BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan konsumsi memainkan peranan sentral dalam performa ekonomi suatu Negara. Suatu kegiatan konsumsi yang relatif tinggi terhadap pendapatan mengidentifikasikan bahwa investasi yang rendah dan pertumbuhan yang lambat dan penghematan yang tinggi menuntun pada invesatsi tinggi dan pertumbuhan cepat. Interaksi antara pengeluaran dan pendapatan memainkan peran yang sangat berbeda selama ekspansi dan kontraksi siklus bisnis. Ketika kondisikondisi ekonomi memberikan kenaikan terhadap konsumsi dan investasi yang berkembang dengan cepat, maka hal ini akan meningkatkan total pengeluaran atau permintaan agregat, menaikkan output dan lapangan kerja dalam jangka pendek. Ledakan ekonomi Amerika Serikat pada akhir tahun 1990-an terutama disulut oleh pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam pengeluaran konsumen. Dan ketika konsumsi jatuh karena pajak yang lebih tinggi atau hilangnya kepercayaan konsumen seperti yang terjadi di jepang pada tahun 1990-an, ini cenderung mengurangi total pengeluaran dan menyebabkan resesi. Oleh karena itu sesuatu hal yang sangat penting untuk mempelajari perilaku konsumen untuk memahami baik siklus bisnis jangka-pendek maupun pertumbuhan ekonomi jangka-panjang. Dalam jangka pendek, konsumsi merupakan komponen utama dari keseluruhan pembelanjaan. Ketika konsumsi berubah secara tajam, perubahan itu mungkin mempengaruhi output dan lapangan kerja melalui dampaknya tehadap keseluruhan permintaan. Selain itu perilaku konsumsi penting karena apa yang tidak dikonsumsi tersedia untuk negara untuk investasi dalam barang-barang kapital baru; kapital berfungi sebagai penggerak di belakang pertumbuhan ekonomi jangka-panjang [Type text] dan oleh karena itu, studi perilaku konsumsi merupakan kunci untuk memahami sebagian faktor pertumbuhan ekonomi dan siklus bisnis. [Type text] BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Perilaku Konsumen Konsumsi adalah pengeluaran oleh rumah tangga atas barang dan jasa. Elemen-elemen pokok dari konsumsi di antara yang paling penting adalah perumhan, kendaraan bermotor, makanan, dan perawatan medis. Ilmu statistik menunjukkan bahwa ada keteraturan yang dapat diramalkan dalam cara orangorang mengalokasikan pengeluaran mereka antara makanan, pakaian dan hal-hal pokok lainya. Sejumlah pertanyaan muncul saat kita berbicara tentang kegiatan konsumen untuk membeli, kita tidak tahu mengapa orang-orang membeli suatu produk baru, keinginan apa yang mereka penuhi dan penjelasan-penjelasan yang mungkin ada secara psikologis dan sosiologi mengenai mengapa konsumen membeli satu produk dan bukan produk lainya. Hal inilah yang membuat kita perlu untuk mengetahui dan mempelajari segala hal tentang perilaku konsumen dalam kegiatan konsumsi. Teori tingkah laku konsumen menerangkan tentang perilaku konsumen di pasaran, yaitu menerangkan sikap konsumen dalam membeli dan memilih barang yang akan dibelinya. Teori ini dikembangkan dalam dua bentuk: teori utility dan analisis kepuasan sama. Perilaku konsumen timbul karena adanya kendala dalam keterbatasan pendapatan di satu sisi dan di sisi lain adanya keinginan untuk mengkonsumsi barang dan jasa sebanyak-banyaknya. Pada intinya yang akan dijelaskan dalam teori perilaku konsumen adalah bagaimana fungsi permintaan konsumen itu berbentuk dan lebih jelasnya kapan kepuasan konsumen itu tercapai. Teori perilaku konsumen pada dasarnya menjelaskan bagaimana konsumen itu mendayagunakan sumber daya yang ada (uang) dalam rangka memuaskan [Type text] kebutuhan/keinginan dari satu atau lebih produk. Penilaian kepuasan umumnya bersifat subjektif baik bagi pemakai langsung maupun bagi penilai. Jadi, Perilaku konsumen adalah studi dari proses keputusan mengapa konsumen dapat membeli dan mengkonsumsi produk-produk (RW.Griffin & RJ. Ebert, 2003:366). 2.3 Pendekatan Teroi Tingkah Laku Konsumen Terdapat dua pendekatan terkait dengan perilaku konsumen, yaitu pendekatan niali guna (utility) kardinal dan pendekatan niali guna ordinal. Dalam pendekatan niali guna kardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kualitatif. Nilai guna total dapat diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi sejulah barang tertentu. Sedangkan nilai guna marginal berarti penambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai akibat dan pertambahan (atau pengurangan) penggunaan satu unit barang tertentu. 2.3.1 Pendekatan Kardinal Pendekatan kardinal memberikan penilaian bersifat subyektif akan pemuasan kebutuhan dari suatu barang, artinya tinggi rendahnya suatu barang tergantung sudut pandang subyek yang memberikan penilaian tersebut, yang biasanya berbeda penilain dengan orang lain. Pendekatan ini merupakan gabungan dari beberapa pendapat para ahli ekonomi aliran subyektif dari Austria seperti: Karl Menger, Hendrik Gossen, Yeavon, dan Leon Walras. Menurut pendekatan ini daya guna dapat diukur dengan satuan uang atau util, dan tinggi rendahnya nilai atau daya guna bergantung kepada subyek yang menilai. Dalam pendekatan ini akan banyak didasari oleh suatu hukum dari tokoh terkenal, Gossen, yaitu hokum Gossen. Hukum Gossen I menyatakan bahwa jika kebutuhan seseorang dipenuhi terus-menerus maka kepuasanya akan semakin menurun. [Type text] Hukum Gossen II menyatakan bahwa orang akan memenuhi berbagai kebutuhanya sampai mencapai intensitas yang sama. Intensitas yang