10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga 2.1.1

advertisement
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buah Naga
2.1.1 Sejarah Penyebaran Buah Naga
Tanaman buah naga berasal dari Amerika Utara dan Amerika Tengah.
Pada awalnya tanaman ini ditujukan sebagai tanaman hias, karena bentuk
batangnya segitiga dan berduri pendek serta memiliki bunga yang indah mirip
dengan bunga Wijayakusuma berbentuk corong dan mulai mekar disenja dan akan
mekar sempurna pada malam hari. Karena itulah tanaman ini juga dijuluki night
blooming cereus. Nama buah naga atau dragon fruit disebabkan karena buah ini
memiliki warna merah menyala dan memiliki kulit dengan sirip hijau yang mirip
dengan sosok naga dalam imajinasi di negara Cina. Masyarakat Cina kuno
menganggap buah naga membawa berkah, sehingga sering diletakkan di antara
dua ekor patung naga berwarna hijau di atas meja altar persembahan kepada dewa.
Warna merah buah menjadi mencolok di antara warna naga yang hijau sehingga
memunculkan estetika.
Dalam perkembangannya, buah naga lebih dikenal sebagai tanaman dari
Asia karena sudah dikembangkan secara besar-besaran di beberapa negara Asia
terutama negara Vietnam dan Thailand. Seperti didaerah asalnya Meksiko,
Amerika Tengah, maupun Amerika Utara meskipun awalnya tanaman ini
ditujukan untuk tanaman hias dalam perkembangannya masyarakat Vietnam
mulai mengembangkan sebagai tanaman buah, karena memang bukan hanya dapat
dimakan, rasa buah ini juga enak dan memiliki kandungan yang bermanfaat dan
berkhasiat. Maka tanaman ini mulai dibudidayakan dikebun-kebun sebagai
tanaman yang diambil buahnya.
Buah naga mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 2000 dan bukan dari
budidaya sendiri melainkan diimpor dari Thailand. Tanaman ini mulai
dikembangkan sekitar tahun 2001, dibeberapa daerah di Jawa Timur di antaranya
Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jember dan sekitarnya.
Hingga kini luas areal penanaman tanaman ini masih terbatas. Hal ini disebabkan
karena buah naga masih tergolong baru dan langka (Kristanto 2010).
10
2.1.2.Karateristik Buah Naga
Buah naga merupakan kelompok tumbuhan biji tertutup yang berkeping
dua. Species dari tanaman buah naga ada empat yaitu Hylocereus undatus (daging
putih), Hylocereus polyrhizus ( daging merah), Hylocereus costaricensis (daging
merah super) dan Selenicereus megalanthus (kulit kuning, tanpa sisik).
Tanaman buah naga termasuk tanaman tropis dan sangat mudah
beradaptasi pada berbagai lingkungan tumbuh dan perubahan cuaca seperti sinar
matahari, angin dan curah hujan. Curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman ini sekitar 60 mm/bulan atau 720 mm/tahun. Sementara
itu, intensitas matahari yang disukai sekitar 70-80 persen. Oleh karena itu,
tanaman ini sebaiknya ditanam di lahan yang tidak terdapat naungan dengan
sirkulasi udara yang baik.Pertumbuhan dan perkembangan tanaman buah naga
dapat tumbuh dengan baik, baik ditanam di daerah dataran rendah maupun dataran
tinggi antara 0-1000 m dpl. Suhu udara yang ideal bagi tanaman ini antara 26-36
0
C dan kelembaban 70-90 persen. Tanah harus berareasi baik dan derajat
keasaman (pH) tanah yang disukai bersifat sedikit alkalis 6.5-7.
Tanaman buah naga merupakan jenis tanaman memanjat. Pada habitat
aslinya tanaman ini memanjat tanaman lainnya untuk menopang dan bersifat
epifit. Secara morfologis tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena
tidak memiliki daun. Morfologi tanaman buah naga teridi dari akar, batang dan
cabang, bunga, buah dan biji.
Perakaran buah naga bersifat epifit, merambat dan menempel pada
tanaman lain. Dalam pembudidayaannya, dibuat tiang penopang untuk
merambatkan batang tanaman buah ini. Perakaran buah naga tahan terhadap
kekeringan tetapi tidak tahan dalam genangan air yang terlalu lama. Meskipun
akar dicabut dari tanah, tanaman ini masih bisa hidup dengan menyerap makanan
dan air dari akar udara yang tumbuh pada batangnya.
