BAB I PENDAHULUAN Kode etik ini adalah pedoman perilaku bagi anggota Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) dan merupakan landasan untuk memutuskan persoalanpersoalan etika bila perilaku pekerja sosial profesioanal dinilai menyimpang dari standar perilaku etis dalam melaksanakan hubungan-hubungan profesionalnya dengan kelayakan, kolega, profesi lain dan dengan masyarakat. Kode etik ini didasarkan pada nilai-nilai fundamental pekerja social yakni penghargaan terhadap martabat dan harga diri setiap orang, serta hak-hak dan tanggung jawab social. Kode etik ini bukan merupakan perangkat yang menentukan semua perilaku pekerja social professional dalam semua kompleksitas kehidupan. Kode etik lebih merupakan prinsip-prinsip umum untuk membimbing perilaku dan menilai perilaku secara bijaksana dalam berbagai situasi yang mengandung implikasi etis. Kode etik ini tidak dimaksudkan sebagai alat untuk menghilangkan/mencabut kesempatan atau kebebasan pekerja social professional yang melakukan praktek dengan integritas profesional yang tinggi. Perilaku pekerja social professional bukan berasal dari dekrit/ maklumat, tetapi komitmen pekerja social professional secara individual. Kode etik ini dibuat untuk menegaskan kemauan dan semangat pekerja social professional agar bertindak etis dalam seluruh perbuatan mereka sebagai pekerja social professional. BAB II PEMBAHASAN A. Kode etik pekerjaan sosial dalam konteks modern Sejak dahulu, kode etik telah menjadi alat kunci untuk menjabarkan nilai profesi. Dalam tata tertibnya menjelaskan tentang tujuan dan fungsi profesi, nilai dan prinsip etika, dan beberapa standar praktek profesional. Saat ini tata tertib kode etik telah menjadi hal yang kontroversial. Perlunya kode etik sebagai teguran dalam tempat kerja dan dalam tingkah laku. Berbagai faktor tantangan globalisasi dan kesempatan pekerjaan sosial, membawa tata tertib kode etik untuk semua profesi. B. Tujuan dan Fungsi Kode Etik Kode etik adalah rumusan yang bertujuan mengidentifikasi nilai, prinsip, dan standar etika tingkah laku dalam suatu profesi. Contohnya diantara National Association of Social Workers (NASW) dan the Australian Association of Social Workers (AASW) menyatakan bahwa kode memiliki beberapa tujuan. Meski berbeda, intisari dalam tujuan tersebut hampir sama, diantaranya : Mengidentifikasi inti dari nilai dan prinsip yang mendukung pekerjaan sosial Menyediakan tuntunan dan standar untuk etika tingkah laku pekerjaan sosial yang secara umum dapat memegang tanggung jawab pekerjaan sosial. Menolong pekerja sosial dalam merefleksikan etika dan pengambilan keputusan Kegiatan berdasarkan penyelidikan dan penilaian bagimana pekerjaan sosial telah menyelesaikan proses permasalahan. Banks (1998) mengidentifikasi empat fungsi umum kode etik : Membimbing perilaku dan etika pengambilan keputusan Melindungi pengguna dari malpraktek / penyalahgunaan Menyalurkan status profesional pekerjaan sosial. Membangun dan memelihara identitas profesional. C. Kode Pekerja Sosial Bebahaya Ada fakta untuk kode pekerjaan sosial, atau penyalahgunaannya, dapat berbahaya dan kurang hati-hati mungkin menyebabkan tindakan yang tidak pantas. Kode etik berbahaya jika digunakan berlebih sebagai senjata profesi / organisasi daripada alat untuk membela publik dan menaikan praktik etika. De Maria (1997) berargumen bahwa kode melindungi pekerjaan organisasi daripada meniup peluit/ pekerjaan sosial yang mencoba melindungi kliennya. Argumen lainnya adalah isu kode memberi perbedaan prinsip yang dapat digunakan senagai sekat yang lain. Seorang pekerjaan sosial mengkritisi sebuah organisasi untuk memotong / meniadakan pelayanan klien dalam lingkaran peradilan sosial. Contohnya mungkin kedisiplinan pelanggaran kerahasiaan organisasi sebuah hubungan berbahaya bila seorang pekerja dapat berargumen bahwa mereka tidak punya kegelisahan tentang peradilan sosial karena ini tidak berhubungan dengan tipe kerja, walaupun mereka percaya bahwa profesi lain akan memberi perhatian. Ketika orang memilih dan memutuskan yang mana aspek kode mereka akan mengikuti jalannya., Kultgen (1988) berargumen, kode menjadi sebuah pelatihan ejekan dalam jendela berpakaian. D. Kode Etik yang Tidak Relevan Kode etik tidaklah relevan dengan hidup modern, karena mereka tidak mencerminkan banyak realitas yang ada dalam masyarakat yang sama (Gray, M. 1995; Wood 1997; Banks 1998; Noble dan Briskman 1998). Alasan lainnya kode-kode etika dianggap tak-relevan yaitu para pekerja sosial tidak menggunakan kode-kode etika tersebut. Riset kedalam praktek etik di Amerika Utara (Holland dan Kilpatrick 1991) mengungkapkan bahwa para pekerja sosial tidak menunjuk pada kode-kode mereka samasekali ketika menghadapi dilema-dilema etik. Kekurangan kesadaran itu sendiri dapat membuat kode-kode etika itu menjadi takrelevan. De Maria (1997), berpendapat bahwa kode-kode etika itu tak-relevan dengan pekerjaan sosial karena mereka tidak dapat mensahkan janji memberikan arah yang jelas kepada para pekerja sosial yang disebabkan oleh ketakkonsistenan-ketakkonsistenan internal. Para pengeritik, misalnya Kultgen (1988), dan karya-karaya sebelumnya dari Collingridge (1995) dan Hugman (Hugman dan Smith 1995), mengambil argumenargumen ini lebih lanjut lagi dan menuntut bahwa itu merupakan basis pluralisitik dari kode-kode yang menyebabkan kontradiksi-kontradiksi internal di tempat yang pertama. Di ujung tak-relevan dari spektrum akibat-akibat yang mungkin, ini berarti bahwa kode-kode tersebut menjadi begitu umum sedemikian rupa sehingga mereka tak-berarti dan tak dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah spesifik – suatu isu yang juga diulas oleh para praktisi pekerjaan sosial dalam studi yang dilakukan oleh Noble dan Briskman (1998) tentang bagaimana para pekerja sosial menggunakan kode-kode mereka. E. Kode-kode etika yang dapat memberdayakan pekerjaan sosial Sementara ada kemungkinan bahwa kode-kode etika dapat tak-relevan atau bahkan berbahaya, bergantung pada interpretasi mereka dan bagaimana (atau apakah) para pekerja sosial dan masyarakat umum menggunakannya, juga ada kemungkinan bahwa kode-kode etika pekerjaan sosial dapat memberdayakan para pekerja sosial dan menawarkan mereka suatu landasan yang kokoh dari mana untuk mengambil suatu pendirian etis dalam praktek. Barangkali anda telah mengetahui seorang pekerja sosial yang sanggup memberdayakan klien-klien mereka dan ‘membuat suatu perbedaan’, dan ini mengilhami anda untuk menjadi terlibat dalam profesi ini. Dihadapkan dengan suatu arena baru untuk dipraktekkan, Geoffrey Greif menunjukkan kode etikanya sebagai pedoman dan berkesimpulan: “Yang saya singkirkan dari pengalaman itu adalah hal menonjol untuk Kode Etika kami, jalannya literatur, dan pelatihan saya. Hampir dimanapun saya melihat pada Kode tersebut, saya menemukan relevansi dengan pernan baru saya. Entah dalam komitmen pekerjaan sosial terhadap dinas, keadilan sosial, atau peningkatan kesejahteraan manusia, dukungan itu ada bagi para pekerja sosial sebagai agen perubahan sosial (Greif 2004; 280).” F. Perkembangan-perkembangan baru dalam kode-kode etika pekerjaan sosial Banks (2001) menegaskan bahwa setiap negara dengan profesi pekerjaan sosial telah mengembangkan suatu kodifikasi tentang nilai-nilai, prinsip-prinsip dan standarstandar dimana praktek pekerjaan sosial itu didasarkan, walaupun kode-kode ini mempunyai isu yang berlainan, yang bergantung pada situasi-situasi lokal. Dengan menyelidiki sejumlah kode-kode etika dari beberapa negara, kita dapat melihat bagaimana pekerjaan sosial berurusan dengan tiga mode etis : etika berdasarkan hal yang sebenarnya (atau karakter etis dari pekerja sosial), pendekatan-pendekatan deontologis (dari mana ada sumber-sumber bagi pengertian tentang hak-hak dan tugas-tugas) dan pendekatan-pendekatan consequentialist (darimana diturunkannya pengertian-pengertian tentang keadilan sosial). Banks menulis pada tahun 1995 bahwa Australia adalah