Prevalensi Demensia di RSUD Raden Mattaher Jambi Triana Linda Larasati Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi Jln. Letjen Soeprapto samping RSUD Raden Mattaher Telanaipura Jambi Email : [email protected] ABSTRAK Latar belakang : Peningkatan pelayanan di bidang kesehatan telah meningkatkan usia harapan hidup. Usia harapan hidup di Indonesia tahun 2000 mencapai 67 tahun dan jumlah populasi lansia sebanyak 17 juta (7%). Penurunan fungsi kognitif merupakan masalah penting pada usia lanjut meskipun penyebabnya belum jelas. Demensia didefinisikan sebagai gangguan signifikan (dapat mengganggu kerja normal atau fungsi sosial) dari dua atau lebih domain kognisi, dimana salah satunya adalah memori. Tujuan : Mengetahui prevalensi demensia di Poliklinik Penyakit Saraf RSUD Raden Mattaher. Metode : Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 108 responden. Responden dipilih mulai usia 45 tahun keatas. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan form MMSE. Analisis data dilakukan dengan menggunakan anilisis univariat dan tabulasi silang. Hasil : Responden yang mengalami demensia banyak terjadi pada usia ≥ 60 tahun. Perempuan berisiko tinggi menderita demensia. Demensia banyak terjadi pada responden yang tanpa ada pasangan hidup. Semakin rendah tingkat pendidikan responden, semakin tinggi risiko mengalami demensia. Tidak bekerja atau pensiunan meningkatkan risiko demensia. Adanya riwayat diabetes mellitus, hipertensi, stroke, dan riwayat keluarga demensia dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya demensia pada responden. Kesimpulan : Sebanyak 56 responden (51,9%) dalam kondisi normal, 39 responden (36,1%) kemungkinan demensia, dan 13 responden (12,0%) mengalami demensia. Kata kunci : demensia;sosiodemografi;DM;hipertensi;stroke;demensia pada keluarga. 1 ABSTRACT Background : The improvement of healthy services have increased life expectancy. Life expectancy in Indonesia in 2000 achieve 67 years old and elderly population as much as 17 millions (7%). Functional cognitive impairment was mainly problem for elderly, although the cause is still unclear. Dementia was classified as significant impairment (can disturb normal function or social function) from two or more cognition domain, which is memory. Objective : To know about prevalence of dementia in Neurological clinic of Raden Mattaher Hospital. Methode : This study is a descriptive study with cross sectional study desaign. Total sample 108 respondent. Respondent are selected from 45 years old and above. Data was collected using questionnaires and MMSE form. Data analysis perfomed using univariate analysis and cross tabulation. Result : The age of respondent who had dementia is commonly happen within age ≥ 60 years old. Women are high risk to get dementia. Dementia many occur in respondent who do not have a life partner. The lower education of respondent, high risk to have dementia. Not working or retired have increase risk of dementia. There is diabetic history, hypertension history, stroke history, and family history in respondent can increase risk of dementia. Conclusion : From 108 respondent, 56 respondent (51,9%) normal, 39 respondent (36,1%) may have dementia, and 13 respondent (12,0%) have dementia. Key Word : dementia;sociodemographic, DM;hyperthension;stroke;dementia in family. 2 pelayanan di bidang P eningkatan kesehatan telah meningkatkan usia harapan hidup. Menurut perkiraan pada tahun 2020 usia harapan hidup di Indonesia akan mencapai 71 tahun dan jumlah penduduk lansia diperkirakan sebanyak 28 juta jiwa, ini merupakan peringkat tertinggi ke empat setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Penurunan fungsi kognitif merupakan masalah penting pada usia lanjut meskipun penyebabnya belum jelas. Demensia didefinisikan sebagai gangguan signifikan (dapat mengganggu kerja normal atau fungsi sosial) dari dua atau lebih domain kognisi, dimana salah satunya adalah memori. METODE Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah dekriptif kategorik, dianalisis secara deskriptif untuk variable kategorik yang hasilnya berupa frekuensi dan persentase (proporsi) dari angka kejadian demensia di Poliklinik Rawat Jalan Penyakit Saraf RSUD Raden Mattaher yang disajikan dalam bentuk tabel maupun grafik. Desain Penelitian ini adalah cross sectional (potong lintang) dimana peneliti melakuan observasi satu kali dan pengukuran variable subyek saat pemeriksaan dilakukan. Pemilihan Sampel Data diambil dari Rumah Sakit Umum (RSUD) Raden Mattaher Jambi selama