BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung dan sebagainya) (KBBI, 2005). Pengalaman dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hai ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dilakukan di masa lalu ( Notoadmodjo, 2010). Ada tiga aspek mendasar pengalaman manusia yang harus diperhatikan yaitu : 1)apa yang mereka lakukan, 2)apa yang mereka ketehui, 3)benda – benda apa saja yang mereka buat dan gunakan dalam kehidupan mereka. Data pengalaman individu ialah bahan keterangan mengenai apa yang dialami individu tertentu sebagai warga dari suatu masyarakat yang sedang menjadi objek penelitian (Bungin, 2012). B. Premenstrual Syndrome 1. Pengertian Premenstrual Syndrome Premenstrual syndrome merupakan gangguan siklus yang umum terjadi pada wanita muda dan pertengahan, ditandai dengan gejala fisik dan emosional yang konsisten, terjadi selama fase luteal pada siklus menstruasi (Suryono & Sejati). Premenstrual syndrome adalah berbagai gejala fisik, psikologis, dan emosional yang terkait dengan perubahan hormonal karena siklus menstruasi (Proverawati & Misaroh). Universitas Sumatera Utara 2. Penyebab Premenstrual Syndrome Penyebab terjadinya premenstrual syndrome belum diketahui secara pasti. Namun penyebab yang paling sering ditemukan berhubungan dengan faktor – faktor sosial, budaya, biologis dan masalah psikis emosional. Selain itu, premenstrual syndrome sering berhubungan dengan naik turunnya kadar estrogen dan progesteron yang terjadi selama siklus haid (Anurogo & Wulandari, 2011). Penyebab dari premenstrual syndrome antara lain: a. Penyebab Hormonal Hormon – hormon steroid seks (estrogen dan progesteron) bukan sebagai penyebab munculnya premenstrual syndrome, namun fluktuasi kadar sepanjang siklus haidlah sebagai pemicu (Suparman, 2012). Selain itu menurut Saryono dan Sejati (2009) terjadi ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron yakni kadar hormon estrogen sangat berlebih dan melampaui batas normal sedangkan kadar progesteron menurun. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan genetik pada sensivitas reseptor dan sistem pembawa pesan yang menyampaikan pengeluaran hormon seks dalam sel. Selain faktor hormonal, premenstrual syndrome berhubungan dengan gangguan perasaan faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi serotonin yang dialami penderita. b. Faktor Genetik Premenstrual syndrome lebih rentan diderita oleh wanita dengan riwayat premenstrual syndrome seperti pada anggota keluarga lainnya seperti ibu kandung atau saudara kandung (Suparman, 2010). Selain itu pada kembaran satu telur (monozigot) insidensi premenstrual syndrome dua kali lebih tinggi daripada kembar dua telur (Saryono & Sejati, 2009). Universitas Sumatera Utara c. Faktor Psikologis Faktor psikologis yang berkontribusi terhadap premenstrual syndrome antara lain kepribadian dan dukungan orang – orang terdekat. Individu akan rentan beradaptasi dengan premenstrual syndrome dan tidak mudah menerima saran dan terapi (Elvira, 2010). Menurut penelitian Siregar (2012) terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan premenstrual syndrome. Faktor stres sangat besar pegaruhnya terhadap premenstrual syndrome. Gejala – gejala premenstrual syndrome akan semakin menghebat jika seorang wanita terus – menerus mengalami tekanan (Saryono dan Sejati, 2009). d. Faktor Gaya Hidup Faktor gaya hidup dalam diri wanita terhadap pengaturan pola makan juga memegang peranan penting. Makan terlalu banyak atau terlalu sedikit, sangat berperan terhadap gejala – gejala premenstrual syndrome. Makanan terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi cairan, dan membut tubuh bengkak. Terlalu banyak mengkonsumsi minuman beralkohol dan minuman–minuman berkafein dapat mengganggu suasana hati dan melemahkan tenaga. Rendahnya kadar vitamin dan mineral dapat menyebabkan gejala – gejala dari premenstrual syndrome semakin memburuk (Saryono & Sejati, 2009) Hasil penelitian premenstrual syndrome pada dua dekade terakhir menyimpulkan bahwa etiologi premenstrual