Tingkat Kecemasan Pasien Kanker Serviks pada Golongan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kanker Serviks
2.1.1 Pengertian Kanker Serviks
Kanker serviks adalah kanker yang menyerang serviks di mana selsel neoplastik terdapat pada seluruh lapisan epitel yang ditandai dengan
adanya perubahan sel-sel serviks dengan karakteristik histologi (Mitayani,
2009). Pertumbuhan kanker serviks dimulai dengan sel yang mengalami
mutasi berkembang menjadi sel diplastik dan kelainan pada sel epitel yang
dikenal dengan displasia dimulai pada displasia ringan, sedang dan berat
dan pada akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS) dan berkembang
menjadi
karsinoma
invasif
(Maulana
M,2009).
Samadi
(2010)
mengungkapkan bahwa sebagian besar kanker serviks berasal dari zona
transformasi1. Pada daerah ini sel-sel endoserviks digantikan oleh
metaplasia skuamosa, yang sudah berubah perangainya dari sel-sel
normal.
2.1.2 Penyebab Kanker Serviks
Penyebab pasti dari kanker serviks belum diketahui namun 99,7 %
disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV)1, yakni HPV 16 & 18.
1
daerah/area di serviks yang merupakan perbatasan antara lapisan/epitel kubus dan epitel pipih.
9
2.1.3 Gejala Klinis Kanker Serviks
Secara umum (92%) lesi prakanker tidak memiliki gejala. Jika pun
ada berupa rasa kering di vagina, keputihan berulang/tidak sembuh-sembuh
walaupun sudah diobati. Gejala klinis jika sudah menjadi kanker serviks
dapat dibedakan dalam beberapa tahap/stadium kanker serviks yakni a)
gejala awal, b) gejala lanjut, c) kanker telah bermetastasis (menyebar), d)
kambuh/residif (Samadi, 2010).
a. Gejala awal
Gejala awal kanker serviks ditandai dengan perdarahan per vagina,
berupa perdarahan pascasenggama atau perdarahan spontan di luar masa
haid. Perdarahan ini karena adanya iritasi atau mikrolesi atau luka-luka kecil
di vagina saat bersenggama. Pada serviks yang normal konsistensinya
kenyal dan permukaannya licin. Sedangkan serviks yang sudah berubah
menjadi kanker bersifat rapuh, mudah berdarah, dan diameternya biasanya
membesar. Serviks yang rapuh tersebut mudah berdarah pada saat
aktivitas seksual sehingga terjadi perdarahan pasca senggama.
Selain itu, gejala awal kanker serviks juga ditandai dengan keputihan
berulang, tidak sembuh-sembuh walaupun sudah diobati. Keputihan berbau,
gatal, dan panas karena sudah ditumpangi infeksi sekunder2. Keputihan
yang normal memiliki ciri-ciri (a) keputihan ketika menjelang haid, (b) lendir
jernih, (c) tidak berbau, (d) tidak gatal. Keputihan yang harus diwaspadai
adalah keputihan yang terjadi bersamaan dengan penyakit kelamin, karena
2
Infeksi yang disebabkan oleh kuman, bakteri ataupun jamur.
10
virus HPV bisa ditularkan bersamaan dengan kuman dari penyebab
penyakit kelamin.
b. Gejala lanjut
Gejala lanjut dari kanker serviks ditandai dengan cairan keluar dari
liang vagina berbau tidak sedap, nyeri (panggul, pinggang, dan tungkai),
gangguan berkemih, nyeri di kandung kemih dan rektum (anus). Hal ini
terjadi karena pertumbuhan kanker menekan/mendesak organ sekitarnya.
c. Kanker telah bermetastasis
Kanker serviks yang telah bermetastasis (menyebar), dengan
menimbulkan gejala di daerah lain sesuai dengan organ yang terkena.
d. Kambuh/residif
Selain itu, kanker serviks bersifat residif (sering kambuh). Hal ini
ditandai dengan bengkak/edema tungkai satu sisi, nyeri panggul menjalar
ke tungkai, dan gejala pembuntuan saluran kencing (obstruksi ureter).
