Dari Redaksi Daftar Isi Fokus Lahan Basah Kajian Baseline Ekosistem Mangrove di Desa-desa di Kabupaten Pohuwato dan Bolaang Mongondow Selatan Salam redaksi, Keberhasilan suatu kegiatan rehabilitasi dan pengelolaan ekosistem lahan basah, tidak terlepas dari kegiatan penilaian-penilaian kondisi awal (baseline assessment). Kajian baseline menjadi landasan penting untuk menyelaraskan kondisi serta potensi suatu wilayah kerja. Penggalian informasi, analisa dan penilaian, secara umum dilakukan dengan memadukan hasil dari pendekatan pemetaan ekosistem yang dibantu penggunaan citra satelit dan sistem informasi geografis, dan diperkuat dengan observasi dan validasi lapangan. Fokus kali ini menyajikan secara khusus contoh kegiatan kajian baseline ekosistem mangrove di pesisir Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Utara. Simak pula informasi-informasi lainnya yang mengetengahkan betapa kayanya ragam budaya dan sumber daya alam Indonesia . 3 Konservasi Lahan Basah Peduli Pulau-Pulau Kecil: Lindungi Habitat Kuskus (Phalangeridae) di Teluk Cenderawasih 4 Berita Kegiatan Budidaya Pembesaran Kerang Darah di Pertambakan Pesisir Sawah Luhur, Teluk Banten 6 Berita Umum Lahan Basah Kajian Sebaran Lahan Gambut sebagai Lahan Padi di Pantai Timur, Sumatera Utara 10 MAIGHIAN (Toona sureni), Kayu Perahu Nomor Satu Orang Waropen - Bagian 212 Flora & Fauna Lahan Basah Koleksi Tumbuhan Air Rawa Unik, Cantik, dan Berpotensi di Kebun Raya Bogor 14 Rekor Baru: Manyar Jambul (Ploceus Manyar) di Kalimantan Selatan 16 Dokumentasi Perpustakaan19 Selamat membaca. Ucapan Terima Kasih dan Undangan Kami haturkan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya khususnya kepada seluruh penulis yang telah secara sukarela berbagi pengetahuan dan pengalaman berharganya untuk dimuat pada majalah ini. DEWAN REDAKSI: Pimpinan Redaksi: Direktur WI-I Kami juga mengundang pihak-pihak lain atau siapapun yang berminat untuk menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, gambar dan foto, untuk dimuat pada majalah ini. Tulisan diharapkan sudah dalam bentuk soft copy, diketik dengan huruf Arial 10 spasi 1,5 maksimal 4 halaman A4 (sudah berikut foto-foto). Anggota Redaksi: Triana Ragil Satriyo Gumilang “Artikel yang ditulis oleh para penulis, sepenuhnya merupakan opini yang bersangkutan dan Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap isinya” 2 Warta Konservasi Lahan Basah Ditjen. PHKA Semua bahan-bahan tersebut termasuk kritik/saran dapat dikirimkan kepada: Triana - Divisi Publikasi dan Informasi Wetlands International - Indonesia Jl. A. Yani No. 53 Bogor 16161 tel: (0251) 8312189 fax./tel.: (0251) 8325755 e-mail: [email protected] Fokus Lahan Basah Kajian Baseline Ekosistem Mangrove di Desa-desa di Kabupaten Pohuwato dan Bolaang Mongondow Selatan Aswin Rahadian* P enilaian kondisi awal (Baseline Asessment) suatu wilayah dalam konteks ekosistem merupakan hal yang sangat penting dalam rangka menyelaraskan kondisi serta potensi suatu lokasi proyek dengan desain dan rencana proyek. terutama bagi komunitas yang menggantungkan kehidupannya pada ekosistem di wilayah pesisir di negara-negara Bangladesh, Kaboja, India, Indonesia, Maladewa, Pakistan, Seychelles, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam. Juni 2014, penulis bersama mitra telah melakukan suatu kajian baseline ekosistem mangrove di dua kabupaten yaitu Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Provinsi Sulawesi Utara. Kabupaten Pohuwato terdiri dari 8 desa dan 1 kecamatan, sementara Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan terdiri dari 2 desa. Mangrove for the Future (MFF) untuk Program Fasilitas Dana Hibah Skala Kecil (Small Grant Facility/ SGF), juga di sebut MFF-SGF, telah mengundang berbagai LSM/ KSM di Gorontalo dan Sulawesi Utara untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan kegiatankegiatan konservasi di pesisir. Di Indonesia, MFF difasilitasi oleh Badan Koordinasi Nasional (National Coordination Body/ NCB), yang diketuai oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) sebagai wakil dari Pemerintah Indonesia. NCB berperan dalam memberikan arahan dan dukungan teknis untuk MFF di Indonesia. Kegiatan terlaksana atas dukungan Proyek Mangrove for the Future (MFF) untuk Program Fasilitas Dana Hibah Skala Kecil (Small Grant Facility/ SGF) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Utara. Mangroves for the Future (MFF) merupakan inisiatif berbasis kemitraan yang diketuai oleh IUCN dan UNDP untuk mempromosikan investasi konservasi ekosistem di wilayah pesisir untuk pembangunan berkelanjutan. MFF memfokuskan peran ekosistem pesisir yang sehat, terkelola dengan baik sebagai sebuah kontribusi untuk membangun ketangguhan masyarakat, Dalam penyelenggaraan Program Fasilitas Dana Hibah Skala Kecil dari MFF, Wetlands International - Indonesia (WI-I) telah ditunjuk oleh IUCN ARO yang berkantor di Bangkok (selaku penyalur dana dari pihak Donor, yaitu Danida), untuk menyediakan sekretariat dan memfasilitasi penyaluran dana-dana hibah berskala kecil (SGF) kepada LSM/KSM di Indonesia yang telah memenangkan kompetisi pendanaan MFF-SGF. Selain penyalur dana dari pihak Donor, Wetlands International - Indonesia dalam hal ini berinisiatif melakukan kegiatan penilaian awal agar dapat dijadikan acuan dasar seberapa besar pengaruh kegiatan terhadap kualitas sumberdaya manusia dan lingkungannya serta untuk mendukung kegiatan monitoring yang dijalankan oleh LSM/KSM kedepannya. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dan informasi utamanya dilakukan dengan melaksanakan observasi lapangan bersama mitra, meliputi 10 Desa dan 1 Kecamatan, diantaranya adalah Desa Torosiaje, Desa Bumi Bahari, Kecamatan Lemito, Desa Siduwonge, Desa Bulili, Desa Limbula, Desa Mootilango, Desa Pohuwato Timur, Desa Deaga, Desa Motandoi Selatan. .....bersambung ke hal 8 Vol. 22 No. 2, Juli 2014 3 Konservasi Lahan Basah Peduli Pulau-Pulau Kecil: Lindungi Habitat Kuskus (Phalangeridae) di Teluk Cenderawasih Freddy Pattiselanno & Jimmy Frans Wanma Kawasan pesisir Nusantara I ndonesia bukan hanya kaya akan sumberdaya alam, tetapi juga sumberdaya hayati, budaya dan seni. Yang tidak kalah pentingnya adalah kekayaan kepulauan yang dimilikiny yaitu sekitar ±17.500 pulau yang tersebar di lautan dengan luas 75% dari luas teritorial RI. Karena itu tidak heran di manca negara, kita lebih dikenal dengan sebutan “Indonesian Archipelago”. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982, Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,2 juta km2 yang terdiri dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta km2 dan laut teritorial seluas 0,3 juta km2. emiliki garis pantai terpanjang nomor empat di dunia atau sekitar 95.181 km, tidak disangsikan lagi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia mempunyai sumber daya hayati yang tinggi, dengan kontribusi terbesar untuk pemenuhan kebutuhan protein masyarakat dari perikanan pesisir dan laut. Pulau-pulau satelit di Teluk Cenderawasih Teluk Cenderawasih adalah satusatunya taman nasional laut di Papua yang terletak pada 1o43’LS – 3o22’LS dan 134o06’BT – 135o10’BT (Gambar 4 Warta Konservasi Lahan Basah 1) dengan luas kawasan sekitar 1.453.500 ha dan sekitar 55.800 ha dari luasan yang ada adalah luas daratan pada kurang lebih 18 gugusan pulau kecil yang tersebar di sekitar kawasan. Sebagai taman nasional laut, sebagian besar potensi biologi yang ada merupakan keanekaragaman sumberdaya pesisir. Kekayaan jenis ikan, penyu, mamalia laut Gambar 1. Teluk Cenderawasih yang dilindungi, lamun serta moluska merupakan keunikan yang dimiliki typus) di sekitar perairan Kwatisore oleh Teluk Cenderawasih. Namun mampu meningkatkan kunjungan demikian kekayaan fauna daratan wisatawan domestik dan internasional. juga cukup potensial secara ekologis, Oleh karena itu, kelestarian fauna sebagai penyebar tumbuhan di terrestrial (daratan) juga harus dijaga ekosistem hutan hujan tropis pesisir. sehingga bisa menjadi tawaran menarik Potensi yang ada ini bukan saja bagi ekowisata pulau di kawasan Teluk menguntungkan secara ekologis Cenderawasih. Misalnya potensi burung tetapi secara ekonomis karena Junai Mas (Chaleonas nicobarica) di merupakan sumber protein hewani Pulau Kumbur dan Nutabari, burung masyarakat setempat. maleo (Megapoda) dan rusa timor di Pulau Rumberpon, kelelawar (Pteropus) Yang tidak kalah penting potensi di Pulau Anggrameos dan Pulau Mioswar jasa lingkungan yang dimiliki serta flora-fauna terrestrial yang pulau-pulau di dalam kawasan potensial dan umumnya menyebar Teluk Cenderawasih cukup menarik merata di eksosistem estuaria, pantai sehingga menjadi daya tarik dan hutan hujan tropis di area inland wisatawan. Akhir-akhir ini misalnya (daratan utama) dan gugusan pulaukeberadaan hiu paus (Rhincodon pulau satelit di Teluk Cenderawasih. Konservasi Lahan Basah Interaksi masyarakat dan lingkungan ba ek ni k po .T ho n r2 be rb ur u dengan me b ne an g ba m Pada tahun 2009 kami menginventarisasi potensi pakan untuk menjajaki kemungkinan pengembangan model penangkaran kuskus yang selama ini dilakukan masyarakat setempat (Gambar 3) juga dengan dukungan dana penelitian Hibah Bersaing DIKTI . Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pakan yang diberikan dalam penangkaran berbeda dengan pakan yang dikonsumsi kuskus di habitat alaminya. Hal mana juga berdampak terhadap kandungan gizi pakan karena kandungan serat kasar pakan dalam penangkaran sangat rendah dibanding jenis pakan pada habitat alaminya. Diduga hal ini menjadi salah satu penyebab kurang berhasilnya penangkaran skala masyarakat. Selain itu interaksi dari berbagai faktor lain misalnya suasana penangkaran yang kurang menyerupai kondisi habitat alami menjadi faktor pembatas daya gerak dan tingkah laku alaminya seperti di alam yang kesemuanya mungkin berdampak terhadap keberlangsungan hidup kuskus dalam suasana penangkaran. Rangkaian kegiatan yang akan dilakukan antara lain (1) identifikasi tipe dan karakter dari habitat kuskus, (2) pendugaan populasi dan asosiasi antara populasi dengan habitat yang ada, (3) penyuluhan dan kampanye perlindungan kuskus dan habitatnya, (4) pendekatan terhadap masyarakat untuk merelakan bagian dari kawasan hutan adatnya untuk menjadi percontohan habitat kuskus dengan akses berburu yang terbatas. Ga Desa-desa di sepanjang pesisir Teluk Cenderawasih merupakan salah satu habitat alami kuskus di kawasan Teluk Cenderawasih (WKLB Edisi Februari 2010). Pada tahun 2007 dengan sumber dana penelitian dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, penulis melakukan penelitian terhadap potensi kuskus dan pemanfaatannya oleh masyarakat di Pulau Ratewi di dalam kawasan Teluk Cenderawasih. Temuan penelitian menunjukkan bahwa interaksi masyarakat dengan potensi sumberdaya hayati yang ada melalui aktivitas perburuan berakibat negatif terhadap populasi kuskus dan habitat alaminya. Berburu dengan cara menebang pohon tempat berlindung (sarang) dan sumber pakan kuskus bukan hanya merusak habitatnya tetapi juga mengancam keberadaan dan populasi kuskus di habitat alaminya (Gambar 2). Ga m Secara umum, interaksi masyarakat dengan kawasan konservasi laut ini digambarkan melalui pemanfaatan sumber daya alam di dalam dan sekitar kawasan yang menimbulkan saling ketergantungan antara masyarakat dengan potensi sumber daya alam yang ada. Seperti umumnya masyarakat Papua yang tinggal di daerah pedalaman (wilayah pesisir maupun dataran tinggi) penduduk yang mendiami wilayah pesisir kawasan Teluk Cenderawasih juga hidup dari kemurahan alam dengan cara meramu, berburu, bertani, maupun memanfaatkan hasil laut. Perburuan dan pengumpulan satwa telah berlangsung cukup lama dan tetap berlangsung sampai saat ini karena merupakan aspek penting dari kehidupan masyarakat di daerah pedalaman Papua. Interaksi antara masyarakat dan lingkungan yang tidak terkendali pada tahap tertentu dapat berdampak negatif bagi kelestarian lingkungan. kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian habitat dan populasi kuskus mendapat persetujuan bantuan dana penelitian dari Rufford Foundation. r3 . Ku s k u s d i d a la m p ena n a gk ra n Kegiatan penelitian ini juga melibatkan mahasiswa Fakultas Kehutanan yang ikut membantu dalam pengumpulan data sekaligus menjadi bagian dari penelitian skripsi sebagai tugas akhir penyelesian studi mereka. Pendekatan dengan Radio Republik Indonesia (RRI) Nabire akan coba dijalin untuk penyebar luasan informasi penyuluhan perlindungan habitat dan populasi kuskus melalui siaran pedesaan. Apa yang diharapkan? Apa tindakan selanjutnya? Awal tahun 2014 ini usulan kegiatan kami untuk melakukan survey kondisi populasi kuskus serta asosiasinya dengan tipe habitat di Pulau Ratewi dan usaha peningkatan Diharapkan rangkaian kegiatan yang direncanakan akan memberikan sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk perlindungan kuskus dan habitat alaminya dengan tersedianya informasi: .....bersambung ke hal 18 Vol. 22 No. 2, Juli 2014 5 Berita Kegiatan Budidaya Pembesaran Kerang Darah di Pertambakan Pesisir Sawah Luhur, Teluk Banten Urip Triyanto* ni Uri p) Fo to : e .J r1 ba Gam Anggota suku Arcidae ini disebut kerang darah karena ia memiliki pigmen darah merah/haemoglobin, sk er sehingga kerang an ( gd at ini dapat hidup pada a f ara an h ya kondisi kadar oksigen ng memiliki banyak m yang relatif rendah, bahkan setelah dipanen masih bisa hidup erang darah adalah hewan air walaupun tanpa air. bercangkang yang hidup di perairan pantai bersubstrat pasir berlumpur. Hewan bertubuh lunak (moluska) dengan nama Khasiat kerang merah latin Anadara granosa ini, juga dapat ditemukan pada ekosistem Mungkin banyak anggapan mangrove, estuary dan padang diantara kita bahwa kerang lamun. Cara hidup jenis hewan tidak aman dikonsumsi karena ini cukup unik yaitu dengan mengandung kolesterol tinggi. membenamkan diri di dalam Namun, dari banyak literatur dan lumpur berpasir di daerah pasang hasil penelitian diketahui bahwa surut. Kerang darah dapat berperan kandungan kolesterol pada kerang sebagai indikator pencemaran justru lebih rendah dibanding karena mampu mengakumulasikan daging sapi dan ayam yang sering timbal (Nurdin et.al 2006). kita makan. Jika dikonsumsi secara K Biota ini mempunyai ciri khas yaitu mempunyai 2 keping cangkang tebal berbentuk elips. Cangkang terdiri dari 3 lapisan, yaitu (1) periostrakum, lapisan terluar/pelindung; (2) lapisan prismatic, tersusun dari kristalkristal kapur, dan (3) lapisan nakreas, sering disebut lapisan induk mutiara, tersusun dari lapisan kalsit (karbonat) yang tipis dan paralel. 6 Warta Konservasi Lahan Basah (Foto: Eko B.P.) tidak berlebihan, kerang darah banyak memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh kita. Seperti ikan, cumi, kepiting dan udang, kerang juga mengandung zat gizi berupa vitamin B6, vitamin D, niacin dan omega 3. Kerang kaya akan protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kalsium yang dibutuhkan tulang, sehingga sangat baik bagi asupan makanan anak-anak usia tumbuh kembang. Manfaat lain dari mengkonsumsi kerang adalah dapat mengurangi gejala reumatik, menurunkan kolesterol darah, menurunkan aktivitas pertumbuhan sel kanker, serta mencegah risiko terkena sakit jantung. Kerang juga relatif rendah sodium dan kalori, sehingga tidak meningkatkan tekanan darah dan berat badan. Budidaya kerang merah oleh kelompok masyarakat Melihat potensi dan manfaat kerang darah, menjadikan biota laut ini marak dicari dan diminati. Sebagian masyarakat menjadi terbiasa dengan kerang darah yang dijadikan menu makanan atau cemilan. Meningkatnya kebutuhan/ permintaan masyarakat akan kerang, tentu berdampak pada ketersediaan kerang di habitat alaminya. Menangkap peluang ekonomi yang cukup prospektif dari kebutuhan akan kerang darah, masyarakat Desa Sawah Luhur yang tergabung dalam Kelompok Pencinta Alam Pesisir Pulau Dua (KPAPPD) telah mencoba membudidayakan kerang darah di dalam tambak. Budidaya Bibit kerang darah diperoleh petani tambak dari tepi pantai yang kedalaman airnya sekitar 30-50 cm dengan menggunakan jaring seser yang dimasukkan ke dalam lumpur dan didorong maju. Pencarian bibit kerang (sebaiknya) dilakukan saat musim timuran, dimana saat itu air laut sedang tenang dan biasanya bibit kerang sedang banyakbanyaknya. Petani mengambil bibit pada siang hari setelah beraktivitas di tambak. Bibit-bibit kerang yang terkumpul selanjutnya dimasukkan ke dalam gentongan (sebutan masyarakat sekitar untuk petakan tambak yang digunakan untuk pembesaran nener/bibit ikan bandeng, biasanya berukuaran 5 x 10 m). Sebelumnya, nener/bibit ikan bandeng yang sudah berumur 1 bulan, dikeluarkan dari gentongan dan dilepaskan ke dalam petakan tambak yang lebih luas. Gentongan yang Saat ini, KPAPPD yang merupakan mitra dan binaan Wetlands International – Indonesia (WII), telah membudidayakan kerang darah di 3 tambak yang i p) Ur o: ot r3 . Bi bit k e ra n g y a n g a k an b d ie ar (F :U rip ) ba to era ng (Fo Pemanenan kerang darah dilakukan setelah 7 bulan masa pembesaran, dilakukan dengan cara menangkap langsung di dalam lumpur (gogoh, bahasa lokal). Pemanenan dilakukan secara bertahap dan selektif, hanya kerang yang sudah besar saja yang diambil sementara yang masih kecil dibiarkan, hal ini untuk menjaga agar nilai jual tetap tinggi. Dari hasil panen didapatkan bahwa 1 karung bibit kerang (ukuran 40 kg) yang ditebar menghasilkan sekitar 2-3 karung kerang dewasa (ukuran 40 kg). Kerang hasil panen dijual dengan harga berkisar Rp. 15.000,- s/d Rp. 20.000,- per kg tergantung ukuran besar kecilnya kerang. Ga Selama bibit di dalam d bu g, y gentongan, tanggul/ k g se tnu u n pematang tidak boleh bocor bag ian petaknya digunaka agar bibit tidak keluar dan menyebar, untuk menghindari kebocoran sebaiknya dilakukan kerang ini sebenarnya sudah lama pengecekan tanggul secara rutin. dikembangkan masyarakat petani Selama proses budidaya, petani tambak di Desa Sawah Luhur, tambak tidak perlu repot-repot Banten, namun hanya oleh sebagain menyiapkan dan memberikan kecil masyarakat saja. Banyak pakan, karena bibit-bibit kerang para petani tambak lain enggan sudah mendapatkan makanan melakukan budidaya kerang karena alaminya berupa planktonsulitnya mendapatkan bibit serta plankton yang terbawa masuk air lamanya proses pemanenan (sekitar laut. 6-7 bulan). m m Fo ba nd en kosong selanjutnya dimanfaatkan oleh kelompok petani tambak untuk budidaya kerang darah, sambil menunggu panen ikan bandeng. Ga ba m Ta 2. ar k id ay ak b Gam to: Urip) Berita Kegiatan ba r4 . Ke ra n g y ang suda h m asa n pa en disediakan WI-I, yaitu tambak Si Bom Besar, Si Bom Kecil dan Si Ambon. Walaupun hanya merupakan kegiatan/usaha sambilan (dari kegiatan utama budidaya ikan bandeng), namun kegiatan budidaya kerang di pertambakan telah memberikan peluang (tambahan) baru yang bernilai ekonomis bagi kelompok masyarakat. Tiada salahnya, budidaya kerang terus ditingkatkan dan dikembangkan khususnya di daerah pertambakan Desa Sawah Luhur ini. Hingga suatu saat, kerang darah menjadi salah satu ikon wilayah tersebut, dan dapat meningkatkan taraf perekonomian masyarakat sekitar … semoga. •• * Partners for Resilience (PfR) Field Facilitator E-mail: [email protected] Vol. 22 No. 2, Juli 2014 7 ( Fokus Lahan Basah ..... sambungan dari halaman 3 Kajian Baseline Ekosistem Mangrove ..... Penggalian informasi, analisa, dan penilaian, secara umum dilakukan dengan memadukan hasil dari pendekatan pemetaan ekosistem yang dibantu penggunaan citra satelit dan sistem informasi geografis dan diperkuat dengan observasi dan validasi lapangan. Diharapkan informasi ini dapat mengetahui tingkat kelayakan lokasi proyek, potensi rehabilitasi, kesesuaian jenis tanaman, dan tantangan kedepan. Tujuan Kajian Baseline 1.Mengidentifikasi kondisi ekosistem mangrove terkini di desa-desa pada Program Fasilitas Dana Hibah Skala Kecil (Small Grant Facility/ SGF) 2.Mengetahui kondisi awal areal – areal yang direncanakan untuk Rehabilitasi 3.Memetakan areal yang berpotensi untuk direhabilitasi, dalam rangka untuk menyelaraskan kegiatan rehabilitasi mangrove dengan ketersediaan areal yang berpotensi untuk di rehabilitasi sebagai Informasi dasar untuk memperbaiki desain proyek. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dan informasi utamanya dilakukan dengan melaksanakan observasi lapangan bersama mitra selama 9 hari mulai dari tanggal 31 Mei - 8 Juni 2014, meliputi 10 Desa dan 1 Kecamatan, diantaranya adalah Desa Torosiaje, Desa Bumi Bahari, Kecamatan Lemito, Desa Siduwonge, Desa Bulili, Desa Limbula, Desa Mootilango, Desa 8 Warta Konservasi Lahan Basah Pohuwato Timur, Desa Deaga, Desa Motandoi Selatan. Sumber data berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer, menggunakan Citra satelit yang digunakan untuk mengekstraksi informasi tentang kondisi biofisik lokasi kajian. Mengingat lokasi yang dikaji adalah pada skala desa maka data dasar citra satelit yang digunakan adalah citra satelit resolusi tinggi. Citra satelit tersebut terdiri dari citra satelit QuickBird, Ikonos, Geoye, dan WorldView dengan akusisi perekaman yang berbeda-beda. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti instansi pemerintah seperti BPS (Desa dalam Angka atau Kecamatan dalam Angka), data hasil-hasil kajian Bappeda, data Dinas Kesehatan, Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Puskesmasdan monografi desa serta literatur lainnya. Analisa Data Analisa data diutamakan dengan memetakan ekosistem berbagai ekosistem yang ada di wilayah pesisir desa kajian. Pemetaan ekosistem mangrove dalam kajian ini difokuskan sebagai acuan dasar dalam rencana rehabilitasi dan manajemen ekosistem dan restorasi. Diharapkan peta yang dihasilkan dapat diturunkan menjadi informasi dalam mendukung upaya tersebut. Berikut adalah langkahlangkah dalam pemetaan ekosistem mangrove : 1. Koreksi Geometrik Data hasil rekaman sensor pada satelit merupakan representasi dari bentuk permukaan bumi yang tidak beraturan. Meskipun kelihatannya merupakan daerah yang datar, tetapi area yang direkam sesungguhnya mengandung kesalahan (distorsi) yang diakibatkan oleh pengaruh kelengkungan bumi dan atau oleh sensor itu sendiri, maka diperlukan koreksi geomertrik. Oleh sebab itu tahap awal yang dilakukan pada pengolahan citra satelit adalah dengan melakukan koreksi geometrik. Koreksi geometrik perlu dilakukan untuk mengurangi distorsi yang terjadi pada citra saat perekaman. Pendekatan yang digunakan adalah dengan melakukan koreksi geometrik image to point. Titik-titik tertentu di permukaan bumi yang menyolok, mudah diidentifikasi dalam citra satelit, dan diketahui dengan pasti posisinya (koordinat) melalui gps atau peta rupa bumi, dijadikan titik acuan untuk koreksi. Titik-titik yang diambil adalah pada daerah yang mudah dikenali baik pada citra maupun pada keadaan aslinya (alam), seperti perempatan jalan, pertigaan jalan, sehingga kekeliruan dalam menentukan titik sekutu bisa diminimalisasi. Selain itu, semakin banyak jumlah titik dan semakin menyebar distribusi titiktitik sekutu pada citra, akan semakin baik hasilnya dari proses koreksi geometrik yang dilakukan. 2. Interpretasi Visual Interpretasi secara visual (manual) dilakukan terhadap data penginderaan jauh yang berdasarkan pada pengenalan ciri/karakteristik objek secara keruangan. Karakteristik objek dapat dikenali berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona/ warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti. Metode ini disebut sebagai metode manual karena penafsirannya dilakukan oleh manusia sebagai Fokus Lahan Basah interpreter. Proses interpretasi dapat saja menggunakan bantuan komputer untuk digitasi on screen, namun justifikasinya tetap dilakukan secara manual. Hasil interpretasi secara visual sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman interpreter, sehingga dimungkinkan hasil interpreter yang tidak konsisten dan subjektif. Output metode ini berupa data vektor. 3. Pembangunan Atribut Atribut dibangun tidak terpaku pada mangrove existing saja, melainkan semua komponen ekosistem mangrove yang masih dapat teridentifikasi pada citra satelit. Dalam konteks rehabilitasi identifikasi areal potensial mangrove menjadi atibut yang perlu untuk dimunculkan mewakili lahan terbuka di dalam ekosistem mangrove, karena akan menjadi dasar rencana keruangan dalam melaksanakan kegiatan rehabilitasi. Pembangunan atribut dibangun menjadi 2 level hirarki, pada level pertama ekosistem mangrove dibagi menjadi 2 kelas, yaitu vegetasi mangrove dan areal potensial mangrove. Selanjutnya pada level kedua, vegetasi mangrove dibagi menjadi 3 kelas, diantaranya mangrove kerapatan tinggi, kerapatan sedang, dan kerapatan rendah (visual approach). Sementara pada kelas areal potensial mangrove dibagi kembali menjadi 2 kelas, yaitu suitable dan feasible, Pengertian suitable mengarah pada kondisi biofisik suatu lahan yang dinilai sesuai untuk kegiatan rehabilitasi. Dalam konteks pemetaan, ini mengacu pada lahan terbuka yang substrat dan kondisi hidrologinya sesuai prasyarat untuk kegiatan rehabilitasi. Namun semua lahan yg suitable ini belum tentu feasible seluruhnya karena walaupun suitable namun kadang ada kendala-kendala lain, misalnya lahan milik orang lain, dijadikan tempat berlabuh perahu, atau sebagian lokasi tesebut direncanakan akan dirubah fungsinya. Maka kriteria kelayakan (Feasibility) mengacu pada beberapa asumsi, dimana : 1.Lahan memiliki kondisi lingkungan tempat tumbuh yang baik, seperti bebas dari gelombang yang besar 2.Lahan memiliki aspek legal atau izin yang jelas dari pihak terkait untuk ditanami atau direhabilitasi, baik pada lahan pribadi maupun lahan negara. 