apakah perubahan budaya organisasi berdampak kepada

advertisement
34
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 34–45
APAKAH PERUBAHAN BUDAYA ORGANISASI BERDAMPAK
KEPADA PERUBAHAN MANAGEMENT CONTROL SYSTEM?
Eka Ananta Sidharta
Universitas Negeri Malang
Abstract: The objective of this research was to analyze the organizational culture changing of management control system framework. The frame work of this research was institutional theory. That theory
was the primary theory used to study management accounting. PT Semen Gresik had been chosen as the
object with an interpretive research paradigm and a case study phenomenology research method. The
internal factors consist of vision, mission, strategic plan, culture, structure and system. The second
factor is external factor consisting of government regulation, industry, environment and company’s
image. Indonesia as a developing country and a member of IMF and World Bank has signed a deal with
IMF to conduct reformation in public sector. The change ownership not just rely on highest bidder but
through strategic partner (Sidharta, 2012). It signifies that investors have strengths in several aspects
which are less possessed by Indonesia companies, such as: product advantage, distribution line strength,
international market perception, technology advantage, management and accounting advantage.
Keywords: stated-owned enterprises, change, qualitative research, culture, interpretive
Reformasi pada sektor publik, yang sampai saat ini
didominasi oleh negara yang kurang berkembang
(less developed countries/LDCs) dan juga negara
berkembang, dilakukan selain untuk mengurangi beban anggaran pemerintah dan menambah pendapatan negara juga karena rendahnya tingkat layanan
pada masyarakat. Reformasi dalam bentuk privatisasi adalah kebijakan reformasi yang dianjurkan oleh
Bank Dunia dan juga IMF (Forster & Mauli, 2006;
Craig, 2000; Cook & Kirkpatrick, 1995; Cook,
1986), dengan asumsi perubahan kepemilikan akan
memjadikan pengendalian manajemen yang lebih
baik dan mempertinggi tingkat produktivitas (Vickers
& Yarrow, 1988). Dilain pihak, (UNDP, 1998) and
Kikeri, et al. (1994) berargumen bahwa kesuksesan
dari privatisasi dipengaruhi oeh banyak faktor, antara
lain: makro ekonomi, tingkat kompetisi pasar dan
kerangka kebijakan pemerintah.
Sampai sejauh ini, riset akuntansi khususnya
akuntansi manajemen banyak dihubungkan dengan
privatisasi (finansial dan atau manajerial) yang
dilakukan oleh negara berkembang (Ogden, 1993;
Wright, et al., 1993; Jones, 1992, 1985; Espeland &
Hirch, 1990). Kinerja pasca privatisasi (Uddin &
34
Hopper, 2003; Weiss, 1995; Karatas, 1995),
dihubungkan dengan kontekstual factor (Bereda,
2007). Penelitian dibidang akuntansi pada umumnya
melihat pengaruh perubahan kepemilikan dan peran
dari akuntansi manajemen. Juga debat mengenai
topik tentang kinerja perusahaan setelah privatisasi,
masalah-masalah internal manajerial dan konflik
dalam perusahaan yang diprivatisasi (Potts, 1995).
Akan tetapi penelitian pasca privatisasi khususnya
yang berkaitan terhadap realita internal yaitu perubahan praktek dalam perusahaan sebagai akibat
perubahan pengendalian manajemen dan batasan
organisasi sebagai hasil dari privatisasi yang dihubungkan dengan kinerja organisasi (Wickramasinghe,
1996; Sidharta 2011, 2012) masih belum dilakukan.
Padahal pengendalian manajemen mempunyai
peran fungsi yang sangat penting karena merupakan
satu-satunya alat yang digunakan oleh manajemen
untuk memastikan bahwa tujuan organisasi dapat
tercapai (Anthony & Govindarajan, 2007).
Budaya sebagai faktor informal yang berpengaruh terhadap perilaku individu sebagai pembentuk goal congruance (Anthony & Govindarajan,
2005), berfungsi sebagai pengendali organisasi
Sidharta, Apakah Perubahan Budaya Organisasi Berdampak Kepada Perubahan Management Control System
(Simons, 1995), nilai-nilai dan kepercayaan dari
budaya organisasi memiliki peran penting dalam
operasi sistem pengendalian (Hereath, 2006). Budaya perusahaan menggambarkan komponen penting
lainnya dari kerangka penelitian yang diajuokan
karena telah mempengaruhi perilaku anggota
organisasi. Budaya perusahaan terdiri dari sistem
nilai dan kepercayaan yang dimiliki oleh perusahaan
dan anggota perusahaan (Dawson, 1996; Ouchi,
1979). Contohnya, seperti yang dikatakan oleh
Dawson (1996, p. 141), ”istilah ’budaya’ dalam
analisis organisasional berarti ’nilai dan kepercayaan
yang dibagi” di mana sistem pengendalian manajemen menggambarkan hubungan dan interaksi dalam
perilaku individu di organisasi yang terutama berasal
dari kepercayaan, nilai, moral, kebiasaan dan
pengetahuan. Budaya perusahaan selanjutnya dapat
diaplikasikan dalam memahami organisasi dan
perilaku anggota organisasi. Beach (1993:12),
kebudayaan merupakan inti dari apa yang penting
dalam organisasi. Seperti aktivitas memberi perintah
dan larangan serta menggambarkan sesuatu yang
dilakukan dan tidak dilakukan yang mengatur
perilaku anggota. Budaya berarti merupakan aturan
informal organisasi yang kekuatan mengikatnya juga
sama dengan aturan formal.
Perubahan utama internal organisasi perusahaan dengan obyek peningkatan efektifitas, efisiensi
dan nilai pemegang saham akhirnya akan berdampak
pada perubahan budaya organisasi. Dalam perusahaan privatisasi atau perubahan kepemilikan bukan
hanya pengalaman struktural yang berpengaruh
akan tetapi perubahan budaya juga berpengaruh
terhadap operasional perusahaan (Cuervo and
Villalonga, 2000; Sidharta, 2011). Bagaimanapun
juga masih sangat jarang penelitian tentang bagaimana dampak privatisasi atau perubahan kepemilikan terhadap budaya organisasi dan individu (Cynda
and Cooper, 2001).
Berdasarkan alasan tersebut, maka peneliti
sangat tertarik untuk melihat dampak perubahan
kepemilikan terhadap budaya organisasi dan sistem
pengendalian manajemen.
Pertanyaan Penelitian: bagaimana perubahan
kepemilikan dapat berpengaruh terhadap perubahan
SPM, budaya dan kinerja perusahaan.
35
terhadap kinerja keuangan (Denison, 1984), keinginan untuk keluar (Sheridan, 1992), bahkan sukses
atau tidaknya merger dan akuisisi (Cratwright dan
Cooper, 1993). Ketika privatisasi terjadi dalam konteks perubahan dalam lingkungan lingkungan yang
kompetitif dan menginduksi strategi posisioning baru
pengembangan budaya organisasi adalah isu yang
penting bagi pimpinan.
