34 Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 34–45 APAKAH PERUBAHAN BUDAYA ORGANISASI BERDAMPAK KEPADA PERUBAHAN MANAGEMENT CONTROL SYSTEM? Eka Ananta Sidharta Universitas Negeri Malang Abstract: The objective of this research was to analyze the organizational culture changing of management control system framework. The frame work of this research was institutional theory. That theory was the primary theory used to study management accounting. PT Semen Gresik had been chosen as the object with an interpretive research paradigm and a case study phenomenology research method. The internal factors consist of vision, mission, strategic plan, culture, structure and system. The second factor is external factor consisting of government regulation, industry, environment and company’s image. Indonesia as a developing country and a member of IMF and World Bank has signed a deal with IMF to conduct reformation in public sector. The change ownership not just rely on highest bidder but through strategic partner (Sidharta, 2012). It signifies that investors have strengths in several aspects which are less possessed by Indonesia companies, such as: product advantage, distribution line strength, international market perception, technology advantage, management and accounting advantage. Keywords: stated-owned enterprises, change, qualitative research, culture, interpretive Reformasi pada sektor publik, yang sampai saat ini didominasi oleh negara yang kurang berkembang (less developed countries/LDCs) dan juga negara berkembang, dilakukan selain untuk mengurangi beban anggaran pemerintah dan menambah pendapatan negara juga karena rendahnya tingkat layanan pada masyarakat. Reformasi dalam bentuk privatisasi adalah kebijakan reformasi yang dianjurkan oleh Bank Dunia dan juga IMF (Forster & Mauli, 2006; Craig, 2000; Cook & Kirkpatrick, 1995; Cook, 1986), dengan asumsi perubahan kepemilikan akan memjadikan pengendalian manajemen yang lebih baik dan mempertinggi tingkat produktivitas (Vickers & Yarrow, 1988). Dilain pihak, (UNDP, 1998) and Kikeri, et al. (1994) berargumen bahwa kesuksesan dari privatisasi dipengaruhi oeh banyak faktor, antara lain: makro ekonomi, tingkat kompetisi pasar dan kerangka kebijakan pemerintah. Sampai sejauh ini, riset akuntansi khususnya akuntansi manajemen banyak dihubungkan dengan privatisasi (finansial dan atau manajerial) yang dilakukan oleh negara berkembang (Ogden, 1993; Wright, et al., 1993; Jones, 1992, 1985; Espeland & Hirch, 1990). Kinerja pasca privatisasi (Uddin & 34 Hopper, 2003; Weiss, 1995; Karatas, 1995), dihubungkan dengan kontekstual factor (Bereda, 2007). Penelitian dibidang akuntansi pada umumnya melihat pengaruh perubahan kepemilikan dan peran dari akuntansi manajemen. Juga debat mengenai topik tentang kinerja perusahaan setelah privatisasi, masalah-masalah internal manajerial dan konflik dalam perusahaan yang diprivatisasi (Potts, 1995). Akan tetapi penelitian pasca privatisasi khususnya yang berkaitan terhadap realita internal yaitu perubahan praktek dalam perusahaan sebagai akibat perubahan pengendalian manajemen dan batasan organisasi sebagai hasil dari privatisasi yang dihubungkan dengan kinerja organisasi (Wickramasinghe, 1996; Sidharta 2011, 2012) masih belum dilakukan. Padahal pengendalian manajemen mempunyai peran fungsi yang sangat penting karena merupakan satu-satunya alat yang digunakan oleh manajemen untuk memastikan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai (Anthony & Govindarajan, 2007). Budaya sebagai faktor informal yang berpengaruh terhadap perilaku individu sebagai pembentuk goal congruance (Anthony & Govindarajan, 2005), berfungsi sebagai pengendali organisasi Sidharta, Apakah Perubahan Budaya Organisasi Berdampak Kepada Perubahan Management Control System (Simons, 1995), nilai-nilai dan kepercayaan dari budaya organisasi memiliki peran penting dalam operasi sistem pengendalian (Hereath, 2006). Budaya perusahaan menggambarkan komponen penting lainnya dari kerangka penelitian yang diajuokan karena telah mempengaruhi perilaku anggota organisasi. Budaya perusahaan terdiri dari sistem nilai dan kepercayaan yang dimiliki oleh perusahaan dan anggota perusahaan (Dawson, 1996; Ouchi, 1979). Contohnya, seperti yang dikatakan oleh Dawson (1996, p. 141), ”istilah ’budaya’ dalam analisis organisasional berarti ’nilai dan kepercayaan yang dibagi” di mana sistem pengendalian manajemen menggambarkan hubungan dan interaksi dalam perilaku individu di organisasi yang terutama berasal dari kepercayaan, nilai, moral, kebiasaan dan pengetahuan. Budaya perusahaan selanjutnya dapat diaplikasikan dalam memahami organisasi dan perilaku anggota organisasi. Beach (1993:12), kebudayaan merupakan inti dari apa yang penting dalam organisasi. Seperti aktivitas memberi perintah dan larangan serta menggambarkan sesuatu yang dilakukan dan tidak dilakukan yang mengatur perilaku anggota. Budaya berarti merupakan aturan informal organisasi yang kekuatan mengikatnya juga sama dengan aturan formal. Perubahan utama internal organisasi perusahaan dengan obyek peningkatan efektifitas, efisiensi dan nilai pemegang saham akhirnya akan berdampak pada perubahan budaya organisasi. Dalam perusahaan privatisasi atau perubahan kepemilikan bukan hanya pengalaman struktural yang berpengaruh akan tetapi perubahan budaya juga berpengaruh terhadap operasional perusahaan (Cuervo and Villalonga, 2000; Sidharta, 2011). Bagaimanapun juga masih sangat jarang penelitian tentang bagaimana dampak privatisasi atau perubahan kepemilikan terhadap budaya organisasi dan individu (Cynda and Cooper, 2001). Berdasarkan alasan tersebut, maka peneliti sangat tertarik untuk melihat dampak perubahan kepemilikan terhadap budaya organisasi dan sistem pengendalian manajemen. Pertanyaan Penelitian: bagaimana perubahan kepemilikan dapat berpengaruh terhadap perubahan SPM, budaya dan kinerja perusahaan. 