November-Desember 2012. Sebanyak 108 sampel yang diteliti, baik demensia maupun yang memiliki faktor risiko demensia. Responden yang dijadikan sampel adalah responden yang memenuhi kriteria inklusi seperti berikut : berusia di atas 45 tahun yang kontrol di Poliklinik Penyakit Saraf RSUD Raden Mattaher, berusia diatas 45 tahun yang memiliki riwayat diabetes mellitus, dan/atau hipertensi dan/atau stroke, dan/atau riwayat demensia pada keluarga, bersedia ikut dalam penelitian dengan menandatangani inform consent atau persetujuan setelah mendapat penjelasan. Sedangkan responden yang berusia diatas 45 tahun yang kontrol di Poliklinik Penyakit Saraf RSUD Raden Mattaher yang memiliki gangguan mental dan kesadaran tidak akan dijadikan sampel penelitian dan akan di eksklusi. HASIL Pada penelitian ini di dapatkan 108 responden lansia yang kontrol ke Poliklinik Penyakit Saraf RSUD Raden Mattaher Jambi, dan memenuhi kriteria inklusi. Frekuensi sosiodemografi responden dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 didapatkan responden yang berumur pada usia pertengahan (45-59 tahun) sebanyak 35 responden (32,4%), usia lanjut (60-69 tahun) sebanyak 40 responden (37,0%), sedangkan usia tua (70-89 tahun) sebanyak 33 responden (30,6%). Dari penelitian ini juga didapatkan sebanyak 60 responden (55,6%) berjenis kelamin laki-laki dan 48 responden (44,4%) berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 82 responden (75,9%) berstatus masih menikah, 21 responden (19,4%) berstatus janda, dan 5 responden (4,6%) berstatus duda. Data frekuensi tingkat pendidikan responden didapatkan sebanyak 26 responden (24,1%) berpendidikan terakhir SD, 15 responden (13,9%) berpendidikan SMP, 31 responden (28,7%) berpendidikan SMA, 30 responden (27,8%) berpendidikan sarjana, dan 6 responden (5,6%) tidak bersekolah. Data frekuensi pekerjaan responden yang didapat sebanyak 9 responden (8,3%) bekerja sebagai PNS/TNI, 6 responden (5,6%) wiraswasta, 3 responden (2,8%) bekerja sebagai buruh/tani, 37 responden (34%) bekerja sebagai IRT, pendeta, dosen, dan lainnya, serta 53 responden (49,1%) tidak bekerja atau sudah pensiun. 3 Tabel 4.1 Responden. Frekuensi Variabel Usia Usia pertengahan Usia lanjut Usia tua Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Status pernikahan Kawin Janda Duda Tingkat Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA Sarjana Sosiodemografi Frekuensi % 35 32,4 40 33 37,0 30,6 60 48 55,6 44,4 82 21 5 75,9 19,4 4,6 Tabel 2 Frekuensi Riwayat Diabetes Mellitus, Hipertensi, Stroke, Riwayat Demensia Pada Keluarga, dan Skor MMSE Responden Variabel 6 26 15 31 30 5,6 24,1 13,9 28,7 27,8 Pekerjaan PNS/TNI 9 8,3 Wiraswasta 6 5,6 Buruh/Tani 3 2,8 Lain-lain 37 34,3 Tidak 53 49,1 bekerja Hasil penelitian didapatkan frekuensi riwayat diabetes mellitus, hipertensi, stroke, riwayat demensia pada keluarga, dan nilai MMSE responden dapat dilihat pada Tabel 2. Riwayat DM Tidak ada Ada Riwayat hipertensi Tidak ada Ada Riwayat stroke Tidak ada Ada Riwayat keluarga Tidak ada Ada Frekuensi % 93 15 86,1 13,9 47 61 43,5 56,5 75 33 69,4 30,6 103 5 95,4 4,6 Skor MMSE Normal 56 51,9 Kemungkinan 39 36,1 Demensia 13 12 Demensia Dari Tabel 2 didapatkan sebanyak 93 responden (86,1%) tidak memiliki riwayat diabetes mellitus, 15 responden (13,9%) memiliki riwayat diabetes mellitus. Sebanyak 47 responden (43,55) tidak memiliki riwayat hipertensi, sedangkan 61 responden (56,5%) memiliki riwayat hipertensi. Data frekuensi responden yang tidak memiliki riwayat stroke sebanyak 75 responden (69,4%), sedangkan 33 responden (30,6%) memiliki riwayat storke. Dari Tabel 4.3 didapatkan juga sebanyak 103 responden (95,4%) tidak memiliki riwayat demensia pada keluarga, dan 5 responden (4,6%) memiliki riwayat demensia pada keluarga. Hasil skor MMSE responden didapatkan sebanyak 56 responden (51,9%) normal, 39 responden (36,1%) mengalami kemungkinan gangguan kognitif, dan 13 responden (12%) mengalami gangguan kognitif. 