Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016 ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUNBANGUN (Plectranthus amboinicus (Lour) Spreng) SEBAGAI PREVENTIF DAN KURATIF TERHADAP EFEK TOKSIK RHODAMINB PADA HISTOPATOLOGI LIMPA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) 1) Dora Monica Sitorus1, Melva Silitonga2 Mahasiswa Prodi Biologi FMIPA Unimed 2) Jurusan Biologi FMIPA Unimed [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun bangunbangun (EEDB) dari perlakuan preventif dan kuratif pada tikus yang diberi rhodamin B melalui pengamatan rasio limpa dan gambaran histopatologi limpa meliputi sentrum germinativum dan zona marginalis. Penelitian ini bersifat eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap non factorial. Sampel penelitian sebanyak 40 ekor tikus dibagi menjadi 8 kelompok kontrol (CMC 1 %) (K), rhodamin B (Rh), ekstrak etanol daun bangunbangun dosis 350 mg/kg bb (E1), 700 mg/kg bb (E2), dan 1050 mg/kg bb (E3) untuk perlakuan preventif dan hal yang sama di lakukan pada perlakuan kuratif. Pada perlakuan preventif, EEDB diberikan diberikan pada hari ke -1 hingga hari ke-42 dan rhodamin B diberikan mulai hari ke-22 hingga hari ke-42. Pada perlakuan kuratif terlebih dahulu diberikan rhodamin B pada hari pertama hingga hari ke-21, kemudian EEDB diberikan mulai hari ke22 hingga hari ke -42 dan rhodamin B di hentikan. Pembuatan histopatologi dilakukan dengan pewarnaan hematoksilin eosin. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANAVA satu arah dan diuji lanjut dengan uji LSD dengan menggunakan SPSS versi 17. Hasil penelitian menunjukkan pada perlakuan preventif EEDB menurunkan rasio limpa dan diameter sentrum germinativum pada dosis 700 mg/kg bb, dan menurunkan zona marginalis pada dosis 1050 mg/kg bb. Pada perlakuan kuratif memberikan pengaruh nyata menurunkan rasio limpa terhadap berat badan dan zona marginalis pada dosis 350 mg/kg bb dan menurunkan diameter sentrum germinativum pada 1050 mg/kg bb. Kata Kunci : Bangunbangun, Limpa, Rhodamin b, Sentrum germinativum, Zona marginalis. ABSTRACT This study aims to know the effect of ethanolic extract of bangunbnagun leaf (EEDB) as preventive and curative treatment in rats which fed by rhodamin B through body weight, ratio of spleen to body weight and spleen histopatology overview through measuring germ center and marginal zone. This study is experimental with non factorial comple Complet Random Design (CRD). This research used 40 rats which devided in to 8 groups, they are control (CMC 1 %) (K), rhodamin B (Rh), ethanolic extract of bangunbangun leaf with graded doses 350 (E1), 700 (E2), and 1050 (E3) mg/kg bw. In preventive treatment, EEDB was given on 1st day to 42nd day, rhodamin B was given on the 1st day to 21st day then continued by giving EEDB from the 22nd day until 42nd day. Histopatology overview was done with H & E staining. The result were analyzed by one-way ANOVA and continued by (LSD) using SPSS 17.0. The result showed that preventive EEDB lowered ratio of spleen weight to body weight and the germ center diameter at dose 700 mg/kg bw and lowered marginal zones at 1050 mg/kg bw. In curative treatment lowered ratio of spleen weight to body weight and marginal zones at dose 350 mg/kg bw, and lowered germ center diameter at 1050 mg/kg bw. Keywords: Bangunbangun, Spleen, Rhodamine B, Germinal center, Marginal zone. 173 Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016 Pendahuluan Makanan jajanan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik dari perkotaan maupun pedesaan. Keunggulan dari makanan jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta cita rasanya yang cocok dengan selera kebanyakan masyarakat. Meskipun makanan jajanan memiliki keunggulan-keunggulan ternyata juga beresiko terhadap kesehatan jika penanganannya tidak higienis, sehinggga memungkinkan terkontaminasi dengan mikroba beracun ataupun akibat penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak diizinkan (Yamlean, 2011). Bahan tambahan tersebut bisa berupa zat penyedap, pengawet maupun pewarna. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan karena warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan. Oleh karena itu, warna menimbulkan banyak pengaruh terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman sehingga produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya Rhodamin B sering digunakan oleh industri makanan, terutama pada makanan jajanan. Laporan tahunan Balai Besar POM Semarang tahun 2008 (Astuti, dkk. 2010) dari 33 sampel terasi yang dibeli dari penjual di Jawa Tengah baik yang di swalayan maupun pasar tradisional menunjukan sebanyak 18 (55%) terasi positif mengandung rhodamin B. Pewarnaan makanan dengan rhodamin B sangat berdampak buruk terhadap tubuh karena Rhodamin B bersifat karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker (MerckIndex, 2006), yang ditandai dengan adanya gejala pembesaran hati, ginjal, dan limpa diikuti perubahan anatomi (Mayori dkk, 2013). Pembesaran limpa merupakan masalah yang serius karena limpa merupakan organ pertahanan dan berfungsi untuk memproduksi sel-sel limfosit. Limpa termasuk salah satu organ sistem limfoid, selain timus, tonsil, dan kelenjar limfe. Sistem limfoid berfungsi untuk melindungi tubuh dari kerusakan akibat zat asing. Apabila fungsi limpa bertambah maka organ limpa akan membesar. Pada perubahan organ limpa secara histopatologis akan tampak adanya infiltrasi selsel radang limfosit (Jamin, 2011). Menurut Prasteyo (2005), induksi zat toksik 1,2 DMH (dimethylhydrazine) dapat menimbulkan jejas pada organ pertahanan tubuh (limpa), dimana reaksi yang sering timbul akibat jejas kimia pada limpa adalah berupa reaksi hiperplasi. Reaksi ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) hiperplasi inilah yang menyebabkan pembesaran dan pelunakan konsistensi limpa. Untuk mengatasi dampak dari zat karsinogenik pewarna makanan seperti rhodamin B perlu dikonsumsi makanan yang dapat mencegah maupun mengatasi efek samping dari penggunaan rhodamin B tersebut. Berbagai tanaman obat dikenal sifat antioksidan, karena mengandung zat yang dapat mencegah atau mengobati beberapa penyakit termasuk penyakit yang diakibatkan oleh zat toksik maupun karsinogenik. Salah satu tanaman yang pernah diteliti dapat mengobati dan mencegah kerusakan akibat zat karsinogenik adalah tanaman temu mangga (Curcuma mangga Val.) yang memiliki kandungan zat berupa alkaloida, glikosida antrakinon, saponin, tanin, flavonoid, dan steroid/triterpenoid. Efek anti kanker sebagai pencegahan (preventif) dinyatakan dengan penghambatan pembentukan mikronukleus, peningkatan mikronukleus dan peningkatan nilai hematokrit. Ini terkait dengan adanya senyawa flavonoid yang terkandung dalam ekstrak etanol rimpang temu mangga (Yuandani,dkk. 2011). Daun bangunbangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) adalah salah satu tanaman obat yang dapat digunakan untuk pencegahan ataupun pengobatan kerusakan pada tubuh yang diakibatkan oleh zat karsinogenik. Skrining fitokimia pada ekstrak air daun bangunbangun yang dilakukan oleh Samosir (2014) menunjukkan adanya senyawa flavonoid, glikosida flavonol, polifenol dan minyak atsiri. Selain itu juga mengandung vitamin C (asam askorbat), karbohidrat, riboflavin, asam oleanolat, beta karoten, niasin, karvakrol, kalsium, asam-asam lemak, protein, asam oksalat, zat besi dan serat Terdapat juga apigenin, cirsimaritin, eriodictyol, genkawanin, luteolin, kuersetin, salvigenin, taxifolin, asam oksaloasetat, crategolic, asam ursulat, sitosterol (Samosir, 2014). Flavonoid