BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Tekanan Darah
1. Defenisi
Tekanan darah adalah kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah yang
didorong dengan tekanan dari jantung. Tekanan sistemik atau arteri darah,
tekanan darah dalam sistem arteri tubuh adalah indikator yang baik tentang
kesehatan Cardiovaskular. Aliran darah mengalir pada sistem sirkulasi karena
perubahan tekanan. Darah mengalir dari tekanan yang tinggi ke daerah yang
tekanannya rendah. Kontraksi jantung mendorong darah dengan tekanan tinggi
ke aorta. Puncak dari tekanan maksimum saat ejeksi terjadi adalah tekanan
darah sistolik (Perry & Potter, 2005).
Pada saat ventrikel relaks, darah yang tetap dalam arteri menimbulkan tekanan
diastolik atau minimum. Tekanan diastolik adalah tekanan minimal yang
mendesak dinding arteri setiap waktu. Unit standar untuk pengukuran tekanan
darah adalah milimeter air raksa (mmHg). Pengukuran menandakan sampai
setinggi mana tekanan darah dapat mencapai kolom air raksa (Perry & Potter,
2005).
2. Fisiologi Tekanan Darah
Tekanan darah menggambarkan intoleransi dari curah jantung, tahanan
vaskular perifer, volume darah dan elastisitas arteri. Curah jantung seseorang
adalah volume darah yang dipompa jantung (volume sekuncup) selama 1 menit
(frekuensi jantung), tekanan darah bergantung pada curah jantung dan tahanan
perifer (Perry & Potter, 2005).
6
7
Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh
darah. Tekanan ini bervariasi sesuai pembuluh darah terkait dan denyut
jantung. Tekanan darah pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung.
Tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi dan paling rendah
ketika ventrikel berelaksasi. Ketika jantung memompa darah melewati arteri,
darah menekan dinding pembuluh darah. Mereka yang menderita hipertensi
mempunyai tinggi tekanan darah yang tidak normal. Penyempitan pembuluh
nadi atau aterosklerosis merupakan gejala awal yang umum terjadi pada
hipertensi. Karena arteri-arteri terhalang lempengan kolesterol dalam
aterosklerosis, sirkulasi darah melewati pembuluh darah menjadi sulit. Ketika
arteri-arteri mengeras dan mengerut dalam aterosklerosis, darah memaksa
melewati jalan yang sempit itu, sebagai hasilnya tekanan darah menjadi tinggi
(Sugiharto, 2007).
Skema 2.1
Faktor Hemodinamik yang Mempengaruhi Tekanan Darah
(Perry & Potter, 2005)
Vasodilatasi
Vasokonstriksi
Penurunan
Peningkatan
Viskositas Darah
Meningkat
Tahanan
Perifer
Curah jantung
menurun
(Otot melemah)
Curah jantung
meningkat
Peningkatan
Penurunan
Volume darah
menurun
(Hemoragi dehidrasi)
Aliran
Darah
Viskositas darah
meningkat
8
3.
Klasifikasi
Tabel 2.1
Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi Tekanan
Darah
Normal
Pre Hipertensi
Hipertensi Tahap I
Hipertensi Tahap II
Sumber: JNC VII (2003)
Tekanan Darah
Sistolik mmHg
≤120
120-139
140-159
≥160
Tekanan Darah
Diastolik mmHg
dan ≤80
atau 80-89
atau 90-99
atau ≥ 100
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah Sebagai Berikut:
a.
Usia
Tekanan darah cenderung rendah pada usia remaja dan mulai meningkat
pada masa dewasa awal. Kemudian meningkat lebih nyata selama masa
pertumbuhan dan pematangan fisik di usia dewasa akhir sampai usia tua
dikarenakan system sirkulasi darah akan terganggu, karena pembuluh
darah sering mengalami
penyumbatan dinding pembuluh darah yang
menjadi keras dan tebal serta berkurangnya elastisitasnya pembuluh darah
sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi (Guyton, 2007).
Onset hipertensi essensial biasanya muncul pada usia antara 25-55 tahun,
sedangkan usia di bawah 20 tahun jarang ditemukan (Stewart dalam
Rindiastuti, 2008).
b.
