BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Gerakan Salafi merepresentasikan dirinya sebagai subkultur Islam yang berusaha memperbarui diri dalam proses modernisasi untuk peneguhan moral berlandaskan manhaj Salaf, serta melakukan proses pemurnian tauhid atas berbagai macam praktik bid’ah, syirik, dan tantangan modernitas. Gerakan ini memprioritaskan kepada kontestasi makna sebagai pemegang otoritas fatwa yang bersumber langsung kepada al-Quran dan hadis sebagai solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan umat. Apabila ada anggota gerakan yang melakukan tindakan menyimpang dari manhaj Salaf, maka akan di-tahdzir oleh sesama kelompoknya agar ia kembali kepada jalan lurus Salafi. Meski dalam sejarah, gerakan Salafi banyak ditentang oleh masyarakat, namun tidak mengecilkan semangat para da’i Salafi untuk terus berdakwah. Dengan slogan ‘kembali kepada al-Quran dan hadis, mengikuti generasi salaf alṣalih, dan memberantas bid’ah, syirik, tahayul, dan khurafat’ berusaha menarik massa sebanyak mungkin. Hal ini yang terjadi di Cirebon. Dengan merepresentasikan model afirmasi gaya hidup, tetap menjadi pribadi yang agamis, sehingga masyarakat Cirebon selintas terkesima dengan dakwahnya yang santun dan sopan. Di samping rasa penasaran yang tinggi karena dianggap sesat oleh kelompok lain serta titik kejenuhan dalam praktik keagamaan yang dilakukannya menjadikan masyarakat Cirebon berusaha mengkaji dan mempelajari dakwah dan 245 246 manhaj Salaf. “Apa yang salah dari gerakan Salafi?” Mungkin itu pertanyaan yang cocok untuk mewakili rasa penasaran dari masyarakat Cirebon. Di samping itu, isu bid’ah dan syirik menjadi barang langka bagi masyarakat Cirebon sebelum didengungkannya dakwah Salafi. Yang lebih penting lagi, masyarakat Cirebon tidak pernah diberikan dalil-dalil penguat atas amalan-amalan yang selama ini mereka kerjakan. Masyarakat hanya patuh dan tunduk pada apa yang kiai ajarkan, tanpa sedikitpun bersikap kritis. “Apa jare kiai” (apa kata kiai) adalah yel-yel yang dilestarikan di masyarakat Cirebon. Sementara itu, apabila melihat jumlah jamaah Salafi di Cirebon, masih tergolong kelompok minoritas, jumlahnya tidak lebih dari 10.000 jamaah – menurut versi jaringan Assunnah dan Dhiya’us Sunnah. Gerakan Salafi mengalami perkembangan yang pesat sejak mulai disebarkan pada 1990-an. Namun saat ini, gerakan Salafi tidak muncul kepermukaan lagi, mereka hanya bertahan dan jalan di tempat. Gerakan dakwaknya dapat dikategorikan sebagai gerakan dakwah yang statis, hanya menunggu jamaah yang datang untuk bergabung dan tidak lagi mengejar jamaah lain yang sudah berafiliasi pada kelompok tertentu. Adapun usaha yang dilakukannya untuk mempertahankan manhaj Salaf agar tidak hilang dan lenyap di Cirebon adalah dengan beberapa cara: melakukan pengajian rutin di komplek pesantren, yayasan, dan rumah ustadz Salafi, bertukar khatib di masjid-masjid yang dibangun dan dikelola oleh jamaah Salafi, mengelola lembaga pendidikan sebagai media kaderisasi, dan mendirikan stasiun radio sebagai media curhat dan nasehat kepada masyarakat umum dalam membantu menyelesaikan permasalahan kehidupan. 