satu-satunya negara yang secara eksplisit menggabungkan keadilan sosial sebagai ‘nilai inti’ dalam kode-kode etika, secara sama dengan kesejahteraan individu-individu. AASW mempertahakan fokus ini pada keadilan sosial selama revisi utama bagi kode tersebut pada akhir tahun 1990an (AASW 2000). Pada bulan Juli 2000, IFSW mempergunakan definisi baru tentang pekerjaan sosial pada rapat umumnya di Montreal, Kanada. Definisi internasional baru tentang pekerjaan sosial ini juga menekankan hak-hak azasi manusia dan keadilan sosial : Profesi pekerjaan sosial memajukan perubahan sosial, pemecahan masalah dalam hubungan-hubungan manusia dan pemberdayaan dan liberalisasi orang-orang untuk meningkatkan kesejahteraan. Memanfaatkan teori-teori tentang perilaku manusia dan sistem-sistem sosial, campurtangan pekerjaan sosial pada point-point dimana orang berinteraksi dengan lingkungan-lingkungan mereka. Prinsip-prinsip hak-hak azasi manusia dan keadilan sosial itu fundamental bagi pekerjaan sosial (IFSW 2002). G. IFSW : Etika Pekerja Sosial, pernyataan prinsipil (2004) IFSW adalah sesuatu yang mewah kata-katanya sederhana dan mudah dipahami. Digunakan sebagai acuan kode etik pekerjaan social secara umum. Pernyataan IFSW bertujuan memberikan arahan kepada pekerja social di dunia untuk mempertimbangkan dan menantang dilema dalam diri dan membuat keputusan sesuai dengan etika tentang bagimana bertindak di setiap masalah. Empat bentuk masalah yang digambarkan oleh pekerja social : 1. pekerja social dalam menengahi masalah 2. Fungsi pekerja social sebagai penolong dan pengontrol 3. Adanya konflik diantara kewajiban pekerja social untuk menjaga keperluan masyarakat dan permintaan untuk efisiensi dan manfaatnya. 4. Sumber masalah yang terbatas Dua prinsip utama pekerjaan social dalam IFSW: 1. Prinsip HAM dan Kesejahteraan manusia Empat elemen HAM dan kesejahteraan manusia: 2. Mengenai diterminasi hak individu Mempromosikan partisipasi hak asasi Memberikan pelayanan setiap orang Mengidentifikasi dan membangun kekuatan Prinsip keadilan social Empat elemen keadilan social: Menentang deskriminasi yang negative Mengenal perubahan Mendistribusikan keadilan system sumber Menantang praktek dan kebijakan yang tidak adil Bekerja dengan solidaritas tanpa menaklukkan, mengasingkan ataupun member stigma dalam masyarakat. Dua belas acuan umum untuk sikap profesi : 1. Mengembangkan dan memelihara keterampilan dan kompetensi dalam mengerjakan pekerjaan. 2. Tidak mengizinkan keterampilan mereka digunakan untuk tujuan anti sosial seperti penganiayaan dan terorisme 3. Menjalankan dengan interitas (tidak menyalahgunakan kedudukan mereka untuk kepentingan personal dan mengetahui batasan diantara personal dan kehidupan profesional) 4. Menjalankan profesi dengan rasa kasihan, empati, dan menjaga relasi dengan orang-orang yang menggunakan pelayanan mereka 5. Tidak tunduk pada kebutuhan atau menaruh perhatian pada pengguna pelayanan mereka yang membutuhkan / berkepentingan 6. Menjaga diri mereka secara personal dan profesional di tempat kerja seperti mereka menyediakan pelayanan 7. Memelihara kepercayaan dari pengguna pelayanan kecuali ketika disana memerlukan etika yang tinggi. 8. Memberikan pertanggung jawaban masalah kepada orang-orang yang bekerja dengan mereka, teman sejawat, atasan, asosiasi profesional dan hukum 9. Bekerja sama dengan sekolah pekerjaan sosial untuk memberikan dukungan dan kualitas praktek yang baik untuk para pelajar pekerjaan sosial 10. Memelihara dan melakukan debat etika dengan teman sejawat dan atasan, memberikan tanggung jawab untuk membuat putusan informasi etika 11. Mempersiapkan pembicaraan untuk memutuskan pertimbangan dasar etika dan menjadi tanggung jawab pembicara dalam aksi mereka 12. Bekerja membangun kondisi yang digunakan sebagai agensi dan negara mereka sebagai kode nasional yang didiskusikan dan dievaluasi. H. Nilai inti dan prinsip kode etik nasional Kode etik pekerjaan sosial di dunia mempunyai banyak aspek umum dan