2 TINJAUAN PUSTAKA Biohidrogen Hidrogen berasal dari bahasa Yunani, hydro yang berarti air, dan genes yang berarti pembentukan. Hidrogen merupakan unsur terbanyak dari semua unsur yang ada di alam semesta. Unsur ini diperkirakan membentuk komposisi lebih dari 90 % atom-atom di alam semesta. Hidrogen merupakan unsur yang bebas, gas paling ringan, dan dapat berkombinasi dengan elemen lain. Keadaan normal pada suhu ruang, gas hidrogen terdiri dari 25 % para-hidrogen dan 75 % orthohidrogen (Mohsin 2004). Hidrogen dapat dihasilkan melalui: elektrolisis air, reformasi termokatalitik terhadap senyawa organik yang kaya kandungan H2, dan proses biologi. Reformasi terhadap gas alam, gasifikasi batu bara, dan elektrolisis air membutuhkan energi yang sangat banyak dan tidak ramah lingkungan (Mahyudin & Koesnandar 2006). Biohidrogen adalah hidrogen yang diproduksi melalui proses biologi dan menggunakan bahan-bahan biologis. Proses produksi hidrogen secara biologi membutuhkan energi lebih sedikit daripada cara kimia atau elektrokimia. Produksi biohidrogen dapat menggunakan mikrob dari berbagai taksa dan tipe fisiologi. Mikrob tersebut dapat memproduksi melalui proses bioteknologi dengan dua cara yaitu proses fermentasi secara anaerobik atau aerobik (Mahyudin & Koesnandar 2006). Gas hidrogen mempunyai kandungan energi tertinggi di antara beberapa bahan bakar, yaitu 143 Gjton-1 per unitnya (Boyles 1984, diacu dalam Mahyudin & Koesnandar 2006). Pembakaran hidrogen tidak menghasilkan emisi karbon yang memberikan kontribusi pada polusi lingkungan dan perubahan iklim, sehingga tidak menimbulkan efek rumah kaca, penipisan lapisan ozon, atau hujan asam. Hasil pembakaran hidrogen di udara hanya menyisakan uap air dan energi panas (Mahyudin & Koesnandar 2006). Fermentasi Fermentasi berasal dari bahasa Latin “fervere” yang berarti merebus (to boil). Arti kata dari bahasa Latin tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih. Keadaan ini disebabkan adanya aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian. Gelembung-gelembung karbondioksida merupakan hasil katabolisme anaerobik terhadap gula yang terkandung dalam ekstrak buah-buahan atau biji-bijian. Berdasarkan historinya, fermentasi berasal dari kata ferment, yang merupakan istilah yang digunakan oleh Louis Pasteur untuk menyebutkan senyawa yang berperan dalam proses fermentasi. Ternyata senyawa tersebut adalah enzim yang berperan dalam fermentasi gula menjadi etanol dan karbondioksida (Nelson & Cox 2004). Proses fermentasi pada mulanya diartikan sebagai proses pemecahan karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida. Tetapi fermentasi tidak selalu menggunakan karbohidrat sebagai susbtrat (Winarno et al. 1980). Fermentasi memiliki arti yang berbeda bagi ahli biokimia dan mikrobiologi industri. Arti fermentasi pada bidang biokimia dihubungkan dengan pembangkitan energi oleh penguraian senyawa organik. Pada bidang mikrobiologi industri, fermentasi memiliki arti yang lebih luas, yang menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk dari pembiakan mikroorganisme (Sumarsih 2007). Pada prinsipnya, fermentasi adalah proses perubahan substrat organik yang kompleks menjadi komponen yang lebih sederhana dengan adanya aktivitas enzim dan mikrob dalam keadaan yang terkontrol (Kim & Gadd 2008). Fermentasi terjadi sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik, yang mana mikrob dapat mencerna glukosa sebagai bahan baku energinya tanpa adanya oksigen, dan sebagai hasilnya hanya sebagian glukosa yang dipecah dan menghasilkan sejumlah kecil energi, karbon-dioksida, air, dan produk akhir metabolisme lainnya (Nelson & Cox 2004). Fermentasi dalam proses bioteknologi merupakan bagian penting dari pemanfaatan mikrob untuk mengubah substrat menjadi produk yang diinginkan dengan pengkondisian sistem, seperti temperatur, pH, oksigen terlarut, dan lain-lain (Suwandi 2009). Tiga jenis sistem fermentasi dalam proses bioteknologi, yaitu sistem diskontinyu (batch), kontinyu, dan semikontinyu (fedbatch). Sistem fermentasi diskontinyu dilakukan pemberian medium, nutrisi, dan bakteri pada awal fermentasi. Mikroorganisme dan sintesis produk berlangsung dalam media, kemudian setelah sintesis produk maksimum, semua substrat diambil bersamaan dan dilakukan proses isolasi produk. Pada sistem kontinyu, pemberian medium, nutrisi, serta pengeluaran sejumlah fraksi dari volume kultur terjadi 3 secara terus-menerus. Sistem semikontinyu adalah sistem fermentasi yang substratnya ditambahkan secara kontinyu selama fermentasi berlangsung tanpa mengeluarkan sesuatu dari sistem (Suwandi 2009). Mikroorganisme Penghasil Gas Hidrogen Mikroorganisme yang dapat menghasilkan hidrogen terdiri atas tiga jenis, yaitu: sianobakteria, bakteri anaerob, dan bakteri fotosintetik. Sianobakteria merupakan mikroorganisme yang memproduksi hidrogen dengan cara fotosintesis, yaitu memecah air menjadi hidrogen dan oksigen. Sianobakteria dapat mengkonversi langsung energi cahaya menjadi energi kimia sehingga tidak membutuhkan akumulasi radiasi bahan bakar atau substansi organik dalam media bakteri (Sirait 2007). Kelemahan organisme ini dalam memproduksi hidrogen adalah proses produksi hidrogen lambat, sistem reaksinya membutuhkan energi yang besar, dan membutuhkan penanganan khusus untuk memisahkan gas hidrogen dan oksigen (Zaborsky et al. 1998). Bakteri anaerob menggunakan substansi organik sebagai sumber elektron dan energi tunggal, serta mengkonversinya menjadi hidrogen. Reaksinya cepat dan prosesnya tidak memerlukan bahan bakar sehingga membuat bakteri ini berguna bagi skala besar limbah cair. Namun, bakteri ini memiliki kelemahan dalam memproduksi gas hidrogen, yaitu hasil dekomposisi atau penguraian senyawa organik menghasilkan asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, dan lainlain). Asam organik tersebut menimbulkan masalah baru bila tujuan dari produksi adalah untuk menanggulangi limbah (Zaborsky et al. 1998). Bakteri fotosintetik memiliki sistem di antara bakteri anaerob dengan sianobakteria untuk menghasilkan hidrogen. Bakteri ini memiliki kemampuan dalam mengkonversi substansi organik menjadi hidrogen dengan laju yang cukup tinggi, namun juga menggunakan cahaya dalam membantu reaksi pembentukan hidrogen. Energi cahaya yang dibutuhkan untuk memproduksi hidrogen lebih kecil karena peran senyawa organik. Senyawa organik yang dapat digunakan oleh bakteri ini adalah gula, laktat, asam lemak, tepung, selulosa, limbah organik dan lain-lain. Bakteri fotosintetik yang dapat memproduksi hidrogen antara lain Rhodopseudomonas, Rhodobacter, Anabaena, Chlamydomonas, Chromatium, dan Thiochapsa (Zaborsky et al. 1998). Rhodobium marinum (ATCC 35675) merupakan