BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah lebih dari
140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah
mencapai 160/95 mmHg untuk usia diatas 50 tahun. Dan harus dilakukan
pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih
memastikan
keadaan
tersebut
(World
Helath
Organization,2001).
Hipertensi dapat diartikan sebagai tekanan darah presisten dimana tekanan
darah nya diatas 140/90 mmHg. Pada manula hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistoliknya 160 mmHg dan tekanan diastoliknya 90
mmHg (Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut Robert (2013) hipertensi juga dikenal sebagai tekanan darah
tinggi, merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling umum di
kalangan orang dewasa, khususnya orang Amerika Afrika. Jika tidak
diobati, dapat menyebabkan gagal jantung, gagal ginjal, atau stroke.
Tekanan darah tinggi dapat disebabkan oleh banyak faktor, termasuk stres,
diet, diabetes, penyakit ginjal, atau obesitas. Perawatan khas termasuk
minum obat, kehilangan berat badan dan berhenti merokok.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah gangguan pada pembuluh
darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah terhambat sampai kejaringan tubuh yang membutuhkannya
(Sustrani, et. all., 2004). Hipertensi disebut sebagai pembunuh gelap atau
“silent killer” karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai
gejala-gejala yang terlebih dahulu. Maka sebaiknya harus berusaha untuk
8
9
mengontrolnya.
Karena
dengan
membiarkan
hipertensi,
berarti
membiarkan jantung bekerja lebih keras dan membiarkan proses
perusakan dinding pembuluh darah berlangsung dengan lebih cepat
(Sustrani, et. all., 2004).
Peningkatan curah jantung dapat terjadi karena adanya peningkatan denyut
jantung, volume sekuncup dan peningkatan peregangan serat-serat otot
jantung. Dalam meningkatkan curah jantung, sistem saraf simpatis akan
merangsang jantung untuk berdenyut lebih cepat, juga meningkatkan
volume sekuncup dengan cara vasokontriksi selektif pada organ perifer,
sehingga darah yang kembali ke jantung lebih banyak (Muttaqin, 2009).
Apabila hal tersebut terjadi terus menerus maka otot jantung akan menebal
(hipertrofi) dan mengakibatkan fungsinya sebagai pompa menjadi
terganggu. Jantung akan mengalami dilatasi dan kemampuan kontraksinya
berkurang, akibat lebih lanjut adalah terjadinya gagal jantung (Prince,
2005). Oleh sebab itu hipertensi dapat menjadi ancaman yang serius
terhadap kualitas hidup pada penderita hipertensi apabila kurang atau tidak
mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan adekuat.
Hipertensi adalah tekanan darah yang abnormal apabila tekanan darah
tidak terkontrol akan mengakibatkan stroke, infark miokard, gagal ginjal,
ensefalopati, dan kejang (Corwin, 2009). Apabila tidak segera melakukan
pencegahan hipertensi, maka penyakit tersebut dapat menimbulkan
permasalahan. Fenomena yang terjadi di masyarakat bahwa penanganan
penyakit hipertensi bukan hanya diobati secara farmakologis tetapi juga
memakai
prinsip-prinsip
teknik
relaksasi
nafas
dalam.Sustrani,
et.all.(2004), melaporkan banyaknya penderita hipertensi yang berhasil
mengelola penyakitnya tanpa obat. Pengelolaan hipertensi tanpa obat,
10
hasilnya lebih dari sekedar mengatasi penyakit ini saja, tapi juga sekaligus
mencegah stroke dan serangan jantung.
2. Klasifikasi Hipertensi
Menurut Mansjoer (2000), berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi
menjadi dua golongan,yaitu:
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Hipertensi esensial sampai saat ini tidak diketahui secara pasti
penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat 95% kasus.
Banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan,
hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek
dalam ekskresi Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang
meningkatkan
resiko
seperti
obsitas,
alkohol,
merokok
serta
polisetimia.
b. Hipertensi Sekunder (Renal)
Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifikasinya diketahui
gangguan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vascular renal,
hiperaldosteron nisme primer dan sindrom chusing, feokromositoma,
koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan
lain-lain.
Hipertensi renal dapat berupa :
1) Hipertensi renovaskuler, adalah hipertensi akibat lesi pada arteri
ginjal sehingga hipoperfusi ginjal.
2) Hipertensi akibat lesi pada parenkin ginjal menimbulkan gangguan
fungsi ginjal.
11
Klasifikasi lain berdasarkan derajat hipertensi, yaitu :
Tabel 2.1
Klasifikasi Hipertensi
Kategori
Sistolik mmHg
Diastolik mmHg
< 130
< 85
Normal – tinggi
130 – 139
85 – 89
Hipertensi stadium 1 (ringan)
140 – 159
90 – 99
Hipertensi stadium 2 (sedang)
160 – 179
100 - 109
Hipertensi stadium 3 (berat)
180 – 209
110 – 119
≥ 210
≥120
Normal
Hipertensi stadium 4 (sangat berat)
Sumber : Smeltzer &Bare (2001)
3. Etiologi
a. Hipertensi Primer atau Esensial
Merupakan hipertensi yang belum diketahui penyebabnya. (terdapat
kurang lebih 90% dari seluruh hipertensi). Hipertensi primer adalah
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya tetapi memiliki
kecenderungan genetik, kegemukan, stress, merokok dan intensitas
garam berlebihan. (Sherwood, 2001). Sekitar 20% populasi dewasa
mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka menderita
hipertensi esensial, diamana tidak dapat ditentukan penyebab
medisnya. Biasanya dimulai sebagai proses labil (intermiten) pada
individu, pada akhir 30-an dan awal 50-an (Smeltzer & Bare, 2001).