beberapa perbedaan penting. Kita telah mendiskusikan bagaimana menekankan dua prinsip kesejahteraan individu dengan keadilan sosial ternyata menjadi kode etik pekerjaan sosial di barat. Kode etik Inggris (BASW), kode etik Amerika Utara (NASW), dan kode etik Australia (AASW) memulai dengan pernyataan nilai dan prinsip, diikuti secara detail dengan peraturan untuk memimpin secara profesional dengan menggunakan bermacammacam istilah seperti standar etik (NASW) atau praktek etika (AASW dan BASW). I. Hal-hal yang menjadi perbuatan baik pekerja sosial Rupanya memungkinkan mengidentifikasi tiga pokok utama yang membuat pekerja sosial baik. Bersama-sama termasuk The Telos of Social Work menggambarkan definisi IFSW, ringkasan pokonya adalah : “Perhatian dan tidak dapat dipisahkan dari memuliakan dan menghargai semu orang dan sesuai dengan HAM, meliputi perhatian pada determinasi diri, memelihara partisipasi, melayani dan mengidentifikasi orang, dan mengembangkan kekuatan.” J. Kebaikan Kita seringkali diberitahu betapa pentingnya kekuatan refleksi dalam kinerja sosial. Khususnya pada kasus dimana kita terlibat dalam sejumlah interaksi yang berdampak pada kode etik profesional, praktik kinerja sosial, serta sejumlah kode lain yang dapat digunakan, seperti kode lisensi pihak yang mempetugaskan kita. Sebagai salah satu prosedur, refleksi meliputi baik pemikiran refleksif maupun pembahasannya dengan rekan sejawat. (Perhatikan bahwa refleksi tidak sama dengan refleksivitas, namun Anda mungkin seringkali mendapatkan kedua kata tersebut digunakan secara bersamaan. Refleksivitas dinyatakan oleh Fook (2002) sebagai suatu tindakan yang dilandaskan atas kebijaksanaan alih-alih empirisme yang melibatkan penggunaan intuisi yang kemudian berkembang menjadi pengalaman.) Refleksi merupakan salah satu komponen praxis. Dalam merefleksikan hubungan antara teori dengan praktik dan praktik dengan teori, serta mengetahui keterkaitan antara keduanya, Anda akan masuk ke dalam pemikiran refleksif (Fook, 2002). Dengan demikian, sejumlah kode yang berbeda, Anda dapat meninjaunya serta saling keterkaitannya serta membuktikan bahwa Anda terlibat dalam suatu refleksi. Refleksi jenis ini sangatlah penting karena dapat membantu Anda untuk memahami cara kerja kode yang Anda miliki untuk bekerja serta membantu dalam hal pembentukan sifat hubungan Anda dengan klien atau dengan rekan sejawat. Dengan mengolah kapasitas yang Anda miliki untuk melakukan refleksi, berarti Anda telah mengembangkan kemampuan untuk masuk ke dalam analisis kritis dan melihat ke belakang untuk mengetahui hal yang pernah dikatakan atau ditulis atau asumsi yang pernah dibuat untuk membentuk suatu nilai atau ideologi. Mungkin jika Bill, tokoh dari studi kasus kita, mau menghabiskan waktu untuk merefleksikan keadaannya, maka ia akan dapat menangani hidupnya secara berbeda. Ia mungkin telah memberitahu manajer kelompok mengenai sejumlah dugaan yang ia miliki dengan bantuan manajernya (karena, ia tidak akan merasa nyaman jika tidak ditemani manajer pribadinya). K. Kemampuan Etis Untuk dapat mengolah suatu refleksi dalam menerapkan sejumlah kode tertentu secara utuh sehingga Anda dapat menjadi seorang praktisi etis, maka Anda harus mampu menyeimbangkan pandangan dan pemikiran Anda agar dapat memperoleh kemampuan komunikasi yang baik. Menjadi seorang komunikator yang baik dapat memudahkan kita untuk memperjelas nilai-nilai yang kita miliki, meningkatkan perhatian terhadap kode yang kita miliki, serta untuk membahas pengaruhnya dalam kinerja kita. Komunikasi, atau komunikasi efektif yang baik, tidak dapat diperoleh begitu saja. Sebagian besar dari kita mungkin pernah mendengar bahwa komunikasi dipengaruhi oleh sejauh mana kemampuan pengirim pesan dalam menyampaikan pesannya, alat atau sarana komunikasi yang digunakan, serta cara penerima menginterpretasikan informasi yang disampaikan. Namun, meskipun komunikasi efektif tampak sederhana dan merupakan hal terpenting bagi petugas sosial, sebagian