Pembahasan Kode Etik IPSPI 2009 by Adi Fahrudin

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Kode etik ini adalah pedoman perilaku bagi anggota Ikatan Pekerja Sosial
Profesional Indonesia (IPSPI) dan merupakan landasan untuk memutuskan persoalanpersoalan etika bila perilaku pekerja sosial profesioanal dinilai menyimpang dari standar
perilaku etis dalam melaksanakan hubungan-hubungan profesionalnya dengan kelayakan,
kolega, profesi lain dan dengan masyarakat.
Kode etik ini didasarkan pada nilai-nilai fundamental pekerja social yakni
penghargaan terhadap martabat dan harga diri setiap orang, serta hak-hak dan tanggung
jawab social.
Kode etik ini bukan merupakan perangkat yang menentukan semua perilaku
pekerja social professional dalam semua kompleksitas kehidupan. Kode etik lebih
merupakan prinsip-prinsip umum untuk membimbing perilaku dan menilai perilaku
secara bijaksana dalam berbagai situasi yang mengandung implikasi etis.
Kode etik ini tidak dimaksudkan sebagai alat untuk menghilangkan/mencabut
kesempatan atau kebebasan pekerja social professional yang melakukan praktek dengan
integritas profesional yang tinggi. Perilaku pekerja social professional bukan berasal dari
dekrit/ maklumat, tetapi komitmen pekerja social professional secara individual. Kode
etik ini dibuat untuk menegaskan kemauan dan semangat pekerja social professional agar
bertindak etis dalam seluruh perbuatan mereka sebagai pekerja social professional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kode etik pekerjaan sosial dalam konteks modern
Sejak dahulu, kode etik telah menjadi alat kunci untuk menjabarkan nilai profesi.
Dalam tata tertibnya menjelaskan tentang tujuan dan fungsi profesi, nilai dan prinsip
etika, dan beberapa standar praktek profesional.
Saat ini tata tertib kode etik telah menjadi hal yang kontroversial. Perlunya kode
etik sebagai teguran dalam tempat kerja dan dalam tingkah laku. Berbagai faktor
tantangan globalisasi dan kesempatan pekerjaan sosial, membawa tata tertib kode etik
untuk semua profesi.
B.
Tujuan dan Fungsi Kode Etik
Kode etik adalah rumusan yang bertujuan mengidentifikasi nilai, prinsip, dan
standar etika tingkah laku dalam suatu profesi. Contohnya diantara National Association
of Social Workers (NASW) dan the Australian Association of Social Workers (AASW)
menyatakan bahwa kode memiliki beberapa tujuan. Meski berbeda, intisari dalam tujuan
tersebut hampir sama, diantaranya :

Mengidentifikasi inti dari nilai dan prinsip yang mendukung pekerjaan sosial

Menyediakan tuntunan dan standar untuk etika tingkah laku pekerjaan sosial yang
secara umum dapat memegang tanggung jawab pekerjaan sosial.

Menolong pekerja sosial dalam merefleksikan etika dan pengambilan keputusan

Kegiatan berdasarkan penyelidikan dan penilaian bagimana pekerjaan sosial telah
menyelesaikan proses permasalahan.
Banks (1998) mengidentifikasi empat fungsi umum kode etik :

Membimbing perilaku dan etika pengambilan keputusan

Melindungi pengguna dari malpraktek / penyalahgunaan

Menyalurkan status profesional pekerjaan sosial.

Membangun dan memelihara identitas profesional.
C.
Kode Pekerja Sosial Bebahaya
Ada fakta untuk kode pekerjaan sosial, atau penyalahgunaannya, dapat berbahaya
dan kurang hati-hati mungkin menyebabkan tindakan yang tidak pantas.
Kode etik berbahaya jika digunakan berlebih sebagai senjata profesi / organisasi
daripada alat untuk membela publik dan menaikan praktik etika. De Maria (1997)
berargumen bahwa kode melindungi pekerjaan organisasi daripada meniup peluit/
pekerjaan sosial yang mencoba melindungi kliennya. Argumen lainnya adalah isu kode
memberi perbedaan prinsip yang dapat digunakan senagai sekat yang lain. Seorang
pekerjaan sosial mengkritisi sebuah organisasi untuk memotong / meniadakan pelayanan
klien dalam lingkaran peradilan sosial. Contohnya mungkin kedisiplinan pelanggaran
kerahasiaan organisasi sebuah hubungan berbahaya bila seorang pekerja dapat
berargumen bahwa mereka tidak punya kegelisahan tentang peradilan sosial karena ini
tidak berhubungan dengan tipe kerja, walaupun mereka percaya bahwa profesi lain akan
memberi perhatian. Ketika orang memilih dan memutuskan yang mana aspek kode
mereka akan mengikuti jalannya., Kultgen (1988) berargumen, kode menjadi sebuah
pelatihan ejekan dalam jendela berpakaian.
D.
Kode Etik yang Tidak Relevan
Kode etik tidaklah relevan dengan hidup modern, karena mereka tidak
mencerminkan banyak realitas yang ada dalam masyarakat yang sama (Gray, M. 1995;
Wood 1997; Banks 1998; Noble dan Briskman 1998).
Alasan lainnya kode-kode etika dianggap tak-relevan yaitu para pekerja sosial tidak
menggunakan kode-kode etika tersebut. Riset kedalam praktek etik di Amerika Utara
(Holland dan Kilpatrick 1991) mengungkapkan bahwa para pekerja sosial tidak
menunjuk pada kode-kode mereka samasekali ketika menghadapi dilema-dilema etik.
Kekurangan kesadaran itu sendiri dapat membuat kode-kode etika itu menjadi takrelevan.
De Maria (1997), berpendapat bahwa kode-kode etika itu tak-relevan dengan
pekerjaan sosial karena mereka tidak dapat mensahkan janji memberikan arah yang jelas
kepada para pekerja sosial yang disebabkan oleh ketakkonsistenan-ketakkonsistenan
internal. Para pengeritik, misalnya Kultgen (1988), dan karya-karaya sebelumnya dari
Collingridge (1995) dan Hugman (Hugman dan Smith 1995), mengambil argumenargumen ini lebih lanjut lagi dan menuntut bahwa itu merupakan basis pluralisitik dari
kode-kode yang menyebabkan kontradiksi-kontradiksi internal di tempat yang pertama.
Di ujung tak-relevan dari spektrum akibat-akibat yang mungkin, ini berarti bahwa
kode-kode tersebut menjadi begitu umum sedemikian rupa sehingga mereka tak-berarti
dan tak dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah spesifik – suatu isu yang
juga diulas oleh para praktisi pekerjaan sosial dalam studi yang dilakukan oleh Noble dan
Briskman (1998) tentang bagaimana para pekerja sosial menggunakan kode-kode
mereka.
E.
Kode-kode etika yang dapat memberdayakan pekerjaan sosial
Sementara ada kemungkinan bahwa kode-kode etika dapat tak-relevan atau bahkan
berbahaya, bergantung pada interpretasi mereka dan bagaimana (atau apakah) para
pekerja sosial dan masyarakat umum menggunakannya, juga ada kemungkinan bahwa
kode-kode etika pekerjaan sosial dapat memberdayakan para pekerja sosial dan
menawarkan mereka suatu landasan yang kokoh dari mana untuk mengambil suatu
pendirian etis dalam praktek. Barangkali anda telah mengetahui seorang pekerja sosial
yang sanggup memberdayakan klien-klien mereka dan ‘membuat suatu perbedaan’, dan
ini mengilhami anda untuk menjadi terlibat dalam profesi ini.
Dihadapkan dengan suatu arena baru untuk dipraktekkan, Geoffrey Greif
menunjukkan kode etikanya sebagai pedoman dan berkesimpulan:
“Yang saya singkirkan dari pengalaman itu adalah hal menonjol untuk Kode Etika kami,
jalannya literatur, dan pelatihan saya. Hampir dimanapun saya melihat pada Kode
tersebut, saya menemukan relevansi dengan pernan baru saya. Entah dalam komitmen
pekerjaan sosial terhadap dinas, keadilan sosial, atau peningkatan kesejahteraan manusia,
dukungan itu ada bagi para pekerja sosial sebagai agen perubahan sosial (Greif 2004;
280).”
F.
Perkembangan-perkembangan baru dalam kode-kode etika pekerjaan sosial
Banks (2001) menegaskan bahwa setiap negara dengan profesi pekerjaan sosial
telah mengembangkan suatu kodifikasi tentang nilai-nilai, prinsip-prinsip dan standarstandar dimana praktek pekerjaan sosial itu didasarkan, walaupun kode-kode ini
mempunyai isu yang berlainan, yang bergantung pada situasi-situasi lokal. Dengan
menyelidiki sejumlah kode-kode etika dari beberapa negara, kita dapat melihat
bagaimana pekerjaan sosial berurusan dengan tiga mode etis : etika berdasarkan hal yang
sebenarnya (atau karakter etis dari pekerja sosial), pendekatan-pendekatan deontologis
(dari mana ada sumber-sumber bagi pengertian tentang hak-hak dan tugas-tugas) dan
pendekatan-pendekatan consequentialist (darimana diturunkannya pengertian-pengertian
tentang keadilan sosial).
Banks menulis pada tahun 1995 bahwa Australia adalah satu-satunya negara yang
secara eksplisit menggabungkan keadilan sosial sebagai ‘nilai inti’ dalam kode-kode
etika, secara sama dengan kesejahteraan individu-individu. AASW mempertahakan fokus
ini pada keadilan sosial selama revisi utama bagi kode tersebut pada akhir tahun 1990an
(AASW 2000).
Pada bulan Juli 2000, IFSW mempergunakan definisi baru tentang pekerjaan sosial
pada rapat umumnya di Montreal, Kanada. Definisi internasional baru tentang pekerjaan
sosial ini juga menekankan hak-hak azasi manusia dan keadilan sosial :
Profesi pekerjaan sosial memajukan perubahan sosial, pemecahan masalah dalam
hubungan-hubungan manusia dan pemberdayaan dan liberalisasi orang-orang untuk
meningkatkan kesejahteraan. Memanfaatkan teori-teori tentang perilaku manusia dan
sistem-sistem sosial, campurtangan pekerjaan sosial pada point-point dimana orang
berinteraksi dengan lingkungan-lingkungan mereka. Prinsip-prinsip hak-hak azasi
manusia dan keadilan sosial itu fundamental bagi pekerjaan sosial (IFSW 2002).
G.
IFSW : Etika Pekerja Sosial, pernyataan prinsipil (2004)
IFSW adalah sesuatu yang mewah kata-katanya sederhana dan mudah dipahami.
Digunakan sebagai acuan kode etik pekerjaan social secara umum. Pernyataan IFSW
bertujuan memberikan arahan kepada pekerja social di dunia untuk mempertimbangkan
dan menantang dilema dalam diri dan membuat keputusan sesuai dengan etika tentang
bagimana bertindak di setiap masalah. Empat bentuk masalah yang digambarkan oleh
pekerja social :
1.
pekerja social dalam menengahi masalah
2. Fungsi pekerja social sebagai penolong dan pengontrol
3. Adanya konflik diantara kewajiban pekerja social untuk menjaga keperluan
masyarakat dan permintaan untuk efisiensi dan manfaatnya.
4. Sumber masalah yang terbatas
Dua prinsip utama pekerjaan social dalam IFSW:
1.
Prinsip HAM dan Kesejahteraan manusia
Empat elemen HAM dan kesejahteraan manusia:
2.

