TEKNIK PRODUKSI BIBIT GAHARU

advertisement
TEKNIK PRODUKSI BIBIT GAHARU (Aquilaria sp.)
UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN HASIL
HUTAN BUKAN KAYU (HHBK)
Rusmana
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
Jl. A. Yani Km 28.7, Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70721
E-mail : rusmana@foreibanjarbaru or.id ; [email protected];
ABSTRAK
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) banyak ragamnya, salah satunya adalah gaharu yang dihasilkan oleh
tumbuhan dari genus Aquilaria. Komoditi tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga perlu
dibudidayakan. Ada 16 jenis dari genus tersebut yang dapat menghasilkan gaharu. Untuk mendukung
pengembangan HHBK, proses pembuatan bibit sangat penting dikuasai. Teknik produksi bibit gaharu dari
genus Aquilaria spp. mudah dilakukan dengan cara generatif, vegetatif makro (stek pucuk) dan
memanfaatkan anakan alam (wilding).
Kata kunci : Aquilaria spp, gaharu, teknik, bibit.
I. PENDAHULUAN
Hasil Hutan bukan kayu yang disingkat dengan sebutan HHBK berdasarkan UU 41 tentang
Kehutanan, kemudian dijelaskan dengan Permenhut (Peraturan Menteri Kehutanan) adalah hasil hutan
hayati baik hewani maupun nabati dan turunannya yang berasal dari hutan kecuali kayu (Permenhut No.
35 Tahun 2007 dalam htttp://www.dephut.go.id). Saat ini dikenal dengan HHBK unggulan yaitu, jenis hasil
hutan bukan kayu yang memiliki potensi ekonomi tinggi yang dapat dikembangkan budidaya maupun
pemanfaatannya di wilayah tertentu untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
HHBK nabati dan turunannya (selain kayu) antara lain madu, bambu, rotan, jamur, tanaman obat,
getah-getahan, resin, minyak atsiri dan bagian yang dihasilkan tumbuhan. Sedangkan HHBK hewani dan
turunannya antara lain satwa liar dan hasil penangkarannya, satwa buru, satwa elok serta bagian atau yang
dihasilkan hewan hutan. Lebih lanjut ada juga jasa yang diperoleh dari hutan seperti jasa wisata, jasa
keindahan alam, keunikan, jasa perburuan dan jasa lainnya.
Berdasarkan uraian singkat tersebut, gaharu adalah sebuah nama tumbuhan dengan komoditi hasil
hutan bukan kayu yang muncul dari tumbuhan dari genus Aquilaria yang sejak lama menjadi perbincangan
banyak kalangan karena memiliki nilai ekonomi tinggi. Sebagai contoh gaharu dengan kelas super di pasaran
lokal Samarinda, Tarakan, dan Nunukan Provinsi Kalimantan timur mencapai harga Rp. 40.000.0000,-s/d
50.000.0000,- per kilogram, kualitas tanggung Rp. 20.000.000,-/kilogram, kualitas kacangan harga
43
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
rata-ratanya Rp. 15.000.000,-/kilogram, kualitas teri Rp. 10.000.000,- s/d 14.000.000,-/kilogram, kualitas
kemedangan Rp. 1.000.000,- s/d 4.000.000,-/kg dan kualitas suloan Rp. 75.000,-/kg (Siran dan Turjaman,
2011). Oleh sebab itu, budidaya gaharu melalui penanaman yang didahului dengan teknik pembibitannya
perlu dikembangkan.
Tumbuhan penghasil gaharu dari genus Aquilaria yang telah terdata ada sekitar 16 jenis, yaitu
(http.//www.wikipedia.org./wiki/Gaharu. diakses Juni 2013) :
1.
2.
Aquilaria subintegra, asal Thailand
Aquilaria crassna asal Malaysia, Thailand, dan Kamboja
3.
Aquilaria malaccensis, asal Malaysia, Thailand, dan India
4.
5.
Aquilaria apiculina, asal Filippina
Aquilaria baillonii, asal Thailand dan Kamboja
6.
Aquilaria baneonsis, asal Vietnam
7.
8.
Aquilaria beccariana, asal Indonesia
Aquilaria brachyantha, asal Malaysia
9. Aquilaria cumingiana, asal Indonesia dan Malaysia
10. Aquilaria filaria, asal China
11. Aquilaria grandiflora, asal China
12. Aquilaria hilata, asal Indonesia dan Malaysia
13. Aquilaria khasiana, asal India
14. Aquilaria microcarpa, asal Indonesia Malaysia
15. Aquilaria rostrata, asal Malaysia
16. Aquilaria sinensis, asal Cina
Jenis yang banyak di Kalimantan antara lain A. microcarpa, A. beccariana, A. cumingiana dan A.
malaccensis. Untuk A. malaccensis saat ini sudah sulit diperoleh karena sudah hampir punah. Menurut ahli
dendrologi Kade Sidiyasa (personal communications, 2010) menyatakan bahwa A. malaccensis di Indonesia
sangat jarang ditemukan. Bibit yang beredar dan dibudidayakan sekarang oleh masyarakat Kalimantan
kebanyakan adalah jenis A. microcarpa dan A. beccariana.
Pembibitan, penanaman dan inokulasi tumbuhan penghasil gaharu dari genus Aquilaria saat ini
cukup diminati oleh masyarakat, karena “gaharunya” menjadi harapan untuk meningkatkan ekonomi.
Untuk mendukung pengembangan budi daya gaharu, maka teknik pembibitan tumbuhan penghasil
gaharu dari genus Aquilaria sangat penting dilakukan. Banyak kejadian, karena banyak diminati,
kekurangan benih dan bibit menjadi permasalahan baru dalam budidaya gaharu ini. Oleh karena itu,
pembibitan gaharu dengan teknologi sederhana sampai mutakhir perlu diketahui oleh masyarakat.
Teknik pembuatan bibit dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu cara generatif
(menggunakan biji) dan vegetatif (dengan cara stek, cangkok, okulasi dan kultur jaringan) serta
menggunakan cabutan anakan alam jika benih/biji tidak tersedia. Teknik pembuatan bibit, secara garis
besar melalui beberapa tahapan kegiatan, yaitu 1) penaburan benih dan pemeliharaan taburan, 2)
pemrosesan media dan pengisian pot atau polybag, 3) penyapihan kecambah/semai, 4) pemeliharaan
semai, 5) aklimatisasi bibit , 6) seleksi dan pengepakan bibit dan 7) transportasi bibit ke lokasi tanam.
44
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
Selain itu model persemaian pun bermacam-macam yaitu persemaian konvensiaonal, persemaian
permanen dan persemaian modern. Persemaian konvensional adalah persemaian yang belum
menggunakan teknologi canggih dan keberadaan persemaian masih bersifat sementara sehingga
persemaian selalu berpindah-pindah mengikuti kedekatan lokasi penanaman dengan jumlah produksi
sedikit (< 1 juta batang). Persemaian permanen adalah persemaian yang sifatnya menetap (tidak pindahpindah) dan telah menggunakan teknologi maju dengan jumlah produksi lebih banyak (> 3 juta batang).
Persemaian modern adalah persemaian yang telah menggunakan teknologi sangat maju yang sifatnya
permanen (tidak pindah-pindah) dengan jumlah produksi bibit cukup banyak (> 3 juta batang).
