MODEL SIMULASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

advertisement
MODEL SIMULASI
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.)
DAME SIHOMBING
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN
DAME SIHOMBING. Model Simulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kentang
(Solanum tuberosum L.). Dibimbing oleh HANDOKO .
Tujuan utama penelitian ini adalah menyusun model simulasi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kentang (Solanum tuberosum L). Model terdiri dari submodel neraca air,
perkembangan tanaman, dan pertumbuhan tanaman. Model ini memerlukan data iklim harian
berupa curah hujan, suhu, RH dan radiasi surya. Untuk validasi model, digunakan data biomassa
(daun, batang, akar dan umbi) dan indeks luas daun (ILD) hasil pengamatan lapang sebelumnya.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah neraca air berupa kadar air tanah, pola
pertumbuhan biomassa (daun, akar, batang dan umbi) dan indeks luas daun (ILD), pola
perkembangan tanaman, lama setiap fase, umur tanaman dan hari panen serta produktivitas
tanaman.
Pengujian model dilakukan dengan uji-t berpasangan (P>0.05) dan pengujian grafik
disertai dengan perbandingan terhadap garis 1:1. Uji-t berpasangan menunjukkan bahwa hasil
simulasi dan pengamatan di lapangan tidak berbeda nyata untuk peubah ILD dan biomassa daun,
batang, dan akar sedangkan untuk biomassa umbi berbeda nyata. Pengujian secara grafik dan
perbandingan terhadap garis 1:1 juga menunjukkan dekatnya nilai antara hasil simulasi dengan
observasi kecuali untuk biomassa umbi. Salah satu kemungkinan penyebab model kurang tepat
dalam menduga biomassa umbi adalah masih kurang tepatnya penurunan persamaan dalam hal
pembagian biomassa ke masing-masing organ karena keterbatasan jumlah sampel data lapang
yang tersedia, dan hal ini telah disarankan untuk bahan penelitian selanjutnya. Namun demikian,
secara umum model telah mampu menggambarkan pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman
kentang (Solanum tuberosum.L).
ii
MODEL SIMULASI
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum.L)
DAME SIHOMBING
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
Pada
Program Studi Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
iii
Judul
: Model Simulasi Pertumbuhan dan Perke mbangan
Tanaman Kentang (Solanum tuberosum. L)
Nama
NRP
: Dame Sihombing
: G02400012
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Handoko, M.Sc
NIP :
Mengetahui,
Dekan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono M.S.
NIP : 131.473.999
Tanggal disetujui:
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang Sidempuan, tepatnya di kecamatan Sipirok pada tanggal 1
Desember 1982 dari ayah Tombang Sihombing dan ibu Maria Siregar. Penulis merupakan putra
kedua dari dua bersaudara.
Tahun 2000 penulis lulus dari SMUN 1 Sipirok, dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur USMI. Penulis meilih Program Studi Meteorologi, Jurusan Geofisika dan
Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama perkuliahan, penulis ikut berperan dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan
seperti tergabung dalam HIMAGRETO (Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi) serta PMKIPB
(Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB).
Tahun 2005, penulis melaksanakan Praktek Lapang di Pusat Penelitian dan Pengembagan
Tanah dan Agroklimat (PUSLITBANGTANAK), Bogor pada bulan Maret hingga Mei.
v
PRAKATA
Terpujilah Allah Bapa di Sorga, Putra tunggal-Nya Yesus Kristus, dan Roh Kudus yang
telah memampukan dan menyertai penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Model
Simulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)”
sebagai salah satu syarat kelulusan pada program studi Meteorologi.
Terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan penyusunan skripsi ini, antara lain:
1. Bapak Dr. Ir. Handoko, M.Sc selaku pembimbing dalam penelitian ini
2. Kedua orangtua saya (Ayahanda dan Ibunda) serta kakak saya terkasih untuk
dorongan semangat, nasehat serta perjuangan yang telah begitu besar untuk saya.
Sekali lagi, terimakasih banyak.
3. Bang Bonar, Kak Roma, serta tulang saya yang terkasih Gabriel. Segala kebaikan
serta cinta kasih yang diberikan akan saya ingat.
4. Terimakasih yang sangat spesial untuk Sigit dan Yudi atas dorongan dan dukungan,
serta persahabatan yang diberikan. Tanpa kalian, entah bagaimana saya meneruskan
semua ini. Tuhan selalu memberkatimu dan saya.
5. Teman saya, Lae Dimpos, Lois dan Lambok atas persahabatan yang indah dan
dukungan yang diberikan. Sungguh, kalian telah banyak menolong dan menghiburku
pada masa kesesakan.
6. Teman-teman GFM 37, Tika, Nanin, Nona, Oncee, David , Supri, Ei, Nike, Echy,
Abei, Ania, Fitri, Momon, Sri, Syahrin, Rahardi, Fauzi, Melia, Diki, Rocky, Ibnu
atas kekompakan dan kebersamaannya selama ini.
7. Spesial Thanks to Andry, Erwin, Yanuar, sofyan, Triwahyudi atas bantuan dan
masukannya selama ini. Thanks friends.
8. Semua pihak yang telah banyak membantu penyelesaian skripsi ini yang tiada bisa
saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini belum sepenuhnya sempurna, sehingga
diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Penulis juga berharap semoga
skripsi ini bermanfaat untuk kepentingan ilmu pengetahuan serta semua pihak yang
memerlukannya. Tuhan memberkati.
Bogor, Juni 2006
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................................i
DAFTAR TABEL .......................................................................................................................................i
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................................................i
I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang....................................................................................................................................1
Tujuan Penelitian ................................................................................................................................1
Keluaran Yang Diharapkan .............................................................................................................1
Asumsi..................................................................................................................................................1
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan ...................................................................................1
2.2. Faktor - Faktor Penting Fotosintesis ................................................................................2
2.3. Evapotranspirasi..................................................................................................................3
2.3.1. Evapotranspirasi Potensial .....................................................................................4
2.4. Analisis Pertumbuhan........................................................................................................4
2.5. Sistem dan Model ...............................................................................................................5
2.5.1 Model Simulasi Komputer ......................................................................................5
2.6. Faktor Biofisik Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) ......................................5
2.6.2. Kesesuaian Lingkungan..........................................................................................5
III.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat .............................................................................................................................6
Bahan dan Alat....................................................................................................................................6
Metode..................................................................................................................................................6
Sub Model Perkembangan ................................................................................................................6
Sub Model Neraca Air .......................................................................................................................6
Sub Model Pertumbuhan ...................................................................................................................8
Pengujian Model.................................................................................................................................9
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Radiasi Surya.....................................................................................................................................10
Suhu Udara ........................................................................................................................................10
Curah Hujan ......................................................................................................................................10
Kelembaban Udara...........................................................................................................................10
Neraca Air..........................................................................................................................................10
Perkembangan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.).....................................................10
Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) .......................................................10
vii
Indeks Luas Daun.............................................................................................................................10
Biomassa............................................................................................................................................11
Pengujian Model...............................................................................................................................11
4.8.1. Indeks Luas Daun.................................................................................................11
4.8.2. Biomassa Daun, Batang, Akar ..........................................................................13
4.8.3. Biomassa Umbi ....................................................................................................13
Tampilan Model ................................................................................................................................13
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................................13
Kesimpulan ...................................................................................................................................... 13
Saran ...................................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................................14
LAMPIRAN ..............................................................................................................................................15
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
1.
Hasil Uji-t Berpasangan Simulasi dan Observasi .......................................................11
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
1.
Diagram Forrester Sub Model Neraca Air .................................................................7
Gambar
2.
Diagram Forrester Sub Model Pertumbuhan ............................................................8
Gambar
3.
Fase-Fase Perkembangan Hasil Simulasi Selama Pertumbuhan
Tanaman.........................................................................................................................10
Gambar
4.
Indeks Luas Daun Hasil Simulasi Selama Pertumbuhan Tanaman .....................11
Gambar
5.
Hasil Simulasi Pola Pertumbuhan Organ Daun, Batang, Akar ......................... 11
Gambar
6.
Hasil Simulasi Pola Pertumbuhan Umbi ................................................................ 11
Gambar
7.
Hasil Pengujian Grafik dan Perbandingan Terhadap Garis 1:1 Hasil
Simulasi dan Hasil Observasi ....................................................................................12
Gambar
8.
Form Input Model Simulasi Pertumbuhan dan Perkembangan
Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) ............................................................15
Gambar
9.