salah satu bakteri fotosintetik yang dapat memproduksi hidrogen. Rhodopseudomonas marina atau lebih dikenal dengan nama Rhodobium marinum merupakan bakteri fotosintetik ungu nonsulfur, yaitu bakteri yang dapat menggunakan sulfida sebagai donor elektron, tetapi tidak bisa tumbuh pada konsentrasi sulfida yang tinggi. Selnya berbentuk batang, gram negatif, bergerak, memproduksi warna pink ke merah, fotoheterotrof fakultatif anaerob dan dapat melakukan reproduksi melalui budding (kuncup). Bakteri ini diisolasi dari air laut pada tahun 1995 (Hiraishi 1995). Produksi Biohidrogen Produksi biohidrogen oleh mikrob dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu perubahan secara fotobiologis dan teknik fermentasi. Teknik yang pertama hanya dapat dilakukan pada siang hari yaitu ketika adanya matahari. Hal ini dikarenakan mikrob fotosintetik menggunakan energi dari sinar matahari sebagai sumber energi mereka. Teknik yang kedua dapat berlangsung pada siang maupun malam hari (dalam keadaan gelap). Produksi hidrogen yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik fotofermentasi untuk menghasilkan hidrogen yang optimal. Produksi hidrogen dengan fotofermentasi oleh bakteri fotosintetik membutuhkan energi cahaya dan senyawa organik. Energi cahaya oleh bakteri fotosintetik akan dikonversi menjadi energi potensial elektron kemudian membentuk ATP. Dalam proses berikutnya, elektron dinaikkan atau ditransfer untuk mereduksi feredoksin yang merupakan pembawa elektron ke nitrogenase (enzim yang dapat memproduksi hidrogen). Produk ATP disuplai ke enzim tersebut bersamaan dengan pembawa elektron. Nitrogenase memerlukan ATP dan 2 Fdred untuk menghasilkan hidrogen. Foton mengaktifkan fotosistem di pusat reaksi untuk memompa proton. Proton ditransfer bersamaan dengan penghasilan ATP. Dua sampai tiga proton digunakan untuk memberikan ATP (Zaborsky et al. 1998). Produksi biohidrogen oleh R. marinum melibatkan enzim nitrogenase. Reaksi yang terjadi pada enzim nitrogenase adalah sebagai berikut: 2H+ + 2 Fdred + 4 ATP H2 + 2 Fdoks + 4ADP + 4 Pi. Reaksi tersebut berlangsung jika terdapat cahaya, tetapi tidak terdapat oksigen, dan 4 dalam kondisi nitrogen terbatas. R. marinum memperoleh elektron dari senyawa organik untuk mereduksi proton menjadi molekul hidrogen. Jika molekul nitrogen tidak ada, enzim nitrogenase akan mereduksi proton menjadi gas hidrogen yang dibantu dengan energi dalam bentuk ATP dan elektron yang diperoleh dari feredoksin. Dalam proses fotosistem bakteri ini, tidak terbentuk oksigen sehingga tidak menghambat kerja enzim nitrogenase mengingat enzim nitrogenase sensitif terhadap oksigen (Akkerman 2002). Enzim Penghasil Hidrogen Proses produksi hidrogen secara biologi bergantung pada keberadaan enzim penghasil hidrogen. Bakteri fotosintetik ungu nonsulfur, memiliki enzim yang dapat memproduksi hidrogen yaitu nitrogenase dan hidrogenase. Enzim hidrogenase memiliki kemampuan memproduksi sekaligus dapat mengkonsumsi hidrogen yang telah dihasilkan. Secara umum sifat hidrogenase dapat dikatakan sebagai metabolik antagonis dari nitrogenase (Tamagnini et al. 2002). Nitrogenase merupakan kompleks enzimatik yang dapat memfiksasi nitrogen di udara. Kompleks nitrogenase berada bebas di dalam organisme yang memfiksasi nitrogen dan juga berada di dalam bakteri yang memfiksasi nitrogen. Berikut persamaan