35 terhadap kinerja keuangan (Denison, 1984), keinginan untuk keluar (Sheridan, 1992), bahkan sukses atau tidaknya merger dan akuisisi (Cratwright dan Cooper, 1993). Ketika privatisasi terjadi dalam konteks perubahan dalam lingkungan lingkungan yang kompetitif dan menginduksi strategi posisioning baru pengembangan budaya organisasi adalah isu yang penting bagi pimpinan. Konsep tentang budaya organisasi yang dibahas pertama kali oleh Hamons pada tahun 1950 menjadi isu yang penting dibahas sejak awal tahun 1980an. Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi-asumsi, keyakinan-keyakinan, nilai-nilai dan persepsi yang dimiliki para anggota kelompok organisasi yang membentuk dan mempengaruhi sikap dan perilaku kelompok yang bersangkutan (Schein, 1986; Hofstede, 1980; Sackman, 1992; Meschi & Roger, 1995). Sebagai philosophy petunjuk sebuah kebijakan organisasi dan ataupun konsumen (Ouchi, 1981) nilai yang dominan yang didukung oleh organisasi (Schein, 1991). Manifestasi pada praktek organisasional yang membedakan antara satu kelompok dengan kelompok organisasi lainnya (Kotter dan Haskekett, 1992). Kognitif framework yang meliputi sikap, nilai norma perilaku dan harapan yang disumbangkan anggota organiasi (Stoner, 1995). Perekat social yang mengikat semua anggota organisasi secara bersama-sama (Kreitner dan Knicky, 1995) norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi (Luthan, 1998). Robbins (2001) menyatakan terdapat 5 fungsi budaya organisasi yaitu: (1) berperan menetapkan tapal batas, (2) mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi, (3) mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas darpada kepentingan individu sekarang, (4) meningkatkan stabilitas system social karena merupakan perekat system social yang membantu mempersatukan organisasi, (5) mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Apabila dikaitkan dengan kinerja Robbins mengemukakan sebuah model keterkaitan antara budaya dan kinerja. Budaya yang tinggi akan mengantarkan kepada kinerja yang tinggi dan kepuasan kerja yang tinggi. Sifat-sifat budaya organisasi secara mendasar dikemukan oleh Hofstede (1991) yaitu: (1) menyeluBUDAYA ORGANISASI SEBAGAI KOM- ruh dan menjangkau dimensi waktu yang panjang, PONEN SISTEM PENGENDALIAN MA- (2) mencerminkan catatan historis perusahaan, (3) NAJEMEN berhubungan dengan sesuatu yang bersifat ritual dan Terdapat beberapa penelitian/studi yang ber- simbolik, (4) dihasilkan dan dipertahankan oleh kaitan dengan budaya organisasi, seperti dampak kelompok yang secara bersama membentuk 36 Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 34–45 organisasi, (5) halus, (6) sukar berubah. Schein (1985) mengemukakan teori yang sangat berpengaruh dalam perkembangan teori budaya organisasi. Dikatakan bahwa budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalah yang timbul sebagai akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah tersebut. Kajian Schein mendefinisikan tiga tingkatan fenomena budaya organisasi yaitu: (1)Dipermukaan, adalah perilaku terbuka (terlihat) dan manifestasi fisik lainnya (artefacts and creation), (2) rasa apa yang seharusnya terjadi (value), (3) level yang paling dalam yaitu cara yang benar (basic assumption). Kotler dan Heskett (1992) meyatakan budaya organisasi adalah nilai dari praktek yang dimiliki bersama diseluruh kelompok dalam suatu perusahaan, sekurang-kurangnya dalam manajemen senior. Budaya organisasi terdiri dari nilai dan norma perilaku yang dianut bersama. Smircich (1983) menunjukkan 4 fungsi budaya organisasi yaitu: (1) memberikan suatu identitas organisasi kepada para angota organisasi, (2) memfasilitasi atau memudahkan komitmen kolektif, (3) meningkatkan stabilitas system social, (4) membentuk perilaku dengan membantu anggota organisasi memilih kepekaan (sense) terhadap sekitarnya. Budaya dapat dilihat dari pola perilaku,budaya tidak terlihat tapi berwujud (Schein, 1991). Budaya organisasi akan mempengaruhi para manajer dalam mengambil keputusan dalam aktifitas perusahaan baik yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan atau pengawasan. Budaya organisasi mempunyai dampak terhadap perilaku tenaga kerja, dan akan mengurangi perputaran karyawan (Schein, 1991). Berdasarkan penjabaran di atas terdapat berbagai macam definisi dan pembahasan tentang budaya organisasi. Budaya organisasi yang berkaitan dengan kepemimpinan dan motivasi (Schein, 1992). Berhubungan dengan kinerja (Kotter dan Heskett, 1992). Budaya organisasi berkaitan dengan efektifitas (Denilson, 1990). Keterkaitan antara budaya organisasi dengan kinerja dan kepuasan kerja (Robins, 2001). Dalam penelitian ini pengertian budaya organisasi yang digunakan adalah yang berhubungan dengan perilaku anggota organisasi di mana Hosftede (1994) menyatakan budaya organisasi sebagai keseluruhan pola pemikiran, perasaan dan tindakan dari suatu kelompok sosial yang membedakan dengan kelompok lainnya. Kotler dan Heskett (1992) yang menyatakan budaya dalam organisasi terdiri dari nilai yang dianut bersama dan norma perilaku kelompok. Akan tetapi dalam penelitian ini secara khusu mengadopsi pendapat dari (Schein, 1991) yang menyatakan Budaya organisasi mempunyai dampak terhadap perilaku tenaga kerja, dan akan mengurangi perputaran karyawan (Schein, 1991). Budaya organisasi dalam konsep perubahan organisasi dikatakan bekerja sebagai mekanisme regulasi, mempersatukan individu ke dalam struktur social dan digunakan oleh pimpinan untuk mendukung perubahan strategis. Ini sangat sesuai dengan konsep perubahan kepemilikan dipembahasan awal dimana, perubahan kepemilikan akan diiringi dengan perubahan pimpinan (CEO) dalam organisasi. Hal tersebut mempresentasikan bagaimana suatu kerja harus diselesaikan, merefleksikan kepercayaan anggota organisasi tentang perilaku-perilaku dan prosedur-prosedur yang sesuai dengan budaya organisasi. Menurut Schein (1984) pemimpin mempunyai peran yang sangat penting dalam langkah awal dari pembentukan budaya, peran tersebut menjadi sangat penting dalam proses perubahan budaya. Pemimpin tidak hanya harus bisa memastikan dan menjamin memberikan solusi yang baru dan lebih baik tetapi juga memberikan rasa aman dan toleransi terhadap perubahan tersebut dan respon yang baik atas perubahan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka bentuk perubahan yang dilakukan oleh pimpinan baru akan diteliti