reformasi birokrasi kementerian luar negeri strategi manajemen

advertisement
REFORMASI BIROKRASI
KEMENTERIAN LUAR NEGERI
STRATEGI MANAJEMEN PERUBAHAN
“Menjadikan Kementerian Luar Negeri yang lebih baik”
BIRO PERENCANAAN DAN ORGANISASI
SEKRETARIAT JENDERAL
KEMENTERIAN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA
2013
Kata Pengantar
Kementerian Luar Negeri memiliki komitmen tinggi
dan mendukung penuh keberhasilan implementasi
program Reformasi Birokrasi Nasional yang telah
digariskan dalam Keputusan Presiden Nomor 81
Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi 2010-2025, dan Roadmap Reformasi
Birokrasi 2010-2014 melalui Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi No. 20 Tahun 2010.
Penyusunan buku
saku mengenai Strategi
Manajemen Perubahan adalah salah satu upaya
untuk
memastikan
bahwa
program-program
Reformasi Birokrasi di 9 (sembilan) area perubahan
dapat dilaksanakan dengan baik khususnya untuk
mengelola perubahan menuju Kementerian Luar
Negeri yang lebih baik, profesional, partisipatif,
inovatif dan akuntabel.
Perubahan seringkali ditanggapi dengan sikap yang
berbeda. Sebagian pihak sangat mendukung,
sementara yang lain mungkin bersikap netral, apatis
atau resistant terhadap perubahan tergantung sudut
i
pandang
dan
argumentasi
masing-masing.
Kepesertaan Kementerian Luar Negeri pada program
Reformasi
Birokrasi
menunjukkan
komitmen
Kementerian Luar Negeri untuk melangkah lebih
maju memperkuat upaya Benah Diri yang telah
dirintis sejak tahun 2001. Perbedaan perspektif bisa
terjadi terhadap perubahan, namun yang terpenting
adalah bagaimana menyikapinya secara bijak.
Strategi Manajemen Perubahan memiliki peran yang
sangat penting dalam membangun kesepahaman,
kesadaran dan komitmen terhadap perubahan itu
sendiri. Reformasi Birokrasi dan langkah-langkah
perubahan harus dapat dikomunikasikan dengan
baik ke setiap pegawai dan para pemangku
kepentingan melalui sosialisasi dan internalisasi
yang memadai.
Komitmen pimpinan tertinggi, kepemimpinan di
setiap lini organisasi, dari yang teratas sampai yang
terendah, peran Satuan Kerja, budaya kerja 3T 1 A,
“sense of ownership” terhadap program RB Kemlu,
merupakan faktor kunci keberhasilan implementasi
program manajemen perubahan. Pengintegrasian
faktor-faktor
kunci
tersebut
diyakini
akan
ii
memperkuat daya ungkit pelaksanaan manajemen
perubahan di Kementerian Luar Negeri.
Buku saku ini diharapkan dapat dipahami oleh para
pegawai Kementerian Luar Negeri, khususnya agenagen perubahan, untuk menyukseskan manajemen
perubahan Kementerian ke arah yang lebih baik,
profesional, partisipatif, dan akuntabel.
Jakarta,
Februari 2013
Budi Bowoleksono
Sekretaris Jenderal
iii
BAB I
MENGAPA PERLU PERUBAHAN?
A.
Perkembangan Lingkungan dan Tuntutan
Masyarakat yang Dinamis
Sebagai ujung tombak diplomasi, Kementerian Luar
Negeri berada di tengah-tengah perubahan yang
banyak membawa beragam implikasi pada
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Dengan
arus globalisasi yang tak terbendung, isu-isu
berhembus cepat, saling pengaruh dan bertalian satu
sama lain. Keterbukaan akses informasi menjadi
salah satu dampak nyata dari pesatnya kemajuan
teknologi komunikasi dan informasi. Isu-isu seperti
globalisasi,
demokratisasi,
good
governance,
penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia
tidak hanya berputar di level regional dan
internasional, tetapi secara cepat merambah ke
berbagai lapisan masyarakat.
Perubahan terjadi hampir di seluruh aspek
kehidupan baik di bidang ekonomi, sosial, politik,
hukum, teknologi, lingkungan kerja maupun harapanharapan masyarakat, pegawai dan pemangku
kepentingan. Organisasi di sektor publik maupun
1
swasta semakin menyadari bahwa pengetahuan,
strategi, kepemimpinan dan teknologi di masa lalu
yang statis tidak akan membawa banyak
keberhasilan di masa depan. Organisasi yang lambat
melakukan perubahan dan gagal beradaptasi
dengan lingkungan baru akan sulit bertahan dalam
perubahan.
Paradigma pemerintahan pun berubah, dari Pangreh
Praja (pemerintah sebagai pihak yang memerintah)
menjadi Pamong Praja (pelindung masyarakat).
Pejabat pemerintah berubah dari pihak yang dilayani
menjadi sosok yang melayani. Pejabat pemerintah
juga bergeser dari pemegang kekuasaan ekslusif
penggunaan sumber daya, khususnya keuangan
negara, menjadi pemegang tanggung jawab atas
akuntabilitas publik dan keharusan melaksanakan
roda organisasi berdasarkan asas-asas tata kelola
pemerintahan yang baik.
Good governance tidak lagi dipandang sebagai
sebuah isu baru. Tingginya kesadaran masyarakat
akan hak-haknya sebagai warga bangsa dan hakhak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945 telah
melahirkan sejumlah tuntutan baru.
Di antara
tuntutan baru tersebut adalah, pertama terwujudnya
tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih;
kedua terwujudnya pemerintahan yang akuntabel
kepada publik; dan ketiga pemerintahan yang
menjamin pelayanan prima kepada masyarakat.
2
Tuntutan terwujudnya tata kelola pemerintahan yang
baik dan bersih yang memastikan bahwa “the
government works or delivers” semakin tak
terelakkan. Perkembangan ini adalah konsekuensi
logis
dari
semakin
demokratisnya
sistem
pemerintahan di Indonesia yang diperkuat dengan
sistem pengawasan, baik oleh masyarakat (social
control), lembaga-lembaga pengawasan maupun
Dewan Perwakilan Rakyat. Manajemen tata kelola
pemerintahan
baik
dari
aspek
administrasi
keuangan, kepegawaian, sarana dan prasarana
maupun ketajaman dalam melaksanakan tugas dan
fungsi yang diemban sehingga berjalan optimal,
efektif dan efisien menjadi bagian integral dan
esensial dalam pengelolaan misi hubungan luar
negeri dan politik luar negeri, sama pentingnya
dengan pelaksanaan hubungan diplomasi dan
kekonsuleran itu sendiri. Tuntutan terwujudnya tata
kelola pemerintahan yang baik dan bersih adalah
satu refleksi transformasi sistem pemerintahan yang
semakin demokratis.
Seiring dengan perkembangan tersebut, tuntutan
akuntabilitas
publik
terhadap
tata
kelola
pemerintahan semakin meningkat. Akuntabilitas
Pemerintah tidak lagi dipandang sebagai sebuah
pilihan tetapi telah menjadi suatu keharusan. Realita
ini dapat diamati dari diundangkannya berbagai
perangkat hukum dan peraturan perundang3
undangan
yang
mengharuskan
seluruh
Kementerian/Lembaga
untuk
mempertanggungjawabkan penggunaan sumbersumber daya termasuk keuangan dan kinerja.
Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain adalah:




Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999
tentang
Akuntabilitas
Kinerja
Instansi
Pemerintah, Instruksi Presiden Nomor 5
Tahun
2004
tentang
Percepatan
Pemberantasan Korupsi,
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 09/M.PAN/05/2007
tentang Pedoman Penyusunan Indikator
Kinerja Utama di lingkungan Instansi
Pemerintah,
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 20/M.PAN/11/2008
tentang Petunjuk Penyusunan Indikator
Kinerja Utama, dan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 29
Tahun 2010 tanggal 31 Desember 2010
tentang Pedoman Penyusunan Penetapan
Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah
Perkembangan penting lain yang patut dicatat adalah
peran Kementerian Luar Negeri yang semakin kuat
dalam isu perlindungan WNI dan BHI di luar negeri.