b. Hipertensi Sekunder
Penyebab definitif dapat diketahui hanya 10% kasus. Hipertensi yang
terjadi akibat masalah primer lain disebut hipertensi skunder
(Sherwood,2001). Prevalensi penyakit ini dapat disebabkan oleh
penyakit ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin, dan lainlain.Hipertensi yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan
pada organ-organ penting didalam tubuh. Akan tetapi perubahan yang
12
menyebabkan masalah tekanan darah pada setiap individu sulit untuk
dilacak dan masih belum diketahui dengan jelas. Namun para ahli
mengungkapkan, ada dua faktor yang memudahkan seseorang terkena
hipertensi yaitu: faktor yang tidak dapat dikontrol dan faktor yang
dapat di kontrol.
Beberapa faktor yang tidak dapat dikontrol antarnya adalah:
1) Keturunan
Faktor keturunan menunjukkan, jika kedua orang tua kita
menderita hipertensi kemungkinan kita terkena penyakit ini sebesar
60% karena menunjukan ada faktor gen keturunan yang berperan.
2) Ciri Perseorangan
Ciri perserorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi
adalah umur, jenis kelamin, dan ras. Umur yang bertambah akan
menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah. Individu yang
berumur diatas 50 tahun, mempunyai 50-60% memiliki tekanan
darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg.
Adapun faktor yang dapat dikontrol, yaitu :
1) Merokok
Fakta otentik menunjukkan bahwa merokok dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi. Kebanyakan efek ini berkaitan dengan
kandungan nikotin (Lovastatin, 2005).
2) Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol
berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Para peminum berat
mempunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar
dari pada mereka yang tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.
13
3) Obesitas
Seseorang dikatakan obesitas bila berat badannya pada laki-laki
melebihi 15 % dan pada wanita 20% dari berat badan ideal
menurut umurnya. Pada orang yang menderita obesitas, organorgan tubuhnya dipaksa untuk bekerja lebih berat karena harus
membawa kelebihan berat badannya. Oleh sebab itu, pada
umumnya orang obesitas lebih cepat gerah, capai, dan mempunyai
kecenderungan untuk membuat kekeliruan bekerja.
4) Stres
Hubungan stress dengan hipertensi adalah melalui aktivitas saraf
simpatis. Saraf simpatis merupakan saraf yang bekerja pada saat
kita beraktivitas. Peningkatan saraf simpatis dapat meningkatkan
tekanan darah secara tidak menentu. Apabila stress berkepanjangan
dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
5) Asupan natrium
Asupan natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium
di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya,
cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi, karena itu disarankan
untuk mengurangi konsumsi natrium.
4. Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Menurut Kozier et.all (2009), ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
tekanan darah, diantaranya adalah :
14
a. Umur
Bayi yang baru lahir memiliki tekanan sistolik rata-rata 73 mmHg.
tekanan sistolik dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia
hingga dewasa. Pada orang lanjut usia arterinya lebih keras dan kurang
fleksibel terhadap darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan
sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh
darah tidak lagi retraksi secara fleksibel pada penurunan tekanan
darah.
b. Jenis kelamin
Berdasarkan Journal of Clinical Hypertension, menyatakan bahwa
perubahan hormon yang sering terjadi pada wanita menyebabkan
wanita lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini juga
menyebabkan resiko wanita terkena penyakit jantung menjadi lebih
tinggi.
c. Olah raga
Aktivitas fisik meningkatkan tekanan darah.
d. Obat-obatan
Banyak obat-obatan yang dapat meningkatkan atau menurunkan
tekanan darah.
e.
Ras
Pria Amerika Afrika berusia diatas 35 tahun memiliki tekanan darah
lebih tinggi dari pada pria amerika eropa yang memiliki usia yang
sama.
15
f. Obesitas
Obesitas, baik pada masa anak-anak merupakan faktor predisposisi
hipertensi.
5. Gejala Klinis
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala
sampai bertahun-tahun. Gejala, bila ada biasanya menunjukkan kerusakan
vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai dengan system organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah yang bersangkutan. Penyakit arteri
koroner dengan angina adalah gejala paling menyertai hipertensi.
Hipertropi ventrikel kiri terjadi sebagai peningkatan beban kerja ventrikel
saat dipaksa berkontraksi sebagai tekanan sistemik yang meningkat.
Apabila jantung tidak mampulagi menahan peningkatan beban kerja maka
terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal dapat
bermanifistasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan
azotemia (peningkatan nitrogen urea darah dan kreatinin). Keterlibatan
pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik
pasien yang termanifestasi sebagai paralisis sementara pada sisi
(hemiflegi) atau gangguan ketajaman penglihatan. Tetapi kadang
menimbulkan seperti nyeri kepala, epitaksis, pusing, gemetar, sering
marah-marah, tekanan darah lebih dari 149/90 mmHg (Smeltzer&Bare,
2001).
6. Patofisiologi Hipertensi
Menurut Smeltzer & Bare (2001) mengatakan bahwa mekanisme yang
mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor pada medulla oblongata di otak dimana dari vasomotor ini
mulai saraf simpatik yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar
dari kolomna medulla ke ganglia simpatis di torax dan abdomen,
16
rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system syaraf simpatis. Pada titik ganglion ini
neuron prebanglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf
paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan melepaskannya
norefrineprine mengakibatkan konskriksi pembuluh darah.
Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah akibat aliran darah yang ke ginjal menjadi
berkurang/menurun dan berakibat diproduksinya rennin, rennin akan
merangsang pembentukan angiotensin yang kemudian diubah menjadi
angiotensis ini yang merupakan vasokonstriktor yang kuat yang
merangsang sekresi aldosteron oleh cortex adrenal dimana hormone
aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal dan
menyebabkan
peningkatan
volume
cairan
intra
vaskuler
yang
menyebabkan hipertensi.
7. Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung yang biasa mengenai jantung, otak,
ginjal, arteri perifer dan mata. Beberapa penelitian mengatakan bahwa
penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui kerusakan akibat
langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ atau karena efek tidak
langsung, antara lain adanya autoantibody terhadap reseptor ATI
Angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide
synthasedan lain-lain.
17
Table 2.2
Faktor Resiko Kardiovaskular
Dapat Dimodifikasi
Tidak Dapat Dimodifikasi
Hipertensi
Umur (pria > 55 tahun, wanita > 65 tahun).
Merokok
Riwayat
Obesitas (BMI ≥ 30)
kardiovaskular premature (pria < 55 tahun,
Physical inactivity
wanita < 65 tahun).
keluarga
dengan
penyakit
Dislipidemia
Diabetes mellitus
Mikroalbuminemia atau GFR<60 ml/min
Sumber: Yogiantoro (2006)
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi antara lain,
yaitu :
a. Arterosklerosis
Orang yang menderita hipertensi kemungkinan besar akan menderita
arterosklerosis. Arterosklerosis merupakan suatu penyakit pada
dinding pembuluh darah yakni lapisan dalamnya menjadi tebal karena
timbunan lemak yang dinamakan plaque atau suatu endapan keras
yang tidak normal pada dinding arteri. Pembuluh darah mendapat
tekanan paling berat, jika tekanan darah terus menerus tinggi dan
berubah, sehingga saluran darah tersebut menjadi sempit dan aliran
darah menjadi tidak lancar.
b. Jantung
Jantung berfungsi memompa darah keseluruh tubuh. Untuk itu otot
jantung memerlukan oksigen dan zat gizi yang cukup. Zat gizi dan
oksigen diangkut oleh darah melalui pembuluh darah. Persoalan akan
timbul bila terdapat halangan atau kelainan dipembuluh darah, yang
berarti kurangnya suplai oksigen dan zat gizi untuk menggerakan
jantung secara normal.
18
c. Stroke
Hipertensi dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding
pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan
pembuluh darah akan mudah pecah. Pada kasus seperti itu, biasanya
pembuluh darah akan pecah akibat lonjakan tekanan darah yang terjadi
secara tiba-tiba. Pecahnya pembuluh darah di otak dapat menyebabkan
sel-sel otak yang seharusnya mendapatkan asupan oksigen dan zat gizi
yang dibawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan zat
gizi dan akhirnya mati.
8. Pengobatan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi tidak selalu menggunakan obat-obatan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis
dapat dilakukan pada penderita hipertensi yaitu meliputi: teknik-teknik
mengurangi setres, penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium,
dan tembakau, olahraga atau latihan yang berefek meningkatkan
lipoprotein berdensitas tinggi dan relaksasi yang merupakan intervensi
wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi hipertensi (Muttaqin, 2009).
Dalampenatalaksanaan
hipertensi
bertujuan
untuk
menghentikan
kelanjutan kenaikan tekanan darah yang dapat menyebabkan komplikasi.
Untuk komplikasi hipertensi seperti stroke gagal jantung, gagal ginjal dan
kerusakan otak. Faktor resiko utamanya adalah riwayat hipertensi dan
disertai faktor resiko penyebab hipertensi seperti merokok, pola makan
yang tidak sehat dan tidak seimbang, konsumsi alkohol dan lain
sebagainya. Sehingga dengan penatalaksanannya sedini mungkin akan
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi antara 75-80 %.
(Muttaqin, 2009)
19
Adapun jenis pengobatan hipertensi digolongkan menjadi dua bagian yaitu
secara farmakologis dan nonfarmakologis. Adapun pengobatan yang
berupa farmakologis meliputi golongan obat anti hipertensi yang banyak
digunakan
adalah
diuretik
tiazid
(misalnya
bendroflumetiazid),
beta‐bloker, (misalnya propanolol, atenolol,) penghambat
angiotensin
converting enzymes (misalnya captopril, enalapril), antagonis angiotensin
II (misalnya candesartan, losartan), calcium channel blocker (misalnya
amlodipin, nifedipin) dan alpha‐ blocker (misalnya doksasozin). Yang
lebih jarang digunakan adalah vasodilator dan antihipertensi kerja sentral
dan yang jarang dipakai, guanetidin, yang diindikasikan untuk keadaan
krisis hipertensi. (Gormer, 2007).
a. Farmakologis
Setiawati & Bustami (2005) adapun pengobatan farmakologi pada
penderita hipertensi meliputi :
1) Diuretik tiazid
Diuretik dengan potensi menengah yang menurunkan tekanan
darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah
awal tubulus distal ginjal,meningkatkan ekskresi sodium dan
volume urin. Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi langsung
pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi
lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral,
terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati. Efek diuretik tiazid
terjadi dalam waktu 1‐2 jam setelah pemberian dan bertahan
sampai 12‐24 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari.
