Perbandingan antara Metode SYBR Green dan Metode Hydrolysis

advertisement
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Perbandingan antara Metode SYBR Green dan Metode
Hydrolysis Probe dalam Analisis DNA Gelatin Sapi dan
DNA Gelatin Babi dengan Menggunakan Real Time PCR
SKRIPSI
AFIFAH NURUL IZZAH
NIM : 1110102000014
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2014
i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Perbandingan antara Metode SYBR Green dan Metode
Hydrolysis Probe dalam Analisis DNA Gelatin Sapi dan
DNA Gelatin Babi dengan Menggunakan Real Time
Polymerase Chain Reaction (PCR)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
AFIFAH NURUL IZZAH
NIM : 1110102000014
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Afifah Nurul Izzah
NIM
: 1110102000014
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 9 Oktober 2014
ii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama
: Afifah Nurul Izzah
NIM
: 1110102000014
Program Studi
: Strata-1 Farmasi
Judul
: Perbandingan antara Metode SYBR Green dan Metode
Hydrolysis Probe dalam Analisis DNA Gelatin Sapi dan DNA
Gelatin Babi dengan Menggunakan Real Time Polymerase
Chain Reaction (PCR)
Disetujui Oleh:
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt
NIP: 19750104200912201
Zilhadia, M.Si., Apt
NIP: 197308222008012007
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt.
iii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini diajukan oleh
Nama
NIM
Program Studi
Judul
:
:
:
:
Afifah Nurul Izzah
1110102000014
Farmasi
Perbandingan antara Metode SYBR Green dan
Metode Hydrolysis Probe dalam Analisis DNA
Gelatin Sapi dan DNA Gelatin Babi dengan
Menggunakan Real Time Polymerase Chain
Reaction (PCR)
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt
(
)
Pembimbing II
: Zilhadia, M.Si., Apt
(
)
Penguji I
: Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt
(
)
Penguji II
: Lina Elfita, M.Si., Apt
(
)
Ditetapkan di
Tanggal
: Ciputat
: 9 Oktober 2014
iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul Skripsi
: Afifah Nurul Izzah
: Farmasi
: Perbandingan antara Metode SYBR Green dan Metode
Hydrolysis Probe dalam Analisis DNA Gelatin Sapi dan
DNA Gelatin Babi dengan Menggunakan Real Time
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemanfaatan gelatin secara luas menimbulkan kontroversi dan kekhawatiran bagi
masyarakat muslim karena pada umumnya gelatin terbuat dari kulit babi dan sapi.
Salah satu teknik analisis yang dapat membedakan gelatin sapi dan gelatin babi
adalah Real Time PCR. Real Time PCR merupakan metode analisis berbasis DNA
yang handal, efektif, dan terpecaya. Dalam analisa kualitatif dan kuantitatif, Real
Time PCR membutuhkan pewarna fluoresens. Pewarna fluoresens yang umum
digunakan pada Real Time PCR, yaitu SYBR Green dan Hydrolysis Probe. Telah
dilakukan perbandingan antara metode SYBR Green dan Hydrolysis Probe dalam
analisis DNA gelatin menggunakan Real Time PCR. DNA pada gelatin diekstraksi
dan diisolasi menggunakan kit komersial. Isolat DNA gelatin sapi dan DNA gelatin
babi didapatkan sebanyak 19,38 ng/μl dan 13,63 ng/μl dengan kemurnian 1,566 dan
1,573. Isolat DNA dilakukan analisis dengan metode SYBR Green menggunakan
suhu annealing 65oC untuk primer sapi dan suhu annealing 60oC untuk primer
babi. Isolat DNA dianalisis dengan metode Hydrolysis Probe menggunakan suhu
annealing 60oC untuk primer babi dan primer sapi. Hasil analisis dari kedua metode
menunjukkan bahwa metode Hydrolysis Probe mampu mengidentifikasi DNA pada
gelatin secara spesifik dibandingkan menggunakan metode SYBR Green.
Kata Kunci: Real Time Polymerase Chain Reaction, Gelatin, SYBR Green,
Hydrolysis Probe
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name
Major
Title
: Afifah Nurul Izzah
: Pharmacy
: Comparison of SYBR Green and Hydrolysis Probe methods
in Analysis of Porcine Gelatin DNA and Bovine Gelatin
DNA Using Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR)
The wide usage of gelatin in various products led to continous controvercy among
Muslim consumers because most of them are derived from porcine and bovine skin.
One of the analytical techniques that can differentiate bovine gelatin and porcine
gelatin is Real Time PCR. Real Time PCR is a DNA-based technology analysis
which is a robust, effective, and reliable. In qualitative and quantitative analysis,
there are two kinds methods popular of floresence dye. They are SYBR Green and
Hydrolysis Probe. In this study, we have perfomed a comparison between SYBR
Green method and Hydrolysis Probe method in analysis Porcine gelatin DNA and
Bovine gelatin DNA using Real Time PCR. The DNA is extracted and isolated by
commercial kit. Porcine gelatine DNA and Bovine gelatin DNA obtained were
19.38 ng/μl and 13.63 ng/μl with purity were 1,566 and 1,573. Then, DNA isolates
were analyzed by SYBR Green methods, with annealing temperature was 65oC
using bovine primer and 60oC using porcine primer. While DNA is analyzed by
Hydrolysis Probe methods, with annealing temperature was 60oC using both
porcine primer annd bovine primer. The result showed that Hydrolysis Probe is able
to identify DNA of porcine and bovine gelatin with high specificity than SYBR
Green.
Keyword: Real Time Polymerase Chain Reaction, Gelatin, SYBR Green,
Hydrolysis Probe.
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan
segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Perbandingan antara Metode SYBR Green dan Metode
Hydrolysis Probe dalam Analisis DNA Gelatin Sapi dan DNA Gelatin Babi dengan
Menggunakan Real Time PCR”. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, teladan bagi umat manusia dalam menjalani
kehidupan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir
guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S. Far) pada Program Studi Farmasi,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Selesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya, khususnya
kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. (hc). Dr. MK.Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt. sebagai Pembimbing I dan Ibu Zilhadia,
M.Si., Apt. sebagai Pembimbing II yang sangat baik telah memberikan ilmu,
nasehat, waktu, tenaga, pikiran, materi dan dukungan selama penelitian dan
penulisan skripsi.
3. Bapak Drs.Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Kedua orang tua, ayahanda tersayang Ali Mugiono dan ibunda tercinta Fahrida
yang selalu ikhlas memberikan dukungan moral, material, nasehat-nasehat,
serta lantunan doa yang tiada pernah putus di setiap hembusan nafas beliau
hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Juga kepada kakakku tersayang Aini Zahra dan adikku
tercinta Abdurrahman Marahimin yang selalu memberikan dukungan dan
semangat
5. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, bimbingan dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan di
farmasi, FKIK UIN Jakarta
6. Teman-teman Andalusia yang telah menjadi kepingan memori yang berharga.
Kebersamaan kita di dalam suka dan duka akan selalu terkenang didalam hati
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7.
Kak Rahmadi, Kak Liken, Kak Eris, Kak Lisna, Kak Rani, Kak Tiwi, Kak
Lilis, dan Kak Ai yang sangat banyak membantu penulis melakukan penelitian
di laboratorium.
8. Teman-teman seperjuangan tim PCR: Yanti dan Kak Sulaiman yang selalu
meluangkan waktunya untuk bekerja sama, berdiskusi, memberikan masukan,
membantu penulis dalam melakukan peneltian, serta memberikan dukungan
doa dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih
atas kebersamaan yang indah ini.
9. Tim Roche Indonesia: Pak Deka, Pak Yos, dan Mbak Helen yang telah
memberikan masukan dan bantuan selama penulis melakukan penelitian.
10. Sahabat tersayang “ngocol”: Dias, Zakiya, Ipho, Vicka, Diah, Amel, Dita, dan
Desi yang senantiasa mewarnai kehidupan selama dikampus. Terima kasih atas
dukungan, kasih sayang, perhatian, doa dan persahabatan yang indah ini.
11. Farida, Yusna, Fahrur, Yuni, Deisy, Desti, Hanny, Liana, Delvina, Mayta,
Athiyah, Fathia, Dwikky, Hadi, Fikry, yang menginspirasi. Terimakasih atas
dukungan dan semangatnya.
12. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak
dapat disebutkan namanya satu persatu.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah
SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun akan
penulis nantikan. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Jakarta, 14 Oktober 2014
Penulis
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Afifah Nurul Izzah
NIM
: 1110102000014
Program Studi
: Strata-1 Farmasi
Fakultas
: Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya, dengan judul :
Perbandingan antara Metode SYBR Green dan Metode Hydrolysis Probe
dalam Analisis DNA Gelatin Sapi dan DNA Gelatin Babi dengan
Menggunakan Real Time PCR
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Jakarta
Pada tanggal : Oktober 2014
Yang menyatakan,
Afifah Nurul Izzah
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.....................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................................
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI..................................................................
ABSTRAK..................................................................................................................
ABSTRACT...............................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI..............................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................
DAFTAR TABEL......................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................
DAFTAR SINGKATAN...........................................................................................
DAFTAR ISTILAH...................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................
1.1 Latar Belakang.........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................
1.4 Tujuan Penelitian.....................................................................................
1.5 Manfaat Penelitian...................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
2.1 Gelatin......................................................................................................
2.1.1 Sifat Fisika Kimia Gelatin.............................................................
2.1.2 Struktur Kimia Gelatin..................................................................
2.1.3 Aplikasi dan Pemanfaatan gelatin.................................................
2.2 Asam Nukleat..........................................................................................
2.2.1 DNA...............................................................................................
2.2.3.1 Struktur DNA...................................................................
2.2.3.2 Sifat Fisika DNA..............................................................
2.2.2 DNA Mitokondria..........................................................................
2.3 Ekstraksi dan Isolasi DNA.......................................................................
2.4 Elektroforesis Gel Agarosa......................................................................
2.5 PCR..........................................................................................................
2.5.1 Pengertian PCR..............................................................................
2.5.2 Tahapan PCR.................................................................................
2.5.3 Komponen PCR.............................................................................
2.6 Real-Time PCR........................................................................................
2.6.1 Pewarna Fluoresens.......................................................................
x
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
x
xii
xiii
xiv
xv
xvi
1
1
3
3
3
4
4
5
7
7
8
9
9
11
12
14
16
18
18
19
22
22
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 Metodologi Penelitian...................................................................................
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................
3.1.1 Tempat...........................................................................................
3.1.2 Waktu.............................................................................................
3.2 Alat dan Bahan........................................................................................
3.2.1 Alat................................................................................................
3.2.2 Bahan.............................................................................................
3.3 Prosedur Penelitian..................................................................................
3.3.1 Ekstraksi dan Isolasi DNA............................................................
3.3.2 Analisis Isolat DNA.......................................................................
3.3.2.1 Analisis Isolat DNA dengan Elektroforesis Agarosa.......
3.3.2.2 Analisis Isolat DNA dengan Spektrofotometri UV..........
3.3.3 Uji Spesifisitas Primer dan Probe dengan Database NCBI..........
3.3.4. Amplifikasi DNA Menggunakan Real Time PCR........................
3.3.5.1 Amplifikasi DNA dengan Metode SYBR Green...............
3.3.5.2 Amplifikasi DNA dengan Metode Hydrolysis Probe.......
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................
4.1 Hasil Analisis Isolat DNA.......................................................................
4.1.1 Hasil Analisis Isolat DNA dengan Elektroforesis Agarosa...........
4.1.2 Hasil Analisis Isolat DNA dengan Spektrofotometri UV.............
4.2. Hasil Uji Spesifisitas Primer dan Probe dengan Database NCBI..........
4.3 Hasil Amplifikasi DNA Gelatin Sapi dan Babi Menggunakan Real
Time Polymerase Chain Reaction (PCR)................................................
4.3.1 Hasil Amplifikasi DNA Gelatin Sapi dan Babi Menggunakan
Real Time PCR dengan Metode SYBR Green................................
4.3.2 Hasil Ampifikasi DNA Gelatin Sapi dan Babi Menggunakan
Real Time PCR dengan Metode Hydrolysis Probe........................
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................
5.1 Kesimpulan..............................................................................................
5.2 Saran........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
LAMPIRAN...............................................................................................................
xi
26
26
26
26
26
26
26
27
27
29
29
30
31
31
31
34
36
36
36
37
38
40
40
46
50
50
50
51
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 2.11
Gambar 2.12
Gambar 2.13
Gambar 2.14
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Metode Ekstraksi Gelatin dari Jaringan yang Mengandung
Kolagen...........................................................................................
Struktur dan Asam Amino Penyusun Kolagen dan Gelatin............
Komponen Asam Amino Penyusun................................................
Struktur Nukleotida.........................................................................
Ikatan Fosfodiester pada DNA dan RNA.......................................
Struktur DNA..................................................................................
Struktur Mitokondria......................................................................
Struktur DNA Mitokondria.............................................................
Presipitasi DNA Setelah Penambahan Etanol Absolut...................
Interkalasi Etidium Bromida pada DNA.........................................
Tahapan Proses PCR.......................................................................
Pelipatgandaan Molekul DNA Target............................................
Bentuk Kurva Real-Time PCR........................................................
Mekanisme Hydrolysis Probe dan SYBR Green.............................
Hasil Elektroforesis Isolat DNA.....................................................
Hasil Uji Spesifisitas Primer Babi pada Database NCBI...............
Hasil Uji Spesifisitas Primer Sapi pada Database NCBI................
Kurva Amplifikasi dengan Metode SYBR Green Menggunakan
Primer Sapi......................................................................................
Melting Peaks Hasil Amplifikasi dengan Metode SYBR Green
Menggunakan Primer Sapi..............................................................
Kurva Amplifikasi dengan Metode SYBR Green Menggunakan
Primer Babi.....................................................................................
Melting Peaks Hasil Amplifikasi dengan Metode SYBR Green
Menggunakan Primer Babi.............................................................
Kurva Amplifikasi dengan Metode Hydrolysis Probe
Menggunakan Primer-Probe Sapi...................................................
Kurva Amplifikasi dengan Metode Hydrolysis Probe
Menggunakan Primer-Probe Babi...................................................
xii
5
6
7
9
10
11
12
13
15
18
19
21
23
25
37
39
39
41
42
44
45
47
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Kisaran Umum Konsentrasi Agarosa...................................................
Urutan Basa Primer-Probe....................................................................
Pengaturan Program Amplifikasi dengan Metode SYBR Green..........
Pengaturan Program Amplifikasi dengan Metode Hydrolysis Probe..
Konsentrasi dan kemurnian DNA hasil isolasi.....................................
Campuran Reaksi SYBR Green Mastermix..........................................
Campuran Reaksi Hydrolysis Probe Mastermix..................................
Spesifikasi Kit Ekstraksi Komersial.....................................................
xiii
17
27
32
34
38
60
60
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 14
Lampiran 15
Lampiran 16
Kerangka Penelitian...................................................................
Perhitungan Pembuatan Larutan Primer dan Probe...................
Perhitungan Tm (Melting Temperature) Primer........................
Campuran Reaksi Mastermix untuk Amplifikasi DNA.............
Hasil Optimasi Suhu Annealing dengan Metode Gradien PCR.
Spesifikasi Kit Ekstraksi dan Isolasi DNA................................
Hasil Kurva Amplifikasi dan Melting Peaks dengan Metode
SYBR Green Menggunakan Primer Sapi dengan Suhu
Annealing 60oC..........................................................................
Hasil Kurva Amplifikasi dan Melting Peaks dengan Metode
SYBR Green Menggunakan Primer Sapi dengan Suhu
Annealing 62oC..........................................................................
Hasil Kurva Amplifikasi dan Melting Peaks dengan Metode
SYBR Green Menggunakan Primer Sapi dengan Suhu
Annealing 64oC..........................................................................
Hasil Kurva Amplifikasi dan Melting Peaks dengan Metode
SYBR Green Menggunakan Primer Sapi dengan Suhu
Annealing 65oC..........................................................................
Hasil Kurva Amplifikasi dan Melting Peaks dengan Metode
SYBR Green Menggunakan Primer Babi dengan Waktu
Annealing 10 detik dan Waktu Extension 7 detik......................
Hasil Kurva Amplifikasi dan Melting Peaks dengan Metode
SYBR Green Menggunakan Primer Babi dengan Waktu
Annealing 20 detik dan Waktu Extension 30 detik....................
