BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kanker Serviks 2.1.1 Pengertian Kanker Serviks Kanker serviks adalah kanker yang menyerang serviks di mana selsel neoplastik terdapat pada seluruh lapisan epitel yang ditandai dengan adanya perubahan sel-sel serviks dengan karakteristik histologi (Mitayani, 2009). Pertumbuhan kanker serviks dimulai dengan sel yang mengalami mutasi berkembang menjadi sel diplastik dan kelainan pada sel epitel yang dikenal dengan displasia dimulai pada displasia ringan, sedang dan berat dan pada akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS) dan berkembang menjadi karsinoma invasif (Maulana M,2009). Samadi (2010) mengungkapkan bahwa sebagian besar kanker serviks berasal dari zona transformasi1. Pada daerah ini sel-sel endoserviks digantikan oleh metaplasia skuamosa, yang sudah berubah perangainya dari sel-sel normal. 2.1.2 Penyebab Kanker Serviks Penyebab pasti dari kanker serviks belum diketahui namun 99,7 % disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV)1, yakni HPV 16 & 18. 1 daerah/area di serviks yang merupakan perbatasan antara lapisan/epitel kubus dan epitel pipih. 9 2.1.3 Gejala Klinis Kanker Serviks Secara umum (92%) lesi prakanker tidak memiliki gejala. Jika pun ada berupa rasa kering di vagina, keputihan berulang/tidak sembuh-sembuh walaupun sudah diobati. Gejala klinis jika sudah menjadi kanker serviks dapat dibedakan dalam beberapa tahap/stadium kanker serviks yakni a) gejala awal, b) gejala lanjut, c) kanker telah bermetastasis (menyebar), d) kambuh/residif (Samadi, 2010). a. Gejala awal Gejala awal kanker serviks ditandai dengan perdarahan per vagina, berupa perdarahan pascasenggama atau perdarahan spontan di luar masa haid. Perdarahan ini karena adanya iritasi atau mikrolesi atau luka-luka kecil di vagina saat bersenggama. Pada serviks yang normal konsistensinya kenyal dan permukaannya licin. Sedangkan serviks yang sudah berubah menjadi kanker bersifat rapuh, mudah berdarah, dan diameternya biasanya membesar. Serviks yang rapuh tersebut mudah berdarah pada saat aktivitas seksual sehingga terjadi perdarahan pasca senggama. Selain itu, gejala awal kanker serviks juga ditandai dengan keputihan berulang, tidak sembuh-sembuh walaupun sudah diobati. Keputihan berbau, gatal, dan panas karena sudah ditumpangi infeksi sekunder2. Keputihan yang normal memiliki ciri-ciri (a) keputihan ketika menjelang haid, (b) lendir jernih, (c) tidak berbau, (d) tidak gatal. Keputihan yang harus diwaspadai adalah keputihan yang terjadi bersamaan dengan penyakit kelamin, karena 2 Infeksi yang disebabkan oleh kuman, bakteri ataupun jamur. 10 virus HPV bisa ditularkan bersamaan dengan kuman dari penyebab penyakit kelamin. b. Gejala lanjut Gejala lanjut dari kanker serviks ditandai dengan cairan keluar dari liang vagina berbau tidak sedap, nyeri (panggul, pinggang, dan tungkai), gangguan berkemih, nyeri di kandung kemih dan rektum (anus). Hal ini terjadi karena pertumbuhan kanker menekan/mendesak organ sekitarnya. c. Kanker telah bermetastasis Kanker serviks yang telah bermetastasis (menyebar), dengan menimbulkan gejala di daerah lain sesuai dengan organ yang terkena. d. Kambuh/residif Selain itu, kanker serviks bersifat residif (sering kambuh). Hal ini ditandai dengan bengkak/edema tungkai satu sisi, nyeri panggul menjalar ke tungkai, dan gejala pembuntuan saluran kencing (obstruksi ureter). 2.1.4 Stadium Kanker Serviks Klasifikasi stadium kanker serviks menurut FIGO (International Federation of Gynecologic and Gynecology) selengkapnya dapat dilihat pada(Tabel2.1). 