Jenis Kelamin
Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan darah pada
laki-laki atau perempuan. Setelah pubertas, pria cenderung memiliki
bacaan tekanan darah yang lebih tinggi. Setelah menopause, wanita
cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada
usia tersebut (Perry and Potter, 2005).
9
c.
Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh terutama
lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan juga meningkatkan
risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah
(Sugiharto, 2007).
d.
Obesitas
Banyak penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif
diantara obesitas (terutama upper body obesity) dan hipertensi. Bagaimana
mekanisme obesitas menyebabkan hipertensi masih belum jelas. Akhirakhir ini ada pendapat yang menyatakan hubungan yang erat diantara
obesitas, diabetes melitus tipe 2, hiperlipidemia dengan hipertensi melalui
hiperinsulinemia (Majid, 2005).
e.
Asupan Garam Berlebih
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler
ditarik
ke
luar,
Meningkatnya
sehingga
volume
volume
cairan
cairan
ekstraseluler
ekstraseluler
tersebut
meningkat.
menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi (Anggraini, 2009). Menurut Hull dalam Sugiharto (2007),
penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan
hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat
menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah.
f.
Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga
itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium individu dengan orang tua dengan hipertensi
10
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari
pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat
hipertensi dalam keluarga (Anggraini, 2009).
g.
Stress
Hubungan antara stress dan hipertensi primer diduga oleh aktivitas saraf
simpatis (melalui cathecholamin maupun renin yang disebabkan oleh
pengaruh cathecolamin) yang dapat meningkatkan tekanan darah yang
intermittent. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat
tekanan darah menetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan
tetapi pada binatang percobaan dibuktikan, pemaparan terhadap stress
membuat binatang tersebut hipertensi (Majid, 2005).
h.
Gaya hidup
1) Olahraga tidak teratur
Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi
karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak
aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih
tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa,
makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Berdasarkan hasil
penelitian Sugiharto (2007), menunjukkan bahwa Odd Rasio
hipertensi pada responden yang tidak memiliki kebiasaan berolahraga
jika dibandingkan dengan yang memiliki kebiasaan berolah raga
adalah 2,35.
2) Kebiasaan merokok
Selain dari lamanya kebiasaan merokok, risiko merokok terbesar
tergantung pada jumlah rokok yang diisap perhari. Seseorang lebih
dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari
11
pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti
nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk
ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah
arteri dan mengakibatkan proses atherosklerosis dan hipertensi.
Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan
darah segera setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam
asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil
di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah.
Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak
bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar
adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini
akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk
bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok
dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan
meningkat 10 mmHg.
Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah
berhenti mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan
menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan.
Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada pada level
tinggi sepanjang hari. Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto (2007),
menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden perokok berat
(>20 batang/hari) jika dibandingkan dengan yang bukan perokok
adalah 2,47.
3) Mengkonsumsi alkohol
Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol perhari
meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali. Bagaimana
dan mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah belum diketahui
dengan jelas. Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka
12
panjang, minum minuman beralkohol berlebihan akan merusak
jantung dan organ-organ lain. Berdasarkan hasil penelitian Sugiharto
(2007), menunjukkan bahwa OR hipertensi pada responden yang
sering mengonsumsi alkohol (≥ 3 kali/ minggu) jika dibandingkan
dengan yang jarang mengonsumsi alkohol adalah 4,86 (Anggraini,
2009).
5. Pengukuran Tekanan Darah
Menurut Roger Watson dalam Sugiharto (2007), tekanan darah diukur
berdasarkan berat kolum air raksa yang harus ditanggungnya. Tingginya
dinyatakan dalam millimeter. Tekanan darah arteri yang normal adalah 110120 (sistolik) dan 65-80 mm (diastolik). Alat untuk mengukur tekanan darah
disebut spigmomanometer. Ada beberapa jenis spigmomanometer, tetapi yang
paling umum terdiri dari sebuah manset karet, yang dibalut dengan bahan yang
difiksasi disekitarnya secara merata tanpa menimbulkan konstriksi.