Hasil Kurva Amplifikasi dan Melting Peaks dengan Metode
SYBR Green Menggunakan Primer Babi dengan Waktu
Annealing 20 detik dan Waktu Extension 25 detik....................
Hasil Kurva Amplifikasi dengan Metode Hydrolysis Probe
Menggunakan Primer Sapi.........................................................
Hasil Kurva Amplifikasi dengan Metode Hydrolysis Probe
Menggunakan Primer Babi.........................................................
Gambar Alat yang Digunakan dalam Penelitian........................
xiv
57
58
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
71
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR SINGKATAN
BHQ-1
BLAST
CP
cyt b
dATP
dCTP
dGTP
dNTP
dTTP
DNA
ELISA
FAM
FTIR
LCMS
mtDNA
NCBI
NTC
PCR
pb
qPCR
RE
RNA
SDS
TAE
Tm
Ta
: Black Hole Quencher-1
: Basic Local Aligment Search Tool
: Crossing Point
: Cytochrome b
: Deoxyadenosine Triphosphate
: Deoxycytidine Triphosphate
: Deoxyguanosine Triphosphate
: Deoxyribonucleaside Triphosphate
: Deoxythymidine Triphosphate
: Deoxyribonucleic Acid
: Enzyme-linked Immunosorbent Assay
: Fluorescein Amidite
: Forier Transform Infrared Spectroscopy
: Liquid Chromatography Mass-Spectrophotometry
: mitochondria DNA
: National Center for Biotechnology Information
: No Template Control
: Polymerase Chain Reaction
: Pasang Basa
: Quantitative Polymerase Chain Reaction
: Retikulum Endoplasma
: Ribonucleic Acid
: Sodium Dodesil Sulfat
: Tris-Acetate-EDTA
: Temperature Melting
: Temperature Annealing
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISTILAH
BLAST
Blastn
CP
Garis Treshold
Formasi Hairpin
Melting curve
Mis-priming
NCBI
NTC
Primer-Dimer
Query
Tm
: Basic Local Aligment Search Tool merupakan program
untuk menganalisis kesejajaran sekuen query (DNA atau
protein) dengan sekuen DNA atau protein pada database
NCBI.
: Nucleotide Basic Local Aligment Search Tool merupakan
salah satu variasi dari program BLAST untuk menganalisis
kesejajaran nukleotida query dengan nukleotida pada
database di NCBI.
: Crossing Point merupakan siklus yang menunjukkan sinyal
fluoresensi dari akumulasi amplikon telah melewati garis
threshold.
: Garis penanda siklus awal dari reaksi PCR yaitu saat sinyal
fluoresensi berada pada tingkat terendah ( siklus 3-15).
: Terbentuknya struktur loop/hairpin pada primer yang
disebabkan oleh interaksi intramolekular yang dapat
memicu terbentuknya amplifikasi yang nonspesifik.
: Analisis data pada Real-time PCR digunakan untuk menguji
spesifisitas amplikon yanng terbentuk.
: Penempelan primer di luar sekuen target sehingga
membentuk produk amplifikasi yang nonspesifik.
: National Center for Biotechnology Information merupakan
suatu institusi milik United States National Library of
Medicine yang berperan sebagai sumber informasi
perkembangan biologi molekular. Situs NCBI berisi
database meliputi gene bank mengenai sekuens DNA atau
protein serta memuat publikasi ilmiah.
: No Template Control merupakan kontrol negatif karena well
tidak dimasukkan DNA.
: Berikatannya suatu primer dengan primer sejenis atau
dengan primer lainnya sehingga membentuk produk
amplifikasi yang nonspesifik.
: Sekuen yang dimasukkan ke dalam program BLAST untuk
diketahui kesejajarannya.
: Temperature melting atau suhu melting adalah suhu saat
50% bagian DNA telah terbuka menjadi untai tunggal.
xvi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gelatin adalah polipeptida larut air yang merupakan hasil hidrolisis
parsial kolagen dari kulit, tulang dan tulang rawan hewan (Zhang et al.,
2008). Gelatin memiliki sifat yang unik dan berbagai fungsi yaitu sebagai zat
pembentuk gel, zat pengental, zat pembentuk film, zat pengemulsi, dan zat
pensuspensi (Rowe, Sheskey & Quinn, 2009). Oleh karena itu gelatin
digunakan secara luas dalam berbagai sektor industri, misalnya sektor industri
farmasi, makanan, fotografi, kosmetik, dan produk kedokteran. Dalam
industri makanan, gelatin dapat ditemukan dalam produk ice cream, jelly,
dan marshmallow. Pada industri farmasi, gelatin digunakan dalam tablet,
cangkang kapsul keras dan lunak, tablet salut gula, enkapsulasi vitamin, dan
pensubtitusi plasma darah (Nhari, Ismail & Che Man, 2012).
Sumber gelatin yang beredar di pasaran berasal dari babi, sapi, tulang
ikan, kerang, rumput laut, dan lain-lain (Hinterwaldner, 1997; R.T. Jones,
2004). Produksi gelatin di dunia pada tahun 2007 dilaporkan bahwa 46%
berasal dari kulit babi; 29,4% dari kulit sapi; 23,1% dari campuran tulang
babi dan sapi; dan 1,5% dari tulang ikan, kerang, dan lain-lain (Guillen et al.,
2009). Pembuatan gelatin yang bersumber dari babi dan sapi lebih banyak
diminati karena gelatin yang dihasilkan memberikan kualitas yang lebih baik
dibandingkan dengan sumber lainnya seperti ikan (Hinterwaldner, 1997).
Gelatin umumnya masih diimpor dari negara-negara nonmuslim
sehingga menimbulkan kontroversi kehalalannya. Pemanfaatan gelatin dalam
berbagai bidang industri dan peningkatan kesadaran masyarakat muslim
terhadap penggunaan produk halal, menimbulkan konsekwensi perlunya
perlindungan konsumen dengan pemberian jaminan kehalalan sumber gelatin
(Jamaludin et al., 2012). Hal ini membutuhkan metode identifikasi gelatin
sapi dan gelatin babi yang handal, tepercaya, efektif, dan efisien.
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
Keberadaan gelatin babi dan sapi pada produk pangan, kosmetik, dan
obat-obatan sangat sukar untuk diidentifikasi karena memiliki sifat fisik dan
kimia yang sangat mirip (Nemati et al., 2004). Oleh karena itu, perlu
diupayakan metode yang akurat untuk identifikasi gelatin sapi dan gelatin
babi. Metode identifikasi gelatin sapi dan gelatin babi telah banyak dilakukan
dan dikembangkan. Di antaranya dengan teknik presipitasi kimia (Hikada dan
Liu, 2003), FTIR (Hashim et al., 2010), LCMS (Zhang et al., 2008), ELISA
(Venien dan Levieux, 2005), dan analisis berbasis DNA dengan Real Time
PCR (Cai et al., 2011; Demirhan et al., 2011).
DNA merupakan molekul yang memiliki kestabilan tinggi, sehingga
analisis berbasis DNA dengan Real Time PCR dapat dilakukan pada produk
olahan. Selain itu, metode ini dapat mendeteksi campuran gelatin babi dan
gelatin sapi dengan level kontaminasi 1% (Cai et al., 2011; Demirhan et al.,
2011). Dengan metode ini, kita dapat mengamati secara langsung hasil
amplifikasi atau perbanyakan DNA fragmen. Metode ini juga dapat
menentukan konsentrasi DNA yang terdapat pada sampel dengan mengukur
peningkatan pewarna fluoresens yang berpendar ketika terikat dengan untai
ganda DNA (Arya et al., 2005). Dengan demikian, analisis kehalalan gelatin
dengan Real-Time PCR merupakan metode yang sederhana, handal dan
terpercaya (Cai et al., 2011).
Dalam mendeteksi dan identifikasi DNA pada sampel, Real Time PCR
membutuhkan pewarna fluoresens. Pewarna fluoresens yang umum
digunakan dalam Real-Time PCR adalah SYBR Green dan Hydrolysis Probe.
Pewarna fluoresens SYBR Green akan berpendar ketika terinterkalasi dengan
untai ganda DNA. Sedangkan fluoresens dari Hydrolysis Probe akan
berpendar ketika Probe, yang merupakan dua pewarna fluoresens (terdiri atas
Reporter dan Quencher), secara fisik terpisah melalui hidrolisis oleh aktivitas
nuclease (Arya et al., 2005). Dibandingkan Hydrolysis Probe, metode SYBR
Green lebih ekonomis dan mudah dalam penanganan. SYBR Green tidak
memerlukan Probe yang membutuhkan banyak biaya untuk mensintesisnya.
Namun demikian, SYBR Green sangat tergantung dari spesifisitas primer
karena dapat menyebabkan terjadinya mis-priming dan primer-dimer
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
sehingga menyebabkan terbentuknya produk amplifikasi yang nonspesifik.
Sedangkan Hydrolysis Probe lebih mampu mencegah terjadinya produk
amplifikasi yang nonspesifik (Arya et al., 2005).
Pada penelitian ini akan dilakukan perbandingan antara metode SYBR
Green dan metode Hydrolysis Probe dalam analisis DNA gelatin sapi dan
DNA gelatin babi dengan menggunakan Real Time PCR.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Belum diketahuinya efektivitas metode SYBR Green dan Hydrolysis
Probe dalam menganalisis DNA gelatin sapi dan gelatin babi
menggunakan Real Time PCR.
b. Belum diketahuinya apakah metode SYBR Green dan metode Hydrolysis
Probe secara spesifik dapat mengamplifikasi DNA gelatin sapi atau
gelatin babi.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui perbandingan hasil analisis DNA gelatin sapi dan DNA
gelatin babi dengan metode SYBR Green dan Hydrolisis Probe.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
perbandingan metode SYBR Green dan metode Hydrolysis Probe dalam
analisis DNA gelatin sapi dan DNA gelatin babi, khususnya pada produk
makanan, obat-obatan, ataupun kosmetik yang mengandung gelatin.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gelatin
Kata gelatin berawal dari bahasa latin “gelatus” yang berarti kaku
atau beku. Gelatin adalah polipeptida hasil hidrolisis parsial kolagen yang
diperoleh dari jaringan ikat, kulit, atau tulang rawan sapi dan babi. Proses
hidrolisis ini dapat dikatalisis dengan penambahan asam kuat atau basa kuat
(Rabadiya, 2013). Ketika kolagen diperlakukan dengan asam atau basa dan
diikuti dengan panas, struktur fibrosa kolagen dipecah
ireversibel
menghasilkan gelatin. Gelatin dihasilkan melalui cross-linking (ikatan silang)
diantara rantai polipetida pada kolagen dengan disertai sejumlah perusakan
pada rantai ikatan peptida (Zhou dan Regenstein, 2004). Selain berasal dari
hewan mamalia, gelatin juga dapat diperoleh dari limbah tulang ikan.
Pembuatan gelatin merupakan upaya untuk mendayagunakan limbah tulang
yang biasanya tidak terpakai dan dibuang dirumah pemotongan hewan (Balti
et al., 2010).
Berdasarkan proses pembuatannya, gelatin dapat dikategorikan
dalam dua prinsip dasar (Jannah, 2008), yaitu:
a. Gelatin Tipe A (Acid)
Gelatin ini dihasilkan dengan proses asam dari bahan baku kolagen.
Tipe A umumnya diperoleh dari kulit babi, tetapi ada juga beberapa
pabrik yang menggunakan bahan dasar tulang babi. Kulit dari babi
muda tidak memerlukan penanganan alkalis yang intensif, karena
jaringan ikatnya tidak terlalu kuat. Oleh karena itu, pada proses ini
kulit muda cukup direndam dengan asam klorida (HCl) encer selama
beberapa hari, kemudian dinetralkan dan dicuci beberapa kali dengan
aquadest agar garam yang terbentuk hilang.
b. Gelatin Tipe B (Base)
Gelatin tipe tipe ini dihasilkan melalui proses basa atau alkali. Bahan
dasar biasanya berasal dari kulit tua atau keras maupun tulang
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
ruminasia. Proses pembuatannya yaitu bahan mula-mula direndam
dalam larutan kalsium hidroksida, sehingga ikatan jaringan kolagen
akan mengembang dan terurai. Kemudian bahan dinetralkan dengan
asam dan dicuci dengan aquadest untuk menghilangkan garam yang
terbentuk.
Gambar 2.1 Metode ekstrasi gelatin dari jaringan yang mengandung kolagen
(Sumber: Ikada, 2002)
2.1.1 Sifat Fisika Kimia Gelatin
Fraksi protein pada gelatin hampir seluruhnya terdiri atas berbagai
macam asam amino yang bergabung melalui ikatan amida dan membentuk
polimer yang linear. Gelatin memiliki berat molekul yang bervariasi yaitu
20 kDa sampai 200 kDa. Kadar protein pada gelatin tinggi yaitu pada
gelatin kering (dengan kadar air 8 – 12%) mengandung protein sekitar 84 86% (Carr et al.,1995).
Gelatin komersial secara luas diproduksi di berbagai belahan dunia.
Di eropa, gelatin untuk pangan tersedia dalam bentuk lembaran tipis (flake),
sedangkan di Amerika Serikat gelatin dapat diperoleh dalam bentuk granul
atau serbuk. Gelatin tidak memiliki rasa dan bau. Warna serbuk granul dan
flakes pada gelatin yaitu putih agak kuning pucat. Pada bentuk lembaran,
gelatin berwarna kuning pucat transparan (Rowe, Sheskey & Quinn, 2009).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
Gelatin praktis tidak larut dalam pelarut organik seperti aseton,
kloroform, etanol (95%), eter dan metanol. Zat ini larut dalam gliserin,
larutan asam dan basa. Namun pada larutan asam kuat atau basa kuat,
gelatin akan mengalami presipitasi. Gelatin larut dalam air hangat dan
apabila didinginkan dibawah suhu 30oC, larutan koloid ini akan membetuk
gel dengan sifat tiksotropik dan reversibel menjadi cair kembali apabila
dipanaskan. pH larutan atau gel gelatin akan berbeda tergantung tipenya
yaitu tipe A pH 3,8 – 5,5; sedangkan tipe B pH 5,0 – 7,5.
Gambar 2.2. Struktur dan Asam Amino Penyusun Kolagen dan Gelatin
(Sumber: http://www.gelatin.in)
Bloom (kekuatan gel) tergantung pada konsentrasi gelatin di dalam air,
berat molekul gelatin, dan pH gel. Bloom akan meningkat apabila
konsentrasi gelatin tinggi, berat molekul gelatin tinggi, dan pH gel yang
mendekati netral. Gelatin memiliki kekuatan Bloom yang bervariasi, yaitu
50 hingga 300. Industri gelatin umumnya mencampur bahan baku untuk
mendapatkan kekuatan gel yang diinginkan (Rabadiya, 2013).
2.1.2 Struktur Kimia Gelatin
Struktur gelatin terdiri dari 300 sampai 4.000 rantai asam amino yang
dihubungkan oleh ikatan peptida. Gelatin mengandung sejumlah 18 asam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
amino spesifik yang berbeda dan bekerja sama berurutan untuk membentuk
rantai polipeptida dengan 1000 asam amino setiap rantai. Sebanyak 3 rantai
polipeptida terbentuk bekerja sama sebagai spiral sisi kiri untuk memberi
struktur sekunder. Dalam struktur tersier, spiral menggulung dan melipat
sendiri pada sisi kanan (triplehelix). Ini membentuk molekul berbentuk
tangkai yang disebut protofibril.
Rantai asam amino dominan yang terdapat dalam gelatin adalah glysin
(26-34%), prolin (10-18%) dan hidroksiprolin (7-15%). Jenis asam amino
lain terdapat dalam gelatin, yaitu alanin (8-11%), arginin (8-9%), asam
aspartat (6-7%), dan asam glutamat (10-12%). Meskipun demikian, gelatin
bukan merupakan protein yang lengkap. Hal ini karena gelatin tidak
mengandung asam amino triptofan dan hanya sedikit mengandung asam
amino isoleusin, treonin, metionin, sistein, dan sistin (Rabadiya, 2013).
Gambar 2.3. Komponen Asam Amino Penyusun Gelatin
(Sumber: http://www.pbgelatins.com)
2.1.3 Aplikasi dan pemanfaatan gelatin
Gelatin merupakan bahan pangan yang telah lama digunakan
secara luas pada produk pangan dan farmasi. Gelatin tidak memiliki rasa
dan bau, akan tetapi gelatin memiliki sifat gel yang unik, sehingga dapat
digunakan sebagai penstabil, pengikat, dan pengemulsi dalam industri
farmasi. Sebagai bahan pangan, gelatin memiliki sifat yang unik sebagai
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
penstabil busa, yaitu dibutuhkan pada saat pembuatan permen. Bahan
pangan yang menggunakan gelatin antara lain cokelat, susu, permen, jelly,
roti, marshmallow, pada produk daging sebagai pengikat air, dan lain-lain.
