TEKNIK PRODUKSI BIBIT GAHARU (Aquilaria sp.) UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) Rusmana Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Jl. A. Yani Km 28.7, Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70721 E-mail : rusmana@foreibanjarbaru or.id ; [email protected]; ABSTRAK Hasil hutan bukan kayu (HHBK) banyak ragamnya, salah satunya adalah gaharu yang dihasilkan oleh tumbuhan dari genus Aquilaria. Komoditi tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga perlu dibudidayakan. Ada 16 jenis dari genus tersebut yang dapat menghasilkan gaharu. Untuk mendukung pengembangan HHBK, proses pembuatan bibit sangat penting dikuasai. Teknik produksi bibit gaharu dari genus Aquilaria spp. mudah dilakukan dengan cara generatif, vegetatif makro (stek pucuk) dan memanfaatkan anakan alam (wilding). Kata kunci : Aquilaria spp, gaharu, teknik, bibit. I. PENDAHULUAN Hasil Hutan bukan kayu yang disingkat dengan sebutan HHBK berdasarkan UU 41 tentang Kehutanan, kemudian dijelaskan dengan Permenhut (Peraturan Menteri Kehutanan) adalah hasil hutan hayati baik hewani maupun nabati dan turunannya yang berasal dari hutan kecuali kayu (Permenhut No. 35 Tahun 2007 dalam htttp://www.dephut.go.id). Saat ini dikenal dengan HHBK unggulan yaitu, jenis hasil hutan bukan kayu yang memiliki potensi ekonomi tinggi yang dapat dikembangkan budidaya maupun pemanfaatannya di wilayah tertentu untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. HHBK nabati dan turunannya (selain kayu) antara lain madu, bambu, rotan, jamur, tanaman obat, getah-getahan, resin, minyak atsiri dan bagian yang dihasilkan tumbuhan. Sedangkan HHBK hewani dan turunannya antara lain satwa liar dan hasil penangkarannya, satwa buru, satwa elok serta bagian atau yang dihasilkan hewan hutan. Lebih lanjut ada juga jasa yang diperoleh dari hutan seperti jasa wisata, jasa keindahan alam, keunikan, jasa perburuan dan jasa lainnya. Berdasarkan uraian singkat tersebut, gaharu adalah sebuah nama tumbuhan dengan komoditi hasil hutan bukan kayu yang muncul dari tumbuhan dari genus Aquilaria yang sejak lama menjadi perbincangan banyak kalangan karena memiliki nilai ekonomi tinggi. Sebagai contoh gaharu dengan kelas super di pasaran lokal Samarinda, Tarakan, dan Nunukan Provinsi Kalimantan timur mencapai harga Rp. 40.000.0000,-s/d 50.000.0000,- per kilogram, kualitas tanggung Rp. 20.000.000,-/kilogram, kualitas kacangan harga 43 Galam Volume VII Nomor 1, September 2014 Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru rata-ratanya Rp. 15.000.000,-/kilogram, kualitas teri Rp. 10.000.000,- s/d 14.000.000,-/kilogram, kualitas kemedangan Rp. 1.000.000,- s/d 4.000.000,-/kg dan kualitas suloan Rp. 75.000,-/kg (Siran dan Turjaman, 2011). Oleh sebab itu, budidaya gaharu melalui penanaman yang didahului dengan teknik pembibitannya perlu dikembangkan. Tumbuhan penghasil gaharu dari genus Aquilaria yang telah terdata ada sekitar 16 jenis, yaitu (http.//www.wikipedia.org./wiki/Gaharu. diakses Juni 2013) : 1. 2. Aquilaria subintegra, asal Thailand Aquilaria crassna asal Malaysia, Thailand, dan Kamboja 3. Aquilaria malaccensis, asal Malaysia, Thailand, dan India 4. 5. Aquilaria apiculina, asal Filippina Aquilaria baillonii, asal Thailand dan Kamboja 6. Aquilaria baneonsis, asal Vietnam 7. 8. Aquilaria beccariana, asal Indonesia Aquilaria brachyantha, asal Malaysia 9. Aquilaria cumingiana, asal Indonesia dan Malaysia 10. Aquilaria filaria, asal China 11. Aquilaria grandiflora, asal China 12. Aquilaria hilata, asal Indonesia dan Malaysia 13. Aquilaria khasiana, asal India 14. Aquilaria microcarpa, asal Indonesia Malaysia 15. Aquilaria rostrata, asal Malaysia 16. Aquilaria sinensis, asal Cina Jenis yang banyak di Kalimantan antara lain A. microcarpa, A. beccariana, A. cumingiana dan A. malaccensis. Untuk A. malaccensis saat ini sudah sulit diperoleh karena sudah hampir punah. Menurut ahli dendrologi Kade Sidiyasa (personal communications, 2010) menyatakan bahwa A. malaccensis di Indonesia sangat jarang ditemukan. Bibit yang beredar dan dibudidayakan sekarang oleh masyarakat Kalimantan kebanyakan adalah jenis A. microcarpa dan A. beccariana. Pembibitan, penanaman dan inokulasi tumbuhan penghasil gaharu dari genus Aquilaria saat ini cukup diminati oleh masyarakat, karena “gaharunya” menjadi harapan untuk meningkatkan ekonomi. Untuk mendukung pengembangan budi daya gaharu, maka teknik pembibitan tumbuhan penghasil gaharu dari genus Aquilaria sangat penting dilakukan. Banyak kejadian, karena banyak diminati, kekurangan benih dan bibit menjadi permasalahan baru dalam budidaya gaharu ini. Oleh karena itu, pembibitan gaharu dengan teknologi sederhana sampai mutakhir perlu diketahui oleh masyarakat. Teknik pembuatan bibit dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu cara generatif (menggunakan biji) dan vegetatif (dengan cara stek, cangkok, okulasi dan kultur jaringan) serta menggunakan cabutan anakan alam jika benih/biji tidak tersedia. Teknik pembuatan bibit, secara garis besar melalui beberapa tahapan kegiatan, yaitu 1) penaburan benih dan pemeliharaan taburan, 2) pemrosesan media dan pengisian pot atau polybag, 3) penyapihan kecambah/semai, 4) pemeliharaan semai, 5) aklimatisasi bibit , 6) seleksi dan pengepakan bibit dan 7) transportasi bibit ke lokasi tanam. 44 Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Rusmana Selain itu model persemaian pun bermacam-macam yaitu persemaian konvensiaonal, persemaian permanen dan persemaian modern. Persemaian konvensional adalah persemaian yang belum menggunakan teknologi canggih dan keberadaan persemaian masih bersifat sementara sehingga persemaian selalu berpindah-pindah mengikuti kedekatan lokasi penanaman dengan jumlah produksi sedikit (< 1 juta batang). Persemaian permanen adalah persemaian yang sifatnya menetap (tidak pindahpindah) dan telah menggunakan teknologi maju dengan jumlah produksi lebih banyak (> 3 juta batang). Persemaian modern adalah persemaian yang telah menggunakan teknologi sangat maju yang sifatnya permanen (tidak pindah-pindah) dengan jumlah produksi bibit cukup banyak (> 3 juta batang). Persemaian sangat diperlukan untuk memproduksi bibit dan mendukung kegiatan rehabilitasi lahanlahan kritis dan atau pembangunan hutan tanaman yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta serta masyarakat (Yasman, I & Yamato, M, 2007). Kondisi saat ini persemaian dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai telah ada di berbagai daerah. Metode persemaian yang diterapkan (persemaian permanen atau modern) secara tidak langsung memberi petunjuk bahwa persemian tersebut dalam memproduksi bibitnya dapat diindikasikan telah berorientasi pada segi kualitas bibit dan bukan pada segi kuantitas bibit yang dihasilkan. Lain halnya dengan persemaian konvensioanl, produksi bibitnya biasanya masih belum berorientasi pada segi kulaitas bibit yang dihasilkan. Namun, masih cenderung berorientasi pada kuantitas. Banyak contoh berbagai metode persemaian yang telah dikembangkan. Seperti persemaian permanen metode Enso-Potrays (Proyek ATA-267), persemaian metode KOFFCO (Komatsu FORDA Fog Cooling), persemaian konvensional, kebun bibit desa (KBD) dan lain-lain. Masing-masing metode persemaian tersebut berdasarkan pengamatan di lapangan dalam melaksanakan operasionalnya menerapkan metodenya berbedabeda. Karena metodenya berbeda-beda, maka sistem manajemennya pun berbeda-beda yang berlanjut pada kualitas bibit yang dihasilkannya pun cenderung berbeda-beda pula. Teknik produksi bibit penghasil gaharu ini akan menjelaskan teknik pembuatan/produksi bibit cara generatif dan vegetatif makro (cara stek) dari genus Aquilaria sampai bibit siap tanam. Tujuan teknik produksi bibit ini adalah untuk memahami dan mengerti bagi para pengguna tentang teknik produksi bibit tumbuhan penghasil gaharu (Aquilaria sp.) sebagai komoditi kehutanan yang masuk dalam golongan Hasil Hutan Bukan kayu (HHBK). II. TEKNIK PRODUKSI BIBIT A. Produksi Bibit Cara Generatif Produksi bibit gaharu dari jenis Aquilaria microcarpa, mudah dilakukan. Produksi bibit dengan cara generatif adalah pembuatan bibit dengan menggunakan organ tanaman berupa biji yang ditumbuhkan sehingga menjadi bibit yang siap ditanam ke lapangan. Pelaksanaan produksi bibit cara generatif secara umum melalui beberapa tahapan kegiatan, yaitu : 1. Ekstraksi benih Ekstraksi benih adalah proses mengeluarkan biji dari buah. Ekstraksi benih gaharu dapat dilakukan dengan cara menjemur buah di bawah sinar matahari dalam waktu 1 – 3 jam hingga buahnya pecah sendiri. Setelah itu biji gaharu dikeringanginkan dan diseleksi. Biji yang baik (bernas dan tua) dikumpulkan untuk segera ditabur agar tumbuh menjadi kecambah. 45 Galam Volume VII Nomor 1, September 2014 Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Gambar 1. Buah gaharu (Aquilaria microcarpa) asal Barabai, Kalsel yang sudah tua dan siap di ekstraksi (Dok. Rusmana, 2013). 2. Penaburan benih Benih gaharu dapat disemai langsung di polybag (ditugal) atau disemai/ditabur melalui bedeng tabur atau bak tabur. Untuk jenis gaharu disarankan benih ditabur dalam bak tabur atau bedeng tabur dengan tahapan sbb. : a) Media tabur bisa menggunakan pasir sungai, pasir kuarsa atau campuran pasir dengan kompos atau tanah subur dicampur sekam padi dengan komposisi 1 : 1. b) Benih ditabur merata kemudian benih ditutup dengan media setebal ukuran bijinya (biji gaharu tebalnya 3-4 mm) sehingga tebal media penutup taburan sekitar 3 – 4 mm. c) Penaburan benih dilakukan dalam bak tabur dan disimpan dalam greenhouse. Namun bisa juga dengan cara sederhana yaitu ditabur dalam bedeng tabur dengan menggunakan sungkup plastik di bawah naungan atap daun (atap rumbia, alang-alang dll.) atau di bawah pohon (intensitas cahaya relatif sekitar 30-40%). Gambar 2. Contoh bak tabur dan bedeng tabur untuk penaburan benih gaharu (Rusmana, 2012). Perlu diketahui bahwa : • 46 Biji (benih) gaharu tidak bisa disimpan lama (recalcitran). Oleh karena itu jika sudah ada benihnya harus cepat ditabur, agar daya perkecambahannya tinggi (> 70%). Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Rusmana • Jangan sesekali biji gaharu dijemur sampai kering, karena bijinya tergolong recalsitran (tidak bisa disimpan lama dan tidak bisa dikeringkan bijinya). Media tabur benih yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1) Bisa mempertahankan kelembaban media cukup lama dan media harus baik aerasi dan drainasenya agar kelembaban, temperatur dan sirkulasi udara dalam media cukup baik. 2) Media harus steril dari golongan hama dan penyakit agar kecambah tidak mudah terserang penyakit. 3) Jenis media tabur yang digunakan, mudah diperoleh. Hal tersebut agar proses mendapatkan media tidak sulit. Berdasarkan penelitian dan pengalaman diinformasikan bahwa media tabur biji gaharu yang baik adalah pasir sungai dan pasir dicampur kompos dengan komposisi 1 : 1, (Rayan, 2006). Media pasir mudah diperoleh demikian juga kompos saat ini banyak diperdagangkan di kios-kios sarana produksi (saprodi) pertanian/perkebunan/tanaman hias. Untuk mendapatkan keberhasilan benih berkecambah baik, taburan benih harus dipelihara setiap hari. Pemeliharaan taburan meliputi : 3. 1) Penyiraman taburan dilakukan 3 kali sehari (sekitar pukul 8.00; 12.00 dan 16.00) jika tidak ada hujan. Penyiraman jangan berlebihan (terlalu basah) dan jangan kekurangan (terjadi kekeringan). 2) Penyemprotan dengan fungisida untuk pengendalian jamur (fungisida bahan aktif benomil atau sejenisnya), dilakukan 1 kali/minggu. Konsentrasi larutan 5 gram/liter air. 3) Penyemprotan dengan insektisida untuk pengendalian hama serangga. Dilakukan setiap 1 minggu/ sekali. Konsentrasi larutan 5 cc Basudin/liter air. Pemrosesan media sapih dan pengisian pot/polybag Media pertumbuhan bibit bisa menggunakan campuran antara tanah/topsoil + sekam padi (1 : 1), gambut + sekam padi (7:3), tanah + pasir + pupuk kandang ( 3 :1 : 1) atau bahan lain seperti kompos serbuk gergaji, bokashi gambut, bokashi pupuk hijau dan lain-lain. Media sapih bibit yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut (Supriadi & Valii, 1988; Rusmana et.al. 2005; Rusmana, 2008) : a. Bobotnya ringan b. Daya menyerap air tinggi c. d. Drainase dan aerasinya baik Kesuburannnya cukup (jika kurang bisa dilakukan pemupukan) e. Mudah diperoleh dalam jumlah yang banyak f. g. Harga relatif murah Tidak mengandung racun Media yang telah dicampur sesuai dengan komposisi tersebut di atas, kemudian diisikan pada pot atau polybag. Setelah itu pot atau polybag disusun dalam greenhouse