BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Metanol Dalam proses pengawetan mayat, orang Mesir kuno menggunakan berbagai macam campuran, termasuk di dalamnya metanol, yang mereka peroleh dari pirolisis kayu. Metanol murni, pertama kali berhasil diisolasi tahun 1661 oleh Robert Boyle, yang menamakannya spirit of box, karena ia menghasilkannya melalui distilasi kotak kayu. Nama itu kemudian lebih dikenal sebagai pyroxylic spirit (spiritus). Pada tahun 1834, ahli kimia Perancis Jean-Baptiste Dumas dan Eugene Peligot menentukan komposisi kimianya. Mereka juga memperkenalkan nama methylene untuk kimia organik, yang diambil dari bahasa Yunani methy = "anggur") + hwl_ = kayu (bagian dari pohon). Kata itu semula dimaksudkan untuk menyatakan "alkohol dari (bahan) kayu". Kata metil pada tahun 1840 diambil dari methylene, dan kemudian digunakan untuk mendeskripsikan "metil alkohol". Nama ini kemudian disingkat menjadi "metanol" tahun 1892 oleh International Conference on Chemical Nomenclature. Suffiks [-yl] (indonesia {il}) yang digunakan dalam kimia organik untuk membentuk nama radikal-radikal, diambil dari kata methyl. Pada tahun 1923, ahli kimia Jerman, Matthias Pier, yang bekerja untuk BASF mengembangkan cara mengubah gas sintesis (syngas / campuran dari karbon dioksida and hidrogen) menjadi metanol. Proses ini menggunakan katalis zinc chromate (seng kromat). Penggunaan metanol sebagai bahan bakar mulai mendapat perhatian ketika krisis minyak bumi terjadi di tahun 1970-an karena ia mudah tersedia dan murah. Masalah timbul pada pengembangan awalnya untuk campuran metanol-bensin. Untuk menghasilkan harga yang lebih murah, beberapa produsen cenderung mencampur metanol lebih banyak. Produsen lainnya menggunakan teknik pencampuran dan penanganan yang tidak tepat. Akibatnya, hal ini menurunkan mutu bahan bakar yang dihasilkan. Akan tetapi, metanol masih menarik untuk Universitas Sumatera Utara digunakan sebagai bahan bakar bersih. Mobil-mobil dengan bahan bakar fleksibel yang dikeluarkan oleh General Motors, Ford dan Chrysler dapat beroperasi dengan setiap kombinasi etanol, metanol dan bensin. (Sheldiez, 2007) 2.2 Gambaran Metanol Senyawa alkohol yang paling sederhana dan umum digunakan adalah metanol. Metanol yang juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah senyawa kimia yang dapat disusun dari tiga unsur kimia yaitu unsur oksigen, karbon, dan hidrogen dengan rumus kimia CH3OH. Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air. Reaksi kimia metanol yang terbakar di udara dan membentuk karbon dioksida dan air adalah sebagai berikut: 2 CH3OH + 3 O2 → 2 CO2 + 4 H2O Pada keadaan atmosfer ia berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Ia digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri. Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera akibat api yang tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering digunakan sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan industri; Penambahan "racun" ini akan menghindarkan industri dari pajak yang dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman keras (minuman beralkohol). Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena ia dahulu merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol dihasilkan melului proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida. Kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi dengan bantuan Universitas Sumatera Utara katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik. Saat ini, gas sintesis umumnya dihasilkan dari metana yang merupakan komponen dari gas alam. Terdapat tiga proses yang dipraktekkan secara komersial, yaitu: (Sheldiez, 2007) 1. Pada tekanan sedang 1 hingga 2 MPa (10-20 atm) dan temperatur tinggi (sekitar 850 °C), metana bereaksi dengan uap air (steam) dengan katalis nikel untuk menghasilkan gas sintesis menurut reaksi kimia berikut: CH4 + H2O → CO + 3 H2 Reaksi ini, umumnya dinamakan steam-methane reforming atau SMR, merupakan reaksi endotermik dan limitasi perpindahan panasnya menjadi batasan dari ukuran reaktor katalitik yang digunakan. 2. Metana juga dapat mengalami oksidasi parsial dengan molekul oksigen untuk menghasilkan gas sintesis melalui reaksi kimia berikut: 2 CH4 + O4 → 2 CO2 + 4 H2 reaksi ini adalah eksotermik dan panas yang dihasilkan dapat digunakan secara in-situ untuk menggerakkan reaksi steam-methane reforming. 3. Ketika dua proses tersebut dikombinasikan, proses ini disebut sebagai autothermal reforming. Rasio CO and H2 dapat diatur dengan menggunakan reaksi perpindahan air-gas (the water-gas shift reaction): CO + H2O → CO2 + H2, untuk menghasilkan stoikiometri yang sesuai dalam sintesis metanol. Karbon monoksida dan hidrogen kemudian bereaksi dengan katalis kedua untuk menghasilkan metanol. Saat ini, katalis yang umum digunakan adalah campuran tembaga, seng oksida, dan alumina, yang pertama kali digunakan oleh ICI di tahun 1966. Pada 5-10 MPa (50-100 atm) dan temperatur 250 °C, ia dapat mengkatalisis produksi metanol dari karbon monoksida dan hidrogen dengan selektifitas yang tinggi: Universitas Sumatera Utara CO + 2 H2 → CH3OH Sangat perlu diperhatikan bahwa setiap produksi gas sintesis dari metana menghasilkan 3 mol hidrogen untuk setiap mol karbon monoksida, sedangkan sintesis metanol hanya memerlukan 2 mol hidrogen untuk setiap mol karbon monoksida. Salah satu cara mengatasi kelebihan hidrogen ini adalah dengan menginjeksikan karbon dioksida ke dalam reaktor sintesis metanol, dimana ia akan bereaksi membentuk metanol sesuai dengan reaksi kimia berikut: CO2 + 3 H2 → CH3OH + H2O Walaupun gas alam merupakan bahan yang paling ekonomis dan umum digunakan untuk menghasilkan metanol, bahan baku lain juga dapat digunakan. Ketika tidak terdapat gas alam, produk petroleum ringan juga dapat digunakan. Di Afrika Selatan, sebuah perusahaan (Sasol) menghasilkan metanol dengan menggunakan gas sintesis dari batu bara. 2.3 Gasifikasi Batu Bara Gasifikasi adalah proses yang dilakukan pada suhu dan tekanan yang tinggi untuk menghasilkan campuran gas (gas sintetis) dengan mereaksikan steam, oksigen, dan material yang mengandung karbon. Produk terdiri dari karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen, metana, dan gas-gas lain, dalam perbandingan yang tergantung pada reaktan tertentu dan kondisi operasi (temperatur dan tekanan) yang dilakukan dalam reaktor, dan tahap perlakuan yang dilalui gas-gas tersebut untuk selanjutnya meninggalkan gasifier. Bahan-bahan kimia yang sama dapat juga digunakan dalam gasifikasi kokas (batu bara) yang diturunkan dari petroleum dan sumber yang lain. Reaksi batu bara dan arang batu bara dengan udara atau oksigen untuk menghasilkan panas dan karbon dioksida dapat