2) Beta blocker
Obat ini
mampu memblok beta‐adrenoseptor. Reseptor ini
diklasifikasikan menjadi reseptor beta‐1 dan beta‐2. Reseptor
beta‐1 terutama terdapat pada jantung sedangkan reseptor beta‐2
20
banyak ditemukan di paru‐paru, pembuluh darah perifer, dan otot
lurik. Reseptor beta‐2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan
reseptor beta‐1 juga dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga
dapat ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta pada otak dan
perifer
akan
memacu
penglepasan
neurotransmitter
yang
meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor
beta‐1 pada nodus sino‐atrial dan miokardiak meningkatkan heart
rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal
akan menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan aktivitas
system rennin ‐ angiotensin ‐ aldosteron.
3) Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACEi)
Obat ini menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin
II dari prekursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada
darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak.
Angiotensin II merupakan vaso‐konstriktor kuat yang memacu
pelepasan aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer.
4) Calcium Channel Blockers (CCB)
Obat ini menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel miokard,
sel‐sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel‐sel otot polos
pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung,
menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam
jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan
konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah
proses yang bergantung pada ion kalsium. Terdapat tiga kelas
CCB:
dihidropiridin
(misalnya
nifedipin
dan
amlodipin);
fenilalkalamin (verapamil) dan benzotiazipin (diltiazem).
21
Dihidropiridin
mempunyai
sifat
vasodilator
perifer
yang
merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil dan
diltiazem mempunyai efek kardiak dan dugunakan untuk
menurunkan heart rate dan mencegah angina.Semua CCB
dimetabolisme di hati.
5) Alpha‐blocker (penghambat adreno‐septor alfa‐1)
Obat ini memblok adrenoseptor alfa‐1 perifer, mengakibatkan efek
vasodilatasi karena merelaksaasi otot polos pembuluh darah.
Diindikasikan untuk hipertensi yang resisten. Adapun efek
samping nya alpha‐blocker dapat menyebabkan hipotensi postural,
yang sering terjadi pada pemberian dosis pertama kali.
6) Antihipertensi vasodilator (misalnya hidralazin, minoksidil)
Obat ini menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi otot
polos pembuluh darah. Antihipertensi kerja sentral (misalnya
klonidin, metildopa, monoksidin) bekerja pada adrenoseptor
alpha‐2 atau reseptor lain pada batang otak, menurunkan aliran
simpatetik ke jantung, pembuluh darah dan ginjal, sehingga efek
ahirnya menurunkan tekanan darah.
7) Minoksidil
Obat ini diasosiasikan dengan hipertrikosis (hirsutism) sehingga
kkurang sesuai untuk pasien wanita. Obat‐obat kerja sentral tidak
spesifik atau tidak cukup selektif untuk menghindari efek samping
sistem saraf pusat seperti sedasi, mulut kering dan mengantuk,
yang sering terjadi. Metildopa mempunyai mekanisme kerja yang
mirip dengan konidin tetapi dapat memnyebabkan efek samping
pada sistem imun, termasuk pireksia, hepatitis dan anemia
hemolitik.
22
b. Nonfarmakologi
Therapi nonfarmakologis pada dasarnya dapat diterapkan dan tidak
menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi penderita hipertensi,
dimana penerapannya juga lebih mudah dan dapat dijadikan
penatalaksanaan dalam asuhan keperawatan (Setiawati & Bustami,
2005). Adapun penatalaksanaan non farmakologis meliputi program
penurunan berat badan bagi klien obesitas dengan membatasi
konsumsi lemak, mengurangi konsumsigaram, olahraga teratur, makan
banyak buah dan sayuran segar, tidak merokok,tidak mengkonsumsi
minuman beralkohol, berusaha membina hidup yang positif dan
mengendalikan stres dengan latihan relaksasi dan meditasi (National
Safety Council, 2003).
Teknik relaksasi sendiri dibagi menjadi 2 macam, yaitu tehni relaksasi
fisik dan mental. Adapun tehnik relaksasi fisik antara lain : pernafasan
diafragma, relaksasi otot secara progresif, pelatihan otogenik, olahraga
dan nutrisi. Sedangkan yang termasuk tehnik relaksasi mental yaitu
meditasi
dan
imajinasi
mental
(National
Safety
Council,2003).Pernafasan diafragma masih menjadi metode relaksasi
yang termudah.
Pernafasan diafragma merupakan pernafasan yang pelan, sadar, dan
dalam. Metode ini melibatkan gerakan sadar abdomen paling bawah,
atau daerah perut (National Saftey Council, 2003). Teknik relaksasi
berasal dari berbagai benua dan kebudayaan yang ada sejak beberapa
tahun yang lalu. Contoh teknik pernafasan diafragma, relaksasi otot
secara progresif, pelatihan otogenik, meditasi dan imajinasi mental
(National Safety Council, 2003).
23
Pernafasan diafragama berfokus pada sensasi tubuh semata dengan
merasakan udara mengalir melalui hidung atau mulut secara perlahanlahan menuju ke paru-paru dan berbalik ke jalur yang sama sehingga
semua rangsangan yang berasal dari indra lain dihambat. Hampir
semua pernafasan tenang yang normal dicapai melalui pergerakan
inspirasi diafragma.
Selama inspirasi diafragma menarik bawah atas rongga dada kearah
bawah, tetapi tenaga elastik tak cukup kuat untuk menyebabkan
ekspirasi cepat yang diperlukan, sehingga keadaan ini dicapai dengan
kontraksi otot perut, yang mendorong isi perut keatas pada bagian
diafragma (Guyton,2000). Dalam keadaan panik nafas seorang menjadi
lebih cepat dan pendek, dengan kontraksi otot dada bagian atas
menjadi lebih kuat, ketika dada bagian atas mengembang, rangsangan
saraf meningkat, dan tanda-tanda vital (ferkuensi jantung, tekanan
darah) mulai meningkat. Dalam kondisi rileks, metabolisme tubuh
berjalan lambat sehingga siklus pernafasan menjadi lebih rendah.