2.1.4 Stadium Kanker Serviks
Klasifikasi stadium kanker serviks menurut FIGO (International
Federation of Gynecologic and Gynecology) selengkapnya dapat dilihat
pada(Tabel2.1).
11
Tabel 2.1 Klasifikasi Stadium Kanker Serviks
Stadium
0
I
IA
IA1
IA2
IB
IB1
IB2
II
IIA
IIB
III
IIIA
IIIB
IVA
IVB
Tanda-Tanda
Karsinoma in situ cervical intraepithelial neoplasia 3 (CIN 3)
Terbatas di uterus
Diagnosis hanya dengan mikroskop (penyebaran horizontal ≤ 7 mm)
Kedalaman invasi ≤ 3 mm
Kedalaman invasi > 3 mm dan ≤ 5 mm
Terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara mikroskopik > IA2
Besar lesi/tumor/benjolan ≤ 4 cm
Besar lesi/tumor/benjolan > 4 cm
Invasi tidak sampai ke dinding panggul atau mencapai 1/3 bagian bawah vagina
Tanpa invasi ke parametrium/jaringan di samping uterus
Invasi ke parametrium
Invasi mencapai dinding panggul, 1/3 bagian bawah vagina atau timbul
hidronefrosis/bendungan ginjal
Invasi pada 1/3 bawah vagina
Dinding panggul atau hidronefrosis
Invasi mukosa kandung kemih/rektum atau meluas keluar panggul kecil
Metastasis jauh
Sumber:Samadi(2010)
12
2.1.5 Pencegahan Kanker Serviks
Pencegahan kanker serviks terdiri atas 2 (dua) tahap, yakni
a) Pencegahan primer, dan b) Pencegahan sekunder.
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer dimulai dengan menghindari faktor resiko, yaitu
1)setia pada pasangan, 2)berobat segera jika ada penyakit menular
seksual, karena virus HPV bisa ikut serta menginfeksi bersamaaan dengan
kuman, jamur, ataupun bakteri lain.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder untuk kanker serviks dimulai pada wanita
yang aktif melakukan aktivitas seksual. Pencegahan ini dengan melakukan
pemindaian/skrining (pap smear, tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat),
kolposkopi) untuk kanker serviks.
a). Pap smear adalah salah satu deteksi dini terhadap kanker serviks.
Prinsip pap smear adalah mengambil sel epitel yang ada di leher
rahim yang kemudian dilihat kenormalannya.
b). Tes IVA merupakan deteksi dini dengan asam asetat 3-5%. Kriteria
pemeriksaan IVA adalah (a) normal, (b) radang/atipik/servisitis, (c) IVA
positif/ditemukan bercak putih, (d) kanker serviks.
c). Kolposkopi adalah pemeriksaan mulut rahim dengan kamera
pembesaran untuk mendeteksi keadaan serviks.
13
2.1.6 Pengobatan Kanker Serviks
Pengobatan
kanker
serviks
mencakup
a)terapi
awal,
b) penatalaksanaan kanker serviks dengan operasi, radioterapi, kemoterapi,
c) terapi paliatif.
A. Terapi Awal
Pada pasien kanker serviks pengobatan awal atau pengobatan lesi
prakanker
dapat
dengan
metode
krioterapi3,
Elektrocautery4,
LEEP/LLETZ/konisasi5 (Samadi, 2010).
B. Penatalaksanaan Kanker Serviks
Jenis penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien kanker serviks
adalah a)operasi, b)kemoterapi, c)radioterapi atau kombinasi dari ketiganya.
a). Operasi
Operasi merupakan aspek penting dalam pengobatan pasien dengan
penyakit kanker serviks. Pada umumnya pembedahan dilakukan saat
stadium awal, yaitu stadium I dan II. Jenis pembedahannya, secara garis
besar (a) operasi histerektomi radikal6, (b) operasi trakelektomi radikal7, (c)
konisasi8
3
membekukan serviks yg terdapat lesi prakanker pada suhu yang amat dingin (dengan gas CO2) sehingga sel-sel
pada area tersebut mati dan luruh dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel yang baru dan sehat.
