teori preferensi yang diungkapkan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan konsumsi memainkan peranan sentral dalam performa ekonomi
suatu Negara. Suatu kegiatan konsumsi yang relatif tinggi terhadap pendapatan
mengidentifikasikan bahwa investasi yang rendah dan pertumbuhan yang lambat
dan penghematan yang tinggi menuntun pada invesatsi tinggi dan pertumbuhan
cepat.
Interaksi antara pengeluaran dan pendapatan memainkan peran yang
sangat berbeda selama ekspansi dan kontraksi siklus bisnis. Ketika kondisikondisi ekonomi memberikan kenaikan terhadap konsumsi dan investasi yang
berkembang dengan cepat, maka hal ini akan meningkatkan total pengeluaran atau
permintaan agregat, menaikkan output dan lapangan kerja dalam jangka pendek.
Ledakan ekonomi Amerika Serikat pada akhir tahun 1990-an terutama disulut
oleh pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam pengeluaran konsumen. Dan ketika
konsumsi jatuh karena pajak yang lebih tinggi atau hilangnya kepercayaan
konsumen seperti yang terjadi di jepang pada tahun 1990-an, ini cenderung
mengurangi total pengeluaran dan menyebabkan resesi.
Oleh karena itu sesuatu hal yang sangat penting untuk mempelajari
perilaku konsumen untuk memahami baik siklus bisnis jangka-pendek maupun
pertumbuhan ekonomi jangka-panjang. Dalam jangka pendek, konsumsi
merupakan komponen utama dari keseluruhan pembelanjaan. Ketika konsumsi
berubah secara tajam, perubahan itu mungkin mempengaruhi output dan lapangan
kerja melalui dampaknya tehadap keseluruhan permintaan.
Selain itu perilaku konsumsi penting karena apa yang tidak dikonsumsi
tersedia untuk negara untuk investasi dalam barang-barang kapital baru; kapital
berfungi sebagai penggerak di belakang pertumbuhan ekonomi jangka-panjang
[Type text]
dan oleh karena itu, studi perilaku konsumsi merupakan kunci untuk memahami
sebagian faktor pertumbuhan ekonomi dan siklus bisnis.
[Type text]
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perilaku Konsumen
Konsumsi adalah pengeluaran oleh rumah tangga atas barang dan jasa.
Elemen-elemen pokok dari konsumsi di antara yang paling penting adalah
perumhan, kendaraan bermotor, makanan, dan perawatan medis. Ilmu statistik
menunjukkan bahwa ada keteraturan yang dapat diramalkan dalam cara orangorang mengalokasikan pengeluaran mereka antara makanan, pakaian dan hal-hal
pokok lainya.
Sejumlah pertanyaan muncul saat kita berbicara tentang kegiatan
konsumen untuk membeli, kita tidak tahu mengapa orang-orang membeli suatu
produk baru, keinginan apa yang mereka penuhi dan penjelasan-penjelasan yang
mungkin ada secara psikologis dan sosiologi mengenai mengapa konsumen
membeli satu produk dan bukan produk lainya. Hal inilah yang membuat kita
perlu untuk mengetahui dan mempelajari segala hal tentang perilaku konsumen
dalam kegiatan konsumsi. Teori tingkah laku konsumen menerangkan tentang
perilaku konsumen di pasaran, yaitu menerangkan sikap konsumen dalam
membeli dan memilih barang yang akan dibelinya. Teori ini dikembangkan dalam
dua bentuk: teori utility dan analisis kepuasan sama.
Perilaku konsumen timbul karena adanya kendala dalam keterbatasan
pendapatan di satu sisi dan di sisi lain adanya keinginan untuk mengkonsumsi
barang dan jasa sebanyak-banyaknya. Pada intinya yang akan dijelaskan dalam
teori perilaku konsumen adalah bagaimana fungsi permintaan konsumen itu
berbentuk dan lebih jelasnya kapan kepuasan konsumen itu tercapai. Teori
perilaku konsumen pada dasarnya menjelaskan bagaimana konsumen itu
mendayagunakan sumber daya yang ada (uang) dalam rangka memuaskan
[Type text]
kebutuhan/keinginan dari satu atau lebih produk. Penilaian kepuasan umumnya
bersifat subjektif baik bagi pemakai langsung maupun bagi penilai.
Jadi, Perilaku konsumen adalah studi dari proses keputusan mengapa konsumen
dapat membeli dan mengkonsumsi produk-produk (RW.Griffin & RJ. Ebert,
2003:366).
2.3 Pendekatan Teroi Tingkah Laku Konsumen
Terdapat dua pendekatan terkait dengan perilaku konsumen, yaitu
pendekatan niali guna (utility) kardinal dan pendekatan niali guna ordinal. Dalam
pendekatan niali guna kardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh
seorang konsumen dapat dinyatakan secara kualitatif. Nilai guna total dapat
diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi
sejulah barang tertentu. Sedangkan nilai guna marginal berarti penambahan (atau
pengurangan) kepuasan sebagai akibat dan pertambahan (atau pengurangan)
penggunaan satu unit barang tertentu.
2.3.1 Pendekatan Kardinal
Pendekatan kardinal memberikan penilaian bersifat subyektif akan
pemuasan kebutuhan dari suatu barang, artinya tinggi rendahnya suatu barang
tergantung sudut pandang subyek yang memberikan penilaian tersebut, yang
biasanya berbeda penilain dengan orang lain.
Pendekatan ini merupakan gabungan dari beberapa pendapat para ahli
ekonomi aliran subyektif dari Austria seperti: Karl Menger, Hendrik Gossen,
Yeavon, dan Leon Walras. Menurut pendekatan ini daya guna dapat diukur
dengan satuan uang atau util, dan tinggi rendahnya nilai atau daya guna
bergantung kepada subyek yang menilai.
Dalam pendekatan ini akan banyak didasari oleh suatu hukum dari tokoh
terkenal, Gossen, yaitu hokum Gossen.
 Hukum Gossen I menyatakan bahwa jika kebutuhan seseorang dipenuhi
terus-menerus maka kepuasanya akan semakin menurun.
[Type text]