Batang buah naga berwarna hijau kebiru-biruan atau keunguan. Batang
tersebut berbentuk siku atau segitiga dan mengandung air dalam bentuk lendir dan
berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Dari batang ini tumbuh cabang yang bentuk
dan warnanya sama dengan batang dan berfungsi sebagai daun untuk proses
asimilasi dan mengandung kambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman.
11
Pada batang dan cabang tanaman ini tumbuh duri-duri yang keras dan pendek.
Letak duri pada tepi siku-siku batang maupun cabang dan terdiri 4-5 buah duri
disetiap titik tumbuh.
Buah berbentuk bulat panjang dan biasanya terletak mendekati ujung
cabang atau batang. Pada cabang atau batang bisa tumbuh lebih dari satu dan
terkadang berdekatan. Ketebalan kulit buah sekitar 1-2 cm dan pada permukaan
kulit buah terdapat sirip atau jumbai berukuran sekitar 2 cm.
Buah naga mempunyai khasiat yang bermanfaat bagi kesehatan manusia
diantaranya sebagai penyeimbang kadar gula darah, pelindung kesehatan mulut,
pencegah kanker usus, mengurangi kolesterol, pencegah pendarahan dan
mengobati keluhan keputihan. Buah naga biasanya dikonsumsi dalam bentuk buah
segar sebagai penghilang dahaga, karena buah naga mengandung kadar air tinggi
sekitar 90 persen dari berat buah.
Buah naga atau dragon fruit diklasifikasikan sebagai buah eksotik di
Indonesia karena harganya cukup mahal dan ketersediaannya masih langka.
Prospek buah naga di pasar domestik cukup baik karena penggemarnya semakin
meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin banyaknya buah naga di
supermarket atau pasar swalayan di beberapa kota di Indonesia. Untuk memenuhi
kebutuhan pasar tersebut sekarang telah berkembang sentra produksi buah naga di
beberapa daerah. Namun, produsen buah naga di Indonesia belum mampu
memenuhi permintaan domestik sehingga masih harus melakukan impor. Untuk
itu, pengusahaan buah naga memiliki potensi pasar yang cukup baik.
2.2. Karakteristik Buah Srikaya
Pohon buah srikaya berbentuk perdu dengan ketinggian 3-7 m. Daun
memanjang sampai bentuk lanset, dengan panjang 3.5-7 cm, lentur dan bertepi
rata. Bunga dalam karangan yang pendek berbunga 2–10. Daun kelopak waktu
kuncup tersusun secara katup, segitiga kecil, pada pangkalnya bersatu. Daun
mahkota terluar berdaging sangat tebal dengan panjang 2-3 cm, dari dalam putih
kekuningan dan pangkalnya berongga. Daun mahkota dalam sangat kecil dengan
dasar buah meninggi. Benang sari berwarna putih dan berjumlah banyak.
Srikaya dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Akan tetapi jenis tanah
yang paling baik adalah tanah yang mengandung pasir dan kapur. Srikaya dapat
12
tumbuh baik pada derajat keasaman tanah (pH) antara 6–6.5 dengan ketinggian
tempat antara 100–1,000 m dpl (di atas permukaan laut). Pada ketinggian di atas
1,000 m dpl atau dataran tinggi dan pegunungan, tanaman srikaya tumbuh lambat
dan enggan berbuah.
Iklim yang dibutuhkan tanaman srikaya harus sesuai. Komponen iklim
meliputi curah hujan, suhu udara dan angin. Suhu udara yang sesuai dengan
tanaman srikaya antara 20–25 °C dan curah hujan yang dibutuhkan tanaman
srikaya antara 1,500–3,000 mm/tahun. Sebaiknya curah hujan merata sepanjang
tahun. Walaupun tanaman srikaya tahan terhadap kekeringan, tetapi untuk
pertumbuhan bunga sampai buah matang perlu kelembaban yang cukup di sekitar
sistem perakarannya.
Srikaya merupakan buah yang mengandung vitamin C (mencegah asma)
dan beberapa manfaat lain diantaranya mengontrol kadar gula darah, menjaga
kesehatan jantung, menurunkan tekanan darah, membantu memproduksi energi,
memelihara cadangan vitamin B di dalam tubuh yang penting untuk pertumbuhan
dan perkembangan fungsi-fungsi tubuh, menjaga kekuatan tulang, membantu
menurunkan kadar kolesterol, memelihara kesehatan tiroid, vitamin B9.
