Maulfi Syaiful Rizal, M.Pd. maulfisr.lecture.ub.ac.id aku telah terbuka perlahan-lahan, seperti sebuah pintu, bagiku Satu per satu aku terbuka, bagai daun-daun pintu, Hingga akhirnya atak ada apa-apa lagi yang bernama rahasia; Begitu sederhana: sama sekali terbuka. (Sapardi Djoko Damono) Hingga saat ini pengertian apresiasi sastra masih sering kacau dan rumpang dengan pengertian kritik sastra dan penelitian sastra Di samping itu ada beberapa hal yang menyebabkan pengertian apresiasi sastra menjadi beraneka ragam: 1. Apresiasi sastra memang merupakan fenomena yang unik dan rumit 2. Terjadinya perubahan dan perkembangan pemikiran tentang apresiasi sastra 3. Adanya perbedaan penyikapan dan pendekatan terhadap hakikat apresiasi sastra 4. Adanya perbedaan kepentingan di antara orang yang satu dan orang lain. Hal ini menyebabkan mereka merumuskan pengertian apresiasi sastra menurut kepentingan masing-masing tanpa menghiraukan dan mengindahkan hakikat apresiasi sastra secara utuh dan lengkap. Hanya memasukkan genusnya saja tanpa menghiraukan hakikat apresiasi sastra yang utuh dan lengkap. Apresiasi sastra ialah penghargaan (terhadap karya sastra) yang didasarkan atas pemahaman (Sudjiman, 1990:9). Apresiasi sastra adalah penghargaan dan pemahaman atas suatu hasil seni atau budaya (Natawidjaja, 1981:1). Pengertian yang sudah berusaha memasukkan berbagai spesies, namun masih kacau dengan pengertian kritik sastra. Apresiasi sastra adalah penaksiran kualitas karya sastra serta pemberian nilai yang wajar kepadanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang sadar dan kritis (Tarigan, 1984:233). Apresiasi adalah penimbangan, penilaian, pemahaman, dan pengenalan secara memadai (Hornby, 1973:41). Apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh hingga timbul pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra (Effendi, 1982:7) Apresiasi sastra ialah kegiatan memahami cipta sastra dengan sungguh-sungguh hingga menimbulkan pengertian dan penghargaan yang baik terhadapnya. (Zakaria, 1981:6) Apresiasi sastra ialah proses (kegiatan) pengindahan, penikmatan, penjiwaan, dan penghayatan karya sastra secara individual dan momentan, subjektif dan eksistensial, ruhaniah dan budiah, khusuk dan kafah, dan intensif dan total, supaya memperoleh sesuatu daripadanya sehingga tumbuh, berkembang, dan terpiara kepedulian, kepekaan, ketajaman, kecintaan, dan keterlibatan terhadap karya sastra (Saryono, 2009:34) Kemudian, apa yang membedakan apresiasi sastra dengan kritik sastra dan penelitian sastra? Perbedaan Apresiasi Kritik Penelitian Pemahaman KS Internalisasi Rasionalisasi Rasionalisasi Cara memandang KS KS sebagai karya yang utuh dan hidup KS sebagai artefak KS sebagai artefak Kegiatan Pengindahan, penikmatan, penghargaan Perilaku pencarian . Penilaian, penghakiman kebenaran nilai-nilai dalam KS Pengamatan, pemerian, dan penjelasan semua yang ada dalam KS Jadi, wilayah garap apresiasi sastra, yaitu wilayah yang menuntut internalisasi, subjektivitas yang jujur dan luhur serta mulia, dan individual bergantung pada pengapresiasinya (Saryono, 2009:49). Jadi, APRESIASI PROSA ITU APA? Kepekaan emosi dan perasaan Pemilikan pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan masalah kehidupan dan kemanusiaan Pemahaman terhadap aspek kebahasaan Pemahaman terhadap unsur-unsur intrinsik karya sastra yang akan berhubungan dengan telaah teori sastra Keperawanan Srintil disayembarakan. Bajingan! Bajul buntung! Pikirku. Aku bukan hanya cemburu. Bukan pula sakit hati karena aku tidak mungkin memenangkan sayembara akibat kemelaratanku serta usiaku yang baru empat belas tahun. Lebih dari itu. Memang Srintil dilahirkan sebagai ronggeng, perempuan milik semua laki-laki. Tetapi, mendengar keperawanannya disayembarakan, hatiku panas bukan main. Celaka lagi bukak klambu, yang harus dialami oleh Srintil sudah merupakan hukum pasti di Dukuh Paruk. Siapa pun tak bisa mengubahnya, apa pula yang aku yang bernama Rasus. Jadi, dengan perasaan perih aku hanya bisa menunggu apa yang terjadi. (Ahmad Tohari, Rongeng Dukuh Paruk) • Aktivitas menyimpan segala sesuatu yang berhubungan dengan prosa • Kegaiatan menampilkan prosa di depan publik • Aktivitas penerimaan Dokumentasi Resepsi Performansi Produksi • Penciptaan prosa yang dilakukan sendiri Pengalaman Pengetahuan Tujuan Apresiasi Sastra Kesadaran Hiburan Pengalaman dalam apresiasi sastra merupakan pengalaman rohaniah-batiniah manusia, bukan pengalaman jasmaniah. LitererEstetis Humanistis Etis dan Moral Filosofis ReligiusSufistisProfetis Magis-Mitis Psikologis SosialBudaya Sosila-Politis Pengalaman literer-estetis ialah pengalamanpengalaman keindahan, keelokan, kebagusan, kenikmatan, kememikatan, dan kemanaan (ingat: panaterpana) yang memungkinkan oleh segala unsur pengada karya sastra dan rajutan-rajutan di antara segala unsur pengada karya sastra. Pengalaman litererestetis dapat