4
Isu perlindungan WNI dan BHI di luar negeri secara
langsung berkaitan dengan kepentingan masyarakat
banyak, lebih-lebih dengan posisi WNI yang bekerja
sebagai TKI di luar negeri jumlah cukup signifikan.
Pelayanan prima bagi WNI menjadi misi yang
semakin penting, mengingat posisi Kementerian Luar
Negeri yang berada di garda terdepan dalam
perlindungan WNI dan BHI di luar negeri.
Perlindungan WNI dan BHI, selain menjadi salah
satu dari misi diplomatik yaitu “protecting”, juga
merupakan amanat langsung dari Alinea ke-4
Pembukaan UUD 1945 yakni “…melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia…” Posisi ini lebih diperkuat dalam UU
No.37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
Pasal 19 (b) UU tersebut menyebutkan “Perwakilan
Republik Indonesia berkewajiban memberikan
pengayoman, perlindungan, dan bantuan hukum
bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di
luar negeri, sesuai dengan peraturan perundangundangan nasional serta hukum dan kebiasaan
internasional”. Sebaik apapun kinerja diplomasi,
hubungan luar negeri dan politik luar negeri, hal
kinerja tersebut akan kehilangan artikulasinya jika
tidak dibarengi dengan performa yang baik di bidang
perlindungan WNI dan BHI.
Realitas yang ada memerlukan dilihat dan ditanggapi
secara bijak dengan cara. Kemajuan yang dicapai
5
hari ini akan berubah menjadi kemunduran di masa
yang akan datang jika berhenti di satu titik sementara
lingkungan di sekitar berubah lebih cepat. Capaian
hari ini bukanlah tujuan akhir tetapi sekedar modal
awal untuk mencapai kemajuan dan keunggulan di
masa depan. Perubahan yang sangat cepat seiring
dengan perubahan tingkat pengharapan masyarakat
dapat menimbulkan kompleksitas baru jika disikapi
dan diselesaikan dengan pola pikir lama. Tidak ada
satu pun masalah yang dapat diselesaikan oleh
upaya-upaya yang berdasarkan kesadaran atau
pemahaman yang menimbulkan masalah itu,
demikian dikatakan oleh Albert Einstein.
Bagi Kementerian Luar Negeri perkembangan
tersebut paling tidak membawa 5 (lima) konsekuensi
sebagai berikut:
1.
2.
6
Perlunya terus mempertajam diplomasi,
hubungan luar negeri dan politik luar negeri RI
untuk memperjuangkan kepentingan nasional
Indonesia secara optimal di fora internasional
baik dalam konteks bilateral, regional maupun
multilateral dan menjamin terlindunginya
kepentingan nasional Indonesia.
Perlunya memastikan kapasitas Kemlu untuk
memberikan
pelayanan
prima
kepada
masyarakat khususnya perlindungan WNI dan
BHI di luar negeri dan kekonsuleran.
3.
4.
5.
B.
Perlunya memastikan bahwa pengelolaan
diplomasi, hubungan luar negeri dan politik
luar negeri dilaksanakan berdasarkan asasasas pemerintahan yang baik, bersih dan
bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Perlunya penguatan pertanggungjawaban
kinerja Kementerian Luar Negeri termasuk
Perwakilan RI di luar negeri secara terukur.
Perlunya penguatan pertanggungjawaban
administrasi dan keuangan Kementerian Luar
Negeri termasuk Perwakilan RI di luar negeri
sehingga dapat memperkuat opini BPK dari
WTP Dengan Paragraf Penjelas menjadi
WTP.
Kondisi
umum
Perubahan
Birokrasi
Menuntut
Berdasarkan Perpres No. 81 Tahun 2010 tentang
Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 telah
diidentifikasi kondisi umum birokrasi di Indonesia
yang masih banyak dihadapkan pada sejumlah
permasalahan yang perlu ditangani dengan baik
untuk meningkatkan kinerja birokrasi. Permasalahanpermasalahan tersebut di antaranya sebagai berikut:
1.
Organisasi.
Organisasi pemerintah yang belum tepat fungsi
dan tepat ukuran (right-sizing).
7
2.
Peraturan Perundang-undangan.
Sejumlah peraturan perundang-undangan di
bidang aparatur negara masih banyak yang
tumpang tindih, inkosisten, tidak jelas dan
multitafsir, atau bahkan terdapat pertentangan
antara
peraturan
peraturan
perundangundangan yang satu dengan yang lainnya.
3.
SDM Aparatur.
Manajemen sumber daya manusia aparatur
belum dilaksanakan secara optimal untuk
meningkatkan profesionalisme, kinerja pegawai
dan organisasi. Selain itu sistem penggajian
pegawai negeri belum didasarkan pada bobot
pekerjaan/kinerja atau jabatan yang diperoleh
dari evaluasi jabatan. Gaji pokok yang
ditetapkan berdasarkan golongan/pangkat tidak
sepenuhnya mencerminkan beban tugas dan
tanggung jawab. Tunjangan kinerja belum
sepenuhnya dikaitkan dengan prestasi kerja dan
tunjangan
pensiun
belum
menjamin
kesejahteraan.
4.
Kewenangan.
Masih adanya praktik penyimpangan dan
penyalahgunaan wewenang dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan dan belum
8
mantapnya
pemerintah.
5.
akuntabilitas
kinerja
instansi
Pelayanan publik.
Pelayanan publik belum dapat mengakomodasi
kepentingan seluruh lapisan masyarakat, dan
belum memenuhi hak-hak dasar warga
negara/pendukung. Pelayanan publik sebagai
pilar utama penyelenggaraan pemerintahan
memerlukan komitmen bersama mulai dari
Pejabat eselon 1 sampai dengan sampai
dengan Unit-unit Pelaksana. Pelayanan publik
perlu diselaraskan dengan harapan masyarakat
dan dinamika kebutuhan pelayanan masyarakat
yang lebih baik, murah, cepat dan peningkatan
mutu pelayanan yang inovatif.
6.
Pola pikir (mind-set) dan
(cultural set).
budaya
kerja
Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (cultural
set) birokrat belum sepenuhnya mendukung
birokrasi yang efisien, efektif, produktif dan
profesional. Selain itu birokrat belum benarbenar memiliki pola pikir yang melayani
masyarakat, belum mencapai kinerja yang baik
dan belum berorientasi pada hasil (outcomes).
Dalam hal ini diperlukan adanya perubahan
mindset ke arah pola pikir aparat birokrasi yang
9
melayani, kepedulian dan keberpihakan pada
masyarakat.
C.
Perlunya langkah Perubahan di Kementerian
Luar Negeri
Perubahan adalah sebuah proses menuju perbaikan
dan tidak berhenti di satu fase saja karena
lingkungan dan masyarakat dimana organisasi itu
berada terus berubah secara dinamis.
Bagi Kemlu, langkah perubahan masih terus
dilanjutkan bahkan diperkuat terutama mengingat
tantangan diplomasi di masa depan yang tentu
semakin kompleks seiring dengan perjalanan bangsa
yang semakin maju dan berperan penting di berbagai
fora baik regional maupun internasional seperti
ASEAN, APEC, G20. Banyak pihak bahkan
memproyeksikan Indonesia menjadi salah satu
kekuatan besar ekonomi dunia pada tahun 2030. Hal
yang bukannya tidak mungkin diwujudkan mengingat
saat ini Indonesia telah berhasil menduduki
peringkat ke-16 kekuatan ekonomi dunia.
Perlu dipastikan bahwa kekuatan “mesin” diplomasi
Indonesia benar-benar profesional, tajam dan andal
didukung oleh organisasi yang adaptif, efektif,
produktif, berkinerja tinggi, akuntabel dan mampu
memberikan pelayanan publik yang berkualitas.
10
Pengembangan modal dasar sumber daya manusia
yang telah dirintis melalui proses rekrutmen yang
selektif, obyektif, transparan dan akuntabel perlu
dipertajam dan didukung oleh manajemen yang kuat.
Dengan demikian mampu memberikan sumbangsih
yang semakin signifikan dalam mendukung
perjalanan bangsa menuju tujuan nasional
sebagaimana diamanatkan di dalam Pembukaan
UUD 1945 yakni “Melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.”
Dengan posisinya yang berada di garda terdepan
dalam perubahan-perubahan global, karakteristik
kemampuan adaptif sebenarnya sudah menjadi
bagian dari identitas Kementerian Luar Negeri. Salah
satu bukti kuat hal ini adalah upaya Benah Diri tahun
2001 yang merupakan inisiatif dari dalam Kemlu
sendiri dan diluncurkan
jauh sebelum program
Reformasi Birokrasi Nasional dicanangkan.
Sebagai salah satu dari 23 K/L yang belum
melaksanakan RB, kemajuan RB Kemlu telah
diverifikasi oleh Tim UPRBN (Unit Pengelola
Reformasi Birokrasi Nasional) Kemenpan dan RB
pada tanggal 5 September 2012. Berdasarkan hasil
verifikasi lapangan tersebut, capaian Reformasi
11
Birokrasi Kemlu memperoleh nilai 63 dan berada
pada level 3 (dari 4 level yang ada). Meskipun
Kementerian Luar Negeri menduduki peringkat ke-3
dari 23 K/L tersebut, namun nilai 63 menunjukkan
masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi.
Penuntasan
hal
ini
penting
selain
untuk
mendongkrak tingkat remunerasi Kemlu yang
diusulkan oleh Kemenpan dan RB sebesar 55%
berdasarkan tingkat kemajuan RB, juga secara
substantif
penting
untuk
memperkuat
dan
mempertajam kinerja Kemlu.
Tingkat capaian Reformasi Birokrasi Kementerian
Luar Negeri masih perlu lebih ditingkatkan. Meskipun
Kemlu telah dapat merampungkan 10 (sepuluh)
aktivitas, namun masih terdapat 12 (dua belas)
aktivitas yang masih harus dituntaskan yang saat ini
dalam proses penyelesaian; dan1 (satu) aktivitas
yang belum dilaksanakan.
Sepuluh aktivitas yang sudah dilaksanakan adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
12
Aktivitas program percepatan;
Aktivitas penilaian kinerja;
Redefinisi visi, misi dan strategi;
Restrukturisasi;
Membangun sistem penilaian kinerja;
Mengembangkan
Pola
Pelatihan
Pengembangan;
Memperkuat Pola Karir;
dan
8.
Penguatan unit kerja/organisasi kepegawaian;
9.
Penguatan unit kerja/organisasi diklat;
10. Menegakkan disiplin kerja.
Dua belas aktivitas yang sedang dalam proses
penyelesaian adalah:
1.
2.
3.
4.
Postur birokrasi Kemlu 2025;
Proses sosialisasi dan internalisasi;
Sistem remunerasi;
Penyusunan business process untuk
menghasilkan SOP;
5. Elektronisasi dokumentasi/kearsipan;
6. Asesmen kompetensi individu;
7. Mengembangkan sistem pengadaan (staffing)
dan seleksi;
8. Memperkuat pola rotasi, mutasi dan promosi;
9. Membangun/memperkuat database
kepegawaian;
10. Perbaikan sarana dan prasarana;
11. Memetakan regulasi – deregulasi – menyusun
regulasi baru;
12. Menegakkan kode etik.
Satu aktivitas yang belum dilaksanakan yaitu: analisa
beban kerja.
3 (tiga) dari 11 (sebelas) aktivitas yang sedang
dalam proses penyelesaian adalah aktivitas yang
13
akan terus berjalan mengiringi perjalanan Reformasi
Birokrasi Kemlu. Ketiga aktivitas reformasi birokrasi
tersebut merupakan aktivitas yang berkontribusi
dalam mendukung implementasi sistem yang
dibangun aktivitas-aktivitas lain dalam Reformasi
Birokrasi. Ke-3 aktivitas dimaksud adalah:



Proses sosialisasi dan internalisasi;
Perbaikan sarana dan prasarana;
Memetakan regulasi – deregulasi
menyusun regulasi baru;
–
Perlu dipastikan bahwa aktivitas-aktivitas yang
sedang dalam proses dan yang belum diselesaikan
tersebut akan segera dituntaskan sesuai dengan
Road Map RB Kemlu.
Program RB Kemlu diharapkan dapat mengantarkan
Kementerian Luar Negeri dalam mewujudkan
birokrasi yang profesional, beretika, berintegritas,
berkinerja tinggi, bebas dan bersih dari KKN
(Korupsi, Kolusi, Nepotisme), mampu melayani
publik, bersikap netral, sejahtera, berdedikasi dan
memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik
aparatur negara. Sasarannya adalah:
1)
Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan
bebas KKN, melalui pengembangan atau
14
2)
3)
4)
penguatan sistem manajemen yang transparan,
akuntabel dan adil,
Meningkatkan kualitas pelayanan publik baik
melalui upaya memperjuangkan kepentingan
nasional
di
fora
internacional,
maupun perlindungan bagi WNI dan BHI di luar
negeri,
Meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas
kinerja dengan memastikan dijalankannya
sistem
administrasi
dan
manajemen
pemerintahan secara taat azas oleh semua unit
kerja, baik di Pusat maupun di Perwakilan RI,
dan
Terwujudnya Kemlu yang lebih baik, partisipatif,
inovatif, dan akuntabel.
Secara nasional, terdapat 9 (sembilan) area yang
memerlukan perubahan, yaitu
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
Manajemen perubahan;
Penataan peraturan perundang-undangan;
Penataan dan penguatan organisasi;
Penataan tata laksana;
Penataan sistem manajemen SDM aparatur;
Penguatan pengawasan;
Penguatan akuntabilitas kinerja;
Peningkatan kualitas pelayanan publik; dan
Monitoring, evaluasi dan pelaporan.
15
BAB Il
MANAJEMEN PERUBAHAN
DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI
KEMENTERIAN LUAR NEGERI
A.
Manajemen Perubahan
Perubahan bagi suatu organisasi, besar atau kecil,
baik di sektor swasta maupun publik merupakan hal
yang tidak terelakkan. Tren perubahan organisasi
tersebut
terus
meningkat
dalam
frekuensi,
kecepatan, kompleksitas dan gejolak dalam kondisi
saat ini, dan sepertinya tidak ada tanda-tanda
penurunan. Tujuan konkret manajemen perubahan
bagi beberapa organisasi yang berbeda mungkin
tidak sama, namun etos manajemen perubahan
sama, yaitu, menjadikan organisasi lebih efektif,
efisien dan responsif terhadap perubahan lingkungan
yang bergejolak.
Perubahan merupakan keniscayaan bagi individu,
organisasi, dan masyarakat, seperti perubahan
teknologi, perubahan nilai dan perilaku, perubahan
tujuan dan kebutuhan, perubahan ketersediaan
sumber daya, perubahan hukum, perubahan kontrol
politik pemerintah. Manajemen perubahan adalah
pendekatan
sistematis
untuk
menghadapi
perubahan, baik dari perspektif organisasi maupun
16
pada tataran individu. Manajemen perubahan
merupakan
aktivitas yang dilakukan dalam (1)
mendefinisikan dan menanamkan nilai-nilai, sikap,
norma dan perilaku baru di dalam sebuah organisasi
yang
mendukung
cara-cara
baru
dalam
melaksanakan pekerjaan dan mengatasi perlawanan
terhadap perubahan; (2) membangun konsensus di
antara para pelanggan dan pemangku kepentingan
(stakeholders)
mengenai
perubahan-perubahan
spesifik yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan
mereka dengan lebih baik; dan (3) perencanaan,
pengujian, dan pelaksanaan seluruh aspek transisi
dari satu struktur organisasi atau proses bisnis ke
yang lain. Bagi organisasi, tuntutan perubahan
adalah hal yang konstan yang patut disikapi dengan
bijak menuju perbaikan.
Manajemen perubahan adalah suatu proses yang
sistematis dan dinamis dengan menerapkan
pengetahuan, sarana dan sumber daya yang
diperlukan organisasi untuk bergeser dari kondisi
sekarang menuju kondisi yang diinginkan, yaitu
menuju ke arah kinerja yang lebih baik. Di samping
itu, untuk menuju ke arah peningkatan manajemen
SDM sebagai salah satu unsur penting dari
organisasi yang akan menggerakkan dan menjalani
proses perubahan tersebut.
Manajemen perubahan akan lebih artikulatif jika
dalam pelaksanaannya banyak mengikutsertakan
17
dan didukung penuh oleh agen perubahan yakni
individu atau kelompok pegawai yang secara aktif
memotori
perencanaan
perubahan
dan
implementasinya. Para agen perubahan diharapkan
dapat menjadi contoh atau role model, baik dalam
prestasi kerja maupun dalam perilaku. Agen
perubahan utamanya terdiri dari pimpinan organisasi
yaitu Pejabat Eselon I, II dan pegawai-pegawai yang
reformis, visioner, dan memiliki kapabilitas tinggi
sebagai penggerak perubahan. Agen perubahan
berperan antara lain sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
18
Katalis yaitu peran untuk meyakinkan
pegawai di lingkungan Kemlu tentang
pentingnya perubahan menuju kondisi yang
lebih baik.
Pemberi Solusi adalah peran sebagai pemberi
alternatif solusi kepada para pegawai yang
menemui kendala dalam proses perubahan
menuju tujuan akhir.
Mediator
adalah
peran
membantu
memperlancar proses perubahan, terutama
menyelesaikan berbagai masalah yang
dihadapi dalam pelaksanaan reformasi
birokrasi,
serta
membina
hubungan
antarpihak di dalam dan di luar Kemlu yang
terkait dengan proses perubahan.
Penghubung Sumber Daya adalah peran
sebagai penghubung dengan pegawai di
lingkungan Kemlu dengan pembuat kebijakan.
Selain Agen Perubahan, manajemen perubahan
hendaknya melibatkan dan didukung secara optimal
oleh para pemangku kepentingan dan individuindividu yang bertindak sebagai role model. Para
pemangku kepentingan adalah kelompok atau
individu yang memiliki kepentingan serta dapat
mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh suatu
pencapaian tujuan tertentu, sedang role model
adalah orang-orang yang bisa dijadikan contoh
dalam prestasi kerja, pola pikir (mind set) dan
budaya kerja.
B.
Manajemen Perubahan
Reformasi Birokrasi
dalam
Kerangka
Manajemen Perubahan di Kementerian Luar Negeri
dan Perwakilan RI di luar negeri merupakan
pendekatan terstruktur dalam rangka membawa
Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar
negeri dari kondisi saat ini ke masa depan yang yang
lebih baik. Perubahan tersebut meliputi struktur
organisasi, business process yang semakin ke arah
e-government, sumber daya manusia, penataan
peraturan perundang-undangan, pelayanan publik,
akuntabilitas publik, pola pikir dan budaya kerja.
Manajemen perubahan memegang peranan strategis
dalam menciptakan organisasi pembelajaran atau
learning organization.
Dalam hal ini sistem
19
organisasi menjamin proses pembelajaran yang
terus-menerus setiap pegawai dan para pemangku
kepentingan guna meningkatkan kapasitas mereka
untuk mencapai tujuan organisasi. Pola pikir baru
dipelihara dan aspirasi kolektif dibiarkan bebas untuk
memperkuat pembelajaran tim. Perlu dipastikan
bahwa setiap kegiatan perubahan dilakukan secara
terencana dan terukur, sehingga keberhasilan
penerimaan setiap orang terhadap perubahan yang
diinginkan dapat diwujudkan secara baik.
Setiap pimpinan dan pegawai yang terlibat dalam
proses
perubahan
harus
memahami
dan
menjalankan peran dan tanggung jawabnya secara
bijak dan profesional. Organisasi Kementerian Luar
Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri perlu
menetapkan tanggung jawab bagi pegawai yang
berbeda dalam organisasi. Diharapkan melalui
pembelajaran maka Kementerian Luar Negeri dan
Perwakilan RI di luar negeri akan mempunyai
kemampuan secara fleksibel, adaptif, generatif, dan
produktif tetap bertahan pada situasi yang cepat
berubah. Melalui organisasi pembelajaran maka
Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar
negeri tidak hanya mampu bertahan (belajar adaptif)
tetapi maju dan berkembang (belajar generatif).
Pengelolaan
manajemen
perubahan
perlu
mempertimbangkan
berbagai
faktor
yang
mempengaruhi, baik faktor internal maupun
20
eksternal, serta komunikasi terkait perubahan
tersebut kepada para pegawai di lingkungan Kemlu.
Untuk mendukung pelaksanaan perubahan tersebut,
para pegawai di lingkungan Kemlu perlu
dikembangkan dan diarahkan kepada tujuan dari
perubahan yang dicanangkan oleh Kemlu.
Tahapan perubahan yang perlu dilakukan bagi
pegawai Kemlu mencakup antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
Awareness, meningkatkan pemahaman dan
membangkitkan kesadaran pegawai terhadap
perubahan yang direncanakan,
Desire, membuat pegawai merasa sudah mulai
memiliki “keinginan untuk berubah” sesuai
dengan rencana,
Knowledge, memahami tujuan dan pentingnya
perubahan serta mengetahui bagaimana
menjalankannya,
Ability, memiliki kemampuan untuk menjalankan
perubahan dengan baik,
Reinforcement,
perubahan
yang
sudah
dijalankan untuk tetap dipertahankan dan
bahkan disempurnakan.
21
BAB Ill
STRATEGI MANAJEMEN PERUBAHAN
KEMENTERIAN LUAR NEGERI
A.
Penggunaan Metodologi SWOT (Strengths,
Weaknesess, Opportunities dan Threats)
Mengingat berhasil tidaknya perubahan melalui
implementasi
program
RB
Kemlu
banyak
dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal yakni
peluang dan ancaman dan faktor internal berupa
kekuatan dan kelemahan yang ada di Kementerian
Luar Negeri, maka faktor-faktor tersebut penting
untuk dipertimbangkan.
Dengan dasar pemikiran yang demikian, maka
penggunaan analisa SWOT dipandang sangat
relevan.
Selain
untuk mengidentifikasi
dan
menganalisa faktor internal dan eksternal juga untuk
penyusunan strategi melalui Strength-Opportunities
(SO), Weaknesess-Opportunities (WO), StrengthsThreats (ST) dan Weaknesses- Threats (WT).
Seyogyanya
strategi
manajemen
perubahan
berorientasi hasil (results-oriented), yakni bagaimana
strategi tersebut bermanfaat dan dapat membantu
keberhasilan pelaksanaan RB Kemlu. Untuk itu,
perlu dipastikan strategi manajemen perubahan yang
22
digunakan benar-benar “doable” yakni praktis dan
dapat diimplementasikan dengan memperhatikan
situasi dan kondisi yang ada di lingkungan
Kementerian Luar Negeri. Dalam kaitan itu, kiranya
perlu diidentifikasi dan ditemukan faktor kunci
keberhasilan
yang
akan
menjadi
kekuatan
pengungkit atau leverage perubahan. Analisis
Causal Loop Diagram dalam metode system thinking
dalam hal ini dapat digunakan untuk menentukan
faktor kunci keberhasilan.
System thinking merupakan suatu cara pandang dan
pembicaraan tentang realitas. Cara ini membantu
kita untuk memahami dan bekerja lebih baik dengan
sistem guna mempengaruhi kualitas hidup kita.
System thinking memberikan suatu cara pandang
tentang bekerjanya dunia secara menyeluruh.