4 Prevalensi Demensia Berdasarkan Sosiodemografi Responden. Sosiodemografi responden yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, Status pernikahan, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Hasil tabulasi silang prevalensi demensia berdasarkan sosiodemografi responden dapat dilihat pada Tabel 3 sampai dengan Tabel 7. Tabel 3 Prevalensi Berdasarkan Usia. Variab el Demensia Skor MMSE Kemungk Nor Deme inan mal nsia Demensia To tal Usia Usia perten gahan 21 11 3 35 Usia lanjut 22 13 5 40 Usia Tua Total 13 15 5 33 56 39 13 10 Berdasarkan hasil Tabel 3, sebanyak 35 responden berusia pertengahan (45-59 tahun), 40 responden berusia lanjut (60-69 tahun), dan 33 responden berusia tua (≥ 70 tahun). Dari 35 responden yang berusia pertengahan, 21 responden (60%) tidak mengalami demensia, 11 responden (31,4%) mengalami kemungkinan demensia, dan 3 responden (8,6%) menderita demensia. Pada 40 responden yang berusia lanjut, 22 responden (55,0%) dalam keadaan normal, 13 responden (32,5%) kemungkinan demensia, dan 5 responden (12,5%) mengalami demensia. Responden yang berusia tua sebanyak 13 responden (39,4%) dalam keadaan normal, 15 responden (45,5%) mengalami kemungkinan demensia, dan 5 responden (15,2%) mengalami demensia. Tabel 4 Prevalensi Berdasarkan Jenis Kelamin Varia bel Demensia Skor MMSE Kemungki Dem Nor nan ensi mal Demensia a Tot al Jenis kelam in Lakilaki 34 23 3 60 Perem 22 16 10 48 puan 56 39 13 108 Total Hasil dari Tabel 4 menunjukan bahwa dari 108 responden penelitian, 60 responden diantara berjenis kelamin lakilaki dan 48 lainnya perempuan. Sebanyak 34 responden laki-laki (56,7%) dalam keadaan normal, 23 responden (38,3%) kemungkinan demensia, dan 3 responden (5%) mengalami demensia. Untuk responden perempuan 22 diantaranya (51,9%) dalam keadaan normal, 16 responden (33,3%) kemungkinan demensia, dan 10 responden (20,8%) demensia. Tabel 5 Prevalensi Demensia Berdasarkan Status pernikahan Variab el Skor MMSE Kemung Nor kinan Deme mal Demens nsia ia Tot al Status pernik ahan Nikah 47 28 7 82 Janda 8 8 5 21 Duda Total 1 3 1 5 56 39 13 108 Hasil prevalensi demensia berdasarkan status pernikahan dari 108 5 responden, responden yang berstatus masih menikah 47 (57,3%) diantaranya dalam keadaan normal, 28 reponden (34,1%) kemungkinan demensia, dan 7 responden (8,5%) mengalami demensia. Responden yang berstatus janda , 8 responden (38,1%)dalam keadaan normal, 8 responden (38,1%) kemungkinan demensia, dan 5 responden (23,8%) demensia. Lima responden yang berstatus duda, 1 diantaranya (20,0%) dalam keadaan normal, 3 responden (60%) kemungkinan demensia, dan 1 responden (20,0%) mengalami demensia. Tabel 6 Prevalensi Demensia Berdasarkan Tingkat Pendidikan Variabel Skor MMSE Kemun No gkinan Deme rm Demens nsia al ia Tot al Tingkat pendidik an SD 3 15 8 26 SMP 9 5 1 15 SMA 24 7 0 31 Sarjana 20 10 0 30 Tidak 0 2 4 6 sekolah 56 39 13 108 Total Hasil Tabel 6 menunjukkan 26 responden yang berpendidikan SD tidak mengalami demensia sebanyak 3 responden (11,5%), kemungkinan demensia 15 responden (57,7%), dan 8 responden lainnya (30,8%) mengalami demensia. Responden yang berpendidikan akhir SMP, 9 diantaranya (60%)dalam keadaan normal, 5 responden (33,3%) kemungkinan demensia, dan 1 responden (6,7%) mengalami demensia. Untuk responden yang berpendidikan akhir SMA, 24 responden (77,4%) dalam keadaan normal, 7 responden (22,6%) kemungkinan demensia, dan tidak ada responden yang mengalami demensia. Responden yang berpendidikan akhir sarjana, 20 responden (66,7%) dalam keadaan normal, 10 responden (33,3%) kemungkinan demensia, dan tidak ada responden yang mengalami demensia. Responden yang tidak bersekolah, 2 responden (33,3%) mengalami kemungkinan demensia dan 4 responden (66,7%) mengalami demensia. Berdasarkan hasil Tabel 7, bahwa 8 (88,9%) responden yang bekerja sebagai PNS/TNI dalam keadaan normal dan 1 responden (11,1%) kemungkinan demensia. Responden yang bekerja sebagai wiraswasta, 4 responden (66,7%) dalam keadaan normal dan 2 responden (33,3%) kemungkinan demensia. Responden yang bekerja sebagai buruh atau tani, 2 responden (66,7%) mengalami kemungkinan demensia, dan 1 (33,3%) responden mengalami demensia. Untuk reponden yang bekerja selain yang telah disebutkan, 13 responden (35,1%) normal, 14 responden (37,8%) mengalami kemungkinan demensia, dan 10 responden (27,0%) mengalami demensia. Responden yang tidak bekerja, 31 responden (58,5%) normal, 20 responden (37,7%) kemungkinan demensia, dan 2 responden (3,8%) mengalami demensia. Tabel 7 Prevalensi Demensia Berdasarkan Pekerjaan. Variab el Skor MMSE Kemung Nor kinan Deme mal Demensi nsia a Tot al Pekerja an PNS/T NI 8 1 0 9 Wirasw asta 4 2 0 6 6 Buruh/ Tani 0 2 1 3 Prevalensi Demensia Berdasarkan Riwayat Hipertensi Responden. Lainlain 13 14 10 37 Prevalensi demensia berdasarkan riwayat hipertensi responden dapat dilihat pada Tabel 9 Tidak bekerja Total 31 20 2 53 56 39 13 108 Tabel 9 Berdasarkan Responden Prevalensi Demensia Berdasarkan Riwayat Diabetes Mellitus Responden Prevalensi demensia berdasarkan riwayat diabetes mellitus responden dapat dilihat pada Tabel 