sama itu ditunjukkan oleh rasio antara marginal utility dengan harga dari barang yang satu dengan rasio marginal utility dengan harga barang yang lain. Hipotesis utama teori niali guna atau lebih dikenal sebagai hukum nilai guna marginal yang semakin menurun, menyatakan bahwa tambahan nilai guna yang akan diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan satu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus-menerus menambah konsumsinya pada barang tersebut. Gambar 1.2 Grafik Nilai Guna Total Dan Marginal Grafik nilai guna total 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 2 4 6 (I) Nilai guna total [Type text] 8 10 Grafik nilai guna marginal 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 2 4 6 8 10 (ii) Nilai Guna Marginal Dalam hal pemaksimuman nilai guna total, syarat pemaksimuman nilai guna adalah jika konsumen berada dalam keadaan sebagai berikut: (Sadono Sukirno, 2005:130) 1. Seseorang akan memaksimumkan niali guna dari barang-barang yang dikonsumsikannya apabila perbandingan nilai guna marginal berbagai barang tersebut adalah sama dengan perbandingan harga-harga barang tersebut. 2. Seseorang akan memaksimumkan niali guna dari barang-barang yang dikonsumsikannya apabila nialu guna marginal untuk setiap rupiah yang dikeluarkan adalah sama untuk setiap barang yang dikonsumsikan. Dalam pendekatan teori tingkah laku konsumen melelui pendekatan kardinal terdapat sejumlah asumsi yang mesti berlaku. Berikut beberapa asumsi dari pendekatan ini yang harus terpenuhi adalah: (Dr. Eeng Ahman M.S dan Yana Rohmana S.pd, 2007: XX ) a. Daya guna diukur dalam satuan uang/util. b. Konsumen bersifat rasioanal, artinya konsumen bertujuan memaksimalkan kepuasan dengan batasan pendapatanya. [Type text] c. Diminishing marginal utility, artinya tambahan utilitas yang diperoleh konsumen makin menurun dengan bertambahnya konsumsi dari komoditas tersebut. d. Pendapatan konsumen tetap. e. Constan marginal utility of money (daya guna marginal dari uang tetap) f. Total utility adalah additive (melengkapi) dan independent (sendiri atau tidak terikat) g. Barang normal dan periode konsumsi berdekatan Walaupun pendekatan ini telah berhasil menyusun formulasi fungsi permintaan secara baik tetapi pendekatan ini masih dianggap mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan dan kritik terhadap pendekatan ini antara lain: (Tati Joerson & M.Fathorrozi, 2003:50) 1. Sifat subyektif dari daya guna dan tidak adanya alat ukur yang tepat dan sesuai. 2. Constan marginal utility of money, semakin banyak memiliki uang maka penilaian terhadap uang itu semakin rendah. 3. Diminishing marginal utility sangat sulit diterima sebagai aksioma, sebab penilaian dari segi psikologis yang sangat sukar. 2.3.2 Pendekatan Ordinal Dalam pendekatan Ordinal daya guna suatu barang tidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat urutan tinggi rendahnya daya guna yang diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok barang. Dasar dari pemikiran dari pendekatan ini adalah semakin banyak barang yang dikonsumsi semakin memberikan kepuasaan terhadap konsumen. Dalam menganalisa tingkat kepuasan dalam pendekatan ini digunakan kurva Indifferen (indifferent Curve) yang menunjukkan kombinasi konsumsi dua macam barang yang memberikan tingkat kepuasan yang sama dan garis anggaran (Budget line) yang menunjukkan berbagai kombinasi dari dua macam barang yang berbeda yang dapat dibeli oleh konsumen dengan pendapatan yang terbatas. [Type text] 10 Indefferent Curve 8 6 Y 4 2 U1 U2 U3 0 0 2 4 X 6 8 10 Gambar 1.3 Kurva Indeferensial (Indefferent Curve) 10 Budget U1 Line U2 A U3 B 8 6 Y C 4 D 2 E 0 0 2 4 X 6 8 10 Gambar 1.4 Garis Anggaran Pengeluaran Dengan menggunakan kedua kurva ini akan ditunjukkan bahwa konsumen akan mencapai kepuasan yang maksimum apabila garis anggaran pengeluaran disinggung oleh kurva kepuasan yang peling tinggi. Di mana persinggungan antara Budget Line dan Indefferent Curve ini akan menggambarkan kombinasi barang yang diinginkan konsumen, beararti konsumen akan mencapai kepuasan yang maksimum, keadaan ini terkenal dengan sebutan garis keseimbangan konsumen. Dengan demikian, pemaksimuman kepuasan yang digambarkan adalah tingkat kepuasan maksimum dari mengkonsumsi menggunakan sejumlah pendapatan tertentu. [Type text] dua barang dengan 20 18 M 16 a 14 k 12 a 10 n 8 a 6 n 4 2 0 Garis Keseimbangan Konsumen 0 2 4 6 8 10 12 Pakaian 14 16 18 20 Gambar 1.5 Garis Keseimbangan Konsumen Seperti halnya pendekatan tingkah laku konsumen melalui pendekatan kardinal, pendekatan teori tingkah laku konsumen melalui pendekatan ordinal juga memiliki sejumlah asumsi yang mesti berlaku. Beberapa asumsi yang harus ada pada pendekatan ordinal ini adalah: (Dr. Eeng Ahman M.S dan Yana Rohmana S.pd, 2007: XX ) 1. Konsumen Rasional 2. Konsumen mempunyai pola preferensi terhadap barang yang disusun berdasarkan urutan besar kecilnya daya guna. 3. Konsumen mempunyai sejumlah uang tertentu 4. Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan maksimum 5. Konsumen konsisten 6. Berlaku hukum transitif 2.4 Efek-Efek Perubahan Harga, Pendapatan, dan Substitusi Terhadap Perilaku Konsumen Perilaku konsumen dalam kegiatan pembelian sering dipengarugi oleh beberapa faktor ekonomi dari segi mikro ekonomi, misalnya perubahan harga, perubahan pendapatan dan substitusi. Oleh karena, ketika faktor-faktor tersebut [Type text] berubah maka relatif pola perilaku konsumen dalam proses kegiatan konsumsi juga mengalai perubahan. Tabel 1.1 Efek-Efek Terhadap dan dari Perubahan Pendapatan, Substitusi, dan harga Jenis Efek Pendapatan Uang Harga Pendaptan Riel Efek pendapatan Berubah Konstan Berubah Efek harga Konstan Berubah Berubah Efek substitusi Berubah Berubah Konstan 2.4.1 Efek Perubahan Harga Konsekuensi yang paling menarik dari suatu perubahan yang dihadapi oleh konsumen adalah efek harga. Di sini, harga-harga barang yang kita bicarakan relatif berubah tetapi tidak ada variasi kompensasi pendapatan. Oleh karena itu, pendapatan nyata konsumen bisa naik atau turun. Pendapatanya dalam bentuk uang memberikan kepuasan yang lebih besar atau lebih kecil daripada sebelumnya karena harga-harga telah berubah. Kita telah melihat bagaimana seorang konsumen dengan keinginankeinginan tertentu dan penghasilan yang tetap menentukan barang-barang apa yang harus dibeli dan berapa banyak. Berdasarkan asumsi pokok tentang rasionalitas konsumen akan berusaha mencapai posisi ekuilibrium baru sehingga ia bisa mencapai kepuasan yang maksimal. Berbagai macam cara konsumen menghadapi suatu perubahan situasi. Ada tiga perubahan penting yang mempengaruhi ekuilibrium pada (ADZRINXXXXXXX.19XX:96-99) [Type text] suatu kurva indiferensi, yaitu: a. Ada kemungkinan keadaan konsumen menjadi lebih baik atau lebih buruk karena pendapatanya berubah tetapi harga-harga tetap konstan. Kebutuhan-kebutuhan konsumen bisa bertambah atau berkurang sesuai dengan pendapatanya semakin besar atau kecil untuk dibelanjakan. Akibat-akibat perubahan semacam ini dinamakan efek-efek pendapatan. b. Ada kemungkinan harga-harga berubah tetapi pendapatan konsumen dalam bentuk uang juga berubah sedemikian rupa dalam waktu yang bersamaan sehingga akibatnya ia tidak menjadi lebih baik dan juga tidak menjadi lebih buruk. Namun sementara itu, ia akan merasa lebih baik membeli baranag-barang yang harganya relatif murah lebih banyak lagi. Ia akan mengganti barang-barang yang harganya relatif mahal dengan barang-barang yang harganya relatif lebih murah. Akibat perubahan semacam ini disebut efek-efek substitusi. c. Kemungkinan harga dari suatu barang bisa naik atau turun, sedangkan pendapatan konstan, sehingga konsumen bisa menjadi lebih buruk atau bisa menjadi lebih baik. Dalam situasi seperti ini, konsumen tidak hanya harus mengatur kembali pembelianya berdasarkan efek substitusi. Pendapatan riel-nya, penghasilanya dalam bentuk barang-barang yang dibelinya, juga harus berubah. 20 Grafik efek harga 18 M a k a n a n 16 14 A 12 10 8 harga turun 6 b 4 harga naik a 2 C 0 0 2 4 6 B 8 10 Pakaian [Type text] D 12 14 16 18 20 Gambar 1.6 Grafik Efek Perubahan Harga Terhadap Perilaku Konsumsi 2.4.2 Efek Perubahan Pendapatan Kalau pendapatan tidak mengalami perubahan maka kenaikan harga menyebabkan pendaptan riil menjadi semakin sedikit. Dengan perkataan lain, kemampuan pendapatan yang diterima untuk membeli barang-barang menjadi bertambah kecil dari sebelumnya. Maka kenaikan harga menyebabkan konsumen mengurangi jumlah berbagai barang yang dibelinya, termasuk barang yang mengalami kenaikan harga. Penurunan harga suatu barang menyebabkan pendapatan riil bertambah, dan ini akan mendorong konsumen menambah jumlah barang yang dibelinya. Akibat perubahan harga terhadap pendapatan ini, yang disebut efek pendapatan, lebih memperkuat lagi efek penggantian di dalam mewujudkan kurva permintaan yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah. Ketika menjelaskan perkaitan antara teori nilai guna dan teori permintaan telah diuraikan bahwa hukum permintaan yang menyatakan bahwa ceteris paribus kalau harga naik permintaan berkurang atau sebaliknya kalau harga turun permintaan bertambah, dapat diterangkan dengan menganilisis dua faktor: faktor efek penggantian dan efek pendapatan. Dalam uraian itu pada hakikatnya bahwa penurunan harga akan menambah permintaan karena: (Sadono Sukirno, 2005:130) Konsumen lebih banyak mengkonsumsi barang itu dan mengurangi konsumsi barang lain. Penurunan harga menambah p-endapatan riil konsumen dan kenaikan pendapatan riil in nakan menambah konsumsi berbagai barang (efek pendapatan). Survei membuktikan arti penting pendapatan setelah pajak sebagai penentu pengeluaran konsumsi. Konsumsi pada makanan mengalami penurunan sebagai presentase pendapatan saat pendapatan meningkat. Baik observasi maupun kajian statistik menunjukkan bahwa tingkat pendapatan setelah pajak saat ini merupakan faktor sentral yang menentukan konsumsi suatu negara. [Type text] Keluaraga-keluarga makin harus membelanjakan pendapatan mereka terutama pada kebutuhan hidup: makanan dan perumahan. Karena pendapatan meningkat, pengeluaran atas banyak barang makanan naik. Orang makan lebih banyak dan lebih baik. Akan tetapi, ada batasan terhadap uang ekstra yang akan dibelanjakan orang pada makanan ketika pendapatan mereka naik. Akibatnya, proposi total pengeluaran yang diberikan untuk makanan menurun saat pendapatan meningkat. Pengeluaran untuk pakaian, rekreasi, dan kendaraan meningkat lebih banyak dari yang sebanding untuk pendapatan stelah pajak, sampai pendapatan yang tinggi dicapai. Pengeluaran untuk barang-barang mewah meningkat dalam proporsi yang lebih besar daripada pendapatan. 