Dengan tehnik relaksasi pernafasan diafragma yang lebih menekankan
bagian perut, seseorang dapat mengurang frekuensi nafas menjadi
sekitar tiga sampai empat kali permenit sehingga dapat menurnkan
tekanan darah dan kontraksi jantung (National Saftey Council, 2003).
Oleh sebab itu, penyakit hipertensi sangat memerlukan penangan tanpa
menimbulkan efek samping, hal ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg (Muttaqin,
2009).
24
B. Konsep Relaksasi Nafas Dalam
1. Definisi
Teknik
relaksasi
napas
dalam
merupakan
suatu
bentuk
asuhan
keperawatan,yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukannapas dalam, napas lambat (menahan respirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan,
selain dapat menurunkan intensitas nyeri,teknik relaksasi napas dalam juga
dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen dalam darah
(Smeltzer & Bare, 2002).
Latihan pernafasan terdiri atas latihan dan praktik pernafasan yang
dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol
dan efesien, dan untuk mengurangi kerja nafas. Latihan pernafasan dapat
meningkatkan pengembangan paru sehingga ventilasi alveoli meningkat
dan akan meningkatkan konsentrasi oksigen dalam darah sehingga
kebutuhan oksigen terpenuhi. (Smeltzer & Bare, 2001).
Latihan nafas dalam bukanlah bentuk dari latihan fisik, ini merupakan
teknik jiwa dan tubuh yang biasa ditambahkan dalam berbagai rutinitas
guna mendapatkan efek relaks. Peraktik jangka panjang dari latihan
pernafasan dalam akan memperbaiki kesehatan. Bernafas pelan adalah
bentuk paling sehat dari pernafasan dalam (Smeltzer & Bare, 2001).
Latihan nafas dalam ini akan membantu anda rileks, karena saat anda
bernafas dalam-dalam, otak akan menerima pesan untuk tenang. Otak akan
melanjutkan pesan yang sama keseluruh tubuh. Latihan pernafasan juga
akan membantu membersihkan pikiran, karena sirkulasi tubuh membaik
dan lebih banyak oksigen mengalir ke otak.
25
Pernafasan yang dalam atau panjang dapat memberikan energy, karena
pada
saat
kita
menghembuskan
nafas,
kita
mengeluarkan
zat
karbondioksida sebagai kotoran hasil pembakaran dan saat menghirup
nafas
kita
medapatkan
oksigen
yang
diperlukan
tubuh
untuk
membersihkan darah dan menghasilkan kekuatan. Smeltzer &Bare (2002)
menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi nafas dalam ini adalah untuk
meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik
stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan
menurunkan kecemasan.
Smeltzer&Bare (2001) Berdasarkan beberapa penelitian, pendekatan
nonfarmakologis termasuk relaksasi merupakan intervensi wajib yang
harus dilakukan pada terapi hipertensi. Relaksasi menjadikan efek obat
hipertensi lebih efektif, jika penderita yang sedang melaksanakan
pengobatan farmakologis.Mekanisme relaksasi
nafas dalam
(deep
breathing) pada sistem pernafasan berupa suatu keadaan inspirasi dan
ekspirasi pernafasan dengan frekuensi pernafasan menjadi 6-10 kali
permenit sehingga terjadi peningkatan regangan kardiopulmonari (Izzo,
2008).
Berdasarkan konsep keprawatan yang menyatakan bahwa hipertensi
termasuk penyakit dengan angka kejadian (prevalensi) yang cukup tinggi
dan dikaitkan dengan kematian. Bila seorang dinyatakan positif mengidap
hipertensi tetapi tidak berusaha mengatasinya dengan segera, maka akan
mengundang munculnya resiko terkena penyakit jantung, stroke, dan
gangguan berbahaya lainnya (Sustrani, et. al., 2004).
Salah satu pengelolaan penderita hipertensi adalah menggunakan
pengobatan nonfarmakologis yaitu menciptakan keadaan yang rileks
26
dengan berbagai cara seperti meditasi, yoga yang dapat mengontrol sistem
syaraf yang akhirnya menurunkan tekanan darah. Dewasa ini ketenangan
pikiran untuk menjaga tekanan darah agar tetap normal sudah terbukti
sangat efektif (Knight,2001).Sutarni, et. al., (2004), melaporkan
banyaknya penderita hipertensi yang berhasil mengelola penyakitnya tanpa
obat. Pengelolaan hipertensi tanpa obat, hasilnya lebih dari sekedar
mengatasi penyakit ini saja, tapi juga sekaligus mencegah stroke dan
serangan jantung.
2. Tujuan Relaksasi Nafas Dalam
Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi napas
dalam
adalah untuk
meningkatkan ventilasi
alveoli, memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk,
mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan
intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.
3. Manfaat Relaksasi Nafas Dalam
Pernafasan dalam atau panjang dapat memberikan energy karena pada saat
kita menghembuskan nafas kita mengeluarkan zat karbondioksida sebagai
kotoran hasil pembakaran dan saat menghirup nafas kita mendapatkan
oksigen yang diperlukan tubuh untuk membersihkan darah dan
menghasilkan kekuatan (Smeltzer & Bare, 2002).