Persemaian sangat diperlukan untuk memproduksi bibit dan mendukung kegiatan rehabilitasi lahanlahan kritis dan atau pembangunan hutan tanaman yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta serta
masyarakat (Yasman, I & Yamato, M, 2007). Kondisi saat ini persemaian dengan sarana dan prasarana yang
cukup memadai telah ada di berbagai daerah. Metode persemaian yang diterapkan (persemaian permanen atau
modern) secara tidak langsung memberi petunjuk bahwa persemian tersebut dalam memproduksi bibitnya
dapat diindikasikan telah berorientasi pada segi kualitas bibit dan bukan pada segi kuantitas bibit yang
dihasilkan. Lain halnya dengan persemaian konvensioanl, produksi bibitnya biasanya masih belum berorientasi
pada segi kulaitas bibit yang dihasilkan. Namun, masih cenderung berorientasi pada kuantitas.
Banyak contoh berbagai metode persemaian yang telah dikembangkan. Seperti persemaian permanen
metode Enso-Potrays (Proyek ATA-267), persemaian metode KOFFCO (Komatsu FORDA Fog Cooling),
persemaian konvensional, kebun bibit desa (KBD) dan lain-lain. Masing-masing metode persemaian tersebut
berdasarkan pengamatan di lapangan dalam melaksanakan operasionalnya menerapkan metodenya berbedabeda. Karena metodenya berbeda-beda, maka sistem manajemennya pun berbeda-beda yang berlanjut pada
kualitas bibit yang dihasilkannya pun cenderung berbeda-beda pula.
Teknik produksi bibit penghasil gaharu ini akan menjelaskan teknik pembuatan/produksi bibit
cara generatif dan vegetatif makro (cara stek) dari genus Aquilaria sampai bibit siap tanam.
Tujuan teknik produksi bibit ini adalah untuk memahami dan mengerti bagi para pengguna
tentang teknik produksi bibit tumbuhan penghasil gaharu (Aquilaria sp.) sebagai komoditi kehutanan yang
masuk dalam golongan Hasil Hutan Bukan kayu (HHBK).
II. TEKNIK PRODUKSI BIBIT
A. Produksi Bibit Cara Generatif
Produksi bibit gaharu dari jenis Aquilaria microcarpa, mudah dilakukan. Produksi bibit dengan cara
generatif adalah pembuatan bibit dengan menggunakan organ tanaman berupa biji yang ditumbuhkan
sehingga menjadi bibit yang siap ditanam ke lapangan. Pelaksanaan produksi bibit cara generatif secara
umum melalui beberapa tahapan kegiatan, yaitu :
1.
Ekstraksi benih
Ekstraksi benih adalah proses mengeluarkan biji dari buah. Ekstraksi benih gaharu dapat
dilakukan dengan cara menjemur buah di bawah sinar matahari dalam waktu 1 – 3 jam hingga buahnya
pecah sendiri. Setelah itu biji gaharu dikeringanginkan dan diseleksi. Biji yang baik (bernas dan tua)
dikumpulkan untuk segera ditabur agar tumbuh menjadi kecambah.
45
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
Gambar 1. Buah gaharu (Aquilaria microcarpa) asal Barabai, Kalsel yang sudah tua
dan siap di ekstraksi (Dok. Rusmana, 2013).
2.
Penaburan benih
Benih gaharu dapat disemai langsung di polybag (ditugal) atau disemai/ditabur melalui bedeng
tabur atau bak tabur. Untuk jenis gaharu disarankan benih ditabur dalam bak tabur atau bedeng tabur
dengan tahapan sbb. :
a)
Media tabur bisa menggunakan pasir sungai, pasir kuarsa atau campuran pasir dengan kompos
atau tanah subur dicampur sekam padi dengan komposisi 1 : 1.
b)
Benih ditabur merata kemudian benih ditutup dengan media setebal ukuran bijinya (biji gaharu
tebalnya 3-4 mm) sehingga tebal media penutup taburan sekitar 3 – 4 mm.
c)
Penaburan benih dilakukan dalam bak tabur dan disimpan dalam greenhouse. Namun bisa juga
dengan cara sederhana yaitu ditabur dalam bedeng tabur dengan menggunakan sungkup plastik
di bawah naungan atap daun (atap rumbia, alang-alang dll.) atau di bawah pohon (intensitas
cahaya relatif sekitar 30-40%).
Gambar 2. Contoh bak tabur dan bedeng tabur untuk penaburan benih gaharu (Rusmana, 2012).
Perlu diketahui bahwa :
•
46
Biji (benih) gaharu tidak bisa disimpan lama (recalcitran). Oleh karena itu jika sudah ada benihnya
harus cepat ditabur, agar daya perkecambahannya tinggi (> 70%).
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
•
Jangan sesekali biji gaharu dijemur sampai kering, karena bijinya tergolong recalsitran (tidak bisa
disimpan lama dan tidak bisa dikeringkan bijinya).
Media tabur benih yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1)
Bisa mempertahankan kelembaban media cukup lama dan media harus baik aerasi dan
drainasenya agar kelembaban, temperatur dan sirkulasi udara dalam media cukup baik.
2)
Media harus steril dari golongan hama dan penyakit agar kecambah tidak mudah terserang
penyakit.
3)
Jenis media tabur yang digunakan, mudah diperoleh. Hal tersebut agar proses mendapatkan
media tidak sulit.
Berdasarkan penelitian dan pengalaman diinformasikan bahwa media tabur biji gaharu yang baik
adalah pasir sungai dan pasir dicampur kompos dengan komposisi 1 : 1, (Rayan, 2006). Media pasir mudah
diperoleh demikian juga kompos saat ini banyak diperdagangkan di kios-kios sarana produksi (saprodi)
pertanian/perkebunan/tanaman hias.
Untuk mendapatkan keberhasilan benih berkecambah baik, taburan benih harus dipelihara setiap
hari. Pemeliharaan taburan meliputi :
3.
1)
Penyiraman taburan dilakukan 3 kali sehari (sekitar pukul 8.00; 12.00 dan 16.00) jika tidak ada
hujan. Penyiraman jangan berlebihan (terlalu basah) dan jangan kekurangan (terjadi kekeringan).
2)
Penyemprotan dengan fungisida untuk pengendalian jamur (fungisida bahan aktif benomil atau
sejenisnya), dilakukan 1 kali/minggu. Konsentrasi larutan 5 gram/liter air.
3)
Penyemprotan dengan insektisida untuk pengendalian hama serangga. Dilakukan setiap 1
minggu/ sekali. Konsentrasi larutan 5 cc Basudin/liter air.
Pemrosesan media sapih dan pengisian pot/polybag
Media pertumbuhan bibit bisa menggunakan campuran antara tanah/topsoil + sekam padi (1 : 1),
gambut + sekam padi (7:3), tanah + pasir + pupuk kandang ( 3 :1 : 1) atau bahan lain seperti kompos serbuk
gergaji, bokashi gambut, bokashi pupuk hijau dan lain-lain. Media sapih bibit yang baik harus memenuhi
syarat sebagai berikut (Supriadi & Valii, 1988; Rusmana et.al. 2005; Rusmana, 2008) :
a.
Bobotnya ringan
b.
Daya menyerap air tinggi
c.
d.
Drainase dan aerasinya baik
Kesuburannnya cukup (jika kurang bisa dilakukan pemupukan)
e.
Mudah diperoleh dalam jumlah yang banyak
f.
g.