Sedangkan penggunaan gelatin pada industri farmasi dan kedokteran
meliputi cangkang kapsul, salut tablet, zat pengemulsi dan penstabil dalam
pembuatan krim, mikroenkapsulasi, dan plasma pensubtitusi darah. Tidak
hanya pada industri pangan dan farmasi, gelatin juga dapat bermanfaat
pada bidang fotografi yaitu sebagai pelapis zat warna film.
Dari data SKW biosystem, penggunaan gelatin dalam industri
nonpangan sejumlah 100.000 ton, pada industri pembuatan film foto
sebanyak 27.000 ton, untuk kapsul lunak sebanyak 22.600 ton, untuk
produksi cangkang capsul keras sebanyak 20.200 ton, serta dalam dunia
farmasi dan teknis sebanyak 12.000 ton dan 6.000 ton. Penggunaan gelatin
dalam industri pangan adalah sebesar 154.000 ton, dimana penggunaan
terbesar adalah industri konfeksioneri yaitu sebesar 68.000 ton, dan produk
jelli sebanyak 36.000 ton. Pada industri daging dan susu memiliki jumlah
penggunaan gelatin yang sama yaitu 16.000 ton dan pada makanan
fungsional (food supplement) memeliki kontribusi penggunaan gelatin
yang sama yaitu sebesar 4.000 ton (LPPOM MUI, 2008).
2.2. Asam Nukleat
Asam nukleat dan protein merupakan senyawa polimer utama yang
terdapat pada sel. Asam nukleat berfungsi menyimpan dan mentransmisikan
informasi genetik dalam sel (Koolman & Roehm, 2005). Sel mempunyai
dua jenis molekul asam nukleat yaitu DNA (asam deoksiribonukleat) dan
RNA (asam ribonukleat). DNA menyimpan informasi genetik yang spesifik
untuk setiap individu dan spesies tertentu, yang akan diwariskan ke generasi
berikutnya (Gaffar, 2007). DNA ditemukan di dalam nukleus pada sel
eukariotik, dan ditemukan di sitoplasma atau nukleoid pada sel prokariotik.
Molekul RNA disintesis dari DNA template dan berperan dalam
pembentukan protein didalam sitoplasma (Stansfield et al., 2003).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
2.2.1 DNA
2.2.1.1 Struktur DNA
DNA dan RNA merupakan polimer linier (polinukleotida) yang
tersusun dari subunit nukleotida. Nukleotida merupakan ester dari asam
fosfat dan nukleosida. Komponen penyusun nukleotida terdiri dari tiga
jenis molekul, yaitu gula pentosa (deoksiribosa pada DNA atau ribosa
pada RNA), basa nitrogen heterosiklik, dan gugus fosfat yang bermuatan
negatif (Gaffar, 2007).
Gambar 2.4. Struktur Nukleotida (Sumber: Gaffar, 2007)
Basa yang ditemukan pada nukleotida adalah basa purin (adenin =
A, guanin = G) dan basa pirimidin (cytosin = C, tymin = T, dan urasil =
U). Monomer nukleotida mempunyai gugus hidroksil pada posisi karbon
3’, gugus fosfat pada posisi karbon 5’ dan basa pada posisi karbon 1’
molekul gula. Nukleotida satu dengan yang lainnya berikatan membentuk
polinukleotida melalui ikatan fosfodiester antara gugus 5’fosfat dengan
gugus 3’hidroksil. Sehingga tulang punggung molekul DNA dan RNA
terdiri dari gugus fosfat dan pentosa secara bergantian (Stansfield et al.,
2003).
Struktur DNA mirip dengan struktur RNA. Perbedaan diantara
keduanya terdapat pada jenis gula dan basa pada monomernya serta
jumlah untai penyusunnya. DNA tidak terdapat gugus hidroksil pada
posisi karbon 2’ dari molekul gula (2-deoksiribosa) sementara pada RNA
molekul gulanya adalah ribosa. Basa nitrogen yang terdapat pada DNA
adalah adenin, guanin, sitosin dan timin, sedangkan pada RNA jenis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
basanya adalah adenin, sitosin, guanin dan urasil. RNA merupakan
polinukleotida yang membentuk satu rantai/untai sedangkan DNA
merupakan polinukleotida yang membentuk 2 untai (heliks ganda) yang
memutar ke kanan. Kedua rantai polinukleotida memutar pada sumbu
yang sama dan bergabung satu dengan yang lainnya melalui ikatan
hidrogen antara basa-basanya (Gaffar, 2007).
Gambar 2.5. Ikatan Fosfodiester pada DNA dan RNA (Gaffar, 2007)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
Pada DNA, basa guanin berpasangan dengan basa sitosin
membentuk tiga ikatan hidrogen, sedangkan basa adenin berpasangan
dengan basa tymin membentuk dua ikatan hidrogen. Sehingga dalam
molekul DNA jumlah basa G akan selalu sama dengan jumlah basa C,
sedangkan jumlah basa A sama dengan jumlah basa T. Kemudian jumlah
basa purin akan sama dengan jumlah basa pirimidin (Purves et al., 2004).
Gambar 2.6. Struktur DNA (Sumber: Purves et al., 2004)
Untai ganda DNA saling berkomplementasi melalui basa
penyusunnya dengan arah antiparalel (berlawanan 5’→ 3’ dan 3’→5’),
ujung yang mengandung gugus fosfat bebas disebut ujung 5’ sedangkan
pada ujung lainnya yang mengandung gugus hidroksil bebas disebut
ujung 3’. Kedua untai tersebut saling melilit satu sama lain membentuk
struktur heliks ganda. Gugus fosfat dan gula yang tersusun bergantian
menjadi tulang punggung (backbone) molekul DNA sementara pada
bagian dalam terdapat basa yang melekat pada molekul gula (Gaffar,
2007). Struktur helix ganda membentuk pilinan berjarak 3.4 nm dengan
sepuluh pasang basa setiap pilinan dan memiliki lebar sekitar 2 nm
(Stansfield, 2003).
2.2.1.2 Sifat Fisika DNA
Untai heliks DNA dapat memisah menjadi struktur untai tunggal
dengan adanya pemanasan dengan suhu tinggi (> 90oC), peristiwa ini
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
sering dikenal dengan denaturasi. Denaturasi DNA bersifat reversible.
Proses pembentukan kembali struktur untai ganda dari keadaan
terdenaturasi disebut renaturasi. Proses renaturasi dapat berjalan jika suhu
mendekati suhu subdenaturasi (mendekati 60oC). DNA menyerap sinar
UV pada panjang gelombang 260 nm (Yuwono, 2009).
2.2.2 DNA Mitokondria
Mitokondria merupakan organel sel yang berfungsi sebagai penghasil
energi dalam bentuk ATP yang akan dipergunakan untuk aktivitas seluruh
sel-sel tubuh manusia. Mitokondria memiliki diameter sebesar 1-2 μm
(Passarge, 2007). Sel eukariotik rata-rata terdiri dari 103-104 salinan
mitokondria yaitu mencapai 25% volume sel. Mitokondria dikelilingi oleh
dua membran yaitu membran dalam dan membran luar. Membran bagian
dalam membentuk lipatan-lipatan yang disebut kristae dimana terdapat
enzim-enzim oksidase. Membran dalam juga memiliki permukaan yang
besar yang mengelilingi ruang matriks. Matriks ini mengandung DNA,
RNA, ribosom, dan berbagai enzim yang berperan dalam oksidasi zat-zat
makanan. DNA yang terdapat pada mitokondria disebut DNA mitokondria
atau disingkat menjadi mtDNA (Koolman dan Roehm, 2005).
Gambar 2.7. Sruktur Mitokondria (Koolman dan Roehm, 2005).
Umumnya, mitokondria terdiri dari 2-10 molekul DNA. mtDNA
merupakan DNA rantai ganda yang berbentuk sirkuler dengan ukuran
genom mitokondria hewan berkisar 14000-39000 pasang basa. Ukuran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
mtDNA relatif sangat kecil dibandingkan dengan ukuran DNA inti. DNA
mitokondria hewan secara umum memiliki jumlah dan jenis gen yang sama
yaitu 13 daerah yang mengkode protein (URF1, URF2, URF3, URF4,
URF5, URF6, URFA6L, URF4L, Cytochrome Oxidase unit I, Cytochrome
Oxidase unit II, Cytochrome Oxidase unit III, Cytochrome b dan ATPase 6);
2 gen pengkode rRNA yaitu 12S rRNA dan 16S rRNA; dan 22 gen
pengkode tRNA (Sharma et al., 2005).
Gambar 2.8. Struktur DNA Mitokondria (www.bmb.leeds.ac.uk)
Karakteristik mtDNA dapat dijadikan alat yang signifikan untuk
keperluan analisis. mtDNA mempunyai jumlah copy yang tinggi, meskipun
di dalam sel yang tidak mengandung inti. Jumlah copy per sel yaitu sekitar
1000-10000 sehingga mtDNA dapat digunakan untuk analisis sampel
dengan jumlah DNA yang sangat terbatas, atau DNA yang mudah
terdegradasi, apabila analisis DNA inti tidak dapat dilakukan. mtDNA
manusia diturunkan secara maternal sehingga setiap individu pada garis
keturunan ibu yang sama akan mempunyai tipe mtDNA yang identik.
Ukuran DNA mitokondria relatif kecil (14-39 kb) sehingga dapat dipelajari
sebagai satu kesatuan yang utuh. mtDNA mempunyai laju polimorfisme
yang tinggi dengan laju evolusinya sekitar 5-10 kali lebih cepat dari DNA
inti (Hartati et al., 2004).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
2.3 Ekstraksi dan Isolasi DNA
Prinsip isolasi DNA adalah memisahkan DNA dari komponenkomponen sel. Isolasi DNA dari organisme eukariotik dilakukan melalui
proses penghancuran membran sel (lisis), pemisahan DNA dari protein sel,
dan purifikasi DNA (Muladno, 2010). Berikut adalah uraian tahapan isolasi
DNA:
1. Penghancuran Membran Sel (lisis)
Untuk mendapatkan DNA, membran terlebih dahulu dilisiskan dengan
senyawa kimia seperti lisozim, EDTA, dan SDS. Lisozim merupakan
enzim yang dapat memakan dinding sel. Penggunaan Lisozim biasanya
untuk ekstraksi dan isolasi DNA dari sel tumbuhan. EDTA merupakan
zat yang dapat merusak membran sel dengan cara mengikat ion Mg2+
yang berfungsi
untuk
mempertahankan integritas
sel
maupun
mempertahankan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat.
SDS (sodium dodesil sulfat) merupakan detergent yang dapat merusak
integritas membran sel dengan cara mengikat lipid yang terdapat pada
membran sel. Larutan pelisis sel umumnya terdiri atas satu atau lebih
detergent seperti SDS, NP-40, atau Triton X-100. Sel debris yang
ditimbulkan akibat cairan pelisis dilakukan setrifugasi sehingga hanya
tertinggal molekul nukleotida.
2. Pemisahan DNA dari Protein Sel
Protein pada sel dihancurkan dengan bantuan enzim proteinase K.
Enzim ini dapat memecahkan protein histon sehingga DNA terurai.
Untuk menghilangkan protein dari larutan, digunakan fenol (untuk
mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan kloroform (untuk
membersihkan protein dan polisakarida dari larutan). Umumnya
ditambahkan
dengan
perbandingan
1:1.
Kemudian
dilakukan
sentifugasi kembali untuk mengendapkan molekul yang berat, dan
dipisahkan DNA yang berada pada supernatant.
3. Purifikasi DNA
DNA yang telah dibersihkan dari protein masih tercampur dengan
RNA. Untuk membersihkan molekul RNA dari larutan, enzim RNAse
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
digunakan untuk mendegradasi molekul RNA. Dengan hilangnya
protein dan RNA, maka DNA dapat diisolasi secara utuh. Molekul
DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan cara
presipitasi menggunakan etanol absolut dan larutan garam. Dengan
adanya larutan garam (kation monovalen seperti Na+), pada suhu -20oC
etanol absolut dapat mengendapkan DNA dengan baik sehingga mudah
dipisahkan dengan cara sentrifugasi.
Gambar 2.9. Presipitasi DNA setelah Penambahan Etanol Absolut
(Sumber: www.learn.genetics.utah.edu)
Pada umumnya isolasi DNA dengan metode konvensional yang
dijelaskan sebelumnya cukup melelahkan karena membutuhkan waktu hingga
beberapa jam bahkan beberapa hari. Selain itu, berkembang pesatnya
kebutuhan di bidang diagnostik molelular dan filogeni molekular yang
menuntut kecepatan, prosedur yang sederhana, hasil yang akurat dalam
ekstraksi DNA dari berbagai jenis sampel, menciptakan pengembangan
teknologi baru untuk pengektraksian DNA yang mudah dan lebih cepat dari
sebelumnya.
Salah satu pengembangan teknik purifikasi DNA adalah dengan
bantuan spin column yang mengandung silicon dioxide sebagai filter yang
dapat mengabsorpsi asam nukleat (Chee Tan dan Chin Yiap, 2009). Prinsip
ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode ini adalah berdasarkan tingginya
afinitas muatan negatif dari rantai utama DNA terhadap partikel silika yang
bermuatan positif.
DNA dapat terikat dengan kuat pada silika dibawah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
kondisi garam chaotropic seperti Guanidine-HCl. Garam ini dapat memecah
ikatan hidrogen antara ion oksigen pada DNA dengan ion hidrogen pada air.
DNA yang terabsorpsi oleh silika dapat dipisahkan dari protein dan sel debris
dengan pencucian. DNA murni kemudian dapat dielusi dari silika dengan
buffer Tris-EDTA atau Aquabidest (Gjerse et al., 2009).
2.4 Elektroforesis Gel Agarosa
Elektroforesis adalah suatu cara untuk memisahkan fraksi suatu
campuran berdasarkkan pergerakan partikel koloid yang bermuatan dibawah
pengaruh medan listrik. Cara elektroforesis telah digunakan untuk analisa
virus, asam nukleat, enzim, protein, serta molekul-molekul organik dengan
berat molekul rendah seperti asam amino (Westermeier, 2004).
Salah satu gel yang dapat digunakan pada elektroforesis adalah gel
agarosa. Agarosa digunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi, dan
memurnikan fragmen-fragmen DNA dengan ukuran molekul lebih besar dari
100 pb dan dijalankan secara horizontal. Molekul DNA termasuk senyawa
bermuatan negatif. Sifat ini menjadikan molekul DNA yang ditempatkan
pada
medan
listrik
akan
bermigrasi
menuju
kutub
positif
Mobilitas fragmen DNA pada gel elektroforesis sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor (Sambrook et al., 2001), yaitu:
1. Ukuran Molekul DNA
Migrasi DNA terutama ditentukan oleh ukuran panjang DNA.
Fragmen DNA yang berukuran kecil akan bermigrasi lebih cepat
dibandingkan dengan fragmen DNA yang berukuran lebih besar.
Sehingga elektroforesis mampu memisahkan fragmen berdasarkan
ukuran panjangnya.
2. Konsentrasi Agarosa
Migrasi molekul DNA pada gel berkonsentrasi lebih rendah lebih
cepat daripada migrasi molekul DNA yang sama pada gel
berkonsentrasi tinggi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
Tabel 1. Kisaran umum konsentrasi agarosa (Muladno, 2010)
Konsentrasi
Efisiensi Pemisahan
Agarosa (%)
DNA (kb)
0,3
5-60
0,6
1-20
0,7
0,8-10
0,9
0,5-7
1,2
0,4-6
1,5
0,2-3
2,0
0,1-2
3. Konformasi DNA
Konformasi atau bentuk rangkaian molekul DNA berukuran sama
akan bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda. DNA dalam
bentuk sirkular akan lebih cepat bermigrasi dibandingkan dengan
DNA bentuk linier.
4. Voltase yang Digunakan
Kecepatan migrasi DNA sebanding dengan tingginya voltase yang
digunakan. Akan tetapi, apabila penggunaan voltase terlalu tinggi,
mobilitas molekul DNA meningkat secara tajam. Hal ini
mengakibatkan efektifitas pemisahan molekul DNA menurun
dengan meningkatnya voltase yang digunakan. Penggunaan voltase
yang ideal untuk mendapatkan separasi molekul DNA berukuran
lebih besar 2 kb adalah tidak lebih dari 5 Volt per cm.