Berpikir serba sistem adalah cara berpikir dan
memahami bahwa kita sendiri adalah sistem,
dibentuk oleh sistem dan hidup dalam sistem dunia.
Berpikir serba sistem lebih memperhatikan pada
relasi atau hubungan dibandingkan bagian-bagian
.
secara terpisah Dengan demikian system thinking
memberikan kepada kita piranti untuk dapat mengerti
lebih baik persoalan manajemen yang sulit dan
kompleks. Definisi yang lebih jelas dikemukan oleh
Peter Senge yang mengatakan bahwa sistem
merupakan totalitas yang terdiri dari unsur-unsur
yang saling bergantung antara satu dan lainnya,
23
saling mempengaruhi secara berkesinambungan dan
bergerak menuju ke arah yang sama.
Disiplin system thinking terdiri atas esensi (essence),
prinsip-prinsip (principles) dan praktik (practices).
Esensi system thinking atau berpikir serba sistem
adalah 1). Memandang sesuatu secara keseluruhan;
2). Memandang adanya saling keterkaitan antar
bagian yang membentuk suatu entitas. Sementara
prinsip berpikir serba sistem terkait dengan 1).
Struktur mempengaruhi perilaku; 2). Penolakan
terhadap kebijakan dan adanya 3) Pengungkit atau
leverage. Di samping itu, praktik berpikir serba
sistem adalah 1). System Archetype; 2). Causal Loop
Diagram; 3). Simulasi.
B.
Eksplorasi Opsi-opsi Strategi Manajemen
Perubahan
Berdasarkan
metodologi
SWOT,
kekuatan,
kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi
dalam manajemen perubahan implementasi RB
Kemlu nampak dalam Tabel berikut. Tabel tersebut
sekaligus
mengidentifikasi
kemungkinankemungkinan yang realistis strategi manajemen
perubahan yang dapat diterapkan di Kementerian
Luar Negeri.
24
Strategi Manajemen Perubahan
Berdasarkan Analisis Faktor Internal dan
Eksternal
Analisis
Faktor
Internal
Strengths/S
1. Komitmen Pimpinan
tinggi
2. Kepemimpinan
yang cukup baik
3. Budaya Kerja sudah
mulai terbentuk
dengan semboyan
3T 1A.
Analisis Faktor
Eksternal
Opportunities/O
1. Reformasi
Birokrasi
menjadi
Weaknesses/W
1. Kekhawatiran
kemungkinan “side
effects”
pelaksanaan RB
akibat pemahaman
para pemangku
kepentingan
mengenai RB
Kemlu belum terlalu
tinggi
2. Belum dilibatkannya
Satuan-satuan
Kerja dalam
pelaksanaan RB
Kemlu
3. Rasa kepemilikan
terhadap program
RB Kemlu belum
terlalu tinggi di
kalangan para
pemangku
kepentingan
4. Belum terbentuknya
identitas “ke-Kemluan”
Strategi SO
1. Memulai program
manajemen
perubahan dari
Strategi WO
1
Memperkuat
sosialisasi dan
internalisasi
25
prioritas tinggi
Pemerintah
2. Tuntutan
masyarakat
yang semakin
kuat terhadap
good
governance,
akuntabilitas
publik dan
pelayanan
prima
level atas untuk
menyukseskan
program RB Kemlu
dan memenuhi
tuntutan
masyarakat
terhadap good
governance,
akuntabilitas publik
dan pelayanan
prima
2. Memperkuat peran
kepemimpinan
untuk
menyukseskan
manajemen
perubahan
3. Memperkuat peran
budaya kerja 3T 1 A
untuk memenuhi
tuntutan
masyarakat
terhadap good
governance,
akuntabilitas publik
dan pelayanan
prima
26
2
3
4
5
manajemen
perubahan di
kalangan pemangku
kepentingan untuk
menyukseskan
program RB Kemlu
Memperkuat peran
Satuan Kerja di
lingkungan Kemlu
untuk
menyukseskan
program RB Kemlu
Memperkuat rasa
kepemilikan
terhadap program
RB untuk
menyukseskan
program RB
sebagai prioritas
nasional
Memperkuat
pelaksanaan RB
Kemlu untuk
membentuk
identitas
kekemluan.
Mengidentifikasi
dan membentuk
identitas kekemluan
untuk merespon
tuntutan
masyarakat
terhadap good
governance,
akuntabilitas publik
dan pelayanan
prima
Threats/T
1. Pandangan
skeptis
beberapa pihak
terhadap
perubahan
melalui program
RB
Strategi ST
1. Memulai program
manajemen
perubahan dari level
atas meminimalisir
pandangan skeptis
beberapa pihak
terhadap perubahan
melalui program RB
2. Memperkuat peran
kepemimpinan
untuk meminimalisir
pandangan skeptis
beberapa pihak
terhadap perubahan
melalui program RB
3. Memperkuat peran
budaya kerja 3T 1 A
untuk meminimalisir
pandangan skeptis
beberapa pihak
terhadap perubahan
melalui program RB
Strategi WT
1. Memperkuat peran
Satuan Kerja di
lingkungan Kemlu
untuk meminimalisir
pandangan skeptis
beberapa pihak
terhadap perubahan
melalui program RB
2. Membentuk
identitas kekemluan
untuk meminimalisir
pandangan skeptis
beberapa pihak
terhadap perubahan
melalui program RB
Strategi SO
1) Memulai program manajemen perubahan dari
level atas untuk menyukseskan program RB
Kemlu dan memenuhi tuntutan masyarakat
terhadap good governance, akuntabilitas publik
dan pelayanan prima.
27
2)
Memperkuat peran kepemimpinan
menyukseskan manajemen perubahan.
untuk
3)
Memperkuat peran budaya kerja 3T 1 A untuk
memenuhi tuntutan masyarakat terhadap good
governance, akuntabilitas publik dan pelayanan
prima.
Strategi WO
1)
Memperkuat sosialisasi dan internalisasi
manajemen perubahan di kalangan pemangku
kepentingan untuk menyukseskan program RB
Kemlu.
2)
Memperkuat peran Satuan Kerja di lingkungan
Kemlu untuk menyukseskan program RB
Kemlu.
3)
Memperkuat
rasa
kepemilikan
terhadap
program RB untuk menyukseskan program RB
sebagai prioritas nasional.
4)
Memperkuat pelaksanaan RB Kemlu untuk
membentuk identitas kekemluan.
5)
Mengidentifikasi dan membentuk identitas
kekemluan
untuk
merespon
tuntutan
masyarakat terhadap good governance.
28
Strategi ST
1)
Memulai program manajemen perubahan dari
level atas meminimalisir pandangan skeptis
beberapa pihak terhadap perubahan melalui
program RB
2)
Memperkuat peran kepemimpinan untuk
meminimalisir pandangan skeptis beberapa
pihak terhadap perubahan melalui program RB
3)
Memperkuat peran budaya kerja 3T 1 A untuk
meminimalisir pandangan skeptis beberapa
pihak terhadap perubahan melalui program RB
Strategi WT
1)
Memperkuat peran Satuan Kerja di lingkungan
Kemlu untuk meminimalisir pandangan skeptis
beberapa pihak terhadap perubahan melalui
program RB.
2)
Membentuk
identitas
kekemluan
untuk
meminimalisir pandangan skeptis beberapa
pihak terhadap perubahan melalui program RB.
29
C.
Strategi Manajemen Perubahan
Dengan menggunakan analisis Causal Loop
Diagram (CLD) dalam metode System Thinking
maka hubungan variable faktor dapat dilihat dalam
diagram berikut.
Dalam CLD tersebut nampak bahwa komitmen
pimpinan saling memperkuat dengan variabel
kepemimpinan dan peran satuan kerja. Peran satuan
kerja saling memperkuat dengan pelaksanaan RB
Kemlu. Keberhasilan RB Kemlu memperkuat
tuntutan masyakat terhadap perubahan dan
sebaliknya tuntutan masyarakat yang kuat akan
mendorong pelaksanaan RB Kemlu. Keberhasilan
30
RB Kemlu akan meminimalisir pandangan skeptis
masyarakat. Selain itu RB Kemlu akan memperkuat
budaya kerja yang selanjutnya faktor yang terakhir ini
saling mendukung dengan identitas Kekemluan.