Harga relatif murah
Tidak mengandung racun
Media yang telah dicampur sesuai dengan komposisi tersebut di atas, kemudian diisikan pada pot
atau polybag. Setelah itu pot atau polybag disusun dalam greenhouse atau areal naungan dengan
intensiatas cahaya antara 50 – 70% di persemaian (tergantung sifat jenis bibit). Penyusunan pot/polybag di
areal naungan bisa dalam bentuk bedengan – bedengan. Ukuran bedengan di areal naungan yang umum
47
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
digunakan adalah berukuran 1m x 2 m, 1 m x 4 m atau dan 1 m x panjang areal naungan.
Gambar 3. Contoh pengisian polybag dan penyusunannnya dalam bedengan (Rusmana, 2012)
Kaitannya dengan pot atau polybag sebagai wadah pertumbuhan bibit di persemaian dapat
menggunakan pot-tryas tipe 45 (standar ATA-267), pot-trays KOFFCO (tipe tunggal 45 dan 15), dan polybag
ukuran 12/17 cm. Selain itu dapat juga menggunakan limbah plastik seperti bekas kemasan “minuman gelas”
4. Penyapihan
Kegiatan penyapihan adalah memindahkan benih yang baru berkecambah dari bedeng tabur ke
polybag yang telah terisi dengan media. Pekerjaan ini perlu ketelatenan dan kehati-hatian mengingat bibit yang
dipindahkan sangat muda dan mudah patah batangnya. Benih yang berkecambah akan membentuk satu atau
dua pasang daun baru yang masih muda dan lemah. Waktu yang tepat untuk dilakukan penyapihan adalah
ketika kecambah telah sempurna berkecambah dan akarnya telah membentuk bulu akar halus dan daunnya
cukup kuat untuk tidak rusak saat dipindahkan. Gunakan kayu atau alat tusuk yang runcing untuk membuat
lubang sapihan pada media, dan kemudian satu persatu bibit kecambah dipindahkan dan kemudian tanahnya
dipadatkan secukupnya. Lakukan penyiraman segera setelah dipindahkan ke polybag, dan jaga kelembaban
pada awal-awal penyapihan bibit. Ilustrasi penyapihan disampaikan dalam Gambar 4.
Gambar 4. Penyapihan pada wadah polybag dengan menggunakan media pertumbuhan topsoil +
sekam padi (1 : 1). Penyapihan seperti ini dapat dilakukan untuk jenis gaharu. (Rusmana, 2012).
5.
Pemeliharaan bibit
Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, penyulaman bibit yang mati, pemupukan, pemangkasan
akar, penyiangan dan pengendalian hama penyakit. Penjelasan ringkas pemeliharaan bibit adalah sebagai
berikut:
48
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
a.
Penyiraman
Penyiraman bibit dilakukan sedikitnya 2 kali sehari (pagi pukul 09.00 dan sore hari pukul 16.00).
Jika kondisi cuaca terlalu panas, penyiraman bisa lebih sering dilakukan setiap harinya.
b.
Penyulaman
Setelah dilakukan penyapihan kadang kala banyak bibit yang mati. Bibit yang mati tersebut perlu
disulam dengan kecambah yang baru dan sehat. Untuk melakukan penyulaman harus dengan
jenis yang sama dan tidak terlalu jauh jeda umurnya. Penyulaman sebaiknya dilakukan setelah 2
minggu dilakukan penyapihan agar pertumbuhan bibit tidak terlalu berbeda, sehingga nantinya
bibit siap tanam bisa seragam pertumbuhannya.
c.
Pemupukan
Pemupukan bibit di persemaian perlu dilakukan. Hal tersebut dilakukan agar pertumbuhan bibit
cukup baik dan cepat pertumbuhannya. Dosis pupuk yang diberikan harus disesuaikan dengan
kondisi bibit dan kondisi umurnya. Berikut tahapan dosis bibit yang diperlukan untuk beberapa
jenis tanaman kehutanan yang memberikan respon pertumbuhan bibit cukup baik (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaturan dosis pupuk NPK (15:15:15) berdasarkan umur bibit di persemaian selama 4 bulan
Umur bibit
(minggu)
Dosis pupuk
(gr/m2)
Jumlah pupuk
(gr/m2)
5
5
5
10
5
15
10
25
10
10
35
45
10
55
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
10
65
15
80
15
95
15
110
15
125
15
140
15
155
15
170
15
185
15
200
15
215
10
225
10
235
10
245
10
255
1.
2.
Pupuk diberikan dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 2 –
5%.
jika setelah dipupuk turun hujan maka besoknya bibit harus
dipupuk lagi.
3. Pada umur bibit 5 bulan, frekuensi pemupukan dikurangi,
menjadi 1 kali/2 minggu sampai tanaman berumur 8 bulan. Hal
ini untuk lignifikasi batang lebih cepat.
49
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
Umur bibit
(minggu)
13
14
15
s/d 20
21
s/d
32
Dosis pupuk
(gr/m2)
Jumlah pupuk
(gr/m2)
10
265
10
275
5
280
5
285
5
5
290
295
5
300
...
...
...
355
Keterangan
Jumlah pupuk yang diberikan sampai bibit umur 8 bulan (32 minggu).
Sumber : Rusmana, 2012; Rusmana dan Santosa 2013.
Beberapa catatan penting pada pemupukan bibit (Rusmana, 2012; Supriadi dan valii, 1988) :
1)
Jika kondisi media kering, maka sebelum dilakukan pemupukan media harus disiram dahulu
agar media basah.
2)
Setelah melakukan pemupukan, bibit harus disiram air bersih (dibilas) agar larutan pupuk
yang menempel di daun tercuci.
3)
Waktu pemupukan dilakukan pada pagi hari (< puluk 10.00) atau sore hari (> pukul 15.00)
4)
jika akan turun hujan sebaiknya jangan dilakukan pemupukan, karena pupuk yang ada pada media
bibit akan tercuci kembali oleh air hujan. Setelah hujan reda baru dilakukan pemupukan.
5)
d.
Pemupukan bibit gaharu dilakukan sampai tanaman berumur 8 bulan (32 minggu) dengan
dosis 5 gram/m2 sejak umur 20 minggu. Frekuensi pemupukan dilakukan 2 minggu sekali.
Penyiangan
Penyiangan adalah pemberantasan gulma yang tumbuh dalam pot/polybag serta di dalam
bedengan atau lokasi persemaian. Penyiangan bisa dilakukan setiap 2 minggu sekali atau sebulan
sekali. Penyiangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara manual (dicabut rumputnya) atau
dengan cara kimiawi yaitu dengan menyemprotkan herbisida pada rumput-rumput yang tumbuh.
e.
Pemangkasan akar
Pemangkasan akar dimaksud adalah pemangkasan akar yang tumbuh keluar dari pot/polybag
yang bertujuan agar akar bibit tidak berkembang di luar pot/polybag dan pertumbuhan bibit bisa
dimonitor bahkan bisa diatur pertumbuhannya.
Pengaruh positif dari pemangkasan akar adalah :
Akar cabang atau akar lateral akan tumbuh berkembang di dalam pot/polybag
•
•
•
50
Kekompakan media dalam pot/polybag lebih cepat terbentuk sehingga salah satu syarat bibit
siap tanam cepat tercapai.