disebut sebagai gasifikasi, tapi lebih cocok dikatakan sebagai proses pembakaran. Tujuan dasar dari beberapa konversi adalah produksi gas alam sintesis sebagai bagian bahan bakar gas dan gas-gas sintesis untuk produksi bahan-bahan kimia dan plastik. Universitas Sumatera Utara Hampir dalam semua proses, flow diagram proses secara umum adalah sama. Batu bara disiapkan melalui penghancuran dan pengeringan, pra perlakuan jika diperlukan untuk mencegah pembentukan caking, dan kemudian digasifikasi dengan uap air dari udara atau oksigen dan steam. Gas yang dihasilkan didinginkan dan dibersihkan dari debu-debu arang, hidrogen sulfida, dan CO2 sebelum memasuki tahapan proses yang dikehendaki untuk mencocokkan komposisinya untuk penggunaan akhir yang dikehendaki. Dasar reaksi kimia secara umum untuk seluruh gasifikasi batu bara adalah batu bara dan arang batu bara (1-3) dan reaksi gas (4-5): gas (CO, CO2, H2, CH4) + char ..... (1) C (arang) + H2O CO + H2 (endotermis) .....(2) 2C (arang) + 3/2 O2 CO2 + CO (eksotermis) ..... (3) CO + H2O H2 + CO2 (sedikit eksotermis) ..... (4) CO + 3H2 CH4 + H2O (eksotermis) …..(5) Batu bara Panas Gasifikasi batubara pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan menjadi gas yang lebih mudah terbakar dengan klasifikasi berdasarkan nilai panas (heating value) yaitu low-btu (180-350 Btu/scf), medium-btu (250-500 Btu/scf), high-btu (950-1000 Btu/scf). Perubahan batubara menjadi gas yang mudah terbakar terjadi melalui beberapa proses kimia dalam reaktor gasifikasi. Tahap awal setelah batubara mendapat perlakuan awal (ukuran butir diperkecil hingga ukuran butir tertentu), sebagai feed stock, mengalami pemanasan sampai temperatur reaksi dan mengalami pirolisa atau pembaraan. Pembakaran yang terjadi disini adalah pembakaran tidak sempurna (partial combustion) dengan rasio batubara lebih besar dari stoikiometri reaksi atau oksigen dibuat tidak mampu mengkonversi seluruh karbon menjadi karbondioksida. Dalam reaktor gasifikasi, produk gasifikasi yaitu CO dan H2, bercampur dengan produk pirolisa. Distribusi berat dan komposisi berat gas yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa kondisi antara lain temperatur, kecepatan pemanasan, tekanan, residence time, dan jenis umpan batubara. Universitas Sumatera Utara Panas gasifikasi cenderung diklasifikasikan berdasarkan nilai panas, tetapi dapat pula digolongkan berdasarkan atas transportasi dan kondisi sistem reaksi dalam reaktor yaitu, fixed bed, fluidized bed dan entrained bed. a. Fixed Bed Pada proses gasifikasi cara ini, gravitasi menguasai sistem partikel- partikelnya tidak dapat bergerak dan membentuk suatu tumpukan atau solid bed. Penghembusan gas pereaksi uap dan O2 dari bawah berlawanan dengan arah suplai partikel batubara ukuran 3-30 mm dengan residence time 1-5 jam. Gas yang dihasilkan dari proses ini dialirkan dari atas sementara abu yang dihasilkan di keluarkan dari bagian bawah. Pada gasifikasi dengan menggunakan proses Fixed Bed terdapat empat zona reaksi, yaitu: (Naskahta, 2005) 1. Zona Devolatisasi Pada zona ini terjadi penguapan air dan zat-zat volatil yang terkandung dalam batubara 2. Zona Gasifikasi Pada zona ini steam yang dialirkan dan CO2 yang terbentuk dari pembakaran sempurna, bereaksi dengan batubara pada suhu tinggi dan membentuk gas sintesis yang terdiri dari CO2, H2, dan N2. 