dalam bangunbangun berperan mempengaruhi organ limfoid tikus dan meningkatkan kekuatan system imun, Terlihat dari meningkatnya imunitas humoral atau titer antibody pada perlakuan ekstrak air bangunbangun dengan antigen Bacillus calmette Guerin pada penelitian Manurung (2014). Pada penelitian tersebut dijelaskan, bahwa flavonoid berperan sebagai sumber energi sel, sehingga dapat menstimulasi sel, pembebasan sejumlah sitokinin dan mediator pengataur fungsi sel imunitas seperti Interleukin-8 (IL-8). Dimana IL8 mampu mengaktifkan sel T sitotoksik yang dapat mengeliminasi secara dini sel-sel yang 174 Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016 mengalami perubahan, dan menstabilkan kromatin selama pembelahan sel. Pada penelitian ini zat toksik yang digunakan adalah rhodamin B. Untuk mencegah dan mengatasi dampak zat toksik tersebut diberikan tanaman obat yaitu bangunbangun. Bangunbangun digunakan sebagai pencegah kerusakan oleh zat karsinogenik. Jika terjadi kelainan/gangguan akibat paparan rhodamin B, bangunbangun dapat digunkan untuk mengobati karena adanya kandungan flavonoid. Organ yang menjadi sasaran zat toksik di dalam tubuh adalah hati, ginjal, dan limpa (Mayori dkk, 2013). Limpa membesar terkena dampak zat toksik karena jejas yang ditimbulkan, seperti yang dikatakan oleh Prasteyo (2005), induksi zat toksik 1,2 DMH (dimethylhydrazine) dapat menimbulkan jejas pada organ pertahanan tubuh (limpa), dimana reaksi yang sering timbul akibat jejas kimia pada limpa adalah berupa reaksi hiperplasi. Reaksi hiperplasi inilah yang menyebabkan pembesaran dan pelunakan konsistensi limpa. Dalam penelitian ini rhodamin B sebagai zat toksik yang akan mempengaruhi kerja limpa, sehingga perlu dilakukan pengamatan terhadap fungsi dan histopatologi limpa. Bahan dan Metode Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan tanika, kandang tikus berukuran 40 x 20 x 15 cmsebanyak empat puluh buah. Tempat air minum dan pakan tikus masingmasing 1 kandang 1 buah, blender untuk menghaluskan daun bangunbangun, “gastric tube” unutk memasukkan ekstrak daun bangunbangun ke lambung tikus. Mikroskop zeiss dengan aplikasi untuk mengukur sentrum germinativum dan zona marginalis pada histologi limpa. Hewan Uji Sebanyak 40 ekor tikus putih strain wistra berumur 2 sampai 2,5 bulan digunakan dalam penelitian ini. Tikus diperoleh dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tikus diaklimatisasi selama 1 minggu sebelum diberi perlakuan. Ekstrak Daun Bangunbangun dan Penentuan Dosis Daun bangunbangun diperoleh dari kebun sendiri di lahan sekitar kandang hewan FMIPA Unimed. Ekstrak daun bangunbangun dibuat dengan cara sebagai berikut. Daun angunbangun yang telah dipetik dicuci bersih lalu ditiriskan. Setelah ditiriskan, daun dkeringkan di oven pada suhu 400C hingga kering dan rapuh. ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) Setelah kering, daun diblender hingga halus (simplisia) dan direndam selama 5 hari dengan etanol 96% dengan perbandingan simplisia dan etanol, 100 gr : 1000 ml. Setelah perendaman, etanol diuapkan dengan menggunakan prinsip waterbath. Dosis 350 mg/kg bb dipilih sebagai dosis perlakuan (Samosir, 2014). Dosis ekstrak etanol daun bangunbangun untuk tikus ditentukan berdasarkan penelitian Samosir, 2014 engenai pengaruh ekstark etanol daun bangunbangun terhadap penghambatan karinogenis mammae mencit, yaitu dosis 250, 500, dan 750mg/kg bb kemudian dikonversikan ke tikus. Konversi dosis dilakukan dengan melihat tabel konversi yaitu ditentukan pada berat tbadan mencit 20 g dan tikus 200 g (Laurence and Bacharach, 1964). Oleh sebab itu untuk mengkonversi dosis dari mencit 20 g ke tikus 200 g digunakan faktor konversi 7. Sehingga dosis untuk tikus dengan berat 200 g adalah 200 /1000 x 250 mg x 7= 350 mg. Maka variasi