247 Kelompok Salafi adalah kelompok Islam yang tidak lepas dari konflik. Meski jumlahnya kecil, namun sering memunculkan konflik di tengah-tengah masyarakat Cirebon. Ada dua macam konflik di kalangan Salafi, yaitu: konflik internal dan konflik eksternal. Konflik internal terjadi hanya di kalangan sesama penggiat dakwah Salafi, sedangkan konflik eksternal terjadi antara kelompok Salafi dengan kelompok lain dan masyarakat. Faktor penyebab konflik internal antara lain: perbedaan cara pandang dalam memahami manhaj Salaf, ketidakcocokan satu sama lain, dan strategi dakwah yang berseberangan. Konflik tersebut menjadikan mereka bersitegang dan berseteru. Hanya saja di kalangan Salafi Cirebon, konflik yang terjadi tidak sampai pada tindakan tahdzir (memberi peringatan) dan mubahalah (bersumpah atas nama Allah bahwa dirinya adalah yang benar), sebuah proses puncak dalam penyelesaian konflik di kalangan Salafi. Di samping itu, merekapun tak segan berseteru dengan kelompok Islam mainstream dan masyarakat sekitar. Sehingga tak pelak lagi, ‘cap’ teroris, radikal, fundamental, dan semacamnya diarahkan kepada pengikut gerakan Salafi. Disamping penolakannya terhadap stigma buruk yang dilayangkannya, para penggiat dakwah Salafi dengan bangga mengatakan bahwa kelompoknya adalah kelompok Islamis, pengusung gerakan pembaharuan Islam, dan pengikut manhaj salaf al-ṣalih. Kritik-kritik keras masyarakat kepada gerakan Salafi tidak menjadi konflik yang hebat, meski beberapa kali terjadi insiden-insiden yang mengarah kepada konflik. Peristiwa tersebut terjadi di beberapa daerah, misalnya: di Wanakaya, Grogol, Setu, Gegesik, dan desa-desa lainnya. Ada beberapa alasan mengapa insiden-insiden tersebut tidak menjadi konflik horiziontal dan mencuat 248 menjadi konflik nasional. Pertama, sigapnya pihak berwenang, seperti aparat kepolisian Cirebon dan pemerintah desa dalam menangani benih-benih konflik. Kedua, masyarakat Cirebon sudah jenuh dengan konflik-konflik yang terjadi. Mereka menganggap bahwa hal ini tidak menjadi penyebab konflik antar kampung atau antar kelompok, apalagi konflik sara yang tidak dikenal di masyarakat Cirebon. Ketiga, sikap acuh tak acuh atau cuek di antara para pengusung Salafi dan para pengkritiknya. Kelompok Salafi meski bersiteguh untuk berdakwah memberantas bid’ah dan syirik serta menyebarkan manhaj Salaf, tetapi enggan untuk berkonflik dengan masyarakat yang masih tergolong kerabat dan saudara sendiri. Sementara para pengkritiknya, tidak ngoyo (bersikeras) untuk memerangi kelompok Salafi selama mereka tidak berbuat onar dan masih menghargai kegiatan-kegiatan keagamaan di masyarakat. B. Rekomendasi Ada beberapa rekomendasi mengenai disertasi ini, sebagai berikut: 1. Pesantren-pesantren Nahdliyin yang berkembang di Cirebon harus banyak belajar dari Pondok Pesantren Assunnah dan Pondok Pesantren Dhiya’us Sunnah dalam hal metode dakwah dan pengembangan pendidikan. Kedua pesantren tersebut membuat program stasiun radio yang berkualitas dan diminati oleh para pendengar, dan juga membina jaringan yang semakin bertambah serta konsisten dalam bekerjasama. Terbuka kepada siapapun meski secara aqidah menolak asalkan dilakukan sesuai dengan syariat Islam. 249 2. Mengingat cakupan penelitian ini sangat terbatas sementara wilayah kajian gerakan Salafi masih luas, maka peneliti menyarankan kepada para pengkaji gerakan Salafi selanjutnya untuk mengulasnya pada aspek lain. 3. Tidak terlalu fanatik pada satu aspek kajian ilmu keislaman dan menafikan ilmu-ilmu lainnya. Jangan sampai, kebesaran dan kejayaan Islam mengenai ilmu pengetahuan hanya dikaji oleh kalangan sendiri. Lembaga pendidikan harus membuka diri dan mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan.