DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI --------------------------------- LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) --------------------------------------------------(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Sifat Jenis Rapat Hari/tanggal Waktu Tempat Ketua Rapat Sekretaris Rapat Hadir Izin Acara : : : : : : : : : : : : : 2010-2011. III. Terbuka. Rapat Dengar Pendapat. Senin, 7 Februari 2011. Pukul 10.15 – 13.10 WIB. Ruang Rapat Komisi III DPR RI. Fahri Hamzah, SE / Wakil Ketua Komisi III DPR RI. I.B Rudyanto, SH., MH / Kepala Bagian Set.Komisi III DPR-RI. 29 orang Anggota Komisi III DPR-RI. 5 orang Anggota. - Membahas laporan kinerja LPSK Tahun 2010. - Membahasn masalah aktual yang terkait dengan tugas dan wewenang LPSK. KESIMPULAN/KEPUTUSAN I. PENDAHULUAN Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dibuka pukul 10.15 WIB oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Fahri Hamzah, SE dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas. II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN 1. Komisi III DPR RI meminta penjelasan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait perkembangan pembahasan Rancangan Revisi Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, Undang – undang No 13 Tahun 2006. 2. Komisi III DPR RI meminta penjelasan LPSK tentang Perkembangan Pembahasan terkait Hak Keuangan, Kedudukan Protokoler dan perlindungan keamanan bagi anggota LPSK. 3. Komisi III DPR RI meminta penjelasan LPSK tentang pelaksanaan tugas dan wewenang LPSK selama tahun 2010, terutama pelaksanaan tugas yang penting dan strategis dalam upaya memberikan perlindungan pada saksi dan korban dalam semua tahap proses peradilan pidana dalam lingkungan peradilan, dan harap dilampirkan data-data terkait, yang dapat menggambarkan kinerja LPSK. D:\317587531.doc 1 4. Komisi III DPR RI meminta penjelasan LPSK terkait upaya yang akan dilakukan dan telah dilakukan LPSK dalam rangka memperkuat kelembagaannya melalui koordinasi intensif dengan lembaga yang terkait dan lebih proaktif dalam memenuhi harapan masyarakat. 5. Komisi III DPR RI meminta penjelasan LPSK tentang jumlah saksi dan korban yang dilindungi berikut jenis perkaranya selama tahun 2011, bentuk perlindungannya, apakah ada saksi dan korban dalam perkara yang menonjol seperti menjadi whistle-blower dalam kasus tindak pidana korupsi, mafia hukum atau narkotika. 6. Komisi III DPR RI meminta penjelasan LPSK tentang perkembangan upaya perlindungan terhadap Gayus Tambunan terkait dengan dugaan atas kasus mafia perpajakan. 7. Terkait dengan diberhentikannya 2 (dua) anggota LPSK, apakah diperlukan tambahan 2 (dua) anggota sebagai pengganti dan bagaimana mekanisme yang telah dijalankan LPSK. 8. Meminta penjelasan lebih lanjut tentang kinerja LPSK yang belum dirasakan maksimal, sehingga soal kredibilitas dan eksistensinya dipertanyakan oleh masyarakat. 9. Meminta penjelasan LPSK terkait dengan adanya rencana Gayus Tambunan yang akan meminta perlindungan kepada LPSK. Sampai sejauhmana kebenaran dari berita tersebut. 10. Bagaimana LPSK melakukan perubahan indentitas dan keberadaan, bagi saksi yang dilindungi. 11. Perlu dicermati kekuatan atau kewenangan LPSK terhadap perlindungan kepada “Whistle Blower”. Mengingat banyaknya perlindungan hukum yg diberikan, apakah LPSK tidak akan mirip tugas dan fungsinya seperti LBH lakukan selama ini. 12. Meminta kepada LPSK untuk lebih proaktif dalam menangani saksi maupun korban khususnya yang terkait dengan kasus-kasus besar dan kasus apa saja yg telah ditangani oleh LPSK selama ini. 13. Apakah LPSK pernah menerima permintaan untuk perlindungan saksi maupun korban dalam kasus terpidana terorisme. 14. Meminta LPSK agar menjelaskan lebih lanjut SOP yang LPSK selama ini jalankan dan meminta kepada LPSK untuk dapat memberikan SOP nya kepada Komisi III. 15. Meminta kepada LPSK untuk lebih proaktif, khususnya memperkenalkan/mensosialisasikan prosedur kepada masyarakat untuk memperoleh pelindungan hukum dalam kapasitasnya sebagai saksi dan korban. 