atau areal naungan dengan intensiatas cahaya antara 50 – 70% di persemaian (tergantung sifat jenis bibit). Penyusunan pot/polybag di areal naungan bisa dalam bentuk bedengan – bedengan. Ukuran bedengan di areal naungan yang umum 47 Galam Volume VII Nomor 1, September 2014 Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru digunakan adalah berukuran 1m x 2 m, 1 m x 4 m atau dan 1 m x panjang areal naungan. Gambar 3. Contoh pengisian polybag dan penyusunannnya dalam bedengan (Rusmana, 2012) Kaitannya dengan pot atau polybag sebagai wadah pertumbuhan bibit di persemaian dapat menggunakan pot-tryas tipe 45 (standar ATA-267), pot-trays KOFFCO (tipe tunggal 45 dan 15), dan polybag ukuran 12/17 cm. Selain itu dapat juga menggunakan limbah plastik seperti bekas kemasan “minuman gelas” 4. Penyapihan Kegiatan penyapihan adalah memindahkan benih yang baru berkecambah dari bedeng tabur ke polybag yang telah terisi dengan media. Pekerjaan ini perlu ketelatenan dan kehati-hatian mengingat bibit yang dipindahkan sangat muda dan mudah patah batangnya. Benih yang berkecambah akan membentuk satu atau dua pasang daun baru yang masih muda dan lemah. Waktu yang tepat untuk dilakukan penyapihan adalah ketika kecambah telah sempurna berkecambah dan akarnya telah membentuk bulu akar halus dan daunnya cukup kuat untuk tidak rusak saat dipindahkan. Gunakan kayu atau alat tusuk yang runcing untuk membuat lubang sapihan pada media, dan kemudian satu persatu bibit kecambah dipindahkan dan kemudian tanahnya dipadatkan secukupnya. Lakukan penyiraman segera setelah dipindahkan ke polybag, dan jaga kelembaban pada awal-awal penyapihan bibit. Ilustrasi penyapihan disampaikan dalam Gambar 4. Gambar 4. Penyapihan pada wadah polybag dengan menggunakan media pertumbuhan topsoil + sekam padi (1 : 1). Penyapihan seperti ini dapat dilakukan untuk jenis gaharu. (Rusmana, 2012). 5. Pemeliharaan bibit Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, penyulaman bibit yang mati, pemupukan, pemangkasan akar, penyiangan dan pengendalian hama penyakit. Penjelasan ringkas pemeliharaan bibit adalah sebagai berikut: 48 Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Rusmana a. Penyiraman Penyiraman bibit dilakukan sedikitnya 2 kali sehari (pagi pukul 09.00 dan sore hari pukul 16.00). Jika kondisi cuaca terlalu panas, penyiraman bisa lebih sering dilakukan setiap harinya. b. Penyulaman Setelah dilakukan penyapihan kadang kala banyak bibit yang mati. Bibit yang mati tersebut perlu disulam dengan kecambah yang baru dan sehat. Untuk melakukan penyulaman harus dengan jenis yang sama dan tidak terlalu jauh jeda umurnya. Penyulaman sebaiknya dilakukan setelah 2 minggu dilakukan penyapihan agar pertumbuhan bibit tidak terlalu berbeda, sehingga nantinya bibit siap tanam bisa seragam pertumbuhannya. c. Pemupukan Pemupukan bibit di persemaian perlu dilakukan. Hal tersebut dilakukan agar pertumbuhan bibit cukup baik dan cepat pertumbuhannya. Dosis pupuk yang diberikan harus disesuaikan dengan kondisi bibit dan kondisi umurnya. Berikut tahapan dosis bibit yang diperlukan untuk beberapa jenis tanaman kehutanan yang memberikan respon pertumbuhan bibit cukup baik (Tabel 1). Tabel 1. Pengaturan dosis pupuk NPK (15:15:15) berdasarkan umur bibit di persemaian selama 4 bulan Umur bibit (minggu) Dosis pupuk (gr/m2) Jumlah pupuk (gr/m2) 5 5 5 10 5 15 10 25 10 10 35 45 10 55 Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 10 65 15 80 15 95 15 110 15 125 15 140 15 155 15 170 15 185 15 200 15 215 10 225 10 235 10 245 10 255 1. 2. Pupuk diberikan dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 2 – 5%. jika setelah dipupuk turun hujan maka besoknya bibit harus dipupuk lagi. 3. Pada umur bibit 5 bulan, frekuensi pemupukan dikurangi, menjadi 1 kali/2 minggu sampai tanaman berumur 8 bulan. Hal ini untuk lignifikasi batang lebih cepat. 49 Galam Volume VII Nomor 1, September 2014 Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Umur bibit (minggu) 13 14 15 s/d 20 21 s/d 32 Dosis pupuk (gr/m2) Jumlah pupuk (gr/m2) 10 265 10 275 5 280 5 285 5 5 290 295 5 300 ... ... ... 355 Keterangan Jumlah pupuk yang diberikan sampai bibit umur 8 bulan (32 minggu). Sumber : Rusmana, 2012; Rusmana dan Santosa 2013. Beberapa catatan penting pada pemupukan bibit (Rusmana, 2012; Supriadi dan valii, 1988) : 1) Jika kondisi media kering, maka sebelum dilakukan pemupukan media harus disiram dahulu agar media basah. 2) Setelah melakukan pemupukan, bibit harus disiram air bersih (dibilas) agar larutan pupuk yang menempel di daun tercuci. 3) Waktu pemupukan dilakukan pada pagi hari (< puluk 10.00) atau sore hari (> pukul 15.00) 4) jika akan turun hujan sebaiknya jangan dilakukan pemupukan, karena pupuk yang ada pada media bibit akan tercuci kembali oleh air hujan. Setelah hujan reda baru dilakukan pemupukan. 5) d. Pemupukan bibit gaharu dilakukan sampai tanaman berumur 8 bulan (32 minggu) dengan dosis 5 gram/m2 sejak umur 20 minggu. Frekuensi pemupukan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan Penyiangan adalah pemberantasan gulma yang tumbuh dalam pot/polybag serta di dalam bedengan atau lokasi persemaian. Penyiangan bisa dilakukan setiap 2 minggu sekali atau sebulan sekali. Penyiangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara manual (dicabut rumputnya) atau dengan cara kimiawi yaitu dengan menyemprotkan herbisida pada rumput-rumput yang tumbuh. e. Pemangkasan akar Pemangkasan akar dimaksud adalah pemangkasan akar yang tumbuh keluar dari pot/polybag yang bertujuan agar akar bibit tidak berkembang di luar pot/polybag dan pertumbuhan bibit bisa dimonitor bahkan bisa diatur pertumbuhannya. Pengaruh positif dari pemangkasan akar adalah : Akar cabang atau akar lateral akan tumbuh berkembang di dalam pot/polybag • • • 50 Kekompakan media dalam pot/polybag lebih cepat terbentuk sehingga salah satu syarat bibit siap tanam cepat tercapai. Mengurangi stres bibit dalam pengangkutan ke lapangan, untuk bibit yang sudah siap tanam) Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Rusmana Beberapa jenis tanaman hutan mulai dipangkas akar pada saat akar mulai tumbuh keluar dari pot/ polybag (sekitar umur 1-2 bulan setelah sapih). Selanjutnya akar bibit dipangkas akarnya setiap satu bulan sekali hingga bibit siap tanam. Demikian pula pada bibit sudah siap tanam, sekitar 2 minggu akan diangkut ke lapangan, pemangkasan akar perlu dilakukan agar bibit tersebut tidak stres seperti daun dan pucuknya layu, daun rontok saat pengangkutannya ke lapangan. Selain itu bibit, setelah ditanam di lapangan tidak akan mudah stres. Hal tersebut karena akar yang sudah tembus ke tanah terputus sehingga proses penyerapan air dan unsur hara yang sedang berjalan terganggu. Penyiraman pada bibit yang dipangkas akarnya lebih banyak volume dan frekuensinya dari biasanya. Hal ini dimaksudkan bibit tersebut tidak mengalami stres yang panjang. Biasanya, setelah 3 – 5 hari pemangkasan akar, bibit kembali normal. Artinya bibit sudah beradaptasi kembali seperti semula. Akar keluar pot/polybag dipangkas menggunakan gunting atau alat lainnya Gambar 5. Ilustrasi pemangkasan akar bibit yang keluar dari pot/polybag . Pemangkasan akar sebaiknya dilakukan satu kali setiap bulan. (Sumber : Rusmana, 2012). f. Pengendalian hama dan penyakit Hama adalah semua binatang yang dalam aktivitas hidupnya menimbulkan kerusakan bahkan kematian pada tanaman. Di dalam kelompok ini termasuk antara lain adalah serangga, cacing, binatang pengerat dan satwa liar. Penyakit adalah penyimpangan dari keadaan normal pada tanaman sehingga tidak dapat melakukan aktivitas fisiologisnya. Penyimpangan ini disebabkan oleh faktor biotik (pathogen) seperti virus, bakteri, mikroplasma, jamur, gulma, benalu dan lainnya, sedangkan faktor abiotik seperti suhu, kelembaban ekstrim, angin, api, cahaya, bahan kimia, dan lain-lain. Pengendalian hama dan penyakit adalah usaha pencegahan dan pemberantasan serangan hama dan penyakit di persemaian. Pencegahan berarti menjaga agar benih atau tanaman di persemaian tidak terserang hama dan penyakit, sedangkan pemberantasan adalah tindakan yang dilakukan agar hama dan penyakit berhenti menyerang. Langkah-langkah pokok pengendalian hama dan penyakit adalah mengenali gejalanya, mengenali penyebabnya, dan melakukan tindakan sesuai dengan penyebabnya dan kondisi serangannya. 51 Galam Volume VII Nomor 1, September 2014 Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Hama dan penyakit dapat saja muncul di persemaian secara tiba-tiba tanpa gejala yang umum dijumpai terlebih dahulu. Hal ini sangat mungkin mengingat di persemaian akan tumbuh tanaman sejenis atau beberapa jenis dalam jumlah yang banyak dan merupakan sumber makanan bagi hama, atau penyakit. Hama dan penyakit juga dapat menyerang karena introduksi jenis-jenis baru di lokasi persemaian. Oleh karena itu pengamatan hama dan penyakit di persemaian harus dilakukan dengan seksama dan terus menerus. Apabila serangan hama dan atau penyakit menimpa bibit-bibit di persemaian maka harus diambil langkah-langkah segera untuk mencegah penularan yang lebih jauh. Langkah pertama dengan segera memusnahkan hama atau penyakit tersebut baik dengan pestisida, fungisida, dan atau lainnya. Segara konsultasikan dengan ahli hama dan penyakit segera begitu tindakan pertama yang sifatnya darurat telah dilakukan sendiri oleh petugas persemaian. Keterlambatan penanganan hama yang penyakit di persemaian dapat merusak atau memusnahkan seluruh bibit yang ada di persemaian. Oleh karena itu perlu kesiapan dan kecepatan penanganan bila gejala hama dan penyakit muncul di persemaian. Untuk pengendalian dan pemberantasan hama atau penyakit bisa menggunakan oabat dari bahan nabati dan obat/racun bahan kimia. Misalnya pestisida digunakan jika serangan hama dan penyakit benar-benar telah mengkhawatirkan. Penggunaan pestisida yang tidak semestinya dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan bibit lainnya yang tidak terserang hama dan penyakit, karena pestisida dapat juga mematikan mikroorganisme yang bersimbiosa dengan bibit di persemaian. Beberapa kelompok pestisida dan sasaran penggunaannya di persemaian seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Beberapa jenis pestisida dan sasaran penggunaan terhadap penyebab hama dan penyakit No. Jenis Pestisida Sasaran Penyebab Hama atau Penyakit 1 Fungisida mematikan jamur 2 Herbisida Mematikan rumput/gulma/tanaman pengganggu 3 Nematisida Mematikan cacing 4 Bakterisida Mematikan bakteri 5 Insektisida Mematikan serangga 6 Rodentisida Mematikan binatang pengerat (tikus, dll.) Sumber : Rusmana, 2012 Hama yang biasa dijumpai di persemaian adalah hama-hama yang menyerang bibit, akan tetapi hama juga dapat menyerang buah/biji yang disimpan atau sedang disemaikan. Adapun hamahama yang umum di persemaian tersebut dibagi dalam kelompok sebagai berikut: 52 1) Penggerek batang, seperti kepik dan ulat pengerek bibit mahoni 2) 3) Pemakan daun, seperti ulat grayak atau ulat karung atau ulat daun dan bekicot. Pemakan atau penggerek akar, seperti ambatar dan rayap 4) Binatang pengerat seperti tikus atau tupai. Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Rusmana Beberapa macam penyakit yang sering menyerang semai atau bibit di persemaian antara lain : - Penyakit lodoh (dumping off) Salah satu penyakit yang umum dan pertama kali muncul di persemaian adalah penyakit lodoh (dumping off) yang dicirikan dengan kematian pucuk tanaman secara kolektif bersamaan. Penyakit ini disebabkan oleh jamur benih atau jamur tanah yang menyerang semai muda sejak dari perkecambahan dan akan menjadi parah serangnya pada minggu-minggu berikutnya pada kondisi anakan masih muda dan lemah. Gejala awal penyakit lodoh adalah benih dan tunas menjadi busuk sebelum kecambah menembus permukaan tanah. Gejala akhir penyakit lodoh menyebabkan pembusukan batang pada permukaan tanah sehingga anakan rebah dan mati. Kedua bentuk penyakit lodoh ini cenderung terlihat dalam bentuk bercak yang cepat berkembang luas pada kondisi yang mendukung perkembangan jamur dan dapat menyebar ke seluruh bedeng. Penyakit lodoh mudah berkembang melalui tanah, air atau kontak langsung antara tanaman. Penyakit lodoh akan mudah berkembang pada kondisi lingkungan yang kurang baik diantaranya adalah tanah yang aerasinya tidak baik, kurang cahaya, tanah yang selalu basah dan lembab, tanah yang bersifat basa, atau suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Untuk itu kondisi dan tata letak persemaian harus dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat mengurangi resiko penyebaran dan