Konsep tentang budaya organisasi yang dibahas pertama kali oleh Hamons pada tahun 1950
menjadi isu yang penting dibahas sejak awal tahun
1980an. Budaya organisasi adalah seperangkat
asumsi-asumsi, keyakinan-keyakinan, nilai-nilai dan
persepsi yang dimiliki para anggota kelompok organisasi yang membentuk dan mempengaruhi sikap
dan perilaku kelompok yang bersangkutan (Schein,
1986; Hofstede, 1980; Sackman, 1992; Meschi &
Roger, 1995). Sebagai philosophy petunjuk sebuah
kebijakan organisasi dan ataupun konsumen (Ouchi,
1981) nilai yang dominan yang didukung oleh organisasi (Schein, 1991). Manifestasi pada praktek organisasional yang membedakan antara satu kelompok
dengan kelompok organisasi lainnya (Kotter dan
Haskekett, 1992). Kognitif framework yang meliputi
sikap, nilai norma perilaku dan harapan yang disumbangkan anggota organiasi (Stoner, 1995). Perekat
social yang mengikat semua anggota organisasi
secara bersama-sama (Kreitner dan Knicky, 1995)
norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan
perilaku anggota organisasi (Luthan, 1998).
Robbins (2001) menyatakan terdapat 5 fungsi
budaya organisasi yaitu: (1) berperan menetapkan
tapal batas, (2) mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi, (3) mempermudah
timbulnya komitmen yang lebih luas darpada
kepentingan individu sekarang, (4) meningkatkan
stabilitas system social karena merupakan perekat
system social yang membantu mempersatukan
organisasi, (5) mekanisme kontrol dan menjadi
rasional yang memandu dan membentuk sikap serta
perilaku karyawan. Apabila dikaitkan dengan kinerja
Robbins mengemukakan sebuah model keterkaitan
antara budaya dan kinerja. Budaya yang tinggi akan
mengantarkan kepada kinerja yang tinggi dan
kepuasan kerja yang tinggi.
Sifat-sifat budaya organisasi secara mendasar
dikemukan oleh Hofstede (1991) yaitu: (1) menyeluBUDAYA ORGANISASI SEBAGAI KOM- ruh dan menjangkau dimensi waktu yang panjang,
PONEN SISTEM PENGENDALIAN MA- (2) mencerminkan catatan historis perusahaan, (3)
NAJEMEN
berhubungan dengan sesuatu yang bersifat ritual dan
Terdapat beberapa penelitian/studi yang ber- simbolik, (4) dihasilkan dan dipertahankan oleh
kaitan dengan budaya organisasi, seperti dampak kelompok yang secara bersama membentuk
36
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 34–45
organisasi, (5) halus, (6) sukar berubah. Schein
(1985) mengemukakan teori yang sangat berpengaruh dalam perkembangan teori budaya organisasi.
Dikatakan bahwa budaya organisasi sebagai suatu
pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan,
diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok
tertentu dengan maksud agar organisasi belajar
mengatasi atau menanggulangi masalah-masalah
yang timbul sebagai akibat adaptasi eksternal dan
integrasi internal yang sudah berjalan cukup baik,
sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota
baru sebagai cara yang benar untuk memahami,
memikirkan dan merasakan berkenaan dengan
masalah tersebut.
Kajian Schein mendefinisikan tiga tingkatan
fenomena budaya organisasi yaitu: (1)Dipermukaan,
adalah perilaku terbuka (terlihat) dan manifestasi
fisik lainnya (artefacts and creation), (2) rasa apa
yang seharusnya terjadi (value), (3) level yang paling
dalam yaitu cara yang benar (basic assumption).
Kotler dan Heskett (1992) meyatakan budaya organisasi adalah nilai dari praktek yang dimiliki bersama
diseluruh kelompok dalam suatu perusahaan,
sekurang-kurangnya dalam manajemen senior. Budaya organisasi terdiri dari nilai dan norma perilaku
yang dianut bersama. Smircich (1983) menunjukkan
4 fungsi budaya organisasi yaitu: (1) memberikan
suatu identitas organisasi kepada para angota organisasi, (2) memfasilitasi atau memudahkan komitmen
kolektif, (3) meningkatkan stabilitas system social,
(4) membentuk perilaku dengan membantu anggota
organisasi memilih kepekaan (sense) terhadap
sekitarnya.
Budaya dapat dilihat dari pola perilaku,budaya
tidak terlihat tapi berwujud (Schein, 1991). Budaya
organisasi akan mempengaruhi para manajer dalam
mengambil keputusan dalam aktifitas perusahaan
baik yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan atau
pengawasan. Budaya organisasi mempunyai dampak terhadap perilaku tenaga kerja, dan akan mengurangi perputaran karyawan (Schein, 1991).
Berdasarkan penjabaran di atas terdapat berbagai macam definisi dan pembahasan tentang budaya
organisasi. Budaya organisasi yang berkaitan dengan
kepemimpinan dan motivasi (Schein, 1992). Berhubungan dengan kinerja (Kotter dan Heskett, 1992).
Budaya organisasi berkaitan dengan efektifitas
(Denilson, 1990). Keterkaitan antara budaya organisasi dengan kinerja dan kepuasan kerja (Robins,
2001). Dalam penelitian ini pengertian budaya
organisasi yang digunakan adalah yang berhubungan dengan perilaku anggota organisasi di mana
Hosftede (1994) menyatakan budaya organisasi
sebagai keseluruhan pola pemikiran, perasaan dan
tindakan dari suatu kelompok sosial yang membedakan dengan kelompok lainnya. Kotler dan Heskett
(1992) yang menyatakan budaya dalam organisasi
terdiri dari nilai yang dianut bersama dan norma
perilaku kelompok. Akan tetapi dalam penelitian ini
secara khusu mengadopsi pendapat dari (Schein,
1991) yang menyatakan Budaya organisasi mempunyai dampak terhadap perilaku tenaga kerja, dan
akan mengurangi perputaran karyawan (Schein,
1991).
Budaya organisasi dalam konsep perubahan
organisasi dikatakan bekerja sebagai mekanisme
regulasi, mempersatukan individu ke dalam struktur
social dan digunakan oleh pimpinan untuk mendukung perubahan strategis. Ini sangat sesuai dengan
konsep perubahan kepemilikan dipembahasan awal
dimana, perubahan kepemilikan akan diiringi dengan
perubahan pimpinan (CEO) dalam organisasi. Hal
tersebut mempresentasikan bagaimana suatu kerja
harus diselesaikan, merefleksikan kepercayaan
anggota organisasi tentang perilaku-perilaku dan
prosedur-prosedur yang sesuai dengan budaya
organisasi.
Menurut Schein (1984) pemimpin mempunyai
peran yang sangat penting dalam langkah awal dari
pembentukan budaya, peran tersebut menjadi sangat
penting dalam proses perubahan budaya. Pemimpin
tidak hanya harus bisa memastikan dan menjamin
memberikan solusi yang baru dan lebih baik tetapi
juga memberikan rasa aman dan toleransi terhadap
perubahan tersebut dan respon yang baik atas perubahan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka bentuk perubahan yang dilakukan oleh pimpinan baru
akan diteliti secara mendalam dan dikonfirmasikan
kepada seluruh level dibawahnya dan juga apakah
berdampak kepada perilaku organisasi.