Hukum Gossen II menyatakan bahwa orang akan memenuhi berbagai
kebutuhanya sampai mencapai intensitas yang sama. Intensitas yang sama
itu ditunjukkan oleh rasio antara marginal utility dengan harga dari barang
yang satu dengan rasio marginal utility dengan harga barang yang lain.
Hipotesis utama teori niali guna atau lebih dikenal sebagai hukum nilai
guna marginal yang semakin menurun, menyatakan bahwa tambahan nilai guna
yang akan diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan satu barang akan menjadi
semakin sedikit apabila orang tersebut terus-menerus menambah konsumsinya
pada barang tersebut.
Gambar 1.2 Grafik Nilai Guna Total Dan Marginal
Grafik nilai guna total
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0
2
4
6
(I) Nilai guna total
[Type text]
8
10
Grafik nilai guna marginal
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0
2
4
6
8
10
(ii) Nilai Guna Marginal
Dalam hal pemaksimuman nilai guna total, syarat pemaksimuman nilai
guna adalah jika konsumen berada dalam keadaan sebagai berikut: (Sadono
Sukirno, 2005:130)
1.
Seseorang akan memaksimumkan niali guna dari barang-barang yang
dikonsumsikannya apabila perbandingan nilai guna marginal berbagai
barang tersebut adalah sama dengan perbandingan harga-harga barang
tersebut.
2.
Seseorang akan memaksimumkan niali guna dari barang-barang yang
dikonsumsikannya apabila nialu guna marginal untuk setiap rupiah yang
dikeluarkan adalah sama untuk setiap barang yang dikonsumsikan.
Dalam pendekatan teori tingkah laku konsumen melelui pendekatan
kardinal terdapat sejumlah asumsi yang mesti berlaku. Berikut beberapa asumsi
dari pendekatan ini yang harus terpenuhi adalah: (Dr. Eeng Ahman M.S dan
Yana Rohmana S.pd, 2007: XX )
a.
Daya guna diukur dalam satuan uang/util.
b.
Konsumen bersifat rasioanal, artinya konsumen bertujuan memaksimalkan
kepuasan dengan batasan pendapatanya.
[Type text]
c.
Diminishing marginal utility, artinya tambahan utilitas yang diperoleh
konsumen makin menurun dengan bertambahnya konsumsi dari komoditas
tersebut.
d.
Pendapatan konsumen tetap.
e.
Constan marginal utility of money (daya guna marginal dari uang tetap)
f.
Total utility adalah additive (melengkapi) dan independent (sendiri atau
tidak terikat)
g.
Barang normal dan periode konsumsi berdekatan
Walaupun pendekatan ini telah berhasil menyusun formulasi fungsi
permintaan secara baik tetapi pendekatan ini masih dianggap mempunyai
beberapa kelemahan. Kelemahan dan kritik terhadap pendekatan ini antara lain:
(Tati Joerson & M.Fathorrozi, 2003:50)
1.
Sifat subyektif dari daya guna dan tidak adanya alat ukur yang tepat dan
sesuai.
2.
Constan marginal utility of money, semakin banyak memiliki uang maka
penilaian terhadap uang itu semakin rendah.
3.
Diminishing marginal utility sangat sulit diterima sebagai aksioma, sebab
penilaian dari segi psikologis yang sangat sukar.
2.3.2 Pendekatan Ordinal
Dalam pendekatan Ordinal daya guna suatu barang tidak perlu diukur,
cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat urutan tinggi rendahnya
daya guna yang diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok barang. Dasar dari
pemikiran dari pendekatan ini adalah semakin banyak barang yang dikonsumsi
semakin memberikan kepuasaan terhadap konsumen. Dalam menganalisa tingkat
kepuasan dalam pendekatan ini digunakan kurva Indifferen (indifferent Curve)
yang menunjukkan kombinasi konsumsi dua macam barang yang memberikan
tingkat kepuasan yang sama dan garis anggaran (Budget line) yang menunjukkan
berbagai kombinasi dari dua macam barang yang berbeda yang dapat dibeli oleh
konsumen dengan pendapatan yang terbatas.
[Type text]
10
Indefferent Curve
8
6
Y
4
2
U1
U2
U3
0
0
2
4
X
6
8
10
Gambar 1.3 Kurva Indeferensial (Indefferent Curve)
10
Budget
U1 Line U2
A
U3
B
8
6
Y
C
4
D
2
E
0
0
2
4
X
6
8
10
Gambar 1.4 Garis Anggaran Pengeluaran
Dengan menggunakan kedua kurva ini akan ditunjukkan bahwa konsumen
akan mencapai kepuasan yang maksimum apabila garis anggaran pengeluaran
disinggung oleh kurva kepuasan yang peling tinggi. Di mana persinggungan
antara Budget Line dan Indefferent Curve ini akan menggambarkan kombinasi
barang yang diinginkan konsumen, beararti konsumen akan mencapai kepuasan
yang maksimum, keadaan ini terkenal dengan sebutan garis keseimbangan
konsumen. Dengan demikian, pemaksimuman kepuasan yang digambarkan adalah
tingkat
kepuasan
maksimum
dari
mengkonsumsi
menggunakan sejumlah pendapatan tertentu.
[Type text]
dua
barang
dengan
20
18
M 16
a 14
k 12
a 10
n 8
a 6
n 4
2
0
Garis Keseimbangan Konsumen
0
2
4
6
8
10 12
Pakaian
14
16
18
20
Gambar 1.5 Garis Keseimbangan Konsumen
Seperti halnya pendekatan tingkah laku konsumen melalui pendekatan
kardinal, pendekatan teori tingkah laku konsumen melalui pendekatan ordinal
juga memiliki sejumlah asumsi yang mesti berlaku. Beberapa asumsi yang harus
ada pada pendekatan ordinal ini adalah: (Dr. Eeng Ahman M.S dan Yana
Rohmana S.pd, 2007: XX )
1.
Konsumen Rasional
2.
Konsumen mempunyai pola preferensi terhadap barang yang disusun
berdasarkan urutan besar kecilnya daya guna.
3.
Konsumen mempunyai sejumlah uang tertentu
4.
Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan maksimum
5.
Konsumen konsisten
6.