3.Rencana tata ruang pemanfaatan lahan, dalam hal ini lahan dikatakan layak jika lahan tidak direncanakan untuk pemanfaatan lain, sebagai contoh pembangunan pemukiman. 4.Validasi lapangan dan Reinterpretasi Validasi lapangan dilakukan dalam rangka untuk mengetahui kondisi terkini wilayah-wilayah yang direncanakan akan di observasi. Tanggal akusisi citra satelit tidak selalu sesuai dengan kondisi terkini, dengan membandingkan kondisi lapangan dengan hasil interpretasinya, hal ini menjadi relevan jika teridentifikasi adanya perubahan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan reinterpretasi pada hasil interpretasi awal. Selain itu dilakukan juga penilaian biofisik ekosistem mangrove dilakukan dengan mengamati langsung di lapangan, dimana yang diamati adalah kondisi ekosistem mangrove terkini, pencatatan jenis spesies, substrat yang dominan, serta dominasi spesies mangrove. Hasil & Rekomendasi Dari kegiatan kajian, diketahui bahwa kondisi ekosistem mangrove pada wilayah desa-desa terpilih dalam Program SGF di wilayah pesisir Teluk Tomini, pada umumnya menghadapi ancaman degradasi dan deforestasi akibat pengurangan tutupan vegetasinya. Hal ini akibat dari pemanfaatan bakau untuk kayu bakar, bahan bangunan, dan konversi menjadi tambak. Berdasarkan hasil desk study, observasi lapangan, dan informasi yang didapatkan dari masyarakat desa maupun pelaku kegiatan, terdapat beberapa simpulan terkait relevansi rencana penanaman dan kapasitas lahan yang layak untuk direhabilitasi. Hal tersebut secara langsung berdampak pada peningkatan areal yang potensial untuk direhabilitasi. Pada areal ini terdapat dua kelas areal yaitu yang cocok untuk ditumbuhi mangrove (suitable) dan areal yang layak ditumbuhi mangrove (feasible). Terkait dengan kegiatan rehabilitasi, Hybrid Engineering merupakan opsi yang dapat dimasukkan dalam rencana kegiatan. Akan tetapi dari hasil observasi lapangan di seluruh desa binaan secara umum kondisi biofisik pesisir tidak memungkinkan untuk diaplikasikannya hybrid engineeing, mengingat konsentasi dari substrat lumpur sebagai objek material yang akan ditangkap dalam hybrid engineering memiliki konsentasi yang sangat rendah. Tulisan ini bersumber dari tehnical report yang diterbitkan WI-I. Untuk mengetahui lebih lanjut silahkan hubungi penulis. •• ** GIS Specialist, Wetlands International Indonesia; Email: [email protected] Vol. 22 No. 2, Juli 2014 9 Berita Umum Lahan Basah Kajian Sebaran Lahan Gambut sebagai Lahan Padi di Pantai Timur Sumatera Utara Rahmawaty*, Abdul Rauf dan Ameilia Zuliyanti Siregar** Pendahuluan L uas lahan gambut di Indonesia diperkirakan seluas 20.6 juta ha atau sekitar 10.8 persen dari luas daratan Indonesia. Dari luas tersebut sekitar 7.2 juta ha atau 35% terdapat di Pulau Sumatera (Wetlands International - Indonesia, 2014). Sebaran gambut di Sumatera meliputi propinsi-propinsi: Riau 4,044 juta ha (56,1%), Sumatera Selatan, 1,484 juta ha (20,6%), Jambi 0,717 juta ha (9,9%), Sumatera Utara 0,325 juta ha (4.5%), Nangroe Aceh Darussalam 0,274 juta ha (3.8%), Sumatera Barat 0,210 juta ha (2,9%), Lampung 0,088 (1,2%), dan bengkulu 0,063 juta ha (0.88%). Khusus untuk Propinsi Sumatera Utara, sebaran lahan gambut terluas terdapat di bagian pantai timur yang didominasi oleh gambut sedang (kedalaman 1-2 meter), yaitu seluas 228.384 ha. Sebarannya meliputi Kabupaten Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Asahan dan Batubara. Tanah gambutnya didominasi oleh tanah dengan tingkat kematangan saprists bercampur tanah mineral, dan sebagian hemists bercampur tanah mineral dan campuran antara saprists dan hemists. 10 Warta Konservasi Lahan Basah Sedangkan lahan gambut-dalam (≥ 2 m) seluas 49.699 hektar (15,3%) dan gambut-dangkal (< 1 m) seluas 47.212 hektar (14,5%) terdapat di pantai barat di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan, Mandailing Natal dan sebagian Tapanuli Tengah. Gambut dalam didominasi jenis tanah gambut saprists, sedangkan gambut-dangkal seluruhnya berupa gambut hemists bercampur tanah mineral. Disamping itu, masih terdapat lahan gambut pedalaman di bagian tengah propinsi, yakni di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Samosir dan Toba Samosir. Di beberapa wilayah, lahan gambut telah banyak dimanfaatkan untuk pengembangan padi sawah, khususnya pada gambut dangkal (< 1 m) dan gambut sedang (1-2 m). Namun, dari berbagai penelitian diketahui bahwa produktivitas padi sawah yang dihasilkan tergolong rendah. Beberapa gambaran rendahnya produktivitas padi di lahan gambut antara lain dialami petani di Kecamatan Bunga Raya, wilayah yang ditetapkan menjadi lumbung padi di Kabupaten Siak, dengan luas lahan pertanian padi di lahan gambut lebih dari 2.400 ha, produktivitas rata-rata hanya berkisar antara 3,5-4,0 ton per ha. Hal yang sama ditemukan di Jambi dengan produksi padi sawah di lahan gambut rata-rata 3,63 ton/ ha. Produktivitas padi tertinggi terdapat di Kabupaten Kerinci dengan rata-rata produksi 4,87 ton/ ha, disusul Kabupaten Bungo 3,7 ton/ ha, Kabupaten Batanghari 3,58 ton/ ha, Kabupaten Sarolangun 3,42 ton/ ha dan Kabupaten Tebo 3,30 ton/ha. Sementara di Kabupaten Tanjab Barat dan Timur serta Kabupaten Muara Jambi dan Merangin produksi baru mencapai 3,2 ton/ha. Rendahnya produktivitas komoditas tanaman pangan (khususnya padi sawah) di lahan gambut disebabkan antara lain belum ditenerapkannya teknik budidaya yang tepat dan spesifik, karena keadaan tanah dan lingkungannya tidak serupa dengan lahan sawah irigasi. Kesalahan budidaya dapat menyebabkan gagalnya panen dan dapat pula merusak tanah dan lingkungan. Sejauh ini belum ditemui data produktivitas dan luas lahan gambut yang digunakan untuk padi sawah di Pantai Timur Sumatera Utara. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian untuk mengidentifikasi luas sebaran dan karakteristik lahan gambut di Pantai Timur Sumatera Utara yang digunakan untuk padi sawah. Permasalahan Alih Fungsi Kawasan Gambut di Sumatera Utara a, a Ka tar b. A shan,Sumatera U Berita Umum Lahan Basah Ga ta ra la m m p er a d a is Ut a w ar a ah Ga Ga Da 1. m k r ba Gam Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian, terutama pertanian lahan kering (hortikultura dan Ga mb perkebunan) berdampak g m di U ut Ar Ke b a ra ra a pada penurunan muka air dan pad u c r t c .Ra 2 . G u l ate i saw Pan wa ambu rti k Sum pelepasan karbon. Kombinasi ah di Kec.Rawang o h ng P t ta n a m a n , ha n anca teknologi pengaturan hidrologi dan Arga, Kab. Asa penambahan amelioran pada lahan Rendahnya produksi padi di lahan gambut (Manti dkk., 1993) dapat gambut juga dipengaruhi oleh menekan kerusakan gambut yang pengolaan air yang kurang baik, digunakan untuk bidang pertanian, terutama bila tanah mineral di khususnya sawah padi (Gambar 1), bawah gambutnya teroksidasi tanaman hortikultura (Gambar 2) (menjadi kering), sehingga keadaan dan tanaman perkebunan (Gambar biofisik seperti pH rendah dan 3). Sedangkan lahan gambut yang tingginya konsentrasi asam sesuai untuk padi adalah yang organik serta kelarutan Al dan Fe lapisan gambutnya tidak dalam yang tinggi pada tanah mineral dan cenderung matang (hemik ba it, bawah gambutnya, dapat meracuni di K r 3 . a w at dan saprik) seperti yang terdapat s ec. K o p a , Su m Raw m b i tanaman padi (Yardha dan ela di Kec.Rawang Panca Arga, Kab. ang n a si g a m b u t k sahan Panca Arga, Kab. A Adli,1993). Selain itu, umumnya Asahan, Sumatera Utara dan Kec. petani yang melaksanakan Teluk Dalam, Kab. Asahan, Sumatera budidaya padi lahan gambut Utara (Gambar 4). menggunakan pupuk yang tidak sesuai, sehingga pertumbuhan tanaman tidak sempurna dan hasil Teknologi Tanaman Padi rendah. Pupuk yang sesuai di lahan Lahan Gambut gambut adalah pupuk komplek yang tidak hanya mengandung Untuk