Daerah pengembangan tanaman srikaya sampai saat ini masih terbatas, hal
ini dikarenakan masih sedikit masyarakat yang mengusahakan srikaya secara
komersil dan adanya persepsi masyarakat, bahwa srikaya hanya ditanam sebagai
tanaman perkarangan saja namun tidak dilihat dari sisi bisnis usaha srikaya. Oleh
karena itu, buah srikaya sulit sekali ditemukan di pasar dan hal ini dapat menjadi
suatu prospek bisnis bagi pengusaha agribisnis. Beberapa pertimbangan yang
menjadikan srikaya berpotensi untuk diusahakan dengan tujuan komersial antara
lain, buah srikaya merupakan komoditas buah yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan karena memiliki nilai jual yang tinggi (Sakina 2009).
2.3. Karakteristik Buah Pepaya
Pepaya adalah tanaman yang berasal dari Amerika Tengah, pusat
penyebarannya diduga berada di Meksiko bagian Selatan dan Nikaragua, sekitar
abad ke-15 dan ke-17 menyebar ke berbagai negara tropis di benua Asia, Afrika
dan pulau–pulau di lautan Pasifik.
13
Pepaya dapat tumbuh dengan baik di Indonesia mulai dari dataran rendah
sampai dataran tinggi yang memiliki ketinggian 1,000 m di atas permukaan laut.
Keadaan iklim dan lahan di Indonesia sangat cocok untuk budidaya pepaya.Pohon
pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, dengan tinggi 5–10 m.
Daun–daunnya membentuk serupa spiral pada batang pohon bagian atas. Daunnya
menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan berlubang dibagian tengah.
Pepaya memiliki karakteristik monodioecious (berumah tunggal sekaligus
berumah dua) dengan tiga kelamin yaitu tumbuhan jantan, betina dan banci.
Walaupun tumbuhan jantan seringkali dapat menghasilkan buah secara
„partenogenesi‟, namun tumbuhan jantan dikenal sebagai „pepaya gantung‟.
Bunga pepaya memiliki mahkota bunga berwarna kuning pucat dengan tangkai
atau duduk pada batang. Bunga jantan pada tumbuhan jantan tumbuh pada tangkai
panjang dan biasanya ditemukan pada daerah sekitar pucuk.
Bentuk buah bulat hingga memanjang dengan ujung meruncing. Buah
berwarna hijau gelap ketika muda dan setelah masak menjadi hijau muda hingga
berwarna kuning. Daging buah berasal dari karpela yang menebal, berwarna
kuning hingga memerah tergantung dari varietasnya. Bagian tengah buah
berongga dengan biji berwarna hitam atau kehitaman dan terbungkus semacam
lapisan berlendir (pulp) untuk mencegah dari kekeringan.
Pepaya (Carita papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah yang
popular di masyarakat. Pepaya merupakan komoditas hortikultura yang penting
karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Buah pepaya dapat disebut buah
rakyat karena disukai oleh semua lapisan masyarakat. Pepaya di Indonesia
merupakan salah satu komoditas unggulan dan komoditas ekspor. Kecenderungan
pola makan yang tidak seimbang menyebabkan ketersediaan buah pepaya semakin
dibutuhkan sebagai sumber serat dengan harga relatif lebih murah. Budidaya
pepaya umumnya ditunjukkan untuk dijual dalam bentuk buah segar. Daya serap
pasar cenderung masih memiliki potensi. Ini ditunjukkan oleh konsumsi per
kapita sebesar 2.86 kg pepaya pertahun. Prediksi angka tersebut terus meningkat
dari tahun ke tahun (PT. Cakrawala Pengembangan Agro Sejahtera 2003, diacu
dalam Haposan 2006).
14
Proyeksi permintaan pasar terhadap pepaya mencapai 0.77 juta ton pada
tahun 2010, sementara itu data produksi pepaya di Indonesia tecatat di Biro Pusat
Statistik (BPS) menunjukkan produk rata-rata pada tahun 1992-1998 baru
mencapai 0.43 juta ton sehingga Indonesia masih berpeluang untuk meningkatkan
produksi pepaya sekitar 0.34 juta ton (79 persen) untuk memenuhi proyeksi
permintaan pada tahun 2010 (Sawit et al 1997 diacu dalam Haposan 2006).