Sementara itu peran kepemimpinan tampak
mendukung budaya kerja yang selanjutnya budaya
kerja yang baik akan menekan pandangan skeptis
masyarakat.
Berdasarkan peringkat jumlah Loop diperoleh urutan
pembobotan yakni RB Kemlu (10 loop), Budaya
Kerja (7), Komitmen pimpinan (6), Kepemimpinan
(5), Tuntutan Masyarakat (4), Pandangan skeptis (4),
dan Identitas Ke-Kemlu-an (1).
Faktor kunci keberhasilan yang memiliki daya ungkit
tinggi untuk keberhasilan manajemen perubahan RB
Kemlu meliputi RB Kemlu, Budaya Kerja, Komitmen
pimpinan, dan Kepemimpinan. Untuk itu opsi-opsi
strategi manajemen perubahan diyakini akan lebih
baik jika mengintegrasikan faktor-faktor tersebut.
Berdasarkan pemikiran yang demikian, maka
diperoleh strategi manajemen perubahan RB Kemlu
sebagai berikut:
31
1)
Memulai program manajemen perubahan dari
level atas untuk menyukseskan program RB
Kemlu.
Perubahan berkaitan dengan pegawai di seluruh
tingkatan. Pada umumnya perhatian ditujukan
kepada pimpinan tertinggi untuk memperoleh
kejelasan arah, tujuan dan kekuatan tim.
Pemimpin
perubahan
diharapkan
dapat
melakukan pendekatan-pendekatan baru yang
efektif untuk melibatkan dan memperoleh
dukungan seluruh pegawai dan pemangku
kepentingan, memberi kejelasan visi, misi tujuan
dan sasaran perubahan yang akan dituju
dengan jelas.
Perubahan organisasi, proses bisnis dan tata
kelola pemerintahan dapat memberikan dampak
beragam kepada setiap individu. Perlu dipahami
dengan baik concerns dan aspirasi mereka
sehingga kekhawatiran mereka dapat ditanggapi
dan diselesaikan dengan baik. Tipe pegawai dari
perspektif tingkat kinerja dan konsensus yang
dibangun bisa berbeda-beda mulai dari tingkat
kinerja rendah dan konsensus rendah, kinerja
tinggi konsensus rendah, kinerja rendah
konsensus tinggi dan kinerja tinggi dan
konsensus tinggi. Pendekatan yang dilakukan
untuk tipe-tipe individu perlu dilakukan secara
khusus seperti dalam tabel analisa di bawah ini.
32
Analisa kemungkinan ragam reaksi
dari tingkat kinerja dan konsensus pegawai
Tingkat
Konsensus
Pegawai
Tingkat
Kinerja
pegawai
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Siap berubah
Kemungkinan
reaksi:
“Hal ini tidak
masuk akal,
saya tidak setuju
dengan
perubahan”
Berkeinginan
berubah
Kemungkinan
reaksi: “Tunjukkan
saya kesuksesan,
inspirasi saya dan
saya akan
melakukan yang
terbaik”
Mampu melakukan
perubahan
Menghasilkan
perubahan yang
berkelanjutan
Kemungkinan
reaksi:
“Saya akan belajar
dari yang lain dan
bersama-sama
melakukan
perubahan”
Kemungkinan
reaksi: “Tunjukkan
dan ajari saya,
saya akan
berubah”
33
Pembentukan tim RB Kemlu baik Tim Pengarah
yang dipimpin langsung oleh Menteri Luar
Negeri dan beranggotakan para pejabat eselon I
maupun Tim Pelaksana yang dipimpin oleh
Sekretaris
Jenderal
selain
memenuhi
persyaratan Reformasi Birokrasi Nasional,
dipandang sangat penting untuk menyukseskan
RB Kemlu.
Visi, misi, komitmen dan peran para pemimpin
kunci di lingkungan Kemlu diyakini dapat
menjadi kekuatan penggerak perubahan di
kalangan pegawai. Dengan mengikutsertakan
individu-individu yang memiliki potensi dan
kapabilitas yang baik sebagai agen perubahan,
diyakini kolaborasi dan sinergi diantara mereka
akan
memperkuat
peluang
keberhasilan
pelaksanaan RB Kemlu.
2)
Memperkuat peran kepemimpinan untuk
menyukseskan manajemen perubahan
Peran kepemimpinan sangat penting untuk
mendorong
dan
mengelola
perubahan.
Kepemimpinan hendaknya dibangun di setiap
lapis organisasi dari yang terbawah sampai yang
tertinggi. Kepemimpinan yang berhasil pada
umumnya memiliki karakteristik antara lain
dorongan prestasi, keinginan maju, energi,
keuletan, inisiatif, motivasi kepemimpinan pribadi
34
atau
sosial,
kejujuran
dan
integritas,
kepercayaan diri, kemampuan kognitif dan
pengetahuan bisnis, dan memiliki kecerdasan
emosional dan kemampuan interpersonal yang
unggul.
Kepemimpinan yang baik memiliki pola perilaku
utama yaitu “kepedulian pada tugas”, kepedulian
pada orang, kepemimpinan yang mengarahkan,
dan kepemimpinan partisipatif.
3)
Memperkuat peran budaya kerja 3T 1 A untuk
memenuhi tuntutan masyarakat terhadap
good governance, akuntabilitas publik dan
pelayanan prima
Budaya kerja 3 T dan 1 A adalah budaya yang
dibangun dari aspek Tertib waktu, Tertib
administrasi, Tertib fisik dan Aman personilinformasi-lingkungan kerja. Budaya tersebut
sudah sejak tahun 2001 dibangun dan
ditanamkan di Kemlu. Pemahaman pegawai
mengenai hal ini diyakini cukup tinggi karena
pada dasarnya pengembangan budaya tersebut
tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai yang
dianggap
penting
untuk
mendukung
keberhasilan misi diplomasi pemerintah RI.
Penguatan peran Budaya Kerja 3T 1A
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
dan
memperkokoh etika, integritas dan ethos kerja
35
yang menjadi prasyarat terbentuknya pegawai
Kemlu yang disiplin, beretika, berintegritas,
berkinerja tinggi, kompabilitas publik dan
pelayanan prima.
Tertib waktu menyangkut penegakan disiplin
waktu kerja seluruh pegawai Kemlu, termasuk
kecepatan dan ketepatan waktu pelaksanaan
instruksi dan penyampaian laporan. Budaya
tertib waktu akan menegakkan displin untuk
menjaga dan meningkatkan produktivitas
pegawai, mengikis dan menghilangkan penyakit
korupsi waktu yang menghambat peningkatan
produktivitas.
Dalam perkembangannya, Kementerian Luar
Negeri
telah
memberlakukan
ketentuan
mengenai
jam
kerja
yang
dalam
pelaksanaannya telah didukung perangkat
teknis sistem daftar hadir sidik vena.
Rekapitulasi
kehadiran
selanjutnya
diperhitungkan untuk menentukan besaran
remunerasi setiap pegawai.
Tertib administrasi menyangkut pengelolaan
yang benar, efisien dan efektif atas sumbersumber daya keuangan, manusia, perlengkapan
dan penanganan substansi yang berorientasi
pada keberhasilan pelaksanaan tugas dan misi.
Kelancaran penerapan manajemen administrasi
36
akan menentukan kelancaran pelaksanaan
tugas dan kegiatan serta memudahkan dalam
hal pertanggungjawaban kerja. Ketidaktertiban
administrasi selain dapat dapat menghambat
upaya pelayanan prima kepada masyarakat juga
melemahkan akuntabilitas publik. Hal ini tidak
saja mengundang risiko administratif bagi
pegawai yang bersangkutan tetapi juga risiko
hukum.