5. Etidium Bromida
Keberadaan etidium bromida di dalam gel dapat mengakibatkan
pengurangan tingkat kecepatan migrasi molekul DNA linear sebesar
15%.
6. Komposisi Larutan Buffer
Apabila tidak ada kekuatan ion di dalam larutan, maka aliran listrik
akan sangat minimal dan migrasi DNA sangat lambat. Sementara
larutan buffer berkekuatan ion tinggi akan meningkatkan panas,
sehingga aliran listrik menjadi sangat maksimal. Ada kemungkinan
gel akan meleleh dan DNA dapat mengalami denaturasi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
Visualisasi fragment DNA dilakukan dengan penambahan larutan
etidium bromida yang akan masuk (interkalasi) di antara ikatan hidrogen pada
DNA, sehingga pita fragmen DNA akan terlihat di bawah lampu UV
Pita DNA yang berpendar pada gel agarosa menunjukkan hasil positif bahwa
terdapat DNA pada setiap lajur. Larutan etidium bromida sangat berbahaya
dan bersifat karsinogen, oleh karena itu semua larutan yang mengandung
etidium bromida harus didekontaminasi sebelum dibuang. Selain etidium
bromida, pewarnaan dapat dilakukan dengan larutan SYBR safe sebagai
penggantinya (Muladno, 2010; Sambrook dan Russel, 2001; Gaffar, 2007).
Gambar 2.10. Interkalasi Etidium Bromida pada DNA
(Sumber: www.sciencemag.org)
2.5 PCR
2.5.1 Pengertian PCR
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu metode
amplifikasi DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh
dua buah primer oligonukleotida dengan bantuan enzim polymerase,
dimana potongan DNA tertentu dapat dilipat gandakan (Zyskind dan
Bernstain, 1992). Metode ini paling banyak dipelajari dan digunakan
secara luas. Dalam waktu sembilan tahun sejak pertama kali dikemukakan
oleh ilmuan dari Cetus Corporation, Kary Mullis, PCR telah berkembang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
menjadi teknik utama dalam laboratorium biologi molekuler, antara lain
untuk transkripsi in vitro dari PCR template, PCR rekombinan, DNAse I
footprinting, sequencing dengan bantuan phage promoters, dan sebagainya
(Putra, 1999).
Teknik ini memungkinkan adanya amplifikasi antara dua region
DNA yang diketahui, hanya di dalam tabung reaksi, tanpa perlu
memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Primer yang digunakan sebagai
pembatas daerah yang diamplifikasi merupakan DNA untai tunggal yang
urutannya komplemen dengan DNA template-nya. Amplifikasi ini dapat
menghasilkan lebih dari satu kali DNA asli.
2.5.2 Tahapan PCR
Menurut Sambrook et al., (2001), tahapan yang terjadi dalam proses
amplifikasi DNA pada PCR yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA
template, penempelan (annealing) pasangan primer pada DNA target dan
pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi yang dikatalisis
oleh DNA polimerase.
Gambar 2.12. Tahapan Proses PCR (Sumber: www.bioserv.fiu.edu)
1. Denaturasi DNA template
Pada tahap ini, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua
untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa
yang komplemen. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 9095oC selama 3 menit untuk meyakinkan bahwa molekul DNA
target yang ingin dilipat gandakan jumlahnya benar-benar telah
terdenaturasi menjadi untai tunggal. Untuk denaturasi berikutnya,
waktu yang diperlukan hanya 30 detik pada suhu 95oC atau 15
detik pada suhu 97oC.
Suhu denaturasi dipengaruhi oleh sekuen DNA target. Jika
DNA target kaya akan G-C maka diperlukan suhu yang lebih
tinggi, hal ini dikarenakan ikatan hidrogen pada G-C lebih banyak
dibandingkan ikatan A-T. Selain itu, suhu denaturasi juga tidak
boleh terlalu tinggi dan waktu denaturasi yang terlalu lama, karena
dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya aktivitas enzim
Taq polymerase.
2. Penempelan Primer (annealing)
Primer akan menuju daerah yang spesifik, dimana daerah
tersebut memiliki komplemen dengan primernya. Pada proses
annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk. Selanjutnya, enzim
Taq DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen
tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali.
Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50-60oC. Spesifisitas PCR
sangat tergantung pada suhu melting (Tm) primer, yaitu suhu
dimana separuh jumlah primer menempel pada
template.
Temperatur penempelan yang digunakan biasanya 5oC di bawah
Tm, dimana formula untuk menghitung Tm = 4oC (G+C) + 2oC
(A+T).
Semakin
panjang
ukuran
primer,
menempel
tadi
semakin
tinggi
temperaturnya.
3. Reaksi polimerisasi (extension)
Primer
yang
telah
akan
mengalami
perpanjangan pada sisi 3' nya dengan penambahan dNTP yang
komplemen dengan template oleh DNA polimerase. Umumnya
reaksi polimerisasi (extension) atau perpanjangan rantai, terjadi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
pada suhu 72oC karena merupakan suhu optimum Taq polymerase.
Kecepatan penyusunan nukleotida oleh enzim tersebut pada suhu
72oC diperkirakan antara 35 sampai 100 nukleotida per detik,
bergantung pada buffer, pH, konsentrasi garam, dan molekul DNA
target. Dengan demikian, untuk produk PCR sepanjang 2000
pasang basa, waktu 1 menit sudah lebih dari cukup untuk tahap
pemanjangan primer ini.
Ketiga tahapan tersebut terjadi dalam satu siklus. Produk DNA pada
siklus amplifikasi pertama akan menjadi cetakan pada siklus berikutnya.
Produk yang dihasilkan bersifat eksponensial (2n), dengan n adalah jumlah
siklus yang dilakukan (Keller dan Manak, 1989). Ini mengakibatkan PCR
sangat efektif karena dapat menghasilkan DNA dalam jumlah mikrogram
dari jumlah DNA awal dalam pikogram (Zyskind dan Bernstain, 1992).
Gambar 2.13. Pelipatgandaan Molekul DNA Target
(Sumber: www.bioserv.fiu.edu)
2.5.3 Komponen PCR
Beberapa komponen penting yang dibutuhkan dalam PCR adalah
DNA template, primer, enzim Taq DNA Polymerase, deoxyribonucleaside
triphosphate (dNTP’s), dan buffer PCR. DNA template merupakan DNA
yang akan diamplifikasi, dapat berupa untai tunggal atau untai ganda.
Primer yang digunakkan sebaiknya berukuran 20-26 pasang basa, dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
komposisi 50-60% C+G, sekuens DNA kedua primer tidak saling
berkomplemen yang akan menyebabkan terjadinya penempelan antar
primer (primer-dimer), dan sekuens DNA dalam satu primer tidak saling
berkomplemen yang akan mengakibatkan terbentuknya struktur sekunder
dan mengurangi efisiensi PCR. Deoxyribonucleaside triphosphate
(dNTP’s) merupakan bahan dasar pembentuk DNA yang terdiri dari
dATP, dTTP, dGTP, dan dCTP. Taq DNA Polymerase berfungsi sebagai
katalisator terjadinya pemanjangan primer. Buffer PCR yang biasanya
terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan reaksi agar berjalan
optimum dan menstabilkan enzim DNA polymerase. Ion Mg2+ yang
biasanya terdapat dalam buffer berfungsi sebagai kofaktor enzim.
Keberadaan ion ini sangat penting karena ion Mg2+ bebas akan mengikat
DNA template, primer dan membentuk kompleks terlarut dengan dNTP
untuk membuat subtrat yang akan dikenali oleh enzim Taq Polymerase
(Zyskind dan Bernstain, 1992).
2.6 Real-Time PCR
Real-Time PCR adalah suatu metoda analisa yang dikembangkan dari
reaksi PCR. Dalam ilmu biologi molekular, Real-Time PCR (juga dikenal
sebagai quantitative real time polymerase chain reaction (Q-PCR atau qPCR)
atau kinetic polymerase chain reaction) adalah suatu teknik pengerjaan PCR
di laboratorium untuk mengamplifikasi sekaligus mengkuantifikasi jumlah
target molekul DNA hasil amplifikasi tersebut.
Instrumen Real-Time PCR mendeteksi amplikon dengan mengukur
peningkatan pewarna (dye) fluorescent yang berpendar ketika terikat dengan
untai ganda DNA. Karena sifat inilah maka pertumbuhan fragment DNA
hasil amplifikasi dapat diikuti secara seketika, semakin banyak DNA yang
terbentuk semakin `tinggi pula intensitas fluorescent yang dihasilkan.
Alat ini dapat mendeteksi secara akurat konsentrasi DNA hingga
hitungan pikogram atau setara dengan sel tunggal karena sensitifitas dye yang
sangat tinggi. Hasil peningkatan fluorescent digambarkan melalui kurva
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
amplifikasi yang menunjukkan tiga fasa yaitu fasa awal, fasa eksponensial
atau puncak dan fasa plateau atau stabil (Vaerman, 2004).
Gambar 2.14. Bentuk Kurva Real-Time PCR (Sumber: bio-rad.com)
2.6.1. Pewarna Fluoresensi
Real-time PCR menggunakan pewarna fluoresensi dan probe dengan
fluoresensi. Probe berupa oligonukleotida yang tersusun dari sekuen
spesifik dan akan berpasangan dengan sekuen DNA cetakan yang akan
diamplifikasi. Macam-macam fluoresensi yang umumnya digunakan
antara lain SYBR Green, Hydrolysis probes, Hybridization probes, dan
Molecular beacons. Fluoresensi akan berpendar hijau saat berikatan
dengan DNA cetakan (Kubista et al., 2006). Pewarna yang umum
digunakan adalah SYBR Green dan Hydrolysis Probe.
a. Hydrolysis Probe
Hydrolisis probe menggunakan oligonukleotida spesifik yang
berkomplemen dengan DNA target disebut Probe. Probe dilabeli
oleh dua molekul, yaitu reporter pada ujung 5’ probe yang
merupakan pewarna fluoresensi dan quencer pada ujung 3’ probe
yang merupakan molekul penerima sinyal fluoresensi. Hydrolysis
probe
memiliki
prinsip
kerja,
yaitu
saat
probe
belum
berkomplemen dengan DNA target, molekul reporter akan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
mengeksitasikan sinyal fluoresensi ke molekul quencer karena
jarak antara kedua molekul berdekatan. Probe akan berkomplemen
dengan DNA target saat mencapai suhu annealing, lalu mekanisme
eksitasi sinyal fluoresensi dari reporter ke quencer terhenti karena
jarak
kedua
molekul
berjauhan.
DNA
polimerase
akan
mengelongasi DNA target sampai DNA polimerase dan probe
berdekatan maka 5’nuklease yang terdapat pada DNA polimerase
akan menghidrolisis molekul reporter sehingga emisi sinyal
fluoresensi dapat tertangkap oleh detektor pada Real Time PCR
(Shipley, 2007). Hydrolysis probe biasa digunakan dalam multiplex
pada qRT PCR yang menggunakan DNA target dan pasangan
primer lebih dari satu dalam satu reaksi karena probe akan
berikatan secara spesifik dengan beberapa DNA target yang
berbeda (BioRad, 2006).
b. SYBR Green
Prinsip dari SYBR Green adalah pewarna fluoresensi akan mengikat
bagian minor dari untai ganda DNA sehingga menghasilkan
pendaran warna hijau pada akhir fase extension selama proses Real
Time PCR berlangsung (Shipley, 2007). Intensitas fluoresensi yang
semakin tinggi meenunjukkan peningkatan jumlah untai ganda
DNA yang terdeteksi oleh detektor. Intensitas fluoresensi yang
akan dihitung dalam analisis kualitatif maupun kuantitatif pada
qRT PCR. SYBR Green umumnya digunakan dalam singleplex
pada Real Time PCR yang menggunakan satu DNA target dan
sepasang primer. SYBR Green lebih sering digunakan dibandingkan
Hydrolisis probe karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu
dapat digunakan untuk beberapa pengujian karena mampu bekerja
pada semua jenis primer, teknik pengujian lebih sederhana karena
tidak perlu merancang probe, dan harga pewarna fluoresensi yang
relatif lebih rendah (Shipley, 2007). SYBR Green memiliki
kelemahan, yaitu SYBR Green dapat mengikat DNA untai ganda
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
pada bagian tidak spesifik sehingga primer-dimer juga akan diikat
oleh SYBR Green. Namun, produk tidak spesifik dapat dianalisis
keberadaannya dalam analisis melting curve (Valasek & Repa
,2005; Kubista et al., 2006).
Gambar 2.16. Mekanisme Hydrolysis Probe dan SYBR Green
(Sumber: Thermoscientificbio.com)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1
Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Obat & Pangan
Halal; Laboratorium Penelitian 2; dan Laboratorium Biokimia/ Patologi
Klinis. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.1.2
Waktu
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret 2014
hingga September 2014.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Real Time PCR (Light Cycler® 480 - Roche), Multiwell Plate 96
(Roche), Sealing Foil (Roche), Mikropipet 0.5-10 μl (Biorad), Mikropipet
2-20 μl (Biorad), Mikropipet 20-200 μl (Biorad), Mikropipet 100-1000 μl
(Biorad), Microtips volume 10 μl; 200 μl; dan 1000 μl (Genfollower),
Spektrofotometri UV DNA (BioDrop), Gel Documentation (AE-6933
ATTO), satu set alat Elektroforesis Agarosa (Biorad), Digital Waterbath
(SB-100 Eyela), Vortex, Sentrifugator (5417R – Eppendorf), Filter Tube
dan Collection Tube (Kit High Pure PCR Template Preparation – Roche),
plastic wrap, alumunium foil, Microsentrifuge tube volume 1,5 ml
(Biogenix), pisau steril, kaca arloji, erlenmeyer 50 ml, dan spatula.
3.2.2 Bahan
Daging sapi segar, daging babi segar, gelatin sapi (Sigma Aldrich),
gelatin babi (Sigma Aldrich), Tris Base (SBS Genetech), asam asetat
glasial (Merck), EDTA (Merck), satu set reagen isolasi DNA meliputi
Tissue Lysis Buffer; Binding Buffer; Proteinase K; Inhibitor Removal
Buffer; Washing Buffer; dan Elution Buffer (Kit High Pure PCR Template
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
Preparation - Roche), Aquabidest (IKA Pharmindo), Etanol Absolut
(Merck), Isopropanol (Merck), Etidium Bromida 10 mg/ml (Bio Basic
Inc.), Agarosa (Fermentas), loading dye (Promega), SYBR Green I Master
(LC 480 - Roche), Probe Master (LC 480 - Roche), Aquadest (PCR Grade
- Roche) dan Primer-probe (Alpha DNA).
Tabel 3. Urutan Basa Primer dan Probe (Tanabe et al., 2007)
Nama Primer
Babi Forward
Reverse
Probe
Sapi Forward
Reverse
Probe
Runutan Basa
5'-CTTGCAAATCCTAACAGGCCTG-3'
5'-CGTTTGCATGTAGATAGCGAATAAC-3'
5'-(FAM)-ACAGCTTTCTCATCAGTTAC-(BHQ1)-3'
5'-CCCGATTCTTCGCTTTCCAT-3'
5'-CTACGTCTGAGGAAATTCCTGTTG-3'
5'-(FAM)-CATCATAGCAATTGCC-(BHQ1)-3'
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Ekstraksi dan Isolasi DNA
Proses ekstraksi dan isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan kit
komersial High Pure PCR Template Preparation (Roche).
1. Preparasi Sampel
a. Daging Segar (Rochea, 2012; Erwanto et al., 2012)
Sebanyak 50 mg masing-masing daging sapi segar dan daging babi
segar dicincang halus dengan pisau steril. Masing masing daging
tersebut dimasukkan ke dalam microsentrifuge tube. Kemudian ke
dalam tube tersebut masing-masing ditambahkan 200 μl Tissue Lysis
Buffer dan 40 μl larutan Proteinase K. Campuran divortex selama 1
menit dan diinkubasi pada suhu 57oC selama 20 jam dalam digital
waterbath. Larutan daging yang dihasilkan selanjutnya dilakukan
proses ekstraksi dan isolasi DNA.
b. Gelatin (Rochea, 2012; Erwanto et al., 2012)
Sebanyak 50 mg masing-masing gelatin sapi dan gelatin babi
ditimbang dan dimasukkan ke dalam microsentrifuge tube. Kemudian
ke dalam tube tersebut masing-masing ditambahkan 100 μl
Aquabidest, 200 μl Tissue Lysis Buffer dan 40 μl larutan Proteinase K.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
Campuran divortex selama 1 menit dan diinkubasi pada suhu 57oC
selama 20 jam dalam digital waterbath. Larutan daging yang
dihasilkan selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dan isolasi DNA.