syndrome sebenarnya tidak tunggal, melainkan merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks (Suparman, 2012). Universitas Sumatera Utara 3. Gejala Klinis Gejala – gejala yang muncul satu atau dua minggu sebelum periode haid dan mereda dalam waktu satu minggu sejak kemunculannya. Gejala ini cukup berat sehingga dapat mengganggu kehidupan keseharian (Datta, 2011). Berbagai kepustaaan telah mendokumentasi lebih dari 150 gejala fisik, psikis, dan perilaku yang dapat dirangkum dalam premenstrual syndrome, namun keluhan – keluhan yang paling sering dan sangat dikeluhkan sebagian besar penderitanya menurut Suparman (2012) diantaranya : a. Keluhan dan / atau gejala fisik: nyeri kepala, nyeri dan pembengkakan payudara, nyeri punggung, nyeri sendi dan otot, mual, perut kembung, peningkatan berat badan, maupun berbagai derajat edema ekstremitas b. Keluhan psikis: depresi, kecemasan, kelelahan atau merasa kehilangan tenaga, kebingungan, menjadi pelupa, perasaan mudah tersinggung, kemarahan yang muncul tanpa provokasi yang adekuat, sering menangis, kehilangan daya konsentrasi, dan merasa kehilangan harga diri c. Gangguan perilaku: perasaan lelah, insomnia, berkurangnya hasrat seksual, keinginan berlebihan makan / minum sesuatu, serta penarikan diri secara sosial. Menurut Elvira (2010) tanda - tanda premenstrual syndrome amatlah banyak lebih kurang terdapat 200 gejala namun yang paling menonjol terdiri atas 3 (tiga) gejala, yaitu mudah tersinggung (irritable), tegang dan merasa tidak nyaman atau tidak bahagia (dysphoria). Adapun gejala – gejala premenstrual syndrome mencakup : a. Gejala fisik terdiri atas : 1)payudara membengkak dan terasa nyeri, 2)perut membengkak dan menggembung, serta mengalami sembelit atau diare, 3)nyeri kepala dan migren, 4)membengkaknya tangan dan kaki, 5)bertambahnya berat Universitas Sumatera Utara badan, 6)otot menjadi kaku dan nyeri, 7) sendi – sendi kaku dan nyeri, 8)mual dan muntah b. Gejala emosi dan perilaku : 1)depresi, 2)cemas dan serangan panik, 3)sulit tidur, 4) perubahan minat dan gairah seksual, 5)mudah tersinggung, 6)bermusuhan dan marah yang meledak – ledak, 7)meningkatnya selera makan terhadap makanan – makanan tertentu (terutama garam dan gula), 8)meningkat dan menurunnya mood. 9)sulit konsentrasi, 10)merasa lemah dan lelah. 4. Tipe premenstrual syndrome Dalam Saryono & Sejati (2009) terdapat beberapa macam tipe dan gejala premenstrual syndrome. Dr. Guy E. Abraham , ahli kandungan dan kebidanan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS, membagi premenstrual syndrome menurut gejalanya yakni premenstrual syndrome tipe A, H, C, dan D. Delapan puluh persen gangguan premenstrual syndrome termasuk tipe A. Penderita tipe H sekitar 60 %, premenstrual syndrome tipe C sebanyak 40 %, dan premenstrual syndrome tipe D sebanyak 20 %. Kadang – kadang seorang wanita mengalami kombinasi gejala, misalnya tipe A dan D secara bersamaan, dan setiap tipe memiliki gejalanya sendiri – sendiri. Tipe – tipe premenstrual syndrome antara lain: a. Premenstrual Syndrome Tipe A Premenstrual syndrome tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa cemas, sensitif, rasa tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sedang saat belum mendapat menstruasi. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron. Hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon progesteron. Pemberian hormon progesteron kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi beberapa peneliti mengatakan pada penderita premenstrual syndrome bisa jadi kekurangan vitamin B dan Universitas Sumatera Utara magnesium. Penderita premenstrual syndrome A sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau membatasi minum kopi. b. Premenstrual Syndrome Tipe H Premenstrual syndrome tipe H (hyperhydration) memiliki gejala edema (pembengkakan), perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum menstruasi. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe premenstrual syndrome lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Pemberian obat diuretika untuk mengurangi gejala yang ada. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan serta membantu minum sehari – hari. c. Premenstrual Syndrome Tipe C Premenstrual syndrome tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar ingin mengkonsumsi makanan yang manis – manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang terkadang pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6) atau kurangnya magnesium. d. Premenstrual Syndrome Tipe D Premenstrual syndrom tipe D (depression) ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata – kata (verbalisasi), bahkan kadang – kadang muncul rasa ingin bunuh diri Universitas Sumatera Utara atau mencoba bunuh diri. Biasanya premenstrual syndrome tipe D berlangsung bersamaan dengan premenstrual syndrome tipe A, hanya sekitar 3 % dari seluruh tipe premenstrual syndrome benar – benar murni tipe D. Premenstrual syndrome tipe D disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, dimana hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan hormon progesteronnya. Kombinasi premenstrual syndrome tipe D dan tipe A dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino, tyrosine, penyerapan dan penyimpanan timbal di tubuh, atau kekuranagan magnesium dan vitamin B (terutama B6). Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat membantu mengatasi gangguan premenstrual syndrome tipe D yang bersamaan dengan tipe A. 5. Faktor Risiko Premenstrual Syndrome Wanita – wanita yang berisiko tinggi terkena atau mengalami premenstrual syndrome antara lain : a. Riwayat Keluarga Riwayat keluarga sangat mempengaruhi seorang wanita terkena premenstrual syndrome. Beberapa penelitian menemukan bahwa kejadian premenstrual syndrome adalah dua kali lebih tinggi antar kembar identik dibandingkan dengan kembar dua telur (Saryono & Sejati, 2009). Premenstrual syndrome lebih rentan diderita oleh wanita dengan riwayat premenstrual syndrome pada anggota keluarga lainnya (Suparman, 2010). b. Stres Premenstrual syndrome lebih rentan dialami oleh populasi wanita yang mengalami stres (Suparman, 2010). Faktor stres akan memperberat gangguan premenstrual syndrome. Hal ini sangat mempengaruhi kejiwaan seseorang dalam menyelesaikan Universitas Sumatera Utara masalah (Saryono & Sejati, 2009). Menurut penelitian Siregar (2012) terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres terhadap premenstrual syndrome. c. Diet Faktor kebiasaan makanan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, produk susu, makanan olahan, memperberat gejala premenstrual syndrome. Kekurangn zat – zat gizi seperti vitamin B (terutama B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan, serta asam lemak linoleat (Saryono & Sejati, 2009). d. Olahraga Menurut penelitian Nashruna, Maryatun dan Wulandari (2012) terdapat hubungan antara aktivitas fisik seperti olahraga terhadap kejadian premenstrual syndrome yang menunjukkan wanita yang rutin melakukan olahraga jumlah yang mengalami premenstrual syndrome lebih sedikit dibandingkan dengan wanita yang tidak rutin melakukan olahraga. Kurangnya olahraga dan aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya premenstrual syndrome. Hal ini menunjukan bahwa olahraga memiliki hubungan dengan premenstrual syndrome. e. Obesitas Menurut Puspitoran et, al (2007) dalam hasil penelitian milik Nasruha menyatakan bahwa kadar serotonin di otak yang berperan dalam timbulnya premenstrual syndrome akan menurun bila indeks massa tubuh semakin tinggi sehingga muncul gejala premenstrual syndrome. Hasil penelitian Nasruha, Maryam dan Wulandari (2012) menyebutkan bahwa wanita dengan obesitas lebih banyak mengalami premenstrual syndrome daripada wanita yang tidak obesitas. Universitas Sumatera Utara 6. Penatalaksaaan Premenstrual Syndrome Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani premenstrual syndrome antara lain : a. Terapi obat 1) Menggunakan Analgesik Pengobatan premenstrual syndrome dapat menggunakan analgesik (obat penghilang rasa sakit) dan bersifat simptomatis, hanya membantu mengatasi nyeri, dan gejala sedang lainnya serta bersifat sementara (Elvira, 2010). Analgesik yang digunakan biasanya asam mefenamat dengan dosis 500 mg diberikan 3 kali sehari (Saryono dan Sejati, 2009). 