Tampilan Running Model Simulasi Pertumbuhan dan Perkembangan
Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) ............................................................15
Gambar
10. Tampilan Sub Model Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum
tuberosum L.) ................................................................................................................15
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran
1.
Kondisi Cuaca di Areal Pertanaman, Desa Goalpara, Sukabumi
Selama Tahun 2004..................................................................................................16
Lampiran
2.
Tampilan Model Simulasi Pertumbuhan dan Perkembangan
Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) ........................................................17
Lampiran
3.
Hasil Pengamatan Rata-rata Biomassa (Daun, Batang, Akar dan
Umbi) (kg/ha) dan Indeks Luas Daun Selama Pertumbuhan
Tanaman.....................................................................................................................18
Lampiran
4.
Data cuaca bulan Januari – Desember 2004 desa Goalpara,
Sukabumi ...................................................................................................................19
Lampiran
5.
Source Cod e Program Dalam Model Simulasi Pertumbuhan dan
Perkembangan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.).............................27
xi
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Proses yang terjadi dalam produksi
tanaman sangatlah kompleks menyangkut
tanah, tanaman serta atmosfer. Oleh sebab itu,
untuk memahami proses yang kompleks
tersebut, dibutuhkan penyederhanaan sistem
tersebut agar dapat memahaminya antara lain
melalui penyusunan model simulasi pertanian
yang menyangkut iklim, tanah dan tanaman.
Model dapat diartikan sebagai penyederhanaan
suatu sistem, sedangkan sistem adalah
gambaran suatu proses atau beberapa proses
yang teratur (Handoko, 1994). Dalam tulisan
ini, penulis akan mencoba membangun suatu
model
simulasi
pertumbuhan
dan
perkembangan
tanaman
kentang
yang
diharapkan mampu menjelaskan mekanisme
proses yang terjadi selama pertumbuhan
tanaman. Pemahaman proses yang terjadi
dalam pertumbuhan dan perkembangan
tanaman memerlukan pengetahuan tentang
ilmu-ilmu yang terkait. Sebagai contoh, untuk
menjelaskan pertumbuhan tanaman diperlukan
pengetahuan antara lain tentang iklim/cuaca,
tanah dan fisiologi tanaman. Hubungan cuaca
dengan tanaman umumnya menempati porsi
yang cukup banyak dalam pemodelan
pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan
unsur-unsur cuaca selalu berubah baik secara
diurnal maupun musiman, yang menyebabkan
fluktuasi hasil tanaman dari musim ke musim.
Akibatnya, model simulasi tanaman yang
mengandalkan hubungan-hubungan kuantitatif
akan banyak melibatkan hubungan cuaca
dengan tanaman tersebut. Disamping itu, dalam
tulisan ini pegetahuan tentang pemrograman
komputer juga diperlukan sebagai alat bantu
pemodelan.
Model simulasi pertanian mempunyai
beberapa keunggulan dibandingkan penelitian
agronomi, diantaranya dalam hal penghematan
waktu dan biaya. Keunggulan lain adalah
model simulasi dapat diterapkan pada tempat
yang berbeda-beda, asalkan asumsi-asumsi
yang ada dipenuhi. Walaupun model simulasi
mempunyai keunggulan, namun perlu disadari
bahwa tiap model mempunyai keterbatasan.
Model
biasanya
dibuat
hanya
untuk
menggambarkan suatu proses atau beberapa
proses tertentu dari suatu sistem. Oleh sebab itu
model simulasi tidak akan memberikan hasil
prediksi yang baik terhadap proses-proses
diluar tujuan model. Perlu juga disadari
tingkatan dari model tersebut, misalnya model
yang mensimulasi pertumbuhan tanaman tidak
akan menjelaskan proses pembelahan sel secara
lengkap (Handoko, 1994).
I.2. Tujuan Penelitian
Membangun
suatu
model
simulasi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
kentang (Solanum tuberosum L.) yang dapat
menjelaskan mekanisme proses yang terjadi
selama periode pertumbuhan tanaman.
I.3. Keluaran Yang Diharapkan
Model
simulasi
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman kentang yang mampu
menduga biomassa, indeks luas daun dan hari
panen sesuai dengan pengamatan lapang.
1.4. Asumsi
Model hanya dipengaruhi oleh unsur -unsur
cuaca khususnya curah hujan, radiasi surya,
suhu dan kelembaban udara, serta kecepatan
angin. Sifat fisik tanah yang berpengaruh hanya
titik layu permanen dan kapasitas lapang serta
parameter penguapan tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman
merupakan proses yang penting dalam
kehidupan dan perkembang-biakan suatu
spesies. Pertumbuhan dan perkembangan
berlangsung secara terus-menerus sepanjang
daur hidup, bergantung pada tersedianya hasil
asimilasi serta iklim yang mendukung. Dalam
arti sempit pertumbuhan berarti pembelahan sel
(peningkatan jumlah) dan perbesaran sel
(peningkatan ukuran). Kedua proses ini
merupakan proses yang tidak dapat balik dan
saling berkaitan satu sama lain (Stern, 2003).
Penimbunan berat kering umumnya
digunakan sebagai petunjuk yang memberikan
ciri pertumbuhan, karena biasanya mempunyai
kepentingan ekonomi yang paling bes ar.
Petunjuk
lain
yang
berkaitan
dengan
pertumbuhan seperti luas daun juga dapat
digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan secara luas dapat dikategorikan
sebagai faktor eksternal (lingkungan) meliputi
iklim, edafik (tanah) dan biologis dan faktor
internal meliputi sifat genetik dari tanaman itu
sendiri (Gadner et al. 1991).
Perkembangan tanaman merupakan suatu
kombinasi dari sejumlah proses yang kompleks
yaitu proses pertumbuhan dan diferensiasi
(differentiation) yang mengarah pada akumulasi
berat kering. Proses diferensiasi mempunyai tiga
syarat: hasil asimilasi yang tersedia dalam
1
keadaan berlebihan untuk dapat dimanfaatkan
pada kegiatan metabolik, temperatur yang
menguntungkan dan terdapat sistem enzim
yang tepat untuk menunjang terjadinya proses
diferensiasi. Apabila ketiga persyaratan ini
terpenuhi, salah satu atau lebih dari ketiga
respon diferensiasi ini akan terjadi: penebalan
dinding sel, deposit dari sebagian sel dan
pengerasan protoplasma (Ottoline Leyser dan
Stephen Day, 2003).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman
sangat bergantung pada hasil fotosintesis
tanaman yang akan dialokasikan ke berbagai
organ
penyusun
tanaman
selama
pertumbuhannya sebelum akhirnya dipanen
berupa berat kering. Jadi, hasil berat kering
tanaman sangat tergantung pada seberapa
efisiensi fotosintesis tanaman.
2.2. Faktor-Faktor Penting fotosintesis
Cahaya dan radiasi surya. Berat kering
total hasil panen tanaman di lapang merupakan
akibat dari penimbunan hasil bersih asimilasi
CO2 sepanjang musim pertumbuhan. Karena
asimilasi CO2 merupakan hasil penyerapan
energi matahari dan akibat perbedaan
penerimaan energi radiasi surya di permukaan
bumi, maka faktor utama yang mempengaruhi
hasil panen ialah radiasi surya yang diabsorbsi
tanaman dan efisiensi pemanfaatan energi
tersebut untuk fiksasi CO 2.
Matahari merupakan suatu pemancar
bertubuh hitam, dan menurut hukum Wien,
panjang gelombang maksimum benda yang
memancarkan radiasi berbanding terbalik
dengan temperatur benda tersebut (? maks = 2.88
x 106 /K dengan 2.88 x 10 6 adalah tetapan
pemindahan Wien dan K adalah temperatur).
Jika temperatur matahari dianggap 5750 K,
maka ? maks matahari = (2.88 x 106)/5750 = 500
nm (hijau). Tumbuh-tumbuhan nampaknya
telah beradaptasi terhadap radiasi surya karena
gelombang sinar tampak yaitu antara 400 – 700
nm sesuai dengan 44 sampai 50% dari seluruh
radiasi surya yang memasuki atmosfer bumi ini
(Fitter dan Hay, 1994).
Bila tidak ada cahaya, terjadi respirasi
dalam gelap yang biasanya sehelai daun
mengambil 5 sampai 10% dari pengambilan
CO2 dalam cahaya terang. Dengan peningkatan
cahaya secara berangsur-angsur, fotosíntesis
juga akan meningkat sampai tingkat
kompensasi cahaya, yaitu tingkat cahaya pada
saat
pengambilan
CO2 sama dengan
pengeluaran CO 2 (Gardner et al. 1991).