2. Proses Ekstraksi dan Isolasi DNA (Rochea, 2012 dengan modifikasi)
Larutan daging sapi, daging babi, gelatin sapi dan gelatin babi yang
telah dinkubasi sebelumnya selama 20 jam, masing-masing ditambahkan
200 μl larutan Binding Buffer. Campuran divortex segera selama 10 detik
dan diinkubasi kembali pada suhu ± 70oC selama 10 menit dalam digital
waterbath.
Ke dalam masing-masing tube tesebut kemudian ditambahkan 150
μl isopropanol absolut dan dihomogenkan dengan vortex selama 10 detik.
Campuran dipipet dan dimasukkan ke dalam Filter Tube yang telah
dipasangkan Collection Tube. Kemudian tube ditutup dan disentrifugasi
pada kecepatan 8000 rpm selama 1 menit.
Filter tube dilepaskan dari collection tube dan cairan yang
melewati filter dibuang bersamaan collection tube. Filter tube
dipasangkan kembali dengan collection tube yang baru. Kemudian 500 μl
Inhibitor Removal Buffer ditambahkan melalui penyangga atas Filter
Tube dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 8000 rpm selama 1
menit. Filter tube dilepaskan dari collection tube dan cairan yang
melewati filter dibuang bersamaan collection tube. Filter tube
dipasangkan kembali dengan collection tube yang baru. Kemudian 500 μl
Washing Buffer ditambahkan dan disentrifugasi kembali pada kecepatan
8000 rpm selama 1 menit. Pencucian dengan Washing Buffer dilakukan
sekali lagi. Setelah itu, filter tube dilepaskan dari collection tube dan
cairan yang melewati filter dibuang. Filter tube dipasang kembali dengan
collection tube dan disetrifugasi kembali selama 10 detik pada kecepatan
maksimum agar semua Washing Buffer tidak tertinggal pada filter.
3. Elusi DNA (Rochea, 2012 dengan modifikasi)
Filter tube dan Collection tube yang telah disentrifugasi pada
kecepatan maksimum kemudian Filter tube dipisahkan dengan collection
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
tube. Collection tube dibuang dan Filter tube tersebut kemudian
dipasangkan pada Microsentrifuge tube steril. Ke dalam filter yang
mengandung DNA daging sapi dan daging babi, masing-masing
ditambahkan 200 μl Elution Buffer hangat (70oC). Sedangkan ke dalam
filter yang mengandung DNA gelatin sapi dan DNA gelatin babi,
masing-masing ditambahkan 150 μl Elution Buffer hangat (70oC).
Filter dan Microsentrifuge tube yang telah ditambahkan Elution
Buffer kemudian disetrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 8000 rpm.
Filter tube dilepaskan dari Microsentrifuge tube. Pada Microsentrifuge
tube telah mengandung isolat DNA. Isolat DNA yang didapatkan
dianalisis keberadaannya dengan elektroforesis agarosa dan dianalisis
konsentrasi dan kemurnian DNA dengan spektrofotmetri UV.
3.3.2 Analisis Isolat DNA
3.3.2.1 Analisis Isolat DNA dengan Elektroforesis Agarosa
a. Pembuatan Buffer Elektroforesis TAE 10x, 1 liter (Biorad, 2012)
Sebanyak 48,4 g Tris Base dilarutkan dalam 800 mL aquabidest.
Ke dalam larutan tersebut ditambahkan 11,4 mL asam asetat glasial dan
20 ml 0,5 M EDTA pH 8. Larutan dihomogenkan dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 1000 ml. Kemudian ke dalam labu ukur tersebut
ditambahkan aquabidest sampai tanda batas.
b. Pembuatan Buffer Elektroforesis TAE 1x, 1 liter (Biorad, 2012)
Sebanyak 100 ml TAE 10x dimasukkan ke dalam labu ukur 1000
ml dan ditambahkan aquabidest sampai tanda batas. Larutan tersebut
kemudian dihomogenkan.
c. Pembuatan Gel Agarosa 1% (Sambrook et al., 2001)
Sebanyak 0,5 g agarosa dilarutkan dengan 50 mL TAE 1x di
dalam erlenmeyer. Erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil,
kemudian dipanaskan di atas hot plate sampai larutan menjadi bening
dan mendidih. Larutan agarosa didiamkan hingga suhu 60oC dan
ditambahkan 2,5 μL etidium bromida 10 mg/ml, kemudian larutan
diaduk hingga homogen. Larutan dituangkan pada gel caster dan comb
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
disisipkan untuk membuat well (sumur). Larutan agarosa dibiarkan
hingga mengeras. Setelah gel mengeras dan membentuk agar, gel
diletakkan pada chamber electrophoresis dengan posisi well pada
muatan negatif (warna hitam). Kemudian buffer TAE 1x dituang
hingga gel terendam dalam chamber electrophoresis namun tidak
melebihi garis batas maksimum buffer.
d. Loading Sampel (Sambrook et al., 2001 dengan modifikasi)
Plastic wrap direkatkan pada wadah mendatar sebagai tempat
melakukan pencampuran sampel yang akan dimasukkan ke dalam well
pada gel. Masing-masing sebanyak 5 μL isolat DNA dipipet dan ditaruh
di atas plastic wrap. Kemudian masing-masingnya ditambahkan 1 μL
loading dye dan dihomogenkan dengan menaik turunkan mikropipet.
Masing-masing campuran tersebut dipipet dan dimasukkan ke dalam
well agarosa yang telah dibuat sebelumnya dengan urutan dari kiri ke
kanan adalah; DNA daging sapi; DNA daging babi; DNA gelatin sapi;
DNA gelatin babi.
e. Running Sampel (Sambrook et al., 2001)
Chamber elektroforesis yang telah mengandung gel agarosa,
DNA, dan buffer TAE 1X kemudian ditutup rapat dan kabel chamber
dihubungkan dengan power supply. Kabel merah (muatan positif)
dipasangkan pada lubang merah dan kabel hitam (muatan negatif)
dipasangkan pada lubang hitam. Running sampel dilakukan selama 45
menit dengan voltase 90 Volt 400 mA.
f. Dokumentasi Gel Agarosa (Atto, 2009)
Gel agarosa yang telah mengandung DNA terelektroforesis
kemudian diletakkan pada Gel Doc untuk visulasi isolat DNA. Tombol
ON ditekan pada Saver, Printer dan Transluminator. Stand by LED
dipilih untuk melihat posisi Gel. Panjang gelombang dipilih, kemudian
exposure Time, Focus dan aperture cahaya diatur. Expose UV. Freeze
ditekan dan Save. Data gambar yang akan digunakan sebagai
dokumentasi dicetak dengan menekan tombol Print.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
3.3.2.2 Analisis DNA Hasil Isolasi dengan Spektrofotometri UV
Pada sistem layar, panel “Nucleic Acid” dipilih untuk penentuan
konsentrasi dan kemurnian DNA. Sample port dibersihkan dengan tisu
steril. Sebanyak 2 μL Elution Buffer ditaruh di atas Sample port dan
dianalisis sebagai blangko. Sample port kembali dibersihkan dengan tisu
steril. Identitas sampel dimasukkan pada kolom Sampel ID dan sebanyak 2
μL DNA sampel tersebut ditaruh di atas Sample port. Kemudian tombol
”Measure” diklik. DNA dianalis pada panjang gelombang 260 nm dan 280
nm. Hasil instrumentasi akan didapatkan data konsentrasi DNA dalam ng/μl
dan kemurnian DNA dengan perbandingan rasio A280 dan A260.
(Biodrop, 2012)
3.3.3 Uji Spesifisitas Primer dan Probe dengan Database NCBI
Uji spesifisitas primer dan probe dilakukan dengan melakukan
BLAST melalui database NCBI. Pada halaman “BLAST”, dipilih menu
“nucleotide blast”. Kemudian pada kolom “Enter Query Sequence”
dimasukkan urutan basa primer yang akan diuji. Tombol “BLAST”
kemudian diklik. Data hasil pengujian berupa daftar spesies yang memiliki
kemiripan 99%-100% dengan urutan basa primer yang diuji (NCBI).
3.3.4 Amplifikasi DNA Menggunakan Real-Time PCR
3.3.4.1. Amplifikasi DNA dengan Metode SYBR Green
a. Pembuatan Larutan Primer 10 μM dari Larutan Induk Primer 100 μM
Sebanyak 10 μL larutan induk primer 100 μM dimasukkan ke
dalam Microsentrifuge tube volume 1,5 ml. Kemudian ke dalam tube
tesebut ditambahkan 90 μL aquadest. Larutan tersebut dihomogenkan
dengan menaik turunkan pegas pada mikropipet.
b. Pembuatan SYBR Green Mastermix (Rochec, 2005)
Mastermix dibuat dengan volume total 20 μL yang terdiri dari 5 μL
DNA yang diuji; 3 μL Aquabidest; 1 μL primer forward 10 μM; 1 μL
primer reverse 10 μM; dan 10 μL LightCycler® 480 SYBR Green I
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
master (enzim Taq DNA Polymerase, SYBR Green 1, dNTP mix, dan
6,4 mM MgCl2).
c. Loading Sampel dan SYBR Green Master Mix ke dalam Multiwell Plate
(Rochec, 2005)
Sebanyak 5 μL DNA yang akan diuji dan 15 μL Mastermix
dimasukkan ke dalam multiwell plate pada well yang diinginkan.
Campuran dihomogenkan dengan menaik turunkan pegas mikropipet
secara perlahan. Multiwell plate kemudian ditutup dengan sealing foil.
d. Pengaturan Program Proses Amplifikasi (Rochec, 2005 dengan
modifikasi)
Pengaturan program LightCycler® 480 Real-Time PCR yang akan
digunakan untuk proses amplifikasi, dilakukan dengan percobaan sebagai
berikut:
Tabel 4. Pengaturan program amplifikasi dengan metode SYBR Green
Perc. 1
Perc. 2
Perc. 3
Analisis dengan Primer Sapi
Jumlah Siklus
Suhu
o
Pre Incubation
1 Siklus
95 C
Amplification
45 siklus
95oC
60oC
72oC
Melting Curve
1 Siklus
Analysis
95oC
60oC
97oC/5oC
Cooling
1 Siklus
40oC
Jumlah Siklus
Suhu
o
Pre Incubation
1 Siklus
95 C
Amplification
45 siklus
95oC
62oC
72oC
Melting Curve
1 Siklus
Analysis
95oC
60oC
97oC/5oC
Cooling
1 Siklus
40oC
Jumlah Siklus
Suhu
Waktu
10 menit
10 detik
20 detik
30 detik
5 detik
1 menit
10 detik
Waktu
10 menit
10 detik
20 detik
30 detik
5 detik
1 menit
10 detik
Waktu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
Pre Incubation
Amplification
Melting Curve
Analysis
Perc. 4
Perc. 1
Perc. 2
1 Siklus
45 siklus
95oC
10 menit
95oC
64oC
72oC
10 detik
20 detik
30 detik
1 Siklus
95oC
60oC
97oC/5oC
Cooling
1 Siklus
40oC
Jumlah Siklus
Suhu
o
Pre Incubation
1 Siklus
95 C
Amplification
45 siklus
95oC
65oC
72oC
Melting Curve
1 Siklus
Analysis
95oC
60oC
97oC/5oC
Cooling
1 Siklus
40oC
Analisis dengan Primer Babi
Jumlah Siklus Suhu
Pre Incubation
1 Siklus
95oC
Amplification
45 siklus
95oC
60oC
72oC
Melting Curve
1 Siklus
Analysis
95oC
60oC
97oC/5oC
Cooling
1 Siklus
40oC
Jumlah Siklus
Suhu
o
Pre Incubation
1 Siklus
95 C
Amplification
45 siklus
95oC
60oC
72oC
Melting Curve
1 Siklus
Analysis
95oC
5 detik
1 menit
10 detik
Waktu
10 menit
10 detik
20 detik
30 detik
5 detik
1 menit
10 detik
Waktu
10 menit
10 detik
10 detik
7 detik
5 detik
1 menit
10 detik
Waktu
10 menit
10 detik
20 detik
30 detik
5 detik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
60oC
97oC/5oC
Cooling
1 Siklus
40oC
Perc. 3
Jumlah Siklus
Suhu
o
Pre Incubation
1 Siklus
95 C
Amplification
45 siklus
95oC
60oC
72oC
Melting Curve
1 Siklus
Analysis
95oC
60oC
97oC/5oC
Cooling
1 Siklus
40oC
Keterangan:
= Modifikasi yang dilakukan pada proses
Real Time PCR
1 menit
10 detik
Waktu
10 menit
10 detik
20 detik
25 detik
5 detik
1 menit
10 detik
amplifikasi
3.3.4.2. Amplifikasi DNA dengan Metode Hydrolysis Probe
a. Pembuatan Primer dan Probe 10 μM dari Larutan Induk 100 μM
Sebanyak 10 μL larutan induk primer 100 μM dan probe 100 μM
masing-masing dimasukkan ke dalam Microsentrifuge tube volume 1,5
ml. Kemudian ke dalam tube tesebut masing-masing ditambahkan 90 μL
aquadest. Larutan tersebut masing-masing dihomogenkan dengan menaik
turunkan pegas pada mikropipet.
b. Pembuatan Hydrolysis Probe Mastermix (Roched, 2008)
Mastermix dibuat dengan volume total 20 μL yang terdiri dari 5 μL
DNA yang diuji; 1,4 μL Aquabidest; 1,6 μL primer forward 10 μM; 1,6
μL primer reverse 10 μM; 0,4 μL probe 10 μM; dan 10 μL LightCycler®
480 Probe master (enzim Taq DNA Polymerase, dNTP mix, dan 6,4 mM
MgCl2).
c. Loading Sampel dan Hydrolisis Probe Mastermix ke dalam Multiwell
Plate (Roched, 2008)
Sebanyak 5 μL DNA yang akan diuji dan 15 μL Mastermix
dimasukkan ke dalam multiwell plate pada well yang diinginkan.
Campuran dihomogenkan dengan menaik turunkan pegas mikropipet
secara perlahan. Multiwell plate kemudian ditutup dengan sealing foil.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
d. Pengaturan Program Proses Amplifikasi (Roched, 2008)
Proses pengaturan program LightCycler® 480 Real-Time PCR
yang akan digunakan untuk proses amplifikasi dilakukan sebagai berikut:
Tabel 5. Pengaturan program amplifikasi dengan metode Hydrolysis Probe
Analisis dengan Primer-probe Sapi
Pre Incubation
Amplification
Cooling
Pre Incubation
Amplification
Cooling
Jumlah Siklus
1 Siklus
60 siklus
Suhu
o
95 C
95oC
60oC
1 Siklus
40oC
Analisis dengan Primer-probe Babi
Jumlah Siklus
1 Siklus
60 siklus
1 Siklus
Suhu
Waktu
10 menit
10 detik
1 menit
10 detik
95 C
Waktu
10 menit
95oC
60oC
40oC
10 detik
1 menit
10 detik
o
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan perbandingan metode SYBR Green dan
metode Hydrolysis Probe dalam analisis DNA gelatin sapi dan DNA gelatin babi
dengan menggunakan Real Time PCR. Perbandingan metode SYBR Green dan
metode Hydrolysis Probe dilihat melalui hasil kurva amplifikasi apakah metode
tersebut dapat mengamplifikasi DNA gelatin sapi dan DNA gelatin babi secara
spesifik.
4.1. Hasil Analisis Isolat DNA
Isolat DNA didapatkan dari proses ekstraksi dan isolasi DNA dengan
menggunakan kit komersial High Pure PCR Template Preparation. Prinsip
kit ini yaitu DNA diabsorpsi oleh Silikon Dioksida (SiO2) sehingga DNA
mudah dipisahkan dari protein dan sel debris hasil pelisisisan sel dengan cara
sentrifugasi (Rocheb, 2012). Reagen yang ditambahkan pada proses ekstraksi
dan isolasi DNA meliputi: Tissue lysis buffer sebagai pelisis membran sel,
proteinase K sebagai enzim pemecah makromolekul protein menjadi molekul
lebih kecil, Binding buffer sebagai chaotropic agent agar DNA dapat
terabsorbsi kuat dengan silikon dioksida yang terdapat pada filter, Inhibitor
Removal Buffer sebagai buffer yang dapat menghilangkan zat pengotor yang
mengganggu proses PCR, Washing buffer sebagai pencuci garam chaotropic
dan pengotor lainya, dan Elution Buffer sebagai pengelusi DNA dari silikon
dioksida (Rocheb, 2012).
