bab ii tinjauan pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sejarah Metanol
Dalam proses pengawetan mayat, orang Mesir kuno menggunakan
berbagai macam campuran, termasuk di dalamnya metanol, yang mereka peroleh
dari pirolisis kayu. Metanol murni, pertama kali berhasil diisolasi tahun 1661 oleh
Robert Boyle, yang menamakannya spirit of box, karena ia menghasilkannya
melalui distilasi kotak kayu. Nama itu kemudian lebih dikenal sebagai pyroxylic
spirit (spiritus). Pada tahun 1834, ahli kimia Perancis Jean-Baptiste Dumas dan
Eugene Peligot menentukan komposisi kimianya. Mereka juga memperkenalkan
nama methylene untuk kimia organik, yang diambil dari bahasa Yunani methy =
"anggur") + hwl_ = kayu (bagian dari pohon). Kata itu semula dimaksudkan untuk
menyatakan "alkohol dari (bahan) kayu".
Kata metil pada tahun 1840 diambil dari methylene, dan kemudian
digunakan untuk mendeskripsikan "metil alkohol". Nama ini kemudian disingkat
menjadi "metanol" tahun 1892 oleh International Conference on Chemical
Nomenclature. Suffiks [-yl] (indonesia {il}) yang digunakan dalam kimia organik
untuk membentuk nama radikal-radikal, diambil dari kata methyl.
Pada tahun 1923, ahli kimia Jerman, Matthias Pier, yang bekerja untuk
BASF mengembangkan cara mengubah gas sintesis (syngas / campuran dari
karbon dioksida and hidrogen) menjadi metanol. Proses ini menggunakan katalis
zinc chromate (seng kromat).
Penggunaan metanol sebagai bahan bakar mulai mendapat perhatian ketika
krisis minyak bumi terjadi di tahun 1970-an karena ia mudah tersedia dan murah.
Masalah timbul pada pengembangan awalnya untuk campuran metanol-bensin.
Untuk menghasilkan harga yang lebih murah, beberapa produsen cenderung
mencampur metanol lebih banyak. Produsen lainnya menggunakan teknik
pencampuran dan penanganan yang tidak tepat. Akibatnya, hal ini menurunkan
mutu bahan bakar yang dihasilkan. Akan tetapi, metanol masih menarik untuk
Universitas Sumatera Utara
digunakan sebagai bahan bakar bersih. Mobil-mobil dengan bahan bakar fleksibel
yang dikeluarkan oleh General Motors, Ford dan Chrysler dapat beroperasi
dengan setiap kombinasi etanol, metanol dan bensin. (Sheldiez, 2007)
2.2
Gambaran Metanol
Senyawa alkohol yang paling sederhana dan umum digunakan adalah
metanol. Metanol yang juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau
spiritus, adalah senyawa kimia yang dapat disusun dari tiga unsur kimia yaitu
unsur oksigen, karbon, dan hidrogen dengan rumus kimia CH3OH. Metanol
diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses
tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari,
uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari
menjadi karbon dioksida dan air. Reaksi kimia metanol yang terbakar di udara dan
membentuk karbon dioksida dan air adalah sebagai berikut:
2 CH3OH + 3 O2 → 2 CO2 + 4 H2O
Pada keadaan atmosfer ia berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap,
tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih
ringan daripada etanol). Ia digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut,
bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri.
Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus
berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera
akibat api yang tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering
digunakan sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan
industri; Penambahan "racun" ini akan menghindarkan industri dari pajak yang
dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman keras
(minuman beralkohol).
Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena ia dahulu
merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol dihasilkan
melului proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air dibakar dalam
tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida. Kemudian, gas
hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi dengan bantuan
Universitas Sumatera Utara
katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya adalah endotermik
dan tahap sintesisnya adalah eksotermik.
Saat ini, gas sintesis umumnya dihasilkan dari metana yang merupakan
komponen dari gas alam. Terdapat tiga proses yang dipraktekkan secara
komersial, yaitu: (Sheldiez, 2007)
1.
Pada tekanan sedang 1 hingga 2 MPa (10-20 atm) dan temperatur tinggi
(sekitar 850 °C), metana bereaksi dengan uap air (steam) dengan katalis
nikel untuk menghasilkan gas sintesis menurut reaksi kimia berikut:
CH4 + H2O → CO + 3 H2
Reaksi ini, umumnya dinamakan steam-methane reforming atau SMR,
merupakan reaksi endotermik dan limitasi perpindahan panasnya menjadi
batasan dari ukuran reaktor katalitik yang digunakan.
2.
Metana juga dapat mengalami oksidasi parsial dengan molekul oksigen
untuk menghasilkan gas sintesis melalui reaksi kimia berikut:
2 CH4 + O4 → 2 CO2 + 4 H2
reaksi ini adalah eksotermik dan panas yang dihasilkan dapat digunakan
secara in-situ untuk menggerakkan reaksi steam-methane reforming.
3.
Ketika dua proses tersebut dikombinasikan, proses ini disebut sebagai
autothermal reforming. Rasio CO and H2 dapat diatur dengan
menggunakan reaksi perpindahan air-gas (the water-gas shift reaction):
CO + H2O → CO2 + H2,
untuk menghasilkan stoikiometri yang sesuai dalam sintesis metanol.
Karbon monoksida dan hidrogen kemudian bereaksi dengan katalis kedua
untuk menghasilkan metanol. Saat ini, katalis yang umum digunakan
adalah campuran tembaga, seng oksida, dan alumina, yang pertama kali
digunakan oleh ICI di tahun 1966. Pada 5-10 MPa (50-100 atm) dan
temperatur 250 °C, ia dapat mengkatalisis produksi metanol dari karbon
monoksida dan hidrogen dengan selektifitas yang tinggi:
Universitas Sumatera Utara
CO + 2 H2 → CH3OH
Sangat perlu diperhatikan bahwa setiap produksi gas sintesis dari metana
menghasilkan 3 mol hidrogen untuk setiap mol karbon monoksida, sedangkan
sintesis metanol hanya memerlukan 2 mol hidrogen untuk setiap mol karbon
monoksida. Salah satu cara mengatasi kelebihan hidrogen ini adalah dengan
menginjeksikan karbon dioksida ke dalam reaktor sintesis metanol, dimana ia
akan bereaksi membentuk metanol sesuai dengan reaksi kimia berikut:
CO2 + 3 H2 → CH3OH + H2O
Walaupun gas alam merupakan bahan yang paling ekonomis dan umum
digunakan untuk menghasilkan metanol, bahan baku lain juga dapat digunakan.
Ketika tidak terdapat gas alam, produk petroleum ringan juga dapat digunakan. Di
Afrika Selatan, sebuah perusahaan (Sasol) menghasilkan metanol dengan
menggunakan gas sintesis dari batu bara.
2.3
Gasifikasi Batu Bara
Gasifikasi adalah proses yang dilakukan pada suhu dan tekanan yang
tinggi untuk menghasilkan campuran gas (gas sintetis) dengan mereaksikan steam,
oksigen, dan material yang mengandung karbon. Produk terdiri dari karbon
monoksida, karbon dioksida, hidrogen, metana, dan gas-gas lain, dalam
perbandingan yang tergantung pada reaktan tertentu dan kondisi operasi
(temperatur dan tekanan) yang dilakukan dalam reaktor, dan tahap perlakuan yang
dilalui gas-gas tersebut untuk selanjutnya meninggalkan gasifier. Bahan-bahan
kimia yang sama dapat juga digunakan dalam gasifikasi kokas (batu bara) yang
diturunkan dari petroleum dan sumber yang lain. Reaksi batu bara dan arang batu
bara dengan udara atau oksigen untuk menghasilkan panas dan karbon dioksida
dapat disebut sebagai gasifikasi, tapi lebih cocok dikatakan sebagai proses
pembakaran. Tujuan dasar dari beberapa konversi adalah produksi gas alam
sintesis sebagai bagian bahan bakar gas dan gas-gas sintesis untuk produksi
bahan-bahan kimia dan plastik.
Universitas Sumatera Utara
Hampir dalam semua proses, flow diagram proses secara umum adalah
sama. Batu bara disiapkan melalui penghancuran dan pengeringan, pra perlakuan
jika diperlukan untuk mencegah pembentukan caking, dan kemudian digasifikasi
dengan uap air dari udara atau oksigen dan steam. Gas yang dihasilkan
didinginkan dan dibersihkan dari debu-debu arang, hidrogen sulfida, dan CO2
sebelum memasuki tahapan proses yang dikehendaki untuk mencocokkan
komposisinya untuk penggunaan akhir yang dikehendaki.