4
pengobatan lesi prakanker di mana sel-sel pada kanker serviks dimatikan dengan “dibakar” menggunakan listrik/ laser.
5
tindakan memotong/ mengambil sebagian dari serviks yang telah berubah menjadi menjadi lesi prakanker.
6
operasi pengangkatan rahim secara total, bisa tanpa atau pengangkatan indung telur. Namun yang utama saat adalah
pengangkatan semua jaringan yang mungkin menjadi tempat sarang atau penyebaran kanker. Jaringan tersebut adalah
jaringan sekitar rahim (parametrium,dsb), (kelenjar getah bening) disertai pemotongan vagina 1/3 atas yang dilakukan
pada stadium IB sampai IIA.
7
pengangkatan mulut rahim disertai jaringan sekitarnya dan juga kelenjar getah benin, tetapi rahim dipertahankan.
8
operasi pengangkatan sebagian mulut rahim.
14
b). Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan zat kimia untuk pengobatan suatu
penyakit yang merujuk kepada obat sitostatika/obat untuk menghentikan
pertumbuhan/mematikan sel yang digunakan untuk merawat kanker
(Samadi, 2010).
Obat kemoterapi sebagian besar dimasukkan melalui infus sehingga
akan mengalir atau menyebar ke seluruh tubuh. Penggunaan obat
kemoterapi dibatasi pada pasien yang telah dibuktikan jenis keganasannya.
Prinsip dasar pemberian kemoterapi dilakukan dengan memperhitungkan
sifat dari jaringan itu sendiri karena kemoterapi berefek pada sel yang
membelah diri.
c). Radioterapi
Pengobatan dengan radioterapi atau sering disebut sebagai sinar
(bestral) adalah pengobatan pasien kanker dengan menggunakan sinar
pengion/radioaktif. Sebuah sel dapat dibunuh, dihentikan pertumbuhan
serta pembelahannya dengan menggunakan radiasi dari sinar X atau
partikel-partikel atom.
C. Terapi paliatif
Terapi paliatif adalah pengobatan yang dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien, sementara disadari bahwa penyakit
kankernya sudah tidak bisa disembuhkan.
15
2.1.7 Efek Samping Penatalaksanaan Terapi Kanker
a. Kemoterapi
Efek penatalaksanaan dengan kemoterapi terhadap tumor/kanker
menjadi lebih besar dibandingkan dengan sel-sel yang tumbuh normal
karena sel-sel di tumor atau kanker selalu aktif membelah. Sedangkan efek
samping dari kemoterapi selain bekerja pada sel–sel tumor juga
mempengaruhi sel-sel normal tubuh yang lain. Sel normal yang terpengaruh
obat kemoterapi terutama adalah sel yang tumbuh secara cepat. Efek yang
merugikan jaringan normal ini merupakan konsekuensi pemberian obat
sitotoksik. Efek tersebut, yakni (a)immediate effect (efek seketika/sesaat
pemberian kemoterapi), (b)early effect (efek dini), (c)late effect (efek
terlambat).
(a). Efek seketika/ sesaat pemberian kemoterapi
Efek seketika/sesaat pemberian kemoterapi timbul dalam 24 jam
setelah pemberian obat yang meliputi nausea dan vomiting (mual dan
muntah), nekrosis (melepuh), dan rusaknya jaringan akibat ekstravasasi
(keluarnya obat dari jarum infus), flebitis (radang pada pembuluh darah),
hiperuricemia (gangguan pada ginjal) dan reaksi hipersensitif (alergi).
Selanjutnya, efek yang terkait dengan obat tertentu, misalnya demam
dan menggigil yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah pemberian
kemoterapi.
16
(b). Efek dini
Efek dini dari pemberian kemoterapi yang menunjukkan gejala setelah
beberapa hari sampai beberapa minggu setelah pemberian obat, yakni
leukopenia, trombositopenia (turunnya sel darah putih dan sel trombosit),
stomatitis (radang lapisan dalam mulut) sariawan, dan diare.