2) Menggunakan Anti Depresi Obat anti depresi seperti selective seretonin reuptake inhibitor (SSRIs) dapat digunakan sertiap hari selama 14 hari sebelum menstruasi. SSRIs membantu mengurangi dampak perubahan hormon pada zat kimiawi otak (neurotransmiter), misalnya serotonin. Selain itu anti depresi non SSRI juga dapat digunakan untuk pengobatan premenstrual syndrome (Elvira, 2010). Efek samping dari SSRIs yaitu sulit tidur, mengantuk, lelah, sakit kepala, gemetar, gugup dan disfungsi seksual. Anti depresi yang digunakan dengan dosis yang paling rendah karena dapat memperkecil efek samping , seperti fluoxetine dengan dosis 20 – 60 mg per hari (Saryono dan Sejati, 2009). 3) Vitamin B6 Vitamin B6 berperan sebagai kofaktor dalam proses akhir pembetukan neurotransmiter, yang akan mempengaruhi sistem endokrin otak agar menjadi lebih baik (Elvira, 2010). Dosis yang diberikan sebanyak 50 – 100 mg per hari (Suparman, 2012). Universitas Sumatera Utara 4) Menggunakan Kontrasepsi Oral Pil KB kombinasi estrogen dan progesteron bisa membantu mengurangi naik turun kadar estrogen dan progesteron (Saryono dan Sejati, 2009). Menurut Graham dan Sherwin (1992) dalam Suparman (2012) menyatakan bahwa pil KB kombinasi yang mengandung etinil estradiol 35 µg dan nerotrindon 0,5 mg dan 1 mg mampu mengurangi nyeri dan pembengkakan payudara. 5) Diuretik Obat ini bisa meningkatkan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan sodium dan air dalam urine, sehingga jumlah cairan dalam tubuh berkurang. Obat diuretika semacam spironolakton digunakan untuk mengurangi penahanan cairan dan perut kembung (Saryono dan Sejati, 2009). Menurut Vellacott (1987) dan Wang (1995) dalam Suparman (2012) untuk mengurangi keluhan retensi cairan diberikan spironolakton dosis 100 mg per hari. b. Psikoterapi Psikoterapi merupakan suatu pengobatan yan diberikan dengan cara – cara psikologik. Untuk premenstrual syndrome dapat diberikan berupa terapi relaksasi, terapi kognitif perilaku dan psikoterapi dinamik (Elvira, 2010) Terapi relaksasi dapat mengurangi tekanan dan gejala – gejala pada wanita yang mengalami premenstrual syndrome (Saryono dan Sejati, 2009). Prinsipnya adalah melatih pernapasan (menarik napas dalam dan lambat, lalu mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan mensugestikan pikiran ke arah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai (Elvira, 2010) Terapi kognitif dilakukan dengan mengajarkan penderita premenstrual syndrome untuk menganalisis pola pemikiran yang negatif dan cara memandang berbagai peristiwa dalam kehidupan secara lebih adaktif (Suparman, 2012) Pada psikoterapi Universitas Sumatera Utara dinamik, individu diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan hanya sekedar menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya individu lebih banyak berbicara, sedangkan dokter lebih bamyak mendengar, kecuali pada individu yang benar – benar pendiam, maka dokter yang akan lebih aktif. Terapi ini memerlukan waktu panjang, dapat berbulan-bulan atau bahkan bertahun- tahun. Hal ini memerlukan kerjasama yang baik antara individu dengan dokternya, serta kesabaran kedua belah pihak (Elvira, 2010). c. Perubahan Gaya Hidup 1) Olahraga Upayakan olahraga aerobik selama 30 menit selama 4-6 kali seminggu. Hal ini akan meningkatkan kesehatan seorang perempuan secara umum, kesehatan jantung dan pembuluh darahnya, otot-otot, serta membantu meredakan ketegangan saraf dan kecemasanya. Selain itu olahraga dapat mengurangi penimbunan cairan dan berat badan serta dapat meningkatkan rasa percaya diri (Elvira, 2010). Olahraga yang dapat dilakukan antara lain jalan sehat, berlari, bersepeda, atau berenang (Saryono dan Sejati, 2009). 