Temperatur. Fotosintesis harus dipisahkan
menjadi
bagian
penyusunnya
untuk
menetapkan responnya terhadap suhu. Reaksi
terang atau fotoposporilasi tidak tergantung
pada suhu dalam rentang suhu kondisi tumbuh
tanaman. Fiksasi CO2 merupakan reaksi yang
dikendalikan oleh enzim dan meningkat sejalan
dengan meningkatnya temperatur hingga
mencapai temperatur yang menyebabkan
denaturasi enzim -enzimnya. Laju respirasi akan
terus meningkat dengan peningkatan suhu
(Fitter dan Hay, 1994). Temperatur juga
mempengaruhi ketersediaan air tanah melalui
viskositas air. Russel mengestimasi bahwa
viskositas air yang menurun pada temperatur
tinggi dapat memungkinkan drainase terjadi
bahkan pada tanah yang ukuran porinya sempit
(10µm) (Russel, 1996).
Air. Sekitar 0.1% dari jumlah air total
digunakan oleh tumbuhan untuk fotosintesis,
Transpirasi meliputi 99% dari seluruh air yang
digunakan oleh tumbuhan; kira-kira 1%
digunakan untuk membasahi tumbuhan,
mempertahankan
tekanan
turgor,
dan
memungkinkan
terjadinya
pertumbuhan
(Gardner et al. 1991). Laju pertumbuhan sel -sel
tanaman dan efisiensi proses fisiologis mencapai
tingkat tertinggi bila sel-sel berada pada turgor
maksimum, yaitu saat kondisi air tanaman
optimum. Dalam hubungannya dengan kondisi
air tanaman, dikenal tiga keadaan stres air yaitu
stres ringan (ditekan lebih rendah dari 0.3 bar),
stres sedang (12-15 bar) dan stres berat (>15
bar) (Schulze dan Chaldwell, 1994). Bahkan
dibawah keadaan stress ringan akan terjadi
pengurangan pertumbuhan yang nyata karena
terjadinya penurunan tekanan turgor. Sel dan
daun berhenti tumbuh pada tekanan turgor nol.
Pada tingkat stres air sedang, proses-proses
biokimia (metabolisme hormon pertumbuhan
dan asimilasi CO2) mulai dipengaruhi. Stres
berat akan mengakibatkan masalah metabolisme
sel yang serius , ditandai dengan meningkatnya
respirasi dengan cepat dan terjadinya akumulasi
gula pada sel tertentu (Schulze dan Chaldwell,
1994). Keseluruhan gejala tersebut pada
dasarnya disebabkan oleh peningkatan tahanan
stomata karena tertutupnya stomata akibat
kekurangan air.
Dalam kondisi lapangan, perakaran
menembus tanah yang relatif lembab sedangkan
akar dan batang tumbuh ke atmosfer yang relatif
kering. Hal ini menyebabkan aliran air yang
terus-menerus dari tanah melalui tumbuhan ke
atmosfer sepanjang suatu landaian energi
potensial yang menurun (Lambers et al. 1998).
Karena itu, jalan utama yang dilalui air ialah
dari tanah ke daun untuk mengganti kehilangan
transpirasi. Perakaran tanaman tumbuh ke dalam
tanah yang lembab dan menarik air sampai
tercapai potensial air kritis dalam tanah. Air
2
yang dapat diserap dari tanah oleh akar
tanaman, disebut air yang tersedia, merupakan
perbedaan antara jumlah air dalam tanah pada
kapasitas lapang (air yang tetap tersimpan
dalam tanah yang tidak mengalir ke bawah
karena gaya gravitasi) dan jumlah air dalam
tanah pada titik layu permanen (Fitter dan Hay,
1994).
Kehilangan air yang terjadi dalam hal
hubungan air, tanah dan tanaman dikenal
sebagai transpirasi dan evaporasi. Kombinasi
antara
keduanya
disebut
sebagai
evapotranspirasi.
2. Temperatur.
Peningkatan
temperatur
meningkatkan
kapasitas
udara
untuk
menyimpan uap air, yang berarti kebutuhan
atmosfer
yang
lebih
besar
untuk
evapotranspirasi.
3. Kelembaban relatif dan kecepatan angin.
Pada tanaman yang diairi dengan baik, terdapat
tiga proses utama yang menyebabkan
perpindahan panas dari daun ke atmosfer, yaitu
radiasi pantul, konveksi panas dan transpirasi.
Ini dapat dituliskan dalam bentuk neraca energi
sehelai daun (Schulze dan Chaldwell, 1994):
Qabs = Qrad + Q konv + Qtrans ..................(i)
2.3. Evapotranspirasi
Jumlah total air yang hilang dari lapangan
karena evaporasi tanah dan transpirasi tanaman
secara bersama-sama disebut evapotranspirasi
(ET). Evaporasi merupakan suatu proses yang
tergantung energi yang meliputi perubahan sifat
dari fase cair ke fase gas. Transpirasi
memberikan gaya penggerak utama untuk
pergerakan air tanaman melawan gaya gravitasi
dan tahanan gesekan bagi jalur air melalui
tanaman (Allen, 1998). Laju pengambilan air
oleh tanaman terutama dikendalikan oleh laju
transpirasi. Kehilangan air ke atmosfer
ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan dan
faktor dalam tanaman. Pengaruh lingkungan
terhadap ET disebut kebutuhan atmosfer
(atmospheric demand) untuk melakukan
evapotranspirasi. Makin
besar
tuntutan
atmosfer, makin cepat dapat dievaporasikan air
dari permukaan air yang bebas. Faktor-faktor
yang mempengaruhi evapotranspirasi antara
lain (Allen, 1998):
1. Radiasi surya. Dari radiasi surya yang
diserap oleh daun, 1 sampai 5% digunakan
untuk fotosintesis dan 75 sampai 85%
digunakan untuk memanaskan daun dan untuk
transpirasi (Gardner et al. 1991). Pemanasan
dan pendinginan daun akibat radiasi surya akan
mempengaruhi transpirasi. Saat daun menerima
radiasi surya, temperatur daun akan naik dan
stomata terbuka. Ketika stomata terbuka,
kehilangan air dari daun berlangsung terusmenerus yang menurunkan potensial daun
sehingga lebih rendah daripada potensial
tangkai daun. Karena air bergerak dari potensial
yang lebih tinggi ke potensial yang lebih
rendah, air akan menga lir dari tangkai daun ke
daun. Aliran air ini mengurangi potensial
tangkai daun dan pada akhirnya mengurangi
potensial batang karena air mengalir dari
batang ke tangkai daun. Landaian energi ini
berlanjut ke bawah hingga ke akar tanaman dan
lajunya tergant ung energi radiasi yang diterima
(Lambers et al. 1993).
Dengan:
Q abs
: Energi yang diabsorbsi oleh daun
Q rad
: Energi yang hilang karena radiasi
Q konv
: Energi yang hilang karena konveksi
panas
Q trans
: Energi yang hilang karena transpirasi
Neraca energi tersebut menjelaskan proses
pemanasan dan pendinginan sehelai daun
dengan sederhana, yaitu bila
Qabs < Qrad + Q konv + Qtrans .................(ii)
daun akan menjadi dingin; sedangkan bila
Qabs > Qrad + Q konv + Qtrans.................(iii)
Temperatur daun naik
Gates (1976) telah memperluas persamaan (i)
untuk memberi bentuk yang tepat.
Q abs = es T 14 + k1(V/I) 1/2 (T 1-T a) + (Ld1 s(T 1)RHd2s(T a))/R 1 .............................(iv).
Dengan:
e
: emisivitas daun
T 1, T 2
: temperatur
daun
dan
temperatur massa udara
V, D, L
: kecepatan angin, lebar daun
dan panas laten penguapan air
d1s(T 1), d2 s(T a) : kejenuhan kerapatan uap air di
daun dan di udara
RH
: kelembaban relatif massa
udara
R1
: tahanan difusi daun.
Dengan menganalisa persamaan ii, iii, iv
Gates menyimpulkan bahwa pendinginan daun
disebabkan oleh kecepatan angin yang tinggi
dan kelembaban relatif yang rendah, sedangkan
pemanasan daun disebabkan oleh kecepatan
angin yang rendah dan kelembaban relatif yang
tinggi.
Pendinginan
daun
sebagian
besar
disebabkan oleh penguapan air melalui stomata
dan dikendalikan oleh keadaan lapisan perbatas
disekitar atmosfer permukaan daun. Bila pada
lapisan ini terjadi turbulensi karena angin,
penguapan akan lebih cepat. Suatu lapisan
3
perbat as yang stabil akan memberikan tahanan
yang besar terhadap pergerakan uap air.
Gardner, 1991 menambahkan bahwa
makin besar kandungan air di udara, makin
tinggi potensial air di udara, yang berarti
kebutuhan atmosfer untuk evapotranspirasi
menurun dengan peningkatan kelembaban
relatif. Transpirasi terjadi apabila air berdifusi
melalui stomata. Terbentuk penghambat
landaian difusi di sekitar stomata dalam udara
yang sangat tenang.
4. Jumlah daun. Makin luas daerah permukaan
daun, makin besar ET. Ketika LAI yang
mengambarkan luasan daun meningkat di
lapang, jumlah ET juga akan meningkat.
Namun terdapat beberapa petunjuk bahwa nilai
ET tidak akan meningkat di atas nilai tertentu
dari LAI (Schulze dan Chaldwell, 1994).
5. Kedalaman perakaran. Perakaran yang lebih
dalam meningkatkan ketersediaan air, dan
meningkatkan pengambilan air dari dalam
tanah sebelum terjadi pelayuan permanen
(Allen, 1998).
pertumbuhan kemudian digunakan secara luas di
negara-negara
persemakmuran
Inggris,
termasuk karya klasik Watson pada tahun 1947.
Peubah yang digunakan dalam analisis
pertumbuhan komunitas tanaman budidaya
meliputi: indeks luas daun dan laju pertumbuhan
tanaman budidaya dalam hal biomassa
keseluruhan maupun biomassa ekonomi.
Istilah analisis pertumbuhan untuk tajuk
tanaman yang paling berarti adalah penimbunan
berat kering per satuan waktu yang dikenal
sebagai laju pertumbuhan tanaman (crop growth
rate ). Laju pertumbuhan tanaman diukur dengan
memanen sampel suatu komunitas tanaman pada
interval tertentu yang pendek dan menghitung
penambahan berat kering dari sampel yang satu
ke sampel berikutnya. Secara ideal, semua
jaringan hidup pada tanaman yang hidup pada
daerah yang dijadikan sampel itu harus diukur
(Gardner et al. 1991).
Agar dapat memanfaatkan radiasi surya
secara efisien, tanaman harus dapat menyerap
sebagian besar radiasi tersebut dengan jaringan
fotosintesisnya yang hijau. Spesies tanaman
yang efisien cenderung menginvestasikan
sebagian besar awal pertumbuhan mereka dalam
bentuk penambahan luas daun, yang berakibat
pemanfaatan radiasi surya yang efisien. Dengan
perkembangan luas daun, meningkat pula
penyerapan energi radiasi oleh daun. Luas daun
itu pada awalnya meningkat dengan laju
eksponensial, tetapi karena luas daun awal nya
kecil, penyerapan energi radiasi surya yang
berarti belum terjadi selama beberapa minggu
pertama (Fitter dan Hay, 1994).
Dengan perkembangan luas daun dan
terdapatnya peneduhan bagi luas daun yang
lebih bawah, gambaran mengenai pertumbuhan
tanaman bud idaya didasarkan pada luas daun
atau luas tanah, dan bukannya atas pertumbuhan
secara individual. Istilah indeks luas daun (Leaf
Area Index = LAI) dikenalkan pertama kali oleh
Watson yang merupakan rasio antara luas daun
(satu permukaan saja) tanaman budidaya
terhadap luas tanah (Inge et al, 2000). Karena
radiasi surya tersebut merata ke atas permukaan
tanah, LAI merupakan ukuran kasar luas daun
per satuan radiasi surya yang tersedia (Gardner
et al. 1991).
2.3.1. Evapotranspirasi Potensial
Evapotranspirasi potensial merupakan
kombinasi antara evaporasi dan transpirasi
den gan seluruh permukaan tanah tertutup oleh
tanaman dan kelembaban tinggi. Kebanyakan
tanaman budidaya tidak tinggal pada
evapotranspirasi potensial sepanjang daur
hidupnya karena pada waktu-waktu tertentu
tidak penuh tajuknya serta tanah tidak mampu
memasok air untuk mengganti transpirasi
(Allen, 1998). Apabila evapotranspirasi
potensial dibandingkan dengan curah hujan,
segera
tampak
mengapa
kekurangan
kelembaban sering terjadi selama periode laju
pertumbuhan yang paling cepat. Agar diperoleh
hasil panen yang tinggi, tanaman harus dipasok
cukup air selama periode ini. Hal ini dapat
dilaksanakan baik dengan adanya cadangan
kelembaban yang cukup untuk memasok
tanaman budidaya tersebut selama periode
kekurangan maupun dengan irigasi. Pada
banyak daerah pertanian, tanah yang paling
produktif ialah tanah yang mempunyai
kapasitas tinggi untuk menampung air, yang
memungkinkan tanaman budidaya tersebut
terus berproduksi selama periode ketika curah
hujan lebih rendah dari ET (Fitter dan Hay, 2.5. Sistem dan Model
1994).
Sistem merupakan bagian terbatas dari
dunia nyata (real world) yang memiliki
2.4. Analisis Pert umbuhan
komponen -komponen
saling
berhubungan
Konsep dasar dalam analisis pertumbuhan secara teratur (Handoko, 1994). Model
itu relatif sederhana dan telah dijelaskan dalam merupakan bentuk sederhana dari sistem. Model
pendekatan-pendekatan klasik yang dilakukan hanya menggambarkan beberapa aspek dominan
pada
awal
pelaksanaannya.
Analisis yang berpengaruh dalam sistem, tidak harus
4
mencerminkan semua aspek yang terdapat
dalam sistem. Semakin banyak aspek atau
proses yang dijelaskan oleh model, maka
struktur model akan semakin kompleks. Bentuk
dan struktur model tergantung bagaimana
seorang modeler memahami sistem (Handoko,
1994).
2.5.1. Model Simulasi Komputer
Berdasarkan tujuannya (Handoko, 1994),
model simulasi dapat dibagi menjadi tiga
macam, yaitu (1) model simulasi untuk
pemahaman proses (process understanding),
(2) model simulasi untuk prediksi (prediction),
dan (3) model simulasi yang digunakan untuk
keperluan manajemen (management). Handoko
(1994) membagi model ke dalam empat bentuk,
yaitu:
1. Model empirik dan model mekanistik
Model empirik adalah model yang dibuat
berdasarkan
pengamatan
empirik/statistik.
Model ini menggunakan hubungan sebab akibat
tanpa menjelaskan proses yang terjadi pada
hubungan timbal balik tersebut. Sebaliknya,
model mekanistik menjelaskan mekanisme
proses yang terjadi dalam suatu sistem
berdasarkan pada bidang ilmu yang terkait.
Namun demikian, model mekanistik yang
paling lengkap sekalipun tetap mengandung
unsur empirik.
2. Model deskriptif dan model numerik
Model deskriptif menggambarkan bentukbentuk hubungan secara konsepsi atau berupa
simbol-simbol (kualitatif), sedangkan model
numerik menggambarkan hubungan secara
kuantitatif berupa persamaan-persamaan.
3. Model dinamik dan model statik
Unsur waktu merupakan peubah yang
penting dalam model dinamik. Model statik
tidak menjelaskan peubah-peubah sebagai
unsur waktu. Dalam model dinamik, faktor
yang tidak berubah terhadap unsur waktu
disebut dengan parameter/konstanta.
4. Model deterministik dan model stokastik
Model
deterministik
tidak
memperhitungkan peluang kesalahan hasil
prediksi model sehingga keluaran model
sifatnya definitif. Sebaliknya, model stokas tik
mengandung toleransi berupa simpangan
statistik baik ragam maupun simpangan baku.
Simulasi sebagai salah satu kegiatan dalam
analisis agroekosistem dan tanaman secara
garis besar meliputi tiga kegiatan utama, yaitu
merumuskan model yang menggambarkan
sistem dan proses yang terjadi didalamnya,
memodifikasi atau memanipulasi model atau
melakukan ekperimentasi, dan mempergunakan
model dan data untuk memecahkan persoalan
(Soerianegara, 1978).
2.6.
Faktor Biofisik Tanaman
Kentang
(Solanum tuberosum L.)
Dalam
dunia
tumbuhan,
kentang
diklasifikasikan sebagai berikut.
Divisi
: Sphermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Tubiflorae
Famili
: Solanaceae
Genus
: Solanum
Species
: Solanum tuberosum L.