Sebuah tangan kecil dihubungkan dengan manset karet ini. Dengan alat ini,
udara dapat dipompakan kedalamnya, mengembangkan manset karet tersebut
dan menekan ekstremitas dan pembuluh darah yang ada didalamnya. Bantalan
ini dihubungkan juga dengan sebuah manometer yang mengandung air raksa
sehingga tekanan udara didalamnya dapat dibaca sesuai skala yang ada.
Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi melingkari lengan dan
denyut pada pergelangan tangan diraba dengan satu tangan, sementara tangan
yang lain digunakan untuk mengembangkan manset sampai suatu tekanan,
dimana denyut arteri radialis tidak lagi teraba. Sebuah stetoskop diletakkan
diatas denyut arteri brakialis pada fosa kubiti dan tekanan pada manset karet
diturunkan perlahan dengan melonggarkan katupnya. Ketika tekanan
diturunkan, mula-mula tidak terdengar suara, namun ketika mencapai tekanan
darah sistolik terdengar suara ketukan (tapping sound) pada stetoskop. Pada
saat itu tinggi air raksa di dalam namometer harus dicatat.
13
Ketika tekanan di dalam manset diturunkan, suara semakin keras sampai saat
tekanan darah diastolik tercapai, karakter bunyi tersebut berubah dan meredup.
Penurunan tekanan manset lebih lanjut akan menyebabkan bunyi menghilang
sama sekali. Tekanan diastolik dicatat pada saat menghilangnya karakter bunyi
tersebut.
Menurut Gunawan (2005) dalam Sugiharto (2007), dalam pengukuran tekanan
darah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1.
Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun
berbaring. Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan
dengan santai.
2.
Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka
yang agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring meskipun
selisihnya relatif kecil.
3.
Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang
bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah paling rendah. Tekanan darah
yang diukur setelah berjalan kaki atau aktifitas fisik lain akan memberi
angka yang lebih tinggi. Di samping itu, juga tidak boleh merokok atau
minum kopi karena merokok atau minum kopi akan menyebabkan tekanan
darah sedikit naik.
4.
Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3 kali
berturut-turut, dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali mulai
dihitung. Jika hasilnya berbeda maka nilai yang dipakai adalah nilai yang
terendah.
5.
Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang
mengembang harus melingkari 80% lengan dan mencakup dua pertiga dari
panjang lengan atas.
14
B. Konsep Hipertensi
1. Defenisi Hipertensi
Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg pada
orang dewasa. Sedangkan pada populasi manula, hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Disebut “silent killer” karena orang dengan hipertensi sering tidak
menampakkan gejala (Brunner & Suddarth, 2001).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih atau sama dengan 90 mmHg (Guyton, 2007).
Hipertensi merupakan tekanan arteri yang lebih besar daripada 140/90 mmHg
pada orang dewasa (McPhee & Ganong, 2012).
Berdasarkan beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi
adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg pada orang dewasa dan tekanan sistolik 160 mmHg dan diastolik 90
mmHg pada manula.
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai
bertahun-tahun. Bila ada gejala, biasanya menunjukkan adanya kerusakan
vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah yang bersangkutan (Brunner & Suddarth,
2001).
2. Etiologi Hipertensi
Menurut Sunarta Ann dalam Sugiharto (2007), berdasarkan penyebabnya
hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu:
a.
Hipertensi Primer
Artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas.
Berbagai faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi
primer seperti bertambahnya umur, stress psikologis, dan hereditas
15
(keturunan). Sekitar 90% pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam
kategori ini. Pengobatan hipertensi primer sering dilakukan adalah
membatasi konsumsi kalori bagi mereka yang kegemukan (obes),
membatasi konsumsi garam, dan olahraga. Obat antihipertensi mungkin
pula digunakan tetapi kadang-kadang menimbulkan efek samping seperti
meningkatnya kadar kolesterol, menurunnya kadar natrium (Na) dan
kalium (K) didalam tubuh dan dehidrasi.
b.
Hipertensi Sekunder
Artinya penyebab boleh dikatakan telah pasti yaitu hipertensi yang
diakibatkan oleh kerusakan suatu organ. Yang termasuk hipertensi
sekunder seperti : hipertensi jantung, hipertensi penyakit ginjal, hipertensi
penyakit jantung dan ginjal, hipertensi diabetes melitus, dan hipertensi
sekunder lain yang tidak spesifik.