melaksanakan penanaman unsur hara makro, tetapi juga padi di lahan gambut diperlukan mengandung unsur hara mikro rakitan teknologi budidaya u seperti Cu, Zn dan B (Chairunas el K ba .T yang adaptif, efektif, dan mudah c dkk., 1994). Perlindungan tanaman ab. Ar 4 . G e iK sah a m b diadopsi oleh petani. Pemanfaatan terhadap gangguan hama dan ut kela p a s a w it d an, Sum lahan gambut untuk padi umumnya atera Utara penyakit di lahan gambut dilakukan dengan menerapkan sistem surjan. preventif/pencegahan hama Penggunaan varietas lokal atau penyakit, tetapi jika tanaman padi 1.Tahapan Persiapan IR-42 kurang sesuai pada lahan meliputi: (1) koordinasi dengan sudah mulai terkena tanda-tanda gambut, selain peka terhadap hama instansi/lembaga terkait, (2) serangan hama penyakit sebaiknya penyamaan persepsi dan wereng coklat biotip Sumatera segera dilakukan pemberantasan pembekalan diantara sesama tim Utara dan wereng hijau, juga hama penyakit dengan obat-obatan peneliti, (3) pengumpulan data mudah terjangkit penyakit blast alami atau buatan anorganik, sekunder terkait budidaya padi dan kerdil rumput. Beberapa sehingga padi yang ditanam di lahan gambut Pantai Timur varietas padi yang sesuai di lahan di lahan gambut memberikan Sumatera Utara, (4) pengumpulan gambut, yang baru dilepas pada pendapatan yang layak bagi petani. peta penggunaan lahan, terutama beberapa tahun belakangan ini Kajian tingkat produktivitas padi peta lahan sawah dan peta landsat adalah varitas Kapuas, Lematang, sawah di lahan gambut Pantai terbaru kawasan lahan gambut Sei Lilin dan Way Seputih (Yarda Timur Sumatera Utara terdiri dari 3 Pantai Timur Sumatera Utara. dan Yusuf, 1993; Ibrahim, 2008). (tiga) tahapan, yaitu: .....bersambung ke hal 18 Vol. 22 No. 2, Juli 2014 11 Berita Umum Lahan Basah MAIGHIAN [Toona sureni (Blume) Merr.] Kayu Perahu Nomor Satu Orang WAROPEN Bagian 2 (lanjutan dari WKLB edisi sebelumnya, Vol 22 no. 2, Juli 2014) Elieser Y.I. Viktor Sirami* Kayu Maighian atau nama lain Surian/Suren (Toona sureni), adalah jenis kayu yang memiliki nilai sosial sangat penting dalam tatanan budaya orang Waropen, Papua. Jenis kayu ini banyak digunakan sebagai bahan membuat perahu. Secara filosofi, kebersamaan masyarakat Waropen terbangun dari sebuah perahu, sejak perahu masih berwujud batang pohon hingga perahu digunakan sebagai wadah menanam tanaman atau (dahulu) sebagai peti jenasah yang diletakkan di atas akar-akar mangrove. Dengan demikian kayu perahu adalah perwujudan dari material kongkrit dan abstrak yang perlu difahami peranannya dari aspek sosial budyaa dan ekonomi maupun ekologi. Kesesuaian Konsep Tradisional dan Hasil Kajian Ilmiah N ilai sosial kayu maighian (Toona sureni) yang sudah ada sejak ratusan tahun silam dalam kehidupan masyarakat Waropen sangat beralasan, setelah beberapa penelitian terungkap adanya kecocokan antara nilai sosial tersebut dengan bahan bioaktif yang dikandungnya. Toona sureni, mengandung bahan aktif surenon, surenin dan surenolakton yang berperan sebagai penghambat pertumbuhan mikro-organisme, insektisida dan penghambat daya makan terhadap larva ulat. Fitria (2013), menjelaskan bahwa ekstrak daun maighian dapat menjadi pengendali ulat dan kutu daun pada tanaman tembakau. Lestari et al., (2013), 12 Warta Konservasi Lahan Basah efektivitas serangan ulat Heortia vitessoides dan Pitama hermesalis pada tanaman gaharu dapat dikendalikan dengan ekstrak daun dan biji maighian. Daunnya mengandung antioksidan kuat (Ekaprasada, et al., 2009), juga antibakterial yang mampu menghambat aktivitas Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis (Ekaprasada, et al., 2013). Daunnya juga mengandung alelopati yang berfungsi sebagai pengusir nyamuk dan kecoak (Juniarti et al., 2011). Ekstrak bijinya memiliki racun yang kuat sebagai penolak atau pengusir kumbang tepung merah (Parvin, et al., 2012). Walaupun belum banyak hasil penelitian yang mengungkapkan efektivitas bahan aktif pada pohon maighian terhadap serangan hama perusak kayu, namun dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa nilai sosial kayu maighian juga turut ditentukan oleh kandungan bahan kimia yang terkandung dalam daun, batang dan buahnya. Secara teknis penggunaan kayu maighian sebagai bahan baku badan perahu sangat ditunjang oleh sifat fisika, kimia dan sifat pengerjaannya. Berdasarkan beberapa hasil penelitian Badan Litbang Kehutanan (2007), diketahui bahwa kayu surian memiliki kelas kuat IV dan kelas awet IV/V, daya tahannya terhadap rayap kayu kering termasuk kelas IV, sedangkan terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas IV V. Kayu mudah dibentuk, diampelas, diserut, dibuat lubang persegi dan dapat dibubut dengan baik. Kayu ini juga tergolong tahan lama di dalam air laut. Kayu tua mempunyai warna kayu teras Berita Umum Lahan Basah merah coklat, gubal berwarna putih kemerahan dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Tekstur kayunya kasar, arah serat lurus atau agak berpadu, permukaan kayu agak licin dan mengkilap, lingkaran tahun jelas sehingga memiliki nilai estetika yang tinggi. Berat jenis 0,53 (0,42 – 0,65), pada keadaan kering tanur adalah 3,3% (radial) dan 4,1% (tangensial). Nilai penyusutannya tergolong tinggi, namun secara tradisional masyarakat telah mengantisipasi efek buruknya lewat sistem aribo. Aribo adalah beberapa buah kayu log berdiameter > 40 cm yang diikat dengan tali rotan (Calamus spp.), ditempatkan di belakang atau samping rumah, dengan posisi tertentu dan berfungsi sebagai dock perahu, tempat mencuci pakaian, dan tempat bermain anak-anak. Aribo akan mengapung mengikuti gerakan pasang surut air sehingga perahu yang berada di atasnya tetap dalam keadaan lembab. Ketahanan kayu maighian juga ditentukan oleh suhu air dan salinitas air, sebab pada masa lalu beberapa kampung orang Waropen berada di tengah hutan mangrove yang berair payau. Faktor tempat tumbuh juga menentukan kualitas kayunya. Suhu dan kelembaban udara pun tidak mengalami perubahan yang ekstrim. Sekitar perkampungan masyarakat sangat sejuk karena dikelilingi hutan mangrove yang luas dan utuh serta sirkulasi angin yang teratur tanpa penghalang karena dekat dengan laut. Ketahanan kayu mainghian sangat kontra dengan hasil penelitian Muslich dan Sumarni (2008), bahwa surian asal Sulawesi Selatan memiliki tingkat ketahanan paling rendah dari 200 jenis kayu yang diuji ketahanannya terhadap serangan penggerek di laut setelah direndam 6 bulan dalam air asin dengan suhu 28-29ºC, salinitas 30-33 per mil, pada pantai berkarang dan berpasir putih. Maighian sebagai kayu perahu nomor satu karena nilai sosialnya ditunjang oleh sifat alaminya, perlakuan yang diberikan, tempat tumbuh dan lingkungan biofisik tempat tinggal masyarakat dan cara penggunaannya. Kelangkaan Kayu Maighian dan Strategi Pemecahannya Saat ini populasi jenis-jenis kayu bahan perahu terutama Maighian sudah semakin langka. Kelangkaan tersebut mempengaruhi nilai-nilai budaya berperahu orang Waropen terutama mereka yang tinggal di luar Waropen. Misalnya pada pemukiman komunitas Waropen di Sorong seperti daerah Klademak II Pantai dam Remu Pantai, di Jayapura seperti Hamadi, dan Manokwari di daerah Arkuki, masyarakatnya sudah jarang menggunakan jenis-jenis kayu perahu (termasuk Maighian), padahal lebih dari 80% dari mereka masih melakoni pekerjaan sebagai nelayan tradisional. Kondisi ini adalah sebuah ancaman bagi budaya berperahu orang Waropen, karena kayu perahu mempunyai banyak manfaat yang dapat dikembangkan baik yang berhubungan dengan budaya asli Waropen maupun dalam aspek kehidupan yang lain. Untuk mencegah punahnya nilai-nilai sosial budaya berperahu masyarakat Waropen, diperlukan upaya pelestarian dan pengembangan jenis tanaman Maighian dalam bentuk hutan tanaman berbasis masyarakat dengan penerapan sistem silvikultur intensif. Dijelaskan Nugraha dan Murtidjo (2005), bahwa hutan adalah satu kesatuan lingkungan budaya dan tumpuan hidup, sebab itu budaya masyarakat lokal harus sepenuhnya mandapat tempat yang semestinya dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Manfaat maighian dalam tatanan budaya yang diletakan oleh para leluhur, sebenarnya adalah hasil penerawangan yang dilakukan jauh sebelum peradaban semi modern orang Waropen dimulai. Para leluhur bukan hanya menemukan maksud Sang Khalik melalui pesan mistis bahwa kayu Maighian hanya berfungsi sebagai