reaksi pembentukan amonia dari fiksasi nitrogen : N2 + 8H+ + 8e- + 16 ATP 2NH3 + H2 + 16 ADP + 16 Pi. Reduksi nitrogen menjadi amonia merupakan reaksi endergonik yang memerlukan energi metabolisme tinggi dalam bentuk ATP. Amonia dibentuk pada proses ini ditambatkan ke dalam asam amino glutamat dan glutamin serta asam nukleat (Tamagnini et al. 2002). Kompleks nitrogenase mengandung 2 tipe protein, yaitu dinitrogenase (protein MoFe atau protein 1 atau protein pertama), dan dinitrogenase reduktase (protein Fe atau protein kedua). Protein MoFe memiliki berat molekul (BM) 220-240 kDa. Protein ini merupakan heterotetramer α2β2 yang mengandung 28 ion Molibdenum sebagai kofaktor, (Tamagnini et al. 2002). Protein MoFe mengandung dua set kelompok logam unik : kelas P ([8Fe-7S]) yang menjembatani antara masing-masing pasangan subunit αβ, dan kofaktor FeMo (FeMoco) yang berlokasi di dalam subunit α (Hu et al. 2006). Protein Fe memiliki BM 60-70 kDa, dibentuk dari 2 subunit yang mengandung 8 atom Fe sebagai kofaktor, dan berperan spesifik dalam mediasi transfer elektron dari donor elektron luar (feredoksin atau flavodoksin) ke dinitrogenase (Tamagnini et al. 2002). Homodimer protein Fe yang dienkodekan oleh nifH mengandung dua situs penempelan nukleotida (satu per subunit) dan satu kelas [4Fe-4S] pada antarmuka dimer. Bersamaan dengan hidrolisis ATP oleh protein Fe, elektron ditransfer berturut-turut dari kelas [4Fe-4S] di dalam protein Fe melalui kelas P di dalam protein MoFe ke FeMoco, yang mana terjadi reduksi substrat. Protein Fe juga penting untuk perakitan dari komplek kelas di dalam protein MoFe. Delesi gen nifH yang mengenkodekan protein Fe menghasilkan pembentukan protein MoFe dengan kelas P terganggu atau prekursor fragmen yang terdiri atas [4Fe-4S] seperti kelas P akan terganggu, mengindikasikan bahwa protein Fe mungkin memfasilitasi penggabungan fragmen-fragmen ini menjadi bentuk rakitan penuh [8Fe-7S] kelas P (Hu et al. 2006). Kofaktor logam baik Fe maupun Mo meletakkan nitrogen di dalam posisi yang mudah untuk dikonversi menjadi amonia. Kedua protein tersebut bersama-sama memfiksasi nitrogen di udara. Nitrogenase sangat sensitif terhadap oksigen. Oksigen dapat menginaktivasi aktivitas nitrogenase (Tamagnini et al. 2002). Hidrogenase merupakan enzim yang mengkatalisis oksidasi reversibel dari H2 menjadi proton. Beberapa mikroorganisme menggunakan enzim ini dengan tujuan yang berbeda-beda. Banyak bakteri dan arkaea dapat menggunakan hidrogen sebagai sumber elektronnya dengan bantuan hidrogenase. Beberapa bakteri fermentatif dan alga hijau menggunakan hidrogenase untuk melepas kelebihan power reduksi dengan mereduksi proton menjadi hidrogen, dan bakteri pemfiksasi nitrogen menggunakan hidrogenase untuk menangkap kembali hidrogen yang telah diproduksi oleh nitrogenase (Lindberg 2003). Hidrogenase dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan filogenetik, yaitu [Fe]hidrogenase, [NiFe]-hidrogenase, dan logam bebas-hidrogenase (Linberg 2003). Berdasarkan komponen logam dari sisi aktif yang menempel atau membebaskan H2, hidrogenase terbagi atas 3 kelas yaitu [NiFe]-, [FeFe]-, dan [Fe] hidrogenase (Stripp et al. 2009). Hidrogenase berpotensi sebagai katalis dalam menghasilkan bahan bakar sel, menyediakan potensial elektron rendah untuk digunakan dalam reaksi reduksi, dan 5 fotogenerasi