berkembangnya jamur yang menyebabkan penyakit lodoh. Tindakan utama yang paling penting untuk mencegah penyakit lodoh atau penyakit yang diakibatkan oleh jamur adalah dengan membuat jarak yang cukup, aerasi tanah yang baik, kelembaban dan cahaya yang sesuai, dan ventilasi udara yang cukup pada bedeng tabur dan bedeng sapih. Pemeliharaan lingkungan persemaian yang baik merupakan kunci bagi pencegahan penyakit di persemaian. - Penyakit bercak daun Penyakit ini disebabkan oleh Jamur. Gejalanya berupa bercak-bercak (clorosis) yang terlihat pada daun karena kematian sel-sel daun, berbentuk bulat atau lonjong, atau tidak beraturan. Warnanya kuning atau coklat, coklat kemerahan sampai hitam, kadang dibatasi oleh lingkaran konsentris. Tepi bercak berwarna kekuningan. Akibat serangan jamur ini permukaan daun tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan daun dapat rontok sebelum waktunya. - Penyakit busuk daun Busuk daun, disebabkan oleh Jamur. Gejalanya berupa kematian sel yang dimulai dari ujung atau tepi daun dan melebar ke tengah helaian daun. Bentuk persegi atau lonjongan atau tidak beraturan, warnanya coklat kehitaman, dan ukurannya jauh lebih besar dari bercak daun. Kematian sel dapat menyeluruh sehingga daun seperti kena panas yang tinggi atau seperti terbakar dan nampak kering. Permukaan daun untuk fotosintesa tidak berfungsi. - Penyakit mati pucuk Mati pucuk umumnya juga disebabkan oleh jamur, dengan gejala yang nampak seperti kematian yang dimulai dari pucuk menyebar ke bawah sehingga seluruh pucuk mati. Apabila pucuk mati maka 53 Galam Volume VII Nomor 1, September 2014 Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru akan muncul seperti tunas baru di bawah pucuk tersebut. Kulit batang pucuk yang mati berwarna coklat tua dan batas dengan bagian kulit sehat sangat jelas. - Penyakit tumor Terdiri dari dua yaitu tumor ketiak daun, dengan gejala berupa munculnya tunas-tunas bergerombol di ketiak daun. Tunas-tunas ini tumbuh tidak normal dan mengakibatkan bibit menjadi kerdil. Yang kedua, tumor pucuk dengan gejala pucuk tumbuh tidak normal membentuk semacam buah, yang kemudian berubah warna jadi coklat dan mengering. Penyebabnya adalah virus atau bakteri, atau infeksi oleh gigitan serangga yang mengakibatkan tanaman mengeluarkan zat anti yang menyebabkan perubahan metabolisme pucuk sehingga tumbuh menjadi tidak normal. 6. Aklimatisasi bibit Aklimatisasi adalah kegiatan penyesuaian bibit dengan kondisi iklim yang baru (iklim mikro di persemaian). Kegiatan ini antara lain bibit pada umur tertentu (umur 2 bulan) dari areal naungan dipindah ke tempat terbuka tanpa ada naungan, penjarangan bibit dalam bedengan dan lain-lain. Kegiatan aklimatisasi bertujuan agar bibit bisa beradaptasi pada kondisi lapangan yang baru. Dalam hal ini, karena lokasi tanam kondisinya terbuka dan panas, maka bibit di persemaian dikondisikan ditempatkan pada kondisi lebih panas (tanpa naungan atau areal terbuka). Proses tersebut akan mengakibatkan lignifikasi batang dan pengerasan/ penebalan daun-daun bibit lebih cepat sehingga kekokohan bibit akan cepat tercapai. 7. Seleksi dan pengepakan bibit Seleksi bibit adalah memilih bibit dengan kondisinya yang sehat dan baik pertumbuhannya (tinggi dan diameter batang seimbang). Bibit siap tanam pada umumnya memiliki tinggi antara 25 – 50 cm (tergantung jenisnya), media telah kompak dan cukup umur. Pengepakan adalah bibit yang telah diseleksi tersebut kemudian dipak menggunakan kantong plastik atau sejenisnya. Jumlah bibit tiap kantong harus sama, misalnya setiap kantong berisi 30 bibit. Hal tersebut, akan memudahkan penghitungan jumlah bibit yang diseleksi dan untuk dikirim atau diangkut ke lokasi tanam. Sementara bibit yang belum siap tanam dipelihara lagi lebih intensif di persemaian sehingga sebulan kemudian bibit tersebut sudah bisa diseleksi lagi untuk diangkut ke lokasi tanam. 8. Trasportasi bibit Bibit yang telah dipak kemudian disusun rapi di persemaian untuk siap diangkut ke lapangan. Pengangkutan bibit biasanya menggunakan kendaraan mobil pickup atau truk. Bibit sebelum diangkut harus disiram secukupnya agar tidak terjadi kekeringan selama dalam pengangkutan. Pengangkutan bibit ini merupakan tanggung jawab orang penanaman dan bukan menjadi kegiatan pokok orang persemaian. 54 Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Rusmana B. Produksi Bibit cara Cabutan Anakan Alam (Wildilngs) 1. Eksplorasi dan pengumpulan anakan alam Untuk melakukan eksplorasi sekaligus pengumpulan anakan alam gaharu dilakukan dengan tahapan : a. Pengumpulan data informasi pohon gaharu Data dan informasi pohon gaharu dapat dilakukan dengan cara bertanya pada masyarakat, kawan/ teman, rekan kerja dll. yang mungkin tahu tentang pohon gaharu tumbuh alami di daerahnya. Jika pohon induk ditemukan berada dalam kebun masyarakan, dapat dilakukan kerja sama dengan masyarakat tersebut atau langsung negosisasi berapa harga satu anakannya. b. Pengumpulan anakan Peralatan uatama yang harus disiapkan antara lain tali, parang, gunting stek, kardus atau storefoam, karung, koran atau kain dan alat tulis menulis. Pengumpulan anakan alam gaharu menjadi prioritas adalah yang paling kecil (tinggi < 10 cm). Jika ukuran anakan kecil tidak ada, dapat mengumpulkan anakan alam yang lebih besar (tinggi > 10 - < 50 cm). Untuk harga anakan gaharu di Kalimantan Selatan tahun 2011 dengan kondisi anakan tinggi 10 – 15 cm adalah Rp. 150 – 200,-/anakan. Teknik pelaksanaan pencabutan anakan gaharu : 1) Waktu kegiatan sebaiknya pada musim hujan, agar tanah tidak kearas sehingga mencabut anakan gaharu mudah dan tidak banyak yang stres. 2) Cabut anakan tegak lurus ke atas (jangan menyamping) agar leher batang tidak banyak rusak (lecet) karena gesekan dengan tanah waktu mencabutnya. 3) Anakan setelah dicabut, masukan pada wadah kain/karung basah, agar tidak kekeringan. 4) Setelah terkumpul, cabutan anakan dipaking dengan kardus atau storefoam seperti gambar berikut : Paling atas ditutup kain basah/koran basah Anakan disusun selang-seling (daun dan akar) Koran/kain basah/cocopeat dll. (yang nyerap air banyak) Plastik, agar tidak basah kardusnya Gambar 6. Pengepakan anakan alam gaharu menggunakan kardus (tampak samping). Cabutan anakan gaharu berdaun 4 - 5 dan tingginya sekitar 10 - 15 cm dalam kardus berukuran 30 x 40 x 50 cm dapat menampung antara 2.500 – 3.000 batang. Kondisi dalam kardus harus tetap lembab ( sekitar 90%) dan dingin/suhu kamar (suhu < 35 0C) dalam pengangkutan dan diletakkan 55 Galam Volume VII Nomor 1, September 2014 Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru dalam ruang kondisi dingin (jangan dipanaskan). Agar tidak panas dalam kardus, maka kardus pengepak bibit harus dilubangi seperti gambar berikut. Gambar 7. Hasil pengepakan bibit cabutan anakan alam gaharau dengan kardus. Hal tersebut sama dengan teknik pengepakan cabutan anakan alam jenis meranti (Yasman & Smith, 1986). 2. Pemprosesan media sapih Media sapih yang murah dan mudah diperoleh di Kalimantan Selatan adalah tanah (topsoil) dan gambut serta sekam padi. Bahan tersebut dapat dilakukan menjadi media tumbuh bibit (media sapih). Berdasarkan hasil penelitian dan diujicobakan dalam skala operasional, media gambut + sekam padi (7:3), tanah + sekam padi (1:1) dapat dijadikan media sapih bibit gaharu dan beberapa jenis tanaman hutan lainnya bahkan jenis-jenis non tanaman kehutanan seperti buah-buahan dan tanaman hias (hortikultura). Tahapan pemprosesan media sapih (Rusmana, 2012) : a. Tanah atau gambut diayak dengan saringan berdiameter 1 cm (misal: kawat ram ayam). b. Hasil ayakan media tersebut kemudian dicampur dengan sekam padi. Komposisi campuran: gambut + sekam padi (7:3) dan tanah + sekam padi (1:1). c. Bisa juga media tersebut dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 10% dari volumenya. 3. Pengisian media pada polybag/pot Tahapan kegiatan : 56 a. Media siap pakai tersebut di atas diisikan pada polybag dengan tingkat kepadatan sedang. b. Polybag yang telah terisi media, disusun dalam bedengan yang telah ditentukan secara rapi agar mudah penghitungan jumlah bibitnya nanti. Bedengan penyapihan untuk bibit cabutan ini harus dalam sungkup plastik di bawah naungan 60 -70%. c. Ukuran sungkup plastik ideal lebar lk. 1 m dan panjang 4 m. Tinggi bagian depan 1,5 m dan belakang 75 cm (tergantung tinggi bibit cabutan). Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Rusmana Ilustrasi pengisian polybag/pot dan penyusunannya dalam sungkup plastik disampaikan dalam gambar berikut. Gambar 8. Pengisian pot/polybag dengan media dan penyusunannya dalam greenhouse atau sungkup plastik. 4. Penyapihan cabutan anakan Penyapihan (prickingout) adalah penanaman kembali cabutan anakan pada wadah pertumbuhan. Wadah pertumbuhan yang biasa dilakukan adalah polybag dan pot yang terbuat dari polytlane dengan volume mulai 200 cc hingga 500 cc. Wadah pertumbuhan bibit gaharu untuk lama pemeliharaan 8 – 12 bulan cukup menggunakan ukuran polybag 8/15 cm atau 15/20 cm. Teknik penyapihan diilustrasikan dalam gambar berikut : Gambar 9. Teknik penyapihan cabutan anakan alam gaharu 57 Galam Volume VII Nomor 1, September 2014 Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Tahapan kegiatan penyapihan : a. b. Buatlah lobang ditengah-tengah polybag yang berisi media Tanamkan cabutan anakan alam dalam lobang tersebut c. Tarik dan tekan stik kayu secara horisontal ke arah akar cabutan anakan d. Tutup lobang bekas stik kayu dengan media dan padatkan dengan cara menekannya dengan tangan atau stik kayu tersebut. e. Upayakan terjadi kontak yang baik antara media dengan akar anakan yang disapih tersebut. f. Setelah sapihan selesai, segera sapihan tersebut disiram air bersih, agar terjadi kontak yang lebih baik antara media dengan akar sapihan anakan. C. Produksi Bibit Cara Vegetatif (Stek Pucuk) Produksi bibit dengan cara vegetatif adalah pembiakan tanaman dengan menggunakan organ tanaman selain biji seperti stek pucuk, stek batang dan cangkok serta kuljar (kultur jaringan). Pada materi ini akan dijelaskan pembiakan tanaman gaharu dengan cara stek pucuk. Tahapan kegiatan pembiakan tanaman cara stek memencakup media tumbuh stek, pemilihan bahan stek, pembuatan stek, penyemaian, pemeliharaan stek sebelum berakar dan pemeliharaan bibit stek. Gaharu dapat diperbanyak dengan cara stek pucuk. Teknik pembiakannya sampai saat ini ada dua macam yaitu metode persemaian konvensional dan metode persemaian KOFFCO (Komatsu Forda Fog Cooling). Metode persemaian konvensional merupakan suatu metode yang sederhana dalam hal pengaturan temperatur dan kelembabannya yaitu dengan cara penyemaian stek ditempatkan dalam sungkup plastik sampai stek tersebut tumbuh akarnya untuk selanjutnya bibit stek dipelihara seperti biasa. Sedangkan metode persemaian KOFFCO yaitu suatu metode dengan pengaturan temperatur dan kelembaban udara dengan cara penyemaian stek ditempatkan dalam boks propagasi berukuran sekitar 40 cm x 70 cm dan tinggi 30 cm serta dilakukan pengkabutan air (nozel atau air cool) yang dipasang sedemikian rupa dalam rumah kaca (greenhouse) sehingga kondisi temperatur dalam boks propagasi rendah (< 320 C) dan kelembaban udara tinggi (> 90%) pada siang hari tetap terjaga. Beberapa tahapan kegiatan dalam pembuatan bibit stek gaharu secara ringkas disampaikan sebagai berikut : 1. Media tumbuh stek Media tumbuh stek yang digunakan harus bebas dari hama dan penyakit (patogen). Agar media bebas dari patogen yang mengakibatkan stek busuk sebelum berakar, media perlu dijemur atau disterilisasi terlebih dahulu, sebelum digunakan sebagai media tumbuh stek. Beberapa jenis media yang dapat digunakan sebagai media tumbuh stek antara lain : 2. a. b. Campuran serbuk kulit kelapa (Cocopeat atau cocodust) dengan sekam padi (2 : 1) Pasir sungai atau pasir kuwarsa c. Arang sekam padi murni dicampur dengan pasir sungai (1:1). Pemilihan bahan stek Bahan stek gaharu yang baik adalah dari bagian pucuknya yang masih dorman (resting) dan jangan mengambil bahan stek pucuk yang masih tumbuh menggelora (flushing). Tipe tunas yang baik adalah orthotrop (tumbuh tegak ke atas), agar nanti setelah ditanam di lapangan, pertumbuhannya tegak ke atas. 58 Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Rusmana Gambar 10. Ilustrasi tunas orthotrop dan plagiotrop (Sumber : Rusmana, 2005; P3HKA/Komatsu Ltd,2006;Subiakto & Sakai, 2007). Bahan stek dapat diambil, berasal dari : a. b. Anakan alam Kebun pangkasan yang sebelumnya telah dibangun sebagai sumber benih stek. c. Sistem bibit pangkasan bergulir A. Salah satu bentuk kebun pangkasan bedengan jenis meranti, dapat diadopsi pada jenis Aquilaria spp. B. Bibit pangkasan bergulir (Sakai & Subiakto, 2007). Untuk Aquilaria spp. dapat pula diaplikasikan pada sistem bergulir ini. Gambar 11. Kebun pangkasan bedengan (A) dan ilustrasi pengambilan bahan stek dari bibit pangkasan bergulir (B). 