besar wktu kita sering terbuang begitu saja hanya untuk menyelesaikan kesalahpahaman. Potensi munculnya kesalahpahaman sangatlah tinggi. Misalnya, dalam suatu kasus mengenai sebuah keluarga yang terdiri atas lima orang anggota keluarga dimana pengamatan dilakukan oleh dua orang petugas, terdapat dua puluh lima kecenderungan atas suatu komunikasi yang dilakukan. Satu kesalahpahaman dapat menyebabkan konflik di keluarga tersebut. Jika kita ingin menjadi komunikator yang handal, kita harus mampu meghargai dan memahami sejumlah komunikasi yang muncul dalam berbagai situasi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah variabel yang berhubungan dengan penyampai pesan, alat serta penerima pesan tersebut. Jika kita sebagai petugas sosial ingin bersikap transparan, maka kita harus meningkatkan kemampuan komunikasi kita. Jika Bill memutuskan untuk mengadakan rapat dengan manajer kelompok untuk membicarakan dugaannya, ia dapat memanfaatkan waktu untuk membuat catatan kasar untuk membantunya dalam rapat tersebut. Jika kita dalam kondisi tertekan, kecenderungan membuat kesalahan akan semakin besar, masalah tersebut dapat diatasi dengan membuat catatan. Catatan dapat digunakan untuk memastikan bahwa segala sesuatunya dapat berjalan dengan baik, sehingga perbincangan pun dapat diarahkan sesuai dengan materi yang sudah ditentukan. Dengan melakukan hal tersebut, kita dapat mengurangi tekanan emosi saat rapat berlangsung. L. Pengetahuan Etis Meskipun kita telah terbiasa untuk berpikir secara umum dan menghindari sejumlah pemikiran yang beragam, pada kenyataannya, sebagai petugas sosial, kita sering dihadapkan pada sejumlah pilihan. Dilihat dati sudut pandang yang berbeda, setiap keputusan yang diambil didasarkan atas pertimbangan terhadap permintaan informasi yang jumlahnya terbatas. Hal tersebut menekankan adanya alasan betapa pentingnya memahami sifat keragaman dalam hidup. Bahkan di tempat kerja tempat dimana tekanan seringkali muncul, Foucualt (1972) menyatakan bahwa adalah wajar untuk menanyakan alasan suatu tindakan dilakukan dengan cara tertentu dan tidak dengan cara lainnya. Kita berpendapat bahwa hal tersebut merupakan kelebihan dan bukan kekurangan. Kode-kode etik tersebut didasarkan pada pendekatan umum. Kode-kode tersebut tidak mewakili sejumlah tindakan. Alih-alih, kode-kode tersebut memberikan tantangan sekaligus memandu kita untuk memberikan tanggapan yang paling sesuai, menghargai orang-orang yang terlibat dalm konteks tertentu, memberikan pertimbangan mengenai konsekuensi dari kinerja, tugas, dan prinsip dasar yang kita lakukan, serta memperhatikan kesesuaian tindakan kita dengan karakter orang yang kita hadapi (Apakah kita sudah bersikap baik?). Ingatlah bahwa konsep mengenai hal jamak ini sangatlah berbeda dengan relativisme yang kita bahas di Bab 3. pernyataan mengenai hal tersebut merupakan hal etis yang penting yang harus Anda masukkan ke dalam kotak peralatan Anda. BAB III PENUTUP Singkatnya, jika Anda mampu merefleksikan alasan atas tindakan Anda, menjelaskan dan mengolahnya menjadi suatu pemikiran saat membuat sebuah keputusan etis yang penting, maka Anda akan mampu mengembangkan pendekatan yang lebih baik dalam praktik kinerja sosial yang Anda lakukan. Pada bab ini, kita telah membahas bahwa kinerja sosial, yang selalu merupakan profesi etis profesional, memerlukan pernyataan etis sebagai dasarnya, untuk memperjelas tujuan dan fungsinya. Dengan demikian, peran kode etik harus dapat dipahami dengan baik sehingga sejumlah hambatan dapat diatasi dengan baik dan komitmen kelompok terhadap sejumlah kode etik pun dapat dibuat. Kita juga telah membahas bahwa jika petugas sosial mengembangkan suatu kode etik, maka harus: 1. Berdasarkan perdebatan yang besar; 2. Melibatkan rasa penasaran yang profesional; dan 3. Didukung penuh secara kelompok. Dengan demikian, kita memiliki peluang untuk meningkatkan kinerja sosial dan merealisasikan tujuan kita, meskipun dilakukan secara terbagi dan terpusat.