Pengertian tersebut sesuai dengan faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap sistem pengendalian
manajemen Hongren, Foster dan Datar (2003) dan
kerangka system pengendalian manajemen (Herath,
2001). Di mana menurut Herath (2001) komponenkomponen dari sistem pengendalian: strategi dan
struktur perusahaan, budaya perusahaan, dan sistem
informasi manajemen. Struktur organisasi terdiri dari
hierarki organisasional, peraturan dan regulasi serta
hubungan pelaporan, sedangkan strategi menggambarkan sasaran dan tujuan organisasi serta cara-
Sidharta, Apakah Perubahan Budaya Organisasi Berdampak Kepada Perubahan Management Control System
cara untuk mencapainya. Budaya perusahaan merupakan kumpulan nilai, kepercayaan, norma dan pola
perilaku individu yang membentuk organisasi. Sistem informasi manajemen terdiri dari sistem
informasi formal dan informal untuk manajer. Jika
terdapat komponen yang tidak sesuai dengan empat
komponen lainnya, ”akan membuat sistem pengendalian manajemen yang tidak efektif” (Teall, 1992,
p.31).
Budaya perusahaan sebagai komponen pengendalian manajemen terdiri dari kepercayaan dan
perilaku karyawan dan konsumen seperti yang
digambarkan melalui kebijakan organisasi atau
praktek manajemen puncak, nilai dan norma dominan seperti kualitas produk, pola perilaku seperti
ritual dan bahasa serta faktor iklim seperti interaksi
antara manajer dan bawahan dan lain sebagainya.
Di kerangka yang diberikan, hubungan antaracore
management package dan budaya perusahaan
merupakan hubungan dua arah karena satu dengan
yang lainnya berhubungan, mereka memiliki dampak
dalam bagaimana nilai-nilai dikembangkan secara
tepat. Hal ini berarti budaya perusahaan dipandang
sebagai sesuatu yang dapat diatur, walaupun budaya
perusahaan dipandang dapat diciptakan melalui
tahap-tahap di organisasi. Sehubungan dengan itu,
Johnson dan Gill (1993, p.104) mengemukakan:
Para penemu mengadakan budaya perusahaan
dalam tingkatan yang utama, tetapi diperdebatkan
mengenai apa yang kita ketahui pada tahap ini merupakan budaya yang diciptakan daripada budaya
yang dapat diatur - walaupun sudah pasti para pemimpin memiliki peran penting dalam proses pembentukan.
Budaya perusahaan dipercaya memiliki pengaruh penting dalam sistem pengendalian manajemen
organisasi karena dapat memperngaruhi perilaku
anggota organisasi. Core management control dalam organisasi seharusnya sesuai dengan budaya
organisasi (Flamholtz, 1983). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa dari keempat lingkungan organisai
yang ada yaitu: struktur organisasi dan strategi, core
control package, system informasi manajemen dan
budaya organisasi, faktor budaya organisasi adalah
faktor yang paling penting dalam lingkungan organisasi karena faktor tersebut mempengaruhi ketiga
faktor yang lainnya.
37
bisnis saat ini. Proses perubahan dimulai pada awal
1990an (Otley, 1994). Otley menekankan bahwa
manajemen saat ini menekankan pada fleksibilitas,
fokus yang luas, adaptasi yang lebih baik dan kemauan untuk belajar. Sistem pengendalian manajemen
awal (tradisional), tidak didasarkan pada konsep ini.
Otley berargumen, bahwa definisi dari Anthony
sudah tidak kekinian lagi dan menghalangi perkembangan dari akuntansi manajemen. Literatur sistem
pengendalian manajemen yang lain umumnya juga
mempunyai tujuan worker-oriented control system
(Macintosh, 1995). Focus dari pengertian itu adalah
adanya partisipasi yang jelas dari karyawan dalam
proses pengambilan keputusan. Dengan dugaan jika
pekerja telah terbiasa dengan sistem ini, mereka
akan lebih termotivasi dalam kerja dan tingkat produktivitas akan naik. Hal ini disebabkan adanya
penghargaan dari perusahaan dengan ditampung
dan diperhatikannya kontribusi pendapat yang diberikan.
Dalam organisasi bisnis sistem pengendalian
manajemen memainkan peran yang sangat penting,
di mana mereka manyajikan instrumen yang membuat agar perusahaan tetap bertahan dalam ketidakpastian lingkungan. Otley berargumen dalam iklim
yang selalu berubah memaksa manajemen untuk
selalu dapat cepat untuk menyesuaikan, dalam hal
ini keterlibatan aktif dalam jumlah besar karyawan
sangat dibutuhkan. Ini berarti juga adanya pemberdayaan atas level rendah dari anggota organisasi.
Dalam konteks ini, system pengendalian manajemen
dapat juga digunakan sebagai alat kontrol oleh kelompok kerja dalam semua tingkatan. Pemberdayaan berarti level rendah organisasi diberi wewenang
dan tanggungjawab, sehingga manajer level rendah
mempunyai keberanian dan pemikiran untuk membantu mencapai tujuan perusahaan. Hal tersebut,
diduga belum nampak timbul pada BUMN yang
ada.
Dengan adanya peralihan sebagian kepemilikan
baik kepada investor lokal maupun kepada investor
asing, peneliti ingin melihat apakah juga terdapat
perubahan dalam system pengendalian manajemen,
dan seberapa besar perubahannya. (Libby &
Waterhouse, 1996; Waweru,et al., 2004) berpendapat perubahan kepemilikan akan berdampak kepada
perubahan teknik-teknik SPM seperti dari proses
perencanaan dan penganggaran, product costing
FUNGSI SISTEM PENGENDALIAN dan pricing, pelaporan internal dan pengambilan
MANAJEMEN
keputusan, pengendalian biaya & pengurangan keboPerubahan dalam lingkungan eksternal dan rosan serta pengukuran kinerja dan evaluasi.
internal tergambarkan dengan jelas dalam lingkungan
38
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 34–45
Hal-hal tersebut di atas, belum banyak diterapkan dalam BUMN pra privatisasi. Fungsi-fungsi tersebut masih sebagian kecil digunakan oleh BUMN
(Sidharta, 2002) . sebagai contoh, hanya sekitar 20%
manajer BUMN menyusun anggaran yang berhubungan dengan aktivitas, sebaliknya terdapat 80%
manajer PMA yang menggunakan data informasi
akuntansi pertanggungjawaban sebagai dasar penyusunan anggaran (Sidharta, 2001).
dalam bentuk gambaran iteratif (iterative nature).