H2 secara enzimatik. Reaksi terjadi pada sisi aktif bimetalik yang terdiri atas atom Fe ([FeFe]-hidrogenase) atau Ni dan Fe ([NiFe]-hidrogenase), dikoordinasikan oleh ligan CO dan CN- (Stripp et al. 2009). [NiFe]-hidrogenase merupakan heterodimer dengan sisi aktif mengandung 2 subunit besar dan sistem penyaluran elektron kelas [FeS] yang melalui subunit kecil. Ukuran subunit besar dan kecil cenderung konsisten, masingmasing 60 kDa dan 30 kDa. Kelas [FeS] menyediakan sistem penyaluran transfer elektron yang mengizinkan loncatan elektron melewati matriks protein. Saluran uap menyediakan jalur untuk H2 dalam melintasi antara sisi aktif dan bagian eksterior protein, dan sejumlah residu yang mudah dideprotonasi pada jalur transfer proton (Linberg 2003). membran fotosintetik dihasilkan bervariasi berlawanan dengan intensitas cahaya. Konversi energi cahaya juga berhubungan dengan kesesuaian pigmen yang ada. Bila cahaya tertentu diserap oleh pigmen yang sesuai mungkin akan meningkatkan efisiensi penggunaan cahaya oleh bakteri. Perbedaan intensitas cahaya dan pergantian periode terang dan gelap akan mempengaruhi aktivitas nitrogenase dalam memproduksi hidrogen. Intensitas cahaya juga berperan penting dalam pertumbuhan bakteri fotosintetik. Pada R. sphaeroides, intensitas cahaya yang tinggi akan meningkatkan pertumbuhan dan sebaliknya intensitas cahaya menurun, maka pertumbuhan menurun. Pertumbuhan tertinggi tidak selalu terdapat pada pemberian intensitas cahaya yang tertinggi (Akose 2008). Pengaruh Cahaya pada Produksi Hidrogen Cahaya merupakan salah satu parameter penting yang dibutuhkan dalam produksi hidrogen oleh bakteri fotosintetik. Penggunaan cahaya secara optimal oleh bakteri sangat penting dalam menghasilkan hidrogen yang maksimal. Berbagai jenis cahaya memiliki intensitas dan panjang gelombang yang berbeda-beda. Efektivitas spektrum warna yang berbeda-beda dari cahaya tampak akan menaikkan hasil fotosintesis. Bila spektrum sesuai dengan pigmen fotosintesis maka serapan terhadap cahaya akan meningkatkan hasil fotosintesis (Nelson & Coxx 2004). Pada kondisi anaerobik di bawah pencahayaan, aparatus fotosintetik bakteri akan mengkonversi energi cahaya menjadi ATP. Jumlah cahaya yang diterima oleh pigmen antena bakteri akan menentukan tahap eksitasi dan transfer elektron pada proses fotofermentasi (Akkerman 2002). Produksi hidrogen yang dikatalisis oleh nitrogenase juga bergantung pada proporsi intensitas cahaya (Koku et al. 2002). Berdasarkan hasil penelitian Roh et al. (2004), pada Rhodobacter sphaeroides intensitas cahaya menentukan level dan jumlah seluler Intacytoplsmic Membrane (ICM). Sistem ICM ini merupakan sistem yang mendirikan aparatus fotosintetik dan memiliki komponen penting, seperti: penangkap energi cahaya, transfer elektron, serta transduksi energi. Menurut Koku et al. (2002), pengaruh cahaya pada bakteri fotosintetik akan mengendalikan sintesis aparatus fotosintetik. Dalam keadaan anaerobik, sejumlah vesikel Pertumbuhan Mikrob Pertumbuhan adalah penambahan mikrob secara teratur semua komponen sel suatu jasad. Pertumbuhan dapat diamati dari meningkatnya jumlah sel atau massa sel (berat kering sel). Pada umumnya bakteri dapat memperbanyak diri dengan pembelahan binner, yaitu satu sel membelah menjadi 2 sel baru. Waktu yang diperlukan untuk membelah diri dari satu sel menjadi