Mengurangi stres bibit dalam pengangkutan ke lapangan, untuk bibit yang sudah siap tanam)
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
Beberapa jenis tanaman hutan mulai dipangkas akar pada saat akar mulai tumbuh keluar dari pot/
polybag (sekitar umur 1-2 bulan setelah sapih). Selanjutnya akar bibit dipangkas akarnya setiap
satu bulan sekali hingga bibit siap tanam. Demikian pula pada bibit sudah siap tanam, sekitar 2
minggu akan diangkut ke lapangan, pemangkasan akar perlu dilakukan agar bibit tersebut tidak
stres seperti daun dan pucuknya layu, daun rontok saat pengangkutannya ke lapangan. Selain itu
bibit, setelah ditanam di lapangan tidak akan mudah stres. Hal tersebut karena akar yang sudah
tembus ke tanah terputus sehingga proses penyerapan air dan unsur hara yang sedang berjalan
terganggu.
Penyiraman pada bibit yang dipangkas akarnya lebih banyak volume dan frekuensinya dari biasanya.
Hal ini dimaksudkan bibit tersebut tidak mengalami stres yang panjang. Biasanya, setelah 3 – 5 hari
pemangkasan akar, bibit kembali normal. Artinya bibit sudah beradaptasi kembali seperti semula.
Akar keluar pot/polybag
dipangkas menggunakan
gunting atau alat lainnya
Gambar 5. Ilustrasi pemangkasan akar bibit yang keluar dari pot/polybag . Pemangkasan akar
sebaiknya dilakukan satu kali setiap bulan. (Sumber : Rusmana, 2012).
f.
Pengendalian hama dan penyakit
Hama adalah semua binatang yang dalam aktivitas hidupnya menimbulkan kerusakan bahkan
kematian pada tanaman. Di dalam kelompok ini termasuk antara lain adalah serangga, cacing,
binatang pengerat dan satwa liar.
Penyakit adalah penyimpangan dari keadaan normal pada tanaman sehingga tidak dapat
melakukan aktivitas fisiologisnya. Penyimpangan ini disebabkan oleh faktor biotik (pathogen)
seperti virus, bakteri, mikroplasma, jamur, gulma, benalu dan lainnya, sedangkan faktor abiotik
seperti suhu, kelembaban ekstrim, angin, api, cahaya, bahan kimia, dan lain-lain.
Pengendalian hama dan penyakit adalah usaha pencegahan dan pemberantasan serangan hama
dan penyakit di persemaian. Pencegahan berarti menjaga agar benih atau tanaman di persemaian
tidak terserang hama dan penyakit, sedangkan pemberantasan adalah tindakan yang dilakukan
agar hama dan penyakit berhenti menyerang. Langkah-langkah pokok pengendalian hama dan
penyakit adalah mengenali gejalanya, mengenali penyebabnya, dan melakukan tindakan sesuai
dengan penyebabnya dan kondisi serangannya.
51
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
Hama dan penyakit dapat saja muncul di persemaian secara tiba-tiba tanpa gejala yang umum
dijumpai terlebih dahulu. Hal ini sangat mungkin mengingat di persemaian akan tumbuh tanaman
sejenis atau beberapa jenis dalam jumlah yang banyak dan merupakan sumber makanan bagi
hama, atau penyakit. Hama dan penyakit juga dapat menyerang karena introduksi jenis-jenis baru
di lokasi persemaian. Oleh karena itu pengamatan hama dan penyakit di persemaian harus
dilakukan dengan seksama dan terus menerus. Apabila serangan hama dan atau penyakit
menimpa bibit-bibit di persemaian maka harus diambil langkah-langkah segera untuk mencegah
penularan yang lebih jauh. Langkah pertama dengan segera memusnahkan hama atau penyakit
tersebut baik dengan pestisida, fungisida, dan atau lainnya. Segara konsultasikan dengan ahli
hama dan penyakit segera begitu tindakan pertama yang sifatnya darurat telah dilakukan sendiri
oleh petugas persemaian. Keterlambatan penanganan hama yang penyakit di persemaian dapat
merusak atau memusnahkan seluruh bibit yang ada di persemaian. Oleh karena itu perlu kesiapan
dan kecepatan penanganan bila gejala hama dan penyakit muncul di persemaian.
Untuk pengendalian dan pemberantasan hama atau penyakit bisa menggunakan oabat dari
bahan nabati dan obat/racun bahan kimia. Misalnya pestisida digunakan jika serangan hama dan
penyakit benar-benar telah mengkhawatirkan. Penggunaan pestisida yang tidak semestinya
dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan bibit lainnya yang tidak terserang hama dan
penyakit, karena pestisida dapat juga mematikan mikroorganisme yang bersimbiosa dengan bibit
di persemaian. Beberapa kelompok pestisida dan sasaran penggunaannya di persemaian seperti
pada Tabel 2.
Tabel 2. Beberapa jenis pestisida dan sasaran penggunaan terhadap penyebab hama dan penyakit
No.
Jenis Pestisida
Sasaran Penyebab Hama atau Penyakit
1
Fungisida
mematikan jamur
2
Herbisida
Mematikan rumput/gulma/tanaman pengganggu
3
Nematisida
Mematikan cacing
4
Bakterisida
Mematikan bakteri
5
Insektisida
Mematikan serangga
6
Rodentisida
Mematikan binatang pengerat (tikus, dll.)
Sumber : Rusmana, 2012
Hama yang biasa dijumpai di persemaian adalah hama-hama yang menyerang bibit, akan tetapi
hama juga dapat menyerang buah/biji yang disimpan atau sedang disemaikan. Adapun hamahama yang umum di persemaian tersebut dibagi dalam kelompok sebagai berikut:
52
1)
Penggerek batang, seperti kepik dan ulat pengerek bibit mahoni
2)
3)
Pemakan daun, seperti ulat grayak atau ulat karung atau ulat daun dan bekicot.
Pemakan atau penggerek akar, seperti ambatar dan rayap
4)
Binatang pengerat seperti tikus atau tupai.
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
Beberapa macam penyakit yang sering menyerang semai atau bibit di persemaian antara lain :
-
Penyakit lodoh (dumping off)
Salah satu penyakit yang umum dan pertama kali muncul di persemaian adalah penyakit lodoh
(dumping off) yang dicirikan dengan kematian pucuk tanaman secara kolektif bersamaan.
Penyakit ini disebabkan oleh jamur benih atau jamur tanah yang menyerang semai muda sejak
dari perkecambahan dan akan menjadi parah serangnya pada minggu-minggu berikutnya pada
kondisi anakan masih muda dan lemah. Gejala awal penyakit lodoh adalah benih dan tunas
menjadi busuk sebelum kecambah menembus permukaan tanah. Gejala akhir penyakit lodoh
menyebabkan pembusukan batang pada permukaan tanah sehingga anakan rebah dan mati.
Kedua bentuk penyakit lodoh ini cenderung terlihat dalam bentuk bercak yang cepat berkembang
luas pada kondisi yang mendukung perkembangan jamur dan dapat menyebar ke seluruh bedeng.
Penyakit lodoh mudah berkembang melalui tanah, air atau kontak langsung antara tanaman.
Penyakit lodoh akan mudah berkembang pada kondisi lingkungan yang kurang baik diantaranya
adalah tanah yang aerasinya tidak baik, kurang cahaya, tanah yang selalu basah dan lembab,
tanah yang bersifat basa, atau suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Untuk itu kondisi dan
tata letak persemaian harus dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat mengurangi resiko
penyebaran dan berkembangnya jamur yang menyebabkan penyakit lodoh.
