Dipanaskan kembali ±15 menit hingga uap berwarna putih 7. Ekstraksi didinginkan kemudian diencerkan dengan air bebas ion menjadi 100 ml, lalu dikocok dan dimasukkan ke dalam botol. Tabel Lampiran 2. Media Pertumbuhan Mikrob (Media Nutrient Agar) Media Komposisi (/L) Nutrient Agar 28 gram Sumber: Anas, 1989 Tabel Lampiran 3. Media Pertumbuhan Fungi (Media Marthin Agar) Media Komposisi (/L) KH2PO4 1 gram MgSO4.7H2O 0,05 gram Pepton 5 gram Dektrose 10 gram Agar 20 gram Rose Bengal secukupnya Sumber: Anas, 1989 34 Tabel Lampiran 4. Analisis Ragam Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang pada Pb Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F Perlakuan 4 3174.415547 793.603887 32.08 <.0001 Waktu 2 951.100027 475.550013 19.23 <.0001 Perlakuan*waktu 8 246.871073 30.858884 1.25 0.3386 Galat 15 371.036850 24.735790 Total 29 4743.423497 Tabel Lampiran 5. Analisis Ragam Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang pada Cd Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F Perlakuan 4 282.5670333 70.6417583 282.45 <.0001 Waktu 2 131.2958867 65.6479433 262.48 <.0001 Perlakuan*waktu 8 11.1791467 1.3973933 5.59 0.0021 Galat 15 3.7516000 0.2501067 Total 29 428.7936667 Duncan's Multiple Range Test for Cd Duncan Grouping Mean Perlakuan A 12.5700 100% tailing B 5.1767 25% pupuk kandang + 75% tailing B 4.8467 50% pupuk kandang + 50% tailing B 5.0117 25% sludge + 75% tailing B 4.6117 50% sludge + 50% tailing 35 Tabel Lampiran 6. Hasil Analisis Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang pada Fe Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F Perlakuan 4 42110494.90 10527623.72 8.15 0.0011 Waktu 2 92595896.52 46297948.26 35.86 <.0001 Perlakuan*waktu 8 17750056.80 2218757.10 1.72 0.1743 Galat 15 19366745.8 1291116.4 Total 29 171823194.0 Duncan's Multiple Range Test for Fe Duncan Grouping Mean Perlakuan A 20485.1 100% tailing B 18531.0 25% pupuk kandang + 75% tailing C 16814.6 50% pupuk kandang + 50% tailing AB 19207.2 25% sludge + 75% tailing B 18842.1 50% sludge + 50% tailing Tabel Lampiran 7. Hasil Analisis Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang pada Cu Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F Perlakuan 4 1722.353520 430.588380 38.97 <.0001 Waktu 2 268.523547 134.261773 12.15 0.0007 Perlakuan*waktu 8 51.715920 6.464490 0.59 0.7753 Galat 15 165.727000 11.048467 Total 29 2208.319987 Duncan's Multiple Range Test for Cu Duncan Grouping Mean Perlakuan A 123.263 100% tailing B 116.867 25% pupuk kandang + 75% tailing C 105.123 50% pupuk kandang + 50% tailing B 116.073 25% sludge + 75% tailing C 103.237 50% sludge + 50% tailing 36 Tabel Lampiran 8. Hasil Analisis Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang pada Ag Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F Perlakuan 4 103.988053 25.997013 6.98 0.0022 Waktu 2 2001.172380 1000.586190 268.73 <.0001 Perlakuan*waktu 8 117.436987 14.679623 3.94 0.0107 Galat 15 55.850850 3.723390 Total 29 2278.448270 Duncan's Multiple Range Test for Ag Duncan Grouping Mean Perlakuan B 6.332 100% tailing A 10.265 25% pupuk kandang + 75% tailing A 12.038 50% pupuk kandang + 50% tailing A 9.665 25% sludge + 75% tailing A 10.145 50% sludge + 50% tailing Tabel Lampiran 9. Hasil Analisis Pengaruh Sludge dan Pupuk Kandang pada S Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F Perlakuan 4 4781515.3 1195378.8 0.63 0.6477 Waktu 2 268796604.8 134398302.4 71.00 <.0001 Perlakuan*waktu 8 7254177.2 906772.1 0.48 0.8526 Galat 15 28395816.3 1893054.4 Total 29 309228113.5 37 Tabel Lampiran 10. Pengaruh Bahan Amelioran Terhadap Total Fungi dan Total Mikrob pada Inkubasi Hari ke-1 dan ke-15 Total Fungi (SPK/gram) Hari ke-1 Hari ke-15 4 1,00 x 10 a 0a 0 a 6,00 x 104 a 0 a 2,50 x 104 a 5,50 x 104 a 5,00 x 104 a 0a 0,50 x 104 a Perlakuan A B C D E Total Mikrob (SPK/gram) Hari ke-1 Hari ke-15 0c 0,25 x 107 c 17,30 x 107 b 7,55 x 107 bc 105,00 x 107 a 1,20 x 107 c 0,10 x 107 c 12,50 x 107 b 7 0,70 x 10 c 23,95 x 107 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan taraf α 5% Tabel Lampiran 11. Pengaruh Bahan Amelioran Terhadap pH Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F Hari ke-0 4 1.32400000 0.33100000 82.75 <.0001 Hari ke-7 4 0.67600000 0.16900000 42.25 0.0005 Hari ke-15 4 1.80400000 0.45100000 90.20 <.0001 Duncan's Multiple Range Test for pH Perlakuan Hari ke-1 Hari ke-7 Hari ke-15 100% tailing 7.00 a 7.05 a 7.05 a 25% pupuk kandang + 75% tailing 6.85 a 6.80 b 7.00 a 50% pupuk kandang + 50% tailing 5.95 c 6.25 c 5.90 c 25% sludge + 75% tailing 6.55 b 6.65 b 6.90 a 50% sludge + 50% tailing 6.45 b 6.65 b 6.60 b 38