Mengenai diterminasi hak individu

Mempromosikan partisipasi hak asasi

Memberikan pelayanan setiap orang

Mengidentifikasi dan membangun kekuatan
Prinsip keadilan social
Empat elemen keadilan social:

Menentang deskriminasi yang negative

Mengenal perubahan

Mendistribusikan keadilan system sumber

Menantang praktek dan kebijakan yang tidak adil

Bekerja dengan solidaritas tanpa menaklukkan, mengasingkan ataupun
member stigma dalam masyarakat.
Dua belas acuan umum untuk sikap profesi :
1. Mengembangkan dan memelihara keterampilan dan kompetensi dalam
mengerjakan pekerjaan.
2. Tidak mengizinkan keterampilan mereka digunakan untuk tujuan anti sosial
seperti penganiayaan dan terorisme
3. Menjalankan dengan interitas (tidak menyalahgunakan kedudukan mereka untuk
kepentingan personal dan mengetahui batasan diantara personal dan kehidupan
profesional)
4. Menjalankan profesi dengan rasa kasihan, empati, dan menjaga relasi dengan
orang-orang yang menggunakan pelayanan mereka
5. Tidak tunduk pada kebutuhan atau menaruh perhatian pada pengguna pelayanan
mereka yang membutuhkan / berkepentingan
6. Menjaga diri mereka secara personal dan profesional di tempat kerja seperti
mereka menyediakan pelayanan
7. Memelihara kepercayaan dari pengguna pelayanan kecuali ketika disana
memerlukan etika yang tinggi.
8. Memberikan pertanggung jawaban masalah kepada orang-orang yang bekerja
dengan mereka, teman sejawat, atasan, asosiasi profesional dan hukum
9. Bekerja sama dengan sekolah pekerjaan sosial untuk memberikan dukungan dan
kualitas praktek yang baik untuk para pelajar pekerjaan sosial
10. Memelihara dan melakukan debat etika dengan teman sejawat dan atasan,
memberikan tanggung jawab untuk membuat putusan informasi etika
11. Mempersiapkan pembicaraan untuk memutuskan pertimbangan dasar etika dan
menjadi tanggung jawab pembicara dalam aksi mereka
12. Bekerja membangun kondisi yang digunakan sebagai agensi dan negara mereka
sebagai kode nasional yang didiskusikan dan dievaluasi.
H.
Nilai inti dan prinsip kode etik nasional
Kode etik pekerjaan sosial di dunia mempunyai banyak aspek umum dan beberapa
perbedaan penting. Kita telah mendiskusikan bagaimana menekankan dua prinsip
kesejahteraan individu dengan keadilan sosial ternyata menjadi kode etik pekerjaan sosial
di barat.
Kode etik Inggris (BASW), kode etik Amerika Utara (NASW), dan kode etik
Australia (AASW) memulai dengan pernyataan nilai dan prinsip, diikuti secara detail
dengan peraturan untuk memimpin secara profesional dengan menggunakan bermacammacam istilah seperti standar etik (NASW) atau praktek etika (AASW dan BASW).
I.
Hal-hal yang menjadi perbuatan baik pekerja sosial
Rupanya memungkinkan mengidentifikasi tiga pokok utama yang membuat pekerja
sosial baik. Bersama-sama termasuk The Telos of Social Work menggambarkan definisi
IFSW, ringkasan pokonya adalah :
“Perhatian dan tidak dapat dipisahkan dari memuliakan dan menghargai semu orang dan
sesuai dengan HAM, meliputi perhatian pada determinasi diri, memelihara partisipasi,
melayani dan mengidentifikasi orang, dan mengembangkan kekuatan.”
J.
Kebaikan
Kita seringkali diberitahu betapa pentingnya kekuatan refleksi dalam kinerja sosial.
Khususnya pada kasus dimana kita terlibat dalam sejumlah interaksi yang berdampak
pada kode etik profesional, praktik kinerja sosial, serta sejumlah kode lain yang dapat