20 Grafik efek pendapatan 18 M a k a n a n 16 14 12 10 Disposible Income ↑ 8 6 4 Disposible Income ↓ 2 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Pakaian Ganbar 1.7 Grafik Efek Perubahan Pendapatan Terhadap Perilaku Konsumsi Penelitian yang seksama menunjukkan bahwa para konsumen biasanya memilih tingkat konsumsi mereka dengan teliti baik untuk pendapatan saat ini [Type text] maupun prospek pendapatan jangka-panjang. Agar dapat memahami bagaiman konsumsi bergantung pada kecenderungan pendapatan jangka-panjang. Para ekonom telah mengembangkan teori pendapatan-permanen dan hipotesis siklushidup. Pendapatan permanen merupakan tingkat kecenderungan pendapatan; yakni, pendaptan setelah menghilangkan pengaruh-pengaruh temporer atau sementara. Teori pendapatan-permanen mengimplikasikan bahwa para konsumen tidak merespon secara sama kepada semua kejutan pendapatan. Jika perubahan dalan pendapatan nampaknya permanen, orang mungkin mengkonsumsi bagian yang besar dari peningkatan dalam pendapatan. Di sisi lain jika perubahan pendapatan jelas bersifat sementara maka suatu bagian yang signifikan dari pendapatan tambahan mungkin ditabung. Hipotesis siklus-kehidupan berasumsi bahwa orang menabung pada dasarnya untuk memuluskan atau melancarkan kegiatan konsumsi mereka selam hidup. Satu tujuan pentingnya adalah untuk mendapat pendapatan masa pensiun yang mencukupi. Satu implikasi dari hipotesis siklus-kehidupan adalah bahwa suatu program seperti jaminan sosial yang memberikan tambahan pendapatan yang dermawan untuk masa pensiun akan mengurangi tabungan dari para pekerja setengah baya karena mereka tidak lagi perlu menabung sebanyak untuk masa pensiun. Ribuan investigasi anggaran dari pola pengeluaran rumah tangga menunjukkan kesamaan yang luar biasa pada pola perilaku yang umum dan kualitatif. Tabel 1.2 Komponen-Komponen Utama Konsumsi Negara Amerika Serikat Kategori Konsumsi [Type text] Nilai kategori, Persen 1999 dari (milyar $) total Barang tahan lama Kendaraaan bermotor dan suku cadang 316 Mebel dan perlengkapan rumah tangga 291 Lain-lain 152 759 12.1 Barang tidak lama Makanan 904 Pakaian dan sepatu 306 Brang-barang energi 139 Lain-lain 494 1.843 29.5 3.655 58.4 Jasa Perumahan 903 Operasi rumah tangga 362 Transportasi 255 Perawatan medis 941 Rekreasi 246 Lain-lain 948 Total pengeluaran konsumsi pribadi 100.0 6.257 (Sumber: Samuelson & Nordhaus, “Ilmu Makro Ekonomi”. 2004: 126) [Type text] 100000 90000 K o n s u m s i Tabungan Perawatan kesehatan 80000 dan lainya 70000 60000 Transportasi 50000 Perumahan 40000 30000 20000 10000 0 0 20000 40000 60000 80000 100000 Pendapatan setelah pajak (dollar) Gambar 1.6 Grafik Pola Komsumsi Warga Amerika Serikat (Sumber: Samuelson & Nordhaus, “Ilmu Makro Ekonomi”. 2004: 126) 2.4.3 Efek Pengganti (Substitusi) Dalam penurunan harga suau barang akan menyebabkan permintaan pada barang tersebut semakin bertambah banyak. Penurunan harga barang tersebut mewujudkan nilai guna marginal per rupiah yang lebih tinggi daripada nilai guna marginal marginal per rupiah dari barang-barang lainya yang tidak berubah harganya. Maka, karena membeli barang tersebut akan memaksimumkan nilai guna, permintaan pada barang tersebut menjadi bertambah banyak apabila haragnya bertambah rendah. Dengan kata lain bahwa efek penggantian akan menyebabkan konsumsi barang yang telah menjadi lebih murah dan mengurangi konsumsi barang lain. (𝑀𝑈 𝑏𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝐴) 𝑃𝐴 [Type text] > 𝑀𝑈 𝑏𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝐵 𝑃𝐵 TEORI PREFERENSI YANG DIUNGKAPKAN Dalam teori modern, indeks utility adalah merepresentasikan preferensi ordinal konsumen. Para ahli membuat model maksimasi utility dengan menggunakan peralatan matematis karena dianggap sangat cocok untuk digunakan, yang jelas hasilnya tidak memilih angka tertinggi melainkan memilih mana yang bundle yang sangat sesuai dengan anggaran yang tersedia. Untuk mengembangkan teori modern mengenai preferensi, diasumsikan hanya dua barang yang akan dikonsumsi, sebut saja barang X dan barang Y. Konsumen diasumsikan meranking bundel konsumsi dan memilih bundel yang disenangi. Masing-masing bundel terdiri dari x unit dari X dan y unit dari Y. Gambar berikut memperlihatkan dua kemungkinan bundel konsumsi, bundel pada titik A yang terdridari xA dan yA, dan B yang terdiri dari xB dan yB. Dalil preferensi konsumen: 1 - 4, merupakan property angka nyata. Agar dapat merepresentasikan preferensi konsumen di antara bundel konsumsi dengan indeks angka nyata, maka harus dipenuhi dalil-dalil berikut ini: Preferensi adalah komplet (preferences are complete). Untuk setiap dua bundel konsumsi A dan B, konsumen dapat membuat satu dari tiga perbandingan berikut: A lebih disukai dari B (dinotasikan ApB) B lebih disukai dari A (dinotasikan BpA) A tidak berbeda dengan B (dinotasikan A’B) Preferensi berarti bahwa seseorang akan mempunyai satu bundel yang disukai, dan indifference berarti seseorang tidak membedakan masingmasing bundel. Dalil ini menyatakan bahwa konsumen dapat membuat [Type text] perbandingan berkitu untuk setiap kemungkinan pasangan kombinasi dari bundel tersebut Preferensi adalah refleksif (preferences are reflexive). Jika konsumen diwakilkan dengan dua bundel yang identik, sehingga A=B dalam segala hal. A adalah indifference dari B. Arinya bahwa jika A dan B adalah sama, maka konsemen mempunyai ranking terhadap bundel tersebut adalah sama Preferensi adalah transitif (preferensces are transitive). Jika