Pepaya merupakan salah satu buah tropis yang banyak diminati konsumen
baik di dalam negeri maupun diluar negeri. Kegunaan pepaya cukup beragam dan
hampir semua bagian pepaya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Daun
mudanya dapat digunakan sebagai lalapan, bahan baku tradisonal dan lain-lain.
Selain itu getah pepaya yang mengandung enzim papain juga dapat diolah
menjadi produk perdagangan yang banyak digunakan dalam berbagai makanan,
minuman dan industri farmasi. Buahnya selain digunakan untuk memenuhi
kebutuhan gizi keluarga juga mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi
(Direktorat Jenderal Hortikultura 2005).
2.4. Karakteristik Caisin
Tanaman caisin dapat tumbuh baik di tempat berudara panas maupun
berudara dingin sehingga dapat diusahakan baik di dataran rendah maupun
dataran tinggi. Meskipun demikian tanaman caisin akan lebih baik jika ditanam di
dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok yaitu mulai dari ketinggian 5–1200
m di atas permukaan laut.
Tanaman caisin dapat tahan terhadap air hujan sehingga dapat ditanam
sepanjang tahun. Pada musim kemarau, jika penyiraman dilakukan dengan teratur
dan dengan air yang cukup, tanaman akan tumbuh sebaik musim penghujan.
Walaupun
demikian,
tanaman
caisin
tidak
senang terhadap
air
yang
menggenang.Tanah yang cocok untuk ditanami caisin adalah tanah gembur,
banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat
keasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya berkisar 6–7.
Caisin merupakan tanaman sayuran dengan iklim subtropis, namun
mampu beradaptasi dengan baik pada iklim tropis. Caisin tergolong tanaman yang
tahan terhadap suhu tinggi (panas). Saat ini, kebutuhan akan caisin semakin lama
semakin meningkat seiring dengan peningkatan populasi manusia dan manfaat
15
mengkonsumsi bagi kesehatan. Rukmana (1994) dalam Fahrudin (2009)
menyatakan caisin mempunyai nilai ekonomi tinggi setelah kubis crop, kubis
bunga dan brokoli.
Sebagai sayuran, caisin atau dikenal dengan sawi hijau mengandung
berbagai khasiat bagi kesehatan. Kandungan yang terdapat pada caisin adalah
protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C.
Permintaan masyarakat terhadap caisin semakin lama semakin meningkat. Dengan
permintaan caisin yang semakin meningkat, maka untuk memenuhi kebutuhan
konsumen, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas, perlu dilakukan
peningkatan produksi.
2.5. Karakteristik Selada
Selada merupakan sayuran yang termasuk ke dalam family Caompositae
dengan nama latin Lactuca sativa L. Tanaman selada dapat tumbuh di dataran
tinggi maupun dataran rendah, namun lebih baik jika diusahakan di dataran tinggi.
Tanaman selada merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap hujan dan juga
tidak tahan terhadap sengatan matahari langsung yang terlalu panas.
Tanaman selada tumbuh baik pada tanah yang subur dan banyak
mengandung humus. Tanah yang banyak mengandung pasir dan lumpur juga
sangat cocok bagi pertumbuhan tanaman selada. Derajat keasaman tanah (pH)
yang ideal untuk pertumbuhan tanaman ini adalah berkisar 6.5–7.
Selada merupakan tanaman setahun polimorf (memiliki banyak bentuk),
khususnya dalam hal bentuk daunnya. Tanaman ini cepat menghasilkan akar
tunggang dalam yang diikuti dengan penebalan dan perkembangan ekstensif akar
lateral yang kebanyakan horizontal. Daun selada sering berjumlah banyak,
tersusun berbentuk spiral dalam susunan padat.
Selada merupakan sayuran yang mempunyai nilai komersial dan prospek
yang cukup baik. Ditinjau dari aspek klimatologis, aspek teknis, ekonomis dan
bisnis, selada layak diusahakan untuk memenuhi permintaan konsumen yang
cukup tinggi dan peluang pasar internasional yang cukup besar (Haryanto dkk,
2003).
Tanaman selada merupakan sayuran yang dikonsumsi karena kelembutan,
kerenyahan dan karakteristiknya yang berair (Denisen 1979 diacu dalam Prawoto
16
2012). Selada (Lactuca sativa) merupakan sayuran yang sering dimanfaatkan
untuk menghias masakan. Selada dihidangkan sebagai pendamping makanan
seperti gado-gado, salad, burger, ataupun lalap. Harga sayuran selada cukup tinggi
dan pemasarannya cukup mudah. (Saparinto 2011). Untuk itu, seiring dengan
pertumbuhan usaha kuliner, maka permintaan selada akan terus meningkat.