11 Tabel 2.1 Klasifikasi Stadium Kanker Serviks Stadium 0 I IA IA1 IA2 IB IB1 IB2 II IIA IIB III IIIA IIIB IVA IVB Tanda-Tanda Karsinoma in situ cervical intraepithelial neoplasia 3 (CIN 3) Terbatas di uterus Diagnosis hanya dengan mikroskop (penyebaran horizontal ≤ 7 mm) Kedalaman invasi ≤ 3 mm Kedalaman invasi > 3 mm dan ≤ 5 mm Terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara mikroskopik > IA2 Besar lesi/tumor/benjolan ≤ 4 cm Besar lesi/tumor/benjolan > 4 cm Invasi tidak sampai ke dinding panggul atau mencapai 1/3 bagian bawah vagina Tanpa invasi ke parametrium/jaringan di samping uterus Invasi ke parametrium Invasi mencapai dinding panggul, 1/3 bagian bawah vagina atau timbul hidronefrosis/bendungan ginjal Invasi pada 1/3 bawah vagina Dinding panggul atau hidronefrosis Invasi mukosa kandung kemih/rektum atau meluas keluar panggul kecil Metastasis jauh Sumber:Samadi(2010) 12 2.1.5 Pencegahan Kanker Serviks Pencegahan kanker serviks terdiri atas 2 (dua) tahap, yakni a) Pencegahan primer, dan b) Pencegahan sekunder. a. Pencegahan primer Pencegahan primer dimulai dengan menghindari faktor resiko, yaitu 1)setia pada pasangan, 2)berobat segera jika ada penyakit menular seksual, karena virus HPV bisa ikut serta menginfeksi bersamaaan dengan kuman, jamur, ataupun bakteri lain. b. Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder untuk kanker serviks dimulai pada wanita yang aktif melakukan aktivitas seksual. Pencegahan ini dengan melakukan pemindaian/skrining (pap smear, tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat), kolposkopi) untuk kanker serviks. a). Pap smear adalah salah satu deteksi dini terhadap kanker serviks. Prinsip pap smear adalah mengambil sel epitel yang ada di leher rahim yang kemudian dilihat kenormalannya. b). Tes IVA merupakan deteksi dini dengan asam asetat 3-5%. Kriteria pemeriksaan IVA adalah (a) normal, (b) radang/atipik/servisitis, (c) IVA positif/ditemukan bercak putih, (d) kanker serviks. c). Kolposkopi adalah pemeriksaan mulut rahim dengan kamera pembesaran untuk mendeteksi keadaan serviks. 13 2.1.6 Pengobatan Kanker Serviks Pengobatan kanker serviks mencakup a)terapi awal, b) penatalaksanaan kanker serviks dengan operasi, radioterapi, kemoterapi, c) terapi paliatif. A. Terapi Awal Pada pasien kanker serviks pengobatan awal atau pengobatan lesi prakanker dapat dengan metode krioterapi3, Elektrocautery4, LEEP/LLETZ/konisasi5 (Samadi, 2010). B. Penatalaksanaan Kanker Serviks Jenis penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien kanker serviks adalah a)operasi, b)kemoterapi, c)radioterapi atau kombinasi dari ketiganya. a). Operasi Operasi merupakan aspek penting dalam pengobatan pasien dengan penyakit kanker serviks. Pada umumnya pembedahan dilakukan saat stadium awal, yaitu stadium I dan II. Jenis pembedahannya, secara garis besar (a) operasi histerektomi radikal6, (b) operasi trakelektomi radikal7, (c) konisasi8 3 membekukan serviks yg terdapat lesi prakanker pada suhu yang amat dingin (dengan gas CO2) sehingga sel-sel pada area tersebut mati dan luruh dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel yang baru dan sehat. 4 pengobatan lesi prakanker di mana sel-sel pada kanker serviks dimatikan dengan “dibakar” menggunakan listrik/ laser. 5 tindakan memotong/ mengambil sebagian dari serviks yang telah berubah menjadi menjadi lesi prakanker. 6 operasi pengangkatan rahim secara total, bisa tanpa atau pengangkatan indung telur. Namun yang utama saat adalah pengangkatan semua jaringan yang mungkin menjadi tempat sarang atau penyebaran kanker. Jaringan tersebut adalah jaringan sekitar rahim (parametrium,dsb), (kelenjar getah bening) disertai pemotongan vagina 1/3 atas yang dilakukan pada stadium IB sampai IIA. 7 pengangkatan mulut rahim disertai jaringan sekitarnya dan juga kelenjar getah benin, tetapi rahim dipertahankan. 8 operasi pengangkatan sebagian mulut rahim. 14 b). Kemoterapi Kemoterapi adalah penggunaan zat kimia untuk pengobatan suatu penyakit yang merujuk kepada obat sitostatika/obat untuk menghentikan pertumbuhan/mematikan sel yang digunakan untuk merawat kanker (Samadi, 2010). Obat kemoterapi sebagian besar dimasukkan melalui infus sehingga akan mengalir atau menyebar ke seluruh tubuh. Penggunaan obat kemoterapi dibatasi pada pasien yang telah dibuktikan jenis keganasannya. Prinsip dasar pemberian kemoterapi dilakukan dengan memperhitungkan sifat dari jaringan itu sendiri karena kemoterapi berefek pada sel yang membelah diri. c). Radioterapi Pengobatan dengan radioterapi atau sering disebut sebagai sinar (bestral) adalah pengobatan pasien kanker dengan menggunakan sinar pengion/radioaktif. Sebuah sel dapat dibunuh, dihentikan pertumbuhan serta pembelahannya dengan menggunakan radiasi dari sinar X atau partikel-partikel atom. C. Terapi paliatif Terapi paliatif adalah pengobatan yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, sementara disadari bahwa penyakit kankernya sudah tidak bisa disembuhkan. 15 2.1.7 Efek Samping Penatalaksanaan Terapi Kanker a. Kemoterapi Efek penatalaksanaan dengan kemoterapi terhadap tumor/kanker menjadi lebih besar dibandingkan dengan sel-sel yang tumbuh normal karena sel-sel di tumor atau kanker selalu aktif membelah. Sedangkan efek samping dari kemoterapi selain bekerja pada sel–sel tumor juga mempengaruhi sel-sel normal tubuh yang lain. Sel normal yang terpengaruh obat kemoterapi terutama adalah sel yang tumbuh secara cepat. Efek yang merugikan jaringan normal ini merupakan konsekuensi pemberian obat sitotoksik. Efek tersebut, yakni (a)immediate effect (efek seketika/sesaat pemberian kemoterapi), (b)early effect (efek dini), (c)late effect (efek terlambat). (a). Efek seketika/ sesaat pemberian kemoterapi Efek seketika/sesaat pemberian kemoterapi timbul dalam 24 jam setelah pemberian obat yang meliputi nausea dan vomiting (mual dan muntah), nekrosis (melepuh), dan rusaknya jaringan akibat ekstravasasi (keluarnya obat dari jarum infus), flebitis (radang pada pembuluh darah), hiperuricemia (gangguan pada ginjal) dan reaksi hipersensitif (alergi). Selanjutnya, efek yang terkait dengan obat tertentu, misalnya demam dan menggigil yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah pemberian kemoterapi. 16 (b). Efek dini Efek dini dari pemberian kemoterapi yang menunjukkan gejala setelah beberapa hari sampai beberapa minggu setelah pemberian obat, yakni leukopenia, trombositopenia (turunnya sel darah putih dan sel trombosit), stomatitis (radang lapisan dalam mulut) sariawan, dan diare. Selanjutnya, efek yang terkait obat tertentu, seperti ileus paralitik (pergerakan usus menurun), pasien kembung (akibat pemberian vinca alkaloid, terutama vincristine), gagal ginjal, atotoksisitas (efek samping pada saraf pendengaran) (c). Efek lambat Efek lambat dari pemberian kemoterapi yang menunjukkan gejala setelah berminggu-minggu sampai bertahun-tahun setelah pemberian obat, yakni alopecia (kebotakan), fibrosis paru, sterilitas (tidak subur), keganasan sekunder, dan gangguan pada jantung. b. Radioterapi Efek dari penatalaksanaan dengan radioterapi berupa komplikasi dan toksisitas. Komplikasi dan toksisitas adalah masalah yang kompleks dan terjadinya bervariasi, terutama pada pasien–pasien dengan terapi agresif yang dimaksudkan untuk mendapatkan efek kuratif/penyembuhan. Komplikasi ini secara umum di kelompokkan dalam komplikasi akut jika terjadi kurang dari 90 hari dan komplikasi lambat jika terjadi setelah 90 hari. Komplikasi akut merupakan reaksi yang timbul sementara selama proses pengobatan yang terjadi pada kulit, peradangan/sititis pada kandung 17 kencing, progtosigmoiditis, enteritis (radang pada usus halus dan usus besar), dan supresi pada sumsum tulang (penekanan pada kerja sumsum tulang) sehingga pasien menjadi anemia/rendah kadar hemoglobinnya. Sedangkan komplikasi lambat meliputi proktitis (radang pada daerah anus) dan fistula rektovaginal (radang pada lubang antara anus dan vagina). 2.2. Konsep Kecemasan 2.2.1. Pengertian Kecemasan Cemas (ansietas) adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya (Stuart , 2006). Sedangkan Arumwardhani (2011) menyatakan definisi cemas sebagai emosi yang ditandai oleh perasaan bahaya, ketegangan, dan distres yang diantisipasikan dan/ oleh timbulnya sistem saraf yang simpatetik. Cemas tidak memiliki objek yang spesifik namun dialami secara subjektif. Cemas merupakan respon emosional terhadap penilaian pada sesuatu yang mengancam dirinya. Stuart (2006) mengungkapkan cemas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme penyelesaian masalah (koping) sebagai upaya untuk melawan cemas. Intensitas perilaku meningkat sejalan dengan peningkatan cemas. 18 2.2.2. Penilaian Kecemasan Penilaian Kecemasan berdasarkan skala Hamilton dibagi menjadi 14 Aspek yaitu 1) kecemasan (ansietas), 2) ketegangan, 3) perasaan takut (fobia) pada situasi/peristiwa, 4) gangguan tidur, 5) gangguan kecerdasan, 6) depresi (murung), 7) gejala somatik/fisik (otot), 8) gejala somatik/fisik (sensorik), 9) gejala kardiovaskuler (jantung & pembuluh darah), 10) gejala respiratori (pernapasan), 11) gejala gastrointestinal (pencernaan), 12) gejala urogenital (perkemihan & kelamin), 13) gejala autonom, 14) tingkah laku pada wawancara. Selanjutnya, untuk memudahkan dalam pemaparannya gejala umum terhadap cemas (ansietas) dibagi menjadi dua gejala, yakni 1) gejala fisik, 2) gejala psikis. Gejala fisik terhadap ansietas ditandai dengan respon fisiologis, sedangkan gejala psikis ditandai dengan respon perilaku, kognitif, dan afektif. Gejala fisik dinilai berdasarkan tujuh aspek, 1) gejala somatik/fisik (otot) dengan respon sakit & nyeri diotot, kekakuan otot, kejutan otot secara tiba-tiba, gigi gemerutuk, suara tidak stabil. 2) gejala somatik/fisik (sensorik) dengan respon telinga berdenging, penglihatan kabur, muka panas dingin, merasa lemas, perasaan sensasi ditusuk-tusuk. 3) gejala kardiovaskuler (jantung&pembuluh darah) dengan respon denyut jantung cepat (ngosngosan), berdebar-debar, nyeri di dada, rasa lemas seperti mau pingsan, denyut jantung seperti mau berhenti sekejab. 4) gejala respiratori (pernapasan) dengan respon rasa tertekan didada, rasa sesak didada, 19 sering menarik nafas, nafas pendek/sesak. 5) gejala gastrointestinal dengan respon nyeri perut, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar pada perut, rasa penuh dan kembung, mual, muntah, buang air besar lembek, sukar buang air besar (konstipasi). 6) gejala urogenital (perkemihan&kelamin) dengan respon sering buang air kecil, tidak dapat menahan kencing, tidak datang bulan (tidak haid), darah haid berlebihan, darah haid sedikit, masa haid berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, mengalami penurunan minat seksual. 7) gejala autonom dengan respon mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit, bulu kuduk berdiri. Gejala psikis dinilai berdasarkan tujuh aspek 1) kecemasan (ansietas) dengan respon perasaan cemas, hal yang dikhawatirkan, perasaan buruk terjadi, dan mudah tersinggung. 2) Ketegangan dengan respon perasaan tegang, mudah lelah, tidak bisa istirahat dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan perasaan gelisah. 3) perasaan takut (fobia) pada situasi atau peristiwa dengan respon fobia pada gelap, fobia pada orang asing, fobia saat ditinggal sendiri, fobia pada hewan, fobia pada keramaian lalu lintas, fobia pada kerumunan orang banyak. 4) gangguan tidur dengan respon sulit ingin memulai tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun pagi dengan lesu, sering mengalami mimpi buruk. 5) gangguan kecerdasan dengan respon kesulitan konsentrasi dan daya ingat menurun. 6) perasaan depresi (murung) dengan respon hilangnya minat, 20 kurangnya kesenangan pada hobi, sedih (depresi), perasaan berubah-ubah sepanjang hari. 7) tingkah laku wawancara dengan respon gelisah, tidak tenang, jadi gemetar, kerut kening, muka tegang, nafas pendek dan cepat, dan muka pucat. 2.2.3. Tingkat Kecemasan Gambar Rentang Respon Ansietas RENTANG RESPONS ANSIETAS Respon adaptif Antisipasi respon maladaptif Ringan Sedang Berat Panik Sumber : Stuart (2006)12 1. Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari – hari yang menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. 2. Ansietas sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu. 3. Ansietas berat sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. 4. Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal ini terpecah dari proporsinya karena mengalami 21 kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunya kemampuan untuk berhubungan dengan oranglain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. 