2) Modifikasi Diet Lakukan juga modifikasi pada pola makan dengan langkah- langkah sebagai berikut : a) kurangi kafein untuk membantu mengurangi rasa tertekan, mudah tersinggung dan gelisah. Untuk hal ini upayakan mengkonsumsi makanan alami yang sehat, b) kurangi konsumsi garam untuk mengurangi kembung (bukan hanya garam yang ada dalam makanan sehari – hari, namun juga pada makananan kemasan), c) konsumsi lebih banyak karbohidrat kompleks dan serat yang terdapat dalam makanan seperti roti gandum, pasta, sereal, buah dan sayur, d) sertakan sumber protein pada tiap menu makanan, e) konsumsi Universitas Sumatera Utara makanan yang kaya vitamin dan mineral atau konsumsi suplemen vitamin dan mineral, f) kurangi konsumsi gula dan lemak dalam diet untuk membantu meningkatkan energi dan menstabilkan mood, g) kuranagi atau hentikan konsumsi alkohol (Elvira, 2010). 7. Upaya Preventif Menurut Saryono dan Sejati (2009) usaha preventif dari premenstrual syndrome antara lain : a. Modifikasi Gaya Hidup Gaya hidup sehari – hari perlu diatur untuk meminimalkan gejala yang timbul akibat perubahan hormonal. Pola hidup sehat seperti mengurangi kafein dan dan berhenti merokok merupakan alternatif yang baik untuk dilakukan. Memperbanyak waktu istirahat untuk menghindari kelelahan dan mengurangi stres berperan juga dalam terapi premenstrual syndrome. Wanita dengan gejala ini sebaiknya mendiskusikan masalahnya dengan orang terdekat ,baik pasangan, teman, maupun keluarga. Terkadang konfrontasi atau pertengkaran dapat dihindari, apabila pasangan atau teman dapat mengerti dan mengenali penyebab dari kondisi ketidakstabilan wanita tersebut, sehingga memilih waktu lain untuk mendiskusikan masalah yang kontrofersial tersebut. Grup konseling dengan psikiater juga dapat diterapkan. b. Pola Diet Jenis makanan yang direkomendasikan bagi penderita premenstrual syndrome bervariasi pada setiap wanita., dan karena wanita yang mengalami premenstrual syndrome dapat memiliki kondisi utama lain seperti hipoglikemia dan tekanan Universitas Sumatera Utara darah tinggi, pengaturan dan penilaian khusus perlu diprioritaskan untuk membuat suatu rekomendasi makanan. Penurunan asupan gula, garam, dan karbohidrat (nasi, kentang, roti) dapat mencegah edema (bengkak) pada beberapa wanita. Penurunan konsumsi kafein (kopi), teh, alkohol, dan soda juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan, dan insomnia (sulit tidur). Sodium sudah direkomendasikan untuk mengurangi bengkak, cairan otak , dan perut kembung. Pembatasan kafein direkomendasikan oleh karena asosiasi antara kafein dan sifat lekas marah dan kesulitan untuk tidur. Pola makan disarankan lebih sering namun dalam porsi kecil karena berdasarkan bukti bahwa selama periode premenstruasi terdapat gangguan pengambilan glukosa untuk energi. Ada suatu teori yaitu gejala umum premenstrual syndrome seperti peningkatan untuk mengkonsumsi karbohidrat disebabkan karena kadar serotonin yang rendah. Teori ini adalah saat kadar serotonin rendah, otak mengirim sinyal ke seluruh tubuh untuk makan karbohidrat, dimana untuk merangsang produksi serotonin dari yang alami dengan asam amino building block. Pada kasus ini wanita ingin mengetahui mengapa nafsu makan mereka menjadi tidak sangat terkontrol dan semangat hilang selama premenstrual syndrome, semua faktor sekuat kekuatan senyawa kimia otak dan produksi hormon mempengaruhi tingkah laku dan nafsu makan secara psikis. Pola makan yang teratur dan mengurangi komposisi lemak dapat menjaga berat badan . Karena berat badan yang berlebih dapat meningkatkan risiko menderita premenstrual syndrome. Vitamin B6 dengan dosis tidak lebih 100 mg per hari dapat memperbaiki gejala – gejala premenstrual syndrome secara menyeluruh. Suplemen vitamin E adalah suatu perawatan yang dikenal untuk mastalgia. Vitamin E untuk perawatan potensial premenstrual syndrome dikarenakan efek antioksidannya berpotensi Universitas Sumatera Utara sangat menguntungkan. Kalsium Karbonat disuatu dosis dari 1200 mg per hari selama tiga siklus menstruasi menimbulkan perbaikan gejala pada wanita – wanita dengan premenstrual syndrome dalam mengurangi pembengkakan. Magnesium dengan dosis tidak lebih dari 