kayu perahu saja. Lebih dari itu, mereka juga telah menemukan sebuah harapan bahwa generasi sesudah mereka akan mampu mengembangkan manfaatnya untuk kehidupan yang lebih baik. Dengan demikian, mengurangi kelangkaan kayu Maighian, berarti mengurangi kerusakan hutan. Melestarikan kayu Maighian berarti menjamin keberlangsungan budaya berperahu orang Waropen untuk generasi saat ini maupun generasi yang akan datang. *Fakultas Kehutanan Unipa Manokwari (e-mail:[email protected]; [email protected]) Vol. 22 No. 2, Juli 2014 13 Flora & Fauna Lahan Basah Koleksi Tumbuhan Air Rawa Unik, Cantik dan Berpotensi di Kebun Raya Bogor Saniyatun Mar’atus Solihah* dan Mahat Magandhi* K ebun Raya adalah kawasan konservasi tumbuhan ex situ yang memiliki koleksi tumbuhan terdokumentasi dan ditata berdasarkan pola klasifikasi taksonomi, bioregion, tematik, atau kombinasi dari polapola tersebut untuk tujuan kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, wisata dan jasa lingkungan (Perpres No. 93 Tahun 2011 tentang kebun raya). Kebun Raya Bogor (KRB) memiliki beragam koleksi tumbuhan air asli Indonesia dan dari berbagai negara. Secara garis besar tumbuhan air dikelompokkan menjadi 4 tipe yaitu Tumbuhan Air Oksigen, Tumbuhan Air Mengapung, Tumbuhan Air Lumpur dan Tumbuhan Air Pinggir. Tumbuhan air oksigen, seluruh bagian tumbuhan terendam air. Tumbuhan ini mampu membersihkan udara, menyerap kandungan garam yang berlebihan di dalam air, dan tempat berlindung dan menyimpan telur ikan. Contohnya Hydrilla verticilata, Utricuralia bifida, dan Limnophila sessiliflora. Tumbuhan air mengapung, jenis ini mudah dikenali karena akarnya tidak memerlukan media tanam lain kecuali air. Contohnya eceng gondok (Eichornia crasipes) dan kapu - kapu (Pistia stratiotes). Tumbuhan air lumpur, jika tumbuhan ini di tanam dalam kolam lazimnya ditambah media lumpur untuk memberikan kesan alami pada kolam. Contohnya adalah Echinodorus radicans dan Araceae (talas-talasan). Tumbuhan 14 Warta Konservasi Lahan Basah air pinggir, tumbuh di tempat yang selalu basah, dalam genangan air atau rawa-rawa. Ciri tumbuhan air ini, meski batangnya terendam, sebagian besar batang, daun, dan bunganya tetap muncul di permukaan air. Contohnya adalah Acorus calamus, Cyperus spp., Sagittaria spp. (Hidayat et al., 2004). Jenis-Jenis Tumbuhan Air Rawa Koleksi KRB 1.Acanthus ilicifolius L. (Acanthaceae) Memiliki nama umum Jeruju, habitat utama hutan mangrove dengan air payau pada ketinggian sampai dengan 500 mdpl. Berupa herba rendah terjurai dipermukaan tanah, kuat agak berkayu (Noor et al., 2006). Distribusi jenis ini tumbuh liar di pantai-pantai kawasan Asia dan Afrika tropis sampai Australia bagian utara. Sedangkan di Indonesia terdapat di Jawa dan Madura. Manfaaf dan khasiat: daun, sebagai makanan ternak dan sebagai bahan obat gangguan otot, reumatik dan urat syaraf; bunga yang indah dan menarik menjadikan jenis ini cocok sebagai tanaman hias kolam; buah, ditumbuk digunakan untuk pembersih darah serta mengatasi kulit terbakar; dan biji, konon bisa mengatasi serangan cacing dalam pencernaan. 2.Acorus calamus L. (Acoraceae) Tumbuhan rawa berbentuk mirip rumput ini diperkirakan berasal dari India dan menyebar luas ke Asia, Eropa dan Amerika Utara. Di Indonesia dikenal dengan nama Jeringau atau Jaringau, banyak ditemui di rawa-rawa atau areal persawahan. Daun dan rimpang memiliki aroma yang kuat, dan dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional. Jeringau juga seringkali dijadikan sebagai bahan ritual seperti yang dilakukan oleh suku Banjar untuk menghalau Kuyang (siluman) dan rohroh jahat. 3.Bacopa caroliniana Robinson (Plantaginaceae) Habitat jenis ini adalah di rawa-rawa dan kolam. Penyebarannya yaitu di kawasan pantai Amerika Utara bagian tengah dan selatan. Tumbuh bergerombol mengapung dipermukaan air seperti membentuk pulau. Mahkota bunga berwarna violet dan kepala sari kuning. Berpotensi sebagai tanaman hias kolam. 4.Cyperus papyrus L. (Cyperaceae) Dikenal dengan sebutan Rumput Kertas dan Rumput Mesir, merupakan herba air berumpun besar dengan tinggi sampai 2,5 m, tumbuh di tempat berawa, kolam dan tempat yang sangat terbuka. Penyebaranya: di Indonesia, Mesir, Palestina, Malaysia dan Sisilia. Dengan habitus yang unik, jenis ini berpotensi sebagai tanaman hias. Bagian tumbuhan dapat dijadikan bahan baku kertas, bahan tali, dan akar rimpang dapat dimakan dan sebagai pupuk. 7.Equisetum ramosissimum Desf. (Equisetaceae) Dikenal dengan nama Rumput Betung, Ekor Kuda, dan Tropongan, hidup di tempat-tempat yang basah, tepi sungai, dan tempat-tempat terbuka lembab dan cukup sinar matahari ini. Penyebarannya mulai dari Afrika selatan dan timur, Eropa bagian selatan dan tengah, sampai sebagian besar Asia kecuali Malaysia. Manfaat: untuk obat memar, luka, patah tulang, radang sendi, disentri dan wasir. Eq .S. tu ra mo M se ) ui m s is s im u m Desf oto: S a n . (F t iy a un , 9.Lasia Spinosa (L.) Thwaites (Araceae) Tumbuhan dengan nama umum Gali-gali ini memiliki duri sangat tajam. Tinggi hingga sekitar 1,5 m, memiliki dua tipe helaian daun yaitu bercangap dan tidak bercangap. Tumbuh di hutan-hutan yang lembab dan rawa-rawa terbuka sampai ketinggian 600 m dpl, penyebarannya dari India sampai Papua. Habitus dan daun yang unik membuat tanaman ini sangat cocok sebagai tanaman hias di kolam-kolam taman. Menurut Hidayat et al., (2004) jenis ini juga bermanfaat sebagai tanaman obat dan sayuran. Daun muda yang telah di buang durinya di daerah Kalimantan dikonsumsi sebagai sayuran. Daun sebagai param untuk menghilangkan rasa sakit pada persendian dan tulang. Rebusan akarnya dipercaya memperlancar persalinan. 10.Limnocharis flava (L.) Buchenau (Alismataceae) Tumbuhan yang terkenal dengan nama umum slada sawah kuning, genjer dan centongan ini tumbuh di tempat basah seperti kolam dan sawah. Mampu tumbuh sampai dengan ketinggian 1300 m dpl. Ciri umum jenis ini adalah habitus tegak, daun tunggal dengan tangkai triangularis tebal dan berongga. Tinggi tumbuhan dapat mencapai 1 meter. Distribusi berawal dari Amerika tropis dan menyebar ke Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Thailand), Burma dan Sri Lanka. Batang dan daunnya sering dijadikan sayuran. Selain itu juga dapat sebagai tanaman hias kolam dan pakan ikan. M. n, tu no m 6.Echinodorus radicans Engelm. (Alismataceae) Nama umum melati air, tumbuh di habitat air yang bervariasi. Ciri umumnya adalah berumpun setengah terendam, daun tunggal dan kaku bersegi sampai membulat kearah pangkal daun. Penyebaran jenis ini adalah di Amerika Tengah, Lembah Mississippi dan Venezuela. Habitus dan bunga yang cantik menjadikan tanaman ini sangat berpotensi sebagai tanaman hias tepi rawa dan akuarium. 8.Hydrilla verticillata (Linn.f.) Royle (Hydrocharitaceae) Ganggeng atau Ganggang biasanya hidup bergerombol banyak, batang bercabang dan beruas. Habitat jenis ini sering ditemukan di selokanselokan, kolam, danau, rawa, sungai dan di peraian pasang surut sampai kedalaman 7 m di bawah permukaan laut. Manfaat tumbuhan ini dalam jumlah besar dapat dijadikan pupuk dan daunnya dapat dimakan oleh beberapa jenis ikan. Li 5.Cyrtosperma merkusii (Hassk.) Schott (Araceae) Dikenal dengan nama Talas Rawa Raksasa, tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Semenanjung Malaysia, Filipina dan Oceania. Di Sangihe Sulawesi Utara dikenal dengan nama Dalugha dan sudah menjadi tanaman pangan penting bagi masyarakat (Ratag et al., 2013). Tumbuh di daerah rawa-rawa maupun tempat-tempat dekat air di dataran rendah pada ketinggian sekitar 90 m dpl. Akar rimpangnya dapat dimakan seperti talas (sumber karbohidrat). Daun dan bunganya yang cantik berpotensi sebagai tanaman hias kolam atau pot. S .) Flora & Fauna Lahan Basah ch ari s fl a v a ( L.) B u c h e n a u ( F o t o: n Sa iy 11.Monochoria hastata (L.) Solm (Pontederiaceae) Enceng kebo, begitu tumbuhan ini dikenal. Jenis ini tumbuh di kolam, saluran irigasi, sungai-sungai yang berlumpur dan sawah. Distribusinya dari India kemudian menyebar ke cina bagian selatan lalu ke Asia Tenggara. Tumbuhan dengan ciri umum herba tegak dengan tinggi 30 -100 cm dan berdaun tunggal berbentuk bulat telur dengan ujung meruncing ini memiliki potensi sebagai campuran makanan ternak seperti sapi dan babi. Akar dicampur arang ditumbuk halus dapat untuk obat kudis. Daun yang masih muda dapat dimasak sebagai sayur. 