Tertib fisik menyangkut penampilan yang etis
dan pantas mulai dari gedung-gedung kantor,
ruang-ruang kerja, dan penampilan pejabatnya.
Penampilan fisik gedung dan ruang kerja yang
pantas dan terpelihara bertumpu pada
kebersihan, kerapihan, asas fungsionalitas dan
pencerminan kekayaan budaya Indonesia.
Upaya perbaikan telah dilakukan menyangkut
perbaikan berbagai fasilitas fisik di Kemlu yang
bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja
yang nyaman dan aman bagi karyawan Kemlu.
Aman mencakup kepastian perlindungan
keamanan baik secara fisik maupun hukum
terhadap pegawai Kementerian Luar Negeri
yang melaksanakan tugas, juga keamanan dan
kenyamanan dari lingkungan kerja. Keamanan
juga menyangkut kerahasiaan informasi, baik
lisan maupun tulisan. Etika yang dapat ditarik
dari budaya aman antara lain adalah memahami
37
dengan baik jenis-jenis atau kategorisasi
informasi yang harus disampaikan kepada publik
sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas
publik, informasi yang dapat dibuka untuk publik
dan informasi yang harus dirahasiakan antara
lain karena dapat membahayakan keamanan
negara, proses yang belum final yang jika
dibuka akan merusak proses yang sedang
berjalan.
4)
Memperkuat sosialisasi dan internalisasi
manajemen
perubahan
di
kalangan
pemangku kepentingan untuk menyukseskan
program RB Kemlu.
Sosialisasi dan internalisasi mengenai perlunya
perubahan seyogyanya dilakukan secara
berkala dan terus-menerus. Selain untuk
memastikan bahwa setiap pegawai dan
pemangku kepentingan memahami esensi, arti
dan tujuan perubahan juga untuk meletakkan
pondasi dasar pembangunan kesadaran dan
komitmen. Hanya dengan pemahaman yang
baik
dapat
dibangun
kesadaran
yang
selanjutnya kesadaran itu akan menumbuhkan
komitmen terhadap langkah perubahan.
Adalah suatu kesalahan besar jika berasumsi
semua pegawai telah memahami langkah,
tujuan, sasaran perubahan seperti para
38
penggerak perubahan. Komunikasi yang baik
kepada kalangan pemangku kepentingan
penting untuk dilakukan untuk mendorong dan
menginspirasi pegawai dan kalangan pemangku
kepentingan.
Kejelasan
dan
keakuratan
rasionalitas terhadap gagasan perubahan akan
banyak membantu meyakinkan mereka yang
masih memiliki keraguan terhadap tujuan dan
konsekuensi perubahan.
Sosialisasi dan internalisasi akan lebih kuat
pesannya jika dibarengi dengan kemungkinan
“reward” yang sepadan dengan langkah-langkah
perubahan. Perubahan menuju kondisi yang
lebih baik, baik untuk organisasi, misi maupun
pegawai dan para pemangku kepentingan perlu
dilandasi oleh kepemimpinan yang memiliki
kepedulian kepada misi, tugas, orang dan
lingkungan.
Manusia adalah mahluk yang rasional.
Pertanyaan dasar apa arti perubahan bagi
mereka dan sejauh mana perubahan dilakukan
merupakan hal yang sangat wajar. Mereka akan
bersandar pada para pemimpin perubahan
untuk memperoleh jawaban atas hal tersebut.
Dalam hal ini penggerak perubahan kiranya
perlu menjalin komunikasi yang baik untuk
menjelaskan bagaimana dan dimana posisi
organisasi saat ini dan permasalahan39
permasalahan atau tantangan yang dihaddapi
dan ke arah mana dan bagaimana organisasi
akan mengarah ke tujuan yang diinginkan.
Dalam hal ini kiranya perlu dikomunikasikan
kemungkinan-kemungkinan dampak negatif jika
gagal melakukan perubahan dan konsekuensi
bagi misi, organisasi, dan mereka yang tidak
mau atau bahkan menghambat perubahan.
5)
Memperkuat
peran
Satuan
Kerja
di
lingkungan Kemlu untuk menyukseskan
program RB Kemlu
RB Kemlu adalah pekerjaan besar Kemlu, untuk
itu peran dan partisipasi seluruh Satuan Kerja
(Satker) sangat penting. Pedoman peran dan
pelaksanaan RB Kemlu oleh Satker diperlukan
tidak hanya dalam kerangka internalisasi
program dan kegiatan RB Kemlu, tetapi untuk
memberikan daya dorong yang signifikan
terhadap kemajuan RB Kemlu dalam rangka
mewujudkan pelaksanaan RB Kemlu yang
sistematis,
berkesinambungan,
partisipatif,
inklusif dan transparan.
Peran dan pelaksanaan RB Kemlu oleh Satker
menjadi penting untuk membangun dan
memperkuat sinergi antara Tim Pengarah dan
Tim Pelaksana RB Kemlu sesuai dengan Grand
40
Design dan Roadmap RB Nasional dan Satkersatker di Kemlu.
Untuk itu, penting dipertimbangkan penyusunan
pedoman pelaksanaan RB Kemlu di setiap
Satuan Kerja dengan tujuan:
1. Untuk memberikan pedoman kepada Satkersatker di Kemlu dalam berperan mendukung,
melaksanakan dan mensukseskan RB Kemlu
terutama koordinasi dengan Kelompokkelompok Kerja Tim Reformasi Birokrasi di 9
(sembilan) area perubahan.
2. Untuk memperkuat sinergi antara Satkersatker dengan Kelompok-kelompok Kerja
Tim Reformasi Birokrasi di 9 (sembilan) area
perubahan.
3. Untuk memperkuat pelaksanaan program
dan kegiatan RB Kemlu sebagaimana
tertuang dalam Roadmap RB kemlu
sehingga dapat dicapai tingkat kemajuan
sesuai target yang ditetapkan.
4. Untuk
memperkuat
sinkronisasi
dan
harmonisasi
program
dan
kegiatan
pelaksanaan RB Kemlu oleh Satker dan
Kelompok-kelompok Kerja Tim Reformasi
Birokrasi di 9 (sembilan) area perubahan.
5. Untuk memperkuat partisipasi dan kontribusi
Satker-satker dalam melaksanakan dan
41
mensukseskan program dan kegiatan RB
Kemlu.
6. Untuk meminimalisir kemungkinan tumpang
tindih program dan kegiatan Satker dengan
Kelompok-kelompok Kerja Tim Reformasi
Birokrasi di 9 (sembilan) area perubahan.
7. Untuk mensukseskan pelaksanaan RB
Kemlu
sebagaimana
tertuang
dalam
Roadmap RB Kemlu sesuai target waktu
yang ditetapkan.
6)
Memperkuat rasa kepemilikan terhadap
program RB untuk menyukseskan program
RB sebagai prioritas nasional
Terdapat beberapa faktor kunci keberhasilan RB
Kemlu, yaitu:
 Rasa kepemilikan atau “sense of ownership”
terhadap Reformasi Birokrasi Kementerian Luar
Negeri.
 Partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan
dalam mendukung dan mensukseskan RB
Kemlu.
 Komitmen bersama dari seluruh pemangku
kepentingan untuk mendukung, melaksanakan
dan mesukseskan Reformasi Birokrasi.
 Transparansi
dan
akuntabilitas
dalam
pelaksanaan RB Kemlu.
42
Program RB Kemlu diharapkan dapat membawa
perubahan-perubahan nyata sehingga Kemlu dapat
lebih memenuhi harapan publik, pegawai dan
seluruh pemangku kepentingan. Harapan tersebut
adalah terwujudnya tata kelola pemerintahan yang
baik, birokrasi yang profesional, berintegritas,
berkinerja tinggi, bebas dan bersih dari KKN, mampu
melayani
publik
secara
optimal,
sejahtera,
berdedikasi dan memegang teguh nilai-nilai dasar
dan kode etik aparatur negara.