Berlaku hukum transitif
2.4 Efek-Efek Perubahan Harga, Pendapatan, dan Substitusi Terhadap
Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen dalam kegiatan pembelian sering dipengarugi oleh
beberapa faktor ekonomi dari segi mikro ekonomi, misalnya perubahan harga,
perubahan pendapatan dan substitusi. Oleh karena, ketika faktor-faktor tersebut
[Type text]
berubah maka relatif pola perilaku konsumen dalam proses kegiatan konsumsi
juga mengalai perubahan.
Tabel 1.1 Efek-Efek Terhadap dan dari Perubahan Pendapatan, Substitusi,
dan harga
Jenis Efek
Pendapatan Uang
Harga
Pendaptan Riel
Efek pendapatan
Berubah
Konstan
Berubah
Efek harga
Konstan
Berubah
Berubah
Efek substitusi
Berubah
Berubah
Konstan
2.4.1 Efek Perubahan Harga
Konsekuensi yang paling menarik dari suatu perubahan yang dihadapi oleh
konsumen adalah efek harga. Di sini, harga-harga barang yang kita bicarakan
relatif berubah tetapi tidak ada variasi kompensasi pendapatan. Oleh karena itu,
pendapatan nyata konsumen bisa naik atau turun. Pendapatanya dalam bentuk
uang memberikan kepuasan yang lebih besar atau lebih kecil daripada sebelumnya
karena harga-harga telah berubah.
Kita telah melihat bagaimana seorang konsumen dengan keinginankeinginan tertentu dan penghasilan yang tetap menentukan barang-barang apa
yang harus dibeli dan berapa banyak. Berdasarkan asumsi pokok tentang
rasionalitas konsumen akan berusaha mencapai posisi ekuilibrium baru sehingga
ia bisa mencapai kepuasan yang maksimal. Berbagai macam cara konsumen
menghadapi suatu perubahan situasi. Ada tiga perubahan penting yang
mempengaruhi
ekuilibrium
pada
(ADZRINXXXXXXX.19XX:96-99)
[Type text]
suatu
kurva
indiferensi,
yaitu:
a.
Ada kemungkinan keadaan konsumen menjadi lebih baik atau lebih buruk
karena
pendapatanya
berubah
tetapi
harga-harga
tetap
konstan.
Kebutuhan-kebutuhan konsumen bisa bertambah atau berkurang sesuai
dengan pendapatanya semakin besar atau kecil untuk dibelanjakan.
Akibat-akibat perubahan semacam ini dinamakan efek-efek pendapatan.
b.
Ada kemungkinan harga-harga berubah tetapi pendapatan konsumen
dalam bentuk uang juga berubah sedemikian rupa dalam waktu yang
bersamaan sehingga akibatnya ia tidak menjadi lebih baik dan juga tidak
menjadi lebih buruk. Namun sementara itu, ia akan merasa lebih baik
membeli baranag-barang yang harganya relatif murah lebih banyak lagi. Ia
akan mengganti barang-barang yang harganya relatif mahal dengan
barang-barang yang harganya relatif lebih murah. Akibat perubahan
semacam ini disebut efek-efek substitusi.
c.
Kemungkinan harga dari suatu barang bisa naik atau turun, sedangkan
pendapatan konstan, sehingga konsumen bisa menjadi lebih buruk atau
bisa menjadi lebih baik. Dalam situasi seperti ini, konsumen tidak hanya
harus mengatur kembali pembelianya berdasarkan efek substitusi.
Pendapatan riel-nya, penghasilanya dalam bentuk barang-barang yang
dibelinya, juga harus berubah.
20
Grafik efek harga
18
M
a
k
a
n
a
n
16
14
A
12
10
8
harga turun
6
b
4
harga naik
a
2
C
0
0
2
4
6
B
8
10
Pakaian
[Type text]
D
12
14
16
18
20
Gambar 1.6 Grafik Efek Perubahan Harga Terhadap Perilaku Konsumsi
2.4.2 Efek Perubahan Pendapatan
Kalau pendapatan tidak mengalami perubahan maka kenaikan harga
menyebabkan pendaptan riil menjadi semakin sedikit. Dengan perkataan lain,
kemampuan pendapatan yang diterima untuk membeli barang-barang menjadi
bertambah kecil dari sebelumnya. Maka kenaikan harga menyebabkan konsumen
mengurangi jumlah berbagai barang yang dibelinya, termasuk barang yang
mengalami kenaikan harga. Penurunan harga suatu barang menyebabkan
pendapatan riil bertambah, dan ini akan mendorong konsumen menambah jumlah
barang yang dibelinya. Akibat perubahan harga terhadap pendapatan ini, yang
disebut efek pendapatan, lebih memperkuat lagi efek penggantian di dalam
mewujudkan kurva permintaan yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah.
Ketika menjelaskan perkaitan antara teori nilai guna dan teori permintaan
telah diuraikan bahwa hukum permintaan yang menyatakan bahwa ceteris paribus
kalau harga naik permintaan berkurang atau sebaliknya kalau harga turun
permintaan bertambah, dapat diterangkan dengan menganilisis dua faktor: faktor
efek penggantian dan efek pendapatan. Dalam uraian itu pada hakikatnya bahwa
penurunan harga akan menambah permintaan karena: (Sadono Sukirno, 2005:130)
 Konsumen lebih banyak mengkonsumsi barang itu dan mengurangi
konsumsi barang lain.
 Penurunan harga menambah p-endapatan riil konsumen dan kenaikan
pendapatan riil in nakan menambah konsumsi berbagai barang (efek
pendapatan).
Survei
membuktikan arti penting pendapatan setelah pajak sebagai
penentu pengeluaran konsumsi. Konsumsi pada makanan mengalami penurunan
sebagai presentase pendapatan saat pendapatan meningkat. Baik observasi
maupun kajian statistik menunjukkan bahwa tingkat pendapatan setelah pajak saat
ini merupakan faktor sentral yang menentukan konsumsi suatu negara.
[Type text]
Keluaraga-keluarga makin harus membelanjakan pendapatan mereka
terutama pada kebutuhan hidup: makanan dan perumahan. Karena pendapatan
meningkat, pengeluaran atas banyak barang makanan naik. Orang makan lebih
banyak dan lebih baik. Akan tetapi, ada batasan terhadap uang ekstra yang akan
