`Gender, Development and Globalization: Economics as if All People

advertisement
‘Gender, Development and Globalization: Economics as if All People Mattered’
Ditulis oleh: Lourdes Beneria
Terbitan: Routledge, New York, 2003
Direview oleh: Ekawati S. Wahyuni, Departemen KPM, Institut Pertanian Bogor
Tanggal 5 Juli 2005
Mengenal si Penulis:
Lourdes Beneria adalah seorang Professor pada bidang ‘City and Regional Planning’ di
Universitas Cornell, Amerika Serikat. Beliau adalah salah seorang pelopor dalam pemikiran
ekonomi gender dan studi pembangunan. Berdasarkan pengalamannya sebagai seorang
ahli ekonomi yang kemudian bekerja dalam bidang gender dan pembangunan Beneria
mengakui bahwa issu-issu perempuan tidak dapat diasingkan dan dipisahkan dari konteks
sosial ekonomi dan budaya di mana mereka melebur. Setelah menyelesaikan pascasarjana
dalam bidang ekonomi tenagakerja dan pembanguan, Beneria memulai kariernya sebagai
pengajar ekonomi di Universitas Rutgers.
Pengalamannya menulis dalam kaitan dengan
perempuan hanyalah sebuah makalah mengenai perempuan Spanyol pada masa diktator
Franco berkuasa, yaitu antara 1940-1972. Pengalamannya mengenai Dunia Ketiga hanyalah
terbatas pada masa kuliah pascasarjana dia mengambil jurusan ekonomi pembangunan
dengan konsentrasi Amerika Latin. Jadi ketika pada tahun 1977 ada lowongan pekerjaan
sebagai koordinator program ILO untuk Perempuan Desa di Swiss dia melamarnya dan
mendapat pekerjaan tersebut. Program yang dikoordinatorinya itu merupakan bagian dari
Program ILO mengenai Tenaga Kerja Dunia dengan mandat untuk berkonsentrasi di Dunia
Ketiga dan perempuan desa. Tanpa dia sadari, Beneria telah menapakkan kakinya pada
pengalaman yang akan mengubah pemahamannya mengenai dunia dan orientasi kerjanya;
dengan makin sering melakukan kontak langsung dengan Dunia Ketiga telah memperluas
cakrawala keilmuannya dan makin memahami keberadaan kebudayaan lain dan budayanya
sendiri. Dia kemudian menyadari bahwa ilmu ekonomi yang diperolehnya ketika kuliah
kurang mencukupi sebagai bekal bekerja dengan masalah-masalah perempuan desa. Teori
dan konsep ilmu ekonomi yang dipelajarinya ternyata telah didefinisikan terlalu sempit dan
kurang interdisiplin untuk dapat diterapkan untuk mengatasi issue-issue mengenai
perempuan desa di Dunia Ketiga. Pustaka yang dia temukan mengenai perempuan desa
dunia ketiga umumnya ditulis oleh ahli bidang antropologi dan sosiologi kecuali tulisan Ester
Boserup. Dia menyadari perlu pendekatan interdisplin untuk mampu memahami persoalan
perempuan desa. Dalam memahami berbagai faktor ekonomi dalam proses pembangunan,
seperti kemiskinan, pertumbuhan dan kesempatan bagi perempuan desa harus juga
dilengkapi dengan pemahaman mengenai norma patriarki, tradisi, kelembagaan dan nilainilai yang mempengaruhi kehidupan perempuan. Setelah pengalaman bekerjanya yang
pertama kali dengan perempuan desa di Dunia Ketiga, Beneria terus menjadi salah satu
pionir yang mengembangkan feminis ekonomi1.