2.6. Karakteristik Cabai
Secara umum cabai dapat ditanam di areal sawah maupun pekarangan
tegal, di dataran rendah hingga dataran tinggi. Cabai merupakan tanaman
semusim berbentuk perdu. Tanaman ini berakar tunggang dengan banyak akar
samping yang dangkal. Batangnya tidak berbulu, tetapi banyak cabang. Daunnya
panjang dengan ujung runcing (oblongusacutus). Cabai berbunga sempurna
dengan benang sarinya tidak berlekatan (lepas). Umumnya bunga berwarna putih,
namun ada pula yang ungu dan bunga cabai berbentuk terompet kecil.
Ada dua golongan tanaman cabai yang terkenal yaitu cabai besar
(Capisicum annuum L.) dan cabai kecil (Capisicum frutescens L.). Jenis cabai
yang termasuk ke dalam golongan cabai
besar adalah cabai
merah
(Capisicumannum L. var longum L. Sendt). Cabai tersebut buahnya panjang
dengan ujungnya runcing dan posisinya menggantung pada ketiak daun. Ketika
muda warna buahnya hijau, setelah tua berubah menjadi merah.
Cabai dapat dengan mudah ditanam, baik di dataran rendah maupun
dataran tinggi. Syarat agar tanaman cabai tumbuh baik adalah tanah berhumus
(subur), gembur, bersarang, dan pH tanahnya antara 5-6. Tanaman cabai tidak
tahan hujan, terutama pada waktu berbunga, karena bunga-bunganya akan mudah
gugur. Jika pada tanahnya terlalu banyak air atau becek, tanaman mudah terserang
penyakit layu. Oleh karena itu, waktu tanam cabai yang baik adalah pada awal
musim kemarau. Namun cabai juga dapat ditanam pada saat musim penghujan
dengan syarat drainasenya baik.
Tanaman cabai merupakan salah satu sayuran yang memiliki peluang
bisnis yang baik. Besarnya kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri
menjaadikan cabai sebagai komoditas yang menjanjikan. Permintaan cabai yang
tinggi untuk kebutuhan bumbu masakan, industri makanan, dan obat-obatan
merupakan potensi untuk mendapatkan keuntungan. Hal ini juga salah satu sebab
17
cabai merupakan komoditas hortikultura yang mengalami fluktuasi harga paling
tinggi di Indonesia (Hapernas, dan Dermawan 2011).
Kebutuhan masyarakat terhadap komoditas cabai semakin meningkat
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Selain itu, semakin bervariasinya
jenis dan menu makanan yang memanfaatkan cabai turut membuat kebutuhan
cabai meningkat. Permintaan cabai semakin tinggi karena digalakkannya ekspor
komoditas nonmigas, seperti tanaman produk pertanian. Oleh karena itu, peluang
pengembangan usaha agribisnis cabai memiliki potensi yang tinggi.
2.7. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai buah naga dilakukan oleh Istianingsih (2010)
mengenai Pengaruh Umur Panen dan Suhu Simpan terhadap Umur Simpan Buah
Naga Super Red (Hylocereus costaricensis). Hasil dari penelitian tersebut yaitu
berdasarkan hasil dari peubah yang diuji pada lokasi kebun buah naga Sentul,
umur panen yang lebih disarankan untuk buah naga adalah saat 35 HSA. Hal ini
disebabkan kesegaran buah lebih terjaga dengan warna kulit buah yangsudah
seragam, dan nilai padatan terlarut total yang cukup tinggi. Suhu simpan 150C
memiliki kemampuan untuk menyimpan buah lebih lama serta menjaga
kandungan kimia buah seperti padatan terlarut total dan asam tertitrasi total agar
tidak turun secara drastis selama penyimpanan. Buah nagasuper red dapat
disimpan pada suhu ruang selama ± 7 hari dan pada suhu 150C selama ± 14 hari.