dibelanjakan orang pada makanan ketika pendapatan mereka naik. Akibatnya,
proposi total pengeluaran yang diberikan untuk makanan menurun saat
pendapatan meningkat.
Pengeluaran untuk pakaian, rekreasi, dan kendaraan meningkat lebih
banyak dari yang sebanding untuk pendapatan stelah pajak, sampai pendapatan
yang tinggi dicapai. Pengeluaran untuk barang-barang mewah meningkat dalam
proporsi yang lebih besar daripada pendapatan.
20
Grafik efek pendapatan
18
M
a
k
a
n
a
n
16
14
12
10
Disposible Income ↑
8
6
4
Disposible Income ↓
2
0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Pakaian
Ganbar 1.7 Grafik Efek Perubahan Pendapatan Terhadap Perilaku
Konsumsi
Penelitian yang seksama menunjukkan bahwa para konsumen biasanya
memilih tingkat konsumsi mereka dengan teliti baik untuk pendapatan saat ini
[Type text]
maupun prospek pendapatan jangka-panjang. Agar dapat memahami bagaiman
konsumsi bergantung pada kecenderungan pendapatan jangka-panjang. Para
ekonom telah mengembangkan teori pendapatan-permanen dan hipotesis siklushidup.
Pendapatan permanen merupakan tingkat kecenderungan pendapatan;
yakni, pendaptan setelah menghilangkan pengaruh-pengaruh temporer atau
sementara. Teori pendapatan-permanen mengimplikasikan bahwa para konsumen
tidak merespon secara sama kepada semua kejutan pendapatan. Jika perubahan
dalan pendapatan nampaknya permanen, orang mungkin mengkonsumsi bagian
yang besar dari peningkatan dalam pendapatan. Di sisi lain jika perubahan
pendapatan jelas bersifat sementara maka suatu bagian yang signifikan dari
pendapatan tambahan mungkin ditabung.
Hipotesis siklus-kehidupan berasumsi bahwa orang menabung pada
dasarnya untuk memuluskan atau melancarkan kegiatan konsumsi mereka selam
hidup. Satu tujuan pentingnya adalah untuk mendapat pendapatan masa pensiun
yang mencukupi. Satu implikasi dari hipotesis siklus-kehidupan adalah bahwa
suatu program seperti jaminan sosial yang memberikan tambahan pendapatan
yang dermawan untuk masa pensiun akan mengurangi tabungan dari para pekerja
setengah baya karena mereka tidak lagi perlu menabung sebanyak untuk masa
pensiun.
Ribuan investigasi anggaran dari pola pengeluaran rumah tangga
menunjukkan kesamaan yang luar biasa pada pola perilaku yang umum dan
kualitatif.
Tabel 1.2 Komponen-Komponen Utama Konsumsi Negara Amerika Serikat
Kategori Konsumsi
[Type text]
Nilai kategori,
Persen
1999
dari
(milyar $)
total
Barang tahan lama
Kendaraaan bermotor dan suku cadang
316
Mebel dan perlengkapan rumah tangga
291
Lain-lain
152
759
12.1
Barang tidak lama
Makanan
904
Pakaian dan sepatu
306
Brang-barang energi
139
Lain-lain
494
1.843
29.5
3.655
58.4
Jasa
Perumahan
903
Operasi rumah tangga
362
Transportasi
255
Perawatan medis
941
Rekreasi
246
Lain-lain
948
Total pengeluaran konsumsi pribadi
100.0
6.257
(Sumber: Samuelson & Nordhaus, “Ilmu Makro Ekonomi”. 2004: 126)
[Type text]
100000
90000
K
o
n
s
u
m
s
i
Tabungan
Perawatan kesehatan
80000
dan lainya
70000
60000
Transportasi
50000
Perumahan
40000
30000
20000
10000
0
0
20000
40000
60000
80000
100000
Pendapatan setelah pajak (dollar)
Gambar 1.6 Grafik Pola Komsumsi Warga Amerika Serikat
(Sumber: Samuelson & Nordhaus, “Ilmu Makro Ekonomi”. 2004: 126)
2.4.3 Efek Pengganti (Substitusi)
Dalam penurunan harga suau barang akan menyebabkan permintaan pada
barang tersebut semakin bertambah banyak. Penurunan harga barang tersebut
mewujudkan nilai guna marginal per rupiah yang lebih tinggi daripada nilai guna
marginal marginal per rupiah dari barang-barang lainya yang tidak berubah
harganya. Maka, karena membeli barang tersebut akan memaksimumkan nilai
guna, permintaan pada barang tersebut menjadi bertambah banyak apabila
haragnya bertambah rendah. Dengan kata lain bahwa efek penggantian akan
menyebabkan konsumsi barang yang telah menjadi lebih murah dan mengurangi
konsumsi barang lain.
(𝑀𝑈 𝑏𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝐴)
𝑃𝐴
[Type text]
>
𝑀𝑈 𝑏𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝐵
𝑃𝐵
TEORI PREFERENSI YANG DIUNGKAPKAN
 Dalam teori modern, indeks utility adalah merepresentasikan preferensi
ordinal konsumen. Para ahli membuat model maksimasi utility dengan
menggunakan peralatan matematis karena dianggap sangat cocok untuk
digunakan, yang jelas hasilnya tidak memilih angka tertinggi melainkan
memilih mana yang bundle yang sangat sesuai dengan anggaran yang
tersedia.
 Untuk mengembangkan teori modern mengenai preferensi, diasumsikan
hanya dua barang yang akan dikonsumsi, sebut saja barang X dan barang
Y. Konsumen diasumsikan meranking bundel konsumsi dan memilih
bundel yang disenangi. Masing-masing bundel terdiri dari x unit dari X
dan y unit dari Y. Gambar berikut memperlihatkan dua kemungkinan
bundel konsumsi, bundel pada titik A yang terdridari xA dan yA, dan B
yang terdiri dari xB dan yB.
 Dalil preferensi konsumen: 1 - 4, merupakan property angka nyata. Agar
dapat merepresentasikan preferensi konsumen di antara bundel konsumsi
dengan indeks angka nyata, maka harus dipenuhi dalil-dalil berikut ini:
 Preferensi adalah komplet (preferences are complete). Untuk setiap dua
bundel konsumsi A dan B, konsumen dapat membuat satu dari tiga
perbandingan berikut:

A lebih disukai dari B (dinotasikan ApB)

B lebih disukai dari A (dinotasikan BpA)

A tidak berbeda dengan B (dinotasikan A’B)
 Preferensi berarti bahwa seseorang akan mempunyai satu bundel yang
disukai, dan indifference berarti seseorang tidak membedakan masingmasing bundel. Dalil ini menyatakan bahwa konsumen dapat membuat
[Type text]
perbandingan berkitu untuk setiap kemungkinan pasangan kombinasi dari
bundel tersebut
 Preferensi adalah refleksif (preferences are reflexive). Jika konsumen
diwakilkan dengan dua bundel yang identik, sehingga A=B dalam segala
hal. A adalah indifference dari B. Arinya bahwa jika A dan B adalah sama,
maka konsemen mempunyai ranking terhadap bundel tersebut adalah sama
 Preferensi adalah transitif (preferensces are transitive). Jika seorang
konsumen menyukai A dari B, dan B lebih disukai dari C, maka konsumen
harus menyukai A dari pada C. ApB dan BpC  ApC. Demikian juga jika
konsumen indifference antara A dan B, dan antara B dan C, maka dia juga
indifference antara A dan C. A’B, dan B’C, maka A’C.
 Preferensi adalah berkesinambungan (preferensces are continuous).
Jika bundel A lebih disukai dari bundel B dan bundel C, maka walaupun C
lebih kecil sedikit dari B, selagi lebih kecil dari A, maka tetap saja kita
katakana A lebih disukai dari C
 Dari dalil-dalil diatas dapatlah digambarkan kurva indifference sebagai
berikut;
Preferensi memperlihatkan “lebih banyak lebih
disukai“ (preferensces exhibit nonsiation).
 Dari bundel konsumsi A dan B, bahwa seharusnya A1=B1=C1,
A2=B2=C2, Namun C1>A1>B1 yang seharusnya sama. Demikian juga
yang lainnya, sehingga secara logika tidak mungkin itu terjadi kalau dalil
konsistensi di anut. Disini terlihat bahwa preferensi seseorang terhadap
suatu barang tidak konsisten, dan kurva indifferennya sering berpotongan.

Untuk dapat dijadikan teori, maka diperlukan konsistensi
diperlukan dalil berikut:
 Kurva indifference memperlihatkan penurunan tingkat substitusi
marginal (Indifference curve exhibit diminishing marginal rate of
[Type text]
substituion). Dalil akan memperlihatkan konsistensi bahwa kurva indiferen
hanya akan rasional hanya sampai batas garis rigid (ridge line) dimana
kurva indiferen cekung ke titik asal.
 Teori Nilai Guna Syariah
Dalam perspektif syariah, semua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh
manusia baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat haruslah di dasarkan
pada kemaslahatan umat manusia. Tujuan hidup bukanlah untuk mengkonsumsi,
akan tetapi mengkonsumsi adalah konsekuensi dari hidup oleh karenanya tidak
diperkenankan adanya aniaya baik terhadap diri sendiri, masyarakat dan umat
manusia. Tolong-menolong adalah inti dari kebersamaan baik dalam kegiatan
sosial maupun ekonomi. Dalam Al-Quran Allah SWT telah memaklumatkan :
“bertolong-tolonglah kamu dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan
bertolong-tolong untuk berbuat dosa dan bermusuhan”.
Mengkonsumsi baik karena kebutuhan atau karena keinginan haruslah
didasarkan pada kemampuan baik jiwa, raga ataupun keuangan. Kemampuan
jiwa mensyaratkan setiap manusia sebagai makhluk ekonomi dan mengkonsumsi
melakukannya secara sadar dan tidak dalam kondisi yang sedang tertekan, karena
gengsi, ikut-ikutan, karena lagi mode, untuk pamer dan berfoya-foya. Konsumsi
harus didasarkan pada prioritas pemenuhan kebutuhan terlebih dahulu baru
kemudian memenuhi suatu keinginan. Kemampuan raga mensyaratkan bahwa
setiap melakukan konsumsi manusia tidak terlalu berlebihan dan diusahakan
jangan sampai kekurangan, karena Allah SWT tidak menyukai orang yang
melampaui batas. Dalam hal pemenuhan kebutuhan tubuh (makanan) manusia
diajarkan untuk “makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang” artinya
sebelum kurang lengkapi dan bila cukup berhenti. Kemampuan keuangan
mensyaratkan bahwa manusia harus lebih sadar dan “tahu diri” dalam
mengkonsumsi sehubungan dengan kondisi keuangannya. Untuk yang berlebihan
uang, manusia diajarkan untuk bersikap sederhana dan tidak mengumbar harta
dalam hal yang mubazir dan bersifat duniawi, sangat dianjurkan dan diisyaratkan
manusia mengimbangi konsumsi duniawinya dengan konsumsi “akhiratnya”,
[Type text]
misalnya sedekah, infak, wakaf, zakat dan konsumsi bijak lainnya yang
dianjurkan syariah. Bagi manusia yang kekurangan uang dianjurkan untuk tidak
memaksakan diri dan seharusnya tahu diri dalam melakukan konsumsi. Orang
miskin dan kekurangan tidak dibenarkan iri hati terhadap gaya konsumsi orang
lain sehingga ia akan melakukan dan menghalalkan cara apa saja untuk mengatasi
rasa irinya itu, padahal iri hati menurut kaidah syariah hanya dibenarkan untuk
dua hal saja yaitu : “Iri terhadap orang yang berilmu yang mengamalkan dan
mengajarkan ilmunya serta iri kepada orang kaya yang membelanjakan hartanya
untuk tujuan mendapat ridha Allah SWT. Dalam pemenuhan kepuasan, manusia
sangat dianjurkan untuk “melihat yang lebih kurang darinya”. Jadi, secara umum
nilai guna syariah mengajarkan pada manusia untuk memuaskan dirinya sesuai
dengan kemampuan yang secara lahir dan batin tidak melanggar kaidah dan
tuntunan syariah.
Pada Teori Nilai Guna Ordinal (TNGO) sedikit disinggung tentang
kekurangan adaptasi dari teori nilai guna konvensional, misalnya syarat rasional
dan konveks yang menjadikan manusia harus sebagai mesin konsumsi yang
dengan daya upayanya harus berusaha memperdayakan sumber dayanya untuk
meningkatkan kepuasan lahirnya (kebendaan) dengan ukuran uang, padahal tujuan
hidup dan tujuan manusia diciptakan tidak lain dan tidak bukan adalah untuk
mengabdi dan menyembah kepada Allah SWT, sehingga konsekuensinya harus
tunduk dan taat pada aturan main yang sudah ditetapkan.
Dalam bahasa ilmu ekonomi, konsumsi manusia dibatasi pada “konsumsi
cukup atau konsumsi moderat”. Jadi pilihan konsumsi untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginan dibatasi dengan dua kendala yaitu :
1. Kepuasan mengkonsumsi yang lebih dari atau minimal sama dengan
2. Kepuasan mengkonsumsi yang kurang dari atau maksimal sama
dengan
Sedangakan dalam ilmu konvensional kepuasan konsumsi haruslah
bersifat sama dengan, sehingga bila misalkan kepuasan yang diharapkan sama
dengan 100, maka jumlah konsumsi yang dikombinasikan bisa 1 dan 100, 2 dan
[Type text]
50, 4 dan 25, 12,5 dan 8, atau sebaliknya. Bila dijumlahkan bisa 50+50, 40+60,
90+10 dan seterusnya yang kombinasi dan penjumlahannya tak berhingga itu.
Syariah tidak melarang manusia melakukan konsumsi dengan jumlah
yang banyak, asalkan konsumsi itu berimbang yaitu untuk konsumsi dunia dan
akhirat. Syariah juga membolehkan manusia mengkonsumsi barang atau jasa apa
saja asalkan bersifat halal dan dalam konteks halal dan dihalalkan. Dengan
demikian manusia tidak dilarang untuk melakukan pilihan dalam pemenuhan
kepuasan asalkan realistis. Misalnya saja seseorang ingin mengkonsumsi barang
X dengan harga 5/unit dan Y dengan harga 10/unit, uang yang dimiliki maksimum
hanya 200, kepuasan konsumen tercapai bila kedua barang dikombinasikan.
Bedasarkan info ini model/fungsi matematisnya dalah sebagai berikut :
200 ≤ 5X + 10 Y
U=X*Y
dalam kondisi seperti ini maka pendekatan Kuhn – Tucker atau metode Lagrange
yang dimodifikasi dapat digunakan untuk menentukan solusinya. Fungsi
Lagrangenya adalah sebagai berikut :
200 ≤ 5X + 10Y → g(x,y) → 200 = 5X + 10Y
U = X * Y → f(x,y)
F(x,y,λ) = f(x,y) – λg(x,y)
F(x,y,λ) = X * Y – λ(5X + 10Y – 200)
Fx = Y - 5λ = 0 → λx = Y/5
Fy = X - 10λ = 0 → λy = X/10
5X = 10Y → X = 2Y
200 = 5(2Y) + 10Y ↔ 200 = 20Y
Y = 10 → X = 2Y → X = 2(10) = 20
λx = Y/5 = 10/5 = 2 = λy = 20/10
λ>0
[Type text]
→ λx = λy
U = X * Y → U = 20*10 = 200
Oleh karena nilai lamda (l) lebih besar dari nol, maka pertidaksamaan di
atas dapat dikondisikan sebagai persamaan, artinya kendala anggaran bersifat
mengikat.
Perhatikanlah hasil yang diperoleh diatas, X sebanyak 20 unit dan Y
sebanyak 10 unit, jumlah ini akan memeberikan kepuasan pada konsumen sebesar
200 util. Perhatikanlah, misalnya konsumen melakukan pilihan dengan tujuan
berhemat, misalkan ia hanya mengonsumsi X sebanyak 5 unit dan Y sebanyak 10
unit saja, maka ia akan berhemat sebanyak 75, karena 5(5) + 10(10) = 125, jumlah
ini masih memenuhi syarat meskipun nilai kepuasannya menjadi hanya sebesar
5*10 = 50 util. Konsekuensi dari berhemat sebanyak 75 menurunkan kepuasan