Analisis data didasarkan pada ”the ladder of analytical abstratction” atau analis abstraksi jenjang
yang dikembangkan oleh Carney (1990) dalam
Miles dan Huberman, (1994) yang terdiri atas
tahapan-tahapan sebagai berikut: Akan dijelaskan
secara rinci tahapan-tahapan dan hal-hal relevan
yang diperlukan dalam penelitian kualitatif. Secara
garis besar, tahapan dalam penelitian kualitatif
adalah sebagai berikut:
METODE PENELITIAN
Fenomenologi adalah metode yang digunakan
dalam penelitian ini, karena penelitian ini adalah studi
kasus, maka penelitian ini dapat juga disebut penelitian fenomenologi studi kasus(phenomenologies
case study research). Pengertian penelitian studi
kasus adalah: pengujian intensif, menggunakan berbagai sumber bukti terhadap satu entitas tunggal
yang dibatasi ruang dan waktu. Pada umumnya studi
kasus dihubungkan dengan sebuah lokasi. Kasusnya
mungkin sebuah organisasi, sekumpulan orang
seperti kelompok kerja atau kelompok sosial, komunitas, peristiwa, proses, isu (Daymon dan Holloway,
2002)
TEKNIK PENGUMPULAN DAN VALIDASI
DATA
Partisipan dalam penelitian ini adalah orang
yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman
yang relevan sesuai dengan topik penelitian serta
mempunyai cukup waktu dan mau untuk diwawancara. Juga diharapkan bisa melaksanakan interview
sampai dengan level terendah dalam organisasi untuk
mengetahui proses implementasi dari perubahan sistem pengendalian manajemen yang dikaitkan dengan Gambar 1. Model Desain Penelitian Kualitatif
manajemen puncak dan manajemen rendah. Sehing- Sumber: Myers (2009:23) Qualitative research in business
and management
ga partisipan dalam penelitian ini adalah para manajer dari strata manajemen puncak hingga manajemen
Metode penelitian kualitatif dikembangkan daoperasional.
lam penelitian ilmu sosial untuk mempelajari fenomena sosial dan budaya. Di hampir semua kasus,
ANALISIS DATA
data kualitatif dapat membantu peneliti untuk memaAnalisis naratif adalah teknik yang digunakan hami orang, motivasi dan aksi dan juga batasan kerja
dalam penelitian ini. Analisis data dapat mempertim- atau hidup. Penelitian kualitatif sangat baik dilaksabangkan proses yang sedang berlangsung, berbeda nakan jika kita ingin mempelajari secara khusus
dengan penelitian event study. Analisis data kuali- subyek dengan mendalam (in-depth). Sangat bertatif adalah pencarian pernyataan umum (general manfaat untuk penelitian eksploratori, apabila topik
statements) tentang hubungan antara kelompok yang dibahas relatif baru atau masih sedikit studi
data; dasar bentuk dari pengembangan konsep teori. dan publikasi sebelumnya atas topik tersebut. Juga
Dalam penelitian ini, keseluruhan proses pengum- sangat ideal untuk penelitian dibidang sosial, budaya,
pulan data, analisis dan formulasi konklusi dihasilkan dan aspek politik masyarakat dan organisasi.
Sidharta, Apakah Perubahan Budaya Organisasi Berdampak Kepada Perubahan Management Control System
39
mungkin sebuah organisasi, sekumpulan orang seSetiap penelitian harus berdasarkan kepada perti kelompok kerja atau kelompok sosial, komuniasumsi filosofi yang digunakan sebagai dasar pijakan tas, peristiwa, proses, isu (Daymon dan Holloway,
bagi langkah selanjutnya sesuai dengan model desain 2002)
penelitian diatas. Asumsi filosofi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah interpretif. Pendekatan TEKNIK PENGUMPULAN DAN VALIDASI
interpretif ini adalah suatu pendekatan dalam peneli- DATA
tian yang berbeda dengan pendekatan yang sudah
Partisipan dalam penelitian ini adalah orang
lazim dan mapan dilakukan, yaitu pendekatan yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman
positivist atau empiris. Sesuai dengan difinsi di atas, yang relevan sesuai dengan topik penelitian serta
pendekatan interpretif ini dimulai dengan paradigma mempunyai cukup waktu dan mau untuk diwawanbahwa realitas itu dibangun sebagai wujud dari cara. Juga diharapkan bisa melaksanakan interview
konstruksi sosial (social construction). Oleh sampai dengan level terendah dalam organisasi untuk
karena itu pendekatan ini sering juga disebut sebagai mengetahui proses implementasi dari perubahan sispendekatan konstruksionis. Intinya adalah, realitas tem pengendalian manajemen yang dikaitkan dengan
atau fakta itu adakah sesuatu yang dibangun manusia manajemen puncak dan manajemen rendah. Sehingdalam ruang pikirannya, dan dipertajam dengan ga partisipan dalam penelitian ini adalah para manaproses interaksi sosial.
jer dari strata manajemen puncak hingga manajemen
Interpretive kemudian dipiih dalam penelitian operasional.
ini karena berdasarkan riset awal (pre eleminary
survey) ditemukan bahwa perusahaan telah beru- ANALISIS DATA
bah menjadi PT Semen Indonesia dimana menarik
Analisis naratif adalah teknik yang digunakan
untuk dikaji apakah juga terdapat perubahan budaya
dalam penelitian ini. Analisis data dapat mempertimkorporasi.
bangkan proses yang sedang berlangsung, berbeda
dengan penelitian event study. Analisis data kualiMETODE PENELITIAN
tatif adalah pencarian pernyataan umum (general
Fenomenologi adalah metode yang digunakan statements) tentang hubungan antara kelompok
dalam penelitian ini, karena penelitian ini adalah studi data; dasar bentuk dari pengembangan konsep teori.
kasus, maka penelitian ini dapat juga disebut pe- Dalam penelitian ini, keseluruhan proses pengumnelitian fenomenologi studi kasus p( henomeno- pulan data, analisis dan formulasi konklusi dihasilkan
logies case study research). Pengertian penelitian dalam bentuk gambaran iteratif (iterative nature).
studi kasus adalah: pengujian intensif, menggunakan Analisis data didasarkan pada ”the ladder of analyberbagai sumber bukti terhadap satu entitas tunggal tical abstratction” atau analis abstraksi jenjang
yang dibatasi ruang dan waktu. Pada umumnya studi yang dikembangkan oleh Carney (1990) dalam
kasus dihubungkan dengan sebuah lokasi. Kasusnya Miles dan Huberman, (1994) yang terdiri atas
tahapan-tahapan sebagai berikut:
ASUMSI FILOFOFI
Gambar 2. Tahapan Analisis Data
Sumber: Miles dan Huberman (1994)
40
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 34–45
PEMBAHASAN
Perubahan Kepemilikan
Salah satu momen penting bagi manajemen PT
Semen Gresik (Persero) Tbk, adalah tanggal 15
September 1995, saat Semen Gresik berkonsolidasi
dengan Semen Padang (SP) dan Semen Tonasa
(ST), yang kemudian dikenal dengan nama Semen
Gresik Group (SGG). Pada tanggal 17 September
1998, pemerintah RI melepas kepemilikan sahamnya
di Perseroan sebesar 14% melalui penawaran
terbuka yang dimenangkan oleh Cemex S.A. de CV
sebuah perusahaan semen global yang berpusat di
Meksiko. Komposisi kepemilikan saham berubah
menjadi Negara RI 51%, Masyarakat 35% dan
Cemex 14%. Sejak 30 September 1999 komposisi
kepemilikan berubah menjadi: Pemerintah 51,01%
Masyarakat 23,46% dan Cemex 25,53% karena
pembelian saham sebesar 11,53% oleh Cemex di
lantai bursa.