3. Zona Pembakaran Pada zona ini O2 yang masuk bereaksi dengan sebagian batubara membentuk CO2 dan H2O yang diperlukan dalam reaksi gasifikasi. 4. Zona Abu Zona ini adalah tempat penampungan abu yang dihasilkan, baik hasil reaksi pembakaran maupun hasil gasifikasi. b. Fluidized Bed Pada proses gasifikasi ini, kehilangan tekanan (pressure loss) sedemikian besar sehingga daya dorong di bagian bawah bed membuat kesetimbangan dengan Universitas Sumatera Utara gaya gravitasi sehingga batubara yang diinjeksikan dari atas dalam bentuk serbuk berukuran antara 0,1-5 mm berada dalam keadaan melayang dan juga berakibat permukaan reaksi menjadi lebih luas sehingga reaksi lebih cepat dengan residence time 15-50 detik. Pada reaktor fluidized bed O2 dan steam alirkan melalui bagian bawah, sedangkan gas yang dihasilkan di alirkan ke bagian bawah reaktor dan abu dialirkan ke samping bagian bawah reaktor. c. Entrainned Bed Pada proses ini, steam dan O2 bercampur dengan kecepatan sedemikian tinggi sehingga membuat partikel-partikel solid batubara terbawa oleh gas (transport pneumatic) yang masuk dari bagian atas. Dalam hal ini diperkenalkan istilah partikel cloud (bukan dinamakan bed lagi). Untuk partikel batubara disebut dengan powder coal dengan ukuran partikel lebih kecil dari 0,5 mm dengan residence time antara 1-5 detik. Pada reaktor ini, gas yang dihasilkan dialirkan ke samping bagian bawah reaktor sedangkan abu dikeluarkan dari bagian dasar reaktor. Tabel 1 Perbandingan jenis-jenis gasifier (A.G.A.Z, Habib, 2008) Parameter Ukuran umpan Toleransi kehalusan partikel Toleransi kekasaran partikel Fixed/Moving Bed Fluidized Bed < 51 mm < 6 mm Entrained Bed < 0.15 mm Terbatas Baik Sangat baik Sangat baik Baik Buruk Toleransi jenis umpan Batubara kualitas rendah Kebutuhan oksidan Kebutuhan kukus Temperatur reaksi Temperatur gas keluaran Produksi abu Efisiensi gas dingin Kapasitas penggunaan Rendah Tinggi 1090 °C Segala jenis batubara, Batubara kualitas tetapi tidak cocok rendah dan biomassa untuk biomassa Menengah Tinggi Menengah Rendah 800 - 1000 °C > 1990 °C 450 - 600 °C 800 - 1000 °C > 1260 °C Kering 80% Kering 89.2% Terak 80% Kecil Menengah Besar Permasalahan Produksi tar Konversi karbon Pendinginan gas produk Universitas Sumatera Utara 2.4 Batubara Batubara merupakan nama umum yang digunakan untuk mengekspresikan mineral hitam yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan pada masa lampau, bersifat padat, berwarna gelap dan dapat dibakar. Batubara sebagian besar mengandung karbon dan sejumlah kecil hidrogen, nitrogen, oksigen, dan sulfur. (Brady, George S.,dkk, ). Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu Bara) yang dikenal sebagai zaman batubara pertama. Zaman batubara pertama ini berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. (http://www.worldcoal.org). Sifat umum batubara adalah mudah terbakar, apabila batubara tersebut mudah terbakar dan menghasilkan kalori tinggi, disebut batubara, tetapi apabila batubara tersebut tidak mudah terbakar dan mengasilkan kalori rendah disebut sebagai batubara muda. Batubara merupakan salah satu jenis bahan bakar pembangkit energi. Batubara dapat pula dipergunakan tidak sebagai bahan bakar, tetapi dipergunakan sebagai reduktor pada proses peleburan timah, industri ferro-nikel, industri besi dan baja, sebagai bahan pemurnian pada industri kimia (dalam bentuk karbon aktif), sebagai bahan pembuatan kalsium karbida (dalam bentuk kokas atau semi kokas). Pemanfaatan batubara dalam industri semen, batubara yang dibakar akan menyisakan abu. Abu batubara tersebut akan bercampur dengan klinker dan akan berpengaruh pada kualitas semen. Pada proses pembakaran bata, kandungan abu batubara yang terlalu banyak akan menyumbat celah-celah susunan antar bata, berakibat akan menggangu penyebaran panas sebagai hasil pembakaran. Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan Universitas Sumatera Utara NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut. Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut. Pada tahap ini persentase karbon akan meningkat, sedangkan persentase hidrogen dan oksigen akan berkurang. Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit. Berikut adalah beberapa penggolongan batubara secara umum dan berdasarkan nilai kalor batubara. 1. Klasifikasi secara Umum Secara umum batubara digolongkan menjadi 3 tingkatan yaitu, anthracite, bituminous coal dan sub bituminous coal, lignite dan peat (gambut). a. Anthracite Warna hitam, sangat mengkilat, kompak, kandungan karbon sangat tinggi, kandungan sulfur sangat sedikit. Kandungan air sangat sedikit dan kandungan abu sangat sedikit. b. Bituminous/sub bituminous coal Warna hitam mengkilat, kurang kompak, kandungan karbon relatif tinggi, nilai kalor tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit dan kandungan sulfur sedikit. c. Lignite/peat (brown coal) Warna hitam, sangat rapuh, kandungan karbon sedikit, nilai kalor rendah, kandungan air tinggi, kandungan abu banyak dan kandungan sulfur banyak. 2. Klasifikasi berdasarkan atas nilai kalor a. Batubara tingkat tinggi (high rank) meliputi meta anthracite, anthracite, dan semi anthracite. Universitas Sumatera Utara b. Batubara tingkat menengah (moderate rank) meliputi low volatile bituminous coal, high volatile coal. c. Batubara tingkat rendah (low rank) meliputi sub bituminous coal dan lignit. 2.5 Sifat – sifat Bahan Baku dan Produk 2.5.1 Bahan Baku A. Batubara ( Subbituminous) 1) Mengandung : - C (Carbon) : 76,24% - H (Hidrogen) : 4,85% - N (Nitrogen) : 1,34% - S (Sulfur) : 1,38% - O (Oxigen) : 4,84% - Ash (Abu) : 8,02% - Air : 2,82% 2) Ukuran butiran : 2.5.2 - kurang dari 2,38 mm : 19,84% - 2,38 – 32 mm : 75,49% - 32 – 50 mm : 4,53% - lebih dari 50 mm : 0,14% Produk A. Hidrogen (H2) 1) Sifat Fisika: 1. Wujud : Gas 2. Densitas : 0,08988 g/L (0oC, 101, 325 kPa) 3. Titik Leleh : 14,01 K 4. Titik Didih : 20,28 K 5. Titik Kritis : 13, 8033 K, 7, 042 kPa (http://www.wikipedia.com, 2008) Universitas Sumatera Utara 2) Sifat Kimia: 1. Gas hidrogen sangat mudah terbakar dan akan terbakar pada konsentrasi serendah 4% H2 di udara bebas. Hidrogen terbakar menurut persamaan kimia: 2 H2(g) + O2(g) → 2 H2O(l) + 572 kJ (286 kJ/mol) 2. H2 bereaksi secara langsung dengan unsur-unsur oksidator. Ia bereaksi dengan spontan dan hebat pada suhu kamar dengan klorin dan fluorin, menghasilkan hidrogen halida berupa hidrogen klorida. Reaksi: H2(g) + Cl2(s) → 2 HCl(g) (http://www.wikipedia.com, 2008) B. Karbonmonoksida (CO) 1) Sifat Fisika : 1. Wujud : Gas 2. Densitas : 1, 250 g/L (0oC, 101, 325 kPa) 3. Titik Leleh : 68 K 4. Titik Didih : 81 K 5. Momen Dipol : 0,112 D (3,74×10−31 C·m) (http://www.wikipedia.com, 2008) 2) Sifat Kimia : 1. CO adalah anhidrida dari asam format. Oleh karena itu, adalah praktis untuk menghasilkan CO dari dehidrasi asam format. 