Selanjutnya, efek yang terkait obat tertentu, seperti ileus paralitik
(pergerakan usus menurun), pasien kembung (akibat pemberian vinca
alkaloid, terutama vincristine), gagal ginjal, atotoksisitas (efek samping pada
saraf pendengaran)
(c). Efek lambat
Efek lambat dari pemberian kemoterapi yang menunjukkan gejala
setelah berminggu-minggu sampai bertahun-tahun setelah pemberian obat,
yakni alopecia (kebotakan), fibrosis paru, sterilitas (tidak subur), keganasan
sekunder, dan gangguan pada jantung.
b. Radioterapi
Efek dari penatalaksanaan dengan radioterapi berupa komplikasi dan
toksisitas. Komplikasi dan toksisitas adalah masalah yang kompleks dan
terjadinya bervariasi, terutama pada pasien–pasien dengan terapi agresif
yang
dimaksudkan
untuk
mendapatkan
efek
kuratif/penyembuhan.
Komplikasi ini secara umum di kelompokkan dalam komplikasi akut jika
terjadi kurang dari 90 hari dan komplikasi lambat jika terjadi setelah 90 hari.
Komplikasi akut merupakan reaksi yang timbul sementara selama
proses pengobatan yang terjadi pada kulit, peradangan/sititis pada kandung
17
kencing, progtosigmoiditis, enteritis (radang pada usus halus dan usus
besar), dan supresi pada sumsum tulang (penekanan pada kerja sumsum
tulang) sehingga pasien menjadi anemia/rendah kadar hemoglobinnya.
Sedangkan komplikasi lambat meliputi proktitis (radang pada daerah anus)
dan fistula rektovaginal (radang pada lubang antara anus dan vagina).
2.2. Konsep Kecemasan
2.2.1. Pengertian Kecemasan
Cemas (ansietas) adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar, berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya
(Stuart , 2006). Sedangkan Arumwardhani (2011) menyatakan definisi
cemas sebagai emosi yang ditandai oleh perasaan bahaya, ketegangan,
dan distres yang diantisipasikan dan/ oleh timbulnya sistem saraf yang
simpatetik. Cemas tidak memiliki objek yang spesifik namun dialami secara
subjektif. Cemas merupakan respon emosional terhadap penilaian pada
sesuatu yang mengancam dirinya.
Stuart (2006) mengungkapkan cemas dapat diekspresikan secara
langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak
langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme penyelesaian masalah
(koping) sebagai upaya untuk melawan cemas. Intensitas perilaku
meningkat sejalan dengan peningkatan cemas.
18
2.2.2. Penilaian Kecemasan
Penilaian Kecemasan berdasarkan skala Hamilton dibagi menjadi 14
Aspek yaitu 1) kecemasan (ansietas), 2) ketegangan, 3) perasaan takut
(fobia) pada situasi/peristiwa, 4) gangguan tidur, 5) gangguan kecerdasan,
6) depresi (murung), 7) gejala somatik/fisik (otot), 8) gejala somatik/fisik
(sensorik), 9) gejala kardiovaskuler (jantung & pembuluh darah), 10) gejala
respiratori (pernapasan), 11) gejala gastrointestinal (pencernaan), 12) gejala
urogenital (perkemihan & kelamin), 13) gejala autonom, 14) tingkah laku
pada wawancara.
Selanjutnya, untuk memudahkan dalam pemaparannya gejala umum
terhadap cemas (ansietas) dibagi menjadi dua gejala, yakni 1) gejala fisik,
2) gejala psikis. Gejala fisik terhadap ansietas ditandai dengan respon
fisiologis, sedangkan gejala psikis ditandai dengan respon perilaku, kognitif,
dan afektif.