dua sel sempurna disebut waktu generasi. Kecepatan pertumbuhan merupakan perubahan jumlah atau massa sel per unit waktu. Pertumbuhan dapat diukur dari perubahan jumlah sel atau berat kering massa sel. Jumlah total sel mikrob dapat ditetapkan langsung dengan pengamatan mikroskopis dan diamati dengan menggunakan metode ruang hitung (counting chamber). Jumlah sel hidup dapat ditetapkan dengan metode plate count. Pertumbuhan sel dapat diukur dari massa sel dan secara tidak langsung dengan mengukur turbiditas cairan medium tumbuh. Turbiditas dapat diukur menggunakan alat fotometer, semakin pekat atau semakin banyak populasi mikrob maka cahaya yang diteruskan semakin sedikit. Turbiditas juga dapat diukur menggunakan spektrofotometer dengan nilai yang diketahui berupa Optical Density (OD). Unit fotometer atau optical density proporsional dengan massa sel dan juga jumlah sel. Suatu bakteri yang dimasukkan ke dalam medium baru yang sesuai akan tumbuh memperbanyak diri. Jika pada waktu-waktu tertentu jumlah bakteri dihitung atau diukur dan dibuat grafik hubungan antara jumlah bakteri dengan waktu , maka akan diperoleh 6 suatu grafik atau kurva pertumbuhan. Pertumbuhan populasi mikrob dibedakan menjadi dua, yaitu biakan sistem tertutup (batch culture) dan biakan sistem terbuka (continous culture). Biakan sistem tertutup memerlukan pengamatan jumlah sel dalam waktu yang cukup lama untuk memberikan gambaran berdasarkan kurva pertumbuhan bahwa terdapat fase-fase pertumbuhan. Fase pertumbuhan dimulai pada fase permulaan, fase pertumbuhan yang dipercepat, fase pertumbuhan logaritma (eksponensial), fase pertumbuhan yang mulai dihambat, fase stasioner maksimum, fase kematian yang dipercepat, dan fase kematian logaritma. Fase permulaan ditandai dengan bakteri baru menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, sehingga sel belum membelah diri. Sel mikrob mulai membelah diri pada fase pertumbuhan yang dipercepat, tetapi waktu generasinya masih panjang. Fase permulaan sampai fase pertumbuhan dipercepat disebut lag phase. Sel membelah diri paling cepat terdapat pada fase pertumbuhan logaritma atau pertumbuhan eksponensial, dengan waktu generasi yang pendek dan konstan. Selama fase logaritma, metabolisme sel paling aktif, sintesis bahan sel sangat cepat dengan jumlah konstan sampai nutrien habis atau terjadinya penimbunan hasil metabolisme yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan. Fase pertumbuhan yang mulai terhambat ditandai dengan berkurangnya kecepatan pembelahan sel dan jumlah sel yang mati mulai bertambah. Pada fase stasioner, maksimum jumlah sel yang mati semakin meningkat sampai terjadi jumlah sel hidup hasil pembelahan sama dengan jumlah sel yang mati, sehingga jumlah sel hidup konstan, seolah-olah tidak terjadi pertumbuhan. Pada fase kematian yang dipercepat, kecepatan kematian sel terus meningkat, sedangkan kecepatan pembelahan sel nol, sampai pada fase kematian logaritma maka kecepatan kematian sel mencapai maksimal, sehingga jumlah sel hidup menurun dengan cepat seperti deret ukur. Namun, penurunan jumlah sel hidup tidak mencapai nol, dalam jumlah minimum tertentu sel mikrob akan tetap bertahan sangat lama dalam medium (Sumarsih 2007). Kromatografi Gas Kromatografi gas merupakan metode separasi sampel yang dapat memisahkan komponen-komponen sampel di antara dua fase, yaitu fase diam dengan luas area yang besar, dan fase gerak berupa gas yang mengalir melewati fase diam. Pada proses elusi, sampel diuapkan dan dibawa oleh gas pembawa (fase gerak gas) melewati kolom. Sampel dibagi ke dalam fase diam cair berdasarkan kelarutannya pada temperatur yang diberikan. Komponen-komponen sampel memisah dari yang lain berdasarkan tekanan uap relatif dan afinitas terhadap fase diam (Mcnair & Miller 1998). Berdasarkan fase diam yang digunakan, kromatografi gas dibagi menjadi 2 jenis, yaitu kromatografi gas-padat dan kromatografi gascair. Metode separasi dengan kromatografi gas memiliki beberapa keuntungan, di antaranya adalah 1) Analisis cepat, dalam beberapa menit. 2) Efisen karena menghasilkan resolusi yang tinggi, 3) Sensitif karena deteksi dalam ppm atau sering juga ppb, 4) Tidak dekstruktif, sehingga bisa digabung dengan spektroskopi massa (GCMS), 5) Keakuratan tinggi dalam analisis kuantitatif, 6) Sampel yang digunakan sangat sedikit (dalam mikro), 7) Dan murah. Namun, kromatografi gas ini juga memiliki keterbatasan, yaitu terbatas untuk sampel volatil, tidak cocok untuk sampel yang tidak tahan panas, sulit bagi sampel preparatif atau sampel yang banyak, dan memerlukan spektroskopi untuk mengidentifikasi puncak hasil kromatografi gas. (Mcnair & Miller 1998) Bagian-bagian dasar gas kromatografi secara sederhana di antaranya adalah gas pembawa, kontrol laju alir, injektor, kolom, detektor, dan sistem data. Bagian utama dari kromatografi adalah kolom. Kolom merupakan tabung yang berisi sokongan inert untuk fase diam cair yang dilapiskan. Kolom yang sering digunakan saat ini adalah yang dibuat dari leburan silika dan tabung terbuka dengan dimensi kapiler. Gas pembawa berfungsi untuk membawa sampel melewati kolom. Gas pembawa merupakan fase gerak yang inert dan terdiri dari berbagai jenis yang memiliki kecocokan berbeda-beda untuk berbagai detektor. Kolom kromatografi dipaket secata kuat dengan fase diam pada pendukung padat inert (Mcnair & Miller 1998). Temperatur lubang injeksi hendaknya cukup untuk menguapkan sampel dengan cepat sehingga tidak mengurangi efisiensi hasil. Pada injeksi penguapan cepat, temperatur lubang injeksi sekitar 50˚C lebih panas dari titik leleh sampel. Temperatur kolom sebaiknya cukup panas, biasanya tidak 7 lebih tinggi dari titik leleh sampel. Temperatur untuk detektor diatur berdasarkan detektor yang dipakai (Mcnair & Miller 1998). Detektor sangat sensitif terhadap keluaran dari kolom dan mencatat keluaran dalam bentuk kromatogram. Sinyal detektor sesuai terhadap jumlah analit sehingga data dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Detektor yang paling umum adalah flame ionization detector (FID). FID merupakan detektor yang memiliki sensitivitas tinggi, linearitas, dan murah. Beberapa detektor lain adalah thermal conductivity detector (TCD), electron capture detector (ECD) (Mcnair & Miller 1998). Sistem data umumnya terdiri atas 2 jenis, yaitu integrator dan komputer. Pada integrator berbasis mikroprosesor, mikroprosesor didedikasikan dengan konventer analog ke digital untuk menghasilkan kromatrogram dan data analisis kuantitatif. Algoritma dipakai untuk mendukung fungsi tersebut. Komputer memiliki fleksibilitas paling besar dalam mendapatkan data, mengontrol alat, mereduksi data, menampilkan dan mentransfer ke alat lain. Komputer