2. CO juga merupakan hasil sampingan dari reduksi bijih logam oksida dengan karbon: MO + C → M + CO ΔH = 131 kJ/mol (http://www.wikipedia.com, 2008) Universitas Sumatera Utara C. Karbondioksida (CO2) 1) Sifat Fisika: 1. Wujud : Gas 2. Densitas : 1, 98 g/L (0oC, 101, 325 kPa) 3. Titik Leleh : 216 K 4. Titik Didih : 195 K 5. Momen Dipol : Nol 6. Viskositas : 0, 07 cP pada -78oC (http://www.wikipedia.com, 2008) 2) Sifat Kimia: 1. CO2 dapat dihasilkan melalui pembakaran dari semua bahan bakar yang mengandung karbon, seperti metana (gas alam), destilat minyak bumi (bensin, diesel, minyak tanah, propana), arang dan kayu. Sebagai contohnya reaksi antara metana dan oksigen: CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O 2. Khamir mencerna gula dan menghasilkan karbon dioksida beserta etanol pada proses pembuatan anggur, bir, dan spiritus lainnya: C6H12O6 → 2 CO2 + 2 C2H5OH (http://www.wikipedia.com, 2008) D. Metana (CH4) 1) Sifat Fisika: 1. Berat Molekul : 16,04 gr/gmol 2. Nilai Bakar : 995 Btu/ft3 (pada 600F, 30in Hg) 3. Titik Didih : -161,40C 4. Titik Lebur : -182,60C (http://www.wikipedia.com, 2008) Universitas Sumatera Utara 2) Sifat Kimia: 1. Dapat bereaksi dengan golongan halogen. Reaksi: CH4 + X2 CH3X + HX ; X = F, Cl, Br, I 2. Radical Exchanges Reaction CH4 + Cl- CH- + HCl + 14 KJ 3. Radical Extermination Reaction 2 Cl- Cl2 + 239 KJ CH- + Cl- CH3Cl + 339 KJ 2 CH3- CH3CH3 + 347 KJ (http://www.wikipedia.com, 2008) E. Nitrogen (N2) 1) Sifat Fisika: 1. Fase : Gas 2. Berat Molekul : 28 gr/gmol 3. Densitas : 1, 251 g/L (0oC, 101, 325 kPa) 4. Titik Didih : 77, 36 K 5. Titik Lebur : 63, 15 K 6. Titik Kritis : 126, 21 K, 3, 39 MPa 7. Struktur Kristal : Heksagonal (http://www.wikipedia.com, 2008) 2) Sifat Kimia: 1. Nitrogen bereaksi dengan elemen litium pada keadaan STP menghasilkan litium nitrit. Reaksi: 6 Li + N2 2 Li3N 2. Nitrogen bereaksi dengan magnesium menghasilkan magnesium nitrit. Reaksi: 3 Mg + N2 Mg3N2 Universitas Sumatera Utara 3. Jika nitrogen bereaksi spontan dengan regensia, bentuk tranformasinya disebut dengan fiksasi nitrogen. (http://www.wikipedia.com, 2008) F. Hidrogen Sulfida (H2S) 1) Sifat Fisika: 1. Berat molekul : 34,076 gr/gmol 2. Densitas : 0,79 gr/l (600F, 14,7 psia) 3. Titik didih : -60,280C 4. Titik Beku : -85,50C 5. Tekanan kritis : 1,304 psia (http://www.wikipedia.com, 2008) 2) Sifat Kimia: 1. Hidrogen sulfida merupakan asam lemah yang terpisah dalam larutan aqueous (mengandung air) menjadi kation hidrogen H+ dan anion hidrosulfid HS−: H2S → HS− + H+ Ka = 1.3×10−7 mol/L pKa = 6.89. 2. Hidrogen sulfida merupakan hidrida kovalen yang secara kimiawi terkait dengan air (H2O) karena oksigen dan sulfur berada dalam golongan yang sama di tabel periodik. (http://www.wikipedia.com, 2008) G. Metanol (CH3OH) 1) Sifat Fisika: 1. Fase : Cairan jernih pada suhu kamar 2. Berat Molekul : 32 gr/gmol 3. Titik didih : 65 oC 4. Titik lebur : -97 oC 5. Viskositas : 0,5945 cp Universitas Sumatera Utara 6. Densitas pada : 0,796 gr/ml (0oC, 101, 325 kPa) 7. Tekanan kritis : 78,5 atm 8. Temperatur kritis : 240 oC (Perry, 1997; Othmer, 1981) 2) Sifat Kimia: 1. Tidak memiliki sifat adisi yang kuat 2. Klor dan brom dapat mensubstitusi atom H dari metanol 3. Sulfonasi dengan asam sulfat berasap