59 Galam Volume VII Nomor 1, September 2014 Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Sistim bibit pangkasan bergulir terdapat beberapa keunggulan (Sakai & Subikato, 2007) : 3. 1) 2) Tidak memerlukan kebun pangkasan Menjamin bahan stek, tunas juvenil 3) Produktifitas persatuan luas, tinggi 4) 5) Setelah dipangkas, bibit dapat ditanam di lapangan Mengurangi biaya operasional Pengambilan dan penyemaian stek Tahapan pengambilan dan penyemaian stek secara ringkas adalah sebagai berikut (Rusmana, 2005) : a. Persiapan bahan dan peralatan yang diperlukan seperti : gunting stek atau sejenisnya, ember plastik, hormon perangsang akar. b. Ember plastik diisi dengan air bersih secukupnya (1/2 nya) c. Stek diambil dari pohon induk atau stock plant yang baik,yang diambil adalah pucuk atau bagian tunas orthotrop. d. e. Panjang stek dibuat sekitar 10 – 15 cm Daun pada stek dibuang dan disisakan 2-3 helai dan dipotong ½ nya. f. Kemudian stek dimasukan dalam ember plastik berisi air dan diusahakan bagian pangkalnya terendam air. g. Kemudian stek disemai pada polybag atau media yang telah disediakan sebelumnya di rumah kaca dalam boks propagasi (metode KOFFCO) atau pada polybag atau bedengan dalam sungkup plastik (metode konvensional) h. Stek sebelum disemai terlebih dahulu diberi hormon perangsang akar (Rootone F atau sejenisnya) i. Buat lubang semai pada media dengan menggunakan stik kayu yang bersih agar pada saat penancapan/penyemaian stek, hormon perangsang akar dan bagian pangkal stek tidak rusak kena gesekan media. j. Kemudian stek disemaikan sedalam 1/3 nya panjang stek, lalu padatkan media kearah bagian stek yang tertanam dalam media k. Siramlah semaian stek dengan air secukupnya agar terjadi kontak yang baik antara stek yang ditanam dengan media tumbuhnya. l. Tutuplah boks propagasi atau sungkup plastik dengan rapat sehingga sirkulasi udara antara dalam boks propagasi/sungkup plastik dengan diluar boks propagasi/sungkup plastik tidak terjadi. m. Stek dipelihara dengan cara menjaga temperatur udara tidak melebihi 32 0 C dan kelembaban udara tidak kurang dari 90%. Hal tersebut dilakukan dengan cara penyiraman pada stek di dalam boks propagasi atau sungkup plastik sampai stek berakar seluruhnya (16 minggu). n. Hindari penyiraman terlalu basah dan bibit kekeringan karena akan mengakibatkan stek mati. 60 Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Rusmana Gambar 12. Ilusrasi pembuatan bibit cara stek metode KOFFCO BPK Banjarbaru (Rusmana & Setyo Wahyuningtyas, 2006) Gambar 13. Penampilan bibit stek gaharu (Aquilaria microcarpa) umur 1,5 bulan. Keberhasilan pembuatan bibit stek gaharu mencapai 65-70% (Rusmana dan Santosa, 2013) 4. Pemeliharaan bibit Tahapan pemeliharaan bibit stek adalah sebagai berikut : a. Penyiraman Penyiraman bibit bertujuan untuk memberikan keperluan tanaman akan air agar tidak terjadi kekurangan air dalam proses pertumbuhannya. Penyiraman dilakukan 2 – 3 kali sehari atau sesuai kondisi cuaca. 61 Galam Volume VII Nomor 1, September 2014 Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru b. Pemupukan Pemupukan bertujuan untuk memberikan tambahan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, sehingga bibit tumbuh dengan normal. Jenis pupuk yang digunakan sebaiknya jenis pupuk lengkap seperti NPK. Dosis pupuk yang diberikan disesuaikan dengan umur bibit, artinya bibit makin bertambah umurnya, dosis pupuknya pun makin bertambah. Besarnya dosis pupuk khusus untuk jenis gaharu belum diketahui. Namun dengan dosis pupuk NPK sebesar 10 – 15 gram/m2 yang diberikan dalam bentuk larutan dengan frekuensi 2 kali/minggu menunjukkan pertumbuhan bibit yang baik. c. Pengendalian gulma Pengendalian gulma dilakukan apabila gulma telah tumbuh dalam bedengan-bedengan di persemaian. Untuk mempermudah pelaksanaan, pemberantasan atau pengendalian gulma dapat dilakukan sekali setiap bulan. Pemeberantasan gulma bisa dilakukan dengan cara manual yaitu gulma-gulma pengganggu dicabut atau dibersihkan dengan alat cangkul hingga bersih. Namun bisa juga pemberantasan/pengendalian gulma dilakukan dengan cara kimiawi yaitu dengan cara disemprot gulma tersebut dengan herbisida seperti roundup (sistemik), gramoxon (non sistemik) atau sejenisnya. Pengendalian gulma bertujuan untuk menghindari persaingan pengambilan unsur hara dalam tanah atau pot yang tumbuh bersamaan dengan bibit. Selain itu bertujuan untuk menghindari tempat bersarangnya hama atau penyakit yang akan merugikan atau merusak pertumbuhan bibit dan sebagai nilai estetika suatu persemaian. d. Pemangkasan akar Pemangkasan akar dilakukan setiap bulan sekali. Pemangkasan akar bibit terakhir dilakukan yaitu pada saat 2 minggu lagi bibit akan diseleksi dan dipak untuk diangkut ke lokasi penanaman (Supriadi dan Vallii, 1988; Rusmana, 2012 Rusmana dan santosa, 2013). Pemangkasan akar ditujukan terhadap akar-akar bibit yang keluar dari polybag/potnya. Pemangkasan akar bertujuan untuk menghindari pertumbuhan akar-akar bibit menembus ke dalam tanah di luar pot yang akan mengakibatkan pertumbuhan bibit tak terkendali dan akan mengakibatkan kerusakan bibit pada saat bibit akan diangkut ke lokasi penanaman. Pemangkasan akar dapat dilakukan bersamaan dengan pengendalian gulma dan sekaligus menyeleksi bibit-bibit yang mati dalam polybag/pot. e. Seleksi dan pengepakan bibit siap tanam Kegiatan seleksi dan pengepakan bibit merupakan kegiatan akhir persemaian dari suatu proses produksi bibit. Seleksi bibit siap tanam bertujuan untuk (Supriadi & Valii,1988; Sagala, 1988; Tampubolon & Rusmana, 1998; Santosa & Yuwati, 2004) : 1) Memilih bibit yang baik dan memenuhi syarat untuk ditanam ke lapangan 2) Menjaga bibit yang dibawa keluar dari persemaian tetap terjaga kualitasnya 3) 62 Meningkatkan ketahanan bibit dalam pengangkutan sehingga diharapkan bibit setelah ditanam di lapangan (lokasi tanam) daya hidupnya (survival) tinggi (> 90%) dan tidak mengalami stres yang panjang (bibit tokcer). Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Rusmana Kriteria bibit siap tanam (secara umum) adalah sebagai berikut : 1) 2) Bibit kondisinya sehat Batang lurus dan percabangan normal atau belum bercabang 3) Tinggi bibit minimal 30 cm (Sagala, 1988) dan diameter batang minimal 3,0 mm dan tampak kokoh artinya tinggi dengan diameter batangnya seimbang( 10 : 1) kecuali bibit yang ditanam di daerah dengan ketergenangan air cukup dalam, tinggi bibit harus lebih dari tinggi muka air pada saat banjir agar bibit tidak terendam total oleh air. 4) Memiliki kekompakan akar dengan media (rootball compacknes) yang kompak. Artinya, tidak pecah atau hancur medianya tetapi membentuk satu gumpalan yang kompak antara akar dengan medianya). Kelas kekompakan media dibagi 4 kelas yaitu : Kelas kekompakan media Utuh Retak Patah Lepas Uraian/pengertian Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, media dan akar membentuk gumpalan yang kompak, padat dan utuh 100% Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, terdapat bagian media yang retak dan media yang terikat/menempel pada akar bibit > 70%. Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, terdapat bagian media yang retak dan patah mengelilingi media terbelah dua media yang menempel pada akar 50% - 70%. Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, terdapat bagian media yang menempel pada akar < 30%. Keterangan Pilihan utama Pilihan kedua Belum siap tanam dan perlu pemeli-haraan lagi di per-semaian Belum siap tanam dan perlu pemeli-haraan lagi di per-semaian Sumber : (Supriadi & Valii, 1988) 5) Jumlah daun minimal 8 helai atau 50% – 70% dari total tinggi bibit ditempati daun (tergantung jenis). Seleksi dan pengujian bibit siap tanam dilakukan dengan cara sample (contoh bibit) dari bedengan-bedengan bibit di persemaian yang telah cukup umurnya (siap tanam). Teknik pengambilan sample dilakukan dengan cara sistematis yang diawali dengan cara acak (sistematik random sampling with start) ( Ditjen RLPS, 2004). Kunci keberhasilan pembiakan tanaman secara stek adalah 1) media tumbuh steril, 2) kondisi bahan stek juvenil, 3) kelembaban udara tinggi (> 90%) dan tenperatur udara ( < 32 0 C) dan intesitas cahaya antara 30 – 40% (4.000 lux - < 10.000 lux) pada masa stek belum berakar. III. PENUTUP Tumbuhan penghasil gaharu dari jenis Aquilaria microcarpa dan Aquilari malaccensis sebagai komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), produksi bibitnya dapat dilakukan secara generatif (dengan biji) dan vegetatif (stek pucuk) atau sistem cabutan anakan alam. Materi untuk bahan stek pucuk dapat dilakukan dengan pembangunan kebun pangkasan pola bedengan atau metode kebun pangkasan bergulir 63 Galam Volume VII Nomor 1, September 2014 Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru seperti pada pembangunan kebun pangkasan jenis meranti yang sudah banyak di lakukan di beberapa instansi lingkup Litbang Kehutanan dan perusahaan swasta di bebeberapa daerah. Jenis gaharu termasuk yang mudah dibiakkan dengan cara generatif, vegetatif dan cabutan anakan alam. Untuk media tabur biji yang baik, dapat menggunakan media pasir sungai.Media sapih bibit dapat menggunakan gambut + sekam padi dengan komposisi 70% : 30% dan tanah + sekam padi dengan komposisi 1 : 1. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2003. Kebijakan Penyelenggaraan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Rayan. 2006. Siran, S. A dan Jullitay N. (edt.). Perlakuan media kecambah terhadap benih tumbuhan penghasil gaharu (Aquilaria microcarpa) di persemaian BP2KK Samarinda. Membangun Kembali Hutan Kalimantan Melalui Hasil-Hasil Penelitian. Rusmana. 2005. Teknik produksi bibit sistem KOFFCO. Alih Teknologi Persemaian Metode KOFFCO. Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Indonesia bagian Timur, Banjarbaru. Rusmana. 2007. Teknik produksi bibit jenis-jenis pohon rawa gambut secara generatif dan vegetatif. Alih Teknologi Pembangunan Hutan Rakyat Sistem Agroforestry. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Rusmana. 2009. Manajemen persemaian. Materi pelatihan SILIN kerjasama Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Barito Utara. Rusmana, Beny Rakhmanto, Budi Hermawan dan Arif Susianto. 2012. Teknik persemaian dan produksi bibit. AlihTeknologi Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Rusmana. 2012. Hadi T.S.; Savitri, E., dan Suryanto (edt.). Teknik Pembuatan Bibit Balangeran (Shorea balangeran) Rusmana dan Santosa,P.B. 2013. Teknik produksi bibit tanaman penghasil gaharu (Aquilaria sp.). Materi Alih Teknologi 2013 BPK Banjarbaru di Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Sakai, Ch. & Subiakto. A. 2007. Pembiakan vegetatif sistem KOFFCO. Alih Teknologi Persemaian KOFFCO. Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur, Banjarbaru. Sagala, APS. 1988. Persemaian Permanen di Beberapa Tempat. Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru. Publikasi No. 28 Santosa, P.B & Yuwati, T.W. 2004. Seleksi dan pengepakan bibit. Materi Alih Teknologi Persemaian Sistem KOFFCO. Balai Penelitian dan pengembangan Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur, Banjarbaru (tidak diterbitkan). Supriadi G & Vallii, I. 1988. Manual Persemaian ATA- 267. Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru. Penerbitan No. 52. Siran, A.S. & Turjaman, M. 2011 (Edt.). Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Edisis Khusus. Pp. 236. http ://www. Wikipedie.org./wiki/Gaharu. Tumbuhan Penghasil Gaharu. Diakses Juni 2013. http://www. Dephut.go.id. Peraturan Menteri Kehutanan. UU. 41 Kehutanan. Diakses juni 2013. 64 Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Rusmana Yasman, I & Hernawan (Edt.). 1986. Prijati, A, Leppe D, Mardji Dj, Anshari F, Tolkamp G.W., Hendromono, Yasman I, Sidiyasa K, Noor M, Omon M, Ngatiman, Rayan, Effendi R, Rukmantara (Kontrib.) Manual Persemaian Dipterocarpaceae. Departemen Kehutanan. Badan Litbang Kehutanan, Tropenbos International, SFMP-GTZ, APHI, IFSP-DANIDA, Alterra – Green World Research. PT. Inhutani I. Jakarta. Yasman, I & Yamato, M, 2007. Manual Pengelolaan Persemaian. ITTO Project PD. 271. Dinas Kehutanan Kabupaten. Ciamis. Yasman, I & Smts, W.T.M. 1996. Pedoman sistim cabutan dipterocarpaceae. Balai Penelitian Kehutanan Samarinda. Pp. 36. 65