16. Meminta penjelasan lebih lanjut terkait dengan pergantian antar waktu 2 (dua) anggota LPSK. Apakah pergantian tersebut langsung ditetapkan oleh Presiden tanpa melalui fit and proper test di Komisi III DPR RI. 17. Sampai saat ini LPSK belum menerima upaya permohonan dari Gayus Tambunan, LPSK akan menerima semua permohonan sesuai standar yg berlaku tanpa dilakukan pembedaan. 18. LPSK menjelaskan bahwa kerjasama dalam dan luar negeri telah dilakukan dan akan terus ditingkatkan, serta melakukan perbandingan perlindungan saksi di negara-negara lain. 19. Terkait dengan pergantian antar waktu 2 (dua) anggota LPSK, PP No30 Tahun 2009 tentang Tatacara Pengangkatan dan Pemberhentian anggota LPSK, dijelaskan terhadap mekanisme pergantiannya cukup Ketua LPSK mengajukan nama kepada Presiden, dan DPR cukup diberikan tembusannya. 20. LPSK menjelaskan terkait pembahasan Rancangan Revisi Undang – Undang Perlindungan Saksi dan Korban atas Undang – Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, diantaranya sebagai berikut: o Penyusunan Naskah Akademik dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam rangka revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban telah disusun sejak Juli 2010. Rangkaian kegiatan tersebut mencakup penyusunan dan pembahasan di dalam tim perumus pada LPSK D:\317587531.doc 2 dan serangkaian kegiatan FGD/Konsultasi daerah di Jogja, Pekanbaru, Makassar dan Jakarta. Dalam penyusunan Naskah Akademik dan DIM Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 ini, LPSK juga telah melibatkan berbagai pihak, diantaranya Komisi III DPR RI, Anggota Satgas Mafia Hukum, dan kalangan akademisi. o Sebagai tindak lanjut penyusunan dan pembahasan Revisi, LPSK telah menyerahkan Draft Naskah Akademik dan Daftar Inventarisasi Masalah kepada Menteri Hukum dan HAM untuk mendapatkan izin prakarsa Presiden dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011 atau 2012, hal ini mengingat revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 belum masuk dalam Prolegnas 5 (lima) tahunan. o Dalam rangka proses tindak lanjut di Kementerian Hukum dan HAM tersebut, saat ini LPSK sedang melakukan penyempurnaan Naskah Akademik bekerjasama dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan diharapkan pada bulan April tahun ini, telah siap Naskah Akademik yang akan di bahas di Ditjen Perundang-undangan dan diharapkan telah siap pula Draft RUU revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006. 21. LPSK menjelaskan terkait pembahasan terkait hak keuangan, kedudukan protokoler, dan perlindungan keamanan bagi anggota LPSK, diantaranya sebagai berikut: LPSK telah melakukan penyusunan dan pembahasan 2 (dua) Rancangan Peraturan Presiden sejak 2009 yakni Rancangan Peraturan Presiden tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Sistem Manajemen SDM Pada LPSK serta Rancangan Peraturan Presiden tentang Hak Keuangan, Perlindungan Hukum Dan Perlindungan Keamanan Bagi Anggota LPSK. Draft Rancangan Peraturan Presiden tersebut telah diserahkan LPSK kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk dilakukan harmonisasi antar Departemen terkait terhadap rancangan peraturan presiden tersebut. Dalam perkembangannya, draft rancangan peraturan presiden tersebut telah melalui rapat interdept sebanyak empat kali yakni pada tanggal 1 Februari 2010 di Kementerian Hukum dan HAM, 12 Maret 2010 di kantor LPSK,Tanggal 29 Maret 2010 di Kantor Kementerian Sekretaris Negara dan 12 Juli 2010 di Kantor Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi. Hasil dari pertemuan interdept tersebut, karena belum adanya pengaturan yang signifikan mengenai LPSK sebagai lembaga negara dan kewenangan LPSK untuk dapat mengatur sistem Manajemen SDM sendiri dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, maka Rancangan Peraturan Presiden yang semula terdiri dari Rancangan Peraturan Presiden tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi, Tata Kerja, dan Sistem Manajemen SDM Pada LPSK serta Rancangan Peraturan Presiden tentang Hak Keuangan, Perlindungan