Blue Valley Holding PTE Ltd yang berkantor
di Singapura merupakan salah satu anak perusahaan
Rajawali Grup yang pada tanggal 27 Juli 2006 membeli 24,90% (147.694.848 lembar) saham Semen
Gresik yang dimiliki Cemex. Komposisi kepemilikan
saham berubah menjadi: Pemerintah 51,01% Masyarakat 24,09% dan Blue Valley Holding PTE Ltd
24,90%. Pada Maret 2010 Blue Valley Holding PTE
Ltd menjual kepemilikan sahamnya di Semen Gresik
kepada masyarakat sehingga komposisi saham
berubah menjadi: Pemerintah 51% dan Masyarakat
49%. PT Semen Gresik (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak di bidang semen dan mempunyai beberapa anak perusahaan.
Perubahan bentuk usaha tesebut ternyata tidak
disertai dengan adanya perubahan dalam budaya
perusahaan. Budaya single entity tetap menjadi
budaya perusahaan, tidak berubah menjadi budaya
korporasi. Padahal secara riil perusahaan sudah
menjadi bentuk korporasi bahkan sebagian kepemilikannya sudah menjadi milik asing dan masyarakat.
Menurut Vickers & Yarrow (1988) perubahan kepemilikan akan menjadikan pengendalian manajemen yang lebih baik dalam bentuk praktik atau teknik. Peneliti lain yaitu Vining dan Boardman, (1992),
Boycko, Shleifer, Vishny, (1994, 1996), Nellis,
(1994), Brada, (1996), dan Shleifer, (1998) menyatakan, privatisasi dilakukan untuk mencapai peningkatan substansial dalam kinerja bisnis perusahaan.
Khusus pada hampir 8 tahun era Cemex (19982006) tidak ada perubahan dalam proses manajemen
perusahaan ataupun budaya organisasi. Hal ini
dikarenakan perusahaan masih berkutat dalam masalah internal organisasi sebagai akibat adanya penggabungan usaha dan perubahan sebagian kepemilikan ke asing (Sidharta, 2011). Masalah tersebut
berdampak kepada suasana kerja yang tidak kondusif. Anak perusahaan yang enggan untuk bergabung
bahkan enggan untuk memberikan laporan keuangan
tahunan, merupakan indikator buruknya suasana
kerja yang tidak kondusif. Budaya organisasi korporasi juga tidak nampak, karena mereka berperilaku tidak seperti anak perusahaan.
Hal tersebut berdampak kepada rendahnya
kinerja keuangan. Denison (1984), di mana budaya
organisasi memiliki dampak terhadap kinerja keuangan, keinginan untuk keluar (Sheridan, 1992),
bahkan sukses atau tidaknya merger dan akuisisi
(Cratwright dan Cooper, 1993).
Hal mengenai perubahan dalam teknik-teknik
SPM ditanyakan kepada Bapak Joko, staf akuntansi
keuangan:
”…tidak ada perubahan dalam cara membuat
RKAP (anggaran) kami (PT Semen Gresik) begitu
juga dalam metode penghitungan biaya produksi dan
harga jual”
Dalam penilaian kinerja, berdasarkan wawancara dengan Direktur Produksi era Cemex, dikatakan:
”…mereka (wakil direktur utama) mempunyai
cara penilaian kinerja yang bagus, akan tetapi sistem
tersebut hanya meraka yang memiliki. Hasil evaluasi
kinerja setelah rapat direksi diminta kembali oleh
wakil direktur utama”.
Tidak adanya perubahan budaya selama terjadinya perubahan kepemilikan. Realita ini berarti bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa
perubahan utama internal organisasi perusahaan
dengan obyek peningkatan efektifitas, efisiensi dan
nilai pemegang saham akhirnya akan berdampak
pada perubahan budaya organisasi. Dalam perusahaan privatisasi atau perubahan kepemilikan bukan
hanya pengalaman struktural yang berpengaruh
akan tetapi perubahan budaya juga berpengaruh
terhadap operasional perusahaan (Cuervo and
Villalonga, 2000; Sidharta, 2011).
Iklim perusahaan menjadi lebih baik saat sebagian kepemilikan perusahaan beralih kepada pengusaha nasional. Iklim yang kondusif mampu membuat
kinerja perusahaan menjadi lebih baik. Dalam tiga
tahun, laba bersih Semen Gresik tumbuh dua kali
lipat dari Rp1,7 triliun menjadi Rp3,3 triliun. Apabila
dibandingkan dengan tahun 2008 laba bersih perusahaan naik 30,95%. Kinerja perusahaan untuk tahun
Sidharta, Apakah Perubahan Budaya Organisasi Berdampak Kepada Perubahan Management Control System
2009 adalah pendapatan sebesar Rp14,4 triliun, laba
bersih 3,326 triliun dan rasio beban pokok terhadap
pendapatan (COGS) sebesar 52,9%, EBITDA
Rp4.772.573.000.000,- dan EPS Rp566,-. Adapun
hingga triwulan I-2010, laba bersih Semen Gresik
tumbuh sekitar 17,81% menjadi Rp802,48 miliar
dibanding periode sama 2009 sebesar Rp681,12
miliar.
Menurut CEO Perusahaan
Masuknya Grup Rajawali dengan mengakuisisi
24,9% saham Cemex Asia Holdings Ltd pada 2006
juga turut andil mengurai benang kusut Semen
Gresik akibat konflik berkepanjangan bernuansa
sosial politik. Isu nasionalisme mulai pudar sejak
pengambilalihan kepemilikan asing itu. Saat kepemilikan asing belum diambil alih Grup Rajawali, permasalahan yang muncul tidak saja terkait dengan aspek
ekonomi, tapi juga politis. Perubahan kepemilikan
dari Cemex kepada Grup Rajawali pun membawa
iklim kerja yang berbeda. Jika dulu unsur primordialisme cukup kuat maka pada saat Grup Rajawali
masuk, primordialisme tidak lagi kental karena
sama-sama ”made in Indonesia”. Masuknya Grup
Rajawali juga tidak diikuti demonstrasi dan protes
ketidakpuasan seperti saat Cemex masuk”
Sumber: press release Semen Gresik
Walau iklim perusahaan sudah mulai kondusif,
akan tetapi perubahan menjadi budaya korporasi
masih belum dapat diterapkan. Perusahaan masih
mencoba untuk membuat sinergi dengan anak perusahaan. Suatu kondisi yang menarik untuk diteliti,
mengingat ketiga perusahaan semen tersebut adalah
milik pemerintah. Menurut mereka ini terjadi karena
perusahaan sangat disibukkan dengan penyesuaian
penggabungan usaha juga budaya perusahaan yang
berbeda. Selain itu juga adanya sikap dari kedua
perusahaan yang bertanya-tanya mengapa mereka
yang digabung kedalam PT Semen Gresik.