membentuk metanol sulfonat 4. Bereaksi dengan Na membentuk gas H2 dan garam Na metanolat 5. Termasuk golongan senyawa kimia beracun 6. Oksidasi dengan oksiditor kuat (KMnO4 dalam asam) menghasilkan asam formiat dan dapat teroksidasi lebih lanjut membentuk CO2 dan H2O 7. Merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik (Othmer, 1981) H. Air (H2O) 1) Sifat Fisika: 1. Tidak berbau, berasa, dan tidak berwarna 2. Berbentuk heksagonal dalam keadaan padat 3. Berat molekul : 18 gr/gmol 4. Titik beku : 0 oC ( pada 1 atm) 5. Densitas : 995,68 kg/m3 6. Viskositas : 8,949 mP (pada kondisi standar, 1 atm) 7. Koefisien difusi : 2,57 x 10-5 cm2/dt 8. Konstanta disosiasi : 10-4 9. Panas ionisasi, : 55,71 Kj/mol (Parker, 1982; Othmer, 1981 ) Universitas Sumatera Utara 2) Sifat Kimia: 1. Bereaksi dengan karbon menghasilkan metana, hidrogen, karbon dioksida, monoksida membentuk gas sintetis (dalam proses gasifikasi batubara) 2. Bereaksi dengan kalsium, magnesium, natrium dan logam-logam reaktif lain membebaskan H2 3. Air bersifat amfoter 4. Bereaksi dengan kalium oksida, sulfur oksida membentuk basa kalium dan asam sulfat. 5. Dengan anhidrid asam karboksilat membentuk asam karboksilat. (Othmer, 1981 ) I. Udara (O2) 1) Sifat Fisika: 1. Fase : Gas 2. Berat Molekul : 32 gr/gmol 3. Titik didih : 90,20 K 4. Titik lebur : 54,36 K 5. Kalor Peleburan : 0,444 Kj/mol 6. Kalor Penguapan : 6,82 Kj/mol 7. Kapasitas Kalor : 29,378 J/mol.K 8. Densitas : 1,429 gr/L (0oC, 101, 325 kPa) (http://www.wikipedia.com, 2008) 2) Sifat Kimia : 1. Dapat bereaksi dengan metana menghasilkan karbondioksida dan air. Reaksi: CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O 2. Dapat membakar gas hidrogen berkonsentrasi 4% di udara bebas. Reaksi: 2 H2(g) + O2(g) → 2 H2O(l) + 572 kJ (286 kJ/mol) (http://www.wikipedia.com, 2008) Universitas Sumatera Utara J. Monoetanolamine (MEA) 1) Sifat Fisika: 1. Fase : Cairan tidak berwarna 2. Berat Molekul : 61,06 gr/mol 3. Titik Beku : 10,5 0C 4. Spesifik Gravity : 1,017 5. Titik Didih : 170 0C 6. Densitas : 2,1 g/liter ( pada 00C, 1 atm) 7. pH : 12 (http://www.kemi.com, 2008) 2) Sifat Kimia: 1. Bereaksi dengan selulosa nitrat menghasilkan api dan beresiko timbul ledakan 2. Terurai jika dipanaskan dan menghasilkan racun serta gas pengkorosi termasuk N2O 3. Sangat reaktif terhadap asam kuat dan oksidator kuat (http://www.wikipedia.com, 2008) 2.6 Deskripsi Proses Proses produksi metanol adalah salah satu proses petrokimia yang paling sederhana dengan fasilitas produksi yang aman dan terpercaya dalam pengoperasiannya. Secara umum, pembuatan metanol untuk tujuan komersial meliputi 3 tahapan utama, yaitu persiapan gas umpan dengan proses gasifikasi batu bara, sintesis metanol (proses utama) dan penanganan produk akhir (Schmidt, 2005); 1. Persiapan gas umpan dengan proses gasifikasi batu bara. Tahap ini meliputi produksi gas hidrogen melalui proses gasifikasi batu bara dengan steam dan oksigen dari unit pemisah udara (air separation unit), berupa membran yang menggunakan solid electrodialisis sebagai media difusi oksigen, dengan kemurnian yang sangat tinggi mencapai 95 %. Universitas Sumatera Utara Pada proses gasifikasi besarnya perbandingan O2 terhadap batubara (kg/kg) adalah sebesar 0,23 dan batubara terhadap steam (kg/kg) sebesar 1,175. Reaktor yang digunakan adalah jenis fixed bed dengan proses