Adapun manfaat relaksasi nafas dalam menurut Oktiawati (2008) antara
lain: a)Mengurangi resiko penyakit tekanan darah tinggi;b) Mengurangi
ketegangan otot tubuh; c) Mengurangi pengerasan jaringan pembuluh
darah tubuh; d) Menambah energi dalam tubuh; e) Meningkatkan kualitas
tidur dan menghilangkan insomnia; f) Meningkatkan daya tahan tubuh;g)
Meningkatkan konsentrasi; h) Menjadi lebih tenang secara emosional; i)
Membantu mengurangi rasa nyeri;j) Mengurangi biaya kesehatan dan
27
kecelakaan;k) Mengurangi resiko serangan jantung dan kematian akibat
penyakit jantung.
4. Fisiologi Relaksasi Nafas Dalam
Oksigen merupakan salah satu substansi pokok yang menunjang hampir
seluruh kehidupan yang ada dibumi. Oksigen dibutuhkan oleh hampir
seluruh penghuni bumi untuk terlibat dalam proses pembangkitan energi
yang diperlukan untuk kelangsungan hidup mereka. Oleh karena itu
dibutuhkan suatu mekanisme yang memungkinkan untuk pengambilan
oksigen bebas dari udara sampai mendistribusikan ke sel-sel tubuh
makhluk hidup yang bersangkutan. Mekanisme tersebut berjalan lewat
beberapa tahapan, antara lain setiap ventilasi prinsipnya terjadi pertukaran
udara paru, yang mengandung konsentrasi oksigen lebih kecil dengan
udara bebas yang jumlah oksigennya relatif besar.
Proses ini berjalan dibawah kendali pusat pernafasan yang menerima
sinyal tentang kebutuhan oksigen dan seluruh jaringan tubuh. Pusat
pernafasan akan mengatur seberapa besar udara luar yang bisa dimasukkan
ataupun seberapabesar udara paru yang harus dikeluarkan berdasarkan
sinyal yang diterimanya. Diparu terdapat tekanan yang parsial antara
oksigen yang terdapat dialveolus, yang bernilai lebih tinggi oleh oksigen
pembuluh kapiler yang menyelimuti kapiler tersebut. Hal ini akan
menyebabkan oksigen melintasi alveolus sampai menuju ke kapiler
alveolus (Guyton, 2000).
5. Langkah-langkah Pernafasan Diafragma
Posisiskan tubuh secara nyaman baik posisi duduk yang rileks maupun
berbaring telentang dengan mata tertutup. Longgarkan pakaian disekitar
leher dan pinggang. Letakkan tangan diatas perut dan rasakan naik
turunnya perut pada setiap pernafasan (National Saftey Council, 2003).
28
Konsentrasi dan perhatian penuh seperti halnya tehnik relaksasi lain. Bila
mungkin minimalkan gangguan dengan mencari tempat yang tenang.
Biarkan pikiran anda menerawang dan berlalu.Pernafasan diafragma
memerlukan keyakinan dan memusatkan perhatian hanya pada pernafasan.
Konsentrasi empat fase pada setiap nafas :1) Inspirasi, menarik udara
masuk kedalam paru-paru melalui saluran hidung; 2) Beri sedikit jeda
sebelum mengeluarkan udara dari paru; 3) Ekshalasi, mengeluarkan udara
dari paru melalui saluran masuknya udara tersebut;4) Beri jeda kembali
setelah mengeluarkan udara dan sebelum mulai menghirup udara lagi.
Visualisasi dengan penggunann imajinasi dalam pernafasan diafragma
dapat bermanfaat. Tehnik relaksasi pernafasan diafragma ini dapat
dilakukan selama 5-15 menit, sebanyak 2-3 kali perharinya. Hal ini dapat
menurunkan tekanan darah 5-10 mmHg
atau 10-15 mmHg. Manfaat
terpentingnya untuk menjaga dan memperbaiki fungsi pembuluh darah.
Darah
mengalir
membentuk
gelombang
transversal,
sehingga
bersinggungan dengan dinding pembuluh darah yang terdapat reseptor
yang akan membuat endotel mengeluarkan Nitric Oxide(NO) yang
berperan untuk dilatasi pembuluh darah (Oktiawati, 2008).
C. Standar Operasional Prosedur Relaksasi Nafas Dalam
Menurut Priharjo (2003) bentuk pernafasan yang digunakan pada prosedur ini
adalah pernafasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diafragma
selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas
sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi.Adapun langkahlangkah teknik relaksasi nafas dalam adalah sebagai berikut : a)Ciptakan
lingkungan yang tenang; b)Usahakan tetap rileks dan tenang; c)Menarik nafas
dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan;
d)Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstrimitas bawah dan atas rileks; e)Anjurkan bernafas dengan irama normal 3
29
kali; f)Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut
secara
perlahan-lahan;
g)Membiarkan
telapak
tangan
dan
kaki
rileks;h)Usahakan agar tetap konsentrasi atau mata sambil terpejam; i) Ulangi
sampai 15 kali, dengan selingi dengan istirahat singkat setiap 5 kali.
D. Hubungan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pada Hipertensi
Bernafas
adalah
suatu
yang
sangat
penting
bagi
manusia
untuk
mempertahankan kehidupan seseorang. Seseorang dapat hidup beberapa hari
atau bebrapa minggu tanpa makan. Tapi tidak bertahan lama tanpa bernafas.
Bernafas adalah kegiatan ilmiah yang sudah dimulai sejak bayi dilahirkan.
Paru-paru memperoleh oksigen dan masuk kedalam darah untuk dilarikan
kedalam sel untuk pembakaran dan diperoleh energi. Karbondioksida sebagai
hasil pembakaran ditransfer oleh darah kedalam paru untuk dikeluarkan.