Isolat DNA yang didapatkan dianalisis dengan Elektroforesis Agarosa
dan Spektrofotometer UV.
4.1.1. Hasil Analisis Isolat DNA dengan Elektroforesis Agarosa
Isolat DNA divisualisasi keberadaannya dengan elektroforesis gel
agarosa 1% seperti gambar sebagai berikut:
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
Gambar 4.1 Hasil elektroforesis isolat DNA
*Keterangan: (1) Daging Babi; (2) Daging Sapi; (3) Gelatin Babi; (4) Gelatin Sapi
Melalui elektroforesis agarosa, DNA dapat tervisualisasi karena
larutan Etidium Bromida yang ditambahkan ter-interkalasi dengan untai
ganda DNA, sehingga pita fragmen DNA dapat terlihat di bawah lampu UV
(Gaffar, 2007). Pada Gambar 4.1 menunjukkan pita yang jelas pada isolat
DNA sapi dibandingkan pada isolat DNA babi. Kedua pita tersebut
merupakan pita yang smear. Hasil pita yang smear pada gel elektroforesis
dapat disebabkan tidak utuhnya DNA yang terisolasi dimana fragmenfragmen DNA dengan ukuran yang berbeda tertahan pada gel sesuai dengan
ukuran pasang basa DNA (Lewis, 2001). Terjadinya fragmentasi DNA
daging dikarenakan DNA yang terisolasi mengalami degradasi saat proses
pencincangan atau selama proses isolasi berlangsung.
Hasil elektroforesis pada isolat DNA gelatin babi dan DNA gelatin
sapi menunjukkan tidak adanya pita. Tidak adanya pita pada gel agarosa,
bukanlah berarti DNA gelatin tidak berhasil diisolasi. Hal ini dapat
dikarenakan jumlah DNA hasil isolasi pada gelatin terlalu kecil dan banyak
yang terdegradasi akibat pengolahann sehingga tidak tervisualisasi pada gel
agarosa. Batas minimal konsentrasi DNA yang dapat terdeteksi pada
elektroforesis agarosa dengan pewarna etidium bromida adalah 25 ng
(Lewis, 2001).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
4.1.2 Hasil Analisis Isolat DNA dengan Spektrofotometri UV
Konsentrasi
dan
kemurnian
isolat
DNA
dianalisis
dengan
menggunakan spektrofotometri UV. Hasil analisis terlihat pada tabel 6.
Tabel 5. Konsentrasi dan kemurnian DNA hasil ekstraksi dan isolasi
Kemurnian
No.
Sampel
Konsentrasi
(A280/A260)
1.
Daging Sapi
85,99 ng/μl
1,804
2.
Daging Babi
80,08 ng/μl
1,824
3.
Gelatin Sapi
19,38 ng/μl
1,566
4.
Gelatin Babi
13,63 ng/μl
1,573
Analisis konsentrasi dan kemurnian isolat DNA menggunakan
spektrofotometri UV dilakukan pada panjang gelombang 260 nm dan 280
nm. Konsentrasi DNA yang didapatkan pada daging berkisar antara 80 ng/μl
– 85 ng/μl dengan kemurnian kisaran 1,8. Sedangkan konsentrasi DNA yang
didapatkan pada gelatin berkisar antara 13 ng/μl – 19 ng/μl dengan
kemurnian kisaran 1,5. DNA dapat dikatakan murni dari protein apabila
nilai
rasio
A260/A280
yaitu
berkisar
antara
1,8
sampai
2,0
(Sambrook et al., 2001).
Konsentrasi isolat DNA daging yang didapatkan jauh lebih besar
dibandingkan DNA gelatin. Hal ini dikarenakan pada daging memiliki
jumlah sel yang banyak, sedangkan gelatin merupakan produk hasil olahan
dari kolagen sehingga isolat DNA gelatin yang didapatkan sedikit. Nilai
kemurnian hasil isolasi pada gelatin dengan nilai dibawah 1,8 menunjukkan
bahwa masih bayak pengotor protein pada hasil isolat DNA gelatin
(Sambrook et al., 2001). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Glasel
(1995), nilai kemurnian 1,5 memiliki perbandingan persentase teoritis
protein dan asam nukleat yaitu sekitar 80% dan 20%. Hal ini menunjukkan
bahwa kit komersial ekstraksi dan isolasi DNA yang digunakan belum
mampu memisahkan DNA gelatin dari pengotor protein dengan baik.
4.2 Hasil Uji Spesifisitas Primer dan Probe dengan Database NCBI
Runutan basa primer dan probe yang diperoleh dari penelitian Tanabe
S. et al., (2007), dianalisa secara in silico dengan cara BLAST berdasarkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
informasi database NCBI melalui internet. Tujuan dari proses ini adalah
untuk mengetahui apakah primer dan probe yang digunakan merupakan
primer-probe spesifik yang hanya mengamplifikasi satu jenis spesies.
Gambar 4.2 Hasil uji spesifitas primer babi dengan BLAST melalui
database NCBI
*Keterangan:
= primer forward babi;
= Probe babi;
= Primer reverse babi.
Hasil BLAST dari database NCBI pada primer forward babi, primer
reverse babi, dan probe babi menunjukkan bahwa primer–probe yang
digunakan spesifik untuk DNA babi dengan nilai maksimum identitas 100%.
DNA target yang akan diamplifikasi yaitu pada DNA mitokondria-sitokrom b
dengan panjang amplifikasi 131 pasang basa (Gambar 4.2).
Gambar 4.3 Hasil Uji Spesifitas Primer Sapi dengan BLAST Melalui
Database NCBI
*Keterangan:
= primer forward sapi;
= Probe sapi;
= Primer reverse sapi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Hasil BLAST dari database NCBI pada primer-probe sapi juga
menunjukkan bahwa primer-probe sapi yang digunakan spesifik untuk DNA
sapi digunakan spesifik untuk DNA sapi dengan nilai maksimum identitas
100%. DNA target yang akan diamplifikasi yaitu pada DNA mitokondriasitokrom b dengan panjang amplifikasi 120 pasang basa (Gambar 4.3).
4.3 Hasil Amplifikasi DNA Gelatin Sapi dan Gelatin Babi Menggunakan
Real Time PCR
Amplifikasi DNA gelatin sapi dan DNA gelatin babi menggunkan
Real Time PCR dilakukan dengan dua metode, yaitu metode SYBR Green
dan metode Hydrolysis Probe. Hasil amplifikasi dari kedua metode
dibandingkan
satu
sama
lain
dengan
melihat
spesifisitas
dalam
mengamplifikasi DNA gelatin sapi dan DNA gelatin babi.
4.3.1 Hasil Amplifikasi DNA Gelatin Sapi dan Gelatin Babi Menggunakan
Real Time PCR dengan Metode SYBR Green
Konsentrasi DNA daging sapi; DNA daging babi; DNA gelatin sapi;
dan DNA gelatin babi yang digunakan dalam proses amplifikasi masingmasing adalah 8,59 ng/μL; 8,0 ng/μL; 19,38 ng/μL; dan 13,63 ng/μL.
Konsentrasi DNA daging yang digunakan dilakukan pengenceran sebanyak
sepuluh kali dari isolat DNA agar mendapatkan kurva amplifikasi yang
optimal, yaitu kurva yang didapatkan tidak terlalu cepat mencapai fasa
plateau pada awal siklus (Roched, 2008). Analisis kurva amplifikasi dilihat
melalui kenaikan kurva dan nilai CP (Crossing Point) pada kurva
amplifikasi. Spesifisitas hasil amplifikasi dapat dilihat melalui nilai Tm
(Melting Temperature) pada melt curve.
CP adalah jumlah siklus dimana sampel mulai terbaca di atas
Arbitrary Fluorescence Level (AFL) yang menunjukkan awal mulainya fase
pertumbuhan eksponensial. Oleh karena itu, semakin rendah nilai CP
semakin tinggi jumlah DNA target. Tm adalah suhu dimana 50% bagian
dari DNA telah terbuka menjadi untai tunggal. Nilai Tm tergantung dari
jumlah basa A, G, T, dan C. Primer yang spesifik akan menghasilkan satu
puncak Tm pada DNA target (Sambrook et al., 2001).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
a. Hasil Amplifikasi DNA Metode SYBR Green dengan Primer Sapi
Amplifikasi DNA dilakukan dengan beberapa percobaan dengan
cara memodifikasi program proses amplifikasi yang bertujuan untuk
mendapatkan kondisi optimal dalam amplifikasi. Pada penelitian ini
dilakukan modifikasi suhu annealing yaitu pada suhu 60oC, 62oC, 64oC,
dan 65oC. Dari percobaan tersebut didapatkan hasil amplifikasi DNA
yang terbaik yaitu pada suhu 65oC yang dapat dilihat pada gambar 4.4.
Gambar 4.4. Kurva Amplifikasi dengan Metode SYBR Green
Menggunakan Primer Sapi
*Keterangan
: DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB =
Daging Babi; NTC = No Template Control; dan CP = Crossing Point
Pada gambar 4.4, nilai CP hasil amplifikasi DNA daging sapi dan
DNA gelatin sapi masing-masing adalah 14,21 dan 20,01. Secara teoritis,
seharusnya nilai CP pada DNA gelatin sapi lebih kecil dibandingkan
DNA daging sapi karena konsentrasi DNA gelatin sapi yang digunakan
lebih tinggi dibanding DNA daging sapi. Hal ini dapat dikarenakan DNA
pada gelatin memiliki nilai kemurnian yang rendah yaitu 1,5 dimana
terlalu banyak pengotor protein pada isolat DNA gelatin. Nilai kemurnia
1,5 memiliki perbandingan persentase protein dan asam nukleat yaitu
80% dan 20% (Glasel, 1995). Oleh karena itu jumlah DNA yang
teramplifikasi pada DNA gelatin sapi lebih sedikit dibandingkan pada
DNA daging sapi. Selain itu, pada gelatin banyak DNA yang
terfragmentasi. Fragmentasi DNA dapat terjadi dikarenakan gelatin
merupakan produk olahan dari kolagen. Semakin banyak jumlah DNA
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
yang terfragmentasi, semakin kecil situs DNA target yang teramplifikasi
(Edward et al., 1996).
Berdasarkan hasil kurva amplifikasi yang terdapat pada gambar
4.4, DNA daging babi, DNA gelatin babi, dan NTC tidak mengalami
kenaikan kurva amplifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa metode SYBR
Green dengan primer sapi dapat mengamplifikasi DNA sapi secara
spesifik. Spesifisitas proses amplifikasi menggunakan SYBR Green dapat
dianalisa melalui Melting peaks. Proses amplifikasi yang spesifik akan
menghasilkan satu jenis puncak dengan nilai Tm yang sama.
Pada gambar 4.5, DNA daging sapi dan DNA gelatin sapi memiliki
nilai Tm yang sama yaitu pada suhu 78oC. Nilai Tm tersebut merupakan
Tm DNA target amplifikasi. Namun, pada DNA daging sapi, muncul
puncak Tm lainnya yaitu 81,78 yang menunjukkann telah terbentuknya
produk amplifikasi yang nonspesifik. Pada daging babi, gelatin babi, dan
NTC tidak muncul puncak Tm yang menunjukkan bahwa tidak terjadi
mis-priming ataupun primer-dimer. Primer-dimer adalah terbentuknya
struktur sekunder yang disebabkan karena menempelnya sesama primer
sejenis ataupun primer yang tidak sejenis seperti antara primer forward
dengan komplemen primer reverse. Sedangkan mis-priming adalah
penempelan primer diluar sekuen DNA target (Ponchel, 2007).
Gambar 4.5. Melting Peaks Hasil Amplifikasi dengan Metode SYBR
Green Menggunakan Primer Sapi
*Keterangan : DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging
Babi; NTC = No Template Control
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Pada penelitian ini, proses amplifikasi dilakukan modifikasi suhu
annealing karena terdapat perbedaan jauh nilai Tm teoritis pada primer
forward sapi dan Tm pada primer reverse sapi sesuai dengan perhitungan
pada lampiran 4, yakni 60oC dan 70oC. Nilai Tm primer akan
mempengaruhi suhu annealing. Apabila suhu annealing yang terlalu
rendah dan tidak tepat, dapat menyebabkan primer menempel dengan
DNA secara tidak spesifik sehingga dapat menyebabkan kesalahan
analisis. Menurut Scmittgen (2007) pasangan primer yang baik adalah
kedua primer memiliki perbedaan nilai Tm tidak lebih dari 2oC.
Berdasarkan Rahmawati (2012), optimasi suhu annealing dengan
metode gradien PCR pada primer sapi yang sama dengan penelitian ini
didapatkan hasil suhu optimal 60oC (Lampiran 5). Namun, setelah
dilakukan amplifikasi dengan suhu annealing 60oC, terjadi amplifikasi
pada DNA nontarget seperti DNA yang mengandung babi maupun NTC
(No Template Control). Hal ini diduga terjadi karena suhu annealing
yang digunakan terlalu rendah bagi primer reverse yang memiliki Tm
70oC, sehingga terjadi mis-priming atau primer-dimer. Oleh karena itu
optimasi dilakukan dengan meninggikan suhu annealing. Setelah
dilakukan amplifikasi pada suhu annealing 62oC, 64oC, dan 65oC,
didapatkan suhu yang paling baik untuk amplifikasi DNA dengan metode
SYBR Green pada primer sapi ini adalah 65oC. Pada suhu ini, hanya
DNA yang mengandung sapi saja yang dapat teramplifikasi (Gambar
4.4). Sedangkan menggunakan suhu annealing 60oC, 62oC, dan 64oC
terjadi amplifikasi pada semua DNA baik DNA yang mengandung sapi,
mengandung babi, ataupun pada NTC (No Template Control) yang tidak
mengandung DNA (Lampiran 7-9).
b. Hasil Amplifikasi DNA Metode SYBR Green dengan Primer Babi
Pada penelitian ini, amplifikasi DNA dilakukan dengan modifikasi
waktu annealing dan extension dilakukan pada 10 detik (annealing) & 7
detik (extension); 20 detik & 25 detik; dan 20 detik & 30 detik. Hasil
amplifikasi DNA yang paling baik yaitu dengan modifikasi waktu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
annealing 20 detik dan extension 25 detik. Hasil amplifikasi terlihat pada
gambar 4.6.
Gambar 4.6. Kurva Amplifikasi dengan Metode SYBR Green
Menggunakan Primer Babi
*Keterangan
: DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging
Babi; NTC = No Template Control; dan CP = Crossing Point
Pada gambar 4.6, nilai CP hasil amplifikasi DNA daging babi dan
DNA gelatin babi masing-masing adalah 11,86 dan 43,71. Secara teoritis,
seharusnya nilai CP pada DNA gelatin babi lebih kecil dibandingkan
DNA daging babi, karena konsentrasi DNA gelatin babi yang digunakan
lebih tinggi dibanding DNA daging babi. Hasil ini sesuai dengan yang
terjadi pada amplifikasi metode SYBR Green dengan primer sapi yang
telah diuraikan sebelumnya, yaitu DNA gelatin yang digunakan memiliki
kemurnian yang rendah dan banyak yang terfragmentasi. Sehingga DNA
gelatin babi pada hasil kurva amplifikasi memiliki CP yang lebih besar
daripada DNA daging babi.
Berdasarkan gambar 4.6, terjadi kenaikan kurva amplifikasi DNA
daging sapi, DNA gelatin sapi, dan NTC pada siklus di atas 50 yang
dimana seharusnya ketiga DNA tersebut tidak terjadi amplifikasi. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi amplifikasi nonspesifik yang dapat
disebabkan karena mis-priming atau primer-dimer seperti self dimer,
cross dimer, atau pembentukan formasi hairpin. Terjadinya amplifikasi
nonspesifik dianalisis melalui nilai Tm pada Melting Peaks seperti pada
gambar 4.7. Pada kurva tersebut menunjukkan bahwa pada DNA daging
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
sapi, gelatin sapi, NTC muncul puncak Tm yang seharusnya tidak ada.