secara mendalam dan dikonfirmasikan kepada seluruh level dibawahnya dan juga apakah berdampak kepada perilaku organisasi. Pengertian tersebut sesuai dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sistem pengendalian manajemen Hongren, Foster dan Datar (2003) dan kerangka system pengendalian manajemen (Herath, 2001). Di mana menurut Herath (2001) komponenkomponen dari sistem pengendalian: strategi dan struktur perusahaan, budaya perusahaan, dan sistem informasi manajemen. Struktur organisasi terdiri dari hierarki organisasional, peraturan dan regulasi serta hubungan pelaporan, sedangkan strategi menggambarkan sasaran dan tujuan organisasi serta cara- Sidharta, Apakah Perubahan Budaya Organisasi Berdampak Kepada Perubahan Management Control System cara untuk mencapainya. Budaya perusahaan merupakan kumpulan nilai, kepercayaan, norma dan pola perilaku individu yang membentuk organisasi. Sistem informasi manajemen terdiri dari sistem informasi formal dan informal untuk manajer. Jika terdapat komponen yang tidak sesuai dengan empat komponen lainnya, ”akan membuat sistem pengendalian manajemen yang tidak efektif” (Teall, 1992, p.31). Budaya perusahaan sebagai komponen pengendalian manajemen terdiri dari kepercayaan dan perilaku karyawan dan konsumen seperti yang digambarkan melalui kebijakan organisasi atau praktek manajemen puncak, nilai dan norma dominan seperti kualitas produk, pola perilaku seperti ritual dan bahasa serta faktor iklim seperti interaksi antara manajer dan bawahan dan lain sebagainya. Di kerangka yang diberikan, hubungan antaracore management package dan budaya perusahaan merupakan hubungan dua arah karena satu dengan yang lainnya berhubungan, mereka memiliki dampak dalam bagaimana nilai-nilai dikembangkan secara tepat. Hal ini berarti budaya perusahaan dipandang sebagai sesuatu yang dapat diatur, walaupun budaya perusahaan dipandang dapat diciptakan melalui tahap-tahap di organisasi. Sehubungan dengan itu, Johnson dan Gill (1993, p.104) mengemukakan: Para penemu mengadakan budaya perusahaan dalam tingkatan yang utama, tetapi diperdebatkan mengenai apa yang kita ketahui pada tahap ini merupakan budaya yang diciptakan daripada budaya yang dapat diatur - walaupun sudah pasti para pemimpin memiliki peran penting dalam proses pembentukan. Budaya perusahaan dipercaya memiliki pengaruh penting dalam sistem pengendalian manajemen organisasi karena dapat memperngaruhi perilaku anggota organisasi. Core management control dalam organisasi seharusnya sesuai dengan budaya organisasi (Flamholtz, 1983). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa dari keempat lingkungan organisai yang ada yaitu: struktur organisasi dan strategi, core control package, system informasi manajemen dan budaya organisasi, faktor budaya organisasi adalah faktor yang paling penting dalam lingkungan organisasi karena faktor tersebut mempengaruhi ketiga faktor yang lainnya. 37 bisnis saat ini. Proses perubahan dimulai pada awal 1990an (Otley, 1994). Otley menekankan bahwa manajemen saat ini menekankan pada fleksibilitas, fokus yang luas, adaptasi yang lebih baik dan kemauan untuk belajar. Sistem pengendalian manajemen awal (tradisional), tidak didasarkan pada konsep ini. Otley berargumen, bahwa definisi dari Anthony sudah tidak kekinian lagi dan menghalangi perkembangan dari akuntansi manajemen. Literatur sistem pengendalian manajemen yang lain umumnya juga mempunyai tujuan worker-oriented control system (Macintosh, 1995). Focus dari pengertian itu adalah adanya partisipasi yang jelas dari karyawan dalam proses pengambilan keputusan. Dengan dugaan jika pekerja telah terbiasa dengan sistem ini, mereka akan lebih termotivasi dalam kerja dan tingkat produktivitas akan naik. Hal ini disebabkan adanya penghargaan dari perusahaan dengan ditampung dan diperhatikannya kontribusi pendapat yang diberikan. Dalam organisasi bisnis sistem pengendalian manajemen memainkan peran yang sangat penting, di mana mereka manyajikan instrumen yang membuat agar perusahaan tetap bertahan dalam ketidakpastian lingkungan. Otley berargumen dalam iklim yang selalu berubah memaksa manajemen untuk selalu dapat cepat untuk menyesuaikan, dalam hal ini keterlibatan aktif dalam jumlah besar karyawan sangat dibutuhkan. Ini berarti juga adanya pemberdayaan atas level rendah dari anggota organisasi. Dalam konteks ini, system pengendalian manajemen dapat juga digunakan sebagai alat kontrol oleh kelompok kerja dalam semua tingkatan. Pemberdayaan berarti level rendah organisasi diberi wewenang dan tanggungjawab, sehingga manajer level rendah mempunyai keberanian dan pemikiran untuk membantu mencapai tujuan perusahaan. Hal tersebut, diduga belum nampak timbul pada BUMN yang ada. Dengan adanya peralihan sebagian kepemilikan baik kepada investor lokal maupun kepada investor asing, peneliti ingin melihat apakah juga terdapat perubahan dalam system pengendalian manajemen, dan seberapa besar perubahannya. (Libby & Waterhouse, 1996; Waweru,et al., 2004) berpendapat perubahan kepemilikan akan berdampak kepada perubahan teknik-teknik SPM seperti dari proses perencanaan dan penganggaran, product costing FUNGSI SISTEM PENGENDALIAN dan pricing, pelaporan internal dan pengambilan MANAJEMEN keputusan, pengendalian biaya & pengurangan keboPerubahan dalam lingkungan eksternal dan rosan serta pengukuran kinerja dan evaluasi. internal tergambarkan dengan jelas dalam lingkungan 38 Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 34–45 Hal-hal tersebut di atas, belum banyak diterapkan dalam BUMN pra privatisasi. Fungsi-fungsi tersebut masih sebagian kecil digunakan oleh BUMN (Sidharta, 2002) . sebagai contoh, hanya sekitar 20% manajer BUMN menyusun anggaran yang berhubungan dengan aktivitas, sebaliknya terdapat 80% manajer PMA yang menggunakan data informasi akuntansi pertanggungjawaban sebagai dasar penyusunan anggaran (Sidharta, 2001). dalam bentuk gambaran iteratif (iterative nature). Analisis data didasarkan pada ”the ladder of analytical abstratction” atau analis abstraksi jenjang yang dikembangkan oleh Carney (1990) dalam Miles dan Huberman, (1994) yang terdiri atas tahapan-tahapan sebagai berikut: Akan dijelaskan secara rinci tahapan-tahapan dan hal-hal relevan yang diperlukan dalam penelitian kualitatif. Secara garis besar, tahapan dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut: METODE PENELITIAN Fenomenologi adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini, karena penelitian ini adalah studi kasus, maka penelitian ini dapat juga disebut penelitian fenomenologi studi kasus(phenomenologies case study research). Pengertian penelitian studi kasus adalah: pengujian intensif, menggunakan berbagai sumber bukti terhadap satu entitas tunggal yang dibatasi ruang dan waktu. Pada umumnya studi kasus dihubungkan dengan sebuah lokasi. Kasusnya mungkin sebuah organisasi, sekumpulan orang seperti kelompok kerja atau kelompok sosial, komunitas, peristiwa, proses, isu (Daymon dan Holloway, 2002) TEKNIK PENGUMPULAN DAN VALIDASI DATA Partisipan dalam penelitian ini adalah orang yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang relevan sesuai dengan topik penelitian serta mempunyai cukup waktu dan mau untuk diwawancara. Juga diharapkan bisa melaksanakan interview sampai dengan level terendah dalam organisasi untuk mengetahui proses implementasi dari perubahan sistem pengendalian manajemen yang dikaitkan dengan Gambar 1. Model Desain Penelitian Kualitatif manajemen puncak dan manajemen rendah. Sehing- Sumber: Myers (2009:23) Qualitative research in business and management ga partisipan dalam penelitian ini adalah para manajer dari strata manajemen puncak hingga manajemen Metode penelitian kualitatif dikembangkan daoperasional. lam penelitian ilmu sosial untuk mempelajari fenomena sosial dan budaya. Di hampir semua kasus, ANALISIS DATA data kualitatif dapat membantu peneliti untuk memaAnalisis naratif adalah teknik yang digunakan hami orang, motivasi dan aksi dan juga batasan kerja dalam penelitian ini. Analisis data dapat mempertim- atau hidup. Penelitian kualitatif sangat baik dilaksabangkan proses yang sedang berlangsung, berbeda nakan jika kita ingin mempelajari secara khusus dengan penelitian event study. Analisis data kuali- subyek dengan mendalam (in-depth). Sangat bertatif adalah pencarian pernyataan umum (general manfaat untuk penelitian eksploratori, apabila topik statements) tentang hubungan antara kelompok yang dibahas relatif baru atau masih sedikit studi data; dasar bentuk dari pengembangan konsep teori. dan publikasi sebelumnya atas topik tersebut. Juga Dalam penelitian ini, keseluruhan proses pengum- sangat ideal untuk penelitian dibidang sosial, budaya, pulan data, analisis dan formulasi konklusi dihasilkan dan aspek politik masyarakat dan organisasi. Sidharta, Apakah Perubahan Budaya Organisasi Berdampak Kepada Perubahan Management Control System 39 mungkin sebuah organisasi, sekumpulan orang seSetiap penelitian harus berdasarkan kepada perti kelompok kerja atau kelompok sosial, komuniasumsi filosofi yang digunakan sebagai dasar pijakan tas, peristiwa, proses, isu (Daymon dan Holloway, bagi langkah selanjutnya sesuai dengan model desain 2002) penelitian diatas. Asumsi filosofi yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretif. Pendekatan TEKNIK PENGUMPULAN DAN VALIDASI interpretif ini adalah suatu pendekatan dalam peneli- DATA tian yang berbeda dengan pendekatan yang sudah Partisipan dalam penelitian ini adalah orang lazim dan mapan dilakukan, yaitu pendekatan yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman positivist atau empiris. Sesuai dengan difinsi di atas, yang relevan sesuai dengan topik penelitian serta pendekatan interpretif ini dimulai dengan paradigma mempunyai cukup waktu dan mau untuk diwawanbahwa realitas itu dibangun sebagai wujud dari cara. Juga diharapkan bisa melaksanakan interview konstruksi sosial (social construction). Oleh sampai dengan level terendah dalam organisasi untuk karena itu pendekatan ini sering juga disebut sebagai mengetahui proses implementasi dari perubahan sispendekatan konstruksionis. Intinya adalah, realitas tem pengendalian manajemen yang dikaitkan dengan atau fakta itu adakah sesuatu yang dibangun manusia manajemen puncak dan manajemen rendah. Sehingdalam ruang pikirannya, dan dipertajam dengan ga partisipan dalam penelitian ini adalah para manaproses interaksi sosial. jer dari strata manajemen puncak hingga manajemen Interpretive kemudian dipiih dalam penelitian operasional. ini karena berdasarkan riset awal (pre eleminary survey) ditemukan bahwa perusahaan telah beru- ANALISIS DATA bah menjadi PT Semen Indonesia dimana menarik Analisis naratif adalah teknik yang digunakan untuk dikaji apakah juga terdapat perubahan budaya dalam penelitian ini. Analisis data dapat mempertimkorporasi. bangkan proses yang sedang berlangsung, berbeda dengan penelitian event study. Analisis data kualiMETODE PENELITIAN tatif adalah pencarian pernyataan umum (general Fenomenologi adalah metode yang digunakan statements) tentang hubungan antara kelompok dalam penelitian ini, karena penelitian ini adalah studi data; dasar bentuk dari pengembangan konsep teori. kasus, maka penelitian ini dapat juga disebut pe- Dalam penelitian ini, keseluruhan proses pengumnelitian fenomenologi studi kasus p( henomeno- pulan data, analisis dan formulasi konklusi dihasilkan logies case study research). Pengertian penelitian dalam bentuk gambaran iteratif (iterative nature). studi kasus adalah: pengujian intensif, menggunakan Analisis data didasarkan pada ”the ladder of analyberbagai sumber bukti terhadap satu entitas tunggal tical abstratction” atau analis abstraksi jenjang yang dibatasi ruang dan waktu. Pada umumnya studi yang dikembangkan oleh Carney (1990) dalam kasus dihubungkan dengan sebuah lokasi. Kasusnya Miles dan Huberman, (1994) yang terdiri atas tahapan-tahapan sebagai berikut: ASUMSI FILOFOFI Gambar 2. Tahapan Analisis Data Sumber: Miles dan Huberman (1994) 40 Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 34–45 PEMBAHASAN Perubahan Kepemilikan Salah satu momen penting bagi manajemen PT Semen Gresik (Persero) Tbk, adalah tanggal 15 September 1995, saat Semen Gresik berkonsolidasi dengan Semen Padang (SP) dan Semen Tonasa (ST), yang