lebih sering digunakan karena memorinya besar, pemrosesan cepat, dan fleksibel untuk antarmuka pengguna (Mcnair & Miller 1998). Cara kerja kromatografi secara keseluruhan dan sederhana yaitu, gas pembawa yang inert mengalir secara kontinyu dari tabung silinder gas masuk ke lubang injeksi, kemudian ke kolom, dan detektor. Laju alir gas pembawa ini dikontrol untuk menghasilkan waktu retensi yang tepat dan meminimalkan gangguan. Selanjutnya, sampel diinjeksi ke dalam lubang injeksi yang panas, diuapkan dan dibawa ke dalam kolom. Sampel terpartisi antara fase diam dan fase gerak, kemudian pemisahan komponen masing-masing berdasarkan kelarutan relatif dalam fase diam cair dan tekanan uap relatif. Setelah melewati kolom, gas pembawa dan sampel melalui detektor sehingga dihasilkan sinyal-sinyal listrik yang kemudian dikirimkan ke sistem data atau sistem pencatat dan terakhir dihasilkan kromatogram. Sistem pencatatan data secara otomatis melaporkan luas puncak, kalkulasi bentuk, data kuantitatif, dan waktu retensi (Mcnair & Miller 1998). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung ulir, botol Schott 1000 ml, botol serum 100 ml, gelas kimia, pipet mikro, pipet pasteur, syringe (5 ml dan 50 ml), rak tabung, selang, shaker, inkubator bergoyang, neraca analitik, neraca timbang, vortex, mikrosentrifus dan sentrifus RC26 rotor GSA. Alat yang digunakan untuk pencahayaan, yaitu lampu berwarna merah, kuning, biru, dan lampu ultraviolet (UV). Selain itu, alat analisis yang digunakan adalah alat pengukur panjang gelombang lampu USB2000 Vis-NIR Spectrophotometer, pH indikator universal, spektrofotometer UV-VIS pharmaspec 1700, sensor hidrogen H2 scan model 2240 dan kromatografi gas (GC) HP 5890. Bahan mikrob yang digunakan adalah biakan bakteri fotosintetik Rhodobium marinum NBRC No. 100434. Bahan yang digunakan dalam pembuatan media bakteri adalah akuades, dinatrium suksinat, Dglukosa (Merck), ekstrak khamir, K2HPO4, KH2PO4, EDTA.2Na, H3BO3, Na2MoO4. 2H2O, ZnSO4.7H2O, MnCl2, Cu(Mo3)2. 3H2O, FeSO4. 7H2O, CaCl2. 2H2O, Mg SO4. 7 H2O , larutan NaOH 1 N, larutan HCl 2 N, gas N2, natrium hidrogen karbonat, dan vitamin B12. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis kadar glukosa adalah glukosa kit merk WAKO. Bahan yang digunakan untuk analisis H2 dengan GC , yaitu gas N2. Metode Pembuatan Media Pembibitan R. marinum (Media Modifikasi Fotosintetik) Media R. marinum dibuat dengan komposisi sebagai berikut : 10 gram dinatrium suksinat, 0.3 gram ekstrak khamir ditimbang menggunakan neraca analitik kemudian dimasukkan ke dalam botol Schott, 10 ml Bassal medium 100x (K2HPO4 = 750 mg, KH2PO4 = 850 mg, EDTA.2Na = 2 mg, H3BO3 = 2,8 mg, Na2MoO4. 2H2O = 0,75 mg, ZnSO4. 7 H2O = 0,24 mg, MnCl2 = 2,1 mg, Cu(Mo3)2. 3H2O = 0,04 mg, FeSO4. 7H2O = 10 mg, CaCl2. 2H2O = 0,75 mg, Mg SO4. 7 H2O = 200 mg, dan 1 L akuades) dimasukkan ke dalam botol Schott lalu ditambahkan akuades 1000 ml sambil diaduk. Pengkondisian pH menjadi 6.8 dengan menambahkan beberapa tetes NaOH 2 N atau HCl 2 N. Untuk menghilangkan oksigen dalam media, dilakukan penambahan gas nitrogen selama 1 jam. Setelah itu, ditambahkan 1.5 g NaHCO3. Media disterilisasi di dalam autoklaf dengan suhu 121˚C selama 15 menit. Media didinginkan kemudian ditambahkan 5 ml vitamin B12 0.01 %. Penambahan vitamin ke dalam media dilakukan di dalam laminar.