” …..ini jaman revolusi, seluruh perencanaan
approval pemegang saham dan dilimpahkan ke
BOC, tetap hanya memiliki perencanaan jangka
pendek atau RKAP saja satu tahunan, sulitnya
menggabungkan dua culture yang berbeda”.
Menurut sekretaris perusahaan.
Masalah utama yang timbul dalam era ini adalah
belum adanya kesamaan pemikiran bahwa kalau
bersatu menjadi holding company akan menjadi
lebih baik. Ada kebanggaan yang terusik ketika
harus bergabung dengan PT Semen Gresik. Walaupun saham sama-sama dimiliki oleh pemerintah, akan
41
tetapi penggabungan usaha tidak mudah begitu saja.
Aspek kebanggaan perlu diperhatikan oleh pemerintah serta pemahaman bahwa dengan digabung akan
membuat kinerja perusahaan jauh lebih baik perlu
dilakukan. Sosialisasi sangat perlu dilakukan sehingga seluruh anggota organisasi mengerti manfaat dari
penggabungan usaha tersebut. Pada proses penggabungan sepertinya pemerintah tidak melakukan
sosialisasi secara mendalam.
Apabila ditinjau dari perspektif pendekatan
dalam perubahan organisasi, maka perubahan yang
dilakukan dalam kasus konsolidasi PT Semen Gresik
adalah pendekatan directed change. Directed
change adalah perubahan yang timbul dari atas/
otoritas, dalam hal ini adalah pemerintah. Pemerintah
menciptakan perubahan dan mengumumkan keseluruh anggota organisasi untuk menerima perubahan
tersebut (Buono dan Kerber, 2010). Hal ini berakibat
dengan munculnya resistensi dari karyawan,
masyarakat dan komunitas yang ada di perusahaan.
Keselarasan tujuan yang merupakan tujuan dari
sistem pengendalian manajemen tidak dapat terbentuk. Penggabungan yang akan membuat kinerja
perusahaan menjadi lebih baik juga tidak tercapai.
Menurut sekretaris koroporasi:
”…situasi pada saat itu bisa saya gambarkan
panas, karena belum adanya kesepahaman tentang
pentingnya penggabungan dan adanya pemahaman
kenapa saya harus digabung dan bukan mereka yang
bergabung”.
Pola pikir pengelolaan korporasi belum muncul
di anak perusahaan, sehingga situasi perusahaan
menjadi tidak kondusif. Ini berpengaruh kepada
perencanaan dan pengendalian atas korporasi.
Situasi yang muncul adalah banyaknya hal-hal yang
bersifat non teknis. Situasi yang kondusif sangat
diperlukan oleh perusahaan agar rencana-rencana
korporasi yang dibuat benar-benar merefleksikan
kebutuhan induk dan anak perusahaan. Kondisi ini
internal perusahaan ini juga didukung oleh khususnya
masyarakat Sumatera Barat yang juga tidak setuju
terhadap penggabungan ini. Akusisi oleh PT Semen
Gresik ternyata tidak didukung dokumen legal yang
memadai seperti peraturan pemerintah (PP)
(Prasetiantono, 2006).
Perlu usaha yang ekstra dari pemerintah sebelum proses penggabungan dilakukan, konsolidasi
perusahaan tidak semudah melakukan konsolidasi
laporan keuangan. Terdapat aspek-aspek humanis
yang harus diperhatikan dan itu sepertinya luput dari
perhatian pemerintah. Perlu upaya-upaya yang
42
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 34–45
ekstra dan massive agar komunitas perusahaan dan
lingkungan bisa menerima dan mengerti alasan dan
manfaat perubahan menjadi korporasi, semakin
banyak yang mengerti akan semakin banyak
dukungan yang akan diterima.
”…adanya pride yang terusik dan budaya yang
berbeda dalam perusahaan” tutur staf sekretaris
korporasi.
Budaya adalah hubungan dan interaksi dalam
perilaku individu di organisasi yang terutama berasal
dari kepercayaan, nilai, moral, kebiasaan dan pengetahuan. Budaya perusahaan selanjutnya dapat
diaplikasikan dalam memahami organisasi dan perilaku anggota organisasi. Karena pengaruhnya yang
sangat besar itulah maka layak kalau budaya dikatakan faktor internal yang terpenting untuk diperhatikan. Efektifitas pengendalian manajemen tidak
dapat terlaksana tanpa melihat norma budaya
perusahaan.
Budaya perusahaan berarti juga apa yang biasa
dilakukan di organisasi dan apa yang tidak dilakukan
di organisasi tersebut. Dalam penggabungan usaha
yang terjadi di PT Semen Gresik, masing-masing
perusahaan pasti mempunyai budaya perusahaan
yang berbeda. Perbedaan tesebut akan nampak pada
aktualisasi pengendalian manajemen perusahaan.
Ketika berbicara tentang pengendalian manejemen
maka pasti kita juga berbicara tentang perilaku
dalam organisasi, karena sesungguhnya inti dari pengendalian manajemen adalah bagaimana perilaku
yang berbeda dari individu dapat berkolaborasi ke
arah satu tujuan dalam kerangka budaya organisasi.
Peran dari budaya organisasi terlihat jelas yaitu
sebagai perekat tujuan masing-masing individu.
Hal tersebut sesuai dengan analisa Lau,
Kilbourne, dan Woodman (2003), dan Schein (2004)
yang menyatakan bahwa iklim dan budaya organisasi sebagai sumber utama penyebab kegagalan
perubahan organisasi. Perubahan budaya adalah inti
dari perubahan organisasi, dan budaya organisasi
adalah faktor yang menentukan perilaku organisasinya. Gagal dalam membangun budaya perubahan
dalam organisasi sama dengan gagal dalam perubahan, budaya korporat yang seharusnya muncul dalam
proses konsolidasi tidak muncul dalam kasus ini.
Temuan tersebut juga sesuai dengan Cotter (1996)
di mana dikatakan bahwa penyebab utama kegagalan dalam perubahan organisasi adalah kesalahan
dalam proses perubahan.
Upaya untuk merubah peraturan selalu mendapat perlawanan, dan semakin besar serta tua
suatu perusahaan maka perlawanannya pun akan
semakin besar. Pemerintah dalam penggabungan
usaha industri semen, sepertinya lupa tentang pentingnya memperhatikan aspek budaya perusahaan.
Hal ini mengakibatkan suasana antar perusahaan
menjadi panas, tidak adanya upaya sistematis untuk
mengembangkan budaya korporat serta dampak positif dari munculnya korporasi tidak dikomunikasikan
dengan jelas. Akibat dari ini semua adalah tidak
dimilikinya rencana jangka panjang/RJP group, serta
jangka pendek RKAP group, yang ada adalah perusahaan bergerak seolah-olah tidak ada dampak dari
penggabungan terhadap pengendalian manajemen
perusahaan. Perencanaan tiap-tiap perusahaan yang
seharusnya mengacu kepada perencanaan group
sehingga timbul sinergi yang kuat antar perusahaan
yang memunculkan kinerja yang optimum tidak
terjadi.