kemudian dikenal dengan nama Semen Gresik Group (SGG). Pada tanggal 17 September 1998, pemerintah RI melepas kepemilikan sahamnya di Perseroan sebesar 14% melalui penawaran terbuka yang dimenangkan oleh Cemex S.A. de CV sebuah perusahaan semen global yang berpusat di Meksiko. Komposisi kepemilikan saham berubah menjadi Negara RI 51%, Masyarakat 35% dan Cemex 14%. Sejak 30 September 1999 komposisi kepemilikan berubah menjadi: Pemerintah 51,01% Masyarakat 23,46% dan Cemex 25,53% karena pembelian saham sebesar 11,53% oleh Cemex di lantai bursa. Blue Valley Holding PTE Ltd yang berkantor di Singapura merupakan salah satu anak perusahaan Rajawali Grup yang pada tanggal 27 Juli 2006 membeli 24,90% (147.694.848 lembar) saham Semen Gresik yang dimiliki Cemex. Komposisi kepemilikan saham berubah menjadi: Pemerintah 51,01% Masyarakat 24,09% dan Blue Valley Holding PTE Ltd 24,90%. Pada Maret 2010 Blue Valley Holding PTE Ltd menjual kepemilikan sahamnya di Semen Gresik kepada masyarakat sehingga komposisi saham berubah menjadi: Pemerintah 51% dan Masyarakat 49%. PT Semen Gresik (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak di bidang semen dan mempunyai beberapa anak perusahaan. Perubahan bentuk usaha tesebut ternyata tidak disertai dengan adanya perubahan dalam budaya perusahaan. Budaya single entity tetap menjadi budaya perusahaan, tidak berubah menjadi budaya korporasi. Padahal secara riil perusahaan sudah menjadi bentuk korporasi bahkan sebagian kepemilikannya sudah menjadi milik asing dan masyarakat. Menurut Vickers & Yarrow (1988) perubahan kepemilikan akan menjadikan pengendalian manajemen yang lebih baik dalam bentuk praktik atau teknik. Peneliti lain yaitu Vining dan Boardman, (1992), Boycko, Shleifer, Vishny, (1994, 1996), Nellis, (1994), Brada, (1996), dan Shleifer, (1998) menyatakan, privatisasi dilakukan untuk mencapai peningkatan substansial dalam kinerja bisnis perusahaan. Khusus pada hampir 8 tahun era Cemex (19982006) tidak ada perubahan dalam proses manajemen perusahaan ataupun budaya organisasi. Hal ini dikarenakan perusahaan masih berkutat dalam masalah internal organisasi sebagai akibat adanya penggabungan usaha dan perubahan sebagian kepemilikan ke asing (Sidharta, 2011). Masalah tersebut berdampak kepada suasana kerja yang tidak kondusif. Anak perusahaan yang enggan untuk bergabung bahkan enggan untuk memberikan laporan keuangan tahunan, merupakan indikator buruknya suasana kerja yang tidak kondusif. Budaya organisasi korporasi juga tidak nampak, karena mereka berperilaku tidak seperti anak perusahaan. Hal tersebut berdampak kepada rendahnya kinerja keuangan. Denison (1984), di mana budaya organisasi memiliki dampak terhadap kinerja keuangan, keinginan untuk keluar (Sheridan, 1992), bahkan sukses atau tidaknya merger dan akuisisi (Cratwright dan Cooper, 1993). Hal mengenai perubahan dalam teknik-teknik SPM ditanyakan kepada Bapak Joko, staf akuntansi keuangan: ”…tidak ada perubahan dalam cara membuat RKAP (anggaran) kami (PT Semen Gresik) begitu juga dalam metode penghitungan biaya produksi dan harga jual” Dalam penilaian kinerja, berdasarkan wawancara dengan Direktur Produksi era Cemex, dikatakan: ”…mereka (wakil direktur utama) mempunyai cara penilaian kinerja yang bagus, akan tetapi sistem tersebut hanya meraka yang memiliki. Hasil evaluasi kinerja setelah rapat direksi diminta kembali oleh wakil direktur utama”. Tidak adanya perubahan budaya selama terjadinya perubahan kepemilikan. Realita ini berarti bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa perubahan utama internal organisasi perusahaan dengan obyek peningkatan efektifitas, efisiensi dan nilai pemegang saham akhirnya akan berdampak pada perubahan budaya organisasi. Dalam perusahaan privatisasi atau perubahan kepemilikan bukan hanya pengalaman struktural yang berpengaruh akan tetapi perubahan budaya juga berpengaruh terhadap operasional perusahaan (Cuervo and Villalonga, 2000; Sidharta, 2011). Iklim perusahaan menjadi lebih baik saat sebagian kepemilikan perusahaan beralih kepada pengusaha nasional. Iklim yang kondusif mampu membuat kinerja perusahaan menjadi lebih baik. Dalam tiga tahun, laba bersih Semen Gresik tumbuh dua kali lipat dari Rp1,7 triliun menjadi Rp3,3 triliun. Apabila dibandingkan dengan tahun 2008 laba bersih perusahaan naik 30,95%. Kinerja perusahaan untuk tahun Sidharta, Apakah Perubahan Budaya Organisasi Berdampak Kepada Perubahan Management Control System 2009 adalah pendapatan sebesar Rp14,4 triliun, laba bersih 3,326 triliun dan rasio beban pokok terhadap pendapatan (COGS) sebesar 52,9%, EBITDA Rp4.772.573.000.000,- dan EPS Rp566,-. Adapun hingga triwulan I-2010, laba bersih Semen Gresik tumbuh sekitar 17,81% menjadi Rp802,48 miliar dibanding periode sama 2009 sebesar Rp681,12 miliar. Menurut CEO Perusahaan Masuknya Grup Rajawali dengan mengakuisisi 24,9% saham Cemex Asia Holdings Ltd pada 2006 juga turut andil mengurai benang kusut Semen Gresik akibat konflik berkepanjangan bernuansa sosial politik. Isu nasionalisme mulai pudar sejak pengambilalihan kepemilikan asing itu. Saat kepemilikan asing belum diambil alih Grup Rajawali, permasalahan yang muncul tidak saja terkait dengan aspek ekonomi, tapi juga politis. Perubahan kepemilikan dari Cemex kepada Grup Rajawali pun membawa iklim kerja yang berbeda. Jika dulu unsur primordialisme cukup kuat maka pada saat Grup Rajawali masuk, primordialisme tidak lagi kental karena sama-sama ”made in Indonesia”. Masuknya Grup Rajawali juga tidak diikuti demonstrasi dan protes ketidakpuasan seperti saat Cemex masuk” Sumber: press release Semen Gresik Walau iklim perusahaan sudah mulai kondusif, akan tetapi perubahan menjadi budaya korporasi masih belum dapat diterapkan. Perusahaan masih mencoba untuk membuat sinergi dengan anak perusahaan. Suatu kondisi yang menarik untuk diteliti, mengingat ketiga perusahaan semen tersebut adalah milik pemerintah. Menurut mereka ini terjadi karena perusahaan sangat disibukkan dengan penyesuaian penggabungan usaha juga budaya perusahaan yang berbeda. Selain itu juga adanya sikap dari kedua perusahaan yang bertanya-tanya mengapa mereka yang