Dasar reaksi kimia secara umum untuk seluruh gasifikasi batu bara adalah
batu bara dan arang batu bara (1-3) dan reaksi gas (4-5):
gas (CO, CO2, H2, CH4) + char
..... (1)
C (arang) + H2O
CO + H2 (endotermis)
.....(2)
2C (arang) + 3/2 O2
CO2 + CO (eksotermis)
..... (3)
CO + H2O
H2 + CO2 (sedikit eksotermis)
..... (4)
CO + 3H2
CH4 + H2O (eksotermis)
…..(5)
Batu bara
Panas
Gasifikasi batubara pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan
menjadi gas yang lebih mudah terbakar dengan klasifikasi berdasarkan nilai panas
(heating value) yaitu low-btu (180-350 Btu/scf), medium-btu (250-500 Btu/scf),
high-btu (950-1000 Btu/scf). Perubahan batubara menjadi gas yang mudah
terbakar terjadi melalui beberapa proses kimia dalam reaktor gasifikasi. Tahap
awal setelah batubara mendapat perlakuan awal (ukuran butir diperkecil hingga
ukuran butir tertentu), sebagai feed stock, mengalami pemanasan sampai
temperatur reaksi dan mengalami pirolisa atau pembaraan.
Pembakaran yang terjadi disini adalah pembakaran tidak sempurna
(partial combustion) dengan rasio batubara lebih besar dari stoikiometri reaksi
atau oksigen dibuat tidak mampu mengkonversi seluruh karbon menjadi
karbondioksida. Dalam reaktor gasifikasi, produk gasifikasi yaitu CO dan H2,
bercampur dengan produk pirolisa. Distribusi berat dan komposisi berat gas yang
terjadi dipengaruhi oleh beberapa kondisi antara lain temperatur, kecepatan
pemanasan, tekanan, residence time, dan jenis umpan batubara.
Universitas Sumatera Utara
Panas gasifikasi cenderung diklasifikasikan berdasarkan nilai panas, tetapi
dapat pula digolongkan berdasarkan atas transportasi dan kondisi sistem reaksi
dalam reaktor yaitu, fixed bed, fluidized bed dan entrained bed.
a.
Fixed Bed
Pada proses gasifikasi cara ini, gravitasi menguasai sistem partikel-
partikelnya tidak dapat bergerak dan membentuk suatu tumpukan atau solid bed.
Penghembusan gas pereaksi uap dan O2 dari bawah berlawanan dengan arah
suplai partikel batubara ukuran 3-30 mm dengan residence time 1-5 jam. Gas yang
dihasilkan dari proses ini dialirkan dari atas sementara abu yang dihasilkan di
keluarkan dari bagian bawah.
Pada gasifikasi dengan menggunakan proses Fixed Bed terdapat empat
zona reaksi, yaitu: (Naskahta, 2005)
1. Zona Devolatisasi
Pada zona ini terjadi penguapan air dan zat-zat volatil yang terkandung
dalam batubara
2. Zona Gasifikasi
Pada zona ini steam yang dialirkan dan CO2 yang terbentuk dari
pembakaran sempurna, bereaksi dengan batubara pada suhu tinggi dan
membentuk gas sintesis yang terdiri dari CO2, H2, dan N2.
3. Zona Pembakaran
Pada zona ini O2 yang masuk bereaksi dengan sebagian batubara
membentuk CO2 dan H2O yang diperlukan dalam reaksi gasifikasi.
4. Zona Abu
Zona ini adalah tempat penampungan abu yang dihasilkan, baik hasil
reaksi pembakaran maupun hasil gasifikasi.
b.
Fluidized Bed
Pada proses gasifikasi ini, kehilangan tekanan (pressure loss) sedemikian
besar sehingga daya dorong di bagian bawah bed membuat kesetimbangan dengan
Universitas Sumatera Utara
gaya gravitasi sehingga batubara yang diinjeksikan dari atas dalam bentuk serbuk
berukuran antara 0,1-5 mm berada dalam keadaan melayang dan juga berakibat
permukaan reaksi menjadi lebih luas sehingga reaksi lebih cepat dengan residence
time 15-50 detik. Pada reaktor fluidized bed O2 dan steam alirkan melalui bagian
bawah, sedangkan gas yang dihasilkan di alirkan ke bagian bawah reaktor dan abu
dialirkan ke samping bagian bawah reaktor.
c.