Tindakan utama yang paling penting untuk mencegah penyakit lodoh atau penyakit yang
diakibatkan oleh jamur adalah dengan membuat jarak yang cukup, aerasi tanah yang baik,
kelembaban dan cahaya yang sesuai, dan ventilasi udara yang cukup pada bedeng tabur dan
bedeng sapih. Pemeliharaan lingkungan persemaian yang baik merupakan kunci bagi pencegahan
penyakit di persemaian.
-
Penyakit bercak daun
Penyakit ini disebabkan oleh Jamur. Gejalanya berupa bercak-bercak (clorosis) yang terlihat pada
daun karena kematian sel-sel daun, berbentuk bulat atau lonjong, atau
tidak beraturan. Warnanya kuning atau coklat, coklat kemerahan sampai hitam, kadang dibatasi oleh
lingkaran konsentris. Tepi bercak berwarna kekuningan. Akibat serangan jamur ini permukaan daun
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan daun dapat rontok sebelum waktunya.
-
Penyakit busuk daun
Busuk daun, disebabkan oleh Jamur. Gejalanya berupa kematian sel yang dimulai dari ujung atau
tepi daun dan melebar ke tengah helaian daun. Bentuk persegi atau lonjongan atau tidak
beraturan, warnanya coklat kehitaman, dan ukurannya jauh lebih besar dari bercak daun.
Kematian sel dapat menyeluruh sehingga daun seperti kena panas yang tinggi atau seperti
terbakar dan nampak kering. Permukaan daun untuk fotosintesa tidak berfungsi.
-
Penyakit mati pucuk
Mati pucuk umumnya juga disebabkan oleh jamur, dengan gejala yang nampak seperti kematian yang
dimulai dari pucuk menyebar ke bawah sehingga seluruh pucuk mati. Apabila pucuk mati maka
53
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
akan muncul seperti tunas baru di bawah pucuk tersebut. Kulit batang pucuk yang mati berwarna
coklat tua dan batas dengan bagian kulit sehat sangat jelas.
-
Penyakit tumor
Terdiri dari dua yaitu tumor ketiak daun, dengan gejala berupa munculnya tunas-tunas bergerombol di
ketiak daun. Tunas-tunas ini tumbuh tidak normal dan mengakibatkan bibit menjadi kerdil. Yang
kedua, tumor pucuk dengan gejala pucuk tumbuh tidak normal membentuk semacam buah, yang
kemudian berubah warna jadi coklat dan mengering. Penyebabnya adalah virus atau bakteri, atau
infeksi oleh gigitan serangga yang mengakibatkan tanaman mengeluarkan zat anti yang menyebabkan
perubahan metabolisme pucuk sehingga tumbuh menjadi tidak normal.
6. Aklimatisasi bibit
Aklimatisasi adalah kegiatan penyesuaian bibit dengan kondisi iklim yang baru (iklim mikro di
persemaian). Kegiatan ini antara lain bibit pada umur tertentu (umur 2 bulan) dari areal naungan dipindah ke
tempat terbuka tanpa ada naungan, penjarangan bibit dalam bedengan dan lain-lain. Kegiatan aklimatisasi
bertujuan agar bibit bisa beradaptasi pada kondisi lapangan yang baru. Dalam hal ini, karena lokasi tanam
kondisinya terbuka dan panas, maka bibit di persemaian dikondisikan ditempatkan pada kondisi lebih panas
(tanpa naungan atau areal terbuka). Proses tersebut akan mengakibatkan lignifikasi batang dan pengerasan/
penebalan daun-daun bibit lebih cepat sehingga kekokohan bibit akan cepat tercapai.
7.
Seleksi dan pengepakan bibit
Seleksi bibit adalah memilih bibit dengan kondisinya yang sehat dan baik pertumbuhannya (tinggi
dan diameter batang seimbang). Bibit siap tanam pada umumnya memiliki tinggi antara 25 – 50 cm
(tergantung jenisnya), media telah kompak dan cukup umur.
Pengepakan adalah bibit yang telah diseleksi tersebut kemudian dipak menggunakan kantong
plastik atau sejenisnya. Jumlah bibit tiap kantong harus sama, misalnya setiap kantong berisi 30 bibit. Hal
tersebut, akan memudahkan penghitungan jumlah bibit yang diseleksi dan untuk dikirim atau diangkut ke
lokasi tanam. Sementara bibit yang belum siap tanam dipelihara lagi lebih intensif di persemaian sehingga
sebulan kemudian bibit tersebut sudah bisa diseleksi lagi untuk diangkut ke lokasi tanam.
8. Trasportasi bibit
Bibit yang telah dipak kemudian disusun rapi di persemaian untuk siap diangkut ke lapangan.
Pengangkutan bibit biasanya menggunakan kendaraan mobil pickup atau truk. Bibit sebelum diangkut
harus disiram secukupnya agar tidak terjadi kekeringan selama dalam pengangkutan. Pengangkutan bibit
ini merupakan tanggung jawab orang penanaman dan bukan menjadi kegiatan pokok orang persemaian.
54
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
B. Produksi Bibit cara Cabutan Anakan Alam (Wildilngs)
1.
Eksplorasi dan pengumpulan anakan alam
Untuk melakukan eksplorasi sekaligus pengumpulan anakan alam gaharu dilakukan dengan
tahapan :
a.
Pengumpulan data informasi pohon gaharu
Data dan informasi pohon gaharu dapat dilakukan dengan cara bertanya pada masyarakat,
kawan/ teman, rekan kerja dll. yang mungkin tahu tentang pohon gaharu tumbuh alami di
daerahnya. Jika pohon induk ditemukan berada dalam kebun masyarakan, dapat dilakukan kerja
sama dengan masyarakat tersebut atau langsung negosisasi berapa harga satu anakannya.
b.
Pengumpulan anakan
Peralatan uatama yang harus disiapkan antara lain tali, parang, gunting stek, kardus atau storefoam,
karung, koran atau kain dan alat tulis menulis. Pengumpulan anakan alam gaharu menjadi prioritas
adalah yang paling kecil (tinggi < 10 cm). Jika ukuran anakan kecil tidak ada, dapat mengumpulkan
anakan alam yang lebih besar (tinggi > 10 - < 50 cm). Untuk harga anakan gaharu di Kalimantan Selatan
tahun 2011 dengan kondisi anakan tinggi 10 – 15 cm adalah Rp. 150 – 200,-/anakan.
Teknik pelaksanaan pencabutan anakan gaharu :
1)
Waktu kegiatan sebaiknya pada musim hujan, agar tanah tidak kearas sehingga mencabut
anakan gaharu mudah dan tidak banyak yang stres.
2)
Cabut anakan tegak lurus ke atas (jangan menyamping) agar leher batang tidak banyak rusak
(lecet) karena gesekan dengan tanah waktu mencabutnya.
3)
Anakan setelah dicabut, masukan pada wadah kain/karung basah, agar tidak kekeringan.
4)
Setelah terkumpul, cabutan anakan dipaking dengan kardus atau storefoam seperti gambar
berikut :
Paling atas ditutup kain basah/koran basah
Anakan disusun selang-seling (daun dan akar)
Koran/kain basah/cocopeat dll. (yang nyerap
air banyak)
Plastik, agar tidak basah kardusnya
Gambar 6. Pengepakan anakan alam gaharu menggunakan kardus (tampak samping).