digabung kedalam PT Semen Gresik. ” …..ini jaman revolusi, seluruh perencanaan approval pemegang saham dan dilimpahkan ke BOC, tetap hanya memiliki perencanaan jangka pendek atau RKAP saja satu tahunan, sulitnya menggabungkan dua culture yang berbeda”. Menurut sekretaris perusahaan. Masalah utama yang timbul dalam era ini adalah belum adanya kesamaan pemikiran bahwa kalau bersatu menjadi holding company akan menjadi lebih baik. Ada kebanggaan yang terusik ketika harus bergabung dengan PT Semen Gresik. Walaupun saham sama-sama dimiliki oleh pemerintah, akan 41 tetapi penggabungan usaha tidak mudah begitu saja. Aspek kebanggaan perlu diperhatikan oleh pemerintah serta pemahaman bahwa dengan digabung akan membuat kinerja perusahaan jauh lebih baik perlu dilakukan. Sosialisasi sangat perlu dilakukan sehingga seluruh anggota organisasi mengerti manfaat dari penggabungan usaha tersebut. Pada proses penggabungan sepertinya pemerintah tidak melakukan sosialisasi secara mendalam. Apabila ditinjau dari perspektif pendekatan dalam perubahan organisasi, maka perubahan yang dilakukan dalam kasus konsolidasi PT Semen Gresik adalah pendekatan directed change. Directed change adalah perubahan yang timbul dari atas/ otoritas, dalam hal ini adalah pemerintah. Pemerintah menciptakan perubahan dan mengumumkan keseluruh anggota organisasi untuk menerima perubahan tersebut (Buono dan Kerber, 2010). Hal ini berakibat dengan munculnya resistensi dari karyawan, masyarakat dan komunitas yang ada di perusahaan. Keselarasan tujuan yang merupakan tujuan dari sistem pengendalian manajemen tidak dapat terbentuk. Penggabungan yang akan membuat kinerja perusahaan menjadi lebih baik juga tidak tercapai. Menurut sekretaris koroporasi: ”…situasi pada saat itu bisa saya gambarkan panas, karena belum adanya kesepahaman tentang pentingnya penggabungan dan adanya pemahaman kenapa saya harus digabung dan bukan mereka yang bergabung”. Pola pikir pengelolaan korporasi belum muncul di anak perusahaan, sehingga situasi perusahaan menjadi tidak kondusif. Ini berpengaruh kepada perencanaan dan pengendalian atas korporasi. Situasi yang muncul adalah banyaknya hal-hal yang bersifat non teknis. Situasi yang kondusif sangat diperlukan oleh perusahaan agar rencana-rencana korporasi yang dibuat benar-benar merefleksikan kebutuhan induk dan anak perusahaan. Kondisi ini internal perusahaan ini juga didukung oleh khususnya masyarakat Sumatera Barat yang juga tidak setuju terhadap penggabungan ini. Akusisi oleh PT Semen Gresik ternyata tidak didukung dokumen legal yang memadai seperti peraturan pemerintah (PP) (Prasetiantono, 2006). Perlu usaha yang ekstra dari pemerintah sebelum proses penggabungan dilakukan, konsolidasi perusahaan tidak semudah melakukan konsolidasi laporan keuangan. Terdapat aspek-aspek humanis yang harus diperhatikan dan itu sepertinya luput dari perhatian pemerintah. Perlu upaya-upaya yang 42 Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 34–45 ekstra dan massive agar komunitas perusahaan dan lingkungan bisa menerima dan mengerti alasan dan manfaat perubahan menjadi korporasi, semakin banyak yang mengerti akan semakin banyak dukungan yang akan diterima. ”…adanya pride yang terusik dan budaya yang berbeda dalam perusahaan” tutur staf sekretaris korporasi. Budaya adalah hubungan dan interaksi dalam perilaku individu di organisasi yang terutama berasal dari kepercayaan, nilai, moral, kebiasaan dan pengetahuan. Budaya perusahaan selanjutnya dapat diaplikasikan dalam memahami organisasi dan perilaku anggota organisasi. Karena pengaruhnya yang sangat besar itulah maka layak kalau budaya dikatakan faktor internal yang terpenting untuk diperhatikan. Efektifitas pengendalian manajemen tidak dapat terlaksana tanpa melihat norma budaya perusahaan. Budaya perusahaan berarti juga apa yang biasa dilakukan di organisasi dan apa yang tidak dilakukan di organisasi tersebut. Dalam penggabungan usaha yang terjadi di PT Semen Gresik, masing-masing perusahaan pasti mempunyai budaya perusahaan yang berbeda. Perbedaan tesebut akan nampak pada aktualisasi pengendalian manajemen perusahaan. Ketika berbicara tentang pengendalian manejemen maka pasti kita juga berbicara tentang perilaku dalam organisasi, karena sesungguhnya inti dari pengendalian manajemen adalah bagaimana perilaku yang berbeda dari individu dapat berkolaborasi ke arah satu tujuan dalam kerangka budaya organisasi. Peran dari budaya organisasi terlihat jelas yaitu sebagai perekat tujuan masing-masing individu. Hal tersebut sesuai dengan analisa Lau, Kilbourne, dan Woodman (2003), dan Schein (2004) yang menyatakan bahwa iklim dan budaya organisasi sebagai sumber utama penyebab kegagalan perubahan organisasi. Perubahan budaya adalah inti dari perubahan organisasi, dan budaya organisasi adalah faktor yang menentukan perilaku organisasinya. Gagal dalam membangun budaya perubahan dalam organisasi sama dengan gagal dalam perubahan, budaya korporat yang seharusnya muncul dalam proses konsolidasi tidak muncul dalam kasus ini. Temuan tersebut juga sesuai dengan Cotter (1996) di mana dikatakan bahwa penyebab utama kegagalan dalam perubahan organisasi adalah kesalahan dalam proses perubahan. Upaya untuk merubah peraturan selalu mendapat perlawanan, dan semakin besar serta tua suatu perusahaan maka perlawanannya pun akan semakin besar. Pemerintah dalam penggabungan usaha industri semen, sepertinya lupa tentang pentingnya memperhatikan aspek budaya perusahaan. Hal ini mengakibatkan suasana antar perusahaan menjadi panas, tidak adanya upaya sistematis untuk mengembangkan budaya korporat serta dampak positif dari munculnya korporasi tidak dikomunikasikan dengan jelas. Akibat dari ini semua adalah tidak dimilikinya rencana jangka panjang/RJP group, serta jangka pendek RKAP group, yang ada adalah perusahaan bergerak seolah-olah tidak ada dampak dari penggabungan terhadap pengendalian manajemen perusahaan. Perencanaan tiap-tiap perusahaan yang seharusnya mengacu kepada perencanaan group sehingga timbul sinergi yang kuat antar perusahaan yang memunculkan kinerja yang optimum tidak terjadi. Realita tersebut apabila dianalisis dengan