Diperlukan rasa kepemilikan (sense of ownership)
seluruh pegawai dan pemangku kepentingan
terhadap program RB Kemlu. Implementasi program
dan kegiatan RB Kemlu merupakan instrumen
penting untuk mendukung keberhasilan misi Kemlu
di bidang penyelenggaraan hubungan luar negeri
dan pelaksanaan politik luar negeri melalui tata
kelola pemerintahan yang baik. Sebagai misi
bersama, setiap unit organisasi dari yang tertinggi
sampai yang terendah dan seluruh pegawai di setiap
unit organisasi berkewajiban untuk turut serta aktif
menyukseskan program tersebut.
7)
Memperkuat pelaksanaan RB Kemlu untuk
membentuk identitas ke-Kemlu-an
Sebagai Kementerian yang berada di garis terdepan
perubahan lingkungan global dan regional, Kemlu
telah membuktikan diri sebagai organisasi yang
43
tanggap terhadap perubahan itu dan secara proaktif
melakukan langkah-langkah perubahan melalui
program Benah Diri yang dimulai pada tahun 2001.
Kemampuan adaptif adalah modal dasar yang telah
dimiliki oleh Kemlu. Modal dasar ini perlu
dioptimalkan untuk memperkuat pelaksanaan RB
Kemlu.
Modal dasar lain yang dimiliki adalah wawasan
global dan selalu update terhadap perkembangan
terbaru yang menjadi salah satu kunci dalam
menyikapi
permasalahan-permasalahan
global,
regional dan nasional untuk melindungi dan
memperjuangkan kepentingan nasional.
Selain itu, profesionalisme yang ditunjukkan mulai
dari
pelaksanaan
rekrutmen
pegawai,
pengembangan SDM untuk memperkuat kapabilitas
pelaksanaan misi diplomasi menjadi modal yang
sangat berharga. Profesionalisme menjadi kunci
penting dalam menyikapi setiap perubahan,
pergeseran isu, kepentingan dan prioritas.
Kemampuan kreatif dan inovatif terus dipupuk dan
dikembangkan mulai dari pengembangan sarana dan
prasarana yang memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi untuk mewujudkan e-government
sampai dengan pelaksanaan diplomasi khususnya
negosiasi. Hal ini terbukti sangat penting dalam
mendorong efisiensi dan efektivitas tata kelola
44
pemerintahan yang baik dan akuntabel untuk
mewujudkan salah satu tujuan nasional yakni turut
serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
Berwawasan
global
dan
selalu
update,
profesional, adaptif, kreatif-inovatif, akuntabel,
kepedulian dan humanis, semakin mengkristal
untuk
dikuatkan
sebagai
nilai-nilai
dasar
Kementerian Luar Negeri yang dapat menjadi ciri
khas atau identitas Kementerian Luar Negeri.
Keberhasilan pelaksanaan RB diharapkan dapat
membantu proses pembentukan identitas Kemlu.
45
BAB IV
KESIMPULAN
Perubahan adalah satu kenyataan yang harus
disikapi dengan bijak. Perubahan baik dalam skala
besar maupun kecil terus terjadi baik di tataran
global, regional, dan nasional dan membawa
beragam implikasi pada kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara. Harapan publik, pegawai dan
para pemangku kepentingan pun berubah. Dinamika
tersebut memerlukan pola pendekatan, strategi dan
cara-cara baru untuk memperkuat peluang kemajuan
dan keberhasilan di masa yang akan datang. Suatu
“lesson-learned” dapat dilakukan dari pengalaman
masa lalu, namun penyelesaian masalah sekarang
dengan cara-cara lama tidak akan menyelesaikan
masalah. Perlu “kacamata” baru sebagai perspektif
melihat masalah sekarang dan yang akan datang.
Perubahan tidak selalu harus dihindari, tetapi justru
harus dikelola dengan baik dengan mempersiapkan
berbagai aspek sehingga dapat mengarah ke
perbaikan yang terus-menerus. Secara nasional,
terdapat 9 (sembilan) area yang memerlukan
perubahan, yaitu:
46
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
Manajemen perubahan;
Penataan peraturan perundang-undangan;
Penataan dan penguatan organisasi;
Penataan tata laksana;
Penataan sistem manajemen SDM aparatur;
Penguatan pengawasan;
Penguatan akuntabilitas kinerja;
Peningkatan kualitas pelayanan publik; dan
Monitoring, evaluasi dan pelaporan.
Manajemen perubahan memegang peranan strategis
dalam menciptakan organisasi pembelajaran atau
learning organization.
Dalam hal ini sistem
organisasi menjamin proses pembelajaran yang
terus-menerus setiap pegawai dan para pemangku
kepentingan guna meningkatkan kapasitas mereka
untuk mencapai tujuan organisasi. Pola pikir baru
dipelihara dan aspirasi kolektif dibiarkan bebas untuk
memperkuat pembelajaran tim. Perlu dipastikan
bahwa setiap kegiatan perubahan dilakukan secara
terencana dan terukur, sehingga keberhasilan
penerimaan setiap orang terhadap perubahan yang
diinginkan dapat diwujudkan secara baik.
Manajemen perubahan merupakan elemen dalam
mendukung reformasi birokrasi. Tim manajemen
perubahan
membantu
pelaksanaan
berbagai
program reformasi birokrasi dengan merancang
program manajemen perubahan dan menjamin
pelaksanaannya melalui pengembangan berbagai
47
strategi agar tujuan dan sasaran reformasi birokrasi
dapat dicapai.
Manajemen Perubahan di Kementerian Luar Negeri
dan Perwakilan RI di luar negeri merupakan
pendekatan terstruktur dalam rangka membawa
Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar
negeri dari kondisi saat ini ke masa depan yang yang
lebih baik. Perubahan tersebut meliputi struktur
organisasi, business process yang semakin ke arah
e-government, sumber daya manusia, penataan
peraturan perundang-undangan, pelayanan publik,
akuntabilitas publik, pola pikir dan budaya kerja.
Diperlukan strategi manajemen perubahan yang baik
untuk memastikan implementasi perubahan ke arah
yang diinginkan yakni Kementerian Luar Negeri yang
lebih baik, partisipatif, inovatif dan akuntabel.
Berdasarkan
variabel
daya
ungkit
dalam
menyukseskan RB Kemlu, tersusun strategi
manajemen perubahan sebagai berikut:
1)
2)
3)
48
Memulai program manajemen perubahan dari
level atas untuk menyukseskan program RB
Kemlu.
Memperkuat
peran
kepemimpinan
untuk
menyukseskan manajemen perubahan
Memperkuat peran budaya kerja 3T 1 A untuk
memenuhi tuntutan masyarakat terhadap good
4)
5)
6)
7)
governance, akuntabilitas publik dan pelayanan
prima
Memperkuat
sosialisasi
dan
internalisasi
manajemen perubahan di kalangan pemangku
kepentingan untuk menyukseskan program RB
Kemlu.
Memperkuat peran Satuan Kerja di lingkungan
Kemlu untuk menyukseskan program RB Kemlu
Memperkuat rasa kepemilikan terhadap program
RB untuk menyukseskan program RB sebagai
prioritas nasional
Memperkuat pelaksanaan RB Kemlu untuk
membentuk identitas kekemluan
Proses pembentukan identitas Kementerian Luar
Negeri berjalan seiring dengan pelaksanaan RB
kemlu dan manajemen perubahan. Modal dasar
yang telah dimiliki antara lain adalah berwawasan
global dan selalu update, profesional, adaptif, kreatifinovatif, akuntabel, kepedulian dan humanis. Unsurunsur tersebut akan di-refine melalui proses
organisasi pembelajaran dan pembangunan visi
bersama. Diharapkan dapat segera mengkristal
sebagai nilai-nilai dasar yang akan menjadi ciri khas
atau
identitas
Kementerian
Luar
Negeri.
Keberhasilan pelaksanaan RB diharapkan dapat
membantu proses pembentukan identitas Kemlu.
49
Download