Kentang (Solanum tuberosum L.) termasuk
jenis tanaman sayuran semusim berumur
pendek, dan berbentuk perdu atau semak.
Kentang termasuk tanaman semusim karena
hanya satu kali berproduksi, setelah itu mati.
Kentang berumur pendek hanya 90 hari sampai
180 hari. Umur tanaman kentang bervariasi
menurut varietasnya. Kentang varietas genjah
berumur 90 hari - 120 hari, varietas medium
berumur 120 hari – 150 hari, dan varietas dalam
berumur 150 hari – 180 hari. Tanaman kentang
dapat tumbuh tegak dengan ketinggian 0,5 meter
– 2 meter, tergantung pada varietasnya (Budi
Samadi, 1997).
2.6.2. Kesesuaian Lingkungan
Kentang cocok ditanam di daerah dataran
tinggi atau pegunungan dengan ketingian 1000
m – 3000 m diatas permukaan laut (dpl); dan
untuk dataran medium pada ketinggian 300 m –
700 m dpl (Budi Samadi, 1997).
Ketinggian tempat atau letak geografis
berhubungan erat dengan keadaan iklim
setempat yang sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pertumbuhan tanaman dan pembentukan
hasil yang optimal memerlukan suhu dan
kelembaban tertentu. Suhu rata-rata harian yang
sesuai untuk pertumbuhan adalah 18oC – 21oC.
pertumbuhan umbi akan sangat terhambat
apabila suhu kurang dari 10oC dan lebih dari
30oC (Budi samadi, 1997).
Kelembaban udara yang optimal bagi
pertumbuhan tanaman adalah 60% - 85%.
Kelembaban
yang
terlalu
tinggi
akan
menyebabkan tanaman rawan terkena penyakit
terutama penyakit yang disebabkan oleh
cendawan (Tony Hartus, 2001).
Daerah dengan rata-rata curah hujan 1500
mm pertahun sangat sesuai untuk budidaya
kentang. Pengaruhnya terhadap pertumbuhan
tanaman berhubungan erat dengan ketersediaan
air tanah (Setiadi et al. 1993).
5
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Pembangunan model ini dilaksanakan
dengan menggunakan data dari Pusat Penelitian
dan Pengembangan Biologi Tropika SEAMEO
BIOTROP, Bogor, Jawa Barat mulai Nopember
2005 hingga April 2006.
3.2. Bahan dan Alat
Personal computer (PC) yang dilengkapi
dengan software Visual Basic 6.0. Sebagai data
masukan dalam analisis digunakan data iklim
harian dari stasiun PTP. Nusantara VIII di
lokasi Perkebunan Goalpara stasiun 55R
terletak pada 6o1’7” LS dan 105o57’47” BT
dengan ketinggian 1000-1300 mdpl. Data iklim
yang digunakan adalah: curah hujan, suhu dan
kelembaban udara, serta radiasi surya. Untuk
pengujian model, digunakan data biomassa dan
indeks luas daun (ILD) hasil pengamatan
lapang
penelitian
sebelumnya
yang
dilaksanakan pada lahan petani Desa Goalpara,
Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi,
Jawa Barat dengan elevasi 1300 m dpl pada
bulan Mei 2005 (Sulistiono, 2005).
Sp2 = 0.17
TU2 = 170
Sp3 = 0.11
TU3 = 110
Sp4 = 0.36
TU4 = 360
Sp5 = 0.2
TU5 = 200
1,2,3,4,5 menyatakan periode antara kejadian
fenologi, Tb adalah suhu dasar tanaman dan TU
adalah Thermal Unit (d oC) (Jim Burns et al.
2005).
3.3.2. Sub Model Neraca air
Komponen neraca air meliputi curah hujan,
intersepsi tajuk, infiltrasi, limpasan permukaan,
kadar air tanah, evaporasi dan transpirasi.
Dalam sub model neraca air diperlukan peubah
tanaman (indeks luas daun), yang disimulasi
pada sub model pertumbuhan. Parameter yang
digunakan meliputi sifat fisik tanah (kapasitas
lapang, titik layu permanen dan paramet er
penguapan Ritchie, 1972).
Intersepsi Tajuk Tanaman
Jumlah air yang diintersepsi tajuk tanaman
(Ic) tergantung oleh curah hujan (P) dan indeks
luas daun (ILD ) sebagai berikut (Handoko,
1994):
Ic = min (ILD,P)
0<ILD=3
= min (1.27,P)
ILD>3
3.3. Metode
Penyusunan model ini melibatkan model Infiltrasi dan Perkolasi
Infiltrasi (Is) dihitung dari selisih curah
simulasi pertumbuhan dan perkembangan serta
hujan (P) dengan intersepsi tajuk tanaman
neraca air tanaman.
(Handoko, 1994):
Is = P – Ic
3.3.1. Sub Model Perkembangan
Perkolasi dari tiap lapisan tanah m {Pc(m)}
Laju perkembangan dan masing-masing
kejadian fenologi tanaman kentang didekati terjadi bila kadar air tanah {F (m)} melebihi
dengan konsep Heat Unit. Laju perkembangan kapasitas lapang {F fc (m)} yang dihitung dengan
tanaman terjadi bila suhu rata-rata harian metode jungkitan sebagai berikut (Handoko,
melebihi suhu dasar T( b), dalam hal ini suhu 1994):
dasar tanaman kentang ditentukan sebesar 10oC
(Dalam Arazi et al. [Anonim, 2000] , suhu dasar Pc (m) = F (m) – F fc(m) F (m)>F fc(m)
F (m)=F fc(m)
tanaman ditentukan sebesar 12.2oC). Kejadian Pc (m) = 0
fenologi dihitung sejak tanam sampai fase
pematangan umbi dan diberi skala 0-1, yang Evapotranspirasi
Evapotranspirasi potensial (ETp) dihitung
dibagi menjadi 5 kejadian yaitu Plant –
emergence (s=0.16), Vegetative (s=0.33), Tuber dengan rumus Penman untuk menduga
initiation (s=0.44), tuber bulking (s=0.8), evapotranspirasi maksimum (ETm) sebagai
maturation (s=1)(Jim Burns et al. 2005). Fase batas bawah dari air yang hilang oleh evaporasi
perkembangan (sp) antara masing-masing tanah dan transpirasi tanaman. Evapotranspirasi
kejadian fenologi tersebut dihitung dengan maksimum terbagi atas evaporasi maksimum
tanah (Em ) dan transpirasi maksimum (Tm).
persamaan berikut (Handoko, 1994).
Berikut adalah perhitungan evaporasi dan
transpirasi maksimum (Handoko, 1994):
Plant-emergence
s1 = s1 + sp1 * (suhu - Tb) / TU1
Vegetative
Tuber inisiasi
Pengisian umbi
Pematangan umbi
s2 = s2 + sp2 * (suhu
s3 = s3 + sp3 * (suhu
s4 = s4 + sp4 * (suhu
s5 = s5 + sp5 * (suhu
Dengan:
Sp1 = 0.16
TU1 = 160
- Tb) / TU2
- Tb) / TU3
- Tb) / TU4
- Tb) / TU5
ETm = ETp = {? Qn + ?f(u)(es -ea)}/{ ?(? + ?)}
Em = ETm (e- kILD)
Tm = (1-e- kILD)Etm
6
ILD
Tm
ETp
Radiasi surya,
Curah hujan,
RH, Suhu,
Kecepatan
angin.
Em
Rain
(TLP)
Ta
(KL)
Ic
(a)
Es
Inf
(U)
SWC
Drain
(KL)
Gambar 1. Diagram Forrester Sub Model Neraca Air
Dengan:
Qn
:
?
:
f(u)
:
(es-ea) :
?