400 mg per hari sangat membantu dalam mengurangi cairan dan bengkak. Untuk mengurangi terjadinya penumpukan cairan, sebisa mungkin mengurangi konsumsi garam dalam makanan. Garam bisa menyerap air dan hal ini dapat meningkatkan pembengkakan. c. Olahraga Membiasakan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur. Olahraga seperti berenang dan berjalan kaki. Tarikan nafas dalam dan relaksasi juga bisa meringankan rasa tidak nyaman. Berolahraga dapat menurunkan stres dengan cara memiliki waktu untuk keluar dari rumah dan pelampiasan untuk rasa marah atau kecemasan yang terjadi. Beberapa wanita mengatakan bahwa berolahraga ketika mereka mengalami premenstrual syndrome dapat membantu relaksasi dan tidur di malam hari. Agar aktivitas tetap berjalan meskipun dalam kondisi premenstrual syndrome maka hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan keluhan adalah : a) Hindari kafein yang terdapat pada berbagai minuman ringan dan hindari alkohol yang berlebihan. b)Lakukan pola diet yang sehat (rendah garam, lemak, tinggi protein, dan vitamin serta mineral). Perbanyak karbohidrat kompleks, sayur – sayuran dan buah – buahan. c) Terapi farmakologi untuk mengatasi rasa nyeri yang luar biasa. d) Lakukan senam aerobik secara teratur. e) Usahakan tidur yang cukup, gunakan jadwal secara teratur. Universitas Sumatera Utara C. Penelitian Kualitatif Fenomenologi Bogdan dan Taylor dalam Basrowi (2008) menyatakan bahwa kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang – orang yang dapat di amati. Melalui penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subjek, merasakan apa yng mereka alami dalam kehidupan sehari – hari. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organsasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan (Moleong, 2010) Pada dasarnya landasan teoritis dari penelitian kualitatif bertumpu secara mendasar pada fenomenologi. Fenomenologi merupakan cabang disiplin ilmu filosofi dan psikologi yang berfokus pada pengalaman manusia (Polit & Hungler, 1999). Fenomenologi merupakan pandangan berfikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman – pengalaman subjektif manusia dan interpretasi – interpretasi dunia. Fenomenologi diartikan sebagai : 1) pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal: 2) suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang (Husserl). Sebagai bidang filsfat modern, fenomenologi menyelidiki pengalaman kesadaran yang berkaitan dengan pertanyaan seperti bagaimana pembagian antara subjek (ego) dengan objek (dunia) muncul, dan bagaimana sesuatu didunia ini diklasifikasikan. Istilah “fenomenologi“ sering digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui (Moleong, 2010) Penelitian yang berlandaskan fenomenologi melihat objek penelitian dalam satu konteks naturalnya (Idrus, 2009). Berdasarkan Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan – kaitannya terhadap orang – orang yang berada dalam situasi – situasi tertentu. Para fenomenolog percaya bahwa pada makhluk Universitas Sumatera Utara hidup tersedia pelbagai cara untuk menginterpretasikan pengalaman melalui interaksi dengan orang lain dan bahwa pengertian pengalamanlah yang membentuk kenyataan (Moleong, 2010). Data yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah berupa kata – kata, gambar, dan bukan angka – angka. Penelitian kualitatif menggunakan analisis data secara induktif karena proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan – kenyataan jamak sebagai yang terdapat dalam data, analisis induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti – responden menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan akuntabel. Analisis demikian lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan – keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan pada suatu altar lainnya. Analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan – hubungan. Dan analisis demikian dapat memperhitungkan nilai – nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik (Moleong, 2010). Universitas Sumatera Utara