seorang konsumen menyukai A dari B, dan B lebih disukai dari C, maka konsumen harus menyukai A dari pada C. ApB dan BpC ApC. Demikian juga jika konsumen indifference antara A dan B, dan antara B dan C, maka dia juga indifference antara A dan C. A’B, dan B’C, maka A’C. Preferensi adalah berkesinambungan (preferensces are continuous). Jika bundel A lebih disukai dari bundel B dan bundel C, maka walaupun C lebih kecil sedikit dari B, selagi lebih kecil dari A, maka tetap saja kita katakana A lebih disukai dari C Dari dalil-dalil diatas dapatlah digambarkan kurva indifference sebagai berikut; Preferensi memperlihatkan “lebih banyak lebih disukai“ (preferensces exhibit nonsiation). Dari bundel konsumsi A dan B, bahwa seharusnya A1=B1=C1, A2=B2=C2, Namun C1>A1>B1 yang seharusnya sama. Demikian juga yang lainnya, sehingga secara logika tidak mungkin itu terjadi kalau dalil konsistensi di anut. Disini terlihat bahwa preferensi seseorang terhadap suatu barang tidak konsisten, dan kurva indifferennya sering berpotongan. Untuk dapat dijadikan teori, maka diperlukan konsistensi diperlukan dalil berikut: Kurva indifference memperlihatkan penurunan tingkat substitusi marginal (Indifference curve exhibit diminishing marginal rate of [Type text] substituion). Dalil akan memperlihatkan konsistensi bahwa kurva indiferen hanya akan rasional hanya sampai batas garis rigid (ridge line) dimana kurva indiferen cekung ke titik asal. Teori Nilai Guna Syariah Dalam perspektif syariah, semua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat haruslah di dasarkan pada kemaslahatan umat manusia. Tujuan hidup bukanlah untuk mengkonsumsi, akan tetapi mengkonsumsi adalah konsekuensi dari hidup oleh karenanya tidak diperkenankan adanya aniaya baik terhadap diri sendiri, masyarakat dan umat manusia. Tolong-menolong adalah inti dari kebersamaan baik dalam kegiatan sosial maupun ekonomi. Dalam Al-Quran Allah SWT telah memaklumatkan : “bertolong-tolonglah kamu dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan bertolong-tolong untuk berbuat dosa dan bermusuhan”. Mengkonsumsi baik karena kebutuhan atau karena keinginan haruslah didasarkan pada kemampuan baik jiwa, raga ataupun keuangan. Kemampuan jiwa mensyaratkan setiap manusia sebagai makhluk ekonomi dan mengkonsumsi melakukannya secara sadar dan tidak dalam kondisi yang sedang tertekan, karena gengsi, ikut-ikutan, karena lagi mode, untuk pamer dan berfoya-foya. Konsumsi harus didasarkan pada prioritas pemenuhan kebutuhan terlebih dahulu baru kemudian memenuhi suatu keinginan. Kemampuan raga mensyaratkan bahwa setiap melakukan konsumsi manusia tidak terlalu berlebihan dan diusahakan jangan sampai kekurangan, karena Allah SWT tidak menyukai orang yang melampaui batas. Dalam hal pemenuhan kebutuhan tubuh (makanan) manusia diajarkan untuk “makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang” artinya sebelum kurang lengkapi dan bila cukup berhenti. Kemampuan keuangan mensyaratkan bahwa manusia harus lebih sadar dan “tahu diri” dalam mengkonsumsi sehubungan dengan kondisi keuangannya. Untuk yang berlebihan uang, manusia diajarkan untuk bersikap sederhana dan tidak mengumbar harta dalam hal yang mubazir dan bersifat duniawi, sangat dianjurkan dan diisyaratkan manusia mengimbangi konsumsi duniawinya dengan konsumsi “akhiratnya”, [Type text] misalnya sedekah, infak, wakaf, zakat dan konsumsi bijak lainnya yang dianjurkan syariah. Bagi manusia yang kekurangan uang dianjurkan untuk tidak memaksakan diri dan seharusnya tahu diri dalam melakukan konsumsi. Orang miskin dan kekurangan tidak dibenarkan iri hati terhadap gaya konsumsi orang lain sehingga ia akan melakukan dan menghalalkan cara apa saja untuk mengatasi rasa irinya itu, padahal iri hati menurut kaidah syariah hanya dibenarkan untuk dua hal saja yaitu : “Iri terhadap orang yang berilmu yang mengamalkan dan mengajarkan ilmunya serta iri kepada orang kaya yang membelanjakan hartanya untuk tujuan mendapat ridha Allah SWT. Dalam pemenuhan kepuasan, manusia sangat dianjurkan untuk “melihat yang lebih kurang darinya”. Jadi, secara umum nilai guna syariah mengajarkan pada manusia untuk memuaskan dirinya sesuai dengan kemampuan yang secara lahir dan batin tidak melanggar kaidah dan tuntunan syariah. Pada Teori Nilai Guna Ordinal (TNGO) sedikit disinggung tentang kekurangan adaptasi dari teori nilai guna konvensional, misalnya syarat rasional dan konveks yang menjadikan manusia harus sebagai mesin konsumsi yang dengan daya upayanya harus berusaha memperdayakan sumber dayanya untuk meningkatkan kepuasan lahirnya (kebendaan) dengan ukuran uang, padahal tujuan hidup dan tujuan manusia diciptakan tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mengabdi dan menyembah kepada Allah SWT, sehingga konsekuensinya harus tunduk dan taat pada aturan main yang sudah ditetapkan. Dalam bahasa ilmu ekonomi, konsumsi manusia dibatasi pada “konsumsi cukup atau konsumsi moderat”. Jadi pilihan konsumsi untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan dibatasi dengan dua kendala yaitu : 1. Kepuasan mengkonsumsi yang lebih dari atau minimal sama dengan 2. Kepuasan mengkonsumsi yang kurang dari atau maksimal sama dengan Sedangakan dalam ilmu konvensional kepuasan konsumsi haruslah bersifat sama dengan, sehingga bila misalkan kepuasan yang diharapkan sama dengan 100, maka jumlah konsumsi yang dikombinasikan bisa 1 dan 