Puncak pada ketiga DNA tersebut merupakan hasil amplifikasi
nonspesifik (Ponchel, 2007). Dari kurva amplifikasi dan Melting Peaks
menunjukkan bahwa analisis DNA gelatin babi dan DNA gelatin sapi
dengan metode Sybr Green pada primer babi yang di desain oleh Tanabe
et. al., 2007 tidak dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut pada
sampel.
Gambar 4.7 Melting Curve Sybr Green dengan menggunakan primer babi
*Keterangan
:DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging
Babi; NTC = No Template Control
Pada primer babi tidak dilakukan modifikasi suhu annealing karena
nilai Tm teoritis pada primer forward babi dan primer reverse babi
memiliki nilai yang sama, yakni 66oC (lampiran 3). Berbeda dengan yang
terjadi pada primer sapi yang memiliki perbedaan nilai Tm yang jauh dan
memungkinkan terjadinya mis-priming atau primer-dimer karena tidak
sesuainya suhu annealing. Oleh karena itu optimasi dilakukan hanya
dengan modifikasi waktu annealing dan extension.
Modifikasi waktu annealing dan extension diawali dengan waktu
terendah yaitu 10 detik & 7 detik. Kurva yang dihasilkan pada modifikasi
ini menunjukkan bahwa amplifikasi hanya terjadi pada DNA daging babi
saja dan tidak mampu mengamplifikasi DNA gelatin babi (lampiran 11).
Hal ini terjadi diduga karena waktu annealing dan extension yang terlalu
cepat, sehingga proses amplifikasi tidak optimal. Selanjutnya dilakukan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
percobaan waktu annealing dan extension dengan durasi paling maksimal
yaitu pada 20 detik & 30 detik, diharapkan mendapatkan hasil
amplifikasi yang maksimal, sebagaimana yang berhasil dilakukan pada
primer sapi. Namun hasil percobaan menunjukkan terjadi amplifikasi
pada DNA dagang sapi, DNA gelatin sapi, dan NTC yang seharusnya
tidak terjadi amplifikasi (lampiran 12). Terbentuknya produk amplifikasi
yang nonspesifik diduga terjadinya amplifikasi dikarenakan terbentuknya
primer-dimer atau mis-priming. Oleh karena itu diputuskan untuk
menurunkan waktu extension menjadi 25 detik untuk percobaan
selanjutnya.
Pada percobaan dengan waktu annealing 20 detik dan extension 25
detik, didapatkan hasil kurva amplifikasi yang lebih baik dibandingkan
dengan waktu 20 detik & 30 detik. Pada percobaan ini, di siklus 45, DNA
gelatin babi teramplifikasi tanpa diikuti teramplifikasinya DNA daging
sapi, DNA gelatin sapi, dan NTC. Namun, hasil amplifikasi DNA gelatin
babi belum terbentuk kurva Plateau yang menunjukkan bahwa proses
amplifikasi belum selesai. Oleh karena itu, proses amplifikasi dilanjutnya
sampai didapatkan kurva yang plateau. Pada siklus 60, DNA gelatin sapi
sudah membentuk kurva amplifikasi yang plateau. Akan tetapi
penambahan siklus ini, juga menyebabkan teramplifikasinya DNA yang
tidak mengandung babi, yaitu DNA daging sapi, DNA gelatin sapi, dan
NTC yang sebelumnya tidak teramplifikasi (gambar 4.6). Peningkatan
kurva amplifikasi pada DNA daging sapi, DNA gelatin sapi, dan NTC
disebabkan karena terjadinya amplifikasi yang nonspesifik seperti mispriming atau primer-dimer.
4.3.2 Hasil Amplifikasi DNA Gelatin Sapi dan Gelatin Babi Menggunakan
Real Time PCR dengan Metode Hydrolysis Probe
a. Hasil Amplifikasi DNA Gelatin dengan Metode Hydrolysis Probe
Menggunakan Primer Sapi
Proses amplifikasi DNA dengan metode Hydrolysis Probe
dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap inisial denaturasi, tahap
amplifikasi, dan tahap pendinginan. Konsentrasi DNA daging sapi; DNA
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
daging babi; DNA gelatin sapi; dan DNA gelatin babi yang digunakan
dalam proses amplifikasi masing-masing adalah 8,59 ng/μL; 8,0 ng/μL;
19,38 ng/μL; dan 13,63 ng/μL. Metode analisis menggunakan Hydrolysis
Probe tidak dilakukan optimasi suhu annealing terlebih dahulu. Suhu
annealing yang digunakan dipilih berdasarkan hasil optimasi yang telah
dilakukan Rahmawati (2012), yaitu 60oC. Hasil amplifikasi DNA gelatin
sapi dan DNA gelatin babi dengan primer sapi dapat dilihat melalui
gambar 4.8. dibawah ini.
Gambar 4.8 Kurva Amplifikasi dengan Metode Hydrolysis Probe
Menggunakan Primer-Probe Sapi
*Keterangan
: DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging
Babi; NTC = No Template Control; dan CP = Crossing Point
Pada gambar 4.8, daging sapi memberikan nilai CP lebih awal yaitu
pada 16,49 meskipun konsentrasi DNA daging sapi yang digunakan
hanya 8,59 ng/μL. Sedangkan gelatin sapi yang memiliki konsentrasi
lebih tinggi yaitu 19,38 ng/μL memberikan nilai CP lebih lama yaitu
pada 29,41. Secara teoritis, seharusnya nilai CP pada DNA gelatin sapi
lebih kecil dibandingkan DNA daging sapi. Hal ini sejalan dengan kurva
yang dihasilkan metode SYBR Green yaitu disebabkan karena kemurnian
DNA gelatin yang rendah dan DNA gelatin yang banyak terfragmentasi
(Glasel, 1995; Edward et al., 1996).
Spesifisitas amplifikasi dengan menggunakan Hydrolysis Probe
tidak dapat dianalisa melalui Melting Peaks, karena perbedaan prinsip
pewarnaan fluoresens antara metode SYBR Green dengan Hydrolysis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Probe. Spesifisitas metode Hydrolysis Probe dilihat berdasarkan
kenaikan kurva amplifikasi pada kontrol negatif. Pada gambar 4.8, DNA
daging babi, DNA gelatin babi, dan NTC yang merupakan kontrol
negatif, tidak terjadi kenaikan kurva amplifikasi. Hal ini menunjukkan
bahwa primer-probe sapi dapat mengamplifikasi DNA sapi secara
spesifik. Oleh karena hal tersebut, metode ini dapat digunakan untuk
analisa lebih lanjut pada sampel yang mengandung gelatin.
b. Hasil Amplifikasi DNA Gelatin dengan Metode Hydrolysis Probe
Menggunakan Primer Babi
Konsentrasi DNA daging sapi; DNA daging babi; DNA gelatin
sapi; dan DNA gelatin babi yang digunakan dalam proses amplifikasi
masing-masing adalah 8,59 ng/μL; 8,0 ng/μL; 19,38 ng/μL; dan 13,63
ng/μL. Suhu annealing yang digunakan dipilih berdasarkan hasil
optimasi yang telah dilakukan Rahmawati (2012), yaitu 60oC
(Lampiran 5). Hasil amplifikasi DNA gelatin sapi dan DNA gelatin babi
dengan metode Hydrolysis Probe menggunakan primer babi dapat dilihat
melalui gambar 4.9 dibawah ini.
Gambar 4.9. Kurva Amplifikasi dengan Metode Hydrolysis Probe
Menggunakan Primer-Probe Babi
*Keterangan: DS= Daging sapi; GS= Gelatin Sapi; GB= Gelatin Babi; DB=
Daging Babi; NTC = No Template Control; dan CP = Crossing Point
Pada gambar 4.9, daging babi memberikan nilai CP lebih awal
yaitu pada 16,93, diikuti dengan gelatin babi dengan nilai CP 43,67.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Secara teoritis, seharusnya nilai CP pada DNA gelatin babi lebih kecil
dibandingkan DNA daging babi dimana konsentrasi DNA gelatin yang
digunakan dalam proses amplifikasi lebih tinggi dibandingkan DNA
daging. Hal ini dapat disebabkan kemurnian DNA gelatin yang rendah
dan DNA gelatin yang banyak terfragmentasi (Glasel, 1995; Edward et
al., 1996). Hasil kurva amplifikasi pada gambar 4.9 menunjukkan metode
analisa ini cukup spesifik untuk deteksi DNA babi yang ditandai dengan
tidak terjadinya amplifikasi pada DNA daging sapi, gelatin sapi, dan
NTC. Oleh karena hal tersebut, metode ini dapat digunakan untuk analisa
lebih lanjut pada sampel yang mengandung gelatin.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
a. Analisis DNA gelatin sapi dan DNA gelatin babi dengan metode SYBR
Green menghasilkan amplifikasi yang nonspesifik, sehingga metode ini
kurang baik digunakan sebagai metode analisis DNA gelatin sapi dan
DNA gelatin babi khususnya pada produk yang mengandung gelatin.
b. Analisis DNA gelatin sapi dan DNA gelatin babi dengan metode
Hydrolysis Probe dapat mengamplifikasi DNA gelatin sapi dan DNA
gelatin babi secara spesifik. Sehingga metode ini dapat digunakan
sebagai metode analisis DNA gelatin sapi dan DNA gelatin babi
khususnya pada produk yang mengandung gelatin.
5.2 Saran
a.
Diharapkan melakukan optimasi metode ekstraksi DNA pada gelatin
agar mendapatkan DNA dengan nilai kemurnian 1,8 sampai 2,0.
b.
Diharapkan untuk melakukan optimasi lebih lanjut dalam analisis DNA
gelatin sapi dan DNA gelatin babi untuk mendapatkan kondisi optimal
dalam mendeteksi, sehingga dapat dijadikan sebagai metode untuk
pengujian kehalalan pada produk yang mengandung gelatin.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
DAFTAR PUSTAKA
Aida, A. A., Che Man, Y. B., Raha, A. R., & Son, R. 2007. Detection of pig
derivatives in food products for halal authentication by polymerase chain
reaction–restriction fragment length polymorphism. Journal of the
Science of Food and Agriculture. Vol. 87. Hal: 569–572.
Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat.
Jakarta: UI-Press.
Arya, M., Iqbal S. Shergill, Magali Wiliamson, Lyndon Gommersall, Neehar
Arya, dan Hitendra RH Patel. 2005. Basic Principle of Real-Time
Quantitative PCR. Future Drugs Review Article. Vol. 5 No. 2, Hal: 209–
219
Atto. 2008. ATTO Printgraph AE-6933 Operation Manual. Tokyo: ATTO
Corporation.
Azira, Nur T., Amin, I. dan Che Man, Y. B. 2012. Differentiation of bovine and
porcine gelatins in processed products via Sodium Dodecyl SulphatePolyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) and principal
component analysis (PCA) techniques. International Food Research
Journal. Vol. 19 (3). Hal: 1175-1180
Balti, Rafik., J. Mourad, A. Sila, N. Souissi, N. Nedjar-Arroume, D. Guillochon,
M. Nasri. 2010. Extraction and Functional Properties f Gelatin From The
Skin of Cuttlefish (Sepia Officinalis) usiing Smooth Hound Crude Acid
Protease-Aided Process. Artikel pada PressFood Hydrocolloids.
BioDrop. 2012. Quick Start Guide. http://www.biodrop.co.uk. Diakses pada
tanggal 30 September 2014 pukul 20.30.
Bio-Rad. 2012. Protocols: Nucleic Acid Electrophoresis. Buletin 6230 Rev A.
Bio-Rad Laboratories, Inc.
Cai, H., X. Gu, M.S. Scanlan, D.H. Ramatlapeng dan C.R. Lively. 2012. Realtime
PCR assays for detection and quantitation of porcine and bovine DNA in
gelatin mixtures and gelatin capsules. Journal of Food Composition and
Analysis. Vol. 25. Hal: 83-87.
Campbell, Nail A., Reece, Jane B., Mitchell, Lawrence G. 2002. Biologi. Edisi
Kelima Jilid 1, alih bahasa Rahayu Lestari. Jakarta: Erlangga
Carr, J. M., K. Sufferling, dan J. Poppe. 1995. Hydrocolloids and their use in the
confectionery Industry. Journal of Food Technology. Vol. 32 (7). Hal:
41-42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Chee Tan, Siun, dan Beow Chin Yiap. 2009. DNA, RNA, and Protein Extraction:
The Past and The Present. Journal of Biomedicine and Biotechnology.
Volume 2009, Article ID 574398.
Demirhan, Y., P. Ulca dan H.Z. Senyuva. 2012. Detection of porcine DNA in
gelatine and gelatine-containing processed food products-Halal/Kosher
authentication, Meat Science. Vol. 90. Hal: 686-689.
Edward, M. G., Ann Bickel dan Paul Weihs. 1996. Effect of highly fragmented
DNA on PCR. Nucleic Acids Research, Vol. 24, No. 24. Oxford
University Press.
Erwanto, Y., Abidin, M.Z., Sismindari, dan Rohman, A. 2012. Pig Species
Identification in Meatballs Using Polymerase Chain ReactionRestriction Fragment Length Polymorphism for Halal Authentication.
International Food Research Journal 19 (3): 901-906.
Gaffar, Shabrani, M.Si. 2007. Buku Ajar Bioteknologi Molekul. Bandung:
FMIPA-Universitas Padjajaran
Gjerse, D. T., L. Hoang, and D. Hornby. 2009. RNA Purification and Analysis:
Sample Preparation, Extraction, Chromatography. Edisi ke-1. Germany:
Wiley VCH,Weinheim.
Guillen, Gómez M.C., Pérez-Mateos, M., Gómez-Estaca, J., López-Caballero, E.,
Giménez, B., & Montero, P. (2009). Fish gelatin: a renewable material
for the development of active biodegradable films. Trends in Food
Science and Technology. Vol. 20. Hal: 3-16.
Hartati, Yeni W., Maksum, Iman P. 2010. Amplifikasi 0,4 kb Daerah D-Loop
DNA Mitokondria dari Sel Epitel Rongga Mulut untuk Keperluan
Forensik. Bandung: FMIPA-Universitas Padjadjaran.
Hashim, D.M., Y.B.C. Man, R. Norakasha, M. Shuhaimi, Y. Salmah dan Z.A.
Syahariza. 2010. Potential use of Fourier transform infrared spectroscopy
for differentiation of bovine and porcine gelatin. Food Chemistry. Vol.
118. Hal: 856-860.
Hidaka, S. dan S.Y. Liu. 2003. Effects of gelatins on calcium phosphate
precipitation: A possible application for distinguishing bovine bone
gelatin from porcine skin gelatin. Journal of Food Composition and
Analysis. Vol. 16. Hal: 477-483.
Hinterwaldner, R. 1977. Technology of gelatin manufacture. The Science and
Technology of Gelatin. London: Academic Press. Hal: 315–361.
Horton, H. Robert, Laurence A. Moran, K. Gray Scrimgeour, Marc D. Perry, J.
David Rawn. 2006. Principles of Biochemistry. Edisi Keempat. USA:
Pearson Education, Inc.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Ikada, Y. 2002. Biological Materials. Integrated Biomaterials Science. USA:
Academic /Plenium Publishers.
Jamaludin, M. A., Mohd. Anuar Ramli, Dzulkifly Mat Hashim. 2012. Fiqh
Istihalah: Integration of Science and Islamic Law. Revelation and
Science. Vol. 02, No.02
Jannah, A. 2008. Gelatin: Tinjauan Kehalalan dan Alternatif Produksi. Malang:
UIN-Malang Press
Jones, B.E., 2004. The history of The Medicinal Capsule. Dalam: Podczeck, F.,
Jones, B.E. (Eds.). Pharmaceutical Capsules. USA: Pharmaceutical
Press. Hal: 1–22.
Koolman, Jan dan Klaus-Heinrich Roehm. 2005. Color Atlas of Biochemistry.
Edisi Kelima. Germany: Georg Thieme Verlag
Lelana, Neo Endra, Sutarno dan Nita Etikawati. 2003. Identifikasi Polimorfisme
pada Fragmen ND-5 DNA Mitokondria Sapi Benggala dan Madura
dengan Teknik PCR-RFLP. Biodiversitas. Vol. 4 (1). Surakarta: FMIPAUniversitas Sebelas Maret
Lewis,
Matt. 2001. Agarose Gel Electrophoresis (Basic Method).
http://www.methodbook.net/. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2014 pukul
14.15.