Bernafas secara dalam merangsang munculnya oksida nitrit yang berfungsi
membuat seseorang lebih tenang. Zat tersebut akan memasuki paru–paru
bahkan pusat otak, sehingga tekanan darah yang dalam keadaan tinggi akan
menurun, karena oksida nitrit merupakan vasodilasator yang penting untuk
mengatur tekanan darah. Oksida nitrit dilepaskan secara kontinu dari
endothelium arteri dan arteriol yang akan menyebabkan “shear-stress” pada
sel endotel akibat tarikan viskositas darah terhadap dinding vaskuler. Stress ini
akan mengubah bentuk sel-sel endotel sesuai arah aliran dan menyebabkan
peningkatan pelepasan nitric oxide kemudian akan merelaksasikan pembuluh
darah.
Keadaan ini menguntungkan karena hal tersebut akan meningkatkan diameter
pembuluh darah. Tindakan relaksasi dilakukan dengan tujuan menurunkan
jumlah rangsangan yang diciptakan oleh pancaindara sehingga menahan
terbentuknya respon stres, terutama dalam sistem saraf dan hormon (National
30
Safety Council, 2003). Peningkatan aktivitas simpatis akan menyebabkan
dikeluarkannya neuro transmiter neropineprin dari ujung saraf yang berada
diotot polos pembuluh darah dan melalui rangsang pada adrinergik-1 reseptor
terjadi konstriksi pembuluh darah.
Dengan tehnik relaksasi diafragma didapatkan keadaan darah yang penuh
oksigen dipompakan oleh jantung menuju aorta, arteri, arteriola memasuki
mikrosirkulasi menuju troughfare cahanel lalu kecabang kapiler yang
dikendalikan oleh precapilary sphincter.Hampir semua darah dari sitem arteri
menuju kevena cava melalui mikrosirkulasi, namun pada keadaan tertentu
darah dapat berlangsung dari arteri menuju kevena melalui hubungan pintas
(shunt) arteriola-venula.
Menurut World Health Organization(2009), seseorang dikatakan hipertensi
apabila memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Perjalanan penyakit
hipertensi
sangat
perlahan dan mungkin
penderita hipertensi
tidak
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun sampai terjadi kerusakan organ
yang bermakna (silent killer) (Prince, 2005). Hipertensi merupakan penyakit
akibat gangguan sirkulasi darah yang masih menjadi masalah dalam kesehatan
di masyarakat. Semakin tinggi tekanan darah semakin besar resikonya (Prince,
2005). Bila penderita hipertensi kurang atau bahkan belum mendapatkan
penatalaksanaan yang tepat dalam mengontrol tekanan darah, maka angka
mordibitas dan mortalitas akan semakin meningkat dan masalah kesehatan
dalam masyarakat semakin sulit untuk diperbaiki.
Data-data tersebut memperlihatkan bahwa begitu besar prevalensi penderita
hipertensi yang masih memperlukan penatalaksanaan yang adekuat sehingga
dapat menurunkan angka mordibitas dan mortalitasnya. Pengaruh teknik
relaksasi napas dalam terhadap tekanan darah pada kelompok eksperimen,
berdasarkan hasil penelitian Elrita. et. al. (2013) menyatakan ada penurunan
31
tekanan darah yang signifikan sesudah dilakukan teknik relaksasi napas dalam
pada penderita hipertensi sedang-berat kelompok eksperimen, nilai sistolik
mengalami penurunan sebesar 165,77mmhg / 90,00 mmhg untuk hari ke-1,
sedangkan hari ke-2 terjadi penurunan sebesar 149,33 mmhg /84,00 mmhg. Ini
membuktikan bahwa teknik relaksasi napas dalam terbukti efektif dalam
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi sedang-berat kelompok
eksperimen. Juga terdapat pengaruh pada tekanan darah kelompok
eksperimen, dengan melakukan teknik relaksasi napas dalam, nilai p. value
0,000 dimana (α=<0,05), sedangkan pada kelompok kontrol p.value 1,000
dimana (α=<0,05) tidak ada pengaruh. Maka dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan tekanan darah
hipertensi sedang-berat di ruangan Irina CBLU.RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou.
Manado. Penelitian ini juga didukung oleh Heryanto(2004) yang mengatakan
bahwa terapi relaksasi teknik pernapasan diafragma ini sangat baik untuk
dilakukan setiap hari oleh penderita tekanan darah, agar membantu relaksasi
otot tubuh terutama otot pembuluh darah sehingga dapat mempertahankan
elastisitas pembuluh darah arteri.
Menurut Evelyn (2011), tekanan darah sistolik dihasilkan oleh otot jantung
yang mendorong isi ventrikel masuk kedalam arteri yang telah teregang.
Selama diastolik arteri masih tetap menggembung karena tahanan perifer dari
arteriole-arteriole menghalangi semua darah mengalir kedalam jaringan.Maka
tekanan darah sebagian tergantung kepada kekuatan dan volume dalam
dinding arteriole. Kontraksi ini dipertahankan oleh saraf vasokontriktor, dan
dikendalikan oleh pusat vasomotorik dalam media oblongata.Tekanan darah
mengalami sedikit perubahan bersamaan dengan perubahan-perubahan gerak
yang fisiologik, seperti sewaktu latihan jasmani, waktu adanya perubahan
mental karena kecemasan dan emosi.