diperoleh dari sesuatu yang selaras atau memiliki keselarasan, dan juga sesuatu yang bertentangan atau memiliki pertentangan. Pengalaman humanistis (manusiawi) ialah pengalaman-pengalaman yang berisi dan bermuatan nilai-nilai kemanusiaan, menjujnjung harkat dan martabat manusia, dan menggambarkan situasi dan kondisi kemanusiaan. Meskipun penggambaran situasi dan kondisi kemanusiaan yang dihidangkan dapat bermacam-maca, misalnya: tragis, dramatis, sinis, ironis, humoristis, riang, murung, garang, dan penasaran, namun penggambaran itu berpihak pada nilai-nilai kemanusiaandan harkat-martabat manusia. Pengalaman etis dan moral mengacu pada pengalaman yang berisi dan bermuatan bagaimana seharusnya sikap dan tindakan manusia sebagai manusia; pengalaman yang melukiskan benar salahnya sikap dan tindakan manusia; pengalaman yang menyajikan bagaimana seharusnya kewajiban dan tanggung jawab manusia sebagai manusia. Etis bersifat abstrak, moral bersifat konkret, namun keduanya merujuk pada kualitas sikap dan tindakan manusia, sehingga pengalaman etis dan moral bersifat abstrak sekaligus konkret. Setiap sastra yang baik selalu menyajikan dan menyuguhkan soal-soal filosofis. Fuad Hassan (1988:64) menegaskan bahwa dalam setiap karya sastra yang baik, niscaya tersirat sikap filsafat tertentu; jejak-jejak filsafat itu cenderung tembus dari balik segi kebahasaan yang berwujud kesusastraan. Budi Darma (1984:52) menegaskan bahwa karya sastra yang baik selalu berfilsafat meskipun karya sastra bukan sebuah karya filsafat. Mangunwijaya (1986:3) juga menegaskan bahwa karya sastra yang baik selalu menyajikan perenungan-perenungan sekaligus relungrelung terdalam tentang manusia. Pengalaman filosofis akan diperoleh jika radar-radar nurani, rasa dan budi terarah secara tajam dan peka terhadap soal-soal filosofis sewaktu membaca sastra. Pengalaman religius akan terhidang jika radar-radar penjiwaan, penghayatan, dan penikmatan mampu menangkap fenomena-fenomena yang ditandai oleh kesadaran keilahian. Pengapresiasi melihat (dunia) karya sastra menghidangkan fenomena keilahian dan seluruh bahan “pembangunannya” dibaktikan pada kesadaran akan pengakuan ketuhanan. Pengalaman magis-mistis lebih condong menggulati kekuatan-kekuatan gaib yang perkasa dan mahadaya yang sumbernya dapat berasal dari agama terutama agama budaya dan dapat pula tidak (misalnya, kekuatan-kekuatan alam semesta) Meskipun mungkin berbeda dengan kenyataan psikologis dalam kehidupan sehari-hari, karya sastra yang baik sering memancarkan sinyal-sinyal psikologis kepada pengapresiasi atau pembacanya. Ketika mengapresiasi karya sastra yang bermatra dan sarat muatan psikologis, kita dapat menikmati, menghayati, dan menjiwai suasana dan situasi-situasi psikologis melalui berbagai unsurnya, misalnya latar, penokohan, alur, dan konflik yang terdapat dalam karya sastra. Walaupun karya sastra tidak selalu dapat diperlakukan sebagai dokumen sosial budaya, karya sastra selalu memanfaatkan dan/atau menanggapi kenyataankenyataan sosial budaya. Bahkan dapatndikatakan bahwa karya sastra selalu melukiskan suatu kenyataan sosial budaya meskipun cara pelukisannya metaforis dan atau simbolis dan yang dilukiskannya mungkin tidak sama dengan kenyataan sosial budaya sehari-hari. Karya sastra sering memanfaatkan dan menanggapi kenyataan-kenyataan sosial politis yang ada dalam suatu masyarakat, bahkan bangsa dan negara. Jika kita mengapresiasi Lintang Kemukus Dini Hari, Anak Tanah Air Kita, Sri Sumarah dan Bawuk secara sungguhsungguh dan total berarti kita memasuki dan menjelajahi suasana dan situasi-kondisi sosial politis tertentu yang akan membawa nurani, rasa dan budi kita memasuki dan menjelajahi pergolakan tahun 1965 beserta risiko-risikonya. Pengetahuan Kesadaran Hiburan • penangkapan kognitif, konseptual, dan penyimpulan atas fenomenafenomena karya sastra yang kita apresiasi • Apresiasi sastra juga menghidangkan dan memberikan kesadaran kepada pengapresiasinya. • Apresiasi sastra menghidangkan hiburan mentalistis yang bermain-main dalam jiwa dan batin pengapresiasi Fungsi merupakan suatu jalan atau wahana tercapainya tujuan-tujuan apresiasi sastra. Diselaraskan dengan tujuan yang hendak dicapai, fungsi apresiasi sastra dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu: 1. Fungsi eksperensial 2. Fungsi informasional 3. Fungsi penyadaran 4. Fungsi rekreatif Fungsi Eksperensial • Pengapresiasi sastra agar dapat menjiwai, menghayati, dan menikmati pengalaman-pengalaman manusia dalam karya sastra Fungsi Informatif • Pengapresiasi sastra agar dapat menjiwai, menghayati, dan menikmati pengetahuan dalam karya sastra itu. Fungsi Penyadaran • pengapresiasi diharapkan menyadari kesadaran yang ada dalam karya sastra Fungsi Rekreatif • fungsi menyediakan, menawarkan, menyuguhkan, dan menghidangkan hiburan-hiburan kepada pengapresiasi bilamana ia melakukan apresiasi suatu karya sastra