Gejala fisik dinilai berdasarkan tujuh aspek, 1) gejala somatik/fisik
(otot) dengan respon sakit & nyeri diotot, kekakuan otot, kejutan otot secara
tiba-tiba, gigi gemerutuk, suara tidak stabil. 2) gejala somatik/fisik (sensorik)
dengan respon telinga berdenging, penglihatan kabur, muka panas dingin,
merasa lemas, perasaan sensasi ditusuk-tusuk. 3) gejala kardiovaskuler
(jantung&pembuluh darah) dengan respon denyut jantung cepat (ngosngosan), berdebar-debar, nyeri di dada, rasa lemas seperti mau pingsan,
denyut jantung seperti mau berhenti sekejab. 4) gejala respiratori
(pernapasan) dengan respon rasa tertekan didada, rasa sesak didada,
19
sering menarik nafas, nafas pendek/sesak. 5) gejala gastrointestinal dengan
respon nyeri perut, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar
pada perut, rasa penuh dan kembung, mual, muntah, buang air besar
lembek,
sukar
buang
air
besar
(konstipasi).
6)
gejala
urogenital
(perkemihan&kelamin) dengan respon sering buang air kecil, tidak dapat
menahan kencing, tidak datang bulan (tidak haid), darah haid berlebihan,
darah haid sedikit, masa haid berkepanjangan, masa haid amat pendek,
haid beberapa kali dalam sebulan, mengalami penurunan minat seksual. 7)
gejala autonom dengan respon mulut kering, muka merah, mudah
berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit, bulu
kuduk berdiri.
Gejala psikis dinilai berdasarkan tujuh aspek 1) kecemasan (ansietas)
dengan respon perasaan cemas, hal yang dikhawatirkan, perasaan buruk
terjadi, dan mudah tersinggung. 2) Ketegangan dengan respon perasaan
tegang, mudah lelah, tidak bisa istirahat dengan tenang, mudah terkejut,
mudah menangis, gemetar dan perasaan gelisah. 3) perasaan takut (fobia)
pada situasi atau peristiwa dengan respon fobia pada gelap, fobia pada
orang asing, fobia saat ditinggal sendiri, fobia pada hewan, fobia pada
keramaian lalu lintas, fobia pada kerumunan orang banyak. 4) gangguan
tidur dengan respon sulit ingin memulai tidur, terbangun malam hari, tidur
tidak nyenyak, bangun pagi dengan lesu, sering mengalami mimpi buruk. 5)
gangguan kecerdasan dengan respon kesulitan konsentrasi dan daya ingat
menurun. 6) perasaan depresi (murung) dengan respon hilangnya minat,
20
kurangnya kesenangan pada hobi, sedih (depresi), perasaan berubah-ubah
sepanjang hari. 7) tingkah laku wawancara dengan respon gelisah, tidak
tenang, jadi gemetar, kerut kening, muka tegang, nafas pendek dan cepat,
dan muka pucat.
2.2.3. Tingkat Kecemasan
Gambar Rentang Respon Ansietas
RENTANG RESPONS ANSIETAS
Respon adaptif
Antisipasi
respon maladaptif
Ringan
Sedang
Berat
Panik
Sumber : Stuart (2006)12
1. Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari – hari yang menyebabkan individu menjadi waspada dan
meningkatkan lapang persepsinya.
2. Ansietas sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang
penting dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit
lapang persepsi individu.
3. Ansietas berat sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu
cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak
berpikir tentang hal lain.
4. Tingkat
panik
dari
ansietas
berhubungan
dengan
terperangah,
ketakutan, dan teror. Hal ini terpecah dari proporsinya karena mengalami
21
kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian
dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunya kemampuan
untuk berhubungan dengan oranglain, persepsi yang menyimpang, dan
kehilangan pemikiran yang rasional.
2.2.4. Kecemasan Pada Penderita Kanker Serviks
Pertama kali terdiagnosa kanker merupakan momok
dan pukulan
berat yang dihadapi oleh penderita karena perasaan takut dan cemas tidak
dapat menjalankan tugas dan fungsi terhadap keluarga, takut dan cemas
terhadap efek samping dari kemoterapi, takut dan cemas akan pengeluaran
yang harus dikeluarkan selama pengobatan. Beban berat dan pukulan
terhadap penderita yang harus ditanggung saat pertama kali terdiagnosa
membuat sakit bukan hanya karena penyakitnya namun secara fisik, psikis
dan mental.