Entrainned Bed
Pada proses ini, steam dan O2 bercampur dengan kecepatan sedemikian
tinggi sehingga membuat partikel-partikel solid batubara terbawa oleh gas
(transport pneumatic) yang masuk dari bagian atas. Dalam hal ini diperkenalkan
istilah partikel cloud (bukan dinamakan bed lagi). Untuk partikel batubara disebut
dengan powder coal dengan ukuran partikel lebih kecil dari 0,5 mm dengan
residence time antara 1-5 detik. Pada reaktor ini, gas yang dihasilkan dialirkan ke
samping bagian bawah reaktor sedangkan abu dikeluarkan dari bagian dasar
reaktor.
Tabel 1 Perbandingan jenis-jenis gasifier (A.G.A.Z, Habib, 2008)
Parameter
Ukuran umpan
Toleransi kehalusan
partikel
Toleransi kekasaran
partikel
Fixed/Moving Bed
Fluidized Bed
< 51 mm
< 6 mm
Entrained Bed
< 0.15 mm
Terbatas
Baik
Sangat baik
Sangat baik
Baik
Buruk
Toleransi jenis
umpan
Batubara kualitas
rendah
Kebutuhan oksidan
Kebutuhan kukus
Temperatur reaksi
Temperatur gas
keluaran
Produksi abu
Efisiensi gas dingin
Kapasitas
penggunaan
Rendah
Tinggi
1090 °C
Segala jenis batubara,
Batubara kualitas
tetapi tidak cocok
rendah dan biomassa
untuk biomassa
Menengah
Tinggi
Menengah
Rendah
800 - 1000 °C
> 1990 °C
450 - 600 °C
800 - 1000 °C
> 1260 °C
Kering
80%
Kering
89.2%
Terak
80%
Kecil
Menengah
Besar
Permasalahan
Produksi tar
Konversi karbon
Pendinginan gas
produk
Universitas Sumatera Utara
2.4
Batubara
Batubara merupakan nama umum yang digunakan untuk mengekspresikan
mineral hitam yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan pada masa lampau, bersifat
padat, berwarna gelap dan dapat dibakar. Batubara sebagian besar mengandung
karbon dan sejumlah kecil hidrogen, nitrogen, oksigen, dan sulfur. (Brady, George
S.,dkk, ).
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode
Pembentukan Karbon atau Batu Bara) yang dikenal sebagai zaman batubara
pertama. Zaman batubara pertama ini berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta
tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan
tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’.
(http://www.worldcoal.org). Sifat umum batubara adalah mudah terbakar, apabila
batubara tersebut mudah terbakar dan menghasilkan kalori tinggi, disebut
batubara, tetapi apabila batubara tersebut tidak mudah terbakar dan mengasilkan
kalori rendah disebut sebagai batubara muda.
Batubara merupakan salah satu jenis bahan bakar pembangkit energi.
Batubara dapat pula dipergunakan tidak sebagai bahan bakar, tetapi dipergunakan
sebagai reduktor pada proses peleburan timah, industri ferro-nikel, industri besi
dan baja, sebagai bahan pemurnian pada industri kimia (dalam bentuk karbon
aktif), sebagai bahan pembuatan kalsium karbida (dalam bentuk kokas atau semi
kokas). Pemanfaatan batubara dalam industri semen, batubara yang dibakar akan
menyisakan abu. Abu batubara tersebut akan bercampur dengan klinker dan akan
berpengaruh pada kualitas semen. Pada proses pembakaran bata, kandungan abu
batubara yang terlalu banyak akan menyumbat celah-celah susunan antar bata,
berakibat akan menggangu penyebaran panas sebagai hasil pembakaran.
Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia
(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Tahap penggambutan
(peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi
tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang
buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan
yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan
Universitas Sumatera Utara
NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah
menjadi gambut.
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi,
kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang
menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari
gambut. Pada tahap ini persentase karbon akan meningkat, sedangkan persentase
hidrogen dan oksigen akan berkurang. Proses ini akan menghasilkan batubara
dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub
bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Berikut adalah beberapa penggolongan batubara secara umum dan
berdasarkan nilai kalor batubara.