sebesar 150 util. Tidak masalah karena kondisi ini masih realistis. Misalkan
konsumen ini ingin kepuasannya tetap 200 dan ingin mengubah jumlah konsumsi
X sebanyak 25 dan Y sebanyak 8(25*8 = 200), maka dananya tidak cukup, sebab
konsumsi X dan Y sebanyak itu membutuhkan uang sebanyak 5(25) + 10(8) =
125 + 80 = 205. Bila ini akan dipertahankan, maka konsumen ini sudah tidak
realistis lagi dan bila dipaksakan maka konsumen ini bersifat aniaya, karena
melampaui batas. Bila misalkan konsumen ini ingin menginfakkan semua
uangnya dengan tidak melakukan konsumsi (jumlah X dan Y sama-sama 0),
meskipun tetap memenuhi syarat, hal ini juga tidak dibenarkan karena ia juga
telah melakukan aniaya. Lalu sampai berapa banyak batas terendah yang layak
dikonsumsi?(kalau terbanyak jelas X = 20 dan Y = 10). Batas terendah semisal ini
dapat ditentukan dengan cara mencari jumlah konsumsi X dan Y yang dibiayai
dengan uang yang telah di zakatkan sebesar 2,5%. Jadi misalkan uangnya sebesar
200, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 0,025 * 200 = 5, sehingga nilai
konsumsi duniawinya hanya sebesar 195. Misalkan jumlah Y tetap 10, maka X
haruslah sebanyak :
195 = 5X + 10(10)
[Type text]
5X = 195 – 100
5X = 95
X = 95/5 = 19
U = 19 * 10 = 190
200 ≤ 190 → terpenuhi
Jadi jumlah X dalam kondisi realistis adalah sebanyak 19 unit dan Y
sebanyak 10 unit.
Hasil ini bila dibandingkan dengan pilihan konsumen untuk X = 5 dan Y
= 10 jelas lebih besar, akan tetapi setidaknya telah memenuhi kaidah Syari’ah
karena konsumsi menggunakan uang yang telah dibersihkan atas dan untuk “hak
orang lain”.
Misalkan konsumen tetap ingin tingkat kepuasannya sebesar 200 util
dengan mengonsumsi X sebanyak 5 dan Y sebanyak 10, apakah bisa? Tentu saja
bisa. Sejatinya orang yang beriman dan tawakal serta pandai bersyukur dan
menikmati karunia Allah SWT, dapatlah ia mengandaikan “seolah-olah”
kepuasannya sebesar 200, caranya rubah preferensi kepuasannya secara bebas,
misalkan, menjadi U = 4XY (4*5*10 = 200).
Pilihan konsumen untuk mengonsumsi X sebanyak 20 dan Y sebanyak
10, atau X sebanyak 19 dan Y sebanyak 10 telah memenuhi 3 kemampuan dasar,
yaitu dalam kondisi sadar, tidak berlebihan dan tahu diri.
Berikut
contoh
tujuan
sebagaimana dicontohkan di atas :
f(x,y) ≥ 150X + 400Y
kendala :
1000 = 2X + 4Y
[Type text]
konsumsi
berdasarkan
konsep
Syari’ah
Berdasarkan penjelasan matematis di atas dapat dibuat ilustrasi grafisnya
sebagai berikut :
Y
20
10
a
U = X*Y = 20*10 =200
b
c
20
f(x,y) ≤ 5X + 10Y
40
X
Berdasarkan ilustrasi di atas dapat dijelaskan daerah a, b dan c adalah
daerah kombinasi konsumsi X dan Y yang sesuai dengan kondisi keuangan
konsumen. Daerah b merupakan daerah batas optimal yang paling layak (tidak
aniaya bila diasumsikan Y tetap sebanyak 10 unit dan X tetap sebanyak 20)
sehubungan dengan dana yang dimiliki. Sedangkan daerah a dan c merupakan
daerah konsumsi yang tidak optimal akan tetapi tetap layak sepanjang konsumen
tidak melakukan aniaya terhadap dirinya sendiri, misalkan X = 0 dan Y = 0.
Pendekatan lain yang bisa digunakan adalah menggunakan teknik solusi
sudut (comer solution), dimana kepuasan optimal didapat bukan dari adanya
kombinasi, melainkan salah satu dari produk/barang yang dikonsumsi. Kurva
indifferentnya berslope positif cembung maupun cekung. Ilustrasinya adalah
sebagai berikut :
Y
[Type text]
Y
optimal
optimal
X
X
optimal
optimal
Gambar A
Gambar B
Kepuasan optimal hanya terjadi pada salah satu barang yang ditunjukkan oleh
adanya persinggungan antara kurva indifferent dengan garis anggaran. Bila
dimisalkan pada gambar A, X adalah barang yang dikelompokkan sebagai barang
haram dan Y adalah barang halal, maka secara syariah barang haram harus dengan
sedaya upaya dihindari untuk mengonsumsinya, sehingga semakin kurva
indifferent bergerak ke kiri atas semakin tinggi kepuasan konsumen tersebut
sampai pada titik dimana kepuasan mengkonsumsi barang halal mencapai titik
optimal yaitu pada saat jumlah konsumsi barang X (barang haram) sama dengan
nol. Pada gambar B, barang X adalah barang halal, sehingga kurva indifferent
berbentuk cembung ke kiri atas. Kurva indifferent semakin bergerak ke arah
kanan bawah, maka kepuasan konsumsi semakin tinggi.
[Type text]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegiatan konsumsi oleh seorang konsumen memainkan peranan sentral
dalam performa ekonomi suatu Negara. Suatu kegiatan konsumsi yang relatif
tinggi terhadap pendapatan mengidentifikasikan bahwa investasi yang rendah dan
pertumbuhan yang lambat dan penghematan yang tinggi menuntun pada invesatsi
tinggi dan pertumbuhan cepat. Oleh karena itu sesuatu hal yang sangat penting
untuk mempelajari perilaku konsumen guna memahami baik siklus bisnis jangkapendek maupun pertumbuhan ekonomi jangka-panjang. Dalam jangka pendek,
kegiatan konsumsi merupakan komponen utama dari keseluruhan pembelanjaan.
Terdapat sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pola
konsumsi pada seorang konsumen untuk mencapai kepuasan maksimum, mulai
dari perubahan pendapatan, harga barang dan substitusi serta faktor lainya dan
ketika konsumsi berubah secara tajam, perubahan itu mungkin mempengaruhi
output dan lapangan kerja melalui dampaknya tehadap keseluruhan permintaan.
3.2 Saran
Berdasarkan isi dari konsep tentang “Teori Perilaku Konsumen” maka
studi teori perilaku konsumen adalah suatu hal yang sangat penting baik bagi para
pengusaha, ekonom, mahasiswa, dosen, guru ataupun pemerintah serta khalayak
umum karena dengan kita mempelajari dan memahami konsep teori dan perilaku
konsumen dalam membelanjakan sejumlah pendapatan yang dimilikinya, maka
kita akan mengetahui sejumlah pemahaman daripada siklus bisnis jangka-pendek
maupun pertumbuhan ekonomi jangka-panjang.
[Type text]
DAFTAR PUSTAKA
Ahman, Eeng dan Rohmana, Yana. (2007). “Pengantar Teori Ekonmi Mikro”.
LAB EKOP dan KOPERASI UPI
Griffin, Ricky W. dan Ebert Ronald J. (2003). “Bisnis”. Jakarta: Prenhallindo.
Samuelson dan Nordhaus. (2004). “Ilmu Makro Ekonmi. Jakarta: PT. Media
Global Edukasi.
Stoner, Alfred dan Douglas C., Hague
“Teori Ekonomi”. Jakarta: PT. Galia
Indonesia
Sukirno, Sadono. (2005). “Teori Pengantar Mikro Ekonomi”. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.
[Type text]
CONSUMER
BEHAVIOR
Consumer Psychology & Marketing Podcast
Consumer Psychologist
[Type text]
Lars Perner, Ph.D.
CONSUMER BEHAVIOR:
THE PSYCHOLOGY OF MARKETING
The study of consumers helps firms and organizations improve their marketing
strategies by understanding issues such as how