lurgi untuk menghasilkan H2 dalam jumlah yang paling besar. Ukuran partikel batubara adalah 3- 30 mm dengan subbituminous coal sebagai bahan baku pada temperatur gasifikasi 8000C dan tekanan 13 atm (Swargina, 2006). Besarnya waktu tinggal dalam reaktor gasifikasi adalah 1 jam (Sukandarrumidi, 2006). Tahapan selanjutnya adalah pemisahan zat-zat pengotor dan racun katalis dari aliran gas hidrogen. Zat racun katalis berupa karbon monoksida, karbon dioksida, dan hidrogen sulfida (H2S). Tahapan purifikasi zat racun katalis tersebut diawali dengan konversi metana oleh steam menjadi karbon monoksida dan hidrogen yang berlangsung dalam steam methane reformer (SMR). Karbon monoksida hasil gasifikasi dan konversi metana dalam aliran gas kemudian diubah menjadi hidrogen dan karbon dioksida dengan menggunakan yang melibatkan steam dan katalis Cu-Zn. Karbon dioksida dan H2S dalam aliran gas kemudian diumpankan dalam absorber dengan monoetanolamine 20% sebagai absorben, dimana seluruh hidrogen sulfida (H2S) dalam aliran gas terserap. 2. Proses utama Gas sintesis yang di hasilkan dari gasifier memiliki kondisi yaitu tekanan 13 atm dan temperatur 8000C (1073 K). Reaksi berlangsung cepat dengan waktu tinggal 10 detik dan konversi 99% (Indala,2001). Jenis reaktor yang digunakan adalah jenis fixed bed dengan katalis multikomponen. (Walas, 1988). 3. Penanganan Produk akhir Gas metanol bersama dengan hidrogen dan nitrogen yang tidak terkonversi dan gas inert didinginkan sehingga terjadi kondensasi gas metanol menjadi cairan metanol sementara gas yang tidak terkonversi dan inert masih berada dalam fase gas. Proses ini berlangsung pada temperatur 250C. Metanol cair yang dihasilkan disimpan dalam tangki penyimpanan sebelum didistibusikan atau digunakan untuk proses selanjutnya. Gas sisa dari reaksi yang sebagian besar merupakan hidrogen dan nitrogen disimpan dalam tangki penyimpanan dan bisa digunakan sebagai bahan bakar (Walas, 1988). Universitas Sumatera Utara Metanol cair yang dihasilkan disimpan dalam tangki penyimpanan sebelum didistibusikan atau digunakan untuk proses selanjutnya. Gas sisa dari reaksi yang sebagian besar merupakan hidrogen dan nitrogen dialirkan ke IGCC digunakan sebagai turbin gas (Gary, 2006). 4. Unit Pengolahan Limbah Limbah dari suatu pabrik harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan atau atmosfer, karena limbah tersebut mengandung bermacam-macam zat yang dapat membahayakan alam sekitar maupun manusia itu sendiri. Demi kelestarian lingkungan hidup, maka setiap pabrik harus mempunyai unit pengolahan limbah. Dalam pra rancangan pabrik pembuatan metanol dari batu bara dengan proses gasifikasi ini tidak menghasilkan limbah cair melainkan limbah padat. Adapun sumber limbah padat pabrik pembuatan metanol ini meliputi fly ash. Fly ash yang dihasilkan dari pembuatan metanol ini apabila dibuang langsung ke lingkungan lambat laun akan membentuk gas metana yang dapat menyebabkan ledakan, oleh karena itu diperlukan penanganan terhadap limbah Fly ash. Fly ash dapat dimanfaatkan menjadi campuran beton, campuran aspal, dan batako (www.menlh.go.id. , 2006). Dalam pra rancangan pabrik pembuatan metanol dari batu bara dengan proses gasifikasi ini, limbah padat yang dihasilkan direncanakan akan dijual ke perusahaan lain agar dapat diolah dan dimanfaatkan lebih lanjut. Universitas Sumatera Utara