1. Klasifikasi secara Umum
Secara umum batubara digolongkan menjadi 3 tingkatan yaitu, anthracite,
bituminous coal dan sub bituminous coal, lignite dan peat (gambut).
a. Anthracite
Warna hitam, sangat mengkilat, kompak, kandungan karbon sangat tinggi,
kandungan sulfur sangat sedikit. Kandungan air sangat sedikit dan kandungan
abu sangat sedikit.
b. Bituminous/sub bituminous coal
Warna hitam mengkilat, kurang kompak, kandungan karbon relatif tinggi,
nilai kalor tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit dan
kandungan sulfur sedikit.
c. Lignite/peat (brown coal)
Warna hitam, sangat rapuh, kandungan karbon sedikit, nilai kalor rendah,
kandungan air tinggi, kandungan abu banyak dan kandungan sulfur banyak.
2. Klasifikasi berdasarkan atas nilai kalor
a. Batubara tingkat tinggi (high rank) meliputi meta anthracite, anthracite, dan
semi anthracite.
Universitas Sumatera Utara
b. Batubara tingkat menengah (moderate rank) meliputi low volatile bituminous
coal, high volatile coal.
c. Batubara tingkat rendah (low rank) meliputi sub bituminous coal dan lignit.
2.5
Sifat – sifat Bahan Baku dan Produk
2.5.1 Bahan Baku
A. Batubara ( Subbituminous)
1) Mengandung :
-
C (Carbon)
: 76,24%
-
H (Hidrogen)
: 4,85%
-
N (Nitrogen)
: 1,34%
-
S (Sulfur)
: 1,38%
-
O (Oxigen)
: 4,84%
-
Ash (Abu)
: 8,02%
-
Air
: 2,82%
2) Ukuran butiran :
2.5.2
-
kurang dari 2,38 mm
: 19,84%
-
2,38 – 32 mm
: 75,49%
-
32 – 50 mm
: 4,53%
-
lebih dari 50 mm
: 0,14%
Produk
A. Hidrogen (H2)
1) Sifat Fisika:
1. Wujud
: Gas
2. Densitas
: 0,08988 g/L (0oC, 101, 325 kPa)
3. Titik Leleh
: 14,01 K
4. Titik Didih
: 20,28 K
5. Titik Kritis
: 13, 8033 K, 7, 042 kPa
(http://www.wikipedia.com, 2008)
Universitas Sumatera Utara
2) Sifat Kimia:
1. Gas hidrogen sangat mudah terbakar dan akan terbakar pada
konsentrasi serendah 4% H2 di udara bebas. Hidrogen terbakar menurut
persamaan kimia:
2 H2(g) + O2(g) → 2 H2O(l) + 572 kJ (286 kJ/mol)
2. H2 bereaksi secara langsung dengan unsur-unsur oksidator. Ia bereaksi
dengan spontan dan hebat pada suhu kamar dengan klorin dan fluorin,
menghasilkan hidrogen halida berupa hidrogen klorida. Reaksi:
H2(g) + Cl2(s) → 2 HCl(g)
(http://www.wikipedia.com, 2008)
B. Karbonmonoksida (CO)
1) Sifat Fisika :
1. Wujud
: Gas
2. Densitas
: 1, 250 g/L (0oC, 101, 325 kPa)
3. Titik Leleh
: 68 K
4. Titik Didih
: 81 K
5. Momen Dipol
: 0,112 D (3,74×10−31 C·m)
(http://www.wikipedia.com, 2008)
2) Sifat Kimia :
1. CO adalah anhidrida dari asam format. Oleh karena itu, adalah praktis
untuk menghasilkan CO dari dehidrasi asam format.