Tujuan penulisan buku:
Buku “Gender, Development, and Globalization” ini bertujuan untuk: (1) menjelaskan
bagaimana gender telah diintegrasikan dalam ekonomi sebagai kategori sentral dalam
analisis, dan (2) menjelaskan berbagai aspek dalam pembangunan dan ekonomi global yang
mengilustrasikan bagaimana mereka berinteraksi dengan konstruksi sosial gender, gender
dalam kesamaan dan kesejahteraan manusia. Selama ini peran dan kondisi perempuan
dalam pembangunan kurang mendapat perhatian sehingga menumbuhkan perhatiannya
1
Ekonomi feminis adalah suatu pendekatan analisis ekonomi untuk mengkritik mainstream model ekonomi
neoklasik yang tidak mampu secara tepat menjelaskan pengalaman-pengalaman perempuan. Feminis
mempertanyakan asumsi-asumsi mainstream ekonomi neoklasik dan menantang konsep-konsep yang menjadi
pondasi dasar ‘pengetahuan’ ekonomi konvensional. Perspektif ekonomi feminis ini merupakan perkembangan
baru dalam memahami issue-issue gender, yang munculnya hampir bersamaan dengan masuknya issue gender
dalam ilmu-ilmu pasti alam.
1
dalam bidang ini.
Setelah beberapa tahun berhadapan dengan ketidakmunculan
pengalaman perempuan dalam ekonomi secara umum dan pembangunan secara khusus,
para feminis terus bergerak maju tidak hanya sekedar mengkritisi model androsentris tetapi
mulai juga menciptakan kebijakan alternatif untuk perempuan dan untuk pembangunan.
Buku ini merupakan suatu refleksi dari berbagai kesempatan yang telah dia lakukan dan
mengenai kemajuan yang telah dicapai dalam menganalisis issue-issue gender dan
pembangunan sejak tahun 1970an. Dengan dasar pengetahuan ilmu ekonomi yang
diperkaya dengan (pengalaman) kerja secara interdisiplin telah meyakinkan Beneria bahwa
analisis feminis merupakan kunci dan relevan untuk memahami pertanyaan-pertanyaan
mendasar mengenai pembangunan manusia. Buku ini menggunakan gender sebagai
kategori pengorganisasian utama untuk membahas topik-topik tertentu dalam pembangunan
internasional dan ekonomi global. Secara khusus, cara pandang feminis, khususnya
ekonomi feminis, digunakan untuk menggarisbawahi sampai sejauh mana suatu perspektif
gender dapat memperkaya pemahaman kita di berbagai bidang ekonomi dan pembangunan
internasional-misalnya pembentukan pasar global, restrukturisasi ekonomi, penginformalan
pasar tenaga kerja, feminisasi tenaga kerja, dan perubahan pola-pola konstruksi gender.
Untuk waktu yang sangat lama, perempuan tidak pernah dimasukkan dalam analisis
pembangunan. Sejak masa pembangunan untuk rekonstruksi pasca perang dunia 2,
kepentingan dan kebutuhan perempuan selalu ditekan, diabaikan atau tidak muncul dalam
berbagai wacana resmi dan juga dalam berbagai kebijakan dan kegiatan aksi. Perhatian
kepada perempuan mulai muncul dengan diterbitkannya buku tulisan Ester Boserup
mengenai gender dan pembangunan pada tahun 1970an. Berdasarkan buku itu maka kita
menyadari dan mulai memahami bahwa pembangunan, sejak masa kolonial, telah
memberikan dampak yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Sejak buku Boserup
tersebut maka perkembangan mengenai kajian wanita berkembang terus dan banyak
perubahan yang telah dialami oleh laki-laki dan perempuan . Meskipun demikian setelah 30
tahun masih banyak masalah yang belum selesai dan banyak masalah baru yang timbul.
Perbaikan terhadap kehidupan manusia, terutama perempuan sudah banyak terjadi. Salah
satu argumen buku ini adalah bahwa, meskipun perempuan telah banyak mengalami
kemajuan ke arah persamaan gender dan berbagai pendobarakan di berbagai masyarakat,
ternyata hasilnya belumlah merata, bahkan di beberapa hal belum mencukupi dan seringkali
kontradiktif.
Dalam perspektif pembangunan, dua dekade terakhir sangatlah mengecewakan. Berbagai
kebijakan neoliberal secara gencar telah melanda berbagai sudut dunia sejak akhir tahun
1970an telah memunculkan suatu zaman baru di mana krieria orientasi-pasar telah
mengambil alih strategi dan tujuan pembangunan. Banyak negara-negara Dunia Ketiga
menjadi saksi atas turunnya tingkat kesejahteraan sebagian besar rakyatnya, karena
meningkatnya ketidakstabilan finansial, ketidakamanan ekonomi, dan keteganganketegangan sosial. Pasar global pada kenyataannya telah membawakan kemakmuran dan
pertumbuhan ke berbagai sektor dan wilayah. Pasar telah menghasilkan sumber-sumber
akumulasi yang baru dan kekayaan yang tidak ada taranya, tetapi dalam konteks
meningkatnya kesenjangan, baik di dalam atau antar negara. Meskipun, dapat dilihat bahwa
kebijakan neoliberal dan perkembangan pasar merupakan mekanisme yang penting dalam
pembangunan demokrasi, terutama di negara berkembang. Mekipun tendensi terjadinya
kontradiksi antara demokrasi ekonomi dan demokrasi politik dapat dilihat, tetapi para
pemimpin dunia dan pelaku pembangunan nampaknya mengabaikan konsekwensi yang
timbul akibat terjadinya ketegangan-ketegangan sosial. Program pembangunan untuk
memberantas kemiskinan dan redistribusi kekayaan tidak dilakukan secara tepat. Program
redistribusi hanya diwujudkan dalam bentuk penghilangan kemiskinan ekstrim, tetapi tidak
menghilangkan faktor-faktor sistemik yang menyebabkan kemiskinan.
Membantu orang
miskin seharusnya dilakukan dengan menjadikan si miskin mampu menemukan jalan keluar
dari kemiskinan sendiri dan mengakui hak-hak orang miskin untuk bisa terintegrasi secara
penuh dalam proses-proses kolektif pembangunan manusia. Pendekatan ini sangatlah tepat
2
untuk perempuan; hak-hak ekonomi, politik dan sosialnya harus diakui dan suaranya juga
didengar tanpa hambatan patriarki untuk mencapai persamaan.
Isi Buku:
Pada bab 1 dijelaskan mengenai konsep-konsep kerangka berpikir yang menjadi konteks
dari buku ini. Pembahasan dilakukan terhadap konsep gender, pembangunan dan ekonomi.
Konsep atau istial ‘pembangunan’ ternyata masih menimbulkan persoalan mengenai apa
yang dimaksud dengan hal itu. Selama ini semua kegiatan pembangunan selalu bias
kepada kegiatan ekonomi. Beneria menyetujui pendapat James D. Wolfensohn, Presiden
Bank Dunia pada waktu itu, bahwa kemiskinan telah meningkat pada tahun 1990an dan
menimbulkan permasalahan sosial baru dan membesarnya jurang kesenjangan antara kaya
dan miskin. Dia juga setuju kepada pendapat Wolfensohn bahwa upaya untuk tidak mudah
mengatasi masalah ini, strategi pembangunan efektif yang harus diterapkan adalah dengan
memperhitungkan kseimbangan faktor-faktor ekonomi, sosial, finansisal dan lingkungan.