8. Dari Tabel 8 didapatkan 93 responden tidak memiliki riwayat diabetes mellitus, 50 responden (53,8%) dalam keadaan normal, 33 reponden (35,5%) kemungkinan demensia, dan 10 responden (10,8%) mengalami demensia. Sedangkan dari 15 responden yang memiliki riwayat diabetes mellitus, 6 responden (40,0%) dalam keadaan normal, 6 responden lainnya (40%) kemungkinan demensia, dan 3 responden (20,0%) mengalami demensia. Tabel 8 Prevalensi Demensia Berdasarkan Riwayat Diabetes Mellitus Responden Varia bel Skor MMSE Kemungk Nor inan Deme mal Demensi nsia a Tot al Varia bel Prevalensi Riwayat Demensia Hipertensi Skor MMSE Kemung Nor kinan Dem mal Demensi ensia a Tot al Riway at HT Tidak ada Ada Total 30 14 3 47 26 25 10 61 56 39 13 108 Hasil Tabel 9 didapatkan sebanyak 47 (43,4%) responden tidak memiliki riwayat hipertensi dan 61 (56,4%) responden memiliki riwayat hipertensi. Dari responden yang tidak memiliki riwayat hipertensi, 30 responden (63,8%) dalam keadaan normal, 14 responden (29,8%) kemungkinan demensia, dan 3 responden (6,4%) mengalami demensia. Sedangkan responden yang memiliki riwayat hipertensi, 26 responden (42,6%) dalam keadaan normal, 25 responden (41,0%) kemungkinan demensia, dan 10 responden (16,4%) mengalami demensia. Prevalensi Demensia Berdasarkan Riwayat Stroke Responden Riwa yat DM Tidak ada 50 33 10 93 Ada Total 6 56 6 39 3 13 15 10 8 Sebanyak 75 (69,4%) responden tidak memiliki riwayat stroke, sedangkan 33 (30,5%) responden lainnya memiliki riwayat stroke. Dari 75 responden yang tidak memiliki riwayat stroke, 45 responden (60,0%) dalam keadaan normal, 25 responden (33,3%) kemungkinan demensia, dan 5 responden (6,7%) mengalami demensia. Sedangkan 7 dari 33 responden yang memiliki riwayat stroke, 11 responden (33,3%) dalam keadaan normal, 14 responden (42,4%) kemungkinan demensia, dan 8 responden (24,2%) mengalami demensia. Prevalensi demensia berdasarkan riwayat stroke responden dapat dilihat pada Tabel 10 Tabel 10 Prevalensi Demensia Berdasarkan Riwayat Stroke Responden Varia bel Skor MMSE Kemungk Nor inan Deme mal Demensi nsia a Tot al Riwa yat strok e Tidak ada 45 25 5 75 Ada Total 11 56 14 39 8 13 33 10 8 Prevalensi Demensia Berdasarkan Riwayat Demensia Pada Keluarga. Prevalensi demensia berdasarkan riwayat demensia pada keluarga dari 108 responden, 103 responden tidak memiliki riwayat demensia pada keluarga, sedangkan 5 responden memiliki riwayat demensia pada keluarga. Dari banyaknya responden yang tidak memiliki riwayat demensia pada keluarga, 53 responden (51,5%) normal, 37 responden (35,9%) kemungkinan demensia, dan 13 responden (12,6%) mengalami demensia. Responden yang memiliki riwayat demensia pada keluarga, 3 responden (60,0%) normal dan 2 responden (40,0%) lainnya mengalami kemungkinan demensia. Prevalensi demensia berdasarkan riwayat demensia pada keluarga dapat dilihat pada Tabel 11 Tabel 11 Prevalensi Demensia Berdasarkan Riwayat Demensia Pada Keluarga Responden Varia bel Skor MMSE Kemung Nor kinan Deme mal Demensi nsia a Tot al Riway at deme nsia pada kelua rga Tidak ada 53 37 13 103 Ada Total 3 56 2 39 0 13 5 108 PEMBAHASAN Prevalensi Demensia Berdasarkan Sosiodemografi Responden Telah dilakukan penelitian terhadap 108 responden lansia di RSUD Raden Mattaher Jambi dengan batasan lansia menurut WHO yaitu usia pertengahan (45-59 tahun), usia lanjut (60-70 tahun), usia tua (71-89 tahun), dan usia sangat tua (>90 tahun). Hasil penelitian menunjukan sebanyak 3 responden (8,6%) usia pertengahan, 5 responden (12,5,0%) usia lanjut, dan 5 responden (15,2%) berusia tua yang mengalami demensia. Sesuai dengan usia lanjut sebagai faktor risiko terjadinya demensia dan bertambahnya usia meningkatkan pula terjadinya hipertensi, diabetes mellitus, dan stroke. Semakin bertambahnya usia, sel-sel dalam tubuh manusia mengalami proses penuaan, dimana proses penuaan tersebut mengurangi kemampuan memperbarui sel-sel itu sendiri yang juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan kognitif. Survey yang dilakukan oleh 8 Dementia UK (2007) penderita demensia dini didapatkan pada umur 30 dan semakin meningkat kemungkinan terjadi demensia pada umur 60 tahun keatas38. Hampir 40% orang yang berumur di atas 65 tahun memiliki gangguan memori, pada saat tidak adanya pengaruh dari obat-obatan yang mempengaruhinya, hal ini disebut juga “age-associated memory impairment”, yang mana hal ini merupakan proses penuaan yang normal39. Pada penelitian ini sebanyak 3 responden (5%) berjenis kelamin laki-laki dan 10 responden (20,8%) berjenis kelamin