:
Radiasi bersih (Wm -2)
Tetapan psikometer (66.1 Pa K-1)
Fungsi aerodinamika (MJ m-2 Pa-1)
Defisit tekanan uap (Pa)
Panas spesifik untuk penguapan
(2.454 MJ kg- 1)
Evaporasi Tanah Aktual
Evaporasi tanah aktual dihitung dengan
metode Ritchie (1972) yang terdiri dari dua
tingkat evaporasi. Pada tahap pertama, sesaat
setelah terjadi hujan atau irigasi, evaporasi
aktual sama dengan nilai maksimumnya sampai
nilai evaporasi kumulatif mencapai nilai
parameter penguapan tanah U terlampaui (tahap
2), yaitu tanah sudah cukup kering. Pada tahap
2 Ea merupakan fungsi waktu dari Em sebagai
ber ikut (Handoko, 1994):
Tahap 1 : Ea = Em
Tahap 2 : Ea = at20.5 – a(t 2 – t )0.5
S Em < U
S Em = U
t 2 = jumlah hari setelah terjadinya evaporasi
tahap 2
Transpirasi Aktual
Transpirasi aktual (Ta) dihitung sebagai
total pengambilan air pada zone perakaran,
dengan nilai maksimum Ta=Tm . Berikut
perhitungan Ta (Handoko, 1994)
Fw = {F – F wp}/{0.4[F fc – F wp]}
Jika F fc=F >F wp
Fw = 1
Fw = 0
F > F fc
F < F wp
Laju penyerapan air oleh akar dihitung dengan
persamaan:
Ta = FwTm
Ta = 0
? Ta<T m
? Ta=Tm
Fw
F
F fw
F wp
= fungsi kadar air tanah
= kadar air tanah
= kadar air tanah pada kapasitas lapang
= kadar air tanah pada titik layu
permanen
Ta =
laju penyerapan air oleh akar pada
tanah
7
wdf
Ta
Tm
(Qs)
(k)
ILD
GDMa
(Sla)
(e)
W daun
(sp)
Wbatang
Wakar
Wumbi
[Suhu]
Gambar 2. Diagram Forrester Sub Model Pertumbuhan
3.3.3. Sub Model Pertumbuhan
Pertumbuhan
tanaman
disimulasi
berdasarkan penyerapan energi radiasi surya
serta faktor ketersediaan air yang disimulasi
dalam sub model neraca air. Pembagian
biomassa hasil fotosintesis ke berbagai organ
tanaman (daun, batang, akar dan umbi)
merupakan fungsi fase perkembangan tanaman
yang dihitung dalam sub model perkembangan.
Selama
perkecambahan,
tanaman
menggunakan
cadangan
asimilat
untuk
menunjang pertumbuhan dan respirasi. Setelah
fase vegetatif asimilat pada batang dan daun
dimobilisasi ke umbi dan ini mengakibatkan
massa daun dan batang menurun sampi panen.
t
= Proporsi
radiasi
surya
yang
ditransmisi oleh tajuk
k
= Koefisien pemadaman tajuk
ILD
= Indeks luas daun
Nilai k mer upakan nilai koefisien pemadaman
yang nilainya ditentukan sebesar 0.86 (MonsiSaeki [Anonim], 2000).
Produksi biomasa potensial dihitung
berdasarkan hasil kali efisiensi penggunaan
radiasi surya (e) dengan radiasi intersepsi (Q i).
Nilai efisiensi penggunaan radiasi surya
ditentukan sebesar e = 0.002 kg MJ-1. Russel,
Jarvis
dan
Monteith
[Anonim,
2000]
menetapkan e sebesar 0.0014 kg MJ-1.
Bb = e Qi = e (1-e- kILD)Qo
Produksi Biomassa
Produksi biomassa potensial harian
dihitung berdasarkan efisiensi penggunaan
radiasi surya yang diintersepsi tajuk tanaman.
Radiasi yang diintersepsi tajuk tanam an (Qi)
diduga menggunakan hukum Beer sebagai
berikut:
Qo
Qi
Bb = Produksi biomassa potensial (kg ha-1 d-1)
e
= efisiensi penggunaan radiasi (kgMJ-1 )
Produksi
biomassa
potensial
tersebut
menganggap ketersediaan air bukan merupakan
faktor pembatas. Produksi biomassa aktual
dihitung
dengan
mempertimbangkan
ketersediaan air yang telah disimulasi dalam sub
model neraca air sebagai water deficit factor
Qi = Qo(1-t ) ; t = e-kILD
(wdf) yang merupakan nilai perbandingan antara
= Radiasi yang sampai diatas tajuk transpirasi aktual dan transpirasi maksimal
(Ta/Tm ).
tanaman (MJm-2)
Produksi biomassa aktual dibagi antara
= Radiasi yang diserap (MJm-2)
daun,
batang,
akar
dan
umbi
yang
8
perbandingannya
bergantung
pada
fase
perkembangan
tanaman
(sp).
Sebagian
biomassa masing-masing organ akan berkurang
melalui proses respirasi pertumbuhan (Rg) dan
respirasi pemeliharaan (Rm) yang dihitung
berdasarkan suhu udara dan masing-masing
organ. Pertumbuhan masing-masing organ (x)
dihitung dari selisih antara alokasi bahan kering
ke organ tanaman dan yang hilang melalui
respirasi sebagai berikut.
dWx = ? xBa – Rg – Rm = ? x (1-kg)Ba – Km Wg Q10
dWx
= penambahan massa organ x (kg ha -1day-1)
?x
Km
Wx
Kg
Rm
T
= proporsi biomassa yang dialokasikan
ke organ x (daun, batang, akar dan
umbi)
= koefisien pemeliharaan
= massa organ x (kg ha-1 )
= koefisien respirasi pertumbuhan
= respirasi pemeliharaan x (kg ha- 1 d-1)
= suhu udara (oC)
Q10
= 2(T-20)/10
dengan:
sp = laju perkembangan yang telah disimulasi
pada submodel perkembangan.
pD, pB, pA, pU masing-masing menyatakan
proporsi pembagian hasil asimilat ke organ
daun, batang, akar dan umbi.
Indeks Luas Daun (ILD)
ILD dihitung dari perkalian antara
parameter luas daun spesifik (s la) dengan laju
pertumbuhan harian (dWD) sebagai berikut
(Handoko, 1994):
dILD = sla*dWD
dengan:
dILD = perubahan ILD
sla
= luas daun spesifik (ha kg- 1)
dWD = perubahan berat daun (kg ha-1 hari-1)
Luas daun spesifik (sla ) dihitung dengan
persamaan:
dSla = Rsla*sp
Proporsi biomassa yang dialokasikan pada
masing-masing organ (Px) yang dihitung
berdasarkan fungsi laju perkembangan tanaman
(sp), didekati secara empiris berdasarkan data
pengamatan
lapang.
Selama
masa
perkecambahan, produksi biomassa hanya
dialokasikan ke daun, akar dan batang dengan
alokasi terbanyak pada daun. Hingga fase
matang fisiologis, seluruh hasil asimilat
dialoksikan ke organ umbi (Gardner et al.
1991). Alokasi biomassa ke setiap organ
tanaman dihitung dengan:
pB = 0.3198 * Exp(-0.3173 * sp)
pA = 0.3319 * Exp(-0.4935 * sp)
sp=0.1
sp=0.1
pD = 1-pB-pA
PU = 0
sp=0.1
sp=0.1
pD = -0.0664 * sp + 0.3401
pB = -0.0333 * sp + 0.1674
pA = -0.034 * sp + 0.0806
pU = 1 - pD - pB – pA
0.1<sp=0.44
0.1<sp=0.44
0.1<sp=0.44
0.1<sp=0.44
pD = -0.0664 * sp + 0.2
pB = -0.0333 * sp + 0.1374
pA = -0.034 * sp + 0.0706
pU = 1 - pD - pB – pA
0.44<sp<0.8
0.44<sp<0.8
0.44<sp<0.8
0.44<sp<0.8
pD = 0
pB = 0
pA = 0
pU = 1
sp=0.8
sp=0.8
sp=0.8
sp=0.8
dengan:
Rsla = laju pertambahan luas daun spesifik,
ditetapkan sebesar 0.00005 hakg-1 (Van
delden, Pecios & Haverkort, 1999).
3.3.4. Pengujian Model
Pengujian secara statistik terhadap hasil
simulasi dan data pengukuran lapang
menggunakan uji-t berpasangan untuk P>0.05
dan metode grafis. Variabel yang diuji adalah
ILD, biomassa daun, batang, akar dan umbi.
Tahapan
pengujian
dengan
uji-t
berpasangan adalah:
Di
= pi – mi
(1)
D
= SDi/n
(2)
SE
= v{[SDi2 – (SD i) 2/n]/[n(n – 1)]
(3)
t
= D/SE
(4)
D i adalah individu dan beda antara prediksi (p)
dan pengukuran (m).
SE = standard error
t
= t hitung
9
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Lampiran 1 menyajikan kondisi cuaca di
areal pertanaman tahun 2004 mulai dari 15
April 2004 (disesuaikan dengan masa tanam
kentang di lapangan) hingga panen (15 Juli
2004).