Perbedaan tekanan darah pre-test dan post-test pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, hasil penelitian menyatakan ada perbedaan tekanan darah
32
yang signifikan antara tekanan darah pre- test dan post-test pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol di ruangan Irina CBLU RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado. Perbedaan dapat dilihat pada mean tekanan darah sistolik
dan diastolik pre-test hari ke-1 pada kelompok eksperimen yaitu, nilai mean
170,00 mmhg / 101,33 mmhg,hari ke-2 156,60 mmhg / 90,00 mmhg. Setelah
post-test nilai mean hari ke-1 165,77 mmhg / 90,00 mmhg, hari ke-2 nilai
mean 149,33 mmhg / 84,00 mmhg. Sedangkan pada kelompok kontrol, hari
ke-1 nilai mean pre-test sebesar 162,00 mmhg / 96,00 mmhg, hari ke-2 154,67
mmhg / 92,00 mmhg. Setelah post-test nilai mean hari ke-1 sebesar 162,00
mmhg / 96,00 mmhg, hari ke-2 154,67 mmhg / 92,00 mmhg. Pada kelompok
eksperimen terjadi penurunan tekanan darah, baik pada hari ke-1 dan hari ke2, sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi penurunan tekanan darah,
baik pada hari ke-1 dan ke-2.
Hasil penelitian ini senada dengan penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh
Suwardianto (2011) yang menyatakan ada pengaruh teknik relaksasi napas
dalam menurunkan tekanan darah, sedangkan pada kelompok kontrol tidak
terjadi penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Wilayah
Selatan Kota Kediri. Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan
adalah membantu penderita hipertensi untuk mempertahankan tekanan darah
pada tingkat optimal dan meningkatkan kualitas kehidupan secara maksimal
dengan cara memberi intervensi asuhan keperawatan, sehingga dapat terjadi
perbaikan kondisi kesehatan. Salah satu tindakan yang dapat diberikan untuk
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi adalah terapi relaksasi
nafas dalam (deep breathing) (Izzo, 2008).
Mekanisme relaksasi nafas dalam (deep breathing) pada sistem pernafasan
berupa suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan dengan frekuensi
pernafasan menjadi 6-10 kali permenit sehingga terjadi peningkatan regangan
kardiopulmonari (Izzo, 2008). Stimulasi peregangan di arkus aorta dan sinus
33
karotis diterima dan diteruskan oleh saraf vagus ke medula oblongata (pusat
regulasi kardiovaskuler), selanjutnya merespon terjadinya peningkatan refleks
baroreseptor (Gohde, 2010). Impuls aferen dari baroreseptor mencapai pusat
jantung yang akan merangsang aktivitas saraf parasimpatis dan menghambat
pusat simpatis (kardioakselerator), sehingga menyebabkan vasodilatasi
sistemik, penurunan denyut dan daya kontraksi jantung (Muttaqin, 2009).
Sistem saraf parasimpatis yang berjalan ke SA node melalui saraf vagus
melepaskan
neurotransmiter
asetilkolin
yang
menghambat
kecepatan
depolarisasi SA node, sehingga terjadi penurunan kecepatan denyut jantung
(kronotropik negatif). Perangsangan sistem saraf parasimpatis ke bagianbagian miokardium lainnya mengakibatkan penurunan kontraktilitas, volume
sekuncup, curah jantung yang menghasilkan suatu efek inotropik negatif
(Muttaqin, 2009). Keadaan tersebut mengakibatkan penurunan volume
sekuncup, dan curah jantung. Pada otot rangka beberapa serabut vasomotor
mengeluarkan asetilkolin yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Akibat
dari penurunan curah jantung, kontraksi serat-serat otot jantung, dan volume
darah membuat tekanan darah menjadi menurun (Muttaqin, 2009).
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan penatalaksanaan nonfarmakologis
terapi relaksasi nafas dalam untuk menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi, dikarenakan terapi relaksasi nafas dalam dapat dilakukan secara
mandiri, relatif mudah dilakukan dari pada terapi nonfarmakologis lainnya,
tidak membutuhkan waktu lama untuk terapi, dan dapat mengurangi dampak
buruk dari terapi farmakologis bagi penderita hipertensi. Berdasarkan uraian
diatas maka peneliti perlu untuk menganalisis pengaruh terapi relaksasi nafas
dalam (deep breathing) terhadap perubahan tekanan darah pada penderita
hipertensi di Puskesmas Kota Wilayah Selatan Kota Kediri dengan
pembanding pada kelompok kontrol.
34
Dimana terdapat hubungan yang signifikan dari kedua variabel. Bahwa adanya
pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunann tekanan darah
pada penderita hipertensi. Hal ini dapat dilihat, bahwa penderita hipertensi
yang melakukan pengobatan dengan cara therapi relaksasi nafas dalam dapat
memberikan dampak yang positif terhadap kesehatan pasien yang mengalami
hipertensi. Dimana pada penderita hipertensi yang sebelum melakukan teknik
relaksasi nafas dalam meiliki tekanan darah yang tinggi dibandingkan pasien
yang telah melakukan terapi relaksasi nafas dalam memberikan dampak yang
mampu menurunkan tekanan darah, yaitu ditandai dengan penurunan
sebanyak 5-10 mmHg atau 10-15 mmHg. Selama 5-15 menit dengan waktu 23 kali perhari.
E. Kerangka Konsep Penelitian
Skema 2.1
Kerangka Konsep Penelitian
Tehnik relaksasi nafas
dalam
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Penurunan tekanan darah
pada hipertensi
Obat-obatan
Obesitas
Membatasi konsumsi lemak
Mengurangi konsumsi natrium
Tidak merokok
Tidak mengkonsumsi minuman
beralkohol
7. Olah raga secara teratur
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
35
F. Hipotesis Penelitian
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara teknik relaksasi nafas
dalamterhadap penurunan tekanan darah setelah dilakukan teknik
relaksasinafas dalam pada penderita hipertensi di Rumah Sakit Umum
SariMutiara Medan tahun 2014.
Download