2. CO juga merupakan hasil sampingan dari reduksi bijih logam oksida
dengan karbon:
MO + C → M + CO
ΔH = 131 kJ/mol
(http://www.wikipedia.com, 2008)
Universitas Sumatera Utara
C. Karbondioksida (CO2)
1) Sifat Fisika:
1. Wujud
: Gas
2. Densitas
: 1, 98 g/L (0oC, 101, 325 kPa)
3. Titik Leleh
: 216 K
4. Titik Didih
: 195 K
5. Momen Dipol
: Nol
6. Viskositas
: 0, 07 cP pada -78oC
(http://www.wikipedia.com, 2008)
2) Sifat Kimia:
1. CO2 dapat dihasilkan melalui pembakaran dari semua bahan bakar yang
mengandung karbon, seperti metana (gas alam), destilat minyak bumi
(bensin, diesel, minyak tanah, propana), arang dan kayu. Sebagai
contohnya reaksi antara metana dan oksigen:
CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O
2. Khamir mencerna gula dan menghasilkan karbon dioksida beserta
etanol pada proses pembuatan anggur, bir, dan spiritus lainnya:
C6H12O6 → 2 CO2 + 2 C2H5OH
(http://www.wikipedia.com, 2008)
D. Metana (CH4)
1) Sifat Fisika:
1. Berat Molekul
: 16,04 gr/gmol
2. Nilai Bakar
: 995 Btu/ft3 (pada 600F, 30in Hg)
3. Titik Didih
: -161,40C
4. Titik Lebur
: -182,60C
(http://www.wikipedia.com, 2008)
Universitas Sumatera Utara
2) Sifat Kimia:
1. Dapat bereaksi dengan golongan halogen. Reaksi:
CH4 + X2
CH3X + HX
;
X = F, Cl, Br, I
2. Radical Exchanges Reaction
CH4 + Cl-
CH- + HCl + 14 KJ
3. Radical Extermination Reaction
2 Cl-
Cl2 + 239 KJ
CH- + Cl-
CH3Cl + 339 KJ
2 CH3-
CH3CH3 + 347 KJ
(http://www.wikipedia.com, 2008)
E. Nitrogen (N2)
1) Sifat Fisika:
1. Fase
: Gas
2. Berat Molekul
: 28 gr/gmol
3. Densitas
: 1, 251 g/L (0oC, 101, 325 kPa)
4. Titik Didih
: 77, 36 K
5. Titik Lebur
: 63, 15 K
6. Titik Kritis
: 126, 21 K, 3, 39 MPa
7. Struktur Kristal
: Heksagonal
(http://www.wikipedia.com, 2008)
2) Sifat Kimia:
1. Nitrogen bereaksi dengan elemen
litium
pada keadaan STP
menghasilkan litium nitrit. Reaksi:
6 Li + N2
2 Li3N
2. Nitrogen bereaksi dengan magnesium menghasilkan magnesium nitrit.
Reaksi:
3 Mg + N2
Mg3N2
Universitas Sumatera Utara
3. Jika nitrogen bereaksi spontan dengan regensia, bentuk tranformasinya
disebut dengan fiksasi nitrogen.
(http://www.wikipedia.com, 2008)
F. Hidrogen Sulfida (H2S)
1) Sifat Fisika:
1. Berat molekul
: 34,076 gr/gmol
2. Densitas
: 0,79 gr/l (600F, 14,7 psia)
3. Titik didih
: -60,280C
4. Titik Beku
: -85,50C
5. Tekanan kritis
: 1,304 psia
(http://www.wikipedia.com, 2008)
2) Sifat Kimia:
1. Hidrogen sulfida merupakan asam lemah yang terpisah dalam larutan
aqueous (mengandung air) menjadi kation hidrogen H+ dan anion
hidrosulfid HS−:
H2S → HS− + H+
Ka = 1.3×10−7 mol/L
pKa = 6.89.
2. Hidrogen sulfida merupakan hidrida kovalen yang secara kimiawi
terkait dengan air (H2O) karena oksigen dan sulfur berada dalam
golongan yang sama di tabel periodik.