12. Nelumbo nucifera Gaertn. (Nelumbonaceae) Terkenal dengan nama Bunga Seroja, Lotus India dan Lotus China. Jenis tumbuhan berumpun, tangkai daun tegak muncul ke permukaan air dengan panjang antara 0,5-1,5 m. Umumnya tumbuh di tanah berlumpur dan tergenang air seperti rawa dan kolam mini. Distribusi awal berasal dari daratan Asia kemudian tersebar ke seluruh daerah tropika dan sub tropika. Menurut Hidayat et al., (2004) tumbuhan ini umumnya dijadikan tanaman hias dan sumber pangan. Akar muda oleh masyarakat China dibakar atau direbus lalu dimakan rasanya manis, dan biji dibuat bubur sebagai obat sakit murus darah. Daun muda oleh masyarakat Makassar dibuat sayur. .....bersambung ke hal 19 Vol. 22 No. 2, Juli 2014 15 a Flora & Fauna Lahan Basah Rekor Baru: Manyar Jambul (Ploceus Manyar) di Kalimantan Selatan Mochamad Arief Soendjoto* , Maulana Khalid Riefani** , Ahmad Ready*** M . K . R i e fa n i ) oto i (F ar 1. ra Sa 16 Warta Konservasi Lahan Basah Ga mb Pembangunan wilayah tertumpu pada pertanian. Varitas padi yang dibudidayakan antara lain pandak putih, pandak kuning, dan lakatan. Varitas padi yang beradaptasi dengan lingkungan pasang surut ini memiliki tinggi batang yang mencapai 1,5 m, berumur panjang, dan tanpa perlu dipupuk intensif. Masa tanamnya Pebruari - Maret, sedangkan masa panen Juli - Sarang-sarangnya yang berbentuk unik bergantungan di rantingranting pepohonan yang tumbuh di lingkungan sekitarnya. Pohon dominan yang digantungi banyak sarang adalah rambai Sonneratia caseolaris (Gambar 1). Tumbuhan mangrove berakar nafas ini tumbuh tersebar di tepi sungai, baik sungai yang lebarnya hanya 5 m maupun lebar 30 m. Pohon pada umumnya tinggi (hingga lebih dari 15 m) dan memiliki banyak ranting. ba Kecamatan Aluh-aluh adalah satu dari 19 kecamatan di Kabupaten Banjar. Wilayah seluas 8.248 hektare (1,77% dari luas wilayah kabupaten) dipengaruhi pasang surut air laut. Wilayah berbatasan langsung dengan Laut Jawa di selatan dan Sungai Barito di barat. Agustus. Dengan kalimat lain, budidaya hanya bisa dilakukan sekali setahun. Di persawahan itu kami menemukan Manyar jambul. Burung granivora (pemakan bebuliran/ bebijian) ini beraktivitas secara soliter atau berkelompok. Burung terbang bolak-balik dari satu tempat ke persawahan atau dari persawahan ke sarang dengan atau tanpa membawa sesuatu di paruhnya. am D alam buku Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan (termasuk Sabah, Sarawak, dan Brunei Darussalam) (MacKinnon et al., 2010, Burung Indonesia) dicatat bahwa distribusi Manyar jambul (Ploceus manyar) di Indonesia hanya di Jawa, Bawean, dan Bali. Catatan terkait dengan distribusi itu kemungkinan besar harus diubah. Manyar jambul ternyata ditemukan juga di Kalimantan Selatan, walaupun untuk sementara teramati di tiga desa (Desa Bunipah, Desa Pemurus, Desa Tanipah), Kecamatan Aluh-aluh. Temuan ini bisa jadi rekor baru. ng ma n y ar ja m bu l di h po on r Selain rambai, pohon atau tumbuhan yang digantungi sarang Manyar jambul adalah kelapa (Cocos nucifera), bambu, dan bundung (Scirpus grossus). Namun, jumlah sarang di kelapa dan bambu tidak sebanyak yang di rambai. Bahkan sarang yang di bundung hanya sebuah per individu tumbuhan. Sarang Manyar jambul terdiri atas kerangka dan dinding. Fungsi utama kerangka adalah mengaitkan sarang ke ranting pohon, sehingga sarang menggantung kuat. Selain itu, kerangka berfungsi sebagai pengikat anyaman dinding, pengarah bentuk sarang, dan pijakan selama burung membangun sarang yang ternyata dimulai dari bagian atas. Bahan kerangka adalah batang bundung yang panjangnya sekitar 30 cm dan lebarnya sekitar 10 mm. Bahan (anyaman) dinding adalah robekan daun kelapa atau daun padi dengan panjang bervariasi (5 – 15 cm) dan tebal 1-3 mm. Masyarakat menyebut bahwa Manyar jambul mulai terlihat di lingkungan persawahan desa-desa itu sekitar 3 tahun lalu. Sebelumnya burung granivora yang paling sering ditemukan dan mendatangi persawahan secara berkelompok adalah Bondol kalimantan (Lonchura fuscans), Bondol rawa (L. malacca), Flora & Fauna Lahan Basah dan Bondol peking (L. punctulata). Spesies lainnya adalah gelatik (Padda oryzivora). Namun, dibanding bondol, jumlah gelatik relatif sedikit. Frekuensi kehadirannya pun relatif jarang. Sarang pertama dihuni seekor betina yang kadang-kadang memunculkan kepalanya ke luar lubang sarang (Gambar 2). Jantan mendatangi sarang ini, hinggap di sisi-bawah lubang sarang, dan seringkali memasukkan kepalanya ke dalam sarang (Gambar 3). Dari gerakan, jantan tampaknya membenahi sesuatu di dalam sarang atau memberikan sesuatu (mungkin pakan) ke betina. Sejak Manyar jambul hadir, bondol dan apalagi gelatik semakin jarang ditemukan. Saat ini spesies granivora lain yang lebih mudah ditemukan dan bahkan lebih dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari adalah burung-gereja erasia (Passer montanus). Perilaku makan burung-gereja berbeda dari perilaku lima spesies burung yang disebut terdahulu. Burung-gereja umumnya memakan padi yang sudah dirontokkan dari tangkainya, siap disosoh, dan sedang dijemur di halaman rumah. Manyar, bondol, dan gelatik memakan bulir yang masih menempel di tangkai padi dan masih berdiri di persawahan. .K. oM ot 2. B et ina m el o n gok da ri lu b a n g s n a ra g (F 3. ie fa ar ni) Ga m b an m em b e n a hi s a r a n g ( F M oto .K .R oM .K . Riefani) Ja nt 4. ng ka ar p( Fot Ga mb an J Sarang pertama berbentuk hampir lengkap. Anyaman tabung yang menjulur vertikal dari sarang ke arah bawah belum terbentuk. Sarang kedua belum lengkap. Yang baru terbentuk adalah dinding atas (atap), dinding samping, dan dinding bawah. Dinding-dinding itu pun belum rapat. ar Pada satu kesempatan teramati seekor jantan mengurusi dua sarang sekaligus. Kedua sarang bergantung pada pelepah daun kelapa dan pada ketinggian sekitar 7 m dari permukaan tanah. Jarak antara keduanya sekitar 1 m. Ganb Morfologi (tampilan) Manyar jambul berbeda dari morfologi bondol, gelatik, dan burung-gereja. Jantan dan betina manyar jambul bisa dibedakan satu sama lain, sedangkan jantan dan betina burung lainnya tidak mudah dibedakan. Perbedaan morfologi ini sekaligus menandakan bahwa manyar jambul bersifat poligini (satu jantan dapat kawin dengan lebih dari satu atau banyak betina), sedangkan spesies burung lain cenderung monogami. R ie fa n i ) Setelah menyelesaikan aktivitas di sarang pertama, jantan berpindah ke sarang kedua. Jantan hinggap di kerangka yang posisinya horizontal dan kemudian membenahi anyaman dengan paruhnya (Gambar 4). ta nd i s a ra ng ke d u a ya n g um bel le Kepindahan jantan ke sarang kedua tidak selalu diawali dari sarang pertama. Jantan teramati juga langsung ke sarang kedua dari suatu tempat sambil membawa bahan anyaman, kemudian bahan tadi disusun atau ditambahkan ke sarang. Belum diketahui dengan pasti bagaimana Manyar jambul menyebar ke Kalimantan Selatan (terutama di wilayah Kecamatan Aluh-aluh). Namun, kemungkinan besar burung lepas dari tangan (sangkar) pedagang, pembeli, atau pemelihara setelah atau selama dua aktivitas berikut ini. Manyar jambul merupakan satu dari sekian spesies burung dari Pulau Jawa yang diperdagangkan. Pasar untuk menjajakannya adalah Pasar Ahad, Kecamatan Kertakhanyar, Kabupaten Banjar. Kecamatan ini tidak berbatasan langsung dengan Kecamatan Aluh-aluh. Namun, ramai dikunjungi masyarakat dari berbagai pelosok pada hari Minggu. Pasar terletak di tepi jalan nasional yang menghubungkan Banjarmasin dan kota-kota lain di Kalimantan Selatan. Manyar jambul diangkut dari Pulau Jawa dengan kapal dagang. Karena aturan ketat (karantina tumbuhan dan hewan dari luar daerah) di Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin, pedagang memindahkan Manyar jambul (dan mungkin tumbuhan dan hewan lainnya) ke klotok (kapal berukuran lebih kecil) sebelum kapal dagang memasuki Pelabuhan Trisakti. Kemudian Manyar jambul diturunkan di pelabuhan Desa Aluh-aluh Kecil yang terletak di tepi Sungai Aluh-aluh, anak Sungai Barito. Letaknya lebih dekat ke muara Sungai Barito (sekitar 2 km) daripada letak Pelabuhan Trisakti yang berjarak sekitar 17 km dari muara Sungai Barito. •• *Fakultas Kehutanan dan Program Magister Pendidikan Biologi, Univ. Lambung Mangkurat, [email protected] **Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Univ. Lambung Mangkurat, Banjarmasin ***Prodi Magister Pendidikan Biologi, Pascasarjana Univ. Lambung Mangkurat Vol. 22 No. 2, Juli 2014 17 Berita Umum Lahan Basah ..... sambungan dari halaman 11 Kajian Sebaran Lahan Gambut sebagai Lahan Padi ..... 