100, 2 dan [Type text] 50, 4 dan 25, 12,5 dan 8, atau sebaliknya. Bila dijumlahkan bisa 50+50, 40+60, 90+10 dan seterusnya yang kombinasi dan penjumlahannya tak berhingga itu. Syariah tidak melarang manusia melakukan konsumsi dengan jumlah yang banyak, asalkan konsumsi itu berimbang yaitu untuk konsumsi dunia dan akhirat. Syariah juga membolehkan manusia mengkonsumsi barang atau jasa apa saja asalkan bersifat halal dan dalam konteks halal dan dihalalkan. Dengan demikian manusia tidak dilarang untuk melakukan pilihan dalam pemenuhan kepuasan asalkan realistis. Misalnya saja seseorang ingin mengkonsumsi barang X dengan harga 5/unit dan Y dengan harga 10/unit, uang yang dimiliki maksimum hanya 200, kepuasan konsumen tercapai bila kedua barang dikombinasikan. Bedasarkan info ini model/fungsi matematisnya dalah sebagai berikut : 200 ≤ 5X + 10 Y U=X*Y dalam kondisi seperti ini maka pendekatan Kuhn – Tucker atau metode Lagrange yang dimodifikasi dapat digunakan untuk menentukan solusinya. Fungsi Lagrangenya adalah sebagai berikut : 200 ≤ 5X + 10Y → g(x,y) → 200 = 5X + 10Y U = X * Y → f(x,y) F(x,y,λ) = f(x,y) – λg(x,y) F(x,y,λ) = X * Y – λ(5X + 10Y – 200) Fx = Y - 5λ = 0 → λx = Y/5 Fy = X - 10λ = 0 → λy = X/10 5X = 10Y → X = 2Y 200 = 5(2Y) + 10Y ↔ 200 = 20Y Y = 10 → X = 2Y → X = 2(10) = 20 λx = Y/5 = 10/5 = 2 = λy = 20/10 λ>0 [Type text] → λx = λy U = X * Y → U = 20*10 = 200 Oleh karena nilai lamda (l) lebih besar dari nol, maka pertidaksamaan di atas dapat dikondisikan sebagai persamaan, artinya kendala anggaran bersifat mengikat. Perhatikanlah hasil yang diperoleh diatas, X sebanyak 20 unit dan Y sebanyak 10 unit, jumlah ini akan memeberikan kepuasan pada konsumen sebesar 200 util. Perhatikanlah, misalnya konsumen melakukan pilihan dengan tujuan berhemat, misalkan ia hanya mengonsumsi X sebanyak 5 unit dan Y sebanyak 10 unit saja, maka ia akan berhemat sebanyak 75, karena 5(5) + 10(10) = 125, jumlah ini masih memenuhi syarat meskipun nilai kepuasannya menjadi hanya sebesar 5*10 = 50 util. Konsekuensi dari berhemat sebanyak 75 menurunkan kepuasan sebesar 150 util. Tidak masalah karena kondisi ini masih realistis. Misalkan konsumen ini ingin kepuasannya tetap 200 dan ingin mengubah jumlah konsumsi X sebanyak 25 dan Y sebanyak 8(25*8 = 200), maka dananya tidak cukup, sebab konsumsi X dan Y sebanyak itu membutuhkan uang sebanyak 5(25) + 10(8) = 125 + 80 = 205. Bila ini akan dipertahankan, maka konsumen ini sudah tidak realistis lagi dan bila dipaksakan maka konsumen ini bersifat aniaya, karena melampaui batas. Bila misalkan konsumen ini ingin menginfakkan semua uangnya dengan tidak melakukan konsumsi (jumlah X dan Y sama-sama 0), meskipun tetap memenuhi syarat, hal ini juga tidak dibenarkan karena ia juga telah melakukan aniaya. Lalu sampai berapa banyak batas terendah yang layak dikonsumsi?(kalau terbanyak jelas X = 20 dan Y = 10). Batas terendah semisal ini dapat ditentukan dengan cara mencari jumlah konsumsi X dan Y yang dibiayai dengan uang yang telah di zakatkan sebesar 2,5%. Jadi misalkan uangnya sebesar 200, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 0,025 * 200 = 5, sehingga nilai konsumsi duniawinya hanya sebesar 195. Misalkan jumlah Y tetap 10, maka X haruslah sebanyak : 195 = 5X + 10(10) [Type text] 5X = 195 – 100 5X = 95 X = 95/5 = 19 U = 19 * 10 = 190 200 ≤ 190 → terpenuhi Jadi jumlah X dalam kondisi realistis adalah sebanyak 19 unit dan Y sebanyak 10 unit. Hasil ini bila dibandingkan dengan pilihan konsumen untuk X = 5 dan Y = 10 jelas lebih besar, akan tetapi setidaknya telah memenuhi kaidah Syari’ah karena konsumsi menggunakan uang yang telah dibersihkan atas dan untuk “hak orang lain”. Misalkan konsumen tetap ingin tingkat kepuasannya sebesar 200 util dengan mengonsumsi X sebanyak 5 dan Y sebanyak 10, apakah bisa? Tentu saja bisa. Sejatinya orang yang beriman dan tawakal serta pandai bersyukur dan menikmati karunia Allah SWT, dapatlah ia mengandaikan “seolah-olah” kepuasannya sebesar 200, caranya rubah preferensi kepuasannya secara bebas, misalkan, menjadi U = 4XY (4*5*10 = 200). Pilihan konsumen untuk mengonsumsi X sebanyak 20 dan Y sebanyak 10, atau X sebanyak 19 dan Y sebanyak 10 telah memenuhi 3 kemampuan dasar, yaitu dalam kondisi sadar, tidak berlebihan dan tahu diri. Berikut contoh tujuan sebagaimana dicontohkan di atas : f(x,y) ≥ 150X + 400Y kendala : 1000 = 2X + 4Y [Type text] konsumsi berdasarkan konsep Syari’ah Berdasarkan penjelasan matematis di atas dapat dibuat ilustrasi grafisnya sebagai berikut : Y 20 10 a U = X*Y = 20*10 =200 b c 20 f(x,y) ≤ 5X + 10Y 40 X Berdasarkan ilustrasi di atas dapat dijelaskan daerah a, b dan c adalah daerah kombinasi konsumsi X dan Y yang sesuai dengan kondisi keuangan konsumen. Daerah b merupakan daerah batas optimal yang paling layak (tidak aniaya bila diasumsikan Y tetap sebanyak 10 unit dan X tetap sebanyak 20) sehubungan dengan dana yang dimiliki. Sedangkan daerah a dan c merupakan daerah konsumsi yang tidak optimal akan tetapi tetap layak sepanjang konsumen tidak melakukan aniaya terhadap dirinya sendiri, misalkan X = 0 dan Y = 0. Pendekatan lain yang bisa digunakan adalah menggunakan teknik solusi sudut (comer solution), dimana kepuasan optimal didapat bukan dari adanya kombinasi, melainkan salah satu dari produk/barang yang dikonsumsi. Kurva indifferentnya berslope positif cembung maupun cekung. Ilustrasinya adalah