Strategi pembangunan yang yang terbaik menurut Wolfensohn adalah dimulai dan diakhiri
dengan martabat semua umat manusia. Namun bagaimana mencapainya? Bagaimana
membuat agar strategi tersebut lebih spesifik dalam tataran teori dan praktisnya? dan
kemudian bagaimana menerjemahkannya dalam kebijakan dan aksi yang konkrit? Selain itu
Beneria juag menyitir pendapat PM Perancis Lionel Jospin bahwa proses persamaan dalam
pembangunan tidak dapat dicapai dengan model universal, tetapi model pembanguann
harus diciptakan sesuai dengan sejarah dan kenyataan sosial di setiap negara, dan
mengubahnya tanpa landasan nilai-nilai yang mendasarinya. Namun pendapat tersebut
sangat kontras dengan adanya kecenderungan homogenisasi dengan menggunakan pasar
dan kapitalaisme sebagai jalan satu-satunya untuk pembangunan dunia dan interaksi
ekonomi global, misalnya dengan adanya Kesepakatan Washington. Konsensus yang
didasari oleh pembangunan kapitalisme dengan yang didorong oleh kekuatan pasar tersebut
telah melahirkan berbagai paket kebijakan yang sangat kita kenal sejak tahun 1980an, baik
di negara kaya atau miskin. Misalnya: penyerangan terhadap Keynesianisme, kritik terhadap
intervensi pemerintah dalam ekonomi, deregulasi pasar, anggaran pemerintah, pemotongan
dan penghilangan dana kesejahteraan sosial, privatisasi insutri publik, liberalisasi
perdagangan dan undangan terhadap investasi asing dan merger yang mengakibatkan
konsentrasi modal dalam perusahaan multinasional raksasa dan hasilnya adalah suatu
pergeseran ke arak ekonomi global. Kebijakan ini juga dianut oleh negara-negara
pengutang besar di bawah payung program penyesuaian struktural dengan tujuan kunci
adalah untuk menghadapi beban hutang dan pembayaran hutang. Akibat dari kebijakan ini
adalah sangat menyengsarakan sebagian besar penduduk negara tersbut karena kebijakan
itu mengakibatkan kesenjangan ekonomi dan polarisasi sosial, dan meningkatkan
kemiskinan.
Meskipun Bank Dunia, IMF dan pemerintah AS bersama-sama membentuk Konsensus
Washington tetapi aktor pendukungnya sangat banyak. Di antaranya adalah melalui
pendidikan, di mana universitas-universitas di AS yang mendukung ‘free-market revolution’
telah membagikan ilmu tersebut kepada mahasiswanya yang berasal dari penjuru dunia, di
mana kemudian mereka menerapkan ilmu tersebut ke negara masing-masing, meskipun
negara tersebut memiliki konteks sejarah yang berbeda dengan AS. Pada akademi ekonomi
konventional hasil sekolah di AS itu mempunyai keyakinan bahwa ‘pasar bebas menciptakan
kemakmuran dan pertumbuhan’ meskipun hal ini juga berarti bahwa ‘ sebagaian orang akan
menjadi kaya dan makmur, tapi sebagian lain akan sengsara’.
Pada saat ini kita semua memahami bahwa masalah hutang negara menjadi perhatian
utama selama dua puluh tahun terakhir ini. Diskusi mengenai bagaimana melepaskan
negara-negara miskin di dunia ini dari hutang berlangsung terus menerus. Apakah negara
tersebut akan diberi pengampunan hutang? penjadwalan kembali pembayaran hutang?.
Persoalan hutang terus-menerus menjadi sumber ketidakstabilan finansial dan ekonomi
3
yang serius dan sebagian menjadi sebab masyarakat internasional selalu meragukan model
pembangunan yang berasosiasi dengan kebijakan neoliberal selama dua dekade terakhir ini.
Bagaimana perempuan berperan dalam hal di atas? Perempuan umumnya dianggap
sebagai maslaah khusus dan selalu dibicarakan dalam kelompok tersendiri dalam setiap
pertemuan ekonomi. Perempuan belum dijadikan sebagai bagian sentral dari pembahasan
permasalahan ekonomi. Tidak seperti ilmuwan di bidang ilmu-ilmu lain yang lebih sensitif
terhadap masalah gender ini, para ekonom masih tidak sentitif dengan issue-issue gender,
kecuali Amartya Sen, bersama Jean Dreze, Sen menyatakan bahwa ‘the agency of women
as aforce for change is one of the most neglected aspects of development literature’ (Dreze
dan Sen 1995:178). Pentingnya gender bagi perubahan sosial dan ekonomi juga dipahami
oleh berbagai organisasi internasional yang dipelopori oleh PBB telah menyelenggarakan
berbagai pertemuan untuk memantapkan peran gender dalam pembangunan yang pada
akhirnya melahirkan kebijakan pengarusutamaan gender dalam pembangunan.