Realita tersebut apabila dianalisis dengan
menggunakan teori perubahan organisasi, maka baik
dari teori E, yaitu perubahan organisasi didasarkan
pada nilai ekonomi maupun teori O, perubahan organisasi bertujuan untuk mengembangkan kapabilitas
organisasi (Beer dan Nohria, 2000) sesungguhnya
inti dari perubahan adalah kinerja yang lebih baik.
Apabila ditinjau dari teori manajemen perubahan, maka menurut Oakland dan Tanner (2007)
kepemimpinan memegang peranan penting dalam
menginspirasi perubahan melalui organisasi dan meyakini bahwa perubahan tersebut diimplementasikan. Pimpinan berdasarkan pengalaman dan ketajaman berpikir dapat membantu anggota organisasi
untuk memahami transformasi serta membangun
kepercayaan atas manfaat perubahan.
Keengganan untuk berubah tersebut apabila dianalisis berdasarkan sejarah perubahan PT Semen
Gresik dan teori perubahan Self dan Shraeder
(2008), maka dapat disimpulkan bahwa perubahan
perusahaan termasuk dalam domain change-specif
factors artinya proses perubahan tersebut dipandang cacat dan tidak adil sehingga menimbulkan
keengganan untuk berubah, demikian pula apabila
isi dan tujuan perubahan tersebut tidak jelas, maka
akan menimbulkan keengganan untuk berubah.
Berdasar faktor informal yang mempengaruhi
sistem pengendalian manajemen, terhadap faktor
yang paling kuat mempengaruhi sistem pengendalian
manajemen yaitu gaya manajemen. Gaya manajemen akan terefleksikan kepada sikap bawahannya.
Gaya manajemen yang bersumber dari pimpinan
akan mempengaruhi cara pandang seluruh anggota
organisasi terhadap kondisi organisasi saat ini.
Sidharta, Apakah Perubahan Budaya Organisasi Berdampak Kepada Perubahan Management Control System
”….Lebih banyak ngemong, boro-boro masuk
sana melakukan perencanaan dan kontrol dan sebagainya minta data report agak sulit.” tutur sekretaris korporasi.
Keengganan pimpinan untuk menyerahkan
data perusahaan dapat diartikan sebagai bentuk dari
ketidaksetujuan perusahaan terhadap akuisisi ini.
Sekali lagi proses penyamaan persepsi dan manfaat
sangat perlu dilakukan secara sistematis dan gradual
sehingga proses akusisi ini tidak mendapatkan resistensi yang besar dari masyarakat. Akibat dari keengganan tersebut tampak dengan tidak adanya rencana
jangka yang dimiliki korporasi. Perencanaan tahunan
hanya dibuat berdasarkan asumsi-asumsi makro
yang akan timbul pada tahun berikutnya tanpa melandaskan kepada pencapaian tujuan visi perusahaan. Menurut sekretaris korporasi:
”… RKAP perusahaan dibuat berdasarkan
asumsi-asumsi makro yang akan terjadi pada tahun
depan”.
Untungnya pada era ini, penetrasi pesaing tidak
terlalu agresif sehingga tidak mengganggu pangsa
pasar yang ada. Holchim (Ltd) perusahaan asal
Swiss baru masuk di Indonesia pada tahun 2001
dengan membeli 77,3% saham PT Semen Cibinong
yang memiliki 13,6% pangsa pasar semen nasional.
Perusahaan Jerman, Heidelberg Cement Group
mengambil alih 65,14% saham PT Indocement
Tunggal Prakarsa pada tahun 2001 yang memiliki
34% pangsa pasar semen nasional sebanyak 65,14%
pada tahun 2001. Cementia Holding, perusahaan
asal Perancis memiliki 88% saham PT Semen
Andalas. Mereka pada saat masuk, masih berkutat
kepada ketahanan finansial perusahaan akibat
terjadinya krisis Asia pada tahun 1998.
Dalam perspektif penggabungan usaha PT
Semen Gresik, pemerintah sebagai pemegang
saham telah melakukan salah satu bentuk sistem
formal yaitu perencanaan. Melalui kementerian
keuangan pada waktu itu, pemerintah merencanakan
akan membuat perusahaan induk (holding company) untuk indsutri semen, dan hal itu telah dilakukan. Akan tetapi aspek-aspek proses informal belum
dilakukan sehingga muncul resistensi yang keras dari
perusahaan yang diakusisi. Aspek terebut adalah
faktor eksternal berupa etos kerja, dan faktor internal
berupa budaya, gaya manajemen, organisasi informal,
persepsi dan komunikasi (Anthony dan Govindarajan,
2002).
43
Dalam implementasi perencanaan ada hal prinsip yang harus diperhatikan agar tidak terjadi gejolak
seperti kasus akusisi PT Semen Padang dan PT
Semen Tonasa, yaitu keengganan untuk berubah
(resistance of change). Dalam prinsip ini dikenal
istilah, yaitu semakin besar perbedaaan perubahan
yang direncanakan dengan cara-cara yang diterima,
semakin besar pula potensi keengganan orang-orang
yang terlibat. Merubah cara pikir dan kerja menjadi
bentuk korporasi adalah hal yang besar untuk dilakukan, sehingga besar pula resistensinya.
Agar hal tersebut tidak terjadi seharusnya ketika bentuk organisasi berubah, maka seharusnya visi,
misi perusahaan juga ikut berubah. Visi yang merupakan sumber acuan dari semua nilai, prinsip, etika
dan keyakinan yang kemudian dijabarkan dalam
bentuk etika bisnis yang mengatur hubungan antar
perusahaan dan juga seluruh anggota organisasi.
Pola hubungan tersebut kemudian akan membentuk
budaya perusahaan. Perubahan organisasi tanpa
diiringi dengan perubahan visi akan mengakibatkan
tidak munculnya budaya korporasi. Ketiadaan budaya korporasi inilah yang menyebabkan tidak lancarnya penggabungan perusahaan sehingga mengakibatkan terganggunya kinerja perusahaan. realita
penggabungan hanya sebatas diatas kertas belum
ke dalam fungsi, pengendalian, dan strategi perusahaan. Model budaya organisasi dari Denison dan
Mishra (1995) sangat jelas menunjukkan hubungan
antara budaya dengan perubahan organisasi.
KESIMPULAN
Sebelum konsolidasi, perlu dilakukan penyamaan persepsi tentang pentingnya pendirianHolding
Company bagi perusahaan. Pertanyaan besar yang
ada dalam kasus ini adalah mengapa perusahaan
saya yang menjadi anak perusahaan. Dengan adanya brainstroming prakonsolidasi maka diharapkan
hambatan-hambatan dalam level top manajemen
tidak terjadi.
Diseminasi untuk seluruh anggota organisasi
menjadi tanggungjawab top manajemen, perlu upaya
yang intens dan waktu yang cukup untuk memberi
pemahaman kepada seluruh anggota organisasi. Ini
juga termasuk kepada masyarakat dan tokoh masyarakat sebagai stakeholders.
Apabila langkah tersebut selesai, maka dilakukan identifikasi budaya masing-masing organisasi
untuk dijadikan budaya organisasi korporasi yang
baru.