dosis yang diberi adalah 350, 700 dan 1050 mg/kg bb. Uji Preventif dan Kuratif Penelitian ini bersifat eksperimental menggunakan Rancangan Acak lengkap. Tikus dibagi menjadi 8 kelompok yaitu kontrol, rhodamin B, EEDB dosis 350, 700, dan 1050 untuk perlakuan Preventif dan EEDB dosis 350, 700, dan 1050 mg/kg bb untuk perlakuan Kuratif masing masing terdiri 3 kali ulangan. Kelompok kontrol diberi diberi CMC 1 % , kelompok Rhodamin B diberi Rhodamin B 0,98 g/kg bb selama 3 minggu, kelompok Preventif diberi EEDB dengan masing-masing dosis 350, 700, dan 1050 mg/kg bb selama 42 hari dan rhodamin 21 hari mulai dari hari 22 sampai hari ke 42. Kelompok kuratif diberikan rhodamin b 0,98 g/kg bb selama 21 hari dari hari pertama perlakuan dan diberi EEDD dengan masingmasing dosis 350, 700, dan 1050 mg/kg bb selama 21 hari mulai dari hari ke -22 sampai hari ke -42. Pengukuran Berat Limpa dan Histopatologi Limpa Pada hari ke -42 semua tikus dibedah dengan cara memotong leher. Limpa dipisahkan dari badan tikus, dicuci, dikeringkan dan ditimbang dengan timbangan analitis. Kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah diisi formalin 10 %. Limpa dipotong dan difiksasi dengan BNF 10 % untuk pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin. Pengukuran histopatologi limpa dilakukan dengan mengukur diameter sentrum 175 Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016 germinativum dan zona marginalis untuk perlakuan preventif dan kuratif yang dibandingkan dengan tikus kontrol dan tikus perlakuan rhodamin B. Analisis Data Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis dengan anova pada taraf signifikan 0,05 dan dilanjutkan dengan uji LSD menggunakan aplikasi statistk SPSS versi 17.0. Rasio Berat Organ (%) Hasil dan Pembahasan Rasio berat limpa 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 Kontrol EEDB 350 EEDB 700 mg/kg bb mg/kg bb EEDB 1050 mg/kg bb Perlakuan Gambar 1. Rasio berat limpa Keterangan : Kontrol (CMC 1 %) Kontrol ( Rhodamin B) Pada Gambar 1 dapat dilihat diagram rata-rata rasio berat limpa tikus yang diukur setelah melakukan pembedahan tikus dan dibandingkan dengan berat badan tikus. Analisis data menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan pada limpa tikus yang diberi perlakuan preventif dan kuratif dibandingkan dengan perlakuan rhodamin B. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Rhodamin B bersifat menaikkan berat limpa tikus, namun pada perlakuan preventif maupun kuratif yang cenderung menurunkan berat badan, dimana pada perlakuan ini diberikan rhodamin B dan EEDB, menyimpulkan bahwa EEDB memberi perlawanan fungsi terhadap rhodamin B untuk menurunkan berat limpa tikus putih. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Pillai et al., (2011) yang mengatakan pemberian ekstrak metanol daun bangunbangun 200 mg/kg berat badan cenderung meningkatkan berat limpa. Ukuran dan berat organ limforetikuler mempengaruhi fungsinya dalam memelihara sistem imun tubuh (Pillai et al., 2011). Rasio berat limpa pada tikus putih sangat berhubungan dengan pengaruh Rhodamin B dan EEDB terhadap berat badan dan limpa tikus putih. Menurut Riyantie (2001), pertambahan ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) rasio berat organ limpa berhubungan dengan fungsi dari organ limpa sendiri. Terjadi kenaikan pada rasio berat organ karena penurunan berat badan yang tidak diikuti dengan penurunan dari berat organ limpa dan disebabkan karena adanya peningkatan aktivitas fungsi organ limpa diantaranya untuk pembentukan antibodi. Salah satu fungsi organ limpa adalah sebagai tempat cadangan darah dan melalui kontraksi dari ototototnya polosnya darah dikeluarkan dan dimasukkan ke sirkulasi darah untuk menambah volume darah yang beredar (Luis and Carneiro dalam Riyantie (2001)). Menurut