Walaupun sudah terjadi banyak kemajuan dan keputusan untuk memasukkan isu gender
dalam setiap organisasi internasional, agen pembangunan dan LSM, tetapi masih banyak
masalah yang harus dihadapi: (1) instrumentalisasi issue-issue gender, (2) kooptasi dan
bergesernya agenda untuk kepentingan donor, (3) menjadi terlalu teoritis.
Krisis dalam pemikiran dan praktek pembangunan merupakan turunan dari persoalan yang
berakar pada disiplin ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi menjadi terlalu teknis dan tidak mampu
merespons kebutuhan masyarakat.
Feminis kritk terhadap ekonomi karena analisis
mainstream ekonomi melekat kepada aturan sosial yang disebut kapitalisme yang
mempengaruhi praktek dan kelembagaan ekonomi. Kaum feminis berpendapat bahwa
bukan hanya kapitalisme yang mempengaruhi corak kerja ekonomi. Ada banyak faktor lain
yang mempengaruhi kerja ekonomi, yaitu bentuk-bentuk patriarki, kesenjangan gender,
penindasan perempuan dapat melekat pada berbagai bentuk kelembagaan kapitalisme.
Hirarki yang berhubungan dengan gender seringkali harus dikaitkan kembali dengan
perubahan-perubahan yang dilembagakan dan sistemik. Keadaan ini memerlukan adanya
analisis alternatif yang mengintegrasikan semua faktor yang mampu menerangkan
penindasan, kesenjangan, dan praktek-praktek diskriminasi yang berkaitan dengan
sosialisasi gender dan posisi perempuan dalam masyarakat. Demikian juga analisis
ekonomi perlu memperhatikan bentuk-bentuk hirarki yang berkaitan dengan ras dan etnis,
penjajahan dan ketegangan pasca penjajahan dan perbedaan antara Utara dan Selatan.
Ciri khas pendekatan feminis adalah terdesentralisasi, bermukabanyak dan mengandung
upaya bottom-up untuk menemukan model alternatif.
Pada bab 2 dijelaskan mengenai rincian sejarah pengintegrasian perempuan dan gender
dalam disiplin ilmu ekonomi. Pada awalnya integrasi ini tidak memasukkan pertanyaanpertanyaan feminis agar supaya dapat memfokuskannya pada dinamika hubungan gender
yang tidak setara; penyelidikan utamanya ditujukan untuk memahami kesenjangan ekonomi
antara laki-laki dan perempuan, tanpa melebarkan kepada issue-issue gender seperti relasi
gender dan subordinasi perempuan. Pengaruh feminis mulai tahun 1970an dan makin kuat
pada tahun 1990an.
Pada bab 3 sampai 5, Beneria menganalisis kecenderungan ekonomi kontemporer dan
menggarisbawahi dimensi gendernya dan paradoks-paradoks yang muncul. Pada bab 3
secara jelas ditunjukkan bahwa globalisasi, yang difahami disini sebagai ekspansi pasar
global bukanlah fenomena baru dan bahwa ‘the link to the market have historically been
different for men and women with consequences for their preference, choices, and
behaviour’ (p.74). Proses globalisasi dapat terjadi melalui berbagai cara tergantung di mana
terjadinya: pertumbuhan perusahaan global, relokasi produksi antara negara, international
labor migration, pembentukan organisasi-organisai perdagangan regional dan dunia dan
munculnya istilah seperti free trade zone dan sebagainya.