menggunakan teori perubahan organisasi, maka baik dari teori E, yaitu perubahan organisasi didasarkan pada nilai ekonomi maupun teori O, perubahan organisasi bertujuan untuk mengembangkan kapabilitas organisasi (Beer dan Nohria, 2000) sesungguhnya inti dari perubahan adalah kinerja yang lebih baik. Apabila ditinjau dari teori manajemen perubahan, maka menurut Oakland dan Tanner (2007) kepemimpinan memegang peranan penting dalam menginspirasi perubahan melalui organisasi dan meyakini bahwa perubahan tersebut diimplementasikan. Pimpinan berdasarkan pengalaman dan ketajaman berpikir dapat membantu anggota organisasi untuk memahami transformasi serta membangun kepercayaan atas manfaat perubahan. Keengganan untuk berubah tersebut apabila dianalisis berdasarkan sejarah perubahan PT Semen Gresik dan teori perubahan Self dan Shraeder (2008), maka dapat disimpulkan bahwa perubahan perusahaan termasuk dalam domain change-specif factors artinya proses perubahan tersebut dipandang cacat dan tidak adil sehingga menimbulkan keengganan untuk berubah, demikian pula apabila isi dan tujuan perubahan tersebut tidak jelas, maka akan menimbulkan keengganan untuk berubah. Berdasar faktor informal yang mempengaruhi sistem pengendalian manajemen, terhadap faktor yang paling kuat mempengaruhi sistem pengendalian manajemen yaitu gaya manajemen. Gaya manajemen akan terefleksikan kepada sikap bawahannya. Gaya manajemen yang bersumber dari pimpinan akan mempengaruhi cara pandang seluruh anggota organisasi terhadap kondisi organisasi saat ini. Sidharta, Apakah Perubahan Budaya Organisasi Berdampak Kepada Perubahan Management Control System ”….Lebih banyak ngemong, boro-boro masuk sana melakukan perencanaan dan kontrol dan sebagainya minta data report agak sulit.” tutur sekretaris korporasi. Keengganan pimpinan untuk menyerahkan data perusahaan dapat diartikan sebagai bentuk dari ketidaksetujuan perusahaan terhadap akuisisi ini. Sekali lagi proses penyamaan persepsi dan manfaat sangat perlu dilakukan secara sistematis dan gradual sehingga proses akusisi ini tidak mendapatkan resistensi yang besar dari masyarakat. Akibat dari keengganan tersebut tampak dengan tidak adanya rencana jangka yang dimiliki korporasi. Perencanaan tahunan hanya dibuat berdasarkan asumsi-asumsi makro yang akan timbul pada tahun berikutnya tanpa melandaskan kepada pencapaian tujuan visi perusahaan. Menurut sekretaris korporasi: ”… RKAP perusahaan dibuat berdasarkan asumsi-asumsi makro yang akan terjadi pada tahun depan”. Untungnya pada era ini, penetrasi pesaing tidak terlalu agresif sehingga tidak mengganggu pangsa pasar yang ada. Holchim (Ltd) perusahaan asal Swiss baru masuk di Indonesia pada tahun 2001 dengan membeli 77,3% saham PT Semen Cibinong yang memiliki 13,6% pangsa pasar semen nasional. Perusahaan Jerman, Heidelberg Cement Group mengambil alih 65,14% saham PT Indocement Tunggal Prakarsa pada tahun 2001 yang memiliki 34% pangsa pasar semen nasional sebanyak 65,14% pada tahun 2001. Cementia Holding, perusahaan asal Perancis memiliki 88% saham PT Semen Andalas. Mereka pada saat masuk, masih berkutat kepada ketahanan finansial perusahaan akibat terjadinya krisis Asia pada tahun 1998. Dalam perspektif penggabungan usaha PT Semen Gresik, pemerintah sebagai pemegang saham telah melakukan salah satu bentuk sistem formal yaitu perencanaan. Melalui kementerian keuangan pada waktu itu, pemerintah merencanakan akan membuat perusahaan induk (holding company) untuk indsutri semen, dan hal itu telah dilakukan. Akan tetapi aspek-aspek proses informal belum dilakukan sehingga muncul resistensi yang keras dari perusahaan yang diakusisi. Aspek terebut adalah faktor eksternal berupa etos kerja, dan faktor internal berupa budaya, gaya manajemen, organisasi informal, persepsi dan komunikasi (Anthony dan Govindarajan, 2002). 43 Dalam implementasi perencanaan ada hal prinsip yang harus diperhatikan agar tidak terjadi gejolak seperti kasus akusisi PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa, yaitu keengganan untuk berubah (resistance of change). Dalam prinsip ini dikenal istilah, yaitu semakin besar perbedaaan perubahan yang direncanakan dengan cara-cara yang diterima, semakin besar pula potensi keengganan orang-orang yang terlibat. Merubah cara pikir dan kerja menjadi bentuk korporasi adalah hal yang besar untuk dilakukan, sehingga besar pula resistensinya. Agar hal tersebut tidak terjadi seharusnya ketika bentuk organisasi berubah, maka seharusnya visi, misi perusahaan juga ikut berubah. Visi yang merupakan sumber acuan dari semua nilai, prinsip, etika dan keyakinan yang kemudian dijabarkan dalam bentuk etika bisnis yang mengatur hubungan antar perusahaan dan juga seluruh anggota organisasi. Pola hubungan tersebut kemudian akan membentuk budaya perusahaan. Perubahan organisasi tanpa diiringi dengan perubahan visi akan mengakibatkan tidak munculnya budaya korporasi. Ketiadaan budaya korporasi inilah yang menyebabkan tidak lancarnya penggabungan perusahaan sehingga mengakibatkan terganggunya kinerja perusahaan. realita penggabungan hanya sebatas diatas kertas belum ke dalam fungsi, pengendalian, dan strategi perusahaan. Model budaya organisasi dari Denison dan Mishra (1995) sangat jelas menunjukkan hubungan antara budaya dengan perubahan organisasi. KESIMPULAN Sebelum konsolidasi, perlu dilakukan penyamaan persepsi tentang pentingnya pendirianHolding Company bagi perusahaan. Pertanyaan besar yang ada dalam kasus ini adalah mengapa perusahaan saya yang menjadi anak perusahaan. Dengan adanya brainstroming prakonsolidasi maka diharapkan hambatan-hambatan dalam level top manajemen tidak terjadi. Diseminasi untuk seluruh anggota organisasi menjadi tanggungjawab top manajemen, perlu upaya yang intens dan waktu yang cukup untuk memberi pemahaman kepada seluruh anggota organisasi. Ini juga termasuk kepada masyarakat dan tokoh masyarakat sebagai stakeholders. Apabila langkah tersebut selesai, maka dilakukan identifikasi budaya masing-masing organisasi untuk dijadikan budaya organisasi korporasi yang baru. 44 Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 34–45 DAFTAR RUJUKAN Anthony, R.N. 