Hukum Dan Perlindungan Keamanan Bagi Anggota LPSK, berubah menjadi Rancangan Peraturan Presiden tentang Hak Keuangan Anggota LPSK. Dengan tidak di setujuinya Rancangan Peraturan Presiden tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Sistem Manajemen SDM Pada LPSK serta Rancangan Peraturan Presiden tentang Hak Keuangan, Perlindungan Hukum Dan Perlindungan Keamanan Bagi Anggota LPSK yang telah disiapkan tim perumus pada LPSK, menyebabkan belum adanya pengaturan mengenai sistem manajemen SDM pada LPSK dan tidak adanya pengaturan mengenai kedudukan protokoler dan perlindungan keamanan bagi anggota LPSK. Dengan tidak adanya pengaturan tersebut, mengakibatkan tidak adanya jaminan terhadap pegawai LPSK yang selama ini telah melakukan kerja-kerja operasional perlindungan Saksi dan Korban yang merupakan pegawai Non PNS. D:\317587531.doc 3 Selain itu, ketidakjelasan hak yang diberikan kepada Anggota LPSK karena tidak adanya kejelasan bahwa LPSK merupakan Lembaga Negara dan Anggota LPSK adalah pejabat negara dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Saat ini draft Rancangan Peraturan Presiden telah dilakukan kajian dan penyusunan Rancangan Peraturan Presiden oleh Tim pada Kantor Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi dan masih menunggu persetujuan dari Menteri Keuangan. Dalam upaya mempercepat pengaturan kelembagaan LPSK, pimpinan dan Anggota LPSK telah menemui Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi pada tanggal 13 Januari 2011 hasil dari pertemuan tersebut, Menteri akan melakukan peninjauan kembali terhadap sejumlah Peraturan Presiden yang terkait dengan kesekretariatan dan hak Anggota LPSK untuk mengakomodir staf fungsional LPSK dan kelembagaan LPSK serta pemberian hak-hak anggota LPSK. Selanjutnya, direncanakan pertemuan interdept antara Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, Sekretariat Negara, Kementerian Keuangan dan LPSK. 22. LPSK menjelaskan terkait pelaksanaan tugas dan wewenang LPSK selama tahun 2010, diantaranya sebagai berikut : o Berkenaan penanganan permohonan yang masuk ke LPSK yang di kelola oleh Unit Penerimaan Permohonan LPSK, diinformasikan selama tahun 2010 terdapat 154 (seratus lima puluh empat) permohonan. Dari 154 (seratus lima puluh empat) permohonan yang diajukan kepada LPSK sebanyak 133 (seratus tiga puluh tiga) permohonan telah dibahas dalam rapat paripurna atau 86 % dari keseluruhan permohonan yang masuk. Sedangkan 21 (dua puluh satu) permohonan lainnya saat ini masih dalam tahap penelahaan (pendalaman), dalam tahap investigasi, atau sedang dalam proses koordinasi dengan instansi terkait lainnya yang berwenang sebelum diajukan dalam laporan telaahan permohonan dalam rapat paripurna Anggota LPSK. o Dari 133 (seratus tiga puluh tiga) permohonan yang telah dibahas dalam rapat paripurna tersebut 53 (lima puluh tiga) permohonan diputuskan untuk diterima dan selanjutnya diproses dalam layanan perlindungan, bantuan, serta kompensasi dan restitusi. 4 (empat) permohonan diputuskan dikembalikan kepada Satgas untuk dilakukan pendalaman ulang terkait pemenuhan syarat formil atau materiil maupun perlu dilakukan koordinasi dengan instansi terkait lainnya. o Rapat Paripurna Anggota LPSK dalam tahun 2010 memutuskan 76 (tujuh puluh enam) permohonan untuk tidak diterima (ditolak), dengan beberapa dasar pertimbangan seperti : pertama, permohonan tidak memenuhi syarat formil dan materiil sebagaimana persyaratan yang dinyatakan oleh undangundang; kedua, tidak dilengkapinya berkas-berkas yang dimintakan oleh satuan tugas UP 2 LPSK kepada pemohon sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan; ketiga, subyek dan obyek permohonan bukan merupakan kewenangan LPSK. 23. LPSK menjelaskan terkait Peningkatan Kapasitas Kelembagaan LPSK, diantaranya sebagai berikut: Upaya-upaya yang dilakukan LPSK pada tahun 2010 dalam rangka memperkuat kelembagaan melalui koordinasi dengan lembaga yang terkait adalah dengan melakukan serangkaian pembangunan dan pengembangan kerjasama dengan berbagai instansi