2.Tahapan Survei/Pengumpulan Data Pada tahap ini dilakukan survei, wawancara serta pengambilan sampel tanah dan air gambut. Titiktitik pengamatan ditandai posisi geografisnya menggunakan GPS, melakukan pengamatan karakteristik lahan gambut dan pengambilan sampel tanah dan air gambut yang digunakan untuk budidaya padi sawah. Wawancara kepada petani menggunakan kuisoner. 3.Tahapan Tabulasi, Kompilasi dan Analisis Data Data yang diperoleh, baik dari lapangan (data primer dan data sekunder), maupun data hasil analisis laboratorium ditabulasi dan dikompilasi untuk kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak komputer. Data bersifat kualitatif akan dianalisis secara kualitatif, dan data kuantitatif akan dianalisis secara kuantitatif. Fenomena fisik lahan gambut di Pantai Timur Sumatera Utara yang digunakan untuk pengembangan budidaya padi sawah digambarkan ke dalam peta tematik dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Daftar Pustaka Kesimpulan dan Saran Manti, I., A. Taher, Mawardi dan Z.Hamzah. 1993. Peningkatan produksi Padi sawah Bukaan Baru Pada Lahan Gambut.Seminar Tahunan Balittan Sukarami. 15-17 November 1993. Lahan gambut untuk lahan sawah padi di Pantai Timur Sumatera Utara seluas 72,114 ha di Kec. Rawang Panca Arga, Kab. Asahan, Sumatera Utara perlu dipertahankan keberadaannya karena produktivitasnya yang tinggi dan juga sebagai upaya konservasi sumberdaya alam yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan generasi muda. •• Chairunas, Yardha, Adli Yusuf, Firdaus, Tamrin, M.Nasir Ali. 1994. Rakitan Teknologi Budidaya Padi di Lahan Gambut. http://nad.litbang. deptan.go.id/ind/files/ Rakitan Teknologi Budidaya Padi. Diakses pada tgl 2 April 2014. Ibrahim Saragih. 2008. Badan Litbang Deptan, 2008, Pengelolaan Tanaman Terpadu, Jakarta. Wetlands International - Indonesia. 2014. Peta dan Atlas Distribusi lahan Gambut. http:// indonesia.wetlands.org./Infolahanbasah/ PetaSebaranGambut/tabid/2834/language/idID/default.aspx.Diakses pada tgl 2 April 2014. Yardha dan Adli Yusuf. 1993.Toleransi Tiga varietas padi sawah terhadap Keracunan Besi. Buletin Fapeta USU. Medan, Sumatera Utara. *) PS. Kehutanan Fakultas Pertanian USU **) PS. Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU Konservasi Lahan Basah ..... sambungan dari halaman 5 Peduli Pulau-Pulau Kecil: Lindungi Habitat Kuskus ..... (1) tipe habitat kuskus (Gambar 4), (2) kondisi terkini populasi kuskus, (3) draft awal pemetaan habitat dan karakternya, (4) kesediaan masyarakat mendukung usaha pelestarian kuskus dan habitatnya dan (5) percontohan areal habitat Ga m ba r4 .C on to hh abi t at k ate u s ku s di P u l a u R wi 18 Warta Konservasi Lahan Basah kuskus dengan aktivitas perburuan yang terbatas sehingga mampu menjamin keberlangsungan populasi kuskus yang lestari pada habitat alaminya. Dukungan dana penelitian yang diperoleh juga ikut membantu penyelesaian studi mahasiswa yang ikut terlibat dalam penelitian ini. Selain itu staf pengajar memperoleh kesempatan melakukan penelitian dan penyuluhan pada masyarakat yang merupakan bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Pemerintahan Daerah sesuai dengan potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi nilai ekonomisnya yaitu sebagai kawasan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan, media komunikasi serta kawasan rekreasi. Hal mana juga ikut menjaga kelestarian satwa yang secara hukum dilindungi dengan UU No. 5 Tahun 1990 sehingga ikut menunjang program konservasi serta bentuk pemanfaatan lainnya yang dapat dijadikan sebagai modal dasar pelaksanaan program pembangunan jangka panjang. •• Pada akhirnya aktivitas ini diharapkan mampu menunjang pengelolaan pulau-pulau kecil sejalan dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang * Laboratorium Peternakan Univ. Negeri Papua E-mail: [email protected] ** Fakultas Kehutanan Univ. Negeri Papua Dokumentasi Perpustakaan Direktorat Pesisir dan Lautan. 2013. Tsunami (Seri Pengetahuan Kelautan). Direktorat Pesisir dan Lautan Dirjen Kelautan. 22. Rudianto, M.E. 2013. Profil Kegiatan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Dirjen Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil Kementrian Kelautan dan Perikanan, Ekosistimmangrove Pengelolan-mangrove Jenis-mangrove. viii+ 27. Sualia, I., E. Kuslati, dan I.N. Suryadiputra. 2013. Analisis Kebijakan Sertifikasi Udang dan Pengembangan Tambak Berkelanjutan. Wetlands International, Produk-kebijakan Ekosistem-mangrove. v + 36. Sualia, I., M. Ilman and I.N.N. Suryadiputra. 2013. Indonesian Shrimp Sustainability Status Quo Report. Wetlands International and IUCN, Methodology Environmental-quality Tambak Shrim-aquaculture. v + 34. dan Jepara Jawa Tengah. Skripsi, Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP, Pengertian-mangrove Vegetasi-mangrove Lingkunganmangrove Ekosistim-mangrove Rehabilitasi-mangrove. xv + 97. Sualia, I. 2013. Analisis Kebijakan Pengelolaan Ekosistem Mangrove Kaitan dengan Pengembangan Tambak di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Wetlands International, Budidaya-tambak Pengelolaan-mangrove. v+31. Wetlands International. 2013. Profil Lembaga & Ringkasan Kegiatan Tahun 2011 s/d Juli 2014. Wetlands International, Profil Strategi-global Program-kerja. 24. Wijonarko, T.G.P. 2013. Tingkat Keberhasilan Program Rehabilitasi Mangrove di Kabupaten Brebes Flora & Fauna Lahan Basah ..... sambungan dari halaman 15 Koleksi Tumbuhan Air Rawa Unik, Cantik dan Berpotensi di KRB ..... 13. Nymphaea lotus L. (Nymphaeaceae) Tumbuhan berhabitat di rawa, selokan dan kolam ini terkenal dengan nama Lotus, Teratai, Lotus Mesir dan Lily dari Sungai Nil. Dengan bunganya yang cantik banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Di Filipina tumbuhan ini dibuat juice sebagai obat untuk penyembuhan penyakit gonorrhea. Sedangkan masyarakat India dan China memanfaatkan batangnya sebagai sayuran. 14.Nymphaea lotus L. var rubra (Nymphaeaceae) Dikenal dengan nama teratai, hidup di rawa, kolam, dan selokan. Penyebaran di seluruh tropika dan sub tropika. Berbunga sepanjang tahun, banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias. 15.Nypa fruticans Wurmb. (Arecaceae) Dikenal dengan nama Nipah, Tangkal Daon, Buyuk dan Lipa. Tumbuhan palma tanpa batang di permukaan, membentuk rumpun, batang terdapat di bawah tanah, kuat dan menggarpu. Masuk dalam kelompok mangrove (Noor et al., 2006), tumbuh pada substrat yang halus dan memerlukan pasokan air tawar tahunan yang tinggi. Ditribusinya di Asia Tenggara (Malaysia, Seluruh Indonesia, Papua New Guinea, Filipina), Australia dan Pasifik Barat. Manfaat: batang dapat dibuat sirup manis jika bunga diambil pada saat yang tepat; sebagai produksi alkohol dan gula (kandungan sukrosa lebih tinggi dibanding tebu); Daun, bahan kerajinan seperti payung, topi, tikar, keranjang dan kertas rokok; Biji, dapat dimakan; Serat gagang daun setelah diolah dapat dibuat tali dan bulu sikat. 16.Sagittaria sagittifolia L. subsp. Leucopetala (Miq.) Hartog (Alismataceae) Dikenal dengan nama Bia-bia atau eceng, hidup di kolamkolam berlumpur. Batang bawah membengkuk dan mengeluarkan perakaran merayap serta menghasilkan umbi yang membulat. Berasal dari Brazil kemudian menyebar ke Eropa dan Asia bagian utara. Rimpangnya di India dan Cina digunakan sebagai makanan berkarbohidrat dan sebagai bahan obat pelancar kencing. 17.Victoria Amazonica (Poepp.) Sowerby (Nymphaeaceae) Dikenal dengan nama teratai raksasa atau teratai amazon, tumbuh di kolamkolam. Tumbuhan menahun dengan rimpang yang tumbuh tegak di dalam lumpur, daun bulat besar dengan permukaan atas berwarna hijau dan bagian bawah ungu tua. Bunga putih atau putih kekuningan kemudian berubah menjadi merah muda dengan diameter antara 25-35 cm, bunga mekar saat matahari terbenam atau malam hari. Berasal dari Brazil (Sungai Amazon), keberadaanya di Indonesia dimasukkan oleh Kebun Raya Bogor pada tahun 1860 sebagai koleksi. Perawakan yang unik dan bunga cantik menjadikan jenis ini sangat digemari sebagai tanaman hias kolam. •• *Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor – LIPI E-mail: [email protected] Vol. 22 No. 2, Juli 2014 19