1965. Planning and Control Systems: A Framework for Analysis. Harvard Business School Press, Boston, MA. Anthony, R.N. 1988. The Management Control Function. Harvard Business School Press, Boston, MA. Anthony, R.N., and Govindarajan, V. 2000. Management Control Systems. New York: NY. McGraw-Hill. Anthony, R., and Govindarajan, V. 2007. Management Control Systems. Chicago, Mc-Graw-Hill Irwin. Anthony, R.N., Dearden, J., and Bedford, N.M. 1984. Management Control Systems. Irwin, Homewood, IL. Anthony, R.N., & Herzlinger, R.1986. Management Control in Non-Profit Organisations. Homewood, Illinois. Arrow, K.J. 1964. Control in Large Organisations. Management Science, April, 1–36. Beer, M., and Nohria, N. 2002. ”Cracking the Code of Change”, Harvard Business Review, pp.133–41. Berry, A.J., Broadbent, J., and Otley, D.T. 1995,Management Control: Theories, Issues and Practices, Macmillan, London. Berry, A.J., Broadbent, J., and Otley, D.T. (Eds). 1998. Management Control Theory: History of Management Thought, Dartmouth Publishing, Aldershot. Cook, P. 1986. Liberalisation in the Context of Industrial Development in LDCs. Manchester Discussion Papers in Development Studies, No. 8602, University of Manchester. Cook, P., & Kirkpatrick, C. 1995. Privatisation Policy and Performance: International Perspectives, Prentice Hall, Harvester Wheatsheaf. Craig, J. 2000. Evaluating Privatisation in Zambia: A Tale of Two Processes. Review of African Political Economy, London, 357–366. Dawson, S. 1996. Analysing Organisations. London: Macmillan, Denilson, D.R. 1990. Corporate Culture ane Organization Effectiveness. New York: John Weely & Sons. Espeland, W.N., & Hirsch, P.M. 1990. Ownership Changes, Accounting Practice, and the Redefinition of the Corporation. Accounting, Organisations & Society, 15, 1/2, 77–96. Forster, T.H., and Mouly, S. 2006. Privatisation in a Developing Country: Insights from the Gambia. Journal of Organizational Change Management. Vol. 19 No. 2, 2006. pp. 250–265. Herath, S.K. 2006, ”A framework for management control research”, Journal of Management Development, Vol. 26 No. 9, 2007, pp. 895–915. Hofstede, G. 1978. ”The poverty of management control philosophy”, The Academy of Management Review, pp. 450–61. Jones, C.S. 1992. The Attitudes of Owner-Managers towards Accounting Control Systems Following Management Buy-Outs. Accounting, Organisations & Society, 17, 2: 151–68. Jones, C.S. 1985. An Empirical Study of the Role of the Management Accounting Systems Following Take- Over or Merger. Accounting, Organisations & Society, 10, 2: 177–200. Karatas, C. 1995. ’Has Privatisation Improved Profitability and Performance of the Public Enterprises in Turkey’, in Cook, P. & C. Kirkpatrick (eds.), Privatisation and Performance, Prentice-Hall, Harvester Wheatsheaf, 244–62. Kotter, J.P., and Heskett, S.L. 1997. Corporate Culture and Performance, PT. Prenhallindo & Schruster (Asia) Pte Ltd. Jakarta. Libby, T., and Waterhouse, J.H. 1996. Predicting change in management accounting systems. Journal of Management Accounting Research, 8, 137–50. Miles, M., and Huberman, M. 1994. Qualitative Data Analysis. London: Sage. Myers, Michael, D. 2009. Qualitative Research in Business and Management, Sage Publication, Singapore. Otley, D. 1994. Management Control In Contemporary Organizations: Towards A Wider Framework, Management Accounting Research, 5, 289–299. Otley, D. 2003. Management Control and Performance Management: Whence and Whither?. The British Accounting Review, 35:309–326, (Online), dalam Elsevier (www.elsevier.com/locate/bar), diakses 6 Januari 2010. Ouchi, William, G. 1977. The Relationship Between Organizational Structure and Organizational Control. Administrative Science Quaterly , 22(1): 95-113, (Online), dalam JSTOR (http://www.jstor.org/ stable/2391748), diakses 23 Februari 2010. Ogden, S.G. 1993. The Limitations of Agency Theory: The Case of Accounting-Based Profit Sharing Schemes. Critical Perspectives on Accounting, 4, 2: 179–206. Potts, D. 1995. ’Nationalisation and Denationalisation of State Agriculture in Tanzania 1967-1990’, in Cook, P. & C. Kirkpatrick (eds.), Privatisation Policy and Performance. Prentice-Hall, Harvester Wheatsheaf, 178–97. Redda, B.M. 2007. Post-privatisation changes in management control, firm activities and performance (The case of Eritrea-based firms), A PhD Thesis, University of Groningen, The Netherlands. Robbins, Stephen, P. 2001. Organizational Behaviour. Schein, E.H. 2004. Organizational Culture and Leadership. Third Edition. San Fransisco: John Wiley & Sons. Sidharta, E.A. 2012 , ”Management Control System: Yes we Change”, Proceeding Seminar, International Sidharta, Apakah Perubahan Budaya Organisasi Berdampak Kepada Perubahan Management Control System Management Acoounting Conference 6, Malaysia. Sidharta, E.A. 2001. Persepsi Manajer tentang Pentingnya Penggunaan Informasi Akuntansi Manajemen, Tesis, Universitas Brawijaya, Malang. Uddin, S., & Hopper, T. 2003. Accounting for Privatisation in Bangladesh: Testing World Bank Claims. Critical Perspectives on Accounting, 2003 (14):739– 774. Vickers, J., & Yarrow, G. 1988. Privatisation in Britain, in W. Paul & W. T. MacAvoy (eds.),Privatisation and State Owned Enterprises: Lessons from the United States, Great Britain and Canada, London: Kluwer Academic Publishers 209–46. Vickers, J., & Yarrow, G. 1988. Privatisation: An Economic Analysis. Cambridge: Massachusetts, The MIT Press. 45 Vickers, J., & Yarrow, G. 1991. Economic perspectives on privatization. Journal of Economic Perspectives, 5, 111"132. Waweru, N.M., Hoque, Z., and Uliana, E. 2004. Management accounting change in South Africa: Case studies from retail services. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 17, 5: 675–704. Weiss, J. 1995. ’Mexico: Comparative Performance of State and Private Industrial Corporations’, in Cook, P. & C. Kirkpatrick (eds.), Privatisation Policy and Performance, Prentice-Hall, Harvester Wheatsheaf. Wright, M., Thompson, S., & Bobbie, K. 1993. Finance and Control in Privatisation by Management BuyOut. Journal of Management Studies, 30, 1:75– 99.