terkait dan berwenang. Pada tahun 2010 LPSK telah menandatangani Nota Kesepahaman Perlindungan Saksi dan Korban dengan Kementerian Hukum dan HAM, Badan Narkotika Nasional, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Lembaga Administrasi Negara dalam rangka mendukung Administrasi kelembagaan dan penguatan SDM. Dalam rangka mewujudkan kerjasama operasional perlindungan saksi dan korban LPSK juga telah merintis menyusun pedoman tekhnis kerjasama dengan KPK, dengan Kepolisian RI, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, KOMNAS Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan KOMNAS HAM. D:\317587531.doc 4 Selain menjalin kerjasama dengan Instansi Penegak Hukum, LPSK juga menjalin kerjasama dengan Lembaga Internasional seperti kerjasama dengan War Crime Study Centre University of California Berkeley, UNODC (United Nations Office Drugs and Crime),US Department of Justice. Pada acara Workshop Perlindungan Saksi dan Korban se Asia Tenggara dan Kawasan Lainnya (29 November – 1 Desember 2010), LPSK mengundang peserta dari berbagai negara, yang dihadiri oleh utusan dari Lembaga perlindungan saksi dari Malaysia, Thailand, Philipina,Brunei Darusalam, Timor Leste, Australia dan Selandia Baru. Dalam forum tersebut juga dihadiri oleh peserta dari dalam Negeri yaitu Pimpinan Pengadilan Tinggi se Indonesia, Pimpinan Kepolisian daerah se Indonesia, Pimpinan Kejaksaan Tinggi se Indonesia dan Kanwil Kemenkumham se Indonesia yang pada ujung acara itu dilakukan penandatangan Kespakatan Unsur penegak Hukum dalam rangka membina kerjasama dan mewujudkan kapasitas serta kemampuan untuk melakukan aktivitas perlindungan saksi dan/atau Korban dalam setiap proses peradilan pidana, yang ditandatangani oleh unsur Kepolisian RI, Kejaksaan Agung RI, Mahkamah Agung RI, KPK, Peradi dan LPSK. Pada tahun 2011 ini LPSK telah mengadakan berbagai pertemuan audiensi dengan Pimpinan KPK, Jaksa Agung dan Pimpinan Badan Pengawas Pemilu berkaitan dengan saksi tindak pidana pemilu. Direncanakan pada tahun 2011 akan direalisasikan kerjasama teknis dengan beberapa instansi yakni Mahkamah Agung, PPATK, Peradi, dan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial RI. 24. LPSK menjelaskan terkait perkembangan upaya perlindungan terhadap Gayus Tambunan, diantaranya sebagai berikut: Mengenai upaya perlindungan terhadap Gayus Tambunan, diinformasikan sampai saat ini belum ada permohonan yang diajukan kepada LPSK. Baik yang disampaikan oleh yang bersangkutan langsung, kuasa hukumnya, atau penegak hukum yang terkait dan berwenang. Namun dari ekspose media massa, kuasa hukum Gayus berencana akan mengajukan permohonan pada Senin tanggal 7 Februari 2011. 25. Terkait penyusunan DIM dan naskah akademis revisi UU No.13 Tahun 2006 dilibatkan juga berbagai pihak, dari DPR RI, Anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Kalangan Akademisi dan Penegak Hukum. Diharapkan RUU ini dapat dimasukan ke dalam Proglenas 2011 atau 2012. 26. Beberapa hal yang perlu dimasukkan dalam kepentingan revisi tersebut, diantaranya sebagai berikut: - Perlindungan terhadap “whistle blower” yang belum diatur. - Hak asasi korban yang masih bersifat umum dan perlu adanya penjelasan secara detail mengurangi kendala di lapangan (mis : pendampingan dari LPSK masih mendapat kendala di dalam proses peradilan) diharapkan kesekretariatan LPSK ditingkatkan dari esselon 2 menjadi esselon 1, sehingga diperoleh kemandirian. - Kewenangan-kewenangan LPSK yang semakin diperjelas. 27. LPSK telah menyusun 2 (dua) Perpres tentang tata kerja dan manajemen SDM, dan hak keuangan, perlindungan hukum dan keamanan bagi anggota LPSK. Selama proses pembahasan masih mengalami hambatan terutama rencana peraturan presiden tentang tata kerja dan SDM. 28. Rencana Peraturan Presiden mengenai hak keuangan belum juga diterbitkan karena adanya pertimbangan dari Menpan yaitu bahwa akan ada peraturan secara menyeluruh perihal penggajian bagi lembaga-lembaga non struktural (tidak perlembaga) . Sehingga peraturan presiden perihal hak-hak keuangan tidak akan terbit dalam waktu dekat. Demikian juga mengenai hak-hak mendapat keamanan belum mendapat kejelasan. D:\317587531.doc 5 29. Sebaran wilayah permohonan yang masuk ke LPSK masuk dari berbagai wilayah (terbesar dari Pulau Jawa), sebaran ini menjadikan pertimbangan untuk pembentukan LPSK daerah. 30. Bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan adalah perlindungan fisik, hukum (pendampingan) dan perlindungan fisik dan hukum. 31. Pembangunan dan pengembangan kerjasama dengan berbagai instansi (BNN, KPK, Komnas HAM, dsb) merupakan upaya yang dilakukan LPSK dalam rangka peningkatan pelayanan. Upaya kerjasama dengan lembaga-lembagan luar juga dilakukan (Lembaga Perlindungan Saksi di Negara-negara Asean, dsb). Kerjasama SDM dilakukan dengan lembaga Polri, KPK, Menpan dan lain-lain. 32. Jenis tindak pidana sesuai permohonan adalah 154 pemohon, status permohon bermacam-macam (saksi, pelapor, korban , tersangka dan terpidana). 33. Selain perlindungan secara fisik, LPSK juga melakukan pelayanan medis, psikologi, restitusi, pendampingan. Terkait kasus Susno Duadji, LPSK telah memberikan perlindungan tetapi untuk menempatkan di “Safe House” belum dapat dilakukan, akan tetapi pendampingan di dalam penyidikan dan persidangan telah dilakukan. 34. Banyak juga pemohon khawatir setelah mereka menyampaikan laporan kepada LPSK, akan dituntut balik atau dikriminalisasi, hal-hal seperti ini perlu dirinci di dalam revisi UU. 35. Terkait dengan penggantian ke 2 (dua) anggota LPSK (S.K. Presiden sudah terbit), akan tetapi salah satu anggota yang diberhentikan melakukan tuntutan melalui PTUN. Pada bulan Desember 2010 PTUN menolak tuntutan tersebut, tetapi yang bersangkutan melakukan banding. Untuk melakukan antisipasi LPSK membentuk pansel terdiri dari 5 (lima) orang dari berbagai instansi. Sesuai aturan PAW, Ketua LPSK menyampaikan usulan nama-nama kepada Presiden untuk dipilih dan ditetapkan. 36. Terkait anggaran Tahun 2010 yang terserap sebanyak 40%, hambatan karena anggaran baru keluar pada bulan April 2010, terkait standar biaya umum yang digunakan SBU 2010 sedangkan yg diberlakukan SBU 2008 sehingga terdapat perbedaan jumlah. 37. Bahwa saksi dan korban merupakan individu/unsur yang sangat penting, sehingga perlu adanya terobosan. Sehingga perlu ditingkatkan pelayanan/perlindungan terutama bagi “whistle blower”. 38. Terkait dengan masalah kesekretariatan dari LPSK, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Birokrasi Reformasi keberatan apabila kesekretariatan LPSK dijabat oleh Pejabat Eselon I. 39. Mengingat LPSK dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden, LPSK pernah mengajukan surat untuk bertemu dengan Presiden namun sampai saat ini LPSK belum dapat diterima oleh Presiden. 40. LPSK meminta kepada Komisi III DPR RI untuk mengambil inisiatif melakukan rapat gabungan dengan mengundang Bappenas, Menkopolhukam, Menteri Keuangan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Birokrasi Reformasi untuk membicarakan permasalahan-permasalahan sebagaimana yang telah disampaikan oleh LPSK sehingga dalam menjlankan tugas dan fungsinya LPSK dapat berjalan dengan maksimal. III. KESIMPULAN / PENUTUP 1. Komisi III DPR mendesak LPSK mengidentifikasi usulan yang dapat dilakukan oleh DPR, sehingga DPR dapat mengundang dan mempertanyakan kepada lembaga yang terkait dalam masa sidang yang akan datang. D:\317587531.doc 6 2. Komisi III DPR mendukung langkah LPSK untuk melakukan percepatan pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dan menjadi agenda prioritas Program Legislasi Nasional Tahun 2011. 3. Komisi III meminta LPSK untuk menunda penggantian dua anggota LPSK yang berdasarkan Perpres No. 30 tahun 2009 tentang tata cara pengangkatan dan pemberhentian Anggota LPSK yang dianggap bertentangan dengan Undang – undang No 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sampai ada kejelasan dari Menteri Hukum dan Ham terkait Perpres tersebut. Rapat ditutup tepat pukul 13.10 WIB PIMPINAN KOMISI III DPR RI WAKIL KETUA, FAHRI HAMZAH, SE D:\317587531.doc 7