sebagai berikut : Y [Type text] Y optimal optimal X X optimal optimal Gambar A Gambar B Kepuasan optimal hanya terjadi pada salah satu barang yang ditunjukkan oleh adanya persinggungan antara kurva indifferent dengan garis anggaran. Bila dimisalkan pada gambar A, X adalah barang yang dikelompokkan sebagai barang haram dan Y adalah barang halal, maka secara syariah barang haram harus dengan sedaya upaya dihindari untuk mengonsumsinya, sehingga semakin kurva indifferent bergerak ke kiri atas semakin tinggi kepuasan konsumen tersebut sampai pada titik dimana kepuasan mengkonsumsi barang halal mencapai titik optimal yaitu pada saat jumlah konsumsi barang X (barang haram) sama dengan nol. Pada gambar B, barang X adalah barang halal, sehingga kurva indifferent berbentuk cembung ke kiri atas. Kurva indifferent semakin bergerak ke arah kanan bawah, maka kepuasan konsumsi semakin tinggi. [Type text] BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kegiatan konsumsi oleh seorang konsumen memainkan peranan sentral dalam performa ekonomi suatu Negara. Suatu kegiatan konsumsi yang relatif tinggi terhadap pendapatan mengidentifikasikan bahwa investasi yang rendah dan pertumbuhan yang lambat dan penghematan yang tinggi menuntun pada invesatsi tinggi dan pertumbuhan cepat. Oleh karena itu sesuatu hal yang sangat penting untuk mempelajari perilaku konsumen guna memahami baik siklus bisnis jangkapendek maupun pertumbuhan ekonomi jangka-panjang. Dalam jangka pendek, kegiatan konsumsi merupakan komponen utama dari keseluruhan pembelanjaan. Terdapat sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pola konsumsi pada seorang konsumen untuk mencapai kepuasan maksimum, mulai dari perubahan pendapatan, harga barang dan substitusi serta faktor lainya dan ketika konsumsi berubah secara tajam, perubahan itu mungkin mempengaruhi output dan lapangan kerja melalui dampaknya tehadap keseluruhan permintaan. 3.2 Saran Berdasarkan isi dari konsep tentang “Teori Perilaku Konsumen” maka studi teori perilaku konsumen adalah suatu hal yang sangat penting baik bagi para pengusaha, ekonom, mahasiswa, dosen, guru ataupun pemerintah serta khalayak umum karena dengan kita mempelajari dan memahami konsep teori dan perilaku konsumen dalam membelanjakan sejumlah pendapatan yang dimilikinya, maka kita akan mengetahui sejumlah pemahaman daripada siklus bisnis jangka-pendek maupun pertumbuhan ekonomi jangka-panjang. [Type text] DAFTAR PUSTAKA Ahman, Eeng dan Rohmana, Yana. (2007). “Pengantar Teori Ekonmi Mikro”. LAB EKOP dan KOPERASI UPI Griffin, Ricky W. dan Ebert Ronald J. (2003). “Bisnis”. Jakarta: Prenhallindo. Samuelson dan Nordhaus. (2004). “Ilmu Makro Ekonmi. Jakarta: PT. Media Global Edukasi. Stoner, Alfred dan Douglas C., Hague “Teori Ekonomi”. Jakarta: PT. Galia Indonesia Sukirno, Sadono. (2005). “Teori Pengantar Mikro Ekonomi”. Jakarta: PT. Raja Grafindo. [Type text] CONSUMER BEHAVIOR Consumer Psychology & Marketing Podcast Consumer Psychologist [Type text] Lars Perner, Ph.D. CONSUMER BEHAVIOR: THE PSYCHOLOGY OF MARKETING The study of consumers helps firms and organizations improve their marketing strategies by understanding issues such as how The psychology of how consumers think, feel, reason, and select between different alternatives (e.g., brands, products); The psychology of how the consumer is influenced by his or her environment (e.g., culture, family, signs, media); The behavior of consumers while shopping or making other marketing decisions; Limitations in consumer knowledge or information processing abilities influence decisions and marketing outcome; How consumer motivation and decision strategies differ between products that differ in their level of importance or interest that they entail for the consumer; and How marketers can adapt and improve their marketing campaigns and marketing strategies to more effectively reach the consumer. [Type text] One "official" definition of consumer behavior is "The study of individuals, groups, or organizations and the processes they use to select, secure, use, and dispose of products, services, experiences, or ideas to satisfy needs and the impacts that these processes have on the consumer and society." Although it is not necessary to memorize this definition, it brings up some useful points: Behavior occurs either for the individual, or in the context of a group (e.g., friends influence what kinds of clothes a person wears) or an organization (people on the job make decisions as to which products the firm should use). Consumer behavior involves the use and disposal of products as well as the study of how they are purchased. Product use is often of great interest to the marketer, because this may influence how a product is best positioned or how we can encourage increased consumption. Since many environmental problems result from product disposal (e.g., motor oil being sent into sewage systems to save the recycling fee, or garbage piling up at landfills) this is also an area of interest. Consumer behavior involves services and ideas as well as tangible products. The impact of consumer behavior on society is also of relevance. For example, aggressive marketing of high fat foods, or aggressive marketing of easy credit, may have serious repercussions for the national health and economy. There are four main applications of consumer behavior: The most obvious is for