Cabutan anakan gaharu berdaun 4 - 5 dan tingginya sekitar 10 - 15 cm dalam kardus berukuran 30
x 40 x 50 cm dapat menampung antara 2.500 – 3.000 batang. Kondisi dalam kardus harus tetap
lembab ( sekitar 90%) dan dingin/suhu kamar (suhu < 35 0C) dalam pengangkutan dan diletakkan
55
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
dalam ruang kondisi dingin (jangan dipanaskan). Agar tidak panas dalam kardus, maka kardus
pengepak bibit harus dilubangi seperti gambar berikut.
Gambar 7. Hasil pengepakan bibit cabutan anakan alam gaharau dengan kardus.
Hal tersebut sama dengan teknik pengepakan cabutan anakan alam jenis meranti
(Yasman & Smith, 1986).
2.
Pemprosesan media sapih
Media sapih yang murah dan mudah diperoleh di Kalimantan Selatan adalah tanah (topsoil) dan
gambut serta sekam padi. Bahan tersebut dapat dilakukan menjadi media tumbuh bibit (media sapih).
Berdasarkan hasil penelitian dan diujicobakan dalam skala operasional, media gambut + sekam padi (7:3),
tanah + sekam padi (1:1) dapat dijadikan media sapih bibit gaharu dan beberapa jenis tanaman hutan
lainnya bahkan jenis-jenis non tanaman kehutanan seperti buah-buahan dan tanaman hias (hortikultura).
Tahapan pemprosesan media sapih (Rusmana, 2012) :
a.
Tanah atau gambut diayak dengan saringan berdiameter 1 cm (misal: kawat ram ayam).
b.
Hasil ayakan media tersebut kemudian dicampur dengan sekam padi. Komposisi campuran:
gambut + sekam padi (7:3) dan tanah + sekam padi (1:1).
c.
Bisa juga media tersebut dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 10% dari volumenya.
3. Pengisian media pada polybag/pot
Tahapan kegiatan :
56
a.
Media siap pakai tersebut di atas diisikan pada polybag dengan tingkat kepadatan sedang.
b.
Polybag yang telah terisi media, disusun dalam bedengan yang telah ditentukan secara rapi agar
mudah penghitungan jumlah bibitnya nanti. Bedengan penyapihan untuk bibit cabutan ini harus
dalam sungkup plastik di bawah naungan 60 -70%.
c.
Ukuran sungkup plastik ideal lebar lk. 1 m dan panjang 4 m. Tinggi bagian depan 1,5 m dan
belakang 75 cm (tergantung tinggi bibit cabutan).
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
Ilustrasi pengisian polybag/pot dan penyusunannya dalam sungkup plastik disampaikan dalam
gambar berikut.
Gambar 8. Pengisian pot/polybag dengan media dan penyusunannya dalam
greenhouse atau sungkup plastik.
4. Penyapihan cabutan anakan
Penyapihan (prickingout) adalah penanaman kembali cabutan anakan pada wadah pertumbuhan.
Wadah pertumbuhan yang biasa dilakukan adalah polybag dan pot yang terbuat dari polytlane dengan
volume mulai 200 cc hingga 500 cc.
Wadah pertumbuhan bibit gaharu untuk lama pemeliharaan 8 – 12 bulan cukup menggunakan
ukuran polybag 8/15 cm atau 15/20 cm. Teknik penyapihan diilustrasikan dalam gambar berikut :
Gambar 9. Teknik penyapihan cabutan anakan alam gaharu
57
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
Tahapan kegiatan penyapihan :
a.
b.
Buatlah lobang ditengah-tengah polybag yang berisi media
Tanamkan cabutan anakan alam dalam lobang tersebut
c.
Tarik dan tekan stik kayu secara horisontal ke arah akar cabutan anakan
d.
Tutup lobang bekas stik kayu dengan media dan padatkan dengan cara menekannya dengan
tangan atau stik kayu tersebut.
e.
Upayakan terjadi kontak yang baik antara media dengan akar anakan yang disapih tersebut.
f.
Setelah sapihan selesai, segera sapihan tersebut disiram air bersih, agar terjadi kontak yang lebih
baik antara media dengan akar sapihan anakan.
C. Produksi Bibit Cara Vegetatif (Stek Pucuk)
Produksi bibit dengan cara vegetatif adalah pembiakan tanaman dengan menggunakan organ
tanaman selain biji seperti stek pucuk, stek batang dan cangkok serta kuljar (kultur jaringan). Pada materi
ini akan dijelaskan pembiakan tanaman gaharu dengan cara stek pucuk.
Tahapan kegiatan pembiakan tanaman cara stek memencakup media tumbuh stek, pemilihan bahan
stek, pembuatan stek, penyemaian, pemeliharaan stek sebelum berakar dan pemeliharaan bibit stek.
Gaharu dapat diperbanyak dengan cara stek pucuk. Teknik pembiakannya sampai saat ini ada dua
macam yaitu metode persemaian konvensional dan metode persemaian KOFFCO (Komatsu Forda Fog
Cooling). Metode persemaian konvensional merupakan suatu metode yang sederhana dalam hal
pengaturan temperatur dan kelembabannya yaitu dengan cara penyemaian stek ditempatkan dalam
sungkup plastik sampai stek tersebut tumbuh akarnya untuk selanjutnya bibit stek dipelihara seperti biasa.
Sedangkan metode persemaian KOFFCO yaitu suatu metode dengan pengaturan temperatur dan
kelembaban udara dengan cara penyemaian stek ditempatkan dalam boks propagasi berukuran sekitar 40
cm x 70 cm dan tinggi 30 cm serta dilakukan pengkabutan air (nozel atau air cool) yang dipasang
sedemikian rupa dalam rumah kaca (greenhouse) sehingga kondisi temperatur dalam boks propagasi
rendah (< 320 C) dan kelembaban udara tinggi (> 90%) pada siang hari tetap terjaga. Beberapa tahapan
kegiatan dalam pembuatan bibit stek gaharu secara ringkas disampaikan sebagai berikut :
1.
Media tumbuh stek
Media tumbuh stek yang digunakan harus bebas dari hama dan penyakit (patogen). Agar media
bebas dari patogen yang mengakibatkan stek busuk sebelum berakar, media perlu dijemur atau
disterilisasi terlebih dahulu, sebelum digunakan sebagai media tumbuh stek.
Beberapa jenis media yang dapat digunakan sebagai media tumbuh stek antara lain :
2.
a.
b.
Campuran serbuk kulit kelapa (Cocopeat atau cocodust) dengan sekam padi (2 : 1)
Pasir sungai atau pasir kuwarsa
c.
Arang sekam padi murni dicampur dengan pasir sungai (1:1).
Pemilihan bahan stek
Bahan stek gaharu yang baik adalah dari bagian pucuknya yang masih dorman (resting) dan jangan
mengambil bahan stek pucuk yang masih tumbuh menggelora (flushing). Tipe tunas yang baik adalah orthotrop
(tumbuh tegak ke atas), agar nanti setelah ditanam di lapangan, pertumbuhannya tegak ke atas.
58
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
Gambar 10. Ilustrasi tunas orthotrop dan plagiotrop
(Sumber : Rusmana, 2005; P3HKA/Komatsu Ltd,2006;Subiakto & Sakai, 2007).
Bahan stek dapat diambil, berasal dari :
a.
b.
Anakan alam
Kebun pangkasan yang sebelumnya telah dibangun sebagai sumber benih stek.
c.