digunakan, seperti kode lisensi pihak yang mempetugaskan kita. Sebagai salah satu
prosedur, refleksi meliputi baik pemikiran refleksif maupun pembahasannya dengan
rekan sejawat. (Perhatikan bahwa refleksi tidak sama dengan refleksivitas, namun Anda
mungkin seringkali mendapatkan kedua kata tersebut digunakan secara bersamaan.
Refleksivitas dinyatakan oleh Fook (2002) sebagai suatu tindakan yang dilandaskan atas
kebijaksanaan alih-alih empirisme yang melibatkan penggunaan intuisi yang kemudian
berkembang menjadi pengalaman.)
Refleksi merupakan salah satu komponen praxis. Dalam merefleksikan hubungan
antara teori dengan praktik dan praktik dengan teori, serta mengetahui keterkaitan antara
keduanya, Anda akan masuk ke dalam pemikiran refleksif (Fook, 2002). Dengan
demikian, sejumlah kode yang berbeda, Anda dapat meninjaunya serta saling
keterkaitannya serta membuktikan bahwa Anda terlibat dalam suatu refleksi.
Refleksi jenis ini sangatlah penting karena dapat membantu Anda untuk memahami
cara kerja kode yang Anda miliki untuk bekerja serta membantu dalam hal pembentukan
sifat hubungan Anda dengan klien atau dengan rekan sejawat. Dengan mengolah
kapasitas
yang
Anda
miliki
untuk
melakukan
refleksi,
berarti
Anda
telah
mengembangkan kemampuan untuk masuk ke dalam analisis kritis dan melihat ke
belakang untuk mengetahui hal yang pernah dikatakan atau ditulis atau asumsi yang
pernah dibuat untuk membentuk suatu nilai atau ideologi.
Mungkin jika Bill, tokoh dari studi kasus kita, mau menghabiskan waktu untuk
merefleksikan keadaannya, maka ia akan dapat menangani hidupnya secara berbeda. Ia
mungkin telah memberitahu manajer kelompok mengenai sejumlah dugaan yang ia miliki
dengan bantuan manajernya (karena, ia tidak akan merasa nyaman jika tidak ditemani
manajer pribadinya).
K.
Kemampuan Etis
Untuk dapat mengolah suatu refleksi dalam menerapkan sejumlah kode tertentu
secara utuh sehingga Anda dapat menjadi seorang praktisi etis, maka Anda harus mampu
menyeimbangkan pandangan dan pemikiran Anda agar dapat memperoleh kemampuan
komunikasi yang baik. Menjadi seorang komunikator yang baik dapat memudahkan kita
untuk memperjelas nilai-nilai yang kita miliki, meningkatkan perhatian terhadap kode
yang kita miliki, serta untuk membahas pengaruhnya dalam kinerja kita.
Komunikasi, atau komunikasi efektif yang baik, tidak dapat diperoleh begitu saja.
Sebagian besar dari kita mungkin pernah mendengar bahwa komunikasi dipengaruhi oleh
sejauh mana kemampuan pengirim pesan dalam menyampaikan pesannya, alat atau
sarana komunikasi yang digunakan, serta cara penerima menginterpretasikan informasi
yang disampaikan. Namun, meskipun komunikasi efektif tampak sederhana dan
merupakan hal terpenting bagi petugas sosial, sebagian besar wktu kita sering terbuang
begitu
saja
hanya
untuk
menyelesaikan
kesalahpahaman.
Potensi
munculnya
kesalahpahaman sangatlah tinggi. Misalnya, dalam suatu kasus mengenai sebuah
keluarga yang terdiri atas lima orang anggota keluarga dimana pengamatan dilakukan
oleh dua orang petugas, terdapat dua puluh lima kecenderungan atas suatu komunikasi
yang dilakukan. Satu kesalahpahaman dapat menyebabkan konflik di keluarga tersebut.
Jika kita ingin menjadi komunikator yang handal, kita harus mampu meghargai dan
memahami sejumlah komunikasi yang muncul dalam berbagai situasi. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah variabel yang berhubungan dengan
penyampai pesan, alat serta penerima pesan tersebut. Jika kita sebagai petugas sosial
ingin bersikap transparan, maka kita harus meningkatkan kemampuan komunikasi kita.
Jika Bill memutuskan untuk mengadakan rapat dengan manajer kelompok untuk
membicarakan dugaannya, ia dapat memanfaatkan waktu untuk membuat catatan kasar
untuk membantunya dalam rapat tersebut. Jika kita dalam kondisi tertekan,
kecenderungan membuat kesalahan akan semakin besar, masalah tersebut dapat diatasi
dengan membuat catatan. Catatan dapat digunakan untuk memastikan bahwa segala
sesuatunya dapat berjalan dengan baik, sehingga perbincangan pun dapat diarahkan
sesuai dengan materi yang sudah ditentukan. Dengan melakukan hal tersebut, kita dapat
mengurangi tekanan emosi saat rapat berlangsung.
L.
Pengetahuan Etis
Meskipun kita telah terbiasa untuk berpikir secara umum dan menghindari
sejumlah pemikiran yang beragam, pada kenyataannya, sebagai petugas sosial, kita sering
dihadapkan pada sejumlah pilihan. Dilihat dati sudut pandang yang berbeda, setiap
keputusan yang diambil didasarkan atas pertimbangan terhadap permintaan informasi
yang jumlahnya terbatas. Hal tersebut menekankan adanya alasan betapa pentingnya
memahami sifat keragaman dalam hidup. Bahkan di tempat kerja tempat dimana tekanan
seringkali muncul, Foucualt (1972) menyatakan bahwa adalah wajar untuk menanyakan
alasan suatu tindakan dilakukan dengan cara tertentu dan tidak dengan cara lainnya.
Kita berpendapat bahwa hal tersebut merupakan kelebihan dan bukan kekurangan.
Kode-kode etik tersebut didasarkan pada pendekatan umum. Kode-kode tersebut tidak
mewakili sejumlah tindakan. Alih-alih, kode-kode tersebut memberikan tantangan
sekaligus memandu kita untuk memberikan tanggapan yang paling sesuai, menghargai
orang-orang yang terlibat dalm konteks tertentu, memberikan pertimbangan mengenai
konsekuensi dari kinerja, tugas, dan prinsip dasar yang kita lakukan, serta memperhatikan
kesesuaian tindakan kita dengan karakter orang yang kita hadapi (Apakah kita sudah
bersikap baik?). Ingatlah bahwa konsep mengenai hal jamak ini sangatlah berbeda
dengan relativisme yang kita bahas di Bab 3. pernyataan mengenai hal tersebut
merupakan hal etis yang penting yang harus Anda masukkan ke dalam kotak peralatan
Anda.
BAB III
PENUTUP
Singkatnya, jika Anda mampu merefleksikan alasan atas tindakan Anda,
menjelaskan dan mengolahnya menjadi suatu pemikiran saat membuat sebuah keputusan
etis yang penting, maka Anda akan mampu mengembangkan pendekatan yang lebih baik
dalam praktik kinerja sosial yang Anda lakukan.
Pada bab ini, kita telah membahas bahwa kinerja sosial, yang selalu merupakan
profesi etis profesional, memerlukan pernyataan etis sebagai dasarnya, untuk
memperjelas tujuan dan fungsinya. Dengan demikian, peran kode etik harus dapat
dipahami dengan baik sehingga sejumlah hambatan dapat diatasi dengan baik dan
komitmen kelompok terhadap sejumlah kode etik pun dapat dibuat.
Kita juga telah membahas bahwa jika petugas sosial mengembangkan suatu kode
etik, maka harus:
1.
Berdasarkan perdebatan yang besar;
2.
Melibatkan rasa penasaran yang profesional; dan
3.
Didukung penuh secara kelompok.
Dengan demikian, kita memiliki peluang untuk meningkatkan kinerja sosial dan
merealisasikan tujuan kita, meskipun dilakukan secara terbagi dan terpusat.
Download