Ressang dalam Riyantie (2001) pengeluaran darah dari limpa disebabkan oleh kontraksi alat tubuh yang dapat ditimbulkan oleh umpamanya emosi , kekurangan zat asam (kenaikan kadar CO 2 darah, gerak badan, kehilangan darah, dan sebagainya sehingga dengan meningkatnya fungsi tersebut, maka rasio berat organnya bertambah. Hal ini juga bisa terjadi karena organ limpa sedang aktif melakukan fungsinya terutama yang berhubungan dengan system immunologi. Dalam hal ini perlakuan Rhodamin b menurunkan berat badan karena adanya kandungan arsen di dalam rhodamin B yang dapat menurunkan fungsi hormone estrogen yang berfungsi sebagai hormone pertumbuhan dan peningkatan fungsi organ limpa yang diakibatkan oleh rhodamin b sebagai zat asing. Pada perlakuan kuratif dan preventif diberikan Rhodamin B sebagai antigen yang dapat meningkatkan fungsi limpa dan menurunkan berat badan, namun pada perlakuan ini juga diberikan ekstrak etanol daun bangunbangun yang dapat meningkatkan berat badan tikus dan membantu limpa melakukan fungsinya sehingga aktivitas limpa dalam menghasilkan antibodi tidak terlalu maksimal dan tidak menimbulkan pembengkakan yang akan meningkatkan berat organ limpa. Menurut Djanah (2007) limpa merupakan salah satu organ yang penting dalam produksi limfosit. Menurut Mohanty dalam Djanah (2007), limpa berfungsi melawan antigen yang berada di darah. Limpa akan membuang bahan partikel asing dan sel darah yang tua atau rusak. Sel darah yang terinfeksi akan dihancurkan oleh sistem imun di limpa. Menurut Prasteyo (2005), induksi 1,2 DMH (dimethylhydrazine) menimbulkan jejas pada organ pertahanan tubuh (limpa), dimana reaksi yang sering timbul akibat jejas kimia pada limpa adalah berupa reaksi hiperplasi. Reaksi hiperplasi inilah yang menyebabkan pembesaran dan pelunakan konsistensi limpa. Dalam 176 Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016 Histopatologi Limpa Gambaran histopatologi pada Gambar 2 dan 3 untuk perlakuan preventif dan kuratif menunjukkan perbedaan warna permukaan limpa. Dimana pada perlakuan rhodamin B dan EEDB dengan berbagai dosis yang juga diberi rhodamin B menunjukkan warna permukaan yang lebih gelap dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Menurut Prasetyo (2005), hal ini disebabkan adanya peningkatan jumlah sel neutrofil, sel fagosit, dan adanya sisa-sisa leukosit mati, eritrosit serta mikroorganisme yang mati tercerna. Diameter Sentrum Germinativum 𝞵m 100 80 60 40 20 0 Preventif Kontrol EEDB EEDB EEDB 350 700 1050 mg/kg mg/kg mg/kg bb bb bb Kuratif Perlakuan Gambar 2. Diameter Sentrum germinativum Keterangan : Kontrol (CMC 1 %) Kontrol ( Rhodamin B) 4 Zona Marginalis 𝞵m penelitian ini rhodamin B memiliki peran yang sama dengan DMH (dimethylhydrazine) sebagai zat karsinogenik yang menjadi antigen yang juga dapat menimbulkan reaksi hiperplasi yang menimbulkan pembesaran limpa. Pada penelitian ini pengaruh ekstrak etanol daun bangunbangun nyata dapat menurunkan berat organ yang seharusnya meningkat karena diberi rhodamin b sebagai antigen, hal ini disebabkan oleh fungsi cytotoxic oleh bangunbangun, dimana menurut Santosa (2004), daun bangunbangun mempunyai fungsi cytotoxic, terbukti dari tingginya indeks stimulasi yang tinggi pada kelompok tikus yang tidak diberi bangunbangun. Menurut Jain dalam Santosa (2004), fungsi sitotoksik adalah suatu fungsi lain dari limfosit T untuk memproduksi progeny yang mampu merusak atau menghancurkan sel-sel yang dianggap sebagai benda asing /antigen. Progeny yang diproduksi oleh bangunbangun dapat membantu kerja limpa dalam menghancurkan sel-sel yang dianggap sebagai benda asing, sehingga memperkecil kemungkinan benda asing atau antigen tersebut lolos dari system imun limpa dan tidak akan terjadi pembesaran limpa yang juga akan menambah berat limpa tersebut. Selain dari itu menurut Pillai (2011), ekstrak etanol daun bangunbangun juga mempunyai kandungan lain yang dapat meningkatkan system imun pada tubuh yaitu senyawa flavonoid seperti kuersetin, apigenin, luteolin, salvigenin, genkwanin dan minyak volatil yang berfungsi sebagai anti fungi, antibacterial, antimalaria, anti inflamasi dan anti oksidan. Efek antioksidan oleh senyawa flavonoid disebabkan oleh adnya gugus hidroksi yang tersubstitusi pada posisi orto dan para terhadap gugus-OH dan –OR. Ketika flavonol kuersetin yang dikandung oleh ekstrak etanol daun bangunbangun bereaksi dengan radikal bebas, kuersetin akan mendonorkan protonnya dan menjadi senyawa radikal, tapi elektron tidak berpasangan sebagai akibat pendonoran proton oleh kuersetin akan didelokalisasi oleh resonansi, hal ini membuat senyawa kuersetin radikal memilki energi yang sangat rendah untuk menjadi radikal yang reaktif (Waji, 2009). ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) 3 2 1 0 Preventif Kontrol EEDB 350 mg/kg bb EEDB 700 mg/kg bb EEDB 1050 mg/kg bb Kuratif Perlakuan Gambar 3. Zona Marginalis Keterangan : Kontrol (CMC 1 %) Kontrol ( Rhodamin B) Hasil pengamatan gambaran centrum germinativum limpa baik pada kelompok preventif maupun kuratif yang ditunjukkan pada Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan kontrol memliki diameter sentrum germinativum yang lebih tinggi dibanding dengan kelompok rhodamin b sebagai antigen. Hasil ini tidak sejalan dengan pandangan Bellanti dalam Winarni (tanpa tahun) yang menyatakan terjadinya proliferasi limfosit B akibat adanya antigen dalam tubuh akan mengakibatkan diameter germinal center 177 Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016 ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) Gambar 4. Histopatologi Limpa (Kiri= Perlakuan Preventif, Kanan = Perlakuan Kuratif) Keterangan : A. Kontrol, B. Rhodamin B, C. EEDB (350 mg/kg bb). D. EEDB (700 mg/kg bb). E. EEDB (1050 mg/kg bb). SG. Sentrum Germinativum, ZM. Zona Marginalis. membesar. Namun hasil yang ditunjukkan pada gambar membuktikan bahwa ada pengaruh ekstrak etanol daun bangunbangun yang diberi pada tikus jika dibandingkan dengan tikus yang hanya diberi rhodamin b sebagai antigen. Pada kelompok preventif EEDB memberi fungsi menurunkan diameter centrum germinativum pada dosis 700 mg/kg bb dan pada kelompok kuratif EEDB memberi fungsi yang baik dalam menurunkan diameter sentrum germinativum pada dosis 1050 mg/kg bb. Data pada Gambar 2 dan 3 juga menunjukkan peningkatan diameter sentrum germinativum bahkan melebihi perlakuan rhodamin b yaitu pada perlakuan EEDB 350 mg/kg bb untuk kelompok preventif, dan perlakuan EEDB 700 mg/kg bb untuk kelompok kuratif. Untuk kelompok preventif, diameter sentrum germinativum mengalami peningkatan, hal ini mungkin terjadi karena dosis EEDB 350 178 Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016 mg/kg bb belum mampu membantu limpa dalam menghancurkan antigen yang masuk ke dalam darah, sedangkan pada kelompok kuratif, terjadi peningkatan diameter sentrum germinativum yang mungkin disebabkan oleh antigen lain yang ada pada udara di sekitar ruangan atau kandang dan hanya menyerang beberapa tikus termasuk tikus kelompok kuratif dengan dosis 700 mg.kg bb, yang dimana antigen itu juga akan meningkatkan proliferasi makrofag untuk memfagositosis antigen tersebut, dan akan meningkatkan diameter sentrum germinativum. Pada pengamatan makroskopis didapat data berat limpa tikus, dimana berat limpa tikus menggambarkan kinerja limpa yang telah dilakukan untuk menyaring darah yang pada penelitian ini diberi perlakuan Rhodamin b sebagai antigen. Data ini juga berhubungan dengan data mikroskopis pada limpa, dimana menurut Irawan (2006) limpa yang membesar di akibatkan oleh banyaknya antigen-antigen yang terdapat pada zona marginalis, sehingga merangsang sel-sel fagosit untuk berinteraksi dengan antigen. Pada Gambar 2 dan 3 untuk kelompok preventif maupun kuratif menunjukkan bahwa perlakuan rhodamin b nyata meningkatkan jarak zona marginalis, hal ini disebabkan oleh rangsangan antigen yang terjerat pada zona marginalis terhadap sel-sel fagosit untuk berinteraksi dengan antigen (Irawan, 2006), dimana menurut Dellmann dan Brown (1989), respon kekebalan diawali dalam nodulus di daerah marginalis dan selubung limfatik periarterial. Daerah marginal merupakan tempat ideal bagi antigen darah untuk mengadakan kontak dengan elemen limfatik , sebab begitu banyak kapiler berakhir di sini. Aktivitas limfoblas di daerah perifer dari pulpa putih merupakan indikasi pertama dari awal respon kekebalan humoral. Pusat kecambah berkembang agak lambat dan bibit sel-sel plasma keluar dari pulpa merah sepanjang penisili. Respons terhadap antigen sel tampak di daerah tengah dari selubung limfatik periarterial, dimana terjadi aktivitas limfoblastik yang meningkat. Dellmann dan Brown (1989) berpendapat bahwa banyak makrofag dan populasi limfosit khusus yang terdapat di zona marginalis. Semua unsur dari darah, demikian juga antigen mengadakan kontak dengan makrofag dan limfosit setempat. Partikel yang mengambang dalam plasma darah difagositosis secara efisien oleh makrofag, dan merupakan kondisi ideal untuk penampilan antigen. Menurut penjelasan di atas, sama halnya dengan sentrum germinativum, jarak zona marginalis tidak lain ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) disebabkan oleh respon imun oleh makrofag dan limfosit yang sedang berproliferasi dan berinteraksi untuk merusak benda-benda asing atau antigen. Pada kelompok preventif menunjukkan bahwa semakin meningkatnya dosis ekstrak tanol daun bangunbangun akan semakin menurunkan jarak zona marginalis, sedangkan pada kelompok kuratif dapat menurunkan zona marginalis dengan baik pada dosis 350 mg/ kg bb. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan perlakuan, dimana pada kelompok preventif telah terlebih dahulu ekstrak etanol daun bangunbangun membentuk system imun dengan membantu proliferasi makrofag dan limfosit, sehingga begitu antigen atau rhodamin B yang telah menyatu di dalam darah menuju ke limpa, makrofag dan limfosit yang ada di dalam sentrum germinativum sudah siap untuk memfagositosis antigen dan akan menghancurkan diri sendiri sehingga tidak terlalu lama antigen berada dalam sentrum germinativum maupun zona marginalis. Sedangkan pada kelompok kuratif, antigen sudah lebih dulu masuk ke dalam limpa, dan limpa sudah memberi respon memproliferasi makrofag untuk memfagositosis antigen. Dengan diberikannya ekstrak etanol yang lebih dari 350 mg/kg bb hanya akan meningkatkan makrofag dan limfosit yang belum siap untuk memfagositosis antigen, sehingga semakin memperluas ruang sentrum germinativum dan zona marginalis. Dalam hal ini, vitamin C yang ada pada bangunbangun sangat berperan dalam memperbaiki kerusakan pada centrum germinativum dan zona marginalis dimana dalam penelitian Goldenberg dalam Wardani (2012) vitamin C dapat melindungi aktivtas fagositosis dari auto-oksidasi, meningkatkan produksi interleukin-1 dan TNF-α, dan meningkatkan fagositosis sel NK dan sel makrofag. Selain itu, vitamin C juga menghambat terjadinya kerusakan jaringan dengan menghambat produksi reaktif oxygen speciesi (ROS) secara berlebih. Kesimpulan 1. Pada kelompok preventif ekstrak etanol daun bangunbangun menurunkan berat limpa tikus pada dosis 700 mg/kg bb. 2. Pada kelompok kuratif ekstrak etanol daun bangunbangun menurunkan berat limpa tikus pada dosis 350 mg/kg bb. 3. Pada kelompok preventif ekstrak etanol daun bangunbangun menurunkan diameter sentrum germinativum pada dosis 700 mg/kg bb menurunkan jarak zona marginalis pada dosis 1050 mg/kg bb. 179 Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016 4. Saran 1. 2. Pada kelompok kuratif ekstrak etanol daun bangunbangun menurunkan diameter sentrum germinativum pada dosis 1050 mg/kg bb dan menurunkan jarak zona marginalis pada dosis 350 mg/kg bb. Kepada masyarakat untuk mengkonsumsi daun bangunbangun karena terbukti dapat mencegah dan mengobati kerusakan pada limpa. Kepada produsen makanan jajanan untuk tidak lagi menggunakan rhodamin B sebagai pewarna makanan karena dapat merusak limpa dan mungkin juga organ lain. Daftar Pustaka Astuti, R., Meikawati, W., dan Sumarginingsih, S.,(2010), Penggunaan Zat Warna “Rhodamin B” Pada Terasi Berdasarkan Pengetahuan & Sikap Produsen Terasi di Desa Bonang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang, Jurnal Universitas Muhammadiyah Semarang, 6 : 2. Dellmann, HD., dan Brown E., (1989), Buku teks Histologi Veteriner, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Djanah, S.N,(2007) Jumlah dan Aktivitas Proliferasi Limfosit Lien Mencit Swiss Jantan yang Diinfeksi Plasmodium berghei Akibat Pemberian 5 dan 100 mg/kgbb/hari Ekstrak Etanol Phyllantus niruri. Kes Mas 1(1): 150. Irawan, B., (2006), Gambaran Histopatologik Limpa Tikus Wistar yang Diinduksi Karsinogenesis Kolon dan Induksi Karsinogenesis Kolon plus Diet Amorphophallus Onchopyllus. Karya Tulis. Universitas Diponegoro Semarang. Jamin, F., (2011), Kajian Histopatologi Bursa Fabrisius, Timus, dan Limpa pada Ayam Akibat Infeksi Candida ablicans, Thesis, Institut pertanian Bogor. Laurence, D., R., and Bacharach, A., L., 1964, Evaluation of Drug Activities, Academic Press, London. Samosir, A.A., (2014). Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangunbangun (plectranthus amboinicus (lour.) Spreng) Terhadap Penghambatan Karsinogenesis ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) Mammae Mencit Betina yang Diinduksi Benzo(α)pir en ,Skripsi, Universitas Sumatera Utara. Manurung, H.(2014), Pengaruh Pemberian Ekstrak Air Daun Bangunbangun (Coleus a,boinicus Lour) Sebagai Imunostimulan Terhadap imunitas Humoral, Berat Limpa dan Berat Badan Tikus Putih (Rattus norvegicus Linn) dengan paparan Antigen BCG (Bacillus Calmette Guerin), Skripsi, FMIPA, Unimed, Medan. Mayori, R., Marusin, N., dan Tjong, D., (2013), Pengaruh Pemberian Rhodamin B terhadap Struktur Histologis Ginjal Mencit Putih (Mus musculuc L.), Jurnal Biologi Universitas Andalas, 2 (1), 43-49. Riyantie, N.,(2001), Pengaruh defisisnsi Pakan terhadap perubahn berat organ tikus betina dewasa (Rattus Sp.), Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Santosa, C.M., dan Salasia, S.I.O., (2004), Efek Ekstrak Air Daun Bangunbangun (Coleus amboinicus, L.) Pada Aktivitas Limfosit Tikus Putih, Jurnal Sain veteriner XXVI (2). Waji, R., (2009), Makalah Kimia Organik Bahan Alam Flavonoid (Quercetin),Makalah Program Pasca Sarjana, FMIPA Universitas Hasanuddin. Wardani, F. R., (2012), Potensi perasan daun pepaya (carica papaya l.) terhadap jumlah makrofag pasca gingivektomi pada tikus wistar jantan, Skripsi, Universitas Jember. Winarni, D., Leksana, D, P., dan I.B. Rai Pidada, I.B.R., (tanpa tahun) Pengaruh ekstrak teripang lokal phyllophorus sp. Terhadap diameter germinal center limpa mencit (mus musculus) yang diinfeki Mycobacterium tuberculosis. Karya Tulis. Universitas Airlangga Surabaya. Yamlean, P.,V., (2011), Identifikasi dan Penetapan Kadar Rhodamin B pada Jajanan Kue Berwarna Merah Muda yang Beredar di Kota Manado, Jurnal Ilmiah Sains , 11:2. Yuandani, Dalimunthe, A.,Hasibuan, P.A., Septama, A.w., (2011), Uji Aktivitas Antikanker (Preventif dan Kuratif) Ekstrak Etanol Temu Mangga (Curcuma mangga Val.) Pada Mencit yang Diinduksi Siklofosfamid, Majalah Kesehatan Pharma Medika, 3:2. 180