Fisik dan psikis merupakan kesatuan dalam eksistensi manusia yang
menyangkut kesehatannya, ada kerterkaitan antara kesehatan fisik dan
psikis. Keadaan fisik manusia mempengaruhi psikis, sebaliknya psikis
mempengaruhi keadaan fisik. Ketika terdiagnosa kanker timbul depresi
pada penderita yang mempengaruhi pola makan dan pola tidur, sebaliknya
pola tidur dan pola makan mempengaruhi kesehatannya. Dalam saling
keterpengaruhan itu akhirnya diketahui adanya psikis yang sehat dan psikis
yang mengalami hambatan, gangguan dan kerusakan (Latipun et.al.,
2005).
22
Hubungan antara kesehatan fisik dengan psikis dapat dibuktikan
dengan hasil penelitian yang dilakukan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hall dan koleganya (1980) dikutip dari Latipun et.al
(2005)yang ditemukan bahwa diantara pasien yang sakit secara medis
menunjukkan
adanya
gangguan
mental
seperti
depresi,
gangguan
kepribadian, sindroma otak organik, dan lain-lain. Sebaliknya orang-orang
yang dirawat karena gangguan mental juga menunjukkan adanya gangguan
secara fisik.
Goldberg (1984) dikutip dari Latipun et.al (2005) mengungkapkan
terdapat tiga kemungkinan hubungan antara sakit secara fisik dan mental.
Pertama, orang yang mengalami sakit mental disebabkan sakit fisiknya.
Kondisi fisik yang tidak sehat menimbulkan akibat sekunder berupa
gangguan secara mental. Kedua, sakit fisik yang diderita itu sebenarnya
gejala dari adanya gangguan mental. Ketiga, antara gangguan mental dan
sakit secara fisik adanya saling menopang, artinya bahwa orang yang
menderita secara fisik menimbulkan gangguan secara mental dan
gangguan pada mental memperparah sakitnya.
Saat didiagnosa kanker banyak beban berat yang harus di pikul oleh
penderita, hal ini bukan semata-mata karena penyakit yang dideritanya
namun beban psikis akan fungsi dan peran dari keluarga dan efek samping
dari kemoterapi selama pengobatan. Adanya beban fisik dan psikis dari
status baru yang harus dijalani penderita yang merupakan keterkaitan yang
artinya saat satu terganggu akan mempengaruhi bagian yang lainnya.
23
Banyak faktor yang menimbulkan stres dan cemas pada individu yakni
lingkungan yang asing, kehilangan kemandirian, sehingga mengalami
kecenderungan dan memerlukan bantuan oranglain, berpisah dengan
pasangan dan keluarga, masalah biaya, kurang informasi, ancaman akan
penyakit dan yang lebih parah serta masalah pengobatan (Tarwoto &
Wartonah, 2003)
Faktor yang berhubungan dengan kecemasan dapat mencakup
periode pra-operasi, healthrelated invasif atau test yang mengancam,
penuaan, stres, pensiun, luka bakar yang parah, acquired immuno
deficiency syndrome (AIDS), penyalahgunaan obat, serangan jantung,
kanker penyakit dari anggota keluarga, sakitnya anggota keluarga, nyeri,
penggunaan alkohol, pengujian pendidikan, teknologi komputer, dan
kerugian/ kesedihan (Moorhead & Brighton).
24
2.3 Kerangka Konsep
Gejala fisik
-
Faktor – faktor
penyebab kecemasan
saat mengikuti
program kemoterapi
-
Gejala somatik/fisik (otot)
Gejala somatik/fisik (sensorik)
Gejala kardiovaskuler
(jantung&pembuluh darah)
ejala respiratori (pernapasan)
Gejala gastrointestinal (pencernaan)
Gejala urogenital
(perkemihan&kelamin)
Gejala autonom
Tingkat Kecemasan
saat mengikuti program
kemoterapi
Gejala psikis
-
Perasaan cemas (ansietas)
Ketegangan
Ketakutan
Gangguan tidur
Gangguan kecerdasan
Perasaan depresi (murung)
Tingkah laku saat wawancara
25
Download