Penelitian selanjutnya dilakukan dilakukan oleh Puspita (2011) dengan
judul Pengaruh Pengemasan dan Suhu terhadap Daya Simpan Buah Naga Super
Merah (Hylocereus costaricensis). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
pengaruh pengemasan dan suhu penyimpanan terhadap daya simpan buah naga
super merah yang dilaksanakan di kebun buah naga Indian Hills Sentul, Bogor
dan PostharvestLaboratory, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan
bahwa perlakuan suhu 15 0C dapat memperpanjang daya simpan buah naga super
merah hingga 15 hari. Perlakuan pengemasan yang dikombinasikan dengan suhu
kamar maupun suhu dingin, tidak berpengaruh nyata terhadap mutu buah naga
super merah.
18
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama
meneliti komoditas buah naga, namun perbedaannya pada penelitian tersebut
hanya terfokus pada buah naga super red sedangkan pada penelitian ini meneliti
buah naga terutama varietas buah naga putih.
Penelitian mengenai daya saing dilakukan oleh Rohman (2008) dengan
judul Analisis Daya Saing Beras Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru (Oryza
sativa). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan analisis Policy
Analysis Matrix (PAM) Beras Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru di Desa
Bunikasih, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur memiliki keunggulan
baik secara kompetitif maupun komparatif. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
indikator efisiensi pengusahaan kedua varietas yaitu nilai PCR dan DRC yang
bernilai kurang dari satu. Selain itu, pengusahaan kedua komoditi tersebut
memberikan keuntungan baik secara finansial dan ekonomi yang tercermin dari
nilai KS dan KP yang positif. Nilai KP untuk Pandan Wangi adalah Rp
19,435,791.94 per ha per tahun sedangkan untuk beras Varietas Unggul Baru
adalah Rp 6,608,066.69 per ha per tahun. Nilai KS untuk Pandan Wangi Rp
91,299,286.92 per ha per tahun, sedangkan pada beras Varietas Unggul Baru
mencapai Rp 42,280,563.87 per ha per tahun.
Analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap input dan output secara
keseluruhan berdampak menghambat produsen untuk berproduksi atau dengan
kata lain kebijakan yang ada belum berjalan secara efektif. Hal tersebut tercermin
dari nilai EPC kedua komoditas yang kurang dari satu. Nilai EPC untuk beras
Pandan Wangi adalah 0.50 dan untuk beras Varietas Unggul Baru adalah 0.73.
Secara keseluruhan komoditas beras Pandan Wangi memiliki daya saing
yang lebih baik jika dibandingkan dengan komoditas beras Varietas Unggul Baru.
Selain itu, berdasarkan simulasi-simulasi yang dilakukan daya saing beras Pandan
Wangi lebih tahan terhadap perubahan jika dibandingkan dengan Varietas Unggul
Baru. Kondisi demikian terjadi akibat harga output Pandan Wangi yang lebih
tinggi dari harga beras Varietas Unggul Baru dan disebabkan pula oleh besarnya
biaya total yang digunakan dalam pengusahaan beras Varietas Unggul Baru
selama satu tahun lebih tinggi dari biaya total pengusahaan beras Pandan Wangi.
19
Penelitian lainnya yaitu Analisis Daya Saing Buah-buahan Tropis
Indonesia oleh Mudjayani (2008). Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif
kualitatif menggunakan analisis dengan pendekatan Teori Berlian Porter (Porter’s
Diamond Theory). Sedangkan analisis kuantitatif untuk menjelaskan kekuatan
daya saing dilakukan dengan analisis RCA (Revealed Comparative Advantage)
untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing buah-buahan
tropis Indonesia (komoditas yang diteliti manggis, nenas, pepaya, pisang), dengan
metode regresi linear berganda yaitu menggunakan model analisis OLS
(OrdinaryLeast Square).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan analisis keunggulan
kompetitif (Porter’s Diamond) dengan menganalisis kondisi eksternal serta
kondisi internal, buah-buahan tropis Indonesia (manggis. nenas, pepaya, pisang)
memiliki keunggulan kompetitif.Berdasarkan analisis keunggulan komparatif
(Revealed Comparative Analysis) dari hasil perhitungan nilai RCA, buah-buahan
tropis Indonesia memiliki keunggulan komparatif terlihat dari hasil nilai RCA
(RCA>1) buah-buahan tropis Indonesia memiliki daya saing kuat. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
daya
saing
buah-buahan
tropis
Indonesia
adalah
produktivitas yang berpengaruh positif terhadap daya saing, nilai ekspor yang
berpengaruh positif terhadap daya saing, harga ekspor yang berpengaruh negatif
terhadap daya saing, dan dummy krisis yang berpengaruh negatif terhadap daya
saing. Selain variabel dummy krisis, semua variabel regresi berpengaruh
signifikan pada taraf nyata 10 persen.