LPPOM MUI. 2008. Halal Menentramkan Umat. Jurnal Halal No.72.
Morrison TB, Weis JJ, dan Wittwer CT. 1998. Quantification of Low-copy
Transcripts Bay continuous SYBR Green I Monitoring During
Amplification. BioTechniques 24. Hal: 954–958.
Muladno. 2010. Teknologi Rekayasa Genetika. Edisi Kedua. Bogor: IPB Press
Nemati, M., M.R. Oveisi, H. Abdollahi dan O. Sabzevari. 2004. Differentiation of
bovine and porcine gelatins using principal component analysis. Journal
of Pharmaceutical and Biomedical Analysis. Vol. 34. Hal: 485-492.
Nhari, R.M.H.R., A. Ismail and Y.B. Che Man. 2012. Analytical methods for
gelatin differentiation from bovine and porcine origins and food
products. Journal of Food Science. Vol. 71 Hal: 42-46.
Passarge, Ebenhard. 2007. Color Atlas of Genetics. Edisi Ketiga. New York:
Thieme
Purves, William K., David Sadava., Gordan H. Orians., & Craig Heller. 2004.
Life: The Science of Biology. Edisi Ketujuh. United States of America:
Sinauer Associates and W. H. Freeman
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Putra, Suhartono. 1999. Biologi Molekuler Kedokteran, editor: Suhartono Taat
Putra. Surabaya : Airlangga University Press.
Rabadiya, Bhavisha dan Paresh Rabadiya. 2013. Capsule Shell Material From
Gelatin To Non Animal Origin Material. International Journal of
Pharmaceutical Research and Bio Science (IJPRBS). Vol. 2(3). Hal: 4271
Rachmawati, Putri. 2012. Analisis Cemaran Daging Babi pada Produk Dendeng
Sapi yang Beredar di Wilayah Ciputat dengan Metode Amplifikasi DNA
Menggunakan Real-Time PCR. SKRIPSI. Program Studi Farmasi.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Raven, Peter H., George B. Johnson, Kenneth A. Mason, Jonathan B. Losos,
Susan R. Singer. 2008. Biology. Edisi Kesembilan. New York: McGrawHill Companies, Inc.
Republika. 2013. Ini Pernyataan Menkes Soal Obat Halal yang Disesalkan MUI
via www.republika.co.id. Diakses pada tanggal 28 Desember 2013
Republika. 2014. MUI: Menkes Langgar Hak Asasi Konsumen via
http://www.republika.co.id. Diakses pada tanggal 28 Desember 2013
Rochea. 2012. High Pure PCR Template Preparation Kit. http://www.rocheapplied-science.com. Diakses pada 13 Juni 2014 pukul 17.05
Rocheb.
2012. High Pure Technology and Silica Adsorption Kits.
http://lifescience.roche.com. Diakses pada 22 September 2014 pukul
04.17
Rochec. 2005. LightCycler® 480 DNA SYBR Green I Master. www.rocheappliedscience.com. Diakses pada 2 September 2014 pukul 10.30
Roched. 2008. LightCycler® 480 Probes Master. www.rocheapplied-science.com.
Diakses pada 2 September 2014 pukul 12.30
Rochee.
2008. The LightCycler® 480 Instrument Operator’s Manual.
www.rocheapplied-science.com. Diakses pada 10 Juni 2014 pukul 15.05
Rowe, Raymond C., Paul J. Sheskey, dan Marian E Quinn. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients. Edisi Keenam. London: Pharmaceutical
Press.
Riaz, M.N. dan M.M. Chaudry. 2004. Halal Food production. USA: CRC Press.
Sahilah, A. M., Mohd. Fadly, A. S. Norrakiah, A. Aminah, Wan Aida, W. M.
Ma’aruf, A. G dan Mohd. Khan, A. 2012. Halal market surveillance of
soft and hard gel capsules in pharmaceutical products using PCR and
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
southern-hybridization on. International Food Research Journal 19(1):
371-375.
Sambrook, J., E.F. Fritsch dan T. Manuatis. 2001. Molecular Cloning, A
Laboratory Manual. Edisi ketiga. New York: Cold Spring Harbour Lab.
Press.
Schrieber, R., & Gareis, H. 2007. Gelatine Handbook: Theory dan Industrial
Practice. Jerman: Wiley VCH Verlag GmbH dan Co. KGaA
Sharma, Himani et al,. 2005. Mutations in the mitochondrial DNA D-loop region
are frequent in cervical cancer. Cancer Cell International 2005, 5:34.
Smith, Cindy J. dan A. Mark Osborn. 2008. Advantages and Limitations of
Quantitative PCR (Q-PCR)-based Approaches in Microbial Ecology.
Federation of European Microbiological Societies UK: Blackwell
Publishing Ltd.
Stanley, J.P. 1976. Capsule: The Theory and Practice of Industrial Pharmacy.
Diedit oleh L. Lachman, H.A. Lieberman, dan J.L. Kanig. Philadelphia,
Lea & Febiger. Hlm 404 - 420.
Stansfield, William D., Jaime S.Colomé., Raúl J.Cano. 2003. Shaum’s Easy
Outlines: Molecular and Cell Biology. USA: McGraw-Hill Companies,
Inc.
Vaerman, J.L., P. Saussoy, I. Ingargiola. 2004. Evaluation of Real-Time PCR
Data. Belgium : Cliniques Saint Luc, Bruxelles
Venien, A. dan D. Levieux. 2005. Differentiation of gelatins using polyclonal
antibodies raised against tyrosylated bovine and porcine gelatins. J.
Immunoassay Immunochem., 26, 215-229.
Widyaninggar, A., Triwahyudi., Triyana, K., dan
Ab.Rohman. 2012.
Differentiation between porcine and bovine gelatin in commercial
capsule shells based on amino acid profiles and principal component
analysis. Indonesian J.Pharm Vol. 23 No. 2: 96-101 ISSN-p : 0126-1037
Westermeier, 2004. Electrophoresis in Practice: A Guide to Theory and Practice.
New-Jersey: John Wiley & Sons inc.
Wink, M. 2006. An Introduction to Molecular Biotechnology: Molecular
Fundamentals, Methods and Application in Modern Biotechnology,
Germany: Wiley-VCH,Weinheim.
Yuwono, Triwibowo. 2009. Biologi Molekular. Jakarta : Erlangga
Zhang, G.F., T. Liu, Q. Wang, J.D. Lei, G.H. Ma dan Z.G. Su. 2008.
Identification of marker peptides in digested gelatins by high
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
performance liquid chromatography/ mass spectrometry. Chin. J. Anal.
Chem., 36, 1499-1504.
Zhou, P. dan Regenstein, J. M. 2005. Effects of Alkaline and Acid Pretreatments
on Alaska Pollock Skin Gelatin Extraction. Journal of Food Science,
70(6): C392–C396.
Zyskind, J. W. dan S. I. Bernstain. 1992. Recombinant DNA Manual. Academic
Press, Inc. California
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lampiran 1. Kerangka Penelitian
Daging Segar
Daging Sapi
Gelatin Standard
Daging Babi
Gelatin Sapi
Gelatin Babi
Ekstraksi dan isolasi
DNA
Analisa DNA hasil isolasi
dengan Elektroforesis Agarosa
dan Spektrofotometri
tidak
DNA
terisolasi?
ya
Isolat DNA
Amplifikasi dengan Real Time PCR
Metode
SYBR Green
Metode
Hydrolysis Probe
Analisa Hasil
Kesimpulan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 2. Perhitungan pembuatan larutan primer dan probe
1. Membuat larutan primer dan probe 10 μM dari larutan induk 100 μM
V1 . M1 = V2 . M2
X . 100 μM = 100 μL . 10 μM
X = 1000
100
= 10 μL
Maka, 10 μL diambil dari masing-masing primer 100 μM dan di add 90 μL
PCR water grade
2. Mengetahui volume primer dan probe yang diambil dari larutan primer dan
probe 10 μM dalam pembuatan master mix
a) Rekomendasi konsentrasi untuk primer pada SYBR Green mastermix
adalah 0.3-1 μM (Roche), dipilih konsentrasi 0.5 μM untuk tiap primer.
V1 . M1 = V2 . M2
X . 10 μM = 20 μL . 0,5 μM
X = 10
10
= 1 μL
Maka, diambil 1 μL dari larutan primer konsentrasi 10 μM
b) Rekomendasi konsentrasi untuk primer pada Hydrolysis Probe
mastermix adalah 0.3-1 μM (Roche), dipilih konsentrasi 0.8 μM untuk
tiap primer.
V1 . M1 = V2 . M2
X . 10 μM = 20 μL . 0,8 μM
X = 16
10
= 1,6 μL
Maka, diambil 1,6 μL dari larutan primer konsentrasi 10 μM
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
c) Rekomendasi konsentrasi untuk primer pada Hydrolysis Probe adalah
0.05-0.2 μM (Roche), dipilih konsentrasi 0.2 μM untuk tiap primer.
V1 . M1 = V2 . M2
X . 10 μM = 20 μL . 0,2 μM
X=4
10
= 0,4 μL
Maka, diambil 0,4 μL dari larutan primer konsentrasi 10 μM
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Lampiran 3. Perhitungan Tm (Melting Temperature) Primer
Rumus Tm = 2oC (A+T) + 4oC (G+C)
Primer Sapi
Primer Babi
Primer sapi forward
Primer babi forward
Tm = 2oC (2+8) + 4oC (2+8)
= 60oC
Primer sapi reverse
Tm = 2oC (5+8) + 4oC (6+5)
Tm = 2oC (6+5) + 4oC (4+7)
= 66oC
Primer babi reverse
Tm = 2oC (8+7) + 4oC (6+3)
= 70oC
= 66oC
Tm rata-rata Primer sapi:
Tm rata-rata Primer babi:
Tm = (60 + 70) / 2
= 65oC
Ta* = 60oC
Tm = (66 + 66) / 2
= 66oC
Ta* = 61oC
*) Suhu annealing yang digunakan biasanya 5oC di bawah Tm (Muladno, 2010)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 4. Campuran Reaksi Mastermix untuk Amplifikasi DNA
Tabel 7. Campuran reaksi SYBR Green mastermix
Konsentrasi
Larutan
Induk
Jumlah yang
digunakan
Primer Forward
0,5 μM
10 μM
1 μL
Primer Reverse
0,5 μM
10 μM
1 μL
LightCycler® 480
SYBR Green I
-
-
10 μL
ddH2O
-
-
3 μL
DNA template
-
-
5 μL
20 μL
Total volume reaksi
Tabel 8. Campuran reaksi Hydrolysis Probe mastermix
Konsentrasi
Larutan
Induk
Jumlah yang
digunakan
Primer Forward
0,8 μM
10 μM
1,6 μL
Primer Reverse
0,8 μM
10 μM
1,6 μL
Probe
0,2 μM
10 μM
0,4 μL
LightCycler® 480
Probe Master
-
-
10 μL
ddH2O
-
-
1,4 μL
DNA template
-
-
5 μL
Total volume reaksi
20 μL
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Lampiran 5. Hasil Optimasi Suhu Annealing dengan Metode Gradien PCR
Gambar 1. Elektroforesis produk PCR hasil optimasi suhu annealing primer sapi
pada DNA daging sapi dengan metode gradien PCR (Sumber:
Rahmawati, 2012)
Gambar 2. Elektroforesis produk PCR hasil optimasi suhu annealing primer babi
pada DNA daging babi dengan metode gradien PCR (Sumber:
Rahmawati, 2012)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Lampiran 6.
Spesifikasi kit ekstraksi dan isolasi DNA: High Pure PCR
Template Preparation Kit (Roche)
Tabel 9. Spesifikasi kit ekstraksi (Sumber: Rochea, 2012)
No. Warna Tutup
Label
Vial
Vial
1
Putih
Kandungan
Tissue Lysis Buffer
4 M urea, 200 mM Tris, 20
mM NaCl, 200 nM EDTA.
pH 7.4.
2
Hijau
Binding Buffer
6 M guannidine-HCl, 10 mM
urea, 10 mM Tris-HCl, 20 %
Triton X-100 (v/v). pH 4.4
3
Merah muda
Proteinase K
Proteinase K (rekombinan,
PCR grade)
Hitam
5M guanidine-HCl, 20 mM
Inhibitor Removal Buffer Tris-HCl, 36% etanol absolut
(v/v). pH 6.6
4a
4
Biru
5
Tidak Berwarna
Elution Buffer
(Bening)
-
-
Washing Buffer
-
-
20 mM NaCl, 2 mM TrisHCl, 80% etanol absolut
(v/v). pH 7.5
10 mM Tris-HCl, pH 8.5
High Pure Filter Tube
Tube berbahan polypropylene
dengan filter yang terbuat
dari kapas fiber glass. Dapat
menampung 700 μl volume
sampel.
Collection Tube
Tube
berbahan
polypropylene.
Dapat
menampung 2 ml volume
sampel.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Lampiran 7.
Hasil Kurva Amplifikasi dan Melting Peaks dengan
Metode SYBR Green Menggunakan Primer Sapi dengan
Suhu Annealing 60oC
*Keterangan : DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging Babi;
NTC = No Template Control; CP = Crossing Point; Tm = Melting Temperature
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
Lampiran 8.
Hasil Kurva Amplifikasi dan Melting Peaks dengan
Metode SYBR Green Menggunakan Primer Sapi dengan
Suhu Annealing 62oC
*Keterangan : DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging Babi;
NTC = No Template Control; CP = Crossing Point; Tm = Melting Temperature
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
Lampiran 9.
Hasil Kurva Amplifikasi dan Melting Peaks dengan
Metode SYBR Green Menggunakan Primer Sapi dengan
Suhu Annealing 64oC
*Keterangan : DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging Babi;
NTC = No Template Control; CP = Crossing Point; Tm = Melting Temperature
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
Lampiran 10.
Hasil Kurva Amplifikasi dan Melting Peaks dengan
Metode SYBR Green Menggunakan Primer Sapi dengan
Suhu Annealing 65oC
*Keterangan : DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging Babi;
NTC = No Template Control; CP = Crossing Point; Tm = Melting Temperature
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
Lampiran 11.
Hasil Kurva Amplifikasi dan Melting Peaks dengan
Metode SYBR Green Menggunakan Primer Babi dengan
Waktu Annealing 10 detik dan Waktu Extension 7 detik
*Keterangan : DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging Babi;
NTC = No Template Control; CP = Crossing Point; Tm = Melting Temperature
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
Lampiran 12.
Hasil Kurva Amplifikasi dan Melting Peaks dengan
Metode SYBR Green Menggunakan Primer Babi dengan
Waktu Annealing 20 detik dan Waktu Extension 30 detik
*Keterangan : DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging Babi;
NTC = No Template Control; CP = Crossing Point; Tm = Melting Temperature
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
Lampiran 13.
Hasil Kurva Amplifikasi dan Melting Peaks dengan
Metode SYBR Green Menggunakan Primer Babi dengan
Waktu Annealing 20 detik dan Waktu Extension 25 detik
*Keterangan : DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging Babi;
NTC = No Template Control; CP = Crossing Point; Tm = Melting Temperature
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
Lampiran 14.
Hasil Kurva Amplifikasi dengan Metode Hydrolysis
Probe Menggunakan Primer Sapi
*Keterangan : DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging Babi;
NTC = No Template Control; CP = Crossing Point
Lampiran 15.
Hasil Kurva Amplifikasi dengan metode Hydrolysis
Probe Menggunakan Primer Sapi
*Keterangan : DS = Daging sapi; GS = Gelatin Sapi; GB = Gelatin Babi; DB = Daging Babi;
NTC = No Template Control; CP = Crossing Point
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Lampiran 16. Gambar alat alat yang digunakan dalam penelitian
Gambar 1. Mikropipet
(1) Vol 1000 ul; (2) Vol 200 ul; (3) Vol
20 ul; (4) Vol 10 ul
Gambar 2. Mikrotips
Gambar 3. Microsentrifuge tube
Gambar 4. Satu set alat elektroforesis
(1) Chamber; (2) Gel Caster; (3) Comb;
(4) Power Supply
Gambar 5. Gel Documentation
Gambar 6. Microsentrifugator
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
Gamabar 7. Vortex
Gambar 8. Water Bath
Gambar 9. Kit Ekstraksi
Gambar 10. Filter tube dan
Collection tube
Gambar 11. Spektrofotometri DNA
Gambar 12. Multiwell Plates
Gambar 13. Sealing Foil
Gambar 14. Real Time PCR
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Download