2.2.4. Kecemasan Pada Penderita Kanker Serviks Pertama kali terdiagnosa kanker merupakan momok dan pukulan berat yang dihadapi oleh penderita karena perasaan takut dan cemas tidak dapat menjalankan tugas dan fungsi terhadap keluarga, takut dan cemas terhadap efek samping dari kemoterapi, takut dan cemas akan pengeluaran yang harus dikeluarkan selama pengobatan. Beban berat dan pukulan terhadap penderita yang harus ditanggung saat pertama kali terdiagnosa membuat sakit bukan hanya karena penyakitnya namun secara fisik, psikis dan mental. Fisik dan psikis merupakan kesatuan dalam eksistensi manusia yang menyangkut kesehatannya, ada kerterkaitan antara kesehatan fisik dan psikis. Keadaan fisik manusia mempengaruhi psikis, sebaliknya psikis mempengaruhi keadaan fisik. Ketika terdiagnosa kanker timbul depresi pada penderita yang mempengaruhi pola makan dan pola tidur, sebaliknya pola tidur dan pola makan mempengaruhi kesehatannya. Dalam saling keterpengaruhan itu akhirnya diketahui adanya psikis yang sehat dan psikis yang mengalami hambatan, gangguan dan kerusakan (Latipun et.al., 2005). 22 Hubungan antara kesehatan fisik dengan psikis dapat dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hall dan koleganya (1980) dikutip dari Latipun et.al (2005)yang ditemukan bahwa diantara pasien yang sakit secara medis menunjukkan adanya gangguan mental seperti depresi, gangguan kepribadian, sindroma otak organik, dan lain-lain. Sebaliknya orang-orang yang dirawat karena gangguan mental juga menunjukkan adanya gangguan secara fisik. Goldberg (1984) dikutip dari Latipun et.al (2005) mengungkapkan terdapat tiga kemungkinan hubungan antara sakit secara fisik dan mental. Pertama, orang yang mengalami sakit mental disebabkan sakit fisiknya. Kondisi fisik yang tidak sehat menimbulkan akibat sekunder berupa gangguan secara mental. Kedua, sakit fisik yang diderita itu sebenarnya gejala dari adanya gangguan mental. Ketiga, antara gangguan mental dan sakit secara fisik adanya saling menopang, artinya bahwa orang yang menderita secara fisik menimbulkan gangguan secara mental dan gangguan pada mental memperparah sakitnya. Saat didiagnosa kanker banyak beban berat yang harus di pikul oleh penderita, hal ini bukan semata-mata karena penyakit yang dideritanya namun beban psikis akan fungsi dan peran dari keluarga dan efek samping dari kemoterapi selama pengobatan. Adanya beban fisik dan psikis dari status baru yang harus dijalani penderita yang merupakan keterkaitan yang artinya saat satu terganggu akan mempengaruhi bagian yang lainnya. 23 Banyak faktor yang menimbulkan stres dan cemas pada individu yakni lingkungan yang asing, kehilangan kemandirian, sehingga mengalami kecenderungan dan memerlukan bantuan oranglain, berpisah dengan pasangan dan keluarga, masalah biaya, kurang informasi, ancaman akan penyakit dan yang lebih parah serta masalah pengobatan (Tarwoto & Wartonah, 2003) Faktor yang berhubungan dengan kecemasan dapat mencakup periode pra-operasi, healthrelated invasif atau test yang mengancam, penuaan, stres, pensiun, luka bakar yang parah, acquired immuno deficiency syndrome (AIDS), penyalahgunaan obat, serangan jantung, kanker penyakit dari anggota keluarga, sakitnya anggota keluarga, nyeri, penggunaan alkohol, pengujian pendidikan, teknologi komputer, dan kerugian/ kesedihan (Moorhead & Brighton). 24 2.3 Kerangka Konsep Gejala fisik - Faktor – faktor penyebab kecemasan saat mengikuti program kemoterapi - Gejala somatik/fisik (otot) Gejala somatik/fisik (sensorik) Gejala kardiovaskuler (jantung&pembuluh darah) ejala respiratori (pernapasan) Gejala gastrointestinal (pencernaan) Gejala urogenital (perkemihan&kelamin) Gejala autonom Tingkat Kecemasan saat mengikuti program kemoterapi Gejala psikis - Perasaan cemas (ansietas) Ketegangan Ketakutan Gangguan tidur Gangguan kecerdasan Perasaan depresi (murung) Tingkah laku saat wawancara 25