Fase4: Awal pengisian umbi – pematangan
umbi
Fase5: Awal pematangan umbi – awal panen
4.1. Radiasi Surya
Rata-rata radiasi surya di areal pertanaman
adalah 25.3 MJ/m 2. Nilai maksimumnya
sebesar
31.6
MJ/m 2 sedangkan
nilai
minimumnya sebesar 20.6 MJ/m2
4.2. Suhu Udara
Rata-rata
suhu udara harian di areal
pertanaman adalah 20.6oC, dengan kisaran
18.3 oC dan 22.4oC. Rata-rata suhu udara di
areal pertanaman lebih besar dari suhu
dasarnya, dan termasuk kedalam kisaran suhu
udara yang optimal bagi tanaman kentang
untuk tumbuh dan berkembang, 18O-23OC
(Tony Hartus, 2001).
4.3. Curah Hujan
Curah hujan tahunan di daerah pertanaman
lebih dari 1500 mm, jadi termasuk dalam
kisaran curah hujan yang cukup untuk
pertumbuhan kentang (Tony Hartus, 2001).
4.4. Kelembaban Relatif
Rata-rata nilai kelembaban relatif di areal
pertanaman adalah 91.8 %, dan termasuk
kedalam kisaran kelembaban yang sesuai untuk
pertumbuhan tanaman kentang (Tony Hartus,
2001). Nilai maksimum dan minimumnya
sebesar 97% dan 75 %.
4.5. Neraca Air
Hasil simulasi model selama masa
pertanaman kentang menunjukkan variasi
kandungan air tanah masih berada pada kisaran
kebutuhan air tersedia bagi tanaman kentang,
yaitu sekitar kapasitas lapang. Kondisi air tanah
demikian ini sangat menguntungkan bagi
tanaman kentang karena transpirasi tanaman
tidak terganggu. Akibatnya laju fotosintesis
tinggi dan produksi biomassa relatif besar
untuk menunjang produksi umbi.
Gambar 3. Fase-Fase Perkembangan Hasil Simulasi Selama
Pertumbuhan Tanaman
Gambar tersebut menunjukkan bahwa fase
awal pengisian umbi – pematangan umbi adalah
fase terlama selama musim pertumbuhan. Lama
fase hasil simulasi untuk setiap fase berturutturut adalah: fase 1= 13 hari, fase 2= 14 hari,
fase 3= 9 hari, fase 4= 34 hari dan fase 5= 20
hari. Jadi tanaman dapat dipanen setelah umur
91 hari, yaitu setelah Thermal Unit sebesar 1000
o
C days. Pada pengamatan lapang, fase 1
ditandai dengan pertumbuhan kecambah dari
mata tunas pada benih kentang dan mulai
tumbuh ke atas permukaan tanah. Pada fase ini,
akar kentang juga mulai tumbuh. Pada fase 2,
daun dan batang berkembang ke atas permukaan
tanah, sedangkan akar dan stolon (bakal umbi)
berkembang di dalam tanah. Pada fase ini, laju
fotosintesis mulai meningkat. Pada fase 3, umbi
mulai terbentuk dari stolon, namun belum
terjadi tahapan pengisian umbi. Terkadang, fase
ini diakhiri dengan mulainya pembungaan pada
tanaman. Pada fase 4 terjadi tahapan pengisian
umbi dengan air, karbohidrat dan nutrisi
lainnya. Pada fase ini, sebagian besar hasil
asimilat diakumulasikan ke umbi. Pada fase 5,
tanaman kelihatan kekuning-kuningan, daun
mulai gugur, keseluruhan hasil asimilasi
diakumulasikan ke umbi dan pada akhirnya
tanaman menua dan mati. Pada tahap ini,
pertumbuhan umbi maksimum (Jim Burns et al.
2005).
4.7. Pertumbuhan Tanaman Kentang
4.7.1. Indeks Luas Daun
4.6. Perkembangan Tanaman Kentang
Agar dapat memanfaatkan radiasi surya
Perkembangan tanaman kentang disajikan
secara efis ien, tanaman harus dapat menyerap
dalam gambar 4. Deskripsi dari setiap fase
sebagian besar radiasi tersebut dengan jaringan
adalah:
fotosintesisnya yang hijau. Spesies tanaman
Fase1: Tanam – awal muncul tunas
yang efisien cenderung menginfestasikan
Fase2: Muncul tunas – awal pembentukan umbi
Fase3: Awal pembentukan umbi – awal sebagian besar awal pertumbuhan mereka dalam
bentuk penambahan luas daun, yang berakibat
pengisian umbi
10
pemanfaatan radiasi surya yang efisien. Dengan
perkembangan luas daun, meningkat pula
penyerapan energi radiasi oleh daun. Luas daun
itu pada mulanya meningkat dengan laju
pertumbuhan eksponensial, tetapi karena luas
daun awalnya kecil, penyerapan cahaya yang
berarti belum terjadi selama beberapa minggu
pertama.
Gambar 5. Hasil Simulasi Pola Pertumbuhan Organ Daun,
Batang, dan Akar.
Gambar 4. Indeks Luas Daun Hasil Simulasi Selama
Pertumbuhan Tanaman
Beberapa hari setelah fase kecambah,
terjadi peningkatan ILD dengan cepat dengan
laju yang linear. Laju ini mulai menurun
memasuki fase pengisian umbi (sekitar 36 hst),
karena sebagian besar proporsi pembagian
biomassa diakumulasikan ke umbi. Memasuki
fase matang fisiologis (sekitar70 hst), tidak
terjadi peningkatan ILD bahkan mengalami
penurunan. Pada fase ini seluruhnya dari
proporsi biomassa akan dialokasikan ke umbi,
sehingga terjadi penurunan ILD.
4.7.2. Biomassa
Laju pertumbuhan organ daun, batang dan
akar mengikuti pola perkembangan ILD. Laju
pertumbuhan organ daun, batang dan akar pada
awalnya mulai dengan lambat selama fase
kecambah (after
emergence). Hal ini
disebabkan karena penyerapan radiasi yang
belum cukup berarti selama tahap awal
pertumbuhan karena luas daun (ILD) yang
masih relatif rendah. Dengan peningkatan ILD
(luas daun), meningkat pula penyerapan cahaya
oleh tanaman sehingga meningkatkan laju
fotosintesis tanaman, dan pada akhirnya akan
meningkatkan laju pertumbuhan organ daun,
batang, akar dan umbi. Laju pertumbuhan
organ daun, batang dan akar cenderung tidak
mengalami peningkatan setelah fase matang
fisiologis, bahkan mengalami penurunan.
Selama fase ini, keseluruhan hasil asimilat
diakumulasikan ke organ umbi.
Gambar 6. Hasil Simulasi Pola Pertumbuhan Umbi dan
Biomassa Total Tanaman.
4.8. Pengujian Model
Pengujian keluaran model dilakukan
dengan uji-t berpasangan (Tabel 1), metode
grafis serta perbandingan terhadap garis 1:1
(Gambar 7). Pengujian dengan cara grafis ini
dilakukan untuk melihat kepekaan model dalam
menjelaskan mekanisme sistem. Variabel yang
diuji adalah indeks luas daun, biomassa daun,
batang, akar dan umbi.
Tabel 1. Hasil uji-t berpasangan simulasi dan
observasi.
Peubah Satuan
Ttab
Thit
Ket
(P>0.05)
ILD
WD
WB
Ton/ha
Ton/ha
0.55
1.24
1.64
2.01
2.01
2.01
tn
tn
tn
WA
Ton/ha
1.34
2.01
tn
WU
Ton/ha
2.11
2.01
n
Ket: tn = tidak beda nyata; n = berbeda nyata
4.8.1. Indeks Luas Daun (ILD)
Pengujian Indeks luas daun dilakukan
terhadap tanaman kentang dengan perlakuan
aplikasi fungisida dari awal tanam hingga 14
hari sebelum panen dengan interval setiap
minggu. Hasil uji-t berpasangan antara ILD
simulasi dengan ILD observasi tidak berbeda
nyata. Lebih lanjut, hubungan antara keduanya
sangat dekat jika dibandingkan terhadap garis
1:1 (Gambar 7).