marketing strategy—i.e., for making better marketing campaigns. For example, by understanding that consumers are more receptive to food advertising when they are hungry, we learn to schedule snack advertisements late in the afternoon. By understanding that new products are usually initially adopted by a few consumers and only [Type text] spread later, and then only gradually, to the rest of the population, we learn that (1) companies that introduce new products must be well financed so that they can stay afloat until their products become a commercial success and (2) it is important to please initial customers, since they will in turn influence many subsequent customers’ brand choices. A second application is public policy. In the 1980s, Acutance, a near miracle cure for acne, was introduced. Unfortunately, Acutance resulted in severe birth defects if taken by pregnant women. Although physicians were instructed to warn their female patients of this, a number still became pregnant while taking the drug. To get consumers’ attention, the Federal Drug Administration (FDA) took the step of requiring that very graphic pictures of deformed babies be shown on the medicine containers. Social marketing involves getting ideas across to consumers rather than selling something. Marty Fishbein, a marketing professor, went on sabbatical to work for the Centers for Disease Control trying to reduce the incidence of transmission of diseases through illegal drug use. The best solution, obviously, would be if we could get illegal drug users to stop. This, however, was deemed to be infeasible. It was also determined that the practice of sharing needles was too ingrained in the drug culture to be stopped. As a result, using knowledge of consumer attitudes, Dr. Fishbein created a campaign that encouraged the cleaning of needles in bleach before sharing them, a goal that was believed to be more realistic. As a final benefit, studying consumer behavior should make us better consumers. Common sense suggests, for example, that if you buy a 64 liquid ounce bottle of laundry detergent, you should pay less per ounce than if you bought two 32 ounce bottles. In practice, however, you often pay a size premium by buying the larger quantity. In other words, in this case, knowing this fact will sensitize you to the need to check the unit cost labels to determine if you are really getting a bargain. [Type text] There are several units in the market that can be analyzed. Our main thrust in this course is the consumer. However, we will also need to analyze our own firm’s strengths and weaknesses and those of competing firms. Suppose, for example, that we make a product aimed at older consumers, a growing segment. A competing firm that targets babies, a shrinking market, is likely to consider repositioning toward our market. To assess a competing firm’s potential threat, we need to examine its assets (e.g., technology, patents, market knowledge, awareness of its brands) against pressures it faces from the market. Finally, we need to assess conditions (the marketing environment). For example, although we may have developed a product that offers great appeal for consumers, a recession may cut demand dramatically. PERILAKU KONSUMEN INDUSTRI TELEKOMUNIKASI Mengganti nomor dan hand phone (HP) sudah menjadi hal biasa. Alasanya bisa bermacam-macam. Untuk HP, pergantian dilakukan karena alasan hilang atau sekedar ingin mengganti model baru agar bisa dikatakan canggih. Sedangkan penggantian nomor bisa karena ingin sekedar menelpon lebih hemat. Mengingat di beberapa outlet penjualan harga nomor perdananya lebih murah dibandingkan harga isi ulang untuk nilai pulsa yang sama. Perilaku konsumen di industri telekomunikasi ini memang menarik untuk dipahami. Karena industri ini memiliki nilai pasar yang sangat besar. Pemain yang terlibat di industri ini pun terbilang banyak. Mulai dari operator telekomunikasi, perusahaan penyedia HP, sampai dengan konsumen dalam industri ini sangat penting. Misalnya dengan mengetahui alasan sebenarnya konsumen mengganti HP. atau berapa rata-rata konsumen mengalokasikan dananya untuk pembelian pulsa. Dan juga, banyak hal lainya yang diperhatikan untuk membuat strategi yang lebih ampuh agar dapat memenangi pertarungan yang semakin ketat. [Type text] Dalam Indonesian Consumer Profile (ICP) 2008 dengan responden SES A dan B, terlihat bahwa 23% (tertinggi) responden mengganti HP sebanyak dua kali sejak pertama kali memiliki. Yang menarik, sebanyak 14,4% responden mengganti HPnya sebanyak lebih dari lima kali. Sebuah fenomena yang menarik. Lalu apa alasannya? Responden (46,7% tertinggi) mengakui bila pergantian HP dilakukan dengan alasan ingin mengganti model baru. Yang menarik, mayoritas reponden (92%) ingin mengganti HP model baru dengan melakukan pembelian HP bekas, bukan HP baru. Untuk isi ulang, sebesar 97,6% reponden melakukan pengisian outlet. Hal ini sangat wajar, karena kemudahan akses. Dimana lokasi outlet sangat mudah ditemui di mana-mana. Tentunya, akan banyak sekali perilaku konsumen di industri ini yang sangat menarik untuk diketahui. Lebih detail, kita dapat menemukannya dalam ICP 2008 yang memang memuat perilaku konsumen dalam industri ini. Dengan begitu, maka kita akan memiliki modal besar untuk menjadi pemenang di indutri telekomunikasi yang memiliki nilai pasar yang sangat menggiurkan. [Type text]