(http://www.wikipedia.com, 2008)
G. Metanol (CH3OH)
1) Sifat Fisika:
1. Fase
: Cairan jernih pada suhu kamar
2. Berat Molekul
: 32 gr/gmol
3. Titik didih
: 65 oC
4. Titik lebur
: -97 oC
5. Viskositas
: 0,5945 cp
Universitas Sumatera Utara
6. Densitas pada
: 0,796 gr/ml (0oC, 101, 325 kPa)
7. Tekanan kritis
: 78,5 atm
8. Temperatur kritis : 240 oC
(Perry, 1997; Othmer, 1981)
2) Sifat Kimia:
1. Tidak memiliki sifat adisi yang kuat
2. Klor dan brom dapat mensubstitusi atom H dari metanol
3. Sulfonasi dengan asam sulfat berasap membentuk metanol sulfonat
4. Bereaksi dengan Na membentuk gas H2 dan garam Na metanolat
5. Termasuk golongan senyawa kimia beracun
6. Oksidasi dengan oksiditor kuat (KMnO4 dalam asam) menghasilkan
asam formiat dan dapat teroksidasi lebih lanjut membentuk CO2 dan
H2O
7. Merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik
(Othmer, 1981)
H. Air (H2O)
1) Sifat Fisika:
1. Tidak berbau, berasa, dan tidak berwarna
2. Berbentuk heksagonal dalam keadaan padat
3. Berat molekul
: 18 gr/gmol
4. Titik beku
: 0 oC ( pada 1 atm)
5. Densitas
: 995,68 kg/m3
6. Viskositas
: 8,949 mP (pada kondisi standar, 1 atm)
7. Koefisien difusi
: 2,57 x 10-5 cm2/dt
8. Konstanta disosiasi : 10-4
9. Panas ionisasi,
: 55,71 Kj/mol
(Parker, 1982; Othmer, 1981 )
Universitas Sumatera Utara
2) Sifat Kimia:
1. Bereaksi dengan karbon menghasilkan metana, hidrogen, karbon
dioksida, monoksida membentuk gas sintetis (dalam proses gasifikasi
batubara)
2. Bereaksi dengan kalsium, magnesium, natrium dan logam-logam reaktif
lain membebaskan H2
3. Air bersifat amfoter
4. Bereaksi dengan kalium oksida, sulfur oksida membentuk basa kalium
dan asam sulfat.
5. Dengan anhidrid asam karboksilat membentuk asam karboksilat.
(Othmer, 1981 )
I. Udara (O2)
1) Sifat Fisika:
1. Fase
: Gas
2. Berat Molekul
: 32 gr/gmol
3. Titik didih
: 90,20 K
4. Titik lebur
: 54,36 K
5. Kalor Peleburan
: 0,444 Kj/mol
6. Kalor Penguapan : 6,82 Kj/mol
7. Kapasitas Kalor
: 29,378 J/mol.K
8. Densitas
: 1,429 gr/L (0oC, 101, 325 kPa)
(http://www.wikipedia.com, 2008)
2) Sifat Kimia :
1. Dapat bereaksi dengan metana menghasilkan karbondioksida dan air.
Reaksi:
CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O
2. Dapat membakar gas hidrogen berkonsentrasi 4% di udara bebas.
Reaksi:
2 H2(g) + O2(g) → 2 H2O(l) + 572 kJ (286 kJ/mol)
(http://www.wikipedia.com, 2008)
Universitas Sumatera Utara
J. Monoetanolamine (MEA)
1) Sifat Fisika:
1. Fase
: Cairan tidak berwarna
2. Berat Molekul
: 61,06 gr/mol
3. Titik Beku
: 10,5 0C
4. Spesifik Gravity
: 1,017
5. Titik Didih
: 170 0C
6. Densitas
: 2,1 g/liter ( pada 00C, 1 atm)
7. pH
: 12
(http://www.kemi.com, 2008)
2) Sifat Kimia:
1. Bereaksi dengan selulosa nitrat menghasilkan api dan beresiko timbul
ledakan
2. Terurai jika dipanaskan dan menghasilkan racun serta gas pengkorosi
termasuk N2O
3. Sangat reaktif terhadap asam kuat dan oksidator kuat
(http://www.wikipedia.com, 2008)
2.6
Deskripsi Proses
Proses produksi metanol adalah salah satu proses petrokimia yang paling
sederhana dengan fasilitas produksi yang aman dan terpercaya dalam
pengoperasiannya. Secara umum, pembuatan metanol untuk tujuan komersial
meliputi 3 tahapan utama, yaitu persiapan gas umpan dengan proses gasifikasi
batu bara, sintesis metanol (proses
utama) dan penanganan produk akhir
(Schmidt, 2005);
1.
Persiapan gas umpan dengan proses gasifikasi batu bara.
Tahap ini meliputi produksi gas hidrogen melalui proses gasifikasi batu
bara dengan steam dan oksigen dari unit pemisah udara (air separation unit),
berupa membran yang menggunakan solid electrodialisis sebagai media difusi
oksigen, dengan kemurnian yang sangat tinggi mencapai 95 %.