Sistem bibit pangkasan bergulir
A. Salah satu bentuk kebun pangkasan
bedengan jenis meranti, dapat diadopsi
pada jenis Aquilaria spp.
B. Bibit pangkasan bergulir (Sakai &
Subiakto, 2007). Untuk Aquilaria spp. dapat
pula diaplikasikan pada sistem bergulir ini.
Gambar 11. Kebun pangkasan bedengan (A) dan ilustrasi pengambilan bahan stek dari
bibit pangkasan bergulir (B).
59
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
Sistim bibit pangkasan bergulir terdapat beberapa keunggulan (Sakai & Subikato, 2007) :
3.
1)
2)
Tidak memerlukan kebun pangkasan
Menjamin bahan stek, tunas juvenil
3)
Produktifitas persatuan luas, tinggi
4)
5)
Setelah dipangkas, bibit dapat ditanam di lapangan
Mengurangi biaya operasional
Pengambilan dan penyemaian stek
Tahapan pengambilan dan penyemaian stek secara ringkas adalah sebagai berikut (Rusmana,
2005) :
a.
Persiapan bahan dan peralatan yang diperlukan seperti : gunting stek atau sejenisnya, ember
plastik, hormon perangsang akar.
b.
Ember plastik diisi dengan air bersih secukupnya (1/2 nya)
c.
Stek diambil dari pohon induk atau stock plant yang baik,yang diambil adalah pucuk atau bagian
tunas orthotrop.
d.
e.
Panjang stek dibuat sekitar 10 – 15 cm
Daun pada stek dibuang dan disisakan 2-3 helai dan dipotong ½ nya.
f.
Kemudian stek dimasukan dalam ember plastik berisi air dan diusahakan bagian pangkalnya
terendam air.
g.
Kemudian stek disemai pada polybag atau media yang telah disediakan sebelumnya di rumah
kaca dalam boks propagasi (metode KOFFCO) atau pada polybag atau bedengan dalam sungkup
plastik (metode konvensional)
h.
Stek sebelum disemai terlebih dahulu diberi hormon perangsang akar (Rootone F atau sejenisnya)
i.
Buat lubang semai pada media dengan menggunakan stik kayu yang bersih agar pada saat
penancapan/penyemaian stek, hormon perangsang akar dan bagian pangkal stek tidak rusak kena
gesekan media.
j.
Kemudian stek disemaikan sedalam 1/3 nya panjang stek, lalu padatkan media kearah bagian stek
yang tertanam dalam media
k.
Siramlah semaian stek dengan air secukupnya agar terjadi kontak yang baik antara stek yang
ditanam dengan media tumbuhnya.
l.
Tutuplah boks propagasi atau sungkup plastik dengan rapat sehingga sirkulasi udara antara dalam
boks propagasi/sungkup plastik dengan diluar boks propagasi/sungkup plastik tidak terjadi.
m. Stek dipelihara dengan cara menjaga temperatur udara tidak melebihi 32 0 C dan kelembaban
udara tidak kurang dari 90%. Hal tersebut dilakukan dengan cara penyiraman pada stek di dalam
boks propagasi atau sungkup plastik sampai stek berakar seluruhnya (16 minggu).
n. Hindari penyiraman terlalu basah dan bibit kekeringan karena akan mengakibatkan stek mati.
60
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
Gambar 12. Ilusrasi pembuatan bibit cara stek metode KOFFCO BPK
Banjarbaru (Rusmana & Setyo Wahyuningtyas, 2006)
Gambar 13. Penampilan bibit stek gaharu (Aquilaria microcarpa) umur 1,5 bulan.
Keberhasilan pembuatan bibit stek gaharu mencapai 65-70% (Rusmana dan Santosa, 2013)
4. Pemeliharaan bibit
Tahapan pemeliharaan bibit stek adalah sebagai berikut :
a.
Penyiraman
Penyiraman bibit bertujuan untuk memberikan keperluan tanaman akan air agar tidak terjadi
kekurangan air dalam proses pertumbuhannya. Penyiraman dilakukan 2 – 3 kali sehari atau sesuai
kondisi cuaca.
61
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
b.
Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk memberikan tambahan unsur hara yang diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman, sehingga bibit tumbuh dengan normal. Jenis pupuk yang digunakan
sebaiknya jenis pupuk lengkap seperti NPK. Dosis pupuk yang diberikan disesuaikan dengan umur
bibit, artinya bibit makin bertambah umurnya, dosis pupuknya pun makin bertambah. Besarnya
dosis pupuk khusus untuk jenis gaharu belum diketahui. Namun dengan dosis pupuk NPK sebesar
10 – 15 gram/m2 yang diberikan dalam bentuk larutan dengan frekuensi 2 kali/minggu
menunjukkan pertumbuhan bibit yang baik.
c.
Pengendalian gulma
Pengendalian gulma dilakukan apabila gulma telah tumbuh dalam bedengan-bedengan di
persemaian. Untuk mempermudah pelaksanaan, pemberantasan atau pengendalian gulma dapat
dilakukan sekali setiap bulan. Pemeberantasan gulma bisa dilakukan dengan cara manual yaitu
gulma-gulma pengganggu dicabut atau dibersihkan dengan alat cangkul hingga bersih. Namun
bisa juga pemberantasan/pengendalian gulma dilakukan dengan cara kimiawi yaitu dengan cara
disemprot gulma tersebut dengan herbisida seperti roundup (sistemik), gramoxon (non sistemik)
atau sejenisnya.
Pengendalian gulma bertujuan untuk menghindari persaingan pengambilan unsur hara dalam
tanah atau pot yang tumbuh bersamaan dengan bibit. Selain itu bertujuan untuk menghindari
tempat bersarangnya hama atau penyakit yang akan merugikan atau merusak pertumbuhan bibit
dan sebagai nilai estetika suatu persemaian.
d.
Pemangkasan akar
Pemangkasan akar dilakukan setiap bulan sekali. Pemangkasan akar bibit terakhir dilakukan yaitu
pada saat 2 minggu lagi bibit akan diseleksi dan dipak untuk diangkut ke lokasi penanaman
(Supriadi dan Vallii, 1988; Rusmana, 2012 Rusmana dan santosa, 2013).
Pemangkasan akar ditujukan terhadap akar-akar bibit yang keluar dari polybag/potnya.
Pemangkasan akar bertujuan untuk menghindari pertumbuhan akar-akar bibit menembus ke
dalam tanah di luar pot yang akan mengakibatkan pertumbuhan bibit tak terkendali dan akan
mengakibatkan kerusakan bibit pada saat bibit akan diangkut ke lokasi penanaman.
Pemangkasan akar dapat dilakukan bersamaan dengan pengendalian gulma dan sekaligus
menyeleksi bibit-bibit yang mati dalam polybag/pot.
e.
Seleksi dan pengepakan bibit siap tanam
Kegiatan seleksi dan pengepakan bibit merupakan kegiatan akhir persemaian dari suatu proses
produksi bibit. Seleksi bibit siap tanam bertujuan untuk (Supriadi & Valii,1988; Sagala, 1988;
Tampubolon & Rusmana, 1998; Santosa & Yuwati, 2004) :
1) Memilih bibit yang baik dan memenuhi syarat untuk ditanam ke lapangan
2) Menjaga bibit yang dibawa keluar dari persemaian tetap terjaga kualitasnya
3)
62
Meningkatkan ketahanan bibit dalam pengangkutan sehingga diharapkan bibit setelah
ditanam di lapangan (lokasi tanam) daya hidupnya (survival) tinggi (> 90%) dan tidak
mengalami stres yang panjang (bibit tokcer).
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
Kriteria bibit siap tanam (secara umum) adalah sebagai berikut :
1)
2)
Bibit kondisinya sehat
Batang lurus dan percabangan normal atau belum bercabang
3)
Tinggi bibit minimal 30 cm (Sagala, 1988) dan diameter batang minimal 3,0 mm dan tampak
kokoh artinya tinggi dengan diameter batangnya seimbang( 10 : 1) kecuali bibit yang ditanam
di daerah dengan ketergenangan air cukup dalam, tinggi bibit harus lebih dari tinggi muka air
pada saat banjir agar bibit tidak terendam total oleh air.
4)
Memiliki kekompakan akar dengan media (rootball compacknes) yang kompak. Artinya, tidak
pecah atau hancur medianya tetapi membentuk satu gumpalan yang kompak antara akar
dengan medianya). Kelas kekompakan media dibagi 4 kelas yaitu :
Kelas
kekompakan
media
Utuh
Retak
Patah
Lepas
Uraian/pengertian
Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, media dan akar
membentuk gumpalan yang kompak, padat dan utuh
100%
Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, terdapat bagian
media yang retak dan media yang terikat/menempel pada
akar bibit > 70%.
Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, terdapat bagian
media yang retak dan patah mengelilingi media terbelah
dua media yang menempel pada akar 50% - 70%.
Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, terdapat bagian
media yang menempel pada akar < 30%.
Keterangan
Pilihan utama
Pilihan kedua
Belum siap tanam dan
perlu pemeli-haraan lagi di
per-semaian
Belum siap tanam dan
perlu pemeli-haraan lagi di
per-semaian
Sumber : (Supriadi & Valii, 1988)
5) Jumlah daun minimal 8 helai atau 50% – 70% dari total tinggi bibit ditempati daun (tergantung
jenis).
Seleksi dan pengujian bibit siap tanam dilakukan dengan cara sample (contoh bibit) dari
bedengan-bedengan bibit di persemaian yang telah cukup umurnya (siap tanam). Teknik
pengambilan sample dilakukan dengan cara sistematis yang diawali dengan cara acak (sistematik
random sampling with start) ( Ditjen RLPS, 2004).
Kunci keberhasilan pembiakan tanaman secara stek adalah 1) media tumbuh steril, 2) kondisi
bahan stek juvenil, 3) kelembaban udara tinggi (> 90%) dan tenperatur udara ( < 32 0 C) dan
intesitas cahaya antara 30 – 40% (4.000 lux - < 10.000 lux) pada masa stek belum berakar.
III. PENUTUP
Tumbuhan penghasil gaharu dari jenis Aquilaria microcarpa dan Aquilari malaccensis sebagai
komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), produksi bibitnya dapat dilakukan secara generatif (dengan biji)
dan vegetatif (stek pucuk) atau sistem cabutan anakan alam. Materi untuk bahan stek pucuk dapat
dilakukan dengan pembangunan kebun pangkasan pola bedengan atau metode kebun pangkasan bergulir
63
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
seperti pada pembangunan kebun pangkasan jenis meranti yang sudah banyak di lakukan di beberapa
instansi lingkup Litbang Kehutanan dan perusahaan swasta di bebeberapa daerah.
Jenis gaharu termasuk yang mudah dibiakkan dengan cara generatif, vegetatif dan cabutan
anakan alam. Untuk media tabur biji yang baik, dapat menggunakan media pasir sungai.Media sapih bibit
dapat menggunakan gambut + sekam padi dengan komposisi 70% : 30% dan tanah + sekam padi dengan
komposisi 1 : 1.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2003. Kebijakan Penyelenggaraan Gerakan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Rayan. 2006. Siran, S. A dan Jullitay N. (edt.). Perlakuan media kecambah terhadap benih tumbuhan
penghasil gaharu (Aquilaria microcarpa) di persemaian BP2KK Samarinda. Membangun Kembali
Hutan Kalimantan Melalui Hasil-Hasil Penelitian.
Rusmana. 2005. Teknik produksi bibit sistem KOFFCO. Alih Teknologi Persemaian Metode KOFFCO. Balai
Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Indonesia bagian Timur, Banjarbaru.
Rusmana. 2007. Teknik produksi bibit jenis-jenis pohon rawa gambut secara generatif dan vegetatif. Alih
Teknologi Pembangunan Hutan Rakyat Sistem Agroforestry. Balai Penelitian Kehutanan
Banjarbaru.
Rusmana. 2009. Manajemen persemaian. Materi pelatihan SILIN kerjasama Balai Besar Penelitian
Dipterokarpa Samarinda dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Barito Utara.
Rusmana, Beny Rakhmanto, Budi Hermawan dan Arif Susianto. 2012. Teknik persemaian dan produksi
bibit. AlihTeknologi Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.
Rusmana. 2012. Hadi T.S.; Savitri, E., dan Suryanto (edt.). Teknik Pembuatan Bibit Balangeran (Shorea
balangeran)
Rusmana dan Santosa,P.B. 2013. Teknik produksi bibit tanaman penghasil gaharu (Aquilaria sp.). Materi
Alih Teknologi 2013 BPK Banjarbaru di Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Sakai, Ch. & Subiakto. A. 2007. Pembiakan vegetatif sistem KOFFCO. Alih Teknologi Persemaian KOFFCO.
Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur, Banjarbaru.
Sagala, APS. 1988. Persemaian Permanen di Beberapa Tempat. Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru.
Publikasi No. 28
Santosa, P.B & Yuwati, T.W. 2004. Seleksi dan pengepakan bibit. Materi Alih Teknologi Persemaian Sistem
KOFFCO. Balai Penelitian dan pengembangan Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur,
Banjarbaru (tidak diterbitkan).
Supriadi G & Vallii, I. 1988. Manual Persemaian ATA- 267. Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru.
Penerbitan No. 52.
Siran, A.S. & Turjaman, M. 2011 (Edt.). Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat. Edisis Khusus. Pp. 236.
http ://www. Wikipedie.org./wiki/Gaharu. Tumbuhan Penghasil Gaharu. Diakses Juni 2013.
http://www. Dephut.go.id. Peraturan Menteri Kehutanan. UU. 41 Kehutanan. Diakses juni 2013.
64
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
Yasman, I & Hernawan (Edt.). 1986. Prijati, A, Leppe D, Mardji Dj, Anshari F, Tolkamp G.W., Hendromono,
Yasman I, Sidiyasa K, Noor M, Omon M, Ngatiman, Rayan, Effendi R, Rukmantara (Kontrib.)
Manual Persemaian Dipterocarpaceae. Departemen Kehutanan. Badan Litbang Kehutanan,
Tropenbos International, SFMP-GTZ, APHI, IFSP-DANIDA, Alterra – Green World Research. PT.
Inhutani I. Jakarta.
Yasman, I & Yamato, M, 2007. Manual Pengelolaan Persemaian. ITTO Project PD. 271. Dinas Kehutanan
Kabupaten. Ciamis.
Yasman, I & Smts, W.T.M. 1996. Pedoman sistim cabutan dipterocarpaceae. Balai Penelitian Kehutanan
Samarinda. Pp. 36.
65
Download