11
2.5
2
2
ILD Simulasi
ILD
2.5
1.5
1
0.5
1.5
1
0.5
0
1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97
0
HST
Series1
0
1
1.5
2
2.5
ILD Observasi
Series2
Gambar a. Hasil Uji Grafik ILD
Gambar b. Perbandingan Terhadap Garis 1:1 ILD
1.40
1.20
1.20
1.00
1.00
WD Simulasi
Biomassa daun (Ton/Ha)
0.5
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
-0.20 1
0.80
0.60
0.40
0.20
8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78 85 92
0.00
0.00
HST
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
WD Observasi
WD Simulasi
WD Observasi
0.70
0.60
0.70
0.50
0.50
0.60
0.40
0.30
0.40
0.30
0.20
0.10
0.20
0.00
0.10
1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97
HST
WB Simulasi
0.00
0.00
0.20
1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97
HST
WA Observasi
Gambar g. Hasil Uji Grafik Biomassa Akar
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
WB Observasi
Gambar f. Perbandingan Terhadap Garis 1:1 Biomassa
Batang
WA Simulasi
0.40
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
WA Simulasi
0.10
WB Observasi
Gambar e. Hasil Uji Grafik Biomassa Batang
Biomassa akar (Ton/Ha)
Gambar d. Perbandingan Terhadap Garis 1:1 Biomassa
Daun
WB Simulasi
Biomassa batang (Ton/Ha)
Gambar c. Hasil Uji Grafik Biomassa Daun
0.45
0.40
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
WA Observasi
Gambar h. Perbandingan Terhadap Garis 1:1 Biomassa Akar
12
10.00
8.00
WU Simulasi
Biomassa Umbi (Ton/Ha)
12.00
6.00
4.00
2.00
0.00
-2.00 1
9 17 25 33 41 49 57 65 73 81 89 97
HST
WU Simulasi
WU Observasi
Gambar i. Hasil Uji Grafik Biomassa Umbi
10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
WU Observasi
Gambar j. Perbandingan Terhadap Garis 1:1 Biomassa Umbi
Gambar 7. Pengujian Grafik dan Perbandingan Terhadap Garis 1:1 Hasil Simulasi dan Hasil Observasi. (Garis Vertikal
Menunjukkan Dua Kali Standar Deviasi)
4.8.2. Biomassa Daun, Batang dan Akar
Uji-t berpasangan antara Biomassa daun,
batang dan akar hasil simulasi dengan hasil
observasi tidak berbeda nyata. Lebih lanjut,
hubungan antara keduanya juga sangat dekat
jika dibandingkan terhadap garis 1:1 (Gambar
7), yang menunjukkan bahwa model mendekati
hasil pengamatan lapang.
tombol Continue untuk melanjutkan ke Form
Simulasi (Gambar 9). Setelah masuk ke Form
simulasi, klik tombol RUN untuk menjalankan
model. Klik OK untuk melihat hasil model dan
model selesai dijalankan.
4.8.3. Biomassa umbi
Uji-t berpasangan antara biomassa umbi
hasil simulasi dengan hasil observasi berbeda
nyata. Hasil uji grafik dan perbandingan
terhadap garis 1:1 menunjukkan bahwa
hubungan antara keduanya masih jauh (Gambar
7). Dalam kasus ini, hal yang paling penting
diperhatikan adalah dalam hal proporsi
pembagian asimilat ke masing-masing organ
tanaman. Persamaan untuk proporsi pembagian
asimilat dalam model ini merupakan fungsi dari
laju perkembangan tanaman (sp) yang
diturunkan dari data pengamatan lapang. Data
pengamatan lapang yang tersedia sangat
terbatas (enam sampel data) dan interval waktu
pengukuran yang panjang (15 hari). Hal ini
akan memberikan hasil yang kurang tepat untuk
analisis pertumbuhan tanaman. Pendekatan
pengukuran yang menggunakan interval yang
lebih sering (2-3 hari) akan menghasilkan
persamaan yang lebih baik dan telah disarankan
sebagai pemanfaatan bahan dan waktu
penelitian yang lebih baik (Grime dan Hunt,
1975).
5.1. Kesimpulan
Secara umum model telah mampu
mensimulasi
pola
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman kentang. Model
simulasi
tanaman
mensimulasi
proses
pertumbuhan tanaman sesuai dengan tujuan
model, yaitu menjelaskan mekanisme proses
yang terjadi. Namun demikian, model yang
dibangun tidak mampu menduga biomassa umbi
dengan tepat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.2. Saran
Pengamatan lapang dengan interval waktu
yang lebih sering (2-3 hari) dan ketelitian dalam
pengamatan sangat disarankan sebagai bahan
dan waktu penelitian untuk mendapatkan
persamaan proporsi pembagian hasil asimilat ke
berbagai organ tanaman.
4.9. Tampilan Model
Saat model dijalankan, maka akan muncul
Form input model (Gambar 8). Klik tombol
Input untuk memilih data iklim yang akan
disimulasi. Kemudian klik tombol Output
untuk menyimpan hasil Running model. Klik
13
DAFTAR PUSTAKA
Jim B, Alyson P, Eric, Al S, Joseph T, Christi
V. 2005. Potato (Solanum tuberosum
[Anonim]. 2001 Response of Potato (Solanum
Case History Group 1. Crop Physiology:
tuberosum) and selected Weeds to
PBIO*3310.
sulfentrazone.
Kingsley R. Stern, Shelley Janky, James E.
[Anonim]. 2000. Herbicide base weed
Bidlack.
2003. Introductory Plant
management im potato and wheat smoth
Biology. McGraw-Hill Higher Education,
piqwed biology.
United States.
[Anonim]. 2000. Light Use Efficiency (LUE) Ottoline Leyser, Stephen Day. 2003.
and extinction coefficient (Ks) for a
Mechanism in Plant Development.
canopy.
Blackwell Publishing, United States.
Allen.
1998.
Crop
EvapotransfirationGuidelines for Computing Crop Water Rudi Sulistiono. 2005. Model Simulasi
Requirement-FAO
Irrigation
and
Perkembangan
Penyakit
Tanaman
Drainage Paper 56.
Berbasis Agroklimatologi Untuk Prediksi
Penyakit Hawar Daun Kentang. Laporan
A.H.Fitter, R.K.M.Hay. 1994. Fisiologi
akhir program Pascasarjana. Departemen
Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada
Meteorologi dan Geofisika FMIPA IPB.
University Press, Yogyakarta.
Russel E. W. (1996). Soil Conditions and Plant
Budi Samadi. 1997. Usaha Tani Kentang.
Growth. Longman, London.
Kanisius, Yogyakarta.
Setiadi, Surya F.N. 1993. Kentang Varietas dan
Ernst-Detlet Schulze, Martyn M. Caldwell.
Pembudidayaan.
Penebar
Sw adaya.
1994. Ecophysiology of Photosynthesis.
Jakarta.
Springer, Germany.
Soerianegara I. 1978. Pengelolaan Sumberdaya
Franklin P. Gardner, R. Brent Pearce Roger
Alam II. Sekolah Pasca Sarjana IPB.
L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Jurusan PSL.
Budidaya.
Universitas
Indonesia,
Jakarta.
Tony Hartus. 2001. Usaha Pembibitan Kentang
Bebas Virus. Penebar Swadaya. Jakarta.
Gates D. M. (1976). Energy Exchange and
Transpiration. Ecological Journal. 19: Van delden, A. Pecios, A. J. Haverkort. 2000.
137-147.
Temperature Response of Early Foliar
Expansion of Potato and Wheat. Annals
Grime J. P, R. Hunt . 1975. Quantitative Trait
of Botany 86: 355-369
Locus Analysis of Growth – Related
Traits
in
a
New
Arabidobsis Watson, D.J. 1947. Ann. Botani. N.s. 11:41-76.
Recombinant
Inbred
Population.
Comparative Physiological Studies on the
Ecological Journal. 63: 393 - 422
Growth of Field Crops.
Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan
Aplikasi Model Simulasi Komputer
Untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan
Meteorologi, FMIPA IPB.
H. Lambers, F. Stuart Chapin III, Thijs L.
Pons.
1998.
Plant
Physiol ogical
Ecology. Springer, New York.
Inge J, Stefan F, Kris N, Bart M, Poll C.
2000. Methods for Leaf Area Index
Determination.
Part
I:
Theories,
Techniques and Instruments.
14
Lampiran 1. Kondisi Cuaca di Areal Pertanaman, Desa Goalpara, Sukabumi Sejak Tanam (15
April 2005)
0.25
0.2
ETp
0.15
0.1
0.05
0
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86
hst
Gambar a. Fluktuasi Curah Hujan Harian.
Gambar b. Fluktuasi Evapotranspirasi Harian
Gambar c. Fluktuasi Kadar Air Tanah Harian
Gambar d. Fluktuasi Evaporasi dan Transpirasi Harian
Gambar e. Fluktuasi Radiasi Surya Harian
Gambar f. Fluktuasi Suhu Harian
Gambar g. Fluktuasi Kelembaban Relatif Harian
15
16
17
Download