Dari hasil penelitian strategi yang dapat dilakukan untuk peningkatan daya
saing buah-buahan tropis Indonesia adalah : (1) menjaga kualitas buah-buahan
tropis Indonesia dengan memperbaiki infrastruktur yaitu dengan pengadaan alat
pendingin, pemberantasan hama penyakit, dan konsistensi dalam hal pemasokan
buah-buahan ke pasar. (2) meningkatkan kinerja ekspor buah-buahan tropis
Indonesia. (3) meningkatkan produktivitas buah-buahan tropis Indonesia (dalam
penelitian ini adalah manggis, nenas, pepaya, pisang), peningkatan produktivitas
dapat meningkatkan jumlah produksi yang berarti meningkatkan daya saing buahbuahan tropis Indonesia. (4) meningkatkan volume ekspor buah-buahan tropis
20
Indonesia yang dapat meningkatkan nilai ekspor buah-buahan tropis sehingga
dapat meningkatkan daya saing buah-buahan tropis Indonesia.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Aliyatillah (2009) mengenai
Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas
Kakao. Pada penelitian teersebut, alat analisis yang digunakan adalah metode
Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa
komoditas kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala memiliki keunggulan
kompetitif dan komparatif. Keuntungan privat yang diterima perkebunan sebesar
Rp 5,736,356.50 per ha. Dengan demikian, kegiatan pengusahaan kakao di
perkebunan Afdeling Rajamandala layak untuk dijalankan dan dapat bersaing
pada tingkat harga privat. Keuntungan sosial yang diperoleh pada pengusahaan
kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala adalah Rp 3,016,772.92 per ha, yang
berarti pengusahaan kakao tersebut menguntungkan secara ekonomi walaupun
tanpa adanya kebijakan pemerintah.
Dampak kebijakan pemerintah yang memberikan dukungan terhadap daya
saing kakao adalah dengan menetapkan harga output di atas harga efisiennya atau
dengan kata lain perkebunan Afdeling Rajamandala menerima insentif dari
konsumen. Hal ini ditunjukkan nilai EPC yang dihasilkan dalam penelitian ini
adalah lebih dari satu yaitu 1.12 yang menunjukkan bahwa proteksi pemerintah
dalam sistem produksi kakao di perkebunan Rajamandala sudah menunjukkan
adanya proteksi.
Berdasarkan analisis sensitivitas yang dilakukan, kurs mata uang cukup
berpengaruh terhadap daya saing komoditas kakao karena kakao merupakan
komoditas internasional. Untuk meningkatkan dayasaing komoditas kakao
khususnya di perkebunan Afdeling Rajamandala, upaya yang dapat ditempuh
adalah dengan melakukan kontrak kerjasama dengan negara importir kakao agar
fluktuasi niai tukar rupiah tidak menyebabkan daya saing kakao menurun. Adanya
penurunan produktivitas lebih dari 10 persen dan penurunan harga kakao sebesar
5 persen akan menyebabkan komoditas kakao di perkebunan Afdeling
Rajamandala tidak berdayasaing baik dari segi keunggulan komparatif maupun
kompetitifnya.
21
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Safarudin (2012) dengan judul
Analisis Daya Saing Komoditas Gula di Kabupaten Lampung Utara. Penelitian ini
secara umum bertujuan menganalisis daya saing komoditas gula di Lampung
Utara dan merumuskan alternatif strategi pengembangan komoditas gula di
Lampung Utara. Hasil analisis daya saing menggunakan Teori Berlian Porter yang
menunjukkan bahwa masing-masing komponen daya saing telah berjalan relatif
baik. Analisis keterkaitan antar tiap komponen daya saing menunjukkan
keterkaitan yang saling mendukung dan tidak saling mendukung. Keterkaitan
yang saling mendukung lebih dominan sehingga dapat disimpulkan bahwa daya
saing komoditas gula di Kabupaten Lampung Utara dibandingkan daerah lain di
Indonesia relatif kuat.
Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa strategi yang dapat dirumuskan
untuk meningkatkan daya saing gula di Kabupaten Lampung Utara antara lain (1)
melakukan perbanyakan usahatani tebu dengan memanfaatkan lahan yang belum
terpakai dan sumber daya pendukung lainnya, (2) meningkatkan kuantitas,
kualitas dan efisiensi produksi gula, (3) pembentukan kluster industri, (4)
pengaturan produksi dan impor gula, (5) perbaikan sarana dan prasarana
penunjang PG, (6) peningkatan produksi tebu dan gula melalui pemanfaatan
teknologi, (7) meningkatkan sosialisasi dan promosi tenang produk gula dari
Kabupaten Lampung dan (8) konsolidasi antar tiap pihak dalam agribisnis
pergulaan di Kabupaten Lampung Utara.
Penelitian yang mengaitkan antara efisiensi dan daya saing dilakukan oleh
Kurniawan (2008) dengan judul Analisis Efisiensi dan Daya Saing Usahatani
Jagung pada Lahan Kering di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis produksi, efisiensi,
keunggulan kompetitif dan komparatif jagung di lahan kering Kalimantan Selatan.
Secara rinci tujuan penelitian adalah: (1) menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi jagung dan tingkat efisiensi teknis dan alokatif usahatani
lahan kering dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier dan fungsi
biaya dual, dan (2) menganalisis daya saing (keunggulan kompetitif dan
komparatif) usahatani jagung lahan kering dan pengaruh efisiensi terhadap daya
saing di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan dengan menggunakan PAM.
22
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa secara statistik
variabel luas lahan, benih, pupuk organik, pupuk P, pestisida, tenaga kerja dan
pengolahan tanah ditemukan berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada
taraf α=15 persen, sedangkan pupuk N dan K tidak berpengaruh nyata. Ini diduga
karena penggunaan pupuk N diduga sudah berlebihan. Rata-rata penggunaan urea
di daerah penelitian adalah 447.5 kg per ha, sedangkan rekomendasi penggunaan
pupuk urea adalah 350–400 kg per ha.
Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi
stochastic frontier. Nilai indeks efisiensi teknis hasil analisis dikategorikan efisien
jika lebih besar dari 0.8 karena daerah penelitian merupakan sentra produksi
jagung di Kalimantan Selatan. Rata-rata efisiensi teknis petani di daerah penelitian
adalah 0.887. jumlah petani memiliki nilai efisiensi teknis lebih besar dari 0.8
adalah 89.48 persen sehingga sebagian besar usahatani jagung yang diusahakan
telah efisien secara teknis. Jadi, karena sebagian besar petani telah efisien secara
teknis, maka untuk meningkatkan output perlu dilakukan introduksi teknologi
baru seperti benih unggul yang lebih sesuai dengan kondisi agroklimat dan
mekanisasi pertanian.
Efisiensi alokatif dianalisis dengan menggunakan model fungsi biaya dual
frontier yang diturunkan dari fungsi produksi frontier. Petani responden di daerah
penelitian belum efisien secara alokatif. Rata-rata efisiensi alokatif adalah 0.566.
Rendahnya efisiensi alokatif ini menyebabkan efisiensi ekonomis juga rendah,
yaitu 0.498. Salah satu penyebab rendahnya efisiensi alokatif ini adalah
penggunaan pupuk urea yang berlebihan. Penurunan penggunaan pupuk urea dari
447.51 kg per ha menjadi 400 per ha menyebabkan kenaikan efisiensi alokatif
menjadi 0.518 dan efisiensi ekonomis menjadi 0.512.
Analisis daya saing dilakukan dengan menggunakan kriteria PCR dan
DRC. Berdasarkan nilai PCR dan DRC yang kurang dari satu, artinya jagung di
daerah penelitian memiliki daya saing sebagai substitusi impor. Ini dapat dilihat
dari terserapnya semua hasil poduksi jagung di pasar lokal, sedangkan jagung
impor hanya masuk ke pasar lokal saat paceklik saja. Harga jagung impor lebih
mahal daripada harga jagung lokal dengan selisih harga Rp 100/kg.
23
Persamaan penelitian diatas dengan penelitian ini adalah sama-sama
meneliti tentang daya saing suatu komoditas. Namun, dalam penelitian ini
menggunakan metode yang mengaitkan antara daya saing dengan tingkat
pendapatan usahatani, efisiensi usahatani dan kondisi pasar komoditas buah naga.
Penelitian yang mengaitkan antara pendapatan buah naga dan daya saing suatu
komoditas (buah naga) sampai saat ini belum ada. Penelitian ini akan mencoba
mengaitkan antara tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani terhadap daya saing
suatu komoditas, dalam hal ini adalah komoditas buah naga.
24
Download