The psychology of how consumers think, feel, reason, and select between
different alternatives (e.g., brands, products);

The psychology of how the consumer is influenced by his or her
environment (e.g., culture, family, signs, media);

The behavior of consumers while shopping or making other marketing
decisions;

Limitations in consumer knowledge or information processing abilities
influence decisions and marketing outcome;

How consumer motivation and decision strategies differ between products
that differ in their level of importance or interest that they entail for the
consumer; and

How marketers can adapt and improve their marketing campaigns and
marketing strategies to more effectively reach the consumer.
[Type text]
One "official" definition of consumer behavior is "The study of individuals,
groups, or organizations and the processes they use to select, secure, use, and
dispose of products, services, experiences, or ideas to satisfy needs and the
impacts that these processes have on the consumer and society." Although it is not
necessary to memorize this definition, it brings up some useful points:

Behavior occurs either for the individual, or in the context of a group (e.g.,
friends influence what kinds of clothes a person wears) or an organization
(people on the job make decisions as to which products the firm should
use).

Consumer behavior involves the use and disposal of products as well as
the study of how they are purchased. Product use is often of great interest
to the marketer, because this may influence how a product is best
positioned or how we can encourage increased consumption. Since many
environmental problems result from product disposal (e.g., motor oil being
sent into sewage systems to save the recycling fee, or garbage piling up at
landfills) this is also an area of interest.

Consumer behavior involves services and ideas as well as tangible
products.

The impact of consumer behavior on society is also of relevance. For
example, aggressive marketing of high fat foods, or aggressive marketing
of easy credit, may have serious repercussions for the national health and
economy.
There are four main applications of consumer behavior:

The most obvious is for marketing strategy—i.e., for making better
marketing campaigns. For example, by understanding that consumers are
more receptive to food advertising when they are hungry, we learn to
schedule snack advertisements late in the afternoon. By understanding that
new products are usually initially adopted by a few consumers and only
[Type text]
spread later, and then only gradually, to the rest of the population, we learn
that (1) companies that introduce new products must be well financed so
that they can stay afloat until their products become a commercial success
and (2) it is important to please initial customers, since they will in turn
influence many subsequent customers’ brand choices.

A second application is public policy. In the 1980s, Acutance, a near
miracle cure for acne, was introduced. Unfortunately, Acutance resulted in
severe birth defects if taken by pregnant women. Although physicians
were instructed to warn their female patients of this, a number still became
pregnant while taking the drug. To get consumers’ attention, the Federal
Drug Administration (FDA) took the step of requiring that very graphic
pictures of deformed babies be shown on the medicine containers.

Social marketing involves getting ideas across to consumers rather than
selling something. Marty Fishbein, a marketing professor, went on
sabbatical to work for the Centers for Disease Control trying to reduce the
incidence of transmission of diseases through illegal drug use. The best
solution, obviously, would be if we could get illegal drug users to stop.
This, however, was deemed to be infeasible. It was also determined that
the practice of sharing needles was too ingrained in the drug culture to be
stopped. As a result, using knowledge of consumer attitudes, Dr. Fishbein
created a campaign that encouraged the cleaning of needles in bleach
before sharing them, a goal that was believed to be more realistic.

As a final benefit, studying consumer behavior should make us better
consumers. Common sense suggests, for example, that if you buy a 64
liquid ounce bottle of laundry detergent, you should pay less per ounce
than if you bought two 32 ounce bottles. In practice, however, you often
pay a size premium by buying the larger quantity. In other words, in this
case, knowing this fact will sensitize you to the need to check the unit cost
labels to determine if you are really getting a bargain.
[Type text]
There are several units in the market that can be analyzed. Our main thrust in this
course is the consumer. However, we will also need to analyze our own firm’s
strengths and weaknesses and those of competing firms. Suppose, for example,
that we make a product aimed at older consumers, a growing segment. A
competing firm that targets babies, a shrinking market, is likely to consider
repositioning toward our market. To assess a competing firm’s potential threat, we
need to examine its assets (e.g., technology, patents, market knowledge,
awareness of its brands) against pressures it faces from the market. Finally, we
need to assess conditions (the marketing environment). For example, although we
may have developed a product that offers great appeal for consumers, a recession
may cut demand dramatically.
PERILAKU KONSUMEN INDUSTRI TELEKOMUNIKASI
Mengganti nomor dan hand phone (HP) sudah menjadi hal biasa. Alasanya bisa
bermacam-macam. Untuk HP, pergantian dilakukan karena alasan hilang atau
sekedar ingin mengganti model baru agar bisa dikatakan canggih. Sedangkan
penggantian nomor bisa karena ingin sekedar menelpon lebih hemat. Mengingat
di beberapa outlet penjualan harga nomor perdananya lebih murah dibandingkan
harga isi ulang untuk nilai pulsa yang sama.
Perilaku konsumen di industri telekomunikasi ini memang menarik untuk
dipahami. Karena industri ini memiliki nilai pasar yang sangat besar. Pemain yang
terlibat di industri ini pun terbilang banyak. Mulai dari operator telekomunikasi,
perusahaan penyedia HP, sampai dengan konsumen dalam industri ini sangat
penting. Misalnya dengan mengetahui alasan sebenarnya konsumen mengganti
HP. atau berapa rata-rata konsumen mengalokasikan dananya untuk pembelian
pulsa. Dan juga, banyak hal lainya yang diperhatikan untuk membuat strategi
yang lebih ampuh agar dapat memenangi pertarungan yang semakin ketat.
[Type text]
Dalam Indonesian Consumer Profile (ICP) 2008 dengan responden SES A dan B,
terlihat bahwa 23% (tertinggi) responden mengganti HP sebanyak dua kali sejak
pertama kali memiliki. Yang menarik, sebanyak 14,4% responden mengganti HPnya sebanyak lebih dari lima kali. Sebuah fenomena yang menarik.
Lalu apa alasannya? Responden (46,7% tertinggi) mengakui bila pergantian HP
dilakukan dengan alasan ingin mengganti model baru. Yang menarik, mayoritas
reponden (92%) ingin mengganti HP model baru dengan melakukan pembelian
HP bekas, bukan HP baru. Untuk isi ulang, sebesar 97,6% reponden melakukan
pengisian outlet. Hal ini sangat wajar, karena kemudahan akses. Dimana lokasi
outlet sangat mudah ditemui di mana-mana.
Tentunya, akan banyak sekali perilaku konsumen di industri ini yang sangat
menarik untuk diketahui. Lebih detail, kita dapat menemukannya dalam ICP 2008
yang memang memuat perilaku konsumen dalam industri ini. Dengan begitu,
maka kita akan memiliki modal besar untuk menjadi pemenang di indutri
telekomunikasi yang memiliki nilai pasar yang sangat menggiurkan.
[Type text]
Download