perempuan mengalami demensia. Menurut penelitian Alfindra pada tahun 2011 laki-laki lebih cenderung terkena gangguan kognitif daripada perempuan, dikarenakan kebiasaan merokok pada laki-laki dapat menurunkan fungsi kognitif1. Penelitian yang dilakukan Sulistyanti dkk pada tahun 2009 bahwa wanita lebih berisiko tinggi mengalami penyakit demensia alzheimer dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan karena cara wanita menyelesaikan masalah itu lebih emosional, sensitif, tergantung, dan pasif, sedangkan laki-laki lebih mandiri, emosinya lebih stabil, dominan dan lebih impulsive. Perbedaan tingkat stress juga mempengaruhi penyebab demensia, lakilaki lebih rendah tingkatan stresnya daripada wanita. Selain itu umur wanita juga lebih panjang dari laki-laki dan lakilaki memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mendapat demensia vaskuler40. Responden yang berstatus masih menikah sebanyak 7 (8,5%) mengalami demensia, sedangkan responden yang berstatus janda 5 (23,8%) dan duda 1 (20,0%) mengalami demensia. Banyak responden dengan status janda atau duda yang mengalami demensia daripada responden yang masih menikah. Karena pada penelitian ini ditemukan banyaknya responden yang berstatus janda daripada yang berstatus duda. Hal ini sama dengan hasil penelitian Krister yang menyatakan bahwa responden yang tidak memiliki pasangan atau janda/duda atau berpisah saat usia pertengahan memiliki risiko dua kali lipat untuk mengalami gangguan kognitif daripada responden yang masih memiliki pasangan hidup41. Laki-laki yang memiliki pasangan hidup yang mengalami demensia lebih protektif terhadap pasangannya. Hubungan perkawinan yang baik bisa dimasukkan sebagai bantuan sosial untuk kehidupan seseorang, terutama dalam mengatasi dan mencegah gangguan emosi hebat yang dapat mempercepat kemunduran mental seseorang40. Hasil penelitian ini didapatkan pendidikan responden terdiri dari pendidikan SD sebanyak 8 responden (30,8%), SMP sebanyak 1 responden (6,7%), tidak sekolah sebanyak 4 responden (66,7%) mengalami gangguan kognitif, sedangkan responden yang tingkat pendidikan SMA dan Sarjana tidak ditemukan mengalami demensia. Responden yang tidak pernah bersekolah kemungkinan untuk mengalami demensia 2 kali lebih besar daripada responden yang berpendidikan tinggi. Semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin tinggi risiko terjadinya demensia40,42. Pendidikan mampu mengkompensasi semua tipe neurodegenerative dan gangguan vaskular, dan juga mempengaruhi berat otak. Orang yang berpendidikan lebih lanjut, memiliki berat otak yang lebih dan mampu menghadapi perbaikan kognitif serta neurodegenerative dibandingkan orang yang berpendidikan rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Carol bahwa responden dengan perbedaan level pendidikan memiliki patologi otak yang serupa tetapi dengan pendidikan yang lebih tinggi maka otak dapat mengkompensasi efek dari demensia43. Orang yang berpendidikan lebih lanjut memiliki kemampuan untuk mengkompensasi kelainan pada usia lanjutnya. Penelitian yang dilakukan oleh 9 EClipSE (Epidemiological Clinicopathological Studies in Europe) mengemukakan bahwa responden yang memiliki level pendidikan yang lebih tinggi sebelumnya dapat mengurangi risiko untuk mengalami demensia pada usia tuanya44. Pada penelitian ini didapatkan hasil responden yang mengalami demensia berdasarkan penelitian responden bekerja sebagai buruh/tani 1 (33,3%), lain-lainnya 10 (27,0%), dan tidak bekerja sebanyak 2 (3,8%), responden yang status pekerjaannya sebagai PNS/TNI dan wiraswasta tidak ditemukan mengalami demensia. Alzheimer maupun demensia sering terjadi pada pensiunan dan tidak bekerja. Alzheimer tidak hanya terjadi pada pekerja tua, tetapi siapa saja yang bekerja karena kebutuhan ekonomi45. Mereka yang berperkerjaan menggunakan pikiran dan tenaga lebih sedikit risiko terkena demensia daripada mereka yang bekerja hanya mengandalkan tenaga atau pikiran saja, karena seringnya otak bekerja juga melatih untuk dapat mengkompensasi neurodegenerative pada usia lanjut. Almeida dkk, melakukan penelitian tentang efek komputer terhadap penderita demensia, hasilnya responden yang memiliki komputer pribadi diketahui memiliki penurunan risiko demensia sekitar 30-40% disbanding orang yang tidak memiliki komputer46 Prevalensi Demensia Berdasarkan Riwayat Diabetes Mellitus Responden Sebanyak 3 responden yang memiliki riwayat diabetes mellitus (20,0%) mengalami penurunan fungsi kognitif, sedangkan responden yang tidak memiliki riwayat diabetes mellitus 10 (10,8%) responden mengalami penurunan fungsi kognitif. Diketahui bahwa diabetes mellitus memiliki hubungan yang signifikan terhadap peningktan risiko semua tipe demensia, penyakit Alzheimer, dan demensia vaskular. Hubungan antara diabetes dan demensia dapat dijelaskan melalui kerusakan-kerusakan pembuluh darah dan efek nonvascular dari diabetes itu sendiri. Diabetes terkenal komplikasi dari mikro dan makrovaskularnya, dan juga berhubungan kuat terhadap faktor risiko dari penyakit jantung dan serebrovaskular. Vaskular demensia diciri-cirikan oleh infark otak kecil dan otak besar yang biasanya berhubungan dengan perubahan vaskular. Penelitian lain menyatakan bahwa responden diabetes yang mengkonsumsi obat antidiabetes oral kemungkinan besar memiliki risiko untuk semua jenis demensia dan demensia vaskular31. Diabetes mellitus tipe 1 maupun tipe 2 mempunyai hubungan terhadap penurunan kognitif. Pada tipe 1 ini tercermin dari ringan sampai sedang penurunan mental dan berkurangnya fleksibilitas mental. Pada diabetes tipe 2 mempengaruhi perubahan kognitif terutama pada pembelajaran dan memori, fleksibilitas mental, dan kecepatan mental47. Menurut Leibson dkk pada tahun 1997 bahwa risiko yang dari demensia meningkat pada laki-laki maupun perempuan. Dengan AODM (Adult Onset Diabetes Mellitus) relatif pada orang yang tanpa AODM. Meskipun risiko penyakit Alzheimer meningkat untuk kedua laki-laki maupun perempuan dengan AODM relatif dengan yang tanpa AODM, namun ini mencapai signifikan hanya untuk laki-laki.48 Prevalensi Demensia Berdasarkan Riwayat Hipertensi Responden Sebanyak 61 responden yang memiliki riwayat hipertensi, 10 responden (16,4%) diantaranya mengalami penurunan fungsi kognitif, sedangkan 3 responden yang tidak memiliki riwayat hipertensi (6,4%) mengalami penurunan fungsi kognitif. Hal ini disebabkan karena 10 hipertensi merupakan salah satu faktor risiko timbulnya stroke. Sebagian besar responden yang memiliki riwayat hipertensi lama menderita hipertensi < 10 tahun. Penelitian sebelumnya menyebutkan adanya hipertensi yang berpengaruh menurunkan status fungsi kognitif pada penderita yang mengalami hipertensi di atas 20 tahun1,16. Mengingat insiden dari demensia pada populasi lansia yang meningkat drastic didunia dan akumulasi bukti bahwa hipertensi mungkin membantu terjadinya penyakit Alzheimer dan vaskular demensia. Peningkatan tekanan darah dihubungkan dengan penurunan kognitif meskipun beberapa penelitian cross-sectional menunjukan adanya hubungan campuran antara tekanan darah tinggi dan pengetahuan/kognitif. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pembentukan plak-plak di pembuluh darah, yang nantinya dapat dihantarkan menuju ke otak, sehingga otak mengalami gangguan fungsi normalnya dan juga dapat berakibat terjadinya stroke.49 Hipertensi juga telah lama diketahui sebagai penyebab penyakit serebrovaskular dan penyakit jantung koroner. Hipertensi juga dapat menyebabkan ateroskelrosis yang parah dan gangguan autoregulasi serebrovaskular, yang mana diperkirakan adanya korelasi dengan penyebab demensia49. Menurut data Woman’s Health Initiative Memory Study (WHIMS) perempuan yang berusia tua dengan hipertensi meningkatkan risiko demensia.50 Prevalensi Demensia Berdasarkan Riwayat Stroke Responden Sebanyak 5 responden (6,7%) tidak mengalami stroke tetapi mengalami gangguan kognitif, dan sebanyak 8 responden (24,2%) responden menderita stroke dan mengalami demensia. Hasil penelitian yang dilakukan Bruno dkk, menunjukkan adanya hubungan serangan stroke iskemik pertama dengan demensia, terutama ketika area sistem saraf pusat supratentorial dipengaruhi dan gangguan permanen dari fungsi dasar neurologis. Adanya iskemi diotak yang menyebabkan aliran darah ke otak tidak lancar mengurangi asupan oksigen serta nutrisi ke otak yang mana pada bagian otak tertentu tersebut dapat mengalami gangguan fungsinya, seperti gangguan fungsi kognitif.51 Responden stroke iskemik lebih mungkin untuk terkena demensia daripada responden yang tidak ada riwayat stroke. Pada responden rawat inap, stroke iskemik meningkatkan risiko demensia setidaknya lima kali lipat. Ada beberapa mekanisme pokok. Pertama, stroke dapat secara langsung atau penyebab utama dari demensia, dimana hal tersebut diklasifikasikan secara umum sebagai demensia multi-infark atau demensia vaskular. Kedua, adanya stroke mungkin mempercepat serangan demensia atau penyakit Alzheimer. Ketiga, stroke dan demensia dapat berbagai faktor lingkungan umum dan biologis dasar, seperti apolipoprotein e4 allel.52 Prevalensi Demensia Berdasarkan Riwayat Demensia Pada Keluarga Responden yang tidak memiliki riwayat demensia pada keluarga, didapatkan bahwa sebanyak 53 responden (51,5%) normal, 37 responden (35,9%) kemungkinan demensia, dan 13 responden (12,6%) mengalami demensia. Responden yang memiliki riwayat demensia pada keluarga, 3 responden (60,0%) normal dan 2 responden (40,0%) lainnya mengalami kemungkinan demensia. Pada penelitian hanya sedikit ditemukan responden dengan riwayat demensia pada keluarga. 11 Satu gen (Apolipoprotein E) telah dikaitkan dengan meningkatnya risiko dari onset akhir penyakit Alzheimer. Apolipoprotein E (ApoE) membawa dan mengirimkan kolesterol ke sel-sel saraf yang digunakan untuk memperbaiki dan menetapkan hubungan yang baru. Ada tiga jenis umum dari gen ApoE. Jenis ApoE 3 paling sering, jenis ApoE 4 yang diperkirakan dapat meningkatkan risiko penyakit Alzheimer sementara jenis ApoE 2 muncul memiliki pengaruh protektif.53 Analisis kimia untuk isi plak neuritik menunjukkan bahwa inti plak terdiri dari peptide, yaitu protein amiloidbeta yang merupakan fragmen protein yang lebih besar, dan protein precursor amiloid (APP), yang dikode oleh gen pada kromosom 21. Peran sentral amiloid pada pathogenesis penyakit Alzheimer telah ditegakkan berdasarkan penyakit Alzheimer familial yang lebih jarang yang disebabkan oleh mutasi gen APP. Observasi terdahulu pada responden sindrom Down (trisomi 21) juga mendukung peran amiloid pada pathogenesis, karena pada individu ini terjadi gambaran premature Alzheimer dan berisiko akan kelebihan amiloid akibat gen ekstra. Mayoritas kasus bersifat nonfamilial, dan pada kasus yang familial, dideteksi mutasi gen yang lain.4 Hasil penelitian secara keseluruhan didapatkan, 56 responden (51,9%) normal, 39 responden (36,1%) kemungkinan demensia, dan 13 responden (12,0%) mengalami demensia. REFERENSI 1. 2. Tamin A. Hubungan Antara Gangguan Kognitif dengan Retinopati Hipertensi Pada Penderita Pasca Stroke Iskemik: studi potong lintang (Tesis Magister). Semarang: Bagian Ilmu Penyakit Saraf FKUNDIP;2011. Darmojo R. B. Geriatri. Teori Proses Menua. Edisi ke – 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2010.hal 3 – 9. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Lumbantobing SM. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2011.hal. 1 – 7,10,1719,31. Ginsberg L. Lecture Note Neurologi. Perkembangan dan Degenerasi. Edisi kedelapan. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2008.hal 168. Lumbantobing SM. Neurogeriatri. Demensia. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2011. Sadock J B, Virginia A. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Delirium, Demensia, dan Gangguan Amnesik serta Gangguan Kognitif dan Gangguan Mental Lainnya Karena Kondisi Umum. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2004.hal 57 – 63. Lakey L, Chandaria K, Quince C, Kane M, Saunders T. Dementia 2012 : A national challenge. Alzheimer’s Society (serial online) 2012 Mar (diakses 15 Mei 2012); 2 – 3. Diunduh dari : URL: http://alzheimers.org.uk/dementia2012 Savva M G, Wharthon B S, Path F R C. Age, Neuropathology, and Dementia. N Eng J Med. 2009; 360:2302-09. Fernandez RL, Leal J, Gray A. Dementia 2010. Alzheimer’s Research Trust (serial online) 2010 Mar (diakses 15 Mei 2012); 4 5. Diunduh dari : URL: http://www.dementia2010.org Gill M T, Gahbauer A E. Trajectories of Disability in the Last Year of Life. N Eng J Med. 2010;362:1173-80. Mitchell L S, Shaffer L M. The Clinical Course of Advances Dementia. N Eng J Med. 2009;361:1529-38. Nugroho W. Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC. 2006.hal 5. Santoso H, Andar I. Memahami Krisis Lanjut Usia. Jakarta: Gunung Mulia. 2009. Sa’bah UM. Bagaimana Awet Muda dan Panjang Usia. Jakarta : Gema Insani. 2001. Youngson R, editor. Antioksidan Manfaat Vitami C & E bagi Kesehatan. Jakarta : Arcan. 2005. Wiyoto. Gangguan Fungsi Kognitif Pada Stroke. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan. Bagian Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya. FK UNAIR. 2002. Lubis RH. Penilaian Kapasitas Fungsional dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pasien Demensia: studi potong lintang (Tesis Magister). Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FKUI;2011. Juva K . Functional Assessment Scales in Detecting Dementia. Age and ageing. 1997. 12 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. Weiner HL, Levitt P L. Buku Saku Neurologi. Edisi 5. Jakarta : EGC; 2012. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Berbahasa. Jakarta : Balai Penerbit FK UI;2011.hal.156. Kusumoputro S, Sidiarto D L. Fungsi Luhur Otak. Jakarta: UI-Press; 2010. Lezak MD. Neuropsychological Assesment. 3rd ed. New York: Oxford University Press. 1995;17-40. Prasetyo TB. Nilai Normal Montreal Cognitive Assesment Versi Indonesia: studi potong lintang (Tesis Magister). Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Saraf FKUI; 2011. Tedjasukmana R, Wendra A, Sutji H, Sidiarta K. The Mini Mental State Examination in Healthy Individuals In Jakarta A Preliminary Study. Neurona. 1998;15:4-8 Tierney MC, Szalai JP, Snow G, Fisher RH, Dunn E. Domain Specificity of The Subtest of The Mini Mental State Examination. Arch Neurology. 1997;54:713-16 Crum RM, Anthony JC, Bassett SS, Folstein MF. Population-Based Norms for The Mini Mental State Examination by Age and Education Level. J Am Med Assoc. 1993;269:283-91. Zhu L, Fratiglioni L, Guo Z, Tores HA, Winbald B, Viitanen M. Association of Stroke with Dementia, Cognitive Impairment, and Functional Disability in The Very Old : A Population Based Study. Stroke. 1998;27:2094-98. Prencipe M, Ferreti C, Casini AR, Santini M, Giubilei F, Culasso F. Stroke, Disability, and Dementia : Result of a population survey. Stroke. 1997;28;531-36. Wijoto. Dementia Mechanism; White Matter Changes, Strategic Stroke ad Multiple Lacunar Infarct. Editor. Departemen Neurologi FK USU. Medan. Sjahrir H, Anwar Y, Kadri A: Neurologic Update II. Pertemuan Ilmiah Tahunan. Medan 19-21 Juli 2009. Badan Penerbit USU;2009;11438. Rahmawati D. diagnosis dan Faktor Risiko Demensia Vaskular Pada Usia Lanjut. Update Management of Neurological Disorders in Ederly. Pertemuan Ilmiah Tahunan UNDIP-UNS-UGM XXI. Salatiga 8-9 April 2006. Badan Penerbit UNDIP;2006:129-45. Xu WL, Qiu C.X, Wahlin A, Winbald B. Diabetes mellitus and risk of dementia in the Kungsholmen project. AAN Enterprises Inc. 2004;63:1181-86. 32. Lawrence V, Samsi K, Banerjee S, Morgan C, Murray J. The Experience of Dementia Across Three Ethnic Groups. Medsacap. 2011;51(1):39-50. 33. Poerwadi T, Wijoto, Hamdan M. NeuroBehaviour. Pertemuan Ilmiah Nasional II. Surabaya 18-20 Mei 2007. Airlangga University Press;2007:99. 34. Kusumoputro S. Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya. Konsensus Nasional. Jakarta: PT.Eisai Indonesia. 35. Dahlan S. Langkah–Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta : CV Sagung Seto; 2009. 36. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar–Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-4. Jakarta : CV Sagung Seto; 2011. 37. Dahlan S. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Salemba Medika; 2009. 38. Knapp M, Martin P. Dementia UK The Full Report. Alzheimer’s Society (serial online) 2007 (diakses 10 Mei 2013);28. Diunduh dari : URL: http://alzheimers.org.uk/dementiauk. 39. Normal Aging vs Dementia [editorial]. Alzheimer Society of Canada 2002. 40. Rachmawati DS, Warih AP. Pengaruh Jenis Kelamin, Pendidikan dan Status Perkawinan Terhadap Terjadinya Demensia pada Lansia. Publikasi FK UMY. 2009;7-9. 41. Being Married Protects You Againts Alzheimer’s in Later Life. Nhs UK 2009 July 7. 42. Low Education Level Linked To Alzheimer’s, Study Show. Sciencedaily 2007 Okt 10. 43. Why More Education Lowers Dementia Risk. Sciencedaily 2007 Okt 10. 44. Keage H. Education, The Brain and Dementia: Neuroprotection or Compensation?. BRAIN. 2010;133:22102216. 45. Alzheimer’s Disease/Dementia in The Workplace. HRinfodesk 2011 Feb 2. 46. Ananda SK. Komputer Mampu Turunkan Risiko Demensia. Merdeka. 47. Biessels GJ. Diabetes and Dementia.European Endocrin Disease. 2006:10-12. 48. Leibson CL, Rocca WA, Hanson VA. Risk of Dementia Among Persons with Diabetes Mellitus: A Population-based Cohort Study. Am J Epid. 1997;145:301-8. 49. Igase M, Kohara K, Miki T. The Association Between Hypertension and Dementia in the Elderly. Hindawi Pub. Corp. 2012. 13 50. Hyperthension Linked to Dementia in Older Women. Einstein 2010 Jan 12. 51. Censori B, Ornella M, Cristina A, Massimo C, Luciano C, Bruna G, et all. Dementia After First Stroke. Aha J Med. 2007;1205. 52. Zhu L, Luara F, Zenchao G, et all. Association of Stroke With Dementia, Cognitive Impairment, and Functional Disability in the Very Old: A PopulationBased Study. Aha J Med.1998;29:2094-2099. 53. Huang W, Qiu C, Von SE, Winbald B, Fratiglion L. APOE Genotype, Family History Of Dementia, and Alzheimer Disease Risk: a 6-year Follow-up Study. Arch Neurol. 2005;62(3):453. 14