44
Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2, Nomor 1, Januari 2013, hlm. 34–45
DAFTAR RUJUKAN
Anthony, R.N. 1965. Planning and Control Systems: A
Framework for Analysis. Harvard Business
School Press, Boston, MA.
Anthony, R.N. 1988. The Management Control Function. Harvard Business School Press, Boston,
MA.
Anthony, R.N., and Govindarajan, V. 2000. Management
Control Systems. New York: NY. McGraw-Hill.
Anthony, R., and Govindarajan, V. 2007. Management
Control Systems. Chicago, Mc-Graw-Hill Irwin.
Anthony, R.N., Dearden, J., and Bedford, N.M. 1984.
Management Control Systems. Irwin, Homewood,
IL.
Anthony, R.N., & Herzlinger, R.1986. Management Control in Non-Profit Organisations. Homewood,
Illinois.
Arrow, K.J. 1964. Control in Large Organisations. Management Science, April, 1–36.
Beer, M., and Nohria, N. 2002. ”Cracking the Code of
Change”, Harvard Business Review, pp.133–41.
Berry, A.J., Broadbent, J., and Otley, D.T. 1995,Management Control: Theories, Issues and Practices,
Macmillan, London.
Berry, A.J., Broadbent, J., and Otley, D.T. (Eds). 1998.
Management Control Theory: History of Management Thought, Dartmouth Publishing,
Aldershot.
Cook, P. 1986. Liberalisation in the Context of Industrial
Development in LDCs. Manchester Discussion
Papers in Development Studies, No. 8602, University of Manchester.
Cook, P., & Kirkpatrick, C. 1995. Privatisation Policy
and Performance: International Perspectives,
Prentice Hall, Harvester Wheatsheaf.
Craig, J. 2000. Evaluating Privatisation in Zambia: A Tale
of Two Processes. Review of African Political
Economy, London, 357–366.
Dawson, S. 1996. Analysing Organisations. London:
Macmillan,
Denilson, D.R. 1990. Corporate Culture ane Organization Effectiveness. New York: John Weely & Sons.
Espeland, W.N., & Hirsch, P.M. 1990. Ownership
Changes, Accounting Practice, and the Redefinition of the Corporation. Accounting, Organisations & Society, 15, 1/2, 77–96.
Forster, T.H., and Mouly, S. 2006. Privatisation in a Developing Country: Insights from the Gambia. Journal of Organizational Change Management. Vol.
19 No. 2, 2006. pp. 250–265.
Herath, S.K. 2006, ”A framework for management control
research”, Journal of Management Development,
Vol. 26 No. 9, 2007, pp. 895–915.
Hofstede, G. 1978. ”The poverty of management control
philosophy”, The Academy of Management Review, pp. 450–61.
Jones, C.S. 1992. The Attitudes of Owner-Managers towards Accounting Control Systems Following
Management Buy-Outs. Accounting, Organisations & Society, 17, 2: 151–68.
Jones, C.S. 1985. An Empirical Study of the Role of the
Management Accounting Systems Following
Take- Over or Merger. Accounting, Organisations
& Society, 10, 2: 177–200.
Karatas, C. 1995. ’Has Privatisation Improved Profitability and Performance of the Public Enterprises in
Turkey’, in Cook, P. & C. Kirkpatrick (eds.), Privatisation and Performance, Prentice-Hall, Harvester Wheatsheaf, 244–62.
Kotter, J.P., and Heskett, S.L. 1997. Corporate Culture
and Performance, PT. Prenhallindo & Schruster
(Asia) Pte Ltd. Jakarta.
Libby, T., and Waterhouse, J.H. 1996. Predicting change
in management accounting systems. Journal of
Management Accounting Research, 8, 137–50.
Miles, M., and Huberman, M. 1994. Qualitative Data
Analysis. London: Sage.
Myers, Michael, D. 2009. Qualitative Research in Business and Management, Sage Publication,
Singapore.
Otley, D. 1994. Management Control In Contemporary
Organizations: Towards A Wider Framework, Management Accounting Research, 5, 289–299.
Otley, D. 2003. Management Control and Performance
Management: Whence and Whither?. The British Accounting Review, 35:309–326, (Online),
dalam Elsevier (www.elsevier.com/locate/bar),
diakses 6 Januari 2010.
Ouchi, William, G. 1977. The Relationship Between Organizational Structure and Organizational Control.
Administrative Science Quaterly , 22(1): 95-113,
(Online), dalam JSTOR (http://www.jstor.org/
stable/2391748), diakses 23 Februari 2010.
Ogden, S.G. 1993. The Limitations of Agency Theory:
The Case of Accounting-Based Profit Sharing
Schemes. Critical Perspectives on Accounting,
4, 2: 179–206.
Potts, D. 1995. ’Nationalisation and Denationalisation of
State Agriculture in Tanzania 1967-1990’, in Cook,
P. & C. Kirkpatrick (eds.), Privatisation Policy
and Performance. Prentice-Hall, Harvester
Wheatsheaf, 178–97.
Redda, B.M. 2007. Post-privatisation changes in management control, firm activities and performance
(The case of Eritrea-based firms), A PhD Thesis,
University of Groningen, The Netherlands.
Robbins, Stephen, P. 2001. Organizational Behaviour.
Schein, E.H. 2004. Organizational Culture and Leadership. Third Edition. San Fransisco: John Wiley &
Sons.
Sidharta, E.A. 2012 , ”Management Control System: Yes
we Change”, Proceeding Seminar, International
Sidharta, Apakah Perubahan Budaya Organisasi Berdampak Kepada Perubahan Management Control System
Management Acoounting Conference 6, Malaysia.
Sidharta, E.A. 2001. Persepsi Manajer tentang Pentingnya Penggunaan Informasi Akuntansi Manajemen, Tesis, Universitas Brawijaya, Malang.
Uddin, S., & Hopper, T. 2003. Accounting for Privatisation
in Bangladesh: Testing World Bank Claims. Critical Perspectives on Accounting, 2003 (14):739–
774.
Vickers, J., & Yarrow, G. 1988. Privatisation in Britain, in
W. Paul & W. T. MacAvoy (eds.),Privatisation
and State Owned Enterprises: Lessons from the
United States, Great Britain and Canada, London: Kluwer Academic Publishers 209–46.
Vickers, J., & Yarrow, G. 1988. Privatisation: An Economic Analysis. Cambridge: Massachusetts, The
MIT Press.
45
Vickers, J., & Yarrow, G. 1991. Economic perspectives on
privatization. Journal of Economic Perspectives,
5, 111"132.
Waweru, N.M., Hoque, Z., and Uliana, E. 2004. Management accounting change in South Africa: Case
studies from retail services. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 17, 5: 675–704.
Weiss, J. 1995. ’Mexico: Comparative Performance of
State and Private Industrial Corporations’, in
Cook, P. & C. Kirkpatrick (eds.), Privatisation
Policy and Performance, Prentice-Hall, Harvester
Wheatsheaf.
Wright, M., Thompson, S., & Bobbie, K. 1993. Finance
and Control in Privatisation by Management BuyOut. Journal of Management Studies, 30, 1:75–
99.
Download