Universitas Sumatera Utara
Pada proses gasifikasi besarnya perbandingan O2 terhadap batubara
(kg/kg) adalah sebesar 0,23 dan batubara terhadap steam (kg/kg) sebesar 1,175.
Reaktor yang digunakan adalah jenis fixed bed dengan proses lurgi untuk
menghasilkan H2 dalam jumlah yang paling besar. Ukuran partikel batubara
adalah 3- 30 mm dengan subbituminous coal sebagai bahan baku pada temperatur
gasifikasi 8000C dan tekanan 13 atm (Swargina, 2006). Besarnya waktu tinggal
dalam reaktor gasifikasi adalah 1 jam (Sukandarrumidi, 2006).
Tahapan selanjutnya adalah pemisahan zat-zat pengotor dan racun katalis
dari aliran gas hidrogen. Zat racun katalis berupa karbon monoksida, karbon
dioksida, dan hidrogen sulfida (H2S). Tahapan purifikasi zat racun katalis tersebut
diawali dengan konversi metana oleh steam menjadi karbon monoksida dan
hidrogen yang berlangsung dalam steam methane reformer (SMR). Karbon
monoksida hasil gasifikasi dan konversi metana dalam aliran gas kemudian
diubah menjadi hidrogen dan karbon dioksida dengan menggunakan yang
melibatkan steam dan katalis Cu-Zn. Karbon dioksida dan H2S dalam aliran gas
kemudian diumpankan dalam absorber dengan monoetanolamine 20% sebagai
absorben, dimana seluruh hidrogen sulfida (H2S) dalam aliran gas terserap.
2.
Proses utama
Gas sintesis yang di hasilkan dari gasifier memiliki kondisi yaitu tekanan
13 atm dan temperatur 8000C (1073 K). Reaksi berlangsung cepat dengan waktu
tinggal 10 detik dan konversi 99% (Indala,2001). Jenis reaktor yang digunakan
adalah jenis fixed bed dengan katalis multikomponen. (Walas, 1988).
3.
Penanganan Produk akhir
Gas metanol bersama dengan hidrogen dan nitrogen yang tidak terkonversi
dan gas inert didinginkan sehingga terjadi kondensasi gas metanol menjadi cairan
metanol sementara gas yang tidak terkonversi dan inert masih berada dalam fase
gas. Proses ini berlangsung pada temperatur 250C.
Metanol cair yang dihasilkan disimpan dalam tangki penyimpanan
sebelum didistibusikan atau digunakan untuk proses selanjutnya. Gas sisa dari
reaksi yang sebagian besar merupakan hidrogen dan nitrogen disimpan dalam
tangki penyimpanan dan bisa digunakan sebagai bahan bakar (Walas, 1988).
Universitas Sumatera Utara
Metanol cair yang dihasilkan disimpan dalam tangki penyimpanan
sebelum didistibusikan atau digunakan untuk proses selanjutnya. Gas sisa dari
reaksi yang sebagian besar merupakan hidrogen dan nitrogen dialirkan ke IGCC
digunakan sebagai turbin gas (Gary, 2006).
4.
Unit Pengolahan Limbah
Limbah dari suatu pabrik harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan
atau atmosfer, karena limbah tersebut mengandung bermacam-macam zat yang
dapat membahayakan alam sekitar maupun manusia itu sendiri. Demi kelestarian
lingkungan hidup, maka setiap pabrik harus mempunyai unit pengolahan limbah.
Dalam pra rancangan pabrik pembuatan metanol dari batu bara dengan
proses gasifikasi ini tidak menghasilkan limbah cair melainkan limbah padat.
Adapun sumber limbah padat pabrik pembuatan metanol ini meliputi fly ash.
Fly ash yang dihasilkan dari pembuatan metanol ini apabila dibuang
langsung ke lingkungan lambat laun akan membentuk gas metana yang dapat
menyebabkan ledakan, oleh karena itu diperlukan penanganan terhadap limbah
Fly ash. Fly ash dapat dimanfaatkan menjadi campuran beton, campuran aspal,
dan batako (www.menlh.go.id. , 2006).
Dalam pra rancangan pabrik pembuatan metanol dari batu bara dengan
proses gasifikasi ini, limbah padat yang dihasilkan direncanakan akan dijual ke
perusahaan lain agar dapat diolah dan dimanfaatkan lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
Download