4
Secara khusus, dia menggarisbawahi pustaka ekonomi feminis yang mengungkap motivasimotivasi yang lain dari kepentingan pribadi dalam pilihan-pilihan dan sikap masyarakat,
termasuk altruism, perhatian dan keadilan. Meskipun hal ini umumnya diasosiasikan dengan
perempuan, Beneria berpendapat bahwa pada kenyataannya mereka secara budaya dan
sejarah berkuasa, yang merupakan kelemahan pendekatan-pendekatan ekonomi
pembangunan yang berorientasi ke Barat. Beneria lebih jauh menyatakan bahwa adalah
penting untuk mengapresiasi motivasi-motivasi alternatif untuk memahami secara lebih baik
konsekwensi-konsekwensi dari makin meningkatnya feminisasi tenaga kerja global. Pada
bab 3 dan 4 diilustrasikan salah satu paradoks utama secara terinci. Khususnya, bahwa
sementara makin banyak perempuan yang bekerja upah, baik di sektor jasa dan manufaktur
– maka makin tinggi otonomi dan kemandiriannya di berbagai wilayah – maka secara
bersamaan juga terjadi peningkatan feminisasi kemiskinan.
Kecenderungan ini berkaitan dengan banyaknya kesempatan kerja bagi perempuan yang
membahayakan (jiwanya) dan informal sifatnya dalam sistem ekonomi global baru. Misalnya
pekerjaan yang termasuk kelompok ‘pink-collar’, prostitusi dan jasa lain yang berkaitan
dengan itu, migrasi internasional perempuan untuk menjadi pembantu rumahtangga.
Feminisasi tenaga kerja juga terjadi di negara-negara dimana partisipasi perempuan dalam
kerja upahan secara tradisional adalah rendah dan secara sosial tidak diterima. Feminisasi
tenagakerja yang berkaitan dengan globalisasi adalah (1) feminisasi dan globalisasi paralel
dengan regulasi pasar tenaga kerja dan fleksisbilisasi yang etrjadi di berbagai negara; dan
(2) gender dan globalisasi harus dilihat dari sejarah dan sosial ekonomi. Nampaknya ada
kecenderungan berdasarkan sejarah, bahwa globalisasi telah mengubah koneksi perempuan
dengan pasar, mempengaruhi peran gender dan hubungan gender, dan mengubah arti
gender secara lintas negara dan budaya. Beneria menekankan pentingnya untuk tidak terlalu
mengeneralisir, khususnya ketiga perolehan untuk perempuan di Utara telah menyumbang
kepada kehilangan bagi perempuan di Selatan. Misalnya dalam pekerjaan sebagai
pembantu rumahtangga. Dengan makin banyaknya perempuan Barat bekerja di luar rumah,
mereka mengupah perempuan dari negara berkembang untuk mengambil alih pekerjaan
domestiknya. Kecenderungan ini meliputi berbagai jenis pekerjaan perempuan yang
berubah menjadi pekerjaan upahan, tetapi keadaan tersebut dibarengi dengan timbulnya
pertanyaan bagaimana dengan ukuran kesejahteraan keluarga dan komunitas. Hal ini
berkaitan dengan pertanyaan pada Bab 1 mengenai definisi pembangunan.
Dalam Bab 6, Beneria mengusulkan beberapa kebijakan untuk menyembuhkan persoalanpersoalan yang telah disebutkannya di seluruh buku ini, dengan perhatian khusus pada
paradoks-paradoks dan kontradiksi-kontradksi yang muncul dari kecenderungan
(perkembangan) ekonomi saat ini. Hal yang paling mendasar mengenai pendefinisian
kembali ‘pembangunan’ dengan lebih memperhatikan kesejahteraan manusia.
Ini
menempatkan analisis ekonomi selalu harus dalam konteks sosial dan politi dan
memperhatikan letak geografis, waktu dan perbedaan sosial di dalam dan di antara negeranegara. Dalam melakukan itu kita akan terlibat dalam ekonomi ‘as if people mattered’
dengan meletakkan proses globalisasi sebagai pelayan atau pendukung manusia. Secara
mendalam, Beneria telah membawa bersama pemahaman teori yang mendalam dengan
analisis empiris yang meyakinkan untuk menghasilkan resep kebijakan praktis.
5
Download