3. Manifestasi Klinis
Terdapat kesalahpahaman umum bahwa orang dengan hipertensi selalu
mengalami gejala, tetapi kenyataannya adalah bahwa sebagian besar penderita
hipertensi tidak memiliki gejala sama sekali. Peningkatan tekanan darah
kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala dari hipertensi. Kadang-kadang
hipertensi menyebabkan gejala seperti sakit kepala, sesak napas, pusing, nyeri
dada, palpitasi jantung, rasa berat di tengkuk, suka tidur, mata berkunangkunang dan pendarahan hidung (Mansjoer, 2007).
Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata,
otak atau jantung. Hal ini dapat berbahaya jika gejala-gejala seperti tersebut
diabaikan, tapi gejala tersebut juga tidak bisa disebutkan sebagai dasar untuk
menandakan hipertensi. Hipertensi adalah tanda peringatan serius bahwa
terjadi perubahan gaya hidup yang signifikan. Kondisi ini bisa menjadi silent
killer dan penting bagi semua orang untuk mengetahui tekanan darah mereka
(WHO, 2013).
16
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala. Jika
menunjukkan gejala, gejala tersebut bukanlah gejala yang spesifik yang
mengindikasikan adanya hipertensi. Meskipun jika kebetulan beberapa gejala
muncul bersamaan dan diyakini berhubungan dengan hipertensi, gejala-gejala
tersebut sering kali tidak terkait dengan hipertensi.
Akan tetapi menurut Indriyani (2009), jika hipertensinya berat atau menahun
dan tidak diobati, bisa timbul gejala, antara lain sakit kepala, kelelahan, mual
dan muntah, sesak napas, napas pendek (terengah-engah), gelisah, pandangan
menjadi kabur, mata berkunang-kunang, mudah marah, telinga berdengung,
sulit tidur, rasa berat di tengkuk, nyeri di daerah kepala bagian belakang, otot
lemah, pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki, keringat berlebihan,
kulit tampak pucat atau kemerahan, denyut jantung yang kuat, cepat, atau tidak
teratur, impotensi, darah di urine, mimisan (jarang dilaporkan).
Daftar keluhan berikut ini adalah yang paling sering disebutkan oleh penderita
kasus hipertensi yang berkepanjangan. Tetapi karena keluhan itu muncul sama
seringnya dengan orang pada kelompok usia sama yang tidak mengidap
tekanan darah tinggi, gejala itu bisa menjadi gejala penyakit lainnya (Wolff,
2006).
Tabel 2.2
Keluhan yang Tidak Sfesifik Pada Hipertensi
(Wolff, 2006)
Keluhan
Kegelisahan
Jantung berdebar-debar
Pusing
Rasa sakit di dada
Sakit kepala
Depresi, kurang semangat
Sumber: JNC VII (2003)
Frekuensi (kira-kira)
35%
32%
30%
26%
23%
7%
4. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal.
17
Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan
akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,
ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard.
Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya
mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat
terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara
(Transient Ischemic Attack/TIA) (Anggraini, 2009).
5. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan pengobatan pasien hipertensi (Angraini, 2009) :
a. Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko
tinggi seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah <
130/80 mmHg.
b. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
c. Menghambat laju penyakit ginjal.
Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis
seperti penjelasan dibawah ini.
a. Terapi Non Farmakologis
1) Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.
2) Peningkatan
berat
badan
di
usia
dewasa
sangat
berpengaruh
terhadapTekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan
sangat penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi.
3) Meningkatkan aktifitas fisik.
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50%
daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit
sebanyak > 3 x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
18
4) Mengurangi asupan natrium
Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat
anti hipertensi oleh dokter.
5) Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol
Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan
lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alkohol
lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi.
b. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII
yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis,
beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau
AT1 receptor antagonist/ blocker (ARB).
C. Lingkar Pinggang
Lingkar pinggang adalah indikator untuk menentukan obesitas abdominal yang
diperoleh melalui hasil pengukuran panjang lingkar yang diukur di antara crista
illiaca dan costa XII pada lingkar terkecil, diukur dengan pita meteran non elastis
(ketelitian 1mm). Bertambahnya ukuran lingkar pinggang berhubungan dengan
peningkatan prevalensi hipertensi (Harriset et al., 2004 dalam Oviyanti, 2010).
Adanya lemak dalam rongga perut dapat diketahui dari hasil pengukuran lingkar
pinggang. Lingkar pinggang adalah ukuran antropometri yang dapat digunakan
untuk menentukan obesitas sentral. Lingkar pinggang dikatakan sebagai indeks
yang berguna untuk menentukan obesitas sentral dan komplikasi metabolik yang
terkait. Lingkar pinggang berkorelasi kuat dengan obesitas sentral dan resiko
kardiovaskular (Jalal, 2006). Sehubungan dengan peningkatan substansial resiko
obesitas dan komplikasi metabolik, Asia Pasifik memakai ukuran lingkar pinggang
laki-laki 90 cm dan perempuan 80 cm sebagai batasan (Australian Better Health
Initiative 2011 dalam Suprihatin 2012).
19
Sebuah bukti menunjukkan bahwa lingkar pinggang adalah prediktor tersendiri bagi
penyakit jantung dan resisten insulin di masa muda (Lee et al., 2006). Savva et al.,
(2000) dalam Lee et al., (2006) menunjukkan bahwa Lingkar pinggang adalah
prediktor yang lebih baik untuk mengukur tekanan darah dibandingkan dengan
HDL (High Density Lipoprotein), LDL (Low Density Lipoprotein) dan IMT.
Bogalusa Heart Study dalam Lee et al., (2006) menunjukkan bahwa penumpukan
lemak perut yang dapat dinilai dengan baik oleh lingkar pinggang dan rasio lingkar
pinggang panggul dikaitkan dengan konsentrasi yang tidak menguntungkan dari
triasilgliserol, LDL, HDL, dan insulin.
Dalam populasi penelitian yang sama Janssen et al., (2004) dalam Lee et al.,
(2006), melaporkan bahwa pemuda yang memiliki kelebihan berat badan dengan
lingkar pinggang yang besar memiliki signifikan terhadap tekanan darah sistolik
dan diastolik dibandingkan pemuda kelebihan berat badan dengan lingkar pinggang
yang lebih rendah.
1. Kriteria ukuran pinggang berdasarkan etnis
IDF (Internasional Diabetes Federation) mengeluarkan kriteria ukuran lingkar
pinggang berdasarkan etnis (Alberti, 2005 dalam Zulaikha, 2010).
Tabel 2.3
Kriteria ukuran pinggang berdasarkan etnis
Negara/grup etnis
Eropa
Asia
Selatan
Populasi
China,
Melayu, dan AsiaIndia
China
Jepang
Amerika Tengah
Sub-Sahara Afrika
Timur Tengah
Lingkar pinggang (cm) pada obesitas
Pria > 94 Wanita > 80
Pria > 90 Wanita > 80
Pria > 90 Wanita > 80
Pria > 85 Wanita > 90
Gunakan rekomendasi Asia Selatan hingga tersedia data
spesifik
Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia data spesifik
Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia data spesifik
20
2. Pengukuran Lingkar Pinggang
Menurut Riskesdas (2007), pengukuran lingkar pinggang dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya obesitas abdominal. Jenis obesitas ini sangat
berpengaruh terhadap kejadian penyakit kardiovaskular. Berikut tahap
pelaksanaan pengukuran lingkar pinggang.
a. Jelaskan pada responden tujuan pengukuran lingkar pinggang dan tindakan
apa saja yang akan dilakukan dalam pengukuran.
b. Untuk pengukuran ini responden diminta dengan cara yang santun untuk
membuka pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan
raba tulang rusuk terakhir responden untuk menetapkan titik pengukuran.
c. Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.
d. Tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul.
e. Tetapkan titik tengah di antara di antara titik tulang rusuk terakhir dan titik
ujung lengkung
tulang pangkal paha/panggul
dan tandai titik tengah
tersebut dengan alat tulis.
f. Minta responden untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi
normal).
g. Lakukan pengukuran lingkar pinggang dimulai dari titik tengah kemudian
secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan kembali menuju titik
tengah di awal pengukuran.
h. Apabila responden mempunyai pinggang yang besar ke bawah, pengukuran
mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah
tersebut lagi.
i. Pita pengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang mendekati
angka 0,1 cm.
Hal yang perlu diperhatikan: Pengukuran lingkar pinggang yang benar
dilakukan dengan menempelkan pita pengukur diatas kulit langsung.
Pengukuran di atas pakaian sangat tidak dibenarkan.
21
D. Hubungan Lingkar Pinggang dengan Tekanan Darah
Penelitian yang dilakukan Lipoeto (2006), tentang Hubungan Tekanan Darah
Dengan Lingkaran Pinggang. Penelitian menggunakan desain cross sectional study
yang dilakukan pada empat kabupaten di Sumatera Barat. Hasil penelitian
menunjukkan kejadian hipertensi (tekanan sistolik > 140 mmHg dan tekanan
diastolik > 90 mmHg) ditemukan pada 14,36% responden. Derajat kemaknaan yang
dipakai adalah apabila p < 0.05. Uji korelasi ditemukan hubungan yang bermakna
antara tekanan sistolik dan diastolik dengan lingkaran pinggang (p < 0.000).
Penelitian yang dilakukan Siani et al., (2002) tentang The Relationship of Waist
Circumference to Blood Pressure: The Olivetti Heart Study. Pada analisis univariat,
lingkar pinggang adalah indeks antropometri yang paling berkorelasi dengan
tekanan darah (p < .001). Dalam analisis regresi berganda, lingkar pinggang tetap
prediktor independen terkuat dari tekanan darah setelah penyesuaian untuk
pembaur. Peningkatan yang signifikan tekanan sistolik (p value untuk analisis trend
< .001) dan tekanan diastolik (p < .001), denyut jantung (p < .003).
Penelitian yang dilakukan Jalal (2006) tentang Hubungan Lingkar Pinggang dengan
Kadar Gula Darah, Trigliserida dan Tekanan Darah pada Etnis Minang di
Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Penelitian ini dilakukan pada
masyarakat Minang di Padang Pariaman dengan disain Cross Sectional.
Pengambilan sampel dilakukan multistage random sampling dengan jumlah sampel
92 orang. Hasil penelitian menemukan 22,8% responden ternyata menderita
Sindroma Metabolik, dengan asupan energi tinggi, karbohidrat tinggi, serat rendah,
kolesterol tinggi dan asupan omega 3 rendah. 87,5% responden wanita dan 12,5%
pria memiliki lingkar pinggang besar dari normal. Ditemukan korelasi positif antara
lingkar pinggang dengan kadar trigliserida, kadar glukosa plasma dan tekanan
darah, namun tidak untuk kadar HDL – kolesterol.
22
E. Kerangka Konsep
Berikut kerangka konsep penelitian yang di gambarkan dalam skema berikut ini.
Skema 2.2
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independent
Variabel Dependent
Lingkar Pinggang
Tekanan Darah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Asupan Garam Berlebih
Genetik
Stress
Kebiasaan merokok
Olahraga tidak terarur
Konsumsi alkohol
Variabel confounding
F.
Hipotesis
Ha : Ada hubungan antara lingkar pinggang dengan tekanan darah sistolik pada
masyarakat
laki-laki
di
Lingkungan
Pasar
Baru
Kelurahan
Pasar
Doloksanggul Tahun 2014.
Ha : Ada hubungan antara lingkar pinggang dengan tekanan darah diastolik pada
masyarakat
laki-laki
di
Lingkungan
Pasar
Baru
Kelurahan
Pasar
Doloksanggul Tahun 2014.
Ha : Ada hubungan antara lingkar pinggang dengan tekanan darah sistolik pada
masyarakat perempuan di Lingkungan Pasar Baru Kelurahan Pasar
Doloksanggul Tahun 2014.
Ha : Ada hubungan antara lingkar pinggang dengan